PERANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T-117

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T-117"

Transkripsi

1 PERANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T-117 TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program S-1 Teknik Mesin Oleh : WINDISOFI DARMA SURYA Jenjang / Jurusan : S1 / Teknik Mesin Dosen Pembimbing : Prof. DR Usman Sudjadi JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA 2008 i

2 SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Windisofi Darma Surya NIM : Jurusan Fakultas : Teknik Mesin : Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana Judul Tugas Akhir : PERANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T-117 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil karya sendiri dan benar keasliannya kecuali pada bagian yang disebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan. Penulis, Windisofi Darma Surya ii

3 LEMBAR PERSETUJUAN PERANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T-117 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program S -1 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana Disetujui dan Diterima oleh : Ketua Jurusan Koordinator Tugas Akhir (Ir. Rully Nutranta, M.Eng) (Nanang Ruhyat, ST. MT) iii

4 LEMBAR PENGESAHAN PERANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T-117 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program S -1 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana Disetujui dan Diterima oleh : Pembimbing Tugas Akhir Prof. DR. Usman Sudjadi iv

5 ABSTRAK Kemajuan dunia industri pengerjaan pelat dengan metode stamping berkembang sangat pesat. Salah satunya pada pembuatan produk solderless terminal SQ. Selama ini pembuatan dan desain dies masih dilakukan di Jepang sehingga kita masih belum bisa membuat dies yang sama seperti buatan mereka. Dengan studi ini diharapkan Indonesia dapat membuat dies sendiri dengan kualitas material (mikrostruktur dan kekerasan) dan desain yang sama dengan produk Jepang. Selama ini untuk pembuatan produk solderless terminal 325-(SQ) dibutuhkan 6 proses, tetapi setelah modifikasi prosesnya dapat dipersingkat menjadi 5 proses yaitu melakukan modifikasi dies dengan menggabungkan dua proses menjadi satu proses. Dalam perhitungan rancangan dies T-117 karakteristik material produk dan karakteristik mesin press digunakan sebagai pertimbangan untuk mendapatkan hasil rancangan yang optimal. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan produk hasil modifikasi akan dilakukan pengujian kualitas, kekerasan dan mikrostruktur, sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas sesuai standar yang sudah ditetapkan. Dari hasil yang diperoleh total gaya yang terjadi pada proses 21,81 kn dari 48 kn allowable capacity, sehinggga hasil modifikasi masih aman dipakai pada mesin press sesuai yang disyaratkan maker mesin dan produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang relatif sama dengan produk setelah modifikasi sehingga metode baru ini dapat dipakai untuk menggantikan metode lama. Kata Kunci: Stamping, Solderless terminal, dies, allowable capacity v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul PERANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T-117 yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program S-1 Tenik Mesin di Universitas Mercubuana. Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya atas segala dukungan dan bantuan terutama Kepada : 1. Kepada Orang Tua Penulis Ibunda Suryati dan Ayahanda Darmawan (Alm) yang selalu mendukung baik moril dan materil dalam penyelesaiaan Tugas Akhir ini. 2. Istriku Tercinta Sovie Dwi. Oktarini yang selalu menyokong dan membantuku untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. 3. Bapak Prof. DR. Usman Sudjadi, selaku Pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. 4. Bapak Ir. Rully Nutranta, M.Eng Selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin 5. Bapak Nanang Ruhyat, ST.MT selaku Kordinator Tugas Akhir. 6. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Mesin yang sudah banyak memberikan Ilmu dan bimbingan kepada Penulis. vi

7 7. Kakakku Tercinta Aurora, Setiani Dan Remedi Darma Surya yang Selalu mendukungku agar dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. 8. Bapak dan Ibu Mertuaku yang Selalu memberikan dukungan Moril. 9. Semua rekan-rekan yang ikut membantu penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Penulis menyadari Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritikan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempunaan di masa yang akan datang. Jakarta, Agustus 2008 Windisofi Darma Surya vii

8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i SURAT PERNYATAAN...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR...iv ABSTRAK...v KATA PENGANTAR...vi DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL...xi DAFTAR GAMBAR...xii DAFTAR LAMPIRAN...xvi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN TUJUAN PENELITIAN PEMBATASAN MASALAH SISTEMATIKA PENULISAN...3 BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Solderless Teminal Tipe Produk Solderless Terminal Proses Pembuatan solderless Terminal Struktur Umum Dies dan Fungsi Upper Dies Side...9 viii

9 2.2.2 Lower Dies Side Teori Metal Forming Proses Pemotongan Proses Non Cutting Teori Pemotongan Plat Proses Tekuk (Bending) Drawing tools...49 BAB III. PERANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T Rancangan Dies T Karakteristik Material Karakteristik Mesin Press Perhitungan Modifikasi Dies T Pembuatan Gambar Pengujian Kekerasan dan Mikro Stuktur Preparasi Sampel Preparasi Sampel Pengujian Mikro Struktur Pengujian Kekerasan Pengujian Kualitas Pengukuran Produk Pengecekan Bentuk...72 ix

10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Perhitungan Kapasitas Maksimum Mesin Yang Diijinkan Hasil Perhitungan Modifikasi Dies Hasil Pengujian Kekerasan Vickers (HV) Hasil Pengujian MikroStruktur Hasil Pengujian Kualitas Produk Pembahasan Pembahasan Perhitungan Pembahasan Hasil Pengujian Kekerasan Vickers Pembahasan pengujian Mikrostruktur Pembahasan Pengujian Kualitas Perbandingan Die Lama Dan Dies Baru...86 BAB V. KESIMPULAN...88 DAFTAR PUSTAKA...90 LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL 2.1 Besarnya Penetrasi Besarnya Spring Back Dan Clearance Yang Sering Digunakan Tabel Nilai Faktor Koreksi Karakteristik Material Pemilihan Amplas Tabel kekerasan Material dasar Tabel hasil Pengukuran Kekerasan Dies baru Tabel Hasil pengukuran Kekerasan dies lama Tabel hasil Pengukuran Kualitas Dies baru Tabel hasil Pengukuran Kualitas Dies Lama...81 xi

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tipe Ring Terminal...5 Gambar 2.2 Terminal Tipe Garpu...6 Gambar 2.3 Terminal Tipe Spade...6 Gambar 2.4 Teminal Type Flange...6 Gambar 2.5 Terminal Type Pin...7 Gambar 2.6 Terminal Tipe Blade...7 Gambar 2.7 Struktur Umum Dies...9 Gambar 2.8 Blanking Dies Dan Proses...14 Gambar 2.9 Piercing Dies Dan Proses...15 Gambar 2.10 Notching...15 Gambar 2.11 Cropping...16 Gambar 2.12 Parting...16 Gambar 2.13 Lanzing...16 Gambar 2.14 Semi Notching...17 Gambar 2.15 Shaving...17 Gambar 2.16 Trimming Dies Dan Proses...18 Gambar 2.17 U- Bending Dies Dan Proses...18 Gambar 2.18 Flaging...19 Gambar 2.19 Embosing...19 Gambar 2.20 Coinng...20 Gambar 2.21 Drawing...20 Gambar 2.22 Crimping...20 xii

13 Gambar 2.23 Curling...21 Gambar 2.24 Colar Drawing...21 Gambar 2.25 Analisa Pemotongan...22 Gambar 2.26 Ukuran Clearance...24 Gambar 2.27 Clearance Besar...24 Gambar 2.28 Prinsip Pemotongan...25 Gambar 2.29 Proses Pemotongan Gambar 2.30 Proses Pemotongan Gambar 2.31 Proses Pemotongan Gambar 2.32 Permukaan Potong...27 Gambar 2.33 Permukaaan Potong Kedalaman 0.3 mm...28 Gambar 2.34 Permukaan Potong Kedalaman Gambar 2.35 Kedalaman 0.9 mm...29 Gambar 2.36 Kedalaman 1.5 dan 1.5 mm...30 Gambar 2.37 Penampang Potong...32 Gambar 2.38 Aliran Material...33 Gambar 2.39 Robekan Pda Material...34 Gambar 2.40 Hasil Potongan...35 Gambar 2.41 Robekan Akibat Clearance Besar...36 Gambar 2.42 Defleksi Material...37 Gambar 2.43 Penentuan Ukuran Punch dan Die...38 Gambar 2.44 Percobaan Pengaruh Besarnya Clearance Terhadap Pemotongan...39 xiii

14 Gambar 2.45 Perbedaan Clearance...40 Gambar 2.46 Ukuran Besarnya Distorsi...41 Gambar 2.47 Keausan Pada Punch dan Die...42 Gambar 2.48 Proses Bending...44 Gambar 2.49 Deformasi Pada Material...44 Gambar 2.50 Proses L-Bending...45 Gambar 2.51 Proses V-Bending...46 Gambar 2.52 Proses Curling...47 Gambar 2.53 Diagram Harga Enthalphy...51 Gambar 3.1 Diagram Kapasitas Mesin Yang Diijinkan...54 Gambar 3.2 Diagram Allowable Energi...55 Gambar 3.3 Proses Curling...58 Gambar 3.4 Proses Drawing...60 Gambar 3.5 Grafik Proses Drawing...61 Gambar 3.6 Proses Drawing...69 Gambar 3.7 Posisi Pengujian Kekerasan Vickers...69 Gambar 3.8 Diamond Pyramid Identor...70 Gambar 3.9 Gambar Standard Point Check...71 Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Kekerasan Posisi Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Kekerasan Posisi Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Kekerasan Posisi Gambar 4.4 Point Check...80 Gambar 4.4 Grafik Hasil Pengukuran Clearance of Matching...82 xiv

15 Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengukuran Width Of Tongue...82 Gambar 4.6 Grafik Hasil Pengukuran Diameter Burrel...83 Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengukuran Thickness...83 Gambar 4.8 Grafik Hasil Pengukuran Burrel Length...84 xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Foto pengujian mikrostruktur... Lampiran I Drawing Part... Lampiran II Jenis- jenis produk Terminal... Lampiran III Drawing Assembly Dies... Lampiran IV xvi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kemajuan dunia industri saat ini berkembang sangat pesat, seiring dengan kemajuan pembangunan di Indonesia. Tetapi kemajuan tersebut belum diimbangi dengan kemajuan teknologi. Mungkin hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan keinginan dari bangsa kita untuk belajar dari bangsa-bangsa yang telah maju. Salah satu teknologi yang sangat pesat perkembangannya adalah teknologi pengerjaan plat dengan metode Stamping. Metode stamping sangat efisien karena berorientasi untuk mass production. Saat ini hampir sebagian besar barang-barang yang kita gunakan merupakan hasil dari produk-produk stamping, contohnya: bidang elektro/elektronika, komputer, otomotive, rumah tangga dan lain-lain. PT. Japan Solderless Terminal Indonesia industri manufaktur yang bergerak dibidang pembuatan komponen elektro/elektronika, yaitu pembuatan connector dan terminal. Salah satu proses pembuatannya dilakukan dengan menggunakan proses stamping. Baik secara progressive ataupun single process. Perkembangan teknologi stamping dibidang conector dan terminal sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi elektro/elektronika dan komputer. Solderless terminal merupakan tipe conector yang banyak dipakai dibidang elektro terutama dipanel kontrol juga dikerjakan dengan proses stamping. Pada beberapa jenis terminal 1

18 ukuran sedang dan kecil pembuatan dilakukan secara progressive stroke stamping., tetapi pada solderless terminal ukuran besar masih menggunakan single stroke process, dimana masing-masing proses masih memerlukan satu press die. Untuk membuat satu produk terminal dibutuhkan 6 jenis proses stamping yang seharusnya juga sesuai dengan jumlah mesin, tetapi karena keterbatasan jumlah mesin menyebabkan angka change over press die jadi tinggi. Karena untuk melakukan satu kali change over dies membutuhkan waktu cukup lama belum lagi dari segi operasional. Untuk itu penulis berusaha menyampaikan penelitian,dari sebuah proses yang menurut penulis sangat ideal dari segi efisiensi waktu dan biaya. 1.2 PERMASALAHAN Walaupun selama ini produksi terminal terus berjalan, penulis melihat ada halhal yang perlu disampaikan untuk dilakukan perbaikan agar mendapatkan hasil yang optimal. Selama ini perancanan dies masih menggunakan cara konvensional yang turun temurun, artinya berdasarkan pengalaman saja tanpa adanya landasan teori dan perhitungan yang kuat. Banyak terjadi pemborosan sehingga terjadinya inefisiensi dalam proses produksi, dimana akan menyebabkan pembengkakan dari biaya produksi. Jadi dengan mengoptimalkan kapasitas mesin mungkin dapat meningkatkan efisiensi dari proses produksi. Oleh karena itu penulis mengangkat masalah ini menjadi tugas akhir, dimana nantinya akan dapat menjadikan pertimbangan bagi perusahaan. 2

19 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Informasi data, teori dan perhitungan yang benar kepada bagian produksi sehingga para designer dies akan memiliki persaman persepsi yang benar dalam pembuatan dies. 2. Hasil penilitian ini dapat menjadi improvement bagi perusahaan dari penulis untuk dapat mengoptimalkan kapasitas mesin, sehingga dapat meningkatkan efisiensi baik dari segi waktu dan biaya. 3. Dengan studi ini diharapkan Indonesia dapat membuat dies sendiri dengan kualitas material (pengujian kekerasan vickers dan mikrostruktur) dan design yang sama dengan produk dies Jepang. 4. Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi ilmiah pada industri nasional. 1.4 PEMBATASAN MASALAH Dalam penulisan tugas akhir ini masalah dibatasi pada design atau rancangan dan hasil modifikasi dies T-116, dimana disini akan dijabarkan perhitungan kapasitas mesin, perhitungan teoritis, pembuatan gambar, pengujian hasil produk yaitu: pengujian kekerasan, mikrostruktur dan kualitas produk yang dihasilkan. 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan Tugas akhir ini terdiri atas lima bab dengan perincian sebagai berikut: 3

20 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, permasalahan, maksud dan tujuan, pembatasan masalah dan sistematika penulisan tugas akhir. BAB II LANDASAN TEORITIS Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori yang digunakan sebagai dasar untuk memahami pembuatan dies dan punching tool, perhitungan bentangan, ilmu kekuatan bahan dan sekilas mengenai produk terminal BAB III RANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T-116 Pada bab ini menjelaskan tentang proses design gambar, perhitungan kapasitas mesin press, perhitungan proses drawing dan curling, pengujian mikrostruktur dan kekerasan. BAB IV HASIL DAN ANALISA Pada bab ini akan membahas hasil dari perhitungan, hasil pengujian dan pembahasan serta analisa dari proses. Dan juga akan dibahas kelebihan dan kekurangan antara proses lama dan proses baru. BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan dari perhitungan dies, kelebihan dan kekurangan dari design dies baru, sehingga improvement ini dapat dijadikan pertimbangan bagi perusahaan. 4

21 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Solderless Terminal Solderless terminal merupakan komponen listrik yang banyak dipakai pada bagian panel listrik, baik arus rendah atau arus kuat. Produk ini umum digunakan di dunia. Jadi ada beberapa standar yang sering dipakai yaitu: JIS standard, DIN standard dan lain-lain, tapi secara umum semuanya tipenya hampir sama. Untuk semua produk solderless terminal buatan PT. Japan Solderless Terminal sudah lulus standar kesehatan (UL), dan tidak mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan (ROHS) Tipe Produk Solderless Terminal Solderless terminal mempunyai banyak jenis tapi semuanya mempunyai fungsi yang sama. Beberapa tipe terminal yang ada dipasaran secara umum sebagai berikut. a. Tipe Ring Gambar 2.1 Tipe Ring Terminal 5

22 b. Tipe Fork Gambar 2.2 Terminal Tipe Garpu c. Tipe Spade Gambar 2.3 Terminal Tipe Spade d. Tipe Flange Gambar 2.4 Tipe Flange Terminal 6

23 e. Tipe Pin Gambar 2.5 Tipe Terminal Pin f. Tipe Blade Gambar 2.6 Tipe Terminal Blade Proses pembuatan Solderless Terminal Pembuatan solderless terminal yang baik diperlukan beberapa tahapan proses, dimana masing-masing proses itu mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan produk yang berkualitas dan memenuhi standar yang sudah ditetapkan. Tahapan proses pembuatan tersebut antara lain : a. Proses stamping Pada proses stamping yaitu proses pembentukan material plat tembaga atau coil menjadi produk solderless terminal setengah jadi. Untuk pembuatan produk 325-7

24 SQ memerlukan beberapa proses yaitu: blanking, bending, curling, drawing, piercing dan coining (marking), dimana masing-masing proses memiliki keterkaitan satu sama lain. b. Proses Cleaning dan Burrytory Pada proses cleaning ini produk setengah jadi hasil stamping tadi dibersihkan dari minyak dan burr, dirty dan pengotor lainnya. c. Proses Brazing Proses pematrian pertemuan kedua burrel dengan menggunakan pemanasan yang berasal dari campuran gas LPG dengan oksigen. Kawat bronze dipakai sebagai material sampai titik leleh lebih kurang 680 O C. Proses brazing dilakukan agar pada waktu pengrimpingan kabel akan menghasilkan crimpingan yang kuat d. Proses Plating Pada proses ini produk dicuci lagi untuk menghilangkan sisa pembakaran pada proses brazing tadi. Produk yang sudah bersih tadi akan diplating dengan tin plating dan menjadi produk jadi. Berdasarkan uraian sekilas diatas mengenai cara pembuatan produk solderless terminal, untuk menjadikan satu produk terminal dibutuhkan proses yang sangat panjang. Jika satu proses dapat dikurangi dapat mengurangi waktu dan biaya. Untuk produk 325-SQ termasuk terminal tipe ring, Untuk pengenalan lebih lengkap penulis memasukan katalog beberapa jenis solderless terminal dalam lampiran. 8

25 2.2. Struktur Umum Dies dan Fungsi berikut: Secara umum struktur dies hampir sama dapat dilihat pada gambar Gambar 2.7 Struktur Umum dies Upper Dies Side (Punch) a. Shank Berfungsi sebagai pengarah dies set dengan slider atau ram pada saat setting dies ke mesin. Untuk dies single process selain sebagai pengarah tetapi juga berfungsi sebagai pemegang punch pada ram mesin. 9

26 b. Punch Holder Punch holder berfungsi sebagai dudukan dan penyangga semua part punch dan menjaga kekuatan dan kestabilan press die c. Punch Baking Plate Berfungsi sebagai penahan tekanan dari semua fungsi part punch (cutting, bending, forming dan lain-lain) d. Punch Plate Berfungsi sebagai pemegang part punch atau sebagai pocket part punch dimana semua part dikunci. e. Moving Stripper Berfungsi sebagai penahan material pada saat berlangsungnya proses, serta sebagai pengarah part punch terutama pada jenis dies yang memiliki ketelitian tinggi. Seperti: proses slitting f. Stripper Pin Sebagai pengikat moving stripper agar tetap paralel g. Coil Spring Berfungsi untuk mengembalikan pergerakan moving stripper, dan memberikan pressure pada moving striper pada saat berlangsungnya proses. 10

27 h. Screw Plug Berfungsi sebagai penahan pergerakan coil spring i. Misfeed Sensor Unit Berfungsi sebagai pengaman yaitu mendeteksi pergerakan material agar sesuai dengan pitch sehingga jika terjadi mistamping dapat segera terdeteksi dan mesin otomatis terhenti. j. Stripper Guide Post Berfungsi menjaga pergerakan moving stripper agar dapat bergerak paralell dengan upper dan lower die. k. Pilot Punch Berfungsi menjaga pergerakan material agar selalu sesuai dengan pitchnya pada saat proses. Ini biasanya diteemukan pada progressive dies. l. Stripper Guide Bush Berfungsi sebagai pengarah pergerakan moving stripper. m. Main Guide Bush Berfungsi Sebagai pengarah pergerakan punch agar selalu paralel dengan dies. 11

28 n. Upper Stopper Block Berfungsi sebagai penentu titik mati bawah pada saat setting dies, serta menjaga kestabilan pada saat proses. o. Stopper Ring Pada beberapa jenis press die ini juga berfungsi sama dengan stopper blok Lower Dies Side a. Die holder Berfungsi sebagai tempat dudukan dan penyangga semua part dies. a. Die Baking Plate Penahan tekanan dari semua fungsi part (cutting, bending, forming) b. Die Plate Berfungsi sebagai pengikat dan pemegang part die. c. Fix Stripper Berfungsi sebagai penahan material pada saat punch bergerak naik dan sebagai pengarah material. 12

29 d. Lifter Die Set Berfungsi sebagai pengangkat material pada saat proses feeding e. Botton Die Berfungsi pengarah pergerakan pilot punch f. Guide Bushing Die Berfungsi untuk menjaga pergerakan upper die tetap paralel dengan lower die g. Main Guide Post Berfungsi menjaga posisi antara upper die dan lower die tetap paralel. h. Ball Retainer Bearing Berfungsi mengurangi gesekan saat pergerakan upper die naik-turun. i. Coil Spring Berfungsi menjaga posisi ball bearing agar tetap berada diantara guide bushing dengan guide post saat proses berlangsung. j. Lower Stopper Block Berfungsi penentu titik mati bawah (zero clearance) saat setting die height menjaga posisi antara upper die dan lower die tetap paralel. 13

30 2.3. Teori Metal Forming Dalam pengerjaan plat ada beberapa jenis proses yang sering dilakukan diantaranya Cutting proces, bending proces dan forming process. Tetapi karena luasnya cakupan yang harus dibahas penulis, maka ada beberapa bahagian itu ditulis secara umum. Adapun proses metal forming yang akan dibahas adalah sebagai berikut: Proses Pemotongan. a. Blanking Proses pemotongan pada seluruh bentuk. Hasilnya dibentuk blank, sedang bahan yang tak terpakai disebut strip. Gb. 2.8 Blanking Dies dan Process b. Piercing 14

31 Prosesnya hampir sama dengan proses blanking, tetapi yang bagian yang dipakai adalah stripnya. Hasil pemotongan dari proces piercing disebut slug atau scrap. Gambar 2.9 Piercing Dies dan Proses c. Notching Prinsipnya sama dengan piercing, tetapi sisi potong alat pemotong tidak memotong seluruhnya. Gambar 2.10 Notching 15

32 d. Cropping Proses pemotongannya tidak menghasilkan tatal. Lebar komponen yang dibuat sama dengan lebar bahan. Gambar 2.11 Cropping e. Parting Sama dengan cropping, tetapi tidak menghasilkan tatal. Gambar 2.12 Parting f. Lanzing Pemotongan hanya pada tiga sisi dari pemotong. Bagian yang terpotong masih menempel pada lahan yang dipotong. 16

33 Gambar 2.13 Lanzing g. Semi Notching Prosesnya sama dengan lanzing. Pemotongan hanya pada dua sisi dari pemotong. Dilakukan pada bagian sisi benda kerja. Gambar 2.14 Semi Notching h. Shaving Metode ini bertujuan hanya menghilangkan burr / chip. Dilakukan untuk mendapatkan bentuk dan ukuran yang presisi. Tidak ada cutting clearence. Gambar 2.15 Shaving 17

34 i. Trimming Proses pengerjaan akhit untuk memotong tepi tepi yang tidak berfungsi. Dilakukan untuk menghilangkan serpihan pelat hasil deep drawing. Gambar 2.16 Trimming Dies dan Proses Proses Non Cutting a. Bending Proses pembengkokan lembaran pelat kearah melintang terhadap ketebalan pelat. Proses ini banyak juga dipakai Gambar 2.17 U- Bending Dies dan Proses 18

35 b. Flanging Proses hampir sama dengan bending, hanya pada proses ini disamping menekuk kearah melintang tebal pelat juga membentuk lengkungan. Gambar 2.18 Flaging c. Embossing Prosesnya dengan menekan lembaran plat sehingga pada sisi sebaliknya membekas seperti bentuk yang dibuat tetapi kebalikannya. Gambar 2.19 Embossing d. Coining Prosesnya sama dengan Embossing, tetapi bekas hanya terjadi pada satu sisi (tidak terjadi bekas pada sisi sebaliknya). Contoh : proses pembentukan tulisan / bentuk tertentu pada lembaran logam. 19

36 Gambar 2.20 Coining e. Deep Drawing Proses pembentukan pelat yang menghasilkan rongga. Pelat dibentuk antara Punch dan die pada keempat sisinya. Gambar 2.21 Deep drawing f. Crimping Proses pembengkokan pada benda yang kecil. Biasa dilakukan untuk pembentukan sambungan kawat kelistrikan. Gambar 2.22 Crimping 20

37 g. Curling Proses pengerolan bagian sisi pelat. Dapat dilakukan proses penyambungan dengan sistem tekan. Gambar 2.23 Curling h. Colar Drawing Proses perluasan lubang tanpa adanya pemotongan. Proses ini dilakukan untuk menambah bidang kontak lubang pada pelat atau menginginkan bentuk ulir pada pelat. Kadang proses ini disebut hole flanging. Gambar 2.24 Colar drawing 21

38 Teori Pemotongan Plat. Secara garis besar ada bermacam pengerjaan plat (sheet metal), dikenal dengan nama : Cutting, Forming, Drawing, Stamping, dll. Proses tersebut dapat disebut Press working atau dengan nama lain Punch Press Working. Dasardasar pemotongan pada pengerjaan plat ini akan dibicarakan terlebih dahulu, sebab hal ini merupakan pengertian dasar yang perlu dan sangat penting diketahui. Beberapa pernyataan dan contoh tentang teori pemotongan yang akan disajikan berikut. Seperti halnya pada pengerjaan trimming ( pemotongan kembali ), dari hasil forging dan die casting dapat juga dianalisa dalam masalah ini. Demikian juga pada pengerjaan potong kawat, batangan, baja profil akan didapat hasil analisa yang sama, juga pemotongan plat dengan sistem gunting maupun square shearing machine atau punching akan digunakan bentuk sisi potong yang pada prinsipnya sama. Selanjutnya akan dibicarakan tentang The cutting of round holes atau pemotongan dengan sisi potong berbentuk keliling. Proses ini sering disebut punching. Sifat-sifat dari pemotongan ini dapat digunakan atau diterapkan untuk semua ukuran dan bentuk dari material yang akan digunakan. a. Analisa Pemotongan Gambar 2.25 Analisa Pemotongan 22

39 Bila kita akan memotong suatu plat, maka kita akan memerlukan suatu gaya, besarnya gaya tersebut akan diterima sepenuhnya pada plat. Untuk memberikan gaya terhadap plat itu, digunakan perkakas yang dinamakan Punch dan Die, dengan dasar perhitungan gaya geser atau gunting. Dalam hal ini besarnya gaya yang diperlukan baik dari atas maupun dari bawah besarnya sama, dengan memberikan jarak spasi yang relatif kecil yang dinamakan dengan Clearence.Gaya yang diberikan ini akan menciptakan suatu tekanan pada plat atau material, tekanan ini disebut tegangan geser. Hal inilah yang menyebabkan terpotongnya plat tersebut. Sedangkan tekanan perlawanan dari material dinamakan kekuatan geser atau batas patah geser. b. Clearence Untuk mendapatkan proses pemotongan plat ini yang terpenting adalah panjang langkah yang diberikan, yang dalam hal ini langkah punch-nya serta ukuran diameter punch yang lebih kecil daripada ukuran diameter die-nya. Perbedaan diameter ini merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan hasil pemotongannya. Selisih ukuran antara punch dan die ini disebut allowance, sedangkan yang dimaksud dengan clearence adalah selisih ukuran yang besarnya diukur hanya pada satu sisi saja atau dengan kata lain separuh dari besarnya allowance. Disamping itu besarnya clearence juga menentukan besarnya gaya potong yang akan kita berikan. Sebagai gambaran penggunaan clearance yang lebih besar daripada tebalnya material yang akan di punch serta sisi potong punch yang tumpul dapat dilihat sebagai berikut : 23

40 Gambar 2.26 Ukuran Clearence Pada waktu punch ditekan kebawah, maka plat akan cenderung membengkok, hal ini akibat sisi potong punch atau die yang tumpul. Demikian juga clearance yang besar akan memudahkan bengkoknya plat tersebut. Gambar 2.27 Clearence besar Apabila tekanan punch ditambah, posisi plat akan menjadi vertical diantara punch dan die, akibatnya plat akan terpotong berdasarkan tarikan. Sehingga hal ini material akan mengalami dua perubahan bentuk yaitu : terpotong karena pembengkokan dan regangan mulur karena tarikan. 24

41 c. Prinsip Pemotongan Apabila sisi punch dan die tajam, serta pemilihan clearance yang tepat sesuai dengan tebal material, maka material tersebut akan dapat terpotong dengan baik. Gambar 2.28 Prinsip Pemotongan Pada dasarnya terpotongnya plat akan mengalami tahap-tahap sebagai berikut: 1. Pada waktu punch menekan benda kerja, sebelum material tersebut mencapai batas lumernya, jika beban penekanan dari punch dihilangkan maka material akan kembali ke bentuk semula. Hal ini akibat dari sifat elastisitas yang dimiliki oleh material tersebut. Gambar 2.29 Proses Pemotongan 1 25

42 2. Apabila penekanan punch diteruskan sampai material mencapai batas lumernya, maka material tersebut sudah akan mulai retak, hal ini sering disebut dengan plastis deformation. Gambar 2.30 Proses Pemotongan 2 3. Selanjutnya semakin dalam langkah penekanan punch, maka plat tersebut akan semakin retak. Keretakan-keretakan ini diakibatkan oleh sisi potong punch dan die yang tajam yang semakin lama semakin panjang sehingga saling bertemu, maka terpotonglah plat tersebut sesuai bentuk sisi potongnya. Gambar 2.31 Proses Pemotongan 3 Dari hasil proses tersebut diatas permukaan potongnya akan memiliki empat hal yang penting yang terdiri dari tiga bagian akibat dari proses tadi, yaitu berturutturut : berupa radius, lurus mengkilap, dan berupa patahan atau robekan serta yang 26

43 keempat adalah pada bagian ujungnya akan terjadi burr (chips/beram). Permukaan potong ini akan terjadi pada blank maupun stripnya dengan posisi yang saling berlawanan. Gambar 2.32 Permukaan Potong Bentuk radius merupakan hasil perubahan struktur benda kerja yang ditentukan oleh besarnya clearance, demikian juga akan terjadi pada material yang mempunyai sifat lunak. Dengan sisi potong yang tajam pada punch dan die akan menghasilkan permukaan potong yang lurus mengkilap, setelah terjadinya radius. Permukaan yang berbentuk patahan sesuai dengan batas patah yang dimiliki oleh material tersebut ( lihat gambar diatas ), yang kemudian akan menimbulkan burr / chip / beram pada masing-masing pemotongan. d. Langkah langkah Pemotongan Proses pada pemotongan plat yaitu dari punch mulai menyentuh plat sampai terpotong, berikut ini akan ditunjukkan dengan beberapa gambar yang diperbesar, dari hasil percobaan dengan menggunakan plat tebal 9,6 mm. Bahan yang dipergunakan adalah baja low carbon hot rolled yang hasil pemotongan ini diperbesar 200 kali. 27

44 Gambar 2.33 Permukaan Potong Kedalaman 0,3 mm Gambar diatas menunjukkan permukaan potong dengan kedalaman penekanan kira-kira sebesar 0,3 mm. Butiran-butiran disekitar sisi potong pada punch menjadi sedikit memanjang / mulur, disinilah mulai terjadi proses deformasi plastis. Bentuk radius dan patahan lurus mengkilap baru mulai akan terbentuk. Dibagian bawah juga akan mengalami proses yang sama seperti diatas, hanya disini yang menyebabkannya adalah die-nya. Dengan catatan bahwa butiran / struktur pada plat yang tepat dibawah permukaan punch tidak akan mengalami perubahan deformasi. Setelah langkah penekanan punch atau penetrasi punch mencapai kirakira 0,65 mm, perubahan struktur akan menjadi tampak jelas, tetapi didalam proses ini belum mengalami keretakan. Bentuk radius dan bagian yang merupakan lurus mengkilap menjadi lebih besar. Pada proses ini belum mengalami robekan karena batas patah tariknya belum dicapai. 28

45 Gambar Permukaan Potong Kedalaman 0,65 mm Permukaan potong yang terbentuk masih pada keadaan dingin atau terbentuk karena tergencet. Bentuk seperti gambar diatas akan tercapai sampai kedalaman penekanan 0,9 mm. Pada bagian radius dan lurus mengkilap akan mulai membesar secara kontinu, akan tetapi belum retak. Setelah punch mencapai kedalaman penekanan kira kira 1,3 mm, gambar berikut, batas patah tarik yang dimiliki plat tersebut telah tercapai, retakan plat mulai nampak kecil diantara sudut pemotongan dari punch. Biasanya keretakan ini dimulai pada bagian punch, baru kemudian dibagian die-nya. Gambar Kedalaman 0,9 mm Pada gambar berikut ini penekanan telah mencapai 1,5 mm. Sobekan pada plat mulai nampak menjadi besar sampai diluar sisi potong punch-nya.untuk 29

46 selanjutnya apabila gaya yang diberikan pada punch lebih dalam lagi, akan membuat robekan menjadi besar dan akan saling bertemu dengan robekan yang dari bawah yang diakibatkan oleh sisi potong die, maka terpotonglah plat tersebut. Perubahan bentuk dari struktur atau lebih tepat dikatakan dengan perusakan struktur pada plat akan menghasilkan gaya dalam yang akan menekan punch. Demikian juga dengan gaya dalm akibat pemotongan secara blanking akan menekan die. Akibat potongan tersebut diatas, permukaan potongan dari plat tadi akan sedikit menjadi keras dan getas (brittle). Hal ini juga akan tampak pada plat yang menjadi biru gelap disekitar pemotongan, setelah terjadi pemotongan permukaan. Gambar 2.36 Kedalaman 1,3 dan 1,5 mm e. Penetrasi Panjang langkah punch yang menyebabkan terpotongnya plat dinamakan Penetrasi. Pada dasarnya penetrasi adalah: panjang dari bagian yang berbentuk radius dengan bagian berbentuk lurus dan mengkilap pada permukaan potong. Besarnya penetrasi ini biasanya dinyatakan dengan prosentase dari tebal material plat yang akan dipotong. Jadi hal ini sering dipakai sebagai patokan atau dasar untuk menentukan panjang penekanan pada beberapa jenis material plat. 30

47 Semakin keras material maka semakin berkurang panjang penetrasinya. Berikut ini tabel besarnya penetrasi dari beberapa jenis material dari beberapa percobaan dalam satuan prosentase (%). Tabel 2.1 Besarnya Penetrasi Jenis material Panjang penetrasi (%) Lead (timah hitam) 50 Tin (timah putih) 40 Alumunium 60 Zinc(Seng) 50 Tembaga 55 Kuningan 50 Bronze 25 Baja 0,1C (baja karbon 0,1) 50 Setelah di anealing 38 Pengerjaaan roll dingin Baja 0,2 C (baja karbon 0,2) 40 setelah dianealling 28 pengerjaan rol dingin Baja 0,3 C (baja karbon 0,3) 33 setelah dianealling Baja Silikon 30 Nickel pengerjaan rol dingin 31

48 f. Burr. Gambar berikut dapat dilihat hasil / proses terjadinya burr, yang terbentuk akibat memotongnya punch dan die. Burr ini cukup tajam, sehingga dapat pula mengakibatkan tumpulnya punch maupun die. Demikian sebaliknya, semakin tumpul sisi potong punch dan die, maka burr yang akan terjadi semakin besar. Untuk jenis material yang lunak demikian pula akan membuat burr yang besar. Untuk mendapatkan potongan dengan burr yang besarnya kurang dari 0,02 mm sangatlah sukar, walaupun dengan sisi potong yang sangat tajam. Gambar 2.37 Penampang Potong Terjadinya burr pada material potongan / blank diakibatkan oleh tumpulnya sisi potong punch, sedangkan burr yang terjadi pada material yang terpotong / strip, diakibatkan oleh sisi potong die yang tumpul, burr inilah yang sering membahayakan jari tangan dalam pengerjaan plat. 32

49 g. Clearence Besarnya clearence akan mempengaruhi proses dan hasil pemotongan seperti: Besarnya gaya potong yang dipakai (force). Umur pakai dari punch dan die (life time) Permukaan hasil pemotongan (surface finish) Besarnya pemilihan clearence tergantung dari tebal dan jenis material, disamping beberapa pertimbangan berikut ini : Untuk proses blanking, pada material yang memiliki batas patah geser tinggi dipilih clearence yang kecil agar didapatkan hasil potongan yang baik. Untuk proses blanking pada mesin potong otomatis, digunakan clearence yang besar agar mendapatkan umur pakai yang lama. Untuk mendapatkan hasil potongan yang halus, biasanya dipilih clearence yang kecil. Pada umumnya pemilihan clearence ini berkisar antara 10 sampai 15 % dari tebal material yang akan dipotong. Gambar 2.38 Aliran Material 33

50 h. Secondary Shear. Yang dimaksud secondary shear ini adalah robekan pada material yang tidak diinginkan. Biasanya secondary shear ini terjadi pada pemilihan clearence yang terlalu kecil, yaitu antara 3 sampai 5 % dari tebal material, bahkan clearence yang besarnya kurang dari 3 % akan mengakibatkan banyak terjadi secondary shear. Hal ini terjadi akibat dari robekan karena punch dan die tidak dapat saling bertemu satu sama lain dengan sempurna. Gambar 2.39 Robekan Pada Material Dengan adanya robekan yang tidak diinginkan ini, maka hasil permukaan potongnya akan tidak halus, sehingga diperlukan lagi pemotongan agar permukaan potongnya sempurna, dengan demikian ukuran yang dikehendaki akan menjadi berkurang. Hasil potongan dari tiga macam pilihan berdasarkan clearence dapat ditunjukkan sebagai berikut : 34

51 Gambar 1. menunjukkan hasil potongan yang menggunakan clearence terlalu kecil, sehingga menimbulkan secondary shear. Gambar 2. menunjukkan pemilihan clearence yang sesuai. Gambar 3. menunjukkan hasil potongan yang menggunakan clearence terlalu besar, menyebabkan adanya radius yang besar Gambar 2.40 Hasil Potongan i. Clearence yang besar. Jika clearence yang dipilih terlalu besar, permukaan potongnya akan berbentuk radius yang sangat ekstrim. Disamping itu akan mengakibatkan terjadinya robekan / secondary shear pada permukaan bagian luar yang berbentuk radius. Didaerah ini batas patah tarik materialnya telah terlampaui. Demikian juga 35

52 dengan clearence yang terlalu besar dan pada material yang lunak, akan mudah terjadi burr. Gambar 2.41 Robekan Akibat Clearence Besar Dengan clearance sebesar 36% dari tebal materialnya akan didapat tebal burr sebesar kurang dari clearence-nya. Untuk contoh diatas, dalam percobaan menggunakan plat dari baja paduan karbon rendah pengerjaan roll panas. j. Menentukan Ukuran Punch dan Die. Pada pemilihan clearance yang terlalu kecil, akan mengakibatkan penggunaan gaya potong yang terlalu besar dan akan mudah terjepit diantara punch dan die-nya, sehingga diperlukan pula gaya cukup besar untuk mengeluarkan blank dari die-nya atau strip dari punch-nya. Gaya inilah yang disebut dengan stripping force. Clearence yang sesuai akan menghasilkan permukaan potong yang halus dan akan memberikan suatu gaya stripper yang kecil. Diameter die akan menentukan besarnya diameter blank, diameter ini diukur dari penampang blank pada daerah yang memiliki permukaan lurus mengkilap. Dengan demikian apabila kita akan mengambil blank sebagai 36

53 produknya, maka yang kita buat sebagai dasar adalah ukuran dari die, baru ukuran punch menyesuaikan. Demikian juga sebaliknya jika lubang yang akan menjadi produknya, maka sebagai dasar adalah ukuran punch-nya kemudian ukuran die menyesuaikan. Gambar 2.42 Defleksi Material Yang dimaksud dengan penyesuaian disini adalah ukuran dari produk yang diminta ditambah atau dikurangi dengan besarnya spring back, baru kemudian menyesuaikan dengan clearance yang akan dipilih. Spring back adalah kemampuan suatu metal untuk kembali pada bentuk semula. Berikut besarnya spring back dan clearance yang sering dipergunakan berdasarkan baja (steel) dengan standarisasi DIN 1623 : dalam mm Tabel 2.2 Besarnya spring back dan clearance yang sering digunakan Tebal Material F Allowance Tebal Material 0,05 0,005 0,01 1,25 0,05 0,13 0,10 0,010 0,02 1,60 0,08 0,18 0,25 0,020 0,04 2,00 0,08 0,25 0,40 0,020 0,06 2,50 0,10 0,25 F Allowance 2 S 37

54 0,63 0,030 0,08 3,20 0,10 0,30 1,00 0,050 0,11 4,00 0,10 0,35 Ilustrasi untuk menentukan ukuran punch dan die dengan data-data yang dipergunakan sebagai berikut : d = ukuran yang diinginkan (produk) dl = ukuran punch d2 = ukuran die T = tebal material F = besarnya spring back S = clearance Gambar 2.23 Penentuan Ukuran Punch dan Die Selama proses pemotongan berlangsung, gaya yang diperlukan besarnya tidak akan konstan, gaya maksimum akan dicapai pada satu titik saja. Untuk mengukur besarnya gaya yang diperlukan untuk pemotongan ini, digunakan sebuah electrical resistance strain yang dipasang secara vertikal pada bagian yang 38

55 berhubungan dengan punch-nya. Pada waktu punch memotong pelat, gauge ini akan menerima tegangan tekan dan pada waktu pelepasan sehingga terjadi gaya stripper, maka gauge ini akan menerima tegangan tarik. Jadi dengan melihat besarnya tegangan selama pemotongan, maka besarnya tegangan pada material dapat juga ditentukan. Berikut ini akan ditunjukkan beberapa grafik, untuk mengetahui beberapa pengaruh besarnya clearence terhadap pemotongan. Pada percobaan ini digunakan satu macam diameter, dengan menjaga ketajaman dan keausan punch selama proses percobaan berlangsung. Ada sepuluh macam clearence untuk melakukan percobaan ini, hasilnya seperti tergambar berikut : Gambar 2.44 Percobaan pengaruh besarnya clearence terhadap pemotongan Pada percobaan dengan clearence 0.3 mm terlihat dari kurva bahwa mulai terjadi adanya secondary shear, hal ini dapat dilihat pada bentuk kurva dibagian kiri bawah terlihat bahwa disana ada garis yang tidak lurus. Dengan demikian dengan melihat kurva-kurva yang lain dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin diperkecil besarnya clearence, maka secondary shear-nya akan semakin besar. Untuk mendapatkan hasil kurva yang baik, ternyata dapat telihat pada percobaan 39

56 dengan clearence 0,4 mm dari tebal plat dimana untuk percobaan ini sebesar 4,5 mm. Dari kesepuluh kurva diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata ada tiga macam kurva saja yang dapat dilihat dari bentuknya yaitu : 1. Kurva normal : Bentuk ini dihasilkan dari percobaan dengan menggunakan clearence yang sesuai / cocok atau sedikit lebih besar. 2. Kurva yang menonjol : Bentuk ini dihasilkan dari percobaan dengan menggunakan clearence yang kurang atau karena adanya secondary shear. 3. Kurva yang bersudut : Hasil ini diakibatkan dari penggunaan clearence yang terlalu kecil. 40

57 Gambar 2.45 Perbedaan Clearence k. Sifat sifat pemotongan yang lain. Disamping sifat sifat pemotongan yang sudah dibicarakan terdahulu, masih ada sifat sifat lain yang perlu diperhatikan yaitu sifat perubahan bentuk pada material, yang sering dikenal dengan distorsi. Ada dua macam distorsi yaitu terjadi pada blank-nya dan terjadi pada bagian strip-nya (dish distortion and spacing distortion). Dish distortion Yang dimaksud adalah perubahan bentuk secara lengkung pada blank-nya. Sejak plat tekanan dari punch, maka yang terjadi pada plat tersebut adalah perubahan bentuk akibat suatu tekanan. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada slug / blank-nya setelah terpotong. 41

58 Gambar 2.45 Ukuran Besarrnya Distorsi Sehingga apabila kita periksa lebih lanjut, hasil potongan ini tidak akan rata atau melengkung. Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan alat yang dinamakan dengan pressure counter yang dipasang pada die. Hal ini diharapkan untuk menahan perubahan yang terjadi pada blank. Spacing distortion Yang dimaksud spacing distortion adalah perubahan bentuk pada sisi lingkar dari stripnya. Hal ini diakibatkan oleh pemberian jarak potong yang terlalu kecil, disamping itu kemungkinan juga penggunaan kecepatan potong yang tinggi. Sehingga hasilnya kurang sempurna. l. Jenis Keausan. Sudut-sudut pada punch dan die hampir dapat dipastikan selalu akan terjadi keausan, seperti yang terlihat pada gambar berikut : 42

59 Gambar 2.46 Keausan pada punch dan die Yang akan terjadi pada sisi keliling, baik untuk punch maupun die-nya dan juga selalu terjadi ada bagian permukaanya. Untuk menghilangkan keausan keausan ini dan agar perkakas dapat tajam kembali, diperlukan suatu penggerindaan. Untuk menggerindanya untuk diperhatikan bahwa hanya dilakukan dibagian permukaannya saja. Hal ini penting mengingat apabila kita sampai menggerinda bagian kelilingnya akan mengakibatkan pengecilan ukuran punch atau sebaliknya jika hal ini dilakukan pada die akan mengakibatkan pembesaran ukuran. Dengan demikian clearence akan menjadi besar, sehingga hal ini akan mengakibatkan perubahan ukuran pada hasil produknya. Terjadinya keausan ini diakibatkan oleh terkikisnya punch atau die oleh material yang mengalami kelelahan selama proses pemotongan, yaitu akibat material mengalami pencairan dalam keadaan dingin. Disamping itu akan mengakibatkan gaya stripper yang semakin besar. 43

60 Proses Tekuk ( Bending Proses ) Proses bending merupakan benda kerja logam yang umumnya berupa pelat lembaran atau batang dengan cara ditekuk, sehingga terjadi pemuluran atau peregangan pada sumbu bidang netralnya sepanjang daerah tekukan yang menghasilkan garis tekuk yang lurus. Tekukan akan terbentuk permanen apabila peregangan atau pemuluran material terjadi pada sumbu tengah plat (sumbu bidang netral) melebihi batas mulur (titik lelah maksimum) bahan yang diijinkan dan masih dalam batas kekuatan tariknya. Apabila perbandingan antara radius yang membentuk tekukan terhadap tebal platnya (r/s) 5, maka pada bagian sisi luar tekukan akan terjadi tarikan dan pada sisi dalam akan terjadi penekanan yang menyebabkan penumpukan material. Jika perbandingan (r/s) 5, maka tekukan terbentuk tanpa ada peregangan atau pemuluran bahan, karena akibat adanya perubahan pada tegangan dalamnya. Gambar 2.47 Proses Bending Selama proses bending berlangsung benda kerja mengalami tekanan minimal sebesar gaya bentuk yang mampu membengkokan plat tersebut. Gaya tekuk ini 44

61 menghasilkan kondisi kedua sisi permukaan berbeda akibat dari arah aliran material pada kedua permukaan tersebut berlawanan arah. Pada permukaan dalam tekukan, aliran mengarah ketengah menyebabkan terjadinya penumpukan material sedangkan permukaan luar mengalami tarikan. Jika tarikan pada sisi luar itu sudah melewati batas plastas material maka pada sisi luar akan menimbulkan keretakan permukaaan. Gambar 2.48 deformasi pada material Ada beberapa jenis bentuk bentuk tekukan yang sering dilakukan pada proses metal forming diantaranya : a. Tekukan bentuk L ( L-Bending Process) Tekukan L merupakan tekukan satu bentukan yang dilakukan dengan cara menjerpit sebagian dari panjang benda kerja sebatas tekukan yang direncanakan dan menekuk bagian yang tidak terjepit dengan sudut tekukan tertentu. 45

62 Gambar 2.49 Proses L- Bending b. Tekukan bentuk V ( V- Bending) Tekukan bentuk V merupakan tekukan satu bentukan yang dilakukan dengan menekan bagian daerah tekukan pada landasan berbentuk V tanpa dijepit, sehingga memungkinkan kedua sisi plat itu bergerak bersamaan. Alat pembentuk untuk meghasilkan bentuk ini Sangat sederhana dan lebih flexible dibandingkan proses L-bending dan dapat dipakai untuk bentukan dengan produk yang bervariasi. Pembentukan sudut dilakukan dengan menekan plat yang akan dibentuk kedalam dies dengan mengatur kedalaman penekanan untuk menghasilkan sudut yang diinginkan. Gambar 2.50 Proses V-Bending 46

63 c. Tekukan bentuk U ( U-Bending ) U-bending merupakan tekukan dua bentukan yang dilakukan dalam sekali proses. Profil yang dihasilkan dari pembentuk ini tidak harus selalu membentuk sudut 90 o, tapi bisa lebih besar atau lebih kecil. d. Curling Process Curling merupakan proses pembentukan pelat dengan cara menggulung untuk menghasilkan bentuk melingkar. Aplikasi proses ini sering ditemukan pada pembuatan solderless terminal dan pada engsel pintu. Proses ini terjadi karena penekanan melewati batas elastisnya, maka betuk yang dihasilkan bersifat permanen dan pembentukanya harus dilakukan secara bertahap untuk menghindari terjadinya kegagalan bentuk. Untuk pembentukan plat tipis dan lunak maka pembetukan dapat dilakukan tanpa bentukan awal. Curling yang dihasilkan tidak akan menhasilkan bentukan yang sempurna karena kekakuan pada bagian ujungnya. Pada plat tebal harus diberi bentukan awal sebagai pengarah untuk mempermudah penggulungan dan menghindari terjadinya buckling (tekukan). Gambar 2.50 Proses Curling 47

64 Untuk menghitung panjangnya bentangan dapat dilakukan dengan menghitung bidang netralnya.untuk kondisi normal dengan rasio antara radius dan tebal plat (r/s) 3.5 dapat dihitung dengan humus sebagai berikut: α Lc =..d n 360 π Lc = Panjang bentangan area curling α = Sudut curling d n = Diameter pada bidang netralnya = d1 + s/2 Pada proses curling besarnya gaya yang dibutuhkan pada pembentukan curling adalah sebagai berikut: ` Rm. b. s 2 F = b.... ( Rumus 1 ) 4. r c. ( 1 ϕ ) F b = Gaya pembentukan ( N ) R m = Resistansi maksimum bahan = τ B 0,8 ( N/mm 2 ) b = Lebar plat ( mm ) s = Tebal Plat ( mm ) r c = Radius sumbu bidang netral = r1 y ( mm ) 48

65 r1 = Jari-jari luar ( mm ) y = Pergeseran sumbu = z. s ( mm ) z = Faktor koreksi ( 0,5 untuk (r/s) 3,5) φ = Koefisien gesek ( 0.15 ) ( HR Luchsinger, Tool design 2, 1984: 112) untuk nilai r/s < 3,5 harga faktor koreksi dapat dicari melalui tabel Nilai faktor koreksi Gambar 2.51 Tabel Nilai Faktor Koreksi 49

66 Drawing Tool Drawing merupakan proses pembentukan plat menjadi benda yang diinginkan dengan alat bantu berupa punch dan dies forming. Dalam pembentukan produk dapat dilakukan dengan metoda single action drawing atau metoda sekali penekanan. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam perencanaan drawing tools. a. Perencanaan Restriksi Restriksi adalah proses pembentukan yamg terjadi mulai pelat bentuk datar sampai membentuk produk drawing dalam sekali proses atau dalam beberapa tahapan pembentukan. Proses ini melibatkan berbagai parameter pembentukan b. Radius Drawing Radius pada die harus dibuat sebesar yang diperlukan agar material produk dapat mengalir tampa hambatan. Radius die yang terlalu cepat dapat menyebabkan pengaliran material kedalam die terlalu cepat sehingga menyebabkan penumpukan material pada bibir produk dan menimbulkan keriput. Jika radius die dibuat terlalu kecil menyebabkan material sobek dan retak disekeliling bibir. c. Gaya Pembentukan Besarnya gaya pembentukan drawing yang dibutuhkan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: harga rata-rata tahanan deformasi material, pengurangan material gesekan dan betuk bibir die dan kehalusan permukaaan 50

67 punch dan die. Sudut bibir die umumnya antara 10 o 45 o, tetapi batas normal yang dipakai adalah berkisar antara 20 o 30 o. Besarnya gaya pembentukan dapat dicari berdasarkan rumus empiris sebagai berikut : Fb = C. K σ B η 1...( Rumus 2 ) Fb = Gaya pembentukan pada proses drawing ( N ) K = Keliling punch (mm) σ B = Tegangan tarik material (N/mm 2 ) η = Effisiensi ( harga berkisar ) C 1 = Koefisien bentuk (dari diagram entalphy) (Aida Engineering, Ltd,Aida Preess Hand Book, 1990: 152) Gambar 2.52 Diagram Harga Enthalpy 51

68 BAB III PERANCANGAN DAN MODIFIKASI DIES T-117 Dalam perencanaan sebuah dies kita harus memiliki gambaran yang jelas tentang benda kerja yang akan dibuat, juga proses pengerjaan yang paling menguntungkan. Dalam tugas akhir ini akan melalui beberapa tahapan sebagai prosedur penelitian. PROSEDUR PENELITIAN PERANCANGAN DIES T Karakteristik Material C 1020 P 2. Karakteristik Mesin press. 3. Pembuatan Gambar 4. Perhitungan HASIL PRODUK PENGUJIAN KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PENGUJIAN KUALITAS PROSES LAMA DAN PROSES BARU HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN 52

69 3.1 Perancangan Dies T-117 Dalam rancangan modifikasi dies T-117 ini akan dikemukakan beberapa faktor yang sangat mempengaruhi hasil dari modifikasi. Dimana keterkaitan fator-faktor itu akan menetukan keberhasilan hasil rancangan modifikasi Karakteristik Material Material yang digunakan untuk pembuatan produk terminal 325-SQ adalah jenis plat tembaga standar sesuai dengan standar JIS H 3100 (mengenai material tembaga dan tembaga campuran jenis plat). Terdiri dari: Cu 99,96 %, % dan sisanya unsur pengotor lain. Jenis material C1020P, 4.5 X 365 X 1200 (mm) Tabel 3.1 karakteristik material Tegangan Pemanjangan Bending Daya Hantar tarik (Longation) Sudut Jari-jari Dalam Listrik N/mm 2 ( % ) ( % ) 343 +/- 20 5% 180 derajat 1,5 X tebal material 97% Kondisi material harus dalam kondisi baik tidak flaw, deformasi dan dirty, serta pada permukaan pelat tidak boleh berkarat. Untuk menjaga kondisi material boleh menggunakan pengawet asal tidak menggangu dan berbahaya bagi kesehatan manusia. 53

70 3.1.2 Karakteristik Mesin Press Untuk memulai perancangan juga harus memperhatikan beberapa hal. Karena penggunaan kapasitas mesin yang tidak sesuai dengan beban kerja akan menyebabkan kerusakan pada mesin press dan hasil yang tidak maksimal. Untuk itu pertama-tama kita harus mengetahui karakteristik dari mesin, terutama mesin yang akan digunakan yaitu, Komatsu OBS-60. Mesin ini memiliki kapasitas maksimum 60 kn. Tetapi ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dari mesin. 1. Pressure Yang Dijinkan Dan Kemapuan Mesin Pengoperasian dari mesin dibatasi oleh allowable capacity, capacity limitation, eccentric load, stroke per menit, dan allowbble energi. Dalam pererencanaan dies tidak boleh melebihi hal-hal diatas. Beban kerja mesin sebaiknnya tidak melebihi 80% dari allowable capacity, dan allowable eccentric load, dengan mempertimbangkan beberapa variasi beban patah (breaking strength) berupa ketebalan material, tegangan tarik dari bahan logam serta jenis pelumasan dies. Gambar 3,1 Diagram kapasitas mesin yang diijinkan 54

71 Pada saat proses blanking pengoperasian mesin sebaiknya tidak melebihi 70% dari allowable capacity dan allowable eccentric capacity, dengan mempertimbangkan berbagai variasi dalam pemotongan, kekuatan patah (ketebalan plat, tegangan tarik) dari material. Untuk beban kerja mesin seharusnya sesuai dengan limit berdasarkan diagram kapasitas yang diijinkan. Gambar 3.2 Diagram allowable Energi 2. Perhitungan Kapasitas Mesin Yang Diijinkan Kapasitas mesin yang diijinkan untuk proses press berubah-ubah tergantung posisi langkah. (jarak dari titik mati bawah ke posisi slide). Pada saat proses pemotongan, pengoperasian mesin press tidak melebihi 70% dari kapasitas yang diijinkan dan kapasitas eccentric yang diijinkan. Untuk proses bending dan drawing beban yang dihasilkan untuk proses forming ini seharusnya tidak 55

72 melebihi 80% dari kapasitas yang diijinkan. Karena ini akan dapat menyebabkan kerusakan mesin. Jadi beban kerja maksimal yang dapat dikerjakan pada mesin press ini tidak boleh melebihi 80% dari kapasitas mesin karena proses yang akan dilakukan pada mesin ini adalah proses curling dan drawing. Untuk itu dalam rancangan ini penulis ingin membuktikan proses ini dapat memaksimalkan kapasitas mesin asalkan tidak melebihi batas nilai maksimum diatas. Perhitungan kapasitas maksimum yang diijinkan: Diketahui : Kapasitas total mesin (F ) = 60 kn Kapasitas maksimum yang diijikan(f all ) = 80% Jadi kapasitas yang diijinkan (C all ) = F all X F = 80 % X 60 kn Jadi kapasitas mesin yang diijinkan (C all ) = 48 kn Jadi dari hasil perhitungan total kapasitas maksimum yang diperbolehkan diatas, dimana mesin masih dapat dimaksimalkan kapasitasnya sampai 48 kn sebagai pertimbangan dari rancangan. 56

73 3.1.3 Perhitungan Modifikasi Dies T Proses Curling Besarnya gaya yang dibutuhkan pada proses ini dapat kita cari dengan rumus: F b = 2 Rm. b. s 4. r.(1 ϕ) c F b = Gaya pembentukan ( N ) R m = Resistansi maksimum bahan ( N/mm 2 ) = τ B / 0.8 τ B = Tegangan tarik bahan ( N/ mm 2 ) b = Lebar plat ( mm ) s = Tebal plat ( mm ) r c = Radius sumbu bidang netral (mm ) = r1 y r1 = Jari-jari luar (mm) y = Pergeseran sumbu (mm) = z. s 57

74 z = Nilai faktor koreksi φ = Koefisien gesek = 0.15 (HR Luchsinger, Tool design 2, 1984: 112) Perhitungan Besarnya Gaya yang Dibutuhkan Pada Proses Curling Diketahui: Gambar 3.3 Proses Curling B S = 35 mm = 4.5 mm σ B = 345 N /mm 2 r1 = 18.9 mm z = 0.44 µ =

75 Untuk mencari gaya yang dibutuhkan, harus dicari dulu nilai tegangan geser (Rm) dapat dicari dengan rumus: Β Rm = τ N / mm Rm = = N / mm 2 Tegangan geser yang didapat Rm = N/mm 2 Untuk mencacari jari-jari sumbu bidang netral dapat dicari dengan rumus: y y y r c r c r c = z. s = 0,5 x 4.5 mm = 2,25 mm = r1 y = 18.9 mm 2,25 mm = mm Gaya yang dibutuhkan untuk Proses Curling. F b = 2 Rm.. b. s 4. r.(1 ϕ) c = N / mm x 35 mm x ,65 mm ( 1 0,15 ) 2 mm = , Fb = 5313 N Fb = 5.3 kn 59

76 Dari perhitungan diatas didapat gaya yang dibutuhkan untuk Proses Curling adalah Fb = 5.3 kn 2. Proses Drawing Tampak Atas Gambar 3.4 Proses Drawing Karena gaya pembentukan yang dibutuhkan pada proses drawing ini juga dipengarui karena adanya pemaksaan aliran material disatu sisi sehingga terjadinya penipisan pada bagian leher tongue sebesar 0.05 mm. Besarnya gaya yang dibutuhkan dapat diketahui dari rumus empiris sebagai berikut σ B Fb = C 1. K. η Fb = Gaya pembentukan pada proses drawing K = Kell punch (mm) σ B = Tegangan tarik material (N/mm 2 ) η = Effisiensi ( harga berkisar ) C 1 = Keofisen bentuk ( dari Tabel Entalphy) 60

77 Grafik 3.5 Harga Enthalphy diketahui: t = 4.5 (mm) σ B = 345 (N/mm 2) η = 0.6 Besarnya gaya yang dibutuhkan pada proses drawing ini adalah: Keliling Drawing punch = 160 +(π. D / 6) 61

78 K = = = (31.4) = mm Gaya pembentukan yang dibutuhkan pada proses Drawing Fb σ B = C1. K η 345 N = = N = kn Jadi total gaya pembentukan yang dibutuhkan pada proses ini adalah: F tot = F b 1 + F b 2 = 5.3 kn kn F tot = kn Dari hasil perhitungan total gaya yang dibutuhkan pada untuk pembentukan produk adalah sebesar kn 62

79 3.1.4 Pembuatan Gambar a. Gambar rakitan (Lampiran gambar assembling dies) b. Gambar Part ( Lampiran gambar part) 3.2 Pengujian Kekerasan Vikers dan Pengujian Mikro Struktur Dalam pengujian kekerasan dan struktur mikro ada beberapa proses yang harus dilalui agar mendapatkan hasil yang optimal. Adapun proses-proses tersebut adalah sebagai berikut: Preparasi Sampel Dalam tahap preparasi sampel ada beberapa tahap proses yang harus dilakukan agar mendapatkan spesimen uji yang optimal yaitu : a. Proses Mounting Proses Mounting bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media, untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel. Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis dll. Untuk memudahkan penangannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah : 63

80 Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa) Sifat eksotermis rendah Viskositas rendah Penyusutan linier rendah Sifat adhesi baik Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel. Floabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidak teraturan yang terdapat pada sampel Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus konduktif Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material, dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak), sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan dan panas pada mold saat mounting. 64

81 Prosedur Proses Custable Mounting 1. Siapkan cetakan, dengan menutup salah satu bagian ujung dari silinder dengan isolasi. 2. Letakkan sampel pada dasar cetakan. 3. Siapkan resin sebanyak 1/3 bagian cetakan. 4. Campur resin dengan 15 tetes hardener. 5. Tuangkan resin yang telah dicampur hardener kedalam cetakan. 6. Biarkan selama menit hingga resin mengeras. 7. Keluarkan mounting dari cetakan. b. Pengamplasan Pengamplasan bertujuan untuk meratakan permukaan sampel dengan cara menggosokkan sampel pada kain abrasif / amplas. Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (mulai 100 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (800 hingga 1500 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekerasan permukaan dan kedalaman yang ditimbulkan oleh pemotongan. Lihat tabel berikut. 65

82 Tabel 3.1 Pemilihan Amplas Jenis alat potong Ukuran kertas amplas (grit) untuk pengamplasan pertama Gergaji pita Gergaji abrasif Gergaji kawat / intan kecepatan rendah Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemindah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 45 0 atau 90 0 terhadap arah sebelumnya. Prosedur Pengamplasan. 1. Potong kertas amplas membentuk lingkaran. 2. Pasang kertas amplas pada mesin amplas. 3. Nyalakan mesin pada kecepatan rendah, kemudian tuangkan air pada permukaan kertas amplas secara kontinu. 4. Pegang erat sampel, kemudian letakkan sampel pada permukaan kertas amplas. 5. Tambah kecepatan putaran sesuai kebutuhan. 66

83 6. Ubah arah pengamplasan 45 0 atau 90 0 terhadap arah sebelumnya. 7. Ganti kertas amplas dengan grade yang lebih tinggi, hingga diperoleh permukaan yang halus dan rata. c. Pemolesan (Polishing) Pemolesan bertujuan untuk mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat seperti kaca tanpa gores. Permukaan sampel yang akan diamati dibawah mikroskop harus benar-benar rata dan tidak ada cacat pada sample. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Prosedur Pemolesan. 1. Pasang kain poles pada mesin poles (umumnya digunakan bahan beludru) 2. Tuangkan sedikit alumina pada permukaan kain poles 3. Nyalakan mesin poles pada kecepatan rendah 4. Letakkan sampel pada permukaan kain poles 5. Lakukan pemolesan dengan memutar sampel pada porosnya secara kontinu dan perlahan 6. Tambahkan lagi alumina jika perlu 7. Lakukan pemolesan hingga diperoleh permukaan yang mengkilat 67

84 d. Proses Etsa Etsa merupakan suatu proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan kedalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak kepermukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Dalam pengujian ini digunakan etsa kimia yaitu proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Untuk bahan tembaga murni menggunakan larutan: FeCl 3 15 % dan Alkohol teknik 96%. Prosedur Etsa Kimia 1. Bersihkan sampel yang telah dipoles dengan air dan alkohol untuk menghilangkan lemak. 2. Pengetsaan dilakukan dengan cara meneteskan zat etsa (atau mencelupkan sampel kedalam zat etsa) selama beberapa detik.untuk paduan tembaga gunakan FeCL 3 (selama detik). Pengetsaan jangan sampai menghanguskan permukaan sampel. 3. Setelah itu bersihkan dengan alkohol dan keringkan dengan blower lalu dilap dengan tissu. 68

85 3.2.2 Pengujian Mikrostruktur Pengujian mikrostruktur dilakukan dengan langkah pemotretan spesimen yang sudah dietsa tadi dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 X dan 500 X, sehingga akan terlihat struktur mikro dari logam yang akan diamati. Gambar. 3.6 Proses Drawing Pengujian Kekerasan Kekerasan merupakan kemampuan logam atau material untuk menerima beban dari luar tanpa terjadinya deformasi plastis. Kekerasan merupakan sifat mekanis yang dimiliki material. Pada pengujian kekerasan vickers ini material atau spesimen dengan diberi beban tertentu sehingga akan menekan material dengan kedalaman tertentu. 69

86 Titik Pengukuran 1 Gambar Penampang Pengukuran Pengujian Kekerasan Vickers (HV) Titik pengukuan 3 Titik pengukuan 2 Gambar 3.7 Posisi Pengujian Kekerasan Vickers Pengujian kekerasan vickers menggunakan pyramid diamond identor dengan sudut 136 o. Harga kekerasan tergantung luas area yang tertekan, yaitu nilai rata-rata diagonal piramid ( d ). d2 d d1+ d2 = 2 Beban Uji (P) = 300 gr d1 136 HV =,854 x P x 1000 ( Kg / mm 2 d 1 2 ) Gambar. 3.8 Diamond Pyramid Identor Contoh, diketahui: d = 74 µ m HV 2 1,854 x 300 x 1000 ( Kg / mm ) = 2 74 = 101,57 = 101 Kg / mm 2 70

87 3.3 Pengujian kualitas. Dalam pengujian kualitas ada beberapa prosedur yang harus dilakukan, agar mendapatkan produk yang sesuai dengan standar yang sudah ada. Prosedur yang harus dilakukan yaitu: Pengukuran Produk Gambar 3.9 Standard Point Check a) Diameter burrel (D) Pengukuran ini menggunakan digital caliper dengan memutarkan sekeliling burrel sehingga mendapatkan nilai paling maksimum. b) Lebar tongue (B) Pengukuran dengan menggunakan digital caliper untuk mengukur lebar tongue c) Clearance (C) Pengukuran dengan menggunakan gauge filler dengan memasukan kecelah pertemuan burrel d) Thickness (t) Pengukuran dengan menggunakan digital caliper untuk mengetahui perubahan ketebalan tongue. 71

88 e) Burrel length (L) Pengukuran panjang burrel dengan menggunakan digital caliper Pengecekan Bentuk (Appearance) Pengecekan ini berupa pengecekan produk secara visual dengan menggunakan mikroskop untuk mengetahui kesesuaian antara produk dengan gambar. Beberapa poin yang harus diperhatikan dalam pengecekan appearance: a) Kesesuaian bentuk produk dengan drawing. b) Kebulatan burrel harus sempurna pada waktu proses curling. c) Deformasi produk seperti: crack, flaw, dented, scratch. d) Produk melengkung, karena proses drawing yang yang tidak sempurna. e) Ukuran burr pada produk. f) Chamfer burrel, tidak boleh terlalu kecil. 72

89 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perhitungan. Dari beberapa hasil perhitungan yang didapat dari bab III dapat kita lihat beberapa poin sebagai berikut: Hasil Perhitungan Kapasitas Maksimum Mesin Yang Diijinkan Dari hasil penghitungan kapasitas maksimum mesin yang diijinkan dari mesin Komatsu OBS-60, didapatkan nilai kapasitas maksimum yang diperbolehkan berdasarkan rekomendasi maker mesin adalah sebesar C all = 48 kn Hasil Perhitungan Modifikasi Dies. Hasil perhitungan yang didapat pada proses curling dan proses drawing adalah sebagai berikut: a. Besarnya gaya yang dibutuhkan pada proses curling adalah sebesar F b 1 = 5.3 kn. b. Besarnya gaya yang dibutuhkan pada Proses Drawing adalah sebesar F b 2 = kn. 73

90 c. Total kapasitas mesin yang dibutuhkan adalah sebesar F tot = 5,3 kn + 16,51 kn = 21,81 kn Hasil Pengujian Kekerasan Vickers (HV) Dari hasil pengujian kekerasan Vickers dengan menggunakan diamond pyramid identer didapat data sebagai berikut: a. Pengujian Kekerasan Material Dasar Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengukuran Kekerasan Material Dasar. No Bagian Uji Hasil Pengukuran Hardness Vickers (Micron) Kg/mm b. Pengujian Kekerasan Sample A (Dies Baru) Tabel 4.2 Tabel Hasil Pengukuran Kekerasan Dies Baru No Bagian Uji Hasil Pengukuran Hardness Vickers (Micron) Kg/mm

91 c. Pengujian Kekerasan Sample B (Dies Lama) Tabel 4.3 Tabel Hasil Pengukuran Kekerasan Dies Baru No Bagian Uji Hasil Pengukuran Hardness of Vickers (Micron) Kg/mm

92 d. Grafik Perbandingan Kekerasan Produk Hasil Dies Lama dan Dies Baru Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Kekerasan Nomor Bagian Uji 1 Hardness Vickers (Kg/mm2) Titik Pengujian Sample A (Dies baru) Sample B (Dies lama) Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Kekerasan Posisi 1 Grafik Perbandingan Kekerasan Nomor Bagian Uji 2 Hardness Vickers (Kg/mm2) Titik Pengujian Sample A (Dies baru) Sample B (Dies lama) Grafik 4.2 Perbandingan Hasil Pengujian Kekerasan Posisi 2 76

93 Grafik Perbandingan Kekerasan Nomor Bagian Uji Hardness Vickers (Kg/mm2) Sample A (Dies baru) Sample B (Dies lama) Titik Pengujian Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Kekerasan posisi Hasil Pengujian Mikrostruktur Hasil pengujian mikrostruktur didapatkan gambar dari tiga posisi pengecekan yang berbeda sebagai berikut: a. Sample A (Produk dies baru) Posisi pengamatan 1 Dari hasil pengamatan posisi 1 dengan perbesaran 500 X dapat dilihat untuk ukuran butir lebih besar (lihat lampiran 1). Posisi pengamatan 2 Hasil pengamatan posisi 2 dengan perbesaran 500 X dapat kita lihat ukuran butir lebih kecil dan memanjang (lihat lampiran 1) 77

94 Posisi pengamatan 3. Hasil pengamatan posisi 3 dengan perbesaran dapat dilihat ukuran butir lebih kecil (lihat lampiran 1) b. Sample B (Produk Dies Lama) Posisi pengamatan 1 Dari hasil pengamatan posisi satu dengan perbesaran 500 X dapat dilihat ukuran butir lebih besar (lihat lampiran 1). Posisi pengamatan 2 Hasil pengamatan posisi 2 dengan perbesaran 500 X dapat dilihat ukuran butir lebih kecil dan memanjang (lihat lampiran 1) Posisi pengamatan 3. Hasil pengamatan posisi 3 dengan perbesaran 500 X dapat dilihat ukuran butir lebih kecil (lihat lampiran 1) 78

95 4.1.5 Hasil Pengujian Kualitas Produk. Dari hasil pengecekan kualitas hasil produk dies modifikasi dan hasil produk dies lama, didapatkan hasil sebagai berikut: a. Tabel hasil pengukuran dies baru Tabel 4.3 Tabel Hasil Pengukuran Dies Baru No Lot/ 10 Pc Clearance ( C ) 0.12 ~ 0.23 (mm) Lebar Tongue ( B ) 50 ~ 50.6 (mm) Diameter Burrel ( D ) 37.0 ~ 38.6 (mm) Thickness ( t ) ( 4.48 ~ 4.51 (mm) Burrel Length ( L ) (mm) b. Tabel Hasil Pengukuran dies Lama Tabel 4.4 Tabel Hasil Pengukuran Dies Lama No Lot/ 10 Pcs Clearance ( C ) 0.12 ~ 0.23 (mm) Lebar Tongue ( B ) 50.0 ~ 50.6 ( mm ) Diameter Burrel ( D ) 37.0 ~ 38.6 ( mm ) Thickness ( t ) 4.48 ~ 4.51 ( mm ) Burrel Length ( L ) ( mm )

96 c. Grafik Hasil Perbandingan Pengukuran Dies Lama Dan Dies Baru. Dari hasil tabel diatas dapat kita lihat perbandingan hasil pengukuran produk dies setelah modifikasi dengan produk dies lama. TABEL HASIL PENGUKURAN CLEARANCE OF MATCHING CLEARANCE (mm) LOT Tabel Hasil Pengukuran Dies Baru Tabel Hasil Pengukuran Dies Lama Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengukuran Clearance of Matching 80

97 GRAFIK HASIL PENGUKURAN WIDTH OF TONGUE WIDTH OF TONGUE (mm Tabel Hasil Pengukuran Dies Baru Tabel Hasil Pengukuran Dies Lama LOT Gambar 4.6 Grafik Pengukuran Width of Tongue GRAFIK HASIL PENGUKURAN DIAMETER BURREL DIAMETER BURREL (mm) Tabel Hasil Pengukuran Dies Baru Tabel Hasil Pengukuran Dies Lama LOT Grafik 4.7 Hasil Pengukuran Diameter Burrel 81

98 GRAFIK HASIL PENGUKURAN THICKNESS THICKNESS (mm) Tabel Hasil Pengukuran Dies Baru Tabel Hasil Pengukuran Dies Lama LOT Gambar 4.8 Grafik Hasil Pengukuran Thickness GRAFIK HASIL PENGUKURAN BURREL LENGTH BURREL LENGTH (mm) Tabel Hasil Pengukuran Dies Baru Tabel Hasil Pengukuran Dies Lama LOT Gambar 4.9 Grafik Hasil Pengukuran Burrel Length 82

99 4.2 Pembahasan Pembahasan Hasil Perhitungan. Dari hasil perhitungan yang didapat pada bab sebelumnya besarnya gaya yang dibutuhkan pada kedua proses itu masih dibawah kapasitas maksimum yang diperbolehkan oleh maker mesin. Total gaya yang terjadi pada saat proses adalah sebesar 21,81 KN. Sedangkan kapasitas maksimum dari mesin yang diperbolehkan adalah sebesar 48 KN,. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa hasil modifikasi masih aman digunakan pada mesin Komatsu OBS Pembahasan Hasil pengujian kekerasan Vickers. Dari hasil pengujian kekerasan produk yang diuji pada tiga titik pengujian yaitu penampang bagian curling, drawing dan bagian normal yang tidak mengalami deformasi, didapatkan kesimpulan yaitu: 1. Pada bagian drawing adalah bagian yang paling keras karena pada proses ini terjadi penarikan dan penipisan material lebih kurang sebesar 0.05 mm. karena adanya proses penekananan drawing punch 2. Pada bagian curling juga lebih keras dibandingkan bagian normal karena bagian ini juga mengalami deformasi disebabkan penarikan material pada proses curling. 83

100 3. Pada bagian normal tidak ada terjadi perubahan kekerasan dari material dasar pada saat pembentukan karena dari posisi punch masih ada clearance sebesar 0.4 mm. 4. pada posisi pengujian 1 dan 2 baik produk hasil dies lama dan baru memiliki kekerasan relatif sama. 5. Produk hasil dies lama pada proses pengujian kekerasan pada posisi 3 lebih lunak disbanding produk dies baru, sehingga relatif mudah aus tetapi lebih susah patah dibanding produk hasil dies baru Pembahasan dari pengujian Mikrostruktur. Pada pengujian mikrostruktur dari hasil foto perbesaran 500 x, pada tiga bagian yang diuji dapat ditarik kesimpulan: 1. Baik pada proses dies lama dan dies baru hasil modifikasi tidak terjadi crack atau retakan pada bagian proses curling ataupun drawing. 2. Pada bagian uji nomor 2 dan3 terjadi deformasi pada material.karena adanya proses penarikan dan penekanan pada material. 3. Dari hasil pengujian mikrostruktur pada pengujian posisi 3, ukuran butir produk dies lama lebih besar dibanding produk dies baru mungkin ini disebabkan adanya perbedaan perlakuan panas dan permesinan pada proses pembuatan dies, karena dies lama dibuat di Jepang. 84

101 4.2.4 Pembahasan Pengujian Kualitas. Dari hasil pengujian kualitas yaitu, spec dan appearance dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak terjadi perbedaan yang jauh antara hasil dies baru dan dies lama. 2. Dari hasil trial (1 lot/ 10 pcs) tidak ditemukan adanya produk yang out spec. semua spec masih dalam batas normal 3. Dari hasil pengecekan appearance dies hasil modifikasi tidak ada masalah dari segi bentuk, cacat seperti scratch, dented dan crack. Dan hasilnya sama dengan produk dari dies lama Perbandingan dies lama dan dies baru. Karena kurangnya pengembangan dari perusahan selama ini proses lama yang masih dipertahankan ternyata masih kurang efisien dan efektif. Dari hasil penelitian dan pengujian diatas dapat kita bandingkan antara proses baru dan hasil modifikasi. 1. Dies Design Lama. Untuk ukuran dies lama memiliki ukuran lebih kecil lebih ringan 4,5 Kg dari dies baru. Untuk menghasilkan produk terminal memerlukan 6 proses, sehingga memerlukan waktu lebih lama 60 menit. Sedangkan untuk memproduksi 1 lot 85

102 produk (60 pcs) dibutuhkan waktu lebih kurang 7 menit sehingga untuk 1 jam dapat menghasilkan produk 8,5 lot (510 pcs produk) Dari hasil perhitungan terjadi inefisiensi kapasitas mesin karena tidak dioptimalkan. Pada proses curling (4 th process ) hanya dibutuhkan gaya sebesar 5,3 kn dari total 48 kn. Sedangkan pada proses drawing (5 th process ) hanya membutuhkan gaya sebesar 16,51 kn. Total kapasitas mesin yang terpakai pada proses dies hasil modifikasi hanya 21,81 kn Produk hasil dies lama pada proses pengujian kekerasan pada posisi 3 lebih lunak dibanding dies baru, sehingga relative mudah aus tetapi lebih susah patah dibanding produk hasil dies baru. Dari hasil pengujian mikrostruktur ukuran butir produk dies lama lebih kasar dibanding produk dies baru mungkin ini disebabkan adanya perbedaan perlakuan panas dan permesinan pada proses pembuatan dies, karena dies lama dibuat di Jepang. Dari hasil appearance tidak ada crack dan cacat pada produk. Dibutuhkan 3 orang maintenance, 12 orang operator dan inspector untuk kesemua proses. 86

103 2. Dies design baru Untuk berat total dies 58,5 kg, lebih berat 4,5 kg dibandingkan dies lama karena adanya penambahan pendorong produk. Produk dapat terdorong keluar otomatis pada saat posisi crank angle 290 o, jadi lebih aman dari segi safety. Hanya membutuhkan 5 proses untuk membuat produk, dan lebih hemat waktu satu jam, dan dapat mengurangi time change over. Kapasitas mesin dapat dioptimalkan karena hanya membutuhkan gaya 21,81 kn dari 48 kn kapasitas mesin yang diperbolehkan. Jadi perusahaan tidak perlu melakukan pembelian mesin baru. Untuk kesemua proses hanya membutuhkan 2 orang maintenance, 10 orang operator dan proses inspector. Jadi lebih menghemat dari segi cost tenaga kerja. Hasil pengujian kekerasan posisi uji 3 produk hasil dies baru lebih keras dibandingkan produk hasil dies lama sehingga lebih tahan aus, tetapi relatif mudah patah. Dari hasil pengujian mikrostruktur pada posisi pengujian 3, ukuran butir lebih kecil dibanding produk hasil dies lama. Ini mungkin karena dies baru dibuat di Indonesia Dari hasil pengecekan hasil dan kualitas tidak ada masalah hasilnya masih sama dengan dengan produk lama. 87

104 BAB V KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dibahas pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil perhitungan total kapasitas yang dibutuhkan pada proses dies hasil modifikasi hanya terpakai 21,81 kn dari 48 kn kapasitas maksimum yang diperbolehkan. Jadi penggunaan dies baru hasil modifikasi masih aman dipakai pada mesin Komatsu OBS Hasil pengujian kekerasan material dan mikrostruktur, untuk posisi pengecekan pada saat proses drawing (posisi 3) adalah bagian yang paling keras dan ukuran butirnya lebih kecil karena terjadinya proses penarikan dan penipisan material sebesar 0.05 mm. 3. Untuk produk hasil dies baru memiliki kekerasan yang lebih tinggi dan lebih tahan aus, tetapi relatif lebih mudah patah dibandingkan produk hasil dies lama karena lebih getas 4. Pada pengamatan hasil mikrostruktur (posisi 1, 2, 3) untuk produk hasil dies baru, ukuran butir relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang lama. Mungkin hal ini disebabkan karena adanya perbedaaan perlakuan panas dan machining pada saat pembuatan dies karena dies baru dibuat di Indonesia. 5. Dari segi efisiensi waktu dan tenaga kerja dies hasil modifikasi lebih efisien dibanding cara lama, karena hanya membutuhkan 5 proses untuk pembuatan 88

105 produk sehingga dapat mengurangi waktu change over dan orang yang mengoperasikannya.. 6. Untuk ukuran dies baru lebih berat 4,5 kg dibandingkan dies lama karena adanya modifikasi pada bagian punch dan dies. 7. Untuk keamanan operator, dies baru lebih aman karena produk dapat langsung terdorong keluar dari dies pada saat posisi crank angle 290 o, jadi operator tidak perlu lagi memasukkan tangan ke area dies pada saat pengambilan produk. 8. Dari segi kualitas produk hasil dies lama dan hasil modifikasi relatif sama baik dari segi spec dan appearance produk. 89

106 Daftar Pustaka 1. David A.Smith, Die Design Handbook, 3 rd. Edition, SME, Dearnborn, Michigan USA, Kurt Lange, Handbook of Metal Forming, McGraw-Hill, Inc Book Company, USA, Herman, W. Pollack, Tool Design, Reston Publishig Company, Inc. Virginia, David, A Smich, Quick Die Change First Edition, Society of Manufacturing Engineers, Altan, Prof, Taylan, Metal Forming Handbook, Schuler, H. R. Luchsinger, Tool Design 2, Politeknik Manufaktur Bandung, Budiarto, Press Tool 3, Politeknik Manufaktur Bandung, AIDA Press Handbook, AIDA Engineering, LTD., Misumi Standard Component, Misumi Co., D. Eugene Ostergaard, Advance Diemaking, McGraw-Hill, USA, 1967.

107 LAMPIRAN I HASIL PERNGUJIAN MIKROSTRUKTUR 1. Foto Mikrostruktur Sampel A (Produk Hasil Dies Baru). Gambar 1. Mikrostruktur posisi Pengamatan 1 Gambar 2. Mikrostruktur posisi Pengamatan 2

108 Gambar 3. Mikrostruktur posisi Pengamatan 3 2. Foto Mikrostruktur Sampel B (Produk Hasil Dies Lama) Gambar 4. Mikrostruktur Posisi Pengamatan 1

109 Gambar 5. Mikrostruktur Posisi Pengamatan 2 Gambar 6. Mikrostruktur Posisi Pengamatan 3

BAB II LANDASAN TEORI. tapi pengertian filter disini lebih khusus lagi yaitu sebagai alat yang digunakan

BAB II LANDASAN TEORI. tapi pengertian filter disini lebih khusus lagi yaitu sebagai alat yang digunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Filter Secara umum filter banyak dikenal orang sebagai alat penyaring kotoran, tapi pengertian filter disini lebih khusus lagi yaitu sebagai alat yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II PERTIMBANGAN DESAIN

BAB II PERTIMBANGAN DESAIN BAB II PERTIMBANGAN DESAIN 2.1 Pertimbangan Desain Hal hal penting dalam pertimbangan desain untuk merancang press tool sendok cocor bebek, hal hal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Pada bab ini adalah bagian dari proses Metal Stamping yang meliputi Stamping Fundamental Die, membahas tentang bentuk operasi yang berbeda. Bagian

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRESS TOOL

PERANCANGAN PRESS TOOL TUGAS PERANCANGAN ALAT BANTU PRODUKSI II DOSEN : MUH. ARSYAD SAYUTI, S.ST., M.T PERANCANGAN PRESS TOOL RING KUNCI TANAM PADA GRANDEL PINTU OLEH: SUHANDRI : 34109016 MUHAMMAD DAUD : 43109015 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Press Tool Press tool adalah salah satu alat gabungan Jig dan Fixture yang dapat digunakan untuk membentuk dan memotong logam dengan cara penekanan. Bagian atas dari

Lebih terperinci

BAB II Landasan Teori

BAB II Landasan Teori BAB II Landasan Teori 2.1 Pengenalan Mengenai Punching Tool Dalam dunia industri manufactur ada beberapa jenis proses produksi, salah satunya adalah proses pengerjaan sheet metal yang menggunakan seperangkat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat. Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat. Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : TUGAS AKHIR Analisa Modifikasi Konstruksi Dies Tangki Radiator Kuningan dari Dua Kali Proses dalam Dua Dies menjadi Satu Langkah (drawing-trimming) dalam Satu Dies Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Press Tool Press Tool adalah peralatan yang mempunyai prinsip kerja penekanan dengan melakukan pemotongan atau pembentukkan atau gabungan dari keduanya. Peralatan ini

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN BAHAN BAKU

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN BAHAN BAKU BAB III PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN BAHAN BAKU Perhitungan dan pemilihan bahan baku rancangan press tool sendok cocor bebek dari bahan stainless steel tebal 0,5 milimeter dengan sistem progresif akan diuraikan

Lebih terperinci

Perancangan Dies Progressive Komponen X

Perancangan Dies Progressive Komponen X TUGAS AKHIR Perancangan Dies Progressive Komponen X Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : STEFANUS SAPTO AJI PRABOWO NIM : 41306120031

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jig and Fixtures 2.1.1 Definisi jig Menurut Laporan Akhir (Pajri Husaini 2012, hal 5) Jig adalah suatu peralatan yang digunakan untu menuntun satu atau beberapa alat

Lebih terperinci

PROGRESSIVE DIES UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK PENGUNCI SABUK. Bambang Setyono, Mrihrenaningtyas Dosen Jurusan Teknik Mesin - ITATS ABSTRAK

PROGRESSIVE DIES UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK PENGUNCI SABUK. Bambang Setyono, Mrihrenaningtyas Dosen Jurusan Teknik Mesin - ITATS ABSTRAK PROGRESSIVE DIES UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK PENGUNCI SABUK Bambang Setyono, Mrihrenaningtyas Dosen Jurusan Teknik Mesin - ITATS ABSTRAK Progressive dies adalah sistem Punching tool yang mampu

Lebih terperinci

SISTEM DAN CARA PEMOTONGAN PLAT

SISTEM DAN CARA PEMOTONGAN PLAT SISTEM DAN CARA PEMOTONGAN PLAT Teguh Wiyono Jurusan Teknik Mesin Politeknik Pratama Mulia Surakarta ABSTRACT In the world of industry, especially sheet metal, punching die-set/perkakas use tool helps

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jig and Fixtures Jig adalah peralatan yang digunakan untu mengarahkan satu atau lebih alat potong pada posisi yang sama dari komponen yang serupa dalam suatu operasi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DATA Pada penelitian tugas akhir ini, diberikan data-data perusahaan PT Selamat Sempurna Tbk.,yang akan menjadi sumber informasi. Data yang akan diberikan berupa gambar dan tabel-tabel

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PEMOTONGAN PRESS TOOL PEMOTONG STRIP PLAT PADA MESIN TEKUK HIDROLIK PROMECAM DI LABORATORIUM PEMESINAN

ANALISIS HASIL PEMOTONGAN PRESS TOOL PEMOTONG STRIP PLAT PADA MESIN TEKUK HIDROLIK PROMECAM DI LABORATORIUM PEMESINAN ANALISIS HASIL PEMOTONGAN PRESS TOOL PEMOTONG STRIP PLAT PADA MESIN TEKUK HIDROLIK PROMECAM DI LABORATORIUM PEMESINAN Abstrak Carli Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Sudarto,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Desain Dial Plate XYZ Dial plate merupakan salah satu bagian utama dari speedometer. Dial plate berbentuk lembaran plastik yang terdapat berbagai skala indikator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Die Press / Press Tool Die press atau press tool adalah suatu alat yang digunakan untuk melakukan proses pemotongan atau pembetukan pelat menjadi produk yang dikehendaki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Radiator Radiator merupakan alat penukar panas dari satu media ke media lain dengan tujuan untuk menjaga suhu mesin dengan cara sirkulasi agar sesuai dengan spesifikasi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. PENDAHULUAN Die Casting adalah sebuah proses pada industri pembuatan mesin di mana baja cair dicetak/dicor menggunakan tekanan tingkat tinggi ke dalam mold/dies (semacam

Lebih terperinci

PERANCANGAN DIE PRESS SISTEM PROGRESSIVE UNTUK MEMBUAT PRODUK DIAL PLATE TIPE XYZ

PERANCANGAN DIE PRESS SISTEM PROGRESSIVE UNTUK MEMBUAT PRODUK DIAL PLATE TIPE XYZ TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) PERANCANGAN DIE PRESS SISTEM PROGRESSIVE UNTUK MEMBUAT PRODUK DIAL PLATE TIPE XYZ Disusun

Lebih terperinci

Proses Lengkung (Bend Process)

Proses Lengkung (Bend Process) Proses Lengkung (Bend Process) Pelengkuan (bending) merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu titik ditengah-tengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini bahan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PUNCH DAN DIES UNTUK AVOR WASHTAFEL PADA PROSES DEEP DRAWING DAN TRIMMING

RANCANG BANGUN PUNCH DAN DIES UNTUK AVOR WASHTAFEL PADA PROSES DEEP DRAWING DAN TRIMMING RANCANG BANGUN PUNCH DAN DIES UNTUK AVOR WASHTAFEL PADA PROSES DEEP DRAWING DAN TRIMMING PROYEK AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi DIII Teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pembentukan Logam Teknik pembentukan logam merupakan proses yang dilakukan dengan cara memberikan perubahan bentuk pada benda kerja. Perubahan bentuk ini dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN MESIN PELUBANG PLAT ALUMUNIUM. Oleh : Siswanto ABSTRACT. Pelubang machine is a very important equipment in the electronics shop and other

PERENCANAAN MESIN PELUBANG PLAT ALUMUNIUM. Oleh : Siswanto ABSTRACT. Pelubang machine is a very important equipment in the electronics shop and other PERENCANAAN MESIN PELUBANG PLAT ALUMUNIUM Oleh : Siswanto ABSTRACT Pelubang machine is a very important equipment in the electronics shop and other technical workshop. Research and design of the pelubang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN COUMPOUND DIES DENGAN SISTEM DRAWING PADA PEMBUATAN CETAKAN PP CAP

TUGAS AKHIR PERANCANGAN COUMPOUND DIES DENGAN SISTEM DRAWING PADA PEMBUATAN CETAKAN PP CAP TUGAS AKHIR PERANCANGAN COUMPOUND DIES DENGAN SISTEM DRAWING PADA PEMBUATAN CETAKAN PP CAP Diajukan guna melengkapi syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Di Susun Oleh: NAMA : Dwi Atmaji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jig and Fixtures 2.1.1 Definisi jig Jig adalah peralatan yang digunakan untu mengarahkan satu atau lebih alat potong pada posisi yang sama dari komponen yang serupa

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT BANTU PEMASANGAN TUTUP BOTOL KECAP JENIS KROP (CROP) DENGAN MENGGUNAKAN 2 PUNCH SECARA KONVENSIONAL ( BIAYA PRODUKSI )

RANCANG BANGUN ALAT BANTU PEMASANGAN TUTUP BOTOL KECAP JENIS KROP (CROP) DENGAN MENGGUNAKAN 2 PUNCH SECARA KONVENSIONAL ( BIAYA PRODUKSI ) RANCANG BANGUN ALAT BANTU PEMASANGAN TUTUP BOTOL KECAP JENIS KROP (CROP) DENGAN MENGGUNAKAN 2 PUNCH SECARA KONVENSIONAL ( BIAYA PRODUKSI ) LAPORAN AKHIR Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk suatu benda kerja dengan menggunakan sepasang alat. perencanaan peralatan, diameter yang akan dipotong, material alat

BAB I PENDAHULUAN. bentuk suatu benda kerja dengan menggunakan sepasang alat. perencanaan peralatan, diameter yang akan dipotong, material alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan teknologi sangat pesat terutama dibidang manufaktur dalam proses pembentukan dan pemotongan. Proses Pembentukan dan pemotongan lembaran pelat

Lebih terperinci

DESAIN DIES CHASIS LONG MEMBER MENGUNAKAN SPRING DAN PAD PADA MINI TRUCK ESEMKA SANG SURYA

DESAIN DIES CHASIS LONG MEMBER MENGUNAKAN SPRING DAN PAD PADA MINI TRUCK ESEMKA SANG SURYA TUGAS AKHIR DESAIN DIES CHASIS LONG MEMBER MENGUNAKAN SPRING DAN PAD PADA MINI TRUCK ESEMKA SANG SURYA Disusun Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL UNTUK MEMPRODUKSI LANDASAN LUBANG KUNCI (PROSES PENGUJIAN)

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL UNTUK MEMPRODUKSI LANDASAN LUBANG KUNCI (PROSES PENGUJIAN) RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL UNTUK MEMPRODUKSI LANDASAN LUBANG KUNCI (PROSES PENGUJIAN) LAPORAN AKHIR Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Pada Jurusan Teknik Mesin Politeknik

Lebih terperinci

PENGUJIAN MESIN PRESS MEKANIK SEMI OTOMATIS DENGAN PENGGERAK MOTOR LISTRIK 0.5 HP

PENGUJIAN MESIN PRESS MEKANIK SEMI OTOMATIS DENGAN PENGGERAK MOTOR LISTRIK 0.5 HP 20 PENGUJIAN MESIN PRESS MEKANIK SEMI OTOMATIS DENGAN PENGGERAK MOTOR LISTRIK 0.5 HP Ahmad Yunus Nasution *, Muhamad Nur Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta * Email:

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL PLAT KLEM U TIANG PIPA ANTENA 1 INCI (PENGUJIAN)

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL PLAT KLEM U TIANG PIPA ANTENA 1 INCI (PENGUJIAN) RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL PLAT KLEM U TIANG PIPA ANTENA 1 INCI (PENGUJIAN) LAPORAN AKHIR Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Mesin Program Studi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR DESAIN PROGRESSIVE DIES PROSES PIERCING DAN BLANKING ENGSEL UNTUK KOMPONEN KURSI LIPAT RULY SETYAWAN NIM

TUGAS AKHIR DESAIN PROGRESSIVE DIES PROSES PIERCING DAN BLANKING ENGSEL UNTUK KOMPONEN KURSI LIPAT RULY SETYAWAN NIM TUGAS AKHIR DESAIN PROGRESSIVE DIES PROSES PIERCING DAN BLANKING ENGSEL UNTUK KOMPONEN KURSI LIPAT RULY SETYAWAN NIM. 201354049 DOSEN PEMBIMBING Qomaruddin, ST., MT. Ir., Masruki Kabib, MT. PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perancangan mesin ini dilakukan tidak lain agar sedikit banyak mampu mengatasi lambatnya proses pembuatan sebuah box laci lemari, terkhusus pada waktu pemotongan plat serta penekukan

Lebih terperinci

DEFINISI SPRINGBACK COLD WORKING PROCESS The advantages of cold working process : The disadvantages of cold working process :

DEFINISI SPRINGBACK COLD WORKING PROCESS The advantages of cold working process : The disadvantages of cold working process : DEFINISI SPRINGBACK Spring back merupakan gaya balik yang ditimbulkan akibat pengaruh elastisitas bahan pelat yang mengalami proses pembentukan. Besarnya gayabalik ini ditentukan oleh harga Modulus Elastisitas

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH CLEARANCE

ANALISA PENGARUH CLEARANCE ANALISA PENGARUH CLEARANCE PADA PUNCH, BLANK HOLDER DAN DIES TERHADAP KERUSAKAN PRODUK PADA MESIN DRAWING Eko Edy Susanto Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

Diajukan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Studi Teknik Mesin. Disusun oleh : LUKMAN NUR HIDAYAH

Diajukan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Program Studi Teknik Mesin. Disusun oleh : LUKMAN NUR HIDAYAH TUGAS AKHIR ANALISA PERBAIKAN DISAIN DIES UNIVERSAL UNTUK PEMBUATAN PLAT PENDINGIN OLI SEBAGAI PELAKSANAAN PROGRAM PENGURANGAN BIAYA PADA PT. RADIATOR SYSTEM COMPANY Diajukan untuk menyelesaikan Tugas

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL PLAT KLEM U TIANG PIPA ANTENA 1 INCI (PROSES PEMBUATAN)

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL PLAT KLEM U TIANG PIPA ANTENA 1 INCI (PROSES PEMBUATAN) RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL PLAT KLEM U TIANG PIPA ANTENA 1 INCI (PROSES PEMBUATAN) LAPORAN AKHIR Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Mesin Program

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL UNTUK MEMPRODUKSI LANDASAN LUBANG KUNCI (PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI)

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL UNTUK MEMPRODUKSI LANDASAN LUBANG KUNCI (PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI) RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL UNTUK MEMPRODUKSI LANDASAN LUBANG KUNCI (PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI) LAPORAN AKHIR Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. sebagian besar digambarkan dalam diagram alir, agar mempermudah proses

BAB III METODOLOGI. sebagian besar digambarkan dalam diagram alir, agar mempermudah proses BAB III METODOLOGI 3.1. Langkah Kerja Penelitian Pada bab ini perancang menjelaskan tentang langkah kerja penelitian yang sebagian besar digambarkan dalam diagram alir, agar mempermudah proses perancangan.

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRESS DIES PART C & ROUND REINFORCE DI PT. HYDRAXLE PERKASA MANUFACTURING ENGINEERING

PERANCANGAN PRESS DIES PART C & ROUND REINFORCE DI PT. HYDRAXLE PERKASA MANUFACTURING ENGINEERING PERANCANGAN PRESS DIES PART C & ROUND REINFORCE DI PT. HYDRAXLE PERKASA MANUFACTURING ENGINEERING TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri Disusun

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PRESS DAN DIES UNTUK PEMBUATAN PINTU SHEET METAL BERPROFIL DI BENGKEL METRIC

RANCANG BANGUN MESIN PRESS DAN DIES UNTUK PEMBUATAN PINTU SHEET METAL BERPROFIL DI BENGKEL METRIC RANCANG BANGUN MESIN PRESS DAN DIES UNTUK PEMBUATAN PINTU SHEET METAL BERPROFIL DI BENGKEL METRIC TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Teknik Industri YOSEF

Lebih terperinci

ANALISYS TITIK KRITIS DESAIN DIE FENDER DEPAN BAGIAN LUAR MOBIL MINITRUCK ESEMKA

ANALISYS TITIK KRITIS DESAIN DIE FENDER DEPAN BAGIAN LUAR MOBIL MINITRUCK ESEMKA TUGAS AKHIR ANALISYS TITIK KRITIS DESAIN DIE FENDER DEPAN BAGIAN LUAR MOBIL MINITRUCK ESEMKA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata Satu Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

MODUL 6 PROSES PEMBENTUKAN LOGAM

MODUL 6 PROSES PEMBENTUKAN LOGAM MODUL 6 PROSES PEMBENTUKAN LOGAM Materi ini membahas tentang proses pembuatan logam bukan besi. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan perbedaan antara proes pengerjaan secara

Lebih terperinci

MODIFIKASI DESAIN MODEL DIE CUSHION PADA MESIN PRESS CERLEI MENGGUNAKAN METODE VDI 2221 DI PT.XXX

MODIFIKASI DESAIN MODEL DIE CUSHION PADA MESIN PRESS CERLEI MENGGUNAKAN METODE VDI 2221 DI PT.XXX MODIFIKASI DESAIN MODEL DIE CUSHION PADA MESIN PRESS CERLEI MENGGUNAKAN METODE VDI 2221 DI PT.XXX AGUS SAFAAT NIM: 41313110015 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA PERANCANGAN DIES BREKET PINTU PENGEMUDI MOBIL DAIHATSU TERIOS

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA PERANCANGAN DIES BREKET PINTU PENGEMUDI MOBIL DAIHATSU TERIOS LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA PERANCANGAN DIES BREKET PINTU PENGEMUDI MOBIL DAIHATSU TERIOS Laporan Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Tingkat Kesarjanaan Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN SIMULASI PRESS TOOL PEMBUAT PART SUPPORT PADA DONGKRAK PANTOGRAPH DENGAN SISTEM PROGRESSIVE TOOL TUGAS AKHIR

PERANCANGAN DAN SIMULASI PRESS TOOL PEMBUAT PART SUPPORT PADA DONGKRAK PANTOGRAPH DENGAN SISTEM PROGRESSIVE TOOL TUGAS AKHIR PERANCANGAN DAN SIMULASI PRESS TOOL PEMBUAT PART SUPPORT PADA DONGKRAK PANTOGRAPH DENGAN SISTEM PROGRESSIVE TOOL TUGAS AKHIR Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Program

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISIS CACAT KERUT (WRINKLING) PADA TAILORED WELDED BLANKS DEEP DRAWING DENGAN METODE EKSPERIMEN Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

II-1 BAB II DASAR TEORI

II-1 BAB II DASAR TEORI II-1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pemanfaatan Daun Pisang Untuk Alas Piring Rotan Daun pisang adalah daun dari pohon pisang yang digunakan sebagai bahan dekoratif pada berbagai kegiatan atau sebagai bahan pelengkap

Lebih terperinci

Mengenal Proses Deep Drawing

Mengenal Proses Deep Drawing Definisi Drawing Mengenal Proses Deep Drawing Deep Drawing atau biasa disebut drawing adalah salah satu jenis proses pembentukan logam, dimana bentuk pada umumnya berupa silinder dan selalu mempunyai kedalaman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Press Work Press work (press stamping) adalah teknologi pengerjaan yang mengubah bentuk material sesuai dimensi dan kemudian menjaga bentuk tersebut secara permanen.

Lebih terperinci

yang berfungsi sebagai alat penyaring fluida (air,oli maupun udara). Dari sebuah filter dapat ditemukan puluhan parts hasil proses press, hal ini tent

yang berfungsi sebagai alat penyaring fluida (air,oli maupun udara). Dari sebuah filter dapat ditemukan puluhan parts hasil proses press, hal ini tent Analisis Stamping Dies Untuk Pembuatan Body Filter Oli Kendaraan truk Hariansyah / 20405875 Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No.100, Depok 16424

Lebih terperinci

SIFAT MAMPU BENTUK LEMBARAN PLAT BAJA KARBON RENDAH PADA PROSES TARIK DALAM

SIFAT MAMPU BENTUK LEMBARAN PLAT BAJA KARBON RENDAH PADA PROSES TARIK DALAM SIFAT MAMPU BENTUK LEMBARAN PLAT BAJA KARBON RENDAH PADA PROSES TARIK DALAM Sudjito Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Sudarto, SH., Tembalang, Kotak Pos 6199, Semarang 50329

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah pesat. Salah satu proses yang terpenting dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah pesat. Salah satu proses yang terpenting dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan teknologi pada bidang manufaktur sangatlah pesat. Salah satu proses yang terpenting dalam bidang manufaktur adalah dalam teknik penyambungan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PRESS TOOL PEMBUAT SIDE RUBBER SEBAGAI KOMPONEN CHUTE DI PT.BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk. DENGAN POWER HIDROLIK (PROSES PEMBUATAN)

RANCANG BANGUN PRESS TOOL PEMBUAT SIDE RUBBER SEBAGAI KOMPONEN CHUTE DI PT.BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk. DENGAN POWER HIDROLIK (PROSES PEMBUATAN) RANCANG BANGUN PRESS TOOL PEMBUAT SIDE RUBBER SEBAGAI KOMPONEN CHUTE DI PT.BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk. DENGAN POWER HIDROLIK (PROSES PEMBUATAN) LAPORAN AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN MODIFIKASI KONSTRUKSI

BAB III RANCANGAN MODIFIKASI KONSTRUKSI 35 BAB III RANCANGAN MODIFIKASI KONSTRUKSI 3.1 Konstruksi dies drawing dan dies trimming (dua dies dua kali proses) 3.1.1 Dies Drawing Pada proses ini terjadi proses perubahan bentuk dari material lembaran

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN ALAT PENEKUK PIPA Perancangan Pada Bagian Statis (Rangka, Las, Baut dan Mur)

PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN ALAT PENEKUK PIPA Perancangan Pada Bagian Statis (Rangka, Las, Baut dan Mur) PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN ALAT PENEKUK PIPA Perancangan Pada Bagian Statis (Rangka, Las, Baut dan Mur) LAPORAN PROYEK AKHIR Oleh : PUPUT INDRA SATRIA NIM 011903101137 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK

Lebih terperinci

PROSES PENGERJAAN PANAS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada)

PROSES PENGERJAAN PANAS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada) PROSES PENGERJAAN PANAS PROSES PENGERJAAN PANAS Adalah proses merubah bentuk logam tanpa terjadi pencairan (T proses : T cair > 0,5), volume benda kerja tetap dan tak adanya geram (besi halus sisa proses).

Lebih terperinci

ANALISA TEGANGAN PADA PEMBENTUKAN KOMPONENGROMMET GASKET EXHAUST SEPEDA MOTOR MELALUI DEEP DRAWING

ANALISA TEGANGAN PADA PEMBENTUKAN KOMPONENGROMMET GASKET EXHAUST SEPEDA MOTOR MELALUI DEEP DRAWING ANALISA TEGANGAN PADA PEMBENTUKAN KOMPONENGROMMET GASKET EXHAUST SEPEDA MOTOR MELALUI DEEP DRAWING Soegiatmo Rahardjo, Wisnu Tri Yulianto Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan Teknik Mesin ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teflon ( polytetrafluoroethylene ). Dalam kimia, polytetrafluoroethylene (PTFE) adalah fluoropolymer sintetis dari tetrafluoroethylene yang digunakan dalam berbagai aplikasi.

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Setrata I (S-1) Disusun oleh : NAMA : WAHYUDIN NIM : 41111110031

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN KOMPONEN RANTAI ( OLP 428 FOUND TALENT, SAE 1050 )

PROSES PEMBUATAN KOMPONEN RANTAI ( OLP 428 FOUND TALENT, SAE 1050 ) PROSES PEMBUATAN KOMPONEN RANTAI ( OLP 428 FOUND TALENT, SAE 1050 ) RAW MATERIAL MANU FACTURING HEAT TREATMENT ASSEMBLING PACKAGING Pembuatan komponen ini menggunakan tipe OLP 428 dengan spec material

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. kerja. Identifikasi ini berupa gambar kerja dari perancang yang ditujukan kepada

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. kerja. Identifikasi ini berupa gambar kerja dari perancang yang ditujukan kepada BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Identifikasi Gambar Kerja Identifikasi gambar kerja merupakan suatu langkah awal pengerjaan benda kerja. Identifikasi ini berupa gambar kerja dari perancang yang

Lebih terperinci

2. KERJA PLAT Tujuan 3.1 Teori Kerja Plat Pemotongan Plat

2. KERJA PLAT Tujuan 3.1 Teori Kerja Plat Pemotongan Plat 2. KERJA PLAT Tujuan 1. Agar mahasiswa mengerti cara membuat pola, memotong, dan melipat benda kerja pelat / logam lembaran. 2. Agar mahasiswa mampu melakukan kerja pembuatan pola, pemotongan dan pelipatan

Lebih terperinci

ANALISIS MASALAH KERUTAN (WRINKLE) PADA PRODUK ALAS KALENG UKURAN 681 GRAM

ANALISIS MASALAH KERUTAN (WRINKLE) PADA PRODUK ALAS KALENG UKURAN 681 GRAM 199 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol 06, No 3, Juni 2017 ANALISIS MASALAH KERUTAN (WRINKLE) PADA PRODUK ALAS KALENG UKURAN 681 GRAM Iqnatius Elik Kristiyono Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL PLAT KLEM U TIANG PIPA ANTENA 1 INCI (BIAYA PRODUKSI)

RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL PLAT KLEM U TIANG PIPA ANTENA 1 INCI (BIAYA PRODUKSI) RANCANG BANGUN PROGRESSIVE TOOL PLAT KLEM U TIANG PIPA ANTENA 1 INCI (BIAYA PRODUKSI) LAPORAN AKHIR Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Mesin Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Rak Rak adalah suatu tempat yang berfungsi untuk meletakan barang-barang seperti menyimpan pakaian, buku-buku, arsip-arsip kantor, dokumendokumen atau alat-alat

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN DIES UNTUK PEMBENTUKAN PANEL MOBIL DI PT. METINDO ERA SAKTI. Nama : Haga Ardila NPM : Jurusan : Teknik mesin

PROSES PEMBUATAN DIES UNTUK PEMBENTUKAN PANEL MOBIL DI PT. METINDO ERA SAKTI. Nama : Haga Ardila NPM : Jurusan : Teknik mesin PROSES PEMBUATAN DIES UNTUK PEMBENTUKAN PANEL MOBIL DI PT. METINDO ERA SAKTI Nama : Haga Ardila NPM : 23410094 Jurusan : Teknik mesin LATAR BELAKANG Perkembangan teknologinya dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A TEKNIK PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A Jl. Rajawali No. 32, Telp./Faks. : (0351) 746081 Ngawi. Homepage: 1. www.smkpgri1ngawi.sch.id 2. www.grisamesin.wordpress.com Facebook: A. Kecepatan potong

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PRESS TOOL

RANCANG BANGUN PRESS TOOL RANCANG BANGUN PRESS TOOL PEMBUAT SIDE RUBBER SEBAGAI KOMPONEN CHUTE DI PT.BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk. DENGAN POWER HIDROLIK (PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI) LAPORAN AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Dalam

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu :

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu : POROS BERTINGKAT A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu : Mampu mengoprasikan mesin bubut secara benar. Mampu mebubut luar sampai halus dan rata. Mampu membubut lurus dan bertingkat.

Lebih terperinci

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( ) 1. Jelaskan tahapan kerja dari las titik (spot welding). Serta jelaskan mengapa pelelehan terjadi pada bagian tengah kedua pelat yang disambung Tahapan kerja dari las titik (spot welding) ialah : Dua lembaran

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PUNCH DAN DIES UNTUK AVOR WASTAFEL PADA PROSES DEEP DRAWING DAN PIERCHING

RANCANG BANGUN PUNCH DAN DIES UNTUK AVOR WASTAFEL PADA PROSES DEEP DRAWING DAN PIERCHING RANCANG BANGUN PUNCH DAN DIES UNTUK AVOR WASTAFEL PADA PROSES DEEP DRAWING DAN PIERCHING PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) Disusunoleh : KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA Gambar 4.1. Produk Conector Bulp t. 0.3 [mm] 4.1. Menghitung Panjang Bukaan (Calculation of Development Dimention). Gambar 4.2. Dimensi Produk Gambar 4.3. Jumlah Bending

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. ANALISA BIAYA MATERIAL DIES END PLATE RADIATOR UNIVERSAL DI PT. SELAMAT SEMPURNA Tbk.

TUGAS AKHIR. ANALISA BIAYA MATERIAL DIES END PLATE RADIATOR UNIVERSAL DI PT. SELAMAT SEMPURNA Tbk. TUGAS AKHIR ANALISA BIAYA MATERIAL DIES END PLATE RADIATOR UNIVERSAL DI PT. SELAMAT SEMPURNA Tbk. Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana ( Strata 1 ) Pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Optimasi Pembuatan Produk Support Melalui Analisis Proses Single Tool Menjadi Progressive Hybrid Tool

Optimasi Pembuatan Produk Support Melalui Analisis Proses Single Tool Menjadi Progressive Hybrid Tool Optimasi Pembuatan Produk Support Melalui Analisis Proses Single Tool Menjadi Progressive Hybrid Tool Yuliar Yasin Erlangga 1, Kelvin Hamiraj (1) Dosen Jur. Teknik Perancangan Manufaktur, Politeknik Manufaktur

Lebih terperinci

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMBUATAN PROGRESSIVE DIES PROSES PIERCING DAN BLANGKING ENGSEL UNTUK KOMPONEN KURSI LIPAT

SKRIPSI PEMBUATAN PROGRESSIVE DIES PROSES PIERCING DAN BLANGKING ENGSEL UNTUK KOMPONEN KURSI LIPAT SKRIPSI PEMBUATAN PROGRESSIVE DIES PROSES PIERCING DAN BLANGKING ENGSEL UNTUK KOMPONEN KURSI LIPAT HELIN CANDRA ISTANTO NIM. 201354053 DOSEN PEMBIMBING Qomaruddin, ST., MT. Ir., Masruki Kabib, MT. PROGRAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (coil). Dari komposisi kimianya, sheet metal dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. (coil). Dari komposisi kimianya, sheet metal dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sheet Metal Sheet metal pada umumnya berbentuk lembaran dan yang lebih tipis berupa gulungan (coil). Dari komposisi kimianya, sheet metal dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN NOTCHING UNTUK PROSES SHEET METAL FORMING. Franz Norman Azzy

PERANCANGAN MESIN NOTCHING UNTUK PROSES SHEET METAL FORMING. Franz Norman Azzy PERANCANGAN MESIN NOTCHING UNTUK PROSES SHEET METAL FORMING Franz Norman Azzy Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogakarta Jl. Kalisahak No. 28, Komp. Balapan

Lebih terperinci

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses gurdi adalah proses pemesinan yang paling sederhana diantara

Lebih terperinci

STUDI KUAT LENTUR BALOK PROFIL C GANDA DENGAN PERANGKAI TULANGAN DIAGONAL. Oleh : JONATHAN ALFARADO NPM :

STUDI KUAT LENTUR BALOK PROFIL C GANDA DENGAN PERANGKAI TULANGAN DIAGONAL. Oleh : JONATHAN ALFARADO NPM : STUDI KUAT LENTUR BALOK PROFIL C GANDA DENGAN PERANGKAI TULANGAN DIAGONAL Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : JONATHAN

Lebih terperinci

1. Pendahuluan Pembentukan Logam

1. Pendahuluan Pembentukan Logam 1. Pendahuluan Pembentukan Logam Pembentukan logam adalah proses untuk mengubah benda kerja (work piece) dengan cara memberikan gaya luar sehingga terjadi deformasi plastis dan menjadi bentuk yang diinginkan.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN CETAKAN TUTUP GELAS

TUGAS AKHIR PERENCANAAN CETAKAN TUTUP GELAS TUGAS AKHIR PERENCANAAN CETAKAN TUTUP GELAS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh : Komarudin 01300 081 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LPG (Liquified Petroleum Gas) LPG merupakan gas hidrokarbon produksi dari kilang minyak dan kilang gas dengan komponen utama gas propana (C 3 H 8 ) dan butana (C 4 H 10 ) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Spesimen 4.1.1. Proses Pengelasan Setelah pengamatan, pengukuran serta pengujian dilaksanakan terhadap masing-masing benda uji, pada pengelasan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA CHRYSSE WIJAYA L2E604271

TUGAS SARJANA CHRYSSE WIJAYA L2E604271 TUGAS SARJANA PERBANDINGAN BESARNYA SUDUT SPRINGBACK PADA PROSES PENEKUKAN BERDASARKAN HASIL PENGUJIAN TEKUK, PERHITUNGAN TEORITIS DAN SIMULASI PROGRAM ANSYS 9.0 PADA STAINLESS STEEL Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN. Mulai

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN. Mulai 32 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DIAGRAM ALIR PERANCANGAN PRESS TOOL Mulai 1.Data analisa a. Gambar dan ukuran produk b. Kapasitas mesin c. Proses kerja 2. Penentuan layout scarp trip Wide run

Lebih terperinci

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending Budi Setyahandana 1, Anastasius Rudy Setyawan 2 1,2 Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Kampus III Paingan, Maguwoharjo,

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN MATERIAL DAN CLEARANCE PROGRESSIVE DIES TERHADAP KUALITAS PRODUK RING M7

PENGARUH KETEBALAN MATERIAL DAN CLEARANCE PROGRESSIVE DIES TERHADAP KUALITAS PRODUK RING M7 69 PENGARUH KETEBALAN MATERIAL DAN CLEARANCE PROGRESSIVE DIES TERHADAP KUALITAS PRODUK RING M7 VY Suryadi 1, Heru Sukanto 2, Wijang Wisnu Raharjo 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LPG (Liquified Petroleum Gas) LPG merupakan gas hidrokarbon produksi dari kilang minyak dan kilang gas dengan komponen utama gas propane ( ) dan butane ( ) dan dikemas didalam

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. gambar kerja sebagai acuan pembuatan produk berupa benda kerja. Gambar

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. gambar kerja sebagai acuan pembuatan produk berupa benda kerja. Gambar 7 BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Identifikasi Gambar Kerja Dalam pembuatan suatu produk pastilah tidak terlepas dari pendekatan gambar kerja sebagai acuan pembuatan produk berupa benda kerja. Gambar

Lebih terperinci

Edi Sutoyo 1, Setya Permana Sutisna 2

Edi Sutoyo 1, Setya Permana Sutisna 2 PERANCANGAN DIES POTONG DAN DIES TEKUK PADA PRESS BRAKE Edi Sutoyo 1, Setya Permana Sutisna 2 1 Program Studi Teknik Mesin, FakultasTeknik, Universitas Ibn Khaldun Jalan KH. Sholeh Iskandar Km. 2, Bogor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci