BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gangguan Kepribadian Antisosial a. Pengertian Kepribadian Kepribadian berasal dari terjemahan personality, yang terdiri dari dua kata, yaitu person dan personare. Person dimaksudkan untuk menggambarkan satu bentuk tingkah laku dan karakter pribadi. Sedangkan personare lebih menunjukkan bagaimana mengekspresikan satu bentuk gambaran tertentu (LN, 2011). Sehingga dapat disimpulkan, kepribadian adalah segala corak perilaku manusia yang berada di dirinya dan digunakan untuk adaptasi serta bereaksi terhadap rangsang, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam (Maramis dan Maramis, 2009). LN (2011) menerangkan bahwa kepribadian bersifat organisasi dinamis, psikofisis, khas (unique), menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan menentukan peranan aktif dalam tingkah laku individu. Kepribadian memilik beberapa aspek yang berhubungan dengan sifat suatu kepribadian, yaitu karakter, temperamen, sikap, stabilisitas emosional, responsibilitas, dan sosiabilitas. Karakter mengandung maksud motivasi seseorang bertindak, termasuk konsekuen tidaknya dalam memenuhi peraturan dan memegang pendirian. Temperamen

2 digilib.uns.ac.id 6 adalah cepat lambatnya merespon rangsangan yang datang, terdapat tiga aspek yaitu daya rasa, kelincahan, dan daya hidup. Sikap merupakan bentuk sambutan terhadap objek, dapat bersifat positif, negatif, atau ragu-ragu. Stabilitas emosional berarti kestabilan reaksi secara emosional terhadap rangsangan. Responsibilitas adalah kesiapan untuk menerima risiko dari tindakan yang dilakukan. Sosiabilitas berupa suatu kemampuan yang berhubungan interpersonal, termasuk sifat pribadi dan kemampuan berkomunikasi. b. Pembentukan Kepribadian Anak Teori kepribadian telah banyak dikemukakan. Semua teori kepribadian menaruh minat utama pada penjelasan tentang faktor yang membangkitkan motivasi perilaku. Perbedaan yang ada lebih banyak terletak pada tekanan yang diberikan salah satu aspek atau fungsi kepibadian atau faktor yang memengaruhinya (Maramis dan Maramis, 2009). Salah satu teori kepribadian yang terkenal adalah teori yang dikemukakan oleh Freud. Berdasarkan teori psikoanalisis Freud, struktur kepribadian dibagi menjadi 3 sistem pokok, yaitu id, ego, dan superego. Masing-masing bagian mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan mekanisme kerja. Ketiganya saling berinteraksi satu sama lain dan akan membentuk tingkah laku manusia (Hall dan Lindzey, 2009). Id merupakan sistem kepribadian yang asli, di mana secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk insting-

3 digilib.uns.ac.id 7 insting. Id adalah sumber energi dan daya untuk menjalankan kedua sistem yang lain. Ternyata id mengandung daya agresif dan desktruktif. Hal ini dikarenakan id bekerja sesuai dengan prinsip kenikmatan, yaitu akan bekerja untuk menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan (Hall dan Lindzey, 2009; Crain, 2007; Maramis dan Maramis, 2009). Ego disebut eksekutif kepribadian, karena mengontrol tindakan yang akan dilakukan, lingkungan mana yang akan diberi respon, insting yang akan dipuaskan, dan bagaimana caranya. Ego merupakan bagian dari id yang berguna untuk memenuhi tujuan id dan bukan mengecewakannya. Namun, ego mengikuti prinsip kenyataan, di mana lebih ditekankan pada pengalaman itu ada dalam kenyataan di dunia luar ada atau tidak. Prinsip kenyataan ini akan menunda prinsip kenikmatan untuk sementara waktu. Ego terbentuk kira-kira umur 1 tahun (Hall dan Lindzey, 2009; Crain, 2007; Maramis dan Maramis, 2009). Superego mencerminkan sesuatu yang ideal dan memperjuangkan kesempurnaan, bukan kenikmatan. Superego bersama dengan ego akan membantu pengawasan dan pelepasan impuls dari id, termasuk mengkategorikan benar salahnya suatu hal. Superego dibagi menjadi suasana hati dan ego ideal. Superego mulai terbentuk pada umur 5-6 tahun. Secara umum, id bisa dipandang sebagai komponen biologis kepribadian, ego sebagai komponen psikologis, dan superego sebagai

4 digilib.uns.ac.id 8 komponen sosialnya (Hall dan Lindzey, 2009; Crain, 2007; Maramis dan Maramis, 2009). Pembentukan kepribadian anak sudah dimulai dari usia 0-5 tahun. Anak akan belajar dari lingkungan sekitarnya. Saat masih bayi, lingkungannya terpusat di rumah dan ibu menjadi orang terdekatnya. Karakteristik kepribadian ibu dan hubungan ibu dengan anaknya akan berpengaruh terhadap kepribadian anak kelak. Apabila ada kejadian yang tidak menyenangkan saat masa bayi akan berdampak pada kepribadian anak. Ciri kepribadian tertentu akhirnya akan dimiliki anak tersebut dan biasanya akan stabil seiring pertumbuhan perkembangan anak. Namun dalam perkembangan anak, ciri-ciri kepribadian tertentu dapat berubah dengan pengaruh lingkungannya. Ciri kepribadian ini akan menjadi semakin kuat, semakin lemah, atau termodifikasi dan digantikan oleh tingkah laku yang lain. Oleh karena itu, masa awal pembentukan kepribadian menjadi sangat penting untuk membentuk kepribadian seorang anak. Lepas dari masa bayi dan memasuki usia anak-anak, pola suatu kepribadian akan ditentukan oleh bagaimana keluarga memperlakukan dan menyayangi anak. Lingkungan anak tidak hanya terpusat pada keluarga, tetapi sudah mulai memasuki masa sekolah. Apabila lingkungan selain keluarga terdapat kejadian yang tidak menyenangkan, anak dapat menunjukkan perilaku antisosial dan lebih banyak menghabiskan waktu sendiri (Hurlock, 2005).

5 digilib.uns.ac.id 9 LN (2011) menjelaskan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas (internal) maupun lingkungan (eksternal). Faktor internal meliputi genetik, fisik, dan inteligensi. Sedangkan faktor eksternal meliputi keluarga, teman sebaya, dan lingkungan. Faktor internal yang pertama adalah genetik. Secara genetik, sifatsifat kepribadian dari orang tua dapat diturunkan kepada anaknya. Faktor kedua adalah fisik. Faktor fisik yang memengaruhi kepribadian adalah postur tubuh, kecantikan, kesehatan, keutuhan tubuh, dan keberfungsian organ tubuh. Faktor yang terakhir adalah inteligensi. Orang dengan inteligensi tinggi atau normal dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, sebaliknya apabila inteligensi orang rendah, maka mengalami hambatan atau kendala menyesuaikan diri (LN, 2011; Wade dan Tavris, 2009). Kepribadian juga dipengaruhi faktor eksternal. Keluarga dapat menjadi tameng dan membantu mengubah haluan ke arah yang sehat. Apabila orang tua memberikan curahan perhatian, kasih sayang, serta bimbingan, maka perkembangan kepribadian cenderung positif. Sebaliknya, apabila keluarga broken home, kurang harmonis, orang tua keras, dan nilai agama kurang diperhatikan, maka perkembangan kepribadian akan mengalami distorsi atau kegagalan penyesuaian diri (LN, 2011).

6 digilib.uns.ac.id 10 Faktor eksternal kedua adalah teman sebaya. Anak yang kurang mendapat kasih sayang dan bimbingan dari orang tua, biasanya kurang selektif dalam memilih teman dan mudah sekali terpengaruh oleh sifat dan perilaku kelompoknya (LN, 2011). Anak akan mulai mengutamakan dan menyembunyikan kemampuan sesuai norma kelompoknya. Sesuai teori determinesme resiporikal, temparemen, dan disposisi genetis, anak akan memiliki kelompok teman tertentu. Anak akan menyesuaikan diri dengan norma dan memodifikasi sisi kepribadian sesuai tekanan kelompok (Wade dan Tavris, 2009). Faktor eksternal yang terakhir sekaligus lingkungan yang paling luas adalah kebudayaan. Setiap kelompok memiliki tradisi, adat, dan kebudayaan yang khas. Kebudayaan ini akan memberi pengaruh bagaimana cara berpikir, bersikap, dan berperilaku (LN, 2011). c. Perkembangan Kepribadian Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak menuju masa dewasa berlangsung antara umur 10 sampai 19 tahun (Depkes, 2001). Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan. Remaja mulai melepaskan ikatan dari orang tua dan mulai mendekatkan diri dengan teman sebaya. Umumnya remaja akan membentuk peer group bersama dengan teman sebayanya. Kelompok ini dapat menjadi sumber dukungan emosional sekaligus sumber tekanan untuk melakukan perilaku yang tidak disukai orang tua (Papalia et al., 2009). Dalam kelompok dikenal perilaku konfromitas kelompok,

7 digilib.uns.ac.id 11 yaitu remaja akan berusaha menyesuaikan dan menyatu dengan norma serta harapan kelompok. Gambaran tentang dirinya banyak dipengaruhi oleh bagaimana remaja dapat berperilaku dan memiliki sifat sesuai keinginan kelompok (Marheni, 2007). Masa remaja identik dengan storm and stress karena banyak goncangan dan perubahan yang cukup radikal dari masa sebelumnya (Kusuma, 2007). Remaja lebih suka menjelajah karena sedang dalam proses menemukan identitas diri. Selain itu, remaja memiliki tugastugas perkembangan yang harus dipenuhi (Young, 2009). Perubahan akibat kematangan seksual dan tuntunan psikososial membuat remaja terjebak dalam krisis identitas. Apabila berhasil remaja akan mencapai sense of identity, tetapi bila gagal maka akan terjadi sense of role confusion (Marheni, 2007). Pembentukan identitas diri dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Lingkungan sosial merujuk di mana remaja tumbuh kembang (keluarga) dan kelompok teman sebaya pada masa remaja. Keluarga berkaitan dengan interaksi sosio-emosional antaranggota keluarga. Apabila hubungan antaranggota baik dan harmonis, maka remaja mampu mengembangkan identitas dengan stabil dan realitstik. Sebaliknya, bila hubungan antaranggota penuh konflik dan kekerasan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian identitas. Kelompok teman sebaya memiliki norma-norma dan nilai-nilai yang akan menjadi acuan bagi remaja. Kelompok ini juga membantu remaja untuk

8 digilib.uns.ac.id 12 mengetahui perbandingan antara dirinya dengan kelompoknya dan orang lain, serta norma yang ada pada dirinya dengan kelompok. Remaja kemudian akan memutuskan untuk menerima atau menolak norma tersebut. Namun, apabila remaja terlalu mementingkan norma kelompok atau terjadi pemaksaan norma, maka dapat membahayakan pembentukan identitas diri. Selain itu lingkungan sosial, tokoh idola juga berpengaruh dalam pembentukan kepribadian (LN, 2011; Marheni, 2007). Marcia membagi empat status identitas berdasarkan kondisi dari perkembangan ego. Pertama adalah identity achievement (krisis yang menuju komitmen). Remaja telah menemukan identitas diri dan telah membuat komitmen setelah melakukan eksplorasi pada saat masa krisisnya. Kedua adalah foreclosure status (komitmen tanpa krisis). Remaja menemukan diri dan mempunyai tujuan, tetapi tidak melakukan eksplorasi. Pada kondisi ini, remaja cenderung mengikuti pilihan orang tua. Ketiga adalah moratorium status (krisis tetapi belum ada komitmen). Remaja masih sibuk mencari identitas diri dan masih menghadapi krisis identitas. Terakhir adalah diffusion status (tidak ada komitmen, tidak ada krisis). Terjadi kegagalan dalam menemukan jati diri, sehingga remaja kehilangan arah dan kebingungan tentang siapa dirinya serta tujuan ke depannya (Papalia et al., 2009). Hurlock dalam LN (2011) membagi kepribadian menjadi kepribadian yang sehat dan kepribadian yang tidak sehat. Kepribadian

9 digilib.uns.ac.id 13 yang sehat ditandai dengan mampu menilai diri, situasi, dan prestasi, menerima tanggung jawab, kemandirian, dapat mengontrol emosi, berorientasi tujuan dan keluar, penerimaan sosial, memiliki filsafat hidup, serta bahagia. Sedangkan kepribadian yang tidak sehat ditandai dengan mudah marah, bersikap kejam atau menganggu orang lain, ketidakmampuan menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum, berbohong, hiperaktif, memusuhi semua bentuk otoritas, senang mengkritik, dan kurang memiliki rasa tanggung jawab. Kelainan tingkah laku tersebut dapat terjadi apabila anak hidup dalam lingkungan yang tidak kondusif dan tidak berfungsi, yang bercirikan broken home, keluarga kurang harmonis, nilai agama kurang diperhatikan, orang tua bersikap keras, dan kurang kasih sayang. Kelainan tingkah laku tersebut dapat menjadi gejala awal terjadinya gangguan kepribadian antisosial. Berdasarkan teori kepribadian Erickson, remaja harus melewati krisis identitas atau kekacauan identitas. Namun, terkadang dalam melewatinya dapat terjadi perkembangan identitas negatif, yakni perasaan memiliki sekumpulan sifat yang secara potensial buruk atau tidak berharga. Orang dengan identitas yang buruk dapat memproyeksikan sifat-sifat yang buruk kepada orang lain. Akibatnya dapat terbentuk banyak patologi sosial, termasuk prasangka, kejahatan, diskriminasi, ataupun antisosial (Hall dan Lindzey, 2009).

10 digilib.uns.ac.id 14 d. Gangguan Kepribadian Antisosial Berdasarkan revisi teks edisi keempat Diagnostic and Staticial Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR), gangguan kepribadian adalah pengalaman dan perilaku subjektif yang berlangsung lama, menyimpang dari norma budaya, universal yang kaku, memiliki onset pada masa remaja atau dewasa awal, stabil sepanjang waktu, dan menimbulkan ketidakbahagiaan serta hendaya (Sadock dan Sadock, 2010). Grant et al. (2004) melakukan studi untuk mengetahui prevalensi 7 gangguan kepribadian di Amerika. Hasil studi menunjukkan 14,79% atau sekitar 30,8 juta, orang dewasa mengalami minimal satu gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian digolongkan menjadi tiga kelompok, kluster A, kluster B, dan kluster C. Gangguan kepribadian antisosial termasuk kluster B. Orang dengan gangguan kluster B sering tampak dramatik, emosional, dan tidak menentu (Durand dan Barlow, 2007). Kluster B lebih sering ditemukan pada orang muda, pria, orang yang mengalami perceraian atau perpisahan, masyarakat sosial ekonomi ke bawah, dan orang yang mendapatkan hukuman pidana ataupun dipenjara (Coid et al., 2006). Gangguan kepribadian antisosial sendiri adalah orang-orang paling dramatik yang ditemui dalam praktik. Orang tersebut mengalami ketidakmampuan dalam memenuhi norma sosial. Cleckley mengidentifikasi 16 ciri utama, yang sebagian besar berupa ciri

11 digilib.uns.ac.id 15 kepribadian, disebut Cleckly Criteria. Enam belas ciri utama tersebut meliputi pesona superficial dan intelegensi yang baik; tidak ada delusi dan tanda-tanda berpikir irasional; tidak ada rasa nervous dan manifestasi psikoneurotik lainnya; tidak reliabel; tidak jujur dan tidak tulus; kurang/tidak ada rasa bersalah atau rasa malu; perilaku antisosial yang dimotivasi secara tidak adekuat; penilaian yang buruk dan tidak mampu belajar dari pengalaman; egosentris dan tidak memiliki kapasitas mencintai; miskin reaksi afektif; kehilangan wawasan yang spesifik; tidak responsif dalam hubungan interpersonal; perilaku yang tidak masuk akal dan menjemukan, dengan atau tanpa minum (alkohol); ide bunuh diri jarang dilaksanakan; kehidupan seksnya impersonal, trivial, dan tidak terintegrasi dengan baik; dan tidak mampu mengikuti rencana hidup apapun (Durand dan Barlow, 2007; Sadock dan Sadock, 2010). Gangguan ini dimulai sejak usia 15 tahun, penegakkan diagnosis baru dapat dibuat usia 18 tahun. Namun, onset dapat terjadi sebelum usia 15 tahun, ini disebut gangguan konduksi. Anak perempuan biasanya memiliki gejala sebelum pubertas, anak laki-laki bahkan lebih awal. Gangguan ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita (3:1). Prevalensi tertinggi biasanya ditemukan pada populasi penjara, yaitu 75%. Beberapa laporan menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia, gejala pada gangguan kepribadian antisosial semakin berkurang (Sadock dan Sadock, 2010). Penelitian yang

12 digilib.uns.ac.id 16 dilakukan Robins (Durand dan Barlow, 2007) menunjukkan angka perilaku antisosial dan kriminal menurun cukup tajam pada umur 40. Namun, tidak dengan ciri kepribadian yang mendasari gangguan antisosial, antara lain egosentrisitas, manipulatif, kurangnya empati, kurangnya rasa bersalah atau penyesalan,dan kekejaman pada orang lain. Harpur dan Hare dalam Nevid et al. (2005) menjelaskan hal tersebut relatif stabil meskipun terjadi penambahan usia. Dalam kerangka psikoanalitis, id dan ego berkembang pada gangguan kepribadian antisosial. Namun, superego tidak berkembang dengan kuat. Selanjutnya, karena superego tidak berkembang dengan baik, maka kekangan pada id berkurang dan ini menimbulkan tingkah laku impulsif dan hedonistik. Akibatnya seluruh kepribadian didominasi oleh id kanak-kanak beserta prinsip mengutamakan kesenangan. Gangguan ini tidak memiliki toleransi maupun rasa frustasi, sama halnya dengan id (Semium, 2010; Sajogo dan Budiyono, 2012). Gangguan kepribadian antisosial dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dilihat dari pandangan genetika, gen bertanggung jawab sebesar 40 hingga 50% dalam menyebabkan variasi pada perilaku antisosial. Penelitian longitudinal oleh Caspi et al dalam Wade dan Tavris (2007), juga menunjukkan anak laki-laki yang memiliki defisiensi pada gen, ketika mengalami peristiwa kekerasan saat masa kanak-kanak, akan lebih sering melakukan tindakan kriminal bila dibandingkan dengan anak yang memiliki gen normal.

13 digilib.uns.ac.id 17 Pandangan neurobiologis, terdapat dua teori, yaitu underarousal hypothesis dan fearlessness hypothesis. Underarousal hypothesis mengungkapkan bahwa tingkat cortical arousal yang rendah secara abnormal merupakan penyebab utama perilaku antisosial dan risk-taking anaknya. Anak tersebut akan mencari stimulasi (tindakan berbohong, memakai obat) untuk menaikkan tingkat arousal-nya yang secara kronis rendah. Selain itu, korteks serebralnya juga masih berada pada tahap perkembangan relatif primitif, sehingga yang seharusnya berperan untuk menghambat dan mengontrol impuls, akan tidak berjalan dengan semestinya. Sedangkan, fearlessness hypthosesis menyatakan bahwa seorang psikopat memiliki ambang ketakutan yang lebih tinggi. Hal-hal yang sangat menakutkan bagi sebagian orang, akan memberikan pengaruh yang kecil pada psikopat, akibatnya inilah yang dapat memunculkan semua gejala dari gangguan ini (Durand dan Barlow, 2007). Lingkungan juga turut berpengaruh dalam pembentukan gangguan kepribadian antisosial. Pengalaman yang buruk dan pemicu stres, seperti kekerasan fisik, pola asuh yang salah, penolakan, dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan ini. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa gangguan kepribadian antisosial merupakan refleksi dari interaksi antara genetik, kerentanan biologis, pengalaman, dan pemicu stres (Wade dan Tavris, 2007).

14 digilib.uns.ac.id 18 Berdasar DSM-IV-TR dalam Sadock dan Sadock (2010), kriteria untuk menegakkan diagnosis gangguan kepribadian sosial adalah terdapat tiga (atau lebih) pola pervasive tidak menghargai dan melanggar hak orang lain yang terjadi sejak usia 15 tahun. Pola pervasive tersebut antara lain gagal mengikuti norma sosial yang sesuai perilaku patuh hukum (melakukan tindakan berulang yang dapat menjadi dasar penangkapan), penipuan (berbohong berulang, menggunakan nama palsu, atau melawan orang lain untuk keuntungan atau kesenangan pribadi), impulsivitas atau kegagalan untuk memiliki rencana ke depan, iritabilitas dan agresivitas (perkelahian dan penyerangan fisik berulang), mengabaikan keselamatan diri atau orang lain dengan ceroboh, terus-menerus tidak bertanggung jawab (kegagalan berulang untuk mempertahankan perilaku kerja atau menghargai kewajiban keuangan), serta tidak ada rasa menyesal (bersikap acuh terhadap atau merasonaliasi perilaku menyakiti, salah memperlakukan, atau mencuri dari orang lain). Dalam menegakkan diagnosis gangguan kepribadian antisosial orang tersebut sedikitnya berusia 18 tahun dan terdapat bukti gangguan tingkah laku (gangguan konduksi) dengan onset sebelum usia 15 tahun, serta adanya perilaku antisosial tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan skizofrenia atau episode manik (Sadock dan Sadock, 2010).

15 digilib.uns.ac.id 19 e. Instrumen Kecenderungan Kepribadian Antisosial Kecenderungan gangguan kepribadian antisosial diukur menggunakan kuesioner the Manson Evaluation Test. Menurut Meichati dalam Mayasari (2005), alat ukur the Manson Evaluation disusun oleh Morse P. Manson dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Biro Konsultasi Fakultas Psikologi UGM. Terdapat tujuh aspek kecenderungan gangguan kepribadian antisosial dalam kuesioner ini, yaitu kecemasan, keadaan tertekan, sensitivitas emosional, perasaan benci, kegagalan sosial, perasaan terasing, dan hubungan antarpribadi. The Manson Evaluation Test dapat diterapkan pada remaja normal dan mempunyai nilai batas 20 sehingga dapat berguna untuk tujuan praktis bimbingan remaja. Kuesioner ini telah dilakukan validasi oleh Meichati et al. (1975) kepada 100 responden dan didapatkan tingkat validitas 0,66 untuk lakilaki dan 0,71 untuk wanita, dengan nilai reabilitas 0,94. Korelasi faktor dalam kuesioner berkisar antara 0,69-0,89. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh instrumen pernyataan valid dan dapat digunakan dalam studi. Meichati dalam Sangadji (2005), menyatakan bahwa kuesioner ini terdiri dari 72 butir pertanyaan. Setiap butir memiliki dua alternatif jawaban, yaitu ya dan tidak. Pernyataan dalam kuesioner meliputi item favourable dan unfavourable. Pada item favourable, jawaban ya memiliki skor 1 dan tidak memiliki skor 0. Sedangkan pada item

16 digilib.uns.ac.id 20 unfavourable, jawaban ya memiliki skor 0 dan tidak memiliki skor 1. Pengungkapan kecenderungan gangguan kepribadian antisosial dapat dilakukan dengan penjumlahan dari skor. Skor di atas sama dengan 21 berarti mengalami kecenderungan gangguan kepribadian antisosial. Aspek yang digunakan untuk mengukur kecenderungan gangguan kepribadian antisosial meliputi: (1) tidak mempunyai rasa bersalah, (2) toleransi terhadap frustasi rendah, (3) sulit mengadakan hubungan interpersonal, (4) tidak memperhitungkan akibat tindakan yang dilakukan, (5) rasa tanggung jawab tidak berkembang, dan (6) menolak otoritas. Berdasarkan aspek ini dapat ditentukan distribusi item kuesioner sebagai berikut:

17 digilib.uns.ac.id 21 Tabel 2.1 Distribusi Item Kuesioner Gangguan Kepribadian Antisosial No Aspek Favourable Unfavourable Jumlah 1 Tidak mempunyai rasa bersalah 2 Toleransi terhadap frustasi rendah 3 Sulit mengadakan hubungan interpersonal 4 Tidak memperhitungkan akibat tindakan yang dilakukan 5 Rasa tanggung jawab tidak berkembang , 7, 8, 10, 12, 14, 17, 21, 22, 23, 26, 30, 31, 32, 33, 37, 38, 43, 57, 58, 59, 61, 62, 66, 67, 71, 72 9, 25, 27, 40, 42, 41, 47, 53, 55, 56, 65, 69, 70 13, 16, 24, 49, 54, 68 2, 5,6, 11, 19, 28, 35, 2007). Seseorang yang mengalami adiksi tidak mampu mencegah diri 48 1, 3, 39, 45, 60, , 18, 20, 51 44, 46, Menolak otoritas 34, 36, 52-3 Jumlah butir soal Sumber: Meichati dalam Sangadji (2005). 2. Adiksi Online Game a. Adiksi Adiksi merupakan suatu gangguan yang bersifat kronis dan kumatkumatan, ditandai dengan perbuatan kompulsif yang diulang-ulang oleh seseorang untuk memuaskan diri pada aktivitas tertentu (Soetjipto,

18 digilib.uns.ac.id 22 untuk melakukan suatu keinginan, sebab bila keinginan tersebut tidak dilakukan akan menimbulkan rasa cemas yang hebat atau perilaku agresif/merusak (Yuniar, 2008). Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya adiksi, antara lain faktor biologik, farmakologik, pskilogik, maupun sosial. Faktorfaktor tersebut dapat menjadi penyebab maupun pemicu terjadinya adiksi. Ketika seseorang sedang memuaskan keinginannya, zat kimia endorfin akan diproduksi dan dilepaskan dalam otak, sehingga membuat orang akan terus memenuhi keinginan dengan perilakunya. Neurotransmitter yang berpengaruh dalam adiksi zat adalah katekolamin (terutama dopamin) dan GABA. Terdapat suatu bagian spesifik dari sistem limbik yang berfungsi menerjemahkan motivasi ke perilaku motorik, sehingga akan berakibat adanya keinginan untuk mencari dan menggunakan atau melakukan sesuatu. Ini disebut stimulus reward, di mana dopamin sangat berperan dalam sistem ini. Ketika ada peningkatan dopamin akan menyebabkan penurunan jumlah reseptor dopamin, sehingga berakibat impuls yang berjalan sedikit terhambat. Hal ini menyebabkan ketumpulan dari jalur reward, sehingga terjadi anhedonia, yang berakibat adiksi. Meningkatnya kebutuhan dopamin untuk memelihara aktivitas yang sama ini menyebabkan toleransi dan withdrawal pada adiksi (Soetjipto, 2007). b. Online Game

19 digilib.uns.ac.id 23 Freeman (2008) mendefinsikan online game sebagai sebuah permainan yang dihubungkan dengan internet. Young dalam Sanditaria et al. (2012) menjelaskan online game berbeda dengan permainan lainnya. Pemain pada online game tidak hanya bermain secara individu, tetapi juga dapat bermain dengan orang di sekitarnya, bahkan di lokasi lain atau negara lain. Ramadhani (2013) menyebutkan online game dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu Massively Multiplayer Online Role Playing Games (MMORPG), Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS), dan Massively Multiplayer Online First Person Shooter (MMOFPS). MMORPG merupakan salah satu jenis permainan yang cukup populer di antara online game yang lain. Pemain dapat berkomunikasi dengan pemain lain dan memiliki kemampuan tertentu dari pengalaman dan poin-poin tertentu. MMORTS merupakan jenis online game yang lebih mengarahkan kegiatan seperti mendirikan gedung, pengembangan teknologi, konstruksi bangunan, serta pengolahan sumber daya alam. Sedangkan, MMOFPS lebih menekankan pada permainan dengan menggunakan senjata. Termasuk salah satu game yang menonjolkan kekerasan dan agresivitas dan berhubungan dengan pertarungan dan pembunuhan. Online game lebih dari sekedar game. Pemain akan seolah-olah hidup dalam dunia tiga dimensi. Setiap game akan memiliki dunia masing-masing, di mana pemain dapat tenggelam dalam dunia tersebut

20 digilib.uns.ac.id 24 dan terus meningkatkan kemampuannya. Pemain dapat memilih karakter yang sesuai dengan keinginannya. Pemain akan menghabiskan waktunya untuk hidup sebagai orang lain dan semakin lama waktu bermain, pemain akan mulai merasakan bahwa karakter tersebut seolaholah menjadi nyata (Young, 2009). Dalam bermain online game, seseorang memiliki motif-motif tertentu yang mendasari permainannya. Xu et al. (2012) menjelaskan bahwa semakin tinggi motif seseorang bermain, maka akan semakin lama dirinya memainkan game tersebut. Yee (2007) membagi motif bermain online game menjadi tiga komponen utama, yaitu motif berprestasi, motif sosial, dan motif atraktif. Motif berprestasi terdiri atas 3 subkomponen, yaitu kemajuan (advancement), mekanis (mechanis), dan kompetisi (competition). Motif kemajuan berhubungan dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan, mengalami kemajuan, dan menjadi seseorang yang berkuasa atau memiliki status. Motif mekanis berkaitan dengan ketertarikan pemain untuk menganalisis peraturan dan sistem permainan, sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan karakter. Motif kompetisi terkait dengan keinginan pemain untuk menantang dan berkompetisi dengan pemain lainnya, serta memprovokasi dan mendominasi permainan. Motif yang kedua adalah motif sosial. Motif sosial dibagi menjadi tiga subkomponen. Pertama adalah sosialisasi (socializing), yaitu pemain tertarik untuk membantu, mengobrol, dan berteman dengan

21 digilib.uns.ac.id 25 pemain lainnya. Kedua adalah hubungan interpersonal (relationship), yaitu pemain dengan motif ini memiliki keinginan untuk membentuk sebuah hubungan jangka panjang dan bermakna dengan pemain lainnya. Terakhir adalah kerja tim (teamwork), yaitu pemain akan merasa puas dengan motif ini bila menjadi bagian dari sebuah kelompok dan dapat berguna di kelompok tersebut (Yee, 2007). Motif yang terakhir adalah motif atraktif. Motif ini terdiri dari subkomponen penemuan (discovery), role-playing, kustom (customization), dan pelarian (escapism). Motif penemuan terkait dengan ketertarikan pemain untuk menemukan dan mengetahui sesuatu yang tersembunyi, di mana pemain lain tidak mengetahuinya. Roleplaying berarti pemain menciptakan sebuah karakter beserta latar belakang kehidupan karakter tersebut. Pemain akan berinteraksi dengan pemain lainnya untuk membuat sebuah cerita pada online game tersebut. Motif kustom adalah ketertarikan pemain dalam mendesain penampilan karakter yang akan dimainkan. Motif yang terakhir adalah pelarian. Pemain berusaha lari dan merelaksasikan diri dari masalah di dunia nyata. Pemain akan cenderung meleburkan diri ke dalam online game sehingga mencegah dirinya untuk berpikir tentang masalah di dunia nyata (Yee, 2007). c. Adiksi Online Game

22 digilib.uns.ac.id 26 Adiksi dapat diartikan sebagai penggunaan zat secara kompulsif dan tidak bisa dikontrol. Namun, jika zat tidak berbahaya dan tidak merugikan, tidak termasuk adiksi. Sekarang adiksi tidak hanya dikaitkan dengan alkohol, tetapi ketergantungan psikologik seperti online game, judi, makanan dapat dimasukkan ke dalam adiksi (Soetjipto, 2007). Adiksi online game merupakan salah satu jenis adiksi internet yang dapat menyebabkan ketergantungan psikologik yang maladaptif terhadap online game (Xu et al., 2012). Seseorang dapat dikatakan adiksi bila waktu yang digunakan untuk bermain online game mencapai batas yang merusak kegiatan rutin sehari-hari, produktivitas kerja atau prestasi belajar turun secara bermakna, kehidupan keluarga serta interaksi sosial terganggu, dan tidak dapat menahan keinginan untuk bermain online game (Yuniar, 2008). Shi dalam Xu et al. (2012) berpendapat bahwa seseorang dapat menjadi adiksi online game akibat dua faktor, yaitu faktor psikologis internal dan faktor sosial lingkungan. Beberapa studi menyatakan faktor psikologis yang berperan adalah ciri kepribadian seseorang, seperti pemalu, ketergantungan, depresi, agresif, harga diri yang rendah, kontrol diri yang rendah, dan narsisme. Ciri kepribadian tersebut dapat menyebabkan individu bermain online game lebih lama dan dapat meningkatkan kejadian adiksi online game. Sedangkan faktor sosial lingkungan adalah pekerjaan, status sosial ekonomi, dan demografik.

23 digilib.uns.ac.id 27 Ko et al. (2009) menjelaskan adiksi online game dapat juga disebabkan oleh defisiensi neurobehaviour. Adiksi online game dapat mengaktifkan enam area di otak. Area pertama adalah korteks orbitofrontal dextra yang berperan dalam menampilkan dan menilai manfaat serta nilai-nilai online game tersebut. Area kedua dan ketiga adalah cingulatum anterior dan korteks fronto medial, yang berkorelasi dengan motivasi bermain online game dan daya mengingat. Kedua bagian ini akan menyebabkan online game mendominasi daya ingat pemain, menentukan seberapa besar keinginan bermain, dan akhirnya akan terjadi dorongan untuk melanjutkan bermain online game. Area keempat adalah korteks dorsolateral prefrontal yang juga menyebabkan terjadinya preokupasi terhadap online game. Pemain akan terus memikirkan online game tersebut dan mulai melupakan hal-hal penting yang lain, karena memori kerja terpenuhi dengan kegiatan dan keinginan bermain. Dua area terakhir, yaitu nukleus akumbens dextra dan nukleus caudatus. Nukleus akumbens yang aktif akan menyebabkan reaktivasi dari memori yang berkaitan dengan emosi tentang permainan sebelumnya dan meningkatkan motivasi untuk bermain. Saat nukleus caudatus aktif, akan menyebabkan pemain terbiasa untuk bermain secara intens, sehingga akan sulit diperintah untuk berhenti bermain. Keenam area ini akan berperan dalam membuat seseorang adiksi online game (Ko et al., 2009).

24 digilib.uns.ac.id 28 Lemmens et al. (2009) dan Sanditaria et al. (2012) menyebutkan terdapat tujuh kriteria untuk menentukan apakah seseorang pemain sudah mengalami adiksi atau tidak. Kriteria pertama adalah salience. Hal ini terjadi ketika bermain online game menjadi sebuah aktivitas yang penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikirannya (preokupasi), perasaannya (merasa sangat butuh), dan perilakunya (kemunduran dalam perilaku sosial). Kriteria kedua adalah tolerance. Hal ini merupakan proses dimana pemain mulai bermain online game lebih sering, sehingga secara perlahan akan meningkatkan intensitas waktu yang digunakan untuk bermain. Waktu bermain online game akan semakin bertambah dan pemain akan sukar berhenti ketika sudah mulai bermain. Kriteria ketiga adalah mood modification. Pemain menjadi lupa dengan kegiatan lainnya dan pemain cenderung bermain untuk menghilangkan stres dan kemarahan agar perasaan menjadi lebih baik ketika sudah bermain game (Lemmens et al., 2009; Sanditaria et al., 2012). Kriteria keempat adalah relapse. Hal ini terjadi ketika pemain yang sebelumnya sudah mampu menghentikan kecanduan akan mengulangi perilaku adiksi kembali dengan pola bermain yang sama atau bahkan berlebihan. Kriteria kelima adalah withdrawal. Hal ini merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan atau efek fisik yang terjadi karena pembatasan, pengurangan, ataupun penghentian bermain online game secara tiba-tiba. Pemain akan merasa tidak enak, marah, stres,

25 digilib.uns.ac.id 29 dan iritabel bila tidak dapat bermain. Efek fisik dapat berubah pusing, insomnia, ataupun tremor (Lemmens et al., 2009; Sanditaria et al., 2012). Kriteria keenam adalah conflict. Hal ini mengarah kepada konflik interpersonal akibat waktu pemain dihabiskan dengan bermain online game, sehingga mengabaikan orang lain di sekitarnya. Konflik bisa terjadi antara pemain dengan orang disekitarnya (orang tua, teman, lingkungan), termasuk konflik di dalam dirinya sendiri. Konflik juga dapat berupa perilaku seperti mengabaikan sekitar, berargumen, melakukan kebohongan, dan penipuan. Kriteria terakhir adalah problems. Hal ini mengacu ketika terjadinya sebuah masalah akibat bermain online game yang berlebihan. Pemain akan mulai mengabaikan kegiatan penting lainnya, sehingga dapat berdampak pada sekolah (penurunan prestasi), tempat kerja (pekerjaan yang terabaikan), atau sosial (mengabaikan orang di sekitarnya). Masalah juga dapat muncul dari dirinya sendiri, seperti konflik intrapsikis dan perasaan akan kehilangan kontrol diri (Lemmens et al., 2009; Sanditaria et al., 2012). Gejala-gejala akan muncul akibat kondisi adiksi ini, baik fisik maupun psikis. Gejala psikologis dapat meliputi perasaan bahagia, nyaman, dan gembira selama bermain; ketidakmampuan mengontrol diri dalam menghentikan kegiatan tersebut; mengabaikan keadaan sekitar; merasa kosong, depresi, dan mudah marah bila sedang tidak bermain; bohong kepada keluarga dan teman tentang kegiatan tersebut; dan

26 digilib.uns.ac.id 30 bermasalah dengan kehidupan di dunia nyata (sekolah, pekerjaan, sosial). Sedangkan gejala fisik meliputi mata kering, nyeri kepala, nyeri punggung, pola makan yang tidak teratur bahkan tidak makan, perawatan diri yang buruk, dan gangguan tidur atau perubahan pola bangun-tidur (Yuniar, 2008). d. Instrumen Adiksi Online Game Alat ukur yang digunakan untuk menilai adiksi online game adalah kuesioner adiksi online game Indonesia yang disusun oleh Jap et al. (2013). Kuesioner ini diadaptasi dari kriteria diagnostik pathological gambling DSM IV-TR dan kriteria adiksi Griffiths. Kuesioner ini dapat digunakan untuk skrining adiksi online game pada usia anak sekolah dan remaja. Terdapat tujuh item dengan penilaian skala Likert, yang terdiri dari 5 alternatif jawaban, yaitu tidak pernah, jarang, kadangkadang, sering dan sangat sering. Lima alternatif jawaban tersebut memiliki skor masing-masing, tidak pernah diberi skor 1, jarang diberi skor 2, kadang-kadang diberi skor 3, sering diberi skor 4, dan sangat sering diberi skor 5. Skor diatas 14 mengindikasikan adiksi online game. Semakin tinggi skor semakin tinggi pula adiksi online game yang dialami pemain. Tujuh item dalam kueisoner adiksi online game Indonesia menggambarkan tujuh kriteria adiksi online game, yaitu salience toleransi, mood modification, relapse, withdrawal, conflict, dan problems. Kuesioner adiksi online game Indonesia, telah dilakukan

27 digilib.uns.ac.id 31 validasi kepada pelajar sekolah menengah. Korelasi tujuh item tersebut berkisar 0.29 sampai 0.55 dengan reabilitas α = 0.73, sehingga kuesioner ini dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam studi ini (Jap et al., 2013). 3. Hubungan Kecenderungan Gangguan Kepribadian Antisosial dengan Adiksi Online Game Remaja dengan kecenderungan gangguan kepribadian antisosial memiliki toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan perilaku agresifnya (Maslim, 2001). Salah satu cara melampiaskan perilaku agresif adalah dengan bermain online game. Lemmens et al. dalam Mehroof dan Griffiths (2010) menyatakan bahwa remaja dengan perilaku agresif cenderung lebih suka bermain game kekerasan. Survei Kaiser Family Foundation dalam Strasburger et al. (2010) pada tahun 2010 menunjukkan 97% remaja bermain online game setiap hari, di mana lebih dari 50% game mengandung unsur kekerasan dan memengaruhi perilaku agresif pada remaja. Penelitian lain juga menunjukkan 82.9% anak memilih game online yang bertema kekerasan (Andriani et al., 2011). Hal ini dapat disebabkan game yang bertema kekerasan cenderung disukai karena seru, mudah dimengerti, menyenangkan, dan grafik yang bagus (Zulkifi, 2013). Sehingga remaja dengan kecenderungan gangguan kepribadian antisosial dapat

28 digilib.uns.ac.id 32 mengarahkan perilaku agresifnya dengan bermain online game, terutama yang bertema kekerasan. Remaja yang bermain online game dapat juga meningkatkan perilaku agresif dan gairah saat bermain online game dengan tema kekerasan. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barlet dan Rodeheffer dalam Zulkifi (2013). Penelitian tersebut menunjukkan seseorang yang bermain game kekerasan selama 45 menit akan mengalami peningkatan dalam gairah dan perasaan agresif lebih besar dibanding yang bermain game tanpa kekerasan pada periode yang sama. Hal ini dapat mengakibatkan seseorang dengan perilaku agresif selain dapat menyalurkan perilaku tersebut juga akan terjadi peningkatan perilaku agresif. Hal ini akan cenderung membuat seseorang menjadi lebih lama dalam bermain online game, sehingga dapat terjadi adiksi online game. Remaja dengan kecenderungan gangguan kepribadian antisosial juga cenderung impulsif, gagal mengikuti norma sosial, penipuan (berbohong), tidak bertanggung jawab, tidak ada rasa menyesal, mengabaikan keselamatan diri dan orang lain, dan perilaku antisosial (Sadock dan Sadock, 2010). Seseorang yang bersikap impulsif, memiliki kontrol diri yang rendah. Seseorang tersebut tidak mampu menahan keinginan untuk bermain online game. Ketika orang sudah mengalami adiksi, dirinya juga tidak mampu mengontrol emosi ketika bermain (Kim et al., 2007). Ketika seseorang sudah mengalami tanda-tanda adiksi online game, remaja akan mulai mengalami preokupasi terhadap online game. Remaja akan mulai

29 digilib.uns.ac.id 33 berbohong terhadap orang di sekitarnya (Young, 2009). Pada orang dengan kepribadian antisosial, perbuatan berbohong merupakan hal yang biasa, sehingga orang dengan kepribadian tersebut akan mudah melakukan hal ini. Selain itu kepribadian ini juga tidak memiliki rasa penyesalan dan rasa tanggung jawab, akibatnya meningkatkan perilaku adiktif, terutama adiksi online game.

30 digilib.uns.ac.id 34 B. Kerangka Pemikiran Faktor Internal Faktor Eskternal Kepribadian Kecenderungan gangguan kepribadian antisosial Sifat gangguan kepribadian antisosial: 1. Gagal mengikuti norma sosial 2. Penipuan (berbohong) 3. Agresivitas 4. Impulsivitas 5. Mengabaikan keselamatan diri dan orang lain 6. Tidak bertanggung jawab 7. Tidak ada rasa menyesal Adiksi online game Motif bermain online game: 1. Motif berprestasi 2. Motif sosial 3. Motif atraktif Penyebab adiksi online game: 1. Psikologis (internal) 2. Sosial lingkungan 3. Neuro behaviour Keterangan: : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

31 digilib.uns.ac.id 35 C. Hipotesis Ada hubungan kecenderungan gangguan kepribadian antisosial dengan adiksi online game pada remaja pengunjung game centre di Surakarta.

BAB II LANDASAN TEORI. dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison et al., 2007). Depresi

BAB II LANDASAN TEORI. dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison et al., 2007). Depresi 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Depresi a. Pengertian Depresi Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat mendalam, perasaan tidak berarti

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ONLINE GAME 2.1.1 Definisi Online Game Online game adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh internet

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep remaja 1. Pengertian Batasan remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana secara fisik individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekunder

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mental Emosional 2.1.1 Definisi Mental Emosional Mental adalah pikiran dan jiwa, sedangkan emosi adalah suatu ekspresi perasaan, atau dapat juga diartikan sebagai sebuah afek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Sosial 1. Pengertian kompetensi sosial Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 100 BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi menyangkut normalitas dan linieritas. Uji asumsi ini dilakukan untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Subyek Gambaran umum subyek penelitian ini diperoleh dari data yang diberikan dan diisi oleh subyek yaitu usia, jenis kelamin, lama menjadi gamer, pekerjaan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam berkomunikasi. Internet menyuguhkan fasilitas dalam berkomunikasi dan hiburan. Penggunanya tidak hanya para

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

Orang lain menganggap dia jauh, menyendiri, dan tidak bisa terikat dengan orang lain

Orang lain menganggap dia jauh, menyendiri, dan tidak bisa terikat dengan orang lain Schizoid Orang dengan gangguan kepribadian Schizoid menghindari hubungan dengan orang lain dan tidak menunjukkan banyak emosi. Tidak seperti avoidants, schizoids benarbenar lebih suka menyendiri dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam bab ini terdiri dari pembahasan mengenai teori bermain, teori online game yang terdiri dari definisi online game dan jenis jenis online game. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu pasar teknologi yang paling menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan pengguna Internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Pengertian Stres BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stres dapat diartikan sebagai : 1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

Pedologi. Gangguan Perilaku dan Perkembangan Perilaku Antisosial. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Gangguan Perilaku dan Perkembangan Perilaku Antisosial. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Gangguan Perilaku dan Perkembangan Perilaku Antisosial Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id GANGGUAN TINGKAH LAKU (Conduct Disorder)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang berusia 10 19 tahun. Dua puluh sembilan persen penduduk dunia adalah remaja, dan sebanyak 80% di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat

Lebih terperinci

merugikan tidak hanya dirinya tapi juga orang lain.

merugikan tidak hanya dirinya tapi juga orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi menuju kedewasaan, yang ditandai oleh perubahan besar di antaranya perubahan fisik, psikologis, serta pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak ke masa dewasa, yang berlangsung antara usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak ke masa dewasa, yang berlangsung antara usia tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja didefinisikan sebagai periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang berlangsung antara usia 10-19 tahun (Santrock dalam Tarwoto dkk,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya BNN (2006). Narkoba pada awalnya digunakan untuk keperluan medis, pemakaiannya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Game Online. mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari ketidaknyamanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Game Online. mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari ketidaknyamanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecanduan Game Online 1. Pengertian Kecanduan Game Online Kecanduan atau addiction adalah suatu keadaan interaksi antara psikis terkadang juga fisik dari organisme hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja disebut sebagai periode peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya apa yang terjadi

Lebih terperinci

Gangguan Kepribadian. Mustafa M. Amin Departemen Psikiatri FK USU

Gangguan Kepribadian. Mustafa M. Amin Departemen Psikiatri FK USU Gangguan Kepribadian Mustafa M. Amin Departemen Psikiatri FK USU Gangguan Kepribadian Definisi: Suatu gangguan mental yang dikarakteristikkan dengan corak-corak maladaptif dari penyesuaian dirinya terhadap

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 1. Aliran Psikoanalisa

PSIKOLOGI UMUM 1. Aliran Psikoanalisa PSIKOLOGI UMUM 1 Aliran Psikoanalisa Sigmund Freud 3 sumber utama yang mempengaruhi gerakan Psikonalisa: 1. Ketidaksadaran Mental events mulai dari yang sama sekali tidak disadari sampai yang jelas disadari.

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, terdapat beberapa hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Anak adalah sumber daya bagi bangsa juga sebagai penentu masa depan dan penerus bangsa, sehingga dianggap penting bagi suatu negara untuk mengatur hak-hak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pergaulan dari teman-temannya. Mereka membuat permainan game online

BAB I PENDAHULUAN. dan pergaulan dari teman-temannya. Mereka membuat permainan game online 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku bermain game online remaja dimulai dengan rasa ingin tahu dan pergaulan dari teman-temannya. Mereka membuat permainan game online sebagai media rekreasi

Lebih terperinci