KAJIAN PENGARUH PENGAYAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK BUNGKIL INTI SAWIT DAN BUNGKIL KELAPA SKRIPSI HARIANTO SITUMORANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENGARUH PENGAYAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK BUNGKIL INTI SAWIT DAN BUNGKIL KELAPA SKRIPSI HARIANTO SITUMORANG"

Transkripsi

1 KAJIAN PENGARUH PENGAYAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK BUNGKIL INTI SAWIT DAN BUNGKIL KELAPA SKRIPSI HARIANTO SITUMORANG DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN Harianto Situmorang. D Kajian Pengaruh Pengayakan terhadap Karakteristik Fisik Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kelapa. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir.Nahrowi, M.Sc. : Ir. Lidy Herawati, MS. Sifat fisik bahan pakan merupakan hal penting dalam industri pakan. Penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai nutrisi akan tetapi juga sifat fisik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur dan membandingkan sifat fisik bungkil inti sawit dan bungkil kelapa berdasarkan ukuran ayakan (sieving) dengan nomor mesh : 4 (4,76 mm), 8 (2,380 mm), 16 (1,0 mm), 30 (0,548 mm), 50 (0,589 mm), dan 100 (0,149 mm). Bahan yang digunakan adalah bungkil inti sawit dan bungkil kelapa masing-masing sebanyak 50 kg kemudian diayak berjenjang berdasarkan ukuran ayakan terbesar (4,76 mm) ke ukuran ayakan terkecil (0,149 mm). Produk hasil ayakan diukur kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, berat jenis, sudut tumpukan, daya ambang, kelarutan total dan ph bahan. Data dari Rancangan Split Plot dianalisis ragamnya menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan diuji lanjut menggunakan Beda Nyata Terkecil (LSD). Hubungan ukuran ayakan dengan sifat fisik produk hasil ayakan ditentukan menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengayakan (sieving) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap sifat fisik bahan. Semakin kecil ukuran ayakan semakin meningkatkan nilai sudut tumpukan dan daya ambang dan semakin menurunkan kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis pada bungkil inti sawit dan bungkil kelapa. Berbeda dengan bungkil kelapa, nilai kelarutan total meningkat dan kandungan serat kasar menurun seiring dengan semakin kecil diameter lubang ayakan pada bungkil inti sawit. Koefisien korelasi bungkil inti sawit dan bungkil kelapa menunjukkan hubungan regresi linier yang erat antara ukuran ayakan dan sifat fisik produk hasil ayakan. Berat jenis yang tinggi pada bungkil inti sawit dan bungkil kelapa menunjukkan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan yang tinggi pada bungkil inti sawit dan bungkil kelapa. Selain itu, nilai berat jenis bungkil inti sawit lebih tinggi jika dibandingkan dengan bungkil kelapa. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik fisik bungkil inti sawit berbeda dengan karakteristik fisik bungkil kelapa. Bungkil inti sawit lebih membutuhkan ketelitian dalam penakaran, pencampuran dan penyimpanan jika dibandingkan dengan bungkil kelapa. Kata-kata kunci: bungkil inti sawit, bungkil kelapa, pengayakan, sifat fisik ii

3 ABSTRACT Study on the Effect of Sieving to the Physical Characteristics of Palm Kernel Cake and Coconut Cake. Situmorang, H., Nahrowi and L. Herawati The physical properties of feedstuffs are important in the feed industry. Handling, processing and storage of the feedstuffs in the feed industry are not only need information about the chemical composition and nutritional value but also physical properties. The purpose of this study was to measure and compare the physical properties of palm kernel cake and coconut cake based on the size of the sieve (screening) with a mesh number: 4 (4,76 mm), 8 (2,380 mm), 16 (1,0 mm), 30 (0,548 mm), 50 (0,589 mm), and 100 (0,149 mm). The material used was the palm kernel cake and coconut cake as much as 50 kg each. The materials were sifted based on the largest sieve size (4,76 mm) to the smallest sieve size (0,149 mm). The Sifted products were measured for their bulk density, compacted bulk density, specific gravity, angle of repose and floating rate, total solubility and ph. Data from Split Plot Design were analyzed using analysis of variance (ANOVA) and tested further using Smallest Real Difference (LSD). The relationship between Sieve size and the physical properties of the products was determined using regression analysis. The results showed that the sifting (screening), the type of feedstuffs and their interactions significantly (P <0,01) affected the physical properties of the products. The smaller the size of the sieve, the higher the value of angle and the lower the floating rate, compacted bulk density and specific gravity in the palm kernel cake and coconut cake. Unlike the coconut cake, the total value of the solubility of palm kernel cake increased and crude fiber content decreased with the smaller diameter hole sieve. There were close relationship between sieve size and physical properties of the sieve product. The density value of palm kernel cake was higher compared with that of coconut cake. It can be concluded that the physical characteristics of palm kernel cake were different from the physical characteristics of coconut cake. Palm kernel cake requires more accuracy in dosing, mixing and storage when compared with coconut cake. Keywords: palm kernel cake, coconut cake, screening, physic properties iii

4 KAJIAN PENGARUH PENGAYAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK BUNGKIL INTI SAWIT DAN BUNGKIL KELAPA HARIANTO SITUMORANG D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Judul Skripsi : Kajian : Pengaruh Pengayakan terhadap Karakteristik Fisik Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kelapa. Nama : Harianto Situmorang NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Prof. Dr. Ir. Nahrowi. M.Sc.) (Ir. Lidy Herawati. MS.) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat G Permana, M.Sc.Agr.) NIP Tanggal Ujian : 29 September 2011 Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara pada tanggal 08 Februari 1990 dari pasangan Bapak M. Situmorang dan Ibu S. Sinaga. Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Inpres Nomor Pangururan pada tahun 1995 dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjutan pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta Budi Mulia (SLTP BM) Pangururan. Penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMA 1) Pangururan pada tahun 2004 dan lulus pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Program Undangan Saringan Masuk IPB (USMI IPB). Penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan selama di kampus, seperti menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Peternakan pada tahun 2009/2010, megikuti magang individu di Japfa Comfeed cabang Tangerang dan sempat menjadi asisten praktikum mata kuliah Integrasi Proses Nutrisi (IPN) pada bulan Februari Juni vi

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia dan rahmatnya-nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Kajian Pengaruh Pengayakan (Sieving) terhadap Karakteristik Fisik Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Mei Juli 2011 bertempat di Laboratorium Industri Pakan dan Ilmu Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Bungkil inti sawit dan bungkil kelapa adalah hasil ikutan industri pengolahan minyak inti sawit dan Industri minyak kelapa yang ketersediaannya di Indonesia cukup tinggi. Bersamaan dengan itu, dihasilkan bungkil inti sawit dan bungkil kelapa yang cukup tinggi untuk membantu kesinambungan pakan tambahan bagi ternak. Pengayakan (sieving) merupakan salah satu bentuk dari perubahan fisik bahan menjadi lebih sederhana, mengurangi faktor luar seperti kontaminasi, dan mempermudah melakukan proses mekanisme industri dan meningkatkan kehomogenan bahan serta menghindari pemalsuan bahan pakan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Oktober 2011 Penulis vii

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Produksi dan Komposisi Kelapa Sawit... 3 Penggunaan Bungkil Inti Sawit Sebagai Pakan... 6 Bungkil Kelapa... 6 Pengayakan (Sieving)... 8 Perubahan Fisik Bahan... 9 Sifat Fisik Bahan... 9 Kerapatan Tumpukan (Bulk Density)... 9 Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density) 10 Berat Jenis (Spesific Grafity) Sudut Tumpukan (Angle of Respose) Daya Ambang (Floating Rate) Kelarutan Total Derajad Keasaman (ph) METODE Lokasi dan Waktu Bahan dan Peralatan Komposisi Zat Makanan Bahan Metode Perlakuan Rancangan Percobaan Peubah yang Diamati viii

9 Kerapatan Tumpukan (Bulk Density) Kerapatan Pemadatan Tumpukan... (Compacted Bulk Density) Berat Jenis (Spesific Grafity) Sudut Tumpukan (Angle of Respose) Daya Ambang (Floating Rate) Kelarutan Total Derajad Keasaman (ph) Prosedur Tahapan Persiapan Bahan Tahapan Pengayakan (Sieving) HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Bahan Kandungan Zat Makanan Bahan Pakan Rasio Produk Hasil Ayakan Sifat Fisik Bahan Kerapatan Tumpukan (Bulk Density) Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density). 26 Berat Jenis (Spesific Grafity) Sudut Tumpukan (Angle of Respose) Daya Ambang (Floating Rate) Kelarutan Total Derajad Keasaman (ph) Hubungan Pengayakan (Sieving) terhadap Serat Kasar Hubungan Pengayakan (Sieving) terhadap Gross Energy KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit Persyaratan Mutu Bungkil Kelapa Kriteria dalam penilaian Kerapatan Tumpukan Nilai Kerapatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan Nilai Berat Jenis Beberapa Bahan Pakan Klasifikasi Aliran Bahan Berdasarkan Sudut Tumpukan Sudut Tumpukan Beberapa Bahan Pakan Kelarutan Total Beberapa Bahan Pakan Nilai Derajad Keasaman (ph) Beberapa Bahan Pakan Kandungan Zat Makanan Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit... Sebelum dilakukan Pengayakan (Sieving) pada 100 % Bahan... Kering (BK) Nomor Mesh dan Diameter Lubang Ayakan Pengamatan Umum Bahan Berdasarkan Ukuran Ayakan Rataan Kerapatan Tumpukan Bahan Pakan Berdasarkan Ukuran... Ayakan Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Bahan Pakan berdasarkan Ukuran Ayakan Rataan Berat Jenis Bahan Pakan Berdasarkan Ukuran Ayakan Sudut Tumpukan Bahan Pakan Berdasarkan Ukuran Ayakan Rataan Daya Ambang Bahan Pakan Berdasarkan Ukuran Ayakan Rataan Kelarutan Total Bahan Pakan Berdasarkan Ukuran Ayakan Rataan Derajad Keasaman (ph) Bahan Pakan berdasarkan Ukuran. Ayakan Hubungan Pengayakan (Sieving) Terhadap Serat Kasar Hubungan Pengayakan (Sieving) Terhadap Gross Energy x

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Struktur Buah Kelapa Sawit Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit Persentase Bagian- Bagian Kelapa Sawit berikut hasil Ikutannya Komponen Pengolahan Tandan buah Kelapa Sawit dan Ekstraksi... Bungkil Inti Sawit Komposisi Penyusun Buah Kelapa Bentuk Umum Bungkil Kelapa Proses Pembuatan Bungkil Kelapa Bentuk dan Warna Produk Hasil Ayakan Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kelapa Persentase Produk Hasil Ayakan Bungkil Inti Sawit dan Bungkil... Kelapa Hubungan Kerapatan Tumpukan dengan Jenis Bahan berdasarkan... Nomor Ayakan Hubungan Kerapatan Pemadatan Tumpukan dengan Jenis Bahan... berdasarkan Nomor Ayakan Hubungan Berat Jenis dengan Jenis Bahan berdasarkan Nomor... Ayakan Hubungan Sudut Tumpukan dengan Jenis Bahan berdasarkan... Nomor Ayakan Hubungan Daya Ambang dengan Jenis Bahan berdasarkan Nomor... Ayakan Hubungan Kelarutan Total dengan Jenis Bahan berdasarkan Nomor. Ayakan Hubungan Serat Kasar dengan Jenis Bahan berdasarkan Nomor... Ayakan xi

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Bungkil inti sawit (BIS) dan bungkil kelapa adalah hasil ikutan industri pengolahan inti sawit menjadi minyak inti sawit dan minyak kelapa yang ketersediaannya di Indonesia cukup tinggi. Menurut Dirjen Perkebunan (2010) perkiraaan total luas areal kelapa sawit tahun 2010 sebesar ha dan luas areal produktif sebesar ha dengan produksi minyak inti sawit mencapai ton. Bersamaan dengan itu, dihasilkan bungkil inti sawit cukup tinggi (diperkirakan 1,1 juta ton per tahun) untuk membantu kesinambungan pakan tambahan bagi ternak. Menurut Devendra (1977), bungkil inti sawit memiliki persentase yang sama dengan minyak inti sawit (45-50%), namun bila dibandingkan dengan hasil ikutan kelapa sawit lainnya, bungkil inti sawit termasuk bagian yang paling rendah (4-5%) dari seluruh tandan buah sawit segar. Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang diperoleh dari ekstraksi daging buah kelapa segar/kering dengan jumlah sebesar 25% dari total daging buah kelapa. Bungkil kelapa masih mengandung protein 16-18%, karbohidrat, mineral dan sisa-sisa minyak yang masih tertinggal (Woodrof, 1979) Jenis karbohidrat yang banyak dikembangkan pada bungkil kelapa dan bungkil inti sawit adalah karbohidrat yang mengandung komponen gula mannose. Beberapa laporan menyebutkan fungsinya untuk menghambat bakteri merugikan seperti Salmonella (Oyofo et al., 1989) atau sebagai imunostimulan (Sashidara dan Devegodwa, 2003). Mannan dikategorikan sebagai polisakarida dan banyak terdapat pada ragi, rumput laut, dan beberapa jenis tanaman (Kennedy dan White, 1988). Mannan dengan komposisi linier (1-4)-β-D-Manp merupakan komponen utama dari dinding sel bungkil kelapa dan bungkil inti sawit (BIS). Pengelolaan bungkil inti sawit dan bungkil kelapa yang efisien dan efektif sangat dibutuhkan untuk dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan keseragaman dan kualitas fisik bahan pakan, dengan dasar teori untuk peningkatan nutrisi bahan pakan melalui penurunan kadar serat kasar secara fisik, hal ini bertujuan akhir untuk optimalisasi penggunaan bungkil tersebut dalam ransum. 1

13 Pengayakan (sieving) merupakan salah satu metode dalam menangani perubahan fisik bahan menjadi lebih sederhana, mengurangi faktor luar seperti kontaminasi dan mempermudah melakukan proses mekanisme industri dan meningkatkan kehomogenan bahan. Informasi proses dan pengayakan (sieving) dengan ukuran tertentu untuk mendapatkan kualitas produk fisik bungkil inti sawit masih terbatas, hal ini terlihat dari perkembangan proses pengayakan bahan hanya dilakukan untuk pemisahan dengan kontaminasi tanpa menentukan ukuran diameter lubang ayakan yang tepat pada bahan tersebut. Untuk itu perlu dikaji megenai pengaruh pengayakan (sieving) dengan berbagai ukuran terhadap karakteristik fisik bungkil inti sawit dan bungkil kelapa untuk meningkatkan penggunaan bungkil tersebut dalam ransum khususnya unggas. Tujuan Penelitian ini bertujuan mempelajari dan membandingkan sifat fisik bungkil inti sawit dan bungkil kelapa meliputi berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang, kelarutan total dan ph bahan dengan produk hasil pengayakan (sieving) berdasarkan jenjang ukuran mash dari tertinggi sampai terendah. 2

14 TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Komposisi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat yang mempunyai iklim tropis. Tanaman ini awalnya dikembangkan perusahaan besar dan kemudian diikuti perusahaan nasional dan rakyat. Hasil utama pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (Palm Karnel Oil). Adapun hasil ikutannya berupa bungkil inti sawit (Gambar 2), serat perasan buah, tandan buah kosong, lumpur minyak sawit dan tempurung sawit. Hasil sampingan serat perasan buah dan tempurung sawit digunakan sebagai arang bakar. Adapun tandan kosong dan lumpur sawit merupakan sumber selulosa. (Naibaho, 1990). Gambar 1 menjelaskan struktur umum buah kelapa sawit (Aritonang, 1986) dan Gambar 2 menjelaskan bentuk umum bungkil inti sawit. Menurut Devendra (1977), bungkil inti sawit memiliki persentase yang sama dengan minyak inti sawit namun bila dibandingkan dengan hasil ikutan kelapa sawit termasuk bagian yang paling rendah 4-5% dari tandan buah segar (Gambar 3). Mesokaprium Inti Sawit Eksokaprium Endokaprium Gambar 1. Struktur Buah Kelapa Sawit Sumber: Naibaho (1990) Endokaprium Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit a 3

15 Gambar 3. menjelaskan persentase bagian kelapa sawit berikut hasil ikutannya (Aritonang, 1986) sedangkan gambar 4. menjelaskan komponen pengolahan tandan buah kelapa sawit dan ekstraksi bungkil inti sawit (Aritonang, 1986). Secara umum, proses pengolahan menunjukkan kombinasi proses dengan menggunakan tekanan (press) dan ekstraksi. Tandan Buah Segar Tandan Kosong (55-58%) Serat Kelapa Sawit (12%) Minyak Sawit (18-20%) Inti Sawit (4-5%) Tempurung (8%) Lumpur Minyak Sawit Kering (2%) Minyak Inti Sawit (45-46%) Bungkil Inti Sawit (45-46%) Gambar 3. Persentase Bagian-Bagian Kelapa Sawit Berikut Hasil Ikutannya Sumber: Aritonang (1986) Bungkil inti sawit di Indonesia sudah ditetapkan standar kualitasnya, yakni tertera pada SNI Kandungan nutrisi bungkil inti sawit diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit Kandungan Nutrisi Peneliti A. Analisis Proksimat a b Energi Metabolis, Kkal/kg 1480* Bahan Kering, % ,57 90,3 Protein Kasar, % 14 12,9 15,4 16,86 16,1 Lemak Kasar, % 8 9,4 4,6 6,82 0,8 Serat Kasar, % 23 16,9 9,6 15,12 15,7 Abu, % 6 5,6 9,6 6,58 4 Beta-N, % 49 41,2 52,8 54,62 63,5 Sumber: * Mustaffa et al. (1991) 1 Yeong dan Mukherjee. (1983), 2 Hartadi et al. (1980) (Ekstraksi: a mekanik dan b kimia), 3 Keong (2004), 4 Hew dan Jalaludin (1996) 4

16 Penggunaan Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan Pemanfaatan hasil sampingan pengolahan kelapa sawit berupa bungkil inti sawit telah dilakukan di Malaysia (Zahari & Alimon, 2005), Indonesia dan Afrika (Sinurat, 2003). Bahan pakan tersebut diberikan langsung baik dalam bentuk campuran bahan mengandung karbohidrat tinggi, mineral dan vitamin maupun dalam bentuk terpisah. Beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengujian nilai nutrisi bungkil inti sawit telah banyak dilakukan pada berbagai jenis ternak dan memberikan efek yang cukup baik terhadap tampilan produksinya. Selanjutnya dinyatakan bahwa penggunaan bungkil inti sawit adalah untuk subsitusi bungkil kelapa dalam ransum ternak ruminansia, karena bungkil inti sawit mengandung protein dan energi yang tinggi serta imbalan mineral yang serasi bagi ternak ruminansia (Aritonang, 1986). Hasil penelitian Carvalho (2006) menunjukkan bahwa penggunaan bungkil inti sawit (solvent ekstract) yang tinggi dalam pakan sapi perah tidak mempengaruhi konsumsi dan produksi susu. Penggunaan bungkil inti sawit pada sapi potong dan sapi perah dilaporkan dapat menekan biaya pakan (Ummunna et al., 1980 & Carvalho. 2006). Bungkil Kelapa Gambar 5 menunjukkan komposisi penyusun buah kelapa. Bungkil kelapa (Gambar 6) adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah kelapa segar/kering (testa dan meat). Eksokaprium Mesokaprium Endokaprium Kulit Daging Air Gambar 5. Komposisi Penyusun Buah Kelapa S Sumber: Woodrof (1979) 6

17 Gambar 6. Bentuk Umum Bungkil Kelapa Mutu bungkil kelapa digolongkan dua jenis (Tabel 2). Kopra merupakan buah kelapa yang dikeringkan dan digunakan sebagai sumber minyak, pengeringan kelapa tersebut biasanya dilakukan di bawah sinar matahari atau menggunakan pengeringan buatan (Woodrof, 1979). Menurut Child (1964), bungkil kelapa masih mengandung protein, karbohidrat, mineral dan sisa-sisa minyak yang masih tertinggal. Kandungan protein yang cukup tinggi menyebabkan bungkil kelapa cukup baik apabila digunakan sebagai makanan ternak. Proses pembuatan bungkil kelapa dapat dilihat pada Gambar 7. Daging Buah Pengeringan dengan Sinar Matahari Kopra Penghancuran Pemanasan pada Suhu 115 C Pengepresan Minyak Bungkil Gambar 7. Proses Pembuatan Bungkil Kelapa Sumber: Tarwiyah (2001) 7

18 Bungkil kelapa mengandung minyak yang tinggi maka mudah terjadi ketengikan, sehingga diusahakan tidak terlalu lama dalam proses penyimpanan. Persyaratan mutu bungkil kelapa meliputi kandungan nutrisi dan toleransi aflatoksin. Jenis bungkil kelapa dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kadar protein kasar. Bungkil kelapa jenis A memiliki kadar protein kasar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bungkil kelapa jenis B. Persyaratan mutu bungkil kelapa menurut SNI secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persyaratan Mutu Bungkil Kelapa Komposisi Jenis A B Air (% maksimum) Protein Kasar (% minimum) Serat Kasar (% maksimum) Abu (% maksimum) 7 9 Lemak (% maksimum) Asam Lemak Bebas (% terdapat dalam Lemak) 7 9 Ca (%) 0,05-0,30 0,05-0,30 P(%) 0,40-0,75 0,40-0,75 Aflatoksin (ppb maksimum) Sumber: SNI (1992) Penyaringan (Sieving) Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel pada bahan tertentu (Khalil, 1999). Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri, sedangkan pengayakan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium. Menurut Khalil (1999), produk dari proses pengayakan/penyaringan ada dua meliputi ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize) dan ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize). Dalam proses industri, pengayakan (sieving) biasanya digunakan untuk mendapatkan material yang berukuran tertentu dan seragam (Khalil, 1999). Pada proses pengayakan, material dijatuhkan atau dilemparkan ke permukaan pengayak dan pengayakan lebih cenderung dilakukan dalam keadaan kering. 8

19 Dalam penerapannya, penggunaan ayakan secara umum diarahkan untuk mengukur kadar keseragaman bahan dan mendapatkan ukuran partikel bahan. Nomor mesh 4 (4,76 mm) sampai nomor mesh 16 (1 mm) mengindikasikan kriteria bahan dalam kondisi kasar sedangkan nomor mesh 30 (0,548 mm) sampai nomor mesh 50 (0,28 mm) digunakan untuk mengindikasikan kriteria bahan dalam kondisi medium dan nomor mesh 100 (0,149 mm) digunakan untuk mengindikasikan kriteria bahan dalam kondisi halus. Perubahan Fisik Bahan Bahan atau komoditi yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pangan ataupun pakan merupakan produk pertanian penting diketahui sifat-sifat pada tiap komoditi tersebut yang berguna dalam penyediaan dan perancangan mesin, pengolahan komoditi, pengawetan produk, dan pengembangan suatu produk pangan atau pakan yang baru. Pengetahuan sifat fisik dan kimia bahan saling mempengaruhi kondisi bahan. Sifat fisik komoditi meliputi semua kondisi yang dapat diamati panca indra maupun yang hanya dapat diukur dengan menggunakan mesin (kehalusan bahan, keseragaman bahan, densitas). Dalam penerapannya, Toharmat et al. (2006) menyebutkan bahwa sifat bahan banyak terkait dengan kadar serat dalam bahan, semakin tinggi kadar serat maka semakin rendah kerapatannya atau bahan bahan tersebut semakin amba. Menurut Retnani et al. (2009), maka nilai kerapatan yang tidak stabil disebabkan oleh kelembaban yang relatif tinggi, cairan terkondensasi pada permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan mikroba pada pellet. Sifat Fisik Bahan Kerapatan Tumpukan (Bulk Density) Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati dalam satuan kg/m 3 (Khalil, 1999). Pengukuran kerapatan tumpukan (Bulk Density) dilakukan untuk menentukan volume ruang pada suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti dalam pengisian alat pencampur dan elevator (Kolatac, 1996). Kerapatan tumpukan memiliki pengaruh terhadap daya campur dan ketelitian pengukuran secara otomatis seperti halnya dengan berat jenis. Kerapatan tumpukan juga berpengaruh terhadap daya ambang dan stabilitas 9

20 pencampuran pakan. Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan kriteria dalam penilaian kerapatan tumpukan menurut Kolatac (1996) dan nilai kerapatan tumpukan beberapa bahan pakan. Tabel 3. Kriteria Penilaian Kerapatan Tumpukan Kerapatan Tumpukan Kriteria < 450 kg/m 3 Waktu alir lebih lama dan butuh ketelitian lebih dalam proses penimbangan, volumetris, dan gravimetris 3 Sulit dalam proses pencampuran serta mudah > 500 kg/m terpisah 3 > 1000 kg/m Waktu alir lebih cepat Sumber: Kolatac (1996) Tabel 4. Nilai Kerapatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan Bahan Pakan Kerapatan Tumpukan (kg/m 3 ) Jagung 691,3 Sorghum 684,0 Bungkil Inti Sawit 503,2 Bungkil Kedelai 320,0 Tepung Ikan 435,3 Sumber: Khalil (1999) Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density) Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan. Perbedaan cara pemadatan akan berpengaruh terhadap nilai kerapatan pemadatan tumpukan, antara kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan terletak kapasitas silo dan container (Gauthama, 1998). Menurut Khalil (1999), kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kadar air suatu bahan. Selain kadar air dan ukuran partikel, besarnya kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi ketidaktepatan pengukuran (Sayekti, 1999). Besarnya nilai kerapatan pemadatan 10

21 tumpukan mementukan kapasitas pengisian tempat penyimpanan silo. Tabel 5 menunjukkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan beberapa bahan pakan. Tabel 5. Nilai Kerapatan Pemadatan Tumpukan Beberapa Bahan Pakan Bahan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m 3 ) Jagung 704,2 Sorghum 707,6 Bungkil Inti Sawit 700,7 Bungkil Kedelai 340,5 Tepung Ikan 562,0 Sumber: Khalil (1999) Berat Jenis (Spesific Density) Berat jenis diukur menggunakan prinsip Hukum Archimedes yaitu suatu benda dalam fluida akan mengalami Gaya Archimedes sebesar fluida yang dipindahkan dan arahnya ke atas. Menurut Gauthama (1998) bahwa berat jenis merupakan faktor penentu dari kerapatan tumpukan, daya ambang bersama dengan ukuran partikel bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan serta menentukan tingkat ketelitian proses penakaran otomatis yang umum diperlukan dalam pabrik pakan. Tabel 6 menunjukkan nilai berat jenis beberapa bahan pakan. Tabel 6. Nilai Berat Jenis Beberapa Bahan Pakan Bahan Berat Jenis (kg/m 3 ) Jagung 1579,1 Sorghum 1221,4 Bungkil Inti Sawit 1574,3 Bungkil Kedelai 912,2 Tepung Ikan 1289,3 Sumber: Khalil (1999) 11

22 Sudut Tumpukan (Angle of Respose) Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan ketinggian. Tumpukan akan terbentuk bila bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong serta mengukur kriteria kebebasan bergerak dari partikel pada sudut tumpukan bahan. Semakin bebas suatu partikel bergerak sudut tumpukan yang terbentuk semakin kecil. Pengukuran sudut tumpukan merupakan metode yang cepat dan produktif untuk menentukan laju aliran bahan (Geldart et al., 1990). Menurut Geldart et al. (1990), bahan pakan dengan sudut tumpukan yang tinggi mengakibatkan perlu proses pengadukan dalam silo agar bahan bisa menyebar sehingga mekanisme kerja dalam industri tidak efisien, akan tetapi bila sudut tumpukan kecil maka turunnya bahan akan menjadi serentak. Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan klasifikasi aliran bahan berdasarkan sudut tumpukan dan sudut tumpukan beberapa bahan pakan. Tabel 7. Klasifikasi Aliran Bahan Berdasarkan Sudut Tumpukan Sudut Tumpukan Aliran Sangat mudah mengalir Mudah mengalir Mengalir Sulit mengalir >55 Sangat sulit mengalir Sumber: Fasina & Sokhansanj (1993) Tabel 8. Sudut Tumpukan Beberapa Bahan Pakan Sudut Tumpukan ( ) Jagung 0 Sorghum 15,9 Bungkil Inti Sawit 45,2 Bungkil Kedelai 12,5 Tepung Ikan 39,7 Sumber: Khalil (1999) 12

23 Daya Ambang (Floating Rate) Daya ambang adalah jarak tempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah pada bidang datar selama jangka waktu tertentu dengan satuan m/s. Semakin pendek jarak jatuh partikel bahan yang dicapai persatuan waktu pada jarak yang telah ditentukan maka daya ambang semakin besar. Daya ambang berperan penting dalam pengangkutan bahan melalui alat penghisap (pneumatic conveyer) agar bahan tidak terpisah berdasarkan ukuran dan berat partikel. Partikel yang mempunyai daya ambang yang tinggi akan mudah terhisap sedangkan bahan dengan daya ambang yang rendah akan jatuh lebih cepat dan cenderung bertumpuk pada bagian bawah (Khalil, 1999). Kelarutan Total Kelarutan total adalah jumlah zat yang dapat dilarutkan dalam pelarutnya (Vogel, 1978). Kelarutan tergantung pada suhu, tekanan, dan konsentasi bahan-bahan lain dalam larutan. Muchtadi et al. (1993) menyatakan bahwa pelarut adalah substansi pada fase yang sama (padat, cair, gas) sebagai bagian yang menyusun larutan. Pelarut yang baik adalah air, lebih lanjut dijelaskan bahwa air melarutkan atau mendispersi sebagai zat dengan sifat dwi kutub yang dimilikinya. Nilai kelarutan total untuk beberapa bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kelarutan Total Beberapa Bahan Pakan Bahan Pakan Kelarutan Total (%BK) Dedak 8,48 Onggok 9,10 Gaplek 9,32 Bungkil Kelapa 7,72 Jerami Padi 8,79 Sumber: Murni (2003) Kelarutan bahan dalam air disebabkan oleh adanya gugus hidroksil (gula dan alkohol) dan gugus O 2 karbonil (aldehida dan keton) yang cenderung membentuk ikatannya ion dengan air (Voet et al. (1999). Air juga melarutkan berbagai senyawa organik yang mempunyai gugus karboksil atau asam amino yang cenderung berionisasi oleh interaksinya dengan air (Muchtadi et al., 1993). 13

24 Derajad Keasaman (ph) Derajad keasaman (ph) merupakan suatu gambaran yang dapat memperlihatkan konsentrasi ion Hidrogen pada suatu medium atau pelarut. Menurut Gaman dan Sherrington (1990), adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein menyebabkan protein memiliki banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Tiap-tiap molekul protein memiliki daya reaksi yang berbeda-beda dengan asam maupun basa, hal ini tergantung pada jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul protein tersebut. Derajad keasaman (ph) dalam saluran pencernaan dipengaruhi oleh ph pakan, kehancuran pakan dalam lambung akan menghasilkan ph lambung (Ange et al., 2000). Nilai ph beberapa pakan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai Derajad Keasaman (ph) Beberapa Bahan Pakan Bahan Pakan Derajad Keasaman (ph) Jagung Kuning 6,1 Tepung Alfalfa 5,9 Rape Seed 5,3 Bungkil Kedele (Kadar Protein 53%) 6,6 Tepung Tulang 6,3 Tepung Daging 6,0 Sumber: Makkink (2003) 14

25 METODE Lokasi dan Waktu Proses pengayakan (sieving) dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei hingga Juli Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan adalah bungkil kelapa dan bungkil inti sawit masingmasing sebanyak 50 kg. Bungkil kelapa berasal dari PT. Mangga Dua Pulo Gadung sedangkan bungkil inti sawit berasal dari PT. Perkebunan Nusantara (PN) IV Lampung. Peralatan yang digunakan terdiri dari timbangan dengan kapasitas 5 kg, model sieve ayakan dengan nomor mesh (4, 8, 16, 30, 50 dan 100), stop watch, gelas ukur 50 ml, corong plastik, kertas manila, alumuniunm foil, seperangkat alat ukur sudut tumpukan, aquadest, oven 105 C, dan ph meter. Komposisi Zat Makanan Bahan Tabel 11 menunjukkan secara rinci nilai zat makanan bungkil inti sawit dan bungkil kelapa berdasarkan 100 % bahan kering. Tabel 11. Kandungan Zat Makanan Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit Zat Makanan Bungkil inti sawit Jenis Bahan Bungkil kelapa Abu (%) 7,38 8,29 Protein Kasar (%) 16,01 18,95 Lemak Kasar (%) 17,04 11,33 Serat Kasar (%) 51,44 38,89 Beta-N (%) 8,13 22,54 Gross Energy (kkal/kg) Sumber : Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2011) 15

26 Metode Perlakuan Perlakuan pengayakan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari enam jenis berdasarkan nomor mesh, masing-masing mesh meliputi nomor mesh 4, 8, 16, 30, 50 dan 100. Diameter lubang ayakan disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Nomor Mesh dan Diameter Lubang Ayakan Nomor Mesh Diameter Lubang 4 4,760 mm 8 2,380 mm 16 1,000 mm 30 0,548 mm 50 0,289 mm 100 0,149 mm Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design) dengan petak utama (Faktor A) adalah 6 ukuran ayakan (mesh) berbeda dan anak petak (Faktor B) adalah 2 jenis bahan pakan disertai 3 ulangan pada masingmasing pengujian (Steel dan Torrie 1996). Model matematis yang digunakan pada penelitian ini yaitu : Y ijk = µ + α i + δ ik + β j + (αβ) ij + e ijk Keterangan : Y ij = Nilai pengamatan untuk perlakuan faktor A (mesh) taraf ke-i, faktor B (jenis bahan) taraf ke-j dan ulangan ke-k. (µ, α i, β j ) = Komponen aditif rataaan, pengaruh utama faktor A dan faktor B (αβ ijk ) = Komponen interaksi dari faktor A dan faktor B (β j ) = Pengaruh faktor B (jenis bahan) (αβ ij ) = Interaksi faktor A dan B 16

27 (δ ik ) = Komponen acak dari petak utama yang menyebar normal (0,σδ 2 ) e ijk = Error perlakuan/pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ 2 ) Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan diuji menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Least Significance Difference). Peubah yang Diamati Kerapatan Tumpukan (Bulk Density) Kerapatan tumpukan diukur dengan cara mencurahkan bahan kedalam gelas ukur 50 ml dengan menggunakan corong dan sendok teh sampai volume 25 ml. Gelas ukur yang berisi bahan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kerapatan tumpukan adalah dengan cara membagi berat bahan dengan volume ruang yang ditempati, dirumuskan: KT = Bobot bahan pakan (g) Volume ruang yang ditempati (ml) Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density) Pengukuran Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT) hampir sama dengan pengukuran Kerapatan Tumpukan (KT), tetapi volume bahan dibaca setelah dilakukan pemadatan secara vertical selama 15 menit, dirumuskan: KPT = Volume Bobot bahan ruang setelah pakan (g) dimampatkan (ml) Berat Jenis (Spesific Grafity) Berat Jenis diukur dengan cara memasukan masing-masing bahan kedalam galas ukur 50 ml dengan menggunakan sendok teh secara perlahan dengan volume 15 ml. Gelas ukur yang sudah berisi bahan ditimbang. Aquades sebanyak 50 ml dimasukan kedalam gelas ukur, untuk menghilangkan udara antar partikel maka dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk. Sisa bahan yang menempel pada pengaduk dimasukkan dengan menyemprotkan aquadest dan ditambahkan kedalam volume awal. Pembacaan volume akhir dilakukan setelah konstan. Perubahan volume 17

28 Aquadest merupakan volume bahan sesungguhnya. Besarnya Berat Jenis (BJ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: BJ = Bobot bahan pakan (g) Perubahan volume aquades (ml) Sudut Tumpukan (Angle of Respose) Pengukuran dilakukan dengan cara menjatuhkan bahan pada ketinggian 15 cm melalui corong pada bidang datar. Kertas manila berwarna putih digunakan sebagai alas bidang datar. Ketinggian tumpukan bahan harus selalu berada di bawah corong. Untuk mengurangi pengaruh tekanan dan kecepatan laju aliran bahan, pengukuran bahan dilakukan dengan volume tertentu (100 ml) dan dicurahkan perlahan-lahan pada dinding corong dengan bantuan sendok pada posisi corong tetap sehingga jatuhnya bahan selalu dalam kondisi konstan. Sudut Tumpukan (ST) bahan ditentukan dengan mengukur diameter dasar (d) dan tinggi (t) tumpukan, besarnya Sudut Tumpukan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: tg α = t 0.5d = 2t d Daya Ambang (Floating Rate) Daya Ambang (DA) diukur dengan cara diukur dengan cara menjatuhkan 10 gram partikel bahan pada ketinggian 3 meter dari dasar lantai, kemudian diukur lamanya waktu (detik) yang dibutuhkan sampai mencapai lantai dengan menggunakan stopwatch. Lantai tempat jatuhnya bahan diberi alas dengan alumunium foil untuk memudahkan pengamatan saat bahan jatuh. Pengaruh udara diperkecil yaitu dengan cara menutup setiap lubang yang memungkinkan angin masuk (ventilasi, jendela, pintu). Daya ambang dihitung dengan cara membagi jarak jatuh (meter) dengan lamanya 18

29 waktu yang dibutuhkan (detik). Daya Ambang dapat dihitung menggunakan dengan rumus: DA = Jarak jatuh (m) Waktu (s) Kelarutan Total (Total Solubility) Diukur dengan cara membagi massa bahan terlarut dengan massa bahan pada kondisi awal dikali 100%, pelarut yang digunakan adalah aquadest. Kelarutan Total dapat dihitung menggunakan metode Stefanon et al. (1996) dengan rumus: Kelarutan Total = (x - y) x 100% (x) Keterangan: x = Bahan dalam kondisi awal y = Bahan tidak larut. ph bahan ph bahan diukur dengan cara melarutkan sampel kedalam aquades dengan perbandingan 1:5 selama 15 menit selanjutnya diukur phnya (Apriyantono et al., 2000). Prosedur Tahap Persiapan Bahan Sebelum dilakukan proses perlakuan bahan, bungkil inti sawit dan bungkil kelapa masing-masing terlebih dahulu dihomogenkan selanjutnya diambil bahan secara representatif (SNI, 1989). Pengambilan sampel masing-masing bahan (bungkil inti sawit dan bungkil kelapa) dilakukan secara acak sebanyak 5 kg. Bahan selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik untuk diproses sesuai perlakuan pengayakan. 19

30 Tahapan Pengayakan (Sieving) Setelah tahapan persiapan bahan dilaksanakan, selanjutnya bungkil inti sawit dan bungkil kelapa masing-masing dilakukan pengayakan (sieving) berjenjang sesuai ukuran ayakan dari ukuran terbesar (mesh 4) sampai terkecil (mesh 100) dengan ulangan sebanyak tiga kali dengan waktu pegayakan selama 20 menit dengan pola gerakan ayakan dari kiri ke kanan secara berulang sampai didapatkan jumlah bahan sebanyak 1 kg berdasarkan masing-masing nomor ayakan. Hasil dari setiap ayakan ditimbang untuk mengetahui persentase bahan yang ada pada setiap ayakan (mesh). Setelah persentase didapat selanjutnya sampel dari setiap ayakan diuji sifat fisik meliputi: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, berat jenis, sudut tumpukan dan daya ambang menurut metode Khalil (1999). Sampel juga dianalisis kandungan Serat Kasar, Gross Energy, ph (Apriyantono et al., 2000) dan kelarutan total (Stefanon et al., 1996). 20

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Bahan Pengamatan umum bahan merupakan tahapan untuk melihat kondisi bahan sebelum proses pengujian bahan dilakukan sesuai perlakuan. Pengamatan umum bungkil inti sawit dan bungkil kelapa berdasarkan ukuran ayakan (Tabel 13) serta gambar produk hasil ayakan bungkil inti sawit dan bungkil kelapa (Gambar 8) menunjukkan perbedaan karakteristik fisik bahan pada masing-masing ayakan. Tabel 13. Pengamatan Umum Bahan Berdasarkan Ukuran Ayakan Indikator Nomor Jenis Bahan Pengamatan mesh Bungkil Inti Sawit Bungkil Kelapa Warna Coklat Coklat Bau Bungkil Inti Sawit Bungkil Kelapa Bentuk 4 Bongkahan *) 8 Butiran Kasar Butiran Kasar 30 Butiran Halus Tepung Kasar 100 Tepung Halus Tepung Halus Tekstur 4 Kasar Beragam *) 8 Kasar Seragam Kasar seragam 30 Halus Seragam Halus Seragam 100 Sangat Halus Sangat Halus *) tidak ada bahan bungkil kelapa yang lolos pada nomor mesh 4. A A A A A A B B B B B Gambar 8. Bentuk dan Warna Produk Hasil Ayakan Bungkil Inti Sawit (A) dan Bungkil Kelapa (B) 21

32 Berdasarkan pengamatan umum, warna bungkil inti sawit lebih cenderung menampilkan warna coklat yang lebih pekat dibandingkan bungkil kelapa, kondisi ini merata untuk setiap ayakan. Bau pada bungkil inti sawit lebih harum bila dibandingkan bungkil kelapa. Nomor ayakan 4 mengidentifikasi kondisi fisik bungkil inti sawit didominasi bongkahan dengan tekstur kasar beragam sedangkan pada bungkil kelapa tidak teridentifikasi karena bahan tidak terayak pada nomor ayakan tersebut. Nomor mesh 8 mengidentifikasi kondisi fisik bungkil inti sawit dan bungkil kelapa didominasi butiran kasar dengan tekstur kasar seragam. Nomor mesh 30 pada bungkil inti sawit dan bungkil kelapa memiliki persamaan dengan tekstur halus seragam sedangkan perbedaannya terletak pada bentuk bahan, bungkil inti sawit dominan dalam bentuk butiran halus sedangkan bungkil kelapa dominan dalam bentuk tepung kasar. Nomor mesh 50 memiliki kondisi yang hampir sama dengan nomor mesh 30. Nomor mesh 100 mengidentifikasikan kondisi bentuk dan tekstur yang sama pada bungkil inti sawit dan bungkil kelapa, kedua jenis bahan pada nomor mesh 100 memiliki bentuk tepung halus dan tekstur sangat halus. Kandungan Zat Makanan Bahan Pakan Kandungan zat makanan bungkil kelapa dan bungkil inti sawit sebelum dilakukan pengayakan (sieving) dapat dilihat pada Tabel 11. Menurut Chung dan Lee (1985), pengetahuan komposisi kimia perlu dilakukan karena akan mempengaruhi sifat fisik dan thermal butiran, pemindahan masa bahan, termasuk penyimpanan butiran, pengeringan, aerasi, pendinginan, dan pengolahan. Tabel 11 menunjukkan bahwa bungkil inti sawit memiliki nilai Protein Kasar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bungkil kelapa. Protein Kasar yang kecil pada bungkil inti sawit disebabkan oleh banyaknya kontaminasi luar yang menyebabkan Protein Kasar menurun dan Serat Kasar meningkat. Serat Kasar yang cukup tinggi pada bungkil inti sawit mengindikasikan pemakaian bungkil inti sawit lebih rendah untuk ternak monogastrik. Nilai Gross Energi pada bungkil inti sawit dan bungkil kelapa yang berkisar antara kal/g menjadikan pertimbangan bahan ini sebagai sumber energi dalam penyusunan ransum. 22

33 Rasio Produk Hasil Ayakan Gambar 9 menunjukkan persentase produk hasil ayakan bungkil kelapa dan bungkil inti sawit. Persentase ini menampilkan distribusi bahan yang berada pada masing-masing nomor ayakan. Persentase Bahan (%) ,89 29,04 22,56 25,74 27,03 16,13 18,63 11,92 8,13 0 2,6 2, Ayakan (mesh) Bungkil Inti Sawit Bungkil Kelapa Gambar 9. Persentase Produk Hasil Ayakan Bungkil Inti Sawit dan Bungkil Kelapa Jumlah produk hasil ayakan terendah pada bungkil inti sawit berada pada nomor mesh 100, yaitu sebesar 2,31 % dan tertinggi berada pada nomor mesh 30, yaitu sebesar 29,04 %. Hasil ini menunjukkan bahwa kohesifitas bungkil inti sawit yang cukup tinggi menjadi faktor utama yang menghambat produk hasil ayakan melewati celah pada ukuran mesh sebelumnya (nomor mesh 30 dan 50). Berbeda halnya dengan bungkil kelapa, persentase bahan terendah berada pada nomor mesh 4 yaitu sebesar 0% dan tertinggi berada pada nomor mesh 30 sebesar 35,89% yang jauh lebih tinggi dibandingkan bungkil inti sawit. Hasil ini disebabkan gaya kohesi (gaya partikel sejenis) pada bungkil kelapa lebih rendah dibandingkan bungkil inti sawit sehingga bahan lebih mudah terpisah dan bahan lebih mudah melewati celah pada masing-masing ukuran mesh. Secara umum, produk bungkil inti sawit hasil ayakan berada pada nomor ayakan 8 sampai 50 sedangkan bungkil kelapa berada pada nomor ayakan 16 sampai 100. Hasil ini menunjukkan bahwa ukuran bahan lebih dominan berada pada nomor mesh tersebut. 23

34 Sifat Fisik Bahan Kerapatan Tumpukan (Bulk Density) Perlakuan ayakan, jenis bahan, dan interaksinya nyata (P<0,01) mempengaruhi kerapatan tumpukan. Semakin kecil ukuran diameter lubang ayakan semakin menurunkan (P<0,01) nilai kerapatan tumpukan. Bungkil inti sawit memiliki nilai kerapatan tumpukan yang nyata (P<0,01) lebih besar dibandingkan bungkil kelapa (Tabel 14). Tabel 14. Rataan Kerapatan Tumpukan Bahan Pakan berdasarkan Ukuran Ayakan Nomor Mesh Jenis Bahan (Faktor B ) (Faktor A) Bungkil Inti Sawit Bungkil Kelapa kg/m ,33±29,27 h ,00±25,98B f 472,50±6,41A c ,33±28,02B d 429,13±18,75A c ,00±12,12B c 394,73±4,56A b ,00±38,74A a 384,01±13,08A b ,33±8,74B a 315,82±2,88A a Keterangan: Huruf besar membandingkan antara jenis bahan yang berbeda pada ayakan yang sama sedangkan huruf kecil membandingkan antara ayakan yang berbeda pada jenis bahan yang sama (P<0,01) Nilai tertinggi kerapatan tumpukan berada pada nomor mesh 4, yaitu sebesar 802,33 kg/m 3 dan terendah berada pada nomor mesh 50 dan 100, yaitu sebesar 380,00 dan 335,55 kg/m 3, berbeda dengan interaksi nomor ayakan pada bungkil kelapa, nilai rataan kerapatan tumpukan tertinggi pada bungkil kelapa berada pada nomor mesh 8 dan 16, yaitu sebesar 472,50 dan 429,13 kg/m 3 dan terendah berada pada nomor mesh 4. Hasil ini menunjukkan perbedaan nilai kerapatan tumpukan berdasarkan ukuran ayakan yang akan menentukan karakteristik dalam pencampuran bahan. Tabel 14 menunjukkan nilai rataan kerapatan tumpukan bungkil inti sawit berdasarkan ayakan lebih beragam bila dibandingkan dengan bungkil kelapa. Hasil ini menunjukkan komponen bahan bungkil inti sawit lebih beragam jika dibandingkan dengan bungkil kelapa pada pengukuran kerapatan tumpukan. 24

35 Menurut Kolatac (1996), bahan dengan kerapatan tumpukan lebih besar dari 500 kg/m 3 akan sulit mengalami pencampuran bahan karena bahan akan mudah terpisah karena gaya kohesi (gaya antara partikel sejenis) lebih rendah. Berdasarkan Tabel 13, bungkil inti sawit yang sulit mengalami pencampuran adalah bahan yang berada pada nomor mesh 4, 8 dan 16 dan untuk bungkil kelapa, seluruh produk hasil ayakan telah memenuhi standar dalam proses pencampuran bahan karena nilai kerapatan tumpukan berada di bawah 500 kg/m 3. Nilai kerapatan tumpukan bungkil inti sawit dan bungkil kelapa pada nomor mesh 50 menunjukkan respon yang sama. Hasil ini menunjukkan bahwa massa bahan tiap satuan volumenya relatif sama pada kedua jenis bahan. Hubungan bungkil inti sawit dan bungkil kelapa pada pengukuran kerapatan tumpukan berdasarkan nomor ayakan menampilkan persamaan dalam bentuk linier. Korelasi yang dicapai bungkil inti sawit yaitu sebesar 86,60% dengan persamaan y = -3,035x+596,6 dan korelasi yang dicapai bungkil kelapa yaitu sebesar 95,39% dengan persamaan y = -1,518x+460,7 (Gambar 10). Kerapatan Tumpukan (kg/m 3 ) y = -3,035x + 596,6 R² = 0,756 y = -1,518x + 460,7 R² = 0, Nomor Ayakan Bungkil Inti Sawit Bungkil Kelapa Gambar 10. Hubungan Kerapatan Tumpukan dengan Jenis Bahan berdasarkan Nomor Ayakan Nilai korelasi bungkil inti sawit lebih rendah jika dibandingkan dengan bungkil kelapa pada pengukuran kerapatan tumpukan. Hasil ini menunjukkan hubungan nilai kerapatan tumpukan bungkil inti sawit pada masing-masing nomor ayakan lebih rendah jika dibandingkan dengan bungkil kelapa, hal ini disebabkan ukuran partikel pada bungkil inti sawit lebih beragam jika dibandingkan dengan bungkil kelapa. 25

36 Kerapatan Pemadatan Tumpukan (Compacted Bulk Density) Perlakuan ayakan, jenis bahan, dan interaksinya nyata (P<0,01) mempengaruhi kerapatan pemadatan tumpukan. Semakin kecil ukuran diameter lubang ayakan semakin menurunkan (P<0,01) nilai kerapatan pemadatan tumpukan. Bungkil inti sawit memiliki nilai kerapatan tumpukan yang nyata (P<0,01) lebih besar dibandingkan bungkil kelapa (Tabel 15). Tabel 15. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Bahan Pakan berdasarkan Ukuran Ayakan Nomor Mesh Jenis Bahan (Faktor B ) (Faktor A) Bungkil Inti Sawit Bungkil Kelapa kg/m ,33±28,87 d ,67±11,55B d 508,53±7,39A b ,33±23,09B c 447,81±5,83A b ,00±17,05B b 428,61±5,34A a ,00±17,32B a 413,81±4,94A a ,33±15,28B a 392,26±7,69A a Keterangan: Huruf besar membandingkan antara jenis bahan yang berbeda pada ayakan yang sama sedangkan huruf kecil membandingkan antara ayakan yang berbeda pada jenis bahan yang sama (P<0,01) Nilai kerapatan pemadatan tumpukan bungkil inti sawit tertinggi berada pada nomor mesh 4 dan 8, yaitu sebesar 723,33 dan 696,67 kg/m 3 dan terendah berada pada nomor mesh 50 dan 100 sebesar, yaitu 500,00 dan 493,33 kg/m 3, berbeda dengan bungkil kelapa, nilai kerapatan pemadatan tumpukan bungkil kelapa tertinggi berada pada nomor mesh 8 dan 16 sebesar 508,53 dan 447,81 kg/m 3 dan terendah berada pada nomor mesh 4. Hasil ini menunjukkan perbedaan nilai kerapatan pemadatan bahan berdasarkan ukuran ayakan yang akan menentukan karakteristik kapasitas penyimpanan bahan. Tabel 15 menunjukkan nilai rataan kerapatan pemadatan tumpukan bungkil inti sawit lebih beragam dibandingkan dengan bungkil kelapa. Hasil ini menunjukkan komponen bahan pada pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan pada bungkil inti sawit lebih beragam jika dibandingkan dengan bungkil kelapa. 26

37 Berdasarkan Tabel 15, seluruh produk hasil ayakan berdasarkan nomor mesh pada bungkil inti sawit lebih sedikit membutuhkan luas tempat penyimpanan jika dibandingkan dengan produk hasil ayakan pada bungkil inti sawit. Hasil ini dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel pada setiap ayakan. Selain itu, kadar lemak yang tinggi pada bungkil inti sawit cenderung menyebabkan bungkil inti sawit lebih kohesif dibandingkan bungkil kelapa sehingga massa bahan cenderung lebih sedikit menempati ruang dalam setiap satuan volumenya. Hubungan bungkil inti sawit dan bungkil kelapa pada pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan berdasarkan nomor ayakan menampilkan persamaan dalam bentuk linier. Korelasi yang dicapai bungkil inti sawit yaitu sebesar 80,60% dengan persamaan y = -1,913x+648,4 dan korelasi yang dicapai bungkil kelapa yaitu sebesar 82,46% dengan persamaan y = - 0,994x+478,1 (Gambar 11). Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m 3 ) y = -1,913x + 648,4 R² = 0,649 y = -0,994x + 478,1 R² = 0, Nomor Ayakan Bungkil Inti Sawit Bungkil Kelapa Gambar 11. Hubungan Kerapatan Pemadatan Tumpukan dengan Jenis Bahan berdasarkan Nomor Ayakan Nilai korelasi bungkil kelapa lebih tinggi jika dibandingkan dengan bungkil inti sawit pada pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan. Hasil ini menunjukkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan bungkil kelapa pada masing-masing nomor ayakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan bungkil inti sawit, hal ini disebabkan keseragaman ukuran bungkil kelapa lebih tinggi jika dibandingkan dengan bungkil inti sawit. 27

Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit

Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Komposisi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat yang mempunyai iklim tropis. Tanaman ini awalnya dikembangkan perusahaan besar dan kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2011. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, pengujian kualitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi dengan saringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elais guineensis) merupakan tanaman yang termasuk keluarga palma yang tumbuh baik di daerah tropis, di Nigeria disebut orbignya cohune. Awalnya tanaman ini dikembangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO

SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN LIMBAH RESTORAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KIMIA RANSUM AYAM BROILER SKRIPSI ALBERTUS RANDY SOEWARNO PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA BUNGKIL INTI SAWIT HASIL AYAKAN SKRIPSI FITRIA TSANI FARDA

SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA BUNGKIL INTI SAWIT HASIL AYAKAN SKRIPSI FITRIA TSANI FARDA SIFAT FISIK DAN KINERJA ENZIM MANNANASE PADA BUNGKIL INTI SAWIT HASIL AYAKAN SKRIPSI FITRIA TSANI FARDA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 SIFAT

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK JAGUNG, DEDAK PAD1 DAN POLLARD SKRIPSI HARIES IRAWAN

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK JAGUNG, DEDAK PAD1 DAN POLLARD SKRIPSI HARIES IRAWAN KARAKTERISTIK SIFAT FISIK JAGUNG, DEDAK PAD1 DAN POLLARD SKRIPSI HARIES IRAWAN PROGRAM STUD1 NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN HARIES IRAWAN. D24102024.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FAUZAN LATIEF.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SERANGAN SERANGGA DAN SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BERBENTUK CRUMBLE SKRIPSI DIMAR WIGATI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di Laboratorium Bioproses dan Pasca Panen dan Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN PROSES KERJA HULLER TERHADAP SIFAT FISIK DEDAK PADI DI KECAMATAN GEBANG, KABUPATEN CIREBON SKRIPSI

PENGARUH PERBEDAAN PROSES KERJA HULLER TERHADAP SIFAT FISIK DEDAK PADI DI KECAMATAN GEBANG, KABUPATEN CIREBON SKRIPSI PENGARUH PERBEDAAN PROSES KERJA HULLER TERHADAP SIFAT FISIK DEDAK PADI DI KECAMATAN GEBANG, KABUPATEN CIREBON SKRIPSI ARYONO PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam 13 BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Pollard Fermentasi Dalam Pellet Terhadap Serat Kasar dan Kualitas Fisik Pellet dilaksanakan pada bulan Juli 2014 di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu 28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para peternak selayaknya memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan produk sampingan olahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia. Selain menghasilkan produksi utamanya berupa minyak sawit dan minyak inti sawit, perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1) : 18-24 (2013) ISSN : 2337-9294 UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO The Physical Characteristic and Storage Capacity of Wafer Complete

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang

BAB III MATERI DAN METODE. Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2016 dikandang 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemberian Tepung Daun Ubi Jalar Fermentasi dalam Ransum terhadap Massa Kalsium dan Protein Daging pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013 Dari bermacam-macam limbah pertanian yang mempunyai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Kambing Perah milik Yayasan Pesantren Darul Falah Ciampea dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN

PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PENGARUH PENAMBAHAN AIR PANAS DAN PEREKAT BENTONIT TERHADAP SIFAT FISIK RANSUM BROILER STARTER BENTUK CRUMBLE SKRIPSI SUBHAN ZAIN PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

SKRIPSI HIMAYA HIDAYATI

SKRIPSI HIMAYA HIDAYATI KARAKTERISASI STANDAR MIKROSKOPIS BAHAN PAKAN SUMBER ENERGI (JAGUNG GILING, DEDAK PADI DAN POLLARD) SEBAGAI METODE ALTERNATIF PENGUJIAN KUALITAS BAHAN PAKAN SKRIPSI HIMAYA HIDAYATI PROGRAM STUDI NUTRISI

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah: Wafer Pakan (Feed Wafer) Roti/Wafer pakan merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga kontinuitas ketersediaan pakan ternak, terutama pada musim kemarau. Stevent

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

Feed Physical Properties. Anuraga Jayanegara

Feed Physical Properties. Anuraga Jayanegara Feed Physical Properties Anuraga Jayanegara Feed evaluation A. Physical evaluation --> bulk density, sensory (organoleptic) analysis B. Chemical evaluation --> proxymate analysis, Van Soest s analysis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung, 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Konsentrat Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT DAN AIR PANAS PADA SIFAT FISIK RANSUM BENTUK PELET SKRIPSI EDO JENDRA ESA ROZY

PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT DAN AIR PANAS PADA SIFAT FISIK RANSUM BENTUK PELET SKRIPSI EDO JENDRA ESA ROZY PENGARUH PENAMBAHAN BENTONIT DAN AIR PANAS PADA SIFAT FISIK RANSUM BENTUK PELET SKRIPSI EDO JENDRA ESA ROZY PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

VOLUME, DENSITAS, BAHAN PADAT DAN CAIR SERTA POROSITAS

VOLUME, DENSITAS, BAHAN PADAT DAN CAIR SERTA POROSITAS VOLUME, DENSITAS, BAHAN PADAT DAN CAIR SERTA POROSITAS 1 VOLUME dan KERAPATAN MASSA (DENSITAS) Penting dalam : Evaluasi kemasakan buah Evaluasi produk (kacang-kacangan) densitas kemasakan Dll Masalah dalam

Lebih terperinci

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46 Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak. Kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem produksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelurahan Limba B Kecamatan Kota selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan November

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan Peternakan, analisis silase dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni

BAB III MATERI DAN METODE. Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe dalam Ransum terhadap Sifat Fisik Daging Puyuh Jantan dilaksanakan bulan Juni Agustus 2016 di kandang Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ayam Pakan merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan,ataupun bahan lain yang diberikan kepada ternak. Pakan tersebut diberikan kepada ayam dalam

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian tepung keong mas (Pomacea

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian tepung keong mas (Pomacea 50 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian tepung keong mas (Pomacea canaliculata) dan tepung paku air (Azolla pinnata) terfermentasi terhadap produktivitas,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai frekuensi penyajian ransum yang berbeda terhadap kualitas daging ayam kampung super dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2015 sampai dengan 3 Maret 2016

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Pelaksanaan pembuatan silase dilakukan di Desa Tuah Karya Ujung Kecamatan

III. MATERI DAN METODE. Pelaksanaan pembuatan silase dilakukan di Desa Tuah Karya Ujung Kecamatan III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2015. Pelaksanaan pembuatan silase dilakukan di Desa Tuah Karya Ujung Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Teoung Limbah Rumput Laut Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix japonica) Jantan Umur 10 Minggu.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. complete feed eceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan kemasan silo berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. complete feed eceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan kemasan silo berbeda 23 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang kandungan gula pereduksi dan total asam pada silase complete feed eceng gondok (Eichhornia crassipes) dengan kemasan silo berbeda dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Waktu, Lokasi Pengambilan Tanah Gambut dan Tempat Penelitian Bahan gambut berasal dari Kabupaten Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Siak, dan Kampar, Provinsi Riau dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci