BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH"

Transkripsi

1 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH Jakarta, 2013

2 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat untuk memperjuangkan aspirasi daerah dan rakyat, perlu penataan kembali kedudukan Dewan Perwakilan Daerah sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa putusan Mahkamah Konstitusi pada perkara Nomor 92/PUU-X/2012 tanggal 27 Maret 2013 telah mengembalikan peran dan fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah dan hubungannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bahwa Pasal 22C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu membentuk Undang- Undang tentang Dewan Perwakilan Daerah; Mengingat: Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 22E Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 23 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 23E Ayat (2), Pasal 23F Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1

3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya disingkat MPR, adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Program Legislasi Nasional, selanjutnya disebut Prolegnas adalah instrumen perencanaam program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. 5. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disingkat Baleg DPD adalah alat kelengkapan DPD yang yang bersifat tetap yang menjalankan tugas penyusunan, pembahasan Prolegnas dan rancangan undang-undang serta pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang. 6. Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum kabupaten/kota, selanjutnya disebut KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota adalah KPU, KPU provinsi, dan KPU 2

4 kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai penyelenggara pemilihan umum. 7. Badan Pemeriksa Keuangan, selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang ditetapkan dengan undang-undang. 9. Hari adalah hari kerja. BAB II SUSUNAN DAN KEDUDUKAN Pasal 2 DPD terdiri dari wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Pasal 3 DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. BAB III Bagian Kesatu Fungsi Pasal 4 DPD mempunyai fungsi: a. legislasi; b. anggaran; c. pengawasan; d. pertimbangan; dan e. perwakilan. 3

5 Bagian Kedua Tugas dan Wewenang Pasal 5 (1) DPD mempunyai tugas dan wewenang: a. mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; b. membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud huruf a bersama DPR dan/atau Presiden sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden; c. menerima rancangan undang-undang dari DPR dan Presiden yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; d. membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud huruf c ; e. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undangundang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; f. dapat memberikan pertimbangan dan pendapat atas rancangan undang-undang yang sedang dibahas oleh DPR sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan daerah; g. melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; h. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang 4

6 mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR; i. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN; j. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK, untuk ditindak lanjuti; k. menyusun, membahas bersama-sama dengan DPR dan Presiden serta ikut memutuskan Prolegnas yang berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; l. mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang kepada DPR dalam hal rancangan undang-undang berkaitan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; m. membahas rancangan undang-undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang dalam hal rancangan undangundang berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden; n. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah; dan o. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam Undang- Undang. (2) Dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPD dapat melakukan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD, lembaga atau badan-badan lainnya dan unsur masyarakat di daerah pemilihannya. 5

7 Pasal 6 (1) DPD dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan negara. (2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Setiap pejabat negara, pejabat pemeritah, badan hukum atau warga masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersangkutan dapat disandera paling lama 30 (tiga puluh) hari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Dalam hal pejabat yang disandera sebagaiman dimaksud pada ayat (4) habis masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, yang bersangkutan dilepas dari penyanderaan demi hukum. (6) DPD dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat Negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk melalui mekanisme Sidang Kerja, Sidang Dengar Pendapat Umum, Panitia Khusus, yang dibentuk oleh DPD demi kepentingan bangsa dan Negara. Pasal 7 (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, DPD menyusun anggaran yang dituangkan dalam program dan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPD dapat menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk dibahas bersama. (3) Pengelolaan anggaran DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPD di bawah pengawasan Badan 6

8 Urusan Rumah Tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) DPD menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran DPD dalam Peraturan DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) DPD membuat laporan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setiap tahun anggaran. (6) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipublikasikan melalui media massa pusat dan daerah. (7) Anggaran DPD dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 8 Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. BAB IV KEANGGOTAAN Pasal 9 (1) Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 5 (lima) orang. (2) Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (satu pertiga) jumlah anggota DPR. (3) Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden. (4) Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah pemilihannya. (5) Masa jabatan anggota DPD adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji. Pasal 10 (1) Anggota DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam 7

9 sidang paripurna DPD. (2) Anggota DPD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan DPD. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Pasal 11 Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sebagai berikut: Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguhsungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan daerah daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi daerah yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 12 (1) Di provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan pemilihan umum tidak diadakan pemilihan anggota DPD sampai dengan pemilihan umum berikutnya. (2) Anggota DPD di provinsi induk juga mewakili provinsi yang dibentuk setelah pemilihan umum. 8

10 BAB V HAK DPD Pasal 13 (1) DPD mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat. (2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPD untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting, strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah melakukan penyidikan dan pengawasan kepada pemerintah atas pelaksanaan suatu undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPD untuk menyatakan pendapat untuk: a. pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; b. tindak lanjut hak interpelasi dan/atau hak angket; dan c. penundaan pembahasan rancangan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam hal DPD menilai prosedur pembahasan rancangan undang-undang tersebut tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan undang-undang atau 9

11 substansi dan rancangan undang-undang tersebut merugikan kepentingan daerah. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA Bagian Kesatu Hak Anggota Paragraf 1 Hak Mengajukan Usul Rancangan undang-undang Pasal 14 (1) Anggota DPD mempunyai hak mengajukan usul rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (2) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan usul rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Paragraf 2 Hak Mengajukan Pertanyaan Pasal 15 (1) Anggota DPD mempunyai hak mengajukan pertanyaan. (2) Dalam hal pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Presiden, pertanyaan tersebut disusun secara tertulis, singkat, dan jelas serta disampaikan kepada pimpinan DPD. 10

12 (3) Apabila diperlukan, pimpinan DPD dapat meminta penjelasan kepada anggota DPD yang mengajukan pertanyaan. (4) Pimpinan DPD meneruskan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden dan meminta agar Presiden dan memberikan jawaban. (5) Sebelum disampaikan kepada Presiden, pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diumumkan. (6) Jawaban terhadap pertanyaan anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara lisan atau tertulis oleh Presiden. (7) Dalam Sidang Paripurna DPD selanjutnya Presiden menyampaikan jawaban terhadap pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (8) Penyampaian jawaban Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diwakilkan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk. Paragraf 3 Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat Pasal 16 (1) Anggota DPD berhak menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat. (2) Penyampaian usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan tata krama, senioritas Anggota DPD, etika moral, sopan santun dan kepatutan sebagai wakil daerah. (3) Tata cara penyampaian usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Paragraf 4 Hak Memilih dan Dipilih Pasal 17 (1) Anggota DPD mempunyai hak memilih dan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu pada alat kelengkapan DPD. (2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak memilih dan dipilih 11

13 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Paragraf 5 Hak Membela Diri Pasal 18 (1) Anggota DPD yang diduga melakukan pelanggaran sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota diberi kesempatan untuk membela diri dan/atau memberikan keterangan kepada Badan Kehormatan. (2) Ketentuan mengenai tata cara membela diri dan/atau memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan. Paragraf 6 Hak Imunitas Pasal 19 (1) Anggota DPD mempunyai hak imunitas. (2) Anggota DPD tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam sidang atau rapat DPD ataupun di luar sidang atau rapat DPD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPD. (3) Anggota DPD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam sidang atau rapat DPD maupun di luar sidang atau rapat DPD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPD. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam sidang tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan 12

14 peraturan perundang-undangan. Paragraf 7 Hak Protokoler Pasal 20 (1) Pimpinan dan Anggota DPD mempunyai hak protokoler. (2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan. Paragraf 8 Hak Keuangan dan Administratif Pasal 21 (1) Pimpinan dan anggota DPD mempunyai hak keuangan dan administratif. (2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Pimpinan DPD dan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 9 Hak Mengusulkan dan Memperjuangkan Program Pembangunan dan Keuangan Daerah Pasal 22 (1) Anggota DPD mempunyai hak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan dan keuangan daerah. (2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan dan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. 13

15 Bagian Kedua Kewajiban Anggota Pasal 23 Anggota DPD mempunyai kewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, golongan, dan daerah; e. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara; f. menaati tata tertib dan kode etik; g. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain; h. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat dan daerah; i. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada masyarakat di daerah yang diwakilinya; dan j. mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan serta administrasinya secara mandiri. BAB VII TATA TERTIB DAN KODE ETIK Bagian Kesatu Tata Tertib Pasal 24 (1) Tata tertib DPD ditetapkan oleh DPD dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. 14

