BAB I PENDAHULUAN. oleh segelintir anak, menurut Nasution (2001: 15) pada masa ini pola

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. oleh segelintir anak, menurut Nasution (2001: 15) pada masa ini pola"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandangan terhadap penyelenggaraan pendidikan dari masa ke masa telah berkembang menyesuaikan perkembangan zaman, sebelum penjajahan penyelenggaraan pendidikan diarahkan kepada penyebaran agama dan ideologi, kemudian pada masa penjajahan penyelenggaraan pendidikan hanya dinikmati oleh segelintir anak, menurut Nasution (2001: 15) pada masa ini pola penyelenggaraan pendidikan terdeferensiasi antara anak aristokrasi dan orang kaya yang berbeda dengan pendidikan untuk orang biasa, dan pada masa kemerdekaan pendidikan dijadikan sarana untuk perjuangan dengan menumbuhkan semangat patriotisme dalam berbagai aspek penyelenggaraannya. Saat ini penyelenggaraan pendidikan menarik untuk diperhatikan, mengingat makin tumbuhnya kesadaran masyarakat maupun pemerintah bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa, tidak heran dalam penyelenggaraan pemerintahan bidang pendidikan sering kali jadi prioritas pembangunan, menanggapi hal tersebut Suyanto (2006: 39) berpendapat : Pendidikan merupakan kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan bangsa, manakala suatu bangsa tidak memperdulikan pembangunan sektor pendidikan secara serius dan berkelanjutan, mudah diprediksi bahwa dalam jangka panjang bangsa tersebut akan terbelakang dalam banyak aspek kehidupan. 1

2 Tumbuh kembangnya pendidikan nasional akan berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya sumber daya manusia secara nasional, para ahli sependapat bahwa pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (Human Quality). Menyikapi pandangan tersebut UUD 1945 telah memberikan amanah kepada pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional guna terselenggaranya pendidikan yang memberikan kesempatan pendidikan yang luas serta merata bagi seluruh masyarakat, akhirnya di masa Orde Baru, tepatnya pada tahun 1989 lahirlah Undang Undang No. 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Setelah 5 tahun Masa Reformasi, tepatnya pada tahun 2003 UU Nomor 2 direvisi menjadi Undang undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), selama proses revisi UU Sisdiknas, terus mengalami pro dan kontra baik dalam tahap pengesahannya maupun pada tahap pelaksanaanya, ini disebabkan UU Sisdiknas menentukan sistem pendidikan secara nasional termasuk di dalamnya arah dan tujuan pendidikan nasional. berpendapat, Menyikapi kondisi tersebut Sofian Effendi di dalam Saksono (2008: 124) menetapkan tujuan utama pendidikan nasional bukanlah semata mata mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi lebih dari itu tugas pendidikan adalah mentransfer nilai nilai luhur bangsa, menanamkan semangat kebangsaan, menanamkan identitas bangsa, dan melestarikan serta mengembangkan budaya bangsa, terutama pada pendidikan dasar dan menengah. 2

3 Dilihat dari jenjangnya, pendidikan dasar merupakan jenjang yang strategis untuk menjadi dasar pijakan tumbuh kembangnya peserta didik, pada tataran inilah untuk pertama kalinya peserta didik mengenal kemampuan dasar yang esensial bagi kehidupannya seperti membaca, menulis, berhitung dan menggambar. Namun semenjak diberlakukkannya UU Sisdiknas hingga saat ini upaya pemerintah untuk memberikan pendidikan dasar yang berkualitas serta merata belum bisa terealisasi dengan baik. Apabila memperhatikan Neraca Pendidikan Daerah (NPD) tahun 2015 yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Alokasi untuk pendidikan dalam APBD (Persentase) masih rendah belum mencapai 20%, tercatat Provinsi Papua hanya 0,84% sedangkan Provinsi DKI Jakarta mencapai 18,17% (Badan Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri 2015). b. Alokasi APBD untuk Pendidikan Per Siswa/Tahun tercatat masih rendah, khususnya pada daerah IBT, untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur tercatat setiap Per Siswa/ Tahun hanya mendapatkan Rp (BPKLN 2015). c. Persentase penduduk tuna aksara tahun 2014 secara nasional berada pada angka 3,7%, khusus untuk daerah IBT masih banyak daerah seperti NTB, Sulbar, Sulsel, NTT dan daerah lainnya masih diatas 3,7%. Tercatat masih 10 provinsi lagi yang belum bebas tuna aksara (Ditjen PAUD Dikmas 2015), dan 3

4 d. Rerata uji kompetensi guru Per jenjang tahun 2015 jenjang pendidikan dasar, guru SD rerata uji kompetensi guru tahun 2015 hanya 49,3% sedangkan guru SMP hanya 55,6. Padahal nilai standar kompetensi guru adalah 75 (Ditjen GTK 2015). Kemudian, penyebaran sekolah Indonesia berdasarkan data yang dirilis Pusat Data dan Statistik Pendidikan Kebudayaan (PDSP-K) pada tahun 2016 untuk jenjang pendidikan dasar memperlihatkan kondisi seperti gambar dibawah ini : Penyebaran Sekolah Dasar Tahun 2015 Dari gambar tersebut terlihat, penyebaran sekolah dasar di daerah Indonesia Bagian Timur (IBT) cenderung lebih sedikit dibanding dengan di daerah Indonesia Bagian Barat (IBB). 4

5 Penyebaran Sekolah Menengah Pertama Tahun 2015 Dari gambar tersebut dapat dilihat bagaimana penyebaran Sekolah Menengah Pertama pada daerah IBT cenderung lebih sedikit dibanding dengan daerah IBB, di Pulau Jawa hampir secara umum memiliki sekolah menengah pertama hal ini berbanding terbalik di Pulau Papua yang memiliki sedikit sekolah menengah pertama. Ke dua (2) gambar tersebut menyimpulkan adanya disparitas penyebaran sekolah jenjang pendidikan dasar antara IBB dan IBT yang berujung pada tidak meratanya akses pendidikan, khususnya bagi daerah IBT. Terkait dengan akses pendidikan, sebaran angka partisipasi murni (APM) jenjang pendidikan dasar memiliki manfaat untuk memonitor pencapaian tujuan pendidikan dasar yang diidentifikasi dengan melihat perbandingan antara jumlah murid usia sekolah (SD/SMP) dibagi dengan jumlah penduduk usia sekolah (SD/SMP) dikalikan 100 % sehingga dihasilkan angka partisipasi murni tingkat sekolah (SD/ SMP). 5

6 Sebaran Angka Partisipasi Murni (APM) Jenjang SD Tahun 2014/2015 Pada tingkat SD sebaran APM untuk daerah IBT dan beberapa daerah yang termasuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) perlu mendapatkan perhatian khusus terlebih pada daerah perbatasan yang ada di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Sebaran Angka Partisipasi Murni (APM) Jenjang SMP Tahun 2014/2015 6

7 Pada tingkat SMP sebaran APM secara umum, belum mencapai angka yang memuaskan, tercatat rata rata APM SMP berada diangka %, hal ini tentunya menjadi bahan pertimbangan dan perhatian pemerintah untuk segera menuntaskan berbagai persoalan terkait penyelenggaraan pendidikan dasar. Dengan sistem pemerintahan yang demokratis saat ini memungkinkan bagi segenap penyelenggara pemerintahan untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan dasar, pemerintah dan pihak terkait perlu merumuskan kebijakankebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang dituangkan dalam berbagai produk perundangan undangan nasional tentang pendidikan, mulai dari undang undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri pendidikan nasional, dan keputusan menteri pendidikan nasional yang dikeluarkan sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan secara nasional berdasarkan pada, kebutuhan nasional, daerah maupun kebutuhan bagi para peserta didik itu sendiri. Dalam kaitannya dengan Sistem Pendidikan Nasional ada beberapa turunan aturan pelaksanaan dari UU Sisdiknas 2003 diantaranya : 1) Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, 2) Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, 3) Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, 4) Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, 5) Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, 6) Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dan sebagainya. 7

8 Berbagai kemajuan diberbagai bidang teknologi, komunikasi, informasi, pendidikan, kemudian berkembangnya sistem pemerintahan yang demokratis tentu membawa berbagai perubahan peradaban manusia, upaya untuk beradaptasi dengan kemajuan berbagai bidang tersebut menuntut sistem pendidikan yang Suitable serta Sustainable terhadap berbagai perubahan. Indonesia sebagai bangsa telah memiliki sebuah sistem pendidikan yang telah diatur di dalam UU Sisdiknas 2003, persoalannya sekarang ialah, apakah sistem pendidikan yang ada saat ini telah efektif untuk mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa yang memiliki kemampuan daya saing yang tinggi di banding dengan bangsa lain (Suyanto,2006: 11). Masuknya UU No. 20 Tahun 2003 di dalam PROLEGNAS tahun diharapkan mampu mengakomodir isu isu strategis pendidikan seperti, apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan, kemudian bagaimana pemerintah dan pemerintah daerah serta masyarakat dapat bekerjasama tanpa harus tumpang tindih dalam tugas pokok dan fungsi masing masing serta bagaimana pemerintah daerah dapat mengupayakan berbagai sumber daya yang ada untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pendidikan di daerahnya. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai penyempurnaan UU Nomor 32 Tahun 2004, memberikan tanggung jawab besar kepada pemerintah daerah untuk menjalankan kewajiban memberikan pelayanan dasar terhadap rakyatnya didaerah termasuk didalamnya memberikan pelayanan dasar bidang pendidikan. 8

9 Pemerintah daerah kabupaten / kota diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat untuk memberikan pelayanan bidang pendidikan di daerah, sehingga dikenal dengan istilah Otonomi dan Desentraliasi Pendidikan. Menurut McGinn dan Welsh (1999). Ada tiga motif yang melatar belakangi desentralisasi pendidikan, yaitu motif politis, motif pembiayaan (pendanaan), dan motif efisiensi (Zainuddin, 2008: 50). Selama berlangsungya otonomi dan desentralisasi pendidikan kepada pemerintah daerah, memberikan tantangan tersendiri bagi daerah kabupaten / kota untuk bisa memposisikan dirinya sebagai pendukung atau penghambat penyelenggaraan pendidikan di daerah. Pelaksanaan kebijakan kebijakan di daerah sangat tergantung kepada kemampuan para penyelenggara baik ditingkat pusat maupun di daerah, dalam konteks otonomi daerah peran pemerintah daerah lebih besar oleh karenannya perlu memperhatikan berbagai prasyarat yang harus dipenuhi agar pemerintah daerah dapat memposisikan dirinya sebagai pendukung bukan penghambat, menurut Widjaja (2002: 15-16) ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi sebagai daerah otonom, 1) adanya kesiapan SDM aparatur yang berkeahlian, 2) adanya sumber dana yang pasti untuk membiayai berbagai urusan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat sesuai kebutuhan dan karakteristik Daerah, 3) tersedianya fasilitas pendukung pelaksanaan pemerintah daerah, dan 4) bahwa otonomi daerah yang diterapkan adalah otonomi daerah dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 9

10 Dari pemahaman tersebut, ada beberapa hal yang menjadi perhatian penulis terkait dengan adanya otonomi dan desentralisasi pendidikan di daerah, Pertama, kesiapan daerah untuk memenuhi SDM yang berkualitas sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan bagi penyelenggaraan pendidikan masih belum terlaksana dengan baik. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 mengenai jumlah sekolah, guru dan murid SD di bawah kementerian pendidikan dan kebudayaan memperlihatkan jumlah rasio guru dan murid tahun ajaran 2013/2014 sebesar 1:17 terjadi penurunan bila dibanding dengan jumlah rasio guru dan murid tahun ajaran 2011/2012 sebesar 1:19, namun Suryadi dan Tilaar (1994:103) memberikan catatan bahwa dengan penyediaan sejumlah besar tenaga guru dengan cara cepat (crash program) tidak serta merta mempengaruhi kualitas pendidikan karena pendidikan yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh kualitas guru. Rerata Uji Kompetensi Guru 2015 Nasional 56,69 Sumber : Ditjen Guru dan Tenaga Pendidik Tahun

11 Memperhatikan gambar rerata uji kompetensi guru, secara umum dapat dilihat bahwa rerata uji kompetensi guru secara nasional berada pada angka 56,69 namun sebagian besar rerata uji kompentensi guru untuk bebarapa provinsi yang ada di Indonesia, mayoritas berada di bawah rata rata nasional. Hal ini tentunya menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk mengupayakan peningkatan kualitas tenaga pendidik. Kedua, minimnya anggaran yang akan mempengaruhi kesiapan daerah untuk menyediakan alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan pembangunan pendidikan, memperhatikan data World Bank tahun 2015 pada bagian belanja di sektor pendidikan (urutan Negara berdasarkan PDB per kapita) Belanja pendidikan Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan beberapa Negara lainnya, tercatat pada tahun 2011 Indonesia hanya 2,8%, lebih kecil dibanding dengan Negara tentangga seperti Malaysia 5,9%, Vietnam 6,3% dan Thailand 5,8%. Belanja di Sektor Pendidikan (Urutan Negara Berdasarkan PDB Per Kapita) 2012 Sumber : Laporan Survei Ekonomi OECD Indonesia tahun

12 Efisiensi belanja publik untuk kebutuhan pendidikan juga perlu untuk diperhatikan, karena sebagian besar dari hasilnya belum menunjukkan perubahan. Sekitar satu dari sepuluh anak mengulang tahun pertama disekolah dasar dan 6% mengulang tahun kedua (UNICEF,2012). Terkait dengan praktek penggunaan alokasi anggaran pendidikan, Uditomo (2013: 42-45) menjelaskan berbagai perosalan pembiayaan dan penggunanaan anggaran pendidikan di daerah memasukkan gaji pendidik dalam alokasi anggaran akan memengaruhi anggaran untuk pelayanan dan peningkatan kualitas belajar mengajar, berdasarkan penelitian World Bank, hampir dua pertiga anggaran pendidikan di Indonesia digunakan unutk gaji guru dan sertifikasi guru, selain untuk gaji guru, anggaran pendidikan juga lebih banyak digunakan untuk keperluan birokrasi dibandingkan untuk program pendidikan. Dari berbagai data atau fakta yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti memandang perlu melakukan sebuah kajian terhadap perundangan yang mengatur tentang otonomi dan desentralisasi pendidikan dasar dalam sistem pendidikan nasional dengan menggunakan analisis isi (Content Analysis). Melalui kajian ini peneliti berharap dapat mengetahui prinsip prinsip otonomi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dasar dalam sistem pendidikan nasional yang ada di dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan aturan pelaksana dari UU Sisdiknas 2003 terutama yang berkaitan dengan penyelenggara pendidikan dasar yakni Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun

13 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Pemerintah. B. Pertanyaan Penelitian Dari paparan yang telah diungkapkan sebelumnya maka peneliti melakukan rumusan permasalahan : Bagaimana Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatur desentralisasi dan otonomi pendidikan dasar? Pertanyaan besar tersebut dapat diturunkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian untuk lebih mengarahkan peneliti lebih tepat dan jelas, yakni : 1. Siapa saja aktor yang diberikan mandat, bagaimana peran, tipe aktor dan relasinya dalam sistem desentralisasi dan otonomi pendidikan dasar, yang diatur didalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003? 2. Bagaimana prinsip desentralisasi pendidikan dasar, yang diatur di dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003? 3. Bagaimana prinsip otonomi pendidikan dasar, yang diatur di dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003? C. Tujuan Penelitian Melalui penelitian analisis isi (Content Analysis) peraturan perundangan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi pendidikan dasar ini memiliki 2 (dua) tujuan, Pertama, secara umum untuk memahami secara komperhensif bagaimana Undang Undang No. 20 Tahun 2003 mengatur kebijakan pemerintah dalam 13

14 kaitannya dengan desentralisasi dan otonomi pendidikan dasar, Kedua secara khusus : 1. Memahami secara mendalam siapa saja aktor yang diberikan mandat, bagaimana peran dan tipe aktor dalam sistem desentralisasi dan otonomi pendidikan dasar, yang diatur didalam Undang Undang No. 20 tahun Untuk memahami prinsip desentralisasi pendidikan dasar, yang diatur di dalam Undang Undang No. 20 tahun Untuk memahami prinsip otonomi pendidikan dasar, yang diatur di dalam Undang Undang No. 20 tahun 2003 D. Manfaat Penelitian Penelitian analisis isi (Content Analysis) peraturan perundang - undangan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi pendidikan dasar diharapkan akan dapat memberikan manfaat penelitian diantaranya : 1. Manfaat akademis Diharapkan mampu memberikan masukan dalam khasanah teori dan pengembangan ilmu administrasi publik, secara umum dalam mengelola serta menganalisis kebijakan dibidang pendidikan terutama kebijakan pendidikan dasar, dan secara khusus terkait dengan penyelenggaraan pendidikan dasar, siapa saja aktor penyelenggara, prinsip prinsip desentralisasi dan otonomi pendidikan dasar dalam sistem pendidikan nasional. 14

15 2. Manfaat praktis Dapat dijadikan sumbangan pemikiran, untuk penyempurnaan kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan dasar dalam mewujudkan pendidikan dasar yang berkualitas serta merata di dalam masyarakat yang heterogen dengan berbagai macam keragamannya. E. Keaslian Penelitian Dalam studi administrasi publik, studi tentang kebijakan pendidikan telah dibahas oleh beberapa mahasiswa UGM, diantaranya oleh Yuyun Tri Widowati. Tesis dengan judul Kebijakan Bangka Belitung Cerdas 2011 dalam Wajar Dikdas 9 Tahun : Studi tentang Implementasi Kebijakan Pada Bidang Pendidikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2008, Jurusan Magister Administrasi Publik UGM tahun 2011, menjelaskan bagaimana Pemerintah Kepulauan Bangka Belitung mengimplementasikan kebijakan Bangka Belitung cerdas 2011 serta kendala kendala apa saja yang dihadapi dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut. Secara rinci penelitian ini membahas secara umum kesiapan operasionalisasi program Bangka Belitung cerdas 2011 khususnya pada bidang pendidikan dasar terkait wajar dikdas 9 tahun yang menganalisis data mengenai pertama standar dan sasaran,dan kedua bagaimana kebijakan diimplementasikan. 15

16 Pembahasan lainnya, Jurnal Ida Kintamani (2009) mengenai penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang diterbitkan oleh Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan edisi khusus I tahun 2009, di dalam jurnal tersebut mendeskripsikan mengenai penuntasan wajib belajar pendidikan 9 tahun secara nasional, berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa wajib pendidikan dasar telah tuntas secara nasional, sedangkan secara provinsi dan kabupaten kota belum tuntas. Dan masih banyak lagi penelitian mengenai kebijkan bidang pendidikan baik dari segi formulasi, implementasi, kinerja kebijakan dsb, yang tentu penulis tidak dapat sebutkan semuanya, namun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah, penelitian ini melaksanakan kajian dan analisis terhadap isi kebijakan perundangan yang terkait dengan desentralisasi dan otonomi pendidikan dasar yakni Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan aturan pelaksana dari UU Sisdiknas 2003 terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan dasar. 16

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebijakan otonomi daerah mulai dilaksanakan secara penuh pada Januari 2001. Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa melalui peningkatan kesejahteraan rumah tangga atau penduduk. Kemajuan suatu bangsa tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang pendidikan. Peningkatan pendidikan yang bermutu di Indonesia termaktub dalam amanah konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk umumnya untuk menjalankan

Lebih terperinci

Tabel 2 Ketimpangangan hasil pembangunan pendidikan antar wilayah masih belum terselesaikan

Tabel 2 Ketimpangangan hasil pembangunan pendidikan antar wilayah masih belum terselesaikan Pembangunan Bidang Pendidikan : Perencanaan Yang Lebih Fokus dan Berorientasi Ke Timur Indonesia Merupakan Solusi Atasi Kesenjangan dan Percepat Pencapaian Target Nasional Abstrak Kesenjangan input pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kekayaan suatu negara yang dijadikan sebagai modal dasar pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan lingkungan

Lebih terperinci

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN Kebijakan Pendidikan Working Paper: Investing in Indonesia s Education: Allocation, Equity, and Efficiency of Public Expenditures, World Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula.. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di era globalisasi dan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan untuk mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Pembangunan di berbagai negara berkembang dan di Indonesia seringkali diartikan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PULAU JAWA DAN KALIMANTAN

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PULAU JAWA DAN KALIMANTAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pemerintahan suatu Negara tentu keberhasilan pembangunan tidak akan terlepas dari peran pemerintahan pusat dan pemerintah daerah. Sinergi diantara keduanya bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya. rangka bentuk tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya. rangka bentuk tanggungjawab pemerintah kepada masyarakat. 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong terciptanya pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel. Sistem ini diharapkan dapat mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004 ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004 (Penelitian Naturalistis Fenomenologis di SMK Negeri 1 Ambal) TESIS Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

KAJIAN ANGGARAN PENDIDIKAN. Oleh: KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN ANGGARAN PENDIDIKAN. Oleh: KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KAJIAN ANGGARAN PENDIDIKAN Oleh: KANTOR STAF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 28 November 2017 2 PERBANDINGAN ANGGARAN PENDIDIKAN INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN (1/2) ANGGARAN PENDIDIKAN NEGARA LAIN LEBIH RENDAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bekalang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan individu. Melalui pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 45 mengamanatkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENDIDIKAN DALAM RKP 2013

CATATAN ATAS PRIORITAS PENDIDIKAN DALAM RKP 2013 CATATAN ATAS PRIORITAS PENDIDIKAN DALAM RKP 2013 1. Perkembangan Pendidikan di Indonesia 1 Indonesia menargetkan 100 persen angka partisipasi kasar (gross enrollment rates) di tingkat sekolah dasar dan

Lebih terperinci

Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan

Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan Oleh : Drs Bambang Setiawan, MM 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasal 3 UU no 20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

ANALISIS EKUITAS ANGGARAN BELANJA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

ANALISIS EKUITAS ANGGARAN BELANJA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI ANALISIS EKUITAS ANGGARAN BELANJA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : RETNO WULANDARI B 200 100 195 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi tiga prioritas pembangunan pendidikan nasional, meliputi 1. pemerataan dan perluasan akses pendidikan, 2. peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan prioritas pembangunan nasional karena kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensi, kemiskinan tidak terbatas sekedar pada ketikdakmampuan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.1-/21 DS553-54-8921-629 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA

1 UNIVERSITAS INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA 2015 Dinas Pendidikan Kabupaten Garut

RENCANA KERJA 2015 Dinas Pendidikan Kabupaten Garut RENCANA KERJA 2015 Dinas Pendidikan Kabupaten Garut 100 80 60 40 20 0 81,7 70,61 65,66 62,56 IPM IP IK IDB RENCANA KERJA Dinas Pendidikan Kabupaten Garut 2015 RENCANA 2015 KERJA Dinas Pendidikan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 1.1 Latarbelakang Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada

I. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya sangat ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, sebagaimana pula termuat dalam pasal 31 bahwa tiap-tiap warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, sebagaimana pula termuat dalam pasal 31 bahwa tiap-tiap warga Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana pula termuat dalam pasal 31 bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.

Lebih terperinci

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di setiap negara. Setiap Negara di dunia sangat memperhatikan

Lebih terperinci

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang Abtraksi Dalam melakukan analisis pendaptan terdapat empat rasio yang dapat dilihat secara detail, yaitu rasio pajak ( tax ratio ),rasio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) SEKTOR PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) SEKTOR PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) SEKTOR PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Visi dan Misi Rencana Strategis (RENSTRA) merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin di capai selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan berbagai masalah di daerah. Hasil dari sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan berbagai masalah di daerah. Hasil dari sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintahan sentralistis yang dijalankan sebelum masa reformasi telah melahirkan berbagai masalah di daerah. Hasil dari sumber daya alam yang berlimpah di daerah banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat () Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat Keberhasilan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Asep Sjafrudin, S.Si, M.Si Jenjang Madrasah Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama (MTs/SMP) memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filosofi otonomi daerah mewujudkan kemandirian daerah di segala segi kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan dengan otonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkembangan jaman telah berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana perkembangan ini telah membawa perubahan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya

Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 103 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi

Lebih terperinci

Partnership Governance Index

Partnership Governance Index Partnership Governance Index Mengukur Tata Pemerintahan yang Demokratis Merupakan suatu kesepakatan di kalangan dan di antara akademisi dan praktisi internasional bahwa kualitas tata pemerintahan sangat

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru) Kecuk Suhariyanto Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS RI Jakarta, 7 September 2015 SEJARAH PENGHITUNGAN IPM 1990: UNDP merilis IPM Human Development

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari kinerja pemerintah dan dukungan masyarakat daerah tersebut dalam mengembangkan daerahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Disampaikan dalam Rapat Kerja/Sosialisasi Reformasi Birokrasi kepada Pemerintah Daerah Regional I (Provinsi/Kabupaten/Kota se-sumatera, DKI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting dan universal. Setiap pemerintahan harus menjalankan fungsi penganggaran dalam melakukan aktivitas dan

Lebih terperinci