J_,APORAN PENELTTIAN HIBAH BF.RSAING (TAHllNPERTAMA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "J_,APORAN PENELTTIAN HIBAH BF.RSAING (TAHllNPERTAMA)"

Transkripsi

1 t.. :s. \<JM(O J_,APORAN PENELTTIAN HIBAH BF.RSAING (TAHllNPERTAMA) JUDUL: iodel LAJlJ KOROSI SllLFlDISASI DAN SULFIDE STRESS CRACKJ1VG UNTllK MENENTlJf(AN KETAHANAN KOROSi INTt.""RNAL f'ipelfne AKIBAT HIDROGEN SULFIDA PENELITI: Ir. Agus Solehudin, MT Dr. Ratnaningsih Eko Sardjono, M.Si Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin, DEA. Ir. DjokQ H Prajitno, MSME Dibiayai oleh : Dlrektorat Jcnderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor: Ol4/SP2H/PP/DP2M/IHi2008, tanggai 06 Maret 2008 UNl'VERSITAS PENDIDJKAN INDONESIA November 2008

2 L ' /:5 - ;,,tull BIDANG : TEKNOLOGI I LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING ( TAHUN PERTAMA) JUDUL: MODEL LAJU KOROSI SULFIDISASI DAN SULFIDE STRESS CRACKING UNTUK MENENTUKAN KETAHANAN KOROSI INTERNAL PIPELINE.... AKIBAT HIDROGEN SULFIDA PENELITI: Ir. Agus Solehudin, MT Dr. Ratnaningsih Eko Sardjono, M.Si Dr. Ir. Isdiriayani Nordin, DEA Ir. Djoko H Prajitno, MSME Dibiayai oleh : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor : 014/SP2H/PP/DP2M/Ill/2008, tanggal 06 Maret 2008 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA November 2008

3 PERPUSTAKAAN Acc. No. Class Checked BAPPENAS L. 3/ - d01j ; ::::::::::Z:J.::::::::::::::::::::::::::: s: D6"-;.. 6r:.: oii

4 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR 1. Judul Penelitian 2 Ketua Peneliti a. Nama Lengkap dan Gelar b. J enis Kelamin c. Pangkat I Gol. I NIP d. Jabatan Fungsional e. Jabatan Struktural f. Bidang Keahlian g Fakultas I Jurusan h. Perguruan Tinggi 1. Tim Peneliti No. Nama Bidang Model Laju Korosi Sulfidisasi dan Sulfide Stress Cracking untuk Menentukan Ketahanan Korosi Internal Pipeline Akibat Hidrogen Sulfida Ir. Agus Solehudin, MT. Laki-laki Penata Tk.I - IIVd I Lektor Korosi FPTK I Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia MataKuliah lnstansi Alokasi waktu Keahlian Yan2 diampu (iam/minl!l!u) l Dr. Ratnaningsih Kimi a - Kimia Organik l Jurusan 10 E Sardjono, M.si Orzanik - Kirnia Oraanik 2 KimiaUPI 2 Dr. Ir. Isdiriayani Inhibitor - Korosi Jurusan 10 Nurdin,DEA Korosi - Elektrokimia Teknik Kimia industrial ITB - 'Bahan kontruksi 3 Ir. DjokoH Metalurgi Korosi dan PTNBR 10 Praiitno, MSME Pelindungannya BAT AN 3. Pendanaan dan jangka waktu penelitian a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan b. Biaya total yang diusulkan c. Biaya yang disetujui tahun pertama (2008) : 3 ( dua) tahun : Rp , : Rp ,- Bandung, November 2008 Ketua Peneliti. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd Ir. A s Solehudin, MT. NIP

5 RINGKASAN Baja karbon dan paduannya khususnyajenis ST-37 dan API 5LX65 sebagian besar digunakan pada instalasi produksi minyak dan gas. Fluida minyak dan gas mengandung gas korosif seperti H2S dan C02 serta unsur agresif ion klorida Gas H2S yang terlarut pada kondisi ph rendah (<=3) akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion sulfida Ion hidrogen yang terbentuk dapat berdifusi ke dalam logam tetapi tetap berada dalam keadaan larutan padat dalam kisi kristal sehingga menyebabkan terjadinya penurunan terhadap keuletan dan kemampuan logam untuk berdeformasi. Akibat adanya gejala tersebut maka logam baja karbon akan rentan terhadap korosi dan sulfide stress cracking. Pengujian korosi dilakukan dalam sebuah media simulasi dari gelas kimia pada berbagai temperatur, waktu dan ph. Laju korosi dipelajari dalam larutan uji yang mempunyai rentang ph sebesar 3,5-6, waktu 2-10 jam dan temperatur C. Baja karbon yang digunakan sebagai bahan uji adalah ST-37 dan API 5LX65. Sedangkan pengujian sulfide stress cracking dilakukan dalam sebuah autoclave pada berbagai variasi tegangan, konsentrasi H2S dan waktu. Variasi tegangan yang diberikan adalah 10,12, 44,65 dan 65,57 GPa dan konsetrasi H2S berada pada rentang 10,6-815,5 ppm serta variasi waktu pada rentang 48 s/d 96 jam. Prosedur dan preparasi specimen uji baja karbon ST-37 mengacu pada standar ASTM G-30. Tujuan basil penelitian ini adalah diperolehnya suatu model laju korosi dan sulfide stress cracking untuk menentukan ketahanan korosi bagian internal pipeline akibat hidrogen sulfida Berdasark.an hasil percobaan menunjukkan bahwa laju korosi meningkat seiring dengan meningkatnya waktu uji dan temperatur dan sebaliknya laju korosi menurun seiring dengan meningkatnya ph Laju korosi sampel ST-37 lebih tinggi dari pada API 5LX65. Laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy, sedangkan laju korosi API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy. Sampel baja ST-37 relatif kurang tahan korosi daibandingkan dengan API LX65 dalam lingkungan sulfida. Produk korosi yang dominan terbentuk adalah FeS dan kerawanan korosi retak tegang meningkat seiring dengan meningkatnya beban kerja, konsentrasi H2S terlarut, dan waktu pengkorosian. Model persamaan ambang batas intensitas tegangan yang diperoleh adalah : K1ssc = [221,s1(P-l,98xl0-8[T(2pH + log[h2s]+ logk)dl:.apa.m112 Harga faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Krscc) untuk specimen dalam lingkungan hidrogen sulfida pada temperatur 100 C diperoleh MPa.m112 Sedangkan model laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida pada tekanan 1 atm dan rentang tempertur C adalah : Laju korosi (mpy) = 3,69 [H2S J'7 ex{ 6,06 ( T 73)) Dimana konsentrasi ion H2S dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan hasil percobaan perbedaannya 1,5 %. Kata Kunci : Sulfide stress cracking, intensitas tegangan, baja karbon, konsetrasi H ;zs ii

6 Abstract Carbon steels and its alloys were mostly used on Corrosionratetmpy)«3.69 [ H2S1 111 exp ( 6.06 (T-373)) 373 Where ion [H2S] concentration in ppm and temperature in Kelvin. Verification between equation model and experiment result shown the result from computation and that from the experiment differ slightly ± 1.5 %. Key words : carbon steel, corrosion rate, hydrogen sulfide installations in corrosive environment. The corrosion of carbon steel was caused by hydrogen ion from hydrogen sulfide dissociation under occurred at relatively high temperature. Corrosion tests were conducted in simulation media from chemical glass at several temperature, time and ph. Corrosion rates were carried out in the solution test with ph range and time range 2-1 o hours at temperature range C. Carbon steels employed as specimen materials were ST-37 and API 5LX65. Base on the experimental results shown at the corrosion rate increased with the increasing temperature and time, and otherwise, corrosion rate decreased with the increasing ph. The corrosion rate of ST-37 carbon steel more fast than API 5LX65. Range of the corrosion rate of ST-37 and API 5LX65 were mpy and o - 26 mpy respectively. The corrosion resistance of ST-37 carbon steel more less than API 5LX65 in hydrogen sulfide environment. The corrosion rate model for carbon steel in hydrogen sulfide environment under 1 atm pressure and temperature range C was found to be : iii

7 PRAKATA Alhamdulillaahi rabbil Aalamiin, peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT seru sekalian alam atas segala rahmat dan petunjuk-nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan pembuatan laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama (2008) ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Laporan penelitian ini disusun berdasarkan basil percobaan laboratorium yakni dari mulai pencarian bahan uji baja karbon ST-37 dan API 5LX6, bahan zat kimia dan bahan habis lainnya. Kemudian perangkaian alat simulasi uji korosi dan pembuatan larutan uji. Uji korosi pada sampel baja karb6n dilakukan pada variasi ph, waktu dan temperatur dibawah kondisi tekanan satu atmosfir di Lab. Korosi JPTM - UPI. Pengukuran kehilangan berat dilakukan di Lab. Fisika MIPA- UPI. Serta pemeriksaan terhadap permukaan sampel dilakukan menggunakan mikroskopis optik di Lab Metalurgi PTNBR -BATAN dan di Lab Korosi Jurusan Pendidikan Teknik Mesin UPI. Sedangkan pemeriksaan komposisi kimia sampel dilakukan di PINDAD. Pemeriksaan pennukaan sampel menggunakan SEM dilakukan di Lab Quarter P3GL. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan laboran ini masih terdapat kekurangan, karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan penelitian di masa yang akan datang. Dengan selesainya laboran ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada : 1. Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, DP2M-DIKTI, Depdiknas. 2. Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. 3. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan UPI 4. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK UPI 5. Lab. Korosi, JPTM FPTK UPI. 6. Lab Metalurgi PTNBRBATAN 7..Lab Quarter P3GL. 8. Semua pihak yang telah membantu pada penelitian Hibah Bersaing ini. Akhimya peneliti berharap semoga laporan ini dapat bennanfaat bagi semua pihak, amiin. Bandung, 1 Desember 2008 Peneliti IV

8 DAFTARISI HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN DAN SUMMARY PRAKATA DAFTAR ISi DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu 2.2 Dasar Teori BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian 3.2 Manfaat Penelitian BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii iv v vi vii viii v

9 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Perubahan Energi Bebas Standar (L\G ) dari reaksi pembentukan 6 besi sulfida (Herbert E. Barner, 1978) Tabel 4.1 Rencana variasi variabel eksperimen tahun pertama 14 Tabel 5.1. Komposisi kimia dan sifat mekanik sampel 16 Tabel 5.2. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi temperatur 17 Tabel 5.3. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi waktu 17 Tabel 5.4. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi ph 17 Tabel 5.5. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi temperatur 17 Tabet 5.6. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi waktu 17 "' Tabel 5.7. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi ph 18 Tabel 5.8. Data basil percobaan pada variasi beban keja 19 Tabel 5.9. Data basil percobaan pada variasi konsetrasi H2S 20 Tabel Data basil percobaan pada variasi waktu 21 VI

10 DAFfAR GAMBAR Gambar 4.1 Diagram alir metode penelitian 15 Gambar 5.1. Foto Struktur mik.ro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah 18 proses korosi pada T = 25 C, ph= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X) Gambar 5.2. Foto Struktur mikro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah 19 proses korosi pada T = 65 C, ph= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X) Gambar 5.3. Retakan yang terjadi pada baja karbon AISI 1010 dalam 21 lingkungan H2S pada variasi volume H2S: a= 10,6 ppm, b = 51,5 ppm dan c = 117,8 ppm (SEM) Gambar 5.4. Grafik faktor intensitas tegangan terhadap laju pertumbuhan 22 retak dalam lingkungan H2S pada temperatur 100 C Gambar 4.5. Pengaruh temperatur terhadap laju korosi 25 Gambar 4.6. Pengaruh waktu terhadap laju korosi 25 Gambar 4.7. Pengaruh ph terhadap laju korosi 25 Gambar 4.8. Grafik penentuan harga n 27 Gambar 4.9. Grafik penentuan harga Q 27 Gambar Kurva verifikasi laju korosi 29 Vil

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran2 Lampiran3 Lampiran4 Daftar Personalia Tenaga Peneliti Foto -foto bahan, alat dan kegiatan Penelitian Instrumen Penelitian Publikasi Ilmiah Hasil Penelitian viii

12 BABI PENDAHULUAN Pada saat ini sektor minyak dan gas (MIGAS) masih menjadi andalan sebagai penghasil devisa negara yang perlu ditingkatkan konstribusinya guna menunjang perekonomian nasional yang sedang mengalami krisis berkepanjangan (Yudi MS, 2004). Eksplorasi dan produksi MIGAS selalu dihadapkan dengan tingginya anggaran biaya pengadaan penunjang keselamatan yang berkualitas baik. Sistem pemipaan menjadi salah satu alat penunjang yang dapat diandalkan untuk distribusi minyak dan gas. Bagaimanapun keandalan penunjang sistem pemipaan dapat mengurangi kehilangan produksi bila terjadi kerusakan peralatan tersebut, Pada perusahaan produksi dan eksplorasi MIGAS, kebocoran yang sering terjadi pada pipa di lapangan produksi (area plant) umumnya terjadi pada pipa-pipa yang mengalami degradasi material sebgai akibat pengaruh lingkungan operasi, seperti korosi, erosi, dan lain-lain. Selain itu, diakibatkan "oleh faktor pengaruh pabrikasi seperti adanya cacat material, residual stress, faktor las, dan sebagainya. Kerusakan ini terkadang terjadi pada saat jauh dibawah umur teknis yang direncanakan sehingga menimbulkan kerugian, baik berupa tingginya biaya perusahaan maupun keterlambatan waktu penyerahan basil produksinya. Dalam operasi pengeboran dan produksi minyak dan gas (MIGAS), spesi utama yang memicu terjadinya serangan korosi adalah bidrogen sulfida (H2S), karbon dioksida (COi), dan senyawa klorida. Diantara corrodent tersebut yang paling bermasalah di industri minyak dan gas umumnya adalah serangan oleh H2S (Basuki, A.E, 2004). Keberadaan H2S di dalam lingkungan aqueous dapat menyebabkan korosi pada pipa baja dan menghasilkan endapan padat berupa besi sulfida atau ion yang larut dan menyebabkan korosi merata (thinning) atau korosi sumuran (pitting). Bentuk serangan oleh H2S yang lebih berbahaya adalah ketika hidrogen yang dihasilkan dari reaksi katodik, dan oleh keberadaan H2S dicegah untuk membentuk molekul H2, berdifusi ke dalam logam dan terkonsentrasi di lokasi-lokasi yang disebut trap seperti partikel inklusi atau mikrovoid dan memicu peretakan dan menghasilkan patahan 1

13 getas. Apabila pada material tersebut juga bekerja tegangan, maka dapat terjadi bentuk kegagalan yang disebut sulfide stress cracking (SSC). Dengan demikian SSC dapat dipanclang sebagai kegagalan material baja yang disebabkan oleh pengaruh simultan dari tegangan dan hidrogen yang dihasilkan dariu korosi oleh H2S. Secara garis besar parameter yang dapat menentukan SSC yaitu: Lingkungan meliputi ph larutan aqueous, konsentrasi H2S clan temperatur; Tegangan meliputi tegangan kerja atau tegangan sisa (residual streesy; Kerentanan material meliputi segregasi unsur, struktur mikro, partikel inklusi, defonnasi (Perdomo, J.J., et al., 2002)). Meskipun kegagalan akibat serangan H2S di pipeline relatif sedikit, namun demikian perhatian terhadap masalah ini dikemudian hari ak:an semak:in besar mengingat kecenderungan pemakaian pipeline dengan level kekuatan yang semak:in tinggi serta kemungkinan semakin meningkatnya agresivitas lingkungan di dalam minyak: dan gas. Dalam penelitian ini telah dibuat suatu model laju korosi sulfidisasi clan sulfide stress cracking sehingga didapat suatu model prediksi laju korosi untuk menentukan ketahanan pipeline. 2

14 BABil TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai korosi material di lingkungan H2S terlarut telah banyak dilakukan, diantaranya : Lyle dan Schutt (1998) menjelaskan bahwa korosi yang terjadi pada baja karbon akibat gas H2S terlarut adalah korosi lokal dan pada permukaan baja terbentuk lapisan besi sulfida yang kurang protektif. Lapisan besi sulfida yang terbentuk bersifat porous sehingga tidak dapat menahan serangan korosi lanjut. Kemudian, hasil penelitian Solehudin, A (1998) menyatakan bahwa laju korosi sulfidisasi pada baja karbon AISI 1010 semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi H2S terlarut pada berbagai temperatur. Meningkatnya konsentrasi H2S menyebabkan meningkatnya keasaman lingkungan sehingga serangan korosi semakin kuat. N.Sridhar, dkk (2001)13 mendukung bahwa besi sulfida merupakan lapisan produk korosi sulfidisasi yang kurang protektif sehingga dapat meningkatkan laju korosi. Hasil penelitian di atas dapat simpulkan bahwa adanya gas H2S yang terlarut dapat menyebabkan korosi pada permukaan material baja. Gas H2S terlarut semakin banyak seiring dengan semakin meningkatnya temperatur. Selain basil penelitian korosi akibat H2S yang telah dilakukan di atas, juga akan diuraikan hasil penelitian terdahulu mengenai stress corrosion cracking akibat gas H2S. Russell D.Kane (2001) menyatakan bahwa korosi retak tegang (stress corrosion cracking) terjadi pada baja API 5CT N-80 dalam lingkungan panasbumi diakibatkan oleh penggetasan hidrogren (hydrogen embrittlement) dimana atom hidrogen dihasilkan dari proses sulfidisasi pada permukaan logam. Studi pengaruh gas H2S terhadap SCC pada baja karon API 5LGrB dalam lingkungan air garam yang dilakukan Agus Solehudin, (200 I), menghasilkan bahwa hagra faktor intensitas tegangan yang didapat sebesar :MPa.mlf2. Harga tersebut mempunyai perbedaan dengan yang dihasilkan oleh T. Murata dan E.sato yang melaporkan bahwa untuk baja karbon 0,13%C, 1,33 Mn dimana hagra faktor intensitas tegangannya sebesar 43 :MPa.m112 Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan temperatur dan kandungan C serta Mn. Peneliti lain, Basuki, E.A, dan 3

15 Martojo,W, (2004) mengemukakan bahwa kecenderungan produksi minyak dan gas yang semakin meningkat menuntut pemakaian pipa dengan kekuatan tinggi karena konsekuwensi dari tekanan fluida yang meningkat. Baja karbon dengan kandungan C yang semakin tinggi akan meningkatkan kekuatan baja, tetapi sayangnya selalu disertai dengan peningkatan kekerasan dan penurunan fracture toughness, sehingga bila dikaitkan dengan kerentanan terhadap sulfide stress cracking (SSC) akan menurunkan ketahanan terhadap sulfide stress cracking. PT. Krakatau Steel telah berhasil telah berhasil membuat baja lembaran canai panas tebal mm yang memenuhi persyaratan API 5L X-65 untuk aplikasi pipa penyalur minyak dan gas. Dari hasil pengujian sifat mekanik terhadap baja API SL X-65 yang dilakukan oleh Tri Djaka, dkk. (2004) menunjukkkan bahwayield strength dapat mencapai 100 ksi diatas specific yield strength. Hasil uji impact pada tempertur 0 C mencapai Joule lebih baik dari standar yang dipei;-syaratkan, 46 Joule. Struktur mikro matriks basil pemeriksaan adalah feritik. Adapun uji korosi baja API SL X-6S pada lingkungan H2S belum dilakukan. Baru-baru ini Ng. v: Van, T V Toai, dan Ng. V Son (2006) telah melakukan studi korosi pada baja karbon API SL dalam lingkungan minyak dan gas. Hasilnya menunjukkan bahwa laju korosi sebesar 0,14-0,16 mm/year pada temperatur C dengan laju alir gas 1 lt/menit dan tekanan gas 1-S atm. Interpretasi dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas menjelaskan bahwa lingkungan minyak dan gas yang mengandung gas H2S terlarut sangat rentan terhadap korosi material baja, khususnya bagian internal dari pipa baja tersebut, sehingga memerlukan adanya suatu model metode pencegahan yang baik. Salah satu metode pencegahan adalah dengan penambahan inhibitor ke dalam lingkungan korosif Hasil penelitian Hassan Malik (2000) menyatakan bahwa inhibitor carboxyclic acid n coco amine 1 proprionic acid (C14H29)N(CH3)(C2COOH) dengan konsentrasi 10 ppm yang ditambahkan ke dalam larutan 5% NaCl yang dijenuhkangas C02 dapat menurunkan laju korosi baja karbon (mild steel) pada ph= 6,S karena terbentuk lapisan FeC03 yang merata (uniform film). Peneliti lainnya, Isdiriyani Nurdin, dkk (200S) mengemukakan bahwa dengan perbandingan inhibitor trisodium phosphate (TSP) dan disodium phosphate (DSP) 50:50 ke dalam air kondensat terkontaminasi FeC}z dapat menurukan laju korosi karena 4

16 terbentuk lapisan film Fe-fosfat yang protektif di pennukaan baja. Kemudian, S. Divakara Shetty, dkk.(2006), telah meneliti inhibitor jenis N-(2-Thiophenyl)-N1-Phenyl Thiourea (TPTU) yang ditambahkan ke dalam media 0,05 M dan 0,1 M HCI, 0,025 M dan 0,05 M H2S04 menyatakan bahwa inhibitor TPTU merupakan inhibitor anodik yang efisien di dalam lingkungan asam. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa inhibitor TPTU ini merupakan inhibitor yang dapat digunakan dalam lingkungan asam dan lebih efektif untuk mereduksi laju korosi baja dalam media HCI dari pada H2S Dasar Teori Termodinamika Korosi Sulfidisasi Tinjauan aspek tennodinamika secara um.um bertujuan untuk mengetahui apakah suatu rekasi kimia dapat berlangsung secara spontan atau tidak. Suatu reaksi kimia akan berlangsung dengan spontan apabila perubahan energi bebas reaksinya berharga negatif. Reaksi elektrokimia pembentukan sulfida yang terjadi secara simultan pada pennukaan logam dalam lingkungan gas H2S adalah sebagai berikut: Reaksi katodik : 2H2S (g) + 2e = H2 (g) + 2HS" (aq) (1) 2HS- (aq) + 2e = H2 (g) + 2s (aq) (2) Reaksi anodik : Fe (s) = Fe 2+ (aq) + 2e &-= -682 V : (3) Fees)+ HS-(aq) = FeS(s)+Jt +2e Er=-649VSHE (4) FeScs>+ HS-caq) = FeS2(s)+W +2e &-=-471 V SHE (5) Berdasarkan data-data potensial reversible (Er) tersebut dapat ditunjukkan bahwa harga potensial reversible untuk pembentukan sulfida adalah lebih positif (noble) dari pada harga potensial reversible untuk rekasi oksidasi besi. Sehingga setiap senyawa sulfida yang terjadi, mengalami tabapan yang dimulai dengan pembentukan ion Fe2+. Sedangkan selama proses korosi pada lingkungan H2S, FeS akan terbentuk pertama kali kemudian diikuti dengan pembentukan FeS2. Apabila ditinjau dari besamya perubahan energi bebas standar, maka reaksi pembentukan sulfida adalah sebagai berikut : 5

17 Reaksi Pembentukan Sulfida Tabel 2.1. Perubahan Energi Bebas Standar (AG0) dari reaksi pembentukan besi sulfida Perubahan Energi Bebas Standar (AG0), kkal/mol 50 C 75 C 100 c Fe (s) + H2S<s> FeS (s) + H2 (g) -15,7-15,5-15,3 FeScs> + H2SCs> FeS2 (s) + H2 Cs> -7,4-6,9-6,3 Berdasarkan tabel 2.1. di atas dapat dijelaskan bahwa besar perubahan energi bebas standar pembentukan FeS lebih negatif dibanding dengan harga energi bebas standar pembentukan FeS2. Sehingga dikatakan bahwa pembentukan FeS ak:an lebih dahulu terbentuk dibandingkan pembentukan FeS2. Disamping itu, berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan juga bahwa perubahan energi bebas standar pembentukan sulfida meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Jadi, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi temperatur kecenderungan reaksi pembentukan sulfida semakin kurang spontan Kinetika Korosi Sulfidisasi Tinjauan kinetika merupakan unsur yang penting dalam menunjang proses korosi sulfidisasi, karena meskipun analisis termodinamika memungkinkan terjadinya korosi sulfidisasi, proses tersebut juga harus dapat dibuktikan secara kinetika. Menurut Sorell dan Hoyt, kinetika reaksi pada lingkungan H2S dikendalikan oleh : 1) laju reaksi kimia (sulfidisasi) pada antarmuka antara fasa-fasa pereaksi, dan 2), perpindahan massa pada proses difusi dimana migrasi ion sulfur dalam larutan ke permukaan logam dan migrasi atom logam keluar membentuk kerak pada pemukaan logam Mekanisme Korosi Sulfidisasi Terdapat beberapa usulan mengenai mekanisme korosi sulfidisasi baja karbon dalam lingkungan H2S terlarut, diantaranya Bolmer, Lofa dan Btrak:ov. 6

18 Bolmer, berpendapat bahwa pada polarisasi katodik besi dalam lingkungan H2S NaHS buffers, terjadi evolusi gas hidrogen dengan melalui reaksi (1) dan (2) di atas. Reaksi tersebut mengikuti tahap-tahap sebagai berikut : HS- + e rd. > H + s2- (6) HS- + H + e = H2 + s (7) Mekanisme reaksi korosi sulfidisasi pada baja yang diusulkan oleh Bolmer, menyatakan bahwa mekanisme korosi sulfidisasi tersebut diawali dengan terjadinya reaksi reduksi gas H2S yang menghasilkan gas H2 dan ion HS-, kemudian HS- direduksi menjadi ion s2-yang secara berurutan pada persamaan reaksi (1) dan (2). Ion HS- yang terbentuk kemudian mengoksidasi logam besi dan membentuk lapisan besi sulfida, FeS, pada permukaan elektroda. Sebagian FeS yang terbentuk akan dioksidasi lagi menjadi lapisan FeS2, seperti pada persamaan reaksi ( 4) clan ( 5). Lova dan Batrakov, menjelaskan bahwa kelarutan besi dalam lingkungan H2S mengikuti reaksi sebagai berikut : Fe + HS- = (FeHS)ads.. (8) (FeHS)ads rds > FeHS+ + 2e (9) FeHS+ = Fe 2+ + HS- (IO) Terdapat perbedaan antara mekanisme korosi sulfidisasi yang diusulkan Bolmer dengan Lofa dan Batrakov. Menurut Lofa dan Batrakov menjelaskan bahwa ion HS- yang dihasilkan dari disosiasi H2S terlarut akan bereaksi dengan logam besi membentuk senyawa ion kompleks negatif (FeHS-) yang teradsropsi pada permukaan logam besi. Kemudian senyawa kompleks tersebut teroksidasi dengan mengikuti persamaan reaksi (9) menghasilkan senyawa kompleks positif (FeHS+). Senyawa ion kompleks positif tersebut akan terdisosiasi menjadi ion F:e2+ dan HS-, sehingga membentuk produk korosi FeS atau FeS2 seperti pada persamaan reaksi ( 4) dan ( 5). Disamping itu, terdapat juga perbedaan dari keduanya yaitu pada tahap pengendali laju. Bolmer berpendapat bahwa tahap pengendali laju reaksi korosi sulfidisasi yaitu pada persamaan reaksi (6), sedangkan Lofa dan Batrakov pada persamaan reaksi (9). 7

19 Selain Bohner, Lofa dan Batrakov, B.R.D. Gerus, menjelaskan bahwa mekanisme korosi sulfidisasi akibat gas H2S dalam lingkungan NaCl atau netral adalah sebagai berikut: - Terjadi reaksi disosiasi gas H2S dalam larutan: H2S 7 It + HS- (11) Hs- 7 It + s (12) - Terjadi reaksi oksidasi besi pada anoda: Fe 7 Fe e (13) Ion HS- dan s2- yang dihasilkan dari persamaan reaksi (11) dan (12) kemudian bereaksi dengan ion besi dari persamaan (13) membentuk besi sulfida dengan reaksi sebagai berikut: Fe2+ + s2-7 FeS (14) Fe2+ +HS- 7 FeS +It+ 2e (15) Sedangkan di katoda terjadi reaksi evolusi hidrogen : 21-f' + 2e 7 H2 :. : (16) Sehingga reaksi keseluruhan adalah: Fe + H2S 7 FeS + H (17) Berdasarkan persamaan reak:si-reaksi yang diusulkan Gerus dapat disimpulkan bahwa mekanisme korosi sulfidisasi hampir sependapat dengan Bolmer Retakan yang terjadi pada lingkungan yang mengandung H2S Karakteristik korosi pada lingkungan H2S terlarut adalah adanya atom hidrogen yang dihasilkan dari sebuah reak:si elektrokimia antara logam dengan medium yang mengandung H2S masuk. berdifusi kedalam baja. Kehadiran hidrogen dalam baja dan ketahanan baja terhadap kemungkinan terjadinya retakan terkandung dari : jenis baja, mikrostruktur, distribusi inklusi, voids, dan distribusi tegangan biasanya tegangan sisa. Kelangsungan dari pipa baja akan terancam dengan adanya aktifitas difusi dari atom hidrogen khususnya ketika ataom hidrogen berkumpul pada internal diskontinuitas seperti inklusi dan void pada baja. Beberapa jenis kerusakan yang dapat ditimbulkan dengan kehadiran H2S terlarut antara lain : 8

20 - Hydrogen Inducted Cracking (HJC) atau Step Wise Cracking (SWC) Retak terjadi ketika atom hidrogen berdifusi ke baja dan bergabung membentuk molekul gas hidrogen pada daerah jebakan yang ada dalam matriks baja. Daerah jebakan pada baja ini adalah inklusi yang memanjang dan segregasi. Molekul hidrogen yang terjebak antara permukaan logam dengan inklusi dan mikroskopik void dalam matriks logam merupakan pemicu untuk terjadinya retak dan akan menjalar pada struktur yang rentan terhadap hydrogen embrittlement jenis ini. Baja di sekitar retak akan mengalami regangan yang besar dan hal ini dapat menyebabkan tersambungnya retak-retak yang berdekatan untuk membentuk SWC. Pada tahap dimana retakanretakan mulai menyatu untuk membentuk SWC, maka hal ini dapat menyebabkan pengaruh yang serius pada peralatan dan dapat berakibat pada suatu kegagalan. - Sulphide Stress Cracking (SSC) Retakan jenis ini terjadi karena atom hiogen berdifusi ke dalam logam tetapi tetap berada dalam keadaan larutan padat dalam kisi kristal. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan terhadap keuletan dan kemampuan logam untuk berdeformasi yang dikenal dengan nama hydrogen embrittlement. Kecenderungan untuk terjadinya SSC akan meningkat dengan bertambahnya fraksi mikrostruktur keras seperti martensite dan bainit. Mikrostruktur ini mungkin terdapat secara inherent pada baja HSLA (High Strenght Low Alloy) atau adanya proses perlakuan panas yang tidak: sesuai. Struktur yang keras ini juga dapat terjadi akibat pengelasan khususnya pada daerah HAZ (Heat Affected Zone). - Stress Oriented Hydrogen Inducted Cracking (SOHIC) I Soft Zone Cracking (SZC) SOHIC dan SZC berhubungan dengan SSC dan SWC. Dalam SOHIO statu retak:an yang kecil yang terbentuk tegak lurus dengan arah tegangan utama (tegangan yang bekerja atau tegangan sisa) menyebabkan retakan seperti "tangga". Tipe retakan seperti ini dapat dikatagorikan sebagai SSC yang disebabkan oleh kombinasi antara tegangan ekstemal dan remangan local disekeliling dari retakan hydrogen Inducted. SZC merupak:an fenomena retak:an yang hampir sama tetapi terjadi khususnya pada daerah lunak di HAZ dari lasan. Tipe retakan seperti ini disebabkan oleh adanya kombinasi dari efek mikrostruk.tural yang disebabkan oleh siklus temperatur selama 9

21 pengelasan dan pelunakan lokal pada temperatur interkritis HAZ. Hal ini menyebabkan adanya remangan dalam daerah yang sempit yang mendekati atau melebihi remangan luluhnya Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap SSC Terjadinya SSC disebabkan karena logam terpapar dalam lingkungan yang mengandung H2S dalam kondisi operasi yang kondusif untuk terjadinya SSC. Kondisikondisi operasi kritis yang hams diperhatikan adalah : tekanan parsial H2S, derajat keasaman air (ph), temperatur dan besar tegangan yang bekerja atau tegangan sisa. - Tekanan parsial H2S Standar NACE :MR 0175 memberikan petunjuk untuk menentukan tingkat H2S yang menyebabkan SSC dalam gas dan sistem multi fasa. Sebagai contoh, pada tekanan parsial H2S <= 0,05 psia (350 Pa), tu material yang biasa digunakan untuk menangani sweet gas akan memberikan suatu ketahanan terhadap adanya H2S yang memadai, akan tetapi pada tekanan parsial diatas itu, material-material hams dipilih berdasarkan pada standar NACE MR 0175 atau standar sejenis. - Derajat keasaman (ph) Kecenderungan terjadinya SSC menurun dengan naiknya ph dalam media di atas ph 6-9. Ketahanan masing-masing logam tergantung dari kondisi-kondisi yang spesifik. - Temperatur Pada umumnya ketahanan SSC akan bertambah baik dengan naiknya temperatur. - Tegangan Adanya tegangan baik tegangan kerja maupun tegangan sisa dapat meningkatkan terjadinya SSC Inhibitor Korosi Inhibitor adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan dengan konsentrasi sedikit (small concentration) ke dalam lingkungan akan menurunkan laju korosi. Salah satu inhibitor adalah jenis N-(2-Thiophenyl)-N1-Phenyl Thiourea (TPTU) dan carboxyclic acid n coco amine 1 proprionic acid (C1.i829)N(CH3) (C2COOH). Inhibitor TPTU ini 10

22 merupakan inhibitor yang dapat digunakan dalam lingkungan asam dan lebih efektif untuk mereduksi laju korosi baja dalam media HCI dari pada H2S04 Sedangkan Inhibitor carboxyclic acid n coco amine I proprionic acid (C14H29)N(CH3XCzRtCOOH) dapat mereduksi laju korosi dalam linkungan NaCl yang dijenuhkan gas C02 Kehadiran ion bikarbonat dari COz yang terlarut akan menambah laju pelarutan baja dalam lingkungan akuatik. Jika konsentrasi ion Fe2+, COl, dan HC- dalam larutan melampaui titik jenuhnya, akan terjadi pengendapan FeC03 di pennukaan baja, sehingga pembentukan spesi Fe(III) dan pelarutan baja akan terhalang. Namun, senyawa FeC03 ini dapat larut kembali dalam bentuk Fe(C03)l-. Untuk mencegah kerusakan lapisan pasif yang bersifat sebagai lapis pelindung akibat pelarutan kembali FeC03, lapisan pasif tersebut dapat diperkuat dengan inhibitor pasivator. Inhibitor pasivator yang biasa digunakan untuk larutan absorben K2C03 adalah kalium vanadat (KV03)10. Namun, pada beberapa industri yang menggunakan absorben K2C03 dengan inhibitor vanadat, masalah korosi tetap terjadi, sehingga terpaksa digunakan absorber dan regenerator yang terbuat dari baja tahan karat. Selain jenis inhibitor di atas, ada beberapa jenis inhibitor yang dapat digunakan pada lingkungan hidrogen sulfida terlarut yaitu inhibitor senyawa amine, diantaranya : allyamine, diallylamine, triallylamine, tributylamine dan tetrabutylammonium sulfat. 11

23 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian tahun pertama adalah untuk mendapatkan pemodelan persamaan matematis laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking pada bagian internal pipeline. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk : a. Mempelajari mekanisme kinetika korosi sulfidisasi b. Mempelajari mekanisme sulfide stress cracking c. Mempelajari pengaruh varibel ph atau konsetrasi, waktu, temperatur terhadap laju korosi pada baja karbon Manfaat Penelitina " Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi energi sumber gas dan minyak yang cukup besar. Sejalan dengan kebijakan pemerintah di bidang konsevasi dan diversifikasi energi maka gas bumi merupakan salah satu altematif energi yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Saat ini cadangan gas bumi Indonesia diperkirakan sekitar 176 trilyun kaki kubik (TCF). Dengan tingkat produksi gas bumi saat ini sebesar 8 milyar kaki kubik per hari (BSCFD) atau 3 TCF per tahun dan laju pertumbuhan 8% per tahun maka cadangan gas bumi Indonesia dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun. Sumber gas bumi ini tersebar di beberapa wilayah kepulauan Indonesia, antara lain Sumatra, Natuna, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irianjaya. Berdasarkan uraian di atas, maka kebutuhan akan pipa baja dewasa ini terns meningkat sejalan dengan perkembangan industri ekspolarasi dan transmisi gas dan minyak. Pengunaan material pipa baja pada industri minyak dan gas akan mengalami degredasi seiring dengan meningkatnya kandungan ion agresif pada lingkungan minyak dan gas. Untuk memprediksi ketahanan korosi bagian internal pipa tersebut dari serangan ion agresif seperti adanya H2S perlu dibuat suatu model software laju korosi sulfidisasi dan 12

24 sulfide stress cracking sehingga kecelakaan akan bocomya pipa dapat terdeteksi secara dini. Manfaat dari basil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan suatu model softaware untuk menentukan ketahanan korosi bagian internal pipeline akibat serangan hidrogen sujfida, dan ditemukannya inhibitor untuk menghambat korosi bagian internal pipeline dari serangan gas H2S terlarut, yang nantinya dapat diaplikasikan pada industri minyak dan gas (MIGAS). 13

25 BABIV METODE PENELITIAN Pemodelan laju korosi sul:fidisasi dan sulfide stress cracking untuk menentukan ketahanan korosi bagian internal pipeline akibat hidrogen sul:fida akan dilakukan secara eksperimen (pengambilan data empiris) di Workshop Produksi, UPI dan di Lab. Korosi, Teknik Kimia ITB. Material pipa yang diteliti adalah baja karbon ST-37 dan grade API 5LX-65. Material pipa ini basil dari pengembangan produksi PT. Krakatau Steel yang akan digunakan untuk penyaluran minyak maupun gas. Dimensi dan bentuk spesimen akan mengacu pada standar ASTM. Spesimen untuk laju korosi sulfidisasi mengacu pada ASTM G31, sedangkan untuk sulfide sterss corrosion mengacu pada ASTM G30. Kegiatan penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahun. Pada tahun pertama telah dilakukan pembuatan model laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking secara empiris melalui eksperimen. Metode yang digunakan untuk penelitian ini digambarkan pada gambar 4.1. Tabel 4.1 Rencana variasi variabel eksperimen tahun pertama No. Variabel Satuan I. Konsentrasi H2S terlarut 100, 200, 300, 400, 500 ppm 2. Temperatur 25, 50, 75, 100 c 3. Tegangan (stress) 0,5 cry; 0,75 cry; cry ;1,25 cry 4. Waktu proses 24, 48, 72, 96 jam cry= Tegangan luluh dari material spesimen pipa baja karbon Pembuatan model laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking secara empiris melalui eksperimen yang dimulai dari studi literatur untuk penurunan persamaan matematis model laju. Secara teori dikatakan bahwa laju korosi sulfidisasi bagian internal pipeline akan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, misalnya konsetrasi H2S terlarut, ph, laju alir, temperatur, waktu pemakaian, tegangan (residual stress) dan tekanan. Berdasarkan teori tersebut dan hasil penurunan persamaan model matematis laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking akan dilakukan percobaan-percobaan dengan variasi variabel faktor lingkungan. V ariasi variabel lingkungan yang akan ditentukan adalah seperti pada tabel

26 Hasil dari eksperimen tersebut untuk menentukan konstanta empiris orde rekasi (n), energi aktivasi (Q), kontanta k0 dan dan konstanta lainnya berdasarkan model. Konstanta - konstanta hasil percobaan empiris kemudian disubstitusikan pada model persamaan matematis laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking. Model yang didapat, kemudian dilakukan verifikasi dengan data hasil eksperinen secara curve fitting. Dilakukan pula pemeriksaan SEM-EDAX untuk melihat retak yang terjadi. Pun.1!'11. Mtt m- Q.tOsl Sur4{ * Sul Sttus Cf.et PHoobun Sufi<» so.. '. '.orlh. _(HJ..J,wattU str ss. pada tan dan I ""' k.n Karakt.rlsHi,Jot.I. d!)sl stm-eoa)(. dv. P.trflM... - Ollpka: komtanta n, Q, k ff<imi.,; " - Substltusl konst.u Msil.itlp.nm.n bdtt m m()d I mat m6tlf Gambar 4.1 Diagram alir metode penelitian 15

27 BABV BASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil percobaan dan pemeriksaan didapat data-data sebagai hasil penelitian sebagai berikut : 1. Hasil Spektrometri dan Uji Mekanik Tabet 5.1. Komposisi kimia dan sifat mekanik sampel Komposisi Kimia Jenis Sampel ST-37 APl5L-X65 c Mn p s Si Nb Ti 0.02 v Ni Cr - 0,4 Fe balance balance Sifat Mekanik YS(Mpa) UfS(Mpa) Kekerasan (HV) Berdasarkan tabel 5.1. di atas dapat dilihat bahwa kekuatan, kandungan unsur Mn sampel API 5L-X65 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel ST-37. Sampel API 5L-X65 mengandung unsur yang tidak dimiliki oleh sampel ST-37 yakni unsur Si, Nb, Ti, Ni, Cr dan V. 16

28 2. Basil Uji Korosi Tabel 5.2. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi temperatur Kode T(oC) t (iam) ph Wo (w) Wt(e:r) A(mm2) CR(mpy) Al 2S 6 4.S S A2 3S 6 4.S A3 4S 6 4.S S A4 SS S AS S SO Tabet 5.3. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi waktu Kode T(oC) t (iam) ph Wo {er) Wt {e:r) A(mm2) CR(mpy) Bl 2S 2 4.S S 4 4.S SO B3 2S S.62 S.S B4 2S BS S IS7.67 Tabel 5.4. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi ph Kode T(oC) t (jam) ph Wo (e:r) Wt (e:r) A(mm2) CR(movl Cl C " C S C cs Tabel 5.5. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi temperatur Kode T(oC) t (iam) ph Wo (e:r) Wt (e:r). A(mm2) CR(mpy) Al 2S 6 4.S A2 3S 6 4.S A3 4S S A AS 6S S Tabel 5.6. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi waktu Kode T(oC) t (jam) ph Wo (e:r) Wt (e:r) A(mm2) CR{mpy) Bl 2S B S S 2Sl.50 - B3 2S 6 4.S B4 2S BS 2S

29 Tabet 5.7. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi ph Kode T(oC) t (jam) ph Wo far) Wt(er) A(mm2) CR(mpv) Cl C C C cs Keterangan: T = temperatur, t = waktu pengkorosian, Wo = berat awal sampel, Wt= berat akhir setelah pengkorosian, A = luas peemukaan sampel yang terkorosi, dan CR = Corrosion Rate (laju korosi). Berdasarkan data basil percobaan dapat dilihat bahwa rata-rata laju korosi ST-37 cenderung meningkat seiring dengan meningkatanya temperatur dan waktu, dan rata -rata laju korosi cenderung menurun seiring dengan meningkatnya ph. Sedangkan untuk sampel API 5L-X65 pada variasi temperatur, waktu dan ph, laju korosinya relatifrendah. 3. Basil Pemeriksaan Mikroskop Optik.!-. Lapisan produk. k. orosi Gambar 5.1. Foto Struktur mikro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah proses korosi pada T = 25 C, ph= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X) 18

30 Lapisan produk korosi Pitting corrosion Struktur mikro Gambar 5.2. Foto Struktur mikro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah proses korosi pada T = 65 C, ph= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X) Pada gambar 5.1 dan 5.2 terlihat terdapat lapisan produk korosi yang menempel pada permukaan sampel. Lapisan produk korosi pada sampel yang mengalami perlakuan korosi pada kondisi T = 65 C lebih tebal dibanding pada sampel yang mengalami perlakuan korosi pada T = 25 C. Korosi sumuran (pitting corrosion) terjadi pada sampel yang mengalami perlakuan korosi pada kondisi T = 65 C. 4. Hasil Uji SSC dan Pemodelan Hasil percobaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : Tabel 5.8. Data hasil percobaan pada variasi beban keja ph :uetode ( nmn) Al io,ia.50 x JO SEM:.A2 44, x20 4..S 2.28 SEM.A x20 4..S 3.62 SEM Keterangan Kondisi Percobaan : Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total= 2 atm, temperatur = 100 C, ph awal = 6.7, volume H2S = 30 liter, dan waktu proses= 60 jam. 19

31 Berdasarkan pada tabel 5.8, diperlihatkan bahwa panjang retak makin meningkat seiring dengan meningkatnya beban kerja. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya beban yang diberikan terhadap bahan uji akan menyebabkan konsentrasi tegangan pada ujung lengkung semakin meningkat. Akibatnya apabila konsentrasi tegangan yang meningkat dipadu dengan lingkungan H2S yang korosif mengakibatkan perambatan retak semakin kuat. Sehingga akan menyebabkan panjang retak yang terbentuk semakin meningkat. Tabel 5.9. Data basil percobaan pada variasi konsetrasi H2S ph,.. Bl 6 SEM Bl 50 x SEM B3 117,S 50 x20 ' SEM Keterangan Kondisi Percobaan :... Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total= 2 atrn, temperatur = 100 C, ph awal = 6.7, beban kerja = 17 kn, dan waktu proses= 60 jam. Berdasarkan pada tabel 5.8, diperlihatkan bahwa panjang retak makin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi H2S yang terlarut (volume H2S). Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya volume H2S yang dilarutkan dalam media korosi maka akan menyebabkan konsentrasi ion hidrogen semakin banyak yang terbentuk, fenomena tersebut dapat dilihat dengan menurunnya harga ph akhir dalam media korosi. Akibat dari meningkatnya ion hidrogen dalam media korosi akan menyebabkan terjadinya difusi ion hidrogen pada permukaan baja sehingga terjadi percepatan perambatan retak. 20

32 T a b e D ata hasil 1 perco b aan: oa d a vanasi wa ktu itw. ph H,S Gtm.) l'onin) finm) Cl x SEM (A.Qe. C x SEM C x SEM C4 15 so x :.l SEM Keterangan Kondisi Percobaan : Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total = 2 attn, temperatur = 100 C, ph awal = 6.7, clan beban kerja = 1,7 kn. Berdasarkan pada tabel 5.10, diperlihatkan bahwa panjang retak makin meningkat seiring dengan meningkatnya waktu proses korosi. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya waktu maka akan menyebabkan konsentrasi ion hidrogen semakin banyak yang terbentuk, fenomena tersebut dapat diliha dengan menurunnya harga ph akhir dalam media korosi. Akibat dari meningkatnya ion hidrogen dalam media korosi akan menyebabkan terjadinya difusi ion hidrogen kedalam baja sehingga mempengaruhi penggetasan penggetasan sehingga terjadi percepatan perambatan retak. Gambar 5.3. Retakan yang terjadi pada baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan H2S pada variasi volwne H2S: a= 10,6 ppm, b = 51,5 ppm dan c = 117,8 ppm (SEM) 21

33 Faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Krssc) dapat ditentukan dari basil percobaan pada tabel 5. I 0 dengan cara membuat grafik antara laju pertumbuhan terhadap faktor intensitas tegangan seperti pada gambar 5.4 di bawah ini. retak O.al< ''---' ' o ro m,..,.,_t..., (Ml'....., Gambar 5.4. Grafik faktor intensitas tegangan terhadap laju pertumbuhan retak dalam lingkungan H2S pada temperatur I 00 C Berdasarkan gambar 5.4 didapat harga Krscc untuk baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan H2S adalah sekitar Mpa.m1'f. Berdasarkan laporan peneliti sebelumnya, harga tersebut mempunyai perbedaan dengan Murata dan Sato ( dalam RN. Tutle) yang melaporkan bahwa untuk baja karbon (0.13%C, 1,32-1,33 %Mn) harga K1scc sebesar 42,89 Mpa.m'". Perbedaan tersebut dapat dipahami karena adanya kandungan C dan Mn yang relatif sedikit lebih tinggi pada baja karbon akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan retak baja karbon tersebut. Penentuan persamaan intensitas tegangan adalah dengan cara mengalurkan K1scc2 terhadap kerja plastik berdasarkan persamaan matematik sebagai berikut : ( dkjssc) = k = dp a ' v Yang merupakan harga slope dari garis miring kurva dari data tabel 5.8. Harga k, berhubungan dengan material bahan uji. Harga kb ditentukan dari data tabel 5.9 yang dibuat kurva, kemudian ditentukan harganya dengan persamaan matematik sebagai berikut : 22

34 dk2 Issc ) = - 2,303RT k.k = ( dlog(h2s] 2F a Berdasarkan hagra k, clan kb yang disubstitusikan pada persamaan berikut ini : KIS.' = [ k.( P-k[ 2,3RT (zph + log[h is]+ logk)]) J: dan nilai harga-harga konstanta yang diambil adalah : R=8,34 joule/mol K, F = coulomb, maka persamaan model yang didapat adalah: ]\ll2 1/2 K1ssc = [ 221,57 ( P- l,98xl0-8[t(2ph + log[h2s]+ logk)jj.bin,gpa.m 5. Mekanisme laju korosi Baja karbon (Fe) yang dikorosikan pada lingk.ungan hidrogen sulfida (NaCl - H20/CH3COOHIH2S) akan terionisasi menjadi ion Fez+ dan melepaskan elektron pada daerah anodik dan evolusi gas hidrogen pada daerah katodik. Mekanisme reaksi yang terjadi seperti di ba wah ini. Pada ruah larutan : H2S --+2W +s" (5.1) Pada daerah yang bersifat anodik : Fe --+ Fe2+ + 2e- (5.2) Pada daerah yang bersifat katodik : 2W + 2e- --+ H2 (5.3) Jadi reaksi keseluruhan adalah : Fe + 2H2S --+ FeS + H2 (5.4) Berdasarkan hasil percobaan dan didukung oleh para peneliti sebelumnya dapat disimpulkan bahwa mekanisme korosi dalam lingkungan hidrogen sulfida dimulai dari reaksi disosiasi H2S menjadi ion W dan ion sulfida. Hal ini dapat dilihat dari data percobaan dimana ph meningkat dengan berkurangnya konsentrasi H2S yang terlarut. Rentang ph yang diperoleh dengan variasi konsetrasi H2S adalah 3,5 s/d 6. Harga ph menurun selama percobaan dimana ph awal larutan adalah 6,9. 23

35 Berdasarkan data hasil percobaan besar laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy, sedangkan laju korosi API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy. Menurut Fontana (1986) menyatakan bahwa standar pembanding ketahanan Iaju krosi ( dalam mpy) adalah ketahan korosi untuk baja dari bahan dasar besi - nikel dikatakan baik apabila Iaju korosinya berada pada rentang 1-20 mpy, sedangkan ketahanan korosi dikatakan buruk apabila laju korosinya berada pada rentang lebih dari 50 mpy. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sampel baja ST-37 relatif kurang tahan korosi daibandingkan dengan API LX65 dalam lingkungan sulfida. 6. Pengaruh temperatur dan ph terhadap laju korosi Berdasarkan hasil pengolahan data, laju korosi meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur dan waktu pengkorosian baik untuk ST-37 maupun API 5LX65, seperti pada gambar 5.5 dan 5.6. Sedangkan laju korosi menurun seiring dengan meningkatnya ph seperti pada gambar 5.7. Laju korosi API 5LX65 lebih rendah dibandingkan dengan laju korosi ST-37 tegangan tarik serta tegangan luluh API 5LX65 lebih tinggi dibanding ST-37. Hal ini karena komposisi kimia pada mengandung Nb, Ti, Ni, Cr dan V, dimana unsur Ni dan Cr dapat meningkatkan ketahanan korosi clan unsur Nb, Ti dan V dapat meningkatkan sifat mekanik. Hal ini didukung oleh Lawrence R Sharfstein (1977) dan Hilman Hasyim, Widodo Setiadharmaji (2001) yang menyatakan bahwa dengan adanya unsur Ni dan Cr maka baja akan lebih tahan korosi karena Ni dan Cr dapat membentuk suatu lapisan pasif (yang tahan korosi lebih lanjut) pada permukaan baja. Menurut Hilam dan Widodo Setiadarmaji (2001), menyatakan bahwa sifat mekanik baja yang mengandung V, Ti dan Nb relatif akan meningkat karena unsur-unsur tersebut berfungsi sebagai unsur penghalus butir ferrite clan pembentuk partikel penguat fasa kedua (karbida clan nitrida). Hal ini didukung oleh Paul T Lovejoy (1977) yang menyatakan bahwa aclanya fasa delta ferrite akan meningkatkan sifat mekanik baja paduan. 24

36 Grafik Laju Korosl vs Temperatur eJ.OO :i2 eo.oo ::i eo.oo 3' o ro w ro Temperatur (C) l-+-st AP! 5LX65 I Gambar 4.5. Pengaruh temperatur terhadap laju korosi Grafik Laju Korosi vs Waktu s; ! ii e ::i 3' Waktu (lam) Gambar 4.6. Pengaruh waktu terhadap laju korosi GrafHc Laju Korosi vs ph s ;;; e li: ::i , -+-ST-37-4-API 5LX ph Gambar 4.7. Pengaruh ph terhadap laju korosi 25

37 7. Model matematis laju korosi Penurunan model matematis laju korosi dalam lingkungan hidrogen sulfida yang terlarut mengikuti persamaan reaksi ( 4. 4 ). Menurut Levenspiel bahwa laju merupakan perubahan konsentrasi spesi i yang sebanding dengan perubahan berat per satuan luas terhadap waktu. Maka persamaan laju korosi dapat ditulis sebagai berikut : Dimana v = laju korosi, n = orde reaksi, 1':. WI A = weight loss per satuan luas, dan k = konstanta. Secara kinetika persamaan reaksi (4.4) dapat ditulis sebagai berikut: k = k = [FeS J = "' [H 2S] k2 Diketahui persamaan Van't Hoff adalah : d(lnk) dt Q = RT2 Persamaan (4.7) diintegralkan, maka didapat: Q_ k=kert 0 Persamaan (4.8) disubstitusikan kedalam persamaan (4.5) menjadi: (4.5) (4.6) (4.7) (4.8) d[ 1':.W] /aju korosi = v = A FeS = ko [H 2S r ex...(_ ll) dt 1\_ RT Persamaan (4.9) ini yang dijadikan model matematis persamaan laju korosi. Untuk mendapatkan model laju korosi secara empiris maka harus ditentukan nilai konsatanta-konsatanta yang terdapat dalam persamaan model matematis tersebut. Persamaan (4.9) diubah kedalam bentuk logaritma, maka diperoleh: d[ 1':.W] log A FeS = k + n log[h s]- Q (4.10) dt 2 2 2,3RT (4.9) 26

38 Dimana k2 = log k, Untuk menentukan harga n secara empiris dilakukan percobaan pada tempertur konstan, maka persamaan ( 4.10) didefferensiaklan pada temperatur kontan didapat : n=- d[w] d/og A FeS dt (4.11) Untuk menentukan harga Q secara empiris dilakukan percobaan pada ph konstan, maka persamaan (4.10) didefferensiaklan pada ph kontan didapat: Q=-2,3R d[w] d/og A FeS dt T (4.12) «JO 2.JOO _ 'ii" y = x \. R )(lg dlogph ph Penentuan harga n dan Q didapat dengan cara membuat grafik: berdasarkan data percobaan, dimana hasilnya sebagai berikut : 2.soo ' _ :; v= )( R2= soo ()(13'40 d(1/t) Gambar 4.8. Grafik penentuan harga n Gambar 4.9. Grafik penentuan harga Q 27

39 Dimana: Harga k, didapat dari hasil olah data sebesar 1584,89 kemudian disubstitusikan pada persamaan ( 4.17) pada kondisi ph= 4, t = 6 jam dan T = 25 C. Harga k didapat 3,69 dan C sebesar 6,06. Berdasarkan hasil pengolahan data nilai konstanta n = 1,7 dan Q = 4,493 kkal/mol. Setelah mendapatkan harga n dan Q maka selanjutnya akan merumuskan model laju korosi. Merumuskan persamaan model laju dimulai dari persamaan ( 4.9). Ambil suatu persamaan manipulasi matematika : Atau dalam bentuk yang lain didapat : [AW]. lajukorosi ev» d A FeS = ko[h2sf exj(-:g_)+(_q_)] exj Q_) (4.15) dt t'l. RT 313R 1\ 373R Persamaan (4,15) disederhanakan menjadi: d[aw] laju korosi e v «A FeS = k[h stexpc(t-373) (4.16) k=k exj Q_) 0 1\_ 373R C=_Q_ 373R [ e( _Q_) exj _Q_)- 1] A1\373R 1\373R Persamaan (4.9) dikalikan dengan persamaan (4.13) menghasilkan bentuk sebagai berikut: d[aw] laju korosi = v = A FeS = kjh 28 r ex"'( - 2-) [exl _Q_). exl _Q_)] ( 4.14) dt 1\ RT 1\373R 1\373R dt (4.13) (4.17) (4.18) 28

40 >: a. 7 E 6 - ;; e 5 s 4 :s ";;' 3..J Temperatur (C) -Model Hasl Percobaan Gambar Kurva verifikasi laju korosi Berdasarkan basil pengolahan data, maka model laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida adalah sebagai berikut : Laju korosi (mpy) 3,69 [H,s J ' ex{ 6,06 ( T ;;373)) (4.19) Dimana konsentrasi ion H2S dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. Setelah model laju korosi diperoleh selanjutnya dilakukan verifikasi yang bertujuan untuk. mengetahui sejauhmana validitas persamaan model laju yang diperoleh. Hasil perbandingan antara data dari model laju dengan data hasil percobaan pada temperatur 40, 50, 60 dan 70 C adalah seperti pada gambar Berdasarkan gambar 4.10 diperoleh perbedaan laju korosi antara laju korosi dari model dengan laju korosi hasil percobaan yang relatif kecil sekitar 1,5 %, hal ini menunjukkan bahwa laju korosi baja karbon dalam lingkungan hydrogen sulfida dipengaruhi oleh tempertur lingkungan. 29

41 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan basil percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diarnbil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Produk korosi yang dominan terbentuk adalah FeS 2. Laju korosi baja karbon pada lingkungan hidrogen sulfida dipengaruhi oleh ph dan tempertur. 3. Model persarnaan laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida pada tekanan I atm dan rentang tempertur C diperoleh : Laju korosi (mpy)= 3,69 [H2$ J'7 exp( 6,06( T ;;373)) Dimana konsentrasi ion H2S dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. 4. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan hasil percobaan perbedaannya 1,5 %. 5. Laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy, sedangkan laju korosi API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy. 6. Sampel baja ST-37 relatifkurang tahan korosi daibandingkan dengan API LX65 dalam lingkungan sulfida. 7. Kerawanan korosi retak tegang meningkat seiring dengan meningkatnya beban kerja, konsentrasi H2S terlarut, dan waktu pengkorosian. 8. Harga faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Kiscc) untuk specimen dalam lingkungan hidrogen sulfida pada temperatur 100 C diperoleh MPa.m Didapat suatu model persamaan ambang batas intensitas tegangan. J K1ssc = [ 221,57 ( P-I,98xI0-8[T(2pH + log[h2s]+ logk) Dij.,,m,GPa.m 30

42 6.2. Saran Dari basil penelitian ini telah diperoleh suatu model laju korosi baja karbon, khususnya untuk baja karbon ST-3 7 dalam lingkungan hidrogen sul:fida pada tekanan 1 atm dan rentang tempertur C. Meskipun demikian ada beberapa bagian pada penelitian ini yang masih perlu dilanjutkan. Untuk itu penulis menyarankan : 1. Perlu dilakukan penelitian lanjut pada tekanan dan temperatur yang relatif lebih tinggi agar mendekati kondisi lapangan yang sebenamya. 2. Untuk menanggulangi korosi tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kearah bagaimana cara penanggulangannya. 3. Model persamaan tersebut dapat dibuat kedalam bentuk "software" sehingga dapat digunakan untuk media pembelajaran. 31

43 DAFf AR PUSTAKA 1) B.RD. Gems, 1974, Detection and Mitigation of weight loss corrosion in Sour gas gathering system, Shell Canada Ltd. 2) Basuki, E.A., dan Martojo, W., 2004, Ketahanan pipeline terhadap sulfide hydrogen (H2S), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. 3) Clubley, B.G, 1988, Chemical Inhibitor for Corrosion Control, Proceeding of an International Symposium, University of Manchester. 4) Denny A. Jones, 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, USA. 5) G.Sorell dan B. Hoyt, 1956, Collection and Correlation of high temperature hydrogen sulfide corrosion data, NACE Technical Committee Report, Publication 56-7, New York, USA,: p.215t. 6) G.I. Ogundele dan W.E. White, 1986, Some Observation on The Corrosion of Carbon steel in Sour gas environment : Effect. of H2S and H2S/COi/CHJC3Hs mixtures, Journal Corrosion NACE, Vol.42, No.7. 7) Hassan, A., dkk, 1998, Effect of microstructure on corrosion of steel in aqueous solution containing carbon dioxide, Corrosion-NACE. 8) Hassan Malik, 2000, Effect on ph on the corrosion inhibition of mild steel in COi saturated brine solution, Anti-Corrosion Methods and Materials, Vol. 47. No.2. 9) Herbert E. Barner, 1978, Handbook of Thermochemical data for Compounds and Aqueous species, John Wiley & Sons, New York, USA. 10) Isdiriyani Nurdin, dkk. 2006, Inhibisi korosi baja dalam air kondensat terkontiminasi FeCl2 menggunakan Natrium Fosfat", Korosi & Material, Vol. VI. No. 1. ll)kun Kurnely, 2004, Peluang Bisnis Pipa Gas Indonesia, Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. 12) Mercer, AD., 1988, Corrosion Inhibitor Testing : Principles and Practice, Proceeding of an International Symposium, University of Manchester. 13) N.Sridhar, dkk, Effect of water and gas compositions on the internal corrosion of gas pipelines modeling and experiment studies", Corrosion Journal, Vol. 57, No3. 32

44 14)Perdomo, J.J., et al., 2002, Carbon Dioxide and Hydrogen Sulfide Corrosion on API SL grad Band X52, Journal of Material Perpormance. 15)Rozenfeld, I.L, 1981, Corrosion Inhibitor, McGraw-Hill Inc., USA 16)Russel D. Kane, 2001, Evaluation of geothermal production for sulfide stress cracking and stress corrosion cracking", CU International, Inc. Texas, USA 17)S.Divakara Shetty, Prakash Shetty, clan H.V.Sudhaker Nayak, 2006, Inhibition of mild steel corrosion in acid media by N-(2-Thiophenyl)-N'-Phenyl Thiourea (TPTU), Journal of the Chilean Chemical Society.. 18) Solehudin, A, 1998, Penentuan laju korosi sulfidisasi pada baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan NaCl-H20-H2S, Tesis Magister, ITB. 19) Solehudin, A, 2001, Studi pengaruh gas H2S terhadap SCC pada baja karon API SLGrB dalam lingkungan air garam, Jumal TOR.SI, JPTM UPI. 20) Tri Djaka, Koswara, Cahyo Antarikso, dan Zaenal Arifin Muslim, Disain dan Pembuatan Baja Lembaran Panas sebagai Bahan Baku Minyak dan Gas, Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. 21) V.Van, T V Toai, dan V Son (2006), Study on corrosive ability of oil gas in Bacho (White Tiger)-Vietnam to Carbon steel and protection of pipeline by inhibitors, Jurnal Korosi dan Material, Vol. VI. No.4. 22) Wayan Gosio, dkk, 2001, Pengembangan Pipa Baja Alir Lasan Spiral API SL X-60 untuk Sour Service, Proceeding Seminar Ilmiah, ITB. 23) Yudi MS, 2004, Meningkatkan Mutu Operasional Pipeline yang Handal, Aman, clan Ekonomis, dengan menggunakan Metode RBI (Risk Based Inspection), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. 33

45 i =.e l :;!o (I) i... ] q) o:i a a :2 f--< rll o:i f-< 5 IXl Ill'} J:! a Cll (!)... :;;a e.:;... I!).. ta Cll «!... go s «).... "' ::I! :e '@ s gg 'O s:: - rll - - :m = = al o:i ]] i s:: 9 9 e ;i.g :iii a (!) 11) u :;a :;;a 0..2 o:i e.s f--< f--< '-" Ill IXl 0... I I I I I I = :a i "1.il m ;i -0 l - "Cb... bl).o 0....so o:i 9 :E -3 ;J "Cl is i:f :;a o" :a Ill.s i.s -... ;r (!) "ioo 0 < t!::!.! ti) - i:: ::i:: z "'$' :.a Cl..-..s g 0.:! - $... j i:2 gg,j::j.s &ii 'O 00 0 &ii A' 00 ee...: a...: s..!:::l '-" Cl IZl._., oz._,,j::j :;g $ 0... N ('"> z """

46 ... 5' ii e l <IJ 0 ""... S'... i= = 00-5! e < r-i

47

48 ... 'S' J

49 - 5' d I'll - - 5'... 5'

50 . fa. "O.t:l :a c;s "(;' b() r [ 1 ' >l 8. fa!j 0 r/.le 9 "+:I t 8' 0. s 0 o t = ts p. t 8. ril C"/l C"/l Ii Qi) '(;' =...l "a) 0 "O s fa! fa <II ls S' o I [ p.. l'.il-1'.il-... c;s N "'... c;s N r.'i)... P.. IO P,. IO I ;j - Cl a 1]., {; 13 c;sp.c;1io -a p...0 ti') l.o

51 Lampiran 4. Publikasi Ilmiah Hasil Penelitian 1. Proceeding Seminar Nasional N KIMIA DAN PENDIDIK.AN KlMIA, Penyelenggara: Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA- UPI, pada tanggal 9 Agustus Jurnal PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM : Media Pengembangan Sumber Daya Sains dan Kependidikan, Volume VII No. 8 akan terbit Desember

52 \ I ()Q C'n. a.. (I) ::s ()Q t "'d p) ::c: p.. p) ' (/) "CS Cb 0 1--'.. s f s Cb P" - 1-'t z... C'n fl') p)... 0 ::s r ::s td o, "'d e, :""" (I) 0 CT' :::3 ::s o, )>,(I)... - cc -u c 0 ::s -... t Cl) C/J ct Cb p:. 3 (/) \C ::c: (/) g. 8 r. 0 0 p) > "'d -... p) s 7\ ()Q Cb (D p) no ::s 0... Cll zr Cb p) Cb o, c '"O s- CT' ::s "Tl... 0 o, Cll p... ()Q "'d :J N ()q s;:: :J 0 0 ' s: p) -I f... td... p)... I 1-t 1-'t fl') 0... s. r p)... (I) r+ ::s fl') ()q td a "'d (I) ::s r+ (I) (I) p.. ::s... p.. s... ::s c, 0 (I) ".. Cll c,... \ p) p) j... I ::s I to J p) I ::s r+ (t) ::s " ::s P. fjj t'rj ''( 'I/

53 PUBLIKASI ILMIAH BASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING ( TAHUN PERTAMA) Proceeding Seminar Nasional IV KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA, Penyelenggara : Jurusan Pendidikan Kimia, FPMJP A - UPI, pada Tanggal 9 Agustus 2008 Jurnal PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM : Media Pengembangan Sumber Daya Sains dan Kependidikan, Volume VII No. 8 akan terbit Desember 2008 PENELITI: Ir. Agus Solehudin, MT Dr. Ratnaningsih Eko Sardjono, M.Si Dr. Ir. lsdiriayani Nurdin, DEA Ir. Djoko H Prajitno, MSME UNIVERSIT AS PENDIDIKAN INDONESIA November 2008

54 aw,. ;.;... {:. 'j A...t;.J

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA Oleh : Agus Solehudin 1), Ratnaningsih E. Sardjono 2), Isdiriayani Nurdin 3) dan Djoko H.Prajitno 4) (1) Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH ph TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFAT. Syafaruddin Siregar 1), Uum Sumirat 2), Agus Solehudin 3)

PENGARUH ph TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFAT. Syafaruddin Siregar 1), Uum Sumirat 2), Agus Solehudin 3) PENGARUH ph TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFAT Syafaruddin Siregar 1), Uum Sumirat 2), Agus Solehudin 3) 1),2),3) Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK - UPI ABSTRAK

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

PENGARUH SULFUR DAN SENYAWANYA TERHADAP KOROSI. Agus Solehudin 1) 1)

PENGARUH SULFUR DAN SENYAWANYA TERHADAP KOROSI. Agus Solehudin 1) 1) PENGARU SULFUR DAN SENYAWANYA TERADAP KOROSI Agus Solehudin 1) 1) Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK - UPI Abstrak Sulfur atau belerang dalam ilmu kimia disimbolkan dengan hurup S yang memiliki massa

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas

Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas Korosi H 2 S dan CO 2 pada Peralatan Statik di Industri Minyak dan Gas Yunita Sari, Siska Titik Dwiyati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : siska.td@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Korosi yang terjadi pada industri minyak dan gas umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu: Suhu dan tekanan yang tinggi. Adanya gas korosif (CO 2 dan H 2 S). Air yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI Oleh BUDI SETIAWAN 04 03 04 015 8 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja nirkarat austenitik AISI 304, memiliki daya tahan korosi lebih baik dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air laut.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik WIRDA SAFITRI

Lebih terperinci

1 BAB IV DATA PENELITIAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN 47 1 BAB IV DATA PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Dan Informasi Awal 4.1.1 Data Operasional Berkaitan dengan data awal dan informasi mengenai pipa ini, maka didapat beberapa data teknis mengenai line pipe

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 13 No. 1 Januari 2017; 10-14 STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L Ojo Kurdi Departement Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun

Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG Baja SS 400 sebagai baja karbon rendah Dapat dilakukan proses pengelasan dengan metode

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Muhammad Nanang Muhsinin 2708100060 Dosen Pembimbing Budi Agung Kurniawan, ST,

Lebih terperinci

ABSTRAK DISERTASI. tercatat sebagai salah satu bentuk kegagalan yang sering terj. biasanya jauh lebih besar. Oleh sebab itu gejala tersebut

ABSTRAK DISERTASI. tercatat sebagai salah satu bentuk kegagalan yang sering terj. biasanya jauh lebih besar. Oleh sebab itu gejala tersebut ABSTRAK DISERTASI Sulfide Stress Corrosion Cracking (SSCC) pada baja tercatat sebagai salah satu bentuk kegagalan yang sering terj adi dalam industri kimia. Kerugian yang diakibatkannya tidak saja berupa

Lebih terperinci

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC)

STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) STRESS CORROSION CRACKING (SCC) A. PENGERTIAN KOROSI RETAK TEGANG (SCC) Korosi merupakan kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

Oleh : Didi Masda Riandri Pembimbing : Dr. Ir. H. C. Kis Agustin, DEA.

Oleh : Didi Masda Riandri Pembimbing : Dr. Ir. H. C. Kis Agustin, DEA. SIDANG TUGAS AKHIR STUDI AWAL KOROSI BAJA KARBON RENDAH JIS G3101 GRADE SS400 PADA LINGKUNGAN AEROB DAN ANAEROB DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN BAKTERI PEREDUKSI SULFAT (SRB) Oleh : Didi Masda Riandri 2106

Lebih terperinci

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles.

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles. JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl Pandhit Adiguna Perdana 2709100053 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, S.T.,M.Sc.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN 4.1.HASIL PENGUJIAN OPTICAL SPECTROSCOPY BAJA DARI SPONGE BIJIH BESI LATERITE T1 22320 QUALITY CQ1 SRK DAN BAJA KARBON Dari pengujian Optical spectroscopy baja dari sponge

Lebih terperinci

ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD

ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD ANALISIS KEGAGALAN AKIBAT KOROSI DAN KERETAKAN PADA PIPA ALIRAN GAS ALAM DI NEB#12 PETROCHINA INTERNATIONAL JABUNG LTD Nama Mahasiswa : B A S U K I NRP : 2702 100 017 Jurusan : Teknik Material FTI-ITS

Lebih terperinci

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM BAB IV ANALISIS 4.1 INDENTIFIKASI SISTEM. 4.1.1 Identifikasi Pipa Pipa gas merupakan pipa baja API 5L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28 % [15]. Pipa

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK

ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK ANALISA KEGAGALAN PIPA BAJA TAHAN KARAT 316L DI BANGUNAN LEPAS PANTAI PANGKAH-GRESIK SALMON PASKALIS SIHOMBING NRP 2709100068 Dosen Pembimbing: Dr. Hosta Ardhyananta S.T., M.Sc. NIP. 198012072005011004

Lebih terperinci

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA OLEH : NICKY ERSANDI NRP. 4105 100 041 DOSEN PEMBIMBING : DONY SETYAWAN, ST., M.Eng 1. PENDAHULUAN A. Latar belakang Material kapal harus

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN NACL (PPM) DAN PENINGKATAN PH LARUTAN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON DARI BIJIH BESI HEMATITE DAN BIJIH BESI LATERITE

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN NACL (PPM) DAN PENINGKATAN PH LARUTAN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON DARI BIJIH BESI HEMATITE DAN BIJIH BESI LATERITE STUDI PENGARUH PENAMBAHAN NACL (PPM) DAN PENINGKATAN PH LARUTAN TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON DARI BIJIH BESI HEMATITE DAN BIJIH BESI LATERITE SKRIPSI Oleh EKA FEBRIYANTI 04 04 04 023 2 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA

Sidang TUGAS AKHIR. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Sidang TUGAS AKHIR Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir.Sulistijono,DEA Latar Belakang Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 Batasan Masalah Abdul Latif Murabbi / 2708.100.088 PERMASALAHAN Abdul Latif Mrabbi /

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Untuk mengetahui perilaku korosi pada baja dari sponge bijih besi laterite dan membandingkannya secara kuantitatif dengan perilaku korosi dari baja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang paling berbahaya., karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang paling berbahaya., karena tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Literatur Salah satu penyebab terjadinya kerusakan pada suatu struktur yaitu terjadinya korosi retak tegang (SCC) pada bahan. Korosi retak tegang merupakan kerusakan yang

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL Mahasiswa Febrino Ferdiansyah Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Proses Penelitian Mulai Preparasi dan larutan Pengujian Polarisasi Potensiodinamik untuk mendapatkan kinetika korosi ( no. 1-7) Pengujian Exposure (Immersion) untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang tersusun dalam prosentase yang sangat kecil. Dan unsur-unsur tersebut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, baja HSLA 0.03% Nb digunakan sebagai benda uji. Proses pemanasan dilakukan pada benda uji tersebut dengan temperatur 1200 0 C, yang didapat dari persamaan 2.1.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi Spesimen baja AISI 4130 dilapisi alumunium dengan cara mencelupkan ke dalam bak alumunium cair pada temperatur 700 ºC selama 16 detik. NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan

Lebih terperinci

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY Dr.-Ing. Bambang Suharno Dr. Ir. Sri Harjanto PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY 1. DASAR BAJA 2. UNSUR PADUAN 3. STRENGTHENING

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Baja Nirkarat Austenitik Kandungan unsur dalam logam mempengaruhi ketahanan logam terhadap korosi, dimana paduan dengan unsur tertentu lebih tahan korosi dibanding logam

Lebih terperinci

2.1 PENGERTIAN KOROSI

2.1 PENGERTIAN KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 PENGERTIAN KOROSI Korosi merupakan proses degradasi atau penurunan mutu material karena adanya reaksi decara kimia dan elektrokimia dengan lingkungan. Contoh reaksi korosi Perkaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. BAJA HSLA (HIGH STRENGTH LOW ALLOY) Baja HSLA(High Strength Low Alloy Steel) atau biasa disebut juga dengan microalloyed steel adalah baja yang di desain untuk dapat memberikan

Lebih terperinci

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegagalan yang terjadi pada suatu material bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu penyebabnya adalah korosi. Korosi adalah suatu kerusakan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN BAB IV HASIL PENGUJIAN 4.1 Komposisi Kimia Baja yang digunakan untuk penelitian ini adalah AISI 1010 dengan komposisi kimia seperti yang ditampilkan pada tabel 4.1. AISI 1010 Tabel 4.1. Komposisi kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Laju Korosi Stainless Steel AISI 304 Pengujian terhadap impeller dengan material baja tahan karat AISI 304 dengan media limbah pertambangan batu bara di BATAN Puspitek

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI

PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA 516-70 TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI Material baja karbon A 516 yang telah diklasi klasifikasikan : American Society For Testing

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 60 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB V PEMBAHASAN 60 UNIVERSITAS INDONESIA BAB V PEMBAHASAN 5.1 Morfologi Struktur Mikro Setelah Warm Rolling Dari hasil metalografi menunjukkan bahwa dan pengukuran butir, menunjukkan bahwa perlakuan panas dan deformasi yang dilakukan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baut adalah salah satu komponen pengikat, banyak digunakan dalam industri mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

Lebih terperinci

ANALISA LAJU PERAMBATAN RETAK UNTUK JENIS KOROSI SCC PADA PIPELINE AKIBAT UNSUR H 2 S

ANALISA LAJU PERAMBATAN RETAK UNTUK JENIS KOROSI SCC PADA PIPELINE AKIBAT UNSUR H 2 S ANALISA LAJU PERAMBATAN RETAK UNTUK JENIS KOROSI SCC PADA PIPELINE AKIBAT UNSUR H 2 S Irwan Fajrul Falakh 1, Yeyes Mulyadi 2, Heri Supomo 3 1 Mahasiswa Teknik Kelautan FTK-ITS, 2 Staf Pengajar Teknik Kelautan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. BAJA PADUAN RENDAH KEKUATAN TINGGI (HSLA) Baja HSLA adalah baja karbon rendah dengan paduan mikro dibawah 1% yang memiliki sifat mekanis yang baik antara lain: kekuatan, ketangguhan,

Lebih terperinci

Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida

Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida Laju Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat dan Dalam Larutan Natrium Klorida Diah Riski Gusti, S.Si, M.Si, jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi Abstrak Telah dilakukan penelitian laju korosi baja dalam

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Laporan Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK SARANG SEMUT TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN HCL 0.5M DAN H 2 SO 4 Saudah 2710100113 Dosen Pembimbing Prof. Dr.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl Saddam Husien NRP 2709100094 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST, M.Sc PENDAHULUAN

Lebih terperinci

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI BAB II DASAR TEORI 2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau berkurangnya mutu suatu material baik material logam maupun non logam karena bereaksi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK * Ir. Soewefy, M.Eng, ** Indra Prasetyawan * Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( )

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( ) SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl Oleh : Shinta Risma Ingriany (2706100025) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono,

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON DENGAN MENGGUNAKAN AIR LAUT DAN H 2 SO 4

ANALISIS LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON DENGAN MENGGUNAKAN AIR LAUT DAN H 2 SO 4 ANALISIS LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON DENGAN MENGGUNAKAN AIR LAUT DAN H 2 SO 4 Kevin J. Pattireuw, Fentje A. Rauf, Romels Lumintang. Teknik Mesin, Universitas Sam Ratulangi Manado 2013 ABSTRACT In this

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

Available online at Website

Available online at Website Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh PWHT dan Preheat pada Kualitas Pengelasan Dissimilar Metal antara Baja Karbon (A-106) dan Baja Sri Nugroho, Wiko Sudiarso*

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah AISI 1010 yang dipotong berbentuk balok dengan ukuran 55mm x 35mm x 8mm untuk dijadikan sampel dan

Lebih terperinci

MODEL PENGARUH INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI

MODEL PENGARUH INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI MODEL PENGARUH INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI Tugas Akhir Diajukan sebagai syarat mengikuti sidang Sarjana Matematika Program Studi Matematika Institut Teknologi Bandung disusun oleh: Adwitha Yusuf 10103020

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN (Studi Kasus: PT.FREEPORT INDONESIA, Papua) Oleh : NAMA : PETRUS KADEPA NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau alami, yang dapat digunakan untuk setiap periode waktu, secara keseluruhan atau sebagai

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN komposisi tidak homogen akan memiliki perbedaan kelarutan dalam pembersihan, sehingga beberapa daerah ada yang lebih terlarut dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Ketika oksida dihilangkan dari permukaan,

Lebih terperinci

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012 08/01/2012 MATERI KE II Pengujian merusak (DT) pada las Pengujian g j merusak (Destructive Test) dibagi dalam 2 bagian: Pengujian di bengkel las. Pengujian skala laboratorium. penyusun: Heri Wibowo, MT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 27.000 MWe yang tersebar di Sumatera bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali

TINJAUAN PUSTAKA. logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Dasar Korosi adalah hasil atau produk dari reaksi kimia antara logam ataupun paduan logam dengan lingkungannya [Jones, 1996]. Korosi menjadikan logam kembali kebentuk campuran

Lebih terperinci

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41 C.8 PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41 Fauzan Habibi, Sri Mulyo Bondan Respati *, Imam Syafa at Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci