UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA PELENGKAP NO. 1 RSCM JL. DIPONEGORO NO. 71, JAKARTA PUSAT, DKI JAKARTA PERIODE 1 MEI - 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WULAN YULIASTUTI, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA PELENGKAP NO. 1 RSCM JL. DIPONEGORO NO. 71, JAKARTA PUSAT, DKI JAKARTA PERIODE 1 MEI - 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker WULAN YULIASTUTI, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii

3

4 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga penulisdapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM yang dilaksanakan mulai tanggal 1 Mei sampai dengan 8 Juni Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Departemen Farmasi FMIPA. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. H. Noviardi, Apt. selaku Bisnis Manajer Rumah Sakit Jakarta dan pembimbing PKPA. 2. Ibu Ines Soepinarko, Apt. selaku Apoteker Pengelola Apotek Kimia Farma Pelengkap No.1 RSCM. 3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA. 4. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA. 5. Ibu Dr. Nelly D. Leswara, Apt. selaku pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker dari Departemen Farmasi FMIPA. 6. Karyawan dan staf Apotek Kimia Farma Pelengkap No.1 RSCM. 7. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Departemen Farmasi FMIPA. 8. Keluarga tercinta atas segenap perhatian, doa, dukungan, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. iv

5 9. Teman-teman PKPA di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM atas kerja sama yang baik selama PKPA. 10. Teman-teman Apoteker angkatan LXXIV atas kebersamaannya selama satu tahun ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2012 v

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... ii iii iv vi viii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Apoteker Pengelola Apotek (APA) Persyaratan Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Pengelolaan Apotek Pelayanan Apotek BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. KI MIA FARMA Tbk. 3.1 Sejarah Singkat Visi dan Misi Visi Misi Budaya Perusahaan Struktur Organisasi Bidang dan Kegiatan Usaha PT. Kimia Farma Tbk. (holding) PT. Kimia Farma Trading and Distribution PT. Kimia Farma Apotek Logo PT. Kimia Farma Apotek Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek BAB 4. TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA PELENGKAP NO. 1 RSCM 4.1 Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM Lokasi Apotek Tata Ruang Apotek Struktur Organisasi Kegiatan Apotek Kegiatan Teknis Kefarmasian Pengadaan/ Pembelian Barang Penyimpanan Barang vi

7 Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Stok Opname Pelayanan Kefarmasian Peracikan Kegiatan Teknis Nonkefarmasian Administrasi Pembelian Administrasi Penjualan Akuntansi Keuangan BAB 5. PEMBAHASAN BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vii

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Logo PT. Kimia Farma Apotek viii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi, serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut, berdasarkan Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mewujudkan pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan yang didukung oleh penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, serta penyediaan jumlah obat yang mencukupi, bermutu baik dan terdistribusi merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. Apotek sebagai salah satu sarana kesehatan dan penyedia layanan kesehatan merupakan suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian yang memberikan suatu pelayanan terpadu kepada masyarakat untuk memperoleh perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin serta terjangkau harganya. Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan dan pencampuran, tetapi juga termasuk pengendalian mutu dan pengamanan sediaan farmasi, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam kegiatan operasionalnya, pengelolaan suatu apotek dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA). Tugas dan tanggung jawab seorang APA di apotek tidak hanya menjalankan fungsi pengabdian profesi apoteker, namun juga menjalankan fungsi administratif dan fungsi kewirausahaan. Dengan 1

10 2 melihat banyaknya dan pentingnya peran apoteker di apotek, kompetensi seorang apoteker menjadi sangat menentukan bagi keberlangsungan apotek tersebut. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan tanggung jawab apoteker di apotek. Pada PKPA ini penulis mendapat kesempatan untuk mengamati dan mempelajari langsung kegiatan yang dilaksanakan di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM. Pelaksanaan PKPA berlangsung dari tanggal 1 Mei sampai dengan 8 Juni Dengan PKPA ini, diharapkan mahasiswa calon apoteker dapat mengetahui peranan apoteker di apotek khususnya di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM, serta diharapkan juga dapat mengambil manfaat dan ilmu sebanyak mungkin agar nantinya dapat diterapkan untuk kepentingan dunia kesehatan. 1.2 Tujuan Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM ini adalah: a. Untuk memahami fungsi dan peranan apoteker di apotek. b. Untuk memahami penerapan manajemen pengelolaan apotek, khususnya di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM. c. Untuk mengetahui apakah kegiatan di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM telah sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

11 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Definisi Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat (Kemenkes RI, 1993). Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Pemerintah RI, 2009b). Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah, dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Suku Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten setempat. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan b. Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika c. Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika d. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian e. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 149/Menkes/Per/II/

12 4 f. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek g. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek h. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/Menkes/SIK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek 2.3 Apoteker Pengelola Apotek (APA) Dalam kegiatan operasionalnya, pengelolaan suatu apotek dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (Pemerintah RI, 2009b). Apoteker merupakan tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian seorang apoteker di apotek adalah bentuk hakiki dari profesi apoteker. Oleh karena itu, APA berkewajiban mencurahkan waktu, pemikiran, dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. Hal ini dikarenakan apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek. Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan (Kemenkes RI, 1993). Berdasarkan Permenkes No. 922/MENKES/PER/X/1993, APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan (sekarang Kementerian Kesehatan). b. Telah mengucapkan sumpah/ janji sebagai apoteker. c. Memiliki Surat Izin dari menteri. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker.

13 5 e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain. Tugas dan tanggung jawab seorang APA di apotek adalah: a. Fungsi pengabdian profesi, meliputi antara lain: 1. Menjamin penyediaan produk dan menyerahkan sediaan farmasi untuk masyarakat. 2. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan memilih bentuk sediaan dan proses penggunaan produk farmasi. 3. Mengontrol peracikan dan pelayanan atas resep yang telah diserahkan kepada pasien. 4. Memberikan informasi tentang obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga kesehatan lain (drug informer). 5. Memonitor kebenaran atau kepatuhan penggunaan obat. 6. Memonitor interaksi atau efek samping penggunaan obat. 7. Memonitor dampak yang dirasakan karena penggunaan obat. b. Fungsi administratif, meliputi antara lain: 1. Memimpin, mengatur dan mengawasi pekerjaan semua SDM apotek. 2. Membuat laporan-laporan dan surat menyurat. 3. Mengawasi penggunaan dan pemeliharaan aktiva (kas) apotek. c. Fungsi kewirausahaan, meliputi antara lain: 1. Merencanakan dan mengatur kebutuhan barang untuk satu periode. 2. Mengatur dan mengawasi penjualan resep dan obat bebas. 3. Menentukan kalkulasi dan kebijakan harga. 4. Berusaha meningkatkan permintaan. 5. Membina hubungan baik dengan pelanggan. 6. Mencari pelanggan baru. 7. Menentukan pemberian kredit atas pembelian obat. 8. Mengadakan efisiensi dalam segala bidang. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA dapat menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat

14 6 menunjuk Apoteker Pengganti. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada Apoteker Pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian ini diatur dalam Permenkes No. 922/MENKES/PER/X/ Persyaratan Apotek Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan pelayanan apotek di suatu tempat tertentu (Kemenkes, 1993). Berdasarkan Permenkes No. 922/MENKES/SK/X/1993, untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek, antara lain: a. Tempat/ Lokasi Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, namun ketentuan ini dapat berbeda, sesuai dengan kebijakan/ peraturan daerah masing-masing. Lokasi apotek pun dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktik dokter, jumlah sarana pelayanan kesehatan lain, sanitasi, dan faktor lainnya. b. Bangunan Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan

15 7 fungsinya. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, ruang administrasi dan kamar kerja apoteker, serta ruang tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik, serta papan nama apotek. c. Perlengkapan Apotek Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu, dll; perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari es, dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika; wadah pengemas dan pembungkus; alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep, dan kwitansi; serta buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundangundangan yang berhubungan dengan apotek. d. Tenaga Kerja/ Personalia Apotek Tenaga kerja/ personalia apotek terdiri dari APA, Apoteker Pendamping, dan Asisten Apoteker. Tenaga lainnya yang juga diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek adalah juru resep sebagai petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker; kasir sebagai orang yang bertugas melakukan transaksi jual beli, serta mencatat penerimaan dan pengeluaran uang; dan pegawai tata usaha sebagai petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan apotek. 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA). Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes). Selanjutnya Kepala Dinkes wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, dan pencabutan izin apotek kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Berdasarkan Permenkes No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek dan Kepmenkes No.

16 8 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1. b. Dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin b dan c tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin f, apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka pengunaan sarana

17 9 dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perudang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi yang tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan contoh Formulir Model APT Pencabutan Surat Izin Apotek Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, jika tidak, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut Surat Izin Apotek (SIA) apabila (Kemenkes RI, 1993): a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA). b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. c. Apoteker Pengelola Apoteker berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus. d. Terjadi pelanggaran yang berhubungan dengan narkotika dan psikotropika. e. Surat Izin Kerja (SIK) APA tersebut dicabut. f. Pemilik Sarana Apotek (PSA) terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek. Pelaksanaan pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12 dan pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegiatan Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-13 (Kemenkes RI, 1993).

18 10 Pembekuan SIA dapat dicairkan kembali apabila apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-14. Pencairan izin apotek tersebut dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat (Kemenkes RI, 1993). Keputusan Pencabutan SIA oleh Kepala Kantor Wilayah disampaikan langsung kepada yang bersangkutan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-15 dan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Kemenkes RI, 1993). 2.7 Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi 2, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan nonteknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi: a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, serta pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan/atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya. Pengelolaan nonteknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya

19 11 dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah: a. Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. b. Pengorganisasian, yaitu menyusun atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian mempunyai suatu tugas khusus dan berhubungan secara keseluruhan. c. Kepemimpinan, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawainya agar berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. d. Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan untuk kemudian dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai. 2.8 Pelayanan Apotek Berdasarkan Permenkes No. 922/MENKES/SK/X/1993, pelayanan yang dilakukan di apotek meliputi: a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA), sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan absah. c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun, resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM.

20 12 e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun. j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. k. APA, Apoteker Pendamping, atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/2004, pelayanan apotek meliputi: a. Pelayanan Resep 1. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi: a) Persyaratan administratif: nama, SIPA dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas; informasi lainnya. b) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

21 13 c) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. 2. Penyiapan obat Penyiapan obat meliputi: a) Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. b) Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca. c) Kemasan obat yang diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. d) Penyerahan Obat Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. e) Informasi Obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas, serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. f) Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar

22 14 dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. g) Monitoring Penggunaan Obat Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya. 3. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain. b. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

23 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. KIMIA FARMA Tbk. 3.1 Sejarah Singkat PT. Kimia Farma Tbk. merupakan perusahaan industri farmasi pertama yang ada di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun Nama Kimia Farma pada awalnya adalah N. V. Chemicalien Handel Rathkamp and Co. Pada tahun 1958, berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhineka Kimia Farma. Kemudian, pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas dan nama perusahaan diubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero). Pada tanggal 4 Juli 2001, PT. Kimia Farma kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. dan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, PT. Kimia Farma Tbk. telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). 3.2 Visi dan Misi Visi Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis (PT. Kimia Farma Tbk., 2011) Misi Menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidangbidang (PT. Kimia Farma Tbk., 2011): a. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang inovatif. 15

24 16 b. Perdagangan dan jaringan distribusi. c. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan pelayanan kesehatan lainnya. d. Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha perusahaan. 3.3 Budaya Perusahaan PT. Kimia Farma Tbk. mengacu pada nilai-nilai perusahaan dengan motto I CARE yang menjadi pedoman dalam berkarya demi meningkatkan kualitas kehidupan (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). I : Innovative, memiliki budaya berpikir out of the box dan membangun produk unggulan. C: Customer First, mengutamakan pelanggan sebagai rekan kerja atau mitra. A: Accountability, bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, integritas dan kerja sama. R: Responsibility, memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan. E : Eco Friendly, menciptakan dan menyediakan produk maupun jasa layanan yang ramah lingkungan. 3.4 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Tbk. dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi empat Direktorat, yaitu Direktorat Pemasaran, Direktorat Produksi, Direktorat Umum dan SDM, dan Direktorat Keuangan, yang masing-masing dimpimpin oleh seorang direktur (Direksi PT. Kimia Farma Tbk., 2009). 3.5 Bidang dan Kegiatan Usaha PT. Kimia Farma Tbk. memiliki beberapa bidang usaha yang pengelolaannya dibagi antara PT. Kimia Farma Tbk. dan dua anak perusahaannya. Bidang usaha industri yang didukung oleh riset dan pengembangan, serta pemasaran dikelola oleh PT. Kimia Farma Tbk. (holding). Sedangkan, bidang

25 17 usaha ritel farmasi/ apotek, klinik, dan laboratorium klinik, serta perdagangan dan distribusi dikelola oleh anak perusahaan, yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. Kimia Farma Tbk., 2011) PT. Kimia Farma Tbk. (holding) PT. Kimia Farma Tbk. memiliki lima fasilitas produksi yang tersebar di lima kota di Indonesia. Kelima fasilitas produksi tersebut, yaitu (PT. Kimia Farma Tbk., 2011): a. Unit Produksi Jakarta di Pulogadung DKI Jakarta b. Unit Produksi Bandung di Jawa Barat c. Unit Produksi Semarang di Jawa Tengah d. Unit Produksi Watudakon di Jombang Jawa Timur e. Unit Produksi Tanjung Morawa di Medan Sumatera Utara Bidang industri PT. Kimia Farma Tbk. didukung oleh Unit Riset dan Pengembangan (Risbang) yang berlokasi di Bandung. Unit Risbang ini melaksanakan kegiatan penciptaan produk baru dan pengembangan produkproduk PT. Kimia Farma Tbk (PT. Kimia Farma Tbk., 2011) PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. KFTD) Dulu, bidang perdagangan dan distribusi dikelola oleh Divisi Pedagang Besar Farmasi (PBF) dari PT. Kimia Farma Tbk. Berbekal kemampuan dan pengalaman dalam menangani pendistribusian produk-produk PT. Kimia Farma Tbk., pada tanggal 4 Januari 2003 Divisi PBF berkembang menjadi anak perusahaan dengan nama PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. KFTD) (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). Tugas utama PT. KFTD adalah mendistribusikan produk-produk Kimia Farma ke berbagai jaringan yang tersebar di seluruh nusantara, yang mencakup 33 provinsi dan 466 kabupaten/ kota. Saat ini terdapat 41 cabang PT. KFTD yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia (PT. Kimia Farma Tbk., 2011).

26 PT. Kimia Farma Apotek (PT. KFA) PT. KFA adalah anak perusahaan PT. Kimia Farma Tbk. yang didirikan berdasarkan akta pendirian Nomor 6 tanggal 4 Januari 2003 yang dibuat dihadapan notaris yang telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. PT. KFA memiliki tujuan untuk memberikan layanan prima atas penjualan produk farmasi, serta solusi jasa layanan kefarmasian untuk seluruh rakyat Indonesia (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). Jumlah outlet Apotek Kimia Farma saat ini berjumlah 390 yang terkoordinasi dalam 34 Business Manager/ Bisnis Manajer (BM), sehingga sangat memungkinkan terwujudnya penyebaran dan pemerataan obat-obatan baik untuk sektor swasta maupun pemerintah (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). Upaya peningkatan pelayanan di Apotek Kimia Farma dilakukan dengan cara: a. Menciptakan suasana aman dan nyaman. b. Personil yang terampil dan ramah tamah. c. Harga yang bersaing. d. Kecepatan pelayanan dan kelengkapan resep. Selain apotek, bidang usaha PT. KFA juga mencakup swalayan farmasi atau Hand Verkoop (HV) yang berisi obat-obat bebas dan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari; pelayanan kacamata (optik) yang didukung peralatan modern untuk pembuatan kacamata; serta klinik. Klinik Kimia Farma menyediakan layananan berupa klinik dasar, klinik spesialis, dan klinik gigi. Saat ini klinik kesehatan Kimia Farma berjumlah 9 buah (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). Pada tahun 2010 dibentuk anak perusahaan PT. KFA, yaitu PT. Kimia Farma Diagnostika (PT. KFD). Tujuannya adalah agar bisnis jasa layanan kesehatan dapat lebih fokus sehingga makin berkembang mendukung layanan one stop health care service. PT. KFD menyediakan layanan laboratorium klinik. Untuk meningkatkan penjualan, PT. KFD melakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan BUMN dan swasta untuk medical check up karyawan. Saat ini terdapat 38 laboratorium klinik yang dikelola oleh PT. KFD (PT. Kimia Farma Tbk., 2011). PT. KFA yang dahulu terkoordinasi dalam Unit Apotek Daerah (UAD)

27 19 sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi bisnis manajer dan apotek pelayanan sebagai hasil restrukturisasi organisasi yang dilakukan. Manajemen PT. KFA melakukan perubahan struktur (restrukturisasi) organisasi dan sistem pengelolaan SDM dengan pendekatan efisiensi, produktivitas, kompetensi dan komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang ada. Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi dan citra lama tentang Kimia Farma. Dengan konsep baru bahwa setiap apotek Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan atau health center, yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti laboratorium klinik, optik, praktik dokter, dan gerai untuk obat-obatan tradisional Indonesia seperti herbal medicine. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara lain dengan memperbarui penampilan eksterior dan interior dari apotek-apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen, dimana setiap apotek Kimia Farma haruslah mampu memberikan servis yang baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan yang cepat dan terasa nyaman. Pada saat ini, unit Business Manager/ Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan, merupakan garda terdepan dari PT. KFA dalam melayani kebutuhan obat kepada masyarakat. Unit BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah tertentu, dengan tugas menangani administrasi permintaan barang dari apotek pelayanan yang berada di bawahnya, administrasi pembelian/ pemesanan barang, administrasi piutang dagang, administrasi hutang dagang, dan administrasi perpajakan. Fokus dari apotek pelayanan adalah pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien, sehingga layanan apotek yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui penjualan setinggi-tingginya Logo PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek sama dengan PT. Kimia Farma Tbk, yaitu matahari dengan jenis huruf italic.

28 20 Gambar 3.1. Logo PT. Kimia Farma Apotek Maksud dari simbol matahari tersebut adalah: a. Paradigma baru Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru kehidupan yang lebih baik. b. Optimis Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnisnya. c. Komitmen Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat secara teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan. d. Sumber energi Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat. e. Semangat yang abadi Warna oranye berarti semangat, warna biru berarti keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang abadi. Jenis huruf yang digunakan dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan dengan nilai dan image yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena prinsip sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada. Adapun sifat huruf tersebut adalah: a. Kokoh Memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam bidang farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan farmasi pertama yang dimiliki Indonesia. b. Dinamis Dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan dan optimisme

29 21 c. Bersahabat Dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan keramahan Kimia Farma dalam melayani konsumennya dalam Konsep Apotek Jaringan. Konsep apotek jaringan sendiri telah dicanangkan pada tahun 1998 yang artinya sudah kurang lebih 7 tahun kebijakan itu diberlakukan untuk menjadikan beberapa Apotek bergabung ke dalam grup yang pada akhirnya diharapkan menjadi suatu jaringan apotek yang kuat Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi Direktur Operasional serta Direktur Pengembangan yang masingmasing membawahi fungsi departemen. Direktur Operasional membawahi Manajer Operasional, Manajer Layanan dan Logistik, serta Manajer Bisnis, sedangkan Direktur Pengembangan membawahi Manajer Pengembangan Pasar. Selain itu, terdapat juga Manajer SDM dan Umum, Manajer Keuangan dan Akuntasi, serta Manajer Informasi dan Teknologi yang langsung berada di bawah Direktur Utama. Terdapat dua jenis Apotek Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang sekarang disebut Business Manager/ Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan. BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. BM bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Dengan adanya konsep BM diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah, apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan penjualan, merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi, serta meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh

30 22 sumber barang dagangan yang lebih murah, dengan maksud agar dapat memperbesar range margin atau HPP rendah. Untuk unit bisnis DKI Jakarta terdapat tiga BM yaitu: a. BM Jaya I, membawahi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran Baru. b. BM Jaya II, membawahi wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Bekasi dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48, Matraman. c. BM Rumah Sakit, yang membawahi Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM, Bendungan Hilir, Otista, Biak, Galuh Mas, Kertabumi, Taman Harapan, Cikarang, dan Cibubur dengan BM di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM. BM secara struktur organisasi langsung membawahi para manajer apotek pelayanan. Selain itu, BM juga membawahi supervisor akuntasi dan keuangan serta supervisor inventory. Masing-masing dari bagian tersebut terdiri dari fungsifungsi yang menjalankan perannya masing-masing.

31 BAB 4 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA PELENGKAP NO. 1 RSCM 4.1 Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM Lokasi Apotek Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM merupakan salah satu apotek pelayanan dari PT Kimia Farma Apotek yang terletak di Jalan Diponegoro No.71 Jakarta Pusat. Lokasi apotek sangat strategis karena berada di dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo yang merupakan rumah sakit rujukan dan banyak praktik dokter dari berbagai poliklinik Tata Ruang Apotek Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM mempunyai penataan ruangan yang diatur sedemikian rupa untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pelanggan dan karyawan. Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM terdiri dari satu swalayan farmasi dan lima loket, yaitu loket lantai 1 Unit Darurat Gawat (UDG), lantai 2 Askes, lantai 2 Tunai, lantai 3 JPS/ Gakin, dan lantai 3 kulit. Lantai 1 UDG digunakan untuk melayani resep tunai, lantai 2 digunakan untuk melayani pasien-pasien dengan jaminan kesehatan, lantai 2 tunai untuk melayani resep tunai, lantai 3 JPS/ Gakin untuk melayani pasien keluarga miskin yang berada di wilayah DKI Jakarta, dan lantai 3 kulit untuk melayani resep tunai pasien dari poliklinik kulit dan kelamin. Adapun pembagian ruangan yang terdapat di apotek antara lain: a. Ruang tunggu b. Tempat penyerahan resep dan pengambilan obat Tempat ini berupa meja yang tingginya sebatas dada sehingga membatasi ruang dalam apotek dengan pasien/ pelanggan. 23

32 24 c. Swalayan farmasi Ruangan ini berada di gedung kencana dan mudah terlihat dari ruang tunggu pasien. Barang-barang yang dijual berupa obat-obat bebas, kosmetik, produk susu, alat kesehatan, dan lain-lain. d. Ruang peracikan dan rak obat Pada ruangan ini dilakukan kegiatan membaca resep, mengambil obat, meracik obat, menulis etiket, dan pemeriksaan obat beserta etiket oleh Asisten Apoteker. Di ruangan ini juga terdapat meja peracikan dan rak-rak obat resep (obat ethical), rak psikotropika, dan lemari narkotika yang terkunci. Meja peracikan digunakan untuk penggerusan dan pencampuran obatobat pulvis, kapsul racikan, salep, krim, dan sirup. Pada meja ini terdapat alatalat yang dibutuhkan dalam proses penggerusan antara lain lumpang dan alu, gelas ukur, alat pulverasi, mesin press bungkus pulvis, dan lain-lain. Pada laci meja ini terdapat rak berisi bahan-bahan yang sering digunakan dalam peracikan obat. Pada ruangan ini terdapat juga sebuah lemari es untuk menyimpan sediaan-sediaan yang membutuhkan suhu penyimpanan antara 2-8 o C, antara lain suppositoria, tablet vaginal, ovula, dan sebagainya. Rak-rak obat dipisahkan sesuai dengan penggolongan obat, dipisahkan sesuai dengan bentuk sediaan, serta disusun secara alfabetis Struktur Organisasi Struktur organisasi pada semua Apotek Kimia Farma pada prinsipnya adalah sama yaitu berpedoman pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh Direksi PT. Kimia Farma Tbk. Pusat. Namun, masing-masing apotek dapat menyesuaikan dengan kondisi dan sarana yang tersedia. Pemberian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas, serta struktur organisasi yang baik diperlukan agar kegiatan apotek dapat berjalan dengan lancar sehingga memudahkan pengawasan dan pertanggungjawaban. Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM dipimpin oleh seorang Manajer Apotek Pelayanan (MAP) yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan apotek dan membawahi secara langsung koordinator teknis apotek yang merupakan seorang asisten apoteker (AA). AA memiliki tugas utama menyiapkan

33 25 obat dan memberikan obat kepada pasien, serta melaksanakan dalam perencanaan dan pemesanan obat ke Unit Bisnis dan bertindak selaku kasir. Masing-masing AA juga bertanggung jawab pada rak-rak obat tertentu dalam rangka perencanaan persediaan obat di apotek. Personalia di apotek terdiri dari: a. Manajer Apotek Pelayanan (MAP) Tanggung jawab utama dari Manajer Apotek Pelayanan (MAP) antara lain: 1. Melakukan pengembangan pasar dengan perencanaan pelanggan tetap baru melalui pembuatan dan penawaran proposal untuk mendukung target penjualan dan pangsa pasar. 2. Menyusun rencana kerja dann anggaran perusahaan meliputi anggaran penjualan, laba, dan biaya yang seefisien mungkin untuk memastikan pencapaian target yang telah ditentukan. 3. Mengelola kegiatan promosi apotek melalui brosur promosi apotek untuk meningkatkan pengenalan apotek kepada masyarakat, dokter, dan instansi terkait. 4. Mengelola kegiatan pelayanan terhadap pelanggan tetap dan melaksanakan praktek profesi sesuai ketentuan untuk memberikan dukungan secara optimum dalam pencapaian kinerja serta memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan sesuai SOP yang telah diitetapkan. 5. Mengelola kegiatan pengembangan bawahan, terutama dalam memberikan informasi obat kepada pelanggan atau melakukan layanan swamedikasi untuk memastikan kebenaran dan kelengkapan informasi yanng diberikan kepada pelanggan serta mempertahankan citra baik perusahaan dan loyalitas pelanggan. 6. Mengontrol biaya operasional apotek (telepon, listrik, bahan bakar, pemeliharaan, dan lainnya) untuk memastikan penggunaan biaya yang efisien dan efektif. 7. Membantu teknis operasional pengembangan usaha apotek baru yang dikelola oleh Manajer Bisnis untuk mendukung proses pengembangan apotek.

34 26 8. Merencanakan, mengelola, dan mengawasi pengadaan dan tingkat persediaan barang di apotek melalui data-data pareto penjualan untuk memastikan tingkat kualitas, kelengkapan, dan ketersediaan barang sesuai kebutuhan pelaggan dan rencana yang telah ditetapkan. 9. Melakukan validasi penjualan dan stok opname untuk memastikan sistem informasi berjalan dengan baik. b. Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tanggung jawab utama dari Apoteker Pengelola Apotek (APA) antara lain: 1. Mengkoordinasikan pelaksanaan fungsi profesi kefarmasian di apotek dengan memberikan bimbingan bagi seluruh sumber daya sesuai dengan profesinya, untuk memastikan bahwa Apoteker Pengelola Apotek dapat bekerja mengelola apotek sesuai dengan profesinya sebagai Apoteker. 2. Mengelola dan mengawasi kegiatan operasional layanan farmasi di apotek yang menjadi tanggung jawab dalam hal pelayanan, untuk memastikan pencapaian kinerja apotek dalam hal pelayanan (tidak ada kesalahan obat dan keluhan pelanggan). 3. Memberikan pengarahan dan mengidentifikasi potensi seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) dalam kegiatan operasional Apotek Pelayanan di bawah tanggung jawabnya, untuk memastikan seluruh karyawan dapat bekerja secara optimal sesuai dengan potensi dan tugasnya masing-masing sehingga target apotek pelayanan tercapai. 4. Melakukan dan mengawasi pelaksanaan pemberian Layanan Swamedik sesuai dengan profesinya, untuk mempertahankan citra baik perusahaan dan loyalitas pelanggan. 5. Memberikan pelatihan kepada seluruh SDM sesuai dengan kebutuhan di apotek untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang baik. 6. Melakukan validasi penjualan dan stok opname untuk memastikan sistem informasi berjalan dengan baik. c. Apoteker Pendamping Apoteker pendamping adalah seorang apoteker yang bertugas memberi

35 27 pelayanan farmasi ketika apoteker pengelola apotek tidak berada di tempat. Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM mempunyai seorang apoteker pendamping yang melaksanakan pekerjaan kefarmasiannya sesuai jadwal. d. Supervisor Layanan Farmasi Tanggung jawab utama dari supervisor layanan farmasi antara lain: 1. Mengkoordinasikan kegiatan pelayanan di apotek untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan sesuai dengan standar dan prosedur. 2. Mengelola pembagian tugas dan menyusun jadwal tugas karyawan serta mengatur cuti karyawan untuk memastikan pengalokasian karyawan yang optimal dan sesuai dengan kebutuhan. 3. Mengkoordinasikan pembagian tanggung jawab lemari obat serta melakukan verifikasi permintaan barang dari penanggungjawab lemari obat untuk memastikan tingkat persediaan barang yang optimal. 4. Melakukan kegiatan rekapitulasi penggunaan narkotika dan psikotropik dari tiap loket sebelum dilaporkan ke Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan dan Suku Dinas Kesehatan, untuk memastikan tingkat penggunaan yang sesuai dengan kebutuhan, standar, dan prosedur yang berlaku. 5. Mengkoordinasikan kegiatan pemasukan data penerimaan barang serta stok opname, yaitu mencocokkan barang yang ada dengan catatan pada kartu dan komputer, untuk memastikan kesesuaian data barang dalam sistem dan barang secara aktual. 6. Mengkoordinasikan kegiatan pemasukan resep kredit untuk mendukung kelancaran proses penagihan lebih lanjut. 7. Melakukan pembatalan transaksi obat dari pelanggan, untuk memastikan pemberian layanan yang sesuai dan memenuhi standar dan prosedur yang berlaku. 8. Mengelola persiapan Bon Penerimaan Barang Apotek (BPBA) dapat diselesaikan sesuai dengan target waktu dan ketentuan serta prosedur yang berlaku.

36 28 e. Supervisor Swalayan Farmasi Tanggung jawab utama dari supervisor swalayan farmasi: 1. Mengelola dan mengawasi kelengkapan, penataan, kerapihan, dan kebersihan obat-obat di swalayan apotek yang dilakukan Pelaksana Swalayan Farmasi, untuk memastikan kenyamanan dan kelengkapan swalayan apotek. 2. Mengelola dan mengawasi prosedur pemberian pelayanan kepada pelanggan yang dilakukan bawahan berdasar tata cara yang telah ditetapkan, untuk memastikan pemberian pelayanan yang baik bagi pelanggan. 3. Melakukan penyusunan jadwal kerja SPG (Sales Promotion Girl) berdasarkan tingkat keramaian kunjungan, untuk memastikan kelancaran sistem pelayanan swalayan di apotek. 4. Menyusun perencanaan pengadaan barang berdasarkan kebutuhan obat di swalayana apotek, untuk menjamin tersedianya dan kelengkapan barang/ obat-obatan di apotek. 5. Menyusun Laporan Penjualan Harian (LPH) apotek, untuk mengevaluasi target penjualan harian dan menghitung laba dan rugi harian di swalayan apotek. f. Pelaksana Layanan Farmasi (Asisten Apoteker) Tanggung jawab dari pelaksana layanan farmasi antara lain: 1. Memberikan pelayanan kepada pasien, mulai dari penerimaan resep sebelum diberikan kepada kasir, perhitungan harga resep apabila diperlukan, pengambilan obat dari bagian persiapan, dan penyerahan obat kepada pasien disertai pencatatan informasi penting, untuk memastikan pelayanan terintegrasi dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 2. Melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep bila ditemukan kejanggalan pada resep dan melakukan koreksi dengan persetujuan dokter penulis resep, untuk mencegah terjadinya kesalahan dengan penulisan resep.

37 29 3. Melakukan proses peracikan (menakar, menggerus, dan mengemas obat) untuk memastikan bahwa jumlah obat dan dosis obat yang telah tertulis di dalam resep tepat. 4. Memberikan pelayanan untuk penjualan obat bebas, untuk memastikan proses penjualan bebas dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. 5. Mengecek barang yang datang, untuk mengetahui kesesuaian barang yang datang sesuai dengan barang yang dipesan melalui BPBA. 6. Memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan dibeli ke bagian pembelian, untuk mendukung proses pemesanan dan pembelian barang. g. Pelaksana Swalayan Farmasi (Non-Asisten Apoteker) Tanggung jawab utama dari pelaksanan swalayan farmasi antara lain: 1. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dalam hal pemberian informasi dan saran mengenai obat dan letak obat di swalayan, untuk mendukung pemberian layanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 2. Melaksanakan kegiatan penataan dan pengelompokan barang/obat sesuai dengan jenis dan tata letak yang telah ditentukan, untuk memudahkan pelanggan dalam mencari barang yang dibutuhkannya. 3. Melakukan pengecekan persediaan barang yang ada di swalayan dan pembukuan persediaan barang yang ada berdasarkan abjad barang ke komputer dan buku stok opname, untuk mengetahui tingkat ketersediaan barang/ obat 4. Mengajukan permohonan pemesanan barang yang kosong, untuk mendukung ketersediaan barang/ obat di swalayan. 5. Melakukan rekapitulasi penjualan yang terjadi dalam sehari (per regu), untuk mendukung penyediaan informasi mengenai kinerja penjualan pada hari yang bersangkutan.

38 30 h. Kasir Tanggung jawab dari kasir antara lain: 1. Memeriksa kesiapan mesin point of sale, rol struk, tinta, uang receh, dan mesin kartu kredit setiap mulai kerja regu, untuk memastikan bahwa peralatan yang akan digunakan dalam kondisi siap pakai. 2. Melakukan komunikasi awal dengan pasien untuk memberikan informasi mengenai resep dokter (nama, jenis, jumlah, dan harga obat) dan ketersediaan obat, untuk menjamin pemberian layanan yang maksimal kepada pelanggan. 3. Menginformasikan harga resep yang telah disetujui dengan memasukkan data tersebut ke komputer dan menginformasikan jumlah uang yang harus dibayarkan oleh pasien. 4. Mencetak dan memberikan struk harga sebagai tanda bukti pembayaran dan pengambilan obat serta menginformasikan waktu penyiapan obat, untuk menjamin ketepatan proses pembayaran, pengambilan, dan penyiapan obat. 5. Menerima pembayaran dari pasien serta menghitung dan memeriksa keaslian uang yang diterima dengan alat detektor, untuk menjamin ketepatan penerimaan pembayaran. 6. Memberikan resep yang sudah dibayar pasien ke Pelaksana Layanan Farmasi, untuk dilakukan proses selanjutnya. 7. Menerima pengembalian obat dari pasien yang batal menggunakan obat (karena meninggal, pulang dari Rumah Sakit, dan lainnya) berdasarkan keterangan dari dokter dan telah disetujui Supervisor Layanan Farmasi, dalam rangka memberikan keringanan biaya obat kepada keluarga pasien sebagai bagian pelayanan dari Apotek Kimia Farma 8. Menyusun laporan penjualan setiap akan ganti regu sebelum disetorkan ke pemegang kas untuk memastikan administrasi. 9. Menyediakan uang kembalian dalam jumlah yang cukup atau diperlukan untuk memastikan kelancaran penjualan apotek.

39 31 i. Pembantu Pelaksana Layanan Farmasi Tanggung jawab utama dari pembantu pelaksana layanan farmasi: 1. Mempersiapkan keperluan fisik apotek (sarana dan prasarana), melakukan kegiatan kebersihan setiap hari, untuk memastikan kesiapan operasional apotek. 2. Melaksanakan pengambilan resep di setiap instansi terkait/ pelanggan yang ditujukan kepada apotek berdasarkan instruksi dari Supervisor/ Pelaksana Layanan Farmasi dan pendistribusian obat-obatan dari apotek kepada instansi terkait/ pelanggan, untuk memastikan pemenuhan kebutuhan obat-obatan dari instansi terkait/pelanggan. 3. Membantu Pelaksana Layanan Farmasi dalam melakukan peracikan dan penyiapan obat-obatan untuk memastikan realisasi terhadap resep yang diterima apotek dan pemenuhan kebutuhan obat-obatan racikan sendiri di apotek. 4. Melaksanakan pengambilan obat-obatan yang dibutuhkan apotek di gudang unit bisnis apotek atau apotek lain untuk memastikan pemenuhan kebutuhan obat-obatan di apotek. 5. Mengantarkan dokumen-dokumen dan kelengkapannya ke kantor Unit Bisnis Apotek atas instruksi Supervisor/ Pelaksana Layanan Farmasi, untuk memastikan kelengkapan informasi dan data di apotek. 4.2 Kegiatan Apotek Kegiatan di apotek terbagi dalam dua bidang yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan teknis nonkefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian Apotek melaksanakan kegiatan teknis kefarmasian meliputi pengadaan, penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan pembekalan farmasi lainnya, serta pengelolaan narkotika dan psikotropika.

40 Pengadaan/ Pembelian Barang Pengadaan barang di apotek dilakukan melalui Bisnis Manajer (BM) Rumah Sakit. Pengadaan dilakukan dengan cara pengumpulan data barang-barang yang akan dipesan dengan cara defekta setiap hari Selasa. Pemesanan barang diprioritaskan berdasarkan sistem pareto. Permintaan barang dilakukan dengan cara mentransfer Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) dari Apotek ke BM melalui program Kimia Farma Information System (KIS) yang akan melanjutkan proses pemesanan. Pemesanan barang ke distributor dilakukan oleh bagian pembelian BM dengan memperhatikan terlebih dahulu mengenai harga yang ditawarkan, besarnya potongan, sistem pembayaran yang ringan dengan jangka waktu yang lama serta pelayanan yang baik, cepat, dan tepat waktu. Prosedur pembelian barang dilakukan sebagai berikut: a. Petugas pembelian barang mengumpulkan data barang yang harus dibeli BM berdasarkan informasi dari buku defekta dari gudang dan BPBA. b. Petugas pembelian akan melakukan perundingan terlebih dahulu mengenai harga, besarnya potongan, cara dan jangka waktu pembayaran. c. Bagian pembelian membuat Surat Pesanan (SP) yang telah ditandatangani oleh BM dan dibuat tiga rangkap. Lembar pertama (putih) diserahkan ke distributor sebagai tanda bukti pemesanan barang. Lembar kedua (merah) diserahkan pada petugas untuk mencocokkan bila barang pesanan datang, setelah selesai disimpan sebagai arsip seksi pembelian untuk mengontrol barang yang dipesan. Lembar ketiga diserahkan kepada apotek BM bagian tata usaha untuk dibukukan ke hutang dagang. d. Bagian pesanan yang datang harus disertai dengan faktur dari distributor yang bersangkutan. e. Penerima barang bertanggung jawab mencocokkan barang yang diterima dengan faktur dan salinan surat pesanan serta memeriksa kesesuaian barang yang diterima dengan jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik, dan tanggal kadaluarsa. f. Bila barang memenuhi syarat, penerima barang menandatangani, memberi tanggal penerimaan, dan nomor urut penerimaan barang pada kolom yang

41 33 tersedia serta memberi stempel apotek pada faktur asli dan fotokopi faktur (salinan faktur). g. Apotek pelayanan memasukkan data pembelian ke komputer sesuai dengan salinan faktur dari PBF (dua rangkap). Rangkap pertama faktur disimpan sebagai arsip dan rangkap kedua diserahkan ke BM untuk keperluan administrasi hutang dagang. Faktur asli dikembalikan pada distributor. h. Bila barang dibayar tunai, setelah faktur asli diserahkan ke distributor maka distributor langsung menagih ke kasir. i. Petugas pembelian mencocokkan faktur mengenai kesesuaian harga yang telah disepakati dengan barang yang dipesan, bila sesuai maka dicatat dalam buku pembelian. j. Barang yang telah diterima kemudian dicatat oleh petugas penerima barang dalam kartu stok barang Penyimpanan Barang Penyimpanan obat disusun berdasarkan penggolongan obat (generik, paten, psikotropika, narkotika, dan alat kesehatan) dan bentuk sediaan obat (padat, semisolid, cairan, dan obat tetes mata) dan tempat khusus lemari pendingin untuk menyimpan obat yang harus disimpan pada suhu rendah seperti suppositoria dan injeksi. Obat narkotika disimpan di lemari tertutup, terpisah, dan selalu dalam keadaan terkunci. Obat psikotropika disimpan dalam rak terpisah dari obat lainnya. Sediaan oral dalam bentuk larutan diletakkan pada rak tersendiri. Obat tetes, sediaan semisolid, dan sediaan injeksi juga diletakkan di tempat yang terpisah. Obat-obat dalam bentuk bahan baku diletakkan di rak tersendiri dekat alat timbang. Setiap pengeluaran dan pemasukan barang dicatat dalam kartu stok. Kartu stok tersebut diletakkan di dalam kotak masing-masing barang. Produk-produk seperti alat kesehatan, vitamin, obat bebas, obat bebas terbatas, produk bayi, kosmetik, dan produk rumah tangga disusun pada rak etalase agar mudah dilihat dan tampak menarik oleh konsumen.sedangkan, dokumen disimpan sebagai arsip apotek dalam jangka waktu tiga tahun. Untuk resep penyimpanan disusun berdasarkan tanggal dan nomor resep untuk

42 34 mempermudah penelusuran resep apabila diperlukan baik untuk kepentingan pasien maupun pemeriksaan. Resep kredit dipisahkan dari resep lainnya. Begitu juga dengan resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika. Setiap tiga tahun resep dapat dimusnahkan dengan cara dibakar dan dibuat berita acara pemusnahan resep Pengelolaan Narkotika Untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan narkotika perlu pengelolaan yang diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM meliputi pemesanan, penerimaan, penyimpanan, dan pelayanan resep narkotika. Untuk pemesanan narkotika APA membuat pemesanan melalui SP narkotika (model N.9 rangkap 4). Satu rangkap SP narkotika hanya berlaku untuk satu jenis obat narkotika. Pemesanan dilakukan ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma tertentu selaku distributor tunggal yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Berdasarkan surat pemesanan tersebut, PBF mengirimkan narkotika beserta faktur ke apotek. SP yang berwarna putih, kuning, dan biru (SP asli dan dua lembar salinan SP) diserahkan ke PBF yang bersangkutan, dan satu lembar sebagai arsip apotek. Penerimaan narkotika yang berasal dari PBF wajib dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau dengan sepengetahuan APA. APA akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan sesuai dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM disimpan dalam lemari khusus yang terkunci dengan baik. Lemari khusus yang digunakan terbuat dari bahan dasar kayu. Lemari khusus tersebut mempunyai kunci yang dipegang oleh asisten apoteker yang telah diberi kuasa. Lemari khusus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak digunakan untuk menyimpan sediaan lain selain narkotika. Untuk pelayanan resep narkotika, Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM hanya menyerahkan obat golongan narkotika berdasarkan resep asli

43 35 narkotika dari dokter atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek dilarang menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama atau salinan resep. Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM dibuat setiap bulan yang meliputi laporan penggunaan sediaan jadi narkotika. Laporan narkotika memuat nama apotek, nama obat, nama distributor, jumlah penerimaan, penggunaan, jumlah pengeluaran, dan stok akhir. Laporan ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama dan Nomor SIK, serta stempel apotek. Laporan dikirim selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan tembusan Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Besar POM, PBF PT Kimia Farma, dan arsip Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan resep, dan pelaporan psikotropika. Pemesanan psikotropika dilakukan oleh Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM melalui BPBA yang dikirim ke BM. Pemesanan obat psikotropika dilakukan dengan menggunakan SP Psikotropika yang ditandatangani oleh BM. Satu SP boleh digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. SP dibuat dua rangkap yang masing-masing diserahkan ke PBF yang bersangkutan dan sebagai arsip di apotek. Obat golongan psikotropika juga disimpan di rak yang terpisah dari sediaan lain. Apotek dapat melayani salinan resep psikotropika yang ditulis oleh apotek lain dengan syarat resep tersebut rasional dan berada dalam satu area dengan Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM. Tata cara pelaporan menggunakan psikotropika sama dengan tata cara pelaporan narkotika Stok Opname Kegiatan stok opname dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah barang yang tersedia sama dengan jumlah barang yang tercatat. Kegiatan stok opname dilakukan sebulan sekali. Stok opname ini dilakukan oleh Asisten Apoteker dibantu oleh petugas apotek yang lain, dimana seluruh kegiatannya di bawah

44 36 tanggung jawab APA atau MAP. Tujuan dari stok opname ini adalah untuk menghitung jumlah fisik barang yang ada di stok untuk dicocokkan dengan data transaksi pada komputer. Hal ini berguna untuk mendeteksi secara dini adanya kebocoran atau kehilangan barang dagangan atau obat-obatan. Selain itu stok opname juga bertujuan untuk mendata barang-barang yang kadaluarsa atau mendekati waktu kadaluarsa dan mendeteksi barang-barang slow moving dan fast moving serta mencari upaya yang sebaiknya dilakukan. Untuk barang-barang yang kadaluarsa dipisahkan dengan barang lain kemudian dibuat laporannya tersendiri. Stok opname dilakukan setiap akhir bulan. Tujuan dari stok opname adalah melakukan perbekalan farmasi yang ada di apotek kemudian meneliti kembali hasil stok opname, dibuat data untuk dilaporkan ke MAP. Data stok opname dibuat dan dilaporkan ke MAP. Pelaporan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada MAP mengenai kondisi dan nilai barang stok opname tersebut. Kemudian MAP sebagai pimpinan apotek akan melakukan validasi data. Data yang telah divalidasi selanjutnya dikirimkan ke BM dengan cara transfer melalui komputer Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM meliputi pelayanan dengan resep dokter baik tunai maupun kredit, penjualan obat wajib apotek, dan penjualan obat bebas. Dalam melaksanakan kegiatan pelayanan Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM buka mulai dari jam sampai dengan jam dengan satu kelompok kerja, kecuali loket UDG buka selama 24 jam yang terbagi menjadi 3 kelompok kerja yaitu regu pertama mulai pukul WIB, kelmpok kedua pukul , dan kelompok ketiga pukul Pelayanan kefarmasian dapat berupa penjualan dengan resep dokter, penjualan bebas HV (Hand Verkoop), serta penjualan Obat Wajib Apotek (OWA). Penjualan melalui resep dokter dapat dibagi menjadi dua yaitu resep tunai dan resep kredit. Resep tunai merupakan permintaan obat tertulis dari dokter untuk pasien yang dibayar secara tunai oleh pasien yang bersangkutan.

45 37 Prosedur pelayanan resep tunai adalah sebagai berikut: a. Penerimaan resep tunai oleh asisten apoteker di bagian penerimaan resep dan memeriksa kelengkapan resep serta melihat ada atau tidaknya obat dalam persediaan dan menginformasikan kepada pasien kemudian memberi harga. b. Kasir memasukkan data pasien lama meliputi nama, alamat, dan nomor resep tersebut pada kasir kecil. Kemudian pasien diberi nomor urut tunggu untuk mengambil obat (sesuai dengan nomor urut resep). Selanjutnya resep tersebut diserahkan kepada asisten apoteker di ruangan peracikan. c. Asisten apoteker mengerjakan resep tersebut dibantu oleh juru resep. Setelah obat disiapkan dan diberi etiket serta dikemas dalam kantong plastik, obat juga diperiksa kebenaran obat, jumlah, dan etiket oleh asisten apoteker. d. Apabila pasien memerlukan kuitansi, maka kuitansi dibuat oleh asisten apoteker dan ditulis salinan resep di belakang kuitansi. Salinan resep dibuat bila resep tersebut perlu diulang (iter), ditebus sebagian atau persediaan obat yang ada masih belum diberikan sebagian karena kekurangan stok barang. e. Setelah diperiksa kebenaran resep tersebut, obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resep disertai dengan informasi tentang cara pemakaian dan informasi lain yang diperlukan. f. Setiap petugas yang melakukan tahapan pengerjaan resep memberi paraf pada lembaran kontrol pengerjaan resep. g. Lembaran resep asli disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun menurut nomor urut dan tanggal resep. Resep kredit merupakan permintaan obat yang ditulis oleh dokter instansi atau perusahaan untuk pasien dari instansi atau perusahaan yang bersangkutan dan telah mempunyai perjanjian dengan apotek dimana pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui sesuai dengan kesepakatan bersama. Peserta askes harus membawa beberapa persyaratan pengambilan obat. Persyaratan tersebut antara lain fotokopi kartu Askes, resep asli dan fotokopi, serta disertai Surat Jaminan Pelayanan (SJP) atau lembar kuning untuk askes swasta. Untuk Askes negeri persyaratannya adalah fotokopi kartu Askes, Surat Jaminan Pelayanan asli (lembaran kuning), serta fotokopi kartu untuk pengambilan obat satu bulan atau resep kronis.

46 38 Bagi peserta Askes Negeri dengan resep kronis yang belum mempunyai kartu putih persyaratannya antara lain fotokopi kartu Askes tiga lembar, fotokopi resep lima lembar, dan fotokopi SJP dua lembar. Untuk pengambilan obat dilakukan 10 hari sekali. Apabila salah satu obat tidak masuk ke dalam DPHO (Daftar Plafon dan Harga Obat) maka pasien harus membeli obat tersebut. Apabila dalam resep tersebut terdapat racikan maka resep tersebut diserahkan kepada petugas bagian peracikan. Setelah obat telah disediakan maka diberi etiket, jika perlu diberikan salinan resep untuk si pasien. Setelah semua selesai dan sesuai maka obat diserahkan kepada pasien. Pada dasarnya prosedur pelayanan resep kredit dan tunai tidak berbeda, kecuali pada pemberian harga dan pembayarannya. Pasien tidak membayar secara langsung tapi cukup menunjukkan kartu identitas kepegawaian kepada petugas apotek dan memenuhi administrasinya. Penjualan resep tunai maupun kredit harus dicatat pada laporan harian apotek oleh petugas tata usaha apotek. Untuk resep-resep kredit yang telah dihargai kemudian diberikan kepada petugas tata usaha untuk dijumlahkan berdasarkan masing-masing instansi bersangkutan agar selanjutnya dapat dilakukan penagihan pada saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati. Pasien dengan resep kredit selain askes dapat dilayani dengan membawa kartu pegawai dan mendapat persetujuan dari instansi yang bersangkutan. Setelah persyaratan administrasi dilengkapi, obat disiapkan dan dibuatkan faktur. Kemudian obat diserahkan kepada pasien. Pada saat penyerahan obat, pasien diminta menandatangani dan menuliskan nomor telepon pada lembar resep untuk peserta askes, sedangkan pasien selain peserta askes diminta menandatangani faktur. Prosedur penjualan bebas adalah petugas akan memperlihatkan barang yang dikehendaki konsumen dan menginformasikan harga barang yang sudah terdaftar dalam komputer. Konsumen kemudian membayar barang yang dikehendaki dan dibayar langsung di kasir. Struk bukti pembayaran kemudian dicetak dua rangkap dimana satu rangkap diberikan kepada konsumen sebagai bukti harga dan pembayaran dan sisanya disimpan oleh petugas apotek sebagai arsip.

47 39 Pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM yang lain adalah penjualan Obat Wajib Apotek (OWA). Penjualan obat wajib apotek merupakan penjualan atau penyerahan obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh Apoteker Pengelola Apotek. Daftar OWA yang sudah dikeluarkan terdiri dari tiga daftar. Apoteker harus mengisi formulir pengobatan diri sendiri yang biasa disebut Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS) berdasarkan keterangan dari pasien serta ditandatangani oleh apoteker dan pasien. Pada saat penyerahan disertai dengan informasi mengenai cara pakai, aturan pakai, dan efek samping obat Peracikan Setiap resep yang masuk ke bagian peracikan dikerjakan sesuai dengan nomor urut kecuali resep yang diberi tanda cito maka resep tersebut dikerjakan terlebih dahulu. Untuk obat-obat paten dapat diambil langsung pada rak obat, sedangkan obat racikan disiapkan pada satu wadah untuk selanjutnya diracik sesuai dengan resep. Setiap pengambilan obat harus dicatat pada kartu stok barang yang tersedia pada masing-masing tempat penyimpanan obat. Bagian peracikan juga menyediakan obat racikan standar (anmaak), yaitu obat-obat yang dibuat sendiri oleh apotek sesuai dengan resep standar dari buku resmi maupun obat atau bahan obat yang dikemas ulang dalam takaran yang lebih kecil Kegiatan Teknis Nonkefarmasian Apotek melakukan kegiatan teknis kefarmasian yang meliputi kegiatan administrasi apotek yang dilakukan oleh bagian tata usaha dan kasir besar dengan tujuan untuk menunjang kelancaran tugas teknis kefarmasian dan berfungsi sebagai alat kontrol. Kegiatan administrasi dilakukan oleh seksi tata usaha yang bertugas mencatat serta membukukan seluruh kegiatan administrasi di apotek. Seksi tata usaha juga harus memberikan data keuangan secara terperinci. Data ini diperlukan untuk pengambilan keputusan baik yang bersifat mendadak maupun menyusun rencana jangka panjang. Pelaksanaan kegiatan adminsitrasi di apotek dapat

48 40 diuraikan menjadi administrasi pembelian, administrasi penjualan, dan akuntansi keuangan Administrasi Pembelian Kegiatan administrasi pembelian berhubungan dengan administrasi hutang dagang. Salinan faktur yang barangnya telah diterima dan telah sesuai dengan jenis barang, jumlah, harga, dan diskon serta telah dibuat data pembeliannya dapat diarsipkan. Setelah diterima faktur aslinya yang disertai dengan faktur pajak dan SP dicocokkan dengan salinan faktur tersebut dan disimpan dalam map tunggu sesuai dengan tanggal jatuh tempo. Selanjutnya diserahkan kepada pimpinan untuk diminta persetujuan pembayaran. Setelah disetujui kemudian dibuatkan voucher pengeluaran bank atau kas untuk keperluan pembayaran dan diserahkan kepada kasir besar. Hutang dagang yang telah dibayarkan kemudian dibukukan. Laporan hutang dagang dibuat setiap satu bulan. Petugas pembelian memesan dan membeli semua perbekalan farmasi yang dibutuhkan oleh apotek secara cermat dan sesuai dengan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) sehingga kebutuhan perbekalan farmasi di apotek dapat dipenuhi Administrasi Penjualan Kegiatan administrasi penjualan berhubungan dengan administrasi kas dan piutang dagang. Penjualan tunai dapat dicatat dalam buku kas dan LIPH, resep, bon penjualan bebas, kuitansi sebagai dokumen yang sah. Penjualan kredit (resep kredit) dapat dibukukan dalam buku piutang dagang dengan faktur sebagai dokumennya, kemudian dibuat rekapitulasi jumlah kredit dan kuitansi penagihan per debitur. Berkas penagihan (resep, faktur, kuitansi) ditandatangani oleh pimpinan apotek kemudian diserahkan kepada bagian administrasi inkaso untuk keperluan penagihan. Piutang yang telah dibayar dapat dibukukan berdasarkan nota inkaso. Laporan piutang dagang dibuat setiap satu bulan. Kegiatan transaksi penjualan baik tunai maupun kredit di apotek pelayanan dikirim dalam bentuk laporan secara periodik ke apotek bisnis manajer. Penjualan secara kredit menyebabkan terjadinya piutang dagang, dimana jangka waktu pembayaran tergantung pada perjanjian dengan instansi yang terkait. Setiap petugas administrasi mendapatkan laporan penjualan kredit dari seksi peracikan

49 41 dengan melampirkan resep kredit. Kemudian berdasarkan data-data dibuat laporan penjualan Akuntansi Keuangan Pembuatan laporan akuntansi keuangan dilakukan oleh bagian administrasi/ tata usaha. Bahan baku pengelolaan akuntansi adalah dokumen yang sah pada setiap kegiatan di apotek. Masing-masing bagian melaporkan ke bagian administrasi dengan menyerahkan dokumen-dokumen yang sah. Masing-masing administrasi melaporkan ke koordinator teknis administrasi/ tata usaha untuk dibuatkan laporan akuntansi keuangan. Laporan akuntansi keuangan antara lain berupa laporan laba rugi, neraca, aliran kas dan rasio keuangan. Proses pembuatan laporan akuntansi keuangan adalah dengan mengumpulkan seluruh dokumen transaksi uang dan barang yang sah di apotek, mencatat seluruh data transaksi ke buku jurnal, kemudian memindahkan dari buku jurnal ke buku besar dan pencocokan catatan di buku besar terhadap informasi terakhir. Selanjutnya menyusun laporan akuntansi keuangan berdasarkan data yang ada di buku besar, menutup buku besar dan membuat laporannya, mengirimkan laporan ke direksi, dan yang terakhir adalah mengarsipkan semua laporan yang ada.

50 BAB 5 PEMBAHASAN Apotek sebagai salah satu sarana kesehatan dan penyedia layanan kesehatan merupakan suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian yang memberikan suatu pelayanan terpadu kepada masyarakat untuk memperoleh perbekalan farmasi yang bermutu dan terjamin serta terjangkau harganya. Dalam kegiatan operasionalnya, pengelolaan suatu apotek dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA). Tugas dan tanggung jawab seorang APA di apotek tidak hanya menjalankan fungsi pengabdian profesi apoteker, namun juga menjalankan fungsi administratif dan fungsi kewirausahaan. Dengan melihat banyaknya dan pentingnya peran apoteker di apotek, kompetensi seorang apoteker menjadi sangat menentukan bagi keberlangsungan apotek tersebut. Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini peserta mendapat kesempatan untuk mengamati dan mempelajari langsung kegiatan yang dilaksanakan di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM. Dengan PKPA ini, diharapkan mahasiswa calon apoteker dapat mengetahui peranan apoteker di apotek, serta bagaimana manajemen pengelolaan suatu apotek, sehingga dapat menambah pengetahuan dan kompetensi sebagai calon apoteker. PT. Kimia Farma Tbk. merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki peranan yang besar baik dalam pengadaan obat-obatan yang bermutu, berkhasiat, dan aman, maupun dalam pendistribusian obat-obatan tersebut kepada masyarakat. PT. Kimia Farma Tbk. memiliki beberapa bidang usaha yang pengelolaannya dibagi antara PT. Kimia Farma Tbk. dan dua anak perusahaannya. Bidang usaha industri yang didukung oleh riset dan pengembangan, serta pemasaran dikelola oleh PT. Kimia Farma Tbk. (holding). Bidang usaha perdagangan dan distribusi dikelola oleh PT. Kimia Farma Trading and Distribution. Sedangkan, bidang usaha ritel farmasi/ apotek, klinik, dan laboratorium klinik dikelola oleh PT. Kimia Farma Apotek (PT. KFA). PT. KFA memiliki tujuan untuk memberikan layanan prima atas penjualan produk farmasi, serta solusi jasa layanan kefarmasian untuk seluruh rakyat 42

51 43 Indonesia. Jumlah outlet Apotek Kimia Farma saat ini berjumlah 390 yang terkoordinasi dalam 34 Bisnis Manajer, sehingga sangat memungkinkan terwujudnya penyebaran dan pemerataan obat-obatan baik untuk sektor swasta maupun pemerintah. Ketigapuluh-empat Bisnis Manajer (BM) tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Untuk wilayah Jakarta, terdapat 3 BM yang masing-masing membawahi beberapa apotek, yaitu BM Jaya 1, BM Jaya 2, dan BM Rumah Sakit Jakarta. BM Jaya 1 yang terletak di Blok M membawahi Apotek Kimia Farma yang berada di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. BM Jaya 2 yang terletak di Matraman membawahi Apotek Kimia Farma yang berada di wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat. Sedangkan BM Rumah Sakit Jakarta yang terletak di RSCM membawahi Apotek Kimia Farma yang berada di RSCM, Benhill, Kertabumi, Otista, Karawang, Cibubur, Biak, Cikarang, dan Taman Harapan Indah. Adanya BM memberi dampak besar dalam hal efisiensi tempat, biaya, dan tenaga SDM. Hal ini dikarenakan dengan sistem grouping, pada masing-masing apotek pelayanan tidak terdapat pengadaan/ pembelian, penyimpanan/ gudang, dan administrasi. Efisiensi biaya terjadi karena pembelian langsung dalam jumlah banyak akan mendapatkan diskon yang lebih besar sehingga memungkinkan penekanan biaya pembelian sekaligus menekan biaya pengiriman dan penyimpanan. SDM dapat diminimalisir untuk kegiatan pengadaan/ pembelian barang, penyimpanan, dan pencatatan tidak lagi dilakukan pada masing-masing apotek. Efisiensi SDM berdampak pada menurunnya biaya pegawai sehingga biaya yang digunakan menjadi lebih efisien. Selain itu, sistem grouping ini dilakukan agar apotek dapat lebih memfokuskan pekerjaannya untuk melayani kebutuhan konsumen. Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM berlokasi di Jalan Diponegoro No. 71, dimana terletak di tempat yang sama dengan BM Rumah Sakit Jakarta. Apotek ini sangat strategis karena terdapat di dalam lingkungan RSCM yang merupakan rumah sakit tipe A dan telah menjadi rumah sakit pusat rujukan nasional.

52 44 Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM terdiri dari satu swalayan farmasi yang berada di cluster Kencana RSCM dan lima loket. Adanya lima loket tersebut bertujuan untuk memudahkan pelayanan resep dan pengadaan jenis obat. Kelima loket tersebut, antara lain: a. Loket UDG di Lantai 1 melayani pasien rawat jalan, baik pembelian tunai maupun kredit. Loket ini buka selama 24 jam. Resep tunai melayani poli jantung dan obgin. Resep kredit melayani pegawai RSCM, kejadian luar biasa, dan perusahaan-perusahaan yang memiliki ikatan kerja sama dengan Apotek Kimia Farma. b. Loket Tunai di Lantai 2 melayani pasien rawat jalan dari poli penyakit dalam dan bedah dari mulai pukul c. Loket Kredit di Lantai 2 melayani pasien jaminan Askes, Jamkesmas, Jamkesda, Jampersal, dan Jampertal dari mulai pukul d. Loket Tunai di Lantai 3 melayani pasien rawat jalan poli kulit, gigi, syaraf, dan jiwa dari mulai pukul e. Loket Gakin DKI Jakarta di Lantai 3 melayani pasien rawat jalan Gakin DKI Jakarta dari mulai pukul Bentuk ruang apotek di masing-masing lantai hanya berupa ruangan yang di dalamnya terdapat tempat penerimaan resep (kasir), ruang racik, tempat penyiapan obat (penulisan etiket), lemari obat, dan ruang tunggu pasien. Sedangkan, untuk di lantai 1 (loket UDG), dilengkapi dengan ruang konseling dengan apoteker. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terdapat di apotek ini terdiri dari apoteker (Manajer Pengelola Apotek (MPA), Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan Apoteker Pendamping (Aping)), asisten apoteker, juru resep, petugas pengadaan, dan kasir. Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan salah satu hal yang harus menjadi perhatian seorang apoteker. Hal tersebut diperlukan karena usaha perapotekan bukan hanya mempunyai fungsi pelayanan kepada masyarakat, melainkan juga mempunyai fungsi bisnis demi kelangsungan apotek tersebut. Dalam membuat perencanaan, masing-masing loket menggunakan metode pareto dimana barang yang fast moving akan lebih diutamakan dibandingkan

53 45 barang yang slow moving. Perencanaan dibuat berdasarkan kebutuhan barang yang ada pada defekta. Setiap loket membuat BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek) dari daftar barang yang kosong setiap hari senin (seminggu sekali). BPBA dari masing-masing loket akan diperiksa dan dikoreksi terlebih dahulu oleh apoteker dan selanjutnya dikirim ke gudang. Pemeriksaan BPBA diperlukan untuk mencegah pembelian barang-barang yang kurang diperlukan, dan untuk mengecek dengan stok yang ada, sehingga tidak terjadi penumpukan barang terutama untuk barang-barang yang slow moving. Selain itu, barang yang dipesan oleh Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM harus mengacu pada Formularium RSCM. Untuk mencegah kekosongan stok obat, dilakukan sistem buffer stock yang jumlahnya berbeda-beda untuk setiap item obat tergantung dari berbagai faktor antara lain kecepatan perputaran obat tersebut apakah fast moving atau slow moving, serta waktu yang diperlukan untuk memesan sampai obat datang (lead time). Selanjutnya, barang yang diminta dalam BPBA diperiksa ketersediaanya di gudang. Jika barang yang dipesan ada, barang dapat langsung diberikan ke setiap loket. Namun, jika barang yang diminta tidak ada di gudang, akan dibuat Surat Pesanan (SP) oleh bagian pengadaan Bisnis Manajer bagian pembelian yang ditujukan kepada masing-masing distributor obat atau alat kesehatan yang diminta. Obat yang telah dibeli tersebut kemudian di-droping ke loket yang meminta. Khusus untuk pelayanan narkotika, pengadaan dilakukan langsung oleh apotek dengan membuat Surat Pesanan Narkotika ke PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PBF Kimia Farma). Distributor perbekalan farmasi harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Kantor Pusat. Adapun kriteria yang harus dipenuhi adalah distributor yang dapat menjamin kualitas barang, tepat dalam pengiriman barang, menjamin ketersediaan barang, distributor resmi (Pengusaha Kena Pajak). Sebelum disimpan, obat yang datang dari gudang diperiksa kesesuaiannya dengan BPBA. Kemudian, diperiksa juga kesesuaian jenis, jumlah, dan tanggal kadaluarsa obat tersebut. Barang yang telah datang akan dicatat di masing-masing kartu stok dan disimpan di tempat yang sesuai.

54 46 Pertama, penyimpanan barang dilakukan berdasarkan stabilitas masingmasing obat apakah dapat disimpan di suhu ruangan (15 o - 30 o C) atau suhu dingin (2 o -8 o C), serta apakah perlu terlindung dari cahaya atau tidak. Kemudian dipisahkan kembali berdasarkan golongan obat seperti obat narkotika, obat psikotropika, obat sitostatika, obat High Alert (obat yang butuh kewaspadaan tinggi), obat ethical, dan obat OTC. Selanjutnya, disimpan berdasarkan obat generik, obat paten, obat mahal, obat topikal, dan obat suntik (injeksi). Obat pada masing-masing golongan tersebut disusun kembali berdasarkan abjad. Beberapa loket di Apotek Pelengkap No. 1 RSCM sudah melakukan pemisahan penyimpanan dengan berdasarkan efek farmakologi. Namun, hanya beberapa efek farmakologi yang umum dan obatnya merupakan obat fast moving, seperti obat-obat untuk tukak lambung dan diabetes. Belum semua loket menerapkan hal ini karena pasien yang dilayani sangat banyak sehingga kecepatan pelayanan dalam menyiapkan obat sangat penting agar pasien puas dengan pelayanan yang diberikan. Penyimpanan obat berdasarkan efek farmakologi sebaiknya dapat diterapkan secara total kedepannya di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM. Hal ini baik untuk dilakukan untuk mempermudah substitusi pengobatan yang sesuai jika salah satu obat kosong. Selain itu, penyimpanan obat berdasarkan efek farmakologi juga dapat meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat. Masing-masing lemari obat mempunyai penanggung jawab yang bertugas untuk mengontrol stok obat-obatan yang ada di lemarinya masing-masing. Penanggung jawab lemari tersebut harus memantau setiap obat disimpan pada kondisi yang sesuai dengan stabilitasnya dan menjaga agar stok obat tersebut tidak kosong. Setiap ada obat yang masuk (berasal dari gudang, loket, ataupun apotek lain) dan keluar (karena penjualan, droping ke loket, ataupun apotek lain) harus dicatat di kartu stok, buku droping, dan buku penerimaan dari loket lain. Hal ini penting untuk menjaga agar stok obat terkontrol dengan baik serta sesuai antara jumlah fisik obat dengan jumlah pada kartu stok. Pengeluaran barang di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM menggunakan sistem kombinasi FIFO (First In First Out) maupun FEFO (First Expired First Out). Hal ini dipermudah dengan adanya penandaan tahun

55 47 kadaluarsa pada masing-masing kotak obat. Apotek membuat penandaan untuk lima tahun terakhir (2011 sampai 2015) dengan warna yang berbeda sehingga mempermudah pengambilan obat yang akan mendekati waktu kadaluarsa. Apotek Pelengkap No.1 RSCM melayani pembelian tunai dan kredit. Proses pelayanan resep dimulai saat petugas apotek menerima resep dari pasien. Penyerahan resep pasien dilakukan di tempat bagian penerimaan resep untuk diperiksa keabsahan dan kelengkapannya. Setelah itu, bagian penerimaan resep memeriksa ketersediaan obat yang tertera pada resep melalui stok yang terdapat dalam data di komputer atau dapat langsung dilihat ke lemari obat/ alkes yang ada. Jika obat/ alkes yang dibutuhkan tidak ada, dilakukan konfirmasi kepada dokter atau pasien apakah bersedia diganti atau tidak dengan obat lain yang mempunyai khasiat yang sama. Jika pasien tidak bersedia, untuk resep tunai biasanya dibuatkan salinan resep, sedangkan untuk resep kredit akan menjadi obat yang dijanjikan dan dicatat pada buku utang. Obat yang dijanjikan dapat diambil kapan saja. Sedangkan, jika obat/ alkes yang diminta ada, kasir akan memberi harga dan melakukan transaksi penjualan-pembelian. Selama resep disiapkan oleh asisten apoteker (AA), pasien diberi nomor untuk pengambilan obat dan menunggu di ruang tunggu. Setiap pengambilan obat (termasuk pemasukan obat) harus dicatat pada kartu stok yang meliputi tanggal pengisian atau pengambilan atau pemasukan barang, nomor resep atau asal barang, jumlah barang yang masuk atau keluar, sisa barang yang ada, serta paraf atau inisial petugas yang melakukan pengisian kartu stok. Kartu stok diletakan pada masing-masing kotak obat atau alat kesehatan. Obat atau alat kesehatan yang telah diambil, kemudian diberikan etiket, dan diserahkan dengan dilengkapi dengan Pemberian Informasi Obat (PIO). Proses pengerjaan resep di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM dipantau dengan lembar HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Lembar ini memuat paraf asisten apoteker yang mengerjakan tahap demi tahap dalam pengerjaan resep sehingga dapat meminimalkan terjadinya kesalahan dan mempermudah pengawasan.

56 48 Pelayanan resep kredit tidak jauh berbeda dengan resep tunai. Perbedaannya hanya terletak pada kelengkapan dokumen untuk masing-masing penjamin dan cara pembayarannya. Setiap hari, ada laporan yang perlu dibuat oleh masing-masing loket seperti LIPH dan bukti setoran kas. Seluruh transaksi yang berjalan dibuat laporannya setiap hari oleh kepala loket. Untuk resep kredit karyawan RSCM, dicatat di buku hutang RSCM. Untuk pasien Gakin DKI, semua resep diserahkan ke bagian TU BM untuk dibuat tagihannya. Begitu pula dengan pasien jaminan. Untuk pembelian tunai, uang hasil transaksi diserahkan ke kasir besar BM tiap harinya, sedangkan laporan narkotika dibuat oleh apoteker setiap bulan. Barang yang rusak, tidak memenuhi syarat, dan yang sudah kadaluarsa akan dimusnahkan. Waktu pemusnahan tidak ditentukan tergantung banyaknya barang yang akan dimusnahkan. Kegiatan stock opname di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM dilakukan setiap satu bulan sekali, mulai dari pencatatan jumlah obat terakhir (stock) pada setiap kartu barang. Kegiatan ini menghitung semua jumlah obat dan tetap harus melayani konsumen. Setelah semua jumlah obat dicatat, data obat di entry satu persatu ke komputer secara online ke BM. Selanjutnya, data tersebut diolah di BM, untuk membandingkan jumlah obat yang ada di apotek pelayanan dengan data obat di BM. Pelayanan kefarmasian tidak lagi hanya memfokuskan diri terhadap pengelolaan obat sebagai komoditas (product oriented), tetapi juga harus mengedepankan pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Untuk mendukung hal tersebut, saat ini Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM sedang meningkatkan kualitas pelayanan pasien dengan Pemberian Informasi Obat (PIO) dan konseling. Karena SDM yang terbatas, PIO dilakukan bukan hanya oleh apoteker, melainkan juga oleh asisten apoteker. Pasien juga dapat melakukan konseling mengenai pengobatan dan penyakit mereka dengan apoteker di ruangan khusus yang telah disediakan. Ruangan konseling ini disediakan untuk menjamin kerahasiaan pasien dan

57 49 mendukung kenyaman pasien dalam menyampaikan masalahnya yang terkait obat kepada apoteker. Penilaian terhadap pelayanan suatu apotek dapat dilihat dari dua hal, yaitu omset penjualan dan tingkat keluhan pasien terhadap pelayanan yang diberikan. Saat ini orientasi paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal tersebut yang saat ini menjadi fokus utama dan akan selalu ditingkatkan pelaksanaannya oleh PT. Kimia Farma Apotek dalam menjalanan pelayanan kefarmasian di setiap apoteknya, termasuk di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM.

58 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Apoteker memiliki fungsi dan peranan yang penting di apotek. Apoteker di apotek berperan sebagai profesional, retailer, dan manajer. Sebagai profesional, apoteker harus menjamin mutu dan rasionalitas pengobatan yang diterima pasien. Sebagai retailer, apoteker harus dapat memuaskan pelayanan kepada pelanggan sehingga dapat meningkatkan omset apotek. Sedangkan, sebagai manajer, apoteker harus dapat mengelola sistem manajerial apotek dengan baik untuk kelangsungan apoteknya. 2. Manajemen pengelolaan perbekalan farmasi di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM terdiri dari perencanaan dengan menggunakan metode pareto, pengadaan berdasarkan BPBA yang dibuat, penyimpanan sesuai dengan ketentuan, pendistribusian obat dengan sistem tunai dan kredit, pelaporan, dan pemusnahan obat yang rusak, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat. 3. Pelaksanaan kegiatan baik kefarmasian maupun nonkefarmasian di Apotek Kimia Farma Pelengkap No. 1 RSCM telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta telah sesuai dengan standar prosedur operasional yang ditetapkan. 6.2 Saran 1. Kecepatan pelayanan dan keramahan karyawan apotek perlu ditingkatkan untuk mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang optimal. 2. Penambahan sumber daya apoteker yang khusus menangani farmasi klinik dan konseling perlu dilakukan supaya pelayanan di apotek yang berlandaskan patient oriented dan patient safety dapat berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang optimal. 50

59 51 3. Kelengkapan obat, ketepatan/ kesesuaian resep, keramahan, pengetahuan petugas apotek, kebersihan ruang racik dan informasi yang diberikan petugas apotek kepada pasien perlu dipertahankan.

60 DAFTAR ACUAN Direksi PT. Kimia Farma Tbk. (2009). Surat Keputusan Direksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. No. KEP. 12 A/ DIR/ VI/2009 tentang Struktur Organisasi PT Kimia Farma Persero Tbk. Jakarta: PT. Kimia Farma Tbk. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan No Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan No Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Lembar Negara Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasiaan. Jakarta: Lembar Negara Republik Indonesia. PT. Kimia Farma Tbk. (2011). 40 Tahun Kimia Farma, Melayani Sepenuh Hati. Jakarta: PT. Kimia Farma Tbk. 52

61 UNIVERSITAS INDONESIA UPAYA PREVENTIF PENYAKIT NYERI PUNGGUNG BAWAH MELALUI MEDIA KOMUNIKASI KESEHATAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WULAN YULIASTUTI, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

62 UNIVERSITAS INDONESIA UPAYA PREVENTIF PENYAKIT NYERI PUNGGUNG BAWAH MELALUI MEDIA KOMUNIKASI KESEHATAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker WULAN YULIASTUTI, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii

63 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii v v BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Definisi Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah Menurut Penyebabnya NPB Traumatik NPB akibat Proses Degeneratif NPB akibat Penyakit Inflamasi NPB akibat Gangguan Metabolisme NPB akibat Neoplasma NPB akibat Kelainan Kongenital NPB sebagai Referred Pain NPB Psikoneurotik NPB akibat Infeksi Gejala Faktor Risiko Usia Jenis Kelamin Obesitas Pekerjaan Faktor Psikososial Riwayat Cedera/ Trauma Aktivitas Merokok Terapi Pencegahan Komunikasi Komunikasi Kesehatan BAB 3. MEDIA KOMUNIKASI KESEHATAN UNTUK PENYAKIT NYERI PUNGGUNG BAWAH BAB 4. PEMBAHASAN iii

64 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN iv

65 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Gerakan-gerakan latihan untuk mencegah/ menanggulangi NPB Gambar 2.2. Ilustrasi poin a komunikasi kesehatan Gambar 2.3. Ilustrasi poin b komunikasi kesehatan Gambar 2.4. Ilustrasi poin c komunikasi kesehatan DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Media komunikasi kesehatan untuk penyakit nyeri punggung bawah v

66 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang dapat diwujudkan melalui pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan besar artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia serta sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional. Dengan memperhatikan peranan kesehatan tersebut maka diperlukan upaya yang memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu (Pemerintah RI, 2009). Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui komunikasi kesehatan oleh tenaga-tenaga kesehatan, termasuk apoteker. Komunikasi kesehatan adalah proses untuk mengembangkan atau membagi pesan kesehatan kepada audiens tertentu dengan maksud mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan keyakinan mereka tentang pilihan perilaku hidup sehat. Informasiinformasi yang diberikan melalui komunikasi tersebut diharapkan dapat diterima masyarakat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga kualitas hidup masyarakat dapat meningkat. Nyeri punggung bawah (NPB), atau yang dikenal juga sebagai low back pain, adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal atau nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki (Sidharta, 2005). Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya NPB, sehingga biasanya NPB diderita oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulangnya sehingga tidak lagi elastis seperti di waktu muda. Namun, saat ini sering ditemukan orang berusia muda sudah terkena NPB. Bahkan anak-anak dan remaja saat ini ini semakin berisiko mengalami nyeri 1

67 2 punggung akibat menghabiskan terlalu banyak waktu membungkuk di depan komputer atau membawa tas sekolah yang berat (Lambeek et al, 2011). NPB juga bisa merupakan gejala penyakit lain yang lebih parah. Hal ini menyebabkan perlunya meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit ini. Peningkatan kewaspadaan masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian informasi, antara lain mengenai penyakit NPB itu sendiri, faktor risiko, serta pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, melalui tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini penulis mencoba mengaplikasikan komunikasi kesehatan melalui media dengan pembuatan kalender yang berisi informasi mengenai NPB. Melalui pembuatan tugas khusus PKPA ini, diharapkan penulis dapat mengetahui lebih dalam mengenai penyakit NPB dan komunikasi kesehatan. Selain itu, diharapkan juga media yang dibuat dapat dimanfaatkan sebagai media komunikasi kesehatan untuk memberikan informasi mengenai NPB. 1.2 Tujuan Tujuan pembuatan tugas khusus ini adalah: a. Untuk memahami penyakit NPB. b. Untuk memahami komunikasi kesehatan.

68 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Definisi Dalam bahasa kedokteran Inggris, nyeri punggung bawah dikenal sebagai low back pain. Nyeri punggung bawah (NPB) adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal atau nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. NPB yang terjadi lebih dari 6 bulan disebut kronik (Sidharta, 2005) Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah Menurut Penyebabnya Nyeri punggung bawah (NPB) menurut penyebabnya diklasifikasikan sebagai berikut: NPB Traumatik (Sidharta, 2005) Lesi traumatik dapat disamakan dengan lesi mekanik. Pada daerah punggung bawah, semua unsur susunan neuromuskoletal dapat terkena oleh trauma. a. Trauma pada unsur miofasial Setiap hari beribu-ribu orang mendapat trauma miofasial, mengingat banyaknya pekerja kasar yang gizinya kurang baik dengan kondisi kesehatan badan yang kurang optimal. Juga di kalangan sosial yang serba cukup atau berlebihan keadaan tubuh tidak optimal karena kegemukan, terlalu banyak duduk dan terlalu kaku karena tidak melakukan gerakan-gerakan untuk mengendurkan urat dan ototnya. NPB jenis ini disebabkan oleh lumbosakral strain dan pembebanan berkepanjangan yang mengenai otot, fasia, dan/ atau ligamen.. 3

69 4 b. Trauma pada komponen keras Akibat trauma karena jatuh fraktur kompresi dapat terjadi di vertebrata torakal bawah atau vertebra lumbal atas. Fraktur kompresi dapat terjadi juga pada kondisi tulang belakang yang patalogik. Karena trauma yang ringan (misal jatuh terduduk dari kursi pendek), kolumna vertebralis yang sudah osteoporotik mudah mendapat fraktur kompresi. Akibat trauma dapat terjadi spondilolisis atau spondilolistesis. Pada spondilolisis istmus pars interartikularis vertebrae patah tanpa terjadinya korpus vertebra. Spondilolistesis adalah pergeseran korpus vertebra setempat karena fraktur bilateral dari istmus pars interartikularis vertebra NPB akibat Proses Degeneratif (Lumbantobing & Arjatmo, 1986; Sidharta, 2005) a. Spondilosis Perubahan degeneratif pada vertebra lumbosakral dapat terjadi pada korpus vertebra berikut arkus dan prosesus artikularis serta ligamen yang menghubungkan bagian-bagian ruas tulang belakang satu dengan yang lain. Dulu proses ini dikenal sebagai osteoatritis deformans, tapi kini disebut sebagai spondilosis. Pada spondilosis terjadi rarefikasi korteks tulang belakang, serta penyempitan diskus dan osteofit-osteofit yang dapat menimbulkan penyempitan dari foramina intervetebralis. b. Hernia nukleus pulposus Perubahan degeneratif dapat juga mengenai annulus fibrosus diskus intervertebralis yang bila pada suatu saat terobek yang dapat disusul dengan protusio diskus intervertebralis yang akhirnya menimbulkan hernia nukleus pulposus. c. Osteoatritis Unsur tulang belakang lain yang sering dilanda proses degeneratif ialah kartilago artikularisnya, yang dikenal sebagai osteoatritis. Pada osteoatritis terjadi degenerasi akibat trauma kecil yang terjadi berulang-ulang selama bertahun-tahun. Terbatasnya pergerakan sepanjang kolumna vertebralis pada

70 5 osteoatritis akan menyebabkan tarikan dan tekanan pada otot-otot/ ligamen pada setiap gerakan sehingga menimbulkan NPB. d. Stenosis spinal Vertebrata lumbosakral yang sudah banyak mengalami penekanan, penarikan, benturan, dan sebagainya dalam kehidupan sehari-hari seseorang, sudah tentu akan memperlihatkan banyak kelainan degeneratif di sekitar diskus intervertebralis dan persendian fasetal posteriornya. Pada setiap tingkat terdapat tiga persendian, yaitu satu di depan yang dibentuk oleh korpus vertebra dengan diskus intervertebralis dan dua di belakang yang dibentuk oleh prosesus artularis superior dan inferior kedua korpus vertebra yang ada di atas dan di bawah diskus intervertebralis tersebut. Kelainan degeneratif yang terjadi di sekitar ketiga persendian itu berupa osteofit dan profilerasi jaringan kapsel persendian yang kemudian mengeras (hard lesion). Bangunan degeneratif itu menyempitkan lumen kanalis intervertebralis setempat dan menyempitkan foramen intervertebra NPB akibat Penyakit Inflamasi (Ngoerah, 1991; Lumbantobing & Arjatmo, 1986; Sidharta, 2005) a. Artritis rematoid Artritis rematoid termasuk penyakit autoimun yang menyerang persendian tulang. Sendi yang terjangkit mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri, dan kemudian sendi mengalami kerusakan. Akibat sinovitis (radang pada sinovium) yang menahun, akan terjadi kerusakan pada tulang rawan, sendi, tulang, tendon, dan ligamen di sendi. b. Spondilitis angkilopoetika Kelainan pada artikus sakroiliaka yang merupakan bagian dari poliartritis rematoid yang juga didapatkan di tempat lain. Rasa nyeri timbul akibat terbatasnya gerakan pada kolumna vertebralis, artikulus sakroiliaka, artikulus kostovertebralis, dan penyempitan foramen intervertebralis.

71 NPB akibat Gangguan Metabolisme (Sidharta, 2005) Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah. Menurunnya massa tulang dan memburuknya arsitektur jaringan tulang ini, berhubungan erat dengan proses remodeling tulang. Pada proses remodeling, tulang secara kontinyu mengalami penyerapan dan pembentukan. Hal ini berarti bahwa pembentukan tulang tidak terbatas pada fase pertumbuhan saja, akan tetapi pada kenyataannnya berlangsung seumur hidup. Sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas, sedangkan osteoklas bertanggung jawab untuk penyerapan tulang. Pembentukan tulang terutama terjadi pada masa pertumbuhan. Pembentukan dan penyerapan tulang berada dalam keseimbangan pada individu berusia sekitar tahun. Keseimbangan ini mulai terganggu dan lebih berat ke arah penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone turnover, yaitu terjadinya proses penyerapan tulang lebih banyak dari pada proses pembentukan tulang. Peningkatan proses penyerapan tulang dibanding pembentukan tulang pada wanita pascamenopause antara lain disebabkan oleh karena defisiensi hormon estrogen, yang lebih lanjut akan merangsang keluarnya mediator-mediator yang berpengaruh terhadap aktivitas sel osteoklas, yang berfungsi sebagai sel penyerap tulang. Jadi yang berperan dalam terjadinya osteoporosis secara langsung adalah jumlah dan aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap tulang, yang dipengaruhi oleh mediatormediator, yang mana timbulnya mediator-mediator ini dipengaruhi oleh kadar estrogen. NPB pada orang tua dan jompo, terutama kaum wanita, seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakitnya bersifat pegal. Nyeri yang tajam atau radikular merupakan keluhan. Dalam hal itu terdapat fraktur kompresi yang menjadi komplikasi osteoporosis tulang belakang.

72 NPB akibat Neoplasma (Sidharta, 2005) a. Tumor benigna Osteoma osteoid yang bersarang di pedikel atau lamina vertebra dapat mengakibatkan nyeri hebat yang dirasakan terutama pada malam hari. Hemangioma merupakan tumor yang berada di dalam kanalis vertebralis dan dapat membangkitkan NPB. Meningioma merupakan suatu tumor intadural namun ekstramedular. Tumor ini dapat menjadi besar sehingga menekan pada radiks-radiks. Maka dari itu tumor ini seringkali membangkitkan nyeri hebat pada daerah lumbosakral. b. Tumor maligna Tumor ganas di vertebra lumbosakral dapat bersifat primer dan sekunder. Tumor primer yang sering dijumpai adalah mieloma multiple. Tumor sekunder yaitu tumor metastatik mudah bersarang di tulang belakang, oleh karena tulang belakang kaya akan pembuluh darah. Tumor primernya bisa berada di mama, prostate, ginjal, paru, dan glandula tiroidea NPB akibat Kelainan Kongenital (Lumbantobing & Arjatmo, 1986; Sidharta, 2005) Lumbalisasi atau adanya 6 bukan 5 korpus vertebra lumbalis merupakan variasi anatomik yang tidak mengandung arti patologik. Demikian juga sakralisasi, yaitu adanya 4 bukan 5 korpus vertebra lumbalis. Pada lumbalisasi lumbosakral strain lebih mudah terjadi oleh karena adanya 6 ruas lumbosakral, bagian lumbal kolum vertebral seolah-olah menjadi lebih panjang, hingga tekanan dan tarikan pada daerah lumbal pada tiap gerakan lebih besar daripada orang normal. Beban yang lebih berat pada otot-otot dan ligamen sering menimbulkan NPB NPB sebagai Referred Pain (Ngoerah, 1991; Sidharta, 2005) Walaupun benar bahwa NPB dapat dirasakan seorang penderita ulkus peptikum, pankreatitis, tumor lambung, penyakit ginjal, dan lain-lainnya, namun penyakit visceral menghasilkan juga nyeri abdominal dengan manifestasi masing-

73 8 masing organ yang terganggu. NPB yang bersifar referred pain memiliki ciri-ciri khas yaitu: a. Nyeri hanya dirasakan berlokasi di punggung bawah. b. Daerah lumbal setempat tidak memperlihatkan tanda-tanda abnormal, yakni tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri gerak, tidak ada nyeri isometrik dan motalitas punggung tetap baik. Walaupun demikian, sikap tubuh mempengaruhi bertambah atau meredanya referred pain. c. Referred pain lumbal ada kalanya merupakan ungkapan dini satu-satunya penyakit visceral. d. Dalam tahap klinis dan selanjutnya, penyakit visceral mengungkapkan adanya keadaan patologik melalui manifestasi gangguan fungsi dan referred pain di daerah lumbal NPB Psikoneurotik (Sidharta, 2005) Beban psikis yang dirasakan berat oleh penderita, dapat pula bermanifestasi sebagai nyeri punggung karena menegangnya otot-ototnya. NPB karena problem psikoneuretik misalnya disebabkan oleh histeria, depresi, atau kecemasan. NPB karena masalah psikoneurotik adalah NPB yang tidak mempunyai dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan jaringan atau batasbatas anatomis, bila ada kaitan NPB dengan patologi organik maka nyeri yang dirasakan tidak sesuai dengan penemuan gangguan fisiknya. Ada 3 jenis keluhan NPB pada penderita psikoneurotik. Pertama adalah seorang histerik. Ia sungguh-sungguh merasakan sakit di pinggang, tetapi sakit pinggangnya merupakan ungkapan penderitaan mentalnya kepada dunia luar. Kedua adalah seorang pengeluh. Dalam hidupnya banyak waktu terbuang untuk merengek-rengek saja. Letaknya nyerinya berubah ubah, misal di kepala, lain kali perutnya kembung, punggung bawah sakit dan seterusnya. Penyakitnya adalah sekaligus hobinya. Ketiga adalah seorang yang dengan keluhannya hendak memperoleh uang ganti rugi, dikenal sebagai NPB kompensantorik.

74 NPB akibat Infeksi (Tunjung, 2009) Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. NPB yang disebabkan infeksi akut misalnya kuman pyogenik (stafilokokus, streptokokus). NPB yang disebabkan infeksi kronik misalnya spondilitis TB Gejala (Sidharta, 2005) Gejala dari nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri atau tidak nyaman, kadang-kadang dengan gejala disertai demam, bengkak, nyeri yang menjalar ke kaki, gangguan berkemih (buang air kecil) dan buang air besar, serta rasa kebas (semutan) di sekitar pinggul Faktor Risiko Faktor risiko untuk NPB antara lain berdasarkan usia, jenis kelamin, obesitas, pekerjaan, faktor psikososial, riwayat cedera punggung sebelumnya, aktivitas, dan kebiasaan merokok Usia (Lambeek et al, 2011) Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya NPB, sehingga biasanya NPB diderita oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulangnya sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu muda. Penelitian telah memperlihatkan bahwa risiko dari NPB meningkat pada pasien yang semakin tua, tetapi ketika mencapai usia sekitar 65 tahun risiko akan berhenti meningkat. Namun, saat ini sering ditemukan orang berusia muda sudah terkena NPB. Bahkan anak-anak dan remaja saat ini ini semakin berisiko mengalami nyeri punggung akibat menghabiskan terlalu banyak waktu membungkuk di depan komputer atau membawa tas sekolah yang berat dari dan ke sekolah Jenis Kelamin (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011) Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri punggung bawah sampai umur 60 tahun. Namun, pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya NPB, karena pada wanita

75 10 keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi. Selain itu, proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya NPB Obesitas (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011) Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih, risiko timbulnya NPB lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya NPB Pekerjaan (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011) Faktor risiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot rangka terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis. Oleh karena itu, riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab NPB Faktor Psikososial (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011) Berbagai faktor psikologis dan sosial dapat meningkatkan risiko NPB. Kecemasan, depresi, stres, tanggung jawab, serta ketidakpuasan kerja dapat menempatkan orang-orang pada peningkatan risiko NPB kronis Riwayat Cedera/ Trauma (Albar, 2009) Satu-satunya alat prediksi terbaik NPB adalah riwayat cedera/ trauma. Seseorang yang pernah mengalami cedera/ trauma sebelumnya berisiko untuk mengalami NPB dikarenakan faktor kekambuhan atau karena cedera tersebut berlangsung kronis Aktivitas (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011) Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab NPB yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang seperti duduk, berdiri, tidur, serta mengangkat beban pada

76 11 posisi yang salah dapat menyebabkan NPB. Misalnya seorang pelajar/ mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak menopang tulang belakang. Posisi mengangkat beban dengan berdiri lalu langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah. Selain sikap tubuh yang salah yang sering kali menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam sehari, melakukan aktivitas dengan duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari, dapat pula meningkatkan risiko timbulnya NPB Merokok (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011) Perokok lebih berisiko terkena NPB dibandingkan dengan yang bukan perokok. Diperkirakan hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen ke cakram dan berkurangnya oksigen darah akibat nikotin terhadap penyempitan pembuluh darah arteri Terapi (DiPiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, & Posey, 2005) Cara yang jelas untuk menghilangkan rasa sakit akibat nyeri punggung bawah adalah dengan menghilangkan penyebab yang mendasarinya. Namun, hal ini sering tidak mungkin atau sulit dilakukan. Hal tersebut menyebabkan tujuan pengobatan nyeri punggung belakang (NPB) difokuskan pada mengurangi gejalagejala yang terjadi. Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan antara lain dengan menghindari atau meminimalkan penyebab/ faktor risiko NPB seperti obesitas, merokok, atau aktivitas yang terlalu berat, serta melakukan gerakan-gerakan latihan untuk mencegah atau menanggulangi NPB.

77 12 [Sumber: Relay Health, 2008] Gambar 2.1. Gerakan-gerakan latihan untuk mencegah/ menanggulangi NPB Terapi farmakologi yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala yang disebabkan oleh NPB adalah analgesik baik nonopioid maupun opioid. Penggunaan analgesik harus dimulai dengan agen analgesik yang paling efektif yang memiliki efek samping paling sedikit. Analgesik non-opioid yang dapat digunakan antara lain asetaminofen, asam asetilsalisilat (aspirin), dan obat anti-inflamasi nonsteroid (seperti ibuprofen,

78 13 natrium diklofenak, ketoprofen, naproksen, dan lain-lain). Obat-obat tersebut, kecuali asetaminofen, mencegah pembentukan produksi prostaglandin sebagai respon terhadap rangsangan berbahaya, sehingga mengurangi jumlah rasa sakit yang diterima oleh sistem saraf pusat. Analgesik opioid yang dapat digunakan antara lain morfin, fentanil, pentazosin, tramadol, dan lain-lain. Analgesikanalgesik tersebut yang digunakan dapat berupa sediaan oral, topikal, maupun injeksi, tergantung tingkat keparahan dan kebutuhan penderita NPB Pencegahan (Ikatan Dokter Ahli Saraf Indonesia, 1986; Ngoerah, 1991) Pencegahan ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat (tetap memiliki faktor risiko) agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan: a. Lakukan aktivitas yang cukup dan tidak terlalu berat. b. Selalu duduk dalam posisi yang tepat. Duduk harus tegap, sandaran tempat duduk harus tegak lurus, tidak boleh melengkung. Posisi duduk berarti membebani tulang belakang 3-4 kali berat badan, apalagi duduk dalam posisi yang tidak tepat. Sementara pada posisi berdiri, punggung hanya dibebani satu setengah kali berat badan normal. c. Jangan terlalu lama duduk. Untuk orang normal, cukup satu setengah jam hingga dua jam. Setelah itu, sebaiknya berdiri dan lakukan peregangan dan duduk lagi lima menit kemudian. d. Jangan membungkuk ketika berdiri atau duduk. Ketika berdiri, jaga titik berat badan agar seimbang pada kaki. Saat bekerja di rumah atau di kantor, pastikan permukaan pekerjaan berada pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja. e. Jika tidur, pilih tempat tidur yang baik, misalnya yang memiliki matras (kasur) yang kuat, sehingga posisi tidur tidak melengkung. Posisi tidur yang paling baik adalah tidur miring dengan satu bantal di bawah kepala dan dengan lutut yang dibengkokkan. Bila tidur terlentang sebaiknya diletakkan bantal kecil di bawah lutut. f. Lakukan olahraga teratur. Pilih olahraga yang berfungsi menguatkan otot-otot perut dan tulang belakang, misalnya sit up. Postur tubuh yang baik akan

79 14 melindungi dari cedera sewaktu melakukan gerakan, karena beban disebarkan merata keseluruh bagian tulang belakang. g. Berjalan rileks dengan sikap tubuh tegak. h. Bila mengendarai mobil, jok mobil jangan terlalu digeser ke belakang hingga posisi tungkai hampir lurus. i. Kenakan sepatu yang nyaman dan bertumit rendah. j. Jangan mengangkat dengan membungkuk. Angkat objek dengan menekuk lutut dan berjongkok untuk mengambil objek. Jaga punggung lurus dan terus dekatkan objek ke tubuh. Hindari memutar tubuh saat mengangkat. Lebih baik mendorong daripada menarik ketika harus memindahkan benda berat. Minta bantuan orang lain bila mengangkat benda yang berat. k. Jaga nutrisi dan diet yang tepat untuk mengurangi dan mencegah berat badan berlebihan, terutama lemak di sekitar pinggang. Diet harian yang cukup kalsium, fosfor, dan vitamin D membantu menjaga pertumbuhan tulang baru. l. Berhenti merokok. Merokok mengurangi aliran darah ke tulang punggung bagian bawah dan menyebabkan cakram tulang belakang mengalami degenerasi. 2.2 Komunikasi (Kurniasih, 2007) Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang akhirnya timbul saling pengertian yang mendalam. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai proses pengalihan suatu ide dari komunikator (orang yang menyampaikan pesan kepada orang lain) kepada satu atau lebih komunikan (orang yang menerima pesan dari orang lain), dengan maksud untuk mengubah tingkah laku. Adapun tujuan dari komunikasi adalah perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), perubahan perilaku (behaviour change), dan perubahan sosial (social change). Prinsip komunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan disebut kerangka pengalaman (field of experience), yang menunjukkan adanya persamaan antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol.

80 15 a. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences). [Sumber: Kurniasih, 2007] Gambar 2.2. Ilustrasi poin a komunikasi kesehatan b. Jika daerah tumpang tindih (the field of experience) menyebar menutupi lingkaran A atau B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, maka makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena (efektif). [Sumber: Kurniasih, 2007] Gambar 2.3. Ilustrasi poin b komunikasi kesehatan c. Namun, jia daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi sentuhan kedua lingkaran atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, maka komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif. [Sumber: Kurniasih, 2007] Gambar 2.4. Ilustrasi poin c komunikasi kesehatan

81 16 Ada beberapa bentuk komunikasi, yaitu: a. Komunikasi persona: komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. b. Komunikasi kelompok: komunikasi antara seseorang dengan sekelompok orang dalam situasi tatap muka dan saling berinterkasi satu sama lainnya. c. Komunikasi massa: komunikasi yang disalurkan melalui pemancar-pemancar audio-visual dan ditujukan kepada khalayak yang luar biasa banyaknya, contoh pers, radio, TV, dan film. d. Komunikasi media: komunikasi yang menggunakan alat/ media, contoh surat, telepon, pamflet, poster, dan spanduk. Sifat komunikasi, antara lain tatap muka (face to face); bermedia (mediated); verbal (menggunakan bahasa lisan/ oral atau tulisan/ cetak); serta nonverbal (isyarat badaniah/ gestura dan bergambar/ pictorial). Teknik-teknik komunikasi adalah sebagai berikut: a. Komunikasi informatif (informative communication): komunikasi yang dilakukan agar orang lain tahu dan memahami. b. Komunikasi persuasif (persuasive communication): komunikasi yang dilakukan agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan. c. Komunikasi instruktif/ koersif (instructive/ coersive communication): adalah komunikasi yang dilakukan agar orang lain melakukan suatu perbuatan atau kegiatan. d. Hubungan manusiawi (human relatios): komunikasi antarpersona yang hubungan antara orang-orang yang berkomunikasi tersebut mengandung unsur kejiwaan yang amat mendalam Komunikasi Kesehatan Komunikasi kesehatan adalah proses untuk mengembangkan atau membagi pesan kesehatan kepada audiens tertentu dengan maksud mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan keyakinan mereka tentang pilihan perilaku hidup sehat. Hal-hal yang tercakup dalam komunikasi kesehatan, antara lain: a. Komunikasi persuasif atau komunikasi yang berdampak pada perubahan perilaku kesehatan.

82 17 b. Faktor-faktor psikologis individual yang mempengaruhi persepsi terhadap kesehatan. c. Pendidikan kesehatan yang bertujuan memperkenalkan perilaku hidup sehat melalui informasi dan pendidikan kepada individu. d. Pemasaran sosial yang bertujuan untuk memperkenalkan atau mengubah kearah perilaku positif dengan mengintervensi informasi kesehatan yang bermanfaat bagi komunitas. e. Penyebarluasan informasi kesehatan melalui media. f. Advokasi/ pendampingan melalui komunitas, kelompok, atau media massa yang bertujuan untuk memperkenalkan kebijakan, peraturan, dan programprogram untuk memperbaharui kesehatan. g. Risiko komunikasi bertujuan untuk menyebarluaskan informasi yang benar mengenai risiko yang dihadapi masyarakat terhadap informasi kesehatan, termasuk dampak penggunaan informasi yang salah mengenai kesehatan dan mengusulkan cara-cara untuk mengatasi kesalahan informasi. h. Komunikasi dengan pasien, meliputi informasi untuk individu mengenai kondisi kesehatan, cara memaksimalkan perawatan, dan pemberian terapi. i. Informasi kesehatan untuk para konsumen. j. Merancang health entertain atau hiburan yang mengandung informasi kesehatan meliputi pilihan jenis hiburan sebagai event untuk mengkomunikasikan tema-tema kesehatan individu dan masyarakat. k. Komunikasi kesehatan interaktif yaitu komunikasi kesehatan yang dilakukan melalui media interaktif sehingga terjadi dialog dan diskusi antara sumber dengan penerima melalui media massa. Tujuan dari komunikasi kesehatan adalah: a. Tujuan Strategis 1. Meneruskan informasi kesehatan dari sumber kepada pihak lain secara berangkai. 2. Memberikan informasi akurat untuk memungkinkan pengambilan keputusan. 3. Memperkenalkan perilaku hidup sehat. 4. Mendukung pertukaran informasi kesehatan secara emosional.

83 18 5. Memperkenalkan pemeliharaan diri sendiri. 6. Memenuhi permintaan layanan kesehatan. b. Tujuan Praktis 1. Meningkatkan pengetahuan. 2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan berkomunikasi efektif. 3. Membentuk sikap dan perilaku berkomunikasi. Manfaat komunikasi kesehatan, antara lain: a. Memahami interaksi antara kesehatan dengan perilaku individu. b. Meningkatkan kesadaran tentang isu kesehatan, masalah atau solusi. c. Dapat melakukan strategi intervensi pada tingkat komunitas. d. Menghadapi disparitas pemeliharaan kesehatan antar-etnik atau antar-ras dalam masyarakat. e. Menampilkan ilustrasi keterampilan, menggambarkan berbagai jenis keterampilan untuk memelihara kesehatan, pencegahan, advokasi, atau sistem layanan kesehatan kepada masyarakat. f. Menjawab permintaan terhadap layanan kesehatan g. Memperkuat infrastruktur kesehatan masyarakat di masa yang akan datang. h. Memperbaharui peranan para profesional di bidang kesehatan masyarakat, misalnya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para profesional kesehatan, memperkuat infrastruktur kesehatan, dan membangun kemitraan.

84 BAB 3 MEDIA KOMUNIKASI KESEHATAN UNTUK PENYAKIT NYERI PUNGGUNG BAWAH Media komunikasi kesehatan untuk penyakit nyeri punggung bawah berupa kalender dapat dilihat pada Lampiran 1. 19

85 BAB 4 PEMBAHASAN Nyeri punggung bawah (NPB), atau yang dikenal juga sebagai low back pain, adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal atau nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki (Sidharta, 2005). NPB menurut penyebabnya dapat diklasifikasikan sebagai NPB traumatik yaitu trauma pada unsur miofasial dan trauma pada komponen keras; NPB akibat proses degeneratif yaitu spondilosis, hernia nukleus pulposus, osteoatritis, dan stenosis spinal; NPB akibat penyakit inflamasi yaitu artritis rematoid dan spondilitis angkilopoetika; NPB akibat gangguan metabolisme; NPB akibat neoplasma yaitu tumor benigna dan tumor maligna; NPB akibat kelainan kongenital; NPB sebagai referred pain; NPB psikoneurotik; dan NPB akibat infeksi. Faktor risiko untuk NPB antara lain berdasarkan usia, jenis kelamin, obesitas, pekerjaan, faktor psikososial, riwayat cedera punggung sebelumnya, aktivitas, dan kebiasaan merokok. Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya NPB, sehingga biasanya NPB diderita oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulangnya sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu muda. Namun, saat ini sering ditemukan orang berusia muda sudah terkena NPB, bahkan anak-anak dan remaja saat ini ini semakin berisiko mengalami nyeri punggung akibat menghabiskan terlalu banyak waktu membungkuk di depan komputer atau membawa tas sekolah yang berat dari dan ke sekolah (Lambeek et al, 2011). Umumnya laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri punggung bawah sampai umur 60 tahun. Namun, pada kenyataannya pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi. Proses menopause juga dapat menyebabkan 20

86 21 kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya NPB. Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih, risiko timbulnya NPB lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya NPB (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011). Faktor risiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot rangka terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis. Berbagai faktor psikologis dan sosial, seperti kecemasan, depresi, stres, tanggung jawab, serta ketidakpuasan kerj juga dapat meningkatkan risiko NPB. Perokok juga lebih berisiko terkena NPB dibandingkan dengan yang bukan perokok (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011). Seseorang yang pernah mengalami cedera/ trauma sebelumnya berisiko untuk mengalami NPB dikarenakan faktor kekambuhan atau karena cedera tersebut berlangsung kronis (Albar, 2009). Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab NPB yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Kebiasaan seseorang seperti duduk, berdiri, tidur, serta mengangkat beban pada posisi yang salah dapat menyebabkan NPB. Selain sikap tubuh yang salah yang sering kali menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam sehari, melakukan aktivitas dengan duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari, dapat pula meningkatkan risiko timbulnya NPB (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011). Cara yang jelas untuk menghilangkan rasa sakit pada NPB adalah dengan menghilangkan penyebabnya. Namun, hal ini sering tidak mungkin atau sulit dilakukan. Hal tersebut menyebabkan tujuan pengobatan NPB difokuskan pada mengurangi gejala-gejala yang terjadi. Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan antara lain dengan menghindari atau meminimalkan penyebab/ faktor risiko NPB, serta melakukan gerakan-gerakan latihan untuk mencegah/ menanggulangi NPB (DiPiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, & Posey, 2005). Terapi farmakologi yang digunakan untuk mengurangi/ menghilangkan gejala yang disebabkan oleh NPB adalah analgesik baik non-opioid maupun opioid. Analgesik non-opioid yang dapat digunakan antara lain asetaminofen,

87 22 asam asetilsalisilat (aspirin), dan obat anti-inflamasi nonsteroid (seperti ibuprofen, natrium diklofenak, ketoprofen, naproksen, dan lain-lain). Analgesik opioid yang dapat digunakan antara lain morfin, fentanil, pentazosin, tramadol, dan lain-lain. Analgesik-analgesik tersebut yang digunakan dapat berupa sediaan oral, topikal, maupun injeksi, tergantung tingkat keparahan dan kebutuhan penderita NPB (DiPiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, & Posey, 2005). Komunikasi kesehatan adalah proses untuk mengembangkan atau membagi pesan kesehatan kepada audiens tertentu dengan maksud mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan keyakinan mereka tentang pilihan perilaku hidup sehat (Kurniasih, 2007). Manfaat komunikasi kesehatan, selain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu kesehatan, masalah atau solusi, juga untuk memperbaharui peranan para profesional di bidang kesehatan masyarakat, misalnya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para profesional kesehatan, memperkuat infrastruktur kesehatan, serta membangun kemitraan (Kurniasih, 2007). Dapat disimpulkan bahwa manfaat komunikasi kesehatan tidak hanya dapat dirasakan masyarakat namun juga bagi para profesional kesehatan, termasuk apoteker. Informasi-informasi yang diberikan melalui komunikasi kesehatan ini diharapkan dapat diterima masyarakat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga kualitas hidup masyarakat dapat meningkat. Melalui tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini penulis mencoba mengaplikasikan komunikasi kesehatan melalui media dengan pembuatan kalender yang berisi informasi mengenai NPB. Pemilihan NPB sebagai topik disebabkan berdasarkan penelitian NPB pernah dialami minimal satu kali oleh setiap orang. NPB dapat terjadi pada siapa saja dan pada usia berapa saja. NPB juga bisa merupakan gejala penyakit lain yang lebih parah. Hal ini menyebabkan perlunya meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit ini. Peningkatan kewaspadaan masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian informasi, antara lain mengenai penyakit NPB itu sendiri, faktor risiko, serta pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Pemilihan kalender sebagai media dilakukan dengan pertimbangan bahwa kalender juga merupakan media yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

88 23 Kalender dapat digunakan selama setahun penuh dan umumnya diletakkan di tempat yang strategis serta mudah terlihat. Hal ini menyebabkan informasi kesehatan yang ada di kalender tersebut dapat selalu dibaca oleh masyarakat pengguna kalender tersebut. Diharapkan masyarakat dapat memahami NPB dan dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit ini. Konten/ isi mengenai NPB yang dimuat dalam kalender ini sangat sederhana karena lebih ditujukan bagi masyarakat, bukan bagi profesional kesehatan. Selain itu, informasi yang diberikan lebih kepada penyebab yang mungkin terjadi karena kegiatan sehari-hari dan pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat.

89 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Nyeri punggung bawah (NPB), atau low back pain, adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal atau nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. 2. Komunikasi kesehatan adalah proses untuk mengembangkan atau membagi pesan kesehatan kepada audiens tertentu dengan maksud mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan keyakinan mereka tentang pilihan perilaku hidup sehat. Manfaat komunikasi kesehatan, selain untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu kesehatan, masalah atau solusi, juga untuk memperbaharui peranan para profesional di bidang kesehatan masyarakat, misalnya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para profesional kesehatan, memperkuat infrastruktur kesehatan, serta membangun kemitraan. 5.2 Saran 1. Media kalender yang dibuat diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai media komunikasi kesehatan untuk memberikan informasi mengenai NPB. Pembuatan media lain seperti brosur atau leaflet sebaiknya juga dilakukan. 2. Selain dengan media tertulis, apoteker diharapkan dapat melakukan komunikasi aktif secara langsung kepada masyarakat dalam menyampaikan informasi mengenai kesehatan. 24

90 DAFTAR ACUAN Albar, Z. (2009). Sistematika Pendekatan pada Nyeri Pinggang. March 18, [dalam: Halimah. (2012). Karakateristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun Medan: Universitas Sumatera Utara] DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. (Ed). (2005). Pharmacotherapy sixth edition. New York: McGraw-Hill. Ikatan Dokter Ahli Saraf Indonesia. (1986). Paper presented at Pertemuan Nasional Dwi Warsa I IDASI: Simposium Nyeri Pinggang, Semarang. [dalam: Halimah. (2012). Karakateristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun Medan: Universitas Sumatera Utara] Lambeek, L., et al. (2011). The Trend in Total Cost of Back Pain in the Netherlands in the Period April 9, Total_Cost_of_Back_Pain_in_the.11.aspx [dalam: Halimah. (2012). Karakateristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun Medan: Universitas Sumatera Utara] Lumbantobing, S.M, dan Arjatmo, T. (1986). Nyeri Pinggang: Penatalaksanaan. Jakarta: FK UI. [dalam: Halimah. (2012). Karakateristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun Medan: Universitas Sumatera Utara] Kurniasih. (2007). Komunikasi dan Konseling. Paper presented at Kuliah Komunikasi dan Konseling Program Profesi Apoteker, Depok. Ngoerah, I. (1991). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Syaraf. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga. [dalam: Halimah. (2012). Karakateristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun Medan: Universitas Sumatera Utara] Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasiaan. Jakarta: Lembar Negara Republik Indonesia. Prodiaho Occupational Health Institute. (2011). Nyeri Punggung Bawah. March 3, [dalam: Halimah. (2012). Karakateristik Penderita Nyeri Punggung 25

91 26 Bawah (NPB) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun Medan: Universitas Sumatera Utara] RelayHealth. (2008). Low Back Exercises. June 10, xlbpm.jpg Sidharta, P. (2005). Sakit Neuromuskoleskeletal. Jakarta: PT Dian Rakyat. [dalam: Halimah. (2012). Karakateristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun Medan: Universitas Sumatera Utara] Tunjung, R. (2009). Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah di Puskesmas. March 18, [dalam: Halimah. (2012). Karakateristik Penderita Nyeri Punggung Bawah (NPB) yang Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun Medan: Universitas Sumatera Utara]

92 LAMPIRAN

93 27 Lampiran 1. Media komunikasi kesehatan untuk penyakit nyeri punggung bawah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust

HEALTH & BEAUTY. Oleh Aftiyani. Guardian, The One You Trust HEALTH & BEAUTY Guardian, The One You Trust Guardian adalah salah satu unit bisnis bagian dari Hero Group yang bergerak pada apotek modern berupa toko kesehatan dan kecantikan. Guardian memulai bisnisnya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PT KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. Pharmaceutische Handel Svereneging J. Van Gorkom & Co. (Jakarta), N.V.

BAB II PROFIL PT KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. Pharmaceutische Handel Svereneging J. Van Gorkom & Co. (Jakarta), N.V. BAB II PROFIL PT KIMIA FARMA (PERSERO) TBK A. Sejarah Ringkas PT Kimia Farma (Persero) Tbk Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN. pada pemerintahan Hindia Belanda tahun1817. Nama perusahaan ini awalnya adalah NV

BAB III OBJEK PENELITIAN. pada pemerintahan Hindia Belanda tahun1817. Nama perusahaan ini awalnya adalah NV BAB III OBJEK PENELITIAN III.1 Objek Penelitian III.1.1 Sejarah Singkat PT KF adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan pada pemerintahan Hindia Belanda tahun1817. Nama perusahaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI 2017 17 FEBRUARI 2017 PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH : CYNTHIA ZAIN DERMAYATI, S.Farm. NPM. 2448716018

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Profil Perusahaan Klinik Geo Medika merupakan sebuah fasilitas layanan kesehatan milik swasta. Pada awal pendiriannya Klinik Geo Medika memberikan layanan kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI AGUSTUS 2015

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI AGUSTUS 2015 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI 2015 24 AGUSTUS 2015 PERIODE XLV DISUSUN OLEH: JEFRI PRASETYO, S.Farm. 2448715123 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO.2 DEPOK PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL...

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... A. PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN RENI AGUSTINA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto Kabupaten Bone Bolango. Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 03 APRIL 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan 2 2.1 Sejarah PT Kimia Farma TBK BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PT Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integrasi dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, suatu daerah harus memiliki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 KEJAYAAN DEPOK JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK PERIODE 3-30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker (Presiden RI, 2009). Praktik kefarmasian meliputi pembuatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apoteker Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi yang telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA KALIBOKOR JL. NGAGEL JAYA No.1 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA KALIBOKOR JL. NGAGEL JAYA No.1 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA KALIBOKOR JL. NGAGEL JAYA No.1 SURABAYA 10 OKTOBER 2016 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH : SILVIA SUMBOGO, S.Farm. NPM. 2448715346

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 526 JALAN RUNGKUT MADYA NO.97 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 526 JALAN RUNGKUT MADYA NO.97 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 526 JALAN RUNGKUT MADYA NO.97 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: OLIVIA P. M. TANAMAL, S.Farm. NPM. 2448715336

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 278 RUKO VERSAILLES FB NO.15 SEKTOR 1.6 BSD SERPONG PERIODE 3 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 45 JL. RAYA DARMO NO. 94 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 45 JL. RAYA DARMO NO. 94 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 45 JL. RAYA DARMO NO. 94 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: MARIA FENNI KIOEK, S.Farm. NPM : 2448715331 PROGRAM

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm. 1206313343

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, berkembang pula akan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci