FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN EMBRIONAL IKAN NILEM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN EMBRIONAL IKAN NILEM"

Transkripsi

1 FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN EMBRIONAL IKAN NILEM Oleh : Nama : Reza Pratama Nugraha NIM : B1J Rombongan : VIII Kelompok : 5 Asisten : Mithun Sinaga LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2014

2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fertilisasi adalah fusi dari dua gamet yang membentuk sel tunggal (zigot). Zigot memiliki bentuk fundamental dan pembentukannya dari meleburnya dua sel haploid. Bila kedua sel kelamin tersebut motil, maka disebut sebagai isogami, berbeda dalam ukuran disebut anisogami, dan bila ada yg tidak motil disebut oogami (Harvey, 1979) Ikan nilem (Osteochillus hasselti) mempunyai tipe telur telolchital berat yaitu yolk yang mengisi seluruh bulatan tubuh. Telur ikan nilem berbentuk bulat dengan yolk berwarna kuning. Diameternya 0,98-1,08 mm, dan setelah terbuahi diameternya mencapai 1,36-1,40 mm. Telur yang perkembangannya sehat akan berwarna transparan dan bersih (Djuhanda, 1981) Praktikum kali ini menggunakan ikan nilem (Osteochillus hasselti) karena ikan ini mempunyai siklus reproduksi yang pendek, dapat dengan mudah diinduksi untuk memperoleh ikan betina yang masak telur dan mudah dioviposisikan. Telur dna sperma yang dihasilkan setiap siklus reproduksi cukup banyak. Telur dari ikan nilem bersifat transparan sehingga mudah dilakukan pengamatan (Gratiana et al., 1998) B. Tujuan Tujuan dari praktikum kali ini adalah dapat melakukan fertilisasi, mengenali sel telur ikan yang telah difertilisasi dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fertilisasi serta dapat mengidentifikasi tahapan perkembangan embrio ikan.

3 II. MATERI DAN METODE A. Materi Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah saringan teh dari plasik, spuit injeksi tanpa jarum 1 ml dan 10 ml, baskom inkubasi 2 buah, piring plastik kecil, aerator dan selang pembagi udara, stopwatch, mikroskop cahaya, pipet tetes, tabel isian hasil pengamatan, object glass dan cover glass, sendok kecil, baki, haemocytometer, cawan plastik, beaker glass 100 ml, label dan tissue. Bahan yang digunakan adalah larutan Ringer, air sumur, ikan nilem jantan dan ikan nilem betina yang matang gonad, ovaprim, sediaan hormon untuk induksi dan spermiasi. B. Metode Cara kerja untuk melaukan praktikum fertilisasi dan perkembangan embrio ikan adalah sebagai berikut : A. Induksi untuk mendapatkan gamet segar 1. Ikan nilem yang matang gonad dipilih. 2. Ikan jantan dan ikan betina ditimbang untuk menentukan dosis hormon yang diperlukan induk dalam ovulasi dan spermiasi. 3. Hormon disiapkan dengan takaran yang tepat. 4. Hormon disuntikkan. 5. Induk jantan dan betina dimasukkan ke dalam akuarium yang telah berisi air bersih dan jernih serta dilengkapi dengan aerasi. 6. Kurang lebih 5-6 jam setelah diinduksi tingkah laku ikan diamati. 7. Ikan diangkat dari akuarium, kemudian denganhati-hati dinding abdomen diurut dari dekat sirip pektorak menuju lubang genital. Apabila milt dan sel telur dapat keluar dengan mudah menunjukkan bahwa ikan siap dipijah. 8. Sel telur dan milt dikeluarkan dan ditampung pada tempat terpisah.

4 B. Fertilisasi dengan berbagai rasio spermatozoa dengan sel telur 1. Gamet segar pada ikan nilem jantan dan ikan nilem betina diambil dengan cara diatas. 2. Volume milt diukur dengan spuit injeksi tanpa jarum yang digunakan. 3. Pengenceran milt dilakukan dalam well plate. Pada well plate pertama dimasukkan 1 bagian milt ditambah 9 bagian larutan NaCl fisiologis dan dihomogenkan dengan memipetnya beberapa kali sehingga didapatkan pengenceran 10x. bagian milt dari pengenceran pertama diambil 1 bagian, lalu dimasukkan ke dalam well plate ke dua dan ditambahkan 9 bagian larutan NaCl fisiologis dan dihomogenkan kembali sehingga didapat pengenceran 100x. pengenceran dilakukan hingga 1000x. 4. Sel telur yang sudah ditampung diambil sebanyak 1 sendok dan ditambahkan 1 ml milt yang telah diencerkan 100x, kemudian diagitasi secara perlahan agar sel telur dan milt bercampur rata. Sedikit demi sedikit air diteteskan. 5. Setelah 8 menit sejak pencampuran sel telur dan milt, secara perlahan ditambahkan media pembuahan yang sesuai ke dalam masing-masing cawan hingga volumenya mencapai 100 ml. Diamkan sel telur yang telah bercampur dengan milt dalam medium selama 30 menit. 6. Sel telur dimasukkan dalam baskom berisi air. 7. Pada baskom diambil 10 sel telur mengunakan pipet transfer dan diletakkan di atas cavity slide dan diamati di bawah mikroskop. 8. Proporsi sel telur yang terbuahi dihitung. C. Fertilisasi dengan berbagai waktu kontak spermatozoa dengan sel telur 1. Milt dan sel telur disiapkan. 2. Sel telur yang sudah ditampung diambil sebanyak 1 sendok dan ditambahkan 1 ml milt yang telah diencerkan 100x, kemudian diagitasi secara perlahan agar sel telur dan milt bercampur rata. Sedikit demi sedikit air diteteskan. 3. Satu menit setelah pencampuran sel telur dan milt secara perlahan dituangkan dalam media pertumbuhan yang berisi sel telur dan spermatozoa ke dalam saringan halus untuk menghilangkan spermatozoanya. Caranya dengan saringan dicelupkan ke dalam air bersih.

5 4. Sel telur yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam baskom berisi air. 5. Pada baskom diambil 10 sel telur mengunakan pipet transfer dan diletakkan di atas cavity slide dan diamati di bawah mikroskop. 6. Proporsi sel telur yang terbuahi dihitung. 7. Lakukan tahap di atas dengan waktu kontak 3 dan 5 menit.

6 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tabel 1. Jumlah sel telur yang terbuahi pada jeda waktu yang berbeda Jeda waktu Presentase telur terbuahi (%) Ulangan I Ulagan II Total (%) Rerata (%) Kontrol 76,7 % 76,7 % 37,35 % 1 Menit 56,6 % 76,7 % 133,37 % 66,68 % 3 Menit 40 % 80 % 120 % 60 % 5 Menit 90 % 63,6 % 153,3 % 76,65 % Tabel 2. Persentase telur terbuahi pada tingkat pengenceran milt Tingkat Presentase telur terbuahi (%) pengenceran milt Ulangan I Ulagan II Total (%) Rerata (%) 10x 56,7% 80% 136,7% 68,3% 100x 66,7% 56,7% 123,4% 61,7% 1000x 73,3% 63,3% 140,6% 70,3%

7 Tabel 3. Persentase telur pada setiap tahap perkembangan selama waktu pengamatan pada perlakuan jeda waktu Perlakua n Waktu pengamata n ke - 20 % Telur Tiap Tahap Perkembangan Jumla Rerat Perkembanga Ulanga Ulanga h (%) a (%) n n I n II Hylock 50% 50% 50% Belum terfertil 50% 50% 50% Kontrol Jeda 1 menit Hylock 40 % 40 % 40 % 2 Sel 60% 60% 60% Hylock 20% 20% 20% 2 Sel 10% 10% 10% 4 Sel 20% 20% 20% 8 Sel 30% - 30% 30% Rusak 20% 20% 20% Hylock 40% 30% 70% 35% Tidak Terbuahi 60% 70% 130% 65% Hylock 90% 10% 10% 2 Sel 60% 90% 150% 75% Belum terfertil 40% 40% 20% Hylock 10% 30% 40% 20% 2 Sel 30% 20% 20% 50% 4 Sel 20% 30% 50% 25% 8 Sel 10% 20% 30% 15% Jeda 3menit Hylock 40% 50% 90% 45% 2 sel 20% 20% 10% Belum terfertil 60% 30% 90% 45% 2 Sel 30% 70% 100% 50% Belum terfertil 20% 30% 50% 25% Hylock 10% 30% 15% 4 sel 40% 40% 20% 4 Sel 10% 30% 40% 20% 8 Sel 40% 60% 100% 50% Hylock 20% 10% 30% 15% Belum terfertil 20% 10% 30% 15%

8 Perlakua n Jeda waktu 5 menit Waktu pengamata n ke % Telur Tiap Tahap Perkembangan Jumla Rerat Perkembanga Ulanga Ulanga h (%) a (%) n n I n II Hylock 30% 20% 50% 25% Belum terfertil 30% 80% 110% 55% 2 Sel 40% 40% 20% Hylock 20% 40% 60% 30% 2 Sel 20% 20% 40% 20% 4 Sel 60% 20% 80% 40% Belum terfertil 20% 20% 10% Hylock 20% 20% 10% 4 Sel 10% 20% 30% 15% 8 Sel 50% 50% 100% 50% Belum terfertil 10% 10% 5% 16 sel 40% 40% 20% Tabel 4. Persentase telur pada stiap tahap perkembangan selama waktu pengamatan pada perlakuan tingkat pengenceran Perlakuan Tingkat pengencera n 10x Waktu pengamata n ke % Telur Tiap Tahap Perkembangan Jumla Rerat Perkembanga Ulanga Ulanga h (%) a (%) n n I n II Rusak 10% 10% 5% Hylock 20% 20% 10% 2 Sel 40% 40% 20% Belum terfertil 90% 40% 130% 65% Hylock 30% 20% 50% 25% 2 Sel 20% 60% 80% 40% Belum terfertil 20% 20% 40% 20% 4 Sel 30% 30% 15% 4 Sel 20% 50% 70% 35% 8 sel 60% 50% 110% 55% Hylock 10% 10% 5% Belum terfertil 10% 10% 5%

9 Perlakuan Tingkat pengencera n 100xl Waktu pengamata n ke % Telur Tiap Tahap Perkembangan Jumla Rerat Perkembanga Ulanga Ulanga h (%) a (%) n n I n II Hylock 50% 30% 80% 40% Belum terfertil 50% 70% 120% 60% Hylock 40 % 30% 70% 35% 2 Sel 30% 30% 60% 30% Rusak 10% 10% 5% Belum terfertil 30% 30% 60% 30% Hylock 10% 50% 60% 30% 8 sel 40% 30% 70% 35% Rusak 30% 10% 40% 20% Belum terfertil 30% 10% 40% 20% Perlakuan Tingkat pengencera n 1000x Waktu pengamata n ke % Telur Tiap Tahap Perkembangan Jumla Rerat Perkembanga Ulanga Ulanga h (%) a (%) n n I n II 4 sel 30% 30% 15% Hylock 10% 30% 40% 20% Belum terfertil 30% 70% 100% 50% 2 sel 30% 30% 15% 4 sel 30% 30% 15% Belum terfertili 30% 40% 70% 35% 2 sel 30% 60% 90% 45% 8 sel 10% 10% 5% 4 sel 100% 100% 50% Hylock 10% 10% 5% 8 sel 50% 50% 25% 16 sel 20% 20% 10% Abnormal 10% 10% 5% Belum terfertil 10% 10% 5%

10 3. Embrio dengan perlakuan kontrol Gambar 1. Pengamatan ke 20 menit, munculnya Hylock Gambar 2. Pengamatan ke 35 menit, masuk ke tahap 2 sel Gambar 3. Pengamatan ke 50 menit, masuk ke tahap 4 sel.

11 Gambar 4. Larva ikan nilem ketika menetas 4. Embrio pada perilaku jeda 3 menit. Gambar menit dimana banyak hylock dan sedikit 2 sel Gambar menit dimana banyak embrio yang memasuki tahap 2 sel

12 Gambar menit dimana terdapat banyak embrio yang masuk ke tahap 4 dan 8 sel

13 B. Pembahasan Hasil dari praktikum memperlihatkan bahwa jeda persentase telur yang terbuahi memiliki rata-rata yang berbeda, dimana pada kontrol memiliki rata-rata 37,35%, 1 menit 66,68%, 3 menit 60%, dan 5 menit 76,65%.Perbedaan ini sesuai dengan pendapat Setu & Ajithkumar (2010) dimana jeda waktu yang diperlukan sperma untuk tiap waktunya berbeda, dan pada praktikum ini memperlihatkan bahwa semakin lama jeda waktunya, akan semakin tinggi rata-rata terbuahinya. Tingkat pengenceran milt rata-rata pada 10x mencapai 68,35%, pada 100x mencapai 61,7%, dan pada 1000x mencapai 70,3%. Hal ini menunjukan bahwa pengenceran yang dilakukan memiliki nilai yag tidak konsisten ketika direlevansikan oleh tingkat fertelisasi, walau mampu dilihat pada 10x dan 1000x, tingkat persentase telur yang terbuahi meningkat. Hal ini dimungkinkan oleh keadaan fisik semen yang baru diejakulasi adalah kental, dan mengalami pengenceran (likuifikasi) oleh seminin yang dihasilkan prostate sehingga motilitas pada sperma berkerja secara efektif (Yatim, 1984). Percobaan juga meniliti persentase telur pada setiap tahap pekembangan dengan jeda waktu. Pada kontrol menit ke 20 antara hylock dan tidak terfertilisasi normal, menit 35 mengalami perkembangan 2 sel yang signifikan, dan pada menit ke 50, terjadi variasi tahap perkembangan yang reratanya tidak terlalu berbeda yaitu di antara 10-30%. Sedangkan pada jeda waktu yang rangenya berkisar 1 menit sampai dengan 5 menit, menit ke-20 sudah menunjukan hylock dan 2 sel, kemudian 35 menit kemudian mulai terjadi peningkatan 4 sel yang signifikan, dan pada menit ke 50, tahap 8 sel dan bahkan 16 sel (di menit ke 5) terjadi pada embrio. Hal ini menurut merupakan bukti indikator kebutuhan waktu sperma dalam menembus sistem mekanisme fertilisasi, dan bagaimana embrio mampu melakukan mitosis secara signifikan pada perbedaan waktu yang sedikit (Black & Pickering, 1998). Pada tahap pengenceran, ketika diamati tahap perkembangannya, pengenceran 10x memiliki perkembangan yang baik dimana pada waktu ke 50, tahap embrio ke 8 sel sudah mencapai 55%. Pengenceran 100x terjadi penurunan yang signifikan dibandingkan pada 10x, dimana terdapat embrio yang rusak, dan yang mencapai 8 sel hanya berkisar pada 35%. Pada pengenceran 1000x, terdapat

14 variasi tahap yang berjalan dengan berbeda, dimana pada menit 50 didominansi oleh 4 sel, sedangkan 8 sel hanya mencapai 25% dan 16 sel mencapai 10%, dan terdapat abnormalitas sebesar 5%. Hal ini dikaitkan dengan referensi bahwa motilitas terjadi ketika sperma diencerkan, namun NaCl mungkin mengubah salinitas sperma sehingga muncul beberapa abnormalitas dan kerusakan pada sel. (Tabugo et al., 2012). Fertilisasi pada ikan nilem terjadi ketika spermatozoa masuk kedalam sitoplasma sel telur dengan reaksi akromosom, dan cairan sitoplasma sel telur berkurang karena terdapat cairan yang memasuki ruang perivitelin yaitu reaksi kortikal dimana zat granula menyerap cairan dan membengkak sehingga membran vitelin terangkat dari permukaan telur. Pada waktu itu kepala spermatozoa menggembung, kemudian ekornya lepas. Inti sel berubah menyerupai inti sel somatik yang disebut pronukleus jantan. Ketika terjadi fusi, kromosom maternal mulai tampak bersatu menjadi satu kelompok membentuk zigot. Zigot inilah yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pembelahan segmentasi melalui proses mitosis yang cepat. Zigot yang tersegmen-segmen menjadi bagian yang kecil (cleavage), bermula dari satu sel kemudian membelah menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, hingga 32 sel yang disebut fase morula (Brykczynska et al., 2010). Gen akan menjadi kunci bagi pertumbuhan embrio dan regulasi morfogenesis oleh nucleosome dengan modifikasi histone yg berhubungan dengan aktivasi dan inhibitor (Shan Fu et al., 2011). Ciri-ciri telur yang terbuahi sendiri yaitu berwarna bening atau transparan dengan morfologi bentuknya yang bulat, tepi yang transparan, dan berbentuk bulat kecoklatan ditengahnya, sedangkan pada yang tidak berwarna putih susu (Black & Pickering, 1998). Persentase penetasan ikan normal mencapai 50-80%, dan faktor-faktor penetasan ini meliputi kualitas telur, air, salinitas, media inkubasi, dan perlakuan kejutan panas. Kualitas telur sendiri didukung oleh kualitas air dimaa kedua hal tersebut sangat krusial dalam membantu pembelahan sel dan perkembangan telur yang normal hingga membentuk embrio ikan yang baru.

15 IV. KESIMPULAN DAN SARAN

16 DAFTAR REFERENSI Black, K.D. & Pickering, A.D., Biology of Farmed Fish. England: Sheffield Academic Press. Brykczynska, M, H. & Ramos, Chromatin signature of embryonic pluripotency. Nature, 464, pp Djuhanda, T., Embriologi Perbandingan. Bandung: Amrico. Gratiana, E.W., P, S. & Sugiharto, Perkembangan Awal Ikan Nilem Sampai Larva. Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoed. Harvey, B.J., The Theory and Passion Ichtiology. New York: John Willy and Sons. Setu, K. & Ajithkumar, T.T., Spawning Behaviour and Embryonic Development of Regal Damsel Fish. World Journal of Fish and Marine Science, 2(5), pp Shan Fu, W., Z, H. & Cairns, B.R., Genes for embryo development are packaged in blocks. Genome Research, 21, pp Tabugo et al., Embryonic Developmental Stages in Cultured Rabbitfish. International Research Journal of Biological Sciences, 1(8), pp Yatim, W., Embriologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Bandung: Tarsito Press. Black, K.D. & Pickering, A.D., Biology of Farmed Fish. England: Sheffield Academic Press. Brykczynska, M, H. & Ramos, Chromatin signature of embryonic pluripotency. Nature, 464, pp Djuhanda, T., Embriologi Perbandingan. Bandung: Amrico. Gratiana, E.W., P, S. & Sugiharto, Perkembangan Awal Ikan Nilem Sampai Larva. Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoed.

17 Harvey, B.J., The Theory and Passion Ichtiology. New York: John Willy and Sons. Setu, K. & Ajithkumar, T.T., Spawning Behaviour and Embryonic Development of Regal Damsel Fish. World Journal of Fish and Marine Science, 2(5), pp Shan Fu, W., Z, H. & Cairns, B.R., Genes for embryo development are packaged in blocks. Genome Research, 21, pp Tabugo et al., Embryonic Developmental Stages in Cultured Rabbitfish. International Research Journal of Biological Sciences, 1(8), pp Yatim, W., Embriologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Bandung: Tarsito Press.

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Materi penelitian berupa larva dari nilem umur 1 hari setelah menetas, yang diperoleh dari pemijahan induksi di Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ginogenesis Ginogenesis pada penelitian dilakukan sebanyak delapan kali (Lampiran 3). Pengaplikasian proses ginogenesis ikan nilem pada penelitian belum berhasil dilakukan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu nr. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau pada tanggal 10 sampai dengan 28 Desember 2003.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan September 2013 bertempat di Laboratorium Fisisologi Hewan Air dan hatchery Ciparanje

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian Materi yang diteliti adalah ikan nilem ( Osteochilus hasselti C. V.), pada tahap perkembangan juvenil berumur 13 minggu

Lebih terperinci

Gambar^. Induk selais betina yang digabung dengan induk jantan. 3.4.3 Pemijahan Semi Alami Tahapan pekerjaan pada pemijahan semi alami/ semi buatan adalah : a. Seleksi induk jantan dan betina matang gonad

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

VIABILITAS TELUR IKAN NILEM YANG DITUNDA OVIPOSISINYA SETELAH MULAI MIJAH

VIABILITAS TELUR IKAN NILEM YANG DITUNDA OVIPOSISINYA SETELAH MULAI MIJAH VIABILITAS TELUR IKAN NILEM YANG DITUNDA OVIPOSISINYA SETELAH MULAI MIJAH Viability of Nilem s Eggs Delayed in Oviposition after The Sign of Spawning Soeminto, Priyo Susatyo dan Yulia Sistina Jurusan Perikanan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan (UPTD BIB) Tuah Sakato, Payakumbuh. 3.2. Materi

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dari

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA BBPBAT Sukabumi 2007 Daftar Isi 1. Penduluan... 1 2. Persyaratan Teknis... 2 2.1. Sumber Air... 2 2.2. Lokasi...

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 013 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.. Materi Materi yang digunakan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) adalah salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Dewasa ini

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir 1. Metamorfosis merupakan tahap pada fase... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3 igotik Embrionik Pasca embrionik Pasca lahir Fase Pasca Embrionik Yaitu pertumbuhan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.2. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian diawali dengan survey untuk mengetahui

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA LAPORAN PRAKTIKUM diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mikroteknik disusun oleh: Kelompok 1 Kelas C Adam Andytra (1202577) Devi Roslina (1200351)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18--25 April 2014 di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Insemninasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio)

PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio) PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio) R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi * Rukoyah, S.Pi ** RINGKASAN Ginogenesis adalah suatu

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung,

Lebih terperinci

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal**

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal** Daya Tetas Telur dan Sintasan Larva Dari Hasil Penambahan Madu pada Bahan Pengencer Sperma Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Egg Hatching Rate and Survival of Larvae produced from Supplementation of Honey

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel sperma dengan sel telur. Sel telur diaktivasi untuk memulai perkembangannya dan inti sel dari dua gamet akan bersatu untuk menyempurnakan

Lebih terperinci

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME TIPE 1 Sel Sperma ( haploid/ n) Sel telur (haploid/ n) Fertilisasi Zigot (Diploid/ 2n) Cleavage Morfogenesis Individu Sel Sperma ( haploid/

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri atas dua faktor. Kedua faktor yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI ISFANDA, DVM, M.Si FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH BESAR 2016 BAB 1 PEMERIKSAAN TELUR TREMATODA Pemeriksaan Telur Cacing Dengan Metode Natif Tujuan untuk

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Usaha Pembenihan Ikan Bawal Di susun oleh: Nama : Lisman Prihadi NIM : 10.11.4493 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010 / 2011 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan bawal merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

USE OF OVAPRIM WITH DIFFERENT DOSES ON SPERM QUALITY AND SPAWNING OF SIGNAL BARB (Labeobarbus festivus, Heckel 1843) By:

USE OF OVAPRIM WITH DIFFERENT DOSES ON SPERM QUALITY AND SPAWNING OF SIGNAL BARB (Labeobarbus festivus, Heckel 1843) By: USE OF OVAPRIM WITH DIFFERENT DOSES ON SPERM QUALITY AND SPAWNING OF SIGNAL BARB (Labeobarbus festivus, Heckel 1843) By: Rozi Ramadhani Putra 1), Netti Aryani 2), Mulyadi 2) ABSTRACT This research was

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian menggunakan data sekunder di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan, perlakuan, pengamatan jumlah, morfologi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (RAL). Perlakuan dikelompokkan menjadi 5 kelompok dengan 5 kali ulangan.

BAB III METODE PENELITIAN. (RAL). Perlakuan dikelompokkan menjadi 5 kelompok dengan 5 kali ulangan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan dikelompokkan menjadi 5 kelompok dengan 5 kali ulangan. Perlakuan yang

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian menggunakan semen kambing Peranakan Etawah

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian menggunakan semen kambing Peranakan Etawah III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian menggunakan semen kambing Peranakan Etawah berumur 2-3 tahun sebanyak lima ekor. 3.1.2. Bahan Penelitian Bahan

Lebih terperinci

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 103 108 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 103 PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) DISUSUN OLEH : TANBIYASKUR, S.Pi., M.Si MUSLIM, S.Pi., M.Si PROGRAM STUDI AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan November 2017, selama 80 hari, 40 hari proses triploidisasi di ruang karantinainstalasi Budidaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PEMBERIAN KEJUTAN DINGIN PADA PEMBENTUKAN INDIVIDU TRIPLOID IKAN PATIN (Pangasius sp)

PENGARUH LAMA WAKTU PEMBERIAN KEJUTAN DINGIN PADA PEMBENTUKAN INDIVIDU TRIPLOID IKAN PATIN (Pangasius sp) AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) PENGARUH LAMA WAKTU PEMBERIAN KEJUTAN DINGIN PADA PEMBENTUKAN INDIVIDU TRIPLOID IKAN PATIN (Pangasius sp) Dwi Puji Hartono 1 Dian Febriani 1 Ringkasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Tahapan hidup C. trifenestrata terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur yang fertil akan menetas setelah hari kedelapan, sedang larva terdiri dari lima

Lebih terperinci

nyamuk bio.unsoed.ac.id

nyamuk bio.unsoed.ac.id III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1 Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan penelitian di Lab. Parasitologi dan Entomologi Mengamati keadaan rumah yang akan diambil sampel nyamuk Aedes spp. meliputi:

Lebih terperinci

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Epy Muhammad Luqman Bagian Anatomi Veteriner (Anatomi Perkembangan) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Tujuan : mempelajari keadaan morfologi

Lebih terperinci

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI.

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI. DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh MUHAMMAD FAHIM RIDHO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PRAKTIKUM BIOKIMIA ANALISIS SEMEN (EJAKULAT)

PRAKTIKUM BIOKIMIA ANALISIS SEMEN (EJAKULAT) PRAKTIKUM BIOKIMIA ANALISIS SEMEN (EJAKULAT) I. PERSIAPAN PRAKTIKUM Tugas tiap Kelompok: 1. Setiap kelompok mencari probandus pria usia 17 s.d 40 th a. Probandus harus puasa seksual selama 3 hari (probandus

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

Feromon 3. BAHAN DAN METODE

Feromon 3. BAHAN DAN METODE Pemijahan ikan tawes secara imbas dianggap lebih murah dari teknik hipofisasi karena ikan mas perangsang bisa dipakai lebih dari sekali (Zairin et al. 2005). 5 Feromon Kittredge et al. (1971) telah memperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin

II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Chlorella merupakan salah satu jenis fitoplankton yang banyak digunakan untuk berbagai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Embrio partenogenetik memiliki potensi dalam mengatasi permasalahan etika pada penelitian rekayasa embrio. Untuk memproduksi embrio partenogenetik ini, sel telur diambil dari individu

Lebih terperinci

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF Pemijahan ikan lele semi intensif yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci