Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan. global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan. global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai"

Transkripsi

1 2 Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai penyebab utama dari kerugian ekonomi dan disabilitas secara global (WHO, 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gangguan mental emosional penduduk usia 15 tahun atau lebih adalah 11,6% (Idaiani, Suhardi, & Kristanto, 2009). Kerugian ekonomi akibat masalah kesehatann mental berdasarkan hasil riset tersebut diperkirakan mencapai 20 triliun rupiah. Angka kerugian tersebut merupakan angka yang sangat besar dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya. Jumlah pasien gangguan kesehatan mental yang terlayani di fasilitas kesehatan kurang dari 10%. Kondisi tersebut menggambarkan hanya sedikit pasien gangguan kesehatan mental yang menerima tritmen. Layanan kesehatan mental diharapkan lebih efektif, terjangkau, manusiawi, dan dapat mencegah terjadinya disabilitas kronik sehingga tercapai kesehatan dan kehidupan yang lebih baik (Kementerian Kesehatan, 2011). Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan layanan kesehatan mental. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/MENKES/SK/III/2002 menyatakan bahwa pencegahan dan penanggulangan gangguan kesehatan mental diubah dari berbasis rumah sakit menjadi berbasis masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2002). Pada umumnya pasien gangguan kesehatan mental pertama kali datang ke pelayanan kesehatan dasar untuk memeriksakan diri karena gejala yang dialami seringkali berupa keluhan yang

2 3 berhubungan dengan kondisi medis. Faktanya, sejumlah 30% dari pasien yang ditangani pada tingkat pelayanan kesehatan dasar adalah pasien yang memenuhi kriteria gangguan kesehatan mental sesuai Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) IV. Sekitar 30-80% gangguan kesehatan mental yang dialami pasien di pelayanan kesehatan dasar seringkali tidak terdiagnosis dengan baik. Perbaikan sistem deteksi permasalahan kesehatan mental di pelayanan kesehatan dasar dapat meningkatkan cakupan terapi di pelayanan kesehatan dasar (Hidayat, Ingkiriwang, Andri, Asnawi, Widya, & Susanto, 2010). Oleh karena itu, deteksi pasien yang memiliki risiko gangguan kesehatan mental adalah langkah penting dalam program prevensi kesehatan mental (Lussier, Gagnon, & Lamarche, 2004). Penggunaan instrumen skrining sebagai alat deteksi gangguan kesehatan mental dapat meningkatkan kemampuan identifikasi terhadap pasien yang memerlukan evaluasi lanjutan dan memiliki risiko tinggi (Boyd, Le, & Somberg, 2005). Gambaran gangguan mental emosional pada Riskedas 2007 menunjukkan bahwa gejala sulit tidur merupakan salah satu dari lima gejala yang paling banyak dialami oleh penduduk, yaitu sebanyak 21,6% (Idaiani, Suhardi, & Kristanto, 2009). Sistem Informasi Kesehatan Mental (SIKM), yang merupakan sistem cakupan informasi mengenai penanganan gangguan mental di Puskesmas Kabupaten Sleman, menunjukkan bahwa salah satu gangguan yang banyak dijumpai di Puskemas adalah gangguan insomnia. Gangguan tersebut dialami oleh 258 pasien (3.3 %) dari total 7846 pasien yang terdiagnosis gangguan mental (CPMH, 2011). Penelitian global yang telah dilakukan pada populasi dewasa di

3 4 beberapa negara menunjukkan sekitar 30% dari populasi mengalami insomnia kronik (Roth, 2007). Sekitar 40% wanita, 30% pria, dan 50% individu di atas usia 65 tahun mengeluhkan mengalami insomnia (Lee & Harris, 2000). Gangguan insomnia sering kali merupakan gejala awal dari gangguan mental yang mengancam. Tidur memiliki fungsi restoratif dan homeostatik sehingga memiliki peran penting untuk termoregulasi dan cadangan energi normal. Periode kekurangan tidur yang panjang dapat menyebabkan disorganisasi ego, halusinasi, dan waham (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010). Insomnia meningkatkan kerentanan individu untuk mengalami gangguan mental lain secara komorbid, kondisi kesehatan fisik yang buruk, peningkatan konsumsi obat, kehilangan konsentrasi, kecelakaan, peningkatan penggunaan layanan kesehatan, dan penurunan kinerja serta kualitas hidup (Kao, Huang, Wang, & Tsai, 2008; Bolge, Doan, Kannan, & Baran, 2009; MacGregor, Funderburk, Pigeon, & Maisto, 2011; Zaillinawati, Mazza, & Teng, 2012). Insomnia juga memiliki dampak secara ekonomi, yaitu menyebabkan kerugian sebesar 100 milyar USD per tahun di Amerika Serikat, 0,2%-0,5% dari Gross Domestic Product (GDP) di New Zealand, dan 1,3% dari GDP di Australia (MacGregor, Funderburk, Pigeon, & Maisto, 2011; Scott, Scott, O Keeffe, & Gander, 2011). Diagnosis gangguan tidur yang paling sering ditemukan berdasarkan DSM-IV adalah insomnia primer dan insomnia terkait gangguan mental lain (Nowell dkk, 1997). Karakteristik gangguan insomnia ialah terganggunya jumlah, kualitas, atau waktu tidur. Insomnia yang tidak disebabkan oleh gangguan psikologis, fisik, atau obat digolongkan sebagai gangguan insomnia primer.

4 5 Berdasarkan kriteria diagnosis gangguan insomnia primer dalam DSM-IV-TR, prevalensi gangguan diperkirakan 6% (Roth, 2007). Individu dengan insomnia primer mengalami kesulitan yang terus menerus untuk tidur, tetap tidur, atau mencapai tidur restoratif dalam jangka waktu sebulan atau lebih. Insomnia primer sering kali ditandai dengan terjaga berulang kali dan kesulitan untuk tertidur. Kondisi lain yang sering ditemukan adalah meningkatnya keadaan terbangun fisiologis dan psikologis pada malam hari, kebiasaan negatif untuk tidur, dan preokupasi untuk mendapatkan tidur yang cukup (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010). Insomnia primer menimbulkan rasa lelah fisik dan stres yang signifikan sehingga menyebabkan individu kesulitan untuk menjalankan peran sosial, belajar, pekerjaan, atau peran lainnya dengan baik. Kondisi tersebut menyebabkan insomnia primer dapat muncul komorbid dengan gangguan psikologis lainnya, misalnya depresi dan kecemasan. Faktor psikologis memiliki peran dalam insomnia primer. Individu dengan insomnia primer membawa kecemasan dan kekhawatiran ketika akan tidur sehingga kesadaran tubuh meningkat hingga pada tahap mencegah tidur secara alami. Kesulitan tidur tersebut semakin ditambah dengan perasaan cemas dan tegang karena takut tidak cukup tidur sehingga memaksakan diri untuk tidur. Usaha memaksa diri untuk tidur akan menimbulkan dampak yang sebaliknya (Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Kriteria diagnosis untuk insomnia primer menurut DSM-IV-TR adalah sebagai berikut (APA, 2000): (1) keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan; (2) gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang

5 6 menyertai) menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya; (3) gangguan tidur tidak terjadi semata-mata karena perjalanan narkolepsi, gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia; (4) gangguan tidur tidak terjadi semata-mata karena perjalanan gangguan mental lain (misalnya gangguan depresif berat, gangguan kecemasan umum, delirium); (5) gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum. Sebagian besar pasien yang mengeluhkan gejala insomnia belum dapat terdeteksi mengalami insomnia oleh tenaga kesehatan mental (Lee & Harris, 2000). Tidak memadainya identifikasi dan layanan terhadap keluhan gejala gangguan mental merupakan salah satu dampak dari minimnya ketersediaan tenaga kesehatan mental di Indonesia. Indonesia hanya memiliki 650 orang psikiater, 450 orang psikolog klinis, dan orang perawat. Perbandingan antara jumlah tenaga kesehatan mental dan jumlah pasien gangguan mental sangat tidak ideal, karena satu tenaga kesehatan mental harus melayani sekitar pasien. Idealnya satu tenaga kesehatan mental melayani pasien. Sebaran jumlah tenaga kesehatan mental tersebut juga tidak mampu menjangkau secara merata layanan kesehatan mental di semua Puskemas (Retnowati, 2011; Agustia, 2011; Widiyani, 2013; Departemen Kesehatan, 2013).

6 7 Skrining untuk gangguan insomnia di Puskesmas dapat menjadi usaha preventif untuk meningkatkan layanan tritmen yang efektif terhadap gangguan. Tenaga kesehatan di Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar memerlukan instrumen yang efektif dan efisien untuk mengidentifikasi gangguan insomnia pada pasien (MacGregor, Funderburk, Pigeon, & Maisto, 2011). General Health Questionnaire (GHQ) adalah salah satu instrumen yang paling sering digunakan untuk skrining dan menjadi objek penelitian. GHQ dikembangkan oleh untuk membedakan antara pasien yang mengalami permasalahan psikiatrik dan yang memiliki kondisi sehat mental. GHQ mengukur status kesehatan mental pada kondisi saat ini. GHQ mengukur melalui dua aspek dari suatu episode psikiatrik yaitu ketidakmampuan menjalankan fungsi normal dalam keseharian dan kemunculan gejala baru yang mengarah pada kondisi distress. GHQ dapat digunakan untuk memperkirakan prevalensi gangguan dalam populasi dan mengenali kasus yang berpotensi mengalami masalah psikiatrik (Lussier, Gagnon, & Lamarche, 2004). GHQ semula tersusun atas 60 aitem, seiring dengan pengembangan instrumen maka terdapat versi yang lebih pendek yaitu GHQ-30, GHQ-28, GHQ- 20, dan GHQ-12. GHQ-12 menunjukkan efektivitas yang sama dengan GHQ-30. GHQ-12 merupakan instrumen yang konsisten melalui beberapa periode waktu. Analisis terhadap GHQ-12 menunjukkan bahwa instrumen memiliki validitas konten dan prediktif yang baik, serta konsistensi internal antara (North West Public Health Observatory, 2000). GHQ-12 memiliki kesesuaian untuk dijadikan instrumen skrining di pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas.

7 8 Kesesuaian tersebut ditinjau dari properti psikometrik yang sudah teruji baik dalam berbagai penelitian di bermacam-macam populasi dari berbagai negara dan efisiensi instrumen karena proses adiministrasi yang cepat, jumlah aitem sedikit, serta bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami (Lee, Yip, Chen, Meng, & Kleinman, 2006; Sanchez-Lopez & Dresch, 2008; Hankins, 2008; Yusof, Rahim, & Yacoob, 2009, Smith, Fallowfield, Stark, Velikova, & Jenkins, 2010; Kawada Otsuka, Inagaki, Wakayama, Katsumata, Li, & Li, 2011). Usaha untuk mengadaptasi GHQ-12 sebagai instrumen skrining di Indonesia sudah dilakukan oleh beberapa penelitian (Idaiani & Suhardi, 2006; Primasari, 2012). GHQ-12 yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia juga telah diteliti sebagai instrumen skrining untuk Gangguan Penyesuaian Diri, Depresi, dan Gangguan Kecemasan Menyeluruh di Puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa GHQ-12 memiliki properti psikometrik yang memuaskan (tingkat reliabilitas tinggi dan kesesuaian fungsi pengukuran gangguan), sensitif, dan spesifik untuk digunakan sebagai instrumen skrining ketiga gangguan tersebut (Emeldah, 2012; Nurwanti, 2012; Primasari, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk menguji keunggulan GHQ-12 sebagai instrumen skrining Gangguan Insomnia Primer di Puskesmas. Instrumen yang unggul adalah instrumen yang memiliki nilai diagnostik tinggi, terjangkau, sederhana, tidak berisiko, dan cepat (Dahlan, 2009). GHQ-12 memiliki empat subskala yaitu depresi, simtom somatik, kecemasan/insomnia, dan disfungsi sosial (Boyd, Le, & Somberg, 2005). GHQ-12 memiliki satu aitem yang mengukur kondisi tidur individu. Aitem tersebut meminta individu untuk mengidentifikasi

8 9 ada tidaknya kesulitan tidur yang dialami selama beberapa minggu ke belakang. Aitem tersebut berbunyi susah tidur karena khawatir. Aitem tersebut dapat mendukung GHQ-12 sebagai instrumen skrining untuk gangguan insomnia primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa GHQ-12 dapat digunakan untuk mengidentifikasi gangguan tidur dengan gejala ringan hingga berat. Pasien dengan gangguan insomnia memiliki skor GHQ-12 yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami gangguan (Ichikawa dkk, 2008). Penelitian menunjukkan bahwa GHQ-12 menunjukkan korelasi yang hampir sama dengan kuesioner multi-aitem yang khusus disusun untuk mendeteksi gangguan tidur. Akan tetapi GHQ-12 belum memiliki nilai diagnostik yang baik, yaitu memiliki sensitivitas 39% dan spesifisitas 87% untuk mendeteksi gangguan tidur. Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar lebih mempertimbangkan tujuan penelitian dalam mempertimbangkan pemilihan nilai cut-off. Pemilihan nilai tersebut akan mempengaruhi validitas dan tingkat kemampuan mengidentifikasi gangguan (Lallukka, Dregan, & Armstrong, 2011). Uji psikometrik dan diagnostik terhadap GHQ-12 dilakukan untuk mengetahui kemampuannya untuk menjadi instrumen skrining gangguan insomnia primer. Suatu instrumen dapat menjadi instrumen skrining yang adekuat jika memiliki tingkat realibilitas dan validitas yang memuaskan (Boyd, Le, & Somberg, 2005; Zimmerman, 2007). Analisis diskriminan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya nilai diskriminan dari tiap aitem GHQ-12 untuk membedakan pasien yang berisiko mengalami gangguan insomnia primer.

9 10 Analisis diskriminan tersebut dapat memeriksa keunggulan tiap aitem GHQ-12 dalam memprediksi gangguan insomnia primer. Hasil uji psikometrik dan diagnostik diharapkan menjadi bukti ilmiah (evidence based) dalam menyusun sistem skrining gangguan insomnia primer yang efektif, efisien, dan sistematis. Uji diagnostik dilakukan untuk meningkatkan ketepatan diagnostik sesuai tujuannya sebagai instrumen skrining. Teori dasar yang digunakan dalam uji diagnostik adalah signal detection theory. Signal detection theory adalah kerangka teori untuk menjelaskan dan mengambil keputusan dalam suatu situasi yang masih belum memiliki kejelasan (ambigu). Contoh situasi ambigu yang relevan dengan signal detection theory adalah pasien yang memiliki sejumlah simtom dan psikolog berusaha memutuskan ada tidaknya gangguan yang dialami oleh pasien (Fletcher, Flecther, & Wagner, 1991). Uji diagnostik dilakukan dengan melihat hubungan antara hasil-hasil tes dan diagnosis yang sebenarnya. Dalam uji diagnostik tersebut diukur sensitifitas, spesifisitas, likelihood ratio positive, likelihood ratio negative, dan cut-off point dari GHQ-12. Sensitifitas adalah proporsi orang-orang yang menderita penyakit yang menunjukkan hasil tes diagnostik positif untuk gangguan/penyakit itu. Tes yang sensitif jarang menunjukkan kekeliruan dalam menentukan adanya penyakit pada seseorang. Spesifisitas adalah proporsi dari orang-orang tanpa gangguan/penyakit yang menunjukkan tes negatif. Suatu tes yang spesifik jarang salah dalam menentukan seseorang tanpa gangguan/penyakit dinyatakan menderita gangguan tersebut (Fletcher, Flecther, & Wagner, 1991).

10 11 Penilaian kemampuan GHQ-12 sebagai instrumen skrining gangguan insomnia primer dalam uji diagnostik didasarkan atas hubungan dengan suatu standar untuk mengetahui gangguan tersebut benar ada atau tidak ada. Hasil instrumen dibandingkan dengan suatu standar ketepatan yang disebut standar emas. Standar emas merupakan suatu prosedur yang sudah dikenal memiliki akurasi dalam mencapai kebenaran (Fletcher, Flecther, & Wagner, 1991). Standar emas adalah pemeriksaan yang dijadikan sebagai rujukan akhir untuk menentukan pasien menderita suatu gangguan atau tidak. Standar emas dapat berupa pemeriksaan yang dianggap alat diagnostik terbaik pada tempat penelitian atau dapat juga berupa keputusan ahli, tergantung pada kasus gangguan yang sedang diteliti (Dahlan, 2009). Standar emas yang banyak digunakan dalam penelitian kesehatan mental adalah panduan diagnosis dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV Text Revision (DSM-IV-TR) (Rumpf, Meyer, Hapke, & John, 2001). DSM-IV-TR dikembangkan oleh American Psychiatric Association yang ditujukan sebagai panduan yang bermanfaat dan praktis bagi tenaga kesehatan mental dengan merangkum serangkaian kriteria, memperjelas bahasa, dan memperjelas pernyataan dari konstruk yang mewakili kriteria diagnosis. DSM-IV-TR merupakan sistem klasifikasi yang dilakukan dengan mengamati ciri-ciri khas gangguan kemudian memisahkan berdasarkan kesamaan dan perbedaan, mengelompokkan kembali, serta mengklasifikasikan ciri-ciri khas tersebut ke dalam jenis-jenis gangguan (Crowe, 2000).

11 12 DSM-IV-TR menegakkan diagnosis gangguan insomnia primer melalui wawancara klinis berdasarkan kriteria yang telah disusun. Diagnosis gangguan insomnia berdasarkan DSM-IV-TR menunjukkan reliabilitas dan validitas yang dapat diterima (p= ) (Edinger dkk, 2011). Penelitian ini menggunakan standar emas berupa hasil wawancara klinis berdasarkan DSM-IV-TR yang dilakukan oleh psikolog profesional. Hipotesis dari penelitian ini adalah GHQ-12 dapat menjadi instrumen skrining gangguan insomnia primer di Puskesmas yang efisien dan unggul berdasarkan nilai diagnostik serta sifat psikometrik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literasi dalam peningkatan kesadaran akan kesehatan mental dan pengembangan alat ukur klinis. Penelitian ini juga diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi mengenai instrumen skrining yang dapat meningkatkan layanan kesehatan terhadap gangguan insomnia primer pada pasien Puskesmas. Metode Subjek Penelitian Penelitian dilakukan di sepuluh Puskesmas di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kriteria untuk menentukan subjek penelitian adalah pasien Bagian Pemeriksaan Umum (BPU) di sepuluh Puskesmas di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta, serta berusia tahun. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah bersedia mengisi informed consent sebagai bentuk kesediaan menjadi subjek penelitian.

Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di. tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO)

Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di. tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO) Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa gangguan mental, neurologis, dan penyalahgunaan

Lebih terperinci

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting. Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting. Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua provinsi di Indonesia, usia 15 tahun keatas, mengalami gangguan

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. American Psychological Association. (2009). ICD versus DSM.

Daftar Pustaka. American Psychological Association. (2009). ICD versus DSM. 38 Daftar Pustaka Agustia, R. (2011, 21 Oktober). Indonesia Paceklik Psikolog. http://www.tempo.co/read/new/2011/10/22/060362768/indonesia-paceklik- Psikolog. Alarcon, R. D. (2009). Culture, Cultural Factors,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional memberikan dampak perubahan pada sistem kesehatan Indonesia ke dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Layanan kesehatan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk, berpengaruh terhadap peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat di Indonesia. Menurut laporan Perserikatan

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun dari tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan / tidur singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Abnormal Psychology merupakan salah satu cabang dalam ilmu psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungannya dengan fungsi kognitif, pembelajaran, dan atensi (Liu et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungannya dengan fungsi kognitif, pembelajaran, dan atensi (Liu et al., BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia dan memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Tidur tidak hanya berdampak pada perkembangan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasuh Skizofrenia Selama 50 tahun terakhir, munculnya perawatan berbasis komunitas, penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa dukungan yang memadai

Lebih terperinci

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta seperti menjadi magnet yang menarik orang untuk datang dan tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala kemudahan dan serba

Lebih terperinci

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A Do Penyusunan gejala Memberi nama atau label Membedakan dengan penyakit lain For Prognosis Terapi (Farmakoterapi / psikoterapi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres merupakan suatu kondisi adanya tekanan fisik dan psikis akibat adanya tuntutan dari dalam diri dan lingkungan. Pernyataan tersebut berarti seseorang dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kesehatan mental adalah sama pentingnya dengan kesehatan fisik dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu dengan masalah kesehatan fisik sering mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009). B. Identifikasi Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009). B. Identifikasi Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan korelasional yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia saat ini terjadi transisi demografi dimana proporsi penduduk berusia lanjut (lansia) bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda menetap atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya akan dialami oleh seseorang bila berumur panjang. Di Indonesia istilah untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia sejak lahir dibagi dalam beberapa masa, yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta masa usia lanjut. Keberhasilan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya gangguan pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian cross sectional digunakan pendekatan transversal, dimana observasi terhadap variabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Apakah saya sehat jiwa? Sehat Jiwa Bukan semata-mata tidak adanya penyakit/gangguan

Lebih terperinci

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A DIAGNOSIS? Do Penyusunan gejala Memberi nama atau label Membedakan dengan penyakit lain For prognosis Terapi (Farmakoterapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan peradangan pada sinovium, terutama sendi sendi kecil dan seringkali

Lebih terperinci

Jawa Barat, sebanyak 20,0% dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau, sebesar 5,1% (Riskesdas, 2007). Prevalensi gangguan mental emosional di Provinsi

Jawa Barat, sebanyak 20,0% dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau, sebesar 5,1% (Riskesdas, 2007). Prevalensi gangguan mental emosional di Provinsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi berat banyak dijumpai di layanan kesehatan primer (Hickie, 2000). Menurut World Health Organization-Psychiatric Prevalence in General Health Care (WHO-PPGHC),

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Skizofrenia Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara), perilaku yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.

Lebih terperinci

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa. prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa. prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga 1 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala) dan Provinsi DI Yogyakarta berada sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu masalah psikologis yang sering terjadi pada masa remaja dan onsetnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia (Al- Qaisy, 2011). Depresi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun. 1. somatik. Somatic Symptom and related disorder merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun. 1. somatik. Somatic Symptom and related disorder merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kesehatan mental membutuhkan perhatian, baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Secara global dari sekitar 450 juta orang yang mengalami

Lebih terperinci

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4 Pengertian Tujuan dan sasaran Macam-macam bentuk screening Keuntungan Kriteria program skrining Validitas Reliabilitas Yield Evaluasi atau uji alat screening Penemuan Penyakit secara Screening - 2 Adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional study. Dalam arti kata luas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua terutama bagi kita yang berkecimpung di bidang kejiwaan seperti psikiater,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidur merupakan aktivitas yang dilakukan setiap hari dan juga salah stau kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Menurut Teori Hirarki Maslow tentang kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh dunia. Satu dari empat kematian yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan oleh penyakit kanker (Nevid et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinitis Alergi (RA) merupakan salah satu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi alergen yang sama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi noneksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional untuk menentukan hubungan

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas.

BAB 1. PENDAHULUAN. Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas. Agitasi sering dijumpai di pelayanan gawat darurat psikiatri sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut WHO merupakan masa transisi dalam pertumbuhan dan perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada periode

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Bipolar I Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision edisi yang ke empat (DSM IV-TR) ialah gangguan gangguan mood

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

Kesehatan memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan. manusia, sehat bukan hanya sebagai kondisi bebas dari penyakit atau

Kesehatan memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan. manusia, sehat bukan hanya sebagai kondisi bebas dari penyakit atau Kesehatan memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehat bukan hanya sebagai kondisi bebas dari penyakit atau kelemahan tetapi juga sebagai suatu kondisi fisik, mental dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). BAB 1 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Tidur merupakan proses fisiologis yang kompleks dan dinamis, hampir sepertiga masa hidup kita dihabiskan dengan tidur (Kryger, 2005). Tidur diperlukan untuk memulihkan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abramowitz, J., Taylor, S., & McKay, D. (2009). Obsessive-Compulsive Disorder. The Lancet, 374,

DAFTAR PUSTAKA. Abramowitz, J., Taylor, S., & McKay, D. (2009). Obsessive-Compulsive Disorder. The Lancet, 374, DAFTAR PUSTAKA Abramowitz, J., & Houts, A. (2005). Concepts and Controversies in Obsessive- Compulsive Disorder. New York: Springer Science. Abramowitz, J., Taylor, S., & McKay, D. (2009). Obsessive-Compulsive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya angka harapan hidup penduduk adalah salah satu indikator kesejahteraan rakyat pada suatu negara. Angka harapan hidup penduduk Indonesia naik dari 70,45

Lebih terperinci

Insomnia merupakan gangguan tidur yang memiliki berbagai penyebab. Menurut Kaplan dan Sadock (1997), insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau

Insomnia merupakan gangguan tidur yang memiliki berbagai penyebab. Menurut Kaplan dan Sadock (1997), insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu aktivitas dalam kehidupan keseharian kita, termasuk kedalam kebutuhan dasar yang harus dipenuhi layaknya makan, minum bernafas dan

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian ini. A. Latar

Lebih terperinci

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN 38 A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur (Puspitosari, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur (Puspitosari, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insomnia adalah keluhan sulit untuk masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur (sering terbangun saat tidur) dan bangun terlalu awal serta tetapi merasa badan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami kegagalan dalam mengelola dirinya sendiri. Masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami kegagalan dalam mengelola dirinya sendiri. Masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bunuh diri merupakan tindakan yang sangat personal, pribadi dan rumit. Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan bahwa dirinya mengalami kegagalan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

Pedologi. Batasan Pedologi Bidang Terapan. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.

Pedologi. Batasan Pedologi Bidang Terapan. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi. Pedologi Modul ke: Batasan Pedologi Bidang Terapan Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Pedologi Psikologi abnormal atau sering juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 68 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kurang gizi, terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh pemerintah telah mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara umum antara lain dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini melibatkan 70 orang responden yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY). Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian pada manusia adalah penyakit kronis (dalam Sarafino, 2006). Penyakit kronis merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on

BAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyebab kematian utama nomor dua di dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Dadang yang awalnya ingin melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara serentak batal menikah, karena

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA

KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA PSIKOLOGIS; didasarkan atas letak dominasi gangguan pada fungsi psikologis FISIOLOGIS; setiap proses psikologis didasari fisiologis/faali ETIOLOGIS; berdasarkan penyebab gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut World Health Organization (WHO, 2005). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Depkes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya pengetahuan dan teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) agitasi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi merupakan gangguan mental umum yang dikarakteristikkan dengan perasaan tertekan, kehilangan minat terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, meningkat dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006. Peningkatan jumlah penduduk tersebut diikuti dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa kedokteran merupakan golongan dewasa muda yang unik, yang memiliki komitmen akademik dan gaya hidup yang dapat berimbas pada kebiasaan tidurnya dan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang akne. 2 Selain dari keluhan kosmetik, akne mempengaruhi setiap aspek kehidupan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang kesehatan psikodermatologi atau psikokutan berfokus pada interaksi antara pemikiran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya BAB 1 PENDAHULUAN A.LATARBELAKANG Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Belajar

Lebih terperinci

EBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine

EBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine EBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine Prof. Bhisma Murti Department of Public Health, Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret Pretest Probability dan Pengambilan Keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat termasuk penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lain (NAPZA), tetapi juga meliputi berbagai

Lebih terperinci