BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa"

Transkripsi

1 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta Definisi Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, terutama menyerang saraf perifer dan kulit, namun dapat juga mengenai organ lain, kecuali susunan saraf pusat Epidemiologi Pasien kusta dapat dijumpai di seluruh dunia. Sebagian besar kasus terdapat di daerah tropis dan subtropis. Penyakit kusta diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia oleh adanya perpindahan penduduk yang disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan antar pulau-pulau. 23,24 Pasien kusta di Indonesia hampir terdapat pada seluruh propinsi dengan pola penyebaran yang tidak merata. Pada pertengahan tahun 2000 secara nasional sudah mencapai eliminasi kusta namun pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan pasien kusta baru. Pada tahun 2010, tercatat kasus kusta baru dengan angka prevalensi 7,22 per penduduk sedangkan pada tahun 2011, tercatat kasus kusta baru dengan angka prevalensi 8,03 per penduduk. 5 WHO menunjukkan prevalensi kasus kusta baru tahun 2013 sebesar kasus dari 103 negara, sedangkan di Indonesia sebesar orang, orang (83,4%) adalah pasien kusta MB. 25 6

2 7 Pada tahun 2015, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa dari tahun 2011 hingga 2013 pasien kusta yang tinggi pada 14 propinsi (42,4%), sedangkan pasien kusta terendah terdapat pada 19 propinsi (57,6%) di Indonesia. Hampir seluruh propinsi di bagian timur Indonesia merupakan daerah dengan pasien kusta tertinggi. 6 Adapun ke-14 propinsi tersebut ialah Aceh, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua Barat, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Propinsi Sumatera Utara dengan 170 kasus kusta baru, angka prevalensi 1,3 per penduduk. 4, Etiologi Mycobacterium leprae merupakan kuman penyebab penyakit kusta yang pertama kali ditemukan oleh GH Armauer Hansen, seorang sarjana dari Norwegia pada tahun Kuman ini merupakan gram positif, obligat intraseluler, mikroaerofilik, bersifat tahan asam, berbentuk batang lurus dengan panjang sekitar 1 sampai 8 µm dan diameter 0,2 sampai 0,5 µm. 1,2 Pada jaringan yang terinfeksi batang-batang bakteri ini sering menumpuk atau berkumpul di dalam globus. Kuman ini hidup di dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. 2,3 Di bawah mikroskop elektron memperlihatkan basil dengan bentuk yang bervariasi. 26 Kuman kusta memerlukan waktu yang sangat lama untuk membelah diri dibandingkan dengan kuman lain, yaitu hari. Masa tunasnya menjadi lama yaitu 2-5 tahun, tetapi mungkin juga selama 10 tahun. M. leprae terutama bermultiplikasi di dalam histiosit dan sel schwann, namun bisa juga bermultiplikasi di dalam sel lain termasuk sel otot dan endotelium pembuluh

3 8 darah, dan pada binatang armadillo M. leprae bermultiplikasi di dalam hepatosit. Suhu optimum untuk pertumbuhan M. leprae adalah C. 2,26, Penularan Cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti, namun beberapa penelitian memperlihatkan bahwa yang tersering adalah melalui kontak kulit yang tidak utuh dan melalui mukosa nasal. 3 Penularan penyakit kusta terjadi apabila kuman M. leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh pasien dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Penularan ini dapat terjadi melalui kontak yang lama dan erat dengan pasien. Seorang pasien yang sudah minum obat sesuai dengan regimen WHO tidak akan menjadi sumber penularan kepada orang lain. Penularan dan perkembangan penyakit kusta tergantung pada jumlah dan keganasan M. leprae serta daya tahan tubuh pasien. Terdapat 5-15% pasien kusta yang menularkan M. leprae, namun 95% manusia kebal terhadap kusta dan hanya 5% yang dapat ditulari. Dari sebagian kecil ini, 70% pasien dapat sembuh dan hanya 30% yang dapat menjadi sakit. 2,28, Imunologi Kusta M. leprae memasuki tubuh melalui mukosa hidung atau lesi kulit yang terbuka, dan kemudian menyebar ke kulit dan saraf melalui sirkulasi. Respon imunologi yang terjadi pada pasien menentukan gambaran klinis yang berkembang. 27,30,31 Pasien kusta menunjukkan spektrum tipe klinis kusta, dimana kusta tuberkuloid adalah akibat dari tingginya sistem imunitas seluler dengan sebagian besar tipe respon imun T-helper 1 (Th1), sedangkan kusta lepromatosa ditandai dengan rendahnya imunitas seluler dibandingkan dengan respon humoral Th2. 30

4 9 Pertahanan terhadap patogen/agen eksternal mula-mula dipicu oleh reaksi imunitas bawaan, yang kemudian diikuti dengan reaksi imunitas yang didapat. Keduanya berfungsi melalui sel, dan juga faktor-faktor yang dapat larut. Semakin disadari bahwa reaksi imunitas bawaan dan didapat dapat terjadi secara tumpangtindih Gambaran klinis Gejala klinis kusta merefleksikan patologi yang berubah tergantung pada keseimbangan antara multiplikasi basil dan respon kekebalan selular pada pejamu. Lesi kulit dapat berupa lesi tunggal atau beberapa lesi. Beberapa pasien mempunyai riwayat satu lesi yang timbul untuk beberapa tahun sebelum munculnya lesi lesi yang lain atau lesi awal menghilang secara spontan beberapa bulan atau tahun sebelum lesi berikutnya timbul. Pada yang lainnya, penyakit menyebar secara cepat dari lesi primer. Sebagian pasien tidak memperhatikan lesinya sampai menjadi inflamasi pada waktu reaksi. 33 Pada kusta tuberkuloid, penyakit terlokalisir di satu atau beberapa tempat pada kulit dan saraf periferal besar. Lesi kulit soliter dan mempunyai batas yang tegas. Saraf sebagian besar menebal karena infiltrasi selular yang hebat, tetapi tidak teratur atau fusiform, dan pola keterlibatan tidak simetris. Kerusakan saraf bisa cepat, terdapat anestesi pada distribusi saraf dan jika saraf yang terlibat mempunyai serabut saraf motorik, maka akan terjadi kelemahan dan disfungsi otot. 3,33 Pada kusta lepromatosa, ditandai oleh bertambahnya lesi yang tersebar di seluruh tubuh dengan pola simetris bilateral yang menonjol. Lesi awal adalah makula kecil dengan batas yang tidak jelas yang bisa begitu luas sehingga

5 10 bergabung (plak). Lesi tidak bersifat anastesi karena saraf tidak dirusak oleh infiltrasi seluler. Lesi dapat terinfiltrasi dan terbentuklah nodul Diagnosis dan klasifikasi kusta Diagnosis kusta dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis dan didukung oleh pemeriksaan apusan kulit. Kadang diperlukan pemeriksaanpemeriksaan yang lain. 34 Dalam penegakan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda kardinal (utama), yaitu: 3,4 a. Adanya bercak kulit yang mati rasa Kelainan kulit berupa bercak hipopigmentasi atau eritematosa, baik mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu dan rasa nyeri. b. Ditemukan penebalan saraf tepi Penebalan saraf dapat disertai rasa nyeri dan juga disertai gangguan fungsi saraf yang terkena, berupa gangguan fungsi sensoris (mati rasa), gangguan fungsi motoris (paresis atau paralisis), gangguan fungsi otonom (kulit kering, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu). c. Ditemukan kuman tahan asam (BTA) Ini dilakukan kerokan pada jaringan kulit, dimana bahan pemeriksaan adalah apusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif, atau bahan dapat diperoleh dari biopsi kulit atau saraf. Dalam penegakan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal diatas. Bila kuman belum ditemukan atau tidak tersedia sarana pemeriksaan apusan kulit, maka kita hanya dapat mengatakan

6 11 tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan. 3,4 Penyakit kusta dapat diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis, hasil pemeriksaan bakteriologis, histopatologis dan imunologis. Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley Jopling dan klasifikasi menurut WHO. 3,4 a. Klasifikasi Internasional: klasifikasi Madrid (1953), yang terdiri dari dua kutub, satu kutub terdapat kusta tipe tuberkuloid (T) dan kutub lain tipe lepromatosa (L). Diantara kedua tipe ini terdapat tipe tengah yaitu tipe borderline (B). Di samping itu ada tipe yang menjembatani disebut tipe indeterminate borderline (I). 3,4,35 b. Klasifikasi Ridley Jopling, terdiri dari 5 kelas tipe kusta yaitu: tuberkuloid (TT), borderline tuberkuloid (BT), mid-borderline (BB), borderline lepromatosa (BL) dan lepromatosa (LL). 35 c. Klasifikasi menurut WHO Pada tahun 1982, sekelompok ahli WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan pengobatan di lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh pasien kusta hanya dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe PB dan tipe MB. Dasar dari klasifikasi ini adalah gambaran klinis dari hasil pemeriksaan BTA melalui kerokan kulit. Pada pertengahan tahun 1997 WHO Expert Committee menganjurkan klasifikasi kusta menjadi PB lesi tunggal, PB lesi 2 5 dan MB. Sekarang untuk pengobatan PB lesi tunggal disamakan dengan PB lesi ,4,35

7 12 Tabel 2.1 Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit kusta menurut WHO (dikutip dari kepustakaan no. 4) Tanda utama PB MB Bercak kusta Jumlah 1 sampai Jumlah > 5 dengan 5 Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi (gangguan Hanya satu saraf Lebih dari satu saraf fungsi bisa berupa kurang/mati rasa atau kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang bersangkutan) Sediaan apusan BTA negatif BTA positif Pengobatan kusta Indonesia sejak tahun 1982 sudah mulai menggunakan obat kombinasi kusta yaitu MDT dengan tujuan mencegah resistensi khususnya DDS (Diamino difenil sulfon), mengobati resistensi yang telah ada, memperpendek masa pengobatan serta memutuskan mata rantai penularan menjadi lebih cepat. 35,36 MDT merupakan kombinasi dua atau lebih obat anti kusta, yang salah satunya harus terdiri atas rifampisin sebagai anti kusta yang sifatnya bakterisid kuat dibandingkan obat anti kusta lain yang bersifat bakteriostatik. 4 Rejimen pengobatan berdasarkan rekomendasi studi grup WHO di Geneva (1981), pengobatan kombinasi diberikan untuk semua pasien penyakit kusta, baik PB maupun MB. 4,36,37 a. Rejimen PB dengan lesi tunggal, terdiri atas rifampisin 600 mg ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg (ROM) dosis tunggal.

8 13 b. Rejimen dengan lesi kulit 2 5 buah, terdiri atas rifampisin 600 mg sebulan sekali, dibawah pengawasan, ditambah dapson 100 mg/hari (1 2 mg/kg berat badan) swakelola, selama 6 bulan. c. Rejimen MB dengan lesi kulit lebih dari 5 buah, terdiri atas kombinasi rifampisin 600 mg sebulan sekali dibawah pengawasan, dapson 100 mg/hari swakelola, ditambah klofazimin 300 mg sebulan sekali diawasi dan 50 mg/hari swakelola. Lama pengobatan 1 tahun. Tabel 2.2 Obat dan dosis rejimen MDT PB (dikutip dari kepustakaan no. 4) Jenis obat < 5 tahun > 15 Keterangan tahun tahun tahun Rifampisin Minum di mg/bulan mg/bulan mg/bulan depan petugas Berdasarkan Minum di Dapson BB mg/bulan mg/bulan mg/bulan depan petugas Minum di mg/hari mg/hari mg/hari rumah Tabel 2.3 Obat dan dosis rejimen MDT MB (dikutip dari kepustakaan no. 4) Dapson Rifampisin Klofazimin Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi 50 mg/hari dan 300 mg/bulan, diawasi Anak anak (5 14 tahun) 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi 50 mg selang sehari dan 150 mg/bulan, diawasi

9 Dapson Dapson memiliki struktur sulfon yang sederhana, dengan karakteristik sebuah atom sulfur yang berikatan dengan dua atom karbon. Walaupun dapson diklasifikasikan sebagai golongan sulfonamid, reaksi silang terhadap golongan ini hanya dijumpai pada 7%-22% pasien yang alergi dengan sulfa. Selain bertindak sebagai antibiotik, dapson juga berperan sebagai antiinflamasi. 8 Dapson merupakan komponen yang larut di dalam lemak, dan akan berpenetrasi dengan baik ke dalam sel dan jaringan termasuk kulit, hati, ginjal dan eritrosit. 8,9,38 Dapson yang dikonsumsi secara oral akan diabsorbsi segera pada saluran gastrointestinal dengan bioavailabilitas lebih dari 86%. Absorbsi obat berkurang pada penyakit kusta yang berat. Pada individu normal, setelah mengkonsumsi 100 mg dapson, konsentrasi dapson dalam serum adalah 1,10-2,33 mg/l dalam 0,5 sampai 4 jam. Waktu paruh obat ini berkisar antara jam. 24 jam setelah mengkonsumsi 100 mg dapson secara oral konsentrasi plasma berkisar antara 0,4-1,2 mg/l. Kadar terapeutik konsentrasi serum dapson adalah 0,5-5 mg/l untuk kusta. Konsentrasi obat bersifat stabil setelah 8-10 hari setelah terapi. 11,38 Dapson lebih efektif dari golongan sulfonamid yang lain, kemungkinan berhubungan dengan absorbsi yang lebih baik pada usus dan penetrasi yang lebih baik ke dalam sel. 8,38 Dapson dapat berpenetrasi melewati plasenta dan air susu ibu namun tidak ditemukan efek dapson yang membahayakan pada uterus. 8,10 Secara oral, dapson diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal. Kemudian dapson ditransportasikan melalui sirkulasi portal menuju ke hati. Setelah itu, dapson di metabolisme melalui dua jalur utama yaitu N-asetilasi dan N-

10 15 hidroksilasi. Asetilasi merupakan asetilator cepat dalam metabolisme dapson. 8,10 Deasetilasi timbul secara spontan dan memiliki keseimbangan stabil antara monoasetil dapson dan diasetil dapson yang dapat tercapai dalam beberapa jam setelah pemberian oral. Hal ini tampak bahwa tingkat asetilasi tidak berhubungan dengan waktu paruh obat dalam tubuh dan tidak mempengaruhi efikasi obat. 9 Jalur kedua dalam metabolisme dapson adalah N-hidroksilasi. N-hidroksilasi dapson terdapat pada hati, dimediasi oleh berbagai enzim sitokrom P-450 termasuk CYP2E1, CYP2C9, dan CYP3A4. 8,10,38 Metabolisme dapson pada sitokrom P-450 menimbulkan berbagai efek samping termasuk methemoglobinemia, hemolisis dan agranulositosis, namun bagaimana mekanisme pasti hidroksilamin dapat menimbulkan efek samping ini belum sepenuhnya dimengerti. 8,10,11 Sekitar 85% dapson diekskresikan melalui urin dan 10% diekskresikan melalui kandung empedu. Setelah pemberian dapson dosis tunggal sekitar 50% obat ini akan diekskresikan dalam 24 jam pertama. Ekskresi dapson melalui urin dapat diturunkan dengan pemberian probenesid dan meningkat jika diberikan bersamaan dengan rifampisin. 8,38 Salah satu efek samping dari dapson adalah anemia hemolitik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa secara invitro dapson tidak secara langsung bersifat toksik terhadap eritrosit dan kadar dapson tidak berhubungan dengan efek samping hematologi. Ditemukan bahwa efek hematotoksik dapson bergantung pada metabolit N-hidroksilasi dapson (DDS-NHOH) yaitu hidroksilamin. 39,40 Metabolit hidroksilamin merupakan oksidan kuat. Saat sel darah merah tidak dapat mensintesis protein yang baru, kemampuan sel darah merah untuk menahan

11 16 stres oksidatif menurun seiring waktu. Kerusakan oksidatif menyebabkan perubahan struktural pada membran sel darah merah. Sel ini kemudian di kenal sebagai senescent oleh tubuh dan menghilang melalui sirkulasi dari limpa (hemolisis ekstravaskular). 10 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa intergritas lipid peroksidasi maupun fosfatidilserin ditemukan berperan. Lipid peroksidase diduga mempengaruhi lipid dan fosfolipid sel darah merah pada pasien yang mendapat terapi dapson. 39 Sebagai tambahan sel darah merah pada pasien yang mendapat terapi dapson menunjukkan adanya perubahan membran sulfhidril yang meningkatkan aktifitas heksose monofosfat dan meningkatkan hidrogen peroksida dalam menginduksi lisis sel. Hal-hal yang terjadi diatas menyebabkan penurunan kadar hemoglobin yang disebabkan dapson. 39,41 Mekanisme kerja dapson sebagai antibiotik hampir sama dengan sulfonamid yaitu dengan menghambat sintesis asam dihidrofolat melalui kompetisi dengan asam para-aminobenzoik. Oleh karena itu dapson dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang bergantung dari sintesis asam folat endogen. 8 Selain itu efek dapson sebagai anti inflamasi bergantung dari migrasi kemotaktik neutrofil dan β2 integrin. Dapson dapat menghalangi aktivasi atau fungsi protein G yang berperan dalam transduksi sinyal kaskade dan rangsangan kemotaktik. 8,11 Senyawa oksidan sangat penting tidak hanya untuk membunuh bakteri, namun berperan dalam kerusakan jaringan pada beberapa proses penyakit. Hypochlorous acid merupakan oksidan penting yang dihasilkan oleh enzim mieloperoksidase (MPO) yang mengandung heme pada neutrofil dan eosinofil peroksidase. 8,10,11

12 17 Studi in vitro menunjukkan bahwa dapson menghambat MPO neutrofil yang memediasi iodinisasi dan sitotoksisitas pada konsentrasi yang sebanding dengan dosis terapeutik kadar serum. Dapson diketahui berikatan dengan MPO dan merubahnya dalam bentuk inaktif, dengan cara modifikasi enzim ini. Dapson memiliki efek proteksi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh eosinofil dan neutrofil dengan cara menghambat efek toksik dan radikal bebas. 8,10,11 Dapson juga dapat menghambat leukotrin B 4 (LTB 4 ), menghambat produksi 5- lipooksigenase dan sel mast, enzim lisosom, serta mengurangi pelepasan prostaglandin yang semuanya memiliki peran dalam proses inflamasi Anemia pada kusta Definisi dan klasifikasi anemia Fungsi primer dari sel darah merah adalah untuk membawa oksigen ke jaringan. 42 Anemia merupakan suatu kondisi dimana konsentrasi hemoglobin di sirkulasi darah lebih rendah dari normal, sehingga menurunkan kapasitas oksigen dan mengakibatkan gangguan penyebaran oksigen ke jaringan sehingga terjadi hipoksia jaringan. 42,43 Menurut WHO, definisi anemia berdasarkan umur, jenis kelamin dan status kehamilan adalah sebagai berikut: 43,44 Tabel 2.4 Definisi anemia menurut WHO (dikutip dari kepustakaan no. 44) Keterangan Anemia ringan (g/dl) Anemia sedang (g/dl) Anemia berat (g/dl) Anak 6 bulan 5 tahun 10-10,9 7-9 < 7 Anak 5 11 tahun 11-11,4 8-10,9 < 8 Laki-laki dewasa 11-12,9 8-10,9 < 8 Perempuan 11-11,9 8-10,9 < 8 Wanita hamil 10-10,9 7-9,9 < 7

13 18 Klasifikasi anemia menurut morfologinya yaitu makro atau mikro yang menunjukkan ukuran sel darah merah dan kromik untuk menunjukkan warnanya. 45 Berdasarkan ukuran sel darah merah dan keluasan distribusi, menjadi anemia normositer (MCV fl), anemia mikrositer (MCV < 80 µm 3 [80 fl]), dan anemia makrositer (MCV > 100 µm 3 [100 fl]). 4 a. Anemia normositer Pada anemia normositer, kelainan disebabkan karena sel eritrosit yang merupakan kendaraan hemoglobin, kurang atau tidak cukup jumlahnya. Penyebabnya bisa pada proses pembuatan sel eritrosit terganggu, kehilangan sel darah merah dalam jumlah besar atau pemecahan sel yang tinggi. Karena kadar hemoglobin pada dasarnya cukup untuk setiap sel eritrosit maka volumenya masih normal (MCV fl) dan MCHC juga normal (33-35 g%). 14 Pemecahan sel eritrosit yang tinggi terjadi pada anemia hemolitik, atau pada hereditary spherocytosis atau ovalocytosis. Pada pasien hemolitik tubuh membentuk antibodi abnormal yang bisa berikatan dengan sel eritrosit, akibat dari ikatan ini sel eritrosit akan mudah lisis. Selain itu juga ditemukan peningkatan sel retikulosit, yakni sel eritrosit muda yang masih mengandung sisa-sisa ribosom. Peningkatan retikulosit ini mencerminkan adanya peningkatan aktifitas erythroid hematopoietic pada sumsum tulang untuk mengkompensasi kehilangan sel darah merah pada proses hemolitik maupun kehilangan sel akibat pendarahan. 14 Penyebab anemia jenis ini adalah hemolisis, kehilangan darah akut, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan ginjal, kelainan sumsum tulang dan penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. 45

14 19 b. Anemia mikrositer Anemia mikrositer terjadi karena gangguan sintesis atau defek hemoglobin sehingga menyebabkan kadar hemoglobin yang terikat pada eritrosit menjadi rendah. Karena kadar hemoglobin rendah menyebabkan ukuran eritrosit lebih kecil (MCV kurang dari < 80 fl) dan terjadi penurunan MCHC, dan ini merupakan bentuk kompensasi sel agar dapat lebih mudah berikatan dengan oksigen disertai kadar hemoglobin terbatas. 14 Anemia mikrositer terjadi karena anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis globin, seperti pada thalassemia. 14,45 c. Anemia makrositer Anemia makrositer (MCV > 100 µm 3 [100 fl]) jarang terjadi dibandingkan anemia normositer dan mikrositer. Anemia ini disebabkan karena proses pematangan inti sel eritroblas yang terganggu akibat kekurangan vitamin B12 dan folat yang merupakan zat yang dibutuhkan pada sintesis DNA. Produk yang dihasilkan akibat gangguan ini berupa eritrosit makrositik (MCV > 100 fl) yang mudah pecah. Yang termasuk dalam kategori ini adalah anemia pernisiosa, yang disebabkan karena malabsorbsi vitamin B Anemia hemolitik pada kusta Hemolisis merupakan destruksi prematur dari sel darah merah. Siklus sel darah merah normal bertahan selama 120 hari, kemudian sel darah merah akan hancur dan terbentuk sel darah merah yang baru. Banyaknya sel darah merah dipertahankan dan diatur oleh ginjal dan sumsum tulang, yang lama kelamaan akan hilang karena penuaan. Anemia hemolitik terjadi jika produksi sel darah merah tidak seimbang dengan kerusakan sel darah merah yang disebabkan karena

15 20 siklus sel darah merah menjadi pendek dan sumsum tulang tidak dapat mengkompensasi hal ini. Ini terjadi bila umur sel darah merah berkurang dari 120 hari. 12 a b Gambar 2.1 Gambaran mikroskopis hapusan darah (a) normal (b) anemia hemolitik (dikutip dari kepustakaan no.7) Gejala yang dapat dijumpai pada anemia hemolitik berupa rasa lelah, lemah, sesak nafas, jaundice, pembesaran limfa, dan/atau gangguan pada abdomen. Gambaran klinis anemia hemolitik termasuk kulit berwarna pucat, jaundice, dan splenomegali ringan. 14 Evaluasi untuk anemia hemolitik selama pengobatan dapson jangka panjang diperlukan, yaitu dimulai dari perminggu hingga perbulan selama 3 bulan pertama pengobatan, atau bisa juga setiap 3-4 bulan selama pengobatan untuk melihat hemolisis, dan juga efek samping lainnya. 10 Untuk memastikan bahwa dapson menyebabkan anemia hemolitik dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap (kadar Hb, eritrosit, hematokrit, MCV, MCH, MCHC, trombosit dan leukosit) dan hitung retikulosit. Namun, yang berperan dalam anemia hemolitik secara langsung menunjukkan adanya penurunan kadar Hb dan dijumpainya peningkatan retikulosit. Data hasil laboratorium yang lain hanya menjadi data pendukung dalam penelitian ini. 45,46

16 21 Untuk menilai gangguan pembentukan sel darah merah, paling efektif dilakukan hitung retikulosit. 47 Retikulosit merupakan sel darah merah yang baru saja dilepaskan oleh sumsum tulang. Kadar normal berkisar antara 0,5-1%. Jika terjadi anemia hemolitik maka produksi sel darah merah meningkat sekitar dua hingga tiga kali lipat dari normal. 48 Pengobatan yang diberikan jika terjadi efek samping adalah menghentikan obat sementara yaitu dapson dan melihat pasien kembali dalam waktu singkat. Apabila efek samping tidak dapat teratasi maka dapson harus dihentikan. 14 Antimikroba lain yang dapat diberikan sebagai pengganti MDT adalah klaritromisin 500 mg/hari, ofloksasin 400 mg/hari dan minosiklin 100 mg/hari digunakan sebagai terapi pengganti dapson atau klofazimin. 1 Ada beberapa penelitian yang menunjukkan hal yang tersebut diatas. Penelitian oleh Deps et al menyatakan bahwa anemia hemolitik dijumpai sebesar 51% pada pasien yang mendapat MDT dapson pada 3 bulan pertama terapi ditandai dengan penurunan kadar Hb dan kadar hematokrit. 16 Penelitian oleh Al- Sieni et al menyatakan bahwa terjadi penurunan hitung sel darah merah sebesar 10-20%, penurunan kadar hemoglobin (Hb) sebesar 10-30% baik pada pria ataupun wanita, penurunan kadar MCH dan MCHC setelah 3 bulan mengkonsumsi MDT. 15 Penelitian oleh Singh et al menemukan kejadian anemia hemolitik sebesar 12% yaitu sebanyak 9 orang dari 73 pasien kusta yang dinilai setelah mengkonsumsi dapson dalam waktu 90 hari. Pada penelitian ini ditemukan penurunan kadar Hb sebesar 17%, peningkatan hitung retikulosit 36,5%, peningkatan MCV 3%, peningkatan MCH 6% dan penurunan MCHC 1%. 17

17 Kerangka Teori M. leprae Kusta Lesi 1-5 Lesi > 5 Tipe PB Tipe MB MDT-PB MDT-MB Rifampisin, Dapson Rifampisin, Dapson, Klofazimin Dapson Metabolisme dihati secara N-asetilasi Metabolisme dihati secara N-hidroksilasi Metabolit non toksik monoasetil dapson dan diasetil dapson Metabolit toksik hidroksilamin, bersifat oksidan kuat Bersifat stabil dan tidak mempengaruhi efikasi obat Produksi sel darah merah terganggu Sel darah merah tidak bertahan dalam sirkulasi Terjadi gangguan hematologi yaitu anemia hemolitik Pemeriksaan laboratorium darah lengkap Umur sel darah merah pendek < 120 hari Kompensasi tubuh dengan menghasilkan sel darah merah baru Retikulosit Kadar Hb Hitung retikulosit MCV MCHC MCH Eritrosit Hematokrit Trombosit Leukosit Kadar Hb Anemia hemolitik Hitung retikulosit Gambar 2.2 Diagram kerangka teori penelitian

18 Kerangka Konsep MDT Anemia hemolitik: - Kadar Hemoglobin - MCV, MCHC - Hitung retikulosit Gambar 2.3 Diagram kerangka konsep penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang hingga saat ini masih menimbulkan permasalahan yang bersifat kompleks baik bagi penderita maupun masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kusta 2.1.1. Definisi Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai

Lebih terperinci

Klasifikasi penyakit kusta

Klasifikasi penyakit kusta Penyakit kusta merupakan masalah dunia, terutama bagi Negara-negara berkembang. Di Indonesia pada tahun 1997 tercatat 33.739 orang, yang merupakan negara ketiga terbanyak penderitanya setelah India dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu pra eksperimental dengan tipe pre dan post

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu pra eksperimental dengan tipe pre dan post 24 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian design. Penelitian ini merupakan suatu pra eksperimental dengan tipe pre dan post 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian Rancangan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) terutama menyerang kulit dan saraf tepi. Penularan dapat terjadi dengan cara kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata) sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Umum. Epidemiologi kusta adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat kejadian, penyebaran dan faktor yang mempengaruhi sekelompok manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit kusta (Morbus Hansen, Lepra) Penyakit kusta (Morbus Hansen, Lepra) adalah suatu infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, primer menyerang saraf tepi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae). Kuman ini bersifat intraseluler obligat yang menyerang saraf tepi dan dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

PENGADAAN OBAT KUSTA

PENGADAAN OBAT KUSTA PENGADAAN OBAT KUSTA Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI MEDAN 2008 PENGADAAN OBAT KUSTA PENDAHULUAN Penyakit kusta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan secara kosmetik tapi juga dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan diri seseorang. Vitiligo

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan perhatian khusus dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), terutama di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang dengan paparan timbal mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi anemia dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar timbal. Padahal anemia sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis ). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum adalah salah satu logam berat yang bersifat toksik dan paling banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non essential trace element

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA Kabupaten dr. ABDUL FATAH A. NIP: 197207292006041014 1.Pengertian 2.Tujuan Adalah penilaian klinis atau pernyataan ringkas tentang status kesehatan individu yang didapatkan melalui proses pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Koping Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup didalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan proses pemecahan

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta (Morbus Hansen, Lepra) Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012). Selama proses kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Setiap penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya. LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA A. Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis.Reaksi :Episode

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah

Lebih terperinci

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan salah satu penyakit dengan penyebab multifaktorial, dapat dikarenakan reaksi patologis dan fisiologis yang bisa muncul sebagai konsekuensi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retensio Plasenta 1. Definisi Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir 30 menit setelah bayi lahir pada manajemen aktif kala tiga. 1 2. Patologi Penyebab retensio plasenta

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI KUSTA/LEPRA. Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013

EPIDEMIOLOGI KUSTA/LEPRA. Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 EPIDEMIOLOGI KUSTA/LEPRA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Sinonim Zaraath (bahasa Hebrew, Kitab Injil); Kushtha (Hindi) berasal Kushnati = eating away

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di Indonesia. Jumlah perokok di seluruh dunia saat ini mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta diantaranya

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi kusta Penyakit kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada syaraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur. Kriteria anemia berdasarkan WHO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Sebelum PCT Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, orang dewasa Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Dlm tubuh dimetabolisme menjadi PCT (zat aktif) + metaboliknya Yg sebenarnya antipiretik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL

BAB 1 PENDAHULUAN. kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kanker kepala dan leher (KKL) adalah semua kanker yang tumbuh di kranial klavikula, kecuali kanker otak dan sumsum tulang belakang. KKL mempunyai kesamaan dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar luas di seluruh dunia meskipun umumnya terdapat di daerah berlokasi antara 60 Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB I KONSEP MEDIK A. DEFINISI

BAB I KONSEP MEDIK A. DEFINISI BAB I KONSEP MEDIK A. DEFINISI Kusta adalah penyakit infeksikronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,

Lebih terperinci