PENGADAAN OBAT KUSTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGADAAN OBAT KUSTA"

Transkripsi

1 PENGADAAN OBAT KUSTA Dr. Donna Partogi, SpKK NIP DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI MEDAN 2008

2 PENGADAAN OBAT KUSTA PENDAHULUAN Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae (M. Leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. 1,2,3 Sampai saat ini kusta masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, meskipun pada pertengahan tahun 2002 Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta. Hal ini disebabkan karena sampai akhir tahun 2002 masih ada 13 Propinsi dan 111 kabupaten yang belum dapat dieliminasi. Eliminasi yaitu suatu kondisi dimana penderita kusta tercatat (angka prevalensi) kurang dari 1 per penduduk, diperkirakan penyakit tersebut akan hilang secara alamiah. 4 Pemberantasan penyakit kusta di Indonesia telah dimulai pada tahun 1969 secara integrasi di Unit Pelayanan Kesehatan Umum. Pengobatan pada waktu itu hanya menggunakan Dapson. Sekalipun ada keberhasilan tetapi program P2 Kusta berjalan sangat lambat karena pengobatan dengan mono Dapson membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan ada penderita yang harus minum obat seumur hidup. 5 Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pemberantasan penyakit kusta di dunia, maka Indonesia telah ikut melaksanakan program MDT sejak tahun 1983 yaitu 1 tahun setelah WHO merekomendasikan pengobatan MDT untuk kusta. 5 OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM REGIMEN MDT WHO 1,4,6 1.DDS (Dapson) a) Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone b) Bentuk obat berupa tablet putih dengan ukuran 50 mg/tab dan 100 mg/tab c) Sifat bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase. d) Dosis dewasa mg/hari, anak-anak 1-2 mg/hari e) Obat ini sangat murah, efektif, dan relatif aman.

3 f) Efek samping yang mungkin timbul antara lain: erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia, methemoglobinemia. Namun efek samping tersebut jarang dijumpai pada dosis lazim. 2. Lamprene juga disebut Clofazimine a) Bentuk kapsul warna coklat dengan takaran 50 mg/kapsul dan 100 mg/hari b) Sifat bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerja mungkin melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Disamping itu mempunyai efek antiinflamasi sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta. c) Cara pemberian secara oral, diminum setelah makan untuk menghindari gangguan gastrointestinal d) Dosis untuk kusta adalah 50 mg/hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1 mg/kgbb/hari. Selain itu dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan tipe 2. e) Dapat menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah pada ketaatan berobat penderita. f) Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi berupa gangguan gastrointestinal (nyeri abdomen, diare, anoreksia dan vomitus) 3. Rifampisin a) Bentuk kapsul atau tablet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600 mg b) Sifat bakterisidal kuat, bekerja dengan menghambat enzim polymerase RNA yang berikatan secara irreversible. c) Dosis tunggal 600 mg/hari (atau 5-15 mg/kgbb) mampu membunuh kuman kirakira 99,9% dalam waktu beberapa hari. d) Cara pemberian obat secara oral, bila diminum setengah jam sebelum makan maka penyerapan lebih baik e) Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal dan erupsi kulit.

4 Regimen Pengobatan MDT 2,6 Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penderita Pauci Baciler (PB) a. Penderita Pauci Baciler (PB) lesi Satu Diberikan dosis tunggal ROM. Rifampisin Ofloxacin Minocyclin Dewasa kg 600 mg 400 mg 100 mg Anak 5-14 tahun 300 mg 200 mg 50 mg 1. obat ditelan didepan petugas 2. anak dibawah 5 tahun dan ibu hamil tidak diberikan ROM 3. Pengobatan sekali saja dan langsung dinyatakan RFT. Dalam program ROM tidak pergunakan, penderita satu lesi diobati dengan regimen PB selama 6 bulan b. Penderita Pauci Baciler (PB) lesi 2-5 Dapson Rifampisin Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi Anak tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi 2. Penderita Multi Basiler Dapson Rifampisin Klofazimin Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi 50 mg/hari dan 300 mg/bulan diawasi Anak tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi 50 mg selang sehari dan 150 mg/bulan diawasi

5 PENGADAAN OBAT KUSTA MDT 6 MDT yang diberikan secara gratis oleh WHO disediakan dalam kemasan blister untuk penderita kusta tipe MB dan PB dewasa dan anak-anak. WHO memperkirakan kebutuhan MDT suatu negara berdasar pada data terakhir yang dikumpulkan melalui suatu standard format tahunan (World Heath Organization Leprosy Elimination Project, Government Request for MDT Drugs Supply by WHO in 2005) dan standard format laporan tribulanan (World Health Organization Leprosy Elimination Project, Quarterly Report) Dalam beberapa tahun terakhir terjadi masalah dalam pengelolaan obat kusta di Indonesia. Masalah tersebut antara lain terjadinya kekurangan obat di beberapa daerah endemik terutama daerah endemik tinggi yang mengakibatkan adanya penderita yang belum mendapatkan pengobatan. Dilain pihak ada beberapa daerah yang kelebihan, sehingga banyak obat kusta yang kadaluarsa. Terjadinya kekurangan dan kelebihan MDT ini kemungkinan disebabkan karena Pusat (Subdit Kusta) tidak menerima informasi data tepat waktu dan lengkap seperti yang diminta oleh WHO antara lain: jumlah kasus baru yang ditemukan, jumlah penderita yang sembuh, stok obat yang masih ada di Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi. Akibat ketidaktepatan informasi tersebut WHO mengirimkan obat kusta tidak sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Penyebab lainnya adalah overdiagnosis, salah dalam klasifikasi, pemberian pengobatan diperpanjang (lebih dari 6 atau 12 bulan), penderita yang berobat tidak teratur, tidak adanya penghapusan kasus yang sudah Release From Treatmen (RFT) dari register. Maka diperlukan pedoman pengelolaan logistik MDT di Indonesia sesuai dengan cara menghitung perkiraan kebutuhan MDT oleh WHO. PENGELOLAAN LOGISTIK MDT 6 Pengelolaan MDT adalah suatu rangkaian kegiatan meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi.

6 Tujuan utama dari pengelolaan MDT ini untuk memastikan ketersediaan obat bagi penderita kusta tepat waktu di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK). Pengelolaan MDT juga meliputi penggunaan obat yang aman, efektif dan berkualitas. Pengelolaan yang efisien juga tergantung pada pelaksanaan program dan kepatuhan penderita dalam pengobatan. Untuk mengobati penderita kusta di Indonesia dipakai regimen sesuai standard rekomendasi WHO yaitu regimen MDT MB dan MDT PB dalam kemasan blister untuk dewasa dan anak. Pengelolaan MDT yang efisien membutuhkan arus pelaporan informasi penting dan tepat waktu untuk memperhitungkan kebutuhan obat yang meliputi permintaan, penyediaan, pengiriman ke UPK dan penyimpanan yang benar termasuk pengawasan penggunaan dan sisa MDT. Berbagai kesulitan geografi dan operasional serta endemisitas suatu daerah harus dipertimbangkan ketika menghitung kebutuhan dan persediaan. Persediaan MDT yang cukup, tidak terputus dan tepat waktu di fasilitas kesehatan diperlukan untuk melayani penderita kusta agar tidak putus berobat. Kondisi ini seluruhnya tergantung pada efisiensi pengelolaan MDT di Puskesmas, Kabupaten, Provinsi dan Pusat. Selain itu pengelolaan yang efisien juga akan mencegah obat terbuang karena rusak dan kadaluarsa. PEDOMAN PENGELOLAAN MDT 6 Pedoman pengelolaan MDT telah dikembangkan oleh Subdit Kusta bersama penanggung jawab program Kusta dari Propinsi terpilih, konsultan WHO, konsultan NLR serta Ahli Kesehatan Masyarakat. Berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan MDT agar tidak tidak terjadi kekurangan dan kelebihan. 1. Kebutuhan MDT dihitung dalam blister masing-masing menurut kategori MB dewasa, MB anak, PB dewasa dan PB anak. Perhitungan menggunakan blister ini selain untuk memudahkan persediaan dan mengawasi penggunaannya juga disesuaikan dengan cara WHO menghitung kebutuhan MDT.

7 2. Satu bulan persediaan pada setiap tingkatan propinsi, kabupaten dan puskesmas/upk ditambahkan pada kebutuhan sesungguhnya untuk mengantisipasi keterlambatan pengiriman (Lead Time). 3. Register stok obat untuk masing-masing kategori (Stok MDT Register 1,2,3,4) dibuat seragam disetiap tingkat dan harus selalu digunakan. Daftar stok obat dimonitor oleh petugas penanggung jawab program selama kunjungan supervisi mereka. Reg 1 MB dewasa, Reg 2 MB Anak, Reg 3 PB Dewasa, Reg 4 PB Anak. 4. Formulir standar permintaan MDT harus digunakan untuk menghitung kebutuhan sesuai penjelasan di formulir. Provinsi Form 1, kabupaten form 2, Puskesmas/UPK Form3, Daerah sulit Form Format baku digunakan untuk memonitor permintaan dan suplai propinsi oleh Pusat. 6. Untuk memperlancar persediaan dan mengurangi jumlah obat yang terbuang, frekuensi yang digunakan untuk permintaan dan pengiriman persediaan MDT adalah sebagai berikut: Propinsi: Semester, Kabupaten: tribulanan, Puskesmas dan UPK : tribulanan Daerah sulit : tahunan 7. Propinsi perlu mengirimkan format permintaan sedikitnya tiga bulan sebelumnya ke Subdit Kusta untuk menghindari kekurangan dan memudahkan pengepakan serta pengiriman agar sampai di provinsi tepat waktu. Hal ini akan memudahkan provinsi menyediakan obat ke kabupaten pada setiap tribulan. 8. Puskesmas dan rumah sakit yang mengobati penderita kusta harus mengikuti standard definisi sesuai pedoman Program Pemberantasan Kusta untuk menghitung kebutuhan MDT, yaitu definisi kasus baru, jangka waktu pengobatan MDT, pengurangan dari register kasus yang sembuh (RFT), kasus tidak dapat dikontrol (OOC) dan kasus pindah tempat. 9. Perkiraan kebutuhan MDT secara Nasional Kebutuhan MDT secara Nasional setiap tahunnya akan dihitung oleh WHO dengan menggunakan formula khusus. Akan tetapi formula ini sulit untuk dipakai untuk menghitung kebutuhan di setiap propinsi. Subdit Kusta akan mengirimkan informasi yang diperlukan ke WHO sesuai format yang ditentukan.

8 FORMULIR-FORMULIR 6 1. Kartu stok MDT 1,2,3,4 Masing-masing kategori MDT harus mempunyai register stok. Kartu stok MDT 1: MB dewasa, MDT 2 MB anak, MDT 3PB dewasa, MDT 4 PB anak. Keempat kartu stok MDT ini harus ada dan dipergunakan di pusat, propinsi, kabupaten, puskesmas dan UPK lainnya seperti rumah sakit. Obat dengan tanggal kadaluarsa lebih dahulu harus digunakan pertama untuk mencegah jumlah obat terbuang. Petugas penanggung jawab di berbagai tingkatan perlu melakukan verifikasi stok MDT pada saat kunjungan supervisi. 2. Formulir Permintaan MDT 1 : Propinsi Penanggung jawab program di propinsi akan mengisi format ini dua kali dalam satu tahun (tiap semester) dan mengirimkannya kepada Subdit Kusta, sedikitnya tiga bulan sebelum permulaan semester berikutnya. Idealnya kebutuhan propinsi dihitung berdasar pada permintaan dari kabupaten, akan tetapi biasanya permintaan dari semua kabupaten tidak diterima tepat waktu. Untuk menghindari keterlambatan memperoleh MDT dari pusat serta menghindari keterlambatan pendistribusian ke kabupaten, maka kebutuhan dihitung berdasarkan pada laporan tribulanan terakhir yang tersedia dari semua kabupaten di propinsi itu. 3. Formulir Permintaan MDT 2: Kabupaten Kebutuhan MDT di kabupaten harus siap sebelum permulaan tribulan uintuk didistribusikan ke UPK (Puskesmas). Penanggung jawab program harus melengkapi formulir ini berdasarkan laporan kasus atau formulir permintaan MDT tribulan sebelumnya untuk menghindari keterlambatan penyediaan dan pendistribusian.

9 4. Formulir Permintaan MDT 3: Unit Pelayanan Kesehatan (Puskesmas/Rumah Sakit) Formulir ini diisi oleh penanggung jawab program setiap tribulan dan disampaikan sewaktu mengirimkan salinan register kohort ke kabupaten dan sekaligus mengambil kebutuhannya. 5. Formulir Permintaan MDT 4: Kabupaten/Puskesmas daerah sulit Daerah yang secara geografis sukar dijangkau dimana transportasi mahal dan sulit, formulir permintaan ini harus digunakan. Kebutuhan akan dikirimkan sekali setahun ke lokasi ini. Satu bulan persediaan stok akan mengatasi keterlambatan pengadaan dan pemberian pada penderita didaerah sulit yang diberikan MDT sekaligus 1 paket (Accompanied-MDT). 6. Formulir Monitoring MDT 5: Pusat Formulir ini akan digunakan untuk memantau permintaan dan penyediaan bagi masing-masing propinsi. Kadang-kadang persediaan obat di pusat tidak mungkin memenuhi 100% kebutuhan propinsi karena hal ini tergantung pada pengiriman dari WHO. Monitoring ini akan membantu pusat untuk mengatur kembali penyediaan dimana diperlukan. KESIMPULAN 1. Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. 2. Sejak tahun 1983 Indonesia telah ikut melaksanakan program MDT sesuai dengan rekomendasi dari WHO dan obat diberikan secara gratis dari WHO. 3. Persediaan MDT yang cukup, tidak terputus dan tepat waktu di fasilitas kesehatan diperlukan untuk melayani penderita kusta agar tidak putus berobat. 4. Diperlukan pengelolaan logistik MDT sesuai dengan cara menghitung perkiraan kebutuhan MDT oleh WHO sehingga tidak terjadi kekurangan dan kelebihan obat MDT.

10 DAFTAR PUSTAKA 1. Ditjen PPM & PL Departemen Kesehatan RI, Buku pedoman pemberantasan Penyakit kusta, Jakarta, 2001: Amirudin MD, Hakim Z, Darwis ER. Diagnosis penyakit kusta. Dalam: Daili ESS, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editor. Kusta. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2003: WHO. A guide to leprosy control. 2 nd ed. Geneva: WHO, 1998: Rachmat H. Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Indonesia. Dalam: Daili ESS, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editor. Kusta. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2003: Hasibuan Y. Situasi penderita kusta di Indonesia dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pemberantasannya. Dalam: Kumpulan Makalah Ilmiah. Konas VII PERDOSKI. Bukit Tinggi, 1992: Ditjen PPM & PL Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta,. Jakarta, 2004:

11

5. Sulfas Ferrosus Obat tambahan untuk penderita kusta yang mengalami anemia berat.

5. Sulfas Ferrosus Obat tambahan untuk penderita kusta yang mengalami anemia berat. PENGOBATAN DAN KECACATAN PENYAKIT KUSTA / LEPRA Dr. Suparyanto, M.Kes PENGOBATAN DAN KECACATAN PENYAKIT KUSTA / LEPRA Tujuan Pengobatan Menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya cacat. Pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya menyerang kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat komplek. Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium Leprae. Masalah yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Selain menimbulkan masalah kesehatan penyakit kusta juga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit kusta Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah penyakit kronik disebabkan kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang penyebabnya ialah Mycobacterium leprae dan bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit

Lebih terperinci

-Faktor penyebab penyakit kusta. -Tanda dan gejala penyakit kusta. -Cara penularan penyakit kusta. -Cara mengobati penyakit kusta

-Faktor penyebab penyakit kusta. -Tanda dan gejala penyakit kusta. -Cara penularan penyakit kusta. -Cara mengobati penyakit kusta SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT KUSTA Judul Pokok Bahasan : Penyakit Kusta : Tanda dan Gejala Penyakit Kusta Sub Pokok Bahasan : -Pengertian penyakit kusta - Penyebab penyakit kusta -Faktor penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Umum. Epidemiologi kusta adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat kejadian, penyebaran dan faktor yang mempengaruhi sekelompok manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

Profil Program P2 Kusta Dinkes Kayong Utara

Profil Program P2 Kusta Dinkes Kayong Utara Profil Program P2 Kusta Dinkes Kayong Utara 2009-2011 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, pada akhirnya buku Profil Program Pemberantasan Penyakit Kusta Kabupaten Kayong Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penderita kusta (lepra) di Indonesia dewasa ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini merupakan penyakit ringan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kusta 2.1.1. Definisi Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kusta merupakan penyakit menular langsung yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan penyakit kusta atau lepra sangat ditakuti. Penyakit itu disebabkan bakteri Microbakterium leprae, juga dipicu gizi buruk. Tidak jarang penderitanya dikucilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang hampir semua organ tubuh terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi, budaya,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memproleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN CV. Kharisma CMYK s+op PETUNJUK PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS FIXED DOSE COMBINATION (OAT-FDC) UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan penyakit menular menahun disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lain kecuali susunan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO TINGKAT KECACATAN PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO TINGKAT KECACATAN PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO TINGKAT KECACATAN PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit ini adalah saraf

Lebih terperinci

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN Lampiran. Persetujuan Menjadi Responden PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama :. Umur :. Alamat :. Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini maka

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kekosongan Obat Kusta di RS. X Tahun 2014

Analisis Penyebab Kekosongan Obat Kusta di RS. X Tahun 2014 Analisis Penyebab Kekosongan Obat Kusta di RS. X Tahun 2014 Gugum Pamungkas 1 & Dewi Nurhasanah 2 1 Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarkat STIKes Dharma Husada Bandung, 2 Alumni Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

PRATIWI ARI HENDRAWATI J HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) KELUARGA DENGAN SIKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan meraih derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusta maupun cacat yang ditimbulkannya. kusta disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. kusta maupun cacat yang ditimbulkannya. kusta disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan beberapa negara di dunia. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti oleh masyarakat,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA INTERVENSI TERHADAP PENDERITA KUSTA SETELAH SELESAI PENGOBATAN MELALUI PENGAMATAN SEMI AKTIF DAN PENGAMATAN PASIF (STUDI KASUS DI KABUPATEN PASURUAN TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang utamanya menyerang saraf tepi, dan kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya masalah dari segi medis, tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1). BAB 1 :PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) terutama menyerang kulit dan saraf tepi. Penularan dapat terjadi dengan cara kontak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit berbasis lingkungan merupakan penyakit yang proses kejadiannya atau fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penderita penyakit kusta, penyakit kusta masih menjadi momok di masyarakat bila tidak ditangani secara cepat dan tepat maka penyakit ini akan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta Lepra (penyakit kusta, Morbus Hansen) adalah suatu penyakit infeksi kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang secara primer menyerang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN KUSTA DI UNIT REHABILITASI KUSTA RUMAH SAKIT KELET PROVINSI JAWA TENGAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN KUSTA DI UNIT REHABILITASI KUSTA RUMAH SAKIT KELET PROVINSI JAWA TENGAH FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN KUSTA DI UNIT REHABILITASI KUSTA RUMAH SAKIT KELET PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Penyakit kusta disebut juga penyakit lepra atau Morbus Hansen merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. (1) Kusta adalah

Lebih terperinci

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya menyerang kulit,

Lebih terperinci

Jumlah Penderita Baru Di Asean Tahun 2012

Jumlah Penderita Baru Di Asean Tahun 2012 PERINGATAN HARI KUSTA SEDUNIA TAHUN 214 Tema : Galang kekuatan, hapus stigma dan diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami kusta 1. Penyakit kusta merupakan penyakit kronis disebabkan oleh Micobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus hansen merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit kusta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mereka yang telah sembuh dari kusta adalah kurang adanya rasa empati

BAB I PENDAHULUAN. dan mereka yang telah sembuh dari kusta adalah kurang adanya rasa empati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sikap yang muncul dan berkembangpada masyarakat terhadap penderita kusta dan mereka yang telah sembuh dari kusta adalah kurang adanya rasa empati masyarakat

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat berakibat fatal bagi penderitanya, yaitu bisa menyebabkan kematian. Penyakit yang disebabkan

Lebih terperinci

Indikator monitoring dan evaluasi program pengendalian kusta :

Indikator monitoring dan evaluasi program pengendalian kusta : Indikator monitoring dan evaluasi program pengendalian kusta : 1. Indikator utama a. Angka penemuan kasus baru (CDR = case detection rate) Adalah jumlah kasus yang baru ditemukan pada periode satu tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG World Organization Health (WHO) sejak tahun 1993 mencanangkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global emergency). Hal ini dikarenakan tuberkulosis

Lebih terperinci

ANALISIS KETEPATAN WAKTU PELAPORAN DALAM SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN PUSKESMAS (SP3) DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA

ANALISIS KETEPATAN WAKTU PELAPORAN DALAM SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN PUSKESMAS (SP3) DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA ANALISIS KETEPATAN WAKTU PELAPORAN DALAM SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN PUSKESMAS (SP3) DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi banyak terjadi di negara berkembang yang mempunyai kondisi sosial ekonomi rendah. Salah satu penyakit infeksi tersebut adalah penyakit kusta. Penyakit

Lebih terperinci

Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB. dr. Cut Putri Hazlianda

Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB. dr. Cut Putri Hazlianda Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB dr. Cut Putri Hazlianda DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Program Kusta

Kerangka Acuan Program Kusta Kerangka Acuan Program Kusta A. Pendahuluan Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusian yang seutuhnya.

Lebih terperinci

Klasifikasi penyakit kusta

Klasifikasi penyakit kusta Penyakit kusta merupakan masalah dunia, terutama bagi Negara-negara berkembang. Di Indonesia pada tahun 1997 tercatat 33.739 orang, yang merupakan negara ketiga terbanyak penderitanya setelah India dan

Lebih terperinci

KUSTA SALAH SATU PENYAKIT MENULAR YANG MASIH DI JUMPAI DI INDONESIA. Drh. Hiswani Mkes Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

KUSTA SALAH SATU PENYAKIT MENULAR YANG MASIH DI JUMPAI DI INDONESIA. Drh. Hiswani Mkes Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara KUSTA SALAH SATU PENYAKIT MENULAR YANG MASIH DI JUMPAI DI INDONESIA Drh. Hiswani Mkes Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta atau Lepra atau Morbus Hansen adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae. 1 Kusta ini merupakan penyakit menahun yang menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah: SOP PENATALAKSANAAN TB PARU 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. 2. Tujuan Untuk menyembuhkan pasien, mencegah

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Informasi Program Kusta Berbasis Geografis di Kabupaten Cirebon Tahun 2005

Pengembangan Sistem Informasi Program Kusta Berbasis Geografis di Kabupaten Cirebon Tahun 2005 BIOSTATISTIK & KEPENDUDUKAN Pengembangan Sistem Informasi Program Kusta Berbasis Geografis di Kabupaten Cirebon Tahun 2005 Haeria* Abstrak Kusta yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2008 2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar tuberkulosis menyerang organ paru-paru, namun bisa juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis dan Africanum. Organisme ini disebut

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2007 T E S I S

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2007 T E S I S PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2007 T E S I S Oleh BASARIA HUTABARAT 057023003/AKK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 salah satunya adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

Lebih terperinci

Andry Firmansyah *, Edy Seosanto**,Ernawati***

Andry Firmansyah *, Edy Seosanto**,Ernawati*** HUBUNGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANGDUKUNGAN KELUARGA DENGAN KETERATURAN PERAWATAN DAN PENGOBATAN PADA PENDERITA KUSTA DI KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES 3 Andry Firmansyah *, Edy Seosanto**,Ernawati***

Lebih terperinci

ARTIKEL RISET URL artikel:

ARTIKEL RISET URL artikel: ARTIKEL RISET URL artikel: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh1109 Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Mantan Pasien Kusta K Nurfardiansyah Bur 1, A. Rizki Amelia 1, Nurgahayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemik berbagai penyakit menular seperti Malaria, TB, Kusta dan sebagainya. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae ( M.leprae ) yang menyerang hampir semua organ tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan Nasional, karena kesehatan menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia. Melalui

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PIKIR

BAB 3 KERANGKA PIKIR BAB 3 KERANGKA PIKIR 3.1. Kerangka Pikir Aspek dalam pengelolaan obat publik di instalasi farmasi kabupaten meliputi perencanaan kebutuhan obat, pengadaan obat, penerimaan obat, penyimpanan dan pendistribusian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi bakteri Mycobacterium leprae (M.leprae). Penatalaksanaan kasus

BAB I PENDAHULUAN. infeksi bakteri Mycobacterium leprae (M.leprae). Penatalaksanaan kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae (M.leprae). Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta

Lebih terperinci

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman : Revisi Halaman Kepala 1. Pengertian Malaria adalah suatu infeksi penyakit akut maupun kronik yang disebakan oleh parasit Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCARIAN PENGOBATAN KUSTA PADA PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA MAKASSAR

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCARIAN PENGOBATAN KUSTA PADA PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA MAKASSAR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCARIAN PENGOBATAN KUSTA PADA PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA MAKASSAR Factor Related Of Health Seeking Practice Of Leprosy Patients At Health Service In The Makassar

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masih menghadapi beberapa penyakit menular baru sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu penyakit menular yang belum sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN PROSES PENYEMBUHAN PADA PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN BENGKALIS RIAU TAHUN 2010

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN PROSES PENYEMBUHAN PADA PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN BENGKALIS RIAU TAHUN 2010 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN PROSES PENYEMBUHAN PADA PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN BENGKALIS RIAU TAHUN 2010 No. Urut Responden : Alamat Responden : Tanggal Wawancara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menyerang paru paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat menular melalui udara atau sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan

Pengertian. Tujuan. b. Persiapan pasien - c. Pelaksanaan PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PUSKESMAS SIMAN Jl. Raya Siman No. 48 Telp. ( 0352 ) 485198 Kode Pos 63471 PONOROGO STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Pengertian Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Kombinasi Rifampisin-Klaritromisin dengan MDT WHO terhadap Derajat Kesembuhan Pasien Lepra Tipe PB

Efektivitas Pengobatan Kombinasi Rifampisin-Klaritromisin dengan MDT WHO terhadap Derajat Kesembuhan Pasien Lepra Tipe PB Efektivitas Pengobatan Kombinasi Rifampisin-Klaritromisin dengan MDT WHO terhadap Derajat Kesembuhan Lepra Tipe PB Fiska Rahmawati 1, Maya Dian Rakhmawatie 1, Retno Indrastiti 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

Volume VI Nomor 3, Agustus 2016 ISSN:

Volume VI Nomor 3, Agustus 2016 ISSN: PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RISIKO KEJADIAN PENYAKIT KUSTA (MORBUS HANSEN) Riska Ratnawati (Prodi Kesehatan Masyarakat, Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Indonesia merupakan

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Depertemen Kesehatan RI (2008) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sampai saat

Lebih terperinci

KOLABORASI TB-HIV PELATIHAN BAGI PETUGAS KTS DAN PDP MODUL G:

KOLABORASI TB-HIV PELATIHAN BAGI PETUGAS KTS DAN PDP MODUL G: KOLABORASI TB-HIV PELATIHAN BAGI PETUGAS KTS DAN PDP MODUL G: MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Lebih terperinci

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat BAB 1 PENDAHULUAN Setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan atau meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta merupakan salah satu dari 17 penyakit tropis yang masih terabaikan dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization (WHO), 2013). Tahun 2012

Lebih terperinci

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 1 Patricia I. Tiwow 2 Renate T. Kandou 2 Herry E. J. Pandaleke 1

Lebih terperinci

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit

/Pusk- Bal/TB/VIII/2015. Tanggal Terbit PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB Bal/TB/VIII/205 / Plt. Kepala NIP. 96623 98603 068 Pengertian Suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk pencatatan dan pelaporan pasien TB yang disusun dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini umumnya menyerang pada paru, tetapi juga dapat menyerang bagian

Lebih terperinci