I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,
|
|
- Inge Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat diperlukan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan stabilitas ekonomi yang kokoh, dan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ). Jika ketiga syarat utama tersebut dapat terwujud kinerja perekonomian akan berkembang ke arah yang positif. Dengan kinerja perekonomian yang demikian akan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Indikator kinerja perekonomian daerah dapat direpresentasikan dengan beberapa indikator, antara lain kinerja fiskal daerah, pertumbuhan ekonomi, nilai PDRB, jumlah penduduk miskin, penyerapan tenaga kerja, dan angka IPM. Indikator kinerja perekonomian tersebut merupakan kelompok indikator utama yang sering digunakan untuk mengukur perkembangan tingkat kesejahteraan rakyat suatu daerah. Dari beberapa ukuran tersebut, indikator pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kunci utama dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam peningkatan kesejahteraan rakyat (RPJM Nasional ). Argumennya adalah bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan menggambarkan terjadinya peningkatan dan perluasan kegiatan
2 2 ekonomi. Jika hal ini terjadi berarti bisa membuka kesempatan kerja pada masyarakat. Selain itu, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuka peluang bagi daerah untuk melakukan peningkatan penerapan teknologi dan peningkatan akumulasi modal baik fisik maupun sumberdaya manusia. Kondisi seperti ini berdampak pada peningkatan produktivitas daerah. Selain dari hal itu, dengan terbukanya lapangan kerja maka akan memberi kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan. Pendapatan masyarakat yang meningkat akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuka peluang kepada masyarakat untuk lebih besar memperoleh pekerjaan dan meningkatkan pendapatan. Secara ekonomi, dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi dapat didekati dengan empat komponen utama, yaitu konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net-ekspor. Dari empat komponen ini, dalam konteks perekonomian daerah ada dua komponen penting yang menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu investasi dan pengeluaran pemerintah. Dua komponen ini bisa menjadi instrumen untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah sangat diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, investasi dan pengeluaran pemerintah dapat digunakan sebagai instrumen bagi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan pada uraian di atas muncul pertanyaan sampai seberapa besar peran investasi dan pengeluaran pemerintah dalam mempengaruhi kinerja perekonomian daerah. Indikator apa saja yang bisa digunakan dalam mengukur
3 3 kinerja perekonomian daerah. Bagaimana arah hubungan antara investasi dan pengeluaran pemerintah dengan kinerja perekonomian daerah yang didalamnya termasuk indikator kesejahteraan rakyat. Secara teori, investasi yang masuk ke suatu daerah berarti menambah kapital dalam kegiatan perekonomian. Penambahan kapital ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika arus investasi ke suatu daerah berlangsung terus menerus dan dalam jangka panjang serta dibarengi dengan ekonomi yang berdaya saing tinggi, maka investasi akan meningkatkan penawaran melalui peningkatan stok kapital yang ada. Selanjutnya, peningkatan stok kapital ini akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output atau melakukan kegiatan produksi yang menambah aktivitas perekonomian daerah tersebut. Jika demikian, dapat dikatakan bahwa kapital akan meningkatkan produktivitas perekonomian wilayah. Kondisi yang demikian didukung pendapat Todaro dan Smith (2006) bahwa pertumbuhan ekonomi negara atau wilayah sangat tergantung dari tingkat akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang dialokasikan dalam perekonomian. Artinya semakin tinggi akumulasi kapital maka semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi dan semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Jumlah investasi di suatu daerah ditentukan oleh situasi dan kondisi ekonomi, iklim usaha, birokrasi perijinan, dan kondisi bisnis. Selain itu investasi juga masih banyak dipengaruhi oleh iklim ketenagakerjaan dan jaminan keamanan. Dengan demikian besarnya nilai investasi didominasi oleh keputusan dunia usaha yang dalam praktiknya mendasarkan pada alasan ekonomi dan mekanisme pasar. Hal ini terjadi karena investasi pada dasarnya merupakan
4 4 barang modal yang masuk ke daerah yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa investasi merupakan fungsi dari faktor-faktor ekonomi. Pada era otonomi daerah, sesuai dengan peraturan perundangan ada dua hal yang diperankan oleh pemerintah daerah dalam kaitannya dengan investasi. Pertama, pemerintah daerah dapat menciptakan iklim kondusif yang dapat menarik invetasi dengan pemberian insentif dan disinsentif finansial dalam kaitannya dengan investasi. Kedua adalah pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan prima yang memudahkan investor untuk melakukan investasi di daerah tersebut. Kedua hal ini diharapkan akan memperbaiki jumlah dan struktur investasi di daerah. Jika demikian maka perlu kiranya ditelaah tentang besaran pengaruh investasi terhadap kinerja perekonomian di daerah. Oleh karena itu, dengan dua peran ini sangat memungkinkan bagi daerah untuk berperan dalam peningkatan investasi di daerahnya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai daerah otonom. Berbeda dengan investasi di daerah, pengeluaran pemerintah yang direpresentasikan dengan belanja daerah merupakan jumlah uang yang digunakan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengeluaran pemerintah merupakan kebijakan pemerintah daerah. Pada era otonomi daerah, kebijakan ini diperoleh melalui proses pelibatan seluruh pemangku kepentingan pembangunan, yaitu pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha yang prosesnya melalaui proses politik, teknokratik, partisipatif, top down dan bottom up (Undang-Undang No. 25 tahun 2004). Hal ini
5 5 didasarkan pada argumen bahwa kebijakan pengeluaran pemerintah merupakan kebijakan publik yang secara langsung mempengaruhi kepentingan masyarakat. Pengeluaran pemerintah daerah dicatat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pemerintah daerah. APBD itu sendiri pada dasarnya merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, APBD ini dalam penyusunannya dibahas dan disetujui bersama antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa APBD merupakan kebijakan publik yang harus memenuhi prinsip akuntabilitas, efisien, efektif, profesional, demokratis, dan partisipatif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelibatan seluruh pemangku kepentingan publik merupakan suatu keharusan dalam penyusunan dokumen APBD. Besarnya pengeluaran pemerintah daerah tergantung dari penerimaan daerah. Semakin tinggi penerimaan daerah maka akan semakin tinggi kecenderungan pemerintah daerah dalam alokasi pengeluarannya dan berlaku sebaliknya. Oleh karena itu, daerah yang mempunyai penerimaan yang tinggi cenderung pengeluaran belanjanya juga tinggi. Namun besarnya alokasi belanja per sektor tetap sangat tergantung dari kebijakan pemerintahan daerah yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penerimaan daerah yang merupakan salah satu indikator kinerja perekonomian daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (Undang-Undang No. 33 tahun 2004). Sedangkan penerimaan pembiayaan bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan
6 6 daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jadi komponen yang signifikan mempengaruhi penerimaan daerah disebut dengan kapasitas fiskal yang pada dasarnya adalah PAD dan dana perimbangan. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah akan mempengaruhi besarnya investasi dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal investasi, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola perijinan dan mewujudkan iklim kondusif di daerahnya guna menarik investasi ke daerah. Dalam hal pengeluaran pemerintah, pemerintah daerah juga mempunyai kewenangan untuk mengelola pengeluaran pemerintah daerah melalui APBD. Dengan demikian maka pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk memberi fasilitas dan mengatur regulasi investasi serta mengelola pengeluaran pemerintah daerah. Berdasarkan pada uraian dan kondisi obyektif di lapangan tentang kinerja investasi dan pengeluaran pemerintah dalam kontek perekonomian daerah serta beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu maka perlu dilakukan studi yang berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja perekonomian daerah. Indikator kinerja perekonomian daerah dalam hal ini bisa didekati dengan kondisi kapasitas fiskal daerah, besarnya PDRB, menurunnya jumlah penduduk miskin, meningkatnya penyerapan tenaga kerja, dan meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Perumusan Masalah Tujuan dari desentralisasi fiskal dan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan dari kebijakan ini adalah meningkatnya kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat
7 7 diperlukan kinerja perekonomian daerah yang kondusif dan berkualitas. Kinerja perekonomian yang demikian ditandai dengan berbagai indicator, yaitu antara lain meningkatnya kinerja fiskal daerah yang menuju ke arah positif, meningkatnya nilai PDRB, meningkatnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menurunnya jumlah penduduk miskin, dan meningkatnya jumlah orang yang bekerja. Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kinerja perekonomian daerah. Untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi komponen utama dari sisi permintaan adalah nilai investasi dan pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu investasi dan pengeluaran pemerintah mempunyai peran yang strategis dalam peningkatan kinerja perekonoian daerah. Investasi dan pengeluaran pemerintah akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan membuka lapangan kerja yang berarti akan mengurangi tingkat pengangguran. Dengan tingkat pengangguran yang berkurang mengandung arti masyarakat akan mempunyai pendapatan yang cukup karena mereka memperoleh pekerjaan. Dengan kondisi ini berarti jumlah penduduk yang tergolong miskin akan berkurang. Jika indikator ini bergerak ke arah yang membaik maka angka IPM pada daerah tersebut akan meningkat. Dengan kata lain pengaruh investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian daerah menjadi relevan untuk diteliti dan dikaji guna menjadi salah satu masukan bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan pembangunan daerah yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
8 8 Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dalam konteks investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja perekonomian daerah. Pertanyaan tersebut antara lain : 1. Berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah apakah provinsi-provinsi di wilayah Indonesia Timur dan Barat mempunyai ciri-ciri yang sama dalam hal kinerja perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya sehingga dapat dikelompokkan dengan basis spasial. 2. Seberapa besar kontribusi investasi terhadap kinerja perekonomian daerah yang diwakili oleh indikator kinerja fiskal daerah, nilai PDRB, angka IPM, menurunnya jumlah penduduk miskin, dan peningkatan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada suatu sektor. 3. Seberapa besar kontribusi pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja perekonomian daerah yang diwakili oleh indikator kinerja fiskal daerah, nilai PDRB, angka IPM, menurunnya jumlah penduduk miskin, dan penyerapan tenaga kerja. 4. Bagaimana arah hubungan variabel yang mempengaruhi kinerja perekonomian daerah yang antara lain terdiri dari investasi, pengeluaran pemerintah daerah, kinerja fiskal daerah, nilai PDRB, menurunnya jumlah penduduk miskin, penyerapan tenaga kerja, dan IPM. 5. Bagaimana hasil ramalan pengaruh investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian daerah untuk tahun yang akan datang. Ramalan perekonomian daerah sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan daerah karena sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 25
9 9 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bahwa pemerintah daerah wajib menyusun dokumen perencanaan pembangunan daerah yang periode waktunya dapat dikelompokkan menjadi perencanaan pembangunan daerah tahunan, lima tahunan, dan dua puluh tahunan yang harus memuat ramalan perencanaan kinerja perekonomian daerah termasuk ramalan kinerja fiskal daerah Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dampak investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja perekonomian daerah. Secara khusus tujuan penelitian adalah : 1. Mengkaji perkembangan kinerja perekonomian daerah berbasis spasial yang meliputi investasi, pengeluaran pemerintah daerah, kinerja perekonomian daerah, jumlah penduduk miskin, dan Indek Pembangunan Manusia (IPM) pada era otonomi daerah. 2. Melakukan peramalan nilai dasar investasi, pengeluaran pemerintah daerah, kinerja fiskal, kinerja perekonomian daerah, jumlah penduduk miskin, penyerapan tenaga kerja, dan Indek Pembangunan Manusia (IPM) pada periode Menganalisis ramalan dampak penerapan berbagai skenario dalam kaitannya dengan meningkatnya investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kinerja fiskal, kinerja perekonomian, jumlah penduduk miskin, penyerapan tenaga kerja, dan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada periode
10 Ruang Lingkup Penelitian 1. Studi ini memfokuskan pada analisis dampak investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap kapasitas fiskal, celah fiskal, nilai PDRB, angka IPM, jumlah penduduk miskin, dan penyerapan tenaga kerja. 2. Data yang digunakan adalah data panel (pooling cross section time series regression) untuk periode tahun dan provinsi yang digunakan sebagai sampel berjumlah 23 dari 33 provinsi. Provinsi yang tidak digunakan sebagai sampel adalah DKI Jakarta, Bengkulu, Bangka Belitung, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan Provinsi yang digabungkan dalam hal ini ada tiga, yaitu Provinsi Kepulauan Riau dengan Riau, Provinsi Papua Barat dengan Papua, dan Provinsi Sulawesi Barat dengan Sulawesi Selatan. 3. Penerimaan dan belanja daerah didekati dengan nomenklatur yang diatur dalam peraturan perundangan tentang kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan peraturan perundangan lainnya. 4. Investasi yang dimaksud dalam penelitian ini didekati dengan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang direpresentasikan dengan data yang tersedia dan memenuhi prinsip akuntabilitas. Selanjutnya pengeluaran pemerintah didekati dengan jumlah anggaran pemerintah daerah yang direpresentasikan dengan pengeluaran pemerintah untuk industri, pertanian dan kontruksi. 5. Pendapatan daerah didekati dengan nomenlaklatur yang diatur dalam peraturan perundangan tentang kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah seperti Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
11 11 Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan peraturan perundangan yang berlaku yang merupakan turunan dari perundangan tersebut. Data penerimaan daerah diperoleh dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 6. Belanja daerah didekati dengan nomenklatur belanja per sektor pembangunan. Jadi belanja per urusan pemerintahan sesuai yang diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 dikonversikan menjadi belanja per sektor Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang terkait dalam studi ini. Manfaat tersebut sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan kebijakan investasi dan pengeluaran pemerintah dalam pembangunan perekonomian daerah. 2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusun kebijakan di pemerintahan daerah terutama dalam penetapan alokasi anggaran pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. 3. Bagi dunia akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi pembanding dan stimulan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan pengaruh investasi dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap
12 12 kinerja fiskal, kinerja perekonomian daerah, jumlah penduduk miskin, penyerapan tenaga kerja, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Keterbatasan Penelitian Kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan pemerintahan pada era otonomi daerah berbeda dengan era sebelumnya. Pada era otonomi daerah penyelenggaran pemerintahan daerah lebih desentralistik-partisipatif dari pada sebelumnya yang lebih cenderung sentralistik-birokratis. Dengan demikian terjadi perubahan pada aspek-aspek dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Mengingat luasnya aspek otonomi daerah, dalam penelitian ini aspek penyelenggaran pemerintah daerah dibatasi hanya dalam aspek penerimaan daerah baik yang berupa pendapatan asli daerah maupun penerimaan transfer dari pemerintah pusat berupa dana alokasi umum, dana alokasi khusus, bagi hasil pajak,dan bukan pajak. Pada disertasi ini, sektor yang menjadi fokus penelitian adalah sektor pertanian, sektor indsutri, sektor kontruksi, sektor pendidikan, dan sektor kesehatan. Sektor-sektor ini merupakan sektor yang strategis dalam pembangunan perekonomian daerah. Namun dengan perubahan paradigma pengelolaan keuangan daerah, struktur keuangan daerah yang sekarang digunakan adalah pendekatan sektor dengan menggunakan basis urusan. Sejalan dengan hal tersebut maka disertasi ini melakukan konversi dari pendekatan urusan menjadi sektor. Hal ini dimaksudkan agar tetap konsisten dalam penggunaan nomenklatur karena pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 nomenklatur pengelompokan yang digunakan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah kelompok urusan bukan kelompok sektor. Selanjutnya karena tidak lengkapnya
13 13 data investasi yang riil maka data investasi yang digunakan adalah data Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB ) yang merupakan investasi dari pemerintah dan swasta. Dengan data dan alat analisis yang digunakan, disertasi ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu : (1) data investasi yang digunakan dengan pendekatan PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) sehingga data tersebut masih mencakup investasi pemerintah, (2) data pengeluaran pemerintah direpresentasikan dengan jumlah belanja pemerintah daerah. Dalam kontek ini digunakan jumlah belanja pemerintah daerah dengan pendekatan urusan pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan (3) disertasi ini tidak menghitung jumlah dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang sesungguhnya pelaksanaan kegiatannya berada di daerah. Dengan demikian, maka diduga perekonomian daerah yang sesungguhnya tidak tercakup.
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian
205 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis atas data yang telah ditabulasi berkaitan dengan dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam
V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciVI. KESIMPULAN DAN SARAN
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai peranan investasi pemerintah total dan menurut jenis yang dibelanjakan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciDAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009
ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan pemerintah, hal ini ditandai dengan diberlakukannya otonomi daerah yang sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,
Lebih terperinciBUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berupaya meningkatkan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan taraf hidup ke arah yang lebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hampir seluruh kewenangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik tersebut tercermin dari dominasi pemerintah pusat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi telah memberikan dampak yang besar terhadap perubahan di seluruh aspek pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di
Lebih terperinciTabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi
Boks 2 REALISASI INVESTASI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU I. GAMBARAN UMUM Investasi merupakan salah satu pilar pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, karena mampu memberikan multiplier effect
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu daerah didasarkan pada bagaimana suatu daerah dapat meningkatkan pengelolaan serta hasil produksi atau output dari sumber dayanya disetiap
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan telah menjadi masalah internasional, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan yang ingin dicapai
Lebih terperinciBUPATI BANGLI, PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH SEMESTA BERENCANA KABUPATEN BANGLI TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH UNDP (United Nations Development Programme) melalui Human Development Report tahun 1996 tentang Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pembangunan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan provinsi yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera dan merupakan gerbang utama jalur transportasi dari dan ke Pulau Jawa. Dengan posisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Keputusan dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh UNDP (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan tahunan yang
Lebih terperinciPAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN
MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN
Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia pada tahun 1999 menjadi titik tolak tumbuh kembangnya desentralisasi fiskal yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi. Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah, Dalam UU tersebut perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) PROVINSI BALI TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketimpangan
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketimpangan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Model ECM di susun karena variabel stationer pada first
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum era reformasi yaitu pada zaman orde baru, Indonesia menganut sistem pemerintahan yang sentralistik. Kondisi ini dapat dilihat dari dominannya peran pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada kenyataannya selama ini pembangunan hanya ditunjukan untuk pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi,
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama membangun daerahnya sendiri. Otonomi daerah adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi pada hakekatnya adalah langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran
Lebih terperinciLAMPIRAN XXI KEPUTUSAN BUPATI BOGOR NOMOR : TANGGAL : RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN XXI KEPUTUSAN BUPATI BOGOR NOMOR : TANGGAL : RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu proses
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Otonomi daerah sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 5 Tahun 1975 tentang Pokok-Pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan Indonesia menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam pengelolaan keuangan daerah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2011-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan (pendapatan) dan pengeluaran (belanja) uang oleh pemerintah yang dapat mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa melalui peningkatan kesejahteraan rumah tangga atau penduduk. Kemajuan suatu bangsa tidak
Lebih terperinciIII. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
Lebih terperinciPETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:
PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah deddyk@bappenas.go.id Abstrak Tujuan kajian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001 memasuki zaman baru otonomi daerah telah diberlakukan. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu wujud dari amanah
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat mengalami
Lebih terperinciRINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA
PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA Pengalihan kewenangan pemerintah pusat ke daerah yang membawa konsekuensi derasnya alokasi anggaran transfer ke daerah kepada pemerintah daerah sudah
Lebih terperinci