Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting. Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua
|
|
- Harjanti Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua provinsi di Indonesia, usia 15 tahun keatas, mengalami gangguan mental emosional. SRQ ini diberikan ke 33 provinsi di Indonesia, yang terdiri dari 438 kabupaten atau kota (Idaiani, Suhardi, & Kristanto, 2009). Menurut Direktur Bina Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan, Irmansyah, angka tersebut menyebabkan kerugian ekonomi Indonesia hingga 20 triliun. Kerugian berasal dari hilangnya produktivitas seseorang, serta beban ekonomi dan biaya kesehatan yang harus ditanggung keluarga dan negara (Kompas, 2012). Dari hasil survey di atas, diketahui juga bahwa angka orang dengan gangguan mental emosional di Sleman, tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sebesar 12% (Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2008). Upaya untuk menangani permasalahan gangguan mental di Indonesia telah mulai dilakukan dengan menurunkan Psikolog ke layanan kesehatan primer atau Puskemas (Retnowati, 2011). Jumlah Puskesmas yang jauh lebih banyak dibandingkan jumlah RS, serta rata-rata penduduk Indonesia yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, mendorong pemerintah untuk mulai mengoptimalkan Puskesmas sebagai layanan kesehatan mental. Pemerintah juga berupaya mengatasi kekurangan psikolog dan psikiater dengan melatih dokter umum dan perawat agar mampu membantu pelayanan dasar kesehatan mental, seperti promosi dan deteksi (Kementrian Kesehatan, 2002). Meskipun demikian, data dari WHO (2010) menunjukkan bahwa masih terdapat treatment gap dalam layanan kesehatan mental di negara dengan tingkat pendapatan rendah dan 2
2 menengah, yaitu sebesar 75%. Oktarina & Praseyawati (2009) juga mengatakan bahwa 28% pengunjung Puskesmas yang menunjukkan gejala gangguan kesehatan mental, 90% tidak dapat dideteksi dan memperoleh penanganan yang sesuai. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi terhadap upaya-upaya yang dilakukan pemerintah. Menurut Hidayat, Ingkiriwang, Andri, Asnawi, Widya, & Susanto (2010), alat deteksi dini gangguan mental dapat menjadi salah satu upaya membantu mengatasi permasalahan kesehatan mental di Indonesia. Selama ini, kebanyakan pasien yang mengalami gangguan mental, terlebih dahulu datang ke Puskesmas dengan berbagai keluhan yang tidak jelas dan terkait dengan kondisi fisik (Retnowati, 2011). Dalam hal ini, sensitivitas dokter dan perawat dalam mengidentifikasi keluhan pasien menjadi faktor yang sangat penting. Akan tetapi, jumlah pasien yang sangat banyak, serta terbatasnya tenaga medis, seringkali membuat dokter dan perawat di Puskesmas terbatas dalam melakukan asesmen. Oleh karena itu, seringkali pasien yang sebenarnya mengalami gangguan mental, mendapatkan diagnosis yang kurang tepat dan menghabiskan biaya untuk pemeriksaan laboratorium dan pengobatan yang tidak tepat (Oktarina & Praseyawati, 2009). Salah satu gangguan yang memiliki prevalensi tinggi adalah Gangguan Obsesif Kompulsif. Dalam sejumlah penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan Afrika, Gangguan Obsesif Kompulsif termasuk dalam 4 besar gangguan yang paling sering ditemukan (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010). Menurut National Institute of Mental Health (2004), sekitar 2,2 juta orang dewasa di Amerika (usia 3
3 18 tahun atau lebih) memiliki OCD. Dalam sebuah survey yang dilakukan oleh National Comorbidity Survey, ditemukan bahwa dari 2073 responden, lebih dari seperempatnya menunjukkan simtom-simtom OCD (Ruscio, 2008). Selain itu, setidaknya 1 dari 200 anak-anak dan remaja mengalami OCD (Bell, 2012). Berdasarkan DSM IV-TR, Gangguan Obsesif-Kompulsif dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria: (A) memiliki obsesi atau kompulsi, atau keduanya; (B) pada beberapa titik selama gangguan, pasien mengakui bahwa obsesi atau kompulsi mereka tidak masuk akal; (C) obsesi atau kompulsi tersebut menyebabkan penderitaan, menyita waktu, dan secara signifikan mengganggu rutinitas atau kehidupan sosial pasien, pekerjaan (atau akademik), atau fungsi hidupnya; (D) jika pasien memiliki gangguan lain pada Axis I, isi obsesi atau kompulsi tidak dibatasi oleh itu; dan (E) gejala yang muncul tidak disebabkan oleh efek dari suatu zat atau kondisi medis umum (American Psychiatric Association, 2000). Obsesi dalam Gangguan Obsesif Kompulsif didefinisikan sebagai (1) pikiran dan impuls yang berulang dan terus-menerus, yang menyebabkan distres dan kecemasan; (2) pikiran dan impuls tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah sehari-hari; (3) pasien mencoba untuk mengabaikan atau menekan pikiran dan impuls, atau mencoba untuk menetralisir dengan beberapa pemikiran atau tindakan lain; dan (4) pasien mengakui bahwa pikiran atau impuls tersebut adalah hasil dari pikirannya sendiri. Sedangkan kompulsif memiliki gejala berikut: (1) pasien merasa harus mengulang beberapa perilaku fisik (misalnya, mencuci tangan, memeriksa pintu) atau perilaku mental (misalnya, 4
4 berdoa, menghitung sesuatu, mengulangi kata-kata); (2) perilaku-perilaku tersebut dilakukan untuk menanggapi obsesi, atau harus dilakukan dengan mengikuti aturan yang keras; (3) perilaku-perilaku tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi distres atau mencegah peristiwa yang ditakuti; dan (4) perilakuperilaku tersebut secara realistis tidak terhubung dengan peristiwa yang dirancang untuk menetralisir atau mencegah distres (American Psychiatric Association, 2000). Gangguan Obsesif Kompulsif memiliki beragam dimensi, antara lain obsesi untuk menjaga diri dari kemungkinan mengalami bahaya dengan perilaku kompulsi mengecek dan terus bersembunyi; obsesi bentuk simetris dengan ritual mengurutkan dan menghitung; obsesi tentang kontaminasi, perilaku kompulsi mencuci tangan dan membersihkan; obsesi disertai rasa jijik terhadap seks, kekerasan, dan ritual keagamaan; dan obsesi untuk mendapatkan atau mempertahankan barang-barang, dengan perilaku kompulsi mengumpulkan dan menimbun. Beragamnya dimensi dalam Gangguan Obsesif Kompulsif sering membuat perbedaan yang cukup besar antara simtom yang dimunculkan penderita Gangguan Obsesif Kompulsif yang satu dengan penderita Gangguan Obsesif Kompulsif yang lain (Abramowitz, Taylor, & McKay, 2009). Menurut Kaplan, Sadock, & Grebb (2010), pada orang dewasa, laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk mengalami Gangguan Obsesif Kompulsif. Pada remaja, laki-laki lebih sering mengalami Gangguan Obsesif Kompulsif dibandingkan perempuan. Usia rata-rata pertama kali seseorang mengalami Gangguan Obsesif Kompulsif adalah 20 tahun. Laki-laki 5
5 cenderung mengalami Gangguan Obsesif Kompulsif di usia yang lebih awal, yaitu sekitar 19 tahun, sedangkan perempuan di usia 22 tahun. Pasien dengan Gangguan Obsesif Kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental lain. Diagnosis psikiatrik komorbid untuk Gangguan Obsesif Kompulsif adalah depresi berat, fobia sosial, penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan. Berdasarkan data Sistem Informasi Kesehatan Mental (SIKM), yang dibuat oleh Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, terdapat 4 pasien dengan Gangguan Obsesif Kompulsif pada tahun Jumlah tersebut berarti, dari 7846 pasien yang terdiagnosis gangguan mental, 0,05% di antaranya adalah pasien dengan Gangguan Obsesif Kompulsif (CPMH, 2011). Prevalensi Gangguan Obsesif Kompulsif yang cenderung kecil di Sleman, bukan berati kondisi tersebut dapat diabaikan. Orang dengan Gangguan Obsesif Kompulsif tidak dapat merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam keseharian hidupnya (Suryaningrum, 2013). Selain itu, Gangguan Obsesif Kompulsif yang tidak ditangani sejak dini, kemungkinan besar akan menjadi kronis. Tidak jarang, muncul periode dimana seseorang kehilangan insight dan mulai timbul ide paranoid sehingga menunjukkan adanya gejala psikotik (Rodowski, Cagande, & Riddle, 2008). Prevalensi yang kecil juga bukan berati bahwa orang dengan Gangguan Obsesif Kompulsif memang sedikit di Indonesia. Stigma di masyarakat Indonesia yang masih sangat kuat terhadap orang dengan gangguan mental, menghalangi mereka untuk memeriksakan diri (Syaharia, 2008). Orang dengan Gangguan 6
6 Obsesif Kompulsif juga sering merasa malu dengan perilakunya yang aneh sehingga cenderung merahasiakan gangguannya. Hal ini membuat Gangguan Obsesif Kompulsif sering disebut sebagai hidden disease atau gangguan tersembunyi (Torres, Prince, Bebbington, Bhugra, Brugha, Farrell, dkk., 2006). Ketidakpahaman masyarakat mengenai Gangguan Obsesif Kompulsif juga menjadi salah satu penyebab sedikitnya laporan mengenai gangguan tersebut. Melihat besarnya resiko Gangguan Obsesif Kompulsif dan keterbatasan dalam mendeteksi gangguan mental umum, termasuk Gangguan Obsesif Kompulsif, perlu adanya alat skrining untuk mendeteksi gangguan mental dengan cepat. Sayangnya, saat ini puskesmas belum memiliki alat skrining yang valid dan diakui secara luas sebagai alat deteksi dini masalah kesehatan mental umum, termasuk Gangguan Obsesif Kompulsif. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian untuk mencari alat skrining yang valid dan mudah digunakan di Puskesmas. Dengan adanya alat skrining tersebut, diharapkan Gangguan Obsesif Kompulsif dapat segera terdeteksi. Adanya alat skrining juga dapat menunjang upaya pemerintah untuk meningkatkan kesehatan mental dan mempersempit treatment gap di Indonesia. Salah satu instrumen skrining yang sering digunakan untuk mendeteksi gangguan mental umum di layanan kesehatan primer adalah General Health Questionnaire-12 atau GHQ-12 (Schmitz, Kruse, & Tress, 2001). GHQ-12 sering digunakan sebagai alat skrining gangguan mental umum karena ringkas, yaitu berisi 12 aitem, mudah diadministrasikan sehingga dapat diisi sendiri, serta memiliki reliabilitas, validitas, sensitivitas, dan spesivisitas yang memuaskan (Kawada, 7
7 Otsuka, Inagaki, Wakayama, Katsumata, Li, dkk., 2011; Lee, Yip, Chen, Meng, & Kleinman, 2006; Navarro, Ascaso, Esteve, Aguado, Torres, & Santos, 2007). Beberapa penelitian mununjukkan bahwa GHQ-12 dapat digunakan di kalangan remaja, dewasa, dan lansia (Kawada, Otsuka, Inagaki, Wakayama, Katsumata, Li, dkk., 2011; Padron, Galan, Durban, Gandarillas, & Artalejo, 2012). Respon dari pernyataan dalam GHQ-12 dipilih dengan membandingkan kondisi individu saat ini dengan keadaan normal. Respon terdiri dari 4 pilihan, yang berisi kalimat kurang dari biasanya hingga sangat lebih dari biasanya. Dalam penskoringannya, GHQ-12 memiliki 3 metode skoring, yaitu metode bimodal atau metode GHQ, metode Likert, dan metode Chronic GHQ atau CGHQ. Goldberg sebagai penyusun GHQ menyarankan metode GHQ atau bimodal sebagai standar skoring GHQ-12. Metode ini memiliki skor 0 untuk kolom respon 1, 2 dan skor 1 untuk kolom respon 3, 4. Metode lain yang dapat digunakan menurut Goldberg adalah metode Likert dengan skor 0, 1, 2, dan 3. Metode terakhir, Chronic GHQ atau CGHQ, diciptakan oleh Goodchild dan Jones untuk mengantisipasi hilangnya data dari pasien dengan gangguan kronis karena menjawab sama seperti biasanya pada simtom yang sudah lama diderita. Metode CGHQ memiliki skor 0, 0, 1, 1 untuk aitem positif dan 0, 1, 1, 1 untuk aitem negatif. Aitem positif adalah aitem yang merujuk pada keadaan sehat dan aitem negatif adalah aitem yang merujuk pada keadaan mengalami gangguan (Goldberg & Williams, 2006). GHQ sendiri memiliki berbagai versi yang telah diterjemahkan dalam 38 bahasa, serta telah teruji validitas dan reliabiltasnya sehingga dapat digunakan di 8
8 lebih dari 50 negara (Bell, Watson, Sharp, Lyons & Lewis, 2005). Versi pertama dan terlengkap adalah GHQ-60, dengan total 60 item. Versi kedua, yaitu GHQ-30, menghilangkan aspek berkaitan dengan gangguan fisik, sehingga menjadi 30 item dan lebih singkat (Jackson, 2007). Versi ketiga adalah GHQ-28, terdiri dari 28 item dan memiliki 4 subskala, yaitu depresi, simtom somatik, kecemasan, dan disfungsi sosial (Boyd, Le, & Somberg, 2005). GHQ sering digunakan untuk memprediksi prevalensi gangguan dalam populasi, serta mendeteksi adanya potensi permasalahan psikiatrik (Richard, Lussier, Gagnon, & Lamarche, 2004). Beberapa penelitian mengatakan bahwa GHQ memiliki reliabilitas antara 0,78 sampai 0,95 (Yusoff, Rahim, & Yacoob, 2009). GHQ-12 didesain sebagai alat skrining yang unidimensional, dengan tujuan untuk mendeteksi ketidak mampuan seseorang dalam menjalankan fungsinya secara normal, serta mendeteksi adanya distres baru (Goldberg & Williams, 2006). Seiring berjalannya waktu, bermunculan penelitian-penelitian yang berusaha melihat dimensi lain dalam GHQ-12. Emeldah (2012) menemukan bahwa GHQ-12 terdiri dari 3 komponen, yaitu depresi dan kecemasan (aitem 2, 5, 6, 9.10, 11, 12.), positive self regard (aitem 3, 4, 7, 8), dan well-being (aitem 1,7). Gangguan Obsesif Kompulsif sendiri merupakan bagian dari Gangguan Kecemasan (American Psychiatric Association, 1994). Ciri utama Gangguan Kecemasan adalah adanya kekhawatiran berlebihan, yang cenderung tidak realistis, dan menyebabkan ketidaknyamanan dalam hidup seseorang. Saat akan menegakkan diagnosis, ciri kecemasan di atas juga menjadi salah satu kriteria apakah Obsesif Kompulsif dianggap sebagai normal atau abnormal (Nevid, Rathus, & Green, 2005). 9
9 Aitem-aitem dalam GHQ-12 tampak dominan berkaitan dengan pikiran dan perasaan pada diri individu. Aitem-aitem tersebut berkaitan dengan perasaan tertekan, merasa bersalah, merasa tidak percaya diri, merasa tidak bahagia, dll. Hal ini sangat berkaitan dengan Gangguan Obsesif Kompulsif. Menurut Abramowitz & Houts (2005), aspek kognitif sangat mempengaruhi Gangguan Obsesif Kompulsif pada seseorang dan sering digunakan dalam menjelaskan bagaimana obsesi dan kompulsi yang berkembang pada orang dengan Gangguan Obsesif Kompulsif. Kaplan, Sadock, & Grebb (2010) juga menjelaskan bahwa Gangguan Obsesif Kompulsif berkaitan dengan pikiran mengenai pembalasan dendam, perasaan kehilangan, perasaan bersalah, cinta, yang memunculkan ambivalensi emosional pada seseorang sehingga muncul obsesi atau kompulsi. Dalam sebuah penelitian, GHQ-12 pernah digunakan untuk menskrining Gangguan Obsesif Kompulsif, dengan Composite International Diagnostic Interview (CIDI) sebagai standar emas. Dari 241 subjek yang terdeteksi positif mengalami gangguan mental umum oleh GHQ-12, 33 di antaranya terdiagnosis Gangguan Obsesif Kompulsif menggunakan CIDI. Dalam penelitian tersebut, GHQ-12 diskoring dengan metode bimodal dan menghasilkan titik potong 12. Korelasi reliabilitas yang diperoleh sebesar 0,78, sensitivitas sebesar 0,74, dan spesifisitas sebesar 0,84 (Yoldascan, Ozenli, Kutlu, Topal, & Bozkurt, 2009). GHQ-12 versi Bahasa Inggris sudah pernah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Idaiani & Suhardi (2006). Agar lebih sesuai digunakan di seting layanan kesehatan primer, GHQ-12 mengalami adaptasi kembali dari versi Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh Emeldah, Nurwanti, & Primasari (2012). 10
10 Proses adaptasi yang dilakukan menggunakan metode forward translation, yaitu dengan menerjemahkan GHQ-12 Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh 2 ahli bahasa non-psikologi yang berlatar belakang pendidikan Bahasa Inggris. Selanjutnya, hasil terjemahan oleh Ahli Bahasa Inggris dievaluasi oleh 3 Ahli Psikologi, yang sudah bertahun-tahun mendalami Psikologi Klinis dan Psikologi Lintas Budaya. GHQ-12 Bahasa Indonesia tersebut kemudian diuji coba kepada 16 pasien Balai Pengobatan Umum (BPU) di 2 Puskesmas Kabupaten Sleman. GHQ-12 versi adaptasi oleh Emeldah, Nurwanti, dan Primasari inilah yang kemudian digunakan dalam penelitian ini. Pengujian validitas klinik GHQ-12 dalam penelitian ini terkait dengan pengembangan alat ukur yang dapat membantu penegakan diagnosis Gangguan Obsesif Kompulsif di Puskesmas. Menurut Azwar (2003), salah satu metode pengujian validitas adalah dengan membandingkan hasil dari alat yang akan diuji dengan hasil alat lain yang telah terbukti memiliki validitas yang baik. Dalam penelitian ini, hasil GHQ-12 dibandingkan dengan diagnosis Structured Clinical Interview for DSM-IV Axis I Disorders (SCID-I), untuk mengetahui kemampuannya dalam mendeteksi Gangguan Obsesif Kompulsif. SCID-I adalah panduan wawancara klinis yang telah terstruktur berdasarkan DSM IV. SCID-I dikenal memiliki keakuratan tinggi dan sering digunakan sebagai standar emas dalam berbagai penelitian validasi klinik alat ukur (Rumpf, Meyer, Hapke, & John, 2001). Reliabilitas SCID-I diuji melalui inter-rater reliability (dalam koefisien Kappa) yang melibatkan psikiater atau psikolog profesional sebagai rater (Lobbestael, Leurgans, & Arntz, 2010). 11
11 Hal penting yang harus dilakukan dalam pengujian validitas klinik adalah melihat kaitan antara hasil tes dengan diagnosis yang sesungguhnya. Hal tersebut dapat dilihat melalui uji diagnostik yang menunjukkan sensitivitas, spesifitas, titik potong, serta nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif dari alat yang diuji, yaitu GHQ-12. Sensitivitas adalah kemampuan alat tes mendeteksi orang yang menderita suatu gangguan dan menunjukkan hasil tes positif terhadap gangguan tersebut. Sedangkan spesifisitas adalah kemampuan alat tes mendeteksi orang yang tidak menderita suatu gangguan dan menunjukkan hasil tes negatif terhadap gangguan tersebut. Hubungan antara sensitivitas dan spesifisitas dilihat dengan membuat Receiver Operating Curve (ROC). Wilayah di bawah kurva memperlihatkan ketepatan hasil tes atau nilai Area Under Curve (AUC). Berdasarkan analisis ROC, ditetapkan titik potong yang paling sesuai dengan tujuan pengujian alat tes (Fletcher, Fletcher, & Wagner, 1991). Langkah terakhir dari penelitian validasi klinik adalah melihat rasio kemungkinan atau nilai prediktif atau Likelihood Ratio dari alat tersebut. Likelihood Ratio terdiri dari Likelihood Ratio Positive dan Likelihood Ratio Negative. Likelihood Ratio Positive adalah peningkatan kemungkinan seorang pasien mengalami gangguan, saat hasil tesnya yang positif. Sedangkan Likelihood Ratio Negative adalah peningkatan kemungkinan pasien tidak mengalami gangguan, saat hasil tesnya negatif. Ketika hasil Likelihood Ratio pasien positif (atau negatif), berapa besar kemungkinan pasien tersebut menderita (atau tidak menderita) gangguan (Fletcher, Fletcher, & Wagner, 1991). 12
12 Sebelum GHQ-12 digunakan sebagai alat skrining gangguan mental umum di Puskesmas, perlu dilakukan penelitian validitas klinik GHQ-12 sebagai alat skrining gangguan dengan prevalensi tinggi di Puskesmas. Penelitian yang menguji validitas klinik GHQ-12 sudah dilakukan oleh Primasari (2012) untuk Gangguan Penyesuaian, Emeldah (2012) untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh, Nurwanti (2012) untuk Gangguan Depresi, dan Salma (2013) untuk Gangguan Somatoform. Hasil dari seluruh penelitian menunjukkan bahwa GHQ- 12 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik, dengan titik potong tertentu untuk masing-masing gangguan. Penelitian ini berperan menguji validitas klinik GHQ-12 sebagai alat skrining Gangguan Obsesif Kompulsif. Pertanyaan yang ingin dijawab berdasarkan latar belakang di atas adalah: 1. Bagaimana validitas klinik GHQ-12 sebagai instrumen skrining Gangguan Obsesif Kompulsif? 2. Metode skoring GHQ-12 manakah yang paling tepat digunakan sebagai skrining Gangguan Obsesif Kompulsif di Puskesmas? Hasil penelitian ini, secara teoritis, diharapkan dapat bermanfaat dalam memperkaya ilmu psikologi. Selain itu, secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi alat skrining yang dapat meningkatkan layanan kesehatan mental, terutama sensitivitas paramedis dalam mendeteksi Gangguan Obsesif Kompulsif di Puskesmas. 13
Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan. global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai
2 Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai penyebab utama dari kerugian ekonomi dan disabilitas
Lebih terperinciProblem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di. tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO)
Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa gangguan mental, neurologis, dan penyalahgunaan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Abramowitz, J., Taylor, S., & McKay, D. (2009). Obsessive-Compulsive Disorder. The Lancet, 374,
DAFTAR PUSTAKA Abramowitz, J., & Houts, A. (2005). Concepts and Controversies in Obsessive- Compulsive Disorder. New York: Springer Science. Abramowitz, J., Taylor, S., & McKay, D. (2009). Obsessive-Compulsive
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan
Lebih terperinciTES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST)
TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST) Oleh: Risanto Siswosudarmo Departemen Obstetrika dan Ginekologi FK UGM Yogyakarta Pendahuluan. Test diagnostik adalah sebuah cara (alat) untuk menentukan apakah seseorang
Lebih terperinciGangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak
Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1 1 Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia
Lebih terperinciBab III. Metode Penelitian. menggunakan desain survey deskriptif. Penelitian survey deskriptif adalah
Bab III Metode Penelitian A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah non-eksperimen dengan metode kuantitatif menggunakan desain survey deskriptif. Penelitian survey deskriptif adalah penelitian
Lebih terperinciKESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun dari tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan / tidur singkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional memberikan dampak perubahan pada sistem kesehatan Indonesia ke dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Layanan kesehatan tingkat
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kesehatan mental adalah sama pentingnya dengan kesehatan fisik dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu dengan masalah kesehatan fisik sering mengalami
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, menyebutkan bahwa negara menjamin kehidupan setiap orang baik lahir maupun batin,serta menjamin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua terutama bagi kita yang berkecimpung di bidang kejiwaan seperti psikiater,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
Lebih terperinciBAB I 1.1 Latar Belakang
BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan laju modernisasi. Data World Health Organization (WHO) tahun 2000
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan kesehatan mental penduduk dunia semakin meningkat seiring dengan laju modernisasi. Data World Health Organization (WHO) tahun 2000 menunjukkan angka gangguan
Lebih terperinciKesehatan jiwa menjadi isu yang semakin banyak mendapat perhatian. publik, baik pemerintah, petugas dan pemerhati kesehatan jiwa, maupun
Kesehatan jiwa menjadi isu yang semakin banyak mendapat perhatian publik, baik pemerintah, petugas dan pemerhati kesehatan jiwa, maupun masyarakat umum. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau
Lebih terperinciJawa Barat, sebanyak 20,0% dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau, sebesar 5,1% (Riskesdas, 2007). Prevalensi gangguan mental emosional di Provinsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi berat banyak dijumpai di layanan kesehatan primer (Hickie, 2000). Menurut World Health Organization-Psychiatric Prevalence in General Health Care (WHO-PPGHC),
Lebih terperinci30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4
Pengertian Tujuan dan sasaran Macam-macam bentuk screening Keuntungan Kriteria program skrining Validitas Reliabilitas Yield Evaluasi atau uji alat screening Penemuan Penyakit secara Screening - 2 Adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis
Lebih terperinciOleh: Raras Silvia Gama Pembimbing: dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ
Oleh: Raras Silvia Gama 082011101038 Pembimbing: dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ SMF Ilmu Kesehatan Jiwa RSD dr.soebandi Fakultas Kedokteran Universitas Jember 2013 Gangguan Obsesif-kompulsif Gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus berkembang dari tahun ke tahun dan membuahkan banyak komplikasi. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah penyakit dengan manifestasi psikologik atau perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, psikologik, genetika,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari sel-sel yang disebabkan oleh beberapa perubahan dalam ekspresi gen yang menyebabkan ketidakseimbangan regulasi proliferasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut World Health Organization (WHO, 2005). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Depkes,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami kegagalan dalam mengelola dirinya sendiri. Masalah yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunuh diri merupakan tindakan yang sangat personal, pribadi dan rumit. Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan bahwa dirinya mengalami kegagalan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah gangguan kejiwaan/gangguan mental adalah seluruh gejala atau pola perilaku seseorang yang dapat ditemukan secara klinis yang berkaitan dengan tekanan/distress
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Tekanan psikologis dan kekhawatiran tentang infertilitas memiliki efek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa infertilitas merupakan masalah utama dalam kesehatan kesuburan yang memiliki dimensi fisik, psikologis dan sosial
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan
36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan hubungan
Lebih terperinciDaftar Pustaka. American Psychological Association. (2009). ICD versus DSM.
38 Daftar Pustaka Agustia, R. (2011, 21 Oktober). Indonesia Paceklik Psikolog. http://www.tempo.co/read/new/2011/10/22/060362768/indonesia-paceklik- Psikolog. Alarcon, R. D. (2009). Culture, Cultural Factors,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel kanker tumbuh dengan cepat, sehingga sel kanker dapat
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyebab kematian utama nomor dua di dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) (2015) mendefinisikan stroke sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres merupakan suatu kondisi adanya tekanan fisik dan psikis akibat adanya tuntutan dari dalam diri dan lingkungan. Pernyataan tersebut berarti seseorang dapat dikatakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan suatu sindrom penyakit klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Realibilitas Pada penelitian kali ini dilakukan uji validasi dengan dilanjutkan uji realibilitas pada instrumen penelitian. Instrumen penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian pada manusia adalah penyakit kronis (dalam Sarafino, 2006). Penyakit kronis merupakan jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan serius bagi negara, disebabkan insidennya semakin meningkat. Penyakit ini termasuk salah satu jenis penyakit tidak menular
Lebih terperinciJOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001
JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Berdasarkan statistik, jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 akan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terpadat ke 4 di dunia. Jumlah penduduk saat ini diperkirakan 220 juta jiwa. Berdasarkan
Lebih terperinciEdukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini
Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15 Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini PERSETUJUAN DALAM KEADAAN SADAR UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI SUBJEK RISET
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah masyarakat yang sehat mandiri dan berkeadilan. Visi tersebut menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan darah tinggi > 140/90 mmhg selama beberapa minggu dan dalam jangka waktu yang lama (Sarafino,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jiwa sampai saat ini memang masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya sendiri. Masyarakat kita menyebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan individu manusia, karena dengan sehat jiwa seseorang mampu berkembang secara fisik, mental dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV di Indonesia masih menjadi masalah yang serius dan komplek serta menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di Indonesia juga masih tinggi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang. berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat pertambahan usia yang progresif pada populasi penduduk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta seperti menjadi magnet yang menarik orang untuk datang dan tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala kemudahan dan serba
Lebih terperinciKata kunci: kualitas hidup, faktor yang terkait, orang dewasa, epilepsi, Nigeria
KUALITAS HIDUP DAN FAKTOR HUBUNGAN ANTARA Orang Dewasa PADA EPILEPSI DI NIGERIA ABSTRAK Tujuan: Epilepsi adalah kondisi umum di seluruh dunia dan telah diamati mempengaruhi kualitas hidup (QOL). Padahal,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinciPENYEBAB. Penyebab Obsesif Kompulsif adalah:
Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu, yang tampaknya konyol, aneh atau menakutkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Abnormal Psychology merupakan salah satu cabang dalam ilmu psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel dengan variabel lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di tahun 2004 (Dieren et al., 2010). DM merupakan kelompok penyakit degeneratif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) termasuk dalam kelompok 8 besar penyakit yang menyumbang kematian di dunia. Terdapat 2,3 juta kematian yang diakibatkan oleh DM di tahun 2004 (Dieren
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Skizofrenia Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara), perilaku yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang mengganggu fungsi mental sehingga menempatkan seseorang dalam kategori tidak sejahtera. Gangguan jiwa adalah respon maladaptif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, meningkat dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006. Peningkatan jumlah penduduk tersebut diikuti dengan
Lebih terperinciPENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI
PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Apakah saya sehat jiwa? Sehat Jiwa Bukan semata-mata tidak adanya penyakit/gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kanker
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Dadang yang awalnya ingin melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara serentak batal menikah, karena
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan teknik pendekatan korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes merupakan penyebab kematian nomor 6 di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008). Sekitar 30%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makan merupakan kebutuhan primer. Setiap individu memerlukan makan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makan merupakan kebutuhan primer. Setiap individu memerlukan makan untuk menghasilkan energi supaya dapat beraktivitas. Aktivitas makan bagi sebagian besar orang merupakan
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapat Gelar Ahli Madya Keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada sejak sekitar abad 18, namun titik kritis dalam sejarah keilmuan gangguan autisme adalah pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit tidak menular. Penyakit ini timbul akibat kondisi fisik yang tidak normal dan pola hidup yang tidak sehat. Kanker dapat menyerang berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persepsi, afek, rasa terhadap diri (sense of self), motivasi, perilaku dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia (Schizophrenia) adalah gangguan dengan serangkaian simtom yang meliputi gangguan konteks berpikir, bentuk pemikiran, persepsi, afek, rasa terhadap diri (sense
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu penyebab paling umum pada kasus akut abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian ini. A. Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2005, penyakit ini menyebabkan 17,5 juta kematian, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan penyakit yang mematikan dan jumlah penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun 2012 yang dikeluarkan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI Nama : Kartika Pradita Andriani NPM : 13510847 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Prof. Dr. AM. Heru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi penyakit yang mematikan banyak penduduk di negara maju dan negara berkembang lebih dari delapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya akan dialami oleh seseorang bila berumur panjang. Di Indonesia istilah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta dan diprediksikan meningkat hingga 1,5 miliar pada tahun Lebih dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO, 2011) melaporkan bahwa populasi kelompok lanjut usia (lansia) mengalami perkembangan yang pesat dibandingkan kelompok umur lainnya. Jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu masalah psikologis yang sering terjadi pada masa remaja dan onsetnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia (Al- Qaisy, 2011). Depresi
Lebih terperinciEPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS
DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Penyakit kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertembuhan sel tidak normal/ terus menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Tengah (Jateng), termasuk salah satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang berpenduduk dengan struktur tua (lansia). Data Departemen Sosial (Depsos)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai,
Lebih terperinci