3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI"

Transkripsi

1 3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI 3.1. Tatanan Transportasi Lokal Pada Sistranas Penyusunan Tatanan Transportasi Lokal (Tatralok) dilakukan dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan internasional. Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. Tujuan dan Sasaran Sistranas tersebut, bersama dengan elemen kebijakan lain dalam Tatanan Makro Strategis Perhubungan dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, merupakan masukan utama dalam menyusun Tatanan Transportasi Wilayah. Berpedoman pada tujuan Sistranas tersebut, perwujudan Sistranas tentunya perlu diwujudkan dalam beberapa wujud perencanaan yang salah satunya adalah perwujudan Tatanan Transportasi Wilayah (Tatrawil) yang tatarannya adalah wilayah Provinsi. Sistranas dinilai sebagai langkah tepat untuk sistem transportasi yang kompetitif. Hal itu dimungkinkan karena dalam Sistranas yang dikedepankan adalah sinergi dan interkoneksi 3-1

2 antarmoda transportasi, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota dengan mengakomodasi tata ruang setempat. Adanya suatu pergeseran, baik pada kewenangan maupun secara kelembagaan serta perubahan struktur kewilayahan, sektor transportasi harus tetap memandang suatu daerah sebagai wilayah fungsional sehingga mengharuskan dilakukannya penerapan kebijakan transportasi secara khusus yang berada dalam suatu kerangka nasional yang utuh. Dikaitkan dengan potensi ekonomi wilayah, secara umum transportasi mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi pelayanan (servicing function) pada wilayah yang telah berkembang dan fungsi promosi (promoting function) pada wilayah yang belum berkembang. Dalam kaitan tersebut, proses pengembangan jaringan transportasi wilayah perlu mempertimbangkan kondisi potensi daerah yang berada dalam cakupan Sistranas pada Tatrawil. Gambar 3-1 Kedudukan Tataran Transportasi Lokal Pada Sistranas Secara hierarki keterkaitan Sistranas pada Tatrawil adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, yang terdiri atas transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, dan transportasi udara, yang masing-masing terdiri atas sarana dan prasarana yang saling berinteraksi 3-2

3 membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis dan berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antarsimpul atau antarkota wilayah ke simpul atau kota nasional atau sebaliknya. Hubungan tersebut semakin menunjukkan bahwa keterkaitan antara Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil) terhadap Sistranas tidak dapat dipisahkan karena pelayanan perpindahan orang dan/atau barang dari suatu wilayah ke kota nasional tidak dapat dilakukan dengan salah satu tataran transportasi saja, melainkan harus terpadu dengan tataran transportasi lainnya. Demikian sebaliknya, orang dan/atau barang dari kota nasional menuju kota wilayah harus dilayani dengan tataran transportasi tersebut. Adapun kedudukan Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil) dalam Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) dapat dilihat pada uraian berikut. Keterpaduan Tatralok terhadap perwujudan Sistranas merupakan tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman dan masing-masing tataran mempunyai karakteristik fungsional yang saling terkait antarmoda dan antarwilayah, berinteraksi membentuk sistem pelayanan transportasi yang berinteraksi secara sistemik pada setiap tahapan perumusan dan perwujudan tiap tataran transportasi, dalam menyediakan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien. Beberapa pokok kebijakan Tatralok yang diuraikan dalam Sistranas adalah: a. Peningkatan Pelayanan Transportasi Nasional; b. Pembinaan Keselamatan dan Keamanan Transportasi; c. Pembinaan Pengusahaan Transportasi; d. Peningkatan Kualitas SDM dan Iptek; e. Pemeliharaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup Serta Penghematan Penggunaan Energi; f. Peningkatan Penyediaan Dana Pembangunan Transportasi; dan g. Peningkatan Kualitas Administrasi Negara di Sektor Transportasi. Tatralok yang diuraikan dalam Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, yang terdiri atas transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa, yang masing-masing terdiri atas sarana dan prasarana, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir, membentuk suatu sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang 3-3

4 dan/atau barang antarsimpul atau kota wilayah, dan dari simpul atau kota wilayah ke simpul atau kota nasional atau sebaliknya Kajian Terhadap Rencana Tata Ruang Nasional dan Wilayah Penataan ruang terdiri atas penataan ruang nasional, provinsi, serta kabupaten/kota yang diselenggarakan secara berjenjang dan komplementer dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penataan ruang wilayah meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan: a. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; b. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; c. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; d. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; e. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, ruang provinsi, dan ruang kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang; f. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; g. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah; h. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan i. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional. Dalam mewujudkan beberapa tujuan rencana tata ruang wilayah nasional tersebut, tentunya diperlukan instrumen yang dapat mensinergiskan kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah di pusat dan daerah dalam membentuk struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, yaitu RTRWN dan RTRW Provinsi maupun RTRW Kabupaten/Kota. RTRWN bersifat makro atau mengatur hal-hal yang menyangkut aspek nasional, sementara rencana detail atau makro penataan ruang berada dalam RTRW kabupaten/kota. 3-4

5 RTRWN juga merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penataan ruang kawasan strategis nasional serta penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pengembangan wilayah dalam penataan ruang merupakan rangkaian upaya untuk mencapai suatu perkembangan sesuai dengan yang diinginkan wilayah tersebut. Perencanaan tata ruang nasional dalam hal ini merupakan kebijakan makro yang digunakan wilayah dalam perkembangan wilayahnya. Keterpaduan pengembangan wilayah ingin dicapai dalam penggunaan berbagai sumberdaya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional/wilayah dalam satu kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antarkawasan, dan keterpaduan antarsektor pembangunan dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan salah satu alat dalam pengembangan wilayah Nasional dan merupakan landasan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah serta keserasian antarsektor yang di dalamnya terdapat arahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan/atau masyarakat, swasta, dan acuan pengembangan wilayah provinsi dan kota. RTRWN memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata guna udara, tata guna air, dan tata guna sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi dan disusun melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial. Untuk itu penyusunan RTRWN ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah nasional, yang meliputi perwujudan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan serta perwujudan keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah, yang diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) menggariskan struktur ruang yang menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam pemanfaatan ruang secara nasional. Dalam hal ini RTRWN memberikan arah yang jelas mengenai hubungan antarpusat pengembangan kegiatan yang ada di Indonesia bagian Barat, Indonesia bagian Tengah, dan Indonesia bagian Timur. Dalam konteks yang lebih luas, Pusat-Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang ada di 3-5

6 seluruh wilayah nasional diharapkan dapat memberikan multiplier effect yang lebih besar kepada pusat-pusat kegiatan yang berskala wilayah (PKW) dan pusat-pusat kegiatan yang berskala lokal (PKL). Struktur ruang nasional ini diharapkan dapat memberikan percepatan peningkatan kesejahteraan kepada seluruh masyarakat Indonesia dan mengurangi ketimpangan yang terjadi antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, mengingat terkonsentrasinya kegiatan-kegiatan pembangunan di Indonesia bagian Barat Metodologi Studi Studi SISTRANAS pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di wilayah Provinsi NTT dalam mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara. Secara umum, metodologi yang digunakan dalam pengerjaan pekerjaan ini disajikan pada Gambar Pendekatan Umum Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam melakukan kegiatan studi ini hasil yang diharapkan dapat diperoleh adalah konsep penyelenggaraan sistem transportasi wilayah Provinsi NTT yang mampu memfasilitasi pergerakan di masa depan, sebagai akibat dari berbagai kebijakan ekonomi, kebijakan tata ruang maupun kebijakan sektor lainnya, termasuk implementasi MP3EI. Dengan mengacu pada keluaran akhir ini, maka pendekatan yang dilakukan pada kegiatan ini adalah pendekatan kesisteman, di mana tinjauan dilakukan pada seluruh komponen yang ada dalam sistem. Dalam hal ini yang dimaksud dengan sistem dibatasi hanya pada lingkup wilayah Provinsi NTT dan sekitarnya. Tentu saja perhatian dalam skala yang lebih besar juga dilakukan, misalnya dalam konteks koridor Bali Nusa Tenggara. Dengan dasar ini maka dalam pelaksanaannya, studi ini akan dilakukan dalam lima tahapan kegiatan, yaitu: Tahap 1 : Desk Study (Kajian Pustaka) Tahap 2 : Survey dan pengumpulan data Tahap 3 : Kajian dan Analisis Data Tahap 4 : Pengembangan Konsep Tahap 5 : Rencana Sistem Pengembangan 3-6

7 Kelima tahapan kegiatan ini meskipun merupakan tahapan dengan aspek bahasan yang berbeda satu dengan lainnya, tetapi dalam pelaksanaannya merupakan aspek yang terkait secara intens. Akibatnya, dalam melakukan pendekatan pekerjaan, kesemua aspek itu ditinjau secara menyeluruh, dan pelaksanaannya dilakukan secara mendalam. Tahapan-tahapan di atas dapat dilihat secara lebih rinci dalam diagram alir yang diperlihatkan dalam Gambar 3-3. Pada diagram tersebut terlihat jelas bahwa keterkaitan antara setiap aspek kajian sangatlah erat. Untuk masing-masing aspek kejian rinciannya dilakukan dalam bentuk alir kegiatan dan alir data. Satu kegiatan dihubungkan dengan kegiatan lainnya dalam bentuk transformasi data ataupun alir data. Karena keterkaitan antara aspek kajian sangatlah erat, maka pemilahan yang transparan antara satu aspek kajian dengan aspek kajian lainnya secara diagramatis sangatlah sukar dilakukan. Meskipun demikian pemilahan aspek kajian dapat dilihat secara mudah. 3-7

8 Gambar 3-2 Tahap Pelaksanaan Pekerjaan 3-8

9 Review Studi terdahulu Pengumpulan Data Karakteristik Opr Transportasi Analisis Kondisi Sistem Transportasi Review Aspek Legal Pengumpulan Data Prasarana Eksisting ReviewKebijakan Pengembangan Transportasi Inventarisasi.Pengembangan Sist. Transportasi Review Metoda Analisis & Perencanaan Inventarisasi Karakteristik Pergerakan Analisis Struktur Jaringan Transportasi Alternatif Pola Penyelenggaraan Transportasi Review RTRW Prov. dan MP3EI Inventarisasi Pola Pemanfaatan Ruang Analisis Kinerja Transportasi Eksisting Analisis dan Prediksi Kinerja Transportasi Evaluasi & Penetapan Pengembangan Sist. Transportasi Pengumpulan Data Kependudukan Identifikasi Masalah Eksisting Alternatif Pengemb. Sistem Transportasi Penyusunan tahapan Penegembangan Pengumpulan Data Pola Aktifitas Wilayah Analisis Pola pembebanan jaringan Eksisting Identifikasi Masalah pada Do Nothing Case Penyusunan Skejul Pelaksanaan Inventarisasi Data OD Matriks Analisis dan Peramalan Pola Pergerakan (OD) Peramalan Pola pembebanan Do Nothing Case Penyusunan Skejul Pembiayaan Gambar 3-3 Tahapan dan Metode Pendekatan Studi Selanjutnya, jika dikaji lebih dalam, masing-masing tahapan ini merupakan sekumpulan aktifitas yang cukup beragam di mana uraian dari masing-masing aktifitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 3-1 berikut: 3-9

10 Tahapan Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Nama Kegiatan Desk Study (Kajian Literatur) Pengumpulan data Kajian & Analisis Data Pengembangan Konsep Rencana Sistem Pengembangan Tabel 3-1 Rincian Aktifitas Studi Rincian Aktifitas a. Review studi Terdahulu b. Review kebijakan pengembangan sistem transportasi wilayah (Tatrawil eksisting) c. Review RTRWN, RTRWP, RTRWK dan MP3EI d. Review aspek legal bidang transportasi e. Review metoda perencanaan transportasi a. Inventarisasi prasarana transportasi eksisting (dimensi, kapasitas dan kondisi) b. Inventarisasi karakteristik operasional prasarana transportasi c. Pengumpulan datapola pergerakan lalu lintas (OD Matriks) d. Inventarisasi karakteristik pergerakan orang dan barang e. Inventarisasi pola pemanfaatan ruang f. Inventarisasi rencana pengembangan prasarana transportasi g. Inventarisasi data kependudukan h. Inventarisasi pola aktifitas wilayah a. Analisis kinerja makro sistem transportasi eksisting b. Analisis kondisi prasarana transportasi eksisting c. Analisis pola pembebanan jaringan transportasi eksisting d. Analisis struktur jaringan transportasi eksisting e. Analisis dan peramalan pola pergerakan lalu lintas (OD Matriks forecasting) f. Identifikasi masalah pada kondisi eksisting a. Peramalan pola pembebanan pada skenario donothing case b. Identifikasi masalah pada skenario do nothing case c. Perumusan alternatif strategi dan rencana pengembangan sistem transportasi d. Analisis dan prediksi kinerja sistem transportasi pada do something case a. Evaluasi dan Penetapan Strategi Rencana Pengembangan Sistem Transportasi b. Penyusunan Tahapan Pengembangan c. Penyusunan Skejul Pelaksanaan d. Penyusunan Skejul Pembiayaan Tahap 1: Desk Study Sasaran tahapan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran teoretis dan praktis yang lebih jelas mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas jaringan jalan. Selain itu, sasaran dari desk study ini juga untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai segala sesuatu yang telah dilakukan berkaitan dengan hal di atas. Dengan demikian, maka diharapkan rumusan kebijakan pengembangan kapasitas jaringan jalan yang dihasilkan merupakan kelanjutan yang berkesinambungan dan tidak bertentangan dengan kebijakan yang sudah ada. 3-10

11 Deskripsi lebih lanjut dari masing-masing aktifitas diuraikan dalam Tabel 3-2 berikut, yang menggambarkan uraian singkat dan output yang diharapkan dapat diperoleh. Task Task 1.a. Task 1.b. Task 1.c. Task 1.d. Task 1.e. Tabel 3-2 Rincian Aktifitas yang Dilakukan pada Tahap 1: Desk Study Nama Uraian Output Aktifitas Review dilakukan terhadap semua studi yang pernah dilakukan, baik untuk Provinsi NTT. Studi-studi yang ditinjau adalah studi-studi yang terkait dengan pengembangan prasarana transportasi, seperti: - Rencana pengembangan jaringan jalan - Rencana pengembangan bandar udara - Rencana pengembangan pelabuhan - Rencana pengembangan jaringan jalan kereta api(jika ada), dll. Review Studi Terdahulu Review kebijakan pengembangan sistem transportasi wilayah (Tatrawil dan Tatralok eksisting) Review RTRWN, RTRWP, RTRWK dan MP3EI Review Aspek legal bidang transportasi Review metoda perencanaan transportasi Telaahan dan review dilakukan terhadap kebijakan-kebijakan terdahulu yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi NTT maupun pemerintah pusat berkaitan dengan pengembangan sistem transportasi wilayah dan sistem transportasi lokal. Dalam hal ini telaahan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana program-program tersebut telah dilaksanakan, dan jika belum terlaksana apa saja hambatan dan kendala yang dihadapi. Kajian dan tinjau ulang dilakukan terhadap pola kebijakan tentang pemanfaatan ruang wilayah yang telah ditetapkan, baik RUTRWN, RTRWP maupun RTRWK. Kajian juga dilakukan terhadap program-program yang telah dicanangkan dalam MP3EI, yaitu penetapan koridor ekonomi. Telaahan kritis terhadap apa dan bagaimana pengelolaan sistem transportasi dilakukan dengan me-review aspek legal formalnya. Untuk itu semua perda ataupun keputusan Gubernur/ Bupati/ Walikota yang pernah dikeluarkan berkaitan dengan pengelolaan dan pembangunan jaringan jalan dikaji secara cermat. Hal yang sama juga dilakukan dengan mengkaji produk hukum yang dihasilkan oleh Pemerintah Pusat (KM, PP, kepres dan UU). Telaahan kritis dan review komprehensif dilakukan terhadap metoda analisis maupun metoda perencanaan yang diperlukan dalam proses perencanaan transportasi. Teori-teori tentang hubungan antara pergerakan dan tata guna lahan maupun teori tentang pergerakan dan jaringan transportasi dikaji secara khusus, Pendekatan studi Metoda perencanaan Hasil perencanaan Evaluasi terhadap dokumen Tatrawil dan Tatralok eksisting Evaluasi program pembangunan prasarana transportasi Evaluasi terhadap program pengelolaan transportasi Rencana tata ruang Realisasi pemanfaatan ruang Pola pengembangan koridor ekonomi di wilayah NTT Kemungkinan tumpang tindah ataupun ketidaksinkronan antara produk hukum Efektifitas pelaksanaan UU, PP, Perpres, KM, Pergub, Perbup dan Perda. Metoda perencanaan Model matematis untuk peramalan kebutuhan pergerakan dan pola pergerakan 3-11

12 Task Nama Aktifitas Uraian terutama untuk dapat menetapkan model matematis yang mana yang diperkirakan akan sesuai digunakan untuk studi ini. Output Tahap 2 : Pengumpulan Data Sasaran yang diharapkan dari tahapan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran aktual dari sistem ataupun daerah yang sedang dikaji. Untuk itu pengumpulan data akan dilakukan melalui instansi yang terkait ataupun observasi/ pengamatan langsung di lapangan. Selain itu, sasaran dari tahapan kegiatan ini juga untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi objektif yang ada berkaitan dengan kondisi fisik sistem transportasi di Provinsi NTT dan, terutama, di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kondisi objektif dimaksud meliputi: karakteristik fisik prasarana jalan, pelabuhan, bandar udara dan sistem angkutan umum. Selain itu dalam kesempatan ini dikaji pula kondisi topografis, pola pergerakan lalu lintas, karakteristik lalu lintas, karakteristik prasarana jalan eksisting dan pola pemanfaatan ruang. Task Task 2.a. Task 2.b. Task 2.c. Tabel 3-3 Rincian Aktifitas yang Dilakukan pada Tahap 2: Pengumpulan Data Nama Kegiatan Uraian Output Inventarisasi Inventarisasi dilakukan pada sistem prasarana transportasi yang saat ini ada. Sistem transportasi transportasi dikaji meliputi prasarana, eksisting sarana maupun sistem pengaturan dari (dimensi, berbagai moda yang ada di wilayah kapasitas dan Provinsi NTT dan di Kabupaten Timor kondisi) Tengah Selatan. Karakteristik yang ditinjau meliputi pola dan struktur Pengumpulan data pola pergerakan lalu lintas (OD Matriks) Inventarisasi Karakteristik Pergerakan Orang jaringan. Pengumpulan data pola pergerakan barang dan penumpang direpresentasikan dalam bentuk Matriks Asal Tujuan. Dalam hal ini Data OD matriks hasil Survey Nasional pada tahun 2011 akan dijadikan sebagai dasar. Di samping itu akan dilakukan sampling survey sebagai cross check. Pengumpulan data lalu lintas pergerakan orang dan barang dilakukan untuk mengetahui karakteristik lalu Dimensi dan kapasitas prasarana transportasi Struktur jaringan transportasi Karakteristik operasional masing-masing prasarana transportasi Matriks Asal Tujuan orang dan barang Volume lalu lintas VC ratio 3-12

13 Task Task 2.e. Task 2.f. Task 2.g. Task 2.h. Nama Kegiatan dan Barang Inventarisasi Pola Pemanfaatan Ruang Inventarisasi Rencana Pengembangan Prasarana Transportasi Inventarisasi Data Kependudukan Inventarisasi Pola Aktifitas Wilayah Uraian lintas dari sistem transportasi yang ada. Karakteristik lalu lintas meliputi: volume lalu lintas, VC ratio. Inventarisasi pola pemanfaatan ruang wilayah dilakukan dengan melakukan pendataan dan inventarisasi data. Sumber data yang akan digunakan adalah data dari Kantor Dinas Pertanahan dan juga Badan Perencanaan Daerah, baik pada Pemerintah Kota maupun Provinsi.. Inventarisasi rencana pengembangan prasarana transportasi dilakukan untuk mengetahui rencana-rencana pengembangan apa saja yang akan dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah Provinsi. Selain rencana, yang diinventarisasi juga adalah realisasi dari rencana dimaksud. Pengumpulan data kependudukan dilakukan untuk wilayah Provinsi NTTdan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Hal ini berkaitan dengan masalah sebaran dan intensitas penduduk dari masing-masing wilayah. Data yang berkaitan dengan aspek ini dikumpulkan dalam usaha untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan potensi bangkitan dan tarikan lalu lintas. Output Pola tata ruang eksisting Rencana pengembangan sistem transportasi Realisasi pengembangan prasarana transportasi Data populasi Sebaran penduduk Data sebaran spasial aktifitas ekonomi Data sebaran spasial aktifitas sosial Tahap 3 : Kajian dan Analisis Data Segera setelah seluruh pengumpulan data dilakukan maka proses kompilasi data dilakukan, dengan maksud agar analisis dapat dilakukan segera. Kompilasi dilakukan dengan cara melakukan validasi maupun cross check, agar data yang digunakan dalam analisis benarbenar representatif. Selanjutnya kajian dan analisis dilakukan berdasarkan data yang dikompilasi sebelumnya. Tujuan dari pelaksanaan tahapan kajian dan analisis ini adalah untuk mendapatkan parameter-parameter dasar yang dibutuhkan bagi perumusan konsep perencanaan. Di samping itu, juga diharapkan dapat diidentifikasikan kondisi objektif dari sistem transportasi yang ada. Karena dengan didasarkan pada kondisi objektif yang ada inilah 3-13

14 maka perumusan konsep pengembangan sistem transportasi dapat dilakukan secara optimal. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah: Tabel 3-4 Rincian Aktifitas yang Dilakukan pada Tahap 3: Kajian dan Analisis Data Task Nama Kegiatan Uraian Output Task 3.a Analisis Kinerja makro sistem transportasi eksisting Kinerja sistem transportasi eksisting dianalisis menggunakan metoda-metoda ataupun teori standar yang biasa digunakan dalam analisis pergerakan dan analisis jaringan. Kinerja makro sistem transportasi Task 3.b Task 3.c. Task 3.d. Task 3.e. Task 3.f Analisis kondisi prasarana transportasi eksisting Analisis pola pembebanan jaringan transportasi eksisting Analisis struktur jaringan transportasi eksisting Analisis dan peramalan pola pergerakan lalu lintas (OD Matriks forecasting) Identifikasi masalah pada kondisi eksisting Analisis kondisi prasarana transportasi eksisting lebih menyoroti kondisi dan kemampuan prasarana maupun sarana transportasi dalam memfasilitasi pergerakan barang dan penumpang Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kondisi pembebanan lalu lintas dari jaringan transportasi berdasarkan data pola pergerakan (OD matriks) yang dikumpulkan. Kondisi pembebanan diungkapkan dengan perbandingan antara volume lalu lintas dengan kapasitas dari masing-masing prasarana transportasi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa baik struktur jaringan transportasi yang ada dalam memfasilitasi pergerakan. Tinjauannya dilakukan dari sudut konfigurasi jaringan, apakah sesuai dengan pola tata guna lahan. Selain itu dikaji pula hirarki yang ada. Analisis ini dilakukan untuk meramalkan kondisi pergerakan yang akan terjadi di tahuntahun mendatang. Analisis peramalan dilakukan menggunakan model-model matematik (mis: model Gravity) didasarkan prediksi tata guna lahan di masa mendatang. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kondisi pembebanan lalu lintas dari sistem transportasi pada saat matriks asal tujuan di bebankan ke jaringan transportasi pada kondisi eksisting. Tujuannya untuk mengetahui performance sistem transportasi pada kondisi eksisting sehingga dapat diidentifikasi masalah yang terjadi saat ini. Kapasitas prasarana transportasi Kapasitas jaringan transportasi Tingkat pelayanan masing-masing prasarana transportasi Kesesuaian konfigurasi jaringan transportasi dengan tata guna lahan Kesesuaian hirarki jaringan Matriks asal tujuan pada tahun rencana Kondisi pembebanan lalu lintas eksisting Daftar potensi permasalahan transportasi eksisting Tahap 4: Pengembangan Konsep Pada tahapan ini dikembangkan konsep-konsep yang akan digunakan bagi pengembangan infrastruktur jalan di masa datang. Dalam hal ini konsep pengembangan 3-14

15 sistem transportasi didasarkan identifikasi permasalahan yang timbul pada skenario donothing. Dengan demikian, konsep pengembangan sistem transportasi pada dasarnya adalah usaha antisipatif untuk menghindari kemungkinan permasalahan yang akan timbul. Secara garis besar kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahapan ini adalah: Tabel 3-5 Rincian Aktifitas yang Dilakukan pada Tahap4: Pengembangan Konsep Task Nama Kegiatan Uraian Output Task 4.a Pembebanan lalu lintas pada Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kondisi pembebanan lalu lintas di masa mendatang dari skenario do nothing case sistem transportasi pada saat matriks asal tujuan Task 4.b Task 4.c Task 4.d. Identifikasi masalah pada skenario do nothing case Alternatif rencana dan strategi pengembangan sistem transportasi Analisis dan prediksi kinerja sistem transportasi pada do something case hasil prediksi dibebankan (assignment) pada jaringan transportasi pada kondisi do nothing. Dari hasil analisis dapat diketahui kinerja masing-masing prasarana transportasi pada tahun rencana. Selain itu juga dapat diketahui kinerja sistem jaringan secara keseluruhan. Tujuannya untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin muncul di masa mendatang jika sistem transportasi dibiarkan apa adanya sedangkan pola dan intensitas pergerakan meningkat akibat perubahan kegiatan ekonomi. Analisis rencana dan strategi pengembangan sistem transportasi dilakukan berdasarkan kondisi sistem transportasi eksisting, potensi pergerakan di masa datang dan identifikasi masalah. Dalam hal ini dikaji kemungkinan beberapa alternatif pengembangan sistem transportasi, baik berupa pengembangan jaringan jalan, pengembangan prasarana bandar udara, pengembangan prasarana kereta api maupun pengembangan prasarana bandar udara. Untuk masing-masing alternatif strategi pengembangan sistem transportasi dilakukan prediksi pembebanan lalu lintas yang akan terjadi berdasarkan matriks asal tujuan hasil peramalan. Dari analisis ini dapat diprediksi kinerja sistem transportasi untuk masing-masing alternatif strategi pengembangan sistem transportasi. Kinerja masingmasing prasarana transportasi di masa yang akan datang Kinerja jaringan jalan pada kondisi do nothing Daftar permasalahan transportasi yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan Alternatif rencana dan strategi pengembangan sistem transportasi Kinerja jaringan jalan untuk masingmasing alternatif strategi rencana pengembangan sistem transportasi Tahap 5: Rencana Sistem Pengembangan Hasil yang ingin diperoleh dari tahapan ini adalah rencana strategis penyelenggaraan infrastruktur jalan, yaitu berupa: a) Konfigurasi pengembangan jaringan jalan, b) Tahapan penyelenggaraan, c) Jadwal penyelenggaraan dan d) Jadwal pembiayaan 3-15

16 Secara umum kegiatan yang akan dilakukan adalahseperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 3-6 Rincian Aktifitas Tahap 5: Rencana Strategis Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan Task Nama Kegiatan Uraian Output Task 5.a Evaluasi dan Penetapan Evaluasi untuk menetapkan alternatif strategi rencana pengembangan sistem transportasi Strategi rencana pengembangan sistem Strategi terpilih didasarkan pada implikasi yang transportasi terpilih Rencana Pengembangan mungkin timbul jika masing-masing alternatif diimplementasikan. Dalam hal ini implikasi Sistem yang diperhatikan diungkapkan dalam Transportasi sekumpulan komponen dampak yang akan dirasakan oleh berbagai stakeholder, seperti masyarakat, ataupun lingkungan buatan manusia (pemukiman, bangunan dll). Task 5.b Task 5.c Task 5.d Penyusunan Tahapan Pengembangan Penyusunan Skejul Pelaksanaan Penyusunan Skejul Pembiayaan Tahapan pengembangan sistem transportasi dianalisis dengan memperhatikan rencana realisasi pemanfaatan ruang dan rencana pengembangan prasarana lainnya. Selain itu tahapan pengembangan sistem transportasi juga dibuat berdasarkan konsistensi struktur jaringan dan juga kinerja lalu lintas yang akan dihasilkan. Pada kegiatan ini ditetapkan proyek dan program apa saja yang perlu direalisasikan untuk setiap perioda waktunya. Dalam hal ini penyusunannya didasarkan pada konsistensi pengembangan dan juga berdasarkan kemampuan sdm maupun kemampuan teknis dari aparat pemerintah daerah. Dalam tahapan ini dilakukan analisis dan estimasi besarnya biaya yang diperlukan bagi pengembangan sistem jaringan. Selain itu, didasarkan pada tahapan pengembangan, dilakukanpula penyusunan skejul pembiayaan yang diperlukan. Tahapan strategi rencana pengembangan sistem transportasi Rincian proyek dan program untuk setiap perioda perencanaan Skejul pelaksanaan proyek & program Skejul biaya 3.4. Pendekatan Pelaksaan Pekerjaan Pengumpulan Data Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data yang diperlukan selama proses penyelesaian pekerjaan ini. 3-16

17 Jenis Data yang Diperlukan Untuk kegiatan Studi SISTRANAS pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di wilayah Provinsi NTT, yaitu di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dalam mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara, di antaranya: 1. Data penyediaan dan operasional prasarana transportasi yang ada di wilayah Provinsi NTT, terutama Kabupaten Timor Tengah Selatan,sebagai bahan untuk menganalisis kondisi dan kinerja pelayanan eksisting, dan kebutuhan pengembangan sistem transportasi di masa datang, 2. Data sosial ekonomi dan tata ruang di wilayah Provinsi NTT, terutama Kabupaten Timor Tengah Selatan,untuk dijadikan sebagai dasar dalam analisis pola dan besar permintaan perjalanan serta kecenderungan pertumbuhannya di masa yang akan datang, 3. Dokumen perencanaan pembangunan (RPJP/RPJM/RKP/Renstra) dan wilayah (RTRW) di wilayah Provinsi NTT, baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi NTT ataupun yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Dokumendokumen ini diperlukan untuk mengetahui lokasi simpul yang perlu dihubungkan dan arah serta peranan infrastruktur jaringan jalan di wilayah Provinsi NTT, terutama di Kabupaten Timor Tengah Selatan. 4. Dokumen Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). 5. Data pola dan intensitas pergerakan antarwilayah yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan, yaitu dalam bentuk OD matriks ataupun dalam bentuk besaran volume lalu lintas di beberapa ruas jalan ataupun lintas kereta api. 6. Data persepsi dan perspektif stakeholders terkait dengan kebutuhan, kriteria, prioritas, dan tahapan pengembangan penyelenggaraan infrastruktur jalan di Provinsi NTT, terutama Kabupaten Timor Tengah Selatan Metoda/Teknik Pengumpulan Data Dalam rangka mengumpulkan data dan masukan yang dibutuhkan, sebagaimana disampaikan pada bagian sebelumnya, maka dalam studi ini digunakan metoda survey sbb: 1. Survey instansional: dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder (kondisi dan operasional sistem transportasi, data sosial ekonomi, dan lain-lain) dan produk perencanaan pembangunan yang ada di wilayah Provinsi NTT, terutama di Kabupaten Timor Tengah Selatan. 3-17

18 2. Survey kuisioner/wawancara: dilakukan kepada stakeholders terkait (Pemda, DPRD, operator, investor, asosiasi profesi, LSM/masyarakat, akademisi, dll) untuk mendapatkan perspektif dan aspirasi mengenai kebutuhan, kriteria, prioritas, dan tahapan penyelenggaraan infrastruktur transportasidi wilayah Provinsi NTT, terutama di Kabupaten Timor Tengah Selatan. 3. Survey lapangan: jika diperlukan akan dilakukan survey pengamatan, on board, wawancara, pencatatan, dan lain sebagainya di lapangan untuk mengkonfirmasi data dan mendapatkan gambaran kondisi aktual dan permasalahan infrastruktur transportasidi wilayah Provinsi NTT, terutama di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tabel 3-7 Jenis dan Sumber Data No. Jenis Data Sumber Data 1 Sosio ekonomi: a. Demografi (jumlah, distribusi dan pertumbuhan penduduk) b. Ekonomi (PDRB, produksi peternakan, dll) c. Fisik dan administrasi 2 Jaringan angkutan jalan: a. Kondisi fisik prasarana jalan (panjang, lebar, kapasitas, jenis perkerasan) b. Matriks OD pergerakan c. Hirarki dan fungsi prasarana jalan d. Peta jaringan jalan e. LHR 3 Jaringan angkutan umum: a. Jenis angkutan umum b. Jumlah sarana c. Kapasitas angkut d. Rute trayek (termasuk peta) 4 Terminal penumpang & barang: a. Fasilitas & kapasitas terminal b. Jumlah dan tipe terminal c. Jumlah naik turun penumpang d. Data angkutan barang e. Load factor 5 Jaringan transportasi ASDP: a. Jumlah dan lokasi pelabuhan ASDP b. Rute penyeberangan (termasuk peta) c. Naik turun penumpang dan jumlah barang d. Frekuensi kunjungan kapal e. Jenis dan jumlah kapal pengangkut f. Kapasitas angkut kapal 6 Jaringan transportasi laut: a. Jumlah dan lokasi pelabuhan laut b. Hirarki pelabuhan laut Provinsi NTT Dalam Angka (BPS) Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam Angka - Dinas Bina Marga - Dinas Perhubungan - Dinas Perhubungan - Dinas Perhubungan - Kantor Terminal - Dinas Perhubungan - Pelabuhan ASDP - Pelindo - Administrasi Pelabuhan 3-18

19 No. Jenis Data Sumber Data c. Naik turun penumpang d. Bongkar muat barang e. Fasilitas pelabuhan f. Rute pelayaran (termasuk peta) g. Frekuensi kunjungan kapal h. BOR pelabuhan 7 Jaringan transportasi udara: a. Kelas bandara b. Lokasi dan fasilitas c. Layout d. Jenis pesawat yang bisa dilayani e. Rute penerbangan yang bisa dilayani f. Jumlah pesawat g. Frekuensi pelayanan h. Jumlah naik turun penumpang i. Jumlah bongkar muat barang 7 Tata ruang eksisting: a. Penggunaan ruang b. Pola dan intensitas kegiatan 8 Rencana tata ruang mendatang: a. Alokasi ruang b. Wilayah pengembangan c. Sistem interaksi 9 Rencana pengembangan (rute, sarana, dan prasarana) tiap moda transportasi: a. Lokasi dan jenis usulan b. Konteks usulan c. Layout rencana 10 Kriteria penanganan dan pengembangan infrastruktur jalan: a. Variabel indikator kinerja b. Nilai variabel - Dinas Perhubungan - Angkasa Pura - Dinas Perhubungan - RTRW Provinsi NTT - RTRW Kabupaten Timor Tengah Selatan - RTRW Provinsi NTT - RTRW Kabupaten Timor Tengah Selatan - MP3EI Wawancara - UU, SISTRANAS - Dokumen kebijakan - Teori - Wawancara Metoda Analisis Hubungan Tata Ruang dan Transportasi Transportasi adalah kebutuhan turunan dari kegiatan sosial ekonomi di mana akibat tersebarnya ruang (spasial separation) tidak semua kegiatan manusia dan proses produksi tidak dapat dilakukan di satu lokasi saja, sehingga dibutuhkan pergerakan melalui sejumlah moda transportasi. Dengan demikian tata ruang dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat akan sangat mempengaruhi pola dan besarnya permintaan perjalanan, yang tentu saja akan mempengaruhi kebutuhan penyediaan infrastruktur transportasi di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Hubungan antara tata ruang dengan permintaan perjalanan dan sistem transportasi dideskripsikan pada Gambar

20 Kebijakan perencanaan (RTRW, RPJP/M, dll) Faktor Sosio Ekonomi Pola Tata Guna Lahan Perkembangan wilayah Jumlah dan Pola Permintaan Perjalanan Mekanisme pasar (market mechanism) REGIONAL DEVELOPMENT Biaya transportasi TRANSPORT DEMAND Gambar 3-4 Pola Interaksi Kebutuhan Pergerakan dan Pengembangan Wilayah Memperhatikan eratnya kaitan antara kondisi dan perkembangan kewilayahan dengan sistem jaringan transportasi maka dalam studi ini diperlukan analisis kewilayahan mengenai: Pola kecenderungan dan arahan pengembangan tata ruang wilayah yang direncanakan dalam RTRW untuk wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan dan sekitarnya, khususnya terkait dengan rencana pengembangan koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara yang dicanangkan dalam MP3EI, Deskripsi mengenai variabel sosial ekonomi Kabupaten Timor Tengah Selatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi sebagai dasar untuk melakukan prediksi permintaan perjalanan, Identifikasi kebutuhan penanganan dan pengembangan infrastruktur jalan terkait dengan rencana pengembangan wilayah dan penepatan lokasi ruang yang harus dihubungkan oleh jaringan transportasi di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Identifikasi potensi pengembangan ekonomi wilayah dan rencana investasi dari sektorsektor ekonomi dominan (jasa, pariwisata, perdagangan, dll) yang mempengaruhi interaksi transportasi pada infrastruktur transportasi di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan tiap-tiap moda adalah sebagai berikut: Jaringan jalan : VCR, waktu tempuh perjalanan Angkutan umum : load factor Pelabuhan laut dan pelabuhan penyeberangan : BOR 3-20

21 Bandara : load factor Metoda Pemodelan Transportasi Model transportasi diperlukan untuk mengkuantifikasi interaksi antara pengembangan wilayah dan sistem transportasi sehingga diperoleh perkiraan jumlah dan pola perjalanan serta beban lalu lintas pada jaringan transportasi di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada sejumlah tahun tinjauan. Dengan informasi tersebut dapat diperkirakan kebutuhan pengembangan prasarana dan sara sistem transportasi di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Model yang umumnya digunakan dalam analisis permintaan perjalanan adalah model transportasi empat tahap (four stages transport model) yang alur prosesnya disampaikan pada Gambar Tahap Bangkitan/ Tarikan Perjalanan (Trip Generation/Trip Attraction) Pendekatan model dimulai dengan menetapkan wilayah studi, sistem zona, dan jaringan sistem transportasi, termasuk di dalamnya adalah karakteristik sosial ekonomi di tiap zona dan karakteristik suplai jaringan transportasi di wilayah studi. Dengan menggunakan informasi tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan/tarikan perjalanan (trip generation/trip attraction). Tahap ini menghasilkan model yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik zona yang bersangkutan. Tujuan model bangkitan perjalanan (trip generation) pada suatu studi kajian transportasi ialah untuk memperkirakan jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh zona-zona perjalanan yang ada di daerah studi. Sebaliknya dengan model tarikan perjalanan (trip attraction), tujuannya adalah untuk memperkirakan jumlah perjalanan yang tertarik dari suatu zona ke zona lainnya. Dalam terminologi pemodelan transportasi, bangkitan tarikan perjalanan adalah total jumlah perjalanan yang berasal (Oi) dan/atau bertujuan (Dj) ke setiap zona yang ada di daerah studi. 3-21

22 Gambar 3-5 Bagan Alir Aplikasi Model Transportasi Jalan Empat Tahap Untuk mengestimasi atau memprediksi bangkitan dan tarikan perjalanan di masa datang diperlukan model bangkitan dan tarikan perjalanan yang mengaitkan antara jumlah bangkitan/tarikan dengan faktor sosial ekonomi atau faktor penentu pertumbuhan perjalanan di setiap zona (misalnya: jumlah penduduk, PDRB, penggunaan lahan, dlsb). Model bangkitan perjalanan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah model regresi multilinier dengan rumusan pokok sebagai berikut: Y ei = a + b 1i x 1i + b 2i x 2i + b 3i x 3i b ni x ni + u i Dalam kasus ini, Y ei mewakili jumlah perjalanan (yang lebih tepat dipandang sebagai hasil pemodelan) yang terbangkit atau tertarik dari dan ke zona i sebagai variabel terikat pada 3-22

23 model yang bersangkutan. Sedangkan x ni adalah besarnya variabel bebas ke-n yang diamati dari zona i, misalnya: tingkat kepadatan zona industri, jumlah penduduk atau kondisi ekonomi dan lain sebagainya. Selanjutnya a adalah konstanta yang akan diperoleh dari perhitungan dan b ni adalah koefisien yang menyatakan efek perubahan setiap satuan variabel x ni terhadap jumlah perjalanan. Dalam ilmu statistik koefisien b ni biasa disebut dengan koefisien regresi parsial. Sedangkan u i menyatakan besarnya residu yang akan diperoleh dari estimasi. Secara umum metodologi pemodelan menggunakan regresi multilinear dalam kegiatan ini disajikan melalui Gambar 3-6, dan prosedurnya adalah sebagai berikut: a) Asumsikan data trip ends angkutan penumpang/barang sebagai variabel terikat (Y) dan data-data sosio ekonomi/ tata ruang setiap zona sebagai alternatif variabel bebas (X); b) Lakukan analisis korelasi antarvariabel bebas (r XnXm ) dan antara variabel bebas dengan variabel terikat (r XnYn ) dan susun tabel korelasinya; c) Jika antara variabel bebas dengan variabel terikat diperoleh nilai r yang besar (mendekati 1 atau 1) maka variabel bebas tersebut layak dijadikan nominator variabel bebas, jika nilainya kecil variabel tersebut dapat diabaikan; d) Namun meskipun antara variabel bebas dengan variabel terikat diperoleh nilai r yang besar, namun nilainya tidak logis, katakanlah jika jumlah penduduk dan PDRB memiliki r negatif terhadap jumlah perjalanan di mana logikanya positif, maka variabel tersebut sebaiknya tidak digunakan sebagai nominator variabel bebas; e) Jika terdapat dua variabel bebas yang memiliki r besar maka sebaiknya kedua variabel bebas tersebut tidak dimasukkan dalam satu alternatif persamaan; f) Selanjutnya dipilih beberapa alternatif persamaan yang akan digunakan (sebaiknya diambil alternatif persamaan linear, namun jika tidak memungkinkan maka baru diambil alternatif persamaan lainnya); g) Alternatif persamaan yang dikembangkan untuk diperiksa kualitasnya dapat terdiri dari satu nominator variabel bebas atau dengan mengkombinasikan beberapa nominator variabel bebas dalam satu persamaan (multivariabel); h) Periksa kualitas alternatif persamaan regresi adalah dengan mengukur besarnya koefisien determinasi (R 2 ) dari persamaan; i) Alternatif persamaan regresi yang terpilih adalah yang memiliki nilai R 2 yang paling besar, namun demikian masih ada beberapa kriteria yang lain, yakni: 3-23

24 Usahakan nilai konstanta atau intercept (a) dari persamaan regresi adalah yang mendekati nol, sehingga secara umum besarnya bangkitan akan lebih ditentukan oleh variabel bebasnya. Pilihlah alternatif yang sebanyak mungkin melibatkan variabel bebas, sehingga model bangkitan perjalanan akan lebih sensitif terhadap perubahan berbagai variabel sosio ekonomi. Jika alternatif persamaan memiliki R 2 yang besar namun nilai parameter (b n ) untuk salah satu atau beberapa variabel yang tidak sesuai dengan logika sebaiknya dipilih alternatif persamaan yang lain. Data trip ends zona Variabel terikat (Y) Data sosio-ekonomi / tata ruang zona Kandidat variabel bebas (X1, X2, X3) Seleksi variabel bebas (tes korelasi dan logika) Seleksi alternatif persamaan regresi Kombinasi variabel bebas yang mungkin Pengujian kualitas persamaan (tes R 2 ) Alternatif persamaan yang terpilih Gambar 3-6 Prosedur Penyusunan Model Bangkitan dan Tarikan Perjalanan dengan Analisis Regresi Multilinear Tahap Distribusi Perjalanan (Trip Distribution) Untuk menyebarkan bangkitan tarikan perjalanan di masa datang hasil prediksi model bangkitan perjalanan pada subbab sebelumnya, maka diperlukan model distribusi perjalanan, atau yang disebut trip distribution.model distribusi perjalanan yang paling sering digunakan dalam berbagai kajian adalah model gravity. Model Gravity adalah nama yang diberikan pada bentuk model trip distribusi matematika sintetik yang sering digunakan dalam studi-studi transportasi. Secara sederhana model ini 3-24

25 menyatakan bahwa potensi pergerakan ke suatu zona adalah sebanding dengan ukuran zona tersebut dan berbanding terbalik dengan jarak antara kedua zona tersebut. Bentuk persamaan model trip distribusi gravity adalah: t ij =a I. b j.f(c ij) Dimana t ij adalah jumlah perjalanan dari zona i ke zona j, a I adalah faktor yang berhubungan dengan perjalanan dari zona i, b j adalah faktor yang berhubungan dengan - perjalanan ke zona j, C ij adalah biaya/ongkos perjalanan dari zona i ke zona j dan F(C ij ) = C ij nβ exp (-β.c ij ), dan adalah besaran resistance pergerakan pada jaringan jalan antara zona i dan j. Dalam hal ini, nilai β harus dikalibrasi dengan metoda seperti Gambar 3-7. Jika hasil kalibrasi βmenggunakan model gravity tidak menghasilkan nilai βyang berkualifikasi baik, maka sebaiknya diaplikasikan dengan nilai parameter penyebar perjalanan sama dengan nol, maka model ini akan mirip dengan model Furness. Model Furness merupakan basis termudah dalam meramalkan matriks perjalanan di mana perilaku matriks di masa datang akan mirip dengan yang ada pada saat ini. Dengan demikan model Furness, cocok untuk wilayah studi yang sudah stabil tanpa perubahan yang berarti dalam basis data sistem zona dan sistem jaringan jalannya. Proses kalibrasi matriks dengan Model Furness disajikan pada Gambar

26 Definisikan Cij Cari nilai C* Mulai iterasi dengan asumsi β = 1/C* Estimasi MAT dengan nilai β dari iterasi sebelumnya Cari nilai Cij dan C* Hitung nilai β Apakah β sudah memenuhi syarat konvergensi? ya Selesai tidak Hitung nilai β yang lebih baik Gambar 3-7 Bagan Alir Kalibrasi Nilai β pada Model Gravity 3-26

27 MAT saat ini Total bangkitan perjalanan saat ini (Oi(0)dan dd(0)) Prediksi bangkitan perjalanan di tahun ke-n (Oi (n) dan Dd (n)) Jumlah perjalanan antarzona saat ini (Tid(0)) Tingkat pertumbuhan perjalanan (Eidan Ed) Iterasi (1): Tid (1) = Tid(0)x Ei Iterasi (2): Tid (2) = Tid (1) x Ei Jumlahkan Tid (2) untuk setiap asal dan tujuan sehingga diperoleh Oi (2) dan Dd (2) Oi (2) =Oi (n) Dd (2) = Dd (n)? tidak Anggap Tid (2) = Tid(0) Selesai ya Gambar 3-8 Metodologi Perhitungan MAT dengan Teknik Furness Pada tahap pemilihan moda (modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda Tahap Pemilihan Rute (Trip Assignment) Terakhir, pada tahap pemilihan rute (trip assignment) MAT didistribusikan ke setiap ruas (link) infrastruktur transportasi yang tersedia di Kabupaten Timor Tengah Selatansesuai dengan kondisi ruas yang ada. Untuk membebankan MAT ke jaringan, digunakan alat bantu software SATURN. Keluaran dari software ini adalah estimasi beban arus lalu lintas dan waktu/biaya perjalanan. 3-27

28 Gambar 3-9 Struktur Umum Pemilihan Rute Pada SATURN Dalam hal ini indikator kinerja jaringan jalan di wilayah studi diwakili oleh beberapa parameter. Adapun indikator lalu lintas yang digunakan adalah: Waktu perjalanan sistem: yang menunjukkan total konsumsi waktu perjalanan yang digunakan oleh seluruh pengguna jalan di wilayah studi dari setiap asal tujuan. Jarak atau panjang perjalanan sistem: yang menunjukkan total jarak atau panjang perjalanan yang ditempuh oleh seluruh pengguna jalan di wilayah studi dari setiap asal tujuan. Kecepatan rata-rata: yang menunjukkan rata-rata kecepatan dari seluruh ruas jalan yang ada di wilayah studi. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar analisis dalam mengevaluasi kebutuhan penyelenggaraan infrastruktur transportasi di Kabupaten Timor Tengah Selatandalam beberapa tahun ke depan Tahapan Pemodelan Transportasi Secara operasional tahapan pemodelan yang akan dilakukan untuk memprediksi kebutuhan pergerakan di masa datang untuk wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan dan 3-28

29 juga implikasinya pada jaringan sistem transportasi berupa kinerja pergerakan dapat dilihat pada Gambar Secara sederhana lingkup kegiatan yang dilakukan meliputi tahapan-tahapan berikut: 1) Sebagai pekerjaan awal dilakukan penetapan sistem zona wilayah studi dan kodifikasi jaringan sistem transportasi eksisting; 2) Melakukan survey road side interview (RSI) dan survey home interview (HI). Survey RSI berguna untuk mendapatkan sampling pergerakan dari dan ke luar zona internal. Sementara itu survey home interview berguna untuk mendapatkan sampling pergerakan di dalam zona internal. Untuk mendapatkan matriks asal tujuan (MAT) pergerakan di setiap wilayah studi, maka data sampling hasil survey RSI dan HI harus dikembalikan ke populasi. 3) Melakukan survey traffic counting di beberapa ruas untuk memvalidasi hasil pemodelan; Gambar 3-10 Bagan Alir Proses Pemodelan Transportasi 3-29

3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI

3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI 3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI 4.1 Tatanan Transportasi Lokal Pada Sistranas Penyusunan Tatanan Transportasi Lokal (Tatralok) dilakukan dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran Sistem Transportasi Nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG

5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 Kebijakan Kewilayahan Rencana Struktur ruang wilayah Kabupaten Nagekeo meliputi, rencana sistem perkotaan wilayah dan rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Kuliah ke 12 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG

5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 Kebijakan Perwilayahan Arahan kebijakan Kabupaten Manggarai Barat dalam rencana struktur kota-kota yang perlu dikembangkan di Kabupaten Manggarai Barat, terdiri

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM MATA KULIAH DASAR-DASAR SEBAGAI SUATU SISTEM SISTEM ADALAH GABUNGAN BEBERAPA KOMPONEN (OBJEK) YANG SALING BERKAITAN DALAM SATU TATANAN STRUKTUR PERUBAHAN SATU KOMPONEN DAPAT MENYEBABKAN PERUBAHAN KOMPONEN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Secara umum metodologi penelitian yang digunakan dapat digambarkan dalam diagram alir berikut ini : Start Data sosial, ekonomi dan jarak Pemodelan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian ini intinya adalah menguraikan bagaimana cara penelitian dilakukan. Data yang dikumpulkan harus sesuai dengan judul tesis dan memenuhi tujuan penelitian.

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci

MODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA

MODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA MODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA Mareta Uci Kartika Indrawati 1, Hera Widyastuti 2 dan Wahju Herijanto 3 1 Mahasiswa Program Magister, Jurusan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Metodologi Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan Districk 9 Apartment. Desain proses pengerjaan dokumen perlu dibuat untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL KABUPATEN BULELENG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA Satria Adyaksa, Ir. Wahju Herijanto, MT, Istiar, ST. MT. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

JUDUL MAKALAH SEMINAR STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK

JUDUL MAKALAH SEMINAR STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK JUDUL MAKALAH SEMINAR STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK 1. PENDAHULUAN Sarana Transportasi sangat penting untuk membuka keterisolasian di daerah-daerah terpencil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR EXECUTIVE SUMMARY 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud pelaksanaan pekerjaan pembuatan Rencana Induk Sub Sektor Transportasi Udara sebagai pendukung dan pendorong sektor lainnya serta pemicu pertumbuhan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Direktorat Lalu lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Jalan Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta 10110 1 1. Cetak Biru Pengembangan Pelabuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang dicapai selama ini telah menimbulkan berbagai tuntutan baru diantaranya sektor angkutan. Diperlukan tingkat pelayanan

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI A. Pendekatan Kajian Pelaksanaan studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan dan Hemat Energi diharapkan menghasilkan suatu konsep pengembangan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Kuliah ke 13 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Jaringan Transportasi dalam Tatranas terdiri dari : 1. Transportasi antar moda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN

Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN Pertemuan Pertama Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis

BAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Surakarta sebagai pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah di Propinsi Jawa Tengah. Secara

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL http://images.hukumonline.com I. PENDAHULUAN Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa perhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studi Sistranas pada Tataran Transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keinginan membangun jaringan Trans Sumatera dengan maksud memberdayakan sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh Sumatera utara dan Riau telah lama direncanakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk menjamin lancarnya

Lebih terperinci

BAB II METODA DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

BAB II METODA DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASAN BAB II METODA DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASAN 2.1 Metoda Pembahasan Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Studi Kelayakan dan Master Plan Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, Konsultan akan melaksanakan kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL MENTERI PERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL Menimbang: a. bahwa dalam Pasal 200 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEMTRANSPORTASI SAAT INI

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEMTRANSPORTASI SAAT INI 4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEMTRANSPORTASI SAAT INI 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Secara Geografis Kota Kupang berada pada posisi 10 36 14-10 39 58 Lintang Selatan dan 123 32 23-123 37 01 Bujur Timur.

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA TRAYEK LYN BM SURABAYA JURUSAN BRATANG MENANGGAL DISUSUN OLEH : BIMA PUTRA

EVALUASI KINERJA TRAYEK LYN BM SURABAYA JURUSAN BRATANG MENANGGAL DISUSUN OLEH : BIMA PUTRA TUGAS AKHIR RC 090412 EVALUASI KINERJA TRAYEK LYN BM SURABAYA JURUSAN BRATANG MENANGGAL DISUSUN OLEH : BIMA PUTRA 3109.040.505 PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam)

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam) Hambatan Samping Bobot Faktor Jumlah (per jam) Besar Bobot Pejalan Kaki 0,5 189 94,5 Parkir, kendaraan 1,0 271 271 berhenti Keluar-masuk 0,7 374 261,8 kendaraan Kendaraan lambat 0,4 206 82,4 Total 709,7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia dalam membentuk jaringan prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang sangat membutuhkan perhatian untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTASI, oleh Rahayu Sulistyorini, S.T., M.T. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis.

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis. III. METODOLOGI A. Umum Metodologi penelitian merupakan suatu cara peneliti bekerja untuk memperoleh data yang dibutuhkan yang selanjutnya akan digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik Asih Zhafarina G 3606 100 035 Dosen Pembimbing Siti Nurlaela, ST, M.Com Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik LATAR BELAKANG Kabupaten Gresik sebagai

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Terwujudnya sistem transportasi yang selamat, efektif, efisien dan terpadu dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional.

Terwujudnya sistem transportasi yang selamat, efektif, efisien dan terpadu dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1 Visi Visi adalah suatu pernyataan tentang kondisi ideal masa depan yang realistik, dapat dipercaya dan mengandung daya tarik bagi satu

Lebih terperinci

FINAL REPORT KOTA TERNATE

FINAL REPORT KOTA TERNATE Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil inventarisasi kebijakan, fakta lapang dan analisis kinerja serta prioritas pengembangan sarana dan prasarana transportasi darat di Kawasan Timur Indonesia,

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Transportasi Setiap Tata Guna Lahan akan terdapat suatu kegiatan yang akan menimbulkan bangkitan pergerakan dan tarikan pergerakan. Kegiatan itu dapat berupa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO)

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) Sisca V Pandey Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam

Lebih terperinci