BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai jenis obat modern yang baru, belakangan ini terdapat kecenderungan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai jenis obat modern yang baru, belakangan ini terdapat kecenderungan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah banyaknya jenis obat modern di pasaran dan munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, belakangan ini terdapat kecenderungan global untuk kembali ke alam (back to nature). Beberapa hal yang mendorong masyarakat untuk menggunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat sintetis tertentu dan banyaknya efek samping yang timbul (Pramono, S., 2002). Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu dilestarikan, diteliti dan dikembangkan. Penelitian obat tradisional Indonesia mencakup penelitian obat herbal baik tunggal maupun dalam bentuk ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selama ini meliputi penelitian budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas, farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik (Dewoto, 2007). Tanaman dalam genus Artocarpus (Moraceae) terdiri dari sekitar 50 spesies pohon evergreen (hijau sepanjang tahun) dan pohon yang berganti daun (gugur). Tanaman genus Artocarpus cukup penting sebagai sumber buah yang dapat dimakan dan penghasil kayu yang baik. Beberapa tanaman Artocarpus yang tersebar di Indonesia antara lain: sukun (A. altilis (Park.) Fosberg), cempedak (Artocarpus chempeden Spreng.), dan nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.). Dalam pengobatan tradisional, sukun digunakan bagian daging buahnya sebagai tonik untuk hati dan daunnya untuk sirosis hati, hipertensi, dan diabetes; cempedak 1

2 2 (Artocarpus chempeden Spreng.) bagian bijinya digunakan untuk mengobati diare dan akarnya untuk meredakan demam pada malaria; (Jagtap & Bapat, 2010). Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) merupakan salah satu tanaman yang tersebar luas di berbagai daerah tropis, terutama di Asia Tenggara. Nangka adalah salah satu tanaman terbanyak yang terdapat di pekarangan rumah dan boleh jadi adalah tanaman yang paling tersebar luas dan paling bermanfaat dalam genus Artocarpus. Daging buah dan biji dapat dimakan, buah muda dibuat sayur. Kayu dipakai untuk bahan bangunan, getah digunakan sebagai perekat untuk menangkap burung, dan untuk makanan ternak, serta batang dan kulit kayu mengandung zat warna yang dapat digunakan untuk mewarnai makanan atau bahan pakaian. Bagianbagian dari nangka termasuk kulit pohon, akar, daun, dan buah dikaitkan dengan khasiatnya untuk kesehatan (Elevitch & Manner, 2006). Bagian-bagian dari tanaman A. heterophyllus biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit, antara lain: daun digunakan untuk mengaktifkan susu pada wanita dan hewan, antisifilis, menghilangkan ulcer dan luka, serta sebagai obat cacing; akar digunakan untuk meringankan diare dan demam, kayu mempunyai efek sedatif (Khan, Omoloso, & Kihara, 2003), buah muda sebagai astringen; buah matang sebagai demulsen, nutrisi, dan laksatif (Lim, T. K., 2012). Flavonoid diketahui memiliki banyak keuntungan untuk kesehatan, termasuk sebagai antioksidan, anti inflamasi, antivirus, serta antikanker. Telah dilaporkan bahwa kayu nangka mengandung berbagai senyawa flavonoid yang diantaranya berpotensi sebagai antikanker serta sebagai pemutih kulit (whitening

3 3 agent). Hal ini mendorong banyak peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kayu nangka. Dalam analisis flavonoid, berbagai metode isolasi dari bahan alam dapat diaplikasikan dan pemanfaatannya tergantung pada bahan alam yang akan diekstraksi. Adanya karbohidrat dan atau senyawa lipofilik dapat mempengaruhi profil komposisi kualitatif dan kuantitatif flavonoid serta turunannya dari ekstrak yang diperoleh. Hal-hal di atas perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode untuk persiapan sampel dan ekstraksi, dalam banyak kasus diperlukan perlakuan tambahan dengan Solid-Phase Extraction (SPE) dari sampel yang diambil (Grotewold, 2006). Pemilihan metode ekstraksi dan pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam pembuatan ekstrak untuk sediaan obat tradisional. Ketepatan penggunaan pelarut dapat mempengaruhi efek yang diharapkan karena zat aktif yang terlarut berkaitan dengan pelarut yang digunakan tersebut(departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Metode ekstraksi sederhana yang sering digunakan termasuk untuk penelitian diantaranya, maserasi, perkolasi, namun tidak menutup kemungkinan dilakukan secara infundasi. Pelarut yang dapat digunakan adalah etanol, air, dan campurannya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Fraksinasi sering dilakukan pada ekstrak kental yang diperoleh dari proses ekstraksi. Fraksinasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kadar zat yang diinginkan dalam ekstrak. Penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui metode ekstraksi yang menghasilkan kadar zat aktif paling tinggi. Dasar inilah yang mendorong peneliti

4 4 melakukan penelitian agar didapatkan data ilmiah mengenai metode ekstraksi yang menghasilkan kadar flavonoid total paling tinggi sehingga dapat dijadikan acuan dalam memilih metode ekstraksi untuk pelaku usaha obat tradisional yang menggunakan flavonoid dari kayu nangka. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kadar flavonoid total ekstrak kental kayu nangka yang diperoleh melalui ekstraksi secara maserasi lebih tinggi dibandingkan kadar flavonoid total ekstrak kental kayu nangka yang diperoleh melalui ekstraksi secara infundasi? 2. Apakah fraksi etanol dari ekstrak dekokta kayu nangka memiliki kadar flavonoid total yang lebih tinggi daripada ekstrak kental hasil maserasi? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Metode yang menghasilkan kadar flavonoid lebih tinggi dari ekstrak kayu nangka antara metode maserasi dan infundasi. 2. Pengaruh fraksinasi menggunakan etanol terhadap kadar flavonoid ekstrak kayu nangka hasil infundasi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai metode yang menghasilkan kadar flavonoid lebih tinggi dari ekstrak kayu nangka antara metode maserasi dan infundasi. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk

5 5 pemilihan metode ekstraksi yang digunakan bagi industri yang memproduksi obat tradsional dengan kayu nangka sebagai bahan utamanya. E. Tinjauan Pustaka 1. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) a. Taksonomi dan Nama Daerah Klasifikasi Ilmiah Kerajaan : Plantae Divisi Kelas Ordo Suku Genus Spesies : Tracheophyta : Magnoliopsida : Rosales : Moraceae : Artocarpus : Artocarpus heterophyllus Lam. ( ITIS (Integrated taxonomic information system), 2015) b. Nama daerah Aceh: Pana, Panah, Panaih, Panas; Sunda: Nangka; Jawa: Nongka; Bali: Nangka; Bima: Nangga, Nanga; Sumba: Nangka, Nanga; Sulawesi Utara: Nangga; Seram Barat: Nongga; Seram Timur: Tehele kaolin; Irian Jaya: Naknak, Krour; Halmahera Utara: Naka; Ternate Tidore : Naka (Heyne, K., 1987)

6 6 Gambar 1. Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) (Elevitch & Manner, 2006) c. Morfologi 1) Ukuran dan bentuk: Nangka tumbuh sepanjang tahun, tinggi 8-25 m (26-82 kaki) dan diameter batang cm (12-32 inci). Seluruh bagian pohon akan mengeluarkan getah putih ketika dilukai. 2) Bunga: Berumah satu, alat reproduksi jantan dan betina pada satu pohon. 3) Daun: Daun berwarna hijau tua, berseling, mengkilap, kasar, kaku, besar (panjang sampai 16 cm), berbentuk elips sampai oval. Bentuk daun muda sangat lobe (menjorok). 4) Buah: Buah nangka relatif besar dan berbiji banyak. Kulitnya berduri lunak. Setiap biji dibalut oleh daging buah (endokarp) dan dami (eksokarp) yang mengandung gelatin. Buah nangka merupakan buah majemuk yakni berbunga banyak dan tersusun tegak lurus pada tangkai buah, membentuk bangunan besar yang kompak, dan bentuknya bulat hingga bulat lonjong.

7 7 Kulit buah berwarna hijau hingga kuning kemerahan. Daging buah tipis hingga tebal. Setelah matang, daging buah berwarna kuning merah, lunak, manis dan aroma spesifik. Pohon nangka berakar tunggang dengan akar samping yang kuat dan dalam (Sunarjono 2010). 5) Biji: Berwarna cokelat terang sampai cokelat; bulat; panjang 2-3 cm dengan diameter 1,15 cm; serta dilapisi membran berwarna keputihan. 6) Perakaran nangka memiliki akar tunggang yang kuat (Elevitch & Manner, 2006). 7) Kayu: Sifat-sifat kayu nangka yaitu agak berat, agak keras atau keras, agak padat atau padat, serat agak kasar atau kasar, warna kuning sitrun mengkilat, warna akhirnya menjadi cokelat; kayu sukar dibelah, tetapi mudah dikerjakan, mudah diserut, dibubut, dan digilapkan (Heyne, K., 1987). d. Sinonim Artocarpus integrifolia var. heterophylla (Lam.) Pers., Artocarpus brasiliensis Gomez, Artocarpus heterophylla Lam., Artocarpus integrifolia auct., Artocarpus integrifolia sensu Trimen non. L. f., Artocarpus integrifolia var. glabra Stokes, Artocarpus jaca Lam., Artocarpus maxima Blanco, Artocarpus philippinensis Lam., Polyphema jaca Lour., Saccus cauliflorum Gaertn., Tsjaka-maram Rheede (Lim, T. K., 2012). e. Kegunaan Kayu nangka memiliki efek sedatif untuk kejang dan empulur kayunya dapat mendorong aborsi. Serbuk dan serpihan dari inti kayu nangka digunakan sebagai pewarna kain sutera (Morton, J., 1987).

8 8 Di Jawa, kayu nangka banyak digunakan untuk membuat tiang bangunan, kentongan, dan lesung. Kayu tersebut baik sekali untuk membangun rumah dan membuat mebel (Heyne, K., 1987). f. Kandungan Kimia Wong dkk. (1992) menemukan bahwa buah nangka mengandung 45 senyawa volatil dan 32 diantaranya belum pernah dilaporkan. Proporsi besar dari ester (31,9%) dalam senyawa-senyawa volatil tersebut berperan penting terhadap rasa buah nangka. Selain itu, buah nangka merupakan sumber provitamin A karotenoid, meskipun tidak sebaik papaya (Lim, T. K., 2012). Bijinya kaya protein, kandungan proteinnya lebih tinggi daripada protein hewani seperti daging dan ikan laut (Ajayi, 2008). Zat ekstraktif pada kayu nangka didominasi oleh senyawa semi polar yang terlarut dalam etil asetat seperti alkaloid, aglikon, terpenoid, flavonoid, dan glikosida (Amilya, 2014). Kayu nangka mengandung beberapa zat warna flavon (Dave dan Venkataraman, 1956; Dave dkk., 1960, 1961; Rao dkk., 1973) dan flavonoid yang memiliki aktivitas pemutih kulit (Arung dkk., 2006). Telah dilaporkan bahwa kayu nangka mengandung senyawa flavonoid, antara lain: morin, dihidromorin, sinomakurin, artokarpin, isotokarpin, sikloartokarpin, artokarpesin, oksidihidroartokarpesin, artokarpetin, norartokarpetin, sikloartinon, artokarpenon, kudraflavon C, 6-prenilapigenin, kuwanon C, norartokarpin, albanin A, kudraflavon B, brosimon I, artokarpanon, dan 3-prenil luteolin (Dave dan Venkataraman, 1956; Dave dkk., 1960; Rao dkk., 1973; Lim, 2012). Artokarpanon dilaporkan dapat menghambat aktivitas

9 9 tirosinase jamur dan produksi melanin pada sel melanoma B16. Artokarpin, kudraflavon C, 6-prenilapigenin, kuwanon C, norartokarpin, dan albanin A yang diisolasi dari kayu nangka dapat menghambat biosintesis melanin pada sel melanoma B16 dengan sedikit bahkan tanpa sitotoksisitas (Arung dkk., 2006). 2. Ekstraksi Proses penyarian tumbuhan pada dasarnya dibedakan menjadi dua fase, yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi. Fase pencucian merupakan fase pertama dalam penyarian karena sebagian bahan aktif akan berpindah ke dalam bahan pelarut. Semakin halus serbuk simplisia maka akan semakin optimal pula jalannya proses pencucian ini. Pada fase ekstraksi terjadi peristiwa pendesakan bahan pelarut untuk melarutkan komponen dalam sel yang tidak terluka. Mengalirnya bahan pelarut ke dalam ruang sel akan mengakibatkan pembengkakan protoplasma, dan terlarutnya bahan kandungan sel sesuai dengan kelarutannya (Voigt, R., 1994). Prinsip ekstraksi adalah pelarutan/pengikatan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Jenis dan mutu pelarut yang digunakan sangat menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkan, mempunyai titik didih yang rendah, murah, dan tidak toksik (Ketaren, S., 1986). Senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, dan flavonoid. Bila sudah diketahui senyawa aktif yang dikandung oleh simplisia tersebut, akan mempermudah dalam

10 10 pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Cara penyarian yang sering dilakukan ada 4, yaitu infundasi, maserasi, perkolasi, dan sokletasi. Metode ekstraksi yang paling sederhana dan banyak dilakukan oleh masyarakat adalah infundasi dan maserasi. a. Infundasi merupakan proses penyarian yang umum digunakan untuk menyari zat aktif yang larut dalam air. Penyarian dengan cara ini akan menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga sari yang diperoleh dengan cara infundasi tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90ᴼC selama 15 menit. Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90ᴼC selama 30 menit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). b. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Keuntungan cara ini adalah cara pengerjaan dan peralatannya sederhana, meskipun demikian ada juga kerugiannya, yaitu waktu pengerjaannya relatif lebih lama dan penyariannya kurang sempurna (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Maserasi merupakan cara yang paling sederhana karena simplisia yang telah diserbukkan dengan derajat halus tertentu hanya perlu direndam dalam cairan penyari selama waktu yang telah ditentukan dalam suatu wadah yang terlindung dari sinar matahari langsung untuk menghindari terjadinya reaksi

11 11 yang dikatalisis oleh cahaya dan juga untuk menghindari terjadinya perubahan warna (Voigt, R., 1994). Alat yang dibutuhkan untuk melakukan maserasi adalah bejana dan pengaduk. Bejana digunakan sebagai wadah dalam proses perendaman simplisia oleh cairan penyari. Untuk simplisia yang mengandung senyawasenyawa yang memiliki gugus ortodihidroksi atau hidroksikarbonil harus menggunakan baja yang tahan karat atau bahan logam lain yang dilapisi . Hal ini bertujuan untuk mencegah terbentuknya kompleks antara logam berat dengan senyawa-senyawa yang memiliki gugus ortodihidroksi atau hidroksikarbonil. Pengaduk digunakan untuk mengaduk rendaman simplisia agar gradien konsentrasi tetap terjaga. Pengadukan dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan pengaduk mekanik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). 3. Fraksinasi Fraksinasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak dikehendaki tanpa berpengaruh pada senyawa yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni yang mengandung senyawa yang dikehendaki. Pemilihan pelarut didasarkan pada senyawa yang dikehendaki (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000). 4. Flavonoid a. Kerangka dasar dan pengertian flavonoid Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik

12 12 yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, K.R., 1988). Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzen tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon : Gambar 2. Kerangka Flavonoid (Robinson, T., 1995) Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzena. Sistem penomoran untuk turunan flavonoid diberikan di bawah: Gambar 3. Sistem penomoran turunan flavonoid (Robinson, T., 1995) Diantara flavonoid khas yang mempunyai kerangka seperti di atas berbagai jenis dibedakan berdasarkan tahanan oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3. Flavanon Flavon Flavonol

13 13 Katekin Flavanonol Leukoantosianidin Antosianidin Gambar 4. Flavonoid dikelompokkan berdasarkan rantai C3 (Robinson, T., 1995) Auron dan khalkon juga tersusun atas kerangka karbon C6-C3-C6 sehingga termasuk senyawa flavonoid dan dimasukkan ke dalam golongan flavonoid minor (Grotewold, 2006). Flavonoid terdistribusi luas pada makanan dan minuman yang berasal dari tanaman seperti buah-buahan, sayuran, teh, kakao, dan anggur. Diketahui bahwa kuersetin adalah komponen yang paling banyak ditemukan pada makanan dari berbagai flavonoid yang tergolong sebagai flavonol dan flavon (Grotewold, 2006). Gambar 5. Struktur kimia kuersetin (Andersen & Markham, 2006) Kuersetin bersama flavonoid lain yaitu kaempferol, miristin, apigenin, dan luteolin, memiliki aktivitas antioksidan di berbagai studi in vitro (Peterson & Dwyer, 1995). Selain itu, kuersetin juga diketahui dapat menghambat oksidasi

14 14 LDL (Low Density Lipoprotein) sehingga menghambat agregasi platelet secara in vitro (Hertog dkk., 1997). b. Flavonoid pada kayu nangka Beberapa zat warna flavon telah diisolasi dari kayu nangka, yaitu morin (11), dihidromorin, sinomakurin, artokarpin, isotokarpin, sikloartokarpin, artokarpesin, oksidihidroartokarpesin, artokarpetin, norartokarpetin, sikloartinon, artokarpenon (Dave dan Venkataraman, 1956; Dave dkk., 1960, 1961; Rao dkk., 1973). Arung dkk. (2010) mengisolasi senyawa dari kayu nangka: artokarpin (1); kudraflavon C (2); 6-prenilapigenin (3); kuwanon C (4); norartokarpin (5); albanin A (6); kudraflavon B (7); brosimon I (8); artokarpanon (9); 2,4 - dihidroksiflavon (10), dan morin (11).

15 15 c. Penyarian dan pemisahan flavonoid Gambar 6. Struktur senyawa 1-11 (Arung dkk., 2010) Menurut Harborne (1996), idealnya untuk analisis fitokimia harus digunakan jaringan tumbuhan yang segar. Beberapa menit setelah dikumpulkan, bahan tumbuhan tersebut harus dimasukkan ke dalam alkohol mendidih. Bila bahan tidak tersedia, maka jaringan yang diambil segar harus disimpan kering di dalam kantung plastik, dan biasanya akan tetap dalam keadaan baik untuk dianalisis setelah beberapa hari dalam perjalanan. Dengan cara lain, tumbuhan dapat dikeringkan sebelum diekstraksi. Untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak, bahan harus dikeringkan secepat-cepatnya, lebih baik dengan aliran udara yang baik. Setelah

16 16 benar-benar kering, tumbuhan dapat disimpan sampai digunakan untuk analisis. Cara demikian telah dilakukan dengan berhasil pada analisis flavonoid, alkaloid, kuinon, dan terpenoid terhadap herbarium yang telah disimpan bertahun-tahun (Harborne, J. B., 1996). Macam ekstraksi yang tepat bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi (Harborne, J. B., 1996). Flavonoid mudah mengalami peruraian karena panas, kerja enzim, adanya air, dan ph. Oleh karena itu, beberapa usaha perlu dilakukan untuk menghindari perubahan molekul flavonoid pada proses isolasi. Diantaranya adalah segera memanasi bagian tanaman yang masih segar pada 50 0 C. Pemanasan dimaksudkan untuk mencegah aktivitas enzim, tetapi panas yang digunakan tidak terlalu tinggi. 5. Kromatografi Kromatografi adalah metode pemisahan komponen-komponen dalam campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen tersebut, yang dibawa oleh fase gerak, untuk melintasi fase diam (Skoog dkk., 2014). Keuntungan kromatografi lapis tipis dibandingkan metode kromatografi lainnya adalah lebih mudah dan lebih murah dibandingkan metode kromatografi lainnya; peralatannya lebih sederhana; banyak digunakan untuk tujuan analisis; identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet; pemisahan komponen dapat dilakukan secara menaik (ascending), menurun (descending)

17 17 atau dengan cara elusi dua dimensi; dan ketepatan penentuan kadar lebih baik karena komponen yang ditentukan adalah bercak yang tidak bergerak (Gandjar, I.G. & Rohman A., 2007). a. Fase diam Fase diam yang digunakan pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion, gel eksklusi, dan siklodestrin yang digunakan untuk pemisahan kiral (Gandjar, I.G. & Rohman A., 2007). 1) Silika Silika gel atau silika adalah penjerap yang paling sering digunakan untuk analisis fitokimia secara kromatografi lapis tipis, misalnya untuk determinasi komponen racun seperti asam aristolokik pada pengobatan tradisional Cina. Silika gel memiliki struktur ikatan silika dan oksigen (siloksan) dan pemisahan terjadi karena migrasi diferensial molekul sampel yang disebabkan oleh ikatan hidrogen, interaksi dipol-dipol dan interaksi elektrostatik dengan

18 18 silanol (Si-OH). Fase gerak pada silika gel biasanya lebih nonpolar dibandingkan silika gel yang bersifat polar, fase ini disebut fase normal (normal phase). (Waksmundzka-Hajnos dkk., 2008). Silika paling berguna untuk memisahkan aglikon yang kurang polar, misalnya isoflavon, flavonon, metil flavon, dan flavonol (Markham, K.R., 1988). 2) Selulosa Selulosa terdiri atas rantai panjang polimerisasi beta-glokopiranosa yang terhubung pada posisi 1-4. Mekanisme pemisahannya adalah partisi fase normal (normal phase) dengan menyerap air sebagai fase diam. Pemisahan fitokimia yang dapat dilakukan dengan menggunakan selulosa adalah untuk senyawa asam hidrosinamat ester, flavonol, glikosida, antosianin, aglikon flavon dan flavonon, saponin triterpenoid, dan glukosida iridoid (Waksmundzka-Hajnos dkk., 2008). Selulosa ideal untuk memisahkan glikosida yang satu dari glikosida yang lain, memisahkan glikosida dari aglikon, dan untuk memisahkan aglikon yang kurang polar. Selulosa sering digunakan untuk identifikasi flavonoid secara umum (Markham, K.R., 1988). b. Fase gerak Fase gerak yang digunakan untuk kromatografi lapis tipis harus memenuhi beberapa syarat. Fase gerak tidak boleh mempengaruhi secara kimiawi atau melarutkan fase diam karena akan merusak sistem kromatografi. Selain itu, fase gerak juga tidak boleh menghasilkan transformasi kimia dari

19 19 komponen senyawa yang dipisahkan. Fase gerak harus mudah dihilangkan dari fase diam atau penjerap dan harus sesuai dengan metode deteksinya. Umumnya, jika fase diam yang digunakan polar maka fase gerak yang digunakan sebaiknya nonpolar atau sedikit polar, sistem ini dinamakan sistem fase normal atau normal-phase (NP). Sebaliknya, bila fase diam bersifat nonpolar dan fase gerak polar, maka sistem ini disebut sistem fase terbalik atau reversed-phase (RP) (Waksmundzka-Hajnos dkk., 2008). Flavon dan flavonol termetilasi atau teretilasi memerlukan fase gerak yang bersifat nonpolar seperti, kloroform-metanol (15:1). Aglikon flavonoid seperti apigenin dan kuersetin dapat memakai fase gerak kloroform-metanol (96:4) atau fase gerak lain yang sifat kepolarannya sama (Andersen & Markham, 2006). c. Deteksi Metode deteksi pada kromatografi lapis tipis bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas, meningkatkan selektivitas, dan memberikan bukti mengenai kualitas pemisahan (Jork dkk., 1990). Deteksi secara visualisasi digunakan untuk senyawa yang tidak berwarna. Banyak senyawa akan mengabsorbsi cahaya UV atau berfluoresens saat tereksitasi oleh UV atau cahaya tampak walaupun kebanyakan memerlukan penyemprotan dengan reagen tertentu (Wall, P. E., 2005).

20 20 Tabel I. Reagen untuk deteksi flavonoid Reagen Preparasi AlCl 3 - Melarutkan 0,2-1 g Aluminium klorida dalam 100 ml etanol - Melarutkan 20 g Aluminium klorida dalam 100 ml etanol Uap amonia Larutan amonia (25%) Anilin-difenilamin-asam Asam fosfat 85%-asam asetat-anillindifenilamin(20 fosfat ml + 100mL + 5 ml + 5 g) Antimon(III) klorida Melarutkan 10 g antimon(iii) klorida dalam (reagen Carr-Price) kloroform atau karbon tetraklorida hingga 50 ml 2,4-dinitrofenilhidrazin Melarutkan 100 mg 2,4-dinitrofenilhidrazin dalam campuran 90 ml etanol dan 10 ml asam hidroklorid Asam difenilborat-2- Melarutkan 1 g asam difenilborat-2-aminoetil ester aminoetil ester dalam etanol hingga 100 ml Sitroborat Melarutkan 5 g asam sitrat dan 5 g asam borat dalam etanol hingga 100 ml (Jork dkk., 1990; Depkes RI, 2013) Beberapa flavonoid akan menunjukkan warna sebagai berikut ketika diamati di bawah sinar UV 366 nm: 1) Kuersetin, mirisetin, dan bentuk 3- dan 7-O-glikosidanya: jingga-kuning. 2) Kaempferol, isorhamnetin, dan bentuk 3- dan 7-O-glikosidanya: kuninghijau. 3) Luteolin dan bentuk 7-O-glikosidanya: jingga. 4) Apigenin dan bentuk 7-O-glikosidanya: kuning-hijau. (Andersen & Markham, 2006) 6. Spektrofotometri Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektroskopi serapan ultraviolet, cahaya tampak, inframerah, dan serapan atom (Depkes RI, 2013).

21 21 Pengukuran kuantitatif secara spektrofotometri ditetapkan dengan persamaan Lambert Beer sebagai berikut: A = abc Absorptivitas (a) merupakan suatu konstante yang tidak tergantung pada konsentrasi (c), tebal kuvet (b), dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar dan disimbolkan dengan dengan satuan M -1 cm -1 atau Liter.mol -1 cm -1. Jika c dinyatakan dengan persen berat/volume (g/100 ml) maka absorptivitas dapat ditulis dengan % dan juga seringkali ditulis dengan %. Nilai % merupakan absorbansi suatu senyawa yang diukur pada konsentrasi 1% b/v (1 g/100 ml) dan dengan kuvet yang mempunyai ketebalan 1 cm pada panjang gelombang dan pelarut tertentu. Cara lain untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linear yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar sampel (Gandjar, I.G. & Rohman A., 2007). Spektrofotometri UV-Vis telah lama digunakan dalam analisis flavonoid. Berbagai golongan flavonoid dapat diketahui dari spektra UV yang dihasilkan. Metode spektrofotometri UV-Vis banyak digunakan dalam analisis kuantitatif flavonoid, tetapi tidak banyak digunakan dalam analisis struktur karena informasi yang didapatkan lebih sedikit dibandingkan dengan metode spektrofotometri

22 22 NMR (Nuclear Magnetic Resonance) atau MS (Mass Spectrophotometry) (Andersen & Markham, 2006). F. Landasan Teori Prinsip ekstraksi adalah pelarutan/pengikatan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Salah satu kriteria pelarut yang akan digunakan yaitu harus dapat melarutkan zat yang diinginkan (Ketaren, S., 1986). Ekstraksi dengan metode infundasi menggunakan pelarut akuades (polar), sedangkan ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol (semi-polar). Kandungan kayu nangka yang dapat diekstraksi didominasi oleh senyawa semi polar yang terlarut dalam etil asetat seperti alkaloid, aglikon, terpenoid, flavonoid, dan glikosida (Amilya, 2014). Beberapa flavonoid yang telah berhasil diisolasi dari kayu nangka adalah artokarpanon, artokarpin, kudraflavon C, 6- prenilapigenin, kuwanon C, norartokarpin, dan albanin A (Arung dkk., 2006). Berdasarkan strukturnya, flavonoid pada kayu nangka lebih banyak yang berupa aglikon sehingga akan lebih larut dalam etanol 96% yang bersifat semipolar. Fraksinasi dengan etanol 96% terhadap ekstrak kental hasil infundasi kayu nangka akan menarik senyawa-senyawa flavonoid yang banyak berupa aglikon dan meninggalkan senyawa-senyawa selain flavonoid yang tidak diinginkan. Sehingga diharapkan akan didapatkan fraksi larut etanol dengan kadar flavonoid total yang lebih tinggi.

23 23 G. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Ekstrak kental hasil maserasi kayu nangka memiliki kadar flavonoid total lebih tinggi dibandingkan ekstrak kental hasil infundasi kayu nangka. 2. Fraksi etanol dari ekstrak kental hasil infundasi kayu nangka memiliki kadar flavonoid total ekuivalen kuersetin yang lebih tinggi dari ekstrak kental hasil maserasi kayu nangka.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyiapan sampel Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dalam keadaan basah yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg. Kulit buah naga merah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc) ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc) Zuhelmi Aziz*, Ratna Djamil Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,Jakarta 12640 email : emi.ffup@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127 UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) 852518 Surakarta 57127 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2006 / 2007 Mata Kuliah : Fitokimia II

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis pelarut terhadap kemampuan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less.) dalam menghambat oksidasi gula. Parameter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii DFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix PENDAHULUAN... 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 5 1.1. Klasifikasi Tanaman...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak jenis tumbuhan yang dapat tumbuh. Beberapa jenis tumbuhan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak jenis tumbuhan yang dapat tumbuh. Beberapa jenis tumbuhan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara beriklim tropis dengan tanahnya yang subur sehingga banyak jenis tumbuhan yang dapat tumbuh. Beberapa jenis tumbuhan memiliki khasiat sebagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Piroksikam 2.1.1 Sifat Fisikokimia Gambar 2.1.1 : Struktur Kimia Piroksikam Piroksikam merupakan salah satu obat analgesik yang mempunyai waktu paruh yang panjang. Piroksikam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 Gambar 12: Tumbuhan Patikan kebo (Euphorbia hirta L.) Gambar 13: Simplisia Herba Patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) Lampiran 3 Herba Patikan kebo Dicuci Ditiriskan lalu disebarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas sampel daun yang digunakan apakah benar merupakan daun ciplukan (Physalis angulatal), daun

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji determinasi di laboratorium Sistematika tumbuhan Fakultas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan uji determinasi di laboratorium Sistematika tumbuhan Fakultas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Sampel uji buah naga merah yang digunakan terlebih dahulu telah dilakukan uji determinasi di laboratorium Sistematika tumbuhan Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tingkat kematian akibat berbagai macam penyakit seperti serangan jantung, angina, gagal jantung, stroke, penuaan, kerusakan otak, penyakit ginjal, katarak,

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Klasifikasi Kacang Hijau Klasifikasi tanaman kacang hijau adalah sebagai berikut (Heyne, 1987 :1051) : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TIJAUA PUSTAKA 1.1 Glibenklamid Glibenklamid adalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3- sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro--[2-[4{{{(sikloheksilamino)

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR FLAVONOID TOTAL PADA RIMPANG, BATANG, DAN DAUN BANGLE (Zingiber purpureum Roscoe)

ANALISIS KADAR FLAVONOID TOTAL PADA RIMPANG, BATANG, DAN DAUN BANGLE (Zingiber purpureum Roscoe) ANALISIS KADAR FLAVONOID TOTAL PADA RIMPANG, BATANG, DAN DAUN BANGLE (Zingiber purpureum Roscoe) Irma Erika Herawati 1*, Nyi Mekar Saptarini 2, Nurussofiatur Rohmah Urip 1 1 Jurusan Farmasi Universitas

Lebih terperinci

DESTILASI SECARA UMUM

DESTILASI SECARA UMUM DESTILASI SECARA UMUM Disusun oleh : NANDA RISKI JANESTIA (1011101020034) FARHAN RAMADHANI (1011101010035) PADLI SYAH PUTRA (1111101010020) JAMNUR SAHPUTRA FAHMI SUHANDA (1211101010050) IBRAHIM (1111101010017)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama asing, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nama asing, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, nama asing, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta penggunaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua yang digunakan sebagai obat antidiabetik oral yang berperan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Glibenklamid merupakan salah satu senyawa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini di jaman yang sudah modern terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Rasa manis tentunya menjadi faktor utama yang disukai

Lebih terperinci

Agustiningsih. Achmad Wildan Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang. Mindaningsih Sekolah Menengah Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang

Agustiningsih. Achmad Wildan Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang. Mindaningsih Sekolah Menengah Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang Momentum, Vol. 6, No. 2, Oktober 2010 : 36-41 Agustiningsih Achmad Wildan Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang Mindaningsih Sekolah Menengah Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang OPTIMASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Maksud penelitian, (5) Manfaat penelitian, (6) Kerangka Berpikir, (7) Hipotesa

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU SAWO (HELIXANTHERE SP) HASIL EKSTRAKSI SOXHLETASI DAN PERKOLASI 1 Mauizatul Hasanah, 2 Febi

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii PENDAHULUAN... 1 BAB I. TINJAUAN PUSTAKA... 3 1.1. Tinjauan Tumbuhan...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENDINGINAN TERHADAP RENDEMEN DAN KEMURNIAN ALFA MANGOSTIN DARI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.

PENGARUH LAMA WAKTU PENDINGINAN TERHADAP RENDEMEN DAN KEMURNIAN ALFA MANGOSTIN DARI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn. PENGARUH LAMA WAKTU PENDINGINAN TERHADAP RENDEMEN DAN KEMURNIAN ALFA MANGOSTIN DARI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) SKRIPSI Oleh : NOERMALINDA PERMATA SARI K 100 060 086 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tumbuhan Kenikir 1.1.1 Klasifikasi Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Sinonim : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asterales : Asteraceae : Cosmos : Cosmos

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci