FEASIBILITY COMMON CURRENCY PADA ASEAN+6: ANALISIS GENERALIZED PURCHASING POWER PARITY DAN KONVERGENSI KURS ANGGA FEBRIAWAN PUTRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FEASIBILITY COMMON CURRENCY PADA ASEAN+6: ANALISIS GENERALIZED PURCHASING POWER PARITY DAN KONVERGENSI KURS ANGGA FEBRIAWAN PUTRA"

Transkripsi

1 FEASIBILITY COMMON CURRENCY PADA ASEAN+6: ANALISIS GENERALIZED PURCHASING POWER PARITY DAN KONVERGENSI KURS ANGGA FEBRIAWAN PUTRA DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Feasibility Common Currency pada ASEAN+6: Analisis Generalized Purchasing Power Parity dan Konvergensi Kurs adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Angga Febriawan Putra H

4 ABSTRAK ANGGA FEBRIAWAN PUTRA. Feasibility Common Currency pada ASEAN+6: Analisis Generalized Purchasing Power Parity dan Konvergensi Kurs. Dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI. Semakin dalamnya integrasi ekonomi di kawasan ASEAN+6, memunculkan gagasan untuk membentuk common currency di kawasan ini. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis feasibility untuk membentuk common currency di kawasan ASEAN+6 serta menentukan mata uang yang cocok digunakan sebagai common currency. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series bulanan periode Januari 2000 sampai Juni Pendekatan Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) dengan menggunakan analisis Vector Error Correction Model (VECM) dilakukan untuk menjawab tujuan yang pertama. Hasil penelitian menunjukkan validitas dari G-PPP dan Optimum Currency Area di kawasan ASEAN+6. Oleh karena itu, ASEAN+6 sebagai suatu kesatuan mulai dapat melakukan persiapan untuk melakukan penyatuan mata uang secara bertahap. Selanjutnya, analisis kedua yaitu analisis konvergensi kurs dilakukan untuk menentukan mata uang yang cocok digunakan sebagai common currency. Pada analisis ini dilakukan pengujian terhadap Dollar Amerika, Yuan China, dan Yen Jepang. Pemilihan ketiga mata uang tersebut didasarkan pada penelitian-penelitian terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergerakan bersama mata uang negara ASEAN+6 memiliki hubungan yang kuat dengan Dollar Amerika Serikat dibandingkan dengan Yuan China dan Yen Jepang. Lebih jauh lagi, penelitian ini menyarankan penggunaan Yuan China sebagai common currency di kawasan ASEAN+6. Kata kunci: ASEAN+6, G-PPP, Konvergensi Kurs, OCA, Real Exchange Rate, VECM ABSTRACT ANGGA FEBRIAWAN PUTRA. Feasibility Common Currency of ASEAN+6: Analysis of Generalized Purchasing Power Parity and Exchange Rate Convergence. Supervised by LUKYTAWATI ANGGRAENI. Deepening economic integration in ASEAN+6, bring up the idea to form a common currency in this region. Therefore, this study aims to analyze the feasibility to establish a common currency in ASEAN+6 and determine the appropriate currency used as a common currency. The data used in this study are monthly time series data from January 2000 to June Generalized Approach Purchasing Power Parity (G-PPP) analysis using the Vector Error Correction Model (VECM) method was conducted to answer the first goal. The results show the validity of the G-PPP and Optimum Currency Area in ASEAN+6. Therefore, ASEAN+6 as a whole, could make preparations to conduct monetary union step by step. Subsequently, a second analysis is exchange rate convergence analysis, which is to determine which currency is suitable to be used as a common currency in this region. In this analysis U.S. Dollar, Chinese Yuan, and Japanese Yen are

5 used as based currencies. The selection of those currencies were based on previous studies. The results show that the co-movements of ASEAN+6 countries currency have a strong relationship with U.S. Dollar compared to Chinese Yuan and Japanese Yen. Furthermore, this study suggests the use of China's Yuan as a common currency in ASEAN+6. Keywords: ASEAN+6, G-PPP, Kurs Convergence, OCA, Real Exchange Rate, VECM

6

7 FEASIBILITY COMMON CURRENCY PADA ASEAN+6: ANALISIS GENERALIZED PURCHASING POWER PARITY DAN KONVERGENSI KURS ANGGA FEBRIAWAN PUTRA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Feasibility Common Currency pada ASEAN+6 : Analisis Generalized Purchasing Power Parity dan Konvergensi Kurs Nama : Angga Febriawan Putra NIM : H Disetujui oleh Lukytawati Anggraeni, Ph.D. Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dedi Budiman Hakim, Ph.D. Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah analisis optimum currency area, dengan judul Feasibility Common Currency pada ASEAN+6: Analisis Generalized Purchasing Power Parity dan Konvergensi Kurs. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ibu Saridaya, Ayah Agus Toni, adik dari penulis Anggi Apriyanti dan Lukman Nur Hanif serta seluruh keluarga yang senantiasa salalu mendoakan, serta dukungannya dalam memotivasi penulis. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak atas bimbingan, dukungan, dan masukannya kepada: 1. Ibu Lukytawati Anggraeni, Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi, atas transfer ilmu, bimbingan, dan arahan yang sangat berharga pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Alla Asmara selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak saran yang membangun demi kebaikan karya ini. 3. Ibu Laily Dwi Arsyianti, M.Sc selaku komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan terkait tata cara penulisan yang baik. 4. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. 5. Sahabat-sahabat terdekat, Afanina Meithasari, Ayu Frianka, Rengganis Risky, Penny Septina, Erlangga Ryansha, Okviyesha Hasislam, Nurjaelani Sidiq, dan Desi Kristiani yang telah meberikan dukungan tanpa henti terhadap penulis. 6. Teman-teman satu bimbingan, Dara Ayu, Nadila A., Aldesta N., Iin Z., M. Haris, Astika S., dan Ayu Widya yang telah memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi, dan dukungannya pada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Teman-teman Ilmu Ekonomi 47 terima kasih atas segala persahabatan, kenangan, perjuangan, dan asa untuk mencapai tujuan. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2014 Angga Febriawan Putra

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 TINJAUAN PUSTAKA 5 Integrasi Ekonomi 5 Optimum Currency Area (OCA) 7 Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) 8 Konvergensi Kurs 9 Penelitian Terdahulu 9 Kerangka Pemikiran 11 Hipotesis Penelitian 12 METODE 13 Jenis dan Sumber Data 13 Variabel dan Definisi Operasional 13 Metode Analisis dan Pengolahan Data 13 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 Gambaran Umum Variabel yang Digunakan dalam Penelitian 16 Analisis Feasibility Common Currency pada ASEAN+6 18 Analisis Konvergensi Kurs pada ASEAN+6 23 SIMPULAN DAN SARAN 26 Simpulan 26 Saran 26 DAFTAR PUSTAKA 26 RIWAYAT HIDUP 39

12 DAFTAR TABEL 1 Tahapan integrasi ekonomi Bela Balasaa 6 2 Manfaat dan biaya penerapan konsep OCA 7 3 Persyaratan Optimum Currency Area (OCA) 8 4 Hasil uji stasioneritas data 19 5 Indikator kunci makroekonomi pada negara kawasan ASEAN+6 tahun Hasil uji kointegrasi multivariate Johansen 21 7 Hasil dari estimasi Vector-Error Correction 22 8 Co-Movement nilai tukar terhadap USD, JPY, dan CNY periode 2000:1-2012: Hasil dari pengujian untuk Converging Trends (Ψ) periode 2000:1-2012:6 25 DAFTAR GAMBAR 1 Tingkat pertumbuhan ekonomi negara kawasan ASEAN+6 tahun Kerangka Pemikiran 12 3 Pergerakan nilai tukar nominal negara Advanced ASEAN+6 periode Pergerakan nilai tukar nominal negara Developing ASEAN+6 periode Perkembangan CPI negara Advanced ASEAN+6 periode Perkembangan CPI negara Developing ASEAN+6 periode DAFTAR LAMPIRAN 1 Kestasioneran data semua variabel penelitian pada analisis feasibility common currency di ASEAN Hasil dari Uji ADF terhadap residual dari estimasi nilai tukar bilateral 38

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Regionalisasi merupakan konsep baru dari proses integrasi ekonomi selain globalisasi ekonomi. Konsep ini menitikberatkan pada pergeseran ekonomi politik dunia ke arah persaingan yang berbasis kompetisi antara blok-blok regional. Jenis integrasi ekonomi ini biasanya dilandasi oleh kedekatan geografis dan historis serta hubungan ekonomi antar negara di suatu kawasan. Semakin berkembangnya konsep regionalisasi ekonomi, melahirkan berbagai organisasi maupun bentuk kerja sama ekonomi regional. Sebagai contoh, di belahan Amerika Utara muncul North America Free Trade Area (NAFTA), di Eropa muncul European Union, di Asia Tenggara muncul ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan terakhir adalah Asia Pasific Economic Cooperation (APEC). Berkaitan dengan regionalisasi ekonomi, ASEAN muncul sebagai wadah integrasi ekonomi dengan pasar yang potensial. ASEAN dalam berbagai hal telah berhasil memanfaatkan peluang pasar internasional, sehingga memungkinkan semakin mantapnya jalinan perekonomian ASEAN dengan perekonomian dunia. Langkah penting yang diambil selama kerja sama ASEAN adalah pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992, yang semakin memperlancar arus kerja sama perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Pada perkembangannya, kerja sama ASEAN tidak hanya sebatas antar sesama negara anggota saja. Melihat keadaan ekonomi yang semakin mengglobal, ASEAN membuka peluang kerja sama dengan negara lainnya. Salah satu peristiwa penting yang menandakan terdapatnya kerja sama ASEAN dengan negara lain adalah dibentuknya Chiang Mai Initiative (CMI) pada bulan Mei 2000 terkait Bilateral Swap Agreement (BSA) yang menandai terobosan lain dari upaya Asia Timur dalam hal kerjasama moneter. Selanjutnya, negara-negara ASEAN+3 (ASEAN, China, Jepang, dan Korea Selatan) sepakat untuk memperpanjang CMI dan mendirikan Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) Agreement yang resmi diluncurkan pada Maret Melalui peresmian CMIM ini, menandakan terdapatnya komitmen yang kuat di antara negara-negara ASEAN+3 untuk melakukan integrasi keuangan yang lebih mendalam (Sun dan Simons, 2011). Kerja sama ASEAN dengan wilayah Asia lainnya juga terjadi dengan India. Kerja sama ini diawali sejak ditandatanganinya Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India pada tanggal 8 Oktober Bahkan dalam perkembangannya, India memiliki peran penting dalam program-program ASEAN seperti sebagai lima negara donor utama dalam program Initiative for ASEAN Integration (IAI). Bentuk kerja sama ASEAN juga terjadi dengan negara-negara di benua lain. Pada tanggal 27 Februari 2009 dilakukan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke 14 di Hua Hin, Thailand yang melahirkan kesepakatan ASEAN, Australia, New Zealand Free Trade Area (AANZFTA). Kedepannya telah disepakati untuk melakukan integrasi keuangan dan moneter yang lebih mendalam di antara negara-negara tersebut (Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, 2011).

14 2 Melihat perkembangan kerja sama ekonomi di kawasan ASEAN yang semakin mendalam, terlebih kawasan ekonomi ASEAN memiliki nilai strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Asia maupun dunia, maka muncul gagasan untuk melanjutkan proses integrasi ekonomi ke tahap selanjutnya. Salah satu wujud integrasi ekonomi yang berusaha dicapai oleh negara-negara di ASEAN adalah dengan pembentukan Optimum Currency Areas (OCA) yang direalisasikan melalui pembentukan Asian Currency Unit (ACU) yang bertujuan untuk menstabilkan kurs dari mata uang negara-negara anggota (Ayuningtyas, 2009). Pembentukan kerja sama ekonomi dan keuangan yang lebih mendalam yang memunculkan wacana pembentukan common currency di kawasan Asia dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Pertama, keberhasilan European Union (EU) dalam menerapkan kebijakan pasar bebas dan single currency di negaranegara Eropa memunculkan pertanyaan apakah pendekatan yang sama akan menghasilkan hasil yang sama jika diterapkan di kawasan negara lainnya. Kedua, terjadinya peningkatan share dalam perdagangan intra regional di kawasan Asia. Pertumbuhan tersebut telah memicu berkembangnya ide bahwa kawasan Asia memerlukan suatu mata uang bersama (common currency). Ketiga, setelah terjadinya Asian Financial Crisis (AFC) pada 1997 mendorong negara-negara di Asia untuk membentuk sistem nilai tukar yang resisten terhadap serangan nilai tukar dan membantu stabilisasi nilai tukar. Oleh karena itu, salah satu alternatif yang mungkin dijalankan adalah pembentukan single currency area seperti yang dilakukan oleh European Monetary Union (EMU). Pembentukan single currency juga dipercaya mampu menjamin negara-negara di kawasan Asia mendapatkan manfaat dalam proses globalisasi melalui pengurangan resiko nilai tukar yang akan menghasilkan iklim perdagangan dan investasi yang lebih baik (Bunyaratavej dan Hahn, 2003). % Growth Tahun Indonesia Malaysia Thailand Filipina Singapura Jepang China Korea Selatan India New Zealand Australia Sumber : World Development Indicator, 2013 (diolah) Gambar 1 Tingkat pertumbuhan ekonomi negara kawasan ASEAN+6 tahun Terkait dengan usaha dalam menghindari krisis serupa yang terjadi di Asia pada 1997, maka diperlukan usaha penyeimbangan perekonomian dunia agar perekonomian dunia tidak hanya terfokus pada dua kutub saja yaitu perekonomian

15 Eropa dan Amerika. Perekonomian Asia yang dulunya terpuruk, kini perlahanlahan muncul kembali sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia. Berdasarkan publikasi dari IMF, diketahui bahwa China dan Jepang menyumbang lebih dari 15 persen total GDP dunia. Sehingga sangat memungkinkan untuk membentuk kutub perekonomian baru di kawasan Asia. Selain itu, jika dilihat trend pertumbuhan ekonominya dalam Gambar 1, dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6 semakin konvergen terutama pada tahun 2011 dan Oleh sebab itu, dibutuhkan kutub perekonomian baru, dalam hal ini ASEAN+6, yang dapat menciptakan keseimbangan perekonomian dunia yang secara khusus diharapkan mampu meminimumkan dampak jika adanya krisis yang melanda negara-negara di Asia. Pasca Asian Financial Crisis (AFC) penelitian terkait integrasi moneter dan pembentukan common currency di kawasan Asia telah banyak dilakukan dengan berbagai metode. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, terdapat pro dan kontra terkait kesiapan negara-negara di kawasan Asia untuk menerapkan kebijakan common currency. Oleh karena itu, diperlukan studi lebih lanjut terkait penerapan common currency di kawasan Asia. 3 Perumusan Masalah Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, terjadi pro dan kontra terkait proses integrasi moneter dan pembentukan common currency di kawasan Asia. Sato dan Zhang (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa pasangan negara yang memiliki pergerakan GDP riil yang simetrik baik pada jangka pendek maupun jangka panjang di kawasan Asia Timur. Sebuah monetary union dianggap layak dibentuk di antara pasangan-pasangan negara tersebut selama siklus bisnis jangka pendeknya terkorelasi dan memiliki co-movement GDP rill yang serupa. Hal ini memiliki implikasi penting bagi ekonomi di kawasan Asia Timur ketika mempertimbangkan untuk mengadopsi monetary union dan common currency. Menentang pendapat tersebut, Achsani dan Prastiwi (2010) menyatakan bahwa tidak semua negara di kawasan ASEAN+3 siap untuk bergabung ke dalam penyatuan mata uang, terutama Indonesia. Mendukung hasil penelitian ini, Ibrahim (2008) menyatakan bahwa tingkat homogenitas di kawasan ASEAN+3 rendah dan pembentukan integrasi moneter dalam waktu dekat dapat menimbulkan biaya yang serius. Meskipun banyak pandangan skeptis terkait pembentukan currency union di kawasan Asia dalam waktu dekat, namun dapat dilihat dengan jelas telah tumbuh minat dan kemungkinan potensi pembentukan currency union di kawasan Asia. Dalam hal ini ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia dapat menjadi motor penggerak untuk menuju tahapan integrasi ekonomi tersebut, dengan diawali oleh pembentukan komunitas ASEAN yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Economic Community (AEC) pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003, dipercaya proses integrasi ekonomi di kawasan Asia akan menuju tahap yang lebih tinggi lagi. Sebelum dilakukan proses integrasi mata uang (currency integration), perlu dipenuhi terlebih dahulu syarat perlu untuk menuju ke tahap tersebut yaitu terpenuhinya kriteria optimum currency area. Oleh karena itu, penelitian ini akan

16 4 membahas tentang fenomena kemungkinan pembentukan common currency area di kawasan ASEAN+6 dengan menggunakan analisis generalized purchasing power parity (G-PPP). Selanjutnya, untuk mengetahui mata uang mana yang cocok untuk digunakan sebagai common currency di kawasan ASEAN+6 maka dilakukan analisis konvergensi kurs yang terdiri dari analisis co-movement of currencies dan converging trends. Pada analisis yang ke dua ini, Yen Jepang (JPY) dan Yuan China (CNY) dijadikan sebagai mata uang peg. Pemilihan kedua mata uang tersebut sebagai peg dipilih berdasarkan studi sebelumnya yang menyatakan bahwa mata uang yang relatif sesuai untuk digunakan sebagai common currency di kawasan Asia Timur adalah Yen Jepang (Kwan, 2001) dan Yuan China (Lim, 2011). Berdasarkan pada latar belakang dan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah kawasan ASEAN+6 memenuhi kriteria OCA untuk membentuk sebuah currency union? 2. Apakah mata uang yang cocok digunakan sebagai common currency di kawasan ASEAN+6? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut : 1. Menganalisis feasibility dibentuknya currency union di kawasan ASEAN Menentukan mata uang yang cocok digunakan sebagai common currency di kawasan ASEAN+6. Manfaat Penelitian Penulis berharap adanya kontribusi positif dari penelitian ini dan diharapkan dapat bermanfaat yaitu : 1. Bagi pemerintah, adanya penelitian ini dijadikan sebagai masukan sehingga diharapkan pemerintah mempertimbangkan apakah Indoensia sudah siap bergabung atau tidak ke dalam suatu currency union. 2. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan kesempatan belajar sebagai penerapan ilmu yang telah diperoleh salama menjalani masa perkuliahan. 3. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan referensi untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan mengkaji secara empiris terkait kemungkinan pembentukan common currency di kawasan ASEAN+6 dengan cara menggunakan variabel nominal exchange rate (national currency/usd) dan Consumer Price Index (CPI). Selanjutnya, dalam menentukan mata uang yang cocok digunakan sebagai common currency dilakukan analisis konvergensi kurs yang terdiri dari analisis co-movement of currencies dan converging trends

17 dengan menggunakan variabel nominal exchange rate (USD/national currency) dan Consumer Price Index (CPI). Fokus penelitian adalah pada enam belas negara yang terdiri dari sepuluh negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam), tiga negara Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, dan China), dua negara Benua Australia (Australia dan New Zealand), dan India. Khusus untuk analisis konvergensi kurs, Yen Jepang (JPY) dan Yuan China (CNY) dijadikan sebagai currency peg. Selain itu, digunakan pula data Amerika Serikat sebagai dasar untuk analisis penyatuan mata uang. 5 TINJAUAN PUSTAKA Integrasi Ekonomi Menurut Salvatore (1997), integrasi ekonomi mengacu kepada suatu kebijakan komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan hanya di antara negara-negara yang saling sepakat untuk membentuk suatu integrasi ekonomi terbatas. Sehingga bagi negara-negara yang menjadi anggota, berbagai bentuk hambatan perdagangan tarif maupun non-tarif sengaja diturunkan atau bahkan dihapuskan sama sekali, sedangkan terhadap negara-negara yang bukan merupakan anggota, masing-masing negara anggota diberikan kebabasan untuk memberlakukan hambatan perdagangan (tarif atau non-tarif) atau tidak. Lebih jauh lagi, Basri dan Munandar (2010) membedakan antara konsep organisasi regional dan integrasi ekonomi. Dalam bukunya dijelaskan bahwa organisasi regional merupakan suatu wadah kerja sama ekonomi yang tujuannya hanya sekedar menghimpun negara-negara anggota untuk mengadakan koordinasi dalam suatu kerja sama ekonomi tanpa secara eksplisit mencantumkan perangkat kerja sama untuk mencapai suatu integrasi ekonomi. Sementara itu, integrasi ekonomi bertujuan untuk memadukan pasar dan perekonomian negara-negara anggotanya melalui suatu struktur organisasi yang bersifat supranasional, dimana negara-negara anggota bersedia melimpahkan sebagian kedaulatannya melalui pengambilan keputusan-keputusan bersama oleh organ pusat yang bersifat mengikat. Balasaa dalam Sholihah dan Saicu (2007) membedakan integrasi sebagai konsep dinamis melalui penghapusan diskriminasi di antara negara yang berbeda, maupun dalam konsep statis yang melihat ada atau tidaknya perbedaan dalam diskriminsai. Selanjutnya, Balasaa menyebutkan bahwa usaha-usaha untuk menuju integrasi ekonomi haruslah melalui berbagai tahapan yang dapat dilihat pada Tabel 1.

18 6 Tabel 1 Tahapan integrasi ekonomi Bela Balasaa Tahapan Preferential Trading Area (PTA) Free Trade Area (FTA) Custom Union Common Market Economic Union Integration Total Economic Sumber : Sholihah dan Saicu, 2007 Keterangan Blok perdagangan yang memberikan keistimewaan untuk produk-produk tertentu dari negara tertentu dengan melakukan pengurangan tarif (bukan menghilangkan). Suatu kawasan dimana tarif dan kuota antar negara anggota dihapuskan, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka masing-masing terhadap negara bukan anggota. Merupakan FTA yang meniadakan hambatan peregerakan komoditi antar negara anggota tetapi menerapkan tarif yang sama terhadap negara bukan anggota. Merupakan Custom Union yang juga meniadakan hambatanhambatan pada pergerakan faktor-faktor produksi (barang, jasa, aliran modal). Kesamaan harga dari faktor-faktor produksi diharapkan dapat menghasilkan alokasi sumber daya yang efisien. Merupakan suatu Common Market dengan tingkat harmonisasi kebijakan ekonomi nasional yang signifikan (termasuk kebijakan struktural). Penyatuan moneter, fiskal, dan kebijakan sosial yang diikuti dengan lembaga supranasional dengan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh negara anggota. Hingga penelitian ini disusun, proses integrasi ekonomi di kawasan ASEAN memperlihatkan pergerakan ke arah pembentukan integrasi keuangan. Proses integrasi keuangan ini dimulai sejak tahun 1997, ketika para pemimpin ASEAN mendeklarasikan ASEAN Vision 2020 dengan tujuan utama untuk membentuk perekonomian wilayah ASEAN yang stabil, kompetitif, dan makmur melalui arus barang, jasa, investasi, dan modal yang bebas serta pembangunan ekonomi yang adil dalam upaya mengurangi kemiskinan dan disparitas sosial-ekonomi. Sebagai tujuan akhir, para pemimpin ASEAN membuat kesepakatan untuk mempromosikan liberalisasi sektor keuangan dan kerja sama yang lebih dekat dalam pasar uang dan pasar modal, pajak, asuransi, bea cukai juga konsultasi yang lebih dekat terkait kebijakan keuangan dan makroekonomi (Volz, 2013). Melihat perkembangan proses integrasi ekonomi dan moneter di kawasan ASEAN, terlihat bahwa kawasan ASEAN berusaha untuk mencapai tingkatan integrasi ekonomi yang lebih tinggi. Tahapan paling tinggi dari sebuah integrasi ekonomi adalah disepakatinya sebuah mata uang tunggal untuk kawasan tertentu. Sistem mata uang tunggal seperti yang telah berhasil diterapkan di Eropa adalah penerapan dari pemikiran Robert Mundell yang dikenal dengan teori Optimum Currency Area (OCA).

19 7 Optimum Currency Area (OCA) Teori tentang Optimum Currency Areas pertama kali dikemukakan oleh Robert A. Mundell dengan papernya yang berjudul A Theory of Optimum Currency Areas. Menurut Mundell (1961), Optimum Currency Areas (OCA) mempunyai definisi suatu wilayah geografis yang mempunyai guncangan supply dan demand yang simetrik dan memenuhi beberapa kriteria tertentu. Mundell mengusulkan suatu sistem di mana mata uang tidak digambarkan oleh karakter suatu negara, tetapi oleh suatu area di mana mobilitas faktor-faktor produksi memiliki derajat yang tinggi. Keuntungan dari mata uang bersama ini adalah nilai valuta asing yang lebih stabil dan tingkat harga yang lebih transparan karena setiap harga ditunjukkan dalam mata uang yang sama. Meskipun demikian, sejak awal Mundell menyadari bahwa teorinya secara politis tidak mungkin karena kedaulatan suatu negara tidak akan pernah meninggalkan mata uang nasional mereka untuk suatu mata uang tunggal. Selain Mundell, McKinnon (1963) juga merupakan pelopor teori Optimum Currency Areas. Dalam penelitiannya McKinnon menyatakan bahwa istilah "Optimum" digunakan untuk menggambarkan area mata uang tunggal di mana kebijakan moneter dan fiskal serta nilai tukar dapat digunakan untuk memberikan resolusi terbaik terhadap tiga tujuan yaitu pemeliharaan kesempatan kerja penuh, pemeliharaan neraca pembayaran internasional yang seimbang, dan pemeliharaan tingkat harga rata-rata internal yang stabil. Selanjutnya, Mongeli (2002) menyatakan bahwa sekelompok negara akan membentuk OCA jika manfaat yang diberikan dari keanggotaan OCA lebih besar dari kerugian karena kehilangan kendali kebijakan moneter. Kemudian Warjiyo (2004), membuat suatu rangkuman atas manfaat dan biaya dimaksud, yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Manfaat dan biaya penerapan konsep OCA No Manfaat Biaya 1 Peningkatan efisiensi mikro karena penggunaan uang yang lebih luas. Beberapa kelemahan di tingkat mikro terutama pada tahap awal integrasi. 2 Perbaikan stabilitas makro dan Terbatasnya pilihan instrumen pertumbuhan karena stabilitas harga dan akses dana yang lebih besar kebijakan untuk stabilisasi ekonomi makro. dari integrasi finansial. 3 Eksternalitas positif dari biaya transaksi dan cadangan devisa yang lebih rendah serta koordinasi kebijakan yang lebih efektif. Sumber : Warjiyo, 2004 Permasalahan disiplin : ada insentif bagi negara anggota untuk melakukan deviasi dari traktat ekonomi bersama. Untuk mencapai optimalitas wilayah mata uang bersama perlu dipenuhi beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik ini menunjukkan kondisi yang diperlukan agar manfaat OCA yang diperoleh para anggotanya dapat maksimal. Tabel 3 merangkum karakteristik OCA yang dimaksud (Mongeli, 2002).

20 8 Tabel 3 Persyaratan Optimum Currency Area (OCA) Karakteristik OCA Fleksibilitas harga dan upah Mobilitas faktor produksi Integrasi pasar keuangan Tingkat keterbukaan ekonomi Diversifikasi produksi dan konsumsi Kesamaan tingkat inflasi Persyaratan Untuk OCA Fleksibilitas harga dan upah di dalam dan di antara negara OCA memperkecil penyesuaian nilai tukar apabila terjadi guncangan. Mobilitas faktor produksi, termasuk tenaga kerja antar negara OCA memperkecil penyesuaian harga faktor produksi dan nilai tukar terhadap guncangan. Integrasi finansial dalam bentuk mobilitas modal (FDI, portofolio investment, pinjaman) antar negara OCA memungkinkan penyesuaian guncangan melalui aliran modal. Keterbukaan ekonomi antara negara OCA yang tinggi akan memperbesar transmisi harga internasional ke harga domestik. Keberagaman tenaga kerja, sektor ekonomi, dan produksi antar negara OCA memperkecil penyesuaian Term of Trade. Kesamaan inflasi (dalam arti rendah dan stabil) antar negara OCA mendorong stabilitas term of trade dan menyeimbangkan current account. Integrasi fiskal Sistem transfer fiskal antar negara OCA memungkinkan distribusi dana ke negara yang membutuhkan. Integrasi politis Sumber : Mongeli, 2002 Kemauan politik memperkuat kepatuhan komitmen bersama, kerja sama berbagai kebijakan ekonomi, dan hubungan kelembagaan antar negara OCA. Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) Konsep G-PPP pertama kali dikembangkan oleh Enders dan Hurn (1994) yang secara esensial merupakan sebuah cara alternatif yang efektif dalam mengevaluasi perilaku nilai tukar antar negara. Teori G-PPP dikembangkan berdasarkan sebuah pemikiran bahwa variabel ekonomi fundamental yang menentukan nilai tukar dalam sekelompok perekonomian tidak stasioner di level. Sebagai konsekuensinya, nilai tukar riil dalam perekonomian pun bersifat tidak stasioner juga. Namun, variabel fundamental tersebut masih dapat diintegrasikan dalam kondisi tertentu, di mana nilai tukar akan memiliki share common trends dan membentuk suatu hubungan kointegrasi. Jika hal tersebut dapat dibuktikan, maka wilayah tersebut sudah memenuhi salah satu pra syarat Optimum Currency Area (OCA) (Sideris, 2009). Sebagaimana yang disampaikan oleh Mundell (1961) bahwa dua perekonomian dapat dikatakan sebuah Optimum Currency Area (OCA) jika kedua perekonomian tersebut memiliki real disturbance yang serupa. Sehingga berdasarkan pemikiran tersebut, terdapatnya keseimbangan bagi kombinasi linear dari nilai tukar riil membuktikan terdapatnya hubungan yang simetris dan

21 menunjukkan suatu keseimbangan jangka panjang dalam suatu wilayah moneter. Teori G-PPP juga menyatakan bahwa ketika suatu wilayah memiliki ketergantungan perekonomian yang tinggi, setiap negara akan saling mempengaruhi nilai tukar riil negara lain satu sama lainnya. Secara lebih spesifik, G-PPP dapat dirumuskan dalam persamaan di bawah ini: R12t = α13r13t + α13r13t + + α1mr1mt + εt (1) di mana: R 1it : logaritma nilai tukar riil bilateral pada periode t di antara negara 1 dengan negara i α 1i : parameter vektor kointegrasi : error term ε t 9 Konvergensi Kurs Konvergensi (convergence) dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan dari pergerakan satu atau lebih variabel yang menuju suatu titik yang sama. Angeloni et al dalam Ayuningtyas (2009) menyatakan bahwa konvergensi kurs merupakan pergerakan searah atau menuju ke suatu titik yang sama pada kurs suatu negara. Melalui tercapainya konvergensi kurs berarti apa yang terjadi pada kurs suatu negara akan berdampak pada kurs negara lainnya demikian pula sebaliknya. Penelitian Terdahulu Penelitian yang bertujuan untuk membahas kemungkinan untuk menerapkan konsep satu mata uang (single currency) untuk negara-negara di kawasan ASEAN-5 (Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Thailand) dilakukan oleh Xu et al. (2006). Pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap dua pra syarat pembentukan OCA yang terdiri dari konvergensi ekonomi dan guncangan simetri pada permintaan dan penawaran menggunakan metode SVAR (data tahunan dari ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar nominal dan tingkat inflasi di antara negara ASEAN-3 (Malaysia, Thailand, dan Singapura) bersifat konvergen. Selain itu, diketahui bahwa ketiga negara tersebut memiliki kebijakan moneter yang dapat dikatakan serupa. Hal tersebut terlihat dari tingginya korelasi tingkat inflasi di antara ketiga negara tersebut. Hasil analisis SVAR menunjukkan beberapa bukti yang menyatakan efek guncangan pada grup inti yang terdiri dari Singapura, Malaysia, dan Thailand dapat dikatakan simetrik yang menjadikan ketiga negara ini memiliki kemungkinan membentuk currency union. Penelitian terkait pembentukan monetary union dilihat dari sinkronisasi siklus bisnis dilakukan oleh Augustine (2008). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menilai kelayakan usulan pembentukan Caribbean Monetary Union (CMU) dengan memeriksa sinkronisasi siklus bisnis di antara negaranegara anggota CARICOM (Caribbean Community). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Hodrick-Prescott (HP) filter dan Band Pass (BP) filter

22 10 untuk mengekstrak siklus bisnis. Selain itu, untuk keperluan pengukuran sinkronisasi digunakan dua konsep yaitu the simple correlation coefficient dan the concordance statistic of Pagan and Harding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat sinkronisasi siklus bisnis dalam wilayah ini dikatakan lemah. Hal ini memunculkan keraguan terkait kelayakan Caribbean Monetary Union (CMU) yang diusulkan. Sehingga tidak disarankan bagi wilayah ini untuk membentuk monetary union dalam waktu dekat. Kelayakan pembentukan currency union juga dapat dilihat dari konvergensi inflasi di antara negara-negara anggota yang bermaksud membentuk sistem tersebut. Penelitian dengan pendekatan konvergensi inflasi salah satunya dilakukan oleh Kishor dan Ssozi (2010). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki konvergensi inflasi di antara negara-negara anggota East African Community (EAC) yang bercita-cita untuk membentuk suatu currency union dengan menggunakan an unobserved dynamic factor model untuk menguraikan variasi inflasi menjadi komponen yang umum di negara-negara di kawasan EAC. Penelitian ini menggunakan data quartal dan membagi data objek penelitian ke dalam dua periode yaitu periode pra-treaty ketika EAC mulai berlaku (1981:3-2000:2) dan periode pasca Treaty (2000:3-2009:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konvergensi inflasi mengalami peningkatan secara signifikan setelah penandatanganan Perjanjian EAC. Hal ini menunjukkan bahwa dorongan ke arah pembentukan currency union di Afrika Timur telah menyebabkan tingkat yang lebih besar dari sinkronisasi inflasi di antara negara-negara di wilayah ini. Taguchi (2010), melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat feasibility pembentukan currency unions di kawasan Asia dengan menggunakan pendekatan generalized purchasing power parity yang dianalisis dengan menggunakan metode VECM. Menggunakan data nilai tukar riil bulanan (1999:4-2009:8), hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kointegrasi bilateral di antara beberapa mata uang di kawasan Asia. Selanjutnya, penelitian ini mencoba membahas hubungan kointegrasi multivariate dalam beberapa kelompok negara di kawasan Asia, dan diketahui bahwa terdapat hubungan kointegrasi multivariate di antara kelompok negara-negara tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terpenuhinya salah satu pra syarat Optimum Currency Area (OCA) terkait share common trends dalam nilai tukar antar negara. Pendekatan lain untuk melihat kelayakan pembentukan single currency dilakukan oleh Rangkakulnuwat et al. (2010) yang melakukan analisis G-PPP dan extended G-PPP untuk negara-negara di wilayah Asia Timur (Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Jepang) dengan menjadikan Jepang sebagai negara pusat (base country). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Jepang memenuhi salah satu kondisi yang diperlukan untuk membentuk optimum currency area. Sehingga dapat dikatakan berdasarkan analisis G-PPP negara di wilayah Asia Timur dapat membentuk single currency area. Suatu studi yang secara lebih khusus mendalami hubungan mata uang di wilayah Asia (yakni IDR, THB, PHP, SGD, KRW, MYR, TWD, HKD) terhadap tiga mata uang utama dunia, yakni USD, CNY dan JPY dilakukan oleh Lim (2011). Dalam penelitian ini digunakan dua pendekatan time series yang terdiri dari co-movement of currencies dan converging trends selama (data tahunan). Selain itu, sebelumnya dilakukan analisis OCA dengan menggunakan

23 metode hierarchical clustering analysis untuk mengatahui potensi pembentuakan common currency di kawasan Asia Timur. Berdasarkan hasil cluster analysis periode pasca krisis, diketahui bahwa beberapa mata uang di Asia Timur tidak terlalu berbeda dalam beberapa tahun terakhir. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi integrasi ekonomi yang lebih mendalam di antara negaranegara di Asia Timur (China, Hong Kong, Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan) dengan negara-negara ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina). Secara keseluruhan mata uang negara-negara di Asia Timur memiliki nilai co-movement yang tinggi dengan USD dibandingkan dengan JPY dan CNY dengan pengecualian Rupiah Indoensia. Setelah dilakukan percobaan dengan menjadikan JPY dan CNY sebagai mata uang peg, diketahuai bahwa seluruh mata uang negara-negara Asia Timur (kecuali Dollar Hong Kong) memiliki comovement yang tinggi dengan CNY daripada JPY dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ariefianto dan Warjiyo (2010) menggunakan metode VECM untuk mengidentifikasi hubungan co-movement jangka pendek dan jangka panjang di antara mata uang negara ASEAN 4 (Filipina, Singapura, Thailand, Indonesia) dari tahun (data bulanan), dengan menggunakan OCA sebagai landasan penelitian. Terdapat tiga hasil penting dari penelitian ini, (i) co-movement di antara mata uang ASEAN 4 tidak terbukti secara empiris, (ii) teori OCA tidak dapat menjelaskan pola co-movement secara jelas di ASEAN 4, dan (iii) keberadaan OCA sebagai fenomena global ditunjukkan dari pentingnya mata uang Yen di ASEAN 4. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa proses integrasi ekonomi yang sedang berjalan di ASEAN, seperti integrasi keuangan tidak cukup untuk mendorong terbentuknya pengaturan penyatuan moneter maupun common currency di wilayah ini. 11 Kerangka Pemikiran Untuk mencapai suatu integrasi ekonomi seperti yang dicita-citakan oleh negara-negara ASEAN dan negara mitra dagang utamanya yaitu Jepang, China, Korea Selatan, India, Australia, dan New Zealand terlebih dahulu harus dipenuhinya pra syarat Optimim Currency Area sebagai syarat perlu untuk mencapai tingkatan integrasi ekonomi yang paling tinggi. Selanjutnya akan dilakukan analisis konvergensi kurs melalui pengujian co-movement of currencies dan converging trends untuk mengetahui mata uang mana yang paling cocok digunakan sebagai mata uang jangkar (anchor currency) di kawasan ASEAN+6. Rangkaian kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

24 12 Integrasi Ekonomi ASEAN+6 Adanya hambatan integrasi memunculkan gagasan pembentukan mata uang tunggal di kawasan ASEAN+6 untuk menjaga stabilitas mata uang regional dalam pelaksanaan pasar tunggal. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Mata Uang Tunggal (Analisis Optimum Currency Area) Sinkronisasi Siklus Suku Bunga Riil Keragaman Nilai Tukar Konvergensi Inflasi Fleksibilitas Pasar Tenaga Kerja Analisis Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) Pra Syarat OCA Terpenuhi Analisis Konvergensi Kurs China Jepang Mata uang yang cocok digunakan sebagai common currency di ASEAN+6 Keterangan : : Alur Penelitian : Fokus Penelitian Gambar 2 Kerangka pemikiran Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu tentang optimum currency area dan konvergensi kurs maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis tersebut antara lain : 1. Terdapat kemungkinan pembentukan common currency bagi negara-negara di kawasan ASEAN+6.

25 2. Yuan China merupakan mata uang yang lebih stabil dibandingkan mata uang negara lain di kawasan ASEAN+6, sehingga lebih cocok untuk digunakan sebagai common currency di ASEAN METODE Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang merupakan data deret waktu bulanan periode Januari 2000 sampai Juni Data tersebut diperoleh dari International Financial Statistic. Data yang digunakan merupakan data dari 16 negara ASEAN+6 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam, Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia, New Zealand, dan India. Selain itu, digunakan pula data Amerika Serikat sebagai dasar untuk analisis penyatuan mata uang. Variabel dan Definisi Operasioanal Adapun variabel dan definisi operasioanl variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Consumer Price Index (CPI) adalah gambaran tingkat harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat, dalam penelitian ini digunakan data CPI dengan tahun dasar Nominal exchange rate didefinisikan sebagai harga satuan mata uang domestik terhadap mata uang asing, dalam hal ini adalah Dollar Amerika Serikat. Pada penelitian ini untuk pendekatan pertama data nominal exchange rate yang digunakan adalah dalam unit national currency/usd, sedangkan untuk pendekatan kedua digunakan unit USD/national currency. 3. Real exchange rate didefinisikan sebagai nilai tukar yang digunakan dalam transaksi barang dan jasa antara suatu negara dengan negara lainnya. Pada pendekatan pertama, data nilai tukar riil disajikan dalam bentuk logaritma natural yang didapatkan dari hasil perhitungan logaritma natural CPI domestik ditambah logaritma natural nilai tukar nominal domestik terhadap Dollar Amerika Serikat dikurangi logaritma natural CPI Amerika Serikat. Sedangkan pada pendekatan kedua, nilai tukar riil didapatkan dari hasil kali nilai tukar nominal terhadap CPI relatif. Metode Analisis dan Pengolahan Data Dalam menganalisis feasibility common currency di ASEAN+6 dilakukan pendekatan Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) yang akan dianalisis dengan menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM). Kemudian, untuk menganalisis konvergensi kurs akan dilakukan analisis comovement of currencies dan test for converging trend. Perangkat lunak yang

26 14 digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2007 untuk mengelompokkan data dan selanjutnya diolah menggunakan program Eviews 6. Metode Analisis Feasibility Common Currency pada ASEAN+6 Metode analisis yang digunakan dalam pendekatan pertama adalah metode Vector Error Correction Model (VECM). Pendekatan pertama ini dilakukan untuk menjawab tujuan yang pertama terkait analisis feasibility common currency di kawasan ASEAN+6. Penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Taguchi (2010). Berdasarkan jurnal acuan, diketahui bahwa dalam analisis VECM yang digunakan dalam penelitian ini terdapat dua langkah estimasi. Langkah pertama, dilakukan dua tahapan estimasi untuk menguji terdapatnya hubungan kointegrasi bilateral. Pada tahapan yang pertama, dilakukan pengujian untuk membuktikan bahwa nilai tukar riil terintegrasi pada orde yang sama yaitu pada I(1). Uji ADF dilakukan untuk membuktikan bahwa nilai tukar riil tidak stasioner di level, tetapi stasioner setelah pada first difference. Selanjutnya dilakukan pengujian tahap kedua untuk melihat apakah nilai tukar riil terkointegrasi atau tidak. Tahap kedua ini dilakukan dengan melakukan regresi antara nilai tukar riil suatu negara dengan nilai tukar riil negara lainnya dengan menggunakan OLS. Setelah melakukan regresi, dilakukan pengujian terhadap estimate residual dengan menggunakan uji ADF statistik untuk mengetahui apakah estimated residual stasioner atau tidak. Jika residual term terbukti stasioner, maka dapat dibuktikan bahwa terdapat hubungan kointegrasi bilateral di antara nilai tukar riil. Langkah kedua, dinamakan uji kointegrasi multilateral yang dilakukan terhadap sekelompok negara. Pengujian dilakukan dengan menggunakan teknik kointegrasi multivariate Johansen. Metode ini menerapkan prosedur maximum likelihood untuk menentukan jumlah vektor kointegrasi dalam sistem vector autoregressive (VAR). Selanjutnya, jika suatu model setidaknya memiliki satu vektor kointegrasi, model tersebut dapat dirubah ke dalam bentuk vector error correction model yang mengkombinasikan hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang di antara variabel. Adapun spesifikasi model VECM secara umum adalah sebagai berikut: k-1 Δyt = μ0x + μ1xt + πxyt-1 + i=1γ ix Δyt-i + εt (2) di mana: y t = vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian µ 0x = vektor intercept µ 1x = vektor koefisien regresi t = time trend π x = αxβ di mana β mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang y t-1 = variabel in-level Γ ix = matriks koefisien regresi k-1 = ordo VECM dari VAR ε t = error term

27 15 Metode Analisis Konvergensi Kurs pada ASEAN+6 Terkait dengan tujuan kedua dari penelitian ini, maka dilakukan analisis konvergensi kurs untuk mengetahui mata uang yang paling cocok digunakan sebagai common currency. Berdasarkan jurnal acuan Lim (2011), analisis konvergensi kurs dapat dilakukan melalui dua pendekatan statistik yang terdiri dari pendekatan co-movement of currencies dan pendekatan test for converging trends. Co-movement of Currencies Alesina et al. dalam Lim (2011) mengusulkan pendekatan co-movement dari harga antar negara i dan j menggunakan second-order autoregression. Di bawah ini adalah metode yang sama digunakan untuk mengukur pergerakan bersama mata uang antara dua negara: ln = +!",$%,$% + &!",$',$' +( )*,+ (3) di mana, P i,t mengukur berapa banyak unit dolar Amerika Serikat yang dapat ditukarkan dengan satu unit mata uang negara i pada waktu t. Menurut definisi, nilai tukar ini selalu satu ketika negara i adalah Amerika Serikat. Selanjutnya residual dari persamaan (3) digunakan untuk menghitung root mean square error berikut: / &,- )* =. /01 +2 ( )*,+ (4) Nilai VP ij yang lebih tinggi menunjukkan bahwa terdapat co-movement yang lemah antara mata uang negara i dan j. Alesina et al. dalam Lim (2011) menyatakan bahwa biaya mengadopsi mata uang negara lain sebagai jangkar (anchor) akan lebih rendah jika negara memiliki co-movement output dan harga yang tinggi dengan potential anchor. Test for Converging Trend Dalam kerangka time series, uji statistik sederhana dilakukan untuk mengetahui konvergen atau divergen tren dari seri nilai tukar, seperti yang diusulkan oleh Verspagen dalam Lim (2011), dapat ditulis sebagai berikut: 3 ),+ =!"- ),+!"- + (5) dimana P i,t adalah nilai tukar riil untuk negara i pada waktu t dan - + adalah rata-rata nilai tukar riil n negara dalam sampel (- 8 + = ( +2 - ),+ )/"). Selanjutnya, diasumsikan bahwa untuk setiap periode waktu, W i berubah sesuai dengan proses berikut: 3 ),+9 = Ψ3 ),+ + ɳ ),+ (6) Jika Ψ> 1, maka mata uang di negara i divergen dari kelompok sampel. Jika Ψ <1, maka terjadi konvergensi mata uang. Penelitian ini juga membahas apakah mata uang masing-masing negara dalam sampel konvergen atau divergen terhadap Yen Jepang dan Yuan China.

28 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Variabel yang Digunakan dalam Penelitian Gambaran Umum Nominal Exchange Rate pada ASEAN+6 Negara-negara di kawasan ASEAN+6 memiliki sistem nilai tukar yang beragam. Akan tetapi, sebagian besar diantaranya menerapkan sistem nilai tukar mengambang baik itu sistem managed floating maupun free floating. Gambar 3 menunjukkan pergerakan nilai tukar nominal dalam satuan USD/national currency negara-negara advanced ASEAN+6. Australia merupakan negara yang memiliki nilai tukar nominal yang paling tinggi dibandingkan negara lainnya, yang mencapai nilai tertinggi pada tahun 2012 sebesar 1.04 USD/AUD. Pada kelompok advanced ASEAN, Singapura memiliki nilai tukar nominal tertinggi di antara yang lainnya. Sedangkan negara advanced ASEAN lainnya berada pada kisaran di bawah 0.30 USD/national currency USD/National Currency Tahun Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina China Jepang Korea Selatan India Australia New Zealand Sumber: International Financial Statictic, 2013 (diolah) Gambar 3 Pergerakan nilai tukar nominal negara Advanced ASEAN+6 periode Pada kelompok developing ASEAN+6, Brunei muncul sebagai negara dengan nilai tukar nominal tertinggi di antara negara developing ASEAN lainnya, yang mencapai angka tertinggi sebesar 0.80 USD/BND pada tahun Sedangkan negara developing ASEAN lainnya memiliki nilai tukar yang berada pada kisaran di bawah 0.20 USD/national currency. Pada kelompok developing ASEAN+6, Australia juga muncul sebagai negara yang memiliki nilai tukar riil yang paling tinggi di antara negara lainnya. Gambar 4 menunjukkan pergerakan

29 nilai tukar nominal dalam satuan USD/national currency negara-negara developing ASEAN USD/National Currency Tahun Brunei Kamboja Laos Myanmar Vietnam China Jepang Korea Selatan India Australia New Zealand Sumber: International Financial Statictic, 2013 (diolah) Gambar 4 Pergerakan nilai tukar nominal negara Developing ASEAN+6 periode Gambaran Umum Consumer Price Index (CPI) pada ASEAN+6 Consumer Price Index (CPI) merupakan ukuran harga rata-rata berbagai komoditi yang biasa dibeli oleh rumah tangga dan merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menghitung laju inflasi. Gambar 5 menunjukkan perkembangan CPI pada kelompok advanced ASEAN+6 dalam periode Dapat dilihat bahwa pada kelompok ini, India merupakan negara dengan nilai CPI tertinggi dibandingkan negara lainnya dengan rata-rata CPI sebesar selama tiga belas tahun terakhir. Index Number Tahun Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina China Jepang Korea Selatan India Australia Sumber: International Financial Statictic, 2013 (diolah) Gambar 5 Perkembangan CPI negara Advanced ASEAN+6 periode

30 18 Gambar 6 menunjukkan perkembangan CPI pada kelompok developing ASEAN+6 dalam periode Myanmar merupakan negara yang konsisten mengalami peningkatan CPI setiap tahunnya dan mencapai angka tertinggi sebesar pada tahun Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat inflasi pada Myanmar sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara developing ASEAN+6 lainnya. Jika dilihat dari keseluruhan kelompok, Jepang merupakan negara yang relatif konstan dengan nilai rata-rata CPI sebesar dalam tiga belas tahun terakhir Index Number Tahun Brunei Kamboja Laos Myanmar Vietnam China Jepang Korea Selatan India Australia New Zealand Sumber: International Financial Statictic, 2013 (diolah) Gambar 6 Perkembangan CPI negara Developing ASEAN+6 periode Analisis Feasibility Common Currency pada ASEAN+6 Berdasarkan teori generalized purchasing power parity (G-PPP), diketahui bahwa seluruh nilai tukar riil tidak akan stasioner di level, akan tetapi baru stasioner setelah pada first difference. Maka dari itu langkah pertama dilakukan uji stasioneritas data dengan menggunakan uji ADF. Setelah dilakukan uji stasioneritas, diketahui bahwa sebagian besar data nilai tukar riil yang digunakan pada penelitian ini stasioner pada first difference, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H151054164 TESIS PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EMPIRIS INTEGRASI EKONOMI ASEAN+3 : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONVERGENSI KURS OLEH AMALIA AYUNINGTYAS H

KAJIAN EMPIRIS INTEGRASI EKONOMI ASEAN+3 : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONVERGENSI KURS OLEH AMALIA AYUNINGTYAS H KAJIAN EMPIRIS INTEGRASI EKONOMI ASEAN+3 : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONVERGENSI KURS OLEH AMALIA AYUNINGTYAS H14051325 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sehingga keadaan suatu negara dalam dunia perdagangan internasional menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi secara terus menerus dan bersifat dinamis. Sasaran pembangunan yang dilakukan oleh negara sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini (1993-2012) Indonesia mengalamai dua kali krisis keuangan, yang pertama terjadi pada tahun 1998 yang pada saat itu nilai tukar rupiah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai tukar merupakan salah satu alat untuk kebijakan ekonomi bagi sebuah negara. Nilai tukar adalah salah satu indikator ekonomi yang sangat dibutuhkan khususnya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal terutama terjadi dari negara-negara yang relatif kaya modal yaitu umumnya

BAB I PENDAHULUAN. modal terutama terjadi dari negara-negara yang relatif kaya modal yaitu umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pembangunan ekonomi internasional yang semakin terkait dan adanya interdependensi antar negara, arus perdagangan barang juga mengalami perkembangan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap hubungan kerjasama antar negara. Hal ini disebabkan oleh sumber daya dan faktor produksi Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua analisis untuk membuat penilaian mengenai pengaruh ukuran negara dan trade facilitation terhadap neraca perdagangan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun 1997 1998 bermula di Thailand, menyebar ke hampir seluruh ASEAN dan turut dirasakan juga oleh Korea Selatan,

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Perusahaan merupakan suatu badan hukum yang memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai salah satunya yaitu mendapatkan keuntungan. Untuk mencapai

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 18 III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Mengetahui kointegrasi pada setiap produk adalah salah satu permasalahan yang perlu dikaji dan diteliti oleh perusahaan. Dengan melihat kointegrasi produk,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis tersebut menjadi salah satu hal yang sangat menarik mengingat terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Krisis tersebut menjadi salah satu hal yang sangat menarik mengingat terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia selama periode tahun 1990 sampai dengan tahun 2008 banyak mengalami perkembangan yang bersifat positif sampai sebelum tahun 1997. Hal ini tidak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh

BAB I PENDAHULUAN. global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global yang perlahan-lahan mengalami kemajuan. Perkembangan ini didorong oleh pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

METODE PENELITIAN. terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak, III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data terdiri dari data pinjaman luar negeri, pengeluaran pemerintah, penerimaan pajak,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000 28 III. METODE PENELITIAN 3.1. Data 3.1.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Dalam penelitian ini, obyek yang diamati yaitu inflasi sebagai variabel dependen, dan variabel independen JUB, kurs, BI rate dan PDB sebagai variabel yang

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sampai 1998 lalu. Peristiwa ini telah membawa dampak yang merugikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

EKONOMI INTERNASIONAL

EKONOMI INTERNASIONAL URAIAN MATERI ampir H EKONOMI INTERNASIONAL tidak ada satu negara pun di dunia yang tidak melakukan hubungan perdagangan internasional. Hubungan ekonomi internasional dapat berupa perdagangan, investasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi, perekonomian dunia memberikan peluang yang besar bagi berbagai negara untuk saling melakukan hubunga antarnegara, salah satunya dibidang ekomomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied I. METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif terapan ( Applied Descriptive Reasearch), yaitu penelitian yang dilakukan dengan maksud

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data kuartalan. Periode waktu penelitian ini dimulai dari kuartal pertama tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih impor beras sebagai objek melakukan riset di Indonesia pada tahun 1985-2015. Data bersumber dari Badan Pusat Statistika

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara. Perekonomian terbuka inilah yang membawa suatu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series 40 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series sekunder. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada BAB III METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2013), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. merupakan data time series dari bulan Januari 2002 sampai Desember Data

METODE PENELITIAN. merupakan data time series dari bulan Januari 2002 sampai Desember Data 23 III. METODE PENELITIN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data time series dari bulan Januari 2002 sampai Desember 2009. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan kekuatan ekonomi potensial yang diarahkan menjadi

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks bursa saham yang terdapat di beberapa negara yang berada di kawasan ASEAN, yaitu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 46 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data time series dari tahun 1986-2010. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena pembangunan ekonomi mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. waktu (time series) dari tahun 1986 sampai Data tersebut diperoleh dari

METODE PENELITIAN. waktu (time series) dari tahun 1986 sampai Data tersebut diperoleh dari 40 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang relevan dengan penelitian. Semua data yang digunakan merupakan data deret

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara, karena pasar modal merupakan lembaga intermediasi dana dari pihak yang kelebihan dana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi perdagangan saat ini, kemajuan suatu negara tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan negara tersebut melakukan ekspor barang dan jasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sektor keuangan. Interaksi kegiatan ekonomi sektor rill bisa dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. maupun sektor keuangan. Interaksi kegiatan ekonomi sektor rill bisa dilihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kegiatan ekonomi di dunia saat ini menjadi semakin berkait dan bergantung satu sama lain. Hampir tidak ada negara yang tidak mempunyai interaksi dengan dunia luar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan).

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan). 91 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Analisis 4.1.1. Pilihan Alat Analisis Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fenomena ekonomi makro seperti liberalisasi keuangan dan kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran

Lebih terperinci

PENGARUH KURS VALUTA ASING DAN DOW JONES

PENGARUH KURS VALUTA ASING DAN DOW JONES PENGARUH KURS VALUTA ASING DAN DOW JONES INDUSTRIAL AVERAGE TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci