ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA"

Transkripsi

1 ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisa Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo dengan Menggunakan Teknik Analisa Gender adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2013 Listia Hesti Yuana NIM I

4 ABSTRAK LISTIA HESTI YUANA. Analisa Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo dengan Menggunakan Teknik Analisa Gender. Dibimbing oleh MELANI ABDULKADIR-SUNITO. PHBM merupakan program Departemen Kehutanan yang menekankan pola kolaborasi antar stakeholder termasuk masyarakat desa hutan. Perempuan juga termasuk ke dalam masyarakat desa hutan. Pelibatan perempuan dalam pengelolaan sumberdaya sangat penting untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan mewujudkan kesetaraan gender di sektor kehutanan yang identik dengan lakilaki. Oleh karena itu teknik analisa gender sangat diperlukan untuk menganalisa efektivitas PHBM. Efektivitas PHBM dapat dianalisis berdasarkan dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dan dimensi sosial. Berdasarkan efektivitas pada dimensi ekonomi, PHBM belum berhasil membuat perubahan pendapatan dan perubahan keragaman sumber pendapatan yang signifikan karena kegiatan PHBM masih terbatas pada kegiatan sadap getah pinus. PHBM menunjukkan hasil yang positif dari dimensi ekologi yang ditunjukkan dengan tidak adanya penjarahan hutan dan optimalisasi pemanfaatan lahan hutan. Sedangkan pada dimensi sosial, PHBM masih belum berhasil mewujudkan kesetaraan gender. Perempuan akses terhadap sumberdaya pertanian baik pertanian hutan maupun nonhutan tetapi kontrol terhadap sumberdaya tersebut berada di tangan laki-laki. Kata kunci : PHBM, perempuan, teknik analisa gender, efektivitas PHBM ABSTRACT LISTIA HESTI YUANA. Effectiveness Analysis of CBFM in LMDH Tlogo Mulyo Using Gender Analysis Techniques. Under the guidance of Melani Abdulkadir-sunito. CBFM is a program of the Ministry of Forestry that emphasize patterns of collaboration among stakeholders including forest villagers. Women are also included within the village community forest. Involving women in resource management is critical to meet the needs of women and gender equality in the forestry sector are identical to men. Therefore, gender analysis technique is necessary to analyze the effectiveness of CBFM. The effectiveness of CBFM can be analyzed based on the economic, ecological dimension and a social dimension. Based on the effectiveness of the economic dimension, CBFM has not made changes in income and changes in the diversity of sources of significant revenue for CBFM activities are limited to the activities of pine resin tapping. CBFM showed positive results of the ecological dimension indicated by the absence of plunder of forest and forest land use optimization. While the social dimension, CBFM still have not managed to achieve gender equality. Women's access to agricultural resources, agriculture, forests and non-forest but the control of these resources are in the hands of men. Key words : PHBM, women, gender technique analysis, PHBM effectivity

5 ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ANALISA GENDER LISTIA HESTI YUANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Analisa Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo dengan Menggunakan Teknik Analisa Gender Nama : Listia Hesti Yuana NIM : I Disetujui oleh Ir Melani Abdulkadir-sunito, M.Sc Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8

9 PRAKATA Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisa Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo dengan Menggunakan Teknik Analisa Gender dengan lancar. Penulisan skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Melani Abdulkadir-sunito, M.Sc yang telah membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran dalam proses penyusunan hingga penyelesaian laporan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr Ivanovic Agusta sebagai dosen penguji utama, Rina Mardiana SP, M.Si sebagai dosen penguji wakil akademik, dan Sofyan Sjaf, M.Si sebagai dosen penguji petik yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat untuk memperbaiki laporan penelitian ini. Terima kasih kepada Pak Kaslam, Pak Tasbin, Pak Ruslani, Pak Jumadi, anggota tani sadap, jajaran KPH dan LMDH, serta seluruh masyarakat Tlogohendro yang telah membantu, mendukung, dan membe\rikan saran dan informasi selama proses penelitian di lapang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayahanda dan ibunda (Bapak Purwadi dan Ibu Partini), kakak (Siska Agustina), keluarga, Reza Aditya, Hilda Nurul Hidayati, Tri Nuryanti, Septiana Nurhanifah, teman-teman SKPM 46 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, teman-teman alumni SMAN 1 Kediri, dan semua pihak yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki laporan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang terkait. Bogor, Februari 2013 Listia Hesti Yuana

10 DAFTAR ISI ABSTRAK... ii PRAKATA... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Kerangka Analisa Harvard untuk Menganalisa Kesetaraan Gender dalam PHBM... 6 Profil Aktivitas... 7 Profil Akses dan Kontrol... 8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses dan Kontrol terhadap Sumber daya dalam PHBM Hubungan Kesetaraan Gender dengan Efektivitas Pelaksanaan PHBM Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) KERANGKA PEMIKIRAN HIPOTESIS PENELITIAN DEFINISI OPERASIONAL PENDEKATAN LAPANG Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisa Data GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi dan Kependudukan Kondisi Sosial Ekonomi... 30

11 PROFIL LMDH TLOGO MULYO Sejarah Berdiri Struktur Kepengurusan Kegiatan LMDH Tlogo Mulyo ANALISIS KESETARAAN GENDER DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA ANALISA HARVARD Profil Aktivitas Rumahtangga Anggota LMDH Tlogo Mulyo Kegiatan Produktif Kegiatan Reproduktif Kegiatan Sosial Kemasyarakatan Profil Akses dan Kontrol Rumahtangga Anggota LMDH Tlogo Mulyo terhadap Sumberdaya dalam PHBM Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profil Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam PHBM di LMDH Tlogo Mulyo Faktor Internal Faktor Eksternal ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGOMULYO Dimensi Ekonomi Dimensi Ekologi Dimensi Sosial Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP... 85

12 DAFTAR TABEL 1 Luas wilayah Desa Tlogohendro berdasarkan tata guna lahan pada tahun Jumlah penduduk Tlogohendro berdasarkan usia dan jenis kelamin pada tahun Jumlah penduduk Desa Tlogohendro berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun Jumlah penduduk Desa Tlogohendro berdasarkan mata pencaharian pada tahun Rincian harga getah pinus tahun 2012 di LMDH Tlogo Mulyo Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan produktif berdasarkan lapisan sosial pada tahun Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan reproduktif berdasarkan lapisan sosial pada tahun Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan akses terhadap sumberdaya hutan dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kontrol terhadap sumberdaya hutan dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan tingkat pendidikan dan lapisan sosial tahun Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan usia dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan jumlah anggota rumahtangga produktif dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kepemilikan barang berharga dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kepemilikan ternak dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan luas lahan dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kondisi rumah dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan keikutsertaan dalam kelembagaan dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan status sosial dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kesempatan kerja dan lapisan sosial pada tahun

13 21 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan keragaman sumber pendapatan dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan tingkat pendapatan dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi dan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM pada dimensi ekologi dan lapisan sosial pada tahun Curahan waktu rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial pada tahun Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada tahun Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial serta efektivitas PHBM pada dimensi sosial pada tahun Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM dan lapisan sosial pada tahun DAFTAR GAMBAR 1 Hubungan kesetaraan gender dengan efektivitas PHBM Dimensi untuk mengukur efektivitas PHBM Kerangka analisa gender dalam PHBM Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel setelah direorganisasi Struktur kepengurusan LMDH Tlogo Mulyo Struktur kepengurusan LMDH berdasarkan buku panduan dari Perhutani... 35

14 DAFTAR LAMPIRAN 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun Sketsa Desa Tlogohendro Kerangka Sampling Daftar Nama Responden Penelitian Tabel curahan waktu (jam/bulan) rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan produktif berdasarkan lapisan sosial Tabel curahan waktu (jam/bulan) rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan reproduktif berdasarkan lapisan sosial Tabel curahan waktu (jam/bulan) anggota LMDH untuk kegiatan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial Dokumentasi... 83

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai kebijakan pemerintah termasuk Departemen Kehutanan, semakin banyak yang menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat. Hal ini tentunya akan meningkatkan pembagian wewenang antara penduduk miskin, elit tradisional, dan birokrat pemerintahan setempat. Bahkan UU Kehutanan tahun 1999 mewajibkan pengelolaan hutan yang dapat memberikan manfaat ganda kepada banyak pihak dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sutopo (2005) mengungkapkan bahwa seiring dengan diterapkannya UU No 32 tahun 2004 mengenai otonomi daerah, kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam terutama di bidang kehutanan juga mengalami pergeseran. Paradigma pembangunan kehutanan harus berjiwa otonomi daerah yaitu, demokrasi, transparansi, dan berorientasi pada kehutanan sosial yang mengakomodasi aspirasi masyarakat lokal. Surat keputusan No.136/Dir/2001 semakin mengakomodasi terwujudnya program pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan program pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan terjadinya reformasi di bidang kehutanan, Perum Perhutani menyempurnakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan lahirnya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal. Sistem PHBM memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional (Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007). Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan seharusnya mampu mengurangi kerusakan hutan. Tetapi faktanya, berdasarkan data Departemen Kehutanan (2011) laju degradasi dalam empat tahun terakhir mencapai 2,1 juta Ha per tahun. Penebangan kayu liar dan peredaran kayu illegal mencapai besaran 50,7 juta pertahun, dengan perkiraan kerugian finansial sebesar Rp 30,42 trilyun per tahun. Di samping itu ada kerugian secara ekologi yaitu hilangnya beberapa spesies keanekaragaman hayati. Kerusakan sangat besar terjadi di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Kerusakan hutan di perbatasan antara Malaysia dengan Provinsi Kalimantan Timur mempunyai laju kerusakan seluas Ha per tahun, dan di perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat seluas Ha per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas program PHBM masih tergolong rendah. Rendahnya keefektivan PHBM tersebut salah satunya disebabkan oleh rendahnya partisipasi perempuan dalam program PHBM. Shiva (1998) mengungkapkan bahwa perempuan merupakan bagian yang sangat erat dengan alam. Tetapi pekerjaan perempuan yang bersifat melengkapi pekerjaan laki-laki seringkali membuat peran perempuan tidak terlihat (invisible labour). Misalnya mencari kayu bakar, mencari makanan ternak, dan membantu memanen hasil hutan. Aktivitas perempuan yang tidak pernah diupah menyebabkan pekerjaan perempuan tidak pernah tercatat dalam data statistik nasional. Hal ini

16 2 menyebabkan perempuan seringkali dianggap sebagai pengangguran sehingga tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Perempuan memproduksi dan mereproduksi kehidupan tidak hanya secara biologis, tetapi juga melalui kehidupannya yang berdasarkan prinsip berkelanjutan. Perempuan tidak hanya mengumpulkan dan mengkonsumsi komoditas yang tumbuh di alam tetapi juga membuat segala sesuatu menjadi tumbuh (bekerja sama dengan alam bukan mendominasi atau memiliki). Kesuksesan program dan aktivitas kehutanan sangat ditentukan oleh partisipasi dari semua masyarakat sekitar hutan termasuk perempuan. Oleh karena itu program harus dirancang agar lebih peka terhadap kebutuhan perempuan. Perencanaan dan pelaksanaan program harus lebih melihat perempuan (dalam pengamatan komunitas, aktivitas rumahtangga dan komunitas hutan, pendidikan, hukum, kesehatan, dan bidang lainnya), bertanya kepada perempuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya keterlibatan perempuan dalam program-program kehutanan, dan melaksanakan proses pelibatan perempuan sehingga perempuan ikut merasakan manfaat program (FAO 1989). FAO (1989) menyebutkan bahwa perempuan membutuhkan pertimbangan khusus untuk dilibatkan dalam proyek kehutanan karena : a) Peran perempuan sebagai pengguna dan pengelola sumberdaya hutan tetapi hutan dianggap sebagai bidangnya laki-laki. Kebutuhan perempuan tidak pernah terlihat dalam pembuatan proyek hingga pengambilan keputusan. b) Laki-laki dan perempuan memiliki pandangan yang berbeda dalam menggunakan sumberdaya hutan. Laki-laki memandang sumberdaya hutan sebagai komoditas penghasil uang tunai, sedangkan perempuan lebih fokus terhadap fungsi hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Hal ini menyebabkan perbedaan motivasi dalam berpartisipasi dalam proyek kehutanan. c) Perempuan mempunyai budaya yang mengharapkan dapat mempunyai lahan dan sumberdaya hutan (yang sampai saat ini hanya dibalik kepemilikan oleh laki-laki), yang menjadi penghambat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan akses terhadap berbagai proyek kehutanan. d) Faktor keadilan dan kesetaraan. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan seharusnya melibatkan semua masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Tetapi berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu, ternyata terdapat kesenjangan pemanfaatan sumberdaya hutan antara laki-laki dan perempuan. Salah satunya berdasarkan hasil studi gender pada masyarakat berbasis hutan di Samarinda, Kalimantan Timur yang diadakan oleh Pemerintah Jerman dan Pemerintah Indonesia. Hasil studi tersebut menyebutkan bahwa (1) pengarusutamaan gender di sektor kehutanan masih dianggap sebagai "isu perempuan", (2) peraturan dan pedoman tentang pengarusutamaan gender baru ada di atas kertas, namun belum dilaksanakan, (3) indikator pemberdayaan gender berkualitas rendah dibandingkan dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Timur, dan (4) kurangnya koordinasi antar sektor untuk isu-isu lintas sektoral. Hutan Petungkriyono berada di lereng Pegunungan Slamet dan termasuk ke dalam RPH Gumelem, Kesatuan Pemangku Hutan Pekalongan Timur. Sebagian besar wilayah Petungkriyono dikuasai oleh Perhutani, sementara masyarakat

17 3 hanya mempunyai lahan pertanian yang sempit. Kondisi tersebut berdampak terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang memaksa masyarakat untuk mencari pekerjaan serabutan selain bertani, termasuk menjarah lahan dan mencuri kayu di hutan negara. Hamparan hutan yang ada di depan mata masyarakat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tekanan sosial ini berakibat terjadinya kerusakan hutan. Hutan dijadikan sebagai ladang jarahan banyak orang (Murtijo 2009). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa implementasi PHBM yang bertujuan untuk melestarikan hutan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, dan menyetarakan akses dan kontrol masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan belum berjalan secara optimal. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis efektivitas PHBM di Tlogohendro. Dimensi yang akan digunakan untuk menganalisis efektivitas PHBM yaitu dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dan dimensi sosial. Dimensi sosial akan difokuskan pada perbandingan akses dan kontrol antara suami dan istri di dalam suatu rumahtangga terhadap sumberdaya dalam PHBM. Perumusan Masalah PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) merupakan salah satu program Departemen Kehutanan yang mengkolaborasikan pengelolaan hutan bersama-sama dengan masyarakat sekitar hutan. Laju degradasi hutan yang semakin bertambah parah menjadi alasan diterapkannya pola co-management dalam pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan dengan pola PHBM harus melibatkan semua stakeholder. Masyarakat sekitar hutan sebagai penerima manfaat langsung dari hutan harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan sehingga mempunyai rasa memiliki terhadap hutan dan menjaga hutan secara bersama-sama. Penerapan PHBM di Desa Tlogohendro diwadahi dengan terbentuknya LMDH Tlogo Mulyo yang menjadi wadah bagi petani sadap dan jembatan antara pemerintah desa dengan Perhutani. LMDH menjadi alat bagi Perhutani untuk mewujudkan efektivitas PHBM. LMDH mempunyai berbagai kegiatan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjaga kelestarian hutan. Tetapi kegiatan utama LMDH adalah kegiatan sadap pohon pinus. Analisa efektivitas PHBM seharusnya melihat seluk beluk LMDH dengan berbagai kegiatannya. Hal tersebut akan memberikan gambaran mengenai indikator tercapainya efektivitas PHBM. Oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji apa saja kegiatan LMDH Tlogo Mulyo yang sudah dilaksanakan? Dimensi sosial menjadi fokus utama dalam pengkajian efektivitas PHBM dalam penelitian ini. Sektor kehutanan yang identik dengan laki-laki seringkali mengabaikan kebutuhan perempuan. Hal ini mempengaruhi akses dan kontrol perempuan terhadap sumberdaya hutan. Kegiatan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Tlogo Mulyo yang didominasi oleh kegiatan penyadapan getah pinus memberikan ruang yang sangat terbatas bagi perempuan untuk berpartisipasi. Sedangkan laki-laki, mempunyai kesempatan besar untuk berpartisipasi dalam kegiatan penyadapan getah pinus. Kegiatan LMDH yang cenderung hanya untuk laki-laki, akan menyebabkan kesenjangan akses dan kontol antara laki-laki dan

18 4 perempuan terhadap sumberdaya hutan. Partisipasi laki-laki dan perempuan dalam kegiatan LMDH akan mempengaruhi akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya hutan. Pola aktivitas laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sehari-hari juga akan mempengaruhi tingkat partisipasi laki-laki dan perempuan dalam kegiatan LMDH maupun pengelolaan sumberdaya hutan. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisa sejauhmanakah kesetaraan akses dan kontrol suami dan istri rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya dalam program PHBM berdasarkan lapisan sosial? Efektivitas PHBM dapat dianalisa dari tiga dimensi, yaitu dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dan dimensi sosial. Departemen Kehutanan sangat berkepentingan terhadap tercapainya keberhasilan program dari dimensi ekologi. Sedangkan efektivitas program pada umumya hanya mengutamakan dimensi ekonomi. Efektivitas program pada dimensi sosial seringkali kurang diperhatikan. Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisa sejauhmana efektivitas PHBM di Desa Tlogohendro berdasarkan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH dengan meninjau ketiga dimensi tersebut? Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan laporan penelitian ini yaitu: 1. Mengkaji profil LMDH Tlogo Mulyo dan kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan. 2. Menganalisa kesetaraan akses dan kontrol rumahtangga anggota LMDH berdasarkan lapisan sosial terhadap sumberdaya dengan menggunakan kerangka analisa Harvard. 3. Menganalisa efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat digunakan oleh beberapa pihak sebagai berikut: 1. Bagi Departemen Kehutanan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran nyata mengenai kondisi masyarakat peserta PHBM serta kesenjangan yang terjadi antara suami dan istri dalam mengakses dan mengontrol sumberdaya. Pada akhirnya data tersebut dapat bermanfaat bagi Departemen Kehutanan dalam menyusun kebijakan sehingga program pengelolaan hutan lebih menyetarakan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan dan tidak hanya memfokuskan pada kelestarian hutan (dimensi ekologi). 2. Bagi LSM LSM sebagai lembaga yang lebih memihak masyarakat dapat menggunakan penelitian ini sebagai data awal untuk meningkatkan pendampingan, sehingga seluruh masyarakat dapat berpartisipasi penuh dalam semua tahapan program.

19 3. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melihat kesenjangan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan hutan sebagai suatu permasalahan penting. 5

20 6 TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Analisa Harvard untuk Menganalisa Kesetaraan Gender dalam PHBM Handayani dan Sugiarti (2008) mengungkapkan bahwa analisa gender merupakan kerangka kerja yang dipergunakan untuk mempertimbangkan dampak suatu program pembangunan terhadap laki-laki dan perempuan serta hubungan sosial ekonomi di antara mereka. Oleh karena itu perlu digarisbawahi bahwa penelitian berorientasi gender tidak hanya membahas perempuan melainkan membahas relasi diantara laki-laki dan perempuan. Teknik analisis gender dipergunakan sebagai alat untuk memberikan gambaran mengenai perbedaan maupun kesalingtergantungan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan serta perbedaan tingkat manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan (Handayani dan Sugiarti 2008). Sawit Watch dan Solidaritas Perempuan (2011) mengungkapkan bahwa analisa gender harus memperhatikan beberapa komponen yang menjadi indikator kesetaraan gender yang meliputi : a) Memisahkan data sesuai dengan jenis kelamin untuk melihat peran dan manfaat pembangunan bagi laki-laki dan perempuan. b) Memahami asal mula relasi subordinat dan dominasi jenis kelamin. c) Melihat proses pembuatan aturan main tentang peran gender yang berdampak dalam pembagian kerja antar perempuan dan laki-laki. d) Menekankan pentingnya kepemilikan akses dan kontrol (melalui pengambilan keputusan) terhadap fasilitas hidup. Overholt et.al dalam Handayani dan Sugiarti (2008) menjelaskan bahwa teknik analisa Harvard melihat tiga komponen yang berhubungan satu sama lain yaitu: a) Profil aktivitas berdasarkan pada pembagian kerja gender (siapa melakukan apa di dalam rumahtangga dan masyarakat). Aktivitas dikelompokkan menjadi tiga yaitu produktif, reproduktif atau rumahtangga, dan sosial politik keagamaan. b) Profil akses akan mengkaji pihak-pihak yang mempunyai akses terhadap sumberdaya alam produktif (tanah, hutan, peralatan, pekerja, kapital, dan pendidikan atau pelatihan). Profil akses mencakup pertanyaan siapa memperoleh apa dan siapa menikmati apa. c) Profil kontrol mengkaji siapa mengambil keputusan apa, manfaat yang diperoleh oleh masing-masing pihak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian kerja serta adanya profil akses dan kontrol dalam masyarakat. Akses dan kontrol suami dan istri pada rumahtangga peserta LMDH terhadap sumberdaya dalam PHBM merupakan salah satu variabel untuk mengukur efektivitas PHBM dari dimensi sosial. Pengukuran tingkat akses dan kontrol laki-laki dan perempuan dalam PHBM akan diukur dengan menggunakan kerangka analisa Harvard. Beberapa penelitian sudah ada yang menggunakan teknik analisa Harvard tetapi paradigma yang digunakan oleh peneliti masih Women in Development

21 7 (WID) padahal paradigma gender sudah bergeser ke arah Gender and Development (GAD). Penggunaan teknik analisis Harvard dengan paradigma Gender and Development (GAD) untuk menganalisis program PHBM, salah satunya muncul pada tahun 2006 dalam penelitian yang dilakukan oleh Ana Rosidha Tamyis. Penggunaan teknik analisa Harvard dalam penelitian tersebut menganalisa ketiga komponen yaitu profil aktivitas, profil akses dan kontrol, serta faktor-faktor yang mempengaruhi profil aktivitas dan profil akses & kontrol dalam masyarakat. Profil Aktivitas Profil aktivitas merupakan daftar kegiatan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat pada waktu tertentu. Profil aktivitas berguna untuk menemukan gambaran pembagian kerja dalam masyarakat. Kegiatan tersebut terbagi ke dalam kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan kegiatan sosial. Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti melahirkan dan mengasuh anak, serta pekerjaan rumah tangga (Tobing, et al dalam Bahriyah 2006). Dua dari tujuh penelitian (penelitian Hutauruk 1991 dan Suwardi 2010) menggambarkan profil aktivitas menggunakan deskripsi aktivitas yang dilakukan masyarakat. Sedangkan empat dari tujuh penelitian (Tamyis 2006, Harahap 2006, Bahriyah 2006, dan Saruan 2000) menggambarkan profil aktivitas dengan menggunakan deskripsi aktivitas dan curahan waktu. Satu penelitian (Widiarti dan Hiyama 2007) menggunakan curahan waktu kerja untuk mengambarkan pembagian kerja dalam masyarakat. Bahkan Tamyis (2006), Bahriyah (2006), dan Harahap (2006) mendeskripsikan profil aktivitas berdasarkan jenis kelamin dan lapisan sosial di masyarakat yang dilihat dari luas kepemilikan lahan dan kepemilikan aset. Pada kegiatan produktif, laki-laki mencurahkan waktu lebih banyak baik untuk kegiatan PHBM maupun non PHBM. Laki-laki bertugas dalam hampir semua kegiatan pertanian dan peternakan. Selain itu laki-laki juga mendominasi di kegiatan nonpertanian seperti buruh proyek. Sedangkan perempuan berperan dalam kegiatan, persiapan lahan, pemeliharaan tanaman, pasca panen, dan berdagang. Bahriyah (2006) mengemukakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh perempuan tidak bernilai ekonomi karena dianggap membantu suami. Secara umum, laki-laki lebih mendominasi pada kegiatan pertanian hutan maupun nonhutan dan kegiatan peternakan. Tamyis (2006) menunjukkan bahwa semakin tinggi lapisan sosial seseorang maka curahan waktu untuk kegiatan produktif semakin kecil, karena masyarakat mulai menggunakan buruh untuk menggarap lahan. Pada kegiatan reproduktif perempuan sangat mendominasi. Suwardi (2010) menyatakan bahwa laki-laki tidak mencurahkan waktu sama sekali untuk kegiatan reproduktif. Tetapi Tamyis (2006) mengemukakan bahwa laki-laki pada strata I (kepemilikan lahan kurang dari 0,5 Ha) mencurahkan waktu sebesar 7,7 jam per hari untuk melakukan kegiatan reproduktif berupa memperbaiki rumah dan merawat anak atau cucu. Sedangkan perempuan mencurahkan waktu sebesar 9-10

22 8 jam per hari. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, kegiatan reproduksi yang dilakukan oleh laki-laki adalah mengambil air dan membeli air, mencuci pakaian, memperbaiki rumah, dan merawat anak atau cucu. Sedangkan perempuan mengerjakan semua pekerjaan domestik seperti mengasuh dan merawat anak atau cucu, membersihkan rumah, memasak, mencuci, menyetrika baju, dan berbelanja kebutuhan rumahtangga. Sedangkan pada kegiatan sosial kemasyarakatan perempuan juga lebih banyak mengalokasikan waktu karena laki-laki sudah mencurahkan sebagian besar waktunya pada kegiatan produktif yang selalu di luar rumah. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu, kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh perempuan meliputi pemenuhan kebutuhan dasar (tidur, menonton tv, dan hiburan), pengajian, kerja bakti, menghadiri acara pernikahan, dan pembinaan keluarga. Sedangkan laki-laki melakukan penyuluhan dan pelatihan program-program PHBM dan rehabilitasi lahan, rapat dan pertemuan-pertemuan, pengajian, kerja bakti, menghadiri acara pernikahan, dan hiburan. Profil Akses dan Kontrol Handayani dan Sugiarti (2008) mengungkapkan bahwa profil akses dan kontrol mempertimbangkan akses yang dimiliki perempuan dan laki-laki terhadap sumberdaya produktif, kontrol terhadap sumberdaya, serta pihak yang memperoleh keuntungan dari penggunaan sumberdaya tersebut. Akses terhadap sumberdaya produktif meliputi sumberdaya tanah, hutan, peralatan, pekerja, modal, dan pendidikan. Tamyis (2006) menyatakan bahwa semua laki-laki mempunyai akses dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan (tetapi hanya 90 persen perempuan yang mempunyai akses), pembukaan lahan hutan (tetapi hanya diakses oleh 70 persen perempuan), serta informasi mengenai PHBM. Widiarti dan Hiyama (2007) mengungkapkan bahwa perempuan memiliki akses pada kegiatan gotong-royong serta kegiatan rehabilitasi hutan (hanya diakses oleh 40 persen perempuan). Selanjutnya Widiarti dan Hiyama (2007) menambahkan bahwa pada tahap pelaksanaan PHBM (pembersihan lahan, pengelolaan tanah, penanaman & pemeliharaan tanaman, pemanenan, dan pasca panen) dapat diakses oleh laki-laki dan perempuan. Hal ini membuktikan bahwa akses laki-laki terhadap sumberdaya dan program PHBM lebih besar dibandingkan dengan akses perempuan. Perempuan hanya diberi akses dalam kegiatan-kegiatan yang kurang bernilai ekonomi serta hanya dianggap membantu suami. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh perempuan serta kurangnya kemampuan dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Kontrol terhadap sumberdaya hutan dan kegiatan-kegiatan dalam program PHBM juga didominasi oleh laki-laki. Suwardi (2010) menyatakan bahwa lakilaki mempunyai kontrol dalam pengelolaan hutan (lebih dari 50 persen laki-laki sedangkan jumlah perempuan yang kontrol hanya 33.3 persen). Widiarti dan Hiyama (2007) menambahkan bahwa laki-laki mempunyai kontrol dalam rapatrapat atau pertemuan desa. Tamyis (2006) melengkapi data bahwa laki-laki juga mempunyai kontrol dalam mengadakan pelatihan dan menjadi panitia pelaksana pelatihan, pembukaan lahan hutan (semua laki-laki dan jumlah perempuan yang kontrol hanya 50 persen), pengetahuan baru dalam pengelolaan hutan (semua laki-

23 9 laki dan hanya 20 persen perempuan yang mempunyai kontrol), pemanfaatan pengetahuan baru oleh LMDH, pemenuhan kebutuhan dari PHBM (semua lakilaki dan 90 persen perempuan memiliki kontrol). Suwardi (2010) menunjukkan bahwa perempuan mempunyai kontrol dalam hal pengelolaan keuangan, pembelanjaan uang, dan mencari solusi saat terjadi masalah keuangan keluarga. Sedangkan Bahriyah (2006) mengemukakan bahwa perempuan pada strata yang lebih rendah (kepemilikan lahan yang lebih sempit) mendominasi kontrol dalam kegiatan produktif. Suwardi (2010) menyatakan bahwa kontrol yang dilakukan secara bersama-sama oleh laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga peserta PHBM antara lain masalah keuangan keluarga, urusan domestik keluarga (penentuan jumlah anak, pendidikan anak, pembelian alat rumah tangga, dan pemeliharaan kesehatan). Saruan (2000) menyatakan bahwa keikutsertaan dalam kelembagaan kemasyarakatan ditentukan secara bersama-sama. Begitu juga dengan memanfaatkan pendapatan dari kegiatan PHBM (Tamyis 2006). Sedangkan Bahriyah (2006) mengemukakan bahwa kontrol pada kegiatan produktif didominasi laki-laki dan kegiatan reproduktif dalam rumahtangga (tingkat dan pendidikan anak serta pembagian kerja) juga didominasi laki-laki. Pemaparan hasil penelitian-penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa perempuan mempunyai akses tetapi jarang diberikan kesempatan untuk mengontrol. Bahkan kegiatan reproduktif yang didominasi oleh perempuan, kontrol tetap didominasi oleh laki-laki. Tetapi dalam strata sosial yang lebih rendah, perempuan mempunyai kontrol yang lebih tinggi pada kegiatan produktif karena perempuan akan membantu suami mencari tambahan pendapatan sehingga perempuan juga berkontribusi dalam menghasilkan pendapatan keluarga. Sebaliknya dalam strata sosial yang lebih tinggi, perempuan mempunyai kontrol yang lebih rendah dalam kegiatan produktif karena kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah tangga juga kecil. Penelitian-penelitian terdahulu menggunakan teknik analisa gender untuk mengetahui peranan perempuan dalam PHBM, menganalisa pembagian kerja rumahtangga peserta PHBM, dan menganalisa profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dalam program PHBM. Teknik analisa gender pada PHBM akan menggambarkan kesetaraan gender pada setiap tahapan program dan berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam program. Muschett dalam Sutopo (2005) menjelaskan bahwa pembangunan kehutanan harus mempertimbangkan dimensi sosial budaya karena keberhasilan pembangunan kehutanan sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat sekitar hutan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan kehutanan. Selama ini program-program pembangunan kehutanan kurang memperhatikan kebutuhan perempuan sehingga perempuan menjadi kelompok yang termarginalkan. Pelibatan perempuan dalam pembangunan kehutanan sangat penting agar pembangunan kehutanan memberikan dampak yang setara bagi semua masyarakat sekitar hutan baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu kesetaraan gender menjadi salah satu indikator untuk menganalisa efektivitas PHBM dari dimensi sosial.

24 10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam PHBM Pemecahan masalah yang berhubungan dengan gender harus melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan pembagian kerja di masyarakat serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang terdapat di masyarakat. Meskipun faktor-faktor tersebut mungkin sulit untuk diubah, tetapi analisa terhadap faktor-faktor, berpengaruh terhadap cara pengambilan kesimpulan datadata penelitian. Selain itu pengkajian terhadap faktor-faktor berperan dalam mengkaji dampak, kesempatan, serta kendala-kendala dalam mewujudkan kesetaraan partisipasi dalam PHBM. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berhubungan dengan kemampuan dan kepemilikan sumberdaya oleh individu. Faktor eksternal berhubungan dengan kondisi dan kepemilikan sumberdaya rumahtangga mapun masyarakat. Tiga penelitian (Tamyis 2006, Saruan 2000, dan Hutauruk 1991) dari lima penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi profil aktivitas dan profil akses dan kontrol di dalam masyarakat. Faktor internal yang mempengaruhi pembagian kerja serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya antara lain tingkat pendidikan, umur, keikutsertaan pada program kehutanan, status kepemilikan sumberdaya, dan status pekerjaan. Tamyis (2006), Saruan (2000), dan Hutauruk (1991) mengemukakan bahwa keterlibatan dalam program pengelolaaan sumberdaya mempengaruhi profil aktivitas dan profil akses dan kontrol dalam masyarakat. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pembagian kerja serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya antara lain peraturan dalam PHBM, norma pembagian kerja, stereotype peranan laki-laki dan perempuan, luas penggarapan lahan, pengalaman perencanaan program, pemanfaatan modal sosial, kelembagaan, dukungan dari pemerintahan desa dan LSM, serta banyak anak dalam suatu keluarga. Hubungan Kesetaraan Gender dengan Efektivitas Pelaksanaan PHBM Berdasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007, PHBM merupakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi antar stakeholder untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal. Sistem PHBM ini dilaksanakan dengan jiwa bersama, berdaya, dan berbagi yang meliputi pemanfaatan lahan atau ruang, waktu, dan hasil pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, memperkuat, dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu sudah selayaknya jika sistem PHBM melibatkan semua pihak baik laki-laki maupun perempuan serta menguntungkan semua pihak sehingga tercipta keadilan, kesetaraan, dan kemandirian masyarakat desa hutan. Selain itu PHBM juga bermaksud untuk mewujudkan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif. Fitriyani, Fabian, dan Maryani (2011) juga mengungkapkan bahwa secara konseptual pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas harus melibatkan peran aktif semua pihak baik laki-laki maupun perempuan serta menyelaraskan program dengan berbagai aspek dan pihak terkait. Oleh karena itu pelibatan perempuan dalam PHBM akan sangat

25 11 menunjang keefektivan PHBM. Hal ini berkaitan dengan peran perempuan yang lebih dekat dengan alam sehingga akan menjaga kelesarian alam, berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan sumberdaya alam, serta berperan penting dalam proses pemeliharaan tanaman dan pasca panen. Pelibatan perempuan dalam program PHBM akan meningkatkan pendapatan keluarga karena istri juga mendapatkan upah. Selain itu pengolahan komoditas hutan dan kegiatan pasca panen akan lebih berjalan sehingga pendapatan menjadi optimal (aspek ekonomi akan lebih mudah dicapai). Selain itu perempuan mempunyai pandangan bahwa hutan berguna untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga sehingga akan selalu menjaga kelestarian hutan (dimensi ekologis akan lebih mudah tercapai). Berbeda dengan laki-laki yang memandang hutan untuk mencari nafkah sehingga cenderung mengekspoitasi hutan untuk mendapatkan pendapatan yang maksimal. Faktor Internal Profil aktivitas Dimensi Ekologi Faktor Eksternal Profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Efektivitas PHBM Bagan 1 Hubungan kesetaraan gender dengan efektivitas PHBM Faktor eksternal dan internal dari anggota LMDH mempengaruhi pembagian kerja dalam rumahtangga dan kesetaraan akses dan kontrol terhadap sumberdaya dalam LMDH. Pembagian kerja dalam rumahtangga juga akan mempengaruhi akses dan kontrol suami dan istri dalam rumahtangga peserta LMDH terhadap sumberdaya dalam PHBM. Kesetaraan akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya PHBM akan menjadi indikator untuk menganalisa efektivitas PHBM pada dimensi sosial. Hal ini mengindikasikan bahwa profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan mempengaruhi efektivitas PHBM pada dimensi sosial. Selain itu, perspektif gender juga akan digunakan untuk menganalisa efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi. Keberhasilan PHBM pada dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial akan mencerminkan efektivitas PHBM secara keseluruhan. PHBM dinilai berhasil jika masyarakat mengalami perubahan yang positif pada ketiga dimensi tersebut. Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Khususiyah dan Suyanto (2009) menjelaskan bahwa Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat

26 12 desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif. PHBM yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk pengelolaan sumberdaya hutan yang melibatkan masyakat. PHBM menghendaki adanya pembagian sebagian wewenang pengelolaan hutan dari Perhutani kepada masyarakat. Bentuk-bentuk PHBM diantaranya Hutan Kemasyarakatan dan Perhutanan sosial. Berdasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007, PHBM bertujuan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional. EFEKTIVITAS PHBM Dimensi Ekonomi Dimensi Ekologi Dimensi Sosial Bagan 2 Dimensi untuk mengukur efektivitas PHBM Selain itu di dalam PHBM juga terdapat kegiatan berbagi. Kegiatan berbagi ditujukan untuk meningkatkan nilai dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumberdaya hutan. Nilai dan proporsi berbagi ditetapkan oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa dengan pihak yang berkepentingan secara partisipatif. Efektivitas merupakan tingkat keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu efektivitas PHBM dapat ditentukan jika tujuan PHBM sudah diketahui. Hal ini mengindikasikan bahwa efektivitas PHBM dapat diukur dengan mengkaji keberlanjutan manfaat sumberdaya (ekonomi), keberlanjutan fungsi sumberdaya (ekologi), dan kesetaraan akses dan kontrol lakilaki dan perempuan terhadap sumberdaya PHBM (harus sensitif gender). Sedangkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan model kemitraan dalam PHBM dapat dilihat dari dimensi sosial (kesetaraan hubungan antar stakeholder). Muschett dalam Sutopo (2005) menjelaskan bahwa pembangunan kehutanan harus melibatkan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Berdasarkan dimensi ekonomi, tidak dapat dipungkiri bahwa kayu hutan mempunyai pasar yang sangat menggiurkan. Oleh karena itu pembangunan kehutanan harus menjamin pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Ekologi merupakan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu pembangunan kehutanan harus menjamin kelangsungan ekosistem, daya dukung lingkungan, dan keanekaragaman hayati. Selain kedua dimensi tersebut, pembangunan kehutanan juga harus mempertimbangkan dimensi sosial budaya karena keberhasilan pembangunan kehutanan sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat sekitar hutan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan kehutanan. Faktor sosial budaya tentunya juga tidak

27 terlepas dari kemitraan yang terjadi antara masyarakat dengan Perhutani sehingga tidak terjadi konflik dalam pengelolaan kehutanan. Penelitian Sutopo (2005) di KPH Ngawi menunjukkan bahwa PHBM berpengaruh positif terhadap perubahan kelestarian dan kesejahteraan masyarakat hutan. Sutopo (2005) menggunakan dua indikator untuk mengukur pengaruh PHBM terhadap kelestarian hutan, yaitu tingkat pencurian kayu dan perubahan lahan nonproduktif. Indikator untuk melihat pengaruh PHBM terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan perubahan harapan hidup. Pambudiarto (2007) mengungkapkan bahwa pengalaman perencanaan program, pemanfaatan modal sosial, kelembagaan, transparansi kepemimpinan, serta dukungan dari pemerintahan desa dan LSM dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan PHBM. Sedangkan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas PHBM dalam memanfaatkan sumberdaya adalah pelibatan aspiratif dan prakarsa pesanggem, peningkatan ekonomi pesanggem, dan jaringan koalisi dan komunikasi semua stakeholder. Di lain sisi penelitian Sutopo (2005) menunjukkan bahwa sumberdaya manusia, metode, dan kedekatan dengan lokasi berpengaruh nyata terhadap keberhasilan pelaksanaan PHBM di KPH Ngawi, KPH Saradan, dan KPH Lawu DS. Ada lima indikator yang menandakan keberhasilan pelaksanaan PHBM yaitu penurunan tingkat pencurian kayu, penurunan lahan nonproduktif, meningkatnya pendapatan, meningkatnya harapan hidup, dan meningkatnya tingkat pendidikan. Lynch dan Harwell (2002) menyebutkan bahwa kepemimpinan lokal mempengaruhi hubungan sosial yang terbentuk pada masyarakat tertentu. Kekuasaan kepemimpinan lokal berbasis keturunan (ascribed status) bukan berbasis keadilan maupun keahlian. Hubungan sosial dapat mempengaruhi konsep masyarakat mengenai siapa yang mempunyai hak dan siapa yang berpartisipasi dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan di masyarakat. Oleh karena itu kesetaraan gender dalam PHBM juga dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan lokal dalam masyarakat tersebut. 13

28 14 KERANGKA PEMIKIRAN Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat merupakan program pengelolaan hutan yang melibatkan partisipasi masyarakat secara penuh dalam setiap tahapan program. Khususiyah dan Suyanto (2009) menjelaskan bahwa PHBM adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan akomodatif. Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007 menyebutkan bahwa PHBM bertujuan untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model kemitraan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa analisa efektivitas PHBM dapat dilihat dari dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dan dimensi sosial. Dimensi ekonomi dapat dikaji berdasarkan perubahan tingkat pendapatan masyarakat dengan adanya program PHBM. Diversifikasi sumber pendapatan masyarakat juga dapat menjadi indikator efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi. Misalnya masyarakat menjadi akses terhadap peternakan, simpan pinjam, dan kegiatan PHBM lainnya. Perspektif gender pada dimensi ekonomi dapat dilakukan dengan menganalisa kesetaraan proporsi pendapatan antara suami dan istri terhadap pendapatan rumahtangga. Informasi mengenai perspektif gender pada dimensi ekonomi akan dijelaskan secara kualitatif. Dimensi ekologi dapat dikaji berdasarkan tingkat penjarahan hutan dan pemanfaatan lahan yang terjadi di hutan Desa Tlogohendro. Tingkat penjarahan hutan akan diukur dengan menggunakan indikator jumlah kasus penjarahan hutan dari tahun ke tahun. Penjarahan hutan meliputi kebakaran hutan, tanah longsor, pencurian kayu, penebangan liar, dan pembukaan hutan. Sedangkan pemanfaatan lahan akan diukur dengan mengkaji cara pemanfaatan lahan petakan sadapan dan lahan telantar oleh rumahtangga anggota LMDH. Dimensi sosial diukur melalui perbandingan akses dan kontrol laki-laki dan perempuan pada rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya dalam program PHBM. Kesetaraan akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan dipengaruhi oleh profil aktivitas laki-laki dan perempuan pada rumahtangga peserta LMDH. Oleh karena itu profil aktivitas juga akan dikaji untuk melihat pembagian kerja pada rumahtangga anggota LMDH. Profil aktivitas akan dikaji dengan membandingkan curahan waktu kerja suami dan istri pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan. Akses laki-laki dan perempuan pada lapisan sosial yang berbeda terhadap sumberdaya program PHBM, menimbulkan ketimpangan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Pembagian jumlah pohon pada rumahtangga anggota LMDH lapisan sosial yang lebih rendah lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga LMDH pada lapisan sosial yang lebih tinggi. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jumlah anggota keluarga pada rumahtangga dengan lapisan sosial yang lebih rendah lebih banyak, sehingga membutuhkan sumberdaya yang lebih

29 banyak dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga. Sedangkan akumulasi kepemilikan sumberdaya didominasi oleh rumahtangga dengan lapisan sosial yang lebih tinggi. Hal ini tentu saja menimbulkan kesenjangan sosial di dalam masyarakat. Jumlah pohon sadapan dan akumulasi kepemilikan terhadap sumberdaya akan mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan akses terhadap kegiatan simpan pinjam, penggemukan hewan ternak, dan kegiatan LMDH lainnya. Selain itu jumlah pohon sadapan dan akumulasi kepemilikan terhadap sumberdaya juga akan mempengaruhi pemanfaatan sumberdaya hutan baik kayu maupun nonkayu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akumulasi kepemilikan terhadap sumberdaya dan jumlah pohon sadapan akan mempengaruhi keragaman sumber pendapatan masyarakat dan meningkatkan tambahan pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat (dimensi ekonomi). Rumahtangga dengan akumulasi kepemilikan sumberdaya yang lebih besar akan lebih rendah kemungkinannya dalam menjarah hutan (dimensi ekologi). Kepemilikan terhadap sumberdaya juga akan menentukan pembagian kerja dalam rumahtangga serta akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya (dimensi sosial). Jadi dapat disimpulkan jumlah pohon sadapan dan akumulasi kepemilikan terhadap sumberdaya akan mempengaruhi efektivitas PHBM. Mekanisme pembagian jumlah pohon dan kepemilikan terhadap sumberdaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dibedakan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal berhubungan dengan kondisi dan kepemilikan sumberdaya rumahtangga maupun masyarakat. Faktor eksternal meliputi jumlah tenaga kerja produkif dalam rumahtangga, kesempatan kerja baik di bidang pertanian maupun nonpertanian, dan status sosial kepala keluarga. Faktor internal berhubungan dengan kemampuan dan kepemilikan sumberdaya oleh individu. Faktor internal meliputi jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan. 15

30 16 Faktor Internal 1.Tingkat pendidikan 2. Umur 3. Jenis Kelamin Dimensi Ekonomi 1. Perubahan tingkat pendapatan 2. Tingkat keragaman sumber pendapatan Lapisan Sosial 1. Kepemilikan sumberdaya 2. Jumlah pohon sadapan Dimensi Ekologi 1. Perubahan jumlah kasus penjarahan hutan 2. Perubahan tingkat pemanfaatan lahan Faktor Eksternal 1. Jumlah tenaga kerja produktif dalam keluarga. 2.Kesempatan kerja. Dimensi Sosial Tingkat kesetaraan akses dan kontrol terhadap sumberdaya Keterangan : : diuji secara kualitatif : diuji seara kuantitatif Bagan 3 Kerangka analisa gender dalam PHBM

31 17 HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH. 2. Ada hubungan antara umur dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH. 3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH. 4. Ada hubungan antara jumlah tenaga kerja produktif dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH. 5. Ada hubungan antara kesempatan kerja dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH. 6. Ada hubungan antara lapisan sosial dengan efektivitas PHBM : a) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan perubahan tingkat pendapatan. b) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan keragaman sumber pendapatan. c) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan perubahan jumlah kasus penjarahan hutan. d) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan pemaanfaatan lahan nonproduktif desa. e) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan kesetaraan profil aktivitas pada kegiatan produktif antara laki-laki dan perempuan. f) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan tingkat kesetaraan profil aktivitas pada kegiatan reproduktif antara laki-laki dan perempuan. g) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan tingkat kesetaraan profil aktivitas pada kegiatan sosial kemasyarakatan antara lakilaki dan perempuan. h) Ada hubungan antara lapisan sosial dengan tingkat kesetaraan profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dalam program PHBM.

32 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung. Tingkat pendidikan termasuk data ordinal. Tingkat pendidikan diukur dengan mengklasifikasikan pendidikan formal responden menjadi : a) Tinggi : tamat SD atau lebih. (diberi skor 2) b) Rendah : tidak sekolah-belum tamat SD. (diberi skor 1) 2. Jenis kelamin yaitu karakteristik biologis responden dari lahir yang bersifat permanen. Jenis kelamin merupakan data ordinal karena dalam penelitian ini laki-laki dan perempuan merupakan suatu tingkatan. Variasi nilai dari jenis kelamin yaitu : a) Perempuan (diberi skor 2) b) Laki-laki (diberi skor 1) 3. Umur yaitu lama responden hidup sejak dilahirkan hingga saat penelitian dilaksanakan. Penggolongan umur responden mengacu kepada sebaran umur responden di lapang. Umur responden dikategorikan menjadi : a) < 20 tahun b) tahun c) tahun d) 50 tahun 4. Jumlah tenaga kerja produktif adalah jumlah anggota keluarga yang berada pada usia kerja yaitu usia tahun (Rusli 2010). Ketentuan penggolongan jumlah tenaga kerja produktif disesuaikan dengan sebaran data yang diperoleh di lapang. Jumlah tenaga kerja produktif digolongkan menjadi : a) Banyak : 3. (diberi skor 2) b) Sedikit : 0-2. (diberi skor 1) 5. Kesempatan kerja menurut data sensus penduduk dapat dikaji dengan menggunakan data jumlah penduduk yang bekerja. Rusli (2010) mengemukakan bahwa kesempatan kerja, sama dengan tenaga kerja yang bekerja di daerah tertentu. Data kesempatan kerja akan diukur berdasarkan data kuesioner mengenai responden yang memiliki aktivitas yang membantu pemenuhan kebutuhan rumahtanga. Aktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini tidak terbatas pada kegiatan yang diupah tetapi juga kegiatan-kegiatan yang tidak diupah tetapi membantu pemenuhan kebutuhan rumahtangga. Data kesempatan kerja akan digolongkan menjadi : a) Banyak : > 3 sektor pekerjaan. (diberi skor 2) b) Sedikit : 0-3 sektor pekerjaan. (diberi skor 1) 6. Status sosial merupakan sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakat. 1 Status sosial responden akan diukur melalui akumulasi skor dari kepemilikan sumberdaya dan jumlah pohon. 1 Mengacu pada definisi status sosial menurut Ralph Linton dalam artikel Arti definisi/pengertian status sosial & kelas sosial - stratifikasi/diferensiasi dalam masyarakat yang dapat diakses di

33 19 Sumberdaya dalam penelitian ini meliputi keikutsertaan pada kelembagaan, penguasaan lahan, kepemilikan ternak, kondisi rumah, dan kepemilikan barang berharga. Data mengenai status sosial akan digolongkan menjadi : a) Tinggi : jika skor responden antara (diberi skor 2) b) Rendah : jika skor responden antara 5-7. (diberi skor 1) 7. Tingkat pendapatan yaitu penerimaan total rumahtangga berupa uang yang dihitung dari berbagai sumber pendapatan selama satu bulan (Rp/bulan). Pendapatan dirinci menjadi pendapatan dari sektor pertanian (PHBM maupun non PHBM) dan non pertanian. Tingkat pendapatan dinyatakan dalam interval yang disesuaikan dengan sebaran data pendapatan di lapangan. Semakin tinggi golongan pendapatan responden maka skor pada kuesioner semakin tinggi. Hal ini menujukkan bahwa PHBM semakin efektif. Data pendapatan responden akan digolongkan menjadi : a) Tinggi : jika pendapatan responden lebih dari (diberi skor 2) b) Rendah : jika pendapatan responden antara (diberi skor 1) 8. Diversifikasi sumber pendapatan yaitu tingkat keragaman sumber pendapatan responden saat penelitian dilaksanakan. Keragaman sumber pendapatan responden akan diukur melalui jenis sumber pendapatan responden dalam kegiatan PHBM yang berasal dari pertanian hutan, pertanian nonhutan, peternakan, dan nonpertanian. Ukuran mengenai keragaman sumber pendapatan disesuaikan dengan sebaran data yang diperoleh di lapang. Keragaman sumber pendapatan akan digolongkan menjadi : a) Tinggi : jika sumber pendapatan berasal dari lebih dari dua sektor. (diberi skor 2) b) Rendah : jika sumber pendapatan berasal dari 1-2 sektor. (diberi skor 1) 9. Efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi akan diukur dengan cara mengakumulasikan skor pada variabel diversifikasi sumber pendapatan dan tingkat pendapatan. Efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi akan digolongkan menjadi : a) Tinggi : jika skor responden antara 3-4. b) Rendah : jika skor responden Tingkat penjarahan hutan akan dianalisis dengan cara membandingkan informasi dari Ketua LMDH dan mandor PHBM mengenai kasus penjarahan hutan (pencurian kayu, tanah longsor, pembukaan hutan, kebakaran hutan, dan penebangan liar) dari tahun ke tahun serta perubahan jumlah pohon dari tahun ke tahun. Informasi tersebut akan dicek dengan menggunakan data dari anggota LMDH melalui pertanyaan kuesioner sehingga dapat dibandingkan antara data sekunder dengan kondisi di lapang. Tingkat penjarahan hutan akan dianalisa melalui persentase kejadian penjarahan hutan dari tahun ke tahun dan deskripsi kualitatif berdasarkan informasi dari anggota LMDH dan informan. Data mengenai tingkat penjarahan hutan akan dikompositkan dengan data tingkat pemanfaatan lahan untuk mengukur efektivitas PHBM dari dimensi ekologi.

34 Tingkat pemanfaatan lahan akan dikaji dengan menganalisa informasi dari Ketua LMDH dan mandor PHBM mengenai data pemanfaatan lahan di daerah tersebut dari tahun ke tahun. Informasi tersebut akan dicek menggunakan data kuesioner dari anggota LMDH mengenai pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh rumahtangga anggota LMDH di petakan sadapan. Analisa data mengenai pemanfaatan lahan dilakukan dengan menghitung persentase rumahtangga anggota LMDH yang memanfaatkan lahan, dan deskripsi kualitatif berdasarkan informasi dari informan dan anggota LMDH mengenai keragaman cara pemanfaatan lahan. 12. Efektivitas PHBM dari dimensi ekologi akan digolongkan menjadi : a) Tinggi : jika skor responden antara (diberi skor 2) b) Rendah : jika skor responden antara 6-9.(diberi skor 1) 13. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya yaitu keikutsertaan responden dalam memanfaatkan sumberdaya serta pengambilan keputusan mengenai sumberdaya yang digunakan responden. Sumberdaya yang akan diukur meliputi simpan pinjam, ternak, pemasaran pertanian, pemasaran peternakan, LMDH, bibit pohon, getah pinus, rumput gajah, dan petakan sadapan. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan diukur dengan cara menghitung skor responden pada masing-masing sumberdaya. Penentuan skor responden pada masing-masing sumberdaya adalah sebagai berikut : i. Simpan pinjam Akses ii. : jika responden menjawab ya pada minimal satu pernyataan dari dua pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak akses : jika responden menjawab tidak pada dua pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) Kontrol Tidak kontrol Ternak Akses Tidak akses Kontrol Tidak kontrol : jika responden menjawab ya pada minimal satu pernyataan dari dua pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1) : jika responden menjawab tidak, pada dua pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0) : jika responden menjawab ya sebanyak lebih dari tiga kali pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) : jika responden menjawab ya sebanyak 0-3 kali pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) : jika responden menjawab ya sebanyak lebih dari tiga kali pada penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1) : jika responden menjawab ya sebanyak 0-3 kali pada pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

35 21 iii. iv. Pemasaran pertanian Akses : jika responden menjawab ya pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak akses : jika responden menjawab tidak pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) Kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak 2-3 kali pada penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak 0-1 kali pada pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0) Pemasaran peternakan Akses : jika responden menjawab ya pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak akses : jika responden menjawab tidak pada pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) Kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak 2-3 kali pada penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak kontrol : jika responden menjawab ya sebanyak 0-1 kali pada pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0) v. LMDH Akses vi. Tidak akses Kontrol Tidak kontrol Bibit pohon Akses Tidak akses Kontrol Tidak kontrol : jika responden menjawab ya pada salah satu pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) : jika responden menjawab tidak pada semua pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) : jika responden menjawab ya pada semua penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1) : jika responden menjawab ya hanya pada salah satu pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0) : jika responden menjawab ya pada salah satu pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) : jika responden menjawab tidak pada semua pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) : jika responden menjawab ya pada salah satu penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1) : jika responden menjawab tidak pada semua pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0)

36 22 vii. viii. ix. Getah pinus Akses : jika responden menyadap atau membantu menyadap getah pinus. (diberi skor 1) Tidak akses : jika responden tidak pernah menyadap atau membantu menyadap getah pinus. (diberi skor 0) Kontrol : jika responden mengatur pemanfaatan uang hasil Tidak kontrol Rumput Gajah Akses Tidak akses Kontrol penjualan getah pinus. (diberi skor 1) : jika responden tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan uang hasil penjualan getah pinus. (diberi skor 0) : jika responden melakukan aktivitas mencari rumput untuk pakan ternak. (diberi skor 1) : jika responden tidak pernah mencari rumput untuk pakan ternak. (diberi skor 0) : jika responden menjawab ya pada 2-3 penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1) Tidak kontrol : jika responden menjawab ya hanya pada 0-1 pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0) Petakan sadapan Akses Tidak akses Kontrol Tidak kontrol : jika responden menjawab ya pada 2-3 pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 1) : jika responden menjawab ya pada 0-1 pernyataan mengenai akses pada kuesioner. (diberi skor 0) : jika responden menjawab ya pada salah satu penyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 1) : jika responden menjawab tidak pada semua pernyataan mengenai kontrol pada kuesioner. (diberi skor 0) Tingkat akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan diukur dengan mengakumulasikan skor responden dari kesembilan sumberdaya dalam LMDH tersebut. Profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan digolongkan menjadi setara dan tidak setara. Akses dan kontrol setara jika suami dan istri pada rumahtangga anggota LMDH mempunyai akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Selain itu akses dan kontrol responden terhadap sumberdaya dikelompokkan menjadi : a) Tinggi : jika skor responden antara 5-9. b) Rendah : jika skor responden antara Profil aktivitas yaitu daftar aktivitas responden selama satu hari penuh dan pembagian kerja dalam rumahtangga. Profil aktivitas diukur dengan menghitung curahan waktu responden pada kegiatan produktif 2, 2 Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Tobing, et al dalam Bahriyah 2006).

37 23 reproduktif 3, dan sosial kemasyarakatan 4 dengan satuan jam per bulan. Tingkat kesetaraan profil aktivitas akan dilihat dari perbandingan curahan waktu antara kepala keluarga laki-laki dan kepala keluarga perempuan pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan. 15. Efektivitas PHBM dari dimensi sosial akan diukur dengan cara mengakumulasikan skor responden pada variabel profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Efektivitas PHBM dari dimensi sosial akan digolongkan menjadi : a) Tinggi : jika skor responden (diberi skor 2) b) Rendah : jika skor reponden 0-9. (diberi skor 1) 16. Efektivitas PHBM akan diukur dengan cara mengakumulasikan skor efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial. Efektivitas PHBM akan digolongkan menjadi : a) Tinggi : jika skor responden 5-6. b) Rendah : jika skor reponden Kegiatan reproduktif yaitu pekerjaan demi menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti melahirkan dan mengasuh anak, serta pekerjaan rumah tangga (Tobing, et al dalam Bahriyah 2006). 4 Kegiatan yang ditujukan untuk membantu kesejahteraan dan kepentingan bersama anggota masyarakat (Mitchell et.al. dalam Tamyis 2006)

38 24 PENDEKATAN LAPANG Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Tlogohendro, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah (Lampiran 2). Luas lahan di Desa Tlogohendro adalah hektar. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja). Lokasi tersebut dipilih dengan alasan 426,1 hektar lahan di daerah tersebut atau 29,39 persen berupa hutan rakyat. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Tlogo Mulyo mempunyai wilayah kelola berupa hutan produksi 215 ha dan hutan lindung 437 ha yang masuk dalam wilayah RPH Gumelem KPH Pekalongan Timur. Kegiatan yang dilakukan oleh LMDH meliputi kerjasama penyadapan getah pohon pinus, pengusahaan rumput gajah untuk makanan ternak, program kambing bergulir, dan kerja sama penanaman dan tebangan. 5 Sumberdaya hutan menjadi tumpuan utama perekonomian masyarakat, terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Potensi desa di bidang sumberdaya hutan yang belum dimanfaatkan secara optimal menjadi alasan pemilihan lokasi. Selain itu masih jarangnya penelitian yang menjadikan LMDH Tlogo Mulyo sebagai subyek penelitian juga mejadi alasan pemillihan lokasi. LMDH Tlogo Mulyo dipilih menjadi subyek penelitian karena satu lokasi dengan tempat kuliah kerja profesi peneliti. Kuliah kerja profesi yang mengharuskan mahasiswa untuk menginap di lokasi selama tujuh minggu mempermudah observasi lapang, pengenalan lokasi, pemetaan sosial, serta pendekatan antara peneliti dengan masyarakat untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap peneliti. Hal ini akan meningkatkan keakuratan data dan kedalaman informasi yang diperoleh dalam penelitian. Penelitian dilaksanakan antara bulan Mei hingga Januari dengan pembagian waktu dan kegiatan seperti pada lampiran 1. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Teknik Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi: 1. Data sekunder, meliputi Data Potensi Desa, RPJMDes, Profil Desa Hutan 2012, profil PHBM Tlogohendro 2012, profil Lembaga Masyarakat Desa Hutan Tlogo Mulyo, dan data pembagian petak lahan hutan. 2. Data primer, yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan responden dan informan serta penyebaran kuesioner. Data primer meliputi profil pembagian tugas pada masyarakat sekitar hutan, perbedaan akses dan kontrol suami dan istri pada sumberdaya PHBM, faktor-faktor yang mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya (pembagian petak lahan hutan, modal, ternak, pemasaran pertanian dan peternakan, bibit 5 Mengacu pada artikel Profil LMDH Tlogo Mulyo oleh Gardu Tani pada tanggal 16 Juli Dapat diakses di

39 25 pohon, rumput gajah, penyadapan getah pohon pinus), dan efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dan dimensi sosial. Pemilihan responden diawali dengan penentuan kerangka percontohan (sampling frame) yaitu seluruh rumahtangga peserta LMDH di Desa Tlogohendro, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Penentuan kerangka percontohan dilakukan dengan mengacu pada daftar anggota LMDH pada profil LMDH Tlogo Mulyo. Kemudian data responden dipilah berdasarkan jumlah pohon yang disadap oleh anggota tani sadap. Pembagian responden berdasarkan jumlah pohon sadapan dilakukan dengan alasan perbedaan jumlah pohon yang disadap akan menggambarkan perbedaan status sosial yang nantinya akan mempengaruhi pembagian kerja dalam rumahtangga sehingga kesetaraan akses dan kontrol terhadap sumberdaya juga akan berbeda. Ketentuan batasan jumlah pohon pada masing-masing lapisan mengacu pada sebaran jumlah pohon anggota tani sadap yang terdapat pada daftar anggota LMDH. Setelah jumlah responden pada masing-masing lapisan diketahui, dilakukan perhitungan jumlah sampel pada masing-masing lapisan dengan proporsi yang sama. Cara perhitungan sampel pada masing-masing lapisan adalah : Setelah jumlah sampel pada masing-masing lapisan diketahui, langkah selanjutnya yaitu dilakukan pemilihan sampel secara random dengan menggunakan Microsoft Office Excel Nama anggota LMDH yang terpilih akan menjadi responden penelitian. Teknik pengambilan sampel dapat dilihat pada bagan berikut ini. Cross check daftar anggota LMDH Penggolongan anggota LMDH berdasarkan jumlah pohon Pemilihan responden secara acak dengan menggunakan Microsoft Office Exceel 2007 Penghitungan jumlah sampel setiap lapisan secara proporsional Bagan 4 Teknik pengambilan sampel Tetapi setelah pengolahan data, ternyata data yang diperoleh tidak signifikan sehingga dilakukan reorganisasi sampel penelitian. Pembagian lapisan responden tidak hanya berdasarkan jumlah pohon tetapi berdasarkan akumulasi skor kepemilikan sumberdaya yaitu jumlah pohon sadapan, kepemilikan ternak,

40 26 keikutsertaan dalam kelembagaan, kepemilikan lahan, kepemilikan barang berharga, dan kondisi rumah. Rumahtangga anggota LMDH Lapisan sosial atas Lapisan sosial bawah Diambil 10 sampel Diambil 20 sampel Bagan 5 Teknik pengambilan sampel setaelah direorganisasi Responden berdasarkan jumlah pohon sadapan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu dengan skor 1, dengan skor 2, dan lebih dari 500 pohon sadapan dengan skor 3. Pemberian skor pada kepemilikan ternak dan keikutsertaan dalam kelembagaan sama dengan ketentuan pada definisi operasional. Skor responden pada ketiga variabel tersebut akan diakumulasikan. Responden dengan skor 3-5 termasuk lapisan bawah, sedangkan responden dengan skor 6-9 akan menjadi lapisan atas. Berdasarkan hasil reorganisasi sampel, jumlah sampel pada lapisan atas adalah 10 rumahtangga dan sampel pada lapisan bawah sebanyak 20 rumahtangga. Responden dipilih dengan teknik pengambilan sampel stratifikasi sederhana (stratified random sampling) dengan jumlah sampel pada masingmasing lapisan diambil dengan proporsi yang sama. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 rumahtangga dari 113 rumahtangga peserta LMDH. Artinya dari populasi akan diambil sampel berjumlah 30 suami dan 30 istri untuk melihat kesetaraan akses dan kontrol dalam rumahtangga peserta LMDH. Responden dan informan diwawancarai sesuai dengan daftar pertanyaan dan kuesioner yang telah disusun. Informan dalam penelitian ini yaitu Ketua LMDH, Sekretaris LMDH, Mandor PHBM Perhutani, dan Pelindung LMDH (Kepala Desa). Teknik Pengolahan dan Analisa Data Unit penelitian dalam penelitian ini yaitu rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo di Desa Tlogohendro, sedangkan unit analisisnya adalah individu dan rumahtangga. Data dalam penelitian ini meliputi data nominal dan data ordinal. Analisis data meliputi: 1. Analisa Harvard untuk menguji kesetaraan gender dalam program PHBM dengan menganalisis profil aktivitas, profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dalam program PHBM, serta faktor-faktor yang mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya. 2. Tabulasi silang untuk menguji hubungan antara lapisan sosial dengan efektivitas PHBM, hubungan antara kesetaran gender dengan efektivitas PHBM serta hubungan antara faktor eksternal (kesempatan kerja dan jumlah anggota rumahtangga produktif) dan internal (umur dan tingkat pendidikan) dengan lapisan sosial.

41 3. Analisa data sekunder dan wawancara mendalam untuk menganalisa efektivitas PHBM pada dimensi ekologi. Informan meliputi mandor PHBM, Ketua LMDH, Kepala Desa, dan Sekretaris LMDH. Wawancara mendalam dengan responden bertujuan untuk melakukan pengecekan ulang antara informasi dari kaum elit dengan fakta yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan dengan perubahan kondisi hutan sebelum dan sesudah diterapkannya PHBM. Data diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excel Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten. 27

42 28 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi dan Kependudukan Berdasarkan data Potensi Desa pada tahun 2010, Desa Tlogohendro merupakan desa yang berada di sekitar hutan dengan ketinggian meter di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata per tahun berkisar diantara mm dan suhu udara berkisar antara 18-25ºC 6. Desa Tlogohendro berbatasan langsung dengan beberapa desa dan hutan negara. Batas wilayah Desa Tlogohendro di sebelah utara yaitu Desa Tombo, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gumelem, sebelah barat berbatasan dengan Desa Yosorejo, dan di sebelah timur berbatasan dengan Hutan Negara. Dari segi orbitasi, Desa Tlogohendro berada pada jarak tujuh kilometer dari pusat pemerintahan kecamatan. Tetapi kondisi jalan berbatu yang rusak dan berliku-liku menyebabkan akses kendaraan ke pusat kecamatan sulit dan menghabiskan waktu lama. Satu-satunya kendaraan umum yang tersedia yaitu doplak (mobil terbuka). Waktu beroperasi kendaraan ini juga sangat terbatas yaitu berangkat pukul WIB dan kembali ke Tlogohendro pada pukul Selain waktu-waktu tersebut masyarakat harus menggunakan sepeda motor jika ingin turun ke pasar atau ke beberapa daerah di bawah kecamatan. Secara administratif, Desa Tlogohendro terbagi menjadi tujuh pedukuhan, yaitu Dukuh Gondang I, Gondang II, Mangunan, Rejosari, Tlogo, Glidigan, dan Klindon sesuai dengan sketsa desa pada lampiran 2. Secara keseluruhan desa ini terbagi lagi menjadi 17 RT dan 7 RW. Selain itu Desa Tlogohendro juga mempunyai wilayah pangkuan hutan berupa hutan negara seluas 915,90 Ha yang terdiri dari Hutan Lindung Terbatas (HLT) seluas 380 Ha, hutan produksi (hutan tegalan pohon pinus) seluas 416,7 Ha, dan hutan tidak produktif sebesar 119,2 Ha. Hutan negara di Desa Tlogohendro termasuk ke dalam wilayah RPH Gumelem, BKPH Doro, dan KPH Pekalongan Timur. Pemanfaatan lahan Desa Tlogohendro sangat beragam, yaitu untuk pertanian seluas 357 Ha dengan rincian untuk tanaman jagung seluas 250 Ha, kentang 15 Ha, Bawang daun 10 Ha, sayur mayur lainnya 10 Ha, dan hutan rakyat 72 Ha. Sedangkan untuk bidang peternakan ternak sapi sejumlah 850 ekor, kambing 745 ekor, dan ayam ekor. Berikut ini rincian tata guna lahan di Desa Tlogohendro. 6 Data potensi desa mengenai curah hujan tersebut diragukan dengan perbandingan curah hujan di Bogor >3000 mm per tahun. Data mengenai suhu udara juga diragukan dengan perbandingan suhu udara Jakarta adalah 30ºC.

43 Tabel 1 Luas wilayah Desa Tlogohendro berdasarkan tata guna lahan pada tahun 2012 Keterangan Luas ( Ha ) Presentase (%) Pemukiman 19 0,87 Tegal/Ladang ,07 Perkantoran ,39 Lapangan 2 0,1 Hutan Lindung 370,3 16 Hutan Produksi 426,1 19,57 Total 2.177,4 100 Sumber: Data Potensi Desa, 2010 Dari segi kependudukan, Desa Tlogohendro mempunyai penduduk jiwa, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dan tergabung ke dalam 523 keluarga. Penduduk Tlogohendro didominasi oleh penduduk dengan usia tahun. Berikut ini adalah rincian jumlah penduduk Tlogohendro berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tabel 2 Jumlah penduduk Tlogohendro berdasarkan usia dan jenis kelamin pada tahun 2012 Kelompok usia Jumlah (%) Laki-laki Perempuan Total (14,67) 137 (11,82) 309 (13,25) (12,87) 114 (9,84) 265 (11,36) (13,38) 171 (14,75) 328 (14,07) (22) 280 (24,16) 538 (23,07) (23,61) 293 (25,28) 570 (24,44) 45 ke atas 158 (13, (14,15) 322 (13,81) Total (100) (100) (100) Sumber: Data Potensi Desa, 2010 Dari segi keagamaan, penduduk Tlogohendro beragama Islam. Fasilitas keagamaan juga sudah sangat memadai dengan tiga buah masjid dan enam buah mushola. Dari segi pendidikan, mayoritas penduduk sudah tamat SD. Sedangkan untuk fasilitas pendidikan, Desa Tlogohendro mempunyai satu buah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), tiga buah SD, dan satu buah SLTP. Mayoritas penduduk Desa Tlogohendro menempuh pendidikan hingga sekolah dasar. Berdasarkan data potensi Desa Tlogohendro pada tahun 2012, data mengenai tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat pada tabel berikut ini Data mengenai pemanfaatan lahan untuk perkantoran diragukan karena di Desa Tlogohendro mayoritas adalah hutan pinus. Bangunan kantor gedung hanya untuk balai desa dan sekolah.

44 30 Tabel 3 Jumlah penduduk Desa Tlogohendro berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2012 Tingkat pendidikan Jumlah (%) Laki-laki Perempuan Total Buta Huruf 5 (0,60) 7 (1,28) 12 (0,87) Masih SD 180 (21,56) 201 (36,75) 381 (27,57) Tidak tamat SD 10 (1,20) 11 (2,01) 21 (1,52) Tamat SD 565 (67,66) 278 (50,82) 843 (61) SMP 51 (6,11) 41 (7,50) 92 (6,66) SMA 23 (2,75) 8 (1,46) 31 (2,24) D1 0 (0) 0 (0) 0 (0) D2 1 (0,12) 1 (0,18) 2 (0,14) D3/S1/S2/S3 0 (0) 0 (0) 0 (0) Total 835 (100) 547 (100) (100) Sumber: Data Potensi Desa, 2010 Mayoritas anak perempuan di Desa Tlogohendro langsung menikah setelah menyelesaikan pendidikan SMP atau SMA. Sedangkan untuk anak lakilaki lebih suka merantau daripada bertahan untuk membangun desa. Hal ini juga didorong oleh perekonomian keluarga yang sulit serta jumlah lapangan kerja di desa yang sangat sedikit. Oleh karena itu jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi jumlahnya masih sangat terbatas. Hal ini juga mempengaruhi tingkat SDM dari pemuda yang nantinya akan membangun desa. Sumberdaya manusia yang masih terbatas menyebabkan kelembagaan sulit berkembang untuk meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak terkait Kondisi Sosial Ekonomi Komoditas pertanian utama di desa ini yaitu selong (bawang daun), kentang (mayoritas di dukuh Mangunan), dan jagung. Beras jagung merupakan bahan makanan pokok masyarakat Tlogohendro. Oleh karena itu sebagian besar jagung dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan selebihnya baru dijual. Proses penggilingan jagung menjadi beras dilakukan dengan mesin penggiling padi. Tempat penggilingan padi di Tlogohendro ada enam buah yang dimiliki secara swadaya oleh masyarakat. Dedak jagung sisa penggilingan serta daun jagung yang masih muda dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sedangkan kotoran ternak digunakan untuk pupuk kompos. Setiap keluarga di Desa Tlogohendro mempunyai ladang dan ternak sapi. Selain itu masyarakat juga ada yang menjadi anggota sadap pinus Perhutani. Hasil sadapan disetor ke Perhutani dua kali dalam satu bulan. Setiap satu kilogram getah pinus dibeli dengan harga Rp 2.600,00. Beberapa masyarakat bahkan ada yang merantau ke perkebunan tebu di Palembang sambil menunggu masa panen jagung. Hal ini menunjukkan bahwa pola nafkah masyarakat sudah beragam dan tidak hanya bergantung dengan satu sumber pendapatan meskipun tetap bertumpu pada sektor pertanian. Berikut ini adalah data jumlah penduduk Tlogohendro berdasarkan mata pencaharian pada tahun 2012.

45 Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Tlogohendro berdasarkan mata pencaharian pada tahun 2012 Jenis mata pencaharian Jumlah (%) Buruh Tani 80 (5,78) PNS 3 (0,22) Pensiunan - Pedagang 18 (1,30) Petani (88,09) Buruh non tani 40 (2,88) Jasa 5 (0,36) Swasta 19 (1,37) Lainnya - Total 1385 (100) Sumber : Data Potensi Desa, 2010 Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian dengan responden rumahtangga anggota LMDH meliputi penduduk dengan mata pencaharian petani dan buruh tani. Hal ini mengindikasikan bahwa penelitian ini melibatkan 93,88 persen penduduk Desa Tlogohendro. Kondisi fasilitas kesehatan di Desa Tlogohendro sudah cukup memadai dengan adanya dua bidan desa. Pembagian wilayah kerja bidan desa yaitu satu bidan bertanggungjawab atas Dukuh Tlogo, Mangunan, dan Rejosari serta satu bidan lagi menangani Dukuh Gondang I, Gondang II, Klindon, dan Glidigan. Tetapi terbatasnya jumlah kader kesehatan terkadang membuat bidan desa kewalahan dalam melayani masyarakat terutama ketika posyandu. Sifat kekeluargaan masyarakat Tlogohendro masih sangat tinggi karena mayoritas penduduk masih ada hubungan darah. Hal ini menjadi salah satu potensi desa yang sangat besar karena tingkat kepercayaan antar masyarakat tinggi sehingga modal sosial masyarakat juga kuat. Selain itu nilai-nilai kebersamaan juga masih terasa kental di berbagai aktivitas masyarakat. Ketika ada yang hajatan maka masyarakat akan saling membantu. Selain itu pembagian petak lahan sadapan pinus juga dilakukan secara berkelompok bukan perorangan. Begitu juga aktivitas penyadapan dan penyetoran hasil sadapan juga dilakukan secara berkelompok. Sistem bagi hasil dilakukan dengan membagi hasil penjualan getah pinus secara merata. Masyarakat juga masih memiliki beberapa kearifan lokal yang mengandung potensi wisata. Salah satunya yaitu kebiasaan larung kepala kerbau di Tlogo Mangunan setiap tiga tahun sekali dan larung sesaji setiap tahun yang keduanya dilaksanakan pada bulan Suro. Acara ini dihadiri oleh berbagai masyarakat Tlogohendro dan masyarakat luar kota. Masyarakat meyakini bahwa air tlogo mampu menyuburkan lahan. Sebelum memasuki area Tlogo Mangunan, juru kunci akan menanyakan permohonan pengunjung yang nantinya akan dibaca pada ritual penyembahan dengan menggunakan dupa. 31

46 32 PROFIL LMDH TLOGO MULYO Sejarah Berdiri LMDH Tlogo Mulyo merupakan lembaga masyarakat desa hutan yang berada di Desa Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. LMDH Tlogomulyo termasuk ke dalam RPH Gumelem, BKPH Doro, dan KPH Pekalongan Timur. LMDH Tlogomulyo dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak Perhutani dengan masyarakat Desa Tlogohendro. Berbeda dengan lembaga lain di desa, LMDH merupakan kelembagaaan yang mempunyai kekuatan hukum karena disahkan dengan akta notaris dan dibentuk secara langsung melalui SK. Gubernur. Hal ini mengindikasikan bahwa kelembagaan ini tidak dapat dibubarkan tanpa persetujuan dari gubernur. LMDH Tlogo Mulyo didirikan pada tanggal 8 Januari 2003 yang diaktanotariskan pada tanggal 8 Januari 2004 dengan nomor akta C.94.HT.0301.TH Proses pendirian lembaga ini diawali dari inisiatif salah satu warga yang menginginkan optimalisasi pemanfaatan getah pinus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perbandingan pemanfaatan getah pinus dengan daerah lain melahirkan keinginan untuk melakukan hal yang serupa di Desa Tlogohendro. Setelah mengajukan aspirasi tersebut ke Perhutani (RPH), akhirnya Perhutani memberikan alat sadap dan pelatihan cara menyadap getah pinus. Selain itu Perhutani juga menyarankan pembentukan wadah bagi anggota tani sadap, yang selanjutnya disebut LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Tlogo Mulyo. LMDH sebenarnya merupakan lembaga yang dapat membantu pemanfaatan potensi desa secara optimal melalui pengembangan jejaring. Tidak hanya terbatas dengan Perhutani, LMDH juga dapat menjadi jembatan antara masyarakat dengan berbagai instansi seperti Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan, Dinas Peternakan, Dinas Pariwisata, Dinas Kesehatan, dan dinas-dinas lainnya yang berkaitan dengan potensi desa. Tetapi hingga saat ini, LMDH Tlogo Mulyo masih terfokus pada kegiatan sadap getah pinus sehingga belum bergerak ke arah pengembangan potensi desa pada berbagai bidang seperti peternakan, pariwisata, pertanian, pendidikan, dan kesehatan. Struktur Kepengurusan LMDH Tlogo Mulyo beranggotakan masyarakat sekitar hutan yang ingin, mampu, dan mempunyai waktu untuk menyadap getah pinus. Hingga saat ini LMDH Tlogo Mulyo beranggotakan 113 kepala keluarga. Kegiatan utama lembaga yang terfokus pada kegiatan sadap getah pinus menyebabkan anggota LMDH hanya berjenis kelamin laki-laki saja. Hal ini berkaitan dengan kegiatan sadap getah pinus yang membutuhkan tenaga besar dan keterampilan yang tinggi. Selain itu, perempuan tidak pernah dilibatkan dalam pelatihan-pelatihan cara menyadap getah pinus yang diadakan oleh Perhutani. Pelatihan rutin diadakan setiap tiga bulan sekali oleh KPH kepada pengurus LMDH. Kemudian pengurus LMDH akan menyebarluaskan ilmu yang diperoleh dari pelatihan kepada semua anggota LMDH.

47 Pergantian anggota LMDH baik pengurangan maupun penambahan anggota tergantung dari luas petakan yang masih tersedia. Hal ini berhubungan dengan aktivitas LMDH yang masih terbatas pada kegiatan sadap getah pinus sehingga jumlah anggota LMDH menyesuaikan dengan jumlah petakan yang tersedia. Masyarakat sudah menyadap pinus sejak sebelum pembentukan LMDH. Tetapi kegiatan sadap kurang terarah dan tidak ada jaminan pemasaran getah. Selain itu tempat penyetoran getah juga jauh yaitu di Mudal (dekat Kecamatan Petungkriyono) yang berjarak 7 km dari Tlogohendro dengan waktu tempuh dua jam dengan berjalan kaki karena belum ada sepeda motor ataupun angkutan lain. Birokrasi dalam LMDH belum terlalu kompleks, karena sifat kekeluargaan masyarakat Tlogohendro masih kental sehingga peraturan lebih bersifat informal. Bahkan pergantian anggota tani sadap yang mengerjakan petakan dapat dilakukan hanya melalui persetujuan ketua LMDH. Anggota tani sadap dapat pergi ke Palembang asalkan ada anggota LMDH lain yang bersedia menggantikannya untuk menyadap di petakan tersebut untuk sementara waktu. LMDH memberikan jangka waktu selama satu tahun. Jika setelah satu tahun anggota tani sadap yang ke luar daerah belum kembali maka secara otomatis akan dikeluarkan dari keanggotaan LMDH. Anggota yang sudah dikeluarkan dapat menjadi anggota LMDH kembali setelah menandatangani surat pernyataan dan memang masih ada petakan yang kosong. Sedangkan bagi anggota LMDH yang meninggal dunia, petakan sadapan akan diberikan kepada anggota sadap lainnya yang masih berada di bawah target sadapan. Perhutani memberlakukan standard minimum hasil sadapan yang disesuaikan dengan jumlah pohon yang masih aktif. Setiap tiga bulan sekali, hasil sadapan akan dimonitoring untuk melihat pencapaian target jangka pendek. Kemudian setiap satu tahun sekali, RPH, BKPH, dan KPH akan melakukan evaluasi bersama-sama dengan LMDH untuk mengetahui pencapaian target, permasalahan yang dihadapi, serta evaluasi efektivitas pelaksanaan PHBM di LMDH Tlogomulyo. Pembentukan LMDH menjadi wadah bagi anggota tani sadap serta berperan sebagai fasilitator antara masyarakat dengan Perhutani. Salah satu peran Perhutani yaitu sebagai mitra anggota tani sadap dalam penjualan getah pinus serta membantu masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara optimal. Hal ini mengindikasikan bahwa Perhutani dapat menjadi penghubung antara masyarakat dengan berbagai instansi yang berhubungan dengan optimalisasi pemanfaatan potensi desa. Kelembagaan tidak akan terlepas dari visi dan misi yang akan menentukan arah gerak suatu kelembagaan. LMDH sebagai suatu kelembagaan resmi dan berbadan hukum juga mempunyai visi dan misi. Visi LMDH Tlogo Mulyo yaitu Menumbuhkan kesadaran masyarakat sekitar hutan dengan semangat dalam menjalankan kegiatan. Sedangkan misi LMDH yaitu Menyatukan dan memajukan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Selain visi dan misi, LMDH Tlogo Mulyo juga mempunyai beberapa tujuan yaitu: 1. Dengan terbentuknya LMDH Tlogo Mulyo diharapkan mampu menjadi wadah kegiatan masyarakat desa sekitar hutan. 2. Dengan terbentuknya LMDH Tlogo Mulyo yang berperan sebagai organisasi mitra kerja Perhutani diharapkan mampu menerima dan menyalurkan aspirasi 33

48 34 masyarakat desa hutan yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. 3. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa hutan khususnya anggota tani sadap kepada pihak-pihak yang berkompeten. Pengurus LMDH dipilih melalui rapat anggota. Mulai dari awal berdiri hingga saat penelitian dilaksanakan, pengurus LMDH belum mengalami pergantian. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pemuda yang bekerja ke Palembang sehingga sumberdaya manusia semakin terbatas. Struktur kepengurusan LMDH Tlogo Mulyo dapat dilihat pada bagan berikut ini. Penanggung jawab Kades (Kaslam) Ketua Tasbin Sekretaris Ruslani Bendahara Bugel Pokja tanaman Pokja sadapan Pokja keamanan Bagan 6 Struktur kepengurusan LMDH Tlogo Mulyo Berdasarkan struktur kepengurusan tersebut, ketua langsung membawahi semua pokja. Masing-masing pokja mempunyai ketua dan membawahi beberapa anggota. Ketua pokja langsung bertanggungjawab kepada ketua LMDH. Kemudian ketua bertanggungjawab terhadap kepala desa. Struktur tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan kepala desa. Tetapi berdasarkan fakta di lapang, ternyata sekretaris mempunyai kekuasaan yang lebih dibandingkan dengan ketua. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan sekretaris yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ketua sehingga sekretaris lebih tanggap terhadap berbagai permasalahan yang terjadi dan mampu berpikir lebih sistematis. Ketua berperan sebagai penghubung antara pengurus dan anggota dengan pihak Perhutani. Sekretaris bertugas untuk mengurusi permasalahan administrasi seperti profil LMDH, AD/ART, notulensi, dan surat menyurat. Sedangkan bendahara bertugas untuk mengelola uang dari bagi hasil dan kas anggota serta membuat pembukuan. Pokja sadapan bertugas untuk meningkatkan hasil sadapan dengan mengingatkan anggota sadap yang mulai malas menyadap. Pokja keamanan bertugas menjaga keamanan hutan. Pokja tanaman bertugas untuk memelihara pohon pinus dan mendata jika ada pohon yang sudah tidak produktif.

49 Struktur kepengurusan tersebut berbeda dengan struktur LMDH secara formal. Kekuasaan tertinggi LMDH seharusnya berada di tangan rapat anggota. Anggota mempunyai hak untuk memberi suara dan berpendapat dalam rapat anggota. Tetapi di LMDH Tlogo Mulyo semua keputusan hanya diputuskan oleh pengurus dan mandor PHBM. Berikut adalah struktur kepengurusan LMDH berdasarkan buku panduan dari Perhutani. Rapat anggota 35 Pengurus Badan Pemeriksa Anggota Bagan 7 Struktur kepengurusan LMDH berdasarkan buku panduan dari Perhutani Bagan tersebut menunjukkan hubungan antar komponen dalam LMDH. Komponen dalam LMDH meliputi rapat anggota, pengurus, badan pemeriksa, dan anggota. Pengurus dan badan pemeriksa bertanggungjawab terhadap rapat anggota. Rapat anggota mempunyai kekuasaan tertinggi dalam LMDH. Badan pemeriksa mempunyai hubungan pengawasan dengan pengurus. Artinya badan pemeriksa mempunyai tugas untuk mengawasi pengurus. Tatacara dalam melaksanakan pengawasan ditetapkan dalam rapat anggota dan diwujudkan dalam AD/ART. Sedangkan pengurus dan badan pemeriksa mempunyai hubungan pelayanan dengan anggota. Artinya badan pemeriksa dan pengurus harus melayani anggota bukan sebaliknya. Kegiatan LMDH Tlogo Mulyo Kegiatan LMDH Tlogo Mulyo dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegiatan di dalam kawasan dan kegiatan di luar kawasan. Kegiatan di dalam kawasan meliputi kerjasama penanaman dan tebangan pohon pinus, puspa, kaliandra, pengadaan rumput gajah sebagai tanaman sela, dan penyadapan getah pinus. Rumput gajah ini akan dimanfaatkan masyarakat sebagai pakan ternak. Selain itu, masyarakat juga menanam kaliandra untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kayu bakar sehingga masyarakat tidak menjarah tanaman utama (pinus). Sebenarnya Perhutani tidak pernah melarang masyarakat untuk menanam jenis tanaman apapun sepanjang tidak mengganggu tanaman utama. Tetapi keterbatasan pengetahuan dan ketersediaan bibit menyebabkan masyarakat belum memanfaatkan petakan hutan secara optimal. Pemanfaatan petakan baru sebatas penanaman rumput gajah dan kaliandra serta penyadapan getah pinus. Kegiatan penyadapan getah pinus menjadi kegiatan utama LMDH. Setiap anggota LMDH melakukan kegiatan penyadapan tiga kali dalam seminggu. Kegiatan penyadapan getah pinus dilakukan setiap pagi hari sehingga anggota tani sadap tetap dapat mengolah lahan pertaniannya. Alat sadap terdiri dari batok tempat menampung getah yang menetes, alat untuk meludang getah, dan alat

50 36 untuk menaikkan batok penampung getah. Alat sadap disediakan oleh Perhutani sehingga tidak membebani anggota tani sadap. Pergantian alat juga dapat disediakan oleh Perhutani jika anggota sadap melapor. Hasil sadapan disetorkan kepada mandor timbang dua kali dalam satu bulan, yaitu setiap tanggal 10 dan 25 di Dukuh Glidigan dan Gondang. Anggota tani sadap di Dukuh Glidigan menyetor hasil sadapan ke sekret LMDH di Dukuh Glidigan. Sedangkan anggota tani sadap dari Dukuh Gondang dan Klindon menyetor hasil sadapan ke tempat penimbangan di Dukuh Gondang. Getah sadapan akan ditimbang oleh mandor timbang dan langsung dicatat jumlah uang yang harus dibayarkan oleh Perhutani. Uang hasil sadapan ditentukan oleh mutu getah, berat getah, dan jarak dari petakan hutan ke tempat pengumpulan getah. Setelah proses penimbangan selesai, uang hasil penjualan getah akan langsung dibayarkan oleh Perhutani melalui mandor timbang. Getah yang sudah selesai ditimbang akan dijadikan satu ke dalam drum dan diangkut ke Paninggaran dengan menggunakan truk. Kemudian getah pinus tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik. Mutu getah dibedakan menjadi dua, yaitu getah mutu satu dan getah mutu dua. Penentuan mutu getah ditentukan oleh kadar air dalam getah, warna getah, dan jumlah serasah dalam getah. Getah mutu satu mempunyai ciri-ciri kadar air sedikit, jumlah serasah dalam getah sedikit, dan getah berwarna putih. Sedangkan getah mutu dua mempunyai warna yang kehitam-hitaman, banyak serasah, serta mempunyai kadar air yang banyak. Getah pinus yang dikerok langsung digolongkan menjadi getah mutu dua. Penetuan getah ini sudah ditentukan oleh Perhutani dengan konfirmasi kriteria getah yang layak dari mitra Perhutani yang membeli getah pinus. Kadar air dalam getah ditentukan oleh perlakuan dalam menyadap getah dan curah hujan di tempat tersebut. Semakin tinggi curah hujan dan perlakuan yang kurang tepat (frekuensi menyadap kurang) maka kadar air dalam getah yang tertampung di dalam batok semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan getah digolongkan menjadi mutu dua. Warna getah dan jumlah serasah sangat ditentukan oleh perlakuan dalam menyadap. Jika frekuensi menyadap teratur, letak batok, dan jumlah kuare (bekas sadapan) sesuai dengan aturan, maka getah akan berwarna putih bersih dan jumlah kotoran sedikit sehingga dapat digolongkan menjadi getah mutu satu. Tetapi jika getah berwarna kehitam-hitaman karena terlalu banyak kotoran, getah akan digolongkan mutu dua. Ketinggian lokasi pohon pinus juga mempengaruhi jumlah pendapatan yang diterima oleh anggota sadap. Lokasi yang terlalu tinggi, menyebabkan cuaca terlalu dingin sehingga jumlah getah yang menetes sedikit. Bahkan terkadang getah tidak mau menetes sehhingga harus dikerok. Padahal getah yang dikerok mempunyai berat yang lebih ringan daripada getah yang menetes dan lebih sering digolongkan menjadi getah mutu dua. Hal ini disebabkan oleh warna getah yang agak kehitam-kehitaman dan lebih banyak kotoran akibat pengerokan. Jumlah uang yang diterima penyadap dari penjualan getah terdiri dari ongkos pikul, berat getah hasil sadapan, dan ongkos timbang. Semakin jauh jarak antara petakan dengan tempat pengumpulan getah, maka ongkos pikul semakin besar. Begitu juga dengan kualitas getah, getah mutu satu mempunyai harga yang

51 lebih tinggi dibandingkan getah mutu dua. Berikut rincian harga getah yang telah ditentukan oleh Perhutani. Tabel 5 Rincian harga getah pinus tahun 2012 di LMDH Tlogo Mulyo Jenis Mutu Harga getah (Rp/kg) Ongkos pikul (Rp/Km) Ongkos timbang (Rp/kg) Total (Rp/kg) Mutu satu Mutu dua Sumber: Hasil wawancara mendalam dengan Mandor Perhutani Getah pinus dari Tlogohendro seringkali digolongkan sebagai getah mutu dua. Kondisi lokasi hutan yang dingin menyebabkan mutu getah kurang baik dan jumlah getah yang menetes lebih sedikit. Berbeda dengan Tlogohendro, getah pinus dari Mudal (dekat dengan Kecamatan Petungkriyono) mempunyai cuaca yang lebih hangat sehingga getah pinus mempunyai mutu yang lebih baik dan digolongkan menjadi getah mutu satu. Jumlah getah yang menetes juga lebih banyak sehingga pendapatan tani sadap lebih besar. Berdasarkan rincian harga getah tersebut, pendapatan anggota LMDH dari hasil penjualan getah pinus dapat diketahui. Anggota tani sadap menyetor getah dua kali dalam sebulan dengan jumlah getah setiap kali setor 40 kg ( pohon), 60 kg ( pohon), dan yang paling banyak yaitu 80 kg (lebih dari 500 pohon). Jadi setiap satu bulan, anggota tani sadap menerima uang hasil penjualan getah sebesar per bulan. Padahal waktu yang dibutuhkan untuk menyadap getah tersebut adalah tujuh jam untuk setiap kali menyadap. Anggota tani sadap menyadap sebanyak dua kali seminggu, sehingga dalam satu bulan adalah 8 kali. Artinya dalam satu bulan menghabiskan 56 jam untuk menyadap. Jika penghasilan tersebut dibagi dengan jumlah jam, maka penghasilan per jam dari menyadap adalah sekitar per jam. Angka tersebut tentu saja angka yang sangat kecil dibandingkan dengan tenaga untuk memikul getah setiap kali menyadap. Tidak mengherankan jika anggota LMDH pada lapisan sosial yang lebih tinggi tidak mau menyadap. Hal ini berkaitan dengan kecilnya pendapatan yang diperoleh jika dibandingkan dengan sektor pertanian, peternakan, atau menjadi pamong desa. Jika dibandingkan dengan buruh tani, pendapatan dari menyadap memang masih lebih tinggi. Buruh tani mendapatkan upah per hari dengan bekerja selama delapan jam. Jadi pendapatan per jam buruh tani adalah per jam. Tetapi tenaga yang dibutuhkan untuk menjadi buruh tani lebih kecil dibandingkan dengan tenaga untuk menyadap. Hal-hal yang dikerjakan oleh buruh tani adalah mengolah lahan, menanam jagung, dan memanen jagung. Jika cara perhitungan yang sama digunakan untuk menghitung pendapatan per jam pamong desa maka diperoleh angka per jam. Pamong desa (selain kepala desa dan sekretaris desa) hanya bekerja dua jam per hari untuk piket di Balai Desa. Pamong desa bertugas dari hari Senin hingga Jumat. Artinya dalam satu bulan pamong desa menghabiskan waktu 40 jam dengan gaji Rp ,00 per bulan. Angka tersebut menunjukkan bahwa pendapatan per jam pamong desa dua kali lipat jika dibandingkan dengan pendapatan dari menyadap. Padahal tenaga yang diperlukan untuk menyadap jauh lebih besar jika dibandingkan dengan piket 37

52 38 di Balai Desa. Oleh karena itu tidak mengherankan jika perangkat desa tidak mau menyadap. Selain akumulasi sumberdaya yang sudah melimpah dan memberikan kesempatan kepada anggota LMDH yang lebih membutuhkan, pendapatan yang diperoleh juga lebih kecil dan tidak layak jika dibandingkan dengan waktu dan tenaga yang harus dikeuarkan. Tetapi kebutuhan yang mendesak dan tidak adanya pilihan lain untuk bertahan hidup, memaksa anggota LMDH dari lapisan sosial yang lebih rendah untuk tetap menyadap pinus untuk tambahan pendapatan. Selain sebagai kegiatan utama LMDH, sadap getah pinus juga memberikan modal kepada LMDH melalui bagi hasil dari hasil sadapan. LMDH mendapatkan bagian sebesar 20 % dari total hasil penjualan getah yaitu sebesar ± 4 juta selama satu tahun dengan syarat hasil sadapan dari anggota LMDH minimal harus sama dengan target yang sudah ditentukan oleh Perhutani. Jika hasil sadapan di bawah target, maka bagian LMDH akan dikurangi sesuai dengan aturan yang telah disusun oleh Perhutani. Dana dari bagi hasil penjualan getah digunakan untuk uang kas lembaga dan beasiswa bagi murid SD yang membutuhkan. Uang kas lembaga digunakan untuk biaya administrasi dan biaya akomodasi ketika ada undangan pelatihan dari Perhutani bagi perwakilan anggota LMDH. Uang tersebut juga digunakan untuk memberi bingkisan lebaran bagi anggota sadap saat menjelang Idul Fitri. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan motivasi untuk menyadap. Selain kegiatan di dalam kawasan, LMDH juga mempunyai kegiatan di luar kawasan, yaitu KUBE (sapi bergulir) dan program kambing bergulir. Meskipun KUBE merupakan program dari pemerintah provinsi, tetapi LMDH dan Perhutani mempunyai andil yang besar atas berjalannya KUBE di Tlogohendro. Program kambing bergulir merupakan program LMDH yang didukung oleh Perhutani dengan cara memberikan bibit kambing kepada anggota LMDH untuk dikembangbiakkan dengan sistem yang mirip dengan KUBE. Tetapi dalam pelaksanaannya, program kambing bergulir ini mengalami kemacetan. Nilai ekonomi kambing yang lebih kecil dibandingkan dengan sapi serta ukuran kambing yang lebih kecil mempermudah usaha penjualan kambing. Berbeda dengan sapi, kambing mempunyai tingkat kesulitan yang lebih rendah ketika penjualan sehingga jarang diketahui oleh pihak lain. Selain itu masyarakat mayoritas sudah mempunyai kambing sehingga ketika ada penjualan kambing, anggota LMDH menyangka bahwa yang dijual adalah kambing milik pribadi. Kontrol yang lemah dari pengurus program kambing bergulir juga memperlancara usaha penjualan kambing dari LMDH tersebut. Oleh karena itu, program kambing bergulir ini tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan anggota LMDH karena mengalami kemacetan. Selain KUBE dan program kambing bergulir, LMDH juga mempunyai kegiatan simpan pinjam modal. Sumber pendanaan berasal dari mandor timbang. Simpan pinjam hanya diberikan kepada anggota tani sadap yang rutin menyetor getah. Simpan pinjam ini bebas dari bunga pinjaman sehingga tidak memberatkan anggota sadap. Pembayaran pinjaman dilakukan dengan cara memotong dari hasil penjualan getah setiap kali setor getah. Besar pinjaman bervariasi sesuai dengan kebutuhan dana dan keaktivan dalam menyetor getah. Anggota tani sadap yang menyetor dengan trend jumlah sadapan yang meningkat akan mendapatkan dana yang lebih besar.

53 ANALISIS KESETARAAN GENDER DI LMDH TLOGO MULYO DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA ANALISA HARVARD 39 Ada berbagai teknik yang dapat digunakan untuk menganalisa gender. Teknik analisa gender yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kerangka analisa Harvard. Kerangka analisa Harvard menggunakan tiga variabel untuk menganalisa kesetaran gender secara utuh, yaitu profil aktivitas, profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya, dan faktor-faktor yang mempengaruhi profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dalam PHBM. Ketiga variabel tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dianalisis secara terpisah-pisah. Sebelum melakukan analisa gender, responden dibagi menjadi dua lapisan sosial berdasarkan jumlah pohon dan akumulasi kepemilikan sumberdaya. Sumberdaya yang digunakan untuk menentukan lapisan sosial responden yaitu kepemilikan lahan, kepemilikan ternak, kepemilikan barang berharga, keikutsertaan dalam kelembagaan, dan kondisi rumah. Lapisan sosial atas mempunyai karakteristik kepemilikan sumberdaya yang tinggi dan jumlah pohon yang sedikit. Sedangkan lapisan sosial yang lebih rendah mempunyai kepemilikan sumberdaya yang terbatas dan jumlah pohon yang lebih banyak. Berdasarkan hasil reorganisasi sampel, lapisan atas terdiri dari sepuluh responden, sedangkan lapisan bawah terdiri dari dua puluh responden. Profil Aktivitas Rumahtangga Anggota LMDH Tlogo Mulyo Profil aktivitas responden dianalisis dengan menggunakan curahan waktu responden yang dihabiskan untuk melakukan kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan sosial kemasyarakatan. Profil aktivitas akan menunjukkan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga anggota LMDH yang akan mempengaruhi akses terhadap sumberdaya dalam PHBM. Hasil analisis profil aktivitas akan menunjukkan siapa melakukan apa dalam rumahtangga anggota LMDH. Kegiatan Produktif Tobing et al, dalam Bahriyah (2006) mengungkapkan bahwa kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kegiatan produktif tidak harus diupah berupa uang tetapi dapat juga tidak dapat diupah tetapi memberikan kontribusi dalam menambah pendapatan keluarga. Misalnya memberi makan ternak milik sendiri, kegiatan tersebut tidak diupah tetapi menyumbang pendapatan keluarga karena mempersiapkan ternak agar dapat dijual. Berdasarkan hasil perbandingan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan pada tabel 8, dapat diketahui jika laki-laki mempunyai curahan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Selain itu laki-laki pada lapisan sosial bawah mempunyai curahan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki pada lapisan sosial atas dengan perbandingan 220/171 jam per bulan. Begitu juga dengan perempuan, perempuan pada lapisan sosial bawah

54 40 mempunyai curahan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan pada lapisan sosial atas. Hal ini menunjukkan bahwa pada lapisan sosial yang lebih rendah, rumahtangga anggota LMDH mencurahkan waktu yang lebih besar untuk kegiatan produktif. Kegiatan produktif yang dilakukan oleh laki-laki pada lapisan sosial atas yaitu menyadap, buruh tani, dan menjual ternak. Sedangkan kegiatan produktif yang dilakukan oleh perempuan yaitu menjual hasil pertanian. Kegiatan produktif yang dilakukan secara bersama-sama yaitu merumput, merawat ternak, dan merawat tanaman. Sedangkan pada rumahtangga lapisan sosial bawah, kegiatan menyadap dan buruh tani juga dilakukan oleh perempuan. Baik pada lapisan sosial atas maupun lapisan sosial bawah, perempuan mencurahkan waktu yang lebih banyak pada kegiatan merawat tanaman dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan data pada tabel 6, terdapat pembagian kerja yang sangat jelas dalam pemasaran. Laki-laki bertugas menjual ternak sedangkan perempuan bertugas menjual hasil pertanian. Tetapi dalam hal perawatan dilakukan bersamasama oleh laki-laki dan perempuan. Data selengkapnya mengenai curahan waktu rumahtangga anggota LMDH pada kegiatan produktif disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 6 Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan produktif berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012 Kegiatan Lapisan atas Lapisan bawah L P L P Menyadap Merumput Memberi makan ternak dan Membersihkan kandang Buruh tani Merawat selong Jual ternak Jual hasil pertanian Lainnya Total (jam/bulan) Kegiatan Reproduktif Tobing et al, dalam Bahriyah (2006) menjelaskan bahwa kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti melahirkan dan mengasuh anak, serta pekerjaan rumah tangga. Kegiatan reproduktif memang identik dengan perempuan tetapi sebenarnya bukan menjadi kodrat perempuan karena dapat dilakukan juga oleh laki-laki. Hanya saja kesibukan laki-laki di sektor publik menyebabkan laki-laki kurang berperan dalam menyelesaikan kegiatan reproduktif. Berdasarkan hasil perbandingan curahan waktu pada tabel 7, ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara curahan waktu laki-laki dan perempuan dalam kegiatan reproduktif. Tetapi pada lapisan sosial bawah, perbedaan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan masih lebih kecil dibandingkan dengan

55 lapisan sosial atas. Perbandingan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan pada lapisan sosial atas yaitu 10,5/114,4 jam per bulan, sedangkan pada lapisan sosial bawah adalah 56,8/134,6. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki pada lapisan sosial bawah masih mengerjakan beberapa pekerjaan domestik. Baik pada lapisan sosial atas maupun bawah, perempuan mengerjakan semua pekerjaan domestik. Kegiatan reproduktif yang dikerjakan oleh laki-laki pada lapisan sosial atas yaitu mencari kayu dan merawat jagung. Mencari kayu juga dilakukan bersamaan dengan merumput. Sedangkan pekerjaan domestik yang dikerjakan oleh laki-laki pada lapisan sosial bawah yaitu mencari kayu, momong anak, dan merawat jagung. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 7, perempuan pada lapisan sosial atas mencurahkan waktu lebih sedikit untuk kegiatan reproduktif jika dibandingkan dengan perempuan pada lapisan sosial bawah. Hal ini menunjukkan bahwa baik pada laki-laki maupun perempuan, pada lapisan sosial yang lebih rendah, rumahtangga anggota LMDH mencurahkan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan reproduktif. Data mengenai curahan waktu rumahtangga anggota LMDH pada kegiatan reproduktif dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan reproduktif berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012 Kegiatan Lapisan atas Lapisan bawah L P L P Memasak 0, ,0 52,3 Mencari kayu 6,0 15,0 26,5 16,9 Mencuci baju 0,0 2,5 0,0 11,7 Mencuci piring 0,0 7,3 0,0 16,0 Momong anak 0,0 56,7 1,5 21,7 Membersihkan rumah 0,0 12,5 0,0 6,3 Membuat nasi jagung 0,0 0,0 0,0 1,5 Merawat jagung 4,5 15,9 28,8 6,8 Mencari sayur 0,0 3,0 0,0 0,0 Lainnya 0,0 1,5 0,0 1,6 Total (jam/bulan) 10,5 114,4 56,8 134,6 Kegiatan Sosial Kemasyarakatan Kegiatan sosial kemasyarakatan berhubungan dengan kegiatan untuk meningkatkan interaksi dengan masyarakat. Kegiatan sosial kemasyarakatan meliputi sambatan (gotong royong), pengajian, pertemuan dan pelatihan, menghadiri acara hajatan, dan lain-lain. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 8, ternyata curahan waktu untuk kegiatan sosial kemasyarakatan sangat beragam. Pada lapisan sosial atas, perempuan mempunyai curahan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 37,9/28,9. Tetapi pada lapisan sosial bawah laki-laki mempunyai curahan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan yaitu 53,7/28,3. Perbedaan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan pada lapisan sosial yang atas tidak terlalu signifikan, tetapi pada lapisan sosial bawah perbedaan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan cukup signifikan. 41

56 42 Kegiatan sosial kemasyarakatan yang bersifat kelembagaan cenderung hanya dilakukan oleh laki-laki saja, misalnya pertemuan LMDH, pelatihan dan penyuluhan, dan ronda malam. Pada rumahtangga anggota LMDH tidak ada arisan sehingga kegiatan sosial yang dilakukan oleh perempuan adalah pengajian, samabatan, menghadiri acara hajatan, dan membantu acara hajatan. Bahkan ada perempuan yang tidak mengikuti pengajian. Tetapi perempuan mempunyai curahan waktu yang lebih besar daripada laki-laki dalam kegiatan membantu hajatan yaitu dengan perbandingan 6,7/12,7 pada lapisan sosial atas, dan 5,8/16,75 pada lapisan sosial bawah. Perempuan juga mempunyai curahan waktu yang cukup besar dalam kegiatan sambatan. Sambatan merupakan kegiatan gotong royong dalam hal menanam dan memanen jagung, membuat rumah, dan kegiatan untuk kepentingan bersama (membuat jalan, membangun masjid, dan lain-lain). Sambatan dilakukan oleh warga yang tidak mempunyai uang untuk mengupah buruh. Sedangkan bagi warga yang mempunyai uang akan mengupah buruh. Sambatan dilakukan secara bergantian sehingga penduduk yang sudah dibantu mempunyai kesadaran sendiri untuk membantu ketika ada orang lain yang membutuhkan. Sambatan tidak diupah tetapi hanya mendapatkan makan dan hasil panen yang tidak diambil oleh pemilik. Misalnya dalam sambatan memanen jagung, warga yang membantu mendapatkan jagung yang berukuran kecil dan kurang bagus. Biasanya warga juga boleh mengambil kulit jagung sebagai makanan ternak. Perempuan dalam sambatan bertugas untuk mengupas kulit jagung, matun, dan menanam jagung. Sedangkan laki-laki bertugas untuk mengikat jagung yang sudah dikupas (membuat gidengan), mengangkut hasil panen, dan macul (mengolah lahan). Curahan waktu rumahtangga anggota LMDH pada kegiatan sosial kemasyarakatan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8 Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012 Kegiatan Lapisan atas Lapisan bawah L P L P Sambatan 12,7 21,8 34,0 22,2 Pengajian ,6 6,3 4,9 Pertemuan LMDH 4,6 0,0 5,6 0,0 Pertemuan Gapoktan 1,0 0,0 0,2 0,2 Pelatihan dan penyuluhan 1,2 0,0 0,1 0,0 Hajatan 1,6 1,6 1,3 1,1 Ronda 1,1 0,0 0,5 0,0 Membantu hajatan 6,7 12,7 5, Lainnya 0,1 0,2 0,0 0,1 Total (jam/bulan) 28,9 37,9 53,7 28,3

57 43 Profil Akses dan Kontrol Rumahtangga Anggota LMDH Tlogo Mulyo terhadap Sumberdaya dalam PHBM Anggota LMDH mempunyai akses dan kotrol yang beragam terhadap sumberdaya dalam LMDH. Akses adalah kemampuan untuk dapat memanfaatkan sumberdaya. Sedangkan kontrol adalah pelibatan dalam pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya atau pemanfaatan uang hasil penjualan sumberdaya. Sumberdaya dalam LMDH meliputi modal, pemasaran pertanian, pemasaran peternakan, ternak, petakan, rumput, getah, bibit pohon, dan LMDH. Akses rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya modal dianalisis dengan cara menanyakan keikutsertaan suami dan istri terhadap program simpan pinjam. Sedangkan kontrol terhadap sumberdaya modal dianalisa dengan cara menanyakan keterlibatan suami dan istri dalam menentukan besarnya pinjaman dan pemanfaatan uang hasil pinjaman. Hasil tabulasi data mengenai akses dan kontrol terhadap sumberdaya secara lengkap dapat dilihat pada tabel 9 dan tabel 10 berikut ini. Tabel 9 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan akses terhadap sumberdaya hutan dan lapisan sosial pada tahun 2012 Akses Sumberdaya Lapisan atas Lapisan bawah L P L P Modal 1 (10) 2 (20) 0 (0) 0 (0) Pemasaran Pertanian 0 (0) 7 (70) 5 (25) 16 (80) Pemasaran Peternakan 10 (100) 0 (0) 15 (75) 1 (5) Ternak 8 (80) 5 (50) 13 (65) 9 (45) Petakan 7 (70) 0 (0) 16 (80) 3 (15) Rumput 8 (80) 10 (100) 20 (100) 20 (100) Getah 8 (80) 2 (20) 19 (95) 2 (10) Bibit Pohon 8 (80) 9 (90) 20 (100) 20 (100) LMDH 10 (100) 0 (0) 20 (100) 0 (0) Tabel 10 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kontrol terhadap sumberdaya hutan dan lapisan sosial pada tahun 2012 Kontrol SD Lapisan atas Lapisan bawah L P L P Modal 1 (10) 0 (0) 0 (0) 0 (0) Pemasaran Pertanian 7 (70) 7 (70) 17 (85) 16 (80) Pemasaran Peternakan 9 (90) 0 (0) 14 (70) 0 (0) Ternak 7 (70) 0 (0) 16 (80) 0 (0) Petakan 4 (40) 0 (0) 15 (75) 0 (0) Rumput 9 (90) 0 (0) 20 (100) 1 (5) Getah 4 (40) 6 (60) 7 (35) 18 (90) Bibit Pohon 7 (70) 0 (0) 4 (20) 0 (0) LMDH 6 (60) 0 (0) 3 (15) 0 (0)

58 44 Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 9, ternyata suami dan istri yang akses terhadap sumberdaya modal hanya pada rumahtangga anggota LMDH pada lapisan sosial atas. Perempuan mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 20/10. Sedangkan pada lapisan sosial bawah, rumahtangga anggota LMDH tidak ada yang mempunyai akses terhadap sumberdaya modal. Hal ini berhubungan dengan kepastian pendapatan yang diperoleh oleh rumahtangga anggota LMDH pada lapisan sosial atas. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan RM, masyarakat mengaku bahwa informasi mengenai adanya simpan pinjam hanya diberikan kepada kerabat pamong desa. Selain itu warga lapisan menengah ke bawah juga tidak berani meminjam karena takut tidak dapat mengembalikan pinjaman. Ketidakpastian pendapatan rumahtangga anggota LMDH lapisan menengah ke bawah menjadi penyebab utama anggota LMDH tidak dapat mengakses sumberdaya modal. Sedangkan kontrol terhadap sumberdaya modal hanya dimiliki oleh lakilaki pada lapisan sosial atas. Perempuan tidak ada yang mempunyai kontrol terhadap sumberdaya modal. Jadi dapat disimpulkan bahwa kontrol laki-laki terhadap sumberdaya modal lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yaitu sebesar 10/0. Sumberdaya kedua yang terdapat dalam LMDH yaitu pemasaran pertanian. Masyarakat menjual hasil pertanian melalui tengkulak. Jauhnya akses dari desa menuju pasar menjadi salah satu alasan bagi masyarakat untuk menggunakan jasa tengkulak. Tetapi tengkulak di Desa Tlogohendro berasal dari masyarakat Tlogohendro dan masih mempunyai hubungan darah sehingga tengkulak tidak mempermainkan harga dan kepercayaan petani terhadap tengkulak juga tinggi. Akses terhadap pemasaran hasil pertanian diukur dengan cara menganalisis keterlibatan suami dan istri terhadap penjualan hasil pertanian baik secara langsung maupun melalui tengkulak. Sedangkan kontrol terhadap sumberdaya ditinjau dengan cara menganalisis keterlibatan suami dan istri dalam menentukan harga jual hasil pertanian dan pengambilan keputusan penggunaan sumberdaya untuk komersil atau subsisten. Hasil tabulasi data pada tabel 9 menunjukkan bahwa perempuan mempunyai akses yang lebih tinggi terhadap pemasaran hasil pertanian (77/17). Bahkan pada rumahtangga anggota LMDH lapisan sosial bawah, laki-laki sama sekali tidak mempunyai akses terhadap pemasaran hasil pertanian. Tetapi meskipun demikian, laki-laki tetap mempunyai kontrol yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (80/77). Pada rumahtangga lapisan sosial atas, akses laki-laki dan perempuan sama besar, padahal laki-laki sama sekali tidak mempunyai akses terhadap sumberdaya. Sedangkan pada lapisan sosial bawah, laki-laki mempunyai kontrol yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki tetap mempunyai kontrol terhadap pemasaran pertanian meskipun pelaku pemasaran pertanian adalah perempuan. Sumberdaya ketiga yang menjadi fokus analisis akses dan kontrol rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya yaitu pemasaran ternak. Pemasaran ternak mayoritas dilakukan melalui tengkulak. Sapi merupakan komoditas peternakan utama di Desa Tlogohendro. Sapi tidak selalu dijual dengan uang tetapi terkadang ditukar dengan anak sapi. Penjualan sapi dilakukan setiap dua tahun sekali. Satu sapi dapat ditukar dengan dua anak sapi. Peternakan di Tlogohendro belum terlalu menekankan efisiensi pakan sehingga keuntungan

59 yang diperoleh sebenarnya tidak terlalu besar. Masyarakat harus merumput satu pikul rumput gajah untuk tiga kali makan satu sapi berukuran besar. Efisiensi rumput yang rendah menyebabkan kelangkaan rumput saat musim kemarau. Akses rumahtangga anggota LMDH terhadap pemasaran ternak diukur dengan cara menanyakan pelaku yang terlibat dalam penjualan ternak secara langsung atau melalui tengkulak. Sedangkan kontrol terhadap sumberdaya diukur dengan menanyakan pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai waktu penjualan ternak dan harga jual ternak. Hasil tabulasi data pada tabel 9 menunjukkan bahwa akses terhadap pemasaran ternak lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu 83/33. Bahkan pada lapisan sosial atas, perempuan sama sekali tidak mempunyai akses terhadap pemasaran ternak. Hal ini berhubungan dengan tenaga yang dibutuhkan untuk membawa ternak untuk dijual. Perempuan lebih berperan dalam hal merawat tanaman dan menjual hasil pertanian. Sedangkan untuk permasalahan ternak menjadi urusan laki-laki. Kontrol terhadap kegiatan pemasaran ternak dapat dilihat pada tabel 10. Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa kontrol dalam kegiatan pemasaran sepenuhnya berada di tangan laki-laki baik untuk rumahtangga anggota LMDH pada lapisan sosial atas maupun lapsan sosial bawah. Perempuan sama sekali tidak mempunyai kontrol terhadap kegiatan pemasaran ternak. Laki-laki yang kontrol terhadap kegiatan pemasaran ternak sebesar 77 %. Ada beberapa anggota LMDH yang tidak kontrol terhadap kegiatan pemasaran ternak karena masih memelihara ternak milik orang lain atau masih satu rumahtangga dengan orang tua sehingga kontrol berada di tangan orang tua. Sumberdaya selanjutnya yang menjadi fokus penelitian yaitu ternak. Saat penelitian dilaksanakan, mayoritas anggota LMDH sudah mempunyai kambing atau sapi. Akses terhadap ternak ditunjukkan dengan kepemilikan ternak (sapi atau kambing), pihak yang memberi makan ternak, mencari pakan ternak (rumput gajah dan kulit kayu kaliandra), mengikuti program KUBE dan program kambing bergulir dari LMDH. Sedangkan kontrol terhadap ternak dilihat dari pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan waktu penjualan ternak, jenis pakan yang diberikan kepada ternak, jenis ternak yang dipelihara, dan pemanfaatan uang hasil penjualan ternak. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 9, laki-laki ternyata mempunyai akses yang lebih besar terhadap ternak jika dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki mempunyai akses sebesar 70 % sedangkan perempuan mempunyai akses sebesar 46,67 %. Perempuan bertugas untuk mencari pakan ternak dan membantu memberi makan ternak jika suami tidak ada di rumah. Tetapi untuk keanggotaan program KUBE dan kambing bergulir hanya diperuntukkan untuk laki-laki sehingga perempuan tidak mempunyai akses sama sekali terhadap program tersebut. Data kontrol terhadap ternak dapat dilihat pada tabel 10. Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa laki-laki mendominasi kontrol terhadap ternak baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah yaitu sebesar 70/0 dan 80/0. Perempuan sama sekali tidak mempunyai kontrol terhadap ternak. Keputusan untuk menjual ternak dan menentukan harga jual ternak sepenuhnya berada di tangan laki-laki. Akses dan kontrol rumahtangga anggota LMDH terhadap petakan sadapan juga menjadi salah satu variabel yang akan dianalisis. Akses terhadap petakan 45

60 46 sadapan diukur melalui kepemilikan terhadap petakan sadapan, akses dalam pemanfaatan petakan dengan menanam rumput gajah dan kaliandra untuk pakan ternak. Petakan sadapan tentunya hanya dimiliki oleh anggota LMDH. Meskipun ada juga anggota LMDH yang tidak mempunyai petakan karena tidak mempunyai waktu untuk menyadap serta sudah mempunyai pekerjaan lain sebagai sumber pendapatan. Sedangkan kontrol terhadap petakan diukur melalui keterlibatan anggota LMDH dalam hal penentuan lokasi penanaman rumput gajah dan kaliandra serta penentuan petakan yang akan disadap terlebih dahulu. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 9, laki-laki mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan yaitu 76/10. Bahkan pada rumahtangga anggota LMDH lapisan atas perempuan tidak mempunyai akses sama sekali terhadap petakan. Tetapi pada lapisan sosial bawah, perempuan mempunyai akses sebesar 15 %. Hal ini berkaitan dengan adanya perempuan pada lapisan sosial bawah yang ikut memanfaatkan lahan dengan menanam rumput gajah untuk pakan ternak. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 10, perempuan tidak mempunyai kontrol sama sekali terhadap petakan sadapan. Laki-laki mempunyai kontrol terhadap sumberdaya sebesar 63,33%. Laki-laki pada lapisan sosial atas mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap petakan sadapan dibandingkan lakilaki pada lapisan sosial bawah. Kontrol laki-laki terhadap sumberdaya pada lapisan sosial atas sebesar 40 % sedangkan pada lapisan sosial bawah sebesar 75 %. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan lahan untuk menanam rumput gajah dan kaliandra. Pada masyarakat lapisan atas terkadang petakan tidak ditanami rumput gajah karena terlalu jauh. Rumput gajah dan kaliandra ditanam di sawah milik sendiri yang lebih terjangkau. Sedangkan pada rumahtangga lapisan bawah, petakan pasti ditanami rumput gajah karena keterbatasan lahan yang dimiliki. Oleh karena itu pengambilan keputusan untuk memanfaatkan lahan jauh lebih tinggi pada rumahtangga lapisan bawah. Sedangkan untuk rumput gajah semua perempuan mempunyai akses terhadap rumput gajah. Akses terhadap rumput gajah diukur dengan cara meninjau keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam mencari rumput gajah. Perempuan pada lapisan atas maupun lapisan bawah mempunyai akses terhadap rumput gajah sebesar 100%. Laki-laki pada lapisan sosial atas mempunyai akses sebesar 80 % dan laki-laki pada lapisan sosial bawah mempunyai akses sebesar 100%. Hal ini disebabkan adanya beberapa anggota LMDH pada lapisan atas yang tidak merumput karena bekerja sebagai pamong dan staff kecamatan sehingga merumput menjadi pekerjaan istri. Sedangkan untuk kontrol terhadap rumput gajah diukur dengan cara melihat keterlibatan laki-laki dan perempuan untuk mengambil keputusan dalam hal penentuan peruntukan rumput untuk dipakai sendiri atau dijual serta menentukan cara pemberian pakan rumput ke ternak. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 12, kontrol laki-laki pada lapisan bawah lebih besar dibandingkan dengan lapisan atas yaitu 90/100. Laki-laki pada lapisan bawah mempunyai kontrol yang lebih besar karena pertanian dan peternakan menjadi sumber penghasilan utama. Sedangkan pada lapisan atas ada beberapa rumahtangga dengan sumber penghasilan di luar kedua sektor tersebut. Kontrol perempuan pada lapisan bawah juga lebih besar dibandingkan dengan perempuan pada lapisan atas yaitu 5/0. Hal ini berhubungan dengan

61 keterlibatan perempuan pada lapisan bawah dalam mencari pakan dan menanam rumput gajah serta kaliandra sehingga perempuan juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Getah merupakan sumberdaya selanjutnya yang dianalisis untuk mengetahui akses dan kontrol rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya. Akses terhadap getah diukur dengan cara meninjau pihak yang ikut serta dalam kegiatan penyadapan getah pinus atau membantu menyadap. Sedangkan kontrol terhadap sumberdaya dianalisis dengan cara meninjau pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan uang hasil penjualan getah pinus. Berdasarkan hasil tabulasi data mengenai akses terhadap getah pinus pada tabel 9, laki-laki mempunyai kontrol yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan yaitu 90/13. Laki-laki pada rumahtangga anggota LMDH pada lapisan atas mempunyai akses yang lebih kecil terhadap getah pinus. Perbandingan akses terhadap getah antara lapisan atas dan bawah yaitu 80/95. Laki-laki pada rumahtangga anggota LMDH pada lapisan bawah mempunyai akses yang lebih besar karena akses anggota LMDH pada lapisan bawah juga mempunyai akses yang lebih besar terhadap lahan petakan. Anggota LMDH pada lapisan bawah menjadikan penjualan getah sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari agar dapat terus bertahan hidup. Oleh karena itu tidak mengherankan jika anggota LMDH pada lapisan sosial bawah bersedia untuk menyadap sehingga akses terhadap getah pinus lebih besar. Kontrol terhadap sumberdaya dapat dilihat pada tabel 10. Berdasarkan hasil tabulasi data, perempuan mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap getah dibandingkan dengan laki-laki. Baik pada lapisan sosial atas maupun lapisan sosial bawah, perempuan mendominasi kontrol terhadap getah dengan perbandingan akses antara laki-laki dan perempuan sebesar 80/37. Bahkan pada rumahtangga lapisan bawah, akses perempuan terhadap getah sebesar 90 %. Hal ini tentu saja lebih besar jika dibandingkan dengan akses perempuan pada lapisan atas terhadap getah yaitu sebesar 60 %. Akses perempuan pada lapisan bawah lebih besar dibandingkan dengan lapisan atas karena penjualan getah menjadi salah satu sumber penghasilan utama bagi rumahtangga lapisan bawah. Hal ini mengindikasikan bahwa perempuan pada lapisan bawah lebih berperan dalam menentukan pemanfaatan uang hasil penjualan getah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, salah satu anggota LMDH (Pak CRD) mengungkapkan bahwa laki-laki hanya mencari uangnya tetapi untuk pemanfaatan uang diserahkan kepada istri karena istri yang lebih mengetahui kebutuhan dapur. Selain getah, bibit pohon merupakan sumberdaya yang dapat diakses oleh anggota LMDH. Bibit pohon yang dapat diakses yaitu puspa dan kaliandra. Masyarakat memanfaatkan kaliandra untuk kayu bakar dan pakan kambing. Sedangkan puspa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membuat rumah. Bibit pohon kaliandra awalnya berasal dari Perhutani. Karakteristik pohon kaliandra yang mudah tumbuh mempermudah akses warga terhadap bibit pohon kaliandra sehingga tidak harus mengandalkan Perhutani. Anggota LMDH dapat mengusahakan bibit kaliandra sendiri dari teman atau kaliandra yang sudah tumbuh. 47

62 48 Akses terhadap bibit pohon akan dianalisis dengan cara melihat keikutsertaan laki-laki dan perempuan dalam mengambil ranting dan mendapatkan bibit pohon. Sedangkan kontrol terhadap bibit pohon dianalisis dengan cara melihat keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan mengenai penentuan lokasi penanaman pohon dan waktu penebangan pohon. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 9, laki-laki dan perempuan pada rumahtangga lapisan bawah mempunyai akses terhadap bibit pohon sebesar 100 %. Sedangkan laki-laki pada rumahtangga lapisan atas mempunyai akses terhadap bibit pohon sebesar 80 %. Perempuan pada lapisan atas masih mempunyai akses yang lebih besar terhadap bibit pohon dibandingkan dengan laki-laki pada lapisan atas. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan mempunyai akses yang lebih besar terhadap bibit pohon dibandingkan dengan laki-laki. Sedangkan untuk kontrol terhadap bibit pohon, perempuan sama sekali tidak mempunyai kontrol terhadap bibit pohon. Pengambilan keputusan untuk waktu penebangan pohon dan lokasi penanaman hanya ditentukan oleh laki-laki. Perempuan hanya berperan dalam mencari kayu bakar dan mendapatkan bibit kaliandra. Laki-laki pada lapisan atas mempunyai kontrol yang lebih tinggi terhadap bibit pohon jika dibandingkan dengan laki-laki pada lapisan bawah. Anggota LMDH pada lapisan bawah kurang mempunyai kontrol karena keputusan untuk menentukan waktu penebangan pohon berasal dari Perhutani. Pihak perhutani hanya melibatkan pengurus LMDH dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu laki-laki pada lapisan atas mempunyai kontrol lebih tinggi terhadap bibit pohon. Sumberdaya terakhir yang menjadi alat analisis untuk mengatahui akses dan kontrol anggota LMDH terhadap sumberdaya yaitu LMDH. LMDH berfungsi sebagai fasilitator antara masyarakat dengan Perhutani dan instansi terkait yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sekitar hutan. Jadi LMDH bukan hanya menjadi fasilitator antara masyarakat dengan Perhutani tetapi juga dengan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, Dinas Peternakan, dan instansi terkait lainnya. Akses terhadap LMDH diukur dengan cara melihat keanggotaan dalam LMDH baik menjadi anggota maupun pengurus. Sedangkan kontrol terhadap LMDH diukur dengan cara menganalisis keterlibatan laki-laki maupun perempuan dalam pengambilan keputusan dalam LMDH. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 11, perempuan tidak mempunyai akses terhadap LMDH. Hal ini disebabkan oleh keanggotaan LMDH yang hanya untuk laki-laki. Kegiatan LMDH yang terbatas pada kegiatan sadap pohon pinus membatasi ruang gerak perempuan untuk terlibat dalam LMDH. Oleh karena itu perempuan tidak ada yang menjadi anggota LMDH. Sedangkan hasil tabulasi data mengenai kontrol terhadap LMDH pada tabel 10 menunjukkan bahwa perempuan juga tidak mempunyai kontrol terhadap LMDH. Selain itu laki-laki pada rumahtangga anggota LMDH kelas pertama mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap LMDH dengan perbandingan kontrol 60/15. Rumahtangga anggota LMDH pada lapisan atas yang terdiri dari pengurus LMDH menyebabkan tingkat keterlibatan terhadap pengambilan keputusan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga anggota LMDH pada lapisan

63 bawah. Kedekatan dengan pengambil keputusan seperti Ketua LMDH, Kepala Desa, Perhutani, serta status sosial yng lebih tinggi menyebabkan laki-laki pada kelas pertama selalu diminta pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profil Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam PHBM di LMDH Tlogo Mulyo Anggota LMDH mempunyai kemampuan yang beragam terhadap akses dan kontrol terhadap sumberdaya hutan. Tidak semua anggota LMDH mendapatkan petakan sadapan pinus. Anggota LMDH yang menyadap, mayoritas justru berasal dari lapisan sosial bawah. Tetapi mayoritas anggota ataupun pengurus yang tidak menyadap justru berasal dari lapisan atas dan mempunyai peran yang besar dalam pengambilan keputusan. Akses dan kontrol anggota LMDH terhadap sumberdaya hutan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri anggota LMDH. Faktor internal yang mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya hutan yaitu tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan umur anggota LMDH. Anggota LMDH mayoritas mempunyai tingkat pendidikan SD. Pada lapisan sosial atas, anggota LMDH sudah ada yang menempuh pendidikan hingga SMA, tetapi pada lapisan sosial bawah, pendidikan terakhir anggota LMDH adalah SMP. Anggota LMDH pada lapisan sosial bawah sudah ada yang menempuh pendidikan hingga SMP tetapi hanya 40 %. Persentase tersebut jauh berbeda dari persentase anggota LMDH pada lapisan atas yang menempuh pendidikan SMP hingga SMA yaitu sebesar 60 %. Tetapi istri dari anggota LMDH baik pada lapisan sosial atas maupun lapisan bawah, tidak ada yang menempuh pendidikan hingga SMP. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan laki-laki masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan perempuan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dapat diketahui bahwa anggota LMDH yang berada dari lapisan sosial atas adalah pengurus LMDH dan mempunyai keikutsertaan yang tinggi dalam kelembagaan di desa seperti BPD, Gapoktan, KUBE, Polisi Desa, dan PNPM. Jadi tidak mengherankan jika tingkat pendidikan anggota LMDH pada lapisan sosial atas lebih tinggi dibandingkan dengan anggota LMDH pada lapisan sosial bawah. Berikut ini adalah tabel jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan tingkat pendidikan dan lapisan sosial tahun Tabel 11 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan tingkat pendidikan dan lapisan sosial tahun 2012 Pendidikan Lapisan atas Lapisan bawah L P L P SD 7 (70) 10 (100) 18 (90) 20 (100) SMP-SMA 3 (30) 0 (0) 2 (10) 0 (0) Total 10 (100) 10 (100) 20 (100) 20 (100) Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 13 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi lapisan sosial anggota LMDH maka tingkat pendidikan anggota 49

64 50 LMDH juga semakin tinggi. Hal ini dibuktikan dengan persentase tingkat pendidikan anggota LMDH pada lapisan sosial atas yang menempuh pendidikan hingga SMP/SMA lebih tinggi dibandingkan dengan anggota LMDH pada lapisan sosial bawah. Sebaliknya, persentase anggota LMDH yang menempuh pendidikan hingga SD didominasi oleh anggota LMDH pada lapisan sosial bawah. Semakin tinggi lapisan sosial seseorang maka kepemilikan terhadap sumberdaya juga akan semakin tinggi. Lapisan sosial mencerminkan akumulasi sumberdaya yang dimiliki serta kedudukan seseorang dalam masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi akses dan kontrol seseorang terhadap sumberdaya. Faktor internal kedua yang mempengaruhi akses dan kontrol anggota LMDH terhadap sumberdaya yaitu umur anggota LMDH. Anggota LMDH mayoritas berusia antara tahun. Pada lapisan sosial atas, 50 % anggota LMDH berusia tahun. Sedangkan pada lapisan sosial bawah, 42,5 % anggota LMDH berusia tahun. Hal ini menunjukkan bahwa anggota LMDH pada lapisan sosial bawah masih lebih muda dibandingkan dengan anggota LMDH pada lapisan sosial atas sehingga belum terlalu berpengalaman dalam hal kelembagaan dan akumulasi sumberdaya juga belum terlalu banyak. Berikut adalah hasil tabulasi data mengenai jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan usia dan lapisan sosial pada tahun Tabel 12 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan usia dan lapisan sosial pada tahun 2012 Usia Lapisan atas Lapisan bawah L P L P < 20 0 (0) 0 (0) 0 (0) 1 (5) (10) 7 (70) 8 (40) 9 (45) (70) 3 (30) 8 (40) 7 (35) >50 2 (20) 0 (0) 4 (20) 3 (15) Total 10 (100) 10 (100) 20 (100) 20 (100) Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 12, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak usia anggota LMDH maka semakin tinggi lapisan sosial yang dimiliki. Hal ini berhubungan dengan semakin bertambahnya akumulasi sumberdaya dan pengalaman dalam kelembagaan sehingga semakin mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk mengelola suatu kelembagaan. Faktor internal ketiga yang mempengaruhi akses dan kontrol rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya hutan yaitu jenis kelamin. Akses dan kontrol terhadap sumberdaya hutan sangat berhubungan dengan keanggotaan dalam LMDH. Anggota LMDH mempunyai akses dan kontrol terhadap sumberdaya hutan yang lebih besar. Anggota LMDH mendapatkan petakan pohon pinus, pelatihan rutin setiap bulan, pertemuan dengan mantri hutan, akses terhadap program kambiing bergulir, dan mempunyai kontrol pemanfaatan lahan petakan pohon pinus. Anggota LMDH diberikan hak untuk menanami lahan dengan kopi, rumput gajah atau tanaman lain yang tidak mengganggu pohon pinus. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan mandor PHBM, Perhutani tidak memungut biaya ataupun bagi hasil dari sistem tumpangsari tersebut.

65 Sejak pertama berdiri hingga penelitian ini dilaksanakan, kegiatan utama LMDH masih sebatas pada kegiatan penyadapan getah pinus. Alasan utama masyarakat menjadi anggota LMDH adalah untuk menambah penghasilan dari penjualan getah pinus. Meskipun hasil penjualan getah tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan untuk memikul dan menyadap getah, masyarakat tidak mempunyai pilihan lain untuk menambah penghasilan. Keterbatasan pendidikan, luas lahan, dan modal yang dimiliki menjadi alasan utama masyarakat tetap menjadi penyadap. Oleh karena itu seluruh anggota LMDH berjenis kelamin lakilaki. Meskipun anggota LMDH hanya berjenis kelamin laki-laki tetapi ada beberapa perempuan yang membantu menyadap. Hal ini sebenarnya merugikan perempuan, karena Perhutani hanya memberikan asuransi kepada anggota LMDH sehingga jika terjadi kecelakaan kerja pada perempuan, Perhutani tidak memberikan bantuan. Perempuan yang membantu menyadap hanya ditemukan pada masyarakat kelas bawah. Hal ini dilakukan untuk membantu suami agar hasil sadapan lebih banyak dan waktu untuk menyadap dapat lebih cepat. Faktor Eksternal Faktor eksternal yaitu faktor dari luar diri individu yang mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya hutan. Ada tiga faktor eksternal yang mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya yaitu jumlah tenaga kerja produktif dalam rumahtangga, jumlah kesempatan kerja di masyarakat, dan status sosial anggota LMDH di masyarakat. Faktor eksternal yang pertama yaitu jumlah tenaga kerja produktif dalam rumahtangga anggota LMDH. Semakin banyak jumlah anggota rumahtangga yang berusia produktif maka jumlah tenaga kerja untuk membantu menyadap atau membantu aktivitas produktif lainnya juga akan semakin banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah anggota rumahtangga berusia produktif berbanding lurus dengan jumlah pohon sadapan. Tetapi tentunya keikutsertaan anggota LMDH pada beberapa kelembagaan juga akan mempengaruhi ketersediaan waktu untuk menyadap. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 13, dapat diketahui bahwa jumlah anggota rumahtangga produktif pada lapisan sosial atas lebih sedikit dibandingkan dengan anggota LMDH pada lapisan sosial bawah. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja produktif pada lapisan sosial bawah lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga lapisan atas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah tenaga kerja berusia produktif dalam rumahtangga anggota LMDH maka jumlah pohon sadapan semakin banyak. Tabel 13 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan jumlah anggota rumahtangga produktif dan lapisan sosial pada tahun 2012 Jumlah anggota rumahtangga produktif Lapisan atas Lapisan bawah Total Rendah (< 3) 7 (46,67) 8 (54,37) 15 (100) Tinggi ( 3) 3 (20) 12 (80) 15 (100) Total 10 (33,33) 20 (66,67) 30 (100) 51

66 52 Faktor eksternal kedua yang mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumber daya hutan yaitu status sosial. Status sosial dapat dianalisis dengan meninjau kepemilikan ternak, kepemilikan lahan, kepemilikan barang berharga, kondisi rumah, dan keikutsertaan dalam kelembagaan. Akumulasi kelima hal tersebut akan dikompositkan sehingga status sosial dari anggota LMDH dapat diketahui. Kepemilikan barang berharga dapat menunjukkan status sosial anggota LMDH. Barang berharga dalam hal ini yaitu televisi, sepeda motor, telepon genggam, kompor gas, sepeda, mesin penanak nasi, dan CD player. Mayoritas anggota LMDH sudah mempunyai telepon genggam dan televisi. Kompor gas dan mesin penanak nasi merupakan indikator utama status sosial anggota LMDH. Mayoritas masyarakat Desa Tlogohendro masih menggunakan kayu bakar sehingga hanya masyarakat kalangan atas yang sudah menggunakan kompor gas dan mesin penanak nasi. Tabel 14 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kepemilikan barang berharga dan lapisan sosial pada tahun 2012 Kepemilikan barang berharga Lapisan atas Lapisan bawah Total Rendah 2 (20) 8 (80) 10 (100) Tinggi 8 (40) 12 (60) 20 (100) Total 10 (33,33) 20 (66,67) 30 (100) Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 14, ternyata kepemilikan barang berharga antara anggota LMDH pada lapisan sosial yang berbeda tidak terlalu menujukkan perbedaan yang signifikan. Anggota LMDH pada lapisan sosial atas mempunyai persentase yang lebih rendah dalam hal kepemilikan barang berharga baik dalam kategori tinggi maupun rendah. Hal ini berhubungan dengan adanya rumahtangga yang mendapatkan barang tersebut dari warisan orang tua. Kondisi desa yang sulit untuk mengakses daerah lainnya serta sulitnya sinyal HP dan internet menyebabkan masyarakat tidak terlalu mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini mempengaruhi pola pikir masyarakat yang menganggap barang-barang elektronik tersebut tidak terlalu penting. Pola nafkah masyarakat yang masih bergantung dari alam mendorong masyarakat untuk mengoptimalkan sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Masyarakat dari kalangan atas maupun bawah masih mempunyai pemikiran yang sama mengenai kepemilikan barang berharga. Variabel selanjutnya yang menunjukkan status sosial anggota LMDH yaitu kepemilikan ternak. Desa Tlogohendro merupakan daerah dengan komoditas utama sapi potong. Mayoritas masyarakat Tlogohendro memelihara sapi dan kambing. Bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah, sistem memelihara ternak dengan sistem maro atau buruh. Sistem maro yaitu memelihara sapi milik orang lain dengan pemberian upah berupa satu anak sapi setelah dua kali lambang (penukaran sapi dengan dua anak sapi). Satu kali lambang membutuhkan waktu dua tahun sehingga masyarakat kelas menengah ke bawah baru mendapatkan satu anak sapi setelah memelihara sapi orang lain selama empat tahun. Keterbatasan penghasilan menyebabkan masyarakat harus melakukan hal ini agar dapat mempunyai sapi.

67 Berbeda dengan kalangan bawah, masyarakat kelas atas dapat membeli sapi dan kambing menggunakan uang sendiri. Ternak merupakan barang investasi bagi penduduk Tlogohendro. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menggunakan uang hasil penjualan getah dan hasil pertanian. Berikut ini disajikan tabulasi data kepemilikan ternak anggota LMDH Tlogo Mulyo pada tahun Tabel 15 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kepemilikan ternak dan lapisan sosial pada tahun 2012 Kepemilikan ternak Lapisan atas Lapisan bawah Total Rendah 4 (30,77) 9 (69,23) 13 (100) Tinggi 6 (35,29) 11 (64,71) 17 (100) Total 10 (33,33) 20 (66,67) 30 (100) Berdasarkan hasil tabulasi data kepemilikan ternak pada tabel 15, persentase kepemilikan ternak yang tinggi pada lapisan atas lebih rendah dibandingkan dengan lapisan bawah. Selain itu persentase kepemilikan ternak rendah pada lapisan atas juga lebih rendah dibandingkan dengan lapisan bawah. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan ternak tidak dapat menunjukkan perbedaan status sosial. Lebih dari 50 % anggota LMDH termasuk ke dalam kepemilikan ternak tinggi. Hal ini berhubungan dengan adanya program KUBE dari pemerintah yang memberikan bantuan sapi untuk masyarakat lapisan menengah ke bawah sehingga masyarakat lapisan menengah ke bawah dapat akses terhadap ternak. Variabel keempat yang menjadi indikator status sosial yaitu luas lahan yang dimiliki oleh anggota LMDH. Lahan di Desa Tlogohendro masih menjadi komoditas yang belum langka. Kepadatan penduduk yang masih rendah menjadi penyebab mudahnya akses masyarakat terhadap lahan. Masyarakat mendapatkan lahan secara turun-temurun. Penduduk jarang melakukan aktivitas jual beli lahan. Lahan dimanfaatkan penduduk untuk menanam bawang daun dan jagung. Jagung menjadi bahan makanan pokok masyarakat sebagai pengganti nasi. Jagung tidak untuk diperdagangkan tetapi untuk konsumsi sendiri. Sedangkan bawang daun menjadi komoditas pertanian utama dan ditanam secara terus-menerus. Modal yang tidak terlalu besar, bibit berupa tunas yang dapat tumbuh sendiri, dan waktu panen yang singkat (1 bulan) menjadi alasan penduduk menanam bawang daun. Keseragaman komoditas dan waktu tanam menyebabkan serangan hama sehingga hasil panen berkurang. Berikut ini disajikan tabel jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan luas lahan dan kelas sosial pada tahun Tabel 16 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan luas lahan dan lapisan sosial pada tahun 2012 Luas Lahan Lapisan atas Lapisan bawah Total Sempit ( 1,5 Ha) 6 (24) 19 (76) 25 (83,33) Luas (> 1,5 Ha) 4 (80) 1 (20) 5 (16,67) Total 10 (33,33) 20 (66,67) 30 (100) 53

68 54 Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 16 tersebut, 83,33 % anggota LMDH mempunyai lahan yang sempit yaitu kurang dari 1,5 Ha. Persentase kepemilikan lahan sempit lebih tinggi pada lapisan sosial bawah. Sedangkan persentase kepemilikan lahan luas lebih tinggi pada lapisan sosial atas. Jadi dapat disimpulkan bahwa anggota LMDH pada lapisan sosial atas lebih akses terhadap lahan. Luas lahan mempunyai hubungan positif dengan lapisan sosial. Kondisi rumah menjadi variabel selanjutnya untuk menentukan status sosial anggota LMDH. Kondisi rumah anggota LMDH dikategorikan menjadi layak dan tidak layak dengan melihat kondisi dinding rumah dan lantai. Rumah dikategorikan layak jika dinding rumah terbuat dari tembok dan 75 % lantai rumah dari ubin. Dinding rumah dan lantai rumah dari keramik termasuk kategori layak. Sedangkan kondisi rumah dikategorikan kurang layak jika dinding rumah terbuat dari kayu dan 75 % lantai tanah terbuat dari tanah. Berikut ini disajikan tabel jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kondisi rumah dan kelas sosial pada tahun Tabel 17 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kondisi rumah dan lapisan sosial pada tahun 2012 Kondisi Rumah Lapisan atas Lapisan bawah Total Tidak layak 5 (26,32) 14 (73,68) 19 (63,33) Layak 5 (45,45) 6 (54,55) 11 (36,67) Total 10 (100) 20 (100) 30 (100) Tabulasi data pada tabel 17 menunjukkan bahwa persentase rumah tidak layak lebih tinggi pada lapisan sosial bawah yaitu sebesar 73,68 %. Tetapi persentase rumah layak juga lebih tinggi pada lapisan sosial bawah yaitu sebesar 54,55%. Hal ini menujukkan bahwa kondisi rumah tidak terlalu menunjukkan status sosial amggota LMDH karena mayoritas penduduk mendapatkannya dari warisan orang tua. Variabel terakhir yang digunakan untuk menentukan status sosial anggota LMDH yaitu keikutsertaan dalam kelembagaan. Stagnasi kelembagaan menjadi salah satu permasalahan yang dialami oleh LMDH. Keterbatasan jumlah SDM menjadi penyebab terjadinya stagnasi kelembagaan. Struktur kepengurusan yang tidak pernah diganti sejak pertama berdiri dan beberapa posisi kelembagaan yang dipegang oleh orang yang sama menyebabkan kelembagaan tidak dapat berjalan secara optimal. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 18, 90 % anggota LMDH termasuk kategori rendah dalam hal keikutsertaan dalam kelembagaan. Tetapi persentase keikutsertaan dalam kelembagaan anggota LMDH pada lapisan sosial atas masih lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan sosial bawah. Seluruh anggota LMDH pada lapisan sosial bawah mengikuti kurang dari empat kelembagaan. Hal ini menunjukkan bahwa anggota LMDH pada lapisan sosial atas mempunyai akses yang lebih baik terhadap kelembagaan dibandingkan dengan anggota LMDH pada lapisan sosial bawah. Hal ini menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam kelembagaan dengan status sosial mempunyai hubungan positif.

69 Tabel 18 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan keikutsertaan dalam kelembagaan dan lapisan sosial pada tahun 2012 Keikutsertaan dalam kelembagaan Lapisan atas Lapisan bawah Total Rendah (<4) 7 (25,93) 20 (74,07) 27 (90) Tinggi ( 4) 3 (100) 0 (0) 3 (10) Total 10 (33,33) 20 (66,67) 30 (100) Berdasarkan hasil analisis lima variabel yang menentukan status sosial anggota LMDH, status sosial rendah didominasi oleh lapisan sosial bawah. Tetapi status sosial tinggi juga didominasi oleh lapisan sosial bawah. Hal ini menunjukkan bahwa status sosial anggota LMDH tidak terlalu menentukan akses dan konrol terhadap sumberdaya dalam LMDH. Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa masyarakat kelas menengah ke atas memilih untuk tidak menyadap karena pendapatan dari hasil menyadap tidak terlalu besar. Oleh karena itu status sosial tidak terlalu menentukan karena anggota LMDH didominasi oleh masyarakat golongan menengah ke bawah yang menjadi penyadap sebagai salah satu strategi bertahan hidup. Hasil tabulasi data status sosial anggota LMDH selengkapnya dapat ditunjukkan pada tabel 19. Tabel 19 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan status sosial dan lapisan sosial pada tahun 2012 Status sosial Lapisan atas Lapisan bawah Total Rendah 5 (27,78) 13 (72,22) 18 (100) Tinggi 5 (41,67) 7 (58,33) 12 (100) Total 10 (33,33) 20 (66,67) 30 (100) Selain jumlah tenaga kerja produktif dalam rumahtangga dan status sosial, masih ada satu faktor eksternal yang mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumber daya hutan yaitu kesempatan kerja. Kesempatan kerja adalah variasi pekerjaan yang dapat dilakukan oleh rumahtangga anggota LMDH. Kesempatan kerja dapat dilihat dari sektor pertanian hutan (penyadapan getah pinus dan tumpang sari), pertanian nonhutan (bawang daun), peternakan (sapi dan kambing), dan nonpertanian (pamong desa, buruh, dan PNS). Kesempatan kerja dikategorikan menjadi tinggi dan rendah. Kesempatan kerja tinggi jika rumahtangga anggota LMDH bekerja di lebih dari dua sektor pekerjaan. Sedangkan kesempatan kerja rendah jika rumahtangga anggota LMDH hanya berkerja di dua sektor pekerjaan atau bahkan hanya satu sektor pekerjaan. Berikut ini hasil tabulasi data kesempatan kerja dan lapisan sosial anggota LMDH pada tahun

70 56 Tabel 20 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan kesempatan kerja dan lapisan sosial pada tahun 2012 Kesempatan Kerja Lapisan atas Lapisan bawah Total Rendah 6 (33,33) 12 (66,67) 18 (60) Tinggi 4 (33,33) 8 (66,67) 12 (40) Total 10 (33,33) 20 (66,67) 30 (100) Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 20, ternyata kesempatan kerja tidak terlalu mempengaruhi lapisan sosial. Pada rumahtangga anggota LMDH dengan lapisan sosial yang lebih rendah, mempunyai kesempatan kerja yang lebih beragam. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Ketua LMDH, kegiatan menyadap membutuhkan waktu dan tenaga yang besar dengan penghasilan yang kurang memuaskan. Anggota LMDH pada lapisan sosial bawah membutuhkan pekerjaan beragam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Meskipun kegiatan menyadap memakan banyak waktu tetapi mereka tetap mencari sumber pendapatan lain untuk bertahan hidup. Sedangkan bagi anggota LMDH pada lapisan sosial yang lebih tinggi, mempunyai akses yang lebih besar terhadap pekerjaan dengan pendapatan yang lebih besar sehingga tidak harus bekerja pada beberapa sektor pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rumahtangga LMDH pada lapisan sosial bawah mempunyai pekerjaan yang beragam untuk bertahan hidup, sedangkan pada lapisan atas mempunyai pekerjaan yang beragam untuk akumulasi sumberdaya. Mayoritas anggota LMDH menyadap karena tidak ada pekerjaan lain. Selain itu ada juga anggota LMDH yang tidak menyadap karena pekerjaan lainnya yang lebih menghasilkan tetapi tetap dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa anggota LMDH ada yang menjadi anggota untuk bertahan hidup dan ada juga yang menjadi anggota untuk akumulasi sumberdaya. Oleh karena itu kesempatan kerja tidak terlalu berpengaruh terhadap lapisan sosial.

71 ANALISA EFEKTIVITAS PHBM DI LMDH TLOGOMULYO 57 Muschett dalam Sutopo (2005) menjelaskan bahwa pembangunan kehutanan harus melibatkan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Dimensi ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar hutan dengan adanya program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Penelitian ini menganalisa efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi dengan menggunakan variabel keragaman sumber pendapatan dan perubahan tingkat pendapatan masyarakat dengan adanya LMDH. Dimensi ekologi yaitu keberlanjutan fungsi ekosistem dalam memenuhi kebutuhan manusia. Kelestarian lingkungan dan pengurangan jumlah bencana alam harus menjadi fokus dari adanya PHBM. Penelitian ini menganalisa efektivitas PHBM dari dimensi ekologi dengan melihat perubahan jumlah kebakaran hutan, tanah longsor, penebangan hutan, pembukaan hutan, dan pemanfaatan lahan oleh rumahtangga anggota LMDH. Trend jumlah pohon yang disadap oleh anggota LMDH juga akan diteliti secara kualitatif sebagai salah satu indikator keberhasilan PHBM dari dimensi ekologi. Dimensi ketiga yang digunakan untuk menganalisis efeketivitas PHBM yaitu dimensi sosial. Dimensi sosial merupakan relasi gender angota LMDH untuk mewujudkan kesetaraan akses dan kontrol trehadap sumberdaya sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial. Penelitian ini menganalisa relasi gender anggota LMDH dengan menggunakan kerangka analisa Harvard. Kerangka analisa Harvard menganalisa profil aktivitas, profil akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya akan dikategorikan menjadi setara dan tidak setara untuk melihat efektivitas PHBM dari dimensi sosial. Dimensi Ekonomi Variabel pertama yang digunakan untuk menganalisa efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi yaitu keragaman sumber pendapatan. Keragaman sumber pendapatan yaitu variasi pekerjaan rumahtangga anggota LMDH untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sumber pendapatan rumahtangga anggota LMDH dapat berasal dari sektor pertanian hutan, pertanian nonhutan, peternakan, buruh, pamong desa, pegawai, dan pedagang. Sumber pendapatan yang berhubungan langsung dengan LMDH yaitu penjualan getah pinus dan pertanian hutan (kopi, kaliandra, dan rumput gajah). Tetapi sumber nafkah yang sangat membantu anggota LMDH untuk meningkatkan pendapatan adalah penjualan getah pinus. Meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu besar tetapi sangat bermanfaat bagi rumahtangga kalangan menengah ke bawah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu anggota LMDH yang menyadap mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah dengan keterbatasan modal dan sumberdaya. Hal ini memaksa anggota

72 58 LMDH untuk tetap bertahan meskipun pendapatan yang diperoleh tidak terlalu besar dengan resiko dan tenaga yang cukup besar. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 21, rumahtangga anggota LMDH pada lapisan bawah mempunyai keragaman sumber pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga pada lapisan atas. Semakin rendah lapisan sosial anggota LMDH maka keragaman sumber pendapatan semakin tinggi. Artinya anggota LMDH pada lapisan sosial yang lebih rendah justru bekerja di berbagai sektor pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan dari masing-masing pekerjaan sehingga membutuhkan variasi pekerjaan yang lebih banyak. Jumlah anggota rumahtangga yang lebih banyak juga mengindikasikan besarnya jumlah pendapatan yang diperlukan oleh kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Berbeda dengan lapisan menengah ke bawah, rumahtangga pada lapisan atas dengan kepemilikan sumberdaya yang lebih banyak dan jumlah pohon yang sedikit justru mempunyai keragaman sumber pendapatan yang rendah. Akumulasi sumberdaya yang sudah mencukupi kebutuhan rumahtangga, menyebabkan anggota rumahtangga tidak terlalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan dengan pendapatan yang tinggi mengindikasikan bahwa rumahtangga pada lapisan atas tidak harus bekerja di semua sektor pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil tabulasi data mengenai keragaman sumber pendapatan rumahtangga anggota LMDH disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 21 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan keragaman sumber pendapatan dan lapisan sosial pada tahun 2012 Keragaman sumber pendapatan Lapisan atas Lapisan bawah Rendah 6 (60) 9 (45) Tinggi 4 (40 11 (55) Total 10 (100) 20 (100) Variabel kedua yang digunakan untuk menganalisis efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi yaitu perubahan tingkat pendapatan anggota LMDH yang berhubungan dengan keberadaan LMDH. Perubahan pendapatan tidak dilihat dari segi waktu karena ada kendala dalam penentuan titik perubahan. Keragaman anggota LMDH dalam menjadi anggota dan jangka waktu yang terlalu lama diasumsikan akan menghambat penggalian informasi mengenai perubahan pendapatan. Perubahan pendapatan dianalisis dengan cara membedakan pendapatan yang diperoleh anggota LMDH berdasarkan sumber pendapatan yang berhubungan dengan LMDH dan yang tidak berhubungan dengan LMDH. Sumber pendapatan yang dikategorikan berhubungan dengan LMDH yaitu penjualan getah pinus dan penjualan kopi yang ditanam di petakan. Sedangkan sumber pendapatan yang tidak berhubungan dengan LMDH yaitu dari buruh tani, buruh tebang tebu, buruh sadap ke luar daerah, penjualan hasil pertanian (selong, dan pisang), penjualan ternak (kambing dan sapi), penjualan gula aren, gaji sebagai pamong desa, dan gaji sebagai pegawai. Kemudian data pemanfaatan

73 pendapatan masing-masing sumber pendapatan tersebut akan digeneralisasikan secara kualitatif. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 22, semakin tinggi lapisan sosial maka tingkat pendapatan yang berhubungan dengan LMDH akan semakin rendah. Rumahtangga anggota LMDH pada lapisan sosial yang lebih rendah mempunyai pendapatan yang berhubungan dengan LMDH lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan rendahnya pendapatan yang diperoleh dibandingkan dengan waktu dan tenaga yang dibutuhkan. Sumber pendapatan yang berhubungan dengan LMDH hanya penjualan getah dan kopi. Oleh karena itu, rumahtangga lapisan atas dengan kepemilikan sumberdaya yang lebih tinggi memilih untuk tidak menyadap dan mencari penghasilan di sektor lain yang lebih menghasilkan. Sedangkan rumahtangga dengan lapisan bawah tidak mempunyai pilihan lain selain menyadap karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan anggota LMDH dan Ketua LMDH, masing-masing sektor mempunyai peruntukan masing-masing dalam memnuhi kebutuhan rumahtangga. Sektor pertanian (hasil penjualan selong) digunakan untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah dan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan hasil penjualan getah digunakan untuk memenuhi kebutuhan dapur dan tambahan untuk uang jajan anak. Penjualan ternak ditabung dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mendadak seperti untuk membeli sepeda motor, membeli tanah, dan untuk pernikahan atau acara hajatan lainnya. Hasil tabulasi data mengenai tingkat pendapatan rumahtangga anggota LMDH berdasarkan lapisan sosial disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 22 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan tingkat pendapatan dan lapisan sosial pada tahun Tingkat pendapatan Lapisan atas Lapisan bawah Rendah 3 (30) 11 (55) Tinggi 7 (70) 9 (45) Total 10 (100) 20 (100) Efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi dianalisis dengan cara mengakumulasikan skor responden pada variabel keragaman sumber pendapatan dan tingkat pendapatan rumahtangga anggota LMDH. Berdasarkan hasil analisis variabel keragaman sumber pendapatan dan tingkat pendapatan responden, dapat disimpulkan bahwa efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan persentase efektivitas rendah sebesar 63,33 %. Baik pada rumahtangga lapisan atas maupun lapisan bawah, mayoritas mendapatkan akumuasi skor yang menunjukkan efektivitas PHBM masih rendah. Artinya PHBM belum mampu memberikan perubahan yang signifikan terhadap pendapatan rumahtangga anggota LMDH. Hal ini disebabkan oleh kegiatan LMDH yang masih terbatas pada kegiatan penyadapan pohon pinus. Selain itu LMDH juga belum mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Pekerjaan yang ditawarkan baru sebatas sadap getah pinus. Hasil tabulasi data mengenai efektivitas PHBM dapat dilihat pada tabel berikut ini.

74 60 Tabel 23 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM pada dimensi ekonomi dan lapisan sosial pada tahun 2012 Efektivitas PHBM Lapisan atas Lapisan bawah Total Tinggi 3 (30) 8 (40) 11 (36,67) Rendah 7 (70) 12 (60) 19 (63,33) Total 10 (100) 20 (100) 30 (100) Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 23, efektivitas PHBM tidak berhubungan dengan lapisan sosial rumahtangga anggota LMDH. Efektivitas PHBM tergolong rendah baik pada lapisan sosial atas maupun lapisan sosial bawah. Hal ini menunjukkan bahwa PHBM belum memberikan peningkatan kesejahteraan yang signifikan baik pada lapisan sosial atas maupun lapisan sosial bawah. Dimensi Ekologi Dimensi ekologi berhubungan dengan dampak PHBM terhadap keberlanjutan fungsi ekosistem. Efektivitas PHBM pada dimensi ekologi dianalisa dengan cara melihat perubahan jumlah kasus kebakaran hutan, tanah longsor, penebangan liar, pembukaan hutan, dan pemanfaatan lahan telantar. Data perubahan kasus juga akan ditanyakan kepada anggota LMDH sehingga diperoleh data yang beragam dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan hasil kuesioner, rumahtangga anggota LMDH mengakui jika kebakaran hutan dan penebangan liar tidak pernah terjadi di Desa Tlogohendro. Masyarakat mengaku tidak pernah melakukan penebangan liar. Begitu juga Ketua LMDH dan mandor PHBM juga mengaku tidak pernah terjadi kasus penebangan liar di Tlogohendro. Akses jalan yang masih sulit dan lokasi hutan yang berada di ketinggian menjadi penyebab penebangan liar tidak pernah terjadi di Tlogohendro. Polisi hutan dan sie keamanan LMDH yang masih menjalankan tugas dengan optimal juga membantu mewujudkan hutan yang aman dari penebangan liar dan kebakaran hutan. Sedangkan pembukaan hutan terjadi ketika hutan akan ditanami pohon pinus. Pembukaan hutan terjadi sekitar tahun 1950-an. Sebelum hutan ditanami pinus, awalnya lahan dibiarkan telantar. Tetapi produktivitas lahan yang semakin menurun mendorong Perhutani untuk membuka lahan untuk digunakan sebagai lahan pertanian. Masyarakat diberikan waktu selama tiga tahun oleh Perhutani untuk mengolah lahan. Setelah tiga tahun, lahan ditanami pohon pinus agar dapat disadap, lebih terawat, dan dapat menambah penghasilan masyarakat sekitar hutan. Tanah longsor selalu terjadi saat musim penghujan datang. Tetapi tidak pernah memakan korban jiwa karena skala tanah longsor kecil. Selain itu lokasi kejadian berada di tepi Kali Kupang, Sekacir, Mangunan, Rejosari dan Gunung Cilik. Lokasi tanah longsor tersebut berada di tepi sungai, tepi hutan, dan daerahdaerah yang jauh dari pemukiman penduduk. Struktur tanah yang terdiri dari tanah liat dan berbatu menyebabkan tanah keropos sehingga saat volume air besar,

75 tanah menjadi longsor. Meskipun tanah longsor sudah sering terjadi dengan skala yang bertambah besar, tetapi belum ada tindakan nyata dari Perhutani. Pemerintah Desa sudah melaporkan ke Pemerintah Kabupaten, tetapi hasilnya hanya berupa kunjungan ke lokasi kejadian tanpa adanya tindak lanjut. Lahan telantar sudah jarang ditemui di Desa Tlogohendro. Mayoritas lahan sudah diolah dan mempunyai pemilik sehingga jarang yang telantar. Lahan telantar yang sampai sekarang masih ada yaitu di Dusun Klindon (tepi Sungai Sekacir), Watu Belah, di dekat Kali Putih, di petak 27 G, dan di Gondang. Lahanlahan tersebut tidak diolah karena lokasi lahan yang jauh dan jalan yang sulit, struktur tanah yang kurang subur dan berbatu, banyak babi hutan, dan tanah yang memang tidak dapat diolah. Lahan tersebut tidak diolah sejak tahun Sampai saat ini tetap tidak ada yang mengolah. Tetapi untuk lahan di Gondang pernah ditanami lobis dan jagung. Status lahan yang tanpa pemilik mengharuskan warga untuk ijin ke Kepala Desa sebelum menanami lahan telantar tersebut. Selain ditanami dengan pinus, masyarakat memanfaatkan petakan sadapan untuk ditanami rumput gajah, kaliandra, dan kopi. Saat ini Perhutani tidak menerapkan sistem bagi hasil untuk rumput gajah dan kopi sepanjang tidak mengganggu tanaman utama. Tetapi berdasarkan informasi dari TSB, ada isu bahwa Perhutani akan menerapkan sistem pembayaran bagi anggota LMDH yang menanam rumput gajah di petakan sadapan, yaitu sebesar 5000 per bulan. Berdasarkan hasil analisis data kuesioner dan hasil wawancara mendalam dapat disimpulkan bahwa efektivitas PHBM pada dimensi ekologi tergolong tinggi. Hasil tabulasi data pada tabel 24 menunjukkan bahwa 93,33 % rumahtangga anggota LMDH menyatakan bahwa efektivitas LMDH tergolong tinggi karena jarang terjadi kerusakan-kerusakan ekologi dan fungsi ekosistem masih berjalan dengan lestari. Hal ini menunjukkan bahwa PHBM berhasil menjaga kelestarian hutan melalui pengelolaan bersama masyarakat. Tabel 24 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM pada dimensi ekologi dan lapisan sosial pada tahun 2012 Efektivitas PHBM Lapisan atas Lapisan bawah Total Tinggi 8 (80) 20 (100) 28 (93,33) Rendah 2 (20) 0 (0) 2 (6,67) Total 10 (100) 20 (100) 30 (100) 61 Tetapi jika dianalisa dengan menggunakan jumlah pohon sadapan anggota tani sadap, ternyata jumlah tegakan yang disadap oleh anggota tani sadap semakin menurun dari tahun ke tahun. Banyak pohon yang tumbang karena terkena angin kencang dan usia tegakan yang sudah tidak produktif sehingga tidak dapat disadap. Menurut informasi dari salah satu anggota tani sadap, Perhutani belum menindaklanjuti adanya sejumlah pohon yang tumbang. Belum ada penanaman kembali pohon yang tumbang maupun tidak dapat disadap karena usia pohon yang sudah terlalu tua. Padahal getah pinus menjadi salah satu sumber pendapatan rumahtangga anggota LMDH.

76 62 Dimensi Sosial Efektivitas PHBM dari dimensi sosial berhubungan dengan permasalahan akses dan kontrol terhadap sumberdaya serta pelibatan semua masyarakat dalam pengelolaan hutan sehingga tidak menimbulkan kesenjangan di dalam masyarakat. Analisa terhadap efektivitas PHBM dari segi dimensi sosial akan menggunakan kerangka analisa Harvard. Kerangka analisa Harvard digunakan untuk melihat relasi gender pada masyarakat sekitar hutan. Kerangka analisa Harvard membandingkan profil aktivitas serta profil akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap sumberdaya. PHBM berpengaruh positif dari dimensi sosial jika berhasil mewujudkan relasi gender yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam mengelola hutan. Berdasarkan hasil perbandingan curahan waktu antara kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan maka dapat dianalisa kesetaraan profil aktivitas antara laki-laki dan perempuan pada rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo. Laki-laki mempunyai curahan waktu yang lebih banyak pada kegiatan produktif. Sedangkan perempuan mempunyai curahan waktu yang sangat besar pada kegiatan reproduktif. Pada kegiatan sosial kemasyarakatan laki-laki mendominasi pada lapisan sosial yang lebih rendah. Sedangkan pada lapisan sosial yang lebih tinggi, curahan waktu untuk kegiatan sosial kemasyarakatan didominasi oleh perempuan. Perbedaan curahan waktu untuk kegiatan produktif dan sosial kemasyarakatan tidak terlalu signifikan. Tetapi pada kegiatan reproduktif, lakilaki sangat jarang melakukan kegiatan reproduktif sehingga perbedaan curahan waktu untuk kegiatan reproduktif sangat siginifikan. Perempuan tidak pernah terlibat dalam kelembagaan seperti Gapoktan, KUBE, LMDH, maupun kelembagaan lainnya. Perempuan hanya bertugas untuk menyelesaikan kegiatan domestik guna memenuhi kebutuhan keluarga. Perempuan jarang dilibatkan dalam kegiatan publik. Hal ini sangat tidak menguntungkan bagi perempuan karena tidak akan mempunyai kesempatan menyampaikan permasalahan dan halhal yang dibutuhkan. Pengambilan keputusan juga tidak melibatkan perempuan karena keterbatasan pengalaman dan jaringan serta menganggap perempuan dapat diwakilkan sehingga kurang diperhitungkan oleh pengambil keputusan. Tidak mengherankan jika program-program LMDH tidak menyentuh kebutuhan perempuan karena perempuan tidak diberi kesempatan yang setara dengan lakilaki dalam mengelola sumberdaya. Keanggotaan dan program-program LMDH yang hanya menyentuh kebutuhan laki-laki menunjukkan bahwa PHBM belum memberikan pengaruh yang positif terhadap kesetaran profil aktivitas di masyarakat. Tabulasi data mengenai perbandingan curahan waktu rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan dapat dilihat pada tabel 25.

77 Tabel 25 Curahan waktu rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012 Profil aktivitas Lapisan atas Lapisan bawah L P L P Produktif Reproduktif 10,5 114,4 56,8 134,6 Sosial kemasyarakatan 28,9 37,9 53,7 28,3 Selain membandingkan profil aktivitas, kerangka analisis Harvard juga membandingkan profil akses dan kontrol rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya. Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 26, persentase rumahtangga anggota LMDH yang mempunyai akses tinggi adalah 51,67 %. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anggota LMDH sudah akses terhadap sumberdaya. Tetapi ternyata angka tersebut didominasi oleh laki-laki. Mayoritas perempuan tetap belum akses terhadap sumberdaya. Perempuan dengan akses yang tinggi hanya menyentuh angka 10 % sedangkan laki-laki sudah mencapai 93 %. Mayoritas perempuan masih mempunyai akses yang rendah terhadap sumberdaya yaitu sebesar 90 %. Hal ini menunjukkan bahwa profil akses terhadap sumberdaya antara laki-laki dan perempuan masih sangat timpang. Kontrol terhadap sumberdaya juga menunjukkan hal yang serupa. Bahkan 100 % perempuan mempunyai kontrol yang rendah terhadap sumberdaya. Sedangkan 73 % laki-laki mempunyai kontrol yang tinggi terhadap sumberdaya. Rendahnya pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan membuat perempuan mempunyai kontrol yang rendah. Pendidikan perempuan yang masih SD juga memperparah ketidakberdayaan perempuan dalam mengkases dan mengontrol sumberdaya. Hal ini menunjukkan bahwa PHBM belum memberikan pengaruh yang positif terhadap kesetaraan profil kontrol terhadap sumberdaya. Analisis mengenai perbandingan curahan waktu rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial kemasyarakatan menunjukkan bahwa profil aktivitas belum setara. Analisis profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya juga menunjukan hal yang sama. Ketimpangan akses dan kontrol terhadap sumberdaya masih terjadi antara laki-laki dan perempuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa efektivitas PHBM dari dimensi sosial masih tergolong rendah. Tabel 26 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial serta profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya pada tahun 2012 Lapisan Sosial Akses Kontrol Total Tinggi Rendah Tinggi Rendah Total Lapisan L 8 (80) 2 (20) 10 (100) 7 (70) 3 (30) 10 (100) atas P 2 (20 8 (80) 10 (100) 0 (0) 10 (100) 10 (100) Lapisan L 20 (100) 0 (0) 20 (100) 15 (75) 5 (25) 20 (100) bawah P 1 (5) 19 (95) 20 (100) 0 (0) 20 (100) 20 (100) Total (100) (51,67) (48,33) (36,67) (63,33) 60 (100) 63

78 64 Hasil tabulasi data pada tabel 27 juga memperkuat argumen bahwa efektivitas PHBM dari dimensi sosial masih tergolong rendah. Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah, efektivitas PHBM tergolong rendah. Pada lapisan atas, 65 % rumahtangga anggota LMDH menunjukkan indikator efektivitas PHBM yang rendah. Begitu juga untuk lapisan bawah, 60 % rumahtangga anggota LMDH menujukkan indikator efektivitas PHBM yang rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa efektivitas PHBM dari dimensi sosial masih tergolong rendah. Tabel 27 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan lapisan sosial serta efektivitas PHBM pada dimensi sosial pada tahun 2012 Efektivitas PHBM Lapisan atas Lapisan bawah L P L P Rendah 3 (30) 10 (100) 4 (20) 20 (100) Tinggi 7 (70) 0 (0) 16 (80) 0 (0) Efektivitas PHBM di LMDH Tlogo Mulyo Efektivitas PHBM dianalisis dengan meninjau efektivitas PHBM dari dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial. Efektivitas PHBM dalam dimensi ekonomi diukur dengan variabel keragaman sumber pendapatan dan perubahan pendapatan rumahtangga anggota LMDH dengan keberadaan LMDH. Efektivitas dari dimensi ekologi diukur dengan meninjau kelestarian ekosistem yang dianalisa menggunakan indikator frekuensi terjadinya kebakaran hutan, penebangan liar, tanah longsor, dan pemanfaatan lahan telantar. Efektivitas PHBM dari dimensi sosial diukur dengan menggunakan kerangka analisis Harvard untuk mengetahui relasi gender dengan membandingkan profil aktivitas dengan profil akses dan kontrol antara laki-laki dan perempuan pada rumahtangga anggota LMDH. Hasil analisa menunjukkan bahwa efektivitas PHBM masih tergolong rendah. Efektivitas PHBM tergolong tinggi pada dimensi ekologi, tetapi pada dua dimensi lainnya masih tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PHBM harus lebih mengutamakan dimensi ekonomi dan dimensi sosial. Dimensi sosial perlu membutuhkan perhatian lebih karena dimensi sosial akan membantu terwujudnya efektivitas dari dimensi ekonomi. Pelibatan laki-laki dan perempuan secara setara akan mengakomodasi kebutuhan seluruh anggota rumahtangga. Terpenuhinya kebutuhan laki-laki dan perempuan akan mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan secara merata sehingga efektivitas PHBM dari segi ekonomi juga akan tercapai. Tabel 28 Jumlah dan persentase rumahtangga anggota LMDH berdasarkan efektivitas PHBM dan lapisan sosial pada tahun 2012 Efektivitas Lapisan atas Total Lapisan bawah Total PHBM L P L P Rendah 2 (20) 8 (80) 10 (50) 2 (10) 20 (100) 22 (55) Tinggi 8 (80) 2 (20) 10 (50) 18 (90) 0 (0) 18 (45)

79 Data pada tabel 28 menunjukkan bahwa persentase perempuan dengan efektivitas PHBM rendah pada lapisan bawah mencapai 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan pada lapisan bawah mengalami ketidakberdayaan baik secara ekonomi mapun sosial. Akumulasi kepemilikan sumberdaya yang rendah mengakibatkan perempuan tidak berdaya secara ekonomi. Selain itu kepemilikan sumberdaya juga akan mempengaruhi akses terhadap sumberdaya. Tingkat pendidikan dan pengalaman yang masih belum layak mengakibatkan perempuan pada rumahtangga LMDH lapisan bawah menjadi tidak terakomodasi kebutuhannya. Kurangnya keterlibatan perempuan dalam kegiatan LMDH mengakibatkan kesenjangan akses dan kontrol terhdap sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Kesenjangan gender ini mengakibatkan tidak terakomodasinya kebutuhan perempuan sehingga perempuan termarginalkan. Hal ini mengakibatkan perempuan tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan LMDH karena pembagian kerja yang memberatkan perempuan. Perempuan harus mengerjakan pekerjaan domestik dan membantu mencari nafkah (membantu menyadap, merawat ternak, dan merawat tanaman). Tetapi jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan baik di bidang pertanian, peternakan, maupun kehutanan. Kesenjangan gender tersebut menyebabkan terhambatnya peran perempuan dalam mencari nafkah. Sektor pertanian hutan dan LMDH yang didominasi oleh laki-laki dan hanya mengakomodasi kebutuhan laki-laki menyebabkan perempuan kurang dapat berpartisipasi dalam kegiatan produktif sehingga pendapatan rumahtangga berkurang. Selain itu persepsi laki-laki yang hanya ingin memanfaatkan sumberdaya hutan untuk mencari nafkah mengancam kelestarian hutan. Penggunaan teknik analisa gender dalam menganalisa efektivitas PHBM hanya dapat dilakukan pada dimensi ekonomi dan dimensi sosial. Dimensi ekologi tidak menunjukkan perbedaan kontribusi antara laki-laki dan perempuan terhadap terjadinya penjarahan hutan maupun pemanfaatan lahan hutan. Selain itu, dimensi ekonomi dan dimensi sosial tidak dapat dipisahkan. Kesetaraan akses dan kontrol terhadap sumberdaya meliputi sumberdaya ekonomi (modal, pertanian, peternakan, dan lain-lain) yang mempengaruhi tingkat pendapatan serta keragaman sumber pendapatan. Oleh karena itu analisa terhadap dimensi ekonomi dan sosial akan lebih tepat jika digabung menjadi dimensi sosial ekonomi. 65

80 66 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. LMDH merupakan lembaga dengan kekuatan hukum karena mempunyai SK Gubernur. Tidak ada pihak yang dapat membubarkan LMDH tanpa persetujuan dari gubernur. Sejak awal berdiri hingga saat penelitian dilaksanakan, kepengurusan LMDH belum mengalami pergantian. Kegiatan LMDH masih terbatas pada kegiatan sadap pohon pinus sehingga didominasi oleh laki-laki dan kurang memberikan tambahan pendapatan yang signifikan terhadap masyarakat sekitar hutan. Pendapatan yang tidak sebanding dengan waktu dan tenaga yang dikeluarkan menyebabkan anggota tani sadap didominasi oleh rumahtangga lapisan bawah. 2. Berdasarkan hasil analisa kesetaraan gender, profil akses dan kontrol suami dan istri rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo terhadap sumberdaya dalam program PHBM di Desa Tlogohendro masih belum setara. Keanggotaan LMDH yang hanya untuk laki-laki dan kurang mengakomodasi kebutuhan perempuan mengakibatkan akses perempuan terhadap sumberdaya rendah sehingga kontrol terhadap perempuan juga rendah. Laki-laki memiliki akses dan kontrol terhadap semua sumberdaya. Tetapi perempuan tidak mempunyai akses terhadap LMDH, dan penjualan ternak. Profil aktivitas rumahtangga anggota LMDH, untuk kegiatan produktif didominasi oleh laki-laki. Sedangkan untuk kegiatan reproduktif didominasi oeh perempuan dengan kesenjangan yang signifikan baik pada lapisan atas maupun bawah. Tetapi pada rumahtangga lapisan bawah, lakilaki masih mempunyai curahan waktu yang lebih besar untuk kegiatan reproduktif. Kegiatan sosial kemasyarakatan, untuk lapisan atas didominasi oleh laki-laki, sedangkan untuk lapisan bawah didominasi oleh perempuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi akses dan kontrol suami dan istri anggota LMDH terhadap sumberdaya dalam Program PHBM di Desa Tlogohendro dapat dikategorikan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal meliputi status sosial, jumlah anggota rumahtangga usia produktif, dan kesempatan kerja. 3. Efektivitas PHBM di Desa Tlogohendro masih tergolong rendah. Efektivitas PHBM dari segi ekonomi dan sosial masih tergolong rendah, tetapi efektivitas dari segi ekologi sudah tercapai. PHBM telah berhasil menjaga kelestarian lingkungan melalui pola pengelolaan hutan bersama dengan masyarakat. Kebakaran hutan dan penebangan liar tidak pernah terjadi di wilayah Tlogohendro. Tetapi PHBM belum memberikan pengaruh positif pada dimensi sosial karena belum dapat mengakomodasi kebutuhan perempuan dan masih menimbulkan kesenjangan gender. Sedangkan secara ekonomi, LMDH belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Kegiatan LMDH yang masih terbatas pada kegiatan sadap getah tidak menghasilkan

81 pendapatan yang begitu besar tetapi resiko dan tenaga yang dibutuhkan sangat besar. Saran Setelah menyelesaikan penelitian, peneliti mempunyai beberapa saran untuk beberapa pihak yaitu : 1. Bagi Mandor PHBM Mandor PHBM hendaknya lebih mendampingi dan mengarahkan pengurus LMDH dalam menjalankan kelembagaan. Hasil monitoring dan evaluasi LMDH hendaknya disampaikan dalam forum agar semua anggota LMDH mengetahui hasil evaluasi terhadap LMDH. Inovasi kegiatan LMDH berdasarkan perbandingan dengan LMDH lain juga perlu diinformasikan kepada semua anggota LMDH bukan hanya pengurus sehingga anggota LMDH merasa memiliki LMDH. 2. Bagi Pengurus LMDH Pengurus hendaknya menjalankan tugas sesuai AD/ART yang telah disusun bersama-sama. Pengurus harus lebih aktif dalam membuat inovasi guna mengembangkan potensi desa. Pelibatan perempuan dalam kegiatan LMDH perlu untuk dilakukan karena perempuan juga berkepentingan terhadap sumber daya hutan dan dapat membantu meningkatkan pendapatan dan keragaman sumber pendapatan masyarakat. Jika diperlukan, pengurus membuat kegiatan khusus untuk istri anggota LMDH baik berbentuk formal maupun informal sehingga akses terhadap sumberdaya dan informasi dapat lebih besar. Contoh kegiatan yang melibatkan perempuan misalnya pelatihan pembuatan sapu glagah, gula aren, dan makanan dengan menggunakan bahan pangan lokal (jagung putih, bawang daun, dan kacang merah). Selain itu pengurus LMDH sebaiknya selalu memperbaharui data LMDH untuk kepentingan administrasi dan keakuratan kondisi LMDH mulai dari profil LMDH, daftar anggota, data pembagian petak sadapan, dan data jumlah pohon. 3. Bagi Pemerintah Desa Pemerintah desa harus menjalankan fungsi sebagai forum komunikasi LMDH untuk membantu memonitoring kelembagaan. Pemerintah desa hendaknya juga menjadi mitra LMDH dalam mewujudkan efektivitas PHBM guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Koordinasi antara Pemerintah desa dengan LMDH sangat diperlukan untuk mewujudkan efektivitas PHBM, memanfaatkan potensi desa (ekowisata dan peternakan), dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini belum terlalu menganalisis mendalam mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi relasi gender dalam masyarakat. Informasi mengenai perubahan pendapatan juga kurang terlalu mendalam. Oleh karena itu peneliti selanjutnya harus menganalisis latar belakang dari terbentuknya relasi gender di masyarakat sekitar hutan dan perubahan pendapatan yang berkenaan dengan adanya LMDH baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. 67

82 68 DAFTAR PUSTAKA Bahriyah LZ Analisa gender dalam kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) (Kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Departemen Kehutanan Departemen Kehutanan koordinasi dengan Mabes TNI dalam pemberantasan penebangan liar. [Internet]. [diunduh 2012 April 20]. Tersedia pada : FAO [Food and Agricultural Organization] Women in Community Forestry. Rome: FAO. Fitriani R, Fabian F, Maryani E Februari-Maret. Sensitivitas gender dalam program pengelolaan sumber daya alam pada masyarakat pesisir. Oxfam Makassar Project,siap terbit. Forclime [Forests and Climate Change Program] Studi gender dalam masyarakat berbasis hutan. [Internet]. [diunduh 2012 April 20]. Tersedia pada : Harahap M Analisis peran gender dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan laut (Studi kasus di Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhan Ratu, Provinsi Sumatera Utara) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hasnayetty R Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat (Studi kasus Desa Lolong, Kec. Karanganyar, Kab. Pekalongan, Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hutauruk JM Peranan perempuan dalam perhutanan sosial dan kontribusinya dalam ekonomi rumahtangga (Studi kasus di RPH Getas BKPH Manggot dan RPH Senggot BKPH Jamboen-KPH Gundih, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah) [prosiding]. Bogor (ID): Pusat Studi Pembangunan. Khususiyah N, Suyanto, Buana Y Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) : Pembelajaran keberhasilan dan kegagalan program. Rahayu S, editor. Bogor: ICRAF. Lynch OJ, Harwell E Sumberdaya Milik Siapa? Siapa Penguasa Barang Publik : Menuju Sebuah Paradigma Baru Bagi Keadaan Lingkungan Hidup dan Kepentingan Nasional Indonesia. ELSAM, penerjemah. Jakarta: Studio Kendil. Pambudiarto Pengelolaan hutan bersama masyarakat melalui PHBM (Suatu kajian penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kec. Bantar Bolang, Kab. Pemalang) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

83 Saruan C Studi gender pada rumahtangga nelayan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir & lautan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shiva V Bebas dari Pembangunan: Perempuan, Ekologi, dan Perjuangan Hidup di India. Jamthani H, penerjemah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sugiarti, Handayani T Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Dharma S, editor. Malang: UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. Surambo, Susanti, Herdianti, Hasibuan, Fatinaware, Safira, Dewy, Winarni, dan Sastra Sistem Perkebunan Kelapa Sawit Memperlemah Posisi Perempuan. Bogor: Sawit Watch dan Solidaritas Perempuan. Sutopo A Pengaruh program pengelolaan hutan bersama masyarakat terhadap kelestarian kawasan hutan dan kesejahteraan masyarakat desa hutan di Kabupaten Ngawi [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Suwardi M Analisis gender dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat dan kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan RT (Kasus hutan rakyat di Desa Sukaresmi, Kec. Sukaresmi, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tamyis AR Analisis gender pada kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat (Kasus rumahtangga peserta PHBM Desa Lolong, Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor (ID): Instut Pertanian Bogor. Widiarti A dan Hiyama C Dari Desa ke Desa Dinamika Gender dan Pengelolaan Kekayaaan Alam. Bogor (ID): CIFOR. 69

84 70 Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun Kegiatan Penyusun an proposal Kolo kium Pengambi lan data Pengolah an dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang Revisi Mei Juni Juli Agustus Sept Oktober Nov Des Jan

85 71 Lampiran 2 Sketsa Desa Tlogohendro Keterangan gambar : : Kabupaten Pekalongan : Kecamatan Petungkriyono

86 72 Lampiran 3 Kerangka Sampling Daftar Rumahtangga Anggota LMDH No Nama Jabatan Jumlah pohon Alamat 1 Kaslam Pelindung - Dk.Gondang 2 Tasbin Ketua 500 Dk.Gondang 3 Ruslani sekretaris - Dk.Gondang 4 Bugel Bendahara 100 Dk.Glidigan 5 Cahyadi Sie Humas - Dk.Gondang 6 Madi Sie sadapan 300 Dk.Gondang 7 Kabul KTS - Dk.Gondang 8 Arjo KTS 200 Dk.Glidigan 9 Dawud KTS - Dk.Klindon 10 Kamto KTS - Dk.Gondang 11 Amir Anggota - Dk.Gondang 12 Bakri Anggota - Dk.Gondang 13 Buang A Anggota 350 Dk.Gondang 14 Buang B Anggota - Dk.Gondang 15 Buang L Anggota - Dk.Gondang 16 Cardi Anggota 400 Dk Glidigan 17 Cartam Anggota - Dk.Gondang 18 Carto Anggota - Dk Glidigan 19 Caryani Anggota - Dk Klindon 20 Caslam Anggota 400 Dk.Gondang 21 Casmo Anggota 250 Dk Glidigan 22 Casroni Anggota 250 Dk.Gondang 23 Casroni Anggota - Dk.Gondang 24 Dahri Anggota 350 Dk Glidigan 25 Dahri Anggota - Dk Klindon 26 Dahri Anggota - Dk Gondang 27 Danuri Anggota 200 Dk.Gondang 28 Daris Anggota 400 Dk Glidigan 29 Darmanto Anggota Darso Anggota Darus Anggota - Dk.Gondang 32 Dasmuki Anggota 350 Dk. Klindon 33 Dasro Anggota 300 Dk.Gondang 34 Di in Anggota Dikan Anggota 600 Dk.Gondang 36 Dolah Anggota - Dk Klindon 37 Draki Anggota 175 Dk Glidigan 38 Kamto Anggota 400 Dk.Gondang 39 Karnadi Anggota Kasbari Anggota 500 Dk.Gondang 41 Kasbolah Anggota 450

87 42 Kasmari Anggota Kasmuri Anggota - Dk Gondang 44 Kasro Anggota - Dk.Gondang 45 Kayubi Anggota 200 Dk.Gondang 46 Kecol Anggota 450 Dk.Gondang 47 Kisno Anggota Kisut Anggota 400 Dk.Gondang 49 Kisut Anggota - Dk.Gondang 50 Korep Anggota Dk.Gondang 51 Korep Anggota - Dk Glidigan 52 Kucit Anggota - Dk.Gondang 53 Kusnanto Anggota - Dk.Gondang 54 Kusnoto Anggota Madi Anggota 300 Dk.Gondang 56 Maryadi Anggota - Dk.Gondang 57 Miarso Anggota Dk Glidigan 58 Mono Anggota - Dk.Gondang 59 Muri Anggota Dk.Gondang Muri Anggota Dk Glidigan 61 Pratin Anggota 300 Dk.Gondang 62 Pratin Anggota - Dk.Gondang 63 Rahmat Anggota - Dk Klindon 64 Rahono Anggota 500 Dk Glidigan 65 Rakis Anggota 400 Dk Glidigan 66 Ramadi Anggota Dk Glidigan Ranami Anggota 650 Dk Glidigan 68 Rasibun Anggota - Dk.Gondang 69 Rajum Anggota Rasijli Anggota 400 Dk.Gondang 71 Ratum Anggota - Dk.Gondang 72 Ratum Anggota - Dk Glidigan 73 Rianto Anggota - Dk Glidigan 74 Rianto Anggota Dk Klindon 75 Ribut Anggota 300 Dk Glidigan 76 Rohman Anggota Dk Glidigan 77 Rohman Anggota - Dk Klindon 78 Rohmat Anggota Rojim Anggota - Dk.Gondang 80 Royo Anggota Dk Glidigan 81 Samad Anggota 300 Dk.Gondang 82 Samat Anggota 300 Dk Glidigan 83 Sanusi Anggota - Dk.Gondang 84 Satari Anggota - Dk.Gondang 85 Slamet Anggota 350 Dk.Gondang 86 Slamet Anggota Dk.Gondang 73

88 74 87 Sudir Anggota Dk Glidigan 88 Sukardi Anggota Sunanto Anggota Suroso Anggota Suroso Anggota 350 Dk.Klindon 92 Suwarno Anggota - Dk Glidigan 93 Takril Anggota - Dk.Gondang 94 Tarjo Anggota 350 Dk.Gondang 95 Tarsono Anggota Dk Glidigan 96 Tasrun Anggota - Dk Glidigan 97 Tasrun Anggota - Dk Glidigan 98 Tuhri Anggota 450 Dk.Gondang 99 Tunut Anggota 200 Dk Glidigan 100 Turah Anggota 200 Dk.Gondang 101 Tutur Anggota - Dk.Gondang 102 Wadri Anggota - Dk.Gondang 103 Wahadi Anggota - Dk Glidigan 104 Wahadi Anggota Dk Glidigan Wahjo Anggota Wahono Anggota Dk.Gondang 107 Wahyudi Anggota Dk Glidigan 108 Wardaki Anggota 150 Dk.Gondang 109 Warsono Anggota 100 Dk Glidigan 110 Wasman Anggota 300 Dk Klindon 111 Wasjun Anggota Wasrun Anggota 400 Dk Glidigan 113 Wasto Anggota 200

89 75 Lampiran 4 Daftar Nama Responden Penelitian Daftar Responden Penelitian (jumlah pohon berdasarkan data di lapang)* No Nama Jabatan Jumlah Pohon Alamat Kelas Sosial 1 Bugel Bendahara 600 Glidigan Satu 2 Arjo KTS 300 Glidigan Dua 3 Danuri Anggota 100 Gondang Dua 4 Kayubi Anggota 200 Gondang Satu 5 Ribut Anggota 300 Glidigan Satu 6 Tarsono Anggota 50 Glidigan Dua 7 Turah Anggota 100 Glidigan Dua 8 Warsono Anggota 100 Glidigan Satu 9 Wasman Anggota 300 Klindon Dua 10 Sukardi Anggota 250 Glidigan Dua 11 Sunanto Anggota 50 Glidigan Dua 12 Suroso Anggota 200 Gondang Dua 13 Tasbin Anggota 300 Glidigan Satu 14 Cardi Anggota 350 Glidigan Dua 15 Dawud Anggota 200 Glidigan Satu 16 Kasbaki Anggota 300 Glidigan Satu 17 Rahono Anggota 300 Glidigan Dua 18 Rakis Anggota 200 Glidigan Dua 19 Slamet Anggota 200 Gondang Dua 20 Dauri Anggota 0 Glidigan Dua 21 Tuhri Anggota 1000 Gondang Dua 22 Wasrun Anggota 300 Glidigan Dua 23 Darso Anggota 200 Gondang Dua 24 Kisno Anggota 30 Klindon Dua 25 Dikan Anggota 300 Gondang Dua 26 Kasmuri Anggota 200 Gondang Dua 27 Ramadi Anggota 100 Glidigan Dua 28 Wahadi Anggota 100 Glidigan Satu 29 Ruslani Sekretaris 0 Gondang Satu 30 Cahyadi Sie Keamanan 0 Gondang Satu *Pohon banyak yang tumbang karena bencana, angin kencang, dan usia pohon yang sudah sangat tua sehingga tidak dapat disadap. Pembagian kelas sosial responden berdasarkan jumlah pohon dan akumulasi kepemilikan sumberdaya (ternak dan keikutsertaan dalam kelembagaan.

90 76 Daftar Responden Penelitian (jumlah pohon berdasarkan daftar anggota LMDH) No Nama Jabatan Jumlah Pohon Alamat 1 Bugel Bendahara 100 Glidigan 2 Arjo KTS 200 Glidigan 3 Danuri Anggota 200 Gondang 4 Kayubi Anggota 200 Gondang 5 Ribut Anggota 300 Glidigan 6 Tarsono Anggota 240 Glidigan 7 Turah Anggota 200 Glidigan 8 Warsono Anggota 100 Glidigan 9 Wasman Anggota 300 Klindon 10 Sukardi Anggota 325 Glidigan 11 Sunanto Anggota 100 Glidigan 12 Suroso Anggota 300 Gondang 13 Tasbin Anggota 500 Glidigan 14 Cardi Anggota 400 Glidigan 15 Dawud Anggota 350 Glidigan 16 Kasbaki Anggota 500 Glidigan 17 Rahono Anggota 500 Glidigan 18 Rakis Anggota 400 Glidigan 19 Slamet Anggota 350 Gondang 20 Dauri Anggota 350 Glidigan 21 Tuhri Anggota 450 Gondang 22 Wasrun Anggota 400 Glidigan 23 Darso Anggota 350 Gondang 24 Kisno Anggota 400 Klindon 25 Dikan Anggota 600 Gondang 26 Kasmuri Anggota Gondang 27 Ramadi Anggota 900 Glidigan 28 Wahadi Anggota 1000 Glidigan 29 Ruslani Sekretaris - Gondang 30 Cahyadi Sie Keamanan - Gondang

91 77 Lampiran 5 Tabel Curahan waktu (jam/bulan) rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan produktif berdasarkan lapisan sosial Kegiatan RMT 1 RMT 2 RMT 3 RMT 4 RMT 5 RMT 6 RMT 7 RMT 8 RMT 9 RMT 10 L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P Menyadap Merumput , Memberi makan ternak dan membersihkan 0 37, , , kandang Buruh tani Merawat selong , , Jual ternak 0, , , , Jual hasil pertanian ,5 0, , Lainnya 30, ,5 0 0,29 1 Total (jam/bulan) 150,6 187, , , ,5 301, , , ,5 60,25 109,29 166

92 Kegiatan RMT 1 RMT 2 RMT 3 RMT 4 RMT 5 RMT 6 RMT 7 RMT 8 RMT 9 RMT 10 RMT 11 RMT 12 RMT 13 RMT 14 RMT 15 RMT 16 RMT 17 L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P Menyadap Merumput 75 39, , memberi makan ternak dan , , , , , , , ,5 membersihkan kandang buruh tani Merawat selong 0 39, Jual ternak , , , ,05 0 0, , , , ,133 0 Jual hasil pertanian , , ,17 0, Lainnya , , Total (jam/bulan) ,98 221,5 256,5 340, , , , ,41 8,25 128, ,53 181, ,24 45, , ,5 180,13 173,5

93 79 Lampiran 6 Tabel Curahan waktu (jam/bulan) rumahtangga anggota LMDH untuk kegiatan reproduktif berdasarkan lapisan sosial Kegiatan RMT 1 RMT 2 RMT 3 RMT 4 RMT 5 RMT 6 RMT 7 RMT 8 RMT 9 RMT 10 L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P Memasak , Mencari kayu Mencuci baju Meencuci piring , Momong anak , Membersihkan rumah Membuat nasi jagung Merawat jagung , Mencari sayur Lainnya Total (jam/bulan) , , ,

94 80 Kegiatan RMT 1 RMT 2 RMT 3 RMT 4 RMT 5 RMT 6 RMT 7 RMT 8 RMT 9 RMT 10 RMT 11 RMT 12 RMT 13 RMT 14 RMT 15 RMT 16 RMT 17 RMT 18 RMT 19 RMT 20 L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P Memasak 0 29, , , Mencari kayu , Mencuci baju , , Mencuci piring Momong anak , , Membersihkan rumah , Membuat nasi jagung Merawat jagung , Mencari sayur Lainnya , Total (jam/bulan) 0 69, , , , , , ,

95 81 Lampiran 7 Tabel curahan waktu (jam/bulan) anggota LMDH untuk kegiatan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial Kegiatan RMT 1 RMT 2 RMT 3 RMT 4 RMT 5 RMT 6 RMT 7 RMT 8 RMT 9 RMT 10 L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P Sambatan Pengajian ,85 0 Pertemuan LMDH Pertemuan Gapoktan Pelatihan dan penyuluhan 8 0 0,33 0 0,17 0,33 0,13 0 0, Hajatan ,5 7 Ronda Membantu hajatan Lainnya Total (jam/bulan) , ,17 38,33 29, , ,35 31

96 82 Kegiatan RMT 1 RMT 2 RMT 3 RMT 4 RMT 5 RMT 6 RMT 7 RMT 8 RMT 9 RMT 10 RMT 11 RMT 12 RMT 13 RMT 14 RMT 15 RMT 16 RMT 17 RMT 18 RMT 19 RMT 20 L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P Sambatan Pengajian , ,083 0, , Pertemuan LMDH Pertemuan Gapoktan Pelatihan dan penyuluhan 0 0 0, , , Hajatan 0, Ronda Membantu hajatan 0, , Lainnya Total (jam/bulan) , , , , , ,08 50, ,

97 83 Lampiran 8 Dokumentasi Kondisi desa

98 84 Aktivitas Masyarakat

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan dari masa ke masa senantiasa memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peranan sumberdaya hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

PROFIL LMDH TLOGO MULYO

PROFIL LMDH TLOGO MULYO 32 PROFIL LMDH TLOGO MULYO Sejarah Berdiri LMDH Tlogo Mulyo merupakan lembaga masyarakat desa hutan yang berada di Desa Tlogohendro Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan. LMDH Tlogomulyo termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi ekologi dan sosial yang tinggi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada paradigma kehutanan sosial, masyarakat diikutsertakan dan dilibatkan sebagai stakeholder dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai seorang buruh melainkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 115 8.1 Kesimpulan Dari hasil kajian tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (suatu kajian penguatan kapasitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan bagi keluarga, sehingga

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: TRI JATMININGSIH L2D005407 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Jawa telah melewati waktu yang amat panjang, khususnya untuk hutan jati. Secara garis besar, sejarah hutan jati di Jawa telah melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan hutan seperti yang diamanatkan UU No. 41 tahun 1999 pasal 2 dan 3 harus berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan,

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 ANALISIS GENDER PENYADAP PINUS DI DUSUN SIDOMULYO, DESA JAMBEWANGI, RPH GUNUNGSARI, BKPH GLENMORE, KPH BANYUWANGI BARAT, PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR SKRIPSI Oleh : Pratiwi 101201065 Manajemen Hutan

Lebih terperinci

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) KONTRIBUSI PENDAPATAN BURUH TANI PEREMPUAN TERHADAP TOTAL PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DESA BABAKANMULYA KECAMATAN JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu program pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di

Lebih terperinci

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR Theresia Avila *) & Bambang Suyadi **) Abstract: This research was conducted to determine

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia. 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu subsektor pertanian, mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Baik sebagai sumber penghasil devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pembangunan sumber daya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan merupakan orientasi sistem pengelolaan hutan yang mempertahankan keberadaannya secara lestari untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu negara mempunyai konstitusi yang digunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi tertinggi yang digunakan oleh

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan BAB IV PENUTUP Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran dipaparkan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. 4.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI DWIMORA EFRINI I34052103 SKRIPSI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan rasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN GETAH PINUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT IBRAHIM HAMZAH

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN GETAH PINUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT IBRAHIM HAMZAH ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN GETAH PINUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI JAWA BARAT IBRAHIM HAMZAH DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY Oleh: Totok Dwinur Haryanto 1 Abstract : Cooperative forest management is a social forestry strategy to improve community prosperity.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penetapan program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) merupakan upaya pemerintah dan perum perhutani untuk menyelamatkan sumber daya hutan dan linkungan

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

Kajian pengembangan masyarakat ini berupaya mengetahui peran PHBM, mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas PHBM,

Kajian pengembangan masyarakat ini berupaya mengetahui peran PHBM, mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas PHBM, RINGKASAN PAMBUDIARTO, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan(LMDH) : Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan merupakan salah satu unsur vital dalam suatu organisasi atau lembaga apapun, baik lembaga pemerintah, swasta, pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau

Lebih terperinci

Oleh: ZAINUL AZMI A

Oleh: ZAINUL AZMI A FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI MENGIKUTI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN CURAHAN KERJA (Studi Kasus Desa Babakan, Kecamatan Tenjo,

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Luas kawasan hutan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan penduduk di Indonesia khususnya di Pulau Jawa terus meningkat dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 9941 jiwa/km 2 (BPS, 2010) selalu dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN

STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN Studi Kasus Desa Peserta PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat AGUSTINA MULTI PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kesimpulan dari hasil penelitian berikut dengan beberapa rekomendasi yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kesimpulan dari hasil penelitian berikut dengan beberapa rekomendasi yang BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Hasil penelitian ini mengenai Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di Kawasan Hutan Lindung Desa Manadalamekar, Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat 73 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT 6.1. Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hutan sebagai asset dan modal pembangunan nasional memiliki potensi dan

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) Proses Penyusunan Rencana Program Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di tingkat Desa Tonjong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai 163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (local wisdom). Kearifan lokal (local wisdom) dipahami sebagai gagasangagasan

BAB I PENDAHULUAN. (local wisdom). Kearifan lokal (local wisdom) dipahami sebagai gagasangagasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan hutan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari umat manusia. Hutan merupakan sumber daya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang bermanfaat bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari  diakses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta jumlah pulau di Indonesia beserta wilayah laut yang mengelilinginya ternyata menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah pesisir yang terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

PANDUAN BANTUAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2017

PANDUAN BANTUAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2017 PANDUAN BANTUAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2017 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS TAHUN 2017 PROGRAM BANTUAN DANA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT STAIN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2017 A.

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan telah menjadi komitmen masyarakat dunia. Pada saat ini, beberapa negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia, telah menerima konsep

Lebih terperinci

RELASI GENDER PADA RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN DATARAN RENDAH

RELASI GENDER PADA RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN DATARAN RENDAH RELASI GENDER PADA RUMAHTANGGA PETANI SAYURAN DATARAN RENDAH (Kasus Rumahtangga Petani Rawa Banteng, Desa Gempol Sari, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten) SINTA RAHMI PUTRI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci