5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG"

Transkripsi

1 5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 Kebijakan Kewilayahan Rencana Struktur ruang wilayah Kabupaten Nagekeo meliputi, rencana sistem perkotaan wilayah dan rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten. Rencana sistem perkotaan wilayah meliputi: a. PKL, yaitu perkotaan Mbay yang terletak di Kecamatan Aesesa; b. PKLp, yaitu Perkotaan Boawae yang meliputi wilayah Kelurahan Nagesapadhi, Kelurahan Natanage, Kelurahan Olakile, Kelurahan Natanage Timur, Kelurahan Nageoga, Kelurahan Wolopogo dan Kelurahan Rega; c. PPK, yaitu kawasan perkotaan meliputi: Mauponggo di Kecamatan Mauponggo Mbaenuamuri di Kecamatan Keo Tengah Nangaroro di Kecamatan Nangaroro Tengatiba di Kecamatan Aesesa Selatan Tendakinde di Kecamatan Wolowae d. PPL, yaitu meliputi desa: Nagerawe di Kecamatan Boawae Sawu di Kecamatan Mauponggo Maukeli di Kecamatan Mauponggo Wajo di Kecamatan Keo Tengah Tonggo di Kecamatan Nangaroro Langedhawe di Kecamatan Aesesa Selatan Anakoli di Kecamatan Wolowae Marapokot di Kecamatan Aesesa 5-1

2 5.2 Rencana Pengembangan JaringanTransportasi Kabupaten Nagekeo memiliki wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan strategis kepentingan ekonomi daratan, oleh karena itu dalam penyelenggaraan transportasi diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan tidak berpotensi menghambat pertumbuhannya. Rencana pengembangan pelayanan transportasi baik dalam Kota Mbay maupun ke seluruh wilayah Nagekeo sebagai berikut: 1. Pengembangan angkutan umum massal atau angkutan umum dalam kota kapasitas di atas 24 seat yang berwawasan lingkungan. 2. Optimalisasi angkutan perdesaan, angkutan antarkota dalam provinsi dan pengembangan angkutan penumpang jenis bisnis dan eksekutif. 3. Pengembangan angkutan perintis untuk menghubungkan pusat kegiatan dengan daerah pedalaman dan untuk membuka keterisolasian wilayah. 4. Pengembangan angkutan barang dan peti kemas. 5. Pengembangan Sistim Informasi, Pengendalian dan Peningkatan Keselamatan Transportasi. 6. Pengembangan penyajian data base transportasi berbasis internet. 7. Pengembangan ATCS untuk kawasan terminal transportasi jalan, kawasan pasar, kawasan pusat kegiatan, kawasan pelabuhan dan bandara. 8. Penataan daerah rawan kecelakaan dengan penempatan fasilitas Lalu Lintas Angkutan Jalan. 9. Pembatasan kendaraan pada tempat dan waktu tertentu. 10. Pengembangan jaringan jalan dan peningkatan kapasitas jalan baik dalam wilayah Kota Mbay maupun jalan lokal yang menghubungkan antarkecamatan serta menghubungkan sentra produksi. 11. Pengembangan terminal tipe C Danga Mbay sebagai pusat pengendalian angkutan kota. 12. Pengembangan terminal tipe C di ibukota kecamatan. Rencana sistem jaringan prasarana skala kabupaten meliputi, rencana sistem prasarana utama dan rencana sistem prasarana lainnya. Rencana sistem prasarana utama terdiri dari: 1. Sistem jaringan transportasi darat, meliputi: 5-2

3 Jaringan jalan, terdiri atas jaringan jalan arteri primer, kolektor primer dan lokal primer Terminal penumpang tipe B di Kecamatan Aesesa Rute angkutan Kota Bajawa di Kabupaten Ngada Kecamatan Golewa di Kabupaten Ngada Kecamatan Boawae Kecamatan Nangaroro Ende di Kabupaten Ende Maumere di Kabupaten Sikka; Kecamatan Aesesa Kecamatan Nangaroro Ende di Kabupaten Ende Maumere di Kabupaten Sikka; Kecamatan Aesesa Kecamatan Wolowae utara Kabupaten Ende ke arah Maumere di Kabupaten Sikka; Kecamatan Aesesa Kecamatan Boawae Kota Bajawa di Kabupaten Ngada; dan Kecamatan Aesesa Kecamatan Riung di Kabupaten Ngada Kota Bajawa di Kabupaten Ngada. Jaringan sungai, danau dan penyeberangan; pelabuhan penyeberangan Marapokot Mbay di Kecamatan Aesesa sebagai pelabuhan penyeberangan antarpulau dan lintas provinsi dari Kabupaten Nagekeo. 2. Sistem jaringan transportasi laut, meliputi: Tatanan kepelabuhanan berupa Pelabuhan Marapokot di Kecamatan Aesesa dan Pelabuhan Marapokot II di Kecamatan Mauponggo yang berfungsi sebagai pelabuhan pengumpan. Alur pelayaran terdiri atas alur pelayaran dari wilayah kabupaten menuju Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan daerah lain di Kawasan Timur/ Barat Indonesia. 3. Sistem jaringan transportasi udara, terdiri atas: Tatanan kebandarudaraan yaitu Bandar Udara Surabaya II peninggalan Jepang di Kecamatan Aesesa akan dikembangkan menjadi bandara domestik dan internasional yang mendukung sistem transportasi udara di kabupaten dan sekitarnya. Ruang udara untuk penerbangan yaitu berupa rute penerbangan yang akan dikembangkan menuju bandar udara terdekat yang ada dalam maupun luar wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 5-3

4 5.3 Analisis Kebutuhan Transportasi Timeframe Dalam studi ini analisis kebutuhan transportasi dilakukan dalam dalam 4 (empat) jangka waktu selama 20 tahun mendatang. Pertimbangan yang diambil di sini adalah bahwa lazimnya perencanaan dilakukan dalam jangka waktu tersebut. Untuk itu prediksi MAT diposisikan pada tahun 2015, tahun 2020, tahun 2025, dan tahun Sistem Zona Untuk keperluan pemodelan transportasi maka wilayah penelitian dibagi menjadi beberapa subdaerah yang disebut zona, yang masing masing diwakili oleh pusat zona. Zona juga dapat dianggap sebagai satu kesatuan atau keseragaman tata guna lahan.pusat zona dianggap sebagai tempat awal pergerakan lalulintas dari zona tersebut dan akhir pergerakan lalulintas yang menuju ke zona tersebut. Pembagian zona pada studi ini didasarkan pada batas administrasi kecamatan. Sehingga sistem zona dikembangkan menjadi10 zona. Data nomor zona dan nama zona untuk wilayah studi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5-1. Tabel 5-1 Sistem Zona Kabupaten Nagekeo No. Zona Nama Zona Jenis Zona 1 Kota MBAY Internal Zone 2 Kec. AESESA dan AESESA SELATAN Internal Zone 3 Kec. BOAWAE Internal Zone 4 Kec. KEO TENGAH dan MAUPONGGO Internal Zone 5 Kec. NANGARORO Internal Zone 6 Kec. WOLOWAE Internal Zone 7 Kab. NGADA, MANGGARAI, dst External Zone 8 Kab. ENDE, MAUMERE LARANTUKA External Zone 9 Kota KUPANG External Zone 10 SULAWESI External Zone Model Sistem Jaringan Untuk melihat pola pergerakan melalui jaringan jalan maka selain sistem zona perlu dikembangkan juga model jaringan jalannya. Sistem jaringan jalan yang dikembangkan diupayakan cukup detail untuk mendapatkan pola pergerakan yang lebih baik. Berdasarkan peta dasar yang ada maka dibuatlah model jaringan jalan Kabupaten Nagekeo. Jaringan jalan yang dikaji dalam studi ini adalah Jalan Nasional (non tol), Jalan Provinsi dan Jalan 5-4

5 Kabupaten.Gambar 5-1 menampilkan secara kewilayahan jaringan jalan yang dikaji dalam proyeksi permintaan perjalanan ini. Gambar 5-1 Model Sistem Jaringan Jalan Kabupaten Nagekeo Tahapan Pemodelan Pokok pekerjaan yang dilakukan secara kronologis sesuai dengan urutan yang tersaji pada beberapa butir berikut ini: 1. Melakukan survey asal tujuan untuk memperoleh Matriks Asal Tujuan di wilayah studi. Survey asal tujuan dilakukan dengan metode Home Interview (HI) dan Road Side Interview (RSI). Dari survey tersebut didapatkan Matriks Asal Tujuan Penumpang Kabupaten Nagekeo untuk tahun 2013, seperti pada Tabel 4-6, dan Matriks Asal Tujuan Angkutan Barang tahun 2013 seperti pada Tabel Membuat model bangkitan dan tarikan pergerakan yang dikaitkan dengan data sosial ekonomi wilayah studi untuk memprediksi bangkitan dan tarikan tahun rencana. 3. Menyebarkan hasil prediksi bangkitan dan tarikan ke semua zona pergerakan sehingga dihasilkan Matriks Asal Tujuan (MAT) Pergerakan setiap tahun rencana. 4. Membebankan MAT setiap tahun rencana ke jaringan transportasi sehingga diketahui arus (volume) pergerakan di semua ruas. 5. Menghitung kinerja jaringan transportasi. 6. Menyusun rencana pengembangan transportasi sesuai dengan analisis kebutuhan transportasi. 5-5

6 5.3.5 Model Trip Generation dan Trip Attraction Tujuan model bangkitan perjalanan (trip generation) pada suatu studi kajian transportasi ialah untuk memperkirakan jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh zona-zona perjalanan yang ada di daerah studi. Dalam terminologi pemodelan transportasi, bangkitan perjalanan atau trip generation adalah total jumlah perjalanan yang berasal (Oi) dan/atau bertujuan (Dj) ke setiap zona yang ada di daerah studi. Untuk mengestimasi atau memprediksi bangkitan perjalanan di masa datang diperlukan model bangkitan perjalanan yang mengaitkan antara jumlah bangkitan/tarikan dengan faktor sosial ekonomi atau faktor penentu pertumbuhan perjalanan di setiap zona (misalnya: jumlah penduduk, PDRB, penggunaan lahan, dlsb). Model bangkitan dan tarikan perjalanan barang yang digunakan dalam kegiatan ini adalah model regresi multi linier dengan rumusan pokok sebagai berikut: Y ei = a + b 1i x 1i + b 2i x 2i + b 3i x 3i b ni x ni + u i Dalam kasus ini, Y ei mewakili jumlah perjalanan (yang lebih tepat dipandang sebagai hasil pemodelan) yang terbangkit atau tertarik dari dan ke zona i sebagai variabel terikat pada model yang bersangkutan. Sedangkan x ni adalah besarnya variabel bebas ke-n yang diamati dari zona i, misalnya: tingkat kepadatan zona industri, jumlah penduduk atau kondisi ekonimi dan lain sebagainya. Selanjutnya a adalah konstanta yang akan diperoleh dari perhitungan dan b ni adalah koefisien yang menyatakan efek perubahan setiap satuan variabel x ni terhadap jumlah perjalanan. Dalam ilmu statistik koefisien b ni biasa disebut dengan koefisien regresi parsial. Sedangkan u i menyatakan besarnya residu yang akan diperoleh dari estimasi. Model bangkitan/ tarikan dikembangkan dari data hasil survey primer dan data sosioekonomi pada tahun yang sama. Dengan metoda step-wise, fungsi yang mengkaitkan antara data sosio-ekonomi (yang terukur dan terdapat data tahunannya) dengan bangkitan/ tarikan. Bentuk persamaan yang dipilih adalah persamaan regresi linier berganda. Dan sesuai dengan metoda step-wise, maka untuk model bangkitan/ tarikan adalah persamaan yang memiliki nilai parameter-parameter statistik tertinggi (dari alternatif yang ada) dan persamaan konsisten dengan hipotesa umum (misalnya semakin tinggi jumlah penduduk, semakin tinggi pula jumlah bangkitan/ tarikan). 5-6

7 Peramalan Bangkitan Pergerakan Hasil proyeksi bangkitan pergerakan di Kabupaten Nagekeo dapat dilihat pada Tabel 5-2.Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa bangkitan terbesar pergerakan ada di Zona 1.Sedangkan bangkitan terkecil pergerakan terdapat di Zona 10. Tabel 5-2 Proyeksi Bangkitan Pergerakan Kabupaten Nagekeo (smp/hari) Zona Proyeksi Trip Generation (smp/hari) Jumlah Peramalan Tarikan Pergerakan Hasil proyeksi tarikan pergerakan di Kabupaten Nagekeo dapat dilihat pada Tabel 5-3.Daritabeltersebut dapat dilihat bahwa nilai tarikan terbesar pergerakan terdapat di Zona 1.Sedangkan nilai tarikan terkecil pergerakan terdapat di Zona 10. Tabel 5-3 Proyeksi Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo (smp/hari) Zona Proyeksi Trip Attraction (smp/hari) Jumlah

8 Gambar 5-2 Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo Tahun 2015 Gambar 5-3 Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo Tahun

9 Gambar 5-4 Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo Tahun 2025 Gambar 5-5 Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo Tahun Prediksi MAT dan Desire Line Angkutan Berdasarkan hasil prediksi bangkitan tarikan perjalanan sebelumnya dapat diestimasi MAT perjalanan di masa datang. Dalam studi ini digunakan pendekatan model prediksi sebaran perjalanan Metoda Furness. Model Furness merupakan basis termudah dalam meramalkan matriks perjalanan di mana perilaku matriks di masa datang akan mirip dengan yang ada pada saat ini. Dengan demikan 5-9

10 model Furness, cocok untuk wilayah studi yang sudah stabil tanpa perubahan yang berarti dalam basis data sistem zona dan sistem jaringan jalannya. Proses kalibrasi matriks dengan Model Furness disajikan pada Gambar 5-6. MAT saat ini Total bangkitan perjalanan saat ini (Oi(0)dan dd(0)) Prediksi bangkitan perjalanan di tahun ke-n (Oi (n) dan Dd (n)) Jumlah perjalanan antarzona saat ini (Tid(0)) Tingkat pertumbuhan perjalanan (Eidan Ed) Iterasi (1): Tid (1) = Tid(0)x Ei Iterasi (2): Tid (2) = Tid (1) x Ei Jumlahkan Tid (2) untuk setiap asal dan tujuan sehingga diperoleh Oi (2) dan Dd (2) Oi (2) =Oi (n) Dd (2) = Dd (n)? tidak Anggap Tid (2) = Tid(0) ya Selesai Gambar 5-6 Metodologi Perhitungan MAT dengan Teknik Furness Dalam studi ini prediksi lalu lintas dilakukan dalam empat jangka waktu yaitu tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030 yang dapat dilihat pada Tabel 5-4 s.d Tabel

11 Tabel 5-4 Prediksi Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun 2015 (smp/hari) O/D Oi' Dd' Tabel 5-5 Prediksi Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun 2020 (smp/hari) O/D Oi' Dd' Tabel 5-6 Prediksi Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun 2025 (smp/hari) O/D Oi' Dd'

12 Tabel 5-7 Prediksi Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun 2030 (smp/hari) O/D Oi' Dd' Hasil prediksi matriks asaltujuan pergerakan penumpang di atas dapat digambarkan dalam garis keinginan (desire lines), dimana ketebalan garis menggambarkan besarnya pergerakan. Desire lines pergerakan penumpang setiap tahun rencana dapat dilihat pada Gambar 5-7 s.d. Gambar Gambar 5-7 Desire Lines Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun

13 Tatralok Kabupaten Nagekeo Gambar 5-8 Desire Lines Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun 2020 Gambar 5-9 Desire Lines Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun

14 Gambar 5-10 Desire Lines Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun Model Pemilihan Rute Menggunakan SATWIN Matriks AsalTujuan (MAT) yang sudah didapat dari hasil pemodelan dibebankan ke jaringan jalan untuk mendapatkan volume pada masing-masing ruas jalan yang dilewati. Sedangkan untuk mendapatkan volume di ruas jalan beberapa tahun mendatang dilakukan dengan membebankan MAT hasil prediksi ke jaringan jalan yang sudah di-update, sesuai dengan program pengembangan jalan (misal: pembangunan, peningkatan dan pelebaran jalan). Untuk membebankan MAT ke jaringan jalan, kita menggunakan alat bantusoftware SATWIN. Proses pemilihan rute pada SATWIN dapat dilihat pada Gambar Dari hasil assignment MAT terhadap database jaringan jalan dengan sub program SATASS yang terdapat dalam SATWIN diperoleh beberapa indikator kinerja jaringan jalan di wilayah studi yang diperbandingkan antara beberapa skenario. Adapun indikator lalu lintas yang digunakan adalah: Waktu perjalanan sistem: yang menunjukkan total konsumsi waktu perjalanan yang digunakan oleh seluruh pengguna jalan di wilayah studi dari setiap asal tujuan. Jarak atau panjang perjalanan sistem: yang menunjukkan total jarak atau panjang perjalanan yang ditempuh oleh seluruh pengguna jalan di wilayah studi dari setiap asal tujuan. 5-14

15 Kecepatan Rata-rata: yang menunjukkan rata-rata kecepatan dari seluruh ruas jalan yang ada di wilayah studi. MAT perjalanan Data Jaringan I N P U T Pemilihan Rute Arus, kecepatan, waktu Analisis O U T P U T Gambar 5-11 Struktur Umum Model Pemilihan Rute pada SATWIN Analisis dan Prediksi Kinerja Ruas Jalan Kondisi Do-Nothing Pembebanan untuk tahun 2013, 2015, 2020, 2025 dan 2030 dilakukan dengan bantuan software SATWIN. Adapun input parameter dan jaringan jalan diasumsikan sama seperti pemodelan pada tahun dasar 2013, ini berarti bahwa prasarana jaringan jalan (supply) diasumsikan tidak mengalami perubahan sampai pada tahun Input yang berbeda adalah data matrik asal tujuan perjalanan yang digunakan adalah sesuai dengan tahun rencana yang dianalisa pada prediksi Trip Distribution tahun 2013, 2015, 2020, 2025 dan 2030.Kinerja jaringan jalan wilayah studi pada kondisi do-nothing masing-masing tahun rencana, hasil pembebanan MAT pada jaringan jalan eksisting dapat dilihat padatabel 5-8. Dari tabel tersebut dapat dilihat kinerja jaringan jalan semakin lama semakin menurun.konsumsi waktu perjalanan yang digunakan seluruh pengguna jalan dari setiap asal-tujuan semakin lama semakin besar.jarak yang ditempuh oleh seluruh pengguna jalan dari setiap asal-tujuan juga semakin lama semakin jauh.akibatnya kecepatan rata-rata dari seluruh ruas jalan juga semakin menurun. 5-15

16 Tabel 5-8 Kinerja Jaringan Jalan Kondisi Do-Nothing Setiap Tahun Rencana TAHUN WAKTU TEMPUH JARAK TEMPUH KECEPATAN RATA-RATA (smp-jam) (smp-km) (km/jam) , ,8 40, , ,2 40, , ,8 39, , ,7 39, , ,1 39,4 Kecepatan rata-rata seluruh ruas jalan di wilayah studi saat ini (tahun 2013) sekitar 40 km/jam. Dan kecepatan rata-ratanya semakin menurun pada tahun-tahun rencana berikutnya dan di tahun 2030 kecepatan rata-ratanya menurun menjadi 39,4 km/jam. Dengan melihat hasil prediksi kinerja jaringan jalan ini akan dilakukan beberapa skenario penanganan (dosomething) untuk meningkatkan kinerja jaringan jalan pada tahun-tahun mendatang. Beberapa ruas jalan yang mempunyai volume terbesar di jaringan jalan do-nothing tiaptiap tahun rencana hasil assignment sub program SATASS dapat dilihat pada Tabel 5-9.Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa ruas dengan volume terbesar adalah ruas Boanai-W Koli, dimana pada tahun 3030 ruas tersebut menampung jika hingga 128 smp/jam. Tabel 5-9 Prediksi Volume Ruas Jalan Setiap Tahun Rencana (smp/jam) Volume (smp/jam) Nama Ruas W Koli - Boanai Boanai - W Koli Aegela - Aemale Aemale - Aegela Prediksi arus (demand flow) di jaringan jalan setiap tahun rencana secara visual dapat dilihat pada Gambar 5-12 s.d. Gambar Dari gambar dapat dilihat ruas-ruas jalan yang mempunyai demand flow terbesar, dilihat dari ketebalan garis. 5-16

17 Gambar 5-12 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2013 Gambar 5-13 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2015 (Do Nothing) 5-17

18 Gambar 5-14 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2020 (Do Nothing) Gambar 5-15 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2025 (Do Nothing) 5-18

19 Gambar 5-16 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2030 (Do Nothing) Jika volume ruas jalan diketahui, maka VCR jalan tersebut juga dapat dicari dengan cara membagi volume dengan kapasitas jalan. Tabel 5-10 memperlihatkan prediksi kinerja beberapa ruas jalan pada tahun 2013.Tampak bahwa kinerja semua ruas jalan masih baik, dimana ruas berada pada tingkat pelayanan A. Tabel 5-10 Kinerja Jalan di Kabupaten Nagekeo Pada Tahun 2013 Nama Ruas Kapasitas (smp/jam) Volume (smp/jam) VCR 2013 Tingkat Pelayanan W Koli - Boanai ,06 A Boanai - W Koli ,07 A Aegela - Aemale ,03 A Aemale - Aegela ,03 A Tabel 5-11 memperlihatkan prediksi kinerja beberapa ruas jalan pada tahun 2015 sampai tahun 2030.Tampak bahwa kinerja semua ruas jalan masih baik, dimana ruas berada pada tingkat pelayanan A. Tabel 5-11 Prediksi Kinerja Jalan di Kabupaten Nagekeo Tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030 (Do-Nothing) Nama Ruas Volume Capacity Ratio (VCR) W Koli - Boanai 0,07 0,08 0,10 0,12 Boanai - W Koli 0,07 0,08 0,10 0,12 Aegela - Aemale 0,03 0,04 0,05 0,05 Aemale - Aegela 0,03 0,04 0,05 0,

20 Analisis dan Prediksi Kinerja Ruas Jalan Kondisi Do-Something Sistem jaringan transportasi berbasis jalan dapat dikelompokkan berdasarkan hirarki serta fungsinya dan merupakan prasarana transportasi yang akan sangat mempengaruhi secara tidak langsung pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah serta akan berpengaruh juga pada tingkat kesejahteraan masyarakat, tidak terkecuali Kabupaten Nagekeo. Banyak masalah keterbelakangan (kemiskinan) terjadi sebagai akibat karena masih rendahnya tingkat aksesibilitas (keterhubungan) antara wilayah satu dengan wilayah lainnya, yang menyebabkan wilayah dengan aksesibilitas buruk menjadi kurang produktif dan pendapatan masyarakat menjadi berkurang. Sejalan dengan adanya kebijakan otonomi daerah, maka peran sistem jaringan jalan menjadi semakin nyata dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan aksesibilitas antarwilayah. Salah satu usaha yaitu melalui perbaikan aksesibilitas daerah yang telah berkembang dengan daerah yang masih terisolir (remote area) dengan memanfaatkan sistem jaringan jalan dalam pengembangan wilayah pedalaman (rural area). Konsep idealisasi sistem jaringan jalan di Kabupaten Nagekeo, yaitu dengan mengkoneksikan keterhubungan antara kecamatan satu dengan lainnya. Sesuai dengan tujuan pengembangan transportasi di Kabupaten Nagekeo, maka dalam pelaksanaan program pengembangan yang akan dilakukan memprioritaskan penanganan pada: a. Peningkatan kapasitas jalan pada jalan arteri primer. b. Pengembangan jalan arteri sekunder pantai utara Flores. c. Pengembangan jaringan jalan dan peningkatan kapasitas jalan dalam kota maupun jalan lokal yang menghubungkan antarkecamatan serta menghubungkan sentra produksi di Kabupaten Nagekeo. Untuk merencanakan pembangunan jaringan jalan yang berkesinambungan maka program penanganan jaringan di Kabupaten Nagekeo dilakukan dalam empat tahap, yaitu: a. Tahap 1 :tahun b. Tahap 2 : tahun c. Tahap 3 : tahun d. Tahap 4 : tahun

21 Rencana usulan penanganan jaringan jalan tersebut secara garis besar berisi program peningkatan dan pemeliharaan jalan. Dalam pengembangan wilayah, fungsi dari sistem transportasi adalah menghubungkan keterkaitan fungsional antarkegiatan. Berdasarkan fungsi tersebut, maka pengembangan sistem transportasi diarahkan untuk menunjang pengembangan tata ruang Kabupaten Nagekeo secara terpadu.untuk mencapai tujuan diatas, maka diperlukan suatu pola pengembangan prasarana transportasi yang terpadu yang meliputi transportasi darat, penyeberangan, laut dan udara yang terintegrasi dengan sistem tata ruang wilayah Kabupaten Nagekeo. Adapun skenario penanganan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahun : Do nothing, dengan pertimbangan kemampuan pembiayaan dan pendanaan melalui keuangan daerah masih sangat minim.upaya yang dilakukan adalah perbaikan manajemen, penegakan hukum dan penataan sarana prasarana yang ada guna peningkatan pelayanan. 2. Tahun : Peningkatan kapasitas jalan pada jalan arteri primer yang menghubungkan Ngada Nagekeo Ende, pengembangan jaringan jalan dan peningkatan kapasitas jalan baik dalam wilayah Kota Mbay maupun jalan lokal yang menghubungkan antarkecamatan serta menghubungkan sentra produksi di Kab Nagekeo. 3. Tahun : Pengembangan jalan arteri sekunder pantai Utara Flores yang menghubungkan Mborus Danga Nila Aeramo Kaburea. Untuk mengetahui kinerja jaringan jalan dengan beberapa skenario penanganan di atas, konsultan menggunakan alat bantu software SATWIN. Adapun kinerja jaringan jalan beberapa skenario di atas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5-12 Perbandingan Kinerja Jaringan Jalan Sebelum dan Sesudah Penanganan TAHUN WAKTU TEMPUH (smp-jam) JARAK TEMPUH (smp-km) KECEPATAN RATA2 (km/jam) Do Nothing Do Something Do Nothing Do Something Do Nothing Do Something ,2 284, , ,8 40,0 40, ,4 358, , ,8 39,9 40, ,1 431, , ,5 39,7 40, ,0 517, , ,7 39,4 39,9 Dari tabel tersebut terlihat bahwa dengan skenario penanganan pada masing-masing tahun rencana dapat meningkatkan kinerja jaringan jalan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kecepatan rata-rata dan penurunan waktu tempuh dari setiap asal-tujuan jika dibandingkan dengan kondisi do nothing. 5-21

22 Untuk mengetahui kinerja ruas jalan pada masing-masing skenario, dapat dilihat pada volume capacity ratio (VCR) ruas jalan yang didapat dari tahap assignment Matriks Asal Tujuan terhadap jaringan jalan.vc ratio tersebut merupakan indikator teknis tiap ruas jalan yang membandingkan antara volume kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut pada keadaan do nothing dan do somethingdari tahun 2015 sampai dengan tahun 2030 dengan kapasitas jalan tersebut. Beberapa kondisi VC ratio yang ada menunjukkan kondisi dari ruas jalan yang diukur tersebut. Sedangkan gambar demand flow pada masing-masing ruas jalan dapat dilihat pada Gambar 5-17sampai Gambar Gambar 5-17 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2020 (Do-Something) Gambar 5-18 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2025 (Do-Something) 5-22

23 Gambar 5-19 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2030 (Do-Something) Gambar 5-20 VC RatioKabupaten Nagekeo Tahun 2020 (Do-Something) 5-23

24 Gambar 5-21 VC RatioKabupaten Nagekeo Tahun 2025 (Do-Something) Gambar 5-22 VC RatioKabupaten Nagekeo Tahun 2030 (Do-Something) 5-24

25 Table of Contents 5 BAB V Kebijakan Kewilayahan Rencana Pengembangan JaringanTransportasi Analisis Kebutuhan Transportasi Timeframe Sistem Zona Model Sistem Jaringan Tahapan Pemodelan Model Trip Generation dan Trip Attraction Peramalan Bangkitan Pergerakan Peramalan Tarikan Pergerakan Prediksi MAT dan Desire Line Angkutan Model Pemilihan Rute Menggunakan SATWIN Analisis dan Prediksi Kinerja Ruas Jalan Kondisi Do-Nothing Analisis dan Prediksi Kinerja Ruas Jalan Kondisi Do-Something

26 Table of Contents Gambar 5-1 Model Sistem Jaringan Jalan Kabupaten Nagekeo Gambar 5-2 Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo Tahun Gambar 5-3 Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo Tahun Gambar 5-4 Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo Tahun Gambar 5-5 Proyeksi Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo Tahun Gambar 5-6 Metodologi Perhitungan MAT dengan Teknik Furness Gambar 5-7 Desire Lines Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun Gambar 5-8 Desire Lines Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun Gambar 5-9 Desire Lines Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun Gambar 5-10 Desire Lines Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun Gambar 5-11 Struktur Umum Model Pemilihan Rute pada SATWIN

27 Gambar 5-12 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun Gambar 5-13 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2015 (Do Nothing) Gambar 5-14 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2020 (Do Nothing) Gambar 5-15 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2025 (Do Nothing) Gambar 5-16 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2030 (Do Nothing) Gambar 5-17 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2020 (Do-Something) Gambar 5-18 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2025 (Do-Something) Gambar 5-19 Demand FlowKabupaten Nagekeo Tahun 2030 (Do-Something) Gambar 5-20 VC Ratio Kabupaten Nagekeo Tahun 2020 (Do-Something) Gambar 5-21 VC Ratio Kabupaten Nagekeo Tahun 2025 (Do-Something) Gambar 5-22 VC Ratio Kabupaten Nagekeo Tahun 2030 (Do-Something) Tabel 5-1 Sistem Zona Kabupaten Nagekeo Tabel 5-2 Proyeksi Bangkitan Pergerakan Kabupaten Nagekeo (smp/hari)

28 Tabel 5-3 Proyeksi Tarikan Pergerakan Kabupaten Nagekeo (smp/hari) Tabel 5-4 Prediksi Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun 2015 (smp/hari) Tabel 5-5 Prediksi Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun 2020 (smp/hari) Tabel 5-6 Prediksi Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun 2025 (smp/hari) Tabel 5-7 Prediksi Matriks Asal Tujuan Kabupaten Nagekeo Tahun 2030 (smp/hari) Tabel 5-8 Kinerja Jaringan Jalan Kondisi Do-Nothing Setiap Tahun Rencana Tabel 5-9 Prediksi Volume Ruas Jalan Setiap Tahun Rencana (smp/jam) Tabel 5-10 Kinerja Jalan di Kabupaten Nagekeo Pada Tahun Tabel 5-11 Prediksi Kinerja Jalan di Kabupaten Nagekeo Tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030 (Do-Nothing) Tabel 5-12 Perbandingan Kinerja Jaringan Jalan Sebelum dan Sesudah Penanganan

5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG

5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 Kebijakan Perwilayahan Arahan kebijakan Kabupaten Manggarai Barat dalam rencana struktur kota-kota yang perlu dikembangkan di Kabupaten Manggarai Barat, terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEM TRANSPORTASI SAAT INI

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEM TRANSPORTASI SAAT INI 4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEM TRANSPORTASI SAAT INI 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Nagekeo terletak di antara 8 0 26 00 8 0 64 40 Lintang Selatan dan 121 0 6 20 121 0 32 00 Bujur Timur. Bagian

Lebih terperinci

5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG

5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5 BAB V PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 Kebijakan Perwilayahan 5.1.1 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kota Kupang dalam statusnya sebagai ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki fungsi pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

JUDUL MAKALAH SEMINAR STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK

JUDUL MAKALAH SEMINAR STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK JUDUL MAKALAH SEMINAR STUDI DEMAND PENUMPANG TRANSPORTASI UDARA MENUJU DAN KELUAR KABUPATEN FAKFAK 1. PENDAHULUAN Sarana Transportasi sangat penting untuk membuka keterisolasian di daerah-daerah terpencil

Lebih terperinci

3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI

3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI 3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI 4.1 Tatanan Transportasi Lokal Pada Sistranas Penyusunan Tatanan Transportasi Lokal (Tatralok) dilakukan dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran Sistem Transportasi Nasional

Lebih terperinci

3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI

3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI 3 BAB III 4 METODOLOGI STUDI 3.1. Tatanan Transportasi Lokal Pada Sistranas Penyusunan Tatanan Transportasi Lokal (Tatralok) dilakukan dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran Sistem Transportasi Nasional

Lebih terperinci

Buku Perda RTRW Kabupaten Nagekeo

Buku Perda RTRW Kabupaten Nagekeo PERATURAN DAERAH KABUPATEN NAGEKEO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NAGEKEO Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam)

Besar Bobot Kejadian. Kapasitas jalan (smp/jam) Kendaraan (smp/jam) Hambatan Samping Bobot Faktor Jumlah (per jam) Besar Bobot Pejalan Kaki 0,5 189 94,5 Parkir, kendaraan 1,0 271 271 berhenti Keluar-masuk 0,7 374 261,8 kendaraan Kendaraan lambat 0,4 206 82,4 Total 709,7

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian ini intinya adalah menguraikan bagaimana cara penelitian dilakukan. Data yang dikumpulkan harus sesuai dengan judul tesis dan memenuhi tujuan penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa kajian teoretis dari literature dan kajian normatif dari dokumen perundangan dan statutory product lainnya yang diharapkan dapat menjadi dasar pijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

4 BAB IV KONDISIWILAYAH DAN SISTEM TRANSPORTASISAAT INI

4 BAB IV KONDISIWILAYAH DAN SISTEM TRANSPORTASISAAT INI 4 BAB IV KONDISIWILAYAH DAN SISTEM TRANSPORTASISAAT INI 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Secara geografis Kabupaten Manggarai terletak diantara 08.14 LS - 09.00 LS/ dan 120.20 BT - 120.55 BT/ East Longitude.

Lebih terperinci

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM MATA KULIAH DASAR-DASAR SEBAGAI SUATU SISTEM SISTEM ADALAH GABUNGAN BEBERAPA KOMPONEN (OBJEK) YANG SALING BERKAITAN DALAM SATU TATANAN STRUKTUR PERUBAHAN SATU KOMPONEN DAPAT MENYEBABKAN PERUBAHAN KOMPONEN

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perjalanan merupakan suatu kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap orang setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Suatu perjalanan tersebut tidak lepas dari

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kebutuhan turunan dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

ANALISIS PEMILIHAN RUTE DALAM KAJIAN KEBUTUHAN PERGERAKAN PADA RENCANA PEMBANGUNAN RUAS JALAN SEMITAU NANGA BADAU KABUPATEN KAPUAS HULU

ANALISIS PEMILIHAN RUTE DALAM KAJIAN KEBUTUHAN PERGERAKAN PADA RENCANA PEMBANGUNAN RUAS JALAN SEMITAU NANGA BADAU KABUPATEN KAPUAS HULU ANALISIS PEMILIHAN RUTE DALAM KAJIAN KEBUTUHAN PERGERAKAN PADA RENCANA PEMBANGUNAN RUAS JALAN SEMITAU NANGA BADAU KABUPATEN KAPUAS HULU Abstrak Rudi Sugiono Suyono 1) Pembukaan gerbang pergerakan antarnegara

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Secara umum metodologi penelitian yang digunakan dapat digambarkan dalam diagram alir berikut ini : Start Data sosial, ekonomi dan jarak Pemodelan

Lebih terperinci

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEMTRANSPORTASI SAAT INI

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEMTRANSPORTASI SAAT INI 4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEMTRANSPORTASI SAAT INI 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Secara Geografis Kota Kupang berada pada posisi 10 36 14-10 39 58 Lintang Selatan dan 123 32 23-123 37 01 Bujur Timur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan

Lebih terperinci

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik

Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik Asih Zhafarina G 3606 100 035 Dosen Pembimbing Siti Nurlaela, ST, M.Com Arahan Transport Demand Management dalam Pergerakan Transportasi Regional Kabupaten Gresik LATAR BELAKANG Kabupaten Gresik sebagai

Lebih terperinci

No Tahun Kabupaten Gresik Jumlah PDRB per kapita

No Tahun Kabupaten Gresik Jumlah PDRB per kapita Peubah Bebas Peubah bebas diantaranya adalah : Data populasi Yaitu besar jumlah penduduk setiap zona (kabupaten/kota). Data penduduk yang digunakan adalah data penduduk pada tahun yang sama dengan tahun

Lebih terperinci

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN

PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN PETA LOKASI KEGIATAN STRATEGIS PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2015-2019 Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2015-2019 Peta - 1 LOKASI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY

ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY ANALISIS PREDIKSI SEBARAN PERJALANAN PENUMPANG KAPAL LAUT MELALUI PELABUHAN LAUT PENGUMPAN DI KEPULAUAN HALMAHERA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GRAVITY Diane Sumendap Alumni Program Pascasarjana S2 Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandar udara memiliki peran yang penting terhadap kegiatan transportasi. Seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap transportasi udara diseluruh wilayah

Lebih terperinci

MODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA

MODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA MODEL TRIP DISTRIBUTION PENUMPANG DOMESTIK DAN INTERNASIONAL DI BANDARA INTERNASIONAL JUANDA Mareta Uci Kartika Indrawati 1, Hera Widyastuti 2 dan Wahju Herijanto 3 1 Mahasiswa Program Magister, Jurusan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Demand Study Masterplan Karakteristik Sarana Prasarana (Fasilitas) Bandara. Sisi Darat Sisi Udara Struktur Perkerasan

Konsep Dasar Demand Study Masterplan Karakteristik Sarana Prasarana (Fasilitas) Bandara. Sisi Darat Sisi Udara Struktur Perkerasan Pelabuhan Udara Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T. Materi Perkuliahan Konsep Dasar Demand Study Masterplan Karakteristik Sarana Prasarana (Fasilitas) Bandara Sisi Darat Sisi Udara Struktur Perkerasan Evaluasi

Lebih terperinci

PEMILIHAN RUTE PERJALANAN

PEMILIHAN RUTE PERJALANAN Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 9 dan 10 PEMILIHAN RUTE PERJALANAN Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Kuliah ke 13 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Jaringan Transportasi dalam Tatranas terdiri dari : 1. Transportasi antar moda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku di Negara Republik Indonesia yang semakin berkembang, dikarenakan pertumbuhan penduduk di kota Ambon semakin hari semakin

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

STUDI DEMAND PADA RENCANA PEMBANGUNAN JALAN SORONG-KEBAR-MANOKWARI DENGAN MODEL GRAVITY

STUDI DEMAND PADA RENCANA PEMBANGUNAN JALAN SORONG-KEBAR-MANOKWARI DENGAN MODEL GRAVITY STUDI DEMAND PADA RENCANA PEMBANGUNAN JALAN SORONGKEBARMANOKWARI DENGAN MODEL GRAVITY Sukarman dan Wahju Herijanto Pasca Sarjana Bidang Manajemen dan Rekayasa Transportasi FTSP Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Metodologi Secara detil metodologi analisis dampak lalulintas Kegiatan Pembangunan Districk 9 Apartment. Desain proses pengerjaan dokumen perlu dibuat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

KAJIAN POLA PERGERAKAN DI PROPINSI LAMPUNG

KAJIAN POLA PERGERAKAN DI PROPINSI LAMPUNG KAJIAN POLA PERGERAKAN DI PROPINSI LAMPUNG Rahayu Sulistyorini 1, Dwi Heriyanto 2 Abstract Highway in Lampung is the main transportation mode to support internal transportation system. Especially to develop

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk

BAB III LANDASAN TEORI. International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep 3.1.1. Konsep partisipasi Kegiatan Perencanaan Angkutan Pemadu Moda New Yogyakarta International Airport akan melibatkan partisipasi dari stakeholders termasuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN BAB 6 PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan : 1. Tarikan perjalanan pada kawasan bandara dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu perjalanan masuk, perjalanan keluar

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN DI SURABAYA BARAT

PENENTUAN RUTE ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN DI SURABAYA BARAT PENENTUAN RUTE ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN DI SURABAYA BARAT STUDI KASUS: JOYOBOYO-MANUKAN KAMIS, 7 JULI 2011 RIZKY FARANDY, 3607100053 OUTLINE PENDAHULUAN KAJIAN TEORI METODOLOGI PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah

Lebih terperinci

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut.

Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. Badan Litbang Perhubungan telah menyusun kegiatan penelitian yang dibiayai dari anggaran pembangunan tahun 2010 sebagai berikut. A. KEGIATAN POKOK 1. Studi Besar a. Sektoral/Sekretariat 1) Studi Kelayakan

Lebih terperinci

Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN

Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN Pertemuan Pertama Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 UMUM Keperluan data pada studi kali ini meliputi data model transportasi yang berupa data jaringan jalan, data model sistem zona, dan data matriks asal-tujuan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis.

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis. III. METODOLOGI A. Umum Metodologi penelitian merupakan suatu cara peneliti bekerja untuk memperoleh data yang dibutuhkan yang selanjutnya akan digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM

BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM BAB V ANALISIS DATA 5.1 UMUM Bab ini akan menyampaikan hasil pemeriksaaan dampak parkir di badan jalan yang ditampilkan melalui indikator kinerja jaringan jalan. Dengan data-data yang diperoleh dan diolah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Distribusi perjalanan, trip assignment, software Visum versi 15

ABSTRAK. Kata kunci : Distribusi perjalanan, trip assignment, software Visum versi 15 ABSTRAK Kota Denpasar sebagai pusat kegiatan menimbulkan bangkitan perjalanan yang besar. Untuk mengantisipasi permasalahan yang akan timbul dan berkembang akibat pergerakan, maka diperlukan perencanaan

Lebih terperinci

Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan

Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan Pengelompokkan Kategori Berdasarkan Karakteristik Ruas Jalan Ruas Penggunaan Lahan Hambatan Samping On street Parking Through traffic Kategori Jalan Veteran Jalan Kartini Jalan Dr Wahidin Jalan Gresik-

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTSI

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTSI Materi Kuliah PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTSI --- PEMILIHAN RUTE PERJALANAN --- PENDAHULUAN Setiap pelaku perjalanan mencoba mencari rute terbaik yang meminimumkan biaya perjalanannya. Dari beberapa

Lebih terperinci

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR SINGOSARI KABUPATEN MALANG Fikhry Prasetiyo, Rahmat Hidayat H., Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Terdahulu Kajian Pengembangan Jaringan Jalan di Pulau Jawa berbasis zona dimana dibagi menjadi beberapa zona dengan basis terkecil kabupaten. Kajian bangkitan dan tarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH JEMBATAN KAPUAS TERHADAP LALU LINTAS AIR MAUPUN DARAT DI KOTA SINTANG

KAJIAN PENGARUH JEMBATAN KAPUAS TERHADAP LALU LINTAS AIR MAUPUN DARAT DI KOTA SINTANG KAJIAN PENGARUH JEMBATAN KAPUAS TERHADAP LALU LINTAS AIR MAUPUN DARAT DI KOTA SINTANG Etty Apriyanti 1) Abstrak Pembangunan Jembatan Kapuas di Kota Sintang beserta jalan aksesnya memberikan pengaruh yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 dan merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus. Ditinjau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk menjamin lancarnya

Lebih terperinci

MODEL BANGKITAN PERGERAKAN ZONA KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU

MODEL BANGKITAN PERGERAKAN ZONA KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU MODEL BANGKITAN PERGERAKAN ZONA KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU Ismadarni* * Abstract The trip generation is a submodel of four steps transportation planning model, used for calculating the mount of trip

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BEBERAPA ALTERNATIF MANAJEMEN LALULINTAS PADA SEKOLAH SWASTA DI PERUMAHAN PAKUWON CITY SURABAYA

PERBANDINGAN BEBERAPA ALTERNATIF MANAJEMEN LALULINTAS PADA SEKOLAH SWASTA DI PERUMAHAN PAKUWON CITY SURABAYA PERBANDINGAN BEBERAPA ALTERNATIF MANAJEMEN LALULINTAS PADA SEKOLAH SWASTA DI PERUMAHAN PAKUWON CITY SURABAYA Yovita Vanesa Romuty 1, Rudy Setiawan 2, Harry Patmadjaja 3 ABSTRAK : Perjalanan ke sekolah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ANGKUTAN KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK PUSAT KOTA MALALAYANG DAN TRAYEK PUSAT KOTA KAROMBASAN)

ANALISIS KEBUTUHAN ANGKUTAN KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK PUSAT KOTA MALALAYANG DAN TRAYEK PUSAT KOTA KAROMBASAN) ANALISIS KEBUTUHAN ANGKUTAN KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK PUSAT KOTA MALALAYANG DAN TRAYEK PUSAT KOTA KAROMBASAN) Diah Anggraeni Damiyanti Masalle M. J. Paransa, Theo K. Sendow Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keinginan membangun jaringan Trans Sumatera dengan maksud memberdayakan sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh Sumatera utara dan Riau telah lama direncanakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMODELAN TRANSPORTASI, oleh Rahayu Sulistyorini, S.T., M.T. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

disatukan dalam urutan tahapan sebagai berikut :

disatukan dalam urutan tahapan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. Sistem Transportasi Makro Guna lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah yang terbaik, diperlukan pendekatan secara sistem yang dijelaskan dalam bentuk sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Ternate merupakan salah satu kota di Propinsi Maluku Utara yang memiliki prospek untuk berkembang lebih besar dibanding kota-kota lain di Propinsi Maluku Utara.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SISTEM TRANSPORTASI 2.1.1 Pengertian Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antara suatu variabel dengan variabel lainnya dalam tatanan yang terstruktur, dengan kata lain sistem

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR EXECUTIVE SUMMARY 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud pelaksanaan pekerjaan pembuatan Rencana Induk Sub Sektor Transportasi Udara sebagai pendukung dan pendorong sektor lainnya serta pemicu pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkotaan yang mengalami perkembangan selalu menghadapi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Perkotaan yang mengalami perkembangan selalu menghadapi permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkotaan yang mengalami perkembangan selalu menghadapi permasalahan pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Pertumbuhan penduduk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang memiliki potensi sumber daya alam dan buatan yang berkualitas, kualitas sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN TRANSPORTASI

PERENCANAAN TRANSPORTASI SISTEM TRANPORTASI PERENCANAAN TRANSPORTASI by M. Akbar Kurdin, ST., M.Eng.Sc PENDAHULUAN 2 Perenc. Transportasi adalah suatu kegiatan perencanaan sistem transportasi yg sistematis Bertujuan menyediakan

Lebih terperinci

STUDI PEMODELAN TRANSPORTASI DI RUAS JALAN NGINDEN AKIBAT JALAN MERR II-C ( SEGMEN KEDUNG BARUK SEMOLOWARU ) SURABAYA TUGAS AKHIR

STUDI PEMODELAN TRANSPORTASI DI RUAS JALAN NGINDEN AKIBAT JALAN MERR II-C ( SEGMEN KEDUNG BARUK SEMOLOWARU ) SURABAYA TUGAS AKHIR STUDI PEMODELAN TRANSPORTASI DI RUAS JALAN NGINDEN AKIBAT JALAN MERR II-C ( SEGMEN KEDUNG BARUK SEMOLOWARU ) SURABAYA TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian pesyaratan dalam memperoleh gelar sarjana ( S-1

Lebih terperinci

Dr. Sri Atmaja P. Rosyidi Laboratorium Teknik dan Infrastruktur Transportasi Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Sri Atmaja P. Rosyidi Laboratorium Teknik dan Infrastruktur Transportasi Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dr. Sri Atmaja P. Rosyidi Laboratorium Teknik dan Infrastruktur Jurusan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Chapter 01 Model suatu sistem wilayah (perkotaan) adalah model spasial, sehingga diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN TUGAS AKHIR Oleh : Beri Titania 15403053 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal

Lebih terperinci

KENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN?

KENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN? Pertemuan Keenam Prodi S1 Teknik Sipil DTSL FT UGM KENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN? Supaya tercipta: - Transportasi yang efisien - Transportasi yang berkualitas - Transportasi untuk siapa saja 1

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Aksesibilitas dan Mobilitas Sistem tata guna lahan yang ditentukan polanya oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah dan bagaimana system transportasinya melayani, akan memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 2.1.1. Obyek Penelitian Obyek yang dijadikan bahan penelitian adalah Bandara Internasional Soekarno- Hatta yang terletak di propinsi Banten. Gambar

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NAGEKEO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NAGEKEO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NAGEKEO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2/6/2017. Pertemuan Kedua JARINGAN SENTRIPETAL DAN SENTRIFUGAL. Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada

2/6/2017. Pertemuan Kedua JARINGAN SENTRIPETAL DAN SENTRIFUGAL. Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Pertemuan Kedua Prodi S1 Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada JARINGAN SENTRIPETAL DAN SENTRIFUGAL Secara garis besar, jaringan cenderung memiliki 2 dampak spasial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Depok merupakan wilayah penyangga (buffer state) bagi Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Depok merupakan wilayah penyangga (buffer state) bagi Daerah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Depok merupakan wilayah penyangga (buffer state) bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk mengurangi tekanan perkembangan penduduk di Ibukota. Selain itu

Lebih terperinci