ANALISIS PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH PADA KAWASAN STRATEGIS PERKOTAAN DI KABUPATEN GARUT ZULYAN FIRDAUS AFIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH PADA KAWASAN STRATEGIS PERKOTAAN DI KABUPATEN GARUT ZULYAN FIRDAUS AFIF"

Transkripsi

1 ANALISIS PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH PADA KAWASAN STRATEGIS PERKOTAAN DI KABUPATEN GARUT ZULYAN FIRDAUS AFIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Prioritas Perlindungan Lahan Sawah pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor Bogor, Agustus 2014 Zulyan Firdaus Afif NIM. A

4 RINGKASAN ZULYAN FIRDAUS AFIF. Analisis Prioritas Perlindungan Lahan Sawah pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut. Dibawah bimbingan BABA BARUS and DWI PUTRO TEJO BASKORO. Perlindungan lahan sawah di Kabupaten Garut perlu dilakukan sejak dini, hal ini dimaksudkan untuk menjaga keberadaan serta jati diri Kabupaten Garut sebagai lumbung padi Provinsi Jawa Barat dalam upaya mendukung ketahan pangan nasional ditengah maraknya isu konversi lahan pertanian. Terutama pada Kawasan Strategis Perkotaan yang pada dasarnya merupakan pengembangan wilayaah dengan tujuan utama sebagai pusat perekonomian di Kabupaten Garut. Studi ini dilakukan sebagai upaya mendukung kemandirian pangan di Kawasan Strategis Perkotaan. Realisasi dan implementasi kemandirian pangan akan dapat terwujud apabila pemerintah daerah memiliki data dan informasi akurat mengenai lahan pangan aktual yang diperuntukkan sebagai penghasil pangan. Kajian dilakukan untuk mendapatkan informasi aktual lahan sawah dengan pendekatan metode berbasis teknologi informasi spasial yang didukung dengan data lapangan. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi aktual lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan Kabupaten Garut. Penghitungan neraca lahan dilakukan dengan membandingkan kebutuhan dan ketersediaan lahan pada Kawasan Strategis Perkotaan dan pada Kabupaten Garut. Penentuan lahan prioritas menggunakan kriteria: 1) kelas kesesuaian lahan; 2) intensitas pertanaman (IP); 3) sistem Irigasi; 4) luas hamparan; dan 5) jarak dari bahu jalan. Kemudian dari sebaran lahan prioritas yang diperoleh, dilakukan pengelompokan berdasarkan kriteria fisik yang homogen, sehingga diperoleh empat karakteristik tipologi perlindungan lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan. Sebaran lahan prioritas pertama kemudian di bandingkan dengan pola ruang dalam RTRW Garut tahun , sehingga diperoleh luas lahan prioritas pertama yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Strategis Perkotaan adalah sebesar Ha atau setara dengan 25,67% dari luas wilayah. Artinya, jika lahan sawah prioritas pertama ini digunakan sebagai sumber untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan standar minimal sebesar 30%, pemerintah hanya tinggal mencukupi kekurangan sebesar 4,33%. Kata kunci: Kawasan perkotaan, Lahan aktual, Lahan prioritas, Neraca Lahan, Perlindungan lahan.

5 SUMMARY ZULYAN FIRDAUS AFIF. Priority Analysis, Protection of the wetland on Strategic Urban Areas in Garut. Under supervision of BABA BARUS and DWI PUTRO TEJO BASKORO. The protection of paddy field in Garut needs to be done early on. It is intended to maintain the existence and identity of Garut as the West Java rice granary in achieving national food security in the midst of a agricultural conversion issues. Especially on a strategic urban area which is basically area development by the main purpose of economic development in Garut. The study was conducted as an effort to support food self-sufficiency in the Strategic Urban Area. Due the realization and implementation of the food selfsufficiency would be achieved if the government has accurate data and information about the land which currently planted and reserved as a foodproducing lands. This research was specifically undertaken to gain information of the actual paddy fields by spatial information technology based approach supported with actual data verification. Result of the study is description of the actual condition of paddy field in the Garut Strategic Urban Area. An enumeration of the lands balance done by comparing the needs and the lands availability of strategic urban area and Garut. The determination of the land priority uses criteria: 1) land suitability classes; 2) intensity per planting (IP); 3) irrigation systems; 4) breadth expanses; and 5) the distance from the streets. The land priority was categories based on homogeneous physical criteria, so that it product four characteristics of typology of the protection of paddy field in the Strategic Urban Areas. The first priority paddy field distribution is then compared with spatial plans in Garut area, so that first priority of land acquired is accordance with the spatial plans Strategic Urban Area is at 2,079 hectares, equivalent to 25.67% of the total area. That is, if the first priority paddy field is used as a source for Green Open Space (RTH) with a minimum standard of 30%, the local government only needs to complete the shortfall of 4.33%. Keywords: Actual land, Lands balance, Land protection, Land priority, Urban areas.

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 ANALISIS PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH PADA KAWASAN STRATEGIS PERKOTAAN DI KABUPATEN GARUT ZULYAN FIRDAUS AFIF Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Megister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Khursatul Munibah, MSc

9 Judul Nama : Analisis Prioritas Perlindungan Lahan Sawah pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut : Zulyan Firdaus Afif NRP : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Santun R.P Sitorus Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian : 24 Juli 2014 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Alhamdulillahirabbilalamin, kehidupan harus terus berjalan, rintangan dan kerikil tajam kehidupan adalah pembelajaran yang mendewasakan, saat semua telah terlalui dengan senyum dan kebaikan, itulah arti sebuah keberhasilan. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmad dan karunia-nya sehingga peneletian dengan judul Analisis Prioritas Perlindungan Lahan Sawah pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2013 berhasil diselesaikan. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Baba Barus, MSc dan Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukan, saran dan kritikan untuk memperbaiki proposal penelitian ini. Kepada tim kerja Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W-IPB) dalam studi Penyusunan Kebijakan Lahan Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Garut, Bapak Diar Shiddiq, MSi, Selamet Kusdaryanto, MSi, Ir La Ode Syamsul Iman, MSi, Andi Syahputra, MSi dan Arif Rahman, MSi yang telah membantu memberikan saran, masukan dan memfasilitasi penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan lancar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, keluarga, istri dan anak yang telah mendukung dan mendampingi dengan penuh kasih sayang selama penulis menyelasikan studi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah yang telah membantu memberikan saran dan pikirannya selama proses penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Zulyan Firdaus Afif

11 DAFTAR ISI Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran ii iii iii PENDAHULUAN 1 Latar belakang 1 Perumusan masalah 3 Tujuan penelitian 3 Manfaat penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 4 Ruang dan pernataan ruang 4 Kawasan Strategis Perkotaan 4 Lahan Pangan Berkelanjutan 5 Ketersediaan lahan dan penggunaan lahan 6 Alih fungsi/ konversi lahan pertanian 8 Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan 9 Dampak konversi lahan 10 Sistem informasi geografis dan penginderaan jauh 11 Penelitian terdahulu 12 Kondisi umum wilayah penelitian 14 METODOLOGI 17 Waktu, lokasi dan batasan penelitian 17 Jenis, Sumber dan metode pengumpulan data 18 Kerangka pemikiran 21 Analisis faktor sosial ekonomi masyarakat keberlanjutan lahan sawah 23 Pemetaan lahan sawah aktual 25 Analisis neraca lahan sawah 27 Analisis penentuan lahan sawah prioritas 29 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 Karakteristik sosial ekonomi petani 31 Analisis sebaran lahan sawah 33 Perhitungan neraca lahan 37 Analisis lahan sawah prioritas 42 Karakteristik lahan prioritas pertama 44 Konsistensi lahan prioritas pertama dengan rencana pemanfaatan - Pola Ruang di Kawasan Strategis Perkotaan 47 SIMPULAN DAN SARAN 49 Simpulan 49 Saran 49 DAFTAR PUSTAKA 50 LAMPIRAN 53 RIWAYAT HIDUP 58

12 ii DAFTAR TABEL Tabel Uraian Halaman 1. Sebaran rencana pola ruang RTRW Kabupaten Garut Luas baku sawah per Kecamatan di Kabupaten Garut tahun Data luasan wilayah pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut tahun Sebaran tipe penggunaan lahan di Kabupaten Garut Tahun Kecamatan dan desa Kawasan Strategis Perkotaan Kabupaten Garut tahun Keterkaitan antara tujuan penelitian, jenis data dan sumber data, metode analisis yang digunakan serta keluaran yang dihasilkan Jenis data dan sumber data yang digunakan Data teknik pemilihan responden Data sebaran responden pada masing-masing desa/ kelurahan Variabel, parameter dan simbol dalam penentukan lahan prioritas Kriteria penentuan lahan prioritas Sebaran pola ruang RTRW Kawasan Strategis Perkotaan Sebaran responden berdasarkan usia, tingkat pendidikan danstatus kepemilikan lahan (orang) Luas wilayah dan luas lahan sawah aktual di Kawasan Startegis- Perkotaan tahun Sebaran luas wilayah dan luas lahan sawah aktual di Kabupaten- Garut Tahun Luasan wilayah dan sawah aktual di Kabupaten Garut tahun Variabel dan parameter penetapan neraca kebutuhan lahan Status Neraca Lahan pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut Tahun Status Neraca Lahan Kabupaten Garut tanpa Kawasan Strategis PerkotaanTahun Status Neraca Lahan Total Kabupaten Garut Tahun Indikator pengaruh lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan terhadap Kabupaten Garut Sebaran Karakteristik lahan aktual pada Kawasan Strategis Perkotaan Karakteristik spasial dan luas lahan prioritas pertama Status konsistensi sawah terhadap pola ruang Kawasan Strategis- Perkotaan 48

13 iii DAFTAR GAMBAR Gambar Uraian Halaman 1. Jumlah penduduk Kabupaten Garut tahun Peta administratif wilayah penelitian Kerangka pemikiran proses penelitian Diagram alur proses penelitian Proporsi distribusi responden berdasarkan kecamatan domisili Rencana lokasi sebaran sampel pengamatan di Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut Peta pola ruang Kawasan Strategis perkotaan Peta sebaran lahan sawah di Kawasan Srtategis Perkotaan Peta sebaran lahan sawah di Kabupaten Garut tahun Peta sebaran lahan prioritas di Kawasan Strategis Perkotaan Peta sebaran karakteristik spasial lahan sawah prioritas pertama Peta sebaran tipe spasial lahan sawah prioritas pertama Peta sebaran pola ruang pada lahan prioritas pertama 44 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Uraian Halaman 1. Contoh kuesioner yang digunakan dalam penelitian Hasil perhitungan luasan lahan sawah prioritas pada Kawasan Strategis Perkotaan 57

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjelaskan bahwa lahan pertanian pangan merupakan bagian dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Bahwa negara harus bisa menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga dalam kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan. Dalam hal ini, Pemerintah perlu menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Sejalan dengan itu, upaya membangun ketahanan dan kedaulatan pangan adalah hal yang sangat penting untuk direalisasikan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan perlu diselenggarakan pembangunan pertanian berkelanjutan. Lahan pertanian memiliki peran dan fungsi strategis bagi masyarakat Indonesia yang bercorak agraris karena terdapat sejumlah besar penduduk Indonesia yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Dengan demikian, lahan tidak saja memiliki nilai ekonomis, tetapi juga sosial, bahkan memiliki nilai religius (UU RI No.41, 2009). Dalam rangka pembangunan pangan berkelanjutan, lahan merupakan sumber daya utama, terutama bidang usaha yang masih bergantung pada pola pertanian berbasis lahan. Begitu pula dengan Kabupaten Garut yang merupakan salah satu sentra penghasil padi Jawa Barat. Kabupaten ini merupakan kabupaten yang potensial bagi pengembangan lahan pertanian pangan. Dengan karakteristik fisik dan lingkungan yang mendukung, aksesibilitas strategis yang berdekatan dengan kota-kota besar di sekitarnya memberikan dampak positif bagi perkembangan sektor pertanian (Thinh et al. 2002). Selain daya dukung lahan yang baik terhadap pengembangan pertanian pangan, beberapa hal dapat menjadi ancaman bagi keberadaan lahan pangan di Kabupaten Garut, diantaranya: pertambahan jumlah penduduk, nilai sewa lahan pertanian yang rendah, serta rencana pemerintah pengembangan kawasan strategis perkotaan. Perubahan fungsi lahan pertanian menjadi penggunaan non pertanian jika dilakukan secara tidak terkendali akan memberikan dampak negatif terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan. Badan Pusat Statistik (BPS, 2013) Kabupaten Garut mencatat peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan. Jumlah penduduk pada tahun 1971 sebanyak jiwa, sedangkan pada tahun 2012 sebanyak jiwa. Selama rentang tahun terjadi peningkatan sebesar 107,7% atau mencapai lebih dari dua kali lipat selama kurun waktu empat puluh satu tahun. Secara diagram, jumlah penduduk Kabupaten Garut disajikan pada Gambar 1. Menurut Rustiadi et al. (2009) ketersediaan sumberdaya lahan cenderung tetap dan tidak bisa diperbaharui, akan tetapi kebutuhan terhadap lahan meningkat setiap tahunnya baik untuk penggunaan pertanian sebagai kebutuhan primer maupun untuk kebutuhan lain seperti pemukiman dan industri. Untuk penggunaan pada sektor pertanian, nilai land rent lahan dianggap lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai sewa untuk penggunaan selain pertanian seperti industri dan perumahan.

15 Tahun Jumlah Penduduk Gambar 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Garut Tahun Pemerintah Kabupaten Garut berencana mengembangkan Kawasan Strategis Perkotaan yang meliputi enam kecamatan dengan 43 desa dan kelurahan yang terdapat didalamnya. Kawasan perkotaan merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/ kota terhadap perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan (UU RI No 26, 2007). Secara tidak langsung kawasan perkotaaan diberi mandat untuk melakukan perencanaan yang berhubungan dengan dukungan terhadap pertumbuhan sosial ekonomi, termasuk didalamnya pembangunan infrastruktur pendukung, seperti aksesibilitas jalan yang baik, gedung dan bangunan penunjang, hingga lokasi perekonomian baru (Jamal, 2001). Pada tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Garut melalui Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura bekerjasama dengan LPPM-IPB Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) telah melakukan kegiatan kajian penyusunan kebijakan pencegahan alih fungsi lahan di Kabupaten Garut. Hasil dari kajian tersebut menggambarkan bahwa luasan sawah aktual di Kabupaten Garut pada tahun 2011 adalah sebesar 45,520 ha, sedangkan luasan lahan sawah aktual di enam Kecamatan di Kawasan Strategis Perkotaan adalah sebesar 7,211,84 ha atau setara dengan 15,76 persen dari luasan total lahan sawah yang ada di Kabupaten Garut. Lahan sawah pada Kawasan Strategis Perkotaan dinilai memiliki potensi yang lebih besar untuk mengalami alih fungsi menjadi lahan non sawah. Kondisi ini jika dibiarkan terjadi tanpa perencanaan dan pengendalian akan memberikan dampak negatif terhadap keberadaan lahan. Dengan kondisi ini maka dinilai perlu dilakukan kajian guna mendukung rencana pengembangan Kawasan Strategis Perkotaan dalam upaya meningkatkan perekonomian wilayah tetapi harus tetap memperhatikan keberadaan lahan sawah guna mendukung pencapaian ketahanan pangan Kabupaten Garut.

16 3 Perumusan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk, nilai sewa lahan pertanian yang rendah, serta rencana pemerintah pengembangan kawasan strategis perkotaan dinilai berpengaruh langsung dalam meningkatnya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Kabupaten Garut. Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi aktual lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan dan Kabupaten Garut 2. Bagaimana pengaruh keberadaan lahan sawah pada Kawasan Strategis Perkotaan terhadap kebutuhan lahan sawah di Kabupaten Garut 3. Bagaimana arahan pengembangan dan perlindungan lahan sawah pada Kawasan Strategis Perkotaan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi dan memetakan lahan sawah aktual di Kawasan Strategis Perkotaan. 2. Menganalisis pengaruh keberadaan lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan terhadap kebutuhan lahan sawah di Kabupaten Garut. 3. Menganalisis dan memetakan lahan sawah prioritas pada Kawasan Strategis Perkotaan. 4. Membuat arahan prioritas perlindungan dan pemanfaatan lahan sawah pada Kawasan Strategis Perkotaan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Garut dalam upaya perlindungan lahan pangan berkelanjutan pada Kawasan Strategis Perkotaan. 2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bahan pustaka bagi penelitianpenelitian selanjutnya.

17 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU RI No 26, 2007). Implementasi dari suatu proses penataan ruang pada suatu wilayah akan dituangkan dalam suatu dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang didalamnya memuat rencana pemanfaatan dan pengendalian ruang. Rencana tata ruang merupakan suatu produk yang dihasilkan dari suatu proses perencanaan yang didalamnya terdapat bentuk intervensi yang dilakukan agar manusia dan lingkungannya mampu melakukan interaksi yang dapat berjalan dengan serasi, selaras dan seimbang untuk suatu tujuan bersama pada saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Perumusan Rencana Tata Ruang (RTRW) secara hierarki dan kedalamannya dibedakan menjadi tiga, yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/ Kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara, yaitu arahan pengembangan sistem nasional yang meliputi sistem pemukiman dalam skala nasional, jaringan prasarana wilayah yang meliputi kawasan produksi, pemukiman lintas provinsi dan pulau, penentuan wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya pada waktu yang akan datang serta penetapan kawasan tertentu dalam skala nasional. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi memuat strategi dan struktur pemanfaatan ruang dalam skala wilayah provinsi, yaitu berupa arahan lokasi dan struktur pemanfaatan ruang yang bersifat lintas kabupaten dan kota, agar wilayah dan kawasan tetap terjaga fungsi dan pengembangan ekonominya secara efisien, terjaga kelestarian pemanfaatan sumberdaya alamnya, mewujudkan keterkaitan, keterpaduan dan keseimbangan perkembangan wilayah kabupaten/ kota dengan kawasan serta antar sektor kegiatan dapat berjalan secara sinergis dan efektif. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota memberikan arahan pengembangan pemanfaatan ruang yang mengacu pada struktur makro, penetapan lokasi investasi, sistem pelayanan insfrastruktur dalam lingkup kabupaten/ kota, serta arahan pengendalian rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam lingkup kabupaten/ kota (Dardak, 2005). Kawasan Strategis Perkotaan Perencanaan kawasan perkotaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan, dimana perencanaan kawasan ini diprioritaskan untuk: (a) menyediakan ruang permukiman; (b) menyediakan ruang baru bagi kebutuhan industri, perdagangan, dan jasa; (c) menyediakan ruang bagi pelayanan jasa pemerintahan; dan/atau d. menyediakan ruang bagi pembangunan pusat kegiatan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten.

18 5 Pembentukan kawasan perkotaan dapat berupa: (a) kota sebagai daerah otonom; (b) bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; (c) bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. Dengan batas administrasi, luasan wilayah dan fungsi kawasan yang ditentukan berdasarkan: (a) rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten; (b) rencana tata ruang wilayah kabupaten; (c) hasil kajian kebutuhan ruang bagi pengembangan kegiatan dan pelayanan perkotaan; dan (d) batas Kawasan yang menggunakan batas desa. Undang-undang No.26 tahun 2007 mendefinisikan bahwa kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Lahan Pangan Berkelanjutan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan salah satu kebijakan Pemerintah dalam mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian khususnya sawah di Indonesia. Dalam Undang-undang ini disebutkan bahwa Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Pemerintah menegaskan bahwa lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Tetapi, dalam hal untuk kepentingan umum dan terjadi bencana, lahan pertanian dapat dialihfungsikan, adapun kepentingan umum yang dimaksud meliputi: jalan umum, waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum atau air bersih, drainase dan sanitasi, bangunan pengairan, pelabuhan, bandar udara, stasiun dan jalan kereta api, terminal, fasilitas keselamatan umum, cagar alam, dan/atau, pembangkit dan jaringan listrik. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan hanya dapat dilakukan dengan syarat: (a) dilakukan kajian kelayakan strategis; (b) disusun rencana alih fungsi lahan; (c) dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik dengan pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; (e) mengganti nilai investasi infrastruktur. Dalam proses alih fungsi lahan pertanian ini pemerintah membebankan segala bentuk penggantian kerugian yang terjadi atas perubahan fungsi lahan kepada pihak yang telah melakukan perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian tersebut, dengan aturan, ketentuan dan sanksi hukum yang telah di tetapkan. Dalam undang-undang LP2B mengatur sistem pengembangan lahan pertanian melalui prosedur intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi kawasan pertanian pangan berkelanjutan dapat dilakukan dengan: (a) peningkatan kesuburan tanah; (b) peningkatan kualitas benih/bibit; (c) diversifikasi tanaman pangan; (d) pencegahan dan penanggulangan hama tanaman; (e) pengembangan irigasi; (f) pemanfaatan teknologi pertanian; (g) pengembangan inovasi pertanian; (h) penyuluhan dan/atau; (i) jaminan akses permodalan.

19 6 Sedangkan prosedur ekstensifikasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat dilakukan dengan: (a) pencetakan lahan pertanian pangan berkelanjutan; (b) penetapan lahan pertanian pangan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan/atau (c) pengalihan fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan. Lahan pertanian itu bukan dalam artian statis pada satu kawasan namun lebih pada pemahaman dinamis yang dilihat dari kebutuhan dan kemampuan dalam menjamin dan mencukupi ketahanan pangan rumah tangga, wilayah dan nasional, serta kesejahteraan petani yang berusaha di atasnya. Dari batasan tersebut, terlihat bahwa suatu hamparan lahan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, atau lahan yang tetap dipertahankan untuk kegiatan pertanian, merupakan hasil kesepakatan dari pihak-pihak terkait, terutama menyangkut ketahanan pangan pada berbagai tingkatan dan kesejahteraan petani yang berusaha di atasnya, serta kesepakatan mengenai satuan waktu tertentu lahan tersebut dipertahankan sebagai lahan pertanian (Rustiadi et al. 2009). Ketersediaan Lahan dan Penggunaan Lahan Undang-undang No. 41 Tahun 2009 mendefinisikan bahwa lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia. Lahan pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Pemanfaatan penggunaan lahan harus dilakukan secara optimal, karena setiap bidang lahan mempunyai karakteristik: 1) lahan tetap pada lokasinya dan tidak dapat dipindahkan, karenanya kebijakan penggunaan lahan harus spesifik sesuai dengan tempat; 2) supply atau penawaran terhadap lahan tidak bertambah maupun berkurang, sehingga penetapan kebijakan haruslah berorientasi pada konservasi lahan. Penggunaan sumberdaya alam juga harus diilakukan atas dasar keberlangsungan, dengan tetap memperhatikan: 1) efisiensi dan efektifitas penggunaan lahan yang optimum dalam batas kelestariannya, 2) penggunaan sumberdaya tidak mengurangi kelestarian sumberdaya alam lainnya, dan 3) memberikan kemungkinan untuk mempunyai pilihan penggunaan lahan di masa yang akan datang. Untuk menjaga keberlangsungan serta kelestarian lahan, manusia harus membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan lahan, diantaranya adalah dengan upaya penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya. Tetapi seringkali kita temukan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Banyak lahan yang memiliki kesuburan yang baik untuk digunakan sebagai lahan pertanian tetapi justru digunakan untuk kebutuhan lain selain pertanian, sementara disisi lain ada juga usaha pertanian yang justru dilakukan di lahan yang tidak sesuai untuk usaha pertanian. Sehingga diperlukan suatu perencanaan untuk mencapai produktivitas yang maksimal dalam pengelolaan lahan pertanian. Perencanaan penggunaan lahan merupakan suatu konsep pemanfaatan luasan lahan pada suatu wilayah dapat memberikan manfaat yang optimal tanpa merusak kelestarian lahan tersebut (Isa, 2006). Terkait dengan pemanfaatan

20 7 lahan untuk usaha tani padi sawah, dapat ditemukan beberapa permasalahan yang biasanya dihadapi oleh para pelaku usaha tani di Indonesia, diantaranya: 1) terbatasnya sumberdaya lahan yang sesuai bagi peruntukan budidaya padi sawah; 2) sempitnya lahan sawah per kapita penduduk Indonesia; 3) meningkatnya jumlah kepala keluarga petani gurem; dan 4) tingginya laju konversi atau perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian juga berhubungan dengan nilai ekonomis dari suatu luasan lahan. Nilai ekonomis atau economic dibedakan atas dua faktor, yaitu : 1) ricardian rent, merupakan nilai intrinsik yang terkandung dalam sebidang lahan seperti kesuburan dan topografi lahan sehingga mempunyai keunggulan produktivitas; 2) location rent, adalah nilai tambah dari suatu luasan lahan yang dipengaruhi oleh keunggulan lokasi dari lahan tersebut, terutama pada konsep jarak dan hubungannya dengan biaya pada suatu bidang wilayah (Rustiadi et al. 2011). Rancangan alokasi pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Jawa Barat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung, dengan masing-masing proporsi kawasan budidaya sebesar 25,8% dan kawasan lindung sebesar 74,2% (Perda Jabar No 22, 2010). Peraturan daerah tentang RTRW Provinsi ini berimplikasi langsung pada rencana pola ruang RTRW Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat, termasuk di dalamnya adalah Kabupaten Garut. Data luasan dan Presentase Rencana Pola Ruang Revisi RTRW Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sebaran Rencana Pola Ruang RTRW Kabupaten Garut No. Kawasan/ pola Ruang Luas (ha) Persentase (%) Kawasan Budidaya ,80 25,8 a. Hutan produksi terbatas 8.977,72 2,9 b. Hutan produksi 147,26 0,1 c. Perkebunan ,64 6,2 1. d. Pemukiman 5.119,99 1,7 e. Pertanian lahan basah ,70 6,6 f. Pertanian lahan kering ,65 8,4 g. Perikanan budidaya 8,57 0,0 h. Peternakan 326,29 0,1 Kawasan Lindung ,62 74,2 a. Hutan lindung ,47 25,6 b. Hutan konversi ,16 3,9 2 c. Sepadan sungai/ pantai ,62 4,5 d. KLNH- Gerakan tanah ,38 21,7 e. KLNH- Gunung api ,24 6,0 f. KLNH- Rawan tsunami 3.435,28 1,1 g. KLNH- Resapan air ,48 11,3 Jumlah ,45 100,0 Sumber : Draft RTRW Kabupaten Garut Kawasan Budidaya di Kabupaten Garut didominasi oleh penggunaan untuk pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering. Besaran masing masing penggunaan untuk pertanian lahan kering adalah sebesar 8,4% dan pertanian lahan basah sebesar 6,6%.

21 8 Sementara itu luasan lahan sawah di Kabupaten Garut tersebar hampir merata pada setiap kecamatan, data luasan baku sawah per Kecamatan di Kabupaten Garut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Baku Sawah per Kecamatan di Kabupaten Garut Tahun 2011 No Kecamatan Luas (ha) (%) No Kecamatan Luas (ha) (%) 1 Banjarwangi 1, Kersamanah Banyuresmi 1, Leles 1, Bayongbong 1, Leuwigoong Bl. Limbang 1, Malangbong 1, Bungbulang 2, Mekarmukti Caringin 1, Pakenjeng 2, Cibalong Pameungpeuk 1, Cibatu 1, Pamulihan Cibiuk Pangatikan Cigudeg Pasir Wangi Cihurip Peundeuy Cikajang Samarang 1, Cikelet 1, Salaawi Cilawu 1, Singajaya 1, Cisewu 2, Sucinaraja Cisompet 1, Sukaresmi Cisurupan Sukawening 1, Garut Kota Talegong 1, Kadungora 1, Tarogong Kaler 1, Karang Pawitan 1, Tarogong Kidul Karang Tengah Wanaraja Jumlah 45, Sumber : Barus et al. (2011). Alih Fungsi Lahan Pertanian Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah perubahan fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan menjadi bukan lahan pertanian pangan berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara (UU RI No 41, 2009). Perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian bukanlah semata-mata fenomena perubahan luasan lahan pertanian saja, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat. Menurut Kustiawan (1997) terdapat tiga hal yang melatarbelakangi perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, diantaranya (1) dalam konteks makro, fenomena ini merupakan dampak dari proses transformasi ekonomi (dari pertanian ke industri), yang memicu pada peningkatan kebutuhan atas lahan untuk pemanfaatan pada sektor non-pertanian; (2) fenomena konversi yang terjadi justru pada lahan sawah yang selama ini berperan sebagai sentra produksi padi, terutama pada wilayah pulau Jawa yang memiliki nilai produktifitas lahan sawah yang tinggi; (3) fenomena konversi lahan pertanian terkait dengan

22 9 dampak sosial ekonomi pada skala mikro rumah tangga pertanian, terutama kaitannya dengan kebutuhan ekonomi, struktur ketenagakerjaan dan penguasaan dan kepemilikan lahan pertanian di pedesaan. Alih fungsi lahan sering kali memiliki permasalahan klasik berupa: 1) efisiensi alokasi dan distribusi sumberdaya dari sudut pandang ekonomi; 2) keterkaitannya dengan masalah pemerataan dan keadilan penguasaan sumberdaya, serta; 3) keterkaitannya dengan proses degradasi dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Ketiga masalah tersebut memiliki keterkaitan yang erat antara satu dengan yang lainnya, sehingga permasalahanpermasalahan tersebut tidak bersifat independen dan tidak dapat dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan yang parsial, namun memerlukan pendekatanpendekatan yang terintegratif (Rustiadi et al. 2011). Selain itu, perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seperti pemukiman dan industri, akan mengakibatkan perubahan penggunaan lahan tersebut bersifat permanen dan tidak dapat kembali lagi (irreversible), tetapi bila beralih fungsi menjadi lahan sawan menjadi lahan pertanian lain seperti perkebunan biasanya bersifat sementara dan suatu saat dapat dikembalikan lagi. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Secara garis besar faktor utama yang mempengaruhi konversi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian di kelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor sosial, faktor ekonomi dan faktor peraturan dan kebijakan. a. Faktor Sosial Faktor sosial yang mempengaruhi perubahan fungsi lahan pertanian dapat dikelompokkan menjadi lima diantaranya: 1) perubahan perilaku masyarakat; 2) hubungan pemilik dengan lahan; 3) pemecahan luasan dan kepemilikan lahan; 4) pengambilan keputusan; dan 5) apresiasi pemerintah dengan aspirasi masyarakat (Witjaksono, 1996). Pada poin empat dan lima, berhubungan dengan sistem pemerintahan, dengan asumsi bahwa pemerintah sebagai pengayom dan abdi masyarakat seharusnya dapat bertindak sebagai pengendali, sehingga alih fungsi lahan bisa dikendalikan. b. Faktor ekonomi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk penggunaan pertanian sangat inferior dibandingkan dengan penggunaan untuk perumahan dan industri. Didalam hukum ekonomi pasar, alih fungsi lahan berlangsung akibat dari aktifitas dengan nilai lahan (land rent) yang lebih rendah ke aktifitas-aktifitas yang land rent nya tinggi (Rustiadi et al. 2011). Nilai jual lahan yang diterima oleh pemilik lahan dalam proses alih fungsi lahan dipengaruhi secara nyata oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) status lahan; 2) jumlah serapan tenaga kerja; 3) jarak dari saluran tersier; dan 4) jarak dari kawasan industri atau pemukiman, sementara produktifitas lahan, jenis irigasi dan peubah lain tidak berpengaruh secara signifikan (Jamal, 2001). c. Faktor peraturan dan kebijakan Faktor kebijakan pemerintah juga berpengaruh dalam perubahan alih fungsi lahan pertanian. Salah satu kebijakan pemerintah yang menjadi pemicu dalam meningkatnya konversi lahan pertanian adalah kebijakan pembangunan

23 10 pemukiman skala besar dan kota baru, kebijakan ini berimplementasi pada meningkatnya perubahan izin lokasi yang dikeluarkan instansi terkait. Selain memberikan dampak sebagai pemicu terjadinya konversi lahan pertanian, pemerintah juga berupaya mencegah konversi lahan pertanian melalui Undang-undang No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) serta beberapa peraturan pemerintah turunannya. Dalam undang-undang ini, kawasan dan lahan pertanian pangan ditetapkan (jangka panjang, menengah dan tahunan) melalui tahapan perencanaan dari Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Undang-undang No.41 Tahun 2009 menegaskan bahwa lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai Lahan Pangan Pertanian Berkelanjutan tidak bisa dialih fungsikan. Adapun lahan yang telah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dapat dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengalihfungsian Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk kepentingan umum dapat dilakukan dengan syarat dan ketentuan yang cukup berat. Selain itu, pemerintah melalui turunan UU No.41 Tahun 2009 mengatur beberapa hal terkait dengan perlindungan lahan pangan, diantaranya PP No.01 Tahun 2011 tentang penetapan dan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan, PP No.12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan, PP No.25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan PP No.30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Bahkan secara lebih teknis pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian No.07/ Permentan/OT.140/2/2012 tentang pedoman teknis kriteria dan persyaratan kawasan lahan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan. Dampak Alih Fungsi Lahan Konversi lahan yang tak terkendali adalah ancaman serius bagi masa depan suatu negara. Konversi lahan membuat ketahanan pangan rapuh; produksi pangan domestik menurun; meningkatkan tergantung pangan impor; meningkatnya jumlah penganggur karena tenaga kerja di sektor pertanian kehilangan lapangan pekerjaan; arus urbanisasi meningkat yang akan mengakibatkan timbulnya masalah baru di ibu kota; serta kerusakan alam dan ekosistem yang berakibat pada meningkatnya suhu udara, kemungkinan erosi, banjir dan longsor; kualitas dan kuantitas air menurun, demikian juga dengan biodiversity dan kebudayaan perdesaan. Sawah atau lahan pertanian tidak hanya sebagai penghasil pangan, karena lahan pertanian juga mempunyai fungsi menjaga kestabilan hidrologis DAS, menurunkan erosi, menyerap tenaga kerja, memberikan keunikan dan daya tarik pedesaan, dan mempertahankan nilai-nilai sosial budaya pedesaan. Alih fungsi lahan berkaitan dengan hilangnya akses penduduk perdesaan pada sumber daya utama yang dapat menjamin kesejahteraannya dan hilangnya mata pencarian penduduk agraris. Ditinjau dari aspek produksi pertanian, kerugian yang disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian di Pulau Jawa selama kurun waktu diperkirakan telah menyebabkan hilangnya produksi beras sekitar 1,7 juta ton/tahun atau sebanding dengan jumlah impor beras pada tahun yang berkisar antara 1,5 2,5 ton/tahun (Irawan et al. 2000). Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini juga dapat

24 11 menjadi ancaman terhadap daya dukung wilayah, perekonomian serta sosial budaya masyarakat. Alih fungsi lahan pertanian juga mengancam ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) seperti yang telah ditetapkan pemerintah dalam Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang penataan ruang dengan standar minimal 30%. Alih fungsi lahan pertanian juga menyebabkan makin sempitnya luasan lahan yang diusahakan, yang dapat berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan petani. Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan melalui perlindungan lahan pertanian pangan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dalam rangka meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan masyarakat. Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Pendapat lain mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem Informasi yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geogrfis di bumi (georeference). Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. Pengertian SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Dalam hubungannya dengan teknologi komputer, SIG didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir/output, Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama data yang diolah memiliki referensi geografi, maksudnya data tersebut terdiri dari fenomena atau objek yang dapat disajikan dalam bentuk fisik serta memiliki lokasi keruangan. Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Ciri utama data yang bisa dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi. Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon). Komponen utama SIG adalah sebagai berikut: 1) Masukan data, merupakan proses pemasukan data pada komputer dari peta (peta topografi dan peta tematik), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh data hasil pengolahan citra digital penginderaan jauh, dan lain-lain. Data-data spasial dan atribut baik dalam bentuk analog maupun data digital tersebut dikonversikan kedalam format yang diminta oleh perangkat lunak sehingga terbentuk basisdata (database); 2) Penyimpanan data dan pemanggilan kembali (data storage dan retrieval) ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali

25 12 dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/cetak pada kertas); 3) Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat dilakukan berbagai macam perintah misalnya overlay antara dua tema peta, membuat buffer zone jarak tertentu dari suatu area atau titik dan sebagainya. Manipulasi dan analisis data merupakan ciri utama dari SIG. Kemampuan SIG dalam melakukan analisis gabungan dari data spasial dan data atribut akan menghasilkan informasi yang berguna untuk berbagai aplikasi; 4) Pelaporan dapat menyajikan data dasar, data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular (Barus dan Wiradisastra, 2000). Beberapa alasan mengapa penggunaan SIG, diantaranya adalah: 1) SIG menggunakan data spasial maupun atribut secara terintegrasi; 2) dapat digunakan sebagai alat bantu interaktif yang menarik dalam usaha meningkatkan pemahaman mengenai konsep lokasi, ruang, kependudukan, dan unsur-unsur geografi yang ada dipermukaan bumi; 3) SIG dapat memisahkan antara bentuk presentasi dan basis data; 4) SIG memiliki kemampuan menguraikan unsurunsur yang ada dipermukaan bumi kedalam beberapa layer atau coverage data spasial; 5) SIG memiliki kemapuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial berikut atributnya; 6) semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif ; 7) SIG dengan mudah menghsilkan peta-peta tematik; 8) peragkat lunak SIG menyediakan fasilitas untuk berkomunikasi dengan perangkat lunak lain; 9) SIG sangat membantu pekerjaan yang erat kaitannya dengan bidang spasial dan geoinformatika. Barus dan Wiradisastra (2000) juga mengungkapkan bahwa SIG adalah alat yang handal untuk menangani data spasial, dimana data dipelihara dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, tabel atau dalam bentuk konvensional lainnya yang akhirnya akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan. Penelitian Terdahulu Beberapa kajian yang telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor penentu perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, diantaranya dilakukan oleh Nasution dan Winoto (1996) yang mengulas pengaruh kelembagaan dalam perubahan fungsi lahan, dimana diantaranya disebabkan oleh: 1) sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh pemerintah dan masyarakat; dan 2) sistem non kelembagaan yang berkembang secara alami dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh pemerintah dan masyarakat antara lain direpresentasikan dalam bentuk perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan konversi lahan, sedangkan hukum adat yang berlaku merupakan representatif dari sistem non kelembagaan yang berkembang secara alami dalam masyarakat. Dalam penelitiannya, Nasution dan Winoto (1996) menggambarkan bahwa konversi lahan pertanian 59,5 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem pertanian yang ada, seperti perubahan dalam Land Tenure System dan perubahan dalam sistem ekonomi pertanian. Faktor di luar sistem pertanian seperti industrialisasi dan faktor-faktor perkotaan lainnya menjelaskan 32,17 persen, sedangkan faktor demografis hanya menjelaskan 8,75 persen. Rustiadi et al. (2002) juga pernah mengkaji perubahan alih fungsi lahan dan pemanfaatan ruang di Jabotabek. Penelitian ini menganalisis struktur yang berkaitan dengan faktor-faktor yang diduga sebagai penentu perubahan penggunaan lahan di Jabodetabek, dan menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, diantaranya yaitu: 1) struktur

26 13 penggunaan lahan; 2) struktur pendidikan masyarakat; 3) struktur aktivitas perekonomian masyarakat; dan 4) kelengkapan dan daya dukung insfrastruktur wilayah. Menurut Saefulhakim et al. (2003) yang melakukan kajian terhadap struktur utama yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan menyimpulkan bahwa beberapa faktor yang berpengaruh nyata dalam perubahan penggunaan lahan adalah: (1) tipe penggunaan lahan sebelumnya, (2) status kawasan dalam kebijakan tata ruang, (3) status perizinan penguasaan lahan, (4) karakter fisik lahan, (5) karakter sosial ekonomi masyarakat dan (6) karakteristik spasial aktivitas sosial ekonomi internal dan eksternal wilayah. Faktor lain yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan juga diteliti oleh Carolita (2005) yang menyimpulkan bahwa faktor pemicu perubahan penggunaan lahan di Jabotabek adalah; (1) faktor fisik lahan (ketinggian lahan, kemiringan lahan, jenis tanah, jenis penggunaan lahan sebelumnya), (2) faktor sosial ekonomi (kepadatan penduduk, jarak dari pusat desa) dan (3) arahan penggunaan lahan (RTRW). Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat kelerengan dan ketinggian lahan merupakan faktor yang berpengaruh nyata yaitu kelerengan berkisar antara 0-3% dan ketinggian lereng antara meter. Sedangkan jarak dari pusat desa, kepadatan penduduk, jenis penggunaan lahan sebelumnya dan arahan penggunaan lahan (RTRW), secara statistik tidak nyata sebagai penyebab perubahan penggunaan lahan di Jabodetabek. Firdian (2011) melakukan penelitian tentang pola pemanfaatan ruang berbasis daya dukung lingkungan hidup di Kabupaten Garut. Hasil evaluasi kesesuaian lahan menunjukkan jika dilihat dari pemanfaatan aktual maupun perencanaan pemanfaatan ruang secara umum masih dikategorikan belum sesuai. Kondisi daya dukung lahan di Kabupaten Garut masih dalam kategori defisit. Begitu juga dengan daya dukung air di kabupaten ini masih dianggap dalam keadaan defisit, sehingga pencapaian target rancangan RTRW Kabupaten Garut yang menetapkan kawasan lindung sebesar 74,16 persen masih sulit dicapai. Ermyanyla (2013) meneliti tentang analisis ekonomi sumberdaya lahan untuk usaha tani padi sawah untuk mendukung pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Garut. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa lahan yang sesuai untuk padi sawah di Kabupaten Garut hanya tersedia di 33 kecamatan dari total 42 kecamatan yang ada, dan sekitar 57,91% luasan lahan padi sawah di Kabupaten Garut dilakukan pada lahan pertanian yang tidak sesuai dengan peruntukan padi sawah. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 dengan judul Penyusunan Kebijakan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten Garut, menyimpulkan bahwa lahan sawah di Kawasan Perkotaan didominasi oleh pola ruang untuk kawasan lindung seluas ha (87.89%) dengan tipe pola ruang dominan adalah Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah. Untuk kawasan budidaya, lahan sawah tersebar dengan pola ruang dominannya adalah Kawasan Permukiman Perkotaan seluas ha (8.07%) (Shiddiq et al. 2014).

27 14 Kondisi Umum Wilayah Penelitian Administrasi Kabupaten Garut merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Garut dalam Perda N0.29 Tahun 2011 tercatat memiliki luas wilayah sebesar ha, dengan Ibukota Kabupaten berada pada ketinggian 717 m dpl dikelilingi oleh Gunung Karacak (1838 m), Gunung Cikuray (2821 m), Gunung Papandayan (2622 m), dan Gunung Guntur (2249 m) dan secara geografis wilayahnya terletak pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : (1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang; (2) Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya; (3) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia; dan (4) Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Cianjur. Secara administratif, sampai tahun 2010 Kabupaten Garut mempunyai jumlah kecamatan sebanyak 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 425 desa. Kecamatan Cibalong merupakan kecamatan yang mempunyai wilayah terluas mencapai 6,97% dari wilayah Kabupaten Garut atau seluas Ha, sedangkan kecamatan Kersamanah merupakan wilayah terkecil dengan luas ha atau 0,54%. Penelitian ini dilakukan pada lahan sawah yang terletak Kawasan Strategis Perkotaan Kabupaten Garut yang tersebar pada enam Kecamatan yaitu Kecamatan Tarogong Kaler, Garut Kota dan Tarogong Kidul, Banyuresmi, Cilawu dan Karang Pawitan dengan luasan wilayah mencapai ha. Sebaran luas wilayah pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut tahun 2011 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data luasan wilayah pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut tahun 2011 No. Kecamatan Luasan lahan Persentase (ha) (%) 1 Banyuresmi 644,5 7,95 2 Cilawu 332,6 4,11 3 Garut Kota 2.159,4 26,65 4 Karang Pawitan 907,6 11,20 5 Tarogong Kaler 2.368,1 29,23 6 Tarogong Kidul 1.689,5 20,85 Jumlah 8.101,6 100,00 Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut yang terdiri atas enam kecamatan dan 43 kelurahan dan desa dengan cakupan luas area administrasi mencapai 8.101,6 ha. Ruang lingkup Kawasan Strategis Perkotaan Garut didasarkan pada aspek fungsional perkotaan sebagai pusat permukiman perkotaan, pemerintahan, perdagangan, jasa dan sebagainya dengan batas koordinat 07 09'29" '29" Lintang Selatan dan '20" '45" Bujur Timur.

28 15 Tofografi Kondisi Fisik Wilayah Karakteristik topografi pada bagian sebelah Utara Kabupaten Garut didominasi oleh dataran tinggi dan pegunungan, sedangkan pada bagian selatan sebagian permukaan wilayahnya merupakan dataran rendah dan memiliki tingkat kecuraman yang cukup terjal. Wilayah yang terletak pada dataran rendah (Ketinggian <100 mdpl) terdapat di Kecamatan Cibalong dan dan Kecamatan Pamengpeuk. Kecamatan Cisompet, Cisewu, Cikelet dan Bungbulang berada di ketinggian mdpl. Daerah dengan ketinggian mdpl meliputi Kecamatan Pakenjang dan kecamatan Pamulihan. Dataran tinggi antara mdpl terdapat di Kecamatan Cikajang, Pakanjeng, Pamulihan, Pamulihan, cisurupan dan Cisewu (Gumilar, 2009). Wilayah Kabupaten Garut mempunyai kemiringan lereng yang bervariasi antara 0-2% seluas ha atau sebesar 10,51% dari luas wilayah, kemiringan lahan antara 2-15% seluas Ha ( 12,43% dari luasan wilaya), kemiringan 15-40% seluas ha (35,99% dari luasan wilayah) dan lahan dengan kemiringan lebih besar dari 40% seluas ha atau sebanyak 41.,06% dari luas wilayah Kabupaten Garut (Ermyanyla, 2013). Hidrologi Berdasarkan arah aliran sungainya, sungai-sungai di kabupaten ini dibagi menjadi dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS yang bermuara di Laut Jawa (DAS Cimanuk, DAS Cilaki, DAS Cikandang, DAS Cipalembuh) dan DAS yang bermuara di Samudera Indonesia (DAS Cisanggiri dan DAS Cikangeang). Wilayah ini memiliki 33 buah sungai dengan 101 anak sungai, panjang sungai secara keseluruhan mencapai 1.397,43 Km, dimana diantaranya terdapat aliran sungai Cimanuk sepanjang 92 Km dengan 58 anak sungai. Karakteristik Daerah Aliran Sungai yang terdapat di Kabupaten Garut yang bermuara di Daerah Aliran Selatan jika dibandingkan dengan Daerah Aliran Utara umumnya relatif pendek sempit dan berlembah-lembah (Firdian, 2011). Klimatologi Kondisi ikilm wilayah Kabupaten Garut dapat dikatagorikan sebagai wilayah dengan iklim tropis basah (Humid Tropical Climate). Faktor yang mempengaruhi pembentukan Iklim dan cuaca di Kabupaten Garut dipengaruhi oleh : 1) Pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation pattern), 2) Topologi regional yang bergunung-gunung di bagian tengah Jawa Barat, dan 3) Elevasi topografi dengan curah hujan rata-rata setiap tahun berkisar antara 2.589mm, sedangkan disekitarnya terdapat gunung-gunung dengan ketinggian mencapai mdpl. Curah hujan rata-rata di Kabupaten Garut berkisar antara 13,6 mm/hari sampai 27,7 mm/hari dengan bulan basah selama 9 bulan berturut-turut dan bulan kering berkisar antara 3 bulan berturut-turut, dengan variasi temperatur bulanan berkisar antara C. Jenis Tanah Secara umum, karakteristik tanah di Kabupaten Garut merupakan tanah sedimen dengan bahan induk batuan turf dan batuan kuarsa yang terbentuk dari hasil letusan Gunung Berapi Papandayan dan Gunung Guntur.

29 16 Dilihat dari jenis tanahnya, secara garis besar tanah di Kabupaten Garut terdiri dari tanah dengan jenis aluvial, asosiasi andosol, asosiasi litosol, asosiasi mediteran, asosiasi podsolik dan asosiasi regosol. Asosiasi podsolik dan regosol merupakan jenis tanah yang dominan di kabupaten ini, penyebarannya meliputi wilayah selatan Kabupaten Garut dan sepanjang perbatasan bagian barat dan timur sampai ke wilayah utara Kabupaten Garut. Daerah tengah didominasi oleh tanah jenis andosol yang berkarakteristik umumnya berwarna hitam, memiliki penampang yang berkembang, dengan horizon-a yang tebal, gembur dan kaya akan bahan organik (Firdian, 2011). Kelas Kemampuan Fisik Lahan Kabupaten Garut merupakan salah satu Kabupaten yang potensial bagi pengembangan lahan pertanian pangan, selain karakteristik lingkungan yang mendukung, aksesibilitas yang strategis yang berdekatan dengan kota-kota besar disekitarnya juga memberikan dampak yang positif (Firdian, 2013). Kelas kemampuan lahan di Kabupaten Garut menyebar dari lahan berkelas kemampuan II sampai dengan lahan berkemampuan kelas VIII. Hampir tidak ditemukan lahan dengan kelas kemampuan I di wilayah Kabupaten Garut. Berdasarkan daya dukung dari berbagai kelas, diketahui bahwa tanah dengan kelas kemampuan II dapat digunakan untuk usaha pertanian intensif. Kebutuhan lahan untuk penggunaan sawah merupakan jenis pertanian dengan tingkat pengolahan sedang hingga intensif, kelas kemampuan fisik tanah yang cocok untuk kebutuhan lahan sawah berada antara kelas I hingga kelas III, akan tetapi dalam kondisi tertentu dimana lahan dengan kemampuan tersebut tidak dapat ditemukan, maka kelas kemampuan lahan IV dapat digunakan untuk pertanian sawah terbatas (Barus et al. 2011). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Barus et al. (2011). Sebaran penggunaan lahan di Kabupaten Garut diidentifikasi menjadi: 1) Hutan; 2) Padang rumput; 3) Perkebunan karet; 4) Perkebunan lainnya; 5) Perkebunan sawit; 6) Permukiman; 7) Pertambangan; 8) Pertanian lahan kering; 9) Pertanian lahan basah; 10) Sungai; 11) Tanah terbuka serta 12) Tubuh air. Sebaran tipe penggunaan lahan di Wilayah Kabupaten Garut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Sebaran Tipe Penggunaan Lahan di Kabupaten Garut Tahun 2011 No. Tipe penggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%) 1 Hutan Htn 76, Padang Rumput Pd Perkebunan Karet Pk_krt 10, Perkebunan Lainnya Pk_ln 16, Perkebunan Sawit Pk_swt 4, Permukiman PLK 26, Pertambangan Tb Pertanian Lahan Kering PLK 126, Pertanian Lahan Basah Sw 45, Sungai PLK Tanah Terbuka T 1, Tubuh Air A Sumber : (Barus et al. 2011) Jumlah ,00

30 17 METODOLOGI Waktu, Lokasi dan Batasan Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober hingga bulan Desember 2013 di Kawasan Strategis Perkotaan yang merupakan wilayah pengembangan yang direncanakan guna mendukung perkembangan perekonomian Kabupaten Garut dengan cakupan wilayah meliputi enam kecamatan yaitu Kecamatan Tarogong Kaler, Garut Kota dan Tarogong Kidul, Banyuresmi, Cilawu dan Karang Pawitan, dengan 43 desa/ kelurahan. Lingkup Kawasan Perkotaan Garut didasarkan pada aspek fungsional perkotaan sebagai pusat permukiman perkotaan, pemerintahan, perdagangan, jasa dan sebagainya dengan batas koordinat 07 09'29" '29" Lintang Selatan dan '20" '45" Bujur Timur. Wilayah yang termasuk dalam Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 5. Gambar 2. Peta Administrasi Wilayah Penelitian

31 18 Tabel 5. Kecamatan dan Desa Kawasan Strategis Perkotaan Kabupaten Garut Tahun No Nama Desa/ Kelurahan No Nama Desa/ Kelurahan Kec. Banyuresmi Kec. Tarogong Kaler 1. Sukasenang 21. Mekar wangi 2. Pamekarsari 22. Sirnajaya 23. Cimanganten Kec. Cilawu 24. Langensari 3. Ngamplang 25. Jati 4. Ngampangsari 26. Tanjungkamunin g 27. Pananjung Kec. Garut Kota 28. Mekarjaya 5. Kel.sukanegla 29. Sukajadi 6. Kel.cimuncang 30. Rancabango 7. Kel. Margawati 31. Pasawahan 8. Muarasanding 9. Kel. Kota kulon Kec. Tarogong Kaler 10. Regol 32. Cibunar 11. Paminggir 33. Kersamenak 12. Kel. Ciwalen 34. Sukabakti 13. Kel. Pakuwon 35. Sukakarya 14. Kel.kota wetan 36. Sukajaya 15. Kel. Sukamantri 37. Jayawaras 38. Sukagalih Kec. Karangpawitan 39. Pataruman 16. Suci 40. Tarogong 17. Kel. lebak jaya 42. Haur panggung 18. Karang mulya 43. Mekargalih 19. Sucikaler 20. Lengkongjaya Sumber : Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Garut ( 2013). Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil survei lapangan dan wawancara langsung dengan responden serta pihak pemerintah daerah terkait dengan menggunakan panduan daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Data sekunder berupa dokumen peta, data atribut, laporan penelitian, perundang-undangan dan buku-buku. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber baik instansi pemerintah, literatur maupun situs-situs penyedia data dan informasi. Secara rinci keterkaitan antara tujuan, jenis dan sumber data, metode analisis yang digunakan serta keluaran yang akan diperoleh dari penelitian disajikan pada Tabel 6. Jenis data dan sumber data yang digunakan disajikan pada Tabel 7.

32 19 Tabel 6. Keterkaitan Antara Tujuan Penelitian, Jenis data dan sumber data, metode analisis yang digunakan serta keluaran yang dihasilkan. No Tujuan Jenis data Sumber data Metode analisis Keluaran 1 Memetakan lahan sawah aktual di Kawasan Strategis Perkotaan dan di Kabupaten Garut 1. Citra resolusi tinggi IKONOS , 2. Pata RDTR Kab. Garut 3. Data survey lapangan LPPM P4W - IPB Pusdatin Kementan via Distanhort Kab Garut Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kab. Garut Survey Lapangan Digitasi 1. Peta lahan sawah aktual di Kabupaten Garut, dan 2. Peta lahan sawah aktual di Kawasan Strategis Perkotaan 2 Menganalisis pengaruh lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Garut 1. Peta lahan sawah aktual di Kabupaten Garut 2. Peta lahan sawah aktual di Kawasan Strategis Perkotaan 3. Neraca lahan sawah Hasil keluaran 1 dan 2 Neraca lahan Overlay Analisis neraca lahan Kuesioner 3. Pengaruh lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Garut 3 4 Membuat peta lahan prioritas Kawasan Strategis Perkotaan Mengkaji arahan prioritas perlindungan dan pemanfaatan lahan sawah sebagai alternatif RTH di Kawasan Strategis Perkotaan 1. Peta lahan sawah aktual 2. Data Indeks Pertanaman (IP) 3. Data sistem irigasi 4. Data kelas kemiringan lereng 5. Data luas hamparan 1. Peta lahan prioritas pertama 2. Pola ruang RTRW Kawasan Strategis Perkotaan 3. Kuesioner sosial ekonomi Hasil keluaran 1 Verifikasi lapangan Kuesioner Dinas irigasi PU Peta lereng 1. Hasil keluaran 4 2. Bappeda Kab. Garut Overlay Buffer Query spasial Logika Decision tree Overlay Buffer Query spasial Logika Decision tree Kuesioner 4. Peta lahan prioritas pertama 5. Peta lahan prioritas kedua 6. Skenario arahan perlindungan lahan sawah pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kab.Garut

33 20 Tabel 7. Jenis dan sumber data yang digunakan No Data/peta Resolusi/Skala Tahun Sumber 1 IKONOS 1 m Pusdatin Kementan via Distanhort Kab Garut 2 Peta RBI 1:25,000 Bakosurtanal 3 Dokumen RTRW 4 Data statistik pertanian tanaman pangan dan hortikultura Satu set dokumen dan data digital Satu set dokumen 2012 Bappeda Kab Garut 2010 Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kab Garut 5 Peta Sistem lahan 1;250, Peta Satuan lahan 1:50, Bakosurtanal, Pusat Penelitian Tanah (BBSDPL) LPPM IPB dalam studi DAS Cimanuk 7 Laporan kegiatan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Satu set dokumen 2011 Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura 8 Data Dalam Angka : Kabupaten Dalam Angka 2013 Satu set dokumen 2013 Badan Pusat Statistik 9 Data Potensi Sumberdaya Alam Kabupaten Garut Satu set dokumen Bappeda, Dinas Pertanian tanaman pangan dan hotikultura, Dinas kehutanan 10 Data Sensus Pertanian 2012 Kabupaten Garut Satu set dokumen 2012 Badan Pusat Statistik 11 Data Infrastruktur Irigasi dan Pengairan Pedesaan Kabupaten Garut Data spasial 2011 Bappeda, Dinas PU 12 Data Potensi Desa Kabupaten Garut Satu set dokumen 2012 Badan Pusat Statistik 13 Data Kepemilikan Lahan Satu set dokumen 2011 Bappeda,

34 21 Kerangka Pemikiran Dalam proses mengidentifikasi pola perubahan fungsi lahan sawah pada Kawasan Startegis Perkotaan terlebih dahulu kita harus memahami gambaran utuh pertanian pangan di kabupaten Garut secara menyeluruh. Karena perubahan fungsi lahan sawah terjadi tidak hanya pada Kawasan Strategis Perkotaan saja, tetapi juga terjadi pada kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Garut, hanya saja pada Kawasan Startegis Perkotaan mengalami laju perubahan yang lebih signifikan. Gambar 3. Kerangka Pemikiran Proses Penelitian Meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, keterbatasan lahan dan nilai sewa lahan pertanian yang rendah, serta rencana pemerintah pengembangan Kawasan Strategis Perkotaan dinilai berpengaruh langsung dalam meningkatnya degradasi, alih fungsi, dan

35 22 fragmentasi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Kabupaten Garut. Perubahan fungsi lahan pertanian menjadi penggunaan non pertanian jika dilakukan secara tidak terkendali akan memberikan dampak negatif terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan. Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Untuk mengurai permasalahan dan memperoleh hasil yang telah ditetapkan sebelumnya, tahapan analisis yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu aspek biofisik wilayah, aspek kebijakan pemerintah, dan aspek sosial ekonomi masyarakat. Diagram alur dari proses penelitian yang dikerjakan secara sistematis dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Diagram Alur Proses Penelitian

36 23 Analisis Faktor Sosial Ekonomi Masyarakat Terhadap Keberlajutan Lahan Sawah Analisis faktor sosial ekonomi dilakukan dengan menggunakan metode wawancara langsung kepada responden dengan panduan kuesioner. Kuesioner yang digunakan memuat pertanyaan mengenai identitas responden, tingkat pendidikan, status penguasaan lahan, ekonomi dan kebutuhan hidup, serta akseptabilitas keberlangsungan lahan sawah. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 1. Sebaran Sampling Pemilihan sampel ditetapkan dengan metode stratified sampling spatial, sehingga dapat menunjukkan keterwakilan ragam responden. Luas lahan sawah pada masing-masing desa/ kelurahan menjadi acuan yang dipakai dalam menentukan jumlah sebaran sampel, semakin luas lahan sawah maka semakin banyak jumlah distribusi sampel. Proporsi distribusi responden berdasarkan kecamatan domisili dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Proporsi Distribusi Responden Berdasarkan Kecamatan Domisili Jumlah sampel adalah 72 responden yang diperoleh dari perhitungan matriks perkalian: enam Kecamatan yaitu Taragong Kidul, Taragong Kaler, Garut Kota, Karang Pawitan, Cilawu dan Banyuresmi; tiga indek pertanaman yaitu IP100, IP200 dan IP300; dua kelas kemiringan lereng yaitu lebih dari 8% dan kurang dari 8%; serta dua luasan hamparan yaitu lebih dari 5 ha dan kurang dari 5 ha.

37 24 Tabel 5. Data Teknik Pemilihan Responden No 1 2. Keragaman spasial Jumlah kecamatan IP / Indek Pertanaman Jumlah 6 3 Tanjung Kamuning Tarogong Kidul Garut Kota Satu kali setahun Dua kali setahun Tiga kali setahun Keterangan Karang Pawitan Tarogong kaler Cilawu Kelas lereng 2 Kurang dari 8% Lebih dari 8% 3. Luas hamparan 2 Lebih dari 5Ha Kurang dari 5 Ha Secara detil sebaran sampel pada masing-masing Desa/ Kelurahan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Data Sebaran Responden pada Masing-Masing Desa/ Kelurahan. No Kecamatan No Desa/ Kelurahan 1 Banyuresmi 2 Cilawu 3 Garut Kota 4 Karang-Pawitan 5 Tarogong Kaler Luas Sawah (Ha) Jumlah Sampel 1 Sukasenang 117, Pamekarsari 38, Ngamplang 26, Ngampangsari 68, Kel.Sukanegla 82, Kel.Cimuncang 130, Kel. Margawati 232, Muarasanding 164, Kel. Kota Kulon 47, Regol 6, Paminggir 19, Kel. Ciwalen Kel. Pakuwon Kel.Kota Wetan 64, Kel. Sukamantri 95, Suci 76, Kel Lebak Jaya 12, Karang Mulya 69, Sucikaler 95, Lengkongjaya 150, Mekar Wangi 7, Sirnajaya 101, Cimanganten 14, Langensari 50, Jati 126, Tj.Kamuning 56, Pananjung 68, Mekarjaya 160, Sukajadi 71, Rancabango 73, Pasawahan 13,42 0

38 25 Tabel 6. Data Sebaran Responden pada Masing-Masing Desa/ kelurahan (Lanjutan). No Kecamatan No Desa/ Kelurahan 6 Tarogong Kidul Luas Sawah (Ha) Jumlah Sampel 32 Cibunar 96, Kersamenak 153, Sukabakti 143, Sukakarya 56, Sukajaya 71, Jayawaras 48, Sukagalih 80, Pataruman 41, Tarogong 17, Jayaraga 40, Haur Panggung 20, Mekargalih 282,12 6 Jumlah 3.492,92 72 Pemetaan Lahan Sawah Aktual Peta lahan sawah aktual pada Kawasan Strategis Perkotaan Kabupaten Garut diperoleh dari hasil interpretasi citra satelit resolusi tinggi Ikonos serta didukung data verifikasi lapangan, dengan analisis menggunakan perangkat lunak ArcGIS (Barus et al. 2011). Metode penentuan luasan lahan sawah aktual dilakukan dalam beberapa tahapan proses, yaitu: 1) persiapan data dasar; 2) pengumpulan citra satelit; 3) pengolahan citra satelit; 4) interpretasi citra satelit, 5) pembuatan peta sawah baku dan, 6) verifikasi lapangan. Persiapan data dasar Persiapan peta dasar yang akan digunakan meliputi peta administrasi wilayah, peta jaringan jalan, peta sungai dan peta satuan lahan. Pengumpulan Citra Satelit Proses pengumpulan data citra satelit dilakukan dengan memanfaatkan sumber informasi yang ada melalui kegiatan yang telah dibuat sebelumnya dalam riset Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kota Garut oleh Bappeda Kabupaten Garut yang bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (LPPM P4W-IPB). Dalam proses screening citra satelit, juga digunakan beberapa citra pendukung untuk melengkapi proses interpretasi citra dengan melalui serangkaian proses pengolahan yang mengkombinasikan berbagai citra (Landsat-8). Data pengolahan citra selanjutnya akan digabungkan dengan berbagai data atau peta lain yang akhirnya menjadi peta kerja di lapangan. Pengolahan Citra Satelit Ground Check Point (GCP) atau Titik kontrol bumi merupakan masukan utama bagi analisis citra. Tahapan pertama yang perlu dilakukan adalah merektifikasi (kasar) citra penginderaan jauh resolusi tinggi terhadap peta dasar yang digunakan. Penetapan posisi GCP ini sepenuhnya dilakukan di

39 26 laboratorium dengan membandingkan kenampakan pada citra resolusi tinggi dan kenampakan pada peta Rupa Bumi Indonesia (RBI). Syarat penting bagi suatu lokasi agar dapat dipilih sebagai lokasi GCP adalah visibility yang jelas pada berbagai data masukan seperti citra penginderaan jauh resolusi tinggi, peta dasar dan lain-lain. Pada tahapan ini, GCP memiliki dua pengertian yang berbeda yaitu (i) GCP yang dikumpulkan sebagai perektifikasi kasar dan navigasi lapangan; dan (ii) GCP pengikat bagi proses ortorektifikasi citra. Pengukuran Titik Kontrol Bumi hanya dilakukan jika memungkinkan, dan hanya pada lokasi yang memiliki terain berbukit sampai bergunung. Untuk terain yang lebih landai (bergelombang dan datar). Interpretasi citra dilakukan secara visual pada layar komputer dengan memperhatikan karakter penggunaan lahan sawah seperti bentuk, warna, ukuran, pola, site dan asosiasinya. Dukungan data sekunder dipakai untuk menentukan delineasi akhir, kenampakan adanya bentuk yang mencirikan teras, asosiasi pemukiman dan lokasi yang berada di posisi lereng bawah atau lembah sering manjadi kunci penentuan keputusan objek sawah. Pembuatan Peta Sawah Baku dan Verifikasi Lapang Hasil interpretasi selanjutnya diproses untuk memperbaharui peta sawah baku awal yang akan dijadikan sebagai referensi pengamatan lapang. Dalam peta sawah baku awal sudah tergambarkan lokasi dominan sawah dan penyebarannya. Pada peta kerja ditentukan lokasi yang dianggap meragukan untuk diuji di lapangan, dan juga ditentukan pengambilan sampel yang mencerminkan kemungkinan variasi sawah yang ada dengan pertimbangan untuk memastikan hasil interpretasi awal adalah benar. Gambar 6. Rencana Lokasi Sebaran Sampel Pengamatan

40 27 Penetapan sampel pengamatan lapang di Kawasan Strategis Perkotaan dilakukan secara spasial dengan pertimbangan aspek luas hamparan (> 5 Ha), pola tanam (IP100, IP200, IP300), jarak dari jalan (50 m, 100m). Penyebaran lokasi untuk mewakili karakter lingkungan menjadi pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pengujian dan pengecekan lapang, di lapangan semua lokasi pengamatan direkam dengan GPS dan foto digital. Lokasi pengamatan dilakukan di enam kecamatan yang menjadi kawasan perkotaan, yaitu Tarogong Kidul, Tarogong Kaler, Garut Kota, Banyuresmi, Karangpawitan dan Cilawu. Sebaran spasial dari rencana lokasi pengambilan sampel lapangan di Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Gambar 6. Analisis Neraca Lahan Sawah Analisis ini digunakan untuk menggambarkan kebutuhan dan ketersediaan lahan sawah dalam jangka waktu tertentu di Kabupaten Garut. Proyeksi kebutuhan lahan sawah ini akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kebutuhan lahan guna mengetahui pengaruh lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Garut. Prediksi Jumlah Penduduk (Yt) Proyeksi jumlah penduduk yang dilakukan untuk menggambarkan perkembangan penduduk dalan jangka tertentu yang telah ditentutan. Secara teoritis dapat dilihat pada persamaan berikut : Dimana : y t = Prediksi jumlah penduduk (jiwa) yₒ = Jumlah penduduk tahun dasar 2012 (jiwa) B t = = Laju pertumbuhan penduduk (%) Tahun ke-t Data yang digunakan untuk proyeksi pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut adalah data jumlah penduduk selama rentang tahun , data berasal dari BPS Kabupaten Garut. Tahun dasar perhitungan yang digunakan adalah jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar Ketersediaan/ Luasan Lahan Aktual (Ql) Luas lahan atau ketersediaan lahan sawah dihitung berdasarkan kondisi aktual lahan sawah di Kabupaten Garut hasil deliniasi citra pada tahun Luasan lahan sawah dibedakan menjadi tiga bagian utama, yaitu lahan sawah akutual Kabupaten Garut secara keseluruhan (TKG), luas lahan sawah aktual di Kawasan Strategis Perkotaan (KSP) dan luasan lahan aktual Kabupaten Garut tanpa Kawasan Strategis Perkotaan (TKG-KSP).

41 28 Kebutuhan Lahan (Kl) Analisis proyeksi kebutuhan akan lahan sawah dihitung dengan komponen jumlah penduduk di Kabupaten Garut; tingkat konsumsi masyarakat; koofisien konversi beras ke gabah; produktifitas rataan lahan serta IP rataan. Secara teoritis, penghitungan menggunakan rumus sebagai berikut : Dimana : Kl = Kebutuhan Lahan (Ha) kb = Konsumsi beras Kabupaten Garut (kg/kapita/tahun) Yt = Jumlah penduduk tahun ke-t (jiwa) KcB = Koofisien konversi Beras ke Gabah Pr = Produktivitas rataan Kabupaten Garut (ton/ha) IP = Rataan (IP) Indek Pertanaman Kabupaten Garut Perencanaan untuk menghitung neraca didasarkan pada : 1. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Garut dianggap konstan sebesar persen, dengan menggunakan data jumlah penduduk Kabupaten Garut pada rentang tahun 2005 hingga Tahun 2012 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut. 2. Jangka waktu peramalan adalah 25 tahun. 3. Data jumlah penduduk Kabupaten Garut yang dijadikan dasar perhitungan prediksi adalah jumlah penduduk tahun 2012 sebesar jiwa diadopsi dari Garut dalam angka yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut tahun Perhitungan neraca lahan Kabupaten Garut menggunakan luasan sawah aktual Kabupaten Garut tanpa Kawasan Strategis perkotaan (KG-KSP) dengan jumlah penduduk adalah total jumlah penduduk di Kabupaten Garut 5. Perhitungan neraca lahan Kawasan Strategis Perkotaan menggunakan luas lahan aktual dan jumlah penduduk 6 kecamatan dan 43 desa/ kelurahan. 6. Intensitas Pertanaman (IP) berdasarkan sebaran IP pada masing-masing desa dan kelurahan dengan kisaran IP Kebutuhan beras hanya berdasarkan konsumsi masyarakat sebesar 105,56 Kg/kapita/ tahun, tanpa kebutuhan beras untuk industri dan lainya, sesuai dengan data yang digunakan oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat. 8. Faktor konversi Gabah Kering Giling (GKG) ke beras adalah sebesar 0,627 berdasarkan pada hasil survei susut panen dan pasca panen gabah beras kerjasama BPS dan Kementan tahun Faktor koofisien konversi beras ke gabah adalah invers dari faktor konversi gabah ke beras yaitu 1, Konversi di Kabupaten Garut lahan adalah sebesar 748 ha per tahun, angka ini diperoleh dari besaran rataan pengurangan sawah di Kabupaten Garut selama rentang waktu yang diolah dan dikombinasikan dengan akseptabilitas responden di wilayah penelitian. 10. Konversi lahan di Kawasan Strategis Perkotaan adalah sebesar 194 ha/ tahun, nilai ini diperloeh dari perkalian luas lahan sawah di Kawasan strategis Perkotaan dikalikan dengan persentasi konversi lahan di kabupaten Garut selama rentang tahun

42 29 Analisis Penentuan Lahan Sawah Prioritas Dalam menganalisis keberlangsungan lahan sawah di Kabupaten Garut maupun di Kawasan Strategis Perkotaan akan menggunakan pendekatan persyaratan yang tertera dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dimana didalamnya terdapat beberapa pertimbangan yang memperhitungkan aspek fisik, sosial dan ekonomi. Kriteria yang dipakai dalam penghitungan lahan prioritas meliputi: 1) Indek Pertanaman (IP); 2) sistem irigasi); 3) luas hamparan; dan 4) kelas kemiringan lereng; serta 5) jarak lahan dari bahu jalan. Dari kriteria yang telah ditetapkan sebagai acuan dalam penetuan lahan prioritas diatas, selanjutnya dilakukan penyederhanaan dengan menggunakan simbol yang nantinya dapat digunakan sebagai penanda klasifikasi. Simbolisasi dan pembobotan kritria yang digunakan sebagai penentuan lahan prioritas dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Variabel, Parameter dan Simbol dalam Penentukan Lahan Prioritas Irigasi Variabel Parameter Simbol Indeks Pertanaman Luas Hamparan Kemiringan Lereng Teknis IR1 Non teknis IR2 Non irigasi IR3 IP 300 IP3 IP 200 IP2 IP 100 IP1 > 5 ha >5H < 5 ha <5H < 8% < 8% > 8% > 8% Selain menggunakan empat variabel diatas, perhitungan luas lahan prioritas juga mempertimbangkan lokasi lahan berdasarkan jarak lahan dari bahu jalan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa lahan sawah yang berada pada bahu jalan memiliki peluang sangat besar untuk terjadi konversi menjadi lahan terbangun. Adapun lahan sawah yang dikategorikan sebagai lahan prioritas adalah lahan yang berada diluar radius 100 m dari bahu jalan Provinsi dan diluar radius 50 m dari bahu jalan Kabupaten. Dari kelima kriteria ini kemudian dilakukan analisis spasial dengan metode logika Decision Tree sehingga dihasilkan kriteria prioritas lahan lahan pertama dan lahan prioritas kedua. Lahan prioritas pertama adalah lahan yang berada pada radius 100 meter di luar bahu jalan Provinsi dan 50 meter dari bahu jalan Kabupaten dengan produktivitas tinggi (IP300) dan sebaran berada pada hamparan lebih dari 5 ha. Sedangkan lahan diluar kriteria ini akan dikategorikan sebagai prioritas kedua. Secara tabulasi kriteria penentuan lahan prioritas disajikan padatabel 11. Tabel 11. Kriteria penentuan lahan prioritas Prioritas I a. Lahan sawah aktual b. IP300 c. Hamparan > 5 ha Prioritas II Selain Prioritas I

43 30 Penentuan luas lahan prioritas juga mempertimbangkan pola ruang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut tahun Kriteria lahan prioritas ditetapkan pada wilayah kawasan lindung dan berada di luar kawasan perkotaan yang telah direncanakan dalam RTRW Kabupaten Garut. RTRW Kawasan Strategis Perkotaan disajikan pada Gambar 7 dan Tabel 12. Gambar 7. Peta Pola Ruang Kawasan Strategis Perkotaan Tabel 12. Sebaran Pola Ruang RTRW Kawasan Strategis Perkotaan Pola Ruang Kelas Luas (ha) Kawasan Rawan Gunung Api Kaw. Lindung Kawasan Rawan Gerakan Tanah Tinggi Kaw. Lindung Kawasan Rawan Gerakan Tanah Menengah Kaw. Lindung Sempadan Sungai Kaw. Lindung 199 Hutan Konservasi Kaw. Lindung 45 Hutan Lindung Kaw. Lindung 1 Pertanian Lahan Basah Kaw. Budidaya 110 Pertanian Lahan Kering Kaw. Budidaya 30 Kawasan Pedesaan Kaw. Budidaya 190 Kawasan Perkotaan Kaw. Budidaya Hutan Rakyat Kaw. Budidaya 54 Jumlah 8.135

44 31 Status Kepemilikan Lahan HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Terdapat tiga kelompok kepemilikan lahan, yaitu (i) penggarap yang merupakan pemilik lahan, (ii) penggarap yang merupakan penyewa lahan, dan (iii) penggarap yang merupakan pemilik lahan juga penyewa lahan. Status penguasaan lahan didominasi oleh petani penyewa sebanyak 54 orang (75%), dengan sebaran terbanyak ada di Kecamatan Tarogong Kidul sebanyak 21 orang (29,2%) dan Garut Kota 15 orang (20,8%). Responden yang merupakan penggarap lahan milik pribadi (pemilik lahan) berjumlah 18 orang dengan 13 orang (18,1%) responden hanya menggarap lahan miliknya saja, dan terdapat 5 orang (6,9%) responden pemilik lahan yang juga menggarap lahan sewaan secara bersamaan. Sebaran kepemilikan lahan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Usia, tingkat Pendidikan dan Status Kepemilikan Lahan (orang) Kecamatan Jumlah sampel Usia Pendidikan Kepemilikan lahan <40 >40 SD SMP Pemilik Penyewa Pemilikpenyewa Banyuresmi Cilawu Garut Kota karangpawitan Tar. Kidul Tar. Kaler Jumlah Usia dan Tingkat Pendidikan Responden Sebanyak 62 responden (86,11%) berusia di atas 40 tahun, dan sisanya 13,89% berusia di bawah 40 tahun. Sebaran usia responden diatas 40 Tahun terbanyak pada Kecamatan Tarogong Kidul yaitu 21 orang (29,2%) kemudian pada Kecamatan Tarogong Kaler (23,6%) dan Kecamatan Garut Kota ( 20,8%), Kondisi ini menggambarkan rendahnya minat dan ketertarikan generasi muda untuk menggeluti profesi sebagai petani. Tingkat pendidikan responden mayoritas lulusan Sekolah Dasar (70,83%), sedangkan sisanya 29,17% berpendidikan Sekolah Menengah Pertama, tidak ada responden yang mengenyam pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas. Sebaran tingkat pendidikan SD terbanyak pada Kecamatan Tarogong Kidul yaitu 20 orang (27,8%) kemudian pada Kecamatan Tarogong Kaler (18,1%) dan Kecamatan Garut Kota ( 15,3%). Hasil penelitian menunjukkan terdapat kolerasi antara usia responden dengan tingkat pendidikan, pada wilayah yang didominasi oleh petani dengan usia diatas 40 tahun, tingkat pendidikan terbanyak adalah lulusan SD. Sedangkan responden yang berusia di bawah 40 tahun rata-rata pernah menempuh pendidikan SMP.

45 32 Meskipun seluruh responden berpendidikan formal hanya sampai tingkat dasar, kondisi ini tidak mempengaruhi penguasaan keterampilan selain bertani. Sebanyak 43,06% responden menyatakan bahwa mereka menguasai keahlian/keterampilan lain seperti menjahit, tukang bangunan, beternak, memasak katering, bengkel sepeda motor, operator mesin traktor bajak sawah dan bertani pisang. Karakteristik Usahatani Responden Sistem pengairan atau irigasi lahan pertanian sawah di Kawasan Strategis Perkotaan bervariasi mulai dari lahan beririgasi teknis hingga tanpa irigasi. Dari 72 responden yang diwawancarai, 88,9% responden menyatakan bahwa sawahnya telah beririgasi, sedangkan 11,1% lainnya menyatakan bahwa sawahnya belum beririgasi. Kebanyakan irigasinya adalah irigasi semi teknis (98,5%), dan hanya 1,4% responden yang menyatakan sawahnya beririgasi teknis. Pola pergiliran tanam pada umumnya adalah padi sepanjang tahun. Sebanyak 72,2% responden melakoni pola semacam ini, ada pula yang menggilir padi dengan palawija dilakukan oleh 26,4% responden. Sedangkan satu orang responden atau 1,4% memilih pola menanam padi untuk kemudian di-bera-kan (sawah dibiarkan tidak ditanami). Hal ini dilakukan karena keterbatasan pengairan, sehingga lahan hanya bisa ditanami pada musim penghujan saja. Pola pergiliran tanaman padi dengan palawija, serta sistem bera ditemukan pada lokasi sawah di kecamatan Tarogong kaler, Tarogong Kidul dan Garut Kota, hal ini dilakukan oleh petani dengan alasan kecukupan supply air dari saluran irigasi, pada lokasi ini saluran irigasi adalah semi teknis dan sederhana. Pada beberapa titik lahan sawah di Kecamatan Tarogong kaler, pola pengairan dilakukan secara bergilir dan dibagi atas beberapa kelompok lahan, sehingga petani yang pada saat musim tanam mendapatkan bagian air terbatas, mereka memanfaatkannya dengan pola penanaman berganti dengan palawija, bahkan ada yang melakukan sistem bera dan beralih profesi sementara. Persepsi Responden Terhadap Keberlajutan Lahan Akseptabilitas petani terhadap keberlanjutan sawah di Kabupaten Garut termasuk tinggi, dimana 94,4% (17 orang) dari total 18 pemilik lahan sawah tidak berniat menjual lahan sawah dan memiliki harapan untuk terus bertani. Sedangkan responden yang merupakan penyewa lahan juga konsisten memberikan jawaban yang sama dengan total 87,1% (47 orang) dari total 54 responden penyewa setuju akan penerapan lahan pangan berkelanjutan yang dilindungi. Dalam hal penetapan lahan sawah untuk dijadikan kawasan pangan berkelanjutan, sebanyak 94,44% responden pemilik lahan pun menerima untuk lahannya ditetapkan sebagai bagian dari kawasan LP2B, termasuk kesediaan untuk mengusahakan padi pada lahan tersebut secara terus menerus.sikap ini juga konsisten dengan harapan mereka bahwa usaha tani yang dijalankan dapat terus berlanjut. Sementara itu, sebanyak 40,28% responden menjawab bahwa anak mereka kurang atau tidak berminat melanjutkan usaha pertanian orang tuanya. Bahkan, dari responden yang notabene adalah orang tua itu sendiri, sebanyak 2,78% menyatakan bahwa sebenarnya mereka tidak ingin keturunannya melanjutkan profesi yang mereka geluti sekarang ini. Hal ini menggambarkan bahwa lahan pertanian pangan berkelanjutan perlu didukung dengan profesi petani yang juga berkelanjutan.

46 33 Analisis Sebaran Lahan Sawah Peta lahan sawah aktual pada Kawasan Strategis Perkotaan maupun pada Kabupaten Garut diperoleh dari hasil interpretasi citra satelit resolusi tinggi Ikonos serta didukung data verifikasi lapangan. Sebaran Lahan Sawah Aktual di Kawasan Strategis Perkotaan Pada Kawasan Strategis Perkotaan ditemukan sawah aktual seluas ha, dengan luas wilayah sebesar ha, setara dengan 43,13% luas Kawasan Strategis Perkotaan. Sebaran sawah aktual pada Kawasan Strategis Perkotaan dilihat pada Gambar 8 dan Tabel 14. Sebaran lahan sawah menunjukkan terdapat dua Kelurahan di Kecamatan Garut Kota yang tidak terdapat lahan sawah, yaitu kelurahan Ciwalen dan Pakuwon. Kedua kelurahan ini berada tepat di pusat perdagangan di Kabupaten Garut. Sementara itu, pada bagian barat dan timur dari Kawasan Strategis Perkotaan terdapat 13 desa/ kelurahan yang diidominasi oleh lahan sawah, yaitu: Desa Mekargalih; Sukajaya; Kersamenak; Sukabakti; Mekarjaya; Lengkongjaya; Karang mulya; Sucikaler; Kel. Sukamantri; Ngampangsari; Muarasanding; Mekar wangi dan Cibunar. Gambar 8. Peta Sebaran Lahan Sawah di Kawasan Startegis Perkotaan

47 34 Tabel 14. Luas Wilayah dan Luas Lahan Sawah Aktual di Kawasan Startegis Perkotaan Tahun 2014 No Kecamatan No Desa/ Kelurahan 1 Banyuresmi 2 Cilawu 3 Garut Kota Karang- Pawitan Tarogong- Kaler Tarogong- Kidul Wilayah Luas (ha) Sawah Persentase (%) 1 Sukasenang 298,09 117,25 39,33 2 Pamekarsari 344,46 38,33 11,13 3 Ngamplang 212,20 26,48 12,48 4 Ngampangsari 120,40 68,65 57,02 5 Kel.sukanegla 311,06 82,28 26,45 6 Kel.cimuncang 344,00 130,78 38,02 7 Kel. Margawati 553,27 232,10 41,95 8 Muarasanding 246,25 164,30 66,72 9 Kel. Kota kulon 144,03 47,04 32,66 10 Regol 63,17 6,42 10,17 11 Paminggir 76,17 19,45 25,53 12 Kel. Ciwalen 45, Kel. Pakuwon 50, Kel.kota wetan 145,60 64,24 44,12 15 Kel. Sukamantri 179,68 95,81 53,32 16 Suci 162,66 76,12 46,80 17 Kel lebak jaya 125,26 12,83 10,24 18 Karang mulya 121,97 69,84 57,26 19 Sucikaler 160,01 95,22 59,51 20 Lengkongjaya 214,46 150,46 70,16 21 Mekar wangi 126,30 7,33 5,80 22 Sirnajaya 260,71 101,42 38,90 23 Cimanganten 60,13 14,04 23,35 24 Langensari 167,19 50,15 30,00 25 Jati 301,85 126,80 42,01 26 Tanjungkamuning 220,02 56,29 25,58 27 Pananjung 296,70 68,29 23,02 28 Mekarjaya 186,00 160,32 86,19 29 Sukajadi 123,22 17,50 14,21 30 Rancabango 277,69 73,95 26,63 31 Pasawahan 130,73 13,42 10,27 32 Cibunar 145,13 96,98 66,82 33 Kersamenak 219,29 153,41 69,96 34 Sukabakti 201,60 143,56 71,21 35 Sukakarya 115,36 56,77 49,21 36 Sukajaya 223,90 171,50 76,60 37 Jayawaras 131,51 48,11 36,58 38 Sukagalih 200,91 80,28 39,96 39 Pataruman 114,22 41,27 36,14 40 Tarogong 74,20 17,51 23,59 41 Jayaraga 118,63 40,06 33,77 42 Haur panggung 144,75 20,23 13,98 43 Mekargalih 340,69 282,12 82,81 Jumlah 8.099, ,92 41,22

48 35 Sebaran Lahan Sawah Aktul di Kabupaten Garut Hasil identifikasi di Kabupaten Garut menunjukkan luas wilayah sebesar ha dengan sawah aktual sebesar ha atau setara dengan 14,43% luas wilayah. Sebaran lahan sawah di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Gambar 9. Jika lahan sawah diidentifikasi, terdapat tiga kelas luasan, yaitu luasan lahan sawah 1000 ha, luasan lahan ha dan luasan lahan sawah 2000 ha. Sebaran kelas luasan lahan dibawah 1000 ha terdapat di 20 Kecamatan diantaranya Kecamatan Cibalong; Wanaraja; Cisurupan; Garut kota; Karang tengah; Kersamanah; Leuwigoong; Mekar mukti; Pameungpeuk; Pamulihan; Pangatikan; Pasirwangi /Banjarwangi; Peundeuy; Selaawi; Sucinaraja; Sukaresmi; Cibiuk; Cigedug; Cihurip; Cikajang. Kelas luasan lahan ha terdapat di 19 Kecamatan yang tersebar di Kecamatan Banjarwangi; Banyuresmi; Bayongbong; Caringin; Cibatu; Cikelet; Cilawu; Cisompet; Kadungora; Karangpawitan; Leles; Limbangan; Malangbong; Samarang; Singajaya; Sukawening; Talegong; Tarogong kaler; Tarogong kidul. Sedangkan kelas luasan lahan sawah 2000 ha terdapat di Kecamatan Bungbulang; Cisewu dan; Pakenjeng. Sebaran luasan wilayah dan luasan lahan sawah di Kabupaten Garut disajikan pada Tabel 15. Gambar 9. Peta Sebaran Lahan Sawah di Kabupaten Garut tahun 2014 Beberapa kecamatan di Kabupaten Garut teridentifikasi didominasi oleh lahan sawah, kecamatan yang lahan sawahnya lebih dari 50 persen dari luasan wilayahnya terdapat pada Kecamatan Karangpawitan sebanyak 50,55 persen

49 36 dan Tarogong kidul sebesar 68,17 persen. Kedua kecamatan yang wilayahnya didominasi oleh sawah ini termasuk kedalam Kecamatan yang direncanakan menjadi Kawasan Strategis Perkotaan. Tabel 15. Sebaran Luas Wilayah dan Luas Lahan Sawah Aktual Kabupaten Garut Tahun 2014 Luas (ha) Persentase No Nama kecamatan Wilayah Sawah (%) 1 Banjarwangi , ,87 13,95 2 Banyuresmi 4.562, ,49 23,20 3 Bayongbong 4.630, ,22 29,87 4 Bungbulang , ,16 16,54 5 Caringin , ,94 10,49 6 Cibalong ,34 879,67 4,07 7 Cibatu 3.877, ,21 28,27 8 Cibiuk 2.199,71 508,14 23,10 9 Cigedug 3.332,92 166,86 5,01 10 Cihurip 5.467,18 602,98 11,03 11 Cikajang ,59 154,63 1,45 12 Cikelet , ,91 9,08 13 Cilawu 7.988, ,02 13,41 14 Cisewu , ,96 12,82 15 Cisompet , ,41 9,32 16 Cisurupan 9.207,67 856,61 9,30 17 Garut kota 3.003,67 935,04 31,13 18 Kadungora 3.892, ,08 32,71 19 Karang tengah 5.508,49 304,69 5,53 20 Karangpawitan 2.850, ,69 50,55 21 Kersamanah 2.478,13 580,10 23,41 22 Leles 7.456, ,75 14,14 23 Leuwigoong 2.318,66 904,78 39,02 24 Limbangan 8.564, ,51 18,09 25 Malangbong , ,75 16,52 26 Mekar mukti 4.303,21 944,64 21,95 27 Pakenjeng , ,68 12,07 28 Pameungpeuk 4.683,23 990,50 21,15 29 Pamulihan ,26 242,61 2,11 30 Pangatikan 2.093,25 485,81 23,21 31 Pasirwangi /Banjarwangi 5.349,92 671,03 12,54 32 Peundeuy 5.382,41 717,97 13,34 33 Samarang 5.534, ,25 18,31 34 Selaawi 3.662,43 881,31 24,06 35 Singajaya 5.346, ,43 24,49 36 Sucinaraja 3.354,53 304,16 9,07 37 Sukaresmi 3.218,01 730,98 22,72 38 Sukawening 3.798, ,89 26,80 39 Talegong , ,33 17,29 40 Tarogong kaler 5.425, ,80 18,48 41 Tarogong kidul 1.689, ,80 68,17 42 Wanaraja 2.248,49 454,82 20,23 Jumlah , ,52 14,43

50 37 Perbandingan antara luasan wilayah administrasi dan luasan lahan sawah aktual di Kawasan Strategis Perkotaan dan di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Luasan Wilayah dan Sawah Aktual di Kabupaten Garut Tahun Wilayah Administrasi Luas Wilayah (ha) Luas Sawah (ha) Kawasan Strategis Perkotaan (KSP) 8.099, ,92 Kabupaten tanpa Kota (KG-KSP) , ,59 Kabupaten Garut Total (KG) , ,52 Dari analisis sebaran lahan sawah aktual yang dilakukan pada Kawasan Strategis Perkotaan maupun Kabupaten Garut tergambarkan bahwa luas wilayah Kawasan Strategis Perkotaan adalah setara dengan 2,62% luas wilayah Kabupaten Garut. Dengan luas sawah aktual di Kawasan Strategis Perkotaan adalah setara dengan 7,47% luas sawah di Kabupaten Garut. Perhitungan Neraca Lahan Penghitungan neraca lahan terkait erat dengan luasan lahan; produktifitas pada masing-masing wilayah; Indek Pertanaman yang dipengaruhi oleh ketersediaan air dan sistem irigasi; jumlah penduduk; serta konsumsi masyarakat terhadap bahan pangan beras di Kabupaten Garut. Variabel yang digunakan dalam perhitungan neraca lahan tertera pada Tabel 17. Tabel 17. Variabel dan Parameter Penetapan Neraca Lahan No Variabel dan Parameter Nilai 1 Luas Sawah Aktual Total Kabupaten Garut (TKG) Tahun Luas Sawah Aktual Kawasan Strategis Perkotaan (KSP) Luas Sawah Aktual Kabupatet Garut tanpa Kota (TKG-KSP) Laju konversi sawah KSP (ha/thn) Laju konversi sawah kab Garut (ha/thn) Laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun ( ) 0, Jumlah penduduk tahun dasar Kabupaten Garut (2012) Jumlah penduduk Kabupaten Garut 25 tahun yad (jiwa) Jumlah penduduk tahun dasar KSP (2012) Jumlah penduduk KSP 25 tahun yad (jiwa) Produktifitas rataan Kabupaten Garut (ton/ha) 6, IP Rataan Kabupaten Garut 2,33 13 Koefisien konversi gabah ke beras 0, koefisien konversi beras ke gabah 1, kebutuhan beras dengan standar per kapita Garut (kg/kapita/th) 105,56 Tabel 17 menunjukkan beberapa variabel yang diekstrak berdasarkan data yang diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Garut, maupun data hasil survei lapangan yang dilakukan selama proses penelitian. Jumlah penduduk tahun dasar adalah sebesar jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,519 persen/ tahun berdasarkan rata-rata perhitungan jumlah penduduk dari data

51 38 tahun 2005 hingga Prediksi jumlah penduduk untuk 25 tahun ke depan adalah sebanyak jiwa. Rata-rata produktifitas padi sawah di Kabupaten Garut adalah sebesar 6,148 ton/ha dengan rata-rata Indeks Pertanaman sebesar 2,33 kali per tahun. Beberapa daerah dengan sistem irigasi teknis yang menjamin ketersediaan pasokan air mampu melakukan penanaman sebanyak tiga kali dalam setahun, tetapi untuk beberapa kecamatan dengan keterbatasan ketersediaan air. Kecamatan yang sumber air hujan tergantung pada hujan hanya mampu melakukan penanaman sebanyak satu hingga dua kali saja dalam setahun. Untuk menghitung produksi beras, digunakan faktor konversi sebesar 0,6274, dimana nilai ini dapat diterjemahkan bahwa setiap satu kilogram padi yang dihasilkan dari proses panen, menghasilkan beras sebanyak 627,4 gram atau Kg. Sementara koofisien konversi beras ke gabah adalah sebesar 1,594 yang merupakan invers dari koofisien konversi gabah ke beras. Berdasarkan data yang digunakan oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat Konsumsi beras masyarakat Kabupaten Garut rata-rata adalah sebesar 105,65 Kg /kapita /tahun. Hasil perhitungan kebutuhan beras Kabupaten Garut pada waktu 25 tahun yang akan datang atau tepatnya tahun 2037 adalah sebesar ton/tahun dan ton/tahun untuk kebutuhan masyarakat Kawasan Strategis Perkotaan. Perhitungan Neraca Lahan di Kawasan Strategis Perkotaan Status neraca lahan pada Kawasan Strategis Perkotaan bernilai minus 54,98% pada tahun pertama perhitungan, dan pada akhir tahun perhitungan (25 tahun yad) prediksi kekurangan lahan mencapai 68,65%. Artinya Kawasan Strategis Perkotaan tidak mampu memenuhi kebutuhan lahan sawah dalam wilayahnya. Tabulasi perhitungan neraca lahan pada Kawasan Strategis Perkotaan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Status Neraca Lahan pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut Tahun tahun ke- Tahun prediksi jumlah penduduk kebutuhan lahan (Ha) ketersediaan lahan (Ha) Persentase kekurangan , , , , , , , , , , , , , , ,20

52 39 Tabel 18. Status Neraca Lahan pada Kawasan Strategis Perkotaan di Kabupaten Garut Tahun (Lanjutan). tahun ke- Tahun prediksi jumlah penduduk kebutuhan lahan (Ha) ketersediaa n lahan (Ha) Persentase kekurangan , , , (153) 101, (347) 103, (541) 105, (735) 107, (929) 108, (1.123) 110, (1.317) 112,36 Perhitungan Neraca Lahan di Kabupaten Garut Penghitungan neraca lahan Kabupaten Garut mengunakan asumsi luas lahan adalah luas lahan sawah aktual Kabupaten Garut tanpa Kawasan Strategis Perkotaan yaitu sebesar ha. Jumlah penduduk adalah total Kabupaten Garut termasuk penduduk di Kawasan Strategis Perkotaan dengan total jiwa. Diperoleh status neraca lahan bernilai surplus sebesar 39,73% pada tahun pertama. Dengan asumsi bahwa luas lahan selama 25 tahun kedepan adalah tetap, sedangkan jumlah penduduk meningkat sebesar 1,519% setiap tahun. Nilai neraca lahan mencapai titik balik pada tahun ke-24, yaitu negatif 1,22%, artinya pada tahun ke-24 Kabupaten Garut tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan dalam wilayah sendiri. Tabulasi perhitungan neraca lahan pada Kabupaten Garut tanpa Kawasan Strategis Perkotaan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Status Neraca Lahan Kabupaten Garut tanpa Kawasan Strategis PerkotaanTahun Tahun ke- Tahun Prediksi jumlah penduduk Kebutuhan lahan Ketersediaan lahan flat Persentase Neraca , , , , , , , , , , (1,57) (5,19)

53 40 Tabel 19. Status Neraca Lahan Kabupaten Garut tanpa Kawasan Strategis PerkotaanTahun (Lanjutan). Tahun ke- Tahun Prediksi jumlah penduduk Kebutuhan lahan Ketersediaan lahan flat Persentase Neraca (8,72) (12,16) (15,53) (18,81) (22,01) (25,13) (28,18) (31,15) (34,05) (36,88) (39,64) (42,33) (44,96) Perhitungan neraca lahan dengan asumsi luas sawah aktual merupakan luas sawah Kabupaten Garut ditambah luas sawah Kawasan Strategis Perkotaan sebesar ha, jumlah penduduk sebesar yang merupakan total penduduk termasuk di Kawasan Strategis Perkotaan. Diperoleh status neraca lahan surplus sebesar 51,02 % pada tahun pertama, dan neraca lahan Kabupaten Garut mencapai titik balik pada tahun ke-29 negatif 1,01%, artinya pada tahun ke-29 Kabupaten Garut tidak mampu memenuhi kebutuhan lahan untuk wilayahnya sendiri. Tabulasi perhitungan neraca lahan pada Kabupaten Garut secara utuh dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Status Neraca Lahan Total Kabupaten Garut Tahun Tahun Prediksi jumlah Kebutuhan Ketersediaan Persentase Tahun ke- penduduk lahan lahan flat Neraca , , , , , , , , , , , ,37

54 41 Tabel 20. Status Neraca Lahan Total Kabupaten Garut Tahun (Lanjutan) Tahun Prediksi jumlah Kebutuhan Ketersediaan Persentase Tahun ke- penduduk lahan lahan flat Neraca , (2,89) (6,39) (9,80) (13,14) (16,40) (19,58) (22,68) (25,71) (28,66) (31,54) (34,35) (37,10) Tabel 21. Indikator pengaruh lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan terhadap Kabupaten Garut. Wilayah Administrasi Nilai Neraca lahan Tahun ke-1 Tahun ke-25 Titik Balik Kawasan Strategis Perkotaan (KSP) (54,98) (112,36) Tahun 2013 Kabupaten Garut tanpa KSP (KG - KSP) 39,73 (1,57) Tahun 2023 Kabupaten Garut Total (KG) 51,02 (2,89) Tahun 2026 Tabel 21 menunjukkan ketersediaan lahan terhadap kebutuhan konsumsi pangan domestik masayarakat pada Kawasan Strategis Perkotaan (KSP) adalah defisit sejak tahun awal perhitungan, sedangkan Kabupaten Garut (KG) mengalami surplus lahan mencapai 51,02% pada tahun awal perhitungan. Dengan menggunakan asumsi luasan lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan dianggap tidak ada, perhitungan nerca lahan di Kabupaten Garut turun menjadi 39,73%. Artinya, lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan memberikan pengaruh terhadap kebutuhan lahan di Kabupaten Garut sebesar 11,29% pada tahun pertama. Kontribusi lain dari keberadaan lahan sawah di Kawasan Strategis perkotaan adalah mampu menopang neraca lahan 3 tahun lebih lama.

55 42 Analisis Lahan Sawah Prioritas Hasil perhitungan yang dilakukan menggunakan meetode query spatial dengan membuat logika pohon keputusan/ Decision Tree terhadap kreteria yang telah ditetapkan diperoleh prioritas pertama sebesar ha dan luas lahan prioritas kedua sebesar ha. Gambar 10. Peta Sebaran Lahan Prioritas di Kawasan Strategis Perkotaan Luas lahan prioritas pertama jika dibandingkan dengan luasan wilayah Kawasan Strategis Perkotaan setara dengan 21,46%. Sebaran lahan sawah prioritas pertama dominan berada pada Kecamatan Tarogong Kidul, Tarogong Kaler dan Garut Kota. Pada Kecamatan Tarogong Kidul terdapat 716 ha lahan prioritas pertama atau setara dengan 35,28 % luas kecamatan, pada Kecamatan Tarogong Kaler terdapat 344 ha lahan prioritas pertama, atau setara dengan 16,01 % dari luas kecamatan ini, dan pada Kecamatan Garut Kota sebanyak 393 ha atau setara dengan 18,21% luas kecamatan ini masuk dalam kategori lahan prioritas pertama. Sebaran lahan sawah prioritas yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 10 dan Lampiran 2. Dari matriks perkalian sistem irigasi, indeks pertanaman, luas hamparan dan kelas lereng diperoleh 36 kemungkinan tipe sebaran karakteristik spasial lahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan, tetapi dari dalam penelitian ini hanya ditemukan 16 tipe karakteristik spasial lahan sawah. Karakteristik lahan sawah aktual pada Kawasan Strategis Perkotaan disajikan pada Tabel 22.

56 43 Tabel 22. Sebaran Karakteristik Lahan Aktual pada Kawasan Strategis Perkotaan ID Lahan Karakteristik Lahan Luas Lahan (ha) 1 IR1/IP3/>5ha/<8% 694,81 2 IR1/IP3/>5ha/>8% 296,74 3 IR1/IP3/<5ha/<8% 529,45 4 IR1/IP3/<5ha/>8% 250,85 5 IR1/IP1/>5ha/<8% 18,39 6 IR1/IP1/>5ha/>8% 21,41 11 IR1/IP1/<5ha/<8% 7,96 12 IR1/IP1/<5ha/>8% 38,07 13 IR2/IP3/>5ha/<8% 327,45 14 IR2/IP3/>5ha/>8% 248,59 15 IR2/IP3/<5ha/<8% 195,35 16 IR2/IP3/<5ha/>8% 131,17 25 IR3/IP3/>5ha/<8% 205,87 26 IR3/IP3/>5ha/>8% 45,84 27 IR3/IP3/<5ha/<8% 130,53 28 IR3/IP3/<5ha/>8% 48,58 Jumlah 3.191,07 Kondisi lahan sawah aktual di Kecamatan Garut Kota menunjukkan bahwa terdapat dua kelurahan yang sudah tidak memiliki lahan sawah lagi, yaitu Kelurahan Ciwalen dan Pakuon. Kedua kelurahan ini merupakan pusat kota yang menjadi pusat ekonomi dan perdagangan masyarakat Kabupaten Garut. Penguasaan lahan pada Kecamatan Tarogong Kaler, Tarogong Kidul dan Garut Kota didominsai oleh petani penyewa lahan. Dari total 59 orang responden, 45 orang atau 76,27 persen responden adalah petani penyewa. Sedangkan pada Kecamatan Banyuresmi, Cilawu dan Karangpawitan, sebanyak 69,23 persen atau sebanyak sembilan dari 13 orang adalah petani penyewa lahan sawah garapan. Jika dilihat dari angka tersebut, mayoritas lahan garapan yang diusahakan petani penggarap di Kawasan Strategis Perkotaan adalah lahan sewaan. Kondisi ini tentunya merupakan tantangan besar bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Garut untuk selanjutnya menentukan kebijakan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Kondisi lain yang diperoleh dari penelitian ini adalah besarnya proporsi responden yang menyatakan tidak berniat untuk menjual lahan sawah atau mengalihgunakan lahan sawah, dan berharap untuk meneruskan usaha tani mereka. Kondisi ini dikemukakan oleh petani yang memiliki lahan maupun petani penggarap lahan sewaan di Kawasan Strategis Perkotaan. Hal ini dapat dianalisis kedalam beberapa faktor, diantaranya: Pertama adalah sisi ekonomi, sebagian besar responden (65,28%) menyatakan bahwa usaha tani dapat mencukupi kebutuhan hidup. Sedangkan 34,72% menyatakan bahwa usaha tani tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup. Tetapi sebagian diantaranya mengembangkan usaha-usaha sampingan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan, diantaranya peternakan (baik beternak maupun pencari rumput pakan) menjadi salah satu sektor andalan.

57 44 Kedua, ditinjau dari sisi pandangan hidup. Adanya pandangan hidup yang dianut masyarakat bahwa lahan sawah memiliki multi fungsi. Secara garis besar, manfaat lahan pertanian dapat dibagi atas dua kategori yaitu; 1) use values atau nilai penggunaan yang dapat pula disebut sebagai personal use values, yaitu manfaat yang dihasilkan dari kegiatan usaha tani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian dan 2) non-use values yang dapat pula disebut sebagai intrinsic values atau manfaat bawaan, yaitu berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik lahan. Pandangan hidup seperti ini dinilai dapat mengurangi keinginan petani untuk melakukan konversi. Faktor ketiga dapat analisis berasal dari hubungan atau relasi sesama petani. Ketika petani bersatu dalam sebuah kelompok, mereka dapat menguatkan satu sama lain. Ketika petani berkumpul dengan sesamanya, maka pilihan hidup untuk menekuni profesi yang sama ini dapat terus diperkuat. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa sebagian besar petani (80,56%) aktif dalam kelompok tani, dan proporsi yang lebih besar (84,72% responden) menyatakan bahwa keberadaan kelompok tani bermanfaat dalam meningkatkan hasil usaha tani mereka, sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan kelompok tani yang aktif dan memberikan manfaat riil bagi anggotanya dapat menguatkan petani untuk mempertahankan profesinya. Faktor keempat adalah soal teknis. Sebagian besar sawah yang dikelola responden telah beririgasi (88,9%). Meskipun irigasinya masih dominan irigasi semi-teknis, namun keberadaan infrastruktur ini tentunya mempermudah pengelola lahan dalam menjalankan usaha taninya. Keberadaan infrastruktur penunjang ini menjadi semacam insentif bagi petani untuk tetap menanam. Kemudahan teknis lainnya adalah soal lahan yang terkonsolidasi. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa 84% responden memiliki lahan sawah yang mengumpul, dan hanya 16% responden yang lahan sawahnya terpecah ke dalam 2-3 blok/persil. Lahan sawah yang mengumpul ini tentunya memudahkan petani dalam mengelolanya. Karakteristik Lahan Prioritas Pertama Dalam menentukan lahan prioritas pertama, faktor kelas lereng dan sistem irigasi tidak dijadikan sebagai pertimbangan. Hal ini dikarenakan lahan sawah yang prioritas diasumsikan adalah lahan sawah aktual yang memang sudah ada dan mampu berproduksi secara maksimal (IP300) dengan berbagai kondisi kelas kemiringan lahan, kemiringan lereng pada lokasi penelitian tidak melebihi 15% (Shiddiq et al. 2014), artinya pada lahan sawah di lokasi penelitian masih Cukup Sesuai (S2) penggunaan lahan sawah (upland rice) (Abdullah, 1999). Kriteria utama yang dijadikan pembatas sebagai lahan prioritas pertama dalam penelitian ini adalah lahan aktual dengan Indek pertanaman (IP3) dan hamparan lebih dari 5 ha. Kriteria sistem irigasi pada lokasi sebaran sawah tidak dipakai dalam menentukan prioritas dengan pertimbangan bahwa lahan yang dikategorikan sebagai lahan prioritas pertama adalah lahan yang dengan produktivitas tinggi baik itu berada pada lahan dengan irigasi teknis hingga irigasi sederhana. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa luas lahan prioritas pertama adalah sebesar ha dan luas lahan prioritas kedua sebesar ha. Luas lahan prioritas pertama jika dibandingkan dengan luasan wilayah Kawasan Strategis Perkotaan setara dengan 21,46%. Adapun sebaran spasial lahan prioritas pertama seperti disajikan pada Gambar 11 dan Tabel 23.

58 45 Gambar 11. Peta Sebaran Karakteristik Spasial Lahan Sawah Prioritas Pertama Tabel 23. Karakteristik Spasial dan Luas Lahan Prioritas Pertama ID Lahan Karakteristik Lahan Luas Lahan (ha) 1 IR1/IP3/>5ha 694,81 2 IR1/IP3/>5ha 296,74 13 IR2/IP3/>5ha 327,45 14 IR2/IP3/>5ha 248,59 25 IR3/IP3/>5ha 205,87 26 IR3/IP3/>5ha 45,84 Jumlah 1.819,31 Selanjutnya dari enam tipe kriteria spasial lahan prioritas pertama ini dikelompokkan kedalam tipe karakteristik yang lebih homogen. Pengelompokan ini dimaksudkan agar mendapatkan gambaran prioritas perlindungan lahan secara lebih spesifik berdasarkan karakteristik fisik pada masing-masing lokasi lahan sawah. Pengelompokan dilakukan dengan pertimbangan jarak lahan dengan pusat kota dan pusat perekonomian, artinya semakin jauh jarak hamparan lahan dengan pusat perekonomian pada Kawasan Strategis perkotaan, maka semakin kecil peluang terjadinya konversi lahan sawah menjadi

59 46 kawasan terbangun (Jamal E, 2001). Adapun tipe sebaran lahan prioritas pertama seperti yang disajikan pada Gambar 12. Gambar 12. Peta Sebaran Tipe Spasial Lahan Sawah Prioritas Pertama Tipe pertama tersebar di Kecamatan Garut Kota, Banyuresmi, Tarogong Kidul dan Tarogong Kaler, lahan tipe ini adalah lahan produktif dengan kemiringan lereng dibawah 8%, lahan pada lokasi ini merupakan lahan yang diprioritaskan untuk dilindungi karena memiliki potensi tinggi untuk terkonversi. Lokasi lahan sawah yang strategis berada tepat di pusat perkotaan Kabupaten Garut dan kontur lahan yang relatif datar serta hamparan yang luas diatas 5 Hektar menjadi daya tarik tersendiri di bagi investor dan pengembang perumahan untuk dijadikan kawasan pemukiman maupun kawasan sentra perekonomian karena berada berdekatan dengan pusat bisnis di Kawasan Strategis Perkotaan. Tipe kedua merupakan lahan yang relatif lebih mudah untuk dipertahankan, karena lokasi lahan pada tipe ini berada lebih jauh dari pusat kota dan kontur lahan tidak begitu datar (8%). Lahan tipe ini tersebar merata di Kecamatan Karang Pawitan, sebagian pada Kecamatan Tarogong Kidul dan Tarogong Kaler. Sebaran tipe ini perlu dilindungi dengan mempertimbangkan produktivitas lahan yang tinggi, sebaran lahan cenderung mengelompok, serta minat yang tinggi dari petani untuk tetap mempertahankan keberadaan lahan sawah.

60 47 Konsistensi Lahan Prioritas Pertama dengan Rencana Pemanfaatan Pola Ruang di Kawasan Strategis Perkotaan Sebaran lahan proritas pertama ini selanjutnya di overlay spatial dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kawasan Strategis Perkotaan Kabupaten Garut tahun , sehingga diperoleh sebaran pola ruang pada lahan prioritas pertama seperti pada Gambar 13. Gambar 13. Peta Sebaran Pola Ruang pada Lahan Prioritas Pertama Lahan sawah aktual pada Kawasan Strategis perkotaan teridentifikasi terdapat pada pola ruang Hutan Rakyat (HR), Kawasan Perkotaan (KP), Pertanian Lahan Basah (PLB), Rawan Gerakan Tanah Manengah (RGTM), Rawan Gerakan Tanah Tinggi (RGTT), dan Kawasan Rawan Gunung Api (RGA). Sebaran pola ruang dan konsistensi ruang terhadap lahan sawah aktual disajikan pada Tabel 24. Jika ditinjau dari sisi penataan ruang, terdapat sebaran lahan sawah aktual yang dianggap konsisten dan tidak konsisten terhadap pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Garut tahun Sebaran lahan yang dinilai konsisten artinya adalah pada lokasi ini boleh dilakukan aktivitas pertanian sawah dengan berbagai pertimbangan. Sedangkan yang dianggap inkonsisten adalah lokasi yang seharusnya tidak boleh ada aktivitas pertanian dengan berbagai pertimbangan.

61 48 Tabel 24. Status Konsistensi Sawah terhadap Pola Ruang Kawasan Strategis Perkotaan. Pola Ruang Status Keterangan Solusi HR KP Inkonsisten 13 ha 0,70 % Inkonsisten 49 ha 2,74 % (1) Hutan yang dikelola oleh rakyat, mayoritas di atas tanah milik atau tanah adat, (2) biasanya berbentuk hutan alam, (3) lahan bekas hutan relatif kurang menguntungkan bagi penggunaan sawah. Daerah yang dirancang sebagai area terbangun guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Diusahakan untuk mengalokasi ulang lahan pengganti, perolehan bisa dialokasikan dari lahan prioritas kedua yang memiliki kriteria fisik yang sesuai dan konsisten terhadap peruntukan yang ditetapkan dalam pola ruang. PLB Konsisten 46 ha 2,56 % (1) Tanah jenuh dengan air, baik bersifat permanen maupun jenuh sementara, (rawa-rawa dan lahan tergenang), (2) Identik dengan tanah yang subur dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Lahan basah yang dibuka biasanya dilakukan dengan tahapan lahan dikeringkan kemudian dikonversi menjadi lahan pertanian RGTM RGTT RGA Konsisten ha 63,09 % Konsisten 209 ha 11,56 % Konsisten 349 ha 19,35% Secara fisik masuk dalam kategori kelas kemiringan lereng > 8%, dengan pelapukan intensif, kurang peka terhadap erosi, Penggunaan untuk lahan pertanian bersifat peka terhadap erosi, dengan kemiringan lereng diatas 25%. Dialokasikan sebagai hutan lindung, dengan tingkat bahaya kegempaan dan semburan lahar, (2) biasanya merupakan tanah subur yang cocok dengan lahan pertanian. Secara teknis masih dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, tetapi tidak secara intensif, tidak permanen dan tidak sebagai pemukiman. Dilakukan pengelolaan lahan dengan manajemen yang baik dan guna meminimalisir resiko. Seperti tanah longsor, terutama pada saat curah hujan yang tinggi; Gempa bumi, hingga lahar panas pada RGA Dari data sebaran lahan sawah prioritas pertama, diperoleh dua tipe pola ruang yang dinilai tidak konsisten terhadap penggunaan aktual sebagai lahan sawah yaitu pola ruang Hutan Rakyat (HR) dan Kawasan Perkotaan (KP). Sehingga diperoleh luas lahan sawah aktual pada prioritas pertama yang sesuai dengan kebijakan Pola Ruang dalam RTRW Kabupaten Garut Tahun sebesar ha atau setara dengan 21,51% dari luas wilayah Kawasan Strategis Perkotaan. Artinya jika dapat dipertahankan dengan baik, maka lahan sawah prioritas pertama ini dapat dijadikan sebagai alternatif sumber Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan standar minimal sebesar 20% RTH yang bersumber dari area publik.

62 49 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Luas wilayah Kab. Garut sebesar ha dengan luas sawah aktual tahun 2014 sebesar ha. Luas wilayah Kawasan Strategis Perkotaan adalah sebesar ha dengan luas sawah aktual sebesar ha. 2. Llahan sawah di Kawasan Strategis Perkotaan memberikan pengaruh terhadap kebutuhan lahan di Kabupaten Garut sebesar 11,29% pada tahun pertama. Kontribusi lain dari keberadaan lahan sawah di Kawasan Strategis perkotaan adalah mampu menopang neraca lahan 5 tahun lebih lama. 3. Luas lahan sawah pada prioritas pertama yang sesuai dengan kebijakan Pola Ruang RTRW Kabupaten Garut Tahun adalah sebesar ha atau setara dengan 21,51% dari luas wilayah Kawasan Strategis Perkotaan. Artinya jika dapat dipertahankan dengan baik, maka lahan sawah prioritas pertama ini dapat dijadikan sebagai alternatif sumber Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan standar minimal sebesar 20% RTH yang bersumber dari area publik. 4. Jika dinilai dengan tingkat resiko konversi, sebaran lahan prioritas pertama dibedakan menjadi dua, yaitu lahan dengan peluang konversi tinggi dengan kriteria jarak lahan yang berdekatan dengan pusat perekonomian serta kemiringan lereng dibawah 8%, tersebar pada Kecamatan Garut Kota, Banyuwangi, Tarogong Kidul dan Tarogong Kaler dengan Identitas Lahan (ID) ID1, ID13 dan ID25, sedangkan lahan dengan tingkat konversi lebih rendah pada lahan prioritas pertama berada pada ID2, ID14 dan ID26.. Saran 1. Perlu adanya penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penerapan insentif, sistem informasi dan pembiayaan perlindungan lahan sesuai dengan amanat Undang-undang Perlindungan Pangan Berkelanjutan. 2. Pemerintah daerah harus berperan aktif dalam upaya perlindungan lahan pangan di tengah maraknya isu konversi lahan pertanian. 3. Selain dari lahan prioritas kedua, pemerintah juga harus menghitung pemanfaatan sumber RTH lain seperti pekarangan, taman dan hutan kota, jalur hijau dan sumber lain seperti sepadan sungai, sepadan jalan dll.

63 50 DAFTAR PUSTAKA [JAXA] Japan Aerospace Exploration Agency Earth Observation Research and Aplication Center Alos Data Users Handbook Revition C. Tokyo: JAXA. [BPS] Badan Pusat Statistik Garut Dalam Angka Tahun 2013, Garut: Kerjasama BPS Kabupaten Garut dengan Bappeda Kabupaten Garut. Bupati Kabupaten Garut Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat. Abdullah TS Survey Tanah dan Taksonomi tanah Terapan Bagi Pengguna Non-Pedologist. Bogor. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Akib NN Studi Keterkaitan Antara Nilai Manfaat Lahan (Land rent) dan Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Aliati AS Kajian Kawasan Lingkungan Untuk Penataan Ruang yang Ramah Lingkungan (Studi Kasus di Kabupaten Bogor Jawa Barat). [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Barus B, US Wiradisastra Sistem Informasi Geografis. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Barus B, DR Panuju, D Shiddiq Identifikasi Lahan tersedia Dengan Teknologi Informasi Spasial untuk Mendukung Reforma Agraria; Studi Kasus di Provinsi Riau dan Jawa Barat. Jurnal Tanah dan Lingkungan 13 (2): Barus B, LS Iman, DR Panuju, BH Trisasongko, NW Darojati, R Yudaryati, Gusmani Kegiatan Penyusunan Kebijakan Pencegahan Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Garut: Pengukuran dan Pemetaan Lahan Kawasan pertanian. Bogor. P4W LPPM-IPB dan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, Pemerintah Kabupaten Garut. Carolita I Analisis perubahan Penggunaan Lahan di Jabotabek. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Christina DR Identifikasi lahan Potensial untuk Mendukung Usulan Perencanaan Lahan Pangan Berkelanjutan (Studi Kasus di Provinsi jawa Barat. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dardak H Revitalisasi Penataan Ruang Untuk Mewujudkan Ruang Nusantara yang Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan. Didalam: Pattimua L, editor. Penataan Ruang untuk Kesejahteraan Masyarakat: Khazanah Pemikiran Para Pakar, Birokrat dan Praktisi. Edisi Pertama. Jakarta: LKSPI Press. Hlm Empersi Kajian Spasial Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ermyanyla M Analisis Ekonomi Sumberdaya lahan Usahatani Padi Sawah Untuk Mendukung Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Garut. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

64 51 Febtyanisa M Analisis Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organi Pada Kelompok Tani Cibolerang Agro Kecamatan Selaawi-Kabupaten Garut. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Firdian A Kajian Pola Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Garut Berbasis Daya Dukung Lingkungan Hidup. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 12 (2): Gumilar F Kajian Disparitas Pembangunan antar Wilayah Sebagai Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Potensi Lokal di Kabupaten Garut. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Harjono MH Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Kendal. [Tesis] Semarang. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Irawan B, A Purwanto, C Saleh, A Supriatna, NA Kirom Pengembangan Model Kelembagaan Reservasi Lahan Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Isa I Kebijakan dan Permasalahan penyediaan Tanah Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Revitalisasi Ketahanan Pangan: Membangun Kemandirian Berbasis Pedesaan. Jakarta: Badan Litbang, departemen Pertanian. Jamal E Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Lahan Sawah pada Proses Alih Fungsi Lahan ke Penggunaan Non-pertanian: Studi Kasus di Beberapa Desa, Kab. Karawang, Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian : 19(1): Kalogirou S Expert system and GIS: an Aplication of Land Suitability Evaluation. Science Direct; computer Envirintment and Urban System 26 : Kudhori Konversi Lahan Pertanian. Media Online Gagasan Hukum [Internet]. [diunduh 2013 Des 06] Tersedia pada: wordpress.com/2012/05 /28/konversi-lahan-pertanian/. Kurniawan S Perubahan Tutupan lahan dan Dampaknya Terhadap Cadangan Karbon di Kabupaten Malang. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 10 (2): Lillesand MT, RW Kiefer Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogjakarta: Gajahmada University Press. Menteri Pertanian Republik Indonesia Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2012 (07/Permentan/OT.140/2/2012) Tentang Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Nasoetion L, J Winoto Masalah Alih fungsi Lahan dan dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan. dalam Prosiding lokakarya Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air : Bogor. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Ford foundation:

65 52 Presiden Republik Indonesia Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomer 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomer 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Peraturan Pemerintah Nomer 01 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Rahim DA Konversi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Pelaku Konversi (Studi Kasus di Desa Tegal Waru dan Bojong Rangkas kecamatan Ciampea. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Reshmidep TV, TI Eldho, R Jana A GIS Integrated Fuzzy Rule Base Inference, System for Land Sustainability Evaluation in Agricultural Watersheld. Science Direct, Agricultural System: Rustiadi E, A Medrial, BH Trisasongko, D Shiddiq, JT Hidayat, DR Panuju Kajian Pemanfaatan Ruang Jabotabek. Bogor. LPPM IPB bekerjasama dengan Bappeda Provinsi DKI Jakarta. Rustiadi E, S Saefulhakim, DR Panuju Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta; Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Ruswandi A Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Perubahan Kesejahteraan Petani dan Perkembangan Wilayah. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sabri Analisis Alih Fungsi Lahan Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Kesediaan Membayar di Sub DAS Ciliwung Hulu Jawa Barat. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Shiddiq D, LS Iman, S Kusdiantoro, A Rahman Kegiatan Penyusunan Kajian Kawasan Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Garut. [Laporan Akhir]. Garut: PT. Alocita mandiri dan BAPPEDA Kabupaten Garut. Sihaloho M Konversi lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria (Kasus di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sitorus SRP, R Putri, DR Panuju Analisis Konversi lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 11(2): Tarigan SD Neraca Air Lahan Gambut yang Ditanami Kelapa Sawit di Kebun Seruyan, Kalimantan Tengah. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 13(2): Thapa B, Y Murayama Land Evaluation for Peri-urban Agriculture Using Analytical Hierarchical Process and Geographic Information System Techniques: A Case Study of Hanoi. Science Direct. Land Use Policy 25(1): Thinh NX, G Arlt, B Heber, J Hennersdorf, I Lehmann Evaluation of urban land-use structures with a view to sustainable development. Elsevier: Environmental Impact Assessment. Review 22 (2):

66 53 LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh kuesioner yang digunakan dalam penelitian LEMBAR KUESIONER ANALISIS PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH Form Baseline Data Tanggal Pengisian :... Koordinat-X :... Kode Enumerator :... Koordinat-Y :... Kode Unit sampling :... Koordinat-Z :... Kota :... Akurasi (m ) :... Kecamatan :... Kode Desa :... kuesioner : IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Usia : 3. Pendidikan : a. SD; b. SLTP; c. SLTA; d. Akademi; e. Sarjana f. Pascasarjana; g. Tidak pernah sekolah 4. Keahlian/ Keterampilan : lain yg dikuasai 5. Jenis Kelamin : L / P 6. Jumlah anggota : keluarga 7. Jumlah anak kandung : orang 8. Jumlah anggota : a. SD :... orang; b. SMP :... orang; keluarga masih sekolah c. SMU:... orang; d. Lainnya :... orang 9. Lama tinggal di lokasi sekarang (th) :... tahun atau sejak... Asal Pekerjaan utama : a. Petani/peternak/nelayan; b. PNS/TNI/POLRI; c. Pedagang; d. Wiraswasta; e.lain: Status kepemilikan rumah : 1= Milik; 2=Milik keluarga; 3=Sewa/kontrak; 4 Lainnya:... PENGUASAAN LAHAN 12. Bagaimanakah jenis pengusaan lahan Pemilik Penyewa Penggarap Ya /tidak Luas Ya /tidak Luas Ya /tidak Luas

67 Apakah lokasi sawah mengumpul menjadi satu : 1= Ya; 0= Tidak 14. Jika tidak, jumlah lokasi :... blok/parcel 15. Apakah sawah beririgasi? : 1=Ya; 16. Jika ya, jenis irigasi : 1=teknis; 2=semi teknis 17. Berapa jarak lahan ke sungai? :... m 18. Bagaimana pola garap atau bagi hasil (perbandingan pemilik:penggarap) : 1 = biaya ditanggung pemilik, hasil dibagi (...:...) 2 = biaya ditanggung bersama, hasil dibagi (...) 3 = biaya ditanggung penggarap, hasil dibagi (...) 19. Adakah bentuk usaha lain selain usaha sawah : 20. Berapa dan bagaimana pola tanam dalam setahun : 1= Ya; 0= Tidak Jika ya sebutkan... 1= padi padi padi 1= padi padi palawija 1= padi padi bera 0= Tidak...(Jika tidak langsung ke Q20) KEBERLANJUTAN SAWAH 21. Apakah Bapak/Ibu berniat menjual lahan sawah? : 1=Ya; 0=Tidak 22. Jika ya, apa alasan keinginan menjual lahan sawah? : 23. Apakah usahatani saat ini mencukupi kebutuhan hidup : 1=Mencukupi kebutuhan sehari-hari 2=Biaya sekolah anggota keluarga 3=Membangun tempat tinggal 4=Usaha lain... 5=Lainnya... 1=Ya; 0=Tidak 24. Jika disarankan oleh pemerintah untuk menanam padi atau tanaman pangan terus menerus, apakahbersedia? : 1=Ya; 0=Tidak KEBUTUHAN HIDUP PETANI 25. Apakah ada anggota keluarga selain kepala keluarga yang bekerja di usahatani sawah? : 26. Perkiraan total pendapatan seluruh anggota keluarga yang bekerja di usahatani sawah : 1=Ada; 0=Tidak Rp.... /(1) minggu/ (2) bln/ (3) tahun terakhir (pilih salah satu) 27. Apakah putra/putri Bapak/Ibu tertarik bertani : 1=Ya; 0=Tidak 28. Jika lahan sawah Bapak/Ibu ditetapkan sebagai kawasan penghasil padi utama di Garut, apakah Bapak/Ibu sepakat? : 1=Setuju; 0=Tidak setuju

68 55 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP MULTIFUNGSI LAHAN SAWAH KEBERADAAN KELOMPOK DALAM PENGELOLAAN LAHAN PERTANIAN 29 Seberapa sering Bapak/Ibu terlibat/berpartisipasi dalam kelompok tani 30 Seberapa besar keberadaan kelompok tani berpengaruh terhadap pengelolaan lahan usahatani yang Bapak/Ibu jalankan? 31 Menurut Bapak/Ibu, apakah keberadaan kelompok tani bermanfaat dalam meningkatkan hasil usahatani? KEBERALANJUTAN USAHATANI 1. Tidak pernah 3. Sering 2. Jarang 4. Sangat sering 1. Tidak berpengaruh 3. Berpengaruh 2. Kurang berpengaruh 4. Sangat 1. Tidak bermanfaat 3. Bermanfaat 2. Kurang bermanfaat 4. Sangat 32 Apakah Bapak/Ibu berharap usahatani yang dijalan akan terus berlanjut? 33 Apakah anak Bapak/Ibu berminat dalam mengelola usaha pertanian? 34. Apakah Bapak/Ibu ingin anak/cucu melanjutkan usahatani yang saat ini Bapak/Ibu jalankan? 1. Tidak berharap 3. Berharap 2. Kurang berharap 4. Sangat 1. Tidak berminat 3. Berminat 2. Kurang berminat 4. Sangat 1. Tidak ingin 3. Ingin 2. Kurang berkeinginan 4. Sangat ingin KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TERHADAP LAHAN PERTANIAN 35. Apakah Bapak/Ibu mengetahui adanya peraturan mengenai perlindungan terhadap lahan pertanian? 36 Apakah Bapak/Ibu menyetujui adanya peraturan yang melarang pemanfaatan lahan pertanian untuk kegiatan non pertanian (alih fungsi lahan)? 37 Jika pemerintah Kota Garut mengeluarkan peraturan bahwa lahan pertanian Bapak/Ibu tidak boleh difungsikan selaian untuk pertanian apa yang akan dilakukan? 1. Tidak tahu 3. Tahu 2. Kurang tahu 4. Sangat tahu 1. Tidak setuju 3. Setuju 2. Kurang setuju 4. Sangat setuju 1. Tidak menghiraukan 3. Mematuhi 2. Kurang menghiraukan 4. sangat mematuhi SARAN DAN HARAPAN Berikan saran/masukan Bapak/Ibu mengenai upaya mempertahankan keberadaan lahan pertanian di Kota Garut: Apa harapan Bapak/Ibu terhadap Pemerintah Kota Garut terkait keberlanjutan usahatani yang digeluti:.. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasamanya

69 56 Lampiran 2. Hasil Perhitungan Luasan Lahan Sawah Prioritas di Kawasan Strategis Perkotaan No Kecamatan No Desa/ Kelurahan Prioritas I Prioritas II (ha) (ha) 1 Sukasenang 71,47 32,31 1 Banyuresmi 2 Pamekarsari 19,69 17,14 91,15 49,46 3 Ngamplang - 26,48 2 Cilawu 4 Ngampangsari 41,64 59,35 41,64 85,83 3 Garut Kota 4 Karangpawitan 5 Tarogong Kaler 5 Kel.Sukanegla 36,22 45,07 6 Kel.Cimuncang 52,45 78,33 7 Kel. Margawati 94,96 116,35 8 Muarasanding 79,91 65,72 9 Kel. Kota Kulon 27,05 15,87 10 Regol - 6,42 11 Paminggir 9,62 9,34 12 Kel. Ciwalen Kel. Pakuwon Kel.Kota Wetan 37,59 24,44 15 Kel. Sukamantri 55,52 37,99 393,30 399,53 16 Suci 31,38 43,32 17 Kel. Lebak Jaya - 12,32 18 Karang Mulya 14,98 53,87 19 Sucikaler 60,82 28,80 20 Lengkongjaya 125,57 24,89 232,74 163,20 21 Mekar Wangi 2,71 2,00 22 Sirnajaya 46,89 51,56 23 Cimanganten 5,24 6,92 24 Langensari 16,25 31,51 25 Jati 87,85 29,11 26 Tanjungkamuning 24,06 28,19 27 Pananjung 51,34 13,34 28 Mekarjaya 99,20 54,16 29 Sukaraja - 0,06 30 Rancabango 10,68 57,82 31 Pasawahan - 13,15 344,21 287,82

70 57 Lampiran 2. Hasil Perhitungan Luasan Lahan Sawah Prioritas di Kawasan Strategis Perkotaan (Lanjutan) No Kecamatan No Desa/ Kelurahan Prioritas I Prioritas II (ha) (ha) 32 Cibunar 52,98 43,99 33 Kersamenak 88,77 61,97 34 Sukabakti 124,06 19,50 35 Sukakarya 28,35 28,42 36 Sukajaya 86,35 71,63 37 Jayawaras 25,34 22,55 6 Tarogong Kidul 38 Sukagalih 40,31 39,61 39 Pataruman 26,68 9,35 40 Tarogong - 15,25 41 Jayaraga 11,74 15,97 42 Haur Panggung 4,67 11,23 43 Mekargalih 227,01 46,46 716,27 385,92 Jumlah 1.819, , ,07

71 58 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Krui, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung pada tanggal 04 Oktober 1983 dari pasangan Abdullah Afif dan Rosniar Djafilus. Penulis merupakan putra keempat dari empat saudara. Pada tahun 2009 penulis menikah dengan Raspiana dan dikarunia seorang purti bernama Syadza Bunga F Afif. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di Lampung Barat, pendidikan Diploma III Manajemen Agribisnis pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB dan Gelar Sarjana pertanian diperoleh pada Program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB di Bogor dan lulus pada tahun Kesempatan melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya diperoleh pada tahun 2009 di Sekolah Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) di Institut Pertanian Bogor.

PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH PADA KAWASAN STRATEGIS PERKOTAAN DI KABUPATEN GARUT

PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH PADA KAWASAN STRATEGIS PERKOTAAN DI KABUPATEN GARUT J. Tanah Lingk., 16 (2) Oktober 2014: 67-74 ISSN 1410-7333 PRIORITAS PERLINDUNGAN LAHAN SAWAH PADA KAWASAN STRATEGIS PERKOTAAN DI KABUPATEN GARUT Priority Zoning for Paddy Field Protection on Strategic

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2007

TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2007 TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI Kecamatan Tambah Tanam (1) (2) (3) (4) (5) 010. Cisewu 3.861 2.568 14.265 55,55 011. Caringin 1.611 1.383 7.673 55,48 020. Talegong

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2006

TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2006 TAMBAH TANAM, LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS TANAMAN PADI SAWAH DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2006 Tambah Tanam (Ton) (Kw) (1) (2) (3) (4) (5) 010. Cisewu 2.925 3.669 19.642 53,54 011. Caringin 795

Lebih terperinci

Tambah Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut 2008. Luas Panen (Ha)

Tambah Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut 2008. Luas Panen (Ha) Tabel 5.1.03 : Tambah Tanam,, dan Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut 2008 Tambah Tanam (Ton) (Kw) (1) (2) (3) (4) (5) 010. Cisewu 3.087 3.359 19.790 58.92 011. Caringin 1.308 1.110 6.524 58.77 020. Talegong

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TABEL PENDUDUK 7-24 TAHUN MENURUT KECAMATAN, JENIS KELAMIN, DAN PARTISIPASI BERSEKOLAH (SUSEDA KAB. GARUT 2005)

TABEL PENDUDUK 7-24 TAHUN MENURUT KECAMATAN, JENIS KELAMIN, DAN PARTISIPASI BERSEKOLAH (SUSEDA KAB. GARUT 2005) TABEL 3.19. PENDUDUK 7-24 TAHUN MENURUT, JENIS KELAMIN, DAN PARTISIPASI BERSEKOLAH Laki-laki pernah Masih bersekol- pernah Masih bersekol- pernah Masih bersekol- pernah Masih bersekolsekolah 010. Cisewu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Tambah Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut Luas Panen (Ha)

Tambah Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut Luas Panen (Ha) Tabel 5.1.03 : Tambah Tanam,, dan Tanaman Padi Sawah di Kab. Garut 2009 Tambah Tanam (Ton) (Kw) (1) (2) (3) (4) (5) 010. Cisewu 3.151 2.877 17.955 62,41 011. Caringin 1.562 1.503 9.345 62,18 020. Talegong

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

JUMLAH SEKOLAH, KELAS, GURU, RUANG KELAS, MURID LULUSAN, MENGULANG DAN PUTUS SEKOLAH SD DI KABUPATEN GARUT TAHUN Guru R. Kelas Murid Lulusan

JUMLAH SEKOLAH, KELAS, GURU, RUANG KELAS, MURID LULUSAN, MENGULANG DAN PUTUS SEKOLAH SD DI KABUPATEN GARUT TAHUN Guru R. Kelas Murid Lulusan SD DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2004 Kecamatan Sekolah Jml Rombel Guru R. Kelas Murid Lulusan Mengulang Putus Sekolah Cisewu 27 168 154 167 3.647 598 35 - Caringin 20 145 91 107 3.844 556 24 11 Talegong 23

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 LAMPIRAN I : PERATURAN NOMOR TANGGAL : : 18 Tahun 2013 31 Desember 2013 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA TAHUN ANGGARAN 2014 Rekening Hal 1 dari 2 1 2 3 4. PENDAPATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Sekolah Taman Kanak- Kanak di Kabupaten Garut Tahun Murid laki-laki

Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Sekolah Taman Kanak- Kanak di Kabupaten Garut Tahun Murid laki-laki Tabel 4.1.02 : Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Sekolah Taman Kanak- Kanak di Kabupaten Garut Sekolah Guru Murid laki-laki Murid Perempuan Total Murid (1) (2) (3) (4) (5) (6) 010. Cisewu 6 81 9 97 106 011.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

Jumlah Petugas Pelayanan Akseptor Baru Keluarga Berencana di Kabupaten Garut Tahun 2009

Jumlah Petugas Pelayanan Akseptor Baru Keluarga Berencana di Kabupaten Garut Tahun 2009 Tabel 4.2.19 : Jumlah Petugas Pelayanan Akseptor Baru Keluarga Berencana di Kabupaten Garut Tahun 2009 PLKB DOKTER BIDAN JUMLAH (1) (2) (3) (4) (5) 010. Cisewu 3-3 6 011. Caringin 3-2 5 020. Talegong 3-3

Lebih terperinci

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Geografi. Kab. SUMEDANG. Kab. CIANJUR. Kab. TASIKMALAYA

Geografi. Kab. SUMEDANG. Kab. CIANJUR. Kab. TASIKMALAYA GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Fisik Daerah Geografi Kabupaten Garut secara geografis terletak di antara 6 0 56 49-7 0 45 00 Lintang Selatan dan 107 o 25 8-1088 o 7 30 Bujur Timur dengan batas wilayah

Lebih terperinci

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Domba Kambing Kuda

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Domba Kambing Kuda Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Domba Kambing Kuda (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 010. Cisewu - 33 629 12,676 2,424-011. Caringin - 701 632 6,921

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 93 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Konversi Lahan Sawah dalam Kaitan Lahan Pertanian Berkelanjutan dengan Analisis Spasial

Pemetaan Potensi Konversi Lahan Sawah dalam Kaitan Lahan Pertanian Berkelanjutan dengan Analisis Spasial Pemetaan Potensi Konversi Lahan Sawah dalam Kaitan Lahan Pertanian Berkelanjutan dengan Analisis Spasial B. Barus 1,2, D.R. Panuju 1,2, L.S. Iman 2, B.H.Trisasongko 1,2, K. Gandasasmita 1, dan R. Kusumo

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor

I. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan utama dalam pemenuhan kebutuhan bangan pangan adalah berkurangnya luas lahan karena adanya alih fungsi lahan sawah ke non sawah. Konversi lahan pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

Sapi Potong. Kerbau Kuda Domba

Sapi Potong. Kerbau Kuda Domba 5.4. 01 : Jumlah Populasi Ternak Besar Menurut Jenis di Kab, Garut, 2010 Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kuda Domba Kambin g (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 010. Cisewu - 500 452-15.559 2.291 011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Ditjen PSP, Kementerian Pertanian ALUR PERATURAN

Lebih terperinci

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut 2009

Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut 2009 Tabel 5.4. 01 : Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kab. Garut 2009 Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kuda Domba Kambi ng (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 010. Cisewu - 60 549-11.099 2.415 011. Caringin

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lahan pertanian pangan merupakan bagian

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

Peternakan/Husbandary. Jumlah Populasi Ternak Besar Menurut Jenis di Kab. Garut Tahun 2012 Number of livestocks by Kind in Garut, 2012.

Peternakan/Husbandary. Jumlah Populasi Ternak Besar Menurut Jenis di Kab. Garut Tahun 2012 Number of livestocks by Kind in Garut, 2012. 5.4. 01 : Jumlah Populasi Ternak Besar Menurut Jenis di Kab. Garut Tahun 2012 Number of livestocks by Kind in Garut, 2012 Kecamatan District Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Domba Kambing Kuda (1) (2) (3)

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

BUPATI TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; BUPATI TEMANGGUNG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 27 2004 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

: Persentase Penduduk Usia 10 Tahun menurut Ijasah/STTB yang Dimiliki di Kabupaten Garut Tahun 2012

: Persentase Penduduk Usia 10 Tahun menurut Ijasah/STTB yang Dimiliki di Kabupaten Garut Tahun 2012 4.1.01 : Persentase Penduduk Usia 10 Tahun menurut Ijasah/STTB yang Dimiliki di Kabupaten Garut Tahun 2012 Ijasah/STTB yang Dimiliki Laki-laki Male Perempuan Female Jumlah Total (1) (2) (3) (4) Tdk punya

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikaruniai Tuhan dengan keanekaragaman hayati, ekosistem, budaya yang sangat tinggi, satu lokasi berbeda dari lokasi-lokasi lainnya. Kemampuan dan keberadaan biodiversitas

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI. PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat... 8 1.4 Ruang Lingkup...

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Alih Fungsi Lahan. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Alih Fungsi Lahan. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Alih Fungsi Lahan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Dasar Hukum : UUD 1945 UU No. 5 tahun 1960 UU no. 26 tahun 2007 UU no 41 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, menghadapi tantangan yang berat dan sangat kompleks. Program dan kebijakan yang terkait dengan ketahanan pangan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN I. UMUM PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang Menurut UU RI No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Pemanfaatan ruang di dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar untuk Provinsi Jawa Timur setelah Bojonegoro, Lamongan, dan Banyuwangi. Kontribusi beras

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang merupakan modal dasar bagi pembangunan di semua sektor, yang luasnya relatif tetap. Lahan secara langsung digunakan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang bermuara dan berujung pada pencapaian suatu kualitas manusia tertentu yang dianggap dan diyakini

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 315 TAHUN 2011

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 315 TAHUN 2011 BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 315 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 446 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN NAMA-NAMA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI,

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Lahan Aktual Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat ETM 7+ tahun 2009, di Kabupaten Garut terdapat sembilan jenis pemanfaatan lahan aktual. Pemanfaatan lahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci