ANALlSlS PEMBAGIAN PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA KOMODITAS BAWANG MERAH

Transkripsi

1 ANALlSlS PEMBAGIAN PENDAPATAN USAHATANI DAN TATANIAGA KOMODITAS BAWANG MERAH (Studi Kasus di Dua Desa Pulau Samosir Kabapaten Tapanuli Utara,. Sumatera Utara) Oleh MAJU PARSAORAN LUMBAN TOBING FAKULTAS PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1989

2 RINGKASAN MAJU PARSAORAN LUMBAN TOBING. Analisis Pembagian Penda- patan Usahatani dan Tataniaga Komoditas Bawang Merah (Studi ICasus di Dua Desa Pulau Samosir Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara), dibawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH sebagai ketua, RUDOLF S. SINAGA dan ACHMAD SURYANA sebagai anggo ta. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui struktur pembagian pendapatan petani dan efisiensi sistem tatania- ga komoditas bawang merah dari dua daerah pertanian yang mempunyai kemiringan tanah yang berbeda. Dalam ha1 ini, Desa Simanindo merupakan desa contoh yang memiliki tanah pertanian yang datar dan landai, dan Desa Tanjung Bunga merupakan desa contoh yang mempunyai tanah pertanian yang miring dan terjal. Dalam analisis pembagian pendapatan, analisis data dilakukan dengan mempergunakan dua pendekatan, yaitu pen- dekatan akuntansi dan pendekatan fungsi produksi. Kedua pendekatan ini dipergunakan dengan maksud untuk mengetahui apakah pendapatan nisbi yang diperoleh faktor produksi tanah, sarana produksi, dan tenaga kerja sama dengan kontribusi yang diberikan oleh faktor-faktor produksi tersebut dal-am proses produksi. Dalam menganalisis efisiensi tataniaga dipergunakan analisis marjin tataniaga, ukuran nisbah masukan-keluaran dan analisis permintaan dan transmisi harga. Semua ana-

3 lisis ini dipergunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi yang terjadi di antara para pelaku tataniaga dan saluran tataniaga yang berlaku. Dari sisi pendapatan, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan yang diperoleh petani Desa Tanjung Eunga per hektar per musim tanam lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh petani Desa Simanindo, yaitu berbeda sebesar 54.65%. Namun demikian, bila dilihat dari tingkat pendapatan per hektar per tahun, tingkat pendapatan petani di dua desa contoh menjadi ti-. dak begitu jauh berbeda. Hal ini disebabkan frekuensi musim tanam yang terjadi di dua desa contoh berbeda. Karena kondisi iklim, di Desa Tanjung Eunga hanya dapat dilakukan penanaman bawang merah sebanyak dua kali dalam setahun, sedangkan di Desa Simanindo dapat dilakukan tiga dalam setahun. Dilihat dari struktur pembagian pendapatan, ternyata semua faktor produksi atau penerima pendapatan di Desa Tanjung Bunga memperoleh pendapatan mutlak yang lebih besar bila dibandingkan dengan yang diterima oleh faktor produksi atau penerima pendapatan di Desa Simanindo. Namun demikian, dalam pembagian pendapatan nisbi, pembagian di antara faktor produksi memperlihatkan bahwa faktor produksi tenaga kerja dan sarana produksi (current inputs) di Desa Simanindo memperoleh bagian (share) yang lebih besar bila dibandingkan dengan yang diperoleh fak-

4 tor produksi yang sama di Desa Tanjung Bunga. Sedangkan pembagian pendapatan nisbi di antara penerima pendapatan memperlihatkan bahwa tenaga kerja kerja upahan dan pemilik sarana produksi di Desa Simanindo memperoleh bagian yang lebih besar dibandingkan dengan penerima pendapatan yang sama di Desa Tanjung Bunga. Keadaan ini menunjukkan bahwa bagian (share) penerima pendapatan yang bekerja di luar usahatani di Desa Simanindo lebih besar bila diban- dingkan dengan yang terjadi di Desa Tanjung Bunga. ' H asil penelitian juga menunjukkan bahwa semua penda- patan nisbi yang diterima faktor-faktor produksi tidak ada yang sama dengan elastisitas produksinya. Hal ini berarti bahwa pasar faktor produksi yang berlaku di dua desa contoh berada dalam kondisi pasar yang tidak bersaing sempurna. Dalam kondisi pasar yang tidak bersaing sempurna tersebut, faktor produksi tenaga kerja dan sarana produksi di dua desa contoh memperoleh pendapatan nisbi yang lebih besar bila dibandingkan dengan elastisitas produksinya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor produksi tersebut memperoleh pendapatan yang lebih besar bila dibandingkan dengan kontribusi. yang diberikannya dalam proses produksi. Sebaliknya, dalam kondisi pasar yang tidak bersaing sempurna tersebut, faktor produksi tanah memperoleh pendapatan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan kontribusi yang diberikannya dalam proses produksi.

5 Hal ini bisa terjadi karena adanya faktor kelembagaan, seperti kelembagaan adat dan marga, yang menghalangi terjadinya komersialisasi terhadap tanah. Dari sisi tataniaga, berdasarkan harga rata-rata keluaran (output) yang berlaku, para petani produsen di dua desa contoh telah memperoleh bagian yang cukup besar dari tingkat harga yang dibayarkan oleh konsumen, yaitu di atas 48%. Bila dilihat dari antara pedagang, ternyata Pedagang Besar Pematang Siantar dan Medan memperoleh marjin laba yang tertinggi, baik dalam rupiah maupun persentase, bila dibandingkan dengan yang diperoleh Pedagang Pengumpul, Pedagang Perantara, atau Pedagang Pengecer. Namun demi- kian, dengan mempergunakan ukuran nisbah masukan-keluar- an, ternyata Pedagang Perantara merupakan pedagang yang paling efisien dalam menjalankan kegiatannya sebagai pe- dagang. Hal ini bisa terjadi karena Pedagang Perantara hanya mengeluarkan biaya tataniaga yang sangat kecil dalam kegiatan yang dilakukannya. Berdasarkain analisis elastisitas permintaan dan transmisi harga, ternyata lokasi saluran tataniaga Simanindo-Medan dan Simanindo-Pematang Siantar berada dalam kondisi pasar yang tidak bersaing sempurna. Sebaliknya, lokasi saluran tataniaga Tanjung Bunga-Medan dan Tanjung Bunga-Pematang Siantar berada dalam kondisi pasar bersa- ing sempurna. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena si-

6

7

8

9

10