Gambar I. Garis-garis viabilitas benih dalam Konsepsi Steinbauer- Sadjad (Sadjad, 1994)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar I. Garis-garis viabilitas benih dalam Konsepsi Steinbauer- Sadjad (Sadjad, 1994)"

Transkripsi

1 11. TINJAUAN PUSTAKA Viabilitas Benih Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang ditunjukkan oleh fenomena pertumbuhan benih atau gejala metabolismenya. Periode viabilitas benih merupakan suatu perjalanan waktu dari seluruh hidup benih. Pada Konsepsi Steinbauer-Sadjad (Garnbar 1) viabilitas dimulai dari antesis sampai benih mati. Periode viabilitas dibagi atas Periode I sebagai Periode Pembangunan Benih, Periode I1 yaitu Periode Simpan dan Periode 111 yaitu Periode Kritikal (~adjad, 1994). Keterangan: Vp = Viabilitas potensial; Vg = Vigor; PKs = Periode Konservasi sebelum simpan; PK.r = Periode Konservasi sebelum tanam; Vss = Viabilitas sesungguhnya; D = Nilai Delta. Gambar I. Garis-garis viabilitas benih dalam Konsepsi Steinbauer- Sadjad (Sadjad, 1994) Periodisasi viabilitas benih tidak sekadar menjabarkan proses viabilitas be- nih pada seri waktu, tetapi dapat berfungsi sebagai parameter viabilitas benih

2 (Sadjad, 1994). Dengan demikian viabilitas benih dalarn bentuk garis dapat menjabarkan status viabilitas benih secara absolut dm simulatif. Lot benih pada Periode I1 mengindikasikan bahwa lot benih masih memiliki vigor yang tinggi, sebaliknya lot benih yang sudah berada pa& Pcriode I11 mengindikasikan lot benih yang tidak memiliki vigor untuk disimpan lagi. Parameter lot benih mencakup Viabilitas Potensial (Vp) dan Vigor (V, ) (Sadjad, 1994). Apabila lot benih memiliki pertumbuhan normal pada kondisi optimum, lot benih itu memiliki kemampuan potensial. Masalah yang dihadapi adalah bahwa kondisi di lapang produksi tidak selalu dalam kondisi optimum, sehingga apabila lot benih tersebut menghadapi kondisi sub optimum, kemampuan potensial itu belurn tentu dapat mengatasinya. Lot benih mempunyai kemampuan lebih dari potensial, apabila mampu menghasilkan pertanaman normal dalam kondisi sub optimum. Lot benih demikian mempunyai parameter viabilitas yang disebut vigor yang tinggi. Vigor benih merupakan unsur kualitas benih yang dinyatakan sebagai suatu potensial untuk berkecambah cepat dan pertumbuhan bibit yang cepat pada kondisi lapang yang beragam (Heydecker, 1972). Vigor benih berbeda dengan viabilitas benih atau kemampuan berkecambah. Dalam suatu lot benih persentase viabilitas atau perkecambahan memberikan informasi tentang perkiraan jurnlah maksimurn bibit yang kemungkinan dihasilkan dalam kondisi laboratorium yang optimum. Indeks vigor suatu lot benih mengindikasikan kemungkinan penampakan di lapang, sehingga lebih mendekati perkiraan pertanaman di lapang, kecepatan tumbuh tanaman dan produksi. Ching (1982) mengemukakan bahwa ekspresi vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik, kondisi perkembangan, panen dan penyimpanan benih serta lingkungan perkecambahan benih.

3 Abdul Baki (1980) dalam Ching (1982) mengemukakan beberapa mekanisme biokimia yang dapat dikaitkan dengan vigor benih yaitu : (1) Kecepatan dan kemampuan reorganisasi dan pulihnya kembali kondisi sitoplasma dan kondisi membran pada awal imbibisi benih ;(2) efisiensi dalam penggunaan substrat sederhana misalnya glukosa untuk komponen selular ;(3) kecepatan sintesis ECNA dan protein ;(4) sintesis dan kompetensi mitokondria khususnya enzim-enzim siklus Krebs, senyawa untuk transport elektron (sitokrom) dan efisiensi fosforilasi ; (5) stabilitas protein dan enzim ;(6) integritas plastida Ching (1982) menyatakan bahwa vigor benih ditinjau dari beberapa aspek : (1) efisiensi kepulihan dan reaktivasi keseluruhan sistern yang ada pada benih, semakin kompeten awal pembentukan sistem-sistem dari membran, enzim, protein, asam nukleat dan organel-organel sel maka semakin tinggi vigor benih tersebut ; (2) sintesis yang cepat dan cukup bagi enzim-enzim dan organel untuk degradasi cadangan makanan dalam mensuplai substrat untuk perturnbuhan bibit; (3) kecepatan penyarnpaian informasi genetik dalam transkripsi dan translasi mrna untuk enzimenzim anabolik dan protein struktural, trna untuk sintesis protein dari jaringan dan organ yang berbeda-beda, rrna untuk ribosom dan replikasi DNA untuk sel-sel baru ; (4) adanya lingkungan mikro biosintesis yang optimum khususnya substrat, energi, koenzim, kofaktor, efektor, aktivator, kekuatan ionik, ph, air, suhu, oksigen dan sebagainya. Untuk mendeteksi parameter viabilitas lot benih tertentu digunakan tolok ukur yang spesifik, misalnya tolok ukur DB untuk parameter Vp dan Keserempakan Tumbuh (KsT) merupakan tolok ukur Vg (Sadjad, 1994). Vigor Kekuatan Turnbuh (VKT) dapat dicerminkan oleh keserempakan pertumbuhan benih. Pertanaman yang homogen atau yang rampak tumbuhnya menandakan kekuatan tumbuh lot benih itu

4 tinggi. Hasil penelitian Saenong (1986) menunjukkan bahwa benih dengan keserempakan tumbuh tinggi mernpunyai vigor daya simpan (VDS) yang tinggi. Oleh karena itu KS~ dapat dijadikan tolok ukur VD~. Viabilitas benih diindikasikan oleh berbagai tolok ukur, baik tolok ukur yang secara langsung menilai pertumbuhan benih, maupun secara tidak langsung dengan menilai gejala metabolismenya atau mengamati kondisi beberapa organel sel (Sadjad, 1994). Kandungan ATP pada benih yang telah mengalami proses imbibisi merupakan indikasi viabilitas benih (Ching, 1973). Pada Brassica napus L. ditunjukkan bahwa kandungan ATP benih yang sudah dilembabkan selarna 4 hari berkorelasi positif dengan panjang kecarnbah, bobot basah maupun bobot kering kecarnbah. Perbedaaan viabilitas benih yang disebabkan oleh proses kemunduran alami maupun buatan dengan suhu tinggi, menunjukkan kandungan ATP lebih rendah secara nyata dibandingkan benih baik. Ching er al. (1977) meneliti beberapa indikasi vigor benih pada Hordeum vulgare L. yaitu bobot benih, kandungan ATP bibit urnur 3 hari, kandungan total adenosin fosfat bibit umur 3 hari, aktivitas enzim a amilase endosperma bibit umur 5 hari, bobot kering bibit umur 7 hari dan panjang bibit urnur 3 hari dikorelasikan dengan kecepatan tumbuh di lapang. Semua indikasi yang diteliti menunjukkan korelasi positif, namun bobot benih, kandungan ATP, kandungan total adenosin fosfat dan bobot kering bibit urnur 7 hari merupakan indikasi vigor benih yang baik untuk memprakirakan kecepatan tumbuh di lapang. Komposisi Cadangan Energi Benih Cadangan energi di dalam benih sebagian besar tersusun oleh karbohidrat, lemak dan protein. Selain itu di dalarn benih juga terdapat cadangan lain yang tidak

5 kalah penting, walaupun dalam jumlah yang sedikit misalnya, fitin, alkaloid, zat pengatur tumbuh dan vitamin. Pati merupakan karbohidrat yang paling umum ditemukan sebagai cadangan makanan benih. Pati tersimpan dalam bentuk amilosa dan amilopektin (Bewley dan Black, 1985). Lemak sebagai cadangan makanan benih dalam bentuk trigliserida yaitu ester dari gliserol dan asam lemak (Copeland, 1976). Asam lemak dibedakan atas asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh memiliki satu atau lebih ikatan rangkap misalnya oleat, linoleat dan linolenat. Sebaliknya asarn lemak yang tidak ada ikatan rangkapnya disebut asam lemak jenuh, misalnya palmitat, stearat dan laurat. Komposisi asam lemak pada benih kedelai berdasarkan persentase bobot lemak sebagai berikut : palmitat 11 %, stearat 2 Oh, oleat 20 %, linoleat 64 %, linolenat 3 %. Osborne (1924) dalam Bewley dan Black (1994) mengklasifikasikan protein di dalam benih menjadi empat kelas berkaitan dengan kelarutannya, albumin yaitu protein yang larut di dalam air dan buffer ph netral ; glutelin yaitu protein yang larut di dalam asam atau basa, prolamin yaitu protein yang larut di dalam alkohol % ; dan globulin yaitu protein yang larut dl dalam larutan garam. Protein simpan yang terdapat pada benih kedelai yang rnasak sebagian besar adalah globulin yaitu glycinin dan P-conglycinin. Fitin adalah kompleks garam kalsium, magnesium dan kalium dari asam inositolheksafosfat (asam fitat). Selain itu di dalam fitin terkandung pula Fe, Mn, Cu

6 12 dan kadang-kadang Na (Bewley dan Black, 1994). sebagai berikut Strvktur molekul asam fitat Kandungan unsur anorganik dalam fitin bervariasi antar spesies. Pada kedelai kandungan Mg (0.22%), Ca (0.13 %) dan K (2.18 %) berdasarkan persentase bobot kering. Pada sel benih fitin berada dalam bentuk globoid di dalamprotein body. Dari hasil penelitian pada perkembangan endosperma benih jarak dengan menggunakan mikroskop elektron, hipotesis tentang sintesis fitin dapat dilihat pada Gambar 2. Ada kemungkinan bahwa aparatus golgi juga berperan dalam pengemasan dan pembentukan vesikel transpor. Jalur biosintesis asam fitat adalah : myo-inositol-1-p disintesis dari Glc-6-P selanjutnya ditambahkan Lima fosfat sehingga terbentuk asam myoinositol heksafosfat. ATP berperan sebagai donor P dalam pembentukan asam myoinositol heksafosfat (Bewley dan Black, 1994).

7 Keterangan : CER = retikulum endoplasmik sisternal CW = dinding sel, G = globoid, L = oil body M = mitokondria, PB =protein body, pl = plastid Tahapan sintesis fitin sebagai berikut :(I) sintesis fitin berasosiasi dengan retikulum endoplasmik sisternal sebelum dikemas dalam vesikel transpor ;(11) terjadi migrasi ke membran vakuola ; (111) d m IV) te rjadi fusi-fitin dengan membran vacuola ;(IV) dan (V) partikel fitin dilepas ke dalam lumen vakuola ; (VI) kondensasi dalam vakuola dan mernbentuk globoid Garnbar 2. Diagram sintesis fitin dan mekanisme penimbunan fitin (Bewley dm Black, 1994). Hasil penelitian Earley dan DeTurk (1944) menunjukkan bahwa selama perkembangan benih jagung te rjadi akumulasi P dalam bentuk fitin dalarn jumlah besar. Peran fisiologi asam fitat adalah sebagai cadangan simpan P, terlihat dari sebagian besar P pada benih gandum yang masak dalam bentuk asam fitat (Williams, 1970). Senyawa ini &an dihidrolisis menjadi fosfat anorganik, pada awal-awal perkecarnbahan. Asam fitat juga terlibat dalam sintesis protein (Morton dan Raison (1963) dalam Williams, 1970).

8 Akumulasi asam fitat selama perkembangan benih sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tumbuh tanaman induk. Pada kondisi cekaman kecepatan akumulasi maksimum asam fitat pada aleuron benih gandum terjadi pada hari ke-23, sedangkan pada kondisi normal terjadi pada hari ke-28 (Williarns,l970). Kandungan asam fitat dalam benih bervariasi antar kultivar maupun spesies. Hasil analisis kandungan asam fitat pada benih jagung Arjuna dan Genjah Kuning sarna, sedangkan pada Hawai SS. kandungannya lebih rendah (Suwarno, 1995). Metabolisme Senyawa P selama Perkecambahan Senyawa P di dalam benih sebagian besar berada dalam bentuk organik, sedangkan dalam bentuk anorganik jumlahnya sangat kecil. Di antara senyawa organik yang mengandung P di dalam benih adalah asam nukleat, fosfolipid, nukleotida dan fitin (Mayer dan Mayber, 1982). Fitin merupakan mayoritas cadangan P di dalam benih, kurang lebih 80 % dari total P dalam benih. Sebagian besar P ada dalam bentuk terikat, sehingga ortofosfat menjadi faktor pembatas dalam beberapa reaksi yang berkait dengan P, misalnya sintesis fosfolipid, protein, asam nukleat dan proses pembentukan energi. Pada benih kapas yang sedang berkecambah kandungan fitin merosot tajam dan hampir habis pada hari ke-6 (Ergle dm Guin (1959) dalarn Mayer dan Mayber, 1982), sedangkan jumlah fosfat anorganik meningkat sampai 16 kali. Menurunnya kandungan fitin secara tajam selama perkecambahan benih juga terlihat pada benih gandum, oat, lettuce dan benih-benih lain. Berdasarkan fenomena tersebut diperkirakan bahwa fitin merupakan cadangan P dl dalam benih yang sangat penting.

9 Pada benih kedelai kandungan asam fitat sebagai produk hidrolisis fitin oleh fitase menunjukkan peningkatan mulai hari ke-1 sampai hari ke-3 secara tajam, lalu terjadi penurunan secara tajam pada hari ke4 (Widajati, 1992). Pada benih yang ditumbuhkan pada kondisi cekaman tekanan osmotik terlihat jumlah sisa asarn yang lebih banyak dibanding benih yang ditumbuhkan dalarn kondisi optimum. Hal ini menunjukkan bahwa benih yang ditanam dalam kondisi sub optimum kurang dapat memanfaatkan asam fitat di dalam benih, sehingga energi untuk perkecambahan lebih sedikit. Kurangnya energi untuk perkecambahan terlihat pada bobot kering kecambah yang lebih rendah. Enzim fitase merupakan enzim yang mendegradasi fitin pada awal perkecambahan benih. Enzim tersebut memiliki semua sifat enzim fos- fomonoesterase non spesifik (Williams, 1970). Jika enzim tersebut mengkatalisis reaksi pembentukan ATP, maka tipe reaksinya sebagai berikut : n Asam fitat + inositol pentafosfat ADP ATP ADP ATP inositol tetrafosfat Fitase menghidrolisis fitin melepaskan P, kation-kation dan myoinositol. Fosfat yang dilepaskan dimanfaatkan dalam proses respirasi atau pembentukan makromolekul di bagian poros embrio. Myoinositol diduga digunakan untuk pem- bentukan dinding sel, karena senyawa tersebut adalah prekursor pentosil dan uranosil yang biasanya berasosiasi dengan pektin dan polisakarida-polisakarida dinding sel lainnya (Bewley dan Black, 1985). Perubahan senyawa P dalarn benih yang sedang berkecambah diantaranya adalah perubahan nukleosida dan nukleotida (Brown (1965) dalam Mayer dan Mayber, 1982). Selama periode 40 jam imbibisi tingkat AMP dan ADP menurun,

10 sedangkan ATP meningkat hampir 10 kali pada jam-jam pertama imbibisi sampai 16 jam, kemudian setelah itu terjadi penurunan. osintesis ATP me~pakan senyawa berenergi yang diperlukan untuk setiap jalur bi- maupun kerja biologi misalnya pergerakan, transpoe, perbaikan dan sebagainya. Selama perkecambahan, poros embrio tidak hanya memiliki enzim, substrat dan kofaktor untuk sintesis ATP, tetapi juga enzim-enzim yang meng- konversi adenin dan adenosin menjadi ATP (Ching, 1982). ATP selular dibentuk dari ADP melalui sistem transport elektron Woroplas, mitokondria, membran retikulum endoplasmik, membran nukleus, melalui jalur glikolisis dan siklus Krebs. Pada benih yang sedang berimbibisi tampaknya ada beberapa kemungkinan mekanisme sintesis ATP (Anderson dan Gupta, 1986). Skema mekanisme sintesis ATP dapat dilihat pada Gambar 3. Dari beberapa substrat tersebut, adenin dan ade- nosin nyata meningkatkan sintesis ATP, masing-masing sebesar 206 % dan 175 %. Substrat tersebut juga terdapat dl dalam benih. Hasil penelitian Anderson (1977) menunjukkan adenin dan adenosin menurun selama perkecambahan dan dikonversi menjadi AMP oleh fosforibosilpirofosfat menjadi ATP. transferase dm adenosin kinase lalu Sintesis ATP pada poros embrio kedelai dipengaruhi oleh jenis substrat se- bagai prekursor ATP (Anderson, 1977). Beberapa jenis substrat yang digunakan untuk larutan imbibisi adalah adenin, adenosin, inosin, hiposantin, guanin, guanosin, A m, CAMP, D-ribosa, buffer fosfat ph 6 dan glukosa. Dengan meng- gunakan larutan substrat untuk imbibisi, sintesis ATP menjadi Iebih besar 93 % dibanding kontrol aquades. Pada benih kering jumlah ATP sangat kecil, setelah imbibisi jumlah ATP pada poros embrio meningkat dengan cepat, sementara itu jumlah AMP menurun.

11 Tingkat ADP tetap rendah dan tidak banyak berubah selama proses imbibisi (Anderson dan Gupta, 1 986). DE NOVO ADENINE \ / ADENOSINE AMP-ADP-ATP 0- Gambar 3. Skema mekanisme sintesis ATP (Anderson dan Gupta, 1986) Hasil penelitian Abu-Shakra dan Ching (1967) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas mitokondria pada benih kedelai yang baru dipanen beberapa bulan dibandingkan benih yang sudah berumur 3 tahun. Walaupun benih yang sudah disimpan 3 tahun memiliki DB 80 %, namun kecepatan tumbuhnya lebih Iambat. Mitokondria dari kedua lot benih tersebut memperlihatkan absorbsi oksigen yang sarna, namun jurnlah fosfat anorganik yang diesterifikasi oleh mitokondria dari benih yang baru dipanen dua kali lebih banyak dari benih tua. Invigorasi Benih. Invigorasi adalah suatu proses bertambahnya vigor benih (Sadjad, 1994). Pada benih-benih yang telah mundur sarnpai tingkat tertentu, pemulihan pada organel-organel selnya dapat terjadi (Berjak (1968) dalam Roberts, 1972). Pada kemunduran tipe I, struktur mitokondria yang abnormal dapat pulih kembali setelah 48 jam imbibisi. Hal ini te jadi juga pada plastid. Pada kemunduran lebih

12 lanjut, ketidak normalan dari struktur organel sel tidak dapat pulih. Invigorasi dapat dilakukan dengan metode priming (Murray dan Wilson, 1987). Priming pada prinsipnya adalah mengatur jurnlah air yang diimbibisi oleh benih, serta mengatur kecepatan masuknya air ke dalam benih (Murray dan Wilson, 1987). Perlakuanpriming sering pula disebut dengan istilah lain yaitu conditioning. Beberapa metode priming dapat dilakukan yaitu : 1. Hydropriming yaitu priming dengan cara merendam benih dalam air selarna 5 jam lalu diikuti dengan perlakuan inkubasi pada kondisi kelembaban nisbi 100 % dan suhu kamar selama 3 hari (Fujikura et al., 1993; ~ och et al., 1992) 2. Osmotic priming yaitupriming dengan cara menempatkan benih dalam larutan osmotik, misalnya larutan PEG, KH2P04, KC1, K3P04, KN03, MgS04, NaC1, gliserol dm sebagainya (Murray dan Wilson, 1987). Osmolicpriming sering juga disebut dengan istilah osmopriming (Khan, 1992; Garcia, Jimenez dan Vazquez- Ramos, 1995) atau osmoconditioning (Khan, 1992 ; Armstrong dan McDonald, 1992). 3. Matriconditioning yaitu priming dengan cara menempatkan benih pada media padatan yang ielah dilembabkan, misalnya pada vermikulit (Khan, 1992; Jeng dm Sung, 1994) dan abu gosok (Yunitasari, 1995) Menurut Murray dan Wilson (1987) perlakuan osmotic priming pada beberapa tanaman, misalnya barley, bit, wortel, bawang, kedelai dan jagung dapat mem- percepat perkecarnbahan pada suhu rendah dan memperbaiki keserempakan tumbuh. Hasil penelitian Brocklehurst, Dearman dan Drew (1987) menunjukkan bahwa osmotic priming pada beberapa benih sayuran menunjukkan adanya invigorasi yang terlihat dari perkecambahan yang cepat dan seragam. Perlakuan osmotic priming dapat meningkatkan bobot basah sampai 33 % pada bibit wortel, 182 % pada

13 seledri dan 47 % pada bawang dibanding kontrol. Pengeringan kembali setelah benih diberi perlakuan osmotic priming menunjukkan bobot tanaman yang lebih tinggi 34 % pada wortel, 142 % pada seledri dm 32 % pada bawang Hasil penelitian Munthe (1992) menunjukkan bahwa perlakuan osmotic priming pada benih kacang tanah dengan larutan KHzP04 menunjukkan invigorasi, terlihat dari tolok ukur bobot kering kecambah total yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan PEG Namun pada tolok ukur DB dan Ks7, kedua perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang sama. Perlakuan osmotik -7.5 bar atau setara dengan g KH2P04 I1 air atau g PEG '6000/1 air merupakan perlakuan yang menghasilkan peningkatan DB terbesar yaitu dari 78 % menjadi 87 %. Perlakuan PEG 6000 dapat meningkatkan vigor benih kedeiai. Proses invigorasi tersebut terlihat dari waktu perkecambahan yang lebih awal, peningkatan kecepatan berkecambah dan pemunculan bibit pada sdu sub optimum yaitu ~ O C dan 15O~. Konsentrasi optimum untuk osmotic priming adalah 30 g PEG 6000/100 ml air dengan periode waktu 4-8 hari. Perlakuan pengeringan ke bobot kering awal tidak mempengaruhi efek dari osmotic priming (Knypl dan Khan, 1981) Perlakuan osmotic priming dengan PEG pada benih tomat menunjukkan adanya proses invigorasi. Konsentrasi PEG dengan periode imbibisi 12 hari dapat meningkatkan DB dm panjang akar serta bobot kering bibit. Semakin meningkatnya konsentrasi PEG dan semakin lamanya periode imbibisi menyebabkan penman viabilitas (Saxena dan Singh, 1987). Hasil penelitian Alvrado, Bradford dan Hewitt (1987) pada benih tomat juga menunjukkan bahwa benih yang diberi perlakuan osmotic priming dengan PEG 6000 maupun KNO3

14 menunjukkan adanya proses invigorasi terlihat dari pemunculan bibit yang lebih awal dan seragam serta merniliki bobot kering tanaman dan indeks luas dam yang Iebih tinggi dibanding kontrol. Perlakuan hydropriming sebelum semai akan menghasilkan pengaruh yang baik bila perlakuan tersebut dilakukan dalam kondisi aerob (Koch et al., 1992). Pada benih Triticum aestivum L. perlakuan hidrasi dalam kondisi aerob menghasilkan b, DB, panjang plurnula dan bobot kering akar yang lebih tinggi dibanding kondisi anaerob. Pada benih yang baik (DB 95 O/o) tidak terlihat perbedaan pengaruh antara kontrol dengan perlakuan hidrasi. Perbedaan antar per- lakuan terlihat pada benih dengan DB 79 % yang diperoleh melalui proses pengu- sangan cepat, dengan cara benih berkadar air 18 % dishpan pada suhu 45 OC selama 4 hari. Pada benih Avena sativa L. hidrasi benih sebelum tanam dalam kondisi aerob dapat mempercepat tumbuh benih di lapang maupun produksi yang lebih tinggi (Hoffman, Koch dan Steiner, 1992). Matriconditioning dengan vermikulit sebelurn tanarn memberikan pengaruh positif terhadap benih kacang tanah yang dimundurkan secara buatan dengan perlakuan suhu 45OC dan kelembaban nisbi 75 % selama 6 hari (Jeng dan Sung, 1994). Perlakuan matricondifioning meningkatkan bobot kering dan panjang bibit serta aktivitas beberapa enzim. Beberapa enzim yang meningkat aktivitasnya ada- lah katalase, peroksidase, isositrat liase dan malat sintetase. Proses invigorasi juga dapat terjadi pada benih kedelai yang mengalami kemunduran buatan. Benih yang telah diusangkan dengan perlakuan suhu 41 c dan kelembaban nisbi 100 O h selama 48 jam, memiliki DB 52 %. Lot benih tersebut dapat mengalami proses invigorasi setelah perlakuan osmotic priming, yang ditunjukkan oleh peningkatan DB menjadi 70 % (Shatters et al., 1994). Proses

15 invigorasi pada lot tersebut juga ditunjukkan oleh tolok ukur &T pemunculan bibit. dan persentase Aktivitas malat dehidrogenase hanya sedikit dipengaruhi oleh perlakuan osmoticpriming pada benih kedelai yang tidak dimundurkan. Pada benih yang di- mundurkan selama 48 jam terlihat bahwa osmotic priming menurunkan intensitas pewarnaan pada enzim malat dehidrogenase. Analisis aktivitas isoenzim glutamat dehidrogenase (GDH) pada benih baik menunjukkan osmotic priming tidak menyebabkan peningkatan intensitas pewarnaan. Namun osmotic priming dapat meningkatkan intensitas pewarnaan isoenzim GDH pada benih yang diusangkan selama 48 jam. Sedangkan isoenzim esterase merupakan isoenzim yang paling sensitif terhadap perlakuan pengusangan (Shatters et al., 1994). Hydropriming adalah suatu perlakuan dengan merendam benih dalarn air selama 5 jam diikuti dengan inkubasi dalam wadah tertutup dengan kelembaban nisbi 100% pada suhu 23O~ selama 3 hari. Perlakuan tersebut dapat menginvigorasi benih yang ditunjukkan oleh tolok ukur kecepatan berkecambah benih caulzj7ower khususnya pada lingkungan suhu rendah (IoOC). Perlakuan hydropriming hanya efektif pada benih yang tidak diusangkan. Pada benih yang diusangkan secara fisik perlakuan osmotic priming dengan PEG 6000 menunjukkan invigorasi dilihat dari peningkatan persentase bibit normal yang lebih tinggi dibanding perlakuan hydropriming (Fujikura et al., 1993 ) Pada benih kedelai yang diberi perlakukan hydropriming dengan air menunjukkan kebocoran membran yang lebih tinggi dibandingkan benih yang diberi perlakuan dengan PEG Perlakuan dengan PEG 6000 akan mengatur laju penyerapan air, sehingga memungkinkan (Armstrong dan McDonald, 1992). pemantapan integritas membran

16 Hasil penelitian Smith dan Cobb (1992) pada benih cabai yang diberi perlakuan osmotic priming dengan 300 mm NaCl menunjukkan adanya pengaruh terhadap metabolisme benih. Kandungan protein terlarut meningkat 64 % pada benih yang diberi perlakuan osmotic priming dibanding kontrol. Demikian pula aktivitas enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase meningkat 50 Oh, sedangkan enzim 6-fosfoglukonat dehidrogenase tidak menunjukkan perbedaan antara benih yang diberi perlakuan osmotic priming dengan kontrol. Osmofic priming secara urnum dapat memperbaiki kualitas benih, karena mempercepat perkecambahan dan memperbaiki keseragaman pertumbuhan bibit. Pengaruh yang menguntungkan pada osmotic priming berkaitan dengan perubahan fisiologi yang terjadi pada embrio. Perbaikan penampakan bibit sesudah osmotic priming dapat diterangkan dengan mekanisme perbaikan DNA secara lengkap selama periode osmoticpriming (Osborne dalam Lanteri et al., 1994 ) Hasil penelitian Lanteri ef al. (1994) menunjukkan adanya korelasi positif induksi sintesis DNA dengan menurunnya waktu rata-rata untuk berkecambah. Pada benih cabai yang telah diberi perlakuan osmotic priming reinduksi sintesis DNA 12 jam lebih awal dari pada benih yang tidak diberi perlakuan. Perlakuan osmofic priming dengan -1.1 MPa dengan PEG 6000 baik pada cabai maupun tomat menunjukkan perlakuan yang paling efektif untuk meningkatkan sintesis DNA. Konsumsi Energi Benih Status energi benih selama pembentukan, penyimpanan dan perkecambahan sangat penting dalam kaitannya dengan ekspresi vigor benih (Ching, 1982), makin tinggi status energi maka pertumbuhan makin besar dan cepat. Jaringan simpan

17 benih seperti endosperma pada monokotil, kotiledon pada dikotil dan gametopit pada Girnnospermae, status energinya berubah secara bertahap karena imbibisi, stratifikasi dan aktivitas biosintesis. Efisiensi fosforilasi pada mitokondria benih kedelai bervigor tinggi lebih efisien dibandingkan benih bewigor rendah karena proses deteriorasi (Abu-Shakra dan Ching, 1967). FosforiIasi yang sangat efisien juga te jadi pada mitokondria yang diisolasi dari jagung dan gandurn hibrida (Ching, 1982). Fosforilasi yang efisien merupakan gambaran status energi dan berkorelasi positif dengan pertumbuhan. Tingkat konsurnsi energi selama perkecambahan dapat ditunjukkan oleh pemanfaatan cadangan asam fitat di ddam benih (Widajati, 1992). Benih kedelai yang bervigor tinggi mampu memanfaatkan asarn fitat lebih baik dibandingkan dengan benih bervigor rendah. Kemampuan tersebut diduga berkaitan erat dengan ketersediaan energi untuk sintesis senyawa baru pada embrio, yang tercermin dari bobot kering kecambah yang lebih tinggi pada benih bewigor tinggi. Ketersediaan glukosa pada benih yang sedang berkecambah menggambarkan status energi benih tersebut. Hal ini ditunjukkan adanya korelasi positif antara kandungan glukosa dengan bobot kering kecambah dan tingkat viabilitas pada benih kedelai (Widajati, 1992). Jumlah glukosa yang tinggi berkaitan dengan aktivitas enzim amilase yang tinggi selama proses perkecambahan. Blending Lot benih pada hakekatnya merupakan campuran individu-individu benih baik, sedang dan jelek, oleh karena itu informasi viabilitas mengikuti kurva distribusi normal. Dalam aspek praktisnya kita dapat mencampur antar dua atau lebih lot benih sehingga akan didapatkan komposisi lot benih yang lebih baik. Greg ef a/.

18 (1970) mendefinisikan bahwa blending adalah mencarnpur dua atau lebih lot benih sehingga dihasilkan lot benih yang lebih homogen. Lot benih dengan DB yang sudah sedikit menurun di bawah standar kelulusan dapat diblending dengan lot benih dengan DB tinggi, sehingga dihasilkan lot yang perkecambahannya berada dalam standar kelulusan. Blending dapat dilakukan juga pada lot-lot dengan perbedaan campuran varietas lain, konsentrasi biji gulma rnaupun kotoran fisik, sehingga diperoleh lot campuran yang lebih seragam. Blending yang benar sulit dilaksanakan dan memerlukan ketelitian pada alatnya sehingga akan diperoleh lot campuran yang benar-benar seragam. ' Alat blending dapat dilihat pada Gambar 4. Fenomena pulih vigor diduga dapat dimanfaatkan untuk indikator dalam penentuan suatu lot benih dapat digunakan untuk tujuan blending. Lot benih yang sudah menurun viabilitasnya dan setelah uji invigorasi termasuk kelompok benih vigor sedang dapat digunakan untuk blending. Blended seed mempakan campuran benih vigor tinggi dan sedang dengan berbagai variasi rasio. Batas rasio yang dapat diterima adalah rasio-rasio yang merniliki delta relatif konstan apabila campuran lot tersebut diinvigorasi (Gambar 5).

19 Gambar 4. Diagram pergerakan benih dalam alat blender conveyor spiral vertikal (Greg ef al., 1970) Gambar 5. Teoritis tentang aplikasi osmoticpriming untuk indikator blending

(1981) adalah menurunnya potensi tumbuh rnaksimum, daya berkecambah dan vigor

(1981) adalah menurunnya potensi tumbuh rnaksimum, daya berkecambah dan vigor I. PENDAHULUAN Latar Belakang Selama periode penyimpanan benih mengalami kemunduran yang disebabkan oleh faktor-faktor alami. Proses ini disebut deteriorasi. Kemunduran benih dapat juga tejadi oleh tindakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh tingginya vigor awal yang merupakan hasil dari faktor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Benih Kedelai Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang relatif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baku industri, pakan ternak, dan sebagai bahan baku obat-obatan. Di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. baku industri, pakan ternak, dan sebagai bahan baku obat-obatan. Di Indonesia, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi, selain itu kedelai juga digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai II. TINJAUAN PUSTAK A 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang, dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Al-Qur an telah disebutkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah diisyaratkan dalam Al-Qur an jauh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi Mengenai Buncis Secara Umum Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Amerika. Buncis merupakan tanaman musim panas yang memiliki tipe

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi buncis

Lebih terperinci

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan. Pertemuan : Minggu ke 13 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Perkembangan buah dan biji Sub pokok bahasan : 1. Terbentuknya biji 2. Perkembangan buah 3. Perkecambahan biji 4. Penuaan dan kematian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Karakterisitik Benih Kedelai Kedelai varietas Grobogan memiliki umur polong berkisar 76 hari, bobot biji berkisar 18 g/ 100 biji. Warna kulit biji kuning muda dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Secara struktural benih itu sama dengan biji tumbuhan yang dihasilkan dari ovula yang dibuahi. Tetapi secara fungsional benih itu tidak sama dengan biji, sebab benih digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERFORMANSI BENIH KACANGAN DENGAN PERLAKUAN INVIGORASI. Agus Ruliyansyah 1

PENINGKATAN PERFORMANSI BENIH KACANGAN DENGAN PERLAKUAN INVIGORASI. Agus Ruliyansyah 1 Perkebunan dan Lahan Tropika ISSN: 2088-6381 J. Tek. Perkebunan & PSDL Vol 1, Juni 2011,hal 13-18 PENINGKATAN PERFORMANSI BENIH KACANGAN DENGAN PERLAKUAN INVIGORASI Agus Ruliyansyah 1 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyimpanan Benih Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah mengkondisikan benih pada suhu dan kelembaban optimum untuk benih agar bisa mempertahankan mutunya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai merupakan tanaman semusim dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merr.) memiliki nilai ekonomi yang cukup

I. PENDAHULUAN. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merr.) memiliki nilai ekonomi yang cukup 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merr.) memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sebagai sumber protein pada berbagai bahan makanan yang berbahan baku kedelai,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan terluas diantara empat spesies phaseolus yang diusahakan dan semuanya berasal dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

Pertemuan : Minggu ke 7 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Respirasi dan metabolisme lipid Sub pokok bahasan : 1. Respirasi aerob 2.

Pertemuan : Minggu ke 7 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Respirasi dan metabolisme lipid Sub pokok bahasan : 1. Respirasi aerob 2. Pertemuan : Minggu ke 7 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Respirasi dan metabolisme lipid Sub pokok bahasan : 1. Respirasi aerob 2. Respirasi anaerob 3. Faktor-faktor yg mempengaruhi laju respirari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan tanaman diawali oleh proses perkecambahan, ada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan tanaman diawali oleh proses perkecambahan, ada beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan tanaman diawali oleh proses perkecambahan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya seperti yang disebutkan dalam Al-Qur an yaitu

Lebih terperinci

organel yang tersebar dalam sitosol organisme

organel yang tersebar dalam sitosol organisme STRUKTUR DAN FUNGSI MITOKONDRIA Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang tersebar dalam sitosol organisme eukariot. STRUKTUR MITOKONDRIA Ukuran : diameter 0.2 1.0 μm panjang 1-4 μm mitokondria dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN

VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN Ika Nurani Dewi 1*, Drs. Sumarjan M.Si 2 Prodi Pendidikan Biologi IKIP Mataram 1* Dosen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi beras yang tinggi, hal ini dikarenakan kebiasaan dan tradisi masyarakat Indonesia ketergantungan dengan beras. Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan merupakan organisme yang tidak dapat bergerak bebas yang pertumbuhan dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar seperti suhu, kelembaban,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung di Indonesia merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Al-Qur an telah disebutkan ayat ayat yang menjelaskan tentang kekuasaan Allah, sehingga apa yang diciptakannya patut di syukuri dan dipelajari. Allah berfirman

Lebih terperinci

111. BAHAN DAN METODE

111. BAHAN DAN METODE 111. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman, Laboratorium

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Biologi

Antiremed Kelas 12 Biologi Antiremed Kelas 12 Biologi UTS BIOLOGI latihan 1 Doc Name : AR12BIO01UTS Version : 2014-10 halaman 1 01. Perhatikan grafik hasil percobaan pertumbuhan kecambah di tempat gelap, teduh, dan terang berikut:

Lebih terperinci

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S., FIK 2009

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S., FIK 2009 Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) 1 RETIKULUM ENDOPLASMA Ada dua jenis retikum endoplasma (ER) yang melakukan fungsi yang berbeda di dalam sel: Retikulum Endoplasma kasar (rough ER), yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP

FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP TUGAS MATA KULIAH NUTRISI TANAMAN FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP Oleh : Dewi Ma rufah H0106006 Lamria Silitonga H 0106076 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008 Pendahuluan Fosfor

Lebih terperinci

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat rampai atau tomat ranti banyak disukai oleh konsumen karena tomat mempunyai rasa yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA 2009/2010

DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA 2009/2010 DIKTAT PEMBELAJARAN BIOLOGI KELAS XII IPA 2009/2010 DIKTAT 2 METABOLISME Standar Kompetensi : Memahami pentingnya metabolisme pada makhluk hidup Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan fungsi enzim dalam proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur

Lebih terperinci

PERLAKUAN MATRICONDITIONING BENIH SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN VIGOR DAN VIABILITAS BENIH

PERLAKUAN MATRICONDITIONING BENIH SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN VIGOR DAN VIABILITAS BENIH PERLAKUAN MATRICONDITIONING BENIH SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN VIGOR DAN VIABILITAS BENIH Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan

Lebih terperinci

Seed Coating untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kakao. Sulistyani Pancaningtyas 1)

Seed Coating untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kakao. Sulistyani Pancaningtyas 1) Seed Coating untuk Meningkatkan Daya Simpan Benih Kakao Sulistyani Pancaningtyas 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penerapan teknologi seed coating sudah

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 4-5. METABOLISME Ada 2 reaksi penting yang berlangsung dalam sel: Anabolisme reaksi kimia yang menggabungkan bahan

Lebih terperinci

PROSES SINTESIS ASAM LEMAK (LIPOGENESIS)

PROSES SINTESIS ASAM LEMAK (LIPOGENESIS) PROSES SINTESIS ASAM LEMAK (LIPOGENESIS) Lipogenesis adalah pembentukan asam lemak yang terjadi di dalam hati. Glukosa atau protein yang tidak segera digunakan tubuh sebagian besar tersimpan sebagai trigliserida.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada. Sehubungan dengan peranan air bagi kehidupan Allah SWT berfirman dalam

BAB I PENDAHULUAN. ada. Sehubungan dengan peranan air bagi kehidupan Allah SWT berfirman dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup tumbuhan adalah air. Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup yang harus ada. Sehubungan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Berasal dari genus Oryza, famili Graminae (Poaceae) dan salah satu spesiesnya adalah Oryza

Lebih terperinci

Tabel Mengikhtisarkan reaksi glikolisis : 1. Glukosa Glukosa 6-fosfat. 2. Glukosa 6 Fosfat Fruktosa 6 fosfat

Tabel Mengikhtisarkan reaksi glikolisis : 1. Glukosa Glukosa 6-fosfat. 2. Glukosa 6 Fosfat Fruktosa 6 fosfat PROSES GLIKOLISIS Glikolisis merupakan jalur, dimana pemecahan D-glukosa yang dioksidasi menjadi piruvat yang kemudian dapat direduksi menjadi laktat. Jalur ini terkait dengan metabolisme glikogen lewat

Lebih terperinci

RESPIRASI SELULAR. Cara Sel Memanen Energi

RESPIRASI SELULAR. Cara Sel Memanen Energi RESPIRASI SELULAR Cara Sel Memanen Energi TIK: Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan cara sel memanen energi kimia melalui proses respirasi selular dan faktorfaktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi sumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Peningkatan petumbuhan jumlah penduduk

Lebih terperinci

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2017 METABOLISME Metabolisme adalah proses-proses

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

PENGUJIAN KADAR AIR BENIH

PENGUJIAN KADAR AIR BENIH PENGUJIAN KADAR AIR BENIH A. Pendahuluan. 1. Latar Belakang. Benih merupakan material yang bersifat higroskopis, memiliki susunan yang kompleks dan heterogen. Air merupakan bagian yang fundamental terdapat

Lebih terperinci

MAGNESIUM (Mg) bisa mengandung sejumlah besar Mg sebagai MgSO4. dibagi menjadi tiga, yaitu: nonexchangeable, exchangeable, dan bentuk terlarut

MAGNESIUM (Mg) bisa mengandung sejumlah besar Mg sebagai MgSO4. dibagi menjadi tiga, yaitu: nonexchangeable, exchangeable, dan bentuk terlarut MAGNESIUM (Mg) Kandungan Mg dalam kebanyakan tanah umumnya antara 0,05% pada tanah pasir, dan 0,5% pada tanah liat. Kandungan Mg dalam tanah liat tinggi karena Mg yang ada dalam mineral ferromagnesian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.). 2.1.1 Klasifikasi tanaman. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. Klasifikasi tanaman buah srikaya (Radi,1997):

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kulit batangnya. Kenaf sebagai tanaman penghasil serat banyak

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kulit batangnya. Kenaf sebagai tanaman penghasil serat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) merupakan tanaman penghasil serat yang berasal dari kulit batangnya. Kenaf sebagai tanaman penghasil serat banyak digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

FISIOLOGI PERKECAMBAHAN BENIH. Oleh : Eny Widajati

FISIOLOGI PERKECAMBAHAN BENIH. Oleh : Eny Widajati FISIOLOGI PERKECAMBAHAN BENIH Oleh : Eny Widajati Dapat dikaji dari beberapa aspek: - Morfologi - Fisiologi - Biokimiawi - Teknologi Benih Aspek Morfologi Aspek Fisiologi Terjadinya proses imbibisi diikuti

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A)

BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A) BIOLOGI JURNAL ANABOLISME DAN KATABOLISME MEILIA PUSPITA SARI (KIMIA I A) PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jalan Ir. H. Juanda No. 95

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas dan Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas dan Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Viabilitas dan Vigor Benih Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan bobot (massa), volume, jumlah sel, jumlah protoplasma dan tingkat kerumitan.biasanya, fase awal perkembangan awal

Lebih terperinci

METABOLISME MIKROORGANISME

METABOLISME MIKROORGANISME METABOLISME MIKROORGANISME Mengapa mempelajari metabolisme? Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Tujuan mempelajari metabolisme mikroorganisme Memahami jalur biosintesis suatu metabolit (primer

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan konsumsi pangan juga ikut meningkat. Namun pada kenyataannya, produksi pangan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel BIOTEKNOLOGI Struktur dan Gambar Apakah Ini dan Apakah Perbedaannya? Perbedaan dari gambar diatas organisme Hidup ular organisme Hidup Non ular Memiliki satuan (unit) dasar berupa sel Contoh : bakteri,

Lebih terperinci

BIOLOGI. Nissa Anggastya Fentami, M.Farm, Apt

BIOLOGI. Nissa Anggastya Fentami, M.Farm, Apt BIOLOGI Nissa Anggastya Fentami, M.Farm, Apt Metabolisme Sel Metabolisme Metabolisme merupakan totalitas proses kimia di dalam tubuh. Metabolisme meliputi segala aktivitas hidup yang bertujuan agar sel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara umum dapat dikeringkan hingga kadar air 5% tanpa kerusakan. Karena sifat ini,

TINJAUAN PUSTAKA. secara umum dapat dikeringkan hingga kadar air 5% tanpa kerusakan. Karena sifat ini, TINJAUAN PUSTAKA Benih Karet Benih karet tergolong benih rekalsitran. Robert (1973 dalam Farrant et al, 1988) memperkenalkan istilah benih ortodox dan rekalsitran untuk meggambarkan kondisi benih sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tembakau termasuk dalam family Solanaceae yang banyak di. budidayakan di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Perbanyakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Tembakau termasuk dalam family Solanaceae yang banyak di. budidayakan di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Perbanyakan tanaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau termasuk dalam family Solanaceae yang banyak di budidayakan di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Perbanyakan tanaman tembakau yang dilakukan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Vigor benih menunjukkan potensi benih untuk tumbuh dan berkembang dari kecambah normal pada berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedikit glukosa, fruktosa, dan maltosa. Komponen terbesar pati endosperm adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedikit glukosa, fruktosa, dan maltosa. Komponen terbesar pati endosperm adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Biji Jagung Manis Pada tanaman jagung endosperm biji merupakan tempat menyimpan cadangan makanan berupa gula dan pati. Gula endosperm utama adalah sukrosa dengan sedikit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fisiologi Benih Padi. padi dikelompokkan ke dalam subfamili Oryzaidae, suku Oryzae dan genus oryza (Gold dalam Manurung dan

TINJAUAN PUSTAKA. Fisiologi Benih Padi. padi dikelompokkan ke dalam subfamili Oryzaidae, suku Oryzae dan genus oryza (Gold dalam Manurung dan TINJAUAN PUSTAKA Fisiologi Benih Padi Padi (Oryza sativa L.) dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan termasuk dalam famili Graminae. Berdasarkan klasifikasi baru, padi dikelompokkan ke dalam subfamili Oryzaidae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

STUDI ASPEK FISIOLOGIS DAN BIOKIMIA PERKECAMBAHAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) PADA UMUR PENYIMPANAN BENIH YANG BERBEDA

STUDI ASPEK FISIOLOGIS DAN BIOKIMIA PERKECAMBAHAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) PADA UMUR PENYIMPANAN BENIH YANG BERBEDA STUDI ASPEK FISIOLOGIS DAN BIOKIMIA PERKECAMBAHAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) PADA UMUR PENYIMPANAN BENIH YANG BERBEDA STUDY ON PHYSIOLOGY AND BIOCHEMISTRY ASPECTS OF CORN (Zea mays L.) SEED GERMINATION

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Botani dan Klasifikasi Tanaman Gandum Tanaman gandum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas : Monokotil Ordo : Graminales Famili : Graminae atau

Lebih terperinci

2.1.3 Terjadi dimana Terjadi salam mitokondria

2.1.3 Terjadi dimana Terjadi salam mitokondria 2.1.1 Definisi Bioenergetika Bioenergetika atau termodinamika biokimia adalah ilmu pengetahuan mengenai perubahan energi yang menyertai reaksi biokimia. Reaksi ini diikuti oleh pelepasan energi selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi

TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi TINJAUAN PUSTAKA Perkecambahan Benih Padi Menurut Byrd (1983) perkecambahan adalah berkembangnya strukturstruktur penting dari embrio benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan tanaman normal

Lebih terperinci

BIOLOGI. Nissa Anggastya Fentami, M.Farm, Apt

BIOLOGI. Nissa Anggastya Fentami, M.Farm, Apt BIOLOGI Nissa Anggastya Fentami, M.Farm, Apt Metabolisme Sel Metabolisme Metabolisme merupakan totalitas proses kimia di dalam tubuh. Metabolisme meliputi segala aktivitas hidup yang bertujuan agar sel

Lebih terperinci

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI)

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI) Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) RETIKULUM ENDOPLASMA Ada dua jenis retikum endoplasma (ER) yang melakukan fungsi yang berbeda di dalam sel: Retikulum Endoplasma kasar (rough ER), yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

REAKSI KIMIA : ENZIM BAGIAN ENZIM 7 ENZIM MENGHASILKAN ENERGI (EKSERGONIK) MEMBUTUHKAN ENERGI (ENERGONIK) KEDUANYA MEMERLUKAN ENERGI PENGAKTIF

REAKSI KIMIA : ENZIM BAGIAN ENZIM 7 ENZIM MENGHASILKAN ENERGI (EKSERGONIK) MEMBUTUHKAN ENERGI (ENERGONIK) KEDUANYA MEMERLUKAN ENERGI PENGAKTIF 7 : - PROTEIN - KATALIASATOR BIOKIMIA REAKSI KIMIA : MENGHASILKAN ENERGI (EKSERGONIK) MEMBUTUHKAN ENERGI (ENERGONIK) KEDUANYA MEMERLUKAN ENERGI PENGAKTIF BAGIAN KATALISATOR : MEMPECEPAT REAKSI TANPA IKUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sorgum Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor [L]. Moench) adalah : Kerajaan Subkerajaan Superdevisi Devisi Kelas Subkelas Ordo Famili

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses hidrolisis minyak/lemak menjadi asam lemak dan gliserol secara komersial yang sampai kini digunakan, beroperasi pada suhu 240-250 o C dan tekanan 45-50 bar.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci