Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di. tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di. tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO)"

Transkripsi

1 Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa gangguan mental, neurologis, dan penyalahgunaan narkoba (Mental, Neurological, and Substance Use Disorders/ MNS Disorders) berkontribusi sebesar 14% terhadap beban penyakit global (WHO, 2010) dan 30% terhadap beban noncommunicable disease (WHO, 2008). Data nasional Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan tingginya prevalensi gangguan kesehatan mental umum (common mental health problem), yaitu sebesar 11,6% dari jumlah penduduk yang ada. Dengan kata lain, sekitar 1 dari 9 penduduk Indonesia dimungkinkan memiliki gangguan kesehatan mental umum seperti depresi, kecemasan, dan somatoform. Lebih lanjut, data di Propinsi DI Yogyakarta menunjukkan tingkat prevalensi gangguan kesehatan mental umum yang relatif sama dengan level nasional dengan prevalensi tertinggi sebesar 12,0% berada di Kabupaten Sleman (Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2008). Meski problem kesehatan mental tampak semakin nyata, treatment gap terkait layanan kesehatan mental masih mencapai 75%, terutama di negara dengan tingkat pendapatan rendah dan menengah (WHO, 2010). Tiga perempat dari gangguan mental dunia terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah karena alokasi anggaran kesehatan mental yang rendah (berkisar 2%) dan tenaga kesehatan mental profesional yang belum terdistribusi secara merata (WHO, 2008). Merespon kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Sleman bekerja sama dengan Fakultas Psikologi UGM menginisiasi program penempatan psikolog di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kabupaten Sleman sejak 2004 (Retnowati, 2011). Program ini sejalan dengan program mhgap (Mental 2

2 Health Gap Action Programme) dari WHO yang merekomendasikan agar layanan kesehatan dasar (primary care) menjadi garda depan dalam mengatasi problem kesehatan mental masyarakat (WHO, 2008). Didukung oleh Kementrian Kesehatan yang telah merekomendasikan untuk menjadikan isu kesehatan mental sebagai salah satu prioritas (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012), program integrasi layanan kesehatan mental di institusi kesehatan primer perlu dilanjutkan. Meski program peningkatan layanan kesehatan mental telah mulai dicanangkan dan dilaksanakan, proses pelaksanaan di lapangan masih memerlukan evaluasi. Untuk itu, pelaksanaan program penempatan psikolog di Puskesmas perlu dievaluasi lebih lanjut terutama dengan menekankan pada peningkatan efektivitas dan efisiensi layanan kesehatan mental di Puskesmas dan peningkatan cakupan masyarakat yang terlayani. Saat ini, masih banyak masyarakat dengan problem kesehatan mental yang belum terdeteksi dan terlayani dikarenakan faktor ketidaktahuan ataupun stigma. Sebagian besar gangguan kesehatan mental masyarakat yang datang ke Puskesmas justru diawali dengan keluhan fisik terlebih dulu (Retnowati, 2011). Sayangnya, pengoptimalan peran psikolog di layanan kesehatan primer seperti Puskesmas bukanlah hal yang mudah. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan, khususnya di Indonesia, belum melatih psikolog untuk bekerja di dalam sistem layanan kesehatan primer yang bersifat integratif. Haley et al. (2004) memberikan sejumlah tips bagaimana psikolog dapat bekerja secara optimal di layanan kesehatan primer. Salah satu tips yang disebutkan adalah tidak menunggu pasien datang sendiri ke psikolog. Psikolog perlu membuat prosedur yang terintegrasi dengan petugas kesehatan lainnya di layanan 3

3 kesehatan primer agar pasien yang membutuhkan layanan kesehatan mental mendapatkan layanan psikologis yang dibutuhkan. Sementara itu, salah satu gangguan kesehatan mental di Puskemas yang perlu mendapat perhatian lebih adalah gangguan somatoform. Gangguan somatoform merupakan suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (misal: nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik tersebut merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatik sistem saraf otonom yang dapat dihubungkan dengan kecemasan (Nevid, Rathus, & Greene, 2005) dan berada dalam tingkat yang cukup serius sehingga menyebabkan penderitaan emosional dan/atau hendaya fungsi peran pada pasien. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010). Gangguan somatoform terdiri dari lima diagnosis yang lebih spesifik dan dua diagnosis residu seperti dijelaskan di dalam DSM-IV TR, yaitu: gangguan somatisasi, gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan nyeri serta gangguan somatoform tak tergolongkan (undifferentiated) dan gangguan somatoform yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified) (American Psychiatric Association, 1994; Kaplan et al., 2010). Keluhan khas yang muncul dari gangguan somatoform adalah: 1) gejala somatik multiple yang terjadi dengan frekuensi tinggi dan durasi lama, 2) gejala terisolasi yang tidak memiliki penyebab fisik, 3) keluhan rasa sakit yang tidak memiliki dasar fisiologis, 4) keluhan rasa sakit dengan intensitas berlebihan jika ditinjau dari kondisi fisik pasien, dan 5) keluhan akan adanya penyakit yang membahayakan nyawa seperti kanker, jantung, dan lain-lain, meski tidak terbukti secara medis (Morrison, 2001). Prevalensi seumur hidup munculnya tiap gangguan di dalam somatoform 4

4 pada populasi umum bervariasi. Pada gangguan somatisasi, prevalensi seumur hidup diperkirakan berada pada angka 0,1 hingga 0,2 persen, meskipun jumlah ini berbeda dari satu penelitian ke penelitian lainnya. Gangguan ini lebih banyak ditemukan pada individu dengan tingkat ekonomi dan pendidikan rendah serta seringkali muncul mulai usia belasan tahun. Pada gangguan hipokondriasis, salah satu penelitian terbaru menunjukkan prevalensi enam bulan sebesar 4 hingga 6% pada populasi klinik medis umum. Pada gangguan konversi, prevalensi yang terekam adalah paling sedikit 1,1 dalam orang hingga paling banyak 1 dalam 200 orang. Sementara dua gangguan lainnya, yaitu gangguan dismorfik tubuh dan gangguan nyeri menunjukkan kasus yang tinggi pada sejumlah populasi yang diteliti (Nevid et al., 2005; Kaplan et al., 2010). Urutan prevalensi dari gangguan di bawah somatoform pada salah satu penelitian adalah: somatoform tak tergolongkan, gangguan nyeri, hipokondriasis dan gangguan somatisasi (Liu et al., 2012). Pada tingkat lokal, dalam hal ini Kabupaten Sleman, gangguan somatoform juga menjadi salah satu dari 10 prevalensi tertinggi gangguan kesehatan mental di Puskesmas. Pada tahun 2011, misalnya, tercatat sebanyak orang (17,7%) dari orang pasien dengan diagnosis gangguan psikologis yang berkunjung ke Puskesmas mengalami gangguan somatoform (Center for Public Mental Health, 2011). Gangguan somatoform merupakan salah satu gangguan yang banyak ditemukan di layanan kesehatan mental primer melalui kategori medically unexplained symptoms (MUS) (Henningsen & Creed, 2010; WHO, 2010). Gangguan yang berada di bawah rumpun MUS ini dianggap sebagai gangguan yang berbiaya tinggi. Gangguan ini membuat individu cenderung melakukan 5

5 pemeriksaan medis atas keluhan yang secara medis tidak terbukti ada (Hartman, Borghuis, Lucassena, vandelaar, Speckens, & Weel, 2008). Memahami kondisi ini, instrumen skrining diperlukan di pusat layanan kesehatan untuk dapat menjaring masyarakat dengan gangguan mental umum, termasuk gangguan somatoform. Sayangnya, hingga saat ini belum terdapat satu instrumen skrining terstandar yang validitas kliniknya telah terbukti untuk dapat digunakan di Indonesia. Skrining sejauh ini masih mengandalkan wawancara dari dokter di Balai Pengobatan Umum (BPU) yang dengan banyaknya pasien yang ada menjadi sangat terbatas waktunya untuk melakukan pengiraan yang memadai. Wawancara pada dokter Puskesmas menunjukkan bahwa para dokter di BPU memiliki banyak faktor yang menghambat dapat dilakukannya skrining awal gangguan kesehatan mental pada pasien yang datang sehingga dapat dirujuk ke Poli Psikologi. Sejumlah faktor yang menghambat antara lain: 1) banyaknya pasien BPU, 2) terbatasnya ketrampilan perawat dalam melakukan skrining tersebut, dan 3) kecenderungan dokter untuk melakukan layanan dengan secepat mungkin hingga mengabaikan simptom gangguan mental yang mungkin tampak (Primasari, 2012). Salah satu instrumen skrining yang telah banyak digunakan di berbagai negara dan telah terbukti memiliki properti psikometri yang baik serta validasi klinik yang baik adalah General Health Questionnaire (GHQ). GHQ merupakan instrumen yang berfungsi mendeteksi gangguan psikologis dan dapat digunakan di setting klinik nonpsikiatri seperti institusi kesehatan dasar (seperti Puskesmas) dan klinik dokter umum (Goldberg dalam Smith, Fallowfield, Stark, Velikova, & Jenkins, 2010). GHQ dikembangkan pertama kali oleh David Goldberg pada tahun 1974 dan hingga saat ini telah banyak dipelajari serta dikembangkan di berbagai negara 6

6 (Lewis & Araya, 1995). Pada awalnya GHQ terdiri dari 60 aitem dan dikenal sebagai GHQ-60. Dalam perkembangannya terdapat tiga versi lain dari GHQ dengan jumlah aitem yang berbeda-beda, yaitu: GHQ-30, GHQ-28, dan GHQ-12. Saat ini GHQ telah melalui rangkaian tes validitas dan reliabilitas hingga tersedia dalam 38 bahasa dan dapat digunakan di lebih dari 50 negara (Bell, Watson, Sharp, Lyons, & Lewis, 2005). Sementara sejumlah penelitian juga menunjukkan reliabilitas GHQ berkisar antara 0,78 sampai 0,95 (Yusoff, Rahim, & Yacoob, 2009) meski cenderung lebih rendah dari angka tersebut saat dinilai menggunakan asumsi realistis (Hanskin, 2008). Keempat versi GHQ dapat digunakan dengan menyesuaikan karakteristik masing-masing. GHQ-60 merupakan versi paling panjang dan lengkap dari GHQ dan bermanfaat untuk menggambarkan kondisi pasien dengan lebih detil. GHQ-30 merupakan versi yang lebih singkat dengan tidak melibatkan aitem yang berhubungan dengan penyakit fisik di dalamnya. GHQ-28 memiliki kemampuan untuk mendeteksi simptom somatis, kecemasan dan insomnia, disfungsi sosial, dan depresi. Terakhir, GHQ-12 merupakan versi GHQ paling ringkas yang sesuai untuk penggunaan dengan tujuan skrining dan penelitian (Jackson, 2007) dengan kemampuan sama baiknya dengan versi yang lebih panjang (Holi, Marttunen, & Aalberg, 2003). GHQ-12 memiliki konstruk yang hampir sama dengan GHQ-60 tetapi menghilangkan aspek sakit secara fisik (physically ill). GHQ-12 memiliki kesamaan dengan GHQ-60 pada aitem nomor 30, 36 dan 60, tetapi GHQ-12 hanya mengandung enam aitem yang sama dengan GHQ-28 (GL Assessment, tanpa tahun). Penerjemahan GHQ-12 versi Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia pernah dilakukan oleh dua psikiater dari pusat pendidikan berbeda yang tidak 7

7 saling mengenal. Proses penerjemahan balik dilakukan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris oleh satu psikiater lain dan kemudian diujicobakan kepada 20 orang sebanyak 2-3 kali sampai didapatkan kuesioner yang dapat dimengerti oleh sebagian besar subjek (Idaiani & Suhardi, 2006). Pada tahun 2012, dilakukan proses adaptasi kembali oleh Primasari (2012) guna meningkatkan reliabilitasnya. GHQ-12 versi Bahasa untuk Indonesia juga tersedia di Mapi Research Institute, sebuah lembaga pengembangan dan adaptasi kuesioner kesehatan yang diberikan wewenang untuk melakukan translasi dan adaptasi ke dalam berbagai bahasa oleh David Goldberg sebagai pemilik hak cipta GHQ (Mapi Research Trust, tanpa tahun). Untuk dapat digunakan di setting klinik dalam kerangka diagnostik, GHQ- 12 perlu melalui proses validasi klinik terlebih dulu. Validitas klinik merupakan penilaian mengenai ketepatan pengukuran suatu instrumen atau alat tes terhadap apa yang seharusnya diukur di dalam setting klinik. Karena setting klinik sangat erat kaitannya dengan pengambilan keputusan klinis atau penegakan diagnosis, maka validasi klinik berhubungan dengan pengembangan alat ukur yang benar-benar mampu membantu penegakan diagnosis (Fletcher, Fletcher, & Wagner, 1991). Selanjutnya hal penting yang harus dipahami dalam proses validasi klinik adalah hubungan antara hasil tes dan diagnosis yang sebenarnya. Suatu tes ketika diberikan kepada pasien dan menunjukkan hasil tertentu (positif atau negatif), memiliki empat kemungkinan hubungan dengan diagnosis yang sebenarnya, yaitu: a) true positive (positif sebenarnya), b) false positive (positif palsu), c) true negative (negatif sebenarnya), dan d) false negative (negatif palsu). Suatu tes yang baik akan memiliki penilaian ketepatan atau akurasi yang 8

8 tinggi terhadap ada atau tidaknya suatu penyakit sebenarnya (Fletcher et al., 1991). Untuk menguji ketepatan suatu alat tes, diperlukan baku emas (gold standard) yang dapat menunjukkan kebenaran ada atau tidaknya suatu penyakit tersebut. Meskipun penetapan baku emas ini seringkali tidak mudah, dalam penelitian diagnostik kesehatan mental, baku emas yang banyak digunakan adalah wawancara terstruktur Diagnostic Statistical Manual (DSM) (Rumpf, Meyer, Hapke, & John, 2001). Salah satu panduan wawancara terstruktur DSM yang banyak digunakan sebagai baku emas adalah Structured Clinical Interview for DSM (SCID) (Rumpf et al., 2001). Validasi klinik instrumen atau alat tes diperlukan agar instrumen tersebut dapat menjadi dasar pengambilan keputusan klinik yang kredibel. Hal ini dikarenakan dalam pengambilan keputusan klinik, diperlukan pertimbangan biaya dan manfaat (cost and benefit) suatu tindak lanjut. Biaya dan manfaat yang dimaksud dalam hal ini didefinisikan secara luas meliputi semua konsekuensi yang penting dari pengambilan keputusan. Yang dimaksud manfaat dalam hal ini seperti untuk menyembuhkan penderitaan, memperbaiki fungsi dan mencegah kematian. Sementara yang dimaksud dengan biaya meliputi uang, efek samping, pengurangan harapan hidup, hilangnya waktu, tenaga, jasa, dan lain-lain (Fletcher et al., 1991). Hasil dari penelitian validasi klinik adalah sensitivitas dan spesifisitas suatu instrumen terhadap diagnosis kesehatan tertentu. Sensitivitas didefinisikan sebagai proporsi orang-orang yang menderita penyakit yang menunjukkan hasil tes diagnostik positif untuk penyakit itu. Tes yang sensitif jarang menunjukkan kekeliruan dalam menentukan adanya penyakit pada seseorang. Sementara 9

9 spesifisitas adalah proporsi dari orang-orang tanpa penyakit yang menunjukkan tes negatif. Suatu tes yang spesifik jarang salah dalam menentukan seseorang tanpa penyakit dinyatakan sebagai menderita penyakit tersebut (Fletcher et al., 1991). Pertimbangan penggunaan tes dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas tertentu disesuaikan dengan tujuan dari penggunaan tes tersebut dan seberapa besar resiko dari penyakit yang akan dideteksi. Sebagai contoh, untuk penyakit yang memiliki resiko tinggi bila ditemukan, misal: penyakit tuberculosis, maka tes dengan tingkat sensitivitas tinggi atau sangat pekalah yang dibutuhkan. Sementara tes spesifik dibutuhkan ketika diagnosis positif yang palsu atau salah memiliki resiko mengganggu pasien secara fisik, emosional, atau finansial. Dengan kata lain, tes sensitif sangat berguna ketika hasil tes negatif, karena mengurangi resiko diagnosis negatif yang salah, sebaliknya tes sensitif sangat berguna ketika hasil tes positif sehingga dapat mengurangi resiko diagnosis positif yang salah (Fletcher et al., 1991). Pada akhirnya pengguna alat tes harus melakukan tawar-menawar (trade-off) antara sensitivitas dan spesifisitas dari alat tes tersebut. Idealnya alat tes memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang sama-sama tinggi. Akan tetapi, seringkali hal tersebut sulit dicapai sehingga titik potong (cut-off) yang menjadi batas antara kontinum normal dan abnormal harus ditentukan dengan berbagai pertimbangan berdasarkan fungsi sensitivitas dan spesifisitas yang telah dijelaskan di atas. Salah satu cara untuk melihat hubungan antara sensitivitas dan spesifisitas dari suatu alat tes adalah dengan membuat kurva yang disebut ROC (Receiver Operating Curve). Daerah di bawah kurva menunjukkan ketepatan dari keseluruhan hasil tes. Selanjutnya dari hasil analisis 10

10 ROC ini, dapat ditentukan cut-off yang paling ideal sesuai dengan tujuan alat tes tersebut (Fletcher et al., 1991). Hasil selanjutnya yang akan muncul dari penelitian validasi klinik adalah nilai prediktif (predictive value). Fletcher et al. (1991) menjelaskan bahwa nilai prediktif dari suatu tes adalah probabilitas penyakit dari hasil suatu tes. Nilai prediktif positif adalah probabilitas suatu penyakit pada pasien dengan hasil tes yang positif (abnormal). Nilai prediktif negatif adalah kemungkinan tidak mengidap penyakit pada pasien dengan hasil tes negatif (normal). Secara sederhana, nilai prediktif adalah jawaban dari pertanyaan: Bila hasil tes pasien saya itu positif (atau negatif) berapakah kemungkinannya bahwa pasien saya itu menderita (atau tidak menderita) penyakit? Nilai prediktif terkadang disebut juga dengan istilah probabilitas posterior (atau posttest). Semakin peka suatu tes, maka semakin tinggi nilai prediktif negatifnya. Sebaliknya, semakin spesifik suatu tes, maka semakin tinggi nilai prediktif positifnya (Fletcher et al., 1991). Penelitian dalam menguji validitas klinik GHQ-12 sebagai instrumen skrining kesehatan mental termasuk jenis penelitian diagnostik. Penelitian yang menguji validitas klinis GHQ-12 pernah dilakukan oleh Primasari (2012), Emeldah (2012), dan Nurwanti (2012) dengan hasil bahwa GHQ-12 sensitif dan spesifik untuk digunakan sebagai instrumen skrining gangguan penyesuaian diri, depresi, dan gangguan kecemasan menyeluruh dengan rekomendasi titik potong tertentu. Selanjutnya untuk dapat meningkatkan fungsionalitas GHQ-12 sebagai instrumen skrining di layanan kesehatan primer seperti Puskesmas, diperlukan penelitian serupa untuk gangguan dengan prevalensi tinggi lainnya. Penelitian ini dalam hal ini mengambil peran menguji validitas klinik GHQ-12 sebagai instrumen skrining terhadap gangguan somatoform. 11

Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan. global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai

Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan. global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai 2 Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai penyebab utama dari kerugian ekonomi dan disabilitas

Lebih terperinci

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting. Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting. Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua provinsi di Indonesia, usia 15 tahun keatas, mengalami gangguan

Lebih terperinci

TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST)

TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST) TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST) Oleh: Risanto Siswosudarmo Departemen Obstetrika dan Ginekologi FK UGM Yogyakarta Pendahuluan. Test diagnostik adalah sebuah cara (alat) untuk menentukan apakah seseorang

Lebih terperinci

Diagnostic & Screening

Diagnostic & Screening Diagnostic & Screening Syahril Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara TUJUAN: Untuk mengetahui Sensitifitas, Spesifisitas, Nilai duga positip, Nilai duga negatip, Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua terutama bagi kita yang berkecimpung di bidang kejiwaan seperti psikiater,

Lebih terperinci

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4 Pengertian Tujuan dan sasaran Macam-macam bentuk screening Keuntungan Kriteria program skrining Validitas Reliabilitas Yield Evaluasi atau uji alat screening Penemuan Penyakit secara Screening - 2 Adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Abnormal Psychology merupakan salah satu cabang dalam ilmu psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang

Lebih terperinci

Jawa Barat, sebanyak 20,0% dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau, sebesar 5,1% (Riskesdas, 2007). Prevalensi gangguan mental emosional di Provinsi

Jawa Barat, sebanyak 20,0% dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau, sebesar 5,1% (Riskesdas, 2007). Prevalensi gangguan mental emosional di Provinsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi berat banyak dijumpai di layanan kesehatan primer (Hickie, 2000). Menurut World Health Organization-Psychiatric Prevalence in General Health Care (WHO-PPGHC),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, meningkat dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006. Peningkatan jumlah penduduk tersebut diikuti dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional memberikan dampak perubahan pada sistem kesehatan Indonesia ke dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Layanan kesehatan tingkat

Lebih terperinci

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001 JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma yang bercirikan defisit neurologis onset akut yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma yang bercirikan defisit neurologis onset akut yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindroma yang bercirikan defisit neurologis onset akut yang terjadi minimal 24 jam melibatkan sistem saraf pusat dan disebabkan oleh gangguan aliran darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Apakah saya sehat jiwa? Sehat Jiwa Bukan semata-mata tidak adanya penyakit/gangguan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kanker

Lebih terperinci

SCREENING. Pengertian. untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi. menggunakan. mungkin menderita. memisahkan.

SCREENING. Pengertian. untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi. menggunakan. mungkin menderita. memisahkan. SCREENING Pengertian Screening : Proses yg dimaksudkan untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi dg menggunakan berbagai test/uji yg dapat diterapkan secara tepat dlm sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta seperti menjadi magnet yang menarik orang untuk datang dan tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala kemudahan dan serba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang. berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang. berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat pertambahan usia yang progresif pada populasi penduduk

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode

Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode UJI DIAGNOSTIK DALAM EPIDEMIOLOGI KLINIK Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode metode epidemiologi ke dalam praktek kedokteran klinik. Epidemiologi klinik merupakan salah satu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on

BAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyebab kematian utama nomor dua di dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui bahwa

Lebih terperinci

Psikoterapi Singkat Pada Pasien Dengan Kondisi Medis Umum

Psikoterapi Singkat Pada Pasien Dengan Kondisi Medis Umum Psikoterapi Singkat Pada Pasien Dengan Kondisi Medis Umum Andri Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) andri@ukrida.ac.id PENDAHULUAN Psikoterapi adalah bagian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki

I. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, manusia tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah masyarakat yang sehat mandiri dan berkeadilan. Visi tersebut menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan

Lebih terperinci

NORMAL, ABNORMAL, KLASIFIKASINYA DALAM PSIKOLOGI KLINIS

NORMAL, ABNORMAL, KLASIFIKASINYA DALAM PSIKOLOGI KLINIS NORMAL, ABNORMAL, KLASIFIKASINYA DALAM PSIKOLOGI KLINIS Normal, abnormal atau patologis? Normal/sehat; sesuai atau tidak menyimpang dengan kategori umum Abnormal/tidak sehat; tidak sesuai dengan kategori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN. 35 Universitas Indonesia

4. HASIL PENELITIAN. 35 Universitas Indonesia 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Data Data didapatkan dari kuesioner program skrining See & Treat di 4 Puskesmas Jatinegara yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, Bidara Cina dan Rawa Bunga dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA DALAM PERAWATAN STROKE DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR

HUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA DALAM PERAWATAN STROKE DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR HUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA DALAM PERAWATAN STROKE DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

EBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine

EBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine EBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine Prof. Bhisma Murti Department of Public Health, Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret Pretest Probability dan Pengambilan Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun dari tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan / tidur singkat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. multipara dengan Pap smear sebagai baku emas yang diukur pada waktu yang. bersamaan saat penelitian berlangsung.

BAB III METODE PENELITIAN. multipara dengan Pap smear sebagai baku emas yang diukur pada waktu yang. bersamaan saat penelitian berlangsung. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui akurasi diagnostik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan

Lebih terperinci

Screening Uji Tapis/Screening

Screening Uji Tapis/Screening Screening adalah Proses yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi penyakit penyakit yang tidak diketahui/tidak terdeteksi dengan menggunakan berbagai test/uji yang dapat diterapkan secara tepat dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit adalah suatu keadaan abnormal tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan diwajibkan melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatannya dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Data World Health Organization (2012) menunjukkan bahwa dua miliar orang di seluruh dunia telah terinfeksi virus Hepatitis B dan sekitar 600.000 orang meninggal

Lebih terperinci

Problem Pengelolaan Gangguan Jiwa yang Lazim di Pelayanan Primer

Problem Pengelolaan Gangguan Jiwa yang Lazim di Pelayanan Primer ULASAN Problem Pengelolaan Gangguan Jiwa yang Lazim di Pelayanan Primer Feranindhya Agiananda Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

Lebih terperinci

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK Oleh : Dr. Edison, MPH Bagian Ilmu Kesehatan Masysarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Andalas EPIDEMIOLOGI : Ilmu yang mempelajari frekuensi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun. 1. somatik. Somatic Symptom and related disorder merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun. 1. somatik. Somatic Symptom and related disorder merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kesehatan mental membutuhkan perhatian, baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Secara global dari sekitar 450 juta orang yang mengalami

Lebih terperinci

Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak

Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1 1 Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa globalisasi saat ini dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia cenderung akan mengalami stress apabila ia tidak mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah NPB (Nyeri Punggung Bawah) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya (Meliala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesengsaraan dan kematian pada manusia. Saat ini kanker menempati. Data World Health Organization (WHO) yang diterbitkan pada 2010

BAB I PENDAHULUAN. kesengsaraan dan kematian pada manusia. Saat ini kanker menempati. Data World Health Organization (WHO) yang diterbitkan pada 2010 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Saat ini kanker menempati peringkat kedua penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan,

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan berubahnya karakteristik seseorang dari kerusakan fungsi perilaku atau psikologis yang secara umum diukur dari beberapa konsep norma dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara disebut juga dengan ca mammae adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan mammae. Merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke

BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah penyakit dengan manifestasi psikologik atau perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, psikologik, genetika,

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA

KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA PSIKOLOGIS; didasarkan atas letak dominasi gangguan pada fungsi psikologis FISIOLOGIS; setiap proses psikologis didasari fisiologis/faali ETIOLOGIS; berdasarkan penyebab gangguan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem

BAB I PENDAHULUAN. Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh gangguan kenormalan aliran darah ke otak. Stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78%

BAB I PENDAHULUAN. Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia dan di Indonesia. Kanker ini dapat terjadi pada usia kapan saja dan menyerang wanita umur 40-50 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tren terkini dalam penyakit jiwa memiliki hubungan kausatif yang signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang ditimbulkannya dengan pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di bawah tiga tahun rata-rata mengalami 3 episode diare setiap tahun (Kosek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di bawah tiga tahun rata-rata mengalami 3 episode diare setiap tahun (Kosek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan penyebab kematian dan kesakitan di negara berkembang, dan penyebab penting dari malnutrisi. Pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anakanak di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan individu manusia, karena dengan sehat jiwa seseorang mampu berkembang secara fisik, mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut World Health Organization (WHO, 2005). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Depkes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang atau low back pain merupakan keluhan yang sering dijumpai. Hampir 80% penduduk di negara-negara industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Realibilitas Pada penelitian kali ini dilakukan uji validasi dengan dilanjutkan uji realibilitas pada instrumen penelitian. Instrumen penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) (2015) mendefinisikan stroke sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

Kesehatan jiwa menjadi isu yang semakin banyak mendapat perhatian. publik, baik pemerintah, petugas dan pemerhati kesehatan jiwa, maupun

Kesehatan jiwa menjadi isu yang semakin banyak mendapat perhatian. publik, baik pemerintah, petugas dan pemerhati kesehatan jiwa, maupun Kesehatan jiwa menjadi isu yang semakin banyak mendapat perhatian publik, baik pemerintah, petugas dan pemerhati kesehatan jiwa, maupun masyarakat umum. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah suatu penyakit cerebrovascular dimana terjadinya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Wardhani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes merupakan penyebab kematian nomor 6 di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008). Sekitar 30%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nyeri merupakan pengalaman sensoris atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu gejala

Lebih terperinci

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (defisit neurologik) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Memasuki milenium ke-3,infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara tropik/sub topik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju.malaria merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsepsi sampai lahirnya janin lamanya adalah 280 hari (40 minggu atau 9

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsepsi sampai lahirnya janin lamanya adalah 280 hari (40 minggu atau 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stress, tapi berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk memberi perawatan dan mengemban tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologi yang banyak dialami oleh seorang pasien di rumah sakit. Kecemasan adalah pengalaman umum manusia dan merupakan emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) di Kabupaten Gunungkidul DIY tercatat 1262 orang terhitung dari bulan

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) di Kabupaten Gunungkidul DIY tercatat 1262 orang terhitung dari bulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada anak dan paling sering jadiindikasi bedah abdomen emergensi pada anak.insiden apendisitis secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan penyakit yang mematikan dan jumlah penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun 2012 yang dikeluarkan

Lebih terperinci