Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di. tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO)
|
|
- Harjanti Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Problem kesehatan mental saat ini semakin memerlukan perhatian di tingkat global, nasional, maupun lokal. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa gangguan mental, neurologis, dan penyalahgunaan narkoba (Mental, Neurological, and Substance Use Disorders/ MNS Disorders) berkontribusi sebesar 14% terhadap beban penyakit global (WHO, 2010) dan 30% terhadap beban noncommunicable disease (WHO, 2008). Data nasional Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan tingginya prevalensi gangguan kesehatan mental umum (common mental health problem), yaitu sebesar 11,6% dari jumlah penduduk yang ada. Dengan kata lain, sekitar 1 dari 9 penduduk Indonesia dimungkinkan memiliki gangguan kesehatan mental umum seperti depresi, kecemasan, dan somatoform. Lebih lanjut, data di Propinsi DI Yogyakarta menunjukkan tingkat prevalensi gangguan kesehatan mental umum yang relatif sama dengan level nasional dengan prevalensi tertinggi sebesar 12,0% berada di Kabupaten Sleman (Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2008). Meski problem kesehatan mental tampak semakin nyata, treatment gap terkait layanan kesehatan mental masih mencapai 75%, terutama di negara dengan tingkat pendapatan rendah dan menengah (WHO, 2010). Tiga perempat dari gangguan mental dunia terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah karena alokasi anggaran kesehatan mental yang rendah (berkisar 2%) dan tenaga kesehatan mental profesional yang belum terdistribusi secara merata (WHO, 2008). Merespon kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Sleman bekerja sama dengan Fakultas Psikologi UGM menginisiasi program penempatan psikolog di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kabupaten Sleman sejak 2004 (Retnowati, 2011). Program ini sejalan dengan program mhgap (Mental 2
2 Health Gap Action Programme) dari WHO yang merekomendasikan agar layanan kesehatan dasar (primary care) menjadi garda depan dalam mengatasi problem kesehatan mental masyarakat (WHO, 2008). Didukung oleh Kementrian Kesehatan yang telah merekomendasikan untuk menjadikan isu kesehatan mental sebagai salah satu prioritas (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012), program integrasi layanan kesehatan mental di institusi kesehatan primer perlu dilanjutkan. Meski program peningkatan layanan kesehatan mental telah mulai dicanangkan dan dilaksanakan, proses pelaksanaan di lapangan masih memerlukan evaluasi. Untuk itu, pelaksanaan program penempatan psikolog di Puskesmas perlu dievaluasi lebih lanjut terutama dengan menekankan pada peningkatan efektivitas dan efisiensi layanan kesehatan mental di Puskesmas dan peningkatan cakupan masyarakat yang terlayani. Saat ini, masih banyak masyarakat dengan problem kesehatan mental yang belum terdeteksi dan terlayani dikarenakan faktor ketidaktahuan ataupun stigma. Sebagian besar gangguan kesehatan mental masyarakat yang datang ke Puskesmas justru diawali dengan keluhan fisik terlebih dulu (Retnowati, 2011). Sayangnya, pengoptimalan peran psikolog di layanan kesehatan primer seperti Puskesmas bukanlah hal yang mudah. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan, khususnya di Indonesia, belum melatih psikolog untuk bekerja di dalam sistem layanan kesehatan primer yang bersifat integratif. Haley et al. (2004) memberikan sejumlah tips bagaimana psikolog dapat bekerja secara optimal di layanan kesehatan primer. Salah satu tips yang disebutkan adalah tidak menunggu pasien datang sendiri ke psikolog. Psikolog perlu membuat prosedur yang terintegrasi dengan petugas kesehatan lainnya di layanan 3
3 kesehatan primer agar pasien yang membutuhkan layanan kesehatan mental mendapatkan layanan psikologis yang dibutuhkan. Sementara itu, salah satu gangguan kesehatan mental di Puskemas yang perlu mendapat perhatian lebih adalah gangguan somatoform. Gangguan somatoform merupakan suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (misal: nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik tersebut merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatik sistem saraf otonom yang dapat dihubungkan dengan kecemasan (Nevid, Rathus, & Greene, 2005) dan berada dalam tingkat yang cukup serius sehingga menyebabkan penderitaan emosional dan/atau hendaya fungsi peran pada pasien. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010). Gangguan somatoform terdiri dari lima diagnosis yang lebih spesifik dan dua diagnosis residu seperti dijelaskan di dalam DSM-IV TR, yaitu: gangguan somatisasi, gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan nyeri serta gangguan somatoform tak tergolongkan (undifferentiated) dan gangguan somatoform yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified) (American Psychiatric Association, 1994; Kaplan et al., 2010). Keluhan khas yang muncul dari gangguan somatoform adalah: 1) gejala somatik multiple yang terjadi dengan frekuensi tinggi dan durasi lama, 2) gejala terisolasi yang tidak memiliki penyebab fisik, 3) keluhan rasa sakit yang tidak memiliki dasar fisiologis, 4) keluhan rasa sakit dengan intensitas berlebihan jika ditinjau dari kondisi fisik pasien, dan 5) keluhan akan adanya penyakit yang membahayakan nyawa seperti kanker, jantung, dan lain-lain, meski tidak terbukti secara medis (Morrison, 2001). Prevalensi seumur hidup munculnya tiap gangguan di dalam somatoform 4
4 pada populasi umum bervariasi. Pada gangguan somatisasi, prevalensi seumur hidup diperkirakan berada pada angka 0,1 hingga 0,2 persen, meskipun jumlah ini berbeda dari satu penelitian ke penelitian lainnya. Gangguan ini lebih banyak ditemukan pada individu dengan tingkat ekonomi dan pendidikan rendah serta seringkali muncul mulai usia belasan tahun. Pada gangguan hipokondriasis, salah satu penelitian terbaru menunjukkan prevalensi enam bulan sebesar 4 hingga 6% pada populasi klinik medis umum. Pada gangguan konversi, prevalensi yang terekam adalah paling sedikit 1,1 dalam orang hingga paling banyak 1 dalam 200 orang. Sementara dua gangguan lainnya, yaitu gangguan dismorfik tubuh dan gangguan nyeri menunjukkan kasus yang tinggi pada sejumlah populasi yang diteliti (Nevid et al., 2005; Kaplan et al., 2010). Urutan prevalensi dari gangguan di bawah somatoform pada salah satu penelitian adalah: somatoform tak tergolongkan, gangguan nyeri, hipokondriasis dan gangguan somatisasi (Liu et al., 2012). Pada tingkat lokal, dalam hal ini Kabupaten Sleman, gangguan somatoform juga menjadi salah satu dari 10 prevalensi tertinggi gangguan kesehatan mental di Puskesmas. Pada tahun 2011, misalnya, tercatat sebanyak orang (17,7%) dari orang pasien dengan diagnosis gangguan psikologis yang berkunjung ke Puskesmas mengalami gangguan somatoform (Center for Public Mental Health, 2011). Gangguan somatoform merupakan salah satu gangguan yang banyak ditemukan di layanan kesehatan mental primer melalui kategori medically unexplained symptoms (MUS) (Henningsen & Creed, 2010; WHO, 2010). Gangguan yang berada di bawah rumpun MUS ini dianggap sebagai gangguan yang berbiaya tinggi. Gangguan ini membuat individu cenderung melakukan 5
5 pemeriksaan medis atas keluhan yang secara medis tidak terbukti ada (Hartman, Borghuis, Lucassena, vandelaar, Speckens, & Weel, 2008). Memahami kondisi ini, instrumen skrining diperlukan di pusat layanan kesehatan untuk dapat menjaring masyarakat dengan gangguan mental umum, termasuk gangguan somatoform. Sayangnya, hingga saat ini belum terdapat satu instrumen skrining terstandar yang validitas kliniknya telah terbukti untuk dapat digunakan di Indonesia. Skrining sejauh ini masih mengandalkan wawancara dari dokter di Balai Pengobatan Umum (BPU) yang dengan banyaknya pasien yang ada menjadi sangat terbatas waktunya untuk melakukan pengiraan yang memadai. Wawancara pada dokter Puskesmas menunjukkan bahwa para dokter di BPU memiliki banyak faktor yang menghambat dapat dilakukannya skrining awal gangguan kesehatan mental pada pasien yang datang sehingga dapat dirujuk ke Poli Psikologi. Sejumlah faktor yang menghambat antara lain: 1) banyaknya pasien BPU, 2) terbatasnya ketrampilan perawat dalam melakukan skrining tersebut, dan 3) kecenderungan dokter untuk melakukan layanan dengan secepat mungkin hingga mengabaikan simptom gangguan mental yang mungkin tampak (Primasari, 2012). Salah satu instrumen skrining yang telah banyak digunakan di berbagai negara dan telah terbukti memiliki properti psikometri yang baik serta validasi klinik yang baik adalah General Health Questionnaire (GHQ). GHQ merupakan instrumen yang berfungsi mendeteksi gangguan psikologis dan dapat digunakan di setting klinik nonpsikiatri seperti institusi kesehatan dasar (seperti Puskesmas) dan klinik dokter umum (Goldberg dalam Smith, Fallowfield, Stark, Velikova, & Jenkins, 2010). GHQ dikembangkan pertama kali oleh David Goldberg pada tahun 1974 dan hingga saat ini telah banyak dipelajari serta dikembangkan di berbagai negara 6
6 (Lewis & Araya, 1995). Pada awalnya GHQ terdiri dari 60 aitem dan dikenal sebagai GHQ-60. Dalam perkembangannya terdapat tiga versi lain dari GHQ dengan jumlah aitem yang berbeda-beda, yaitu: GHQ-30, GHQ-28, dan GHQ-12. Saat ini GHQ telah melalui rangkaian tes validitas dan reliabilitas hingga tersedia dalam 38 bahasa dan dapat digunakan di lebih dari 50 negara (Bell, Watson, Sharp, Lyons, & Lewis, 2005). Sementara sejumlah penelitian juga menunjukkan reliabilitas GHQ berkisar antara 0,78 sampai 0,95 (Yusoff, Rahim, & Yacoob, 2009) meski cenderung lebih rendah dari angka tersebut saat dinilai menggunakan asumsi realistis (Hanskin, 2008). Keempat versi GHQ dapat digunakan dengan menyesuaikan karakteristik masing-masing. GHQ-60 merupakan versi paling panjang dan lengkap dari GHQ dan bermanfaat untuk menggambarkan kondisi pasien dengan lebih detil. GHQ-30 merupakan versi yang lebih singkat dengan tidak melibatkan aitem yang berhubungan dengan penyakit fisik di dalamnya. GHQ-28 memiliki kemampuan untuk mendeteksi simptom somatis, kecemasan dan insomnia, disfungsi sosial, dan depresi. Terakhir, GHQ-12 merupakan versi GHQ paling ringkas yang sesuai untuk penggunaan dengan tujuan skrining dan penelitian (Jackson, 2007) dengan kemampuan sama baiknya dengan versi yang lebih panjang (Holi, Marttunen, & Aalberg, 2003). GHQ-12 memiliki konstruk yang hampir sama dengan GHQ-60 tetapi menghilangkan aspek sakit secara fisik (physically ill). GHQ-12 memiliki kesamaan dengan GHQ-60 pada aitem nomor 30, 36 dan 60, tetapi GHQ-12 hanya mengandung enam aitem yang sama dengan GHQ-28 (GL Assessment, tanpa tahun). Penerjemahan GHQ-12 versi Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia pernah dilakukan oleh dua psikiater dari pusat pendidikan berbeda yang tidak 7
7 saling mengenal. Proses penerjemahan balik dilakukan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris oleh satu psikiater lain dan kemudian diujicobakan kepada 20 orang sebanyak 2-3 kali sampai didapatkan kuesioner yang dapat dimengerti oleh sebagian besar subjek (Idaiani & Suhardi, 2006). Pada tahun 2012, dilakukan proses adaptasi kembali oleh Primasari (2012) guna meningkatkan reliabilitasnya. GHQ-12 versi Bahasa untuk Indonesia juga tersedia di Mapi Research Institute, sebuah lembaga pengembangan dan adaptasi kuesioner kesehatan yang diberikan wewenang untuk melakukan translasi dan adaptasi ke dalam berbagai bahasa oleh David Goldberg sebagai pemilik hak cipta GHQ (Mapi Research Trust, tanpa tahun). Untuk dapat digunakan di setting klinik dalam kerangka diagnostik, GHQ- 12 perlu melalui proses validasi klinik terlebih dulu. Validitas klinik merupakan penilaian mengenai ketepatan pengukuran suatu instrumen atau alat tes terhadap apa yang seharusnya diukur di dalam setting klinik. Karena setting klinik sangat erat kaitannya dengan pengambilan keputusan klinis atau penegakan diagnosis, maka validasi klinik berhubungan dengan pengembangan alat ukur yang benar-benar mampu membantu penegakan diagnosis (Fletcher, Fletcher, & Wagner, 1991). Selanjutnya hal penting yang harus dipahami dalam proses validasi klinik adalah hubungan antara hasil tes dan diagnosis yang sebenarnya. Suatu tes ketika diberikan kepada pasien dan menunjukkan hasil tertentu (positif atau negatif), memiliki empat kemungkinan hubungan dengan diagnosis yang sebenarnya, yaitu: a) true positive (positif sebenarnya), b) false positive (positif palsu), c) true negative (negatif sebenarnya), dan d) false negative (negatif palsu). Suatu tes yang baik akan memiliki penilaian ketepatan atau akurasi yang 8
8 tinggi terhadap ada atau tidaknya suatu penyakit sebenarnya (Fletcher et al., 1991). Untuk menguji ketepatan suatu alat tes, diperlukan baku emas (gold standard) yang dapat menunjukkan kebenaran ada atau tidaknya suatu penyakit tersebut. Meskipun penetapan baku emas ini seringkali tidak mudah, dalam penelitian diagnostik kesehatan mental, baku emas yang banyak digunakan adalah wawancara terstruktur Diagnostic Statistical Manual (DSM) (Rumpf, Meyer, Hapke, & John, 2001). Salah satu panduan wawancara terstruktur DSM yang banyak digunakan sebagai baku emas adalah Structured Clinical Interview for DSM (SCID) (Rumpf et al., 2001). Validasi klinik instrumen atau alat tes diperlukan agar instrumen tersebut dapat menjadi dasar pengambilan keputusan klinik yang kredibel. Hal ini dikarenakan dalam pengambilan keputusan klinik, diperlukan pertimbangan biaya dan manfaat (cost and benefit) suatu tindak lanjut. Biaya dan manfaat yang dimaksud dalam hal ini didefinisikan secara luas meliputi semua konsekuensi yang penting dari pengambilan keputusan. Yang dimaksud manfaat dalam hal ini seperti untuk menyembuhkan penderitaan, memperbaiki fungsi dan mencegah kematian. Sementara yang dimaksud dengan biaya meliputi uang, efek samping, pengurangan harapan hidup, hilangnya waktu, tenaga, jasa, dan lain-lain (Fletcher et al., 1991). Hasil dari penelitian validasi klinik adalah sensitivitas dan spesifisitas suatu instrumen terhadap diagnosis kesehatan tertentu. Sensitivitas didefinisikan sebagai proporsi orang-orang yang menderita penyakit yang menunjukkan hasil tes diagnostik positif untuk penyakit itu. Tes yang sensitif jarang menunjukkan kekeliruan dalam menentukan adanya penyakit pada seseorang. Sementara 9
9 spesifisitas adalah proporsi dari orang-orang tanpa penyakit yang menunjukkan tes negatif. Suatu tes yang spesifik jarang salah dalam menentukan seseorang tanpa penyakit dinyatakan sebagai menderita penyakit tersebut (Fletcher et al., 1991). Pertimbangan penggunaan tes dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas tertentu disesuaikan dengan tujuan dari penggunaan tes tersebut dan seberapa besar resiko dari penyakit yang akan dideteksi. Sebagai contoh, untuk penyakit yang memiliki resiko tinggi bila ditemukan, misal: penyakit tuberculosis, maka tes dengan tingkat sensitivitas tinggi atau sangat pekalah yang dibutuhkan. Sementara tes spesifik dibutuhkan ketika diagnosis positif yang palsu atau salah memiliki resiko mengganggu pasien secara fisik, emosional, atau finansial. Dengan kata lain, tes sensitif sangat berguna ketika hasil tes negatif, karena mengurangi resiko diagnosis negatif yang salah, sebaliknya tes sensitif sangat berguna ketika hasil tes positif sehingga dapat mengurangi resiko diagnosis positif yang salah (Fletcher et al., 1991). Pada akhirnya pengguna alat tes harus melakukan tawar-menawar (trade-off) antara sensitivitas dan spesifisitas dari alat tes tersebut. Idealnya alat tes memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang sama-sama tinggi. Akan tetapi, seringkali hal tersebut sulit dicapai sehingga titik potong (cut-off) yang menjadi batas antara kontinum normal dan abnormal harus ditentukan dengan berbagai pertimbangan berdasarkan fungsi sensitivitas dan spesifisitas yang telah dijelaskan di atas. Salah satu cara untuk melihat hubungan antara sensitivitas dan spesifisitas dari suatu alat tes adalah dengan membuat kurva yang disebut ROC (Receiver Operating Curve). Daerah di bawah kurva menunjukkan ketepatan dari keseluruhan hasil tes. Selanjutnya dari hasil analisis 10
10 ROC ini, dapat ditentukan cut-off yang paling ideal sesuai dengan tujuan alat tes tersebut (Fletcher et al., 1991). Hasil selanjutnya yang akan muncul dari penelitian validasi klinik adalah nilai prediktif (predictive value). Fletcher et al. (1991) menjelaskan bahwa nilai prediktif dari suatu tes adalah probabilitas penyakit dari hasil suatu tes. Nilai prediktif positif adalah probabilitas suatu penyakit pada pasien dengan hasil tes yang positif (abnormal). Nilai prediktif negatif adalah kemungkinan tidak mengidap penyakit pada pasien dengan hasil tes negatif (normal). Secara sederhana, nilai prediktif adalah jawaban dari pertanyaan: Bila hasil tes pasien saya itu positif (atau negatif) berapakah kemungkinannya bahwa pasien saya itu menderita (atau tidak menderita) penyakit? Nilai prediktif terkadang disebut juga dengan istilah probabilitas posterior (atau posttest). Semakin peka suatu tes, maka semakin tinggi nilai prediktif negatifnya. Sebaliknya, semakin spesifik suatu tes, maka semakin tinggi nilai prediktif positifnya (Fletcher et al., 1991). Penelitian dalam menguji validitas klinik GHQ-12 sebagai instrumen skrining kesehatan mental termasuk jenis penelitian diagnostik. Penelitian yang menguji validitas klinis GHQ-12 pernah dilakukan oleh Primasari (2012), Emeldah (2012), dan Nurwanti (2012) dengan hasil bahwa GHQ-12 sensitif dan spesifik untuk digunakan sebagai instrumen skrining gangguan penyesuaian diri, depresi, dan gangguan kecemasan menyeluruh dengan rekomendasi titik potong tertentu. Selanjutnya untuk dapat meningkatkan fungsionalitas GHQ-12 sebagai instrumen skrining di layanan kesehatan primer seperti Puskesmas, diperlukan penelitian serupa untuk gangguan dengan prevalensi tinggi lainnya. Penelitian ini dalam hal ini mengambil peran menguji validitas klinik GHQ-12 sebagai instrumen skrining terhadap gangguan somatoform. 11
Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan. global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai
2 Gangguan kesehatan mental merupakan salah satu dari beban kesakitan global (global burden of disease). Gangguan kesehatan mental dianggap sebagai penyebab utama dari kerugian ekonomi dan disabilitas
Lebih terperinciHasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting. Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menggunakan Self Reporting Questionnaire (SRQ), menunjukkan bahwa rata-rata 11,6% penduduk dari semua provinsi di Indonesia, usia 15 tahun keatas, mengalami gangguan
Lebih terperinciTES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST)
TES DIAGNOSTIK (DIAGNOSTIC TEST) Oleh: Risanto Siswosudarmo Departemen Obstetrika dan Ginekologi FK UGM Yogyakarta Pendahuluan. Test diagnostik adalah sebuah cara (alat) untuk menentukan apakah seseorang
Lebih terperinciDiagnostic & Screening
Diagnostic & Screening Syahril Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara TUJUAN: Untuk mengetahui Sensitifitas, Spesifisitas, Nilai duga positip, Nilai duga negatip, Prevalensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua terutama bagi kita yang berkecimpung di bidang kejiwaan seperti psikiater,
Lebih terperinci30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4
Pengertian Tujuan dan sasaran Macam-macam bentuk screening Keuntungan Kriteria program skrining Validitas Reliabilitas Yield Evaluasi atau uji alat screening Penemuan Penyakit secara Screening - 2 Adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Abnormal Psychology merupakan salah satu cabang dalam ilmu psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang
Lebih terperinciJawa Barat, sebanyak 20,0% dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau, sebesar 5,1% (Riskesdas, 2007). Prevalensi gangguan mental emosional di Provinsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi berat banyak dijumpai di layanan kesehatan primer (Hickie, 2000). Menurut World Health Organization-Psychiatric Prevalence in General Health Care (WHO-PPGHC),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, penduduk dunia diperkirakan berjumlah sekitar 7 milyar, meningkat dari sekitar 6.5 milyar di tahun 2006. Peningkatan jumlah penduduk tersebut diikuti dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa diprediksi yang cenderung ovulatoar menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional memberikan dampak perubahan pada sistem kesehatan Indonesia ke dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Layanan kesehatan tingkat
Lebih terperinciJOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001
JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah sindroma yang bercirikan defisit neurologis onset akut yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindroma yang bercirikan defisit neurologis onset akut yang terjadi minimal 24 jam melibatkan sistem saraf pusat dan disebabkan oleh gangguan aliran darah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis
Lebih terperinciPENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI
PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Apakah saya sehat jiwa? Sehat Jiwa Bukan semata-mata tidak adanya penyakit/gangguan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menyerang perempuan. Di Indonesia, data Global Burden Of Center pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kanker
Lebih terperinciSCREENING. Pengertian. untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi. menggunakan. mungkin menderita. memisahkan.
SCREENING Pengertian Screening : Proses yg dimaksudkan untuk mengidentifikasi penyakit2 yg tidak diketahui/tidak terdeteksi dg menggunakan berbagai test/uji yg dapat diterapkan secara tepat dlm sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta seperti menjadi magnet yang menarik orang untuk datang dan tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala kemudahan dan serba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang. berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Peningkatan prevalensi penyakit kronik degeneratif yang berhubungan dengan usia merupakan outcome utama akibat pertambahan usia yang progresif pada populasi penduduk
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciXpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode
UJI DIAGNOSTIK DALAM EPIDEMIOLOGI KLINIK Xpidemiologi Klinik adalah Penerapan prinsip prinsip dan metode metode epidemiologi ke dalam praktek kedokteran klinik. Epidemiologi klinik merupakan salah satu
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa
ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyebab kematian utama nomor dua di dunia. Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui bahwa
Lebih terperinciPsikoterapi Singkat Pada Pasien Dengan Kondisi Medis Umum
Psikoterapi Singkat Pada Pasien Dengan Kondisi Medis Umum Andri Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) andri@ukrida.ac.id PENDAHULUAN Psikoterapi adalah bagian yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi dapat dialami oleh setiap orang baik laki-laki
I. PENDAHULUAN Epilepsi adalah terganggunya aktivitas listrik di otak yang disebabkan oleh beberapa etiologi diantaranya cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, dan tumor otak (Dipiro et.al, 2005). Epilepsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,
Lebih terperinciBAB I 1.1 Latar Belakang
BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, manusia tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah masyarakat yang sehat mandiri dan berkeadilan. Visi tersebut menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan
Lebih terperinciNORMAL, ABNORMAL, KLASIFIKASINYA DALAM PSIKOLOGI KLINIS
NORMAL, ABNORMAL, KLASIFIKASINYA DALAM PSIKOLOGI KLINIS Normal, abnormal atau patologis? Normal/sehat; sesuai atau tidak menyimpang dengan kategori umum Abnormal/tidak sehat; tidak sesuai dengan kategori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anemia merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi derajat kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih menjadi masalah
Lebih terperinci4. HASIL PENELITIAN. 35 Universitas Indonesia
4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Data Data didapatkan dari kuesioner program skrining See & Treat di 4 Puskesmas Jatinegara yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, Bidara Cina dan Rawa Bunga dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA DALAM PERAWATAN STROKE DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR
HUBUNGAN PERAN SERTA KELUARGA DALAM PERAWATAN STROKE DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciEBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine
EBM Overview: Beberapa Konsep Penting Evidence-Based Medicine Prof. Bhisma Murti Department of Public Health, Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret Pretest Probability dan Pengambilan Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam. memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Insomnia merupakan suatu kesulitan kronis dalam memulai tidur, mempertahankan tidur / sering terbangun dari tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan / tidur singkat
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. multipara dengan Pap smear sebagai baku emas yang diukur pada waktu yang. bersamaan saat penelitian berlangsung.
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui akurasi diagnostik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan
Lebih terperinciScreening Uji Tapis/Screening
Screening adalah Proses yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi penyakit penyakit yang tidak diketahui/tidak terdeteksi dengan menggunakan berbagai test/uji yang dapat diterapkan secara tepat dalam sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit adalah suatu keadaan abnormal tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Ada beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan diwajibkan melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatannya dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Data World Health Organization (2012) menunjukkan bahwa dua miliar orang di seluruh dunia telah terinfeksi virus Hepatitis B dan sekitar 600.000 orang meninggal
Lebih terperinciProblem Pengelolaan Gangguan Jiwa yang Lazim di Pelayanan Primer
ULASAN Problem Pengelolaan Gangguan Jiwa yang Lazim di Pelayanan Primer Feranindhya Agiananda Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
Lebih terperinciPENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK
PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK Oleh : Dr. Edison, MPH Bagian Ilmu Kesehatan Masysarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Andalas EPIDEMIOLOGI : Ilmu yang mempelajari frekuensi
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah kejiwaan yang mencapai 20 juta orang/tahun. 1. somatik. Somatic Symptom and related disorder merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kesehatan mental membutuhkan perhatian, baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Secara global dari sekitar 450 juta orang yang mengalami
Lebih terperinciGangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak
Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1 1 Bagian Psikiatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa globalisasi saat ini dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia cenderung akan mengalami stress apabila ia tidak mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah NPB (Nyeri Punggung Bawah) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya (Meliala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesengsaraan dan kematian pada manusia. Saat ini kanker menempati. Data World Health Organization (WHO) yang diterbitkan pada 2010
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Saat ini kanker menempati peringkat kedua penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan berubahnya karakteristik seseorang dari kerusakan fungsi perilaku atau psikologis yang secara umum diukur dari beberapa konsep norma dihubungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara disebut juga dengan ca mammae adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan mammae. Merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia. Hipertensi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah penyakit dengan manifestasi psikologik atau perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, psikologik, genetika,
Lebih terperinciKLASIFIKASI GANGGUAN JIWA
KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA PSIKOLOGIS; didasarkan atas letak dominasi gangguan pada fungsi psikologis FISIOLOGIS; setiap proses psikologis didasari fisiologis/faali ETIOLOGIS; berdasarkan penyebab gangguan
Lebih terperinciLAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi
LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang
Lebih terperinciEPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS
DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh gangguan kenormalan aliran darah ke otak. Stroke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa 78%
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia dan di Indonesia. Kanker ini dapat terjadi pada usia kapan saja dan menyerang wanita umur 40-50 tahun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tren terkini dalam penyakit jiwa memiliki hubungan kausatif yang signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang ditimbulkannya dengan pengangguran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di bawah tiga tahun rata-rata mengalami 3 episode diare setiap tahun (Kosek
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan penyebab kematian dan kesakitan di negara berkembang, dan penyebab penting dari malnutrisi. Pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anakanak di bawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan individu manusia, karena dengan sehat jiwa seseorang mampu berkembang secara fisik, mental dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 adalah 450 juta jiwa, menurut World Health Organization (WHO, 2005). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Depkes,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang atau low back pain merupakan keluhan yang sering dijumpai. Hampir 80% penduduk di negara-negara industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini, 15 responden untuk
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Realibilitas Pada penelitian kali ini dilakukan uji validasi dengan dilanjutkan uji realibilitas pada instrumen penelitian. Instrumen penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah makhluk yang berakal budi / mampu menguasai makhluk lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembuluh darah yang pecah atau terhalang oleh gumpalan darah sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) (2015) mendefinisikan stroke sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH
GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciKesehatan jiwa menjadi isu yang semakin banyak mendapat perhatian. publik, baik pemerintah, petugas dan pemerhati kesehatan jiwa, maupun
Kesehatan jiwa menjadi isu yang semakin banyak mendapat perhatian publik, baik pemerintah, petugas dan pemerhati kesehatan jiwa, maupun masyarakat umum. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah suatu penyakit cerebrovascular dimana terjadinya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Wardhani
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA
GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes merupakan penyebab kematian nomor 6 di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008). Sekitar 30%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nyeri merupakan pengalaman sensoris atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan ( Davis dan Walsh, 2004). Nyeri merupakan salah satu gejala
Lebih terperinciKesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (defisit neurologik) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Memasuki milenium ke-3,infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara tropik/sub topik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju.malaria merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsepsi sampai lahirnya janin lamanya adalah 280 hari (40 minggu atau 9
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stress, tapi berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk memberi perawatan dan mengemban tanggung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologi yang banyak dialami oleh seorang pasien di rumah sakit. Kecemasan adalah pengalaman umum manusia dan merupakan emosi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) di Kabupaten Gunungkidul DIY tercatat 1262 orang terhitung dari bulan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes melitus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada anak dan paling sering jadiindikasi bedah abdomen emergensi pada anak.insiden apendisitis secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan penyakit yang mematikan dan jumlah penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun 2012 yang dikeluarkan
Lebih terperinci