16 (2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di lingkungan internal DPD. (3) Tata tertib DPD paling sedikit memuat ketentuan tentang: a. pengucapan sumpah/janji; b. pemilihan dan penetapan pimpinan; c. pemberhentian dan penggantian pimpinan; d. jenis dan penyelenggaraan persidangan atau rapat; e. pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang lembaga, serta hak dan kewajiban anggota; f. penggantian antarwaktu anggota; g. pembentukan, susunan, tugas dan wewenang alat kelengkapan; h. pengambilan keputusan; i. pelaksanaan konsultasi antara legislatif dan eksekutif; j. penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat; k. pengaturan protokoler; l. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli; dan m. mekanisme keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Bagian Kedua Kode Etik Pasal 25 DPD menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPD. 15

17 BAB VIII LARANGAN DAN SANKSI Bagian Kesatu Larangan Pasal 26 (1) Anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya; b. hakim pada badan peradilan; atau c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. (2) Anggota DPD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPD serta hak sebagai anggota DPD. (3) Anggota DPD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi. Bagian Kedua Sanksi Pasal 27 (1) Anggota DPD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan. (2) Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPD. (3) Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai 16

18 anggota DPD. Pasal 28 Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan. Pasal 29 Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada Badan Kehormatan DPD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota DPD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan/atau melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Pasal 30 Ketentuan mengenai tata cara pengaduan masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan. BAB IX PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA Bagian Kesatu Pemberhentian Antarwaktu Pasal 31 (1) Anggota DPD berhenti antarwaktu karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau 17

19 c. diberhentikan. (2) Anggota DPD diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila: a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPD selama 3 (tiga) bulan berturutturut tanpa keterangan apa pun; b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPD; c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; d. tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; e. tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum; dan/atau f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. Pasal 32 (1) Pemberhentian anggota DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c diusulkan oleh pimpinan DPD yang diumumkan dalam sidang paripurna. (2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak usul pimpinan DPD diumumkan dalam sidang paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPD menyampaikan usul pemberhentian anggota DPD kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian. (3) Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPD dari pimpinan DPD. Pasal 33 (1) Pemberhentian anggota DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 18

20 (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf f, dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan Badan Kehormatan DPD atas pengaduan dari pimpinan DPD, masyarakat dan/atau pemilih. (2) Keputusan Badan Kehormatan DPD mengenai pemberhentian anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Badan Kehormatan kepada sidang paripurna. (3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan DPD yang telah dilaporkan dalam sidang paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan DPD menyampaikan keputusan Badan Kehormatan DPD kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian. (4) Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 14 (empat belas) hari hari sejak diterimanya usulan pemberhentian anggota DPD dari pimpinan DPD. Pasal 34 (1) Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Badan Kehormatan DPD dapat meminta bantuan dari ahli independen. (2) Ketentuan mengenai tata cara penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan DPD diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan. Bagian Kedua Penggantian Antarwaktu Pasal 35 (1) Anggota DPD yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara calon anggota DPD dari provinsi yang sama. (2) Dalam hal calon anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan 19

21 diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD, anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya. (3) Masa jabatan anggota DPD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPD yang digantikannya. Pasal 36 (1) Pimpinan DPD menyampaikan nama anggota DPD yang diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU. (2) KPU menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) kepada pimpinan DPD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat pimpinan DPD. (3) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antarwaktu dari KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPD menyampaikan nama anggota DPD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada Presiden. (4) Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama anggota DPD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan Presiden. (5) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPD pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPD, dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11. (6) Penggantian antarwaktu anggota DPD tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan. 20

22 Bagian Ketiga Pemberhentian Sementara Pasal 37 (1) Anggota DPD diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. (2) Dalam hal anggota DPD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPD yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPD. (3) Dalam hal anggota DPD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPD yang bersangkutan diaktifkan. (4) Anggota DPD yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak keuangan tertentu. (5) Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian sementara diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. BAB X PENYIDIKAN Pasal 38 (1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPD yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada 21

23 ayat (1) dapat dilakukan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPD: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; dan/atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus. BAB XI ALAT KELENGKAPAN Bagian Kesatu Umum Pasal 39 (1) Alat kelengkapan DPD terdiri atas: a. pimpinan; b. Badan Musyawarah; c. komisi; d. Baleg DPD; e. Badan Urusan Rumah Tangga; f. Badan Kehormatan; g. Badan Akuntabilitas Publik; h. Badan Hubungan Antar Lembaga; i. panitia khusus; dan j. alat kelengkapan lain yang diperlukan bersifat sementara dan dibentuk oleh Sidang Paripurna DPD. (2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh unit pendukung yang tugasnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. 22

24 Bagian Kedua Pimpinan Pasal 40 (1) Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPD dalam Sidang Paripurna DPD. (2) Dalam hal pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, DPD dipimpin oleh pimpinan sementara DPD. (3) Pimpinan sementara DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang ketua sementara dan 1 (satu) orang wakil ketua sementara. (4) Pimpinan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil dari anggota yang memperoleh prosentase perolehan suara di provinsi masingmasing paling banyak nomor 1 (satu) dan nomor 2 (dua). (5) Ketua dan wakil ketua DPD diresmikan dengan Keputusan DPD. (6) Pimpinan DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung. (7) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPD diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Pasal 41 (1) Pimpinan DPD bertugas: a. memimpin sidang DPD dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan; b. menyusun rencana kerja pimpinan; c. menjadi juru bicara DPD; d. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPD; e. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai dengan keputusan DPD; f. mewakili DPD di pengadilan; 23

25 g. melaksanakan keputusan DPD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; h. menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran DPD; i. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPD j. menyusun rencana anggaran DPD bersama Badan Urusan Rumah Tangga yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan k. menyampaikan laporan kinerja dalam iding paripurna DPD yang khusus diadakan untuk itu. (2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Bagian Ketiga Badan Musyawarah Pasal 42 (1) Badan Musyawarah dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. (2) Badan Musyawarah sebelum melaksanakan tugasnya dapat membentuk panitia kerja. Pasal 43 (1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang. (2) Badan Musyawarah dipimpin oleh pimpinan Badan Musyawarah. Pasal 44 (1) Badan Musyawarah bertugas: a. menetapkan agenda DPD untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu 24

26 penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi kewenangan Sidang paripurna untuk mengubahnya; b. memberikan pendapat kepada pimpinan DPD dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPD; c. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing; d. mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal undangundang mengharuskan pemerintah oleh pihak lain melakukan konsultasi atau koordinasi dengan DPD; e. menentukan pelaksanaan tugas DPD lain yang diatur dalam undangundang oleh alat kelengkapan DPD; dan f. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh sidang paripurna kepada Badan Musyawarah. (2) Badan Musyawarah tidak dapat mengubah keputusan atas suatu rancangan undang-undang atau pelaksanaan tugas DPD lainnya oleh alat kelengkapan DPD. (3) Badan Musyawarah menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga. Bagian Keempat Komisi Pasal 45 (1) Komisi dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. (2) Komisi dalam melaksanakan tugasnya dapat membentuk panitia kerja. Pasal 46 (1) Keanggotaan komisi ditetapkan oleh sidang paripurna DPD pada permulaan masa kegiatan DPD dan pada setiap permulaan tahun sidang, kecuali pada 25

27 permulaan tahun sidang terakhir dari masa keanggotaan DPD. (2) Komisi dipimpin oleh pimpinan komisi. Pasal 47 (1) Tugas Komisi dalam pengajuan rancangan undang-undang adalah mengadakan persiapan dan pembahasan rancangan undang-undang tertentu. (2) Tugas Komisi dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden adalah melakukan pembahasan serta menyusun pandangan dan pendapat DPD. (3) Tugas Komisi dalam pemberian pertimbangan adalah: a. melakukan pembahasan dan penyusunan pertimbangan DPD mengenai rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama; dan b. menyusun pertimbangan DPD terhadap calon anggota BPK yang diajukan DPR. (4) Tugas Komisi di bidang pengawasan adalah: a. melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang bidang tertentu; dan b. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. (5) Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). (6) Keputusan dan/atau kesimpulan hasil rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPD dan Pemerintah serta wajib dilaksanakan oleh Pemerintah. (7) Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan DPD, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya. (8) Komisi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Panitia Urusan Rumah Tangga. 26

28 Pasal 48 Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan mekanisme kerja komisi diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Bagian Kelima Baleg DPD Pasal 49 (1) Baleg DPD dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. (2) Baleg DPD dalam melaksanakan tugasnya dapat membentuk panitia kerja. Pasal 50 (1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Baleg DPD pada permulaan masa keanggotaan DPD dan permulaan tahun sidang, atau pada setiap masa sidang. (2) Baleg DPD dipimpin oleh pimpinan Baleg DPD. Pasal 51 Baleg DPD bertugas: a. menyusun program legislasi nasional DPD yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPD; b. mengoordinasikan proses penyusunan rancangan undang-undang yang pembahasannya melibatkan lebih dari 1 (satu) komisi; c. menyiapkan dan menyusun naskah akademik rancangan undang-undang; d. menyiapkan rancangan undang-undang usul DPD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; e. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau masyarakat dan daerah sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPD; 27

29 f. memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPD diluar prioritas perancangan undang-undang tahun berjalan atau diluar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional; g. melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh sidang paripurna DPD; h. menyusun melakukan evaluasi, dan penyempurnaan Peraturan DPD; i. menentukan penanganan suatu rancangan undang-undang oleh alat kelengkapan DPD; j. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus; k. melakukan sosialisasi program legislasi nasional; l. melakukan sosialisasi undang-undang; m. mengusulkan kepada Badan Musyawarah hal yang dipandang perlu untuk dimasukkan dalam acara DPD; n. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundangundangan pada akhir masa keanggotaan DPD untuk dapat digunakan oleh Baleg DPD pada masa keanggotaan berikutnya; dan o. Baleg DPD menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga. (2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai Pusat Perancangan kegiatan penyusunan rancangan undang-undang DPD, Baleg DPD mempunyai tugas: a. memberikan pendapat dan pertimbangan atas permintaan daerah tentang berbagai kebijakan hukum dan tentang masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan daerah dan kepentingan umum; b. memberikan masukan yang objektif kepada pimpinan, pemerintah daerah, dan masyarakat mengenai pelaksanaan pembangunan hukum dan saran-saran lain yang berkaitan dengan penyusunan rancangan undang-undang di DPD; dan c. mengkoordinasikan secara substansi dan fungsional pusat 28

30 perancangan dan pusat legislasi DPD. (3) Ketentuan mengenai pusat perancangan dan pusat legislasi DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Pasal 52 Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan mekanisme kerja Baleg DPD diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Bagian Keenam Badan Urusan Rumah Tangga Pasal 53 (1) Badan Urusan Rumah Tangga dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Urusan Rumah Tangga dapat membentuk panitia kerja. Pasal 54 (1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga pada permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang. (2) Badan Urusan Rumah Tangga dipimpin oleh pimpinan Badan Urusan Rumah Tangga. Pasal 55 Badan Urusan Rumah Tangga bertugas: a. menyusun kebijakan kerumahtanggaan DPD dengan memperhatikan usulan rancangan anggaran yang disampaikan alat kelengkapan DPD; b. menyampaikan hasil rumusan kebijakan kerumahtanggaan DPD sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam rapat paripurna untuk ditetapkan sebagai kebijakan kerumahtanggaan DPD; 29

31 c. memberi tugas kepada Sekretaris jenderal DPD untuk melaksanakan kebijakan kerumahtanggaan DPD ; d. melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal DPD dalam pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPD; e. melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPR dan alat kelengkapan MPR yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPD, DPR, dan MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPD berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah; f. menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan PURT kepada setiap anggota DPD; dan g. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPD yang khusus diadakan untuk itu. Pasal 56 Badan Urusan Rumah Tangga menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan. Pasal 57 Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja PURT diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Bagian Ketujuh Badan Kehormatan Pasal 58 (1) Badan Kehormatan dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan dapat membentuk panitia kerja. 30

32 Pasal 59 (1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan pada permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang. (2) Badan Kehormatan dipimpin oleh pimpinan Badan Kehormatan. Pasal 60 (1) Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena: a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun; c. tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum; dan/atau e. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. (2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kehormatan melakukan evaluasi dan penyempurnaan Peraturan DPD tentang kode etik DPD dan Peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan. (3) Badan Kehormatan berwenang memanggil pihak terkait dan melakukan kerja sama dengan lembaga lain. (4) Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan. (3) Badan Kehormatan menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga. 31

33 Pasal 61 Ketentuan mengenai mekanisme pelaksanaan tugas dan wewenang Badan Kehormatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan. Bagian Kedelapan Badan Akuntabilitas Publik Pasal 62 (1) Badan Akuntabilitas Publik dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Akuntabilitas Publik dapat membentuk panitia kerja. Pasal 63 (1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Akuntabilitas Publik pada permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang. (2) Badan Akuntabilitas Publik dipimpin oleh pimpinan Badan Akuntabilitas Publik. Pasal 64 (1) Badan Akuntabilitas Publik bertugas: a. melakukan penelaahan dan menindaklanjuti temuan BPK yang berindikasi kerugian negara secara melawan hukum; dan b. menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi dan malaadministrasi dalam pelayanan publik. (2) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Akuntabilitas Publik dapat: a. menerima hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPD; b. menerima masukan dari komisi/alat kelengkapan lainnya dan Anggota termasuk laporan/pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi dan malaadministrasi; 32

34 c. meminta penjelasan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga lain terkait laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b; d. membina kerjasama dan mengadakan pertemuan kerjasama dengan BPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman, dan lembaga penegak hukum serta pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya; e. menyampaikan saran/pendapat kepada instansi terkait sebagai tindak lanjut hasil penelaahan terhadap temuan dan laporan/pengaduan yang mengandung indikasi tindak pidana korupsi/malaadministrasi terkait dengan kepentingan masyarakat/daerah; dan/atau f. mengikutsertakan Anggota dari provinsi yang bersangkutan dalam melakukan penelaahan dan menindaklanjuti temuan di daerahnya. (5) Badan Akuntabilitas Publik menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga. Pasal 65 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), Badan Akuntabilitas Publik dapat dibantu oleh akuntan, ahli, analis keuangan, dan/atau peneliti. Pasal 66 Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja Badan Akuntabilitas Publik diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Bagian Kesembilan 33

35 Badan Hubungan Antar Lembaga Pasal 67 (1) Badan Hubungan Antar Lembaga dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Hubungan Antar Lembaga dapat membentuk panitia kerja. Pasal 68 (1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Hubungan Antar Lembaga pada permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang. (2) Badan Hubungan Antar Lembaga dipimpin oleh pimpinan Badan Hubungan Antar Lembaga. Pasal 69 (1) Badan Hubungan Antar Lembaga bertugas: a. membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPD dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain; b. menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPD; c. mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPD ke luar negeri; dan d. memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPD tentang masalah kerja sama antarparlemen. (2) Badan Hubungan Antar Lembaga membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh BHAL pada masa keanggotaan berikutnya. (3) Badan Hubungan Antar Lembaga menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya 34

36 disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga. Pasal 70 Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja Badan Hubungan Antar Lembaga diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. Bagian Kesepuluh Panitia Khusus Pasal 71 (1) Panitia khusus Lembaga dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia khusus dapat membentuk panitia kerja. Pasal 72 (1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan panitia khusus pada permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau pada setiap masa sidang. (2) Panitia khusus dipimpin oleh pimpinan panitia khusus. Pasal 73 (1) Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh sidang paripurna. (2) Panitia khusus bertanggung jawab kepada DPD. (3) Panitia khusus dibubarkan oleh DPD setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai. (4) Sidang paripurna menetapkan tindak lanjut hasil kerja panitia khusus. (5) Panitia khusus menggunakan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang diajukan kepada pimpinan DPD. 35

37 Pasal 74 Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja panitia khusus diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib. BAB XII PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG DPD Bagian Kesatu Penyusunan Prolegnas (1) Perencanaan penyusunan rancangan undang-undang di lingkungan DPD dilakukan dalam Prolegnas DPD. (2) Prolegnas DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan skala prioritas program penyusunan rancangan undang-undang DPD untuk selanjutnya dibahas dan ditetapkan bersama DPR dan Presiden. Pasal 76 Dalam penyusunan Prolegnas DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 penyusunan daftar rancangan undang-undang adalah: a. perintah UUD 1945; b. perintah Ketetapan MPR; c. peritah undang-undang lainnya; d. sistem perencanaan pembangunan nasional; e. rencana pembangunan jangka panjang; f. rencana pembangunan jangka menengah; g. rencana strategis DPD; dan h. aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. Pasal 77 (1) DPD menyusun Prolegnas DPD untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas penyusunan rancangan undang-undang. 36

38 (2) Penyusunan Prolegnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Baleg DPD dengan alat kelengkapan DPD yang lain. Pasal 78 (1) Prolegnas untuk jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) merupakan Prolegnas jangka waktu 5 (lima) tahun untuk 1 (satu) masa keanggotaan. (2) Prolegnas jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. gambaran umum hukum nasional; b. arah dan kebijakan pembangunan hukum pusat daerah untuk 5 (lima) tahun masa keanggotaan DPD. c. judul rancangan undang-undang beserta keterangan mengenai konsepsi rancangan undang-undang meliputi: 1. latar belakang dan tujuan penyusunan; 2. sasaran yang ingin diwujudkan; dan 3. jangkauan serta arah pengaturan. (3) Prolegnas prioritas tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) merupakan Prolegnas jangka menengah yang disusun setiap tahun. (4) Tata cara penyusunan Prolegnas DPD diatur lebih lanjut dengan Peraturan DPD. Bagian Kedua RUU dari DPD Pasal 79 (1) Penyusunan rancangan undang-undang di lingkungan DPD dilakukan berdasarkan Prolegnas. (2) Selain rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPD dalam keadaan tertentu dapat mengajukan rancangan undang-undang diluar Prolegnas. (3) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup: a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana 37

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KULIAH 11 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah SUSUNAN DAN KEDUDUKAN DPRD terdiri dari anggota Parpol hasil Pemilu Fungsi DPRD Fungsi Pengawasan Fungsi Anggaran 2 Fungsi legislasi DPRD merupakan lembaga perwakilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Muchamad Ali Safa at

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. Muchamad Ali Safa at DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Muchamad Ali Safa at DPRD Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah FUNGSI: Legislasi; Anggaran; Pengawasan; Representasi RAKYAT DI DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

Bab III Keanggotaan. Bagian Kesatu. Umum

Bab III Keanggotaan. Bagian Kesatu. Umum Bab III Keanggotaan Bagian Kesatu Umum Pasal 7 1. Anggota berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang. 2. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kehidupan kenegaraan yang demokratis konstitusional berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan :

TATA TERTIB DPR. Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1. Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : TATA TERTIB DPR 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Tata Tertib ini yang dimaksud dengan : 1. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS - 2 - DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB

PERATURAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB 2012 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I KETENTUAN UMUM...

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Re

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Re No.785, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DPD. Tata Tertib. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005

PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005 PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Diterbitkan oleh ; SEKRETARIAT JENDERAL DPR RI 2005 KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 08/ DPR RI/I/2005.2006

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR. TAHUN 2015 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hak Recall Recall merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, sehingga jika diartikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI

Lebih terperinci

KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 01TAHUN 2015 TENTANG

KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 01TAHUN 2015 TENTANG KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 01TAHUN 2015 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAY KANAN MASA KEANGGOTAAN

Lebih terperinci

K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006

K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006 K E P U T U S A N DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006 T E N T A N G PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KABUPATEN CIAMIS Jln. Ir. H. Juanda No. 164 Tlp. (0265) 771522 Ciamis 46211 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN

Lebih terperinci

PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR TAHUN 2010 T E N T A N G

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR TAHUN 2010 T E N T A N G PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR TAHUN 2010 T E N T A N G TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR : 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR : 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR : 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 10 TAHUN 2014 PROPINSI JAWA BARAT PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT NOMOR 1 TAHUN 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 10 TAHUN 2014 PROPINSI JAWA BARAT PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT NOMOR 1 TAHUN 2014 1 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 10 TAHUN 2014 PROPINSI JAWA BARAT PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI BANTEN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI BANTEN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERANG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI KELENGKAPAN DOKUMEN PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT PASAL 18 UUD 1945 (3) Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ---------------------- PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB JAKARTA TAHUN 2014 DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DHARMASRAYA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENEGAKAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM BAGI ANGGOTA DAN JAJARAN SEKRETARIAT

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 d. bahwa berdasarkan pada ketentuan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang pedoman teknis verifikasi syarat calon pengganti antarwaktu Anggota

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : a. bahwa produk

Lebih terperinci

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1361, 2016 DPR. Prolegnas. Penyusunan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. U M U M PASAL DEMI PASAL II.

I. U M U M PASAL DEMI PASAL II. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS

PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN NN BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 162 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH MENTERI DALAM NEGERI Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa badan permusyawaratan

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KAB LUMAJANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa produk

Lebih terperinci

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102 Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 1. Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. 2. Rancangan undang-undang dari DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci