UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 03 APRIL 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ESTER JUNITA SINAGA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 03 APRIL - 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ESTER JUNITA SINAGA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 iii

4 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202 yang dilaksanakan pada bulan April Kegiatan ini dilaksanakan untuk menambah pemahaman, pengetahuan dan keterampilan apoteker dalam dunia kerjanya. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah penulis terima, kiranya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada: 1. Bapak Drs. Gunawan Rachmat Buana, Apt., selaku Apoteker Pengelola Apotek Kimia Farma No. 202 sekaligus selaku pembimbing, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis; 2. Ibu Nadia Farhanah Syafhan, S.Farm., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis; 3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S., selaku Dekan Fakultas Farmasi ; 4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi ; 5. Seluruh staf dan karyawan Apotek Kimia Farma No. 202 atas segala keramahan dan bantuan yang diberikan; 6. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas bantuan yang telah diberikan; 7. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat, dan doa; 8. Teman-teman apoteker angkatan 76 atas dukungan dan kerja samanya; iv

5 9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan laporan ini. Penulis 2013 v

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ester Junita Sinaga, S.Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya akhir saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202 Jl. Kejayaan Raya Blok IX No. 2 Depok II Timur Periode 03 April 30 April beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 02 Juli 2013 Yang menyatakan Ester Junita Sinaga, S.Farm. vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA AKHIR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek Pengelolaan Sumber Daya di Apotek Administrasi di Apotek Pelayanan di Apotek Obat Wajib Apotek TINJAUAN KHUSUS PT. Kimia Farma (Persero) Tbk PT. Kimia Farma Apotek Apotek Kimia Farma No PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vii

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Logo PT. Kimia Farma Apotek viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Formulir APT Lampiran 2. Contoh Formulir APT Lampiran 3. Contoh Formulir APT Lampiran 4. Contoh Formulir APT Lampiran 5. Contoh Formulir APT Lampiran 6. Contoh Formulir APT Lampiran 7. Contoh Formulir APT Lampiran 8. Contoh Formulir APT Lampiran 9. Berita acara pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan Lampiran 10. Berita acara pemusnahan resep Lampiran 11. Daftar Obat Wajib Apotek No Lampiran 12. Daftar Obat Wajib Apotek No Lampiran 13. Daftar Obat Wajib Apotek No Lampiran 14. Obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek Lampiran 15. Etiket, label, dan klip obat Apotek Kimia Farma Lampiran 16. Copy resep dan bon pengambilan obat Apotek Kimia Farma Lampiran 17. Kuitansi pembayaran resep/tunai Apotek Kimia Farma Lampiran 18. Kartu stok Apotek Kimia Farma Lampiran 19. Surat pesanan narkotika dan psikotropika Apotek Kimia Farma Lampiran 20. Faktur Apotek Kimia Farma ix

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menunjang pembangunan nasional. Salah satu wujud pembangunan nasional adalah pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga tercapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan, baik fisik, mental, maupun sosial ekonomi. Untuk mencapai pembangunan kesehatan yang optimal dibutuhkan dukungan sumber daya kesehatan, sarana kesehatan, dan sistem pelayanan kesehatan yang optimal. Menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 amandemen II Pasal 28H ayat 1, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Untuk memperoleh pelayanan kesehatan, masyarakat berhak mendatangi sarana penunjang kesehatan yang tersebar luas di lingkungan sekitar. Salah satu sarana penunjang kesehatan yang berperan dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan bagi masyarakat adalah apotek, termasuk di dalamnya pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apotek sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peranan penting sebagai sarana distribusi terakhir dari sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Apotek merupakan penyalur sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan kepada masyarakat. Apotek mempunyai dua ruang gerak yaitu pengabdian kepada masyarakat (non profit oriented) dan bisnis (profit oriented). Kedua fungsi tersebut harus berjalan secara seimbang. Berkenaan dengan fungsi yang pertama, apotek berperan dalam menyediakan obat-obatan dan perbekalan farmasi lainnya, serta memberikan informasi, konsultasi, dan evaluasi mengenai obat yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai. Fungsi yang kedua menyangkut pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di apotek sebagai suatu 1

11 2 komoditas usaha yang dapat mendatangkan keuntungan material bagi apotek sehingga apotek tetap dapat bertahan hidup dan berkembang. Di samping berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan dan unit bisnis, apotek juga merupakan salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan mencakup pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, dan pelayanan informasi obat. Dalam mengelola apotek, apoteker harus mampu melaksanakan peran profesinya sebagai anggota tim kesehatan yang mengabdikan ilmu dan pengetahuannya dalam memberikan pelayanan kefarmasian yang terbaik untuk mendukung kesehatan masyarakat. Perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented mengharuskan apoteker untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan pasien, terutama penerapan GPP (Good Pharmacy Practice). Selain dengan pasien, apoteker juga harus mampu berinteraksi dengan tenaga kesehatan lainnya. Di samping peran profesional, seorang apoteker juga harus mampu menjalankan peran manajerial di apotek, yang meliputi keterampilan apoteker dalam mengelola apoteknya secara efektif, seperti pengelolaan keuangan, perbekalan farmasi, dan sumber daya manusia. Mengingat pentingnya peran apoteker dalam menyelenggarakan apotek, kesiapan institusi pendidikan dalam menyediakan sumber daya manusia calon apoteker yang berkualitas menjadi faktor penentu. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma yang berlangsung pada bulan April Kegiatan ini terdiri dari serangkaian kegiatan yang meliputi pengarahan, peninjauan lapangan, pelaksanaan tugas khusus, dan presentasi tugas khusus. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma bertujuan untuk: 1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.

12 3 2. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang pengelolaan apotek sesuai dengan peraturan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan, meliputi kegiatan administrasi, pengadaan, penyimpanan, pelayanan, dan manajemen di Apotek Kimia Farma. 3. Meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis calon apoteker untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.

13 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek ialah sebagai suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. 2.2 Landasan Hukum Apotek Landasan hukum apotek antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. 2. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 4

14 5 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980, tugas dan fungsi apotek ialah sebagai berikut: 1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. 3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata. 2.4 Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh menteri kesehatan kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Persyaratan apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, antara lain: 1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

15 6 2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. 3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, disebutkan bahwa tata cara perizinan apotek ialah sebagai berikut: 1. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1 (Lampiran 1); 2. Dengan menggunakan Formulir APT-2 (Lampiran 2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan perneriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan; 3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir APT-3 (Lampiran 3); 4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4 (Lampiran 4); 5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud, ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

16 7 mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5); 6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6); 7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan; 8. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan dimaksud pasai 5 dan atau pasal 6, atau lokasi Apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7 (Lampiran 7). Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek yang harus dipenuhi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yaitu: 1. Ijasahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. 2. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker. 3. Memiliki Surat Izin dari Menteri. 4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. 5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker Pengganti adalah apoteker yang

17 8 menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk Apoteker Pengganti. Penunjukan harus dilaporkan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-9 (Lampiran 8). 2.5 Pengelolaan Sumber Daya di Apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) Sumber Daya Manusia Tenaga profesional apoteker yang melakukan pelayanan kefarmasian di apotek memiliki kompetensi sebagai berikut: 1. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik. Apoteker sebagai pengelola apotek harus dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus dapat mengintegrasikan pelayanannya dalam sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan sehingga dihasilkan sistem pelayanan kesehatan yang berkesinambungan. 2. Mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan profesional. Apoteker harus mampu mengambil keputusan yang tepat, berdasarkan pada efikasi, efektifitas dan efisiensi terhadap penggunaan obat dan alat kesehatan. 3. Mampu berkomunikasi dengan baik. Apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun dengan profesi kesehatan lainnya secara verbal, nonverbal dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan pendengarnya. 4. Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidispliner.

18 9 Apoteker harus mampu menjadi pemimpin, yaitu mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif, mampu mengkomunikasikannya dan mampu mengelola hasil keputusan tersebut. 5. Mempunyai kemampuan dalam mengelola sumber daya secara efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. 6. Selalu belajar sepanjang karier. Apoteker harus selalu belajar baik pada jalur formal maupun informal sepanjang kariernya, sehingga ilmu dan keterampilan yang dipunyai selalu baru (up to date). 7. Membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih sumber daya yang ada, serta memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman untuk meningkatkan keterampilan Sarana dan Prasarana Sarana adalah suatu tempat tertentu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian sedangkan prasarana apotek meliputi perlengkapan, peralatan dan fasilitas apotek yang memadai untuk mendukung pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Dalam upaya mendukung operasional pelayanan kefarmasian di apotek, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien, mulai dari tempat, peralatan sampai dengan kelengkapan administrasi yang berhubungan dengan pengobatan. Sarana dan prasarana tersebut dirancang dan diatur untuk menjamin keselamatan dan efisiensi kerja serta menghindari terjadinya kerusakan sediaan farmasi. Sarana dan prasarana disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing apotek dengan memperhatikan luas bangunan, optimalisasi penggunaan ruangan, efisiensi kerja, jumlah karyawan, pelayanan yang dilakukan dan kepuasan pasien. Sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh apotek untuk meningkatkan kualitas pelayanan, antara lain:

19 10 1. Papan nama apotek yang dapat terlihat dengan jelas, terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor izin apotek dan alamat apotek. 2. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu bersih, ventilasi yang memadai cahaya yang cukup, tersedia tempat duduk dan ada tempat sampah. 3. Tersedianya tempat untuk mendisplai obat bebas dan obat bebas terbatas serta informasi bagi pasien berupa brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan yang berisi informasi terutama untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku pasien. 4. Ruang untuk memberikan konseling bagi pasien. Untuk melaksanakan konseling, perlu disediakan fasilitas maupun sarana dan prasarana yang memadai sehingga memudahkan apoteker untuk memberikan informasi dan menjaga kerahasiaan pasien. Diperlukan juga lemari untuk menyimpan catatan pengobatan pasien, dan sumber informasi dan literatur yang memadai dan up to date. 5. Ruang peracikan Tersedianya ruang/tempat dilakukannya peracikan obat yang memadai serta dilengkapi peralatan peracikan yang sesuai dengan peraturan dan kebutuhan. 6. Ruang/tempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Di tempat ini terdapat serangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan, penyimpanan, pengawasan, pengendalian persediaan dan pengeluaran obat. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk mendukung kegiatan tersebut adalah: a. Kemudahan dan efisiensi gerakan manusia dan sediaan farmasi, termasuk aturan penyimpanan. b. Sistematika penyusunan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dibutuhkan rak-rak penyimpanan yang sesuai dan memudahkan keluar masuk sediaan farmasi.

20 11 c. Tempat penyimpanan khusus seperti lemari es (untuk supositoria, vaksin) dan penyimpanan obat tertentu seperti psikotropika. d. Tempat penyimpanan narkotika dalam lemari terkunci dengan ukuran minimal 40 x 80 x 100 cm 3. e. Sirkulasi udara, temperatur ruangan dan pencahayaan f. Pemeliharaan kebersihan dan keamanan g. Sanitasi ruangan Apoteker harus memastikan bahwa kondisi penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sesuai dengan persyaratan masing-masing produk disertai dengan label yang jelas. Selain itu perlu didukung dengan catatan penyimpanan yang akurat untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual (misalnya dengan menyediakan kartu stok untuk masing-masing barang) maupun komputerisasi sehingga efektivitas rotasi persediaan dan pengawasan tanggal kadaluarsa berjalan dengan baik. Pada kondisi tertentu, tempat peracikan dan tempat penyimpanan dapat menjadi satu ruangan. 7. Ruang/tempat penyerahan obat Penyerahan obat dilakukan pada tempat yang memadai, sehingga memudahkan untuk melakukan pelayanan informasi obat. 8. Tempat pencucian alat 9. Peralatan penunjang kebersihan apotek Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah suatu proses yang merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyerahan. Tujuannya ialah agar tersedianya perbekalan farmasi yang bermutu serta jumlah, jenis dan waktu yang tepat Perencanaan Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan untuk menentukan sediaan farmasi dan perbekalan

21 12 kesehatan sesuai dengan jumlah, jenis dan waktu yang tepat. Tujuan perencanaan untuk pengadaan obat antara lain: 1. Mendapatkan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang sesuai kebutuhan. 2. Menghindari terjadinya kekosongan obat/ penumpukan obat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan, antara lain pola penyakit, kemampuan/daya beli masyarakat, budaya masyarakat (kebiasaan masyarakat setempat), dan pola penggunaan obat yang lalu. Kegiatan pokok dalam perencanaan adalah memilih dan menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan diadakan Pengadaan Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah: 1. Apotek hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor registrasi. 2. Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari jalur resmi, yaitu pedagang besar farmasi, industri farmasi, apotek lain. 4. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur, dan lain-lain Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya. Hal-hal yang harus dilakukan dalam penyimpanan, yaitu: 1. Pemeriksaan organoleptik. 2. Pemeriksaan kesesuaian antara surat pesanan dan faktur.

22 13 3. Kegiatan administrasi penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. 4. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada tempat yang dapat menjamin mutu (bila ditaruh dilantai harus di atas palet, ditata rapi diatas rak, lemari khusus untuk narkotika dan psikotropik) Pemusnahan Prosedur tetap pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, yaitu: 1. Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan dimusnahkan. 2. Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan). 3. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait. 4. Menyiapkan tempat pemusnahan. 5. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan. 6. Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurang-kurangnya memuat: a. Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. b. Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. c. Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. d. Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. 7. Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan, serta membuat berita acara pemusnahan (Lampiran 9). 2.6 Administrasi di Apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) Administrasi merupakan rangkaian aktivitas pencatatan dan pengarsipan, penyiapan laporan dan penggunaan laporan untuk mengelola sediaan farmasi.

23 14 Salah satu administrasi di apotek ialah pengelolaan resep. Prosedur tetap pengelolaan resep ialah: 1. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan sesuai nomor resep. 2. Resep yang berisi narkotika dipisahkan atau digaris bawah dengan tinta merah. 3. Resep yang berisi psikotropika digaris bawah dengan tinta biru. 4. Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya. 5. Bendel resep ditulis tanggal, bulan dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan di tempat yang telah ditentukan. 6. Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur sehingga memudahkan untuk penelusuran resep. 7. Resep yang diambil dari bendel pada saat penelusuran harus dikembalikan pada bendel semula tanpa merubah urutan. 8. Resep yang telah disimpan selama tiga tahun dapat dimusnahkan sesuai tata cara pemusnahan. 2.7 Pelayanan di Apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) Pelayanan Resep Pelayanan resep merupakan suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur tetap pelayanan resep, yaitu: 1. Skrining resep a. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep, yaitu nama dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. b. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat.

24 15 c. Mengkaji aspek klinis, yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya). d. Membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record). e. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan. 2. Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan a. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep. b. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum. c. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan/alat/spatula/sendok. d. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula. e. Meracik obat (timbang, campur, kemas). f. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum. g. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair). h. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan dalam resep. 3. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan a. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep). b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien. d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat. e. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker. f. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan. Dalam pelayanan resep narkotika, perlu digarisbawahi bahwa narkotika hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit, puskesmas, apotek

25 16 lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Salinan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Resep yang telah disimpan selama tiga tahun harus dimusnahkan sesuai dengan prosedur tetap pemusnahan resep, yaitu: 1. Memusnahkan resep yang telah disimpan tiga tahun atau lebih. 2. Tata cara pemusnahan: a. Resep narkotika dihitung lembarannya. b. Resep lain ditimbang. c. Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar. 3. Membuat berita acara pemusnahan (Lampiran 10) Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana. Prosedur tetap pelayanan informasi obat ialah: 1. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien, baik lisan maupun tertulis. 2. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk memberikan informasi. 3. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis. 4. Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk informasi pasien. 5. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat Promosi dan Edukasi Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat

26 17 kesehatannya secara mandiri. Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama pasien setelah mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal. Apoteker juga membantu diseminasi informasi melalui penyebaran dan penyediaan leaflet, poster serta memberikan penyuluhan. Prosedur tetap swamedikasi, yaitu: 1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi 2. Menggali informasi dari pasien meliputi: a. Tempat timbulnya gejala penyakit b. Seperti apa rasanya gejala penyakit c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya d. Sudah berapa lama gejala dirasakan e. Ada tidaknya gejala penyerta f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan 3. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan obat wajib apotek. 4. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan, efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter. 5. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah dilakukan Konseling Konseling merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat. Konseling dapat dilakukan antara lain pada: 1. Pasien dengan penyakit kronik seperti diabetes, TB, asma, dan lain-lain. 2. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan.

27 18 3. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang memerlukan pemantauan. 4. Pasien dengan multirejimen obat. 5. Pasien lansia. 6. Pasien pediatrik melalui orang tua atau pengasuhnya. 7. Pasien yang mengalami Drug Related Problems. Prosedur tetap konseling, yaitu: 1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien. 2. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien. 3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question: a. Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini b. Cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian c. Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini 4. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat tertentu (inhaler, supositoria, dan lain-lain). 5. Melakukan verifikasi akhir meliputi: a. Mengecek pemahaman pasien. b. Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi. 6. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan Pelayanan Residensial (Home Care) Pelayanan residensial ialah pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien yang dilakukan di rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan penyakit kronis serta pasien dengan pengobatan paliatif. Tujuan dari pelayanan residensial ialah pasien yang karena keadaan fisiknya tidak memungkinkan datang ke apotek masih mendapatkan pelayanan kefarmasian secara optimal. Pasien yang memerlukan pelayanan residensial antara lain: 1. Pasien lanjut usia yang tidak mampu lagi memenuhi aktivitas dasar sehari-hari.

28 19 2. Pasien dengan penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus tentang penggunaan obatnya, interaksi obat dan efek samping obat. 3. Pasien yang memerlukan obat secara berkala dan terus menerus, misalnya pasien TB. Jenis layanan residensial, antara lain informasi penggunaan obat, konseling pasien, dan memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisinya setelah menggunakan obat serta kepatuhan pasien dalam minum obat. Pelayanan residensial dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan kunjungan langsung ke rumah pasien atau melalui telepon. Untuk aktivitas pelayanan residensial, apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication record). 2.8 Obat Wajib Apotek Obat wajib apotek merupakan obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter di apotek. Hal tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pada tanggal 16 Juli 1990, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.1. Kemudian, pada tanggal 23 Oktober 1993, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 925/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Obat No.1. Pada tanggal 7 Oktober 1999, Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3, disertai lampiran obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek. Daftar Obat Wajib Apotek nomor 1, 2, dan 3, serta obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, 13, dan 14. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah 2 tahun, dan orang tua di atas 65 tahun. 2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberi resiko pada kelanjutan penyakit.

29 20 3. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. 4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. 5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

30 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Kimia Farma termasuk perintis di bidang industri farmasi di Indonesia. Jumlah saham Kimia Farma yang terbesar dimiliki oleh pemerintah (90%) dan sisanya (10%) telah dilepas kepada masyarakat. Menurut sejarah perkembangan industri farmasi di Indonesia, perusahaan kimia farma berasal dari nasionalisasi perusahaan farmasi Belanda oleh Penguasa Perang Pusat berdasarkan Undang- Undang No.74/1957 yang baru dilaksanakan pada tahun Setelah nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda dapat terlaksana, Penguasa Perang Pusat menyerahkan perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda kepada departemen-departemen sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Berdasarkan SK Penguasa Perang Pusat No. Kpts/Peperpu/0348/1958 dan SK Menkes No.58041/Kab/1958 dibentuk Bapphar (Badan Pusat Penguasa Perusahaan Farmasi Belanda ). Berdasarkan Undangundang No. 19/Prp/tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (PN) dan PP No.69 tahun 1961, Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengganti Bapphar menjadi Badan Pimpinan Umum (BPU) Farmasi Negara dan membentuk beberapa PN Farmasi, yaitu PN Farmasi dan alat kesehatan Radja Farma (Jakarta), PN Farmasi dan alat kesehatan Nurani Farma (Jakarta), PN Farmasi dan alat kesehatan Nakula Farma (Jakarta), PN Bio Farma, PN Farmasi dan alat kesehatan Bhineka Kina Farma (Bandung) dan PNF Sari Husada (Yogyakarta), dan PN Farmasi dan alat kesehatan Kasa Husada (Surabaya). Pada tahun 1967 sesuai dengan Instruksi Presiden No. 17 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1969, bahwa PNF Nurani Farma, PNF Bio Farma, PNF Radja Farma, PN Sari Husada, PN Bhineka Kina Farma, dan PNF Nakula Farma dilebur menjadi PN Farmasi dan Alat Kesehatan Bhineka Kimia Farma. Pada tanggal 16 Agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi Kimia Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT Kimia Farma (Persero). Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan 21

31 22 Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT. Kimia Farma diprivatisasi. Sejak tanggal 4 Juli 2000, PT. Kimia Farma resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai perusahaan publik dengan nama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang dengan cepat, maka pada tanggal 4 januari 2002 Direksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk mendirikan 2 (dua) anak perusahaannya yaitu PT Kimia Farma Apotek yang bergerak dibidang ritel farmasi dan PT Kimia Farma Trading & Distribution. PT. Kimia Farma Apotek sampai saat ini telah memiliki 36 bisnis manajer dan 412 apotek yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan PT. Kimia Farma Trading & Distribution saat ini memiliki 3 wilayah pasar (Sumatra, DKI & Jawa Tengah, dan Jawa Timur & Indonesia Wilayah Timur), dan 35 kantor cabang Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Visi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis. Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidang-bidang: 1. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk yang inovatif. 2. Perdagangan dan jaringan distribusi. 3. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan pelayanan kesehatan lainnya. 4. Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha perusahaan. 3.2 PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek merupakan anak perusahaan yang dibentuk oleh PT. Kimia Farma Tbk., untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang ada. PT. Kimia Farma Apotek yang dahulu terkoordinasi dalam Unit Apotek

32 23 Daerah (UAD) sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan sebagai hasil restrukturisasi organisasi yang dilakukan. Manajemen PT. Kimia Farma Apotek melakukan perubahan struktur (restrukturisasi) organisasi dan sistem pengelolaan SDM dengan pendekatan efisiensi, produktifitas, kompetensi dan komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang ada. Dalam upaya meningkatkan kontribusi penjualan untuk memperbesar penjualan maka PT Kimia Farma Apotek hingga April 2013 telah mengelola sebanyak 412 apotek yang tersebar diseluruh tanah air. Penambahan jumlah apotek yang terus dikembangkan merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam memanfaatkan momentum pasar bebas, di mana pihak yang memiliki jaringan luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan. Apotek Kimia Farma melayani beberapa jenis pelayanan, yaitu penjualan langsung, pelayanan resep dokter, penyediaan, pelayanan praktek dokter, optik, dan pelayanan swalayan farmasi, serta pusat pelayanan informasi obat. Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi dan citra lama tentang Kimia Farma. Dengan konsep baru bahwa setiap apotek Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti laboratorium klinik, optik, praktek dokter, dan gerai untuk obat-obatan tradisional Indonesia. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara lain dengan memperbaharui penampilan eksterior dan interior dari Apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen, di mana setiap Apotek Kimia Farma haruslah mampu memberikan pelayanan yang baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan yang cepat dan terasa nyaman. Saat ini, unit Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan merupakan garda terdepan dari PT. Kimia Farma Apotek dalam melayani kebutuhan obat kepada masyarakat. Unit BM membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah tertentu, dengan tugas menangani administrasi permintaan barang dari apotek pelayanan yang berada di bawahnya, administrasi

33 24 pembelian/pemesanan barang, administrasi piutang dagang, administrasi hutang dagang dan administrasi perpajakan. Fokus dari Apotek Pelayanan adalah pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien, sehingga layanan apotek yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui penjualan setinggi-tingginya Logo PT. Kimia Farma Apotek Logo PT. Kimia Farma Apotek sama dengan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., yaitu matahari dengan jenis huruf italic seperti dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Logo PT. Kimia Farma Apotek Pengertian Logo PT. Kimia Farma Apotek Maksud dari simbol matahari tersebut adalah: a. Paradigma baru Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru kehidupan yang lebih baik b. Optimis Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnisnya. c. Komitmen Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat secara teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan. d. Sumber energi Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat. e. Semangat yang abadi Warna orange berarti semangat, warna biru berarti keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang abadi.

34 Jenis Huruf Logo PT. Kimia Farma Apotek Jenis huruf dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan dengan nilai dan citra yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena prinsip sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada Sifat Huruf Logo PT. Kimia Farma Apotek Sifat huruf memiliki pengertian sebagai berikut: a. Kokoh Memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam bidang farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan farmasi pertama yang dimiliki Indonesia. b. Dinamis Dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan dan optimisme c. Bersahabat Dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan keramahan Kimia Farma dalam melayani konsumennya dalam konsep apotek jaringan. Konsep apotek jaringan sendiri telah dicanangkan pada tahun 1998 yang artinya sudah kurang lebih 14 tahun kebijakan itu diberlakukan untuk menjadikan beberapa apotek bergabung ke dalam grup yang pada akhirnya diharapkan menjadi suatu jaringan apotek yang kuat Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek Visi PT. Kimia Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia. Misi PT. Kimia Farma Apotek adalah menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui: 1. Jaringan layangan kesehatan yang terintegrasi meliputi jaringan apotek, klinik laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya 2. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal 3. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee- Based Income).

35 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek dikepalai oleh seorang Direktur Utama yang membawahi tiga direktur yaitu Direktur Operasional, Direktur Keuangan, serta Direktur Umum & SDM, serta membawahi langsung Manajer Pengembangan Bisnis. Terdapat dua jenis apotek Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang sekarang disebut Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan. Bisnis Manajer membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Bisnis Manajer bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan yang berada dibawahnya. Dengan adanya konsep BM, diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah, apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan penjualan, merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi, serta meningkatkan penawaran dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang lebih murah. Saat ini terdapat 36 Bisnis Unit yang membawahi 412 Apotek Kimia Farma di seluruh Indonesia. Tiap-tiap Bisnis Manajer membawahi sejumlah Apotek pelayanan yang berada di wilayah usahanya. Bisnis Manajer Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok, dan Sukabumi dengan Bisnis Manajer terletak di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor. 3.3 Apotek Kimia Farma No. 202 Apotek Kimia Farma No. 202 merupakan salah satu unit usaha dari PT. Kimia Farma Apotek yang khusus bersifat pelayanan kepada masyarakat, di mana kegiatan administrasi dilakukan oleh Bisnis Manager Bogor yang terletak di Jl.Ir.H.Juanda No.30, Bogor.

36 Lokasi dan Tata Ruang Apotek Lokasi Apotek Kimia Farma No. 202 terletak di Jalan Kejayaan Raya Blok XI No. 2, Depok II Timur. Lokasi apotek cukup strategis karena berada di daerah dekat perumahan penduduk, klinik dokter, dan laboratorium klinik. Lokasi ini berada di jalan raya yang dilalui kendaraan dua arah, sehingga mudah untuk dijangkau oleh masyarakat. Selain itu, apotek ini juga mempunyai tempat praktek dokter spesialis anak, penyakit dalam, penyakit saraf, dan fisioterapi Tata Ruang Penataan ruang apotek bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pelanggan dan karyawan apotek. Pembagian ruangan yang terdapat di apotek, antara lain ruang tunggu, tempat penyerahan resep dan pengambilan obat, swalayan farmasi, ruang peracikan, dan ruang dokter. a. Ruang Tunggu Ruang tunggu dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk memberikan kenyamanan pada pelanggan yang sedang menunggu penyiapan obat. Di ruang tunggu pasien yang sedang menunggu juga dapat memeriksakan kadar gula darah, kolesterol total, dan asam urat melalui rapid test yang dilakukan oleh petugas khusus. b. Tempat Penyerahan Resep dan Pengambilan Obat Pada tempat ini terdapat counter tempat penyerahan resep dan pengambilan obat yang berupa meja setinggi dada orang dewasa. Tempat ini membatasi ruang dalam apotek dengan pelanggan. c. Swalayan Farmasi Ruangan swalayan farmasi berada di sebelah kiri dan tengah dari pintu masuk apotek. Barang-barang yang dijual di swalayan farmasi terdiri dari kategori obat bebas, obat tradisional, obat topikal, suplemen dan vitamin, produk oral, produk susu, kosmetika, dan alat kesehatan.

37 28 d. Ruang Peracikan Pada ruang peracikan terdapat 2 meja besar, di mana salah satunya digunakan untuk membaca resep, penyiapan obat, menulis etiket, menulis kuitansi, dan pemeriksaan obat, serta etiket oleh asisten apoteker yang sedang bertugas. Meja lainnya digunakan khusus untuk peracikan obat. Selain itu, pada ruang peracikan juga terdapat rak-rak obat, rak obat askes, serta lemari narkotika dan psikotropika yang berada dalam posisi terbaut di dinding sebelah atas. Meja peracikan digunakan untuk peracikan obat-obatan. Obat dan bahan obat yang digunakan dalam peracikan diambil dari rak-rak obat yang telah ditata dan dipisahkan menurut efek farmakologis dan bentuk sediaan, serta disusun secara alfabetis. Di ruangan ini juga terdapat lemari pendingin untuk menyimpan sediaan yang membutuhkan suhu penyimpanan khusus, seperti suppositoria, ovula, insulin, dan sebagainya Struktur Organisasi dan Personil Apotek Struktur organisasi yang baik sangat penting agar kegiatan apotek dapat berjalan lancar, adanya hubungan koordinasi yang jelas antar personil, serta terdapat pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing personil. Apotek Kimia Farma No. 202 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertanggung jawab langsung kepada Bisnis Manager yang terletak di Bogor. Sumber daya manusia di Apotek Kimia Farma No. 202 berjumlah 11 orang yang terdiri dari 1 orang APA, 1 orang Apoteker Pendamping, 8 orang asisten apoteker yang merangkap sebagai kasir, dan 1 orang cleaning service. Dalam melaksanakan pelayanan apotek, jam kerja apotek dibagi 3 shift, yaitu shift pagi (pukul WIB), shift siang (pukul WIB), shift malam (pukul WIB). Shift tersebut berlaku pada hari Senin hingga Sabtu. Sedangkan untuk hari Minggu dan hari libur nasional, hanya ada 2 shift, yaitu shift pagi (pukul WIB) dan shift malam (pukul WIB).

38 Kegiatan Apotek Kegiatan Teknis Kefarmasian a. Pengadaan Apotek Kimia Farma No. 202 merupakan salah satu apotek pelayanan dari PT. Kimia Farma yang berdasarkan wilayahnya berada di bawah koordinasi dari BM Bogor. Pengadaan barang di apotek dilakukan dengan sistem Distribution Center (DC) melalui BM. Akan tetapi, pengadaan perbekalan farmasi yang sifatnya cito, diajukan dengan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) cito ke BM. Sistem pengiriman barang oleh BM ke masing-masing apotek mengacu pada sistem informasi secara online untuk melihat stok dari masing-masing barang yang ada di apotek. Apotek Kimia Farma No. 202 menerima dropping dari BM setiap hari Rabu dan Sabtu. Pada hari Senin dan Kamis setiap minggunya, BM akan mengirimkan TXT BPBA ke Apotek untuk dilakukan pengeditan sesuai dengan kebutuhan apotek. TXT BPBA akan dikirimkan kembali ke BM pada hari Selasa dan Jumat setiap minggunya. Pada saat dropping barang dari BM, petugas penerima barang bertanggung jawab dalam mencocokkan barang yang diterima dengan faktur dan BPBA, dan bila telah sesuai maka dilakukan penandatanganan oleh petugas penerima barang. Petugas penerima barang memeriksa kesesuaian barang yang diterima dengan jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik, dan tanggal kedaluwarsa. Barang yang telah diterima kemudian disimpan sesuai ketentuan penyimpanan barang masing-masing dan dicatat dalam kartu stok barang. b. Penyimpanan dan Penataan Obat b.1 Penyimpanan Obat di Ruang Racikan Obat yang disimpan di ruang racikan disusun secara alfabetis dan dikelompokkan sesuai dengan efek farmakologis (antibiotik, analgesik antiinflamasi, susunan saraf pusat, pencernaan, antialergi, hormon, antidiabetes, jantung dan hipertensi, serta suplemen) dan bentuk sediaan obat (padat, semisolid, dan cairan). Selain itu, terdapat tempat khusus berupa lemari pendingin untuk menyimpan obat yang harus disimpan

39 30 pada suhu rendah, seperti suppositoria dan injeksi. Selain itu, penyimpanan obat juga dibedakan atas obat generik, narkotika, psikotropika, dan obat yang dijamin oleh PT. Askes. Obat generik disimpan pada bagian kiri depan ruang peracikan. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari tertutup di bagian atas ruang peracikan, terpisah, dan selalu dalam keadaan terkunci. Obat yang dijamin oleh PT. Askes dipisahkan dengan obat lain agar memudahkan dalam mempersiapkan obat dan tidak tercampur dengan obat lainnya. Sediaan oral dalam bentuk larutan diletakkan pada rak tersendiri. Obat tetes, sediaan semisolid dan sediaan injeksi juga diletakkan di tempat yang terpisah. Setiap pengeluaran dan pemasukan barang dicatat dalam kartu stok. Kartu stok tersebut diletakkan di dalam kotak masingmasing obat. b.2 Penataan Obat di Swalayan Farmasi Produk-produk, seperti alat kesehatan, suplemen dan vitamin, obat tradisional, obat bebas, obat bebas terbatas, obat topikal, produk oral, produk bayi, dan kosmetik disusun pada rak swalayan agar mudah dilihat dan tampak menarik oleh konsumen. c. Penyimpanan Resep Resep disimpan sebagai arsip apotek dalam jangka waktu tiga tahun. Pada penyimpanannya, resep disusun berdasarkan tanggal dan nomor resep per bulan untuk mempermudah penelusuran resep apabila diperlukan baik untuk kepentingan pasien maupun pemeriksaan. Resep asuransi kesehatan dipisahkan dari resep lainnya. Demikian juga dengan resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika. Setiap tiga tahun resep dapat dimusnahkan dengan cara dibakar dan dibuat berita acara pemusnahan resep. d. Pengelolaan Narkotika d.1 Pemesanan APA membuat pemesanan melalui Surat Pesanan (SP) narkotika.

40 31 SP narkotika harus ditandatangani oleh APA. Satu rangkap SP narkotika hanya berlaku untuk satu jenis obat narkotika. Pemesanan dilakukan ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma selaku distributor tunggal. Berdasarkan surat pesanan tersebut, PBF mengirimkan narkotika beserta faktur ke apotek. Surat Pesanan (SP) yang asli dan dua lembar salinan SP diserahkan ke PBF yang bersangkutan, Dinas Kesehatan Propinsi, dan Badan POM. Sedangkan satu lembar SP disimpan sebagai arsip apotek. d.2 Penerimaan Penerimaan narkotika dari PBF wajib dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Kemudian APA akan menandatangani faktur tersebut setelah diperiksa kesesuaian dengan surat pesanan, yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. d.3 Penyimpanan Di Apotek Kimia Farma No. 202, obat-obat yang termasuk golongan narkotika disimpan dalam lemari khusus dari bahan dasar kayu yang terkunci dengan baik. Lemari khusus narkotika di KF 202 ditempatkan dalam posisi terbaut di dinding bagian atas. Lemari khusus narkotika seharusnya selalu dalam keadaan terkunci dan kunci dipegang oleh asisten apoteker penanggung jawab narkotika. Setiap obat narkotika dilengkapi kartu stok yang diletakkan dalam lemari dan dicantumkan tanggal kedaluwarsanya. d.4 Pelayanan Apotek hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani resep narkotika yang iter dan pembelian obat narkotika tanpa resep dokter. d.5 Pelaporan Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam

41 32 bentuk perangkat lunak atau program sistem pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2013 oleh Kementerian Kesehatan RI. Sistem pelaporan narkotika dan psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit layanan (puskesmas, rumah sakit, dan apotek) ke Kementerian Kesehatan melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Setiap unit pelayanan kesehatan memiliki username dan password agar dapat melakukan import data ke sistem. Pelaporan ini dilakukan setiap bulan. Pada form pelaporan, ada 39 item narkotika yang harus dilaporkan. e. Pengelolaan Psikotropika e.1 Pemesanan Obat golongan psikotropika dipesan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Satu SP dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. SP dibuat tiga rangkap, 2 lembar diserahkan ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Badan POM, serta 1 lembar SP disimpan sebagai arsip. e.2 Penyimpanan Seperti halnya narkotika, obat golongan psikotropika juga disimpan di lemari khusus yang terpisah dari sediaan lain. Lemari ini terletak berdampingan dengan lemari khusus penyimpanan narkotika. e.3 Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan narkotika. Hanya saja pada form pelaporan, terdapat 163 item psikotropika yang penggunaannya harus dilaporkan.

42 33 f. Stok Opname Kegiatan stok opname dilakukan untuk memeriksa apakah jumlah barang yang tersedia sama dengan jumlah barang yang tercatat. Stok opname dilakukan setiap tiga bulan yang dilakukan oleh asisten apoteker dibantu oleh petugas apotek yang lain dan seluruh kegiatan ini di bawah tanggung jawab APA. Tujuan dari stok opname ialah: 1. Menghitung jumlah fisik barang yang ada di stok untuk dicocokkan dengan data transaksi pada komputer. Hal ini berguna untuk mendeteksi secara dini adanya kebocoran atau kehilangan barang dagangan atau obat-obatan. 2. Mendata barang-barang yang kedaluwarsa atau mendekati waktu kedaluwarsa. 3. Barang-barang yang kedaluwarsa dipisahkan dari barang lain kemudian dibuat laporannya tersendiri. 4. Mendeteksi barang-barang slow moving dan fast moving serta mencari upaya yang sebaiknya dilakukan. g. Pelayanan Resep g.1 Pelayanan Resep dengan Pembayaran Tunai Pelayanan ini merupakan penjualan obat berdasarkan resep dokter yang ditebus pasien dengan cara membayar tunai. Prosedur pelayanan resep ini diawali dengan penerimaan resep oleh asisten apoteker. Resep yang diterima diperiksa kelengkapan resep dan ketersediaan obat di apotek. Data pasien yang meliputi nama dan alamat dimasukkan ke dalam komputer setelah pasien melakukan pembayaran. Penyiapan obat dalam resep dikerjakan sesuai urutan nomor resep. Resep tersebut selanjutnya diserahkan kepada asisten apoteker di ruang peracikan. Setelah obat disiapkan kemudian dikemas dan diberi etiket. Pasien yang memerlukan kuitansi akan dibuatkan oleh asisten apoteker. Salinan resep dibuat bila resep tersebut perlu diulang atau iter, baru ditebus sebagian, atau atas permintaan pasien sendiri. Obat diserahkan kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat.

43 34 g.2 Pelayanan Resep dengan Pembayaran Kredit Pelayanan resep ini merupakan pelayanan terhadap resep obat yang berasal dari suatu instansi atau perusahaan yang mengadakan kerjasama dengan apotek. Apotek Kimia Farma No. 202 Depok mengadakan kerjasama dengan PT. Askes, PT. Inhealth, dan PT. Jamsostek. Untuk menebus obat, peserta jaminan kesehatan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pedoman pemberian obat peserta jaminan kesehatan disesuaikan dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh masing-masing perusahaan jaminan kesehatan. Peserta PT. Askes menggunakan Daftar Plafon Harga Obat (DPHO), PT. Inhealth menggunakan Daftar Obat Inhealth (DOI), dan peserta PT. Jamsostek menggunakan formularium Jamsostek. Apabila salah satu obat tidak masuk ke dalam pedoman yang telah ditetapkan, maka dilakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada pasien. Pasien selanjutnya memutuskan apakah bersedia membayar tunai obat di luar tanggungan atau mengganti obat dengan kandungan yang sama. Pada dasarnya, prosedur pelayanan resep dengan pembayaran kredit tidak berbeda dengan pembayaran tunai, kecuali pada pemberian harga dan cara pembayarannya. Pencatatan pelayanan resep kredit dilakukan secara harian. Pada saat penyerahan obat, pasien diminta menandatangani dan menuliskan nomor telepon pada lembar resep. h. Penjualan Produk Over The Counter (OTC) Penjualan produk OTC meliputi alat kesehatan, suplemen dan vitamin, obat tradisional, obat bebas, obat bebas terbatas, obat topikal, produk oral, produk bayi, dan kosmetik. Apoteker berperan dalam pemberian saran atas produk yang tepat untuk konsumen dan memberikan informasi kepada konsumen. Struk bukti pembayaran dicetak dua rangkap, di mana satu lembar diberikan kepada konsumen sebagai bukti pembayaran dan lembar lainnya disimpan di apotek sebagai arsip.

44 35 i. Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat dilakukan setiap kali petugas apotek menyerahkan obat kepada pasien. Informasi yang diberikan meliputi nama obat, regimen dosis, cara pemakaian obat (untuk obat-obat yang membutuhkan instruksi khusus), cara penyimpanan obat (bagi obat-obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus). Petugas juga memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya apabila ada hal yang belum dimengerti. j. Swamedikasi Swamedikasi dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker. Informasi mengenai pasien harus dikumpulkan untuk memilihkan obat yang tepat untuk pasien. Penggalian informasi mengenai pasien meliputi untuk siapa obat ini akan diberikan, tempat timbulnya gejala, seperti apa rasanya gejala, kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya, sudah berapa lama gejala dirasakan, dan ada tidaknya gejala penyerta, pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan. Setelah dilakukan pembayaran, obat kemudian diserahkan kepada pasien dengan disertai pemberian informasi obat. Pasien juga diinformasikan bahwa bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari, pasien segera menghubungi dokter Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Kegiatan non teknis kefarmasian meliputi pencatatan administrasi harian apotek yang dilakukan oleh asisten apoteker. P elaksanaan kegiatan adminsitrasi di apotek dibagi menjadi administrasi pembelian dan administrasi penjualan. Setiap selesai pergantian shift, asisten apoteker yang selesai bertugas akan menghitung uang perolehan, merapikan resep, dan membuat laporan administrasi. Kemudian pada jam yang telah ditentukan, seorang asisten apoteker akan menyetorkan uang ke bank terdekat.

45 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga memiliki apotek sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan upaya kesehatan masyarakat dengan cara pengadaan obat-obatan yang aman, bermutu, berkhasiat dan rasional. PT. Kimia Farma Apotek memiliki 36 unit bisnis dan 412 apotek di seluruh Indonesia, salah satunya adalah Apotek Kimia Farma No Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian, tempat dilakukan praktek kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat oleh apoteker. Apoteker sebagai pengelola apotek harus mempunyai kemampuan, baik dari segi pelayanan kefarmasian maupun manajerial sehingga apotek dapat berjalan dengan seimbang. Kegiatan manajerial yang dimaksud adalah perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pengawasan kegiatan yang berlangsung di apotek. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu apotek adalah lokasi. Apotek Kimia Farma No. 202 terletak di Jl. Kejayaan Raya Blok XI No. 2 Depok II Timur merupakan apotek pelayanan yang berada di bawah koordinasi Unit Bisnis Manager wilayah Bogor. Apotek Kimia Farma No. 202 ini dapat dikatakan berada di lokasi strategis karena berada dekat dengan kawasan padat penduduk, dilalui oleh lalu lintas dua arah yang cukup ramai, dekat dengan banyak klinik dokter serta kemudahan dalam mengakses apotek. Oleh karena itu, lokasi apotek ini memiliki potensi pasar yang cukup baik. Apotek memiliki ruang praktek dokter spesialis anak yang dibuka hari Senin hingga Jumat pada pukul WIB. Selain itu, terdapat juga praktek dokter penyakit dalam dan penyakit saraf, di mana sebelumnya dilakukan janji terlebih dahulu dengan dokter bila ada pasien yang akan datang. Praktek fisioterapi pun terdapat di apotek ini yang melayani terapi uap dan terapi stroke. Dengan adanya praktek dokter dan fisioterapis, jumlah resep yang diterima apotek akan meningkat. Secara umum, dari desain eksterior dan interior, apotek sudah cukup baik dari segi fasilitas dan penataan produk. Hal ini dapat terlihat dari adanya penataan ruang yang terpisah antara swalayan, ruang dokter, ruang tunggu pasien, 36

46 37 penerimaan resep dan penyerahan obat, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan yang dilengkapi dengan bak cuci. Apotek juga telah dilengkapi dengan sarana penunjang, seperti toilet dan mushola, yang dapat digunakan oleh pelanggan apotek. Bangunan apotek ini memilki ciri khusus yaitu adanya logo Kimia Farma Apotek di depan apotek dan juga terdapat papan nama bertuliskan praktek dokter. Selain itu, di seberang jalan apotek juga terdapat petunjuk arah logo Apotek Kimia Farma No. 202 Depok. Keberadaan logo Kimia Farma ini membuat apotek mudah dikenali sehingga dapat menarik pelanggan. Desain bangunan depan dibuat dengan kaca transparan yang besar sehingga menarik perhatian dan memudahkan konsumen atau pelanggan melihat keadaan dalam apotek. Demikian juga halaman parkir yang tersedia di depan apotek. Halaman parkir cukup luas, dapat digunakan untuk parkir 3 mobil pasien ditambah beberapa motor atau sepeda. Ruangan yang ada di apotek dilengkapi dengan penerangan dan pendingin udara yang baik sehingga memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Pada bagian dalam apotek, terdapat papan nama apotek yang memuat nama apotek, nama APA dan nomor SIPA APA. Hal ini tentu saja penting untuk meningkatkan eksistensi dari seorang apoteker yang bertanggung jawab atas Apotek. Selain itu, diharapkan pengunjung yang datang akan mencari apoteker untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian. Apotek Kimia Farma No. 202 menerima dropping dari BM setiap hari Rabu dan Sabtu. Pada hari Senin dan Kamis setiap minggunya, BM akan mengirimkan TXT BPBA ke Apotek untuk dilakukan pengeditan sesuai dengan kebutuhan apotek. TXT BPBA akan dikirimkan kembali ke BM pada hari Selasa dan Jumat setiap minggunya. Pada saat penerimaan dropping barang dari BM, petugas penerima barang bertanggung jawab dalam mencocokkan barang yang diterima dengan faktur dan BPBA, dan bila telah sesuai maka dilakukan penandatanganan oleh petugas penerima barang. Petugas penerima barang memeriksa kesesuaian barang yang diterima dengan jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik, dan tanggal kadaluwarsa. Barang yang telah diterima kemudian disimpan sesuai tempat penyimpanan barang masing-masing dan dicatat dalam kartu stok barang. Untuk obat-obat narkotik, permintaan barang harus menggunakan Surat

47 38 Pesanan (SP) khusus rangkap empat yang berwarna putih, merah, biru, dan kuning. Satu buah SP hanya dapat memesan satu macam obat dan harus ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Sedangkan untuk obatobat psikotropika, permintaan barang harus menggunakan SP khusus rangkap tiga dan dalam satu buah SP dapat memesan beberapa jenis psikotropika dan harus ditandatangani oleh APA. Oleh karena itu, khusus untuk pemesanan narkotika dan psikotropika tidak termasuk ke dalam sistem DC melainkan langsung dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan. Penyimpanan obat-obat di Apotek Kimia Farma No. 202 diurutkan berdasarkan kelompok tertentu seperti obat-obat generik, obat yang dijamin oleh PT. Askes, obat dengan merk dagang, yang disusun berdasarkan farmakologis, obat golongan psikotropika dan narkotika, obat yang disusun berdasarkan bentuk sediaan (obat suntik, sediaan cair, obat tetes oral, mata, hidung, telinga, dan inhaler), serta obat-obat yang stabilitasnya dipengaruhi suhu dan udara sehingga harus disimpan di dalam lemari es (suppositoria, ovula, insulin, dan sebagainya). Semua obat disusun berdasarkan kelompoknya masing-masing secara alfabetis untuk mempermudah pencarian, hanya saja ada beberapa obat yang memiliki dua atau lebih dosis namun disimpan di dalam satu kotak yang sama. Hal ini seharusnya dihindari karena dapat menjadi masalah jika terjadi kesalahan pengambilan dosis oleh petugas. Kesalahan pengambilan dosis obat dapat menyebabkan subterapi ataupun toksisitas yang merupakan salah satu bentuk dari DRP (Drug Related Problem). Obat bebas disusun di swalayan farmasi berdasarkan khasiat secara alfabetis. Selain itu, juga terdapat tempat khusus untuk penyimpanan alat kesehatan. Penyimpanan obat-obat narkotika dan psikotropika berada di dalam lemari khusus dan tertutup, tetapi tidak terkunci dengan baik. Hal ini cukup menjadi masalah karena bisa diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab walaupun akses orang luar masuk ke dalam ruangan tersebut kecil. Upaya menyelesaikan masalah ini dapat dengan mengunci lemari tersebut dan kuncinya disimpan dengan baik oleh petugas apotek yang bertanggung jawab atas kunci lemari. Untuk memudahkan dalam pengontrolan obat, masing-masing obat memiliki kartu stok pada kotak penyimpanannya.

48 39 Setiap ada obat yang masuk dan keluar harus dicatat di kartu stok masingmasing dan dimasukkan ke sistem komputer. Hal ini penting dilakukan untuk mempermudah dalam pengontrolan stok obat dan kesesuaian antara jumlah fisik dengan jumlah obat pada kartu stok. Akan tetapi, kenyataan di apotek terkadang mengalami kendala ketika jam sibuk dan banyak pasien yang datang, setelah mengambil obat, petugas apotek tidak sempat mencatat pada kartu stok sehingga jumlah barang yang ada di kartu stok dengan fisik tidak sesuai. Obat narkotika dan psikotropika tetap dilakukan pencatatan pada kartu stok, baik pada saat pengurangan jumlah obat maupun penambahan jumlah obat. Ketidaksesuaian antara kartu stok dan fisik obat dapat menjadi penghambat dalam melakukan stok opname yang dilakukan setiap tiga bulan. Stok opname berfungsi untuk mengecek barang secara fisik apakah sesuai dengan jumlah yang ada di sistem komputer atau tidak. Proses administrasi di Apotek Kimia Farma No. 202 dilakukan secara komputerisasi untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelayanan apotek. Sistem komputer kasir mengharuskan petugas memasukkan alamat dan nomor telepon pasien yang dapat dihubungi sebelum melakukan pencetakan struk pembayaran. Hal ini dilakukan untuk membantu apotek dalam mengatasi masalah yang mungkin baru diketahui setelah obat diserahkan kepada pasien. Dalam melayani resep kredit, Apotek Kimia Farma No. 202 bekerjasama dengan beberapa instansi yang terkait. Sistem pelayanan resep dapat dilakukan di seluruh Apotek Kimia Farma atau hanya di Apotek-apotek Kimia Farma tertentu saja, tergantung dari kesepakatan antara instansi dengan Kimia Farma. Banyaknya pelayanan resep kredit sebenarnya menunjukkan bahwa apotek tersebut cukup baik dalam pengembangan usaha. Tetapi apabila resep kredit yang diterima oleh apotek semakin banyak, maka semakin besar pula modal apotek yang tertahan dalam bentuk piutang. Sebagian besar pelanggan Apotek Kimia Farma No. 202 adalah peserta jaminan kesehatan dari PT. Askes, PT. Inhealth, dan PT. Jamsostek, yang bekerjasama dengan Apotek Kimia Farma No. 202 dalam pengobatan pesertanya. Jika ada obat yang persediaannya habis, maka pasien ditawarkan untuk menunggu obat atau obat diantarkan ke rumah pasien oleh petugas apotek tanpa harus menunggu, selain itu obat yang kurang pun akan

49 40 dijanjikan untuk disediakan sehari setelah pembelian. Obat yang habis tersebut dapat diusahakan dengan melakukan dropping dengan Apotek Kimia Farma terdekat ataupun langsung memesan kepada BM sebagai pilihan terakhir. Proses peracikan pulvis dilakukan dengan menggunakan lumpang dan alu atau menggunakan alat penghancur tablet. Pulvis kemudian dibungkus dengan kertas pembungkus yang disegel dengan mesin press SCI. Akan tetapi, untuk sediaan kapsul, pengisian dilakukan secara konvensional sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Peracikan, baik untuk pulvis, salep, krim ataupun kapsul, cukup sering dilakukan oleh apotek mengingat terdapat praktek dokter anak. Komunikasi, informasi, dan edukasi di apotek masih kurang optimal dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan tenaga dan waktu apoteker yang tersedia, serta tidak adanya ruangan khusus untuk melakukan pelayanan konseling. Akan tetapi, pelayanan masih terus bisa terlaksana karena pelanggan dapat bertanya langsung kepada asisten apoteker yang ada di bagian administrasi mengenai informasi cara penggunaan obat, waktu penggunaan, dosis, dan cara penyimpanan obat. Secara umum, petugas yang bekerja di bagian pelayanan atau penjualan telah melayani dengan ramah, biasanya dimulai dengan sapaan dan tawaran bantuan serta diakhiri dengan ucapan terima kasih sebagai penutup. Petugas juga bersikap santun dan informatif dengan selalu berbicara dengan bahasa yang baik dan sopan kepada konsumen. Petugas selalu tanggap dan cepat menangani keluhan serta membantu mengatasi kesulitan konsumen. Misalnya, jika konsumen tidak mampu menebus obat maka dicarikan obat dengan zat aktif atau khasiat sama dengan harga yang lebih terjangkau atau ditebus sebagian dulu. Keadaan tersebut perlu terus dipertahankan dan sedapat mungkin ditingkatkan karena keramahan petugas merupakan salah satu unsur pendorong untuk meningkatkan minat pelanggan untuk melakukan pembelian. Dalam keadaan mati listrik, apotek menghidupkan genset dan dalam beberapa waktu (sekitar 15 menit), listrik dapat menyala kembali. Antisipasi mati listrik ini dilakukan dengan kondisi komputer server yang tetap dapat hidup selama 15 menit. Hal ini membantu para asisten apoteker yang bertugas karena semua harga ditentukan dalam sistem komputerisasi, sehingga apabila komputer

50 41 mati, kegiatan penjualan akan terhambat. Apabila terjadi keadaan yang buruk, misalnya genset tidak dapat beroperasi, solusi lain yang dapat dilakukan adalah menanyakan harga lewat telepon ke Apotek Kimia Farma lain. Pemanfaatan genset dan line telepon sangat diperlukan dalam keadaan terdesak, sehingga kegiatan penjualan dapat tetap berjalan dengan lancar.

51 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Apoteker berperan sebagai profesional, manajer, dan retailer di apotek. Peran ini tidak terlepas dari fungsi dan tanggung jawab seorang apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian di apotek. 2. Kegiatan administrasi dan pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 202 dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang diberi tanggung jawab tersebut. Kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan manajemen barang di Apotek Kimia Farma No. 202 berada di bawah Bisnis Manager wilayah Bogor. 3. Calon apoteker berkesempatan untuk melakukan praktek pekerjaan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 202 selama tidak melanggar aturan yang berlaku. 5.2 Saran 1. Setiap wadah atau letak produk tersebut diberi label harga untuk meningkatkan kecepatan pelayanan obat OTC yang terdapat pada swalayan farmasi. Hal ini juga dapat meningkatkan citra perusahaan, terlebih bila harga yang dijual lebih terjangkau oleh masyarakat luas. 2. Resep sebaiknya diurutkan berdasarkan jam pembelian pada hari tersebut dan bila perlu resep 1 minggu terakhir diletakkan di tempat yang mudah dijangkau. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pencarian resep apabila terjadi komplain dari pelanggan. 3. Kartu stok sebaiknya selalu diisi untuk mengurangi resiko ketidaksesuaian antara stok pada sistem komputer dan stok fisik. Selain itu, sebaiknya stok opname dilakukan setiap akhir bulan. 4. Lemari narkotika sebaiknya selalu dalam keadaan terkunci dan kunci lemari dipegang oleh petugas apotek yang diberi tanggung jawab tersebut. 5. Pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi lebih dioptimalkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan pelanggan, serta meningkatkan citra profesi di masyarakat. 42

52 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.1. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 925/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Obat No.1. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (SK Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004). Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia. (2002). Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Amandemen II. Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. 43

53 44 Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

54 LAMPIRAN

55 45 Lampiran 1. Contoh Formulir APT-1

56 46 (lanjutan)

57 47 Lampiran 2. Contoh Formulir APT-2

58 48 Lampiran 3. Contoh Formulir APT-3

59 49 (lanjutan)

60 50 (lanjutan)

61 51 (lanjutan)

62 52 (lanjutan)

63 53 (lanjutan)

64 54 Lampiran 4. Contoh Formulir APT-4

65 55 Lampiran 5. Contoh Formulir APT-5

66 56 (lanjutan)

67 57 (lanjutan)

68 58 Lampiran 6. Contoh Formulir APT-6

69 59 Lampiran 7. Contoh Formulir APT-7

70 60 Lampiran 8. Contoh Formulir APT-9

71 61 Lampiran 9. Berita acara pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

72 62 (lanjutan)

73 63 (lanjutan)

74 64 (lanjutan)

75 65 (lanjutan)

76 66 (lanjutan)

77 67 Lampiran 10. Berita acara pemusnahan resep

78 68 (lanjutan)

79 69 Lampiran 11. Daftar Obat Wajib Apotek No.1

80 70 (lanjutan)

81 71 (lanjutan)

82 72 (lanjutan)

83 73 (lanjutan)

84 74 Lampiran 12. Daftar Obat Wajib Apotek No.2

85 75 Lampiran 13. Daftar Obat Wajib Apotek No.3

86 76 (lanjutan)

87 77 Lampiran 14. Obat yang dikeluarkan dari Daftar Obat Apotek

88 78 (lanjutan)

89 79 Lampiran 15. Etiket, label, dan klip obat Apotek Kimia Farma

90 80 Lampiran 16. Copy resep dan bon pengambilan obat Apotek Kimia Farma

91 81 Lampiran 17. Kuitansi pembayaran resep/tunai Apotek Kimia Farma

92 82 Lampiran 18. Kartu stok Apotek Kimia Farma

93 83 Lampiran 19. Surat pesanan narkotika dan psikotropika Apotek Kimia Farma

94 84 Lampiran 20. Faktur Apotek Kimia Farma

95 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 03 APRIL 30 APRIL 2013 ANALISIS RESEP PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK DI APOTEK KIMIA FARMA NO 202 ESTER JUNITA SINAGA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

96 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2. TINJAUAN UMUM Pelayanan Resep Penggunaan Obat Rasional Masalah Terkait Obat Infeksi Saluran Pernafasan Akut Jenis Infeksi Saluran Pernafasan Akut Otitis Media Sinusitis Faringitis Bronkhitis Pneumonia Penatalaksanaan ISPA Terapi Farmakologi Antibiotik Terapi Suportif BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Metode Pengumpulan dan Analisis Data BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Skrining Resep Keterangan Resep Skrining Resep Interaksi Obat Informasi dan Edukasi Keterangan Resep Skrining Resep Interaksi Obat Informasi dan Edukasi BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR ACUAN ii

97 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gejala Klinis ISPA Gambar 2.2 Algoritma Penyakit ISPA Gambar 2.3 Pedoman Pengobatan Sinusitis iii

98 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Spektrum Aktivitas Antibiotik Golongan Penisilin Tabel 2.2 Spektrum Aktivitas Antibiotik Golongan Cefalosporin Tabel 2.3 Spektrum Aktivitas Antibiotik Golongan Makrolida Tabel 2.4 Spektrum Aktivitas Antibiotik Golongan Tetrasiklin Tabel 2.5 Spektrum Aktivitas Antibiotik Golongan Quinolon Tabel 2.6 Spektrum Aktivitas Antibiotik Golongan Sulfonamida Tabel 2.7 Pengobatan untuk ISPA yang disebabkan oleh virus Tabel 4.1 Hasil Skrining Resep Tabel 4.2 Monografi Obat Resep Tabel 4.3 Interaksi Obat dalam Resep Tabel 4.4 Hasil Skrining Resep Tabel 4.5 Monografi Obat Resep Tabel 4.6 Interaksi Obat dalam Resep iv

99 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Resep Asli Lampiran 2 Resep Asli Lampiran 3 Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No Lampiran 4 Hak Pelanggan di Apotek Kimia Farma No v

100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi pada saluran nafas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran nafas berdasarkan wilayah infeksinya terdiri dari infeksi saluran nafas atas dan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas dapat berkembang yang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah bila tidak diatasi dengan baik. Secara umum penyebab dari infeksi saluran nafas adalah berbagai mikroorganisme dan yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran nafas antara lain faktor lingkungan, perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri dan rendahnya gizi (Departemen Kesehatan, 2005). Pengetahuan dan pemahaman akan infeksi ini merupakan hal yang penting dikarenakan penyebarannya yang sangat luas, komplikasi yang membahayakan bahkan dapat menyebabkan kematian. Infeksi saluran pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia dan hampir empat juta orang meninggal setiap tahun, 98% disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah (World Health Organization, 2007). Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13 % kasus berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Episode batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40-60 %) dan Rumah Sakit (15-30 %) (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Tingginya prevalensi infeksi saluran pernafasan serta dampak yang ditimbulkannya menyebabkan pada tingginya konsumsi obat bebas (seperti anti influenza, obat batuk, multivitamin) dan antibiotika. Dalam kenyataanya antibiotika banyak diresepkan untuk mengatasi infeksi ini. Salah satu penyebab peresepan antibiotika yang berlebihan adalah adanya ekspektasi yang berlebihan terhadap antibiotika terutama untuk mencegah infeksi sekunder yang disebabkan 1

101 2 oleh bakteri. Dampak dari hal tersebut adalah dapat meningkatnya resistensi bakteri maupun efek samping yang tidak diinginkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka peran apoteker sangatlah penting. Peran apoteker tersebut mulai saat menerima resep di apotek adalah melakukan skrining terhadap resep yaitu meliputi pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep, melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik dan mengkaji aspek pertimbangan klinis. Ketika melakukan skrining resep dan apoteker menemukan masalah dalam resep maka apoteker harus mengkonsultasikannya kepada dokter penulis resep. Setelah proses skrining dilakukan, maka dilakukan penyiapan obat sesuai resep dengan standar yang telah ditentukan. Setelah obat telah disiapkan, maka apoteker menyerahkan obat kepada pasien dengan disertai pemberian informasi obat yang benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Tahap selanjutnya yaitu setelah obat diserahkan kepada pasien, apoteker tetap harus melakukan pemantauan penggunaan obat agar obat yang diberikan dapat memberikan efek yang optimal (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Dalam kesempatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma 202, dilakukan pengkajian resep terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan akut. Pengkajian ini dilakukan terkait dengan cukup banyaknya resep ISPA yang ditemukan di apotek dikarenakan terdapatnya praktek dokter anak di apotek tersebut. Anak-anak cenderung lebih sering terpapar dengan faktor resiko ISPA dikarenakan imunitas yang belum terbentuk secara sempurna (NHS, 2013). ISPA merupakan penyakit yang paling umum terjadi dan dapat menyebabkan kematian pada anak-anak balita (Simoes, 2006). ISPA merupakan penyakit yang menyebabkan 19 % kematian pada anak usia dibawah lima tahun terutama di negara-negara dengan pendapatan rendah di Afrika, Asia, dan Amerika latin (Navarro, 2011) WHO memperkirakan bahwa 2 juta anak dibawah lima tahun meninggal setiap tahun dikarenakan oleh pneumonia (Simoes, 2006). Penggunaan antibiotik biasanya diresepkan oleh dokter pada anak yang mengalami ISPA (NICE, 2008). Peresepan antibiotik tersebut dianggap dapat mengatasi gejala penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik yang tidak tepat memiliki potensi efek samping yang terkait obat dan

102 3 meningkatkan resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik yang diberikan (NICE, 2008). 1.2 Tujuan Analisis resep pengobatan infeksi saluran pernafasan bertujuan : Mengkaji kerasionalan resep pengobatan infeksi saluran pernafasan akut pada anak.

103 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pelayanan Resep Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Prosedur tetap pelayanan resep, yaitu : 1. Skrining Resep a. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama dokter, surat izin praktek dokter, alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. b. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat. c. Mengkaji aspek klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat) d. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan. 2. Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan a. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep. b. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum. c. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tangan / spatula / sendok. d. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula. e. Meracik obat (timbang, campur, kemas). f. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum. g. Menyiapkan etiket (warna putih untuk obat dalam, warna biru untuk obat luar, dan etiket lainnya seperti label kocok dahulu untuk sediaan cair). h. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan permintaan dalam resep. 3. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan 4

104 5 a. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara nama penulisan etiket dengan resep) b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien. d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat. e. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker. f. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan. 2.2 Penggunaan Obat Rasional Penggunaan obat yang rasional mengacu pada pengobatan yang tepat kepada pasien sesuai dengan kebutuhan klinisnya dalam dosis yang tepat dan selama periode waktu yang cukup. Fakta membuktikan bahwa lebih dari 50 % dari semua obat yang diresepkan, disiapkan atau dijual secara tidak tepat dan setengah dari semua pasien mengalami kegagalan dalam penggunaan obat secara tepat. Penggunaan obat yang tidak tepat tersebut dapat menyebabkan penggunaan obat secara berlebihan, penggunaan yang kurang, dan penggunaan yang salah dari obat (World Health Organization, 2010). Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan indikator 8 tepat dan 1 waspada. Indikator 8 tepat dan 1 waspada tersebut meliputi tepat diagnosis, tepat pemilihan obat, tepat indikasi, tepat pasien, tepat dosis, tepat cara dan lama pemberian, tepat harga, tepat informasi, dan waspada terhadap efek samping. Berikut adalah penjelasan dari indikator rasionalisasi obat 8 tepat dan 1 waspada : a. Tepat Diagnosis Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah Amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol.

105 6 Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, Apoteker mempunyai peran sebagai second opinion untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis b. Tepat pemilihan obat Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin. c. Tepat indikasi Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter. Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena penyakit akibat bakteri. d. Tepat pasien Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari. e. Tepat dosis Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu.

106 7 f. Tepat cara dan lama pemberian Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan dan saat pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet parasetamol dapat diganti dengan sirup. Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi. Contohnya penggunaan antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat. g. Tepat harga Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal. Contoh Pemberian antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik yang sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan pemborosan serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki. h. Tepat informasi Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Misalnya pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya berwarna merah. i. Waspada efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar.

107 8 Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat. POR diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat sehingga menjaga keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan. 2.3 Masalah terkait obat. Drug Related Problem (DRP) dapat didefinisikan sebagai kejadian tidak di inginkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat dan secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan (PCNE, 2012). Klasifikasi dari drug related problem (DRP) antara lain : 1. Untreated indikator yaitu pasien mengalami gangguan suatu penyakit namun pasien tersebut tidak menerima obat sesuai dengan indikasinya. 2. Improper drug selection yaitu pasien mengalami suatu gangguan namun mendapatkan obat yang salah. 3. Subtherapeutic dosage yaitu pasien mengalami gangguan penyakit dan telah mendapatkan obat yang benar akan tetapi dosis obat tersebut terlalu kecil. 4. Failure to receive medication yaitu pasien mengalami gangguan penyakit namun tidak mendapatkan obat yang telah diresepkan oleh dokter. 5. Overdose yaitu pasien mengalami gangguan penyakit, telah mendapatkan obat yang benar namun dosis terlalu besar. 6. Adverse drug reactions yaitu pasien mengalami gangguan penyakit akibat efek samping dari obat yang dikomsumsi. 7. Drug interaction yaitu pasien mengalami gangguan penyakit akibat interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, dan obat dengan tes laboratorium.

108 9 8. Drug use without an indication yaitu pasien mengalami gangguan penyakit akibat penggunaan obat tanpa indikasi yang valid ( tidak perlu obat atau tidak ada indikasi) Seorang apoteker memiliki tanggung jawab terhadap adanya DRP yaitu dalam hal: 1. Mengidentifikasi masalah terkait obat yang potensial dan aktual 2. Menyelesaikan masalah terkait obat yang sudah terjadi 3. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya masalah terkait obat. 2.4 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus/rongga di sekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah dan pleura.penyakit saluran pernafasan ini meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia (DepKes, 2002). ISPA merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (DepKes, 2005) : a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.

109 10 c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Gambar 2.1. Gejala Klinis ISPA

110 11 Dicurigai mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Akut (mengalami satu atau lebih gejala berikut yaitu batuk, pilek, sakit tenggorokan, nyeri dada, sesak nafas, dan pernafasan bising) Menentukan apakah infeksi tersebut berlokasi di bagian Saluran pernafasan atas atau bawah. Adanya gejala nyeri dada, sesak nafas, wheezing, strido, crackles, ronki, retraksi, dan suara nafas bronkial Tidak Ya Infeksi saluran pernafasan atas (otitis media, sinusitis, faringitis, rhinitis) Infeksi saluran pernafasan bawah (Epiglotis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia) Gambar 2.2 Algoritma Penyakit ISPA 2.5 Jenis Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Departemen Kesehatan RI, 2005) Otitis Media Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan terbagi menjadi otitis media akut, efusi, dan kronik. Infeksi ini banyak menjadi permasalahan pada bayi dan anak-anak. Penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan penyebab sekunder yaitu menurunnya imunokompetensi pada anak. Disfungsi tuba Eustachius berkaitan dengan adanya infeksi saluran nafas atas dan alergi. Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, otalgia, otorrhea, iritabilitas, kurang istirahat, nafsu makan turun serta demam. Otitis media akut dapat menyebabkan nyeri, hilangnya pendengaran, demam, dan leukositosis. Manifestasi otitis media pada anak kurang dari 3 tahun seringkali

111 12 bersifat non spesifik seperti iritabilitas, demam, terbangun pada malam hari, nafsu makan turun, pilek dan tanda rhinitis. Otitis media efusi ditandai dengan adanya cairan di rongga telinga bagian tengah tanpa disertai tanda peradangan akut. Sedangkan otitis media kronik dijumpainya cairan (otorrhea) yang purulen sehingga diperlukan drainase. Nyeri jarang dijumpai pada otitis kronik kecuali pada eksaserbasi akut. Hilangnya pendengaran disebabkan oleh karena destruksi membran timpani dan tulang rawan. Otitis media didiagnosis dengan melihat membran timpani menggunakan otoscope. Tes diagnostik lain adalah dengan mengukur kelenturan membran timpani dengan Tympanometer. Tes ini akan menggambarkan ada tidaknya akumulasi cairan di telinga bagian tengah. Pemeriksaan lain dapat menggunakan X-ray dan CT-scan ditujukan untuk mengkonfirmasi adanya mastoiditis dan nekrosis tulang pada otitis maligna atau kronik. Patogen yang paling umum menginfeksi pada anak adalah Steptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Pola resistensi terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis ditemukan di berbagai belahan dunia. Organisme ini memproduksi enzim β-laktamase yang menginaktifasi antibiotik β-laktam sehingga terapi menggunakan amoksisilin seringkali gagal. Terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotika oral dan tetes bila disertai pengeluaran sekret. Lama terapi adalah 5 hari bagi pasien resiko rendah (yaitu usia > 2 tahun serta tidak memiliki riwayat otitis ulangan ataupun otitis kronik) dan 10 hari bagi pasien resiko tinggi. Rejimen antibiotik yang digunakan dibagi menjadi dua pilihan yaitu lini pertama dan kedua. Lini pertama dapat menggunakan amoksisilin dan lini kedua dapat menggunakan amoksisilinklavulanat, kotrimoksazol, cefuroksim, ceftriaxone, cefprozil, dan cefixime. Pasien dengan sekret telinga (otorrhea) disarankan untuk menambahkan terapi tetes telinga ciprofloxacin atau ofloxacin. Profilaksis bagi pasien dengan riwayat otitis media ulangan menggunakan amoksisilin 20 mg/kg satu kali sehari selama 2-6 bulan berhasil mengurangi insiden otitis media sebesar %.

112 13 Terapi penunjang dapat diberikan yaitu berupa analgesik dan antipiretik, dekongestan, dan antihistamin. Dekongestan dan antihistamin hanya direkomendasikan bila ada alergi yang dapat berakibat pada kongesti saluran nafas atas Sinusitis Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu infeksi pada sinus paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala menetap maupun berat. Gejala yang menetap yang dimaksud adalah gejala seperti adanya keluaran dari hidung, batuk di siang hari yang akan bertambah parah di malam hari yang bertahan selama hari dan yang dimaksud dengan gejala berat adalah disamping adanya sekret yang purulen juga disertai demam hingga 39 0 C selama 3-4 hari. Sinusitis subakut yaitu dengan gejala yang menetap selama hari. Sinusitis berulang adalah sinusitis yang terjadi minimal sebanyak 3 episode dalam kurun waktu 6 bulan atau 4 episod dalam 12 bulan. Sinusitis kronik didiagnosis bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga lebih dari 6 minggu. Tanda lokal sinusitis adalah hidung tersumbat, sekret hidung yang kental berwarna hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri pada wajah di area pipi, diantara kedua mata dan dahi. Tanda umum terdiri dari batuk, demam tinggi, sakit kepala/migrain serta menurunnya nafsu makan, dan malaise. Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan klinis THT, aspirasi sinus yang dilanjutkan dengan kultur dan dijumpai lebih dari 10 4 /ml koloni bakteri. Sinusitis viral dibedakan dari sinusitis bakteri bila gejala menetap lebih dari 10 hari atau gejala memburuk setelah 5-7 hari. Selain itu sinusitis yang disebabkan virus menyebabkan demam yang menyerupai sinusitis yang disebabkan bakteri namun kualitas dan warna sekret hidung jernih dan cair. Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis. Patogen yang menginfeksi pada sinusitis kronik sama seperti ada sinusitis akut dengan ditambah adanya bakteri anaerob

113 14 dan S.aureus. Penularan sinusitis melalu kontak langsung dengan penderita melalui udara. Oleh karena itu untuk mencegah penyebaran sinusitis dianjurkan memakai masker penutup hidung, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita. Resistensi yang terjadi pada sinusitis umumnya disebabkan oleh Stretococcus pneumoniae yang menghasilkan enzim beta-laktamase sehingga resisten terhadap penisilin, amoksisilin, maupun kotrimoksazol. Hal ini diatasi dengan memilih preparat amoksisilin-klavulanat atau fluoroquinolon. Terapi pokok meliputi pemberian antibiotik dengan lama terapi hari kecuali bila menggunakan azitromisin. Untuk gejala yang menetap setelah hari maka antibiotik dapat diperpanjang hingga hari lagi. Untuk sinusitis akut dapat diberikan antibiotik amoksisilin, kotrimoxazol, eritromisin, doksisiklin (lini pertama) dan amoksisilin-klavulanat, cefuroksim, klaritromisin, azitromisin, levofloxacin (lini kedua). Untuk sinusitis kronik dapat diberikan Amoksisilin- Klavulanat, azitromisin, levofloxacin. Terapi pendukung terdiri dari pemberian analgesik dan dekongestan.

114 15 Durasi dari gejala nasal lebih utama dibandingkan dengan melihat warna sekresi. Jika gejala bertahan sampai 10 hari tanpa komplikasi kemungkinan disebabkan oleh virus. Jika gejala masih menetap setelah 10 hari kemungkinan disebabkan oleh bakteri. Jika gejala memburuk setelah 5-7 hari kemungkinan disebabkan oleh bakteri Gejala yang memburuk setelah 5-7 hari & bertahan lebih dari 10 hari. Demam > 38 0 C Nyeri wajah, hidung tersumbat, batuk, telingan terasa penuh dan terasa tekanan di telinga. Gejala & tanda flu biasa : Hidung tersumbat dan iritasi tenggorokan. Bersin dan hidung berair. 35 % dari gejalanya menetap selama 10 hari. Sinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri Sinusitis yang disebabkan oleh virus Disarankan rujuk ke dokter jika : Kegagalan merespons terapi setelah 72 jam. Tingkat kesadaran yang berubah dan adanya tanda focal neurologik, penyakit sistemik yang parah, sinusitis kronik. Dewasa: Obat pilihan : amoksilin oral (1000 mg 3x sehari selama 10 hari) Antibiotik alternatif: Alergi terhadap beta-lactam 1. Makrolida/azalid/linkosamid/ketolid Eritromisin estolat 500 mg qid selama 10 hari. Azithromisin 500 mg 1x sehari selama 3 hari. Klarithromisin 1000 mg 1x sehari selama 10 hari 2. Fluoroquinolon Gatifloxasin 400 mg 1x sehari 5-10 hari Levofloxasin 500 mg 1-2x sehari selama 10 hari Moxifloxasin 400 mg 1x sehari 5-10 hari Agen Beta-Lactam. Amoksilin-klavulanat 1000mg bd + amoksilin bd selama 10 hari. Cefpodoxim proxetil mg bd selama 10 hari. Cefprozil mg selama 10 hari. Cefuroxime axetil mg bd selama 10 hari. Jika gejala memburuk setelah 5-7 hari atau gejala berlangsung lebih dari 10 hari maka disarankan untuk merujuk ke dokter Anak: Obat pilihan : amoksilin oral (90 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi selama 10 hari. Antibiotik alternatif: Alergi terhadap beta-lactam Eritromisin estolat 40 mg/kg bd selama 10 hari. Azithromisin 10 mg/kg 1x sehari selama 3 hari. Klarithromisin 15 mg/kg bd selama 10 hari. Agen Beta-Lactam. Amoksilin-klavulanat + amoksilin (90 mg/kg amoksilin/hari dalam 3 dosis terbagi selama 10 hari) Cefpodoxim proxetil 8-16 mg bd selama 10 hari. Cefprozil, mg/kg bd selama 10 hari. Cefuroxime axetil, mg/kg bd selama 10 hari. Gambar 2.3 Pedoman Pengobatan Sinusitis

115 Faringitis Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersamaan dengan tonsilitis, rhinitis dan laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun di daerah dengan iklim panas. Faringitis mempunyai gejala yaitu demam yang tiba-tiba, nyeri tenggorokan, nyeri telan, adenopati servikal, malaise, mual, tonsil berwarna merah dan tampak adanya pembengkakan. Khusus untuk faringitis yang disebabkan oleh streptococcus gejala yang menyertai biasanya berupa demam tiba-tiba yang disertai dengan nyeri tenggorokan, tonsillitis eksudatif, adenopati servival anterior, sakit kepala, nyeri abdomen, muntah, malaise, anoreksia, dan rash. Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan, kultur swab tenggorokan. Faringitis paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Grup A hemolititk. Bakteri lainnya adalah Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Penyebab lain yang banyak dijumpai yaitu virus-virus saluran nafas seperti adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus, dan respiratory syncytial virus (RSV). Virus lain yang berpotensi menyebabkan faringitis adalah echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV) seringkali menjadi penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain. Resistensi terhadap Streptococcus Grup A dijumpai di beberapa negara terhadap golongan makrolida dan azalida, namun tidak terhadap penisilin. Terapi antibiotik ditujkan untuk faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus Grup A sehingga penting sekali untuk dipastikan penyebab faringitis sebelum terapi dimulai. Terapi dengan antibiotik dapat dimulai lebih dahulu bila disertai kecurigaan yang tinggi terhadap bakteri sebagai penyebab menunggu hasil pemeriksaan kultur. Sejumlah antibiotik terbukti efektif pada terapi faringitis oleh Streptococcus Grup A yaitu mulai dari penisilin dan derivatnya, cefalosporin maupun makrolida. Lama terapi dengan antibiotik oral rata-rata selama 10 hari, kecuali pada azitromisin hanya 5 hari. Untuk infeksi yang

116 17 menetap atau gagal, maka pilihan antibiotik yang tersedia adalah eritromisin, cefaleksin, klindamisin, atau amoksisilin-klavulanat. Terapi faringitis non Streptococcus meliputi terapi suportif dengan menggunakan parasetamol atau ibuprofen disertai berkumur menggunakan larutan garam hangat Bronkhitis Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkial. Peradangan tidak meluas sampai alveoli. Bronkhitis seringkali diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bronkhitis akut terjadi pada semua usia, namun untuk kronik umumnya dijumpai pada dewasa. Pada bayi penyakit ini dikenal dengan nama bronkhiolitis. Bronkhitis akut umumnya terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi seperti polusi udara dan rokok. Bronkhitis memiliki manifestasi klinik yaitu batuk yang menetap yang bertambah parah pada malam hari serta disertai sputum, sesak nafas bila harus melakukan gerakan eksersi ( naik tangga, mengangkat beban berat), lemah, lelah, lesu, nyeri telan, laringitis biasanya bila penyebabnya adalah chlamydia, nyeri kepala, demam pada suhu tubuh yang rendah yang dapat disebabkan oleh virus influenza, adenovirus, atau infeksi bakteri adanya ronchii, dan skin rash. Diagnosis dapat dilakukan dengan cara tes C-reactive protein (CRP). Metode diagnosis lain adalah pemeriksaan sel darah putih. Penyebab bronkhitis akut umumnya virus seperti rhinovirus, influenza A dan B, coronavirus, parainfluenza, dan respiratory synctial virus (RSV). Selain itu, ada pula bakteri yang menjadi penyebab bronkhitis yaitu Chlamydia pneumoniae ataupun Mycoplasma pneumoniae yang sering dijumpai pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Resistensi dijumpai pada bakteri-bakteri yang terlibat infeksi nosokomial yaitu dengan dimilikinya enzim β-laktamase. Hal ini dijumpai pada H.influenzae, M.catarrhalis, serta S. Pneumoniae. Untuk mengatasi hal ini, antibiotik dapat dialihkan kepada amoksisilin-klavulanat, golongan makrolida atau fluoroquinolon. Terapi antibiotik pada bronkhitis akut tidak dianjurkan kecuali bila disertai demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena dicurigai adanya keterlibatan bakteri saluran nafas seperti S.pneumoniae, H.influenzae. Bila

117 18 batuk yang menetap lebih dari 10 hari diduga adanya keterlibatan Mycobacterium pneumoniae sehingga penggunaan antibitok disarankan. Antibiotik yang dapat digunakan pada bronkhitis akut dengan lama terapi 5-14 hari sedangkan pada bronkhitis kronik optimalnya selama 14 hari. Terapi pendukung antara lain berhenti merokok, bronkhodilasi menggunakan salbutamol dan albuterol, analgesik atau antipiretik menggunakan parasetamol, NSAID, antitusiv, codein atau dextrometorphan untuk menekan batuk Pneumonia Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus, dan parasit. Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat menyerang semua usia. Tanda serta gejala yang dijumpai adalah demam, tachypnea, takikardi, batuk yang produktif, serta perubahan sputum baik dari jumlah maupun karateristiknya. Selain itu, pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau.. Mikroorganisme penyebab pneumonia meliputi bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia oleh karena virus banyak dijumpai pada pasien immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang menginfeksi adalah virus saluran nafas seperti RSV, influenza type A, parainfluenza, adenovirus. Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada. Resistensi dijumpai pada pneumococcal semakin meningkat sepuluh tahun terakhir, khususnya terhadap penicillin. Sedangkan antibiotik yang kurang terpengaruh terhadap resistensi tersebut adalah vankomisin, fluoroquinolon, klindamisin, kloramfenikol dan rifampisin. 2.6 Penatalaksanaan ISPA (Departemen Kesehatan RI, 2005) Terapi Farmakologi Terapi infeksi saluran napas memang tidak hanya tergantung pada antibiotik. Beberapa kasus infeksi saluran napas atas disebabkan oleh virus yang

118 19 tidak memerlukan terapi antibiotik, cukup dengan terapi suportif. Terapi suportif berperan besar dalam mendukung sukses terapi antibiotik, karena berdampak mengurangi gejala dan meningkatkan performa pasien. Obat yang digunakan dalam terapi suportif sebagian besar merupakan obat bebas yang dapat dijumpai dengan mudah, dengan pilihan bervariasi. Apoteker dapat pula berperan dalam pemilihan obat suportif tersebut. Berikut ini akan ditinjau obat-obat yang digunakan dalam terapi pokok maupun terapi suportif Antibiotik Antibiotik digunakan dalam terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dengan tujuan sebagai berikut : a. Terapi empiris infeksi b. Terapi definitif infeksi c. Profilaksis non-bedah d. Profilaksis Bedah Sebelum memulai terapi dengan antibiotik sangat penting untuk dipastikan apakah infeksi benar diderita oleh pasien. Hal ini disebabkan adanya beberapa kondisi penyakit maupun obat yang dapat memberikan gejala atau tanda yang mirip dengan infeksi. Selain itu pemakaian antibiotik tanpa didasari bukti infeksi dapat menyebabkan meningkatnya insiden resistensi maupun potensi. Bukti infeksi dapat berupa adanya tanda infeksi seperti demam, leukositosis, inflamasi di tempat infeksi, produksi infiltrat dari tempat infeksi, maupun hasil kultur. Kultur perlu dilaksanakan pada infeksi berat, infeksi kronik yang tidak memberikan respon terhadap terapi sebelumnya, pasien immunocompromised, infeksi yang menghasilkan komplikasi yang mengancam nyawa. Jumlah antibiotik yang beredar di pasaran terus bertambah seiring dengan maraknya temuan antibiotik baru. Hal ini di samping menambah opsi bagi pemilihan antibiotik juga menambah kebingungan dalam pemilihan, karena banyak antibiotik baru yang memiliki spektrum bergeser dari antibiotik induknya. Contoh yang jelas adalah munculnya generasi fluoroquinolon baru yang spektrumnya mencakup bakteri Gram positif yang tidak dicakup oleh siprofloksasin.

119 20 Berkembangnya prinsip farmakodinamika yang fokus membahas aksi bakterisidal antimikroba membantu pemilihan antibiotik. Konsepnya adalah aksi antimikroba yang time dependent. Makna dari konsep ini adalah bahwa kadar antibiotik bebas yang ada dalam plasma harus di atas Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebanyak 25-50% pada interval dosis untuk bisa menghambat maupun membunuh patogen. Proporsi interval dosis bervariasi tergantung spesien patogen yang terlibat. Sebagai contoh staphylococci memerlukan waktu yang pendek sedangkan untuk menghambat streptococci dan bakteri Gram negatif diperlukan waktu yang panjang. Antibiotik yang memiliki sifat ini adalah derivat β-laktam. Sehingga frekuensi pemberian β-laktam adalah 2-3 kali tergantung spesies bakteri yang menjadi target. Aksi antimikroba yang concentration dependent. Aksi dijumpai pada antibiotik derivat quinolon, aminoglikosida. Daya hambat preparat ini dicapai dengan semakin tingginya konsentrasi plasma yang melampaui MIC. Namun tetap sebaiknya memperhatikan batas konsentrasi yang akan berakibat pada toksisitas. Post-antibiotic Effect (PAE). Sifat ini dimiliki oleh aminoglikosida, dimana daya bunuh terhadap Gram negatif batang masih dimiliki 1-2 jam setelah antibiotik dihentikan. a. Penisilin Penisilin merupakan derivat β-laktam tertua yang memiliki aksi bakterisidal dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Masalah resistensi akibat penisilinase mendorong lahirnya terobosan dengan ditemukannya derivat penisilin seperti metisilin, fenoksimetil penisilin yang dapat diberikan oral, karboksi penisilin yang memiliki aksi terhadap Pseudomonas sp. Namun hanya fenoksimetil penisilin yang dijumpai di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Penisilin V. Spektrum aktivitas dari fenoksimetil penisilin meliputi terhadap Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae serta aksi yang kurang kuat terhadap Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri Gram negatif sama sekali tidak dimiliki. Antibiotik ini diabsorbsi sekitar 60-73%, didistribusikan hingga ke cairan ASI sehingga harus diwaspadai pemberian pada ibu menyusui. Antibiotik ini memiliki waktu paruh 30 menit, namun memanjang

120 21 pada pasien dengan gagal ginjal berat maupun terminal, sehingga interval pemberian 250 mg setiap 6 jam. Terobosan lain terhadap penisilin adalah dengan lahirnya derivat penisilin yang berspektrum luas seperti golongan aminopenisilin (amoksisilin) yang mencakup E. Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. Penambahan gugus β-laktamase inhibitor seperti klavulanat memperluas cakupan hingga Staphylococcus aureus, Bacteroides catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilinklavulanat merupakan alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi alternatif lain setelah resisten dengan amoksisilin. Profil farmakokinetik dari amoksisilin-klavulanat antara lain bahwa absorpsi hampir tidak dipengaruhi makanan. Obat ini terdistribusi baik ke seluruh cairan tubuh dan tulang bahkan dapat menembus blood brain barrier, namun penetrasinya ke dalam sel mata sangat kurang. Metabolisme obat ini terjadi di liver secara parsial. Waktu paruh sangat bervariasi antara lain pada bayi normal 3,7 jam, pada anak 1-2 jam, sedangkan pada dewasa dengan ginjal normal 07-1,4 jam. Pada pasien dengan gagal ginjal berat waktu paruh memanjang hingga 21 jam. Untuk itu perlu penyesuaian dosis, khususnya pada pasien dengan klirens kreatinin < 10 ml/menit menjadi 1 x 24 jam. Tabel 2.1 Spektrum Aktivitas antibiotik golongan penisilin Antibiotik Spektrum Aktivitas Penisilin V Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Enterococcus faecalis Aminopenisilin E.Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus (Amoksisilin) pneumoniae, Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae Amoksisilin-klavulanat E.Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae, Staphylococcus aureus, Bacteroides catarrhalis.

121 22 b. Cefalosporin Cefotaksim pada generasi tiga memiliki aktivitas yang paling luas di antara generasinya yaitu mencakup pula Pseudomonas aeruginosa, B. Fragilis meskipun lemah. Cefalosporin yang memiliki aktivitas yang kuat terhadap Pseudomonas aeruginosa adalah ceftazidim setara dengan cefalosporin generasi keempat, namun aksinya terhadap bakteri Gram positif lemah, sehingga sebaiknya agen ini disimpan untuk mengatasi infeksi nosokomial yang melibatkan Pseudomonas aeruginosa. Spektrum aktivitas generasi keempat sangat kuat terhadap bakteri Gram positif maupun negatif, bahkan terhadap Pseudominas aeruginosa sekalipun, namun tidak terhadap B. fragilis. Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti β-laktam lain yaitu berikatan dengan Penisilin Protein Binding (PBP) yang terletak di dalam maupun permukaan membran sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian bakteri. Tabel 2.2 Spektrum Aktivitas Antibiotik golongan Cefalosporin Generasi Rute Pemberian Spektrum aktivitas Peroral Parenteral Pertama Cefaleksin, Cefadrin, Cefadroksil Cefaleksin, Cefazolin, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, E.Coli, Klebsiella spp. Kedua Cefaklor, Cefprozil, Cefuroksim Cefamandole, Cefmetazole, Cefuroksim, Sama dengan generasi pertama kecuali Cefuroksim memiliki aktivitas tambahan terhadap Neisseria gonorrhoeae Cefonicid Ketiga Cefiksim, Cefpodoksim, Cefditoren Cefiksim, Cefotaksim, Cefriakson, Ceftazidime, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, E.Coli, Klebsiella spp, Enterobacter spp, Serratia marcescens. Cefoperazone, Ceftizoxime Keempat Cefepime, Cefpirome, Cefclidin Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, E.Coli, Klebsiella spp, Enterobacter spp, Serratia marcescens.

122 23 c. Makrolida Eritromisin merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama kali tahun Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik dari eritromisin yang struktur tambahannya bervariasi antara cincin lakton. Derivat makrolida tersebut terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin. Aktivitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram positif coccus seperti Staphylococcus aureus, coagulasenegatif staphylococci, streptococci β-hemolitik dan Streptococcus spp. lain, Enterococci, H. Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp. Azitromisin memiliki aktivitas yang lebih poten terhadap Gram negatif, volume distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki fitur farmakokinetika yang meningkat (waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar) serta peningkatan aktivitas terhadap H. influenzae, Legionella pneumophila. Sedangkan roksitromisin memiliki aktivitas setara dengan eritromisin, namun profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk infeksi saluran pernapasan. Hampir semua komponen baru golongan makrolida memiliki profil keamanan lebih baik dibandingkan dengan eritromisin. Lebih jauh lagi derivat baru tersebut bisa diberikan satu atau dua kali sehari, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien. Tabel 2.3 Spektrum Aktivitas Antibiotik Golongan Makrolida Antibiotik Spektrum Aktivitas Makrolida (eritomisin, spiramysin, Staphylococcus aureus, Coagulasenegatif Staphylococci, Streptococci β- midekamisin, roksitromisin, azitromisin, klaritomisin) hemolitik, Streptococcus spp lain, Enterococci, H. Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Legionella spp.

123 24 d. Tetrasiklin Tetrasiklin merupakan agen antimikrobial hasil biosintesis yang memiliki spektrum aktivitas luas. Mekanisme kerjanya yaitu blokade terikatnya asam amino ribosom bakteri (sub unit 30S). Aksi yang ditimbulkannya adalah bakteriostatik yang luas terhadap Gram positif, Gram negatif, Chlamydia, Mycoplasma, bahkan Rickettsia. Generasi pertama meliputi tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin. Generasi kedua merupakan penyempurnaan dari sebelumnya yaitu terdiri dari doksisiklin, minosiklin. Generasi kedua memilki karakteristik farmakokinetik yang lebih baik yaitu antara lain memiliki volume distribusi yang lebih luas karena profil lipofiliknya. Selain itu bioavailabilitas lebih besar, demikian pula waktu paruh eliminasi lebih panjang (> 15 jam). Doksisiklin dan minosiklin tetap aktif terhadap Staphylococcus yang resisten terhadap tetrasiklin, bahkan terhadap bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp, Enterococcus yang resisten terhadap Vankomisin sekalipun tetap efektif. Tabel 2.4 Spektrum Aktivitas Golongan Tetrasiklin Antibiotik Spektrum Aktivitas Tetrasiklin Bakteriostatik terhadap Gram positif, Gram negatif, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia Doksisiklin, Minosiklin Staphylococcus, Acinetobacter spp, Enterococcus e. Quinolon Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, sinoksasin, norfloksasin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi Gram negatif infeksi saluran kemih. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, siprofloksasin, sparfloksasin, lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktivitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community acquired maupun infeksi

124 25 nosokomial. Lebih jauh lagi siprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparat parenteral yang memungkinkan penggunaannya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain. Mekanisme kerja golongan quinolon secara umum adalah dengan menghambat DNA gyrase. Aktivitas antimikroba secara umum meliputi, Enterobacteriaceae, P. aeruginosa, Staphylococcus, Enterococcus, Streptococcus. Aktivitas terhadap bakteri anaerob pada generasi kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga quinolon seperti levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin. Aktivitas terhadap bakteri anaerob seperti B. fragilis, anaerob lain dan Gram positif baru pada generasi keempat yaitu trovafloksacin. Modifikasi struktur quinolon menghasilkan aktivitas terhadap Mycobacteria sehingga digunakan untuk terapi TB yang resisten, lepra, prostatitis kronik, infeksi kutaneus kronik pada pasien diabetes. Profil farmakokinetik quinolon memiliki bioavailabilitas yang tinggi, waktu paruh eliminasi yang panjang. Sebagai contoh siprofloksasin memiliki bioavailabilitas berkisar 50-70%, waktu paruh 3-4 jam, serta konsentrasi puncak sebesar 1,51-2,91 mg/l setelah pemberian dosis 500 mg. Sedangkan Ofloksasin memiliki bioavailabilitas %, dengan waktu paruh 5-8 jam, serta konsentrasi puncak 2-3mg/L paska pemberian dosis 400 mg. Perbedaan di antara quinolon di samping pada spektrum aktivitasnya, juga pada profil tolerabilitas, interaksinya dengan teofilin, antasida, H 2 -Bloker, antikolinergik, serta profil keamanan secara umum. Resistensi merupakan masalah yang menghadang golongan quinolon di seluruh dunia karena penggunaan yang luas. Spesies yang dilaporkan banyak yang resisten adalah P. aeruginosa, beberapa Streptococcus, Acinetobacter spp, Proteus vulgaris, Serratia spp. Tabel 2.5. Spektrum Aktivitas Golongan Quinolon Antibiotik Spektrum Aktivitas Quinolon Enterobacteriaceae, P. aeruginosa, Staphylococcus spp, Enterococcus, Streptococcus spp, B. fragilis

125 26 f. Sulfonamida Sulfonamida merupakan salah satu antimikroba tertua yang masih digunakan. Preparat sulfonamida yang paling banyak digunakan adalah Sulfametoksazol yang dikombinasikan dengan trimetoprim yang lebih dikenal dengan nama Kotrimoksazol. Mekanisme kerja sulfametoksazol adalah dengan menghambat sintesis asam folat, sedangkan trimetoprim menghambat reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat sehingga menghambat enzim pada alur sintesis asam folat. Kombinasi yang bersifat sinergis ini menyebabkan pemakaian yang luas pada terapi infeksi community acquired seperti sinusitis, otitis media akut, infeksi saluran kemih. Aktivitas antimikroba yang dimiliki kotrimoksazol meliputi kuman Gram negatif seperti E. coli, Klebsiella, Enterobacter Sp, M morganii, P. mirabilis, P. vulgaris, H. influenza, Salmonella serta Gram positif seperti S. Pneumoniae, Pneumocystis carinii, serta parasit seperti Nocardia sp. Tabel 2.6. Spektrum Aktivitas Golongan Sulfonamida Antibiotik Spektrum Aktivitas Kotrimoksazol Gram negatif meliputi E. coli, Klebsiella, Enterobacter Sp, M morganii, P. mirabilis, P. vulgaris, H. influenza, Salmonella. Gram positif meliputi S. Pneumoniae, Pneumocystis carinii serta parasit seperti Nocardia sp Terapi Suportif a. Analgesik-Antipiretik Obat ini seringkali digunakan untuk mengurangi gejala letargi, malaise, demam terkait infeksi pernapasan. b. Antihistamin Selama beberapa tahun antihistamin digunakan dalam terapi rhinitis alergi. Ada dua kelompok antihistamin yaitu: generasi pertama yang terdiri dari klorfeniramin, difenhidramin, hidroksizin dan generasi kedua yang terdiri dari

126 27 astemizol, setirizin, loratadin, terfenadin, akrivastin. Antihistamin generasi pertama mempunyai profil efek samping yaitu sedasi yang dipengaruhi dosis, merangsang SSP menimbulkan mulut kering. Antihistamin generasi kedua tidak atau kurang menyebabkan sedasi dan merangsang SSP, serta tidak bereaksi sinergis dengan alkohol dan obat-obat yang menekan SSP. Antihistamin bekerja dengan menghambat pelepasan mediator inflamasi seperti histamin serta memblok migrasi sel. Sedasi yang ditimbulkan oleh generasi pertama disebabkan oleh blokade neuron histaminergik sentral yang mengontrol kantuk. Hal ini tidak terjadi pada generasi kedua, karena tidak dapat menembus blood-brain barrier. Oleh karena itu dalam memilih antihistamin hendaknya perlu dipertimbangkan pekerjaan pasien, yaitu pekerjaan yang memerlukan koordinasi seperti yang berkaitan dengan pengoperasian mesin, motor hendaknya menghindari antihistamin generasi I, karena dapat menggagalkan koordinasi dan bisa berakibat fatal. Antihistamin generasi kedua tampaknya ditolerir dengan baik bila diberikan dalam dosis standar. Kecuali pada terfenadine dan astemizol dijumpai beberapa kasus reaksi kardiovaskuler yang tidak dikehendaki seperti Torsades de pointes dan aritmia ventrikuler ketika dikombinasi dengan ketokonazol, itrakonazol maupun eritromisin. Efek samping tersebut juga potensial akan muncul pada pasien dengan disfungsi hepar atau yang mendapat terapi kuinidin dan prokainamida. c. Kortikosteroid Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi udema subglotis dengan cara menekan proses inflamasi lokal. Sampai saat ini efektivitas kortikosteroid masih diperdebatkan, namun hasil suatu studi metaanalisis menunjukkan bahwa steroid mampu mengurangi gejala dalam 24 jam serta mengurangi kebutuhan untuk intubasi endotrakeal. Kortikosteroid mengatur mekanisme humoral maupun seluler dari respon inflamasi dengan cara menghambat aktivasi dan infiltrasi eosinofil, basofil, dan mast cell ke tempat inflamasi serta mengurangi produksi

127 28 dan pelepasan faktor-faktor inflamasi (prostaglandin dan leukotrien). Selain itu kortikosteroid juga bersifat sebagai vasokonstriktor kuat. d. Dekongestan Dekongestan nasal digunakan sebagai terapi simptomatik pada beberapa kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap nasal yang meradang sinus serta mukosa tuba eustasius. Ada beberapa agen yang digunakan untuk tujuan tersebut yang memiliki stimulasi terhadap kardiovaskuler serta SSP minimal yaitu: pseudoefedrin, fenilpropanolamin yang digunakan secara oral serta oksimetazolin, fenilefrin, silometazolin yang digunakan secara topikal. Dekongestan oral bekerja dengan cara meningkatkan pelepasan noradrenalin dari ujung neuron. Preparat ini mempunyai efek samping sistemik berupa takikardia, palpitasi, gelisah, tremor, insomnia, serta hipertensi pada pasien yang memiliki faktor predisposisi. Agen topikal bekerja pada reseptor α pada permukaan otot polos pembuluh darah dengan menyebabkan vasokonstriksi, sehingga mengurangi udema mukosa hidung. Dekongestan topikal efektif, namun pemakaiannya hendaknya dibatasi maksimum 7 hari karena kemampuannya untuk menimbulkan kongesti berulang. Kongesti berulang disebabkan oleh vasodilasi sekunder dari pembuluh darah di mukosa hidung yang berdampak pada kongesti. Hal ini menggoda untuk menggunakan kembali dekongestan nasal, sehingga akan mengulang siklus kongesti. Tetes hidung efedrin merupakan preparat simpatomimetik yang paling aman dan dapat memberikan dekongesti selama beberapa jam. Semakin kuat efek simpatomimetik, seperti yang dijumpai pada oksimetazolin dan silometazolin, maka semakin besar potensi untuk menyebabkan kongesti berulang. Semua preparat topikal dapat menyebabkan hypertensive crisis bila digunakan bersama obat penghambat monoamine-oksidase termasuk moklobemida. Penggunaan uap air hangat dengan ataupun tanpa penambahan zatzat aromatik yang mudah menguap seperti eukaliptus dapat membantu mengatasi kongesti. Terapi ini juga diterapkan pada terapi simtomatik bronkhitis.

128 29 e. Bronkhodilator Penggunaan klinik bronkhodilator pada infeksi pernapasan bawah adalah pada kasus bronkhitis kronik yang disertai obstruksi pernapasan. Agen yang dapat dipilih adalah: 1. ß-Adrenoseptor Agonis ß-Adrenoseptor Agonis memberikan onset kerja 10 menit serta lama kerja bervariasi dari 3-6 jam, dan >12 jam untuk agen yang long acting seperti bambuterol, salmeterol, formoterol. ß-adrenoseptor agonis diberikan secara inhalasi baik dalam bentuk uap maupun serbuk kering. Dari dosis yang disemprotkan hanya 10% saja yang terdeposit di sepanjang bronkhi hingga paruparu. Teknik penyemprotan yang salah sangat berpengaruh terhadap jumlah obat yang akan terdeposit. Upaya untuk meningkatkan kadar obat yang mencapai paru adalah dengan memilih bentuk sediaan serbuk yang disemprotkan yang dapat mencapai 30% terdeposit di saluran bronkhus paru. ß-adrenoseptor agonis yang memilki aksi intermediat seperti fenoterol, salbutamol, dan terbutalin terdapat pula dalam bentuk larutan yang akan diuapkan dengan bantuan nebulizer. 2. Metilxantin Derivat metilxantin meliputi teofilin dan derivatnya seperti aminofilin merupakan bronkhodilator yang baik, namun memilki beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut di antaranya tidak dapat diberikan secara inhalasi, sehingga efek samping lebih nyata dibandingkan ß-Adrenoseptor agonis. Selain itu dengan indeks keamanan yang sempit teofilin perlu dimonitor kadar plasmanya. Derivat metilxantin bekerja dengan menghambat enzim fosfodiesterase intrasel yang akan memecah siklik AMP (yang diasumsikan berguna untuk bronkhodilatasi). f. Mukolitik Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus yang kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Perannya sebagai terapi tambahan pada bronkhitis, pneumonia. Pada bronkhitis kronik terapi dengan mukolitik hanya berdampak kecil terhadap reduksi dari eksaserbasi akut, namun berdampak reduksi yang signifikan terhadap jumlah hari sakit pasien. Agen yang banyak

129 30 dipakai adalah asetilsistein yang dapat diberikan melalui nebulisasi maupun oral. Mekanisme kerja adalah dengan cara membuka ikatan gugus sulfidril pada mukoprotein sehingga menurunkan viskositas mukus. Tabel 2.7 Pengobatan untuk ISPA yang disebabkan oleh Virus. OTC dan Self-care untuk infeksi yang disebabkan oleh virus. Pengobatan dengan antibiotik tidak mengobati infeksi yang disebabkan oleh virus. Antibiotik dapat berbahaya bila diberikan ketika tidak diperlukan. Pengobatan di bawah ini membantu pasien merasa lebih baik ketika tubuh sedang melakukan pertahanan terhadapi infeksi virus. Gejala Pengobatan di rumah Contoh OTC Demam atau nyeri Batuk atau sakit tenggorokan Sesak atau hidung beringus Sponge bath, kompres dingin, istirahat di tempat tidur. Banyak minum Kumur dengan air garam hangat Inhalasi uap Semprot atau tetes hidung salin Analgesik : Asetaminophen Ibuprofen Naproksen Ekspektoran : Guaiafenesin Antitusif: Dextromethorphan Dekongestan : Pseudoefedrin Phenylephrin Antihistamin : Diphenhyramin Chlorpheniramin Loratadin

130 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Analisis resep dilakukan pada tanggal April di Apotek Kimia Farma No.202 Depok II Timur selama periode praktek kerja profesi apoteker yakni 03 April 30 April Metode Pengumpulan dan Analisis Data Populasi data yang dikumpulkan adalah resep atau salinan resep yang ditebus di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan Depok dalam periode waktu April Sampel data adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi sampel, antara lain : a. Resep atau Salinan resep yang mengandung obat ISPA. b. Polifarmasi atau memiliki beberapa obat dalam satu resep. c. Resep yang berpotensi menimbulkan DRP. Kriteria eksklusi sampel antara lain : a. Resep yang tulisannya tidak jelas terbaca. Sampel yang telah memenuhi kriteria kemudian dilakukan penilaian dari aspek kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Setelah itu diberikan penilaian apakah resep tersebut rasional, mencakup ketepatan terapi yang diterima oleh pasien, interaksi obat, serta masalah terkait obat yang mungkin terjadi. 31

131 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Skrining Resep Keterangan Resep 1 Spesialis Anak SIP :446.1 / 2288 / SDK & Pengembangan Apotek Kimia Farma Jl. Kejayaan Blok IX No. 2 Depok Timur Telp.: Depok, 16/4/2013 R/ Erisanbe chewable 100 mg Mucohexin 2 mg Rhinofed 1/4 tab M.f. Pulv Dtd No.XII S 3 dd Pulv 1 R/ Rhinathiol ped Btl I S 3 dd ½ sendok obat R/ Curvit CL btl I S 1 dd 1 sendok obat Pro : S Umur : 1 ½ tahun 32

132 33 Tabel 4.1 Hasil Skrining Resep 1 Evaluasi Uraian Keterangan Keabsahan resep - Nama dokter dan alamat dokter - Nomor izin dokter - Alamat dan No.telp dokter Ada Ada Ada Absah Kelengkapan resep Inscriptio - Nama tempat - Tanggal/tahun - Tanda R/ Ordinatio/presriptio - Nama obat - Jumlah obat Signature - Aturan pakai - Nama pasien - Umur pasien - ALamat pasien Subscriptio - Paraf / Tanda Tangan Dokter Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Tidak Resep Kurang Lengkap Tabel 4.2 Monografi Obat Resep 1 Nama Obat Komposisi Indikasi Dosis Efek Samping Erisanbe Chewable Erithromycin 200 mg/tab ISPA, infeksi kulit dan jaringan lunak 1-2 tab, 4 kali sehari, mg/kg/hari dalam 2-4 dosis terbagi, maksimum 2 gram/hari. Gangguan GI, reaksi alergi, mual, nyeri perut Nama Obat Komposisi Indikasi Dosis Efek Samping Mucohexin Bromhexin HCl 8 mg/tab Bronkitis, gangguan pernafasan ¼ tablet, 1-4 kali sehari Gangguan GI Nama Obat Komposisi Indikasi Dosis Efek Samping Rhinofed Pseudoefedrin 30 mg, Terfenadin 40 mg Rhinitis alergi dan Rhinitis vasomotor 1/2 tab, 3 kali sehari Anoreksia, mual, muntah, tidak enak di perut, mulut kering, insomnia, mudah lelah, ansietas, palpitasi, takikardi.

133 34 Nama Obat Komposisi Indikasi Dosis Efek Samping Rhinathiol carbosistein 100 mg / 5 ml Mukolitik untuk bronkitis akut dan kronik, bronkiektasis, laringitis, trakeasitis. 1 sendok teh, 1-2 kali sehari Gastralgia, gangguan GI, alergi, nausea Nama Obat Komposisi Indikasi Curvit CL Per 15 ml mengandung vitamin A 850 IU, vitamin B1 3 mg, vitamin B2 2 mg, vitamin B6 5 mg, vitamin B12 5 mcg, dexpanthenol 3 mg, vitamin D 100 IU, Ca hypophosphite 500 mg, asam arakhidonat 15 mg, DHA 10 mg, fructooligosakarida (FOS) 500 mg, minyak ikan 7,5 mg, ekstrak curcuma 10 mg Meningkatkan nafsu makan, memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral selama masa pertumbuhan Dosis sehari satu sendok obat Efek Samping Skrining Resep a. Pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep. Resep ISPA diatas merupakan resep yang absah yaitu telah tercantum nama dan alamat dokter, nomor izin dokter dan nomor telefon dokter. Untuk kelengkapan resep 1 diketahui bahwa resep dinyatakan masih kurang lengkap karena tidak adanya alamat pasien dan paraf dokter. Untuk alamat pasien biasanya akan ditanyakan secara langsung oleh bagian kasir dan dimasukkan datanya secara komputerisasi. Alamat pasien ini penting untuk diketahui dalam membantu memantau pemakaian obat yang digunakan oleh pasien. b. Pemeriksaan Kesesuaian farmasetik Stabilitas dan inkompatibilitas dalam resep 1 tidak terdapat masalah. Bentuk sediaan dan kekuatan masing-masing obat yang terdapat dalam resep

134 35 tersedia. Aturan pemakaian dari setiap obat sudah dicantumkan dalam resep, namun tidak ada keterangan kapan waktu pemberiannya apakah harus bersamaan dengan makanan, sebelum, atau sesudah makan. Untuk mengatasi hal tersebut, sebagai seorang apoteker ketika penyerahan obat diberikan informasi kepada pasien berkaitan dengan waktu pemberian obat tersebut yaitu untuk obat Mucohexin diberikan bersamaan dengan makanan karena memiliki efek samping ganguan GI. Bila ditinjau dari bentuk sediaannya yaitu pulvis dan sirup, maka bentuk sediaan tersebut telah sesuai untuk diberikan untuk pasien yang seorang anak-anak. c. Pengkajian aspek klinis 1. Erisanbe Chewable (Erithromycin) merupakan antibiotik golongan makrolida yang diindikasikan untuk Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Obat ini harus diminum hingga habis dikarenakan mengandung antibiotik. Obat ini dapat diminum dengan atau tanpa makanan. Dalam resep, penggunaan antibiotik untuk pasien anak inisial S dibuat dalam bentuk pulvis yang diracik bersamaan dengan obat Mucohexin dan Rhinofed. Namun sebaiknya, antibiotik tersebut diracik terpisah untuk memastikan penggunaan antibiotik yang tepat yaitu antibiotik harus dihabiskan untuk mencapai dosis terapi yang tepat dan mencegah terjadinya resistensi. Kelemahan dari sediaan pulvis ini menyebabkan kemungkinan dosis antibiotik yang heterogen dikarenakan pembagian dosis dilakukan hanya secara kasat mata. Untuk mengatasi hal tersebut dapat direkomendasikan untuk mengganti sediaan antibiotik ini dengan bentuk sirup eritromisin generik. Pemberian antibiotik untuk penyakit ISPA oleh dokter sudah merupakan hal yang umum terjadi, tetapi penyebab ISPA pada umumnya adalah virus sehingga pemberian antibiotik terkadang tidak cocok sehingga sebaiknya diperiksa terlebih dahulu dengan pasti penyebab dari penyakit ISPA untuk menghindari kesalahan pemberian obat. Bila pasien merupakan penderita penyakit ISPA yang disebabkan oleh bakteri maka pasien telah menerima terapi yang tepat. Efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu gangguan GI, nyeri perut, mual dan muntah. Durasi obat yang diberikan juga telah tepat yaitu pasien diberikan antibiotik selama 4 hari.

135 36 2. Mucohexin (Bromhexin HCl) merupakan agen mukolitik yang dapat digunakan untuk indikasi bronkitis, gangguan pernafasan. Bila pasien merupakan penderita penyakit tersebut maka pasien telah menerima terapi yang tepat. Dosis yang diberikan dalam satu puyer pun telah sesuai yaitu sebanyak 2 mg tiap puyer diminum 3 kali dalam sehari. Pemberiannya sebaiknya bersamaan dengan makanan karena dapat memicu terjadinya efek samping gangguan GI. 3. Rhinofed mengandung pseudoefedrin dan terfenadin. Pseudoefedrin merupakan dekongestan sedangkan terfenadin merupakan antihistamin. Kombinasi dekongestan dan antihistamin ini bersifat sinergis untuk pengobatan ISPA. Pseudoefedrin bekerja sebagai agen simpatomimetik yang secara langsung merangsang reseptor adrenergik. Terfenadin merupakan antihistamin baru yang bekerja secara spesifik dan selektif pada reseptor histamin H1. Selain itu, terfenadin jarang menimbulkan efek samping sedasi. Secara klinis terfenadin menghilangkan gejala rhinitis alergika seperti bersin, rasa gatal di sekitar hidung sedangkan pseudoefedrin untuk gejala hidung tersumbat.efek samping dari obat ini adalah anoreksia, mual, muntah, tidak enak di perut, mulut kering, insomnia, mudah lelah, dan palpitasi. Pasien telah menerima terapi yang tepat bila rhinofed diberikan sesuai dengan indikasinya. 4. Rhinathiol mengandung carbosistein. Obat ini diindikasikan untuk mukolitik untuk bronkitis akut dan kronik, bronkiektasis, laringitis, dan trakeasitis. Pemberian obat ini diberikan bersamaan dengan makanan karena memiliki efek samping gangguan GI. Efek samping lainnya yang dapat timbul yaitu gastralgia, nausea, dan alergi. Obat ini dikontraindikasikan untuk bayi di bawah 2 tahun dikarenakan dapat menyebabkan resiko memburuknya pada airway congestion pada bayi. Pemberian obat ini tidak tepat dikarenakan pasien masih berumur 1,5 tahun. 5. Curvit CL merupakan multivitamin yang diindikasikan untuk meningkatkan nafsu makan, memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral selama masa pertumbuhan. Pemberian multivitamin ini sebaiknya diberikan bersamaan dengan makanan. Dalam resep ini, dokter memberikan multivitamin dikarenakan pasien merupakan seorang anak-anak yang umumnya tidak nafsu

136 37 untuk makan ketika keadaan sakit. Hal ini diberikan pula untuk meningkatkan daya imun anak. Dosis yang diberikan telah tepat yaitu obat diberikan satu kali sehari satu sendok obat Interaksi obat (Baxter, 2010) Dalam menilai interaksi obat menggunakan sumber literatur Stockley s Drug Interactions yang berisi informasi mengenai bukti klinis, mekanisme, dan manajemen dari interaksi obat. Tabel 4.3 Interaksi Obat dalam Resep No Nama Obat yang Efek yang terjadi Manajemen berinteraksi 1. Eritromisin dan terfenadin Mengurangi metabolisme terfenadin dengan menghambat sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 Monitoring penggunaan eritromisin dan terfenadin (peningkatan efek samping terfenadin) Informasi dan Edukasi a. Mengubah gaya hidup 1. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal dan kebersihan makanan. 2. Anjurkan pasien untuk beristirahat yang cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuh. 3. Menghindari diri kontak dengan penderita ISPA. b. Terkait obat 1. Erisanbe Chewable merupakan antibiotik untuk infeksi saluran pernafasan sehingga obat harus dihabiskan. Obat diminum tiga kali sehari satu bungkus diminum bersamaan dengan makanan. Obat ini dapat menyebabkan efek samping yang dapat yaitu gangguan saluran pencernaan, nyeri perut, mual dan muntah.

137 38 2. Mucohexin merupakan agen pengencer dahak. Obat ini diminum tiga kali sehari satu bungkus diminum bersamaan dengan makanan karena dapat memicu gangguan GI. 3. Rhinofed merupakan agen untuk meringankan hidung tersumbat dan sebagai agen untuk meringankan bersin dan rasa gatal di hidung. Obat ini diminum tiga kali sehari satu bungkus diminum bersamaan dengan makanan. Disarankan untuk banyak meminum air karena dapat menyebabkan efek samping menyebabkan mulut kering. Selain itu, obat ini dapat menyebabkan efek samping lain yaitu mual, muntah, tidak enak di perut, dan mudah lelah. 4. Rhinathiol merupakan agen pengencer dahak. Obat ini diminum 3 kali sehari ½ sendok obat. obat ini diminum bersamaan dengan makanan karena dapat menyebabkan gangguan GI. Efek samping lainnya yang dapat timbul yaitu gastralgia, nausea, dan alergi. 5. Curvit CL merupakan multivitamin yang diindikasikan untuk meningkatkan nafsu makan, memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral selama masa pertumbuhan. Obat diminum satu kali sehari satu sendok obat. 6. Jika pasien mengalami alergi atau efek samping merugikan terhadap obat yang terdapat dalam resep, sebaiknya segera menghubungi dokter.

138 Keterangan Resep 2 Spesialis Anak SIP :446.1 / 2288 / SDK & Pengembangan Apotek Kimia Farma Jl. Kejayaan Blok IX No. 2 Depok Timur Telp.: Depok, 16/4/2013 R/ Cefat 100 mg Epexol 5 mg Rhinofed 1/4 tab M.f. Pulv Dtd No.XII S 3 dd Pulv 1 R/ Praxion Syrup Btl I S 3 dd 1 sendok obat (obat panas) Pro : C Umur : 1 ½ tahun Tabel 4.4 Hasil Skrining Resep 2 Evaluasi Uraian Keterangan Keabsahan resep - Nama dokter dan alamat dokter - Nomor izin dokter - Alamat dan No.telp dokter Ada Ada Ada Absah Kelengkapan resep Inscriptio - Nama tempat - Tanggal/tahun - Tanda R/ Ordinatio/presriptio - Nama obat - Jumlah obat Signature - Aturan pakai - Nama pasien - Umur pasien - ALamat pasien Subscriptio - Paraf / Tanda Tangan Dokter Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak Tidak Resep Kurang Lengkap

139 40 Tabel 4.5 Monografi Obat Resep 2 Nama Obat Cefat Komposisi Cefadroksil 500 mg /kapsul Indikasi Infeksi saluran kemih, Infeksi kulit dan jaringan lunak, Infeksi saluran pernafasan, faringitis dan tonsilitis Dosis mg/kg bb, dosis terbagi, 2 kali sehari Efek Samping 1 10 % gangguan GI dan diare, < 1 % anaphylaxis, ruam pada kulit, Nyeri perut, dyspepsia, mual, muntah. Nama Obat Epexol Komposisi Ambroxol HCl 30 mg/tab Indikasi Saluran nafas akut dan kronis disertai dengan sekresi bronkial abnormal terutama pada serangan akut dari bronkitis kronis, asma bronkial, bronkitis asmatik. Dosis ½ tab, 3 kali sehari Efek Samping Gangguan GI Nama Obat Rhinofed Komposisi Pseudoefedrin 30 mg, Terfenadin 40 mg Indikasi Dosis Efek Samping Rhinitis alergi dan Rhinitis vasomotor 1/2 tab, 3 kali sehari Anoreksia, mual, muntah, tidak enak di perut, mulut kering, insomnia, mudah lelah, ansietas, palpitasi, takikardi. Nama Obat Praxion Syrup Komposisi Indikasi Parasetamol micronized 120 mg/ 5ml Meredakan demam karena flu atau setelah imunisasi. Mengurangi rasa sakit kepala dan nyeri sakit gigi Dosis Efek Samping 1 sendok teh, 4 kali sehari Kelainan darah, kulit, dan reaksi alergi lain

140 Skrining Resep a. Pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep. Resep ISPA yang kedua diatas merupakan resep yang absah yaitu telah tercantum nama dan alamat dokter, nomor izin dokter dan nomor telefon dokter. Untuk kelengkapan resep 2 diketahui bahwa resep dinyatakan masih kurang lengkap karena tidak adanya alamat pasien dan paraf dokter. Untuk alamat pasien biasanya akan ditanyakan secara langsung oleh bagian kasir dan dimasukkan datanya secara komputerisasi. Alamat pasien ini penting untuk diketahui dalam membantu memantau pemakaian obat yang digunakan oleh pasien. Paraf dokter penting ada di dalam resep tersebut untuk memastikan bahwa resep tersebut memang dituliskan oleh dokter yang bersangkutan. b. Pemeriksaan Kesesuaian farmasetik Stabilitas dan inkompatibilitas dalam resep 2 tidak terdapat masalah. Bentuk sediaan dan kekuatan masing-masing obat yang terdapat dalam resep tersedia. Aturan pemakaian dari setiap obat sudah dicantumkan dalam resep, namun tidak ada keterangan kapan waktu pemberiannya apakah harus bersamaan dengan makanan, sebelum, atau sesudah makan. Untuk mengatasi hal tersebut, sebagai seorang apoteker ketika penyerahan obat diberikan informasi kepada pasien berkaitan dengan waktu pemberian obat tersebut yaitu untuk obat Epexol diberikan bersamaan dengan makanan karena memiliki efek samping ganguan GI. Bila ditinjau dari bentuk sediaannya yaitu pulvis dan sirup, maka bentuk sediaan tersebut telah sesuai untuk diberikan untuk pasien yang seorang anak-anak. c. Pengkajian Aspek Klinis 1. Cefat mengandung Cefadroksil yang merupakan antibiotik generasi pertama golongan cephalosporin yang harus diminum hingga habis. Obat ini dapat diminum dengan atau tanpa makanan. Dalam resep, penggunaan antibiotik dibuat dalam bentuk pulvis yang diracik bersamaan dengan obat Epexol dan Rhinofed. Namun sebaiknya, antibiotik tersebut diracik terpisah untuk memastikan penggunaan antibiotik yang tepat yaitu antibiotik harus dihabiskan untuk mencapai dosis terapi yang tepat dan mencegah terjadinya

141 42 resistensi. Dalam resep, dokter menuliskan aturan pakai obat ini adalah 3 kali sehari. Namun, menurut literatur aturan pakai obat ini diminum dalam dua dosis terbagi dalam sehari sehingga pemberian aturan pakai oleh dokter kurang tepat. Pemberian antibiotik untuk penyakit ISPA oleh dokter sudah merupakan hal yang umum terjadi, tetapi penyebab ISPA pada umumnya adalah virus sehingga pemberian antibiotik terkadang tidak cocok sehingga sebaiknya diperiksa terlebih dahulu dengan pasti penyebab dari penyakit ISPA untuk menghindari kesalahan pemberian obat. Bila pasien merupakan penderita penyakit ISPA yang disebabkan oleh bakteri maka pasien telah menerima terapi yang tepat. Efek samping yang dapat terjadi gangguan GI dan diare, anaphylaxis, ruam pada kulit, nyeri perut, dyspepsia, mual, dan muntah. Durasi obat yang diberikan juga telah tepat yaitu pasien diberikan antibiotik selama 4 hari. 2. Epexol mengandung Ambroxol HCl yang merupakan agen mukolitik yang dapat digunakan untuk infeksi saluran nafas akut dan kronis disertai dengan sekresi bronkial abnormal terutama pada serangan akut dari bronkitis kronis, asma bronkial, dan bronkitis asmatik.. Pemberiannya sebaiknya bersamaan dengan makanan karena dapat memicu terjadinya efek samping gangguan GI. Bila pasien merupakan penderita penyakit tersebut maka pasien telah menerima terapi yang tepat. 3. Rhinofed mengandung pseudoefedrin dan terfenadin. Pseudoefedrin merupakan dekongestan sedangkan terfenadin merupakan antihistamin. Kombinasi dekongestan dan antihistamin ini bersifat sinergis untuk pengobatan ISPA. Pseudoefedrin bekerja sebagai agen simpatomimetik yang secara langsung merangsang reseptor adrenergik. Terfenadin merupakan antihistamin baru yang bekerja secara spesifik dan selektif pada reseptor histamin H1. Selain itu, terfenadin jarang menimbulkan efek samping sedasi. Secara klinis terfenadin menghilangkan gejala rhinitis alergika seperti bersin, rasa gatal di sekitar hidung sedangkan pseudoefedrin untuk gejala hidung tersumbat. Efek samping yang dapat terjadi yaitu mual, muntah, tidak enak di perut, mulut kering, insomnia, mudah lelah, ansietas, dan palpitasi. Pasien

142 43 telah menerima terapi yang tepat bila rhinofed diberikan sesuai dengan indikasinya. 4. Praxion syrup mengandung Parasetamol micronized yang diindikasian untuk meredakan demam karena flu. Obat ini dapat diminum dengan atau tanpa makanan. Efek samping dari obat ini yaitu dapat menyebabkan hepatotoksik bila digunakan dalam jangka panjang. Pasien telah menerima terapi yang tepat bila praxion syrup diberikan sesuai dengan indikasinya Interaksi Obat (Baxter, 2010) Dalam menilai interaksi obat menggunakan sumber literatur Stockley s Drug Interactions yang berisi informasi mengenai bukti klinis, mekanisme, dan manajemen dari interaksi obat. Berdasarkan hasil interaksi obat, tidak ditemukan adanya interaksi yang berpotensi serius. Tabel 4.6 Interaksi Obat dalam Resep 2 No Nama Obat yang berinteraksi Efek yang terjadi 1 Terfenadin dan Overdosis Parasetamol parasetamol memproduksi sejumlah besar metabolit. Metabolit tersebut menghambat metabolisme dari terfenadin sehingga terjadi akumulasi terfenadin. Manajemen Monitoring dosis Parasetamol.

143 Informasi dan Edukasi a. Mengubah gaya hidup 1. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal dan kebersihan makanan. 2. Anjurkan pasien untuk beristirahat yang cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuh. 3. Menghindari diri kontak dengan penderita ISPA. b. Terkait obat 1. Cefat merupakan antibiotik untuk infeksi saluran pernafasan sehingga obat harus dihabiskan. Obat diminum tiga kali sehari satu bungkus diminum tanpa atau bersamaan dengan makanan. Efek samping yang dapat terjadi gangguan GI dan diare, ruam pada kulit, nyeri perut, mual, dan muntah. 2. Epexol merupakan agen pengencer dahak. Obat ini diminum tiga kali sehari satu bungkus diminum bersamaan dengan makanan karena dapat memicu efek samping gangguan GI. 3. Rhinofed merupakan agen untuk meringankan hidung tersumbat dan sebagai agen untuk meringankan bersin dan rasa gatal di hidung. Obat ini diminum tiga kali sehari satu bungkus diminum bersamaan dengan makanan. Disarankan untuk banyak meminum air karena dapat menyebabkan efek samping menyebabkan mulut kering. Efek samping lain yaitu mual, muntah, tidak enak di perut, insomnia, dan mudah lelah. 4. Praxion syrup diindikasikan untuk meredakan demam yang disebabkan karena flu. Obat ini diminum tiga kali satu sendok obat. obat ini diminum bila pasien demam. Bila sudah tidak demam obat dapat dihentikan penggunaannya. Obat ini dapat diminum setelah makan. 5. Jika pasien mengalami alergi atau efek samping merugikan terhadap obat yang terdapat dalam resep, sebaiknya segera menghubungi dokter.

144 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Analisa resep yang dilakukan menunjukkan peresepan obat untuk terapi ISPA masih belum rasional dari sisi penggunaan antibiotik yang diracik bersamaan dengan obat simptomatik lainnya. Penyebab infeksi saluran pernafasan perlu diperhatikan apakah berasal dari virus atau bakteri sehingga penggunaan antibiotik yang diberikan tepat. 5.2 Saran 1 Apoteker sebaiknya terus meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam hal terkait obat agar dapat melakukan skrining yang tepat, memberikan konfirmasi dan rekomendasi kepada penulis resep sehingga keberhasilan terapi dapat tercapai. 45

145 DAFTAR ACUAN Baxter, Karen (2010). Stockley s drug interactions (9th ed.). London : Pharmaceutical Pess Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. National Institute for Health and Clinical Excellence. (2008). Respiratory Tract Infection-Antibiotic Prescribing. London : NICE Navarro, Del Rio, Espinosa Rosales FJ, Flenady V, Sienra-Monge JJL. (2011). Immunostimulants to prevent acute respiratory tract infections. Juni 18, NHS Choices. (2013). Respiratory Tract Infections. Juni 18, Infection/Pages/Introduction.aspx Pharmaceutical Care Network Europe. (2012). Classification for Drug Related Problem. Pharmaceutical Care Network Europe. Juni 14, Simoes, Eric AF, Thomas Cherian, Jeffrey Chow, Sonbo A Shahid-Salles, Ramanan Laxminarayan, T. Jacob John. (2006). Acute Respiratory Infections in Children. Juni 18,

146 47 Swandari, Swestika. (2012). Penggunaan Obat Rasional melalui Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. Balai Besar Pelatihan Kesehatan Makassar. Juni 14, Obat-Rasional-POR-melalui-Indikator-8-Tepat-dan-1-Waspada.phd World Health Organization (2007). Infection Prevention and Control of Epidemic and Pandemic Prone Acute Respiratory Diseases in Health Care. Jenewa : WHO. World Health Organization. (2010). Medicines: Rational use of medicines. World Health OrganizationMedia Centre. Juni 14,

147 LAMPIRAN

148 48 Lampiran 1. Resep Asli 1

149 49 Lampiran 2. Resep Asli 2

150 50 Lampiran 3. Alur Pelayanan Resep di Apotek Kimia Farma No. 202 Penerimaan Resep Resep Tunai Resep Kredit Skrining Resep Skrining Resep Pemberian Harga Permintaan identitas pasien (fotokopi kartu jaminan) Peracikan Obat Peracikan Obat Pemeriksaan Akhir Pemeriksaan Akhir Pemberian Obat Pemberian Obat Pelayanan Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat Arsip Resep Arsip Resep Pembayaran tagihan

151 51 Lampiran 4. Hak Pelanggan di Apotek Kimia Farma No. 202

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 KEJAYAAN DEPOK JL. KEJAYAAN RAYA BLOK IX NO. 2 DEPOK PERIODE 3-30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apoteker Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi yang telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI AGUSTUS 2015

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI AGUSTUS 2015 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 180 JL. PAHLAWAN NO. 10 SIDOARJO 22 JULI 2015 24 AGUSTUS 2015 PERIODE XLV DISUSUN OLEH: JEFRI PRASETYO, S.Farm. 2448715123 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik bagi dirinya. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017 Program : Program Pelayanan Kefarmsian Puskesmas Megang Hasil (Outcome) : Terselengaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 278 RUKO VERSAILLES FB NO.15 SEKTOR 1.6 BSD SERPONG PERIODE 3 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APOTEK Apotek adalah tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan hidup sehat, setiap orang dapat lebih produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA KALIBOKOR JL. NGAGEL JAYA No.1 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA KALIBOKOR JL. NGAGEL JAYA No.1 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA KALIBOKOR JL. NGAGEL JAYA No.1 SURABAYA 10 OKTOBER 2016 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH : SILVIA SUMBOGO, S.Farm. NPM. 2448715346

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dan ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk menyelenggarakan upaya kesehatan di tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 119 JALAN RAYA DELTASARI INDAH BLOK AN 10-11, WARU SIDOARJO 12 OKTOBER - 7 NOVEMBER 2015

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 119 JALAN RAYA DELTASARI INDAH BLOK AN 10-11, WARU SIDOARJO 12 OKTOBER - 7 NOVEMBER 2015 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 119 JALAN RAYA DELTASARI INDAH BLOK AN 10-11, WARU SIDOARJO 12 OKTOBER - 7 NOVEMBER 2015 PERIODE XLV DISUSUN OLEH: FAWZIATUL KHOTIMAH, S. Farm.

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

MAKALAH FARMASI SOSIAL

MAKALAH FARMASI SOSIAL MAKALAH FARMASI SOSIAL KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN ASUHAN KEFARMASIAN DAN KESEHATAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 DIANSARI CITRA LINTONG ADE FAZLIANA MANTIKA JURUSAN FARMASI FAKULTASMATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pada umumnya, mulai memperhatikan kesehatannya dengan cara mengatur pola makan serta berolahraga secara teratur. Kesadaran mengenai pentingnya kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK Pedoman Pelayanan Farmasi No. Kode : PED/LAY FAR.01-PKM KJ/2015 Terbitan :01 No. Revisi : 0 Ditetapkan Oleh Kepala Puskesmas KEBON JERUK Puskesmas KEBON JERUK Tgl. Mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI FEBRUARI 2017 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 24 JL. DHARMAWANGSA NO. 24 SURABAYA 16 JANUARI 2017 17 FEBRUARI 2017 PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH : CYNTHIA ZAIN DERMAYATI, S.Farm. NPM. 2448716018

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam melakukan kegiatan perlu memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan dimana tubuh dan mampu melakukan kegiatan yang produktif, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto Kabupaten Bone Bolango. Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sekarang ini, dunia kesehatan semakin berkembang pesat dengan ditemukannya berbagai macam penyakit yang ada di masyarakat dan segala upaya untuk mengatasinya.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 166 JALAN AHMAD YANI NO. 228 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 166 JALAN AHMAD YANI NO. 228 SURABAYA 10 OKTOBER NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 166 JALAN AHMAD YANI NO. 228 SURABAYA 10 OKTOBER 2016 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH : REVONANDIA IRWANTO, S.Farm. NPM. 2448715340

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 175 JALAN KARANGMENJANGAN NO. 9 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 175 JALAN KARANGMENJANGAN NO. 9 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 175 JALAN KARANGMENJANGAN NO. 9 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: ANGELA VIOLITA, S.Farm. NPM. 2448715303 PROGRAM

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 526 JALAN RUNGKUT MADYA NO.97 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 526 JALAN RUNGKUT MADYA NO.97 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 526 JALAN RUNGKUT MADYA NO.97 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: OLIVIA P. M. TANAMAL, S.Farm. NPM. 2448715336

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No.36 tahun 2009 yaitu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 243 JL. RAYA ARJUNA NO. 151 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 243 JL. RAYA ARJUNA NO. 151 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 243 JL. RAYA ARJUNA NO. 151 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 DISUSUN OLEH: KATHARINA IRNA DA SILVA, S. Farm. NPM: 2448715324 PERIODE XLVII

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Profil Perusahaan Klinik Geo Medika merupakan sebuah fasilitas layanan kesehatan milik swasta. Pada awal pendiriannya Klinik Geo Medika memberikan layanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan yang baik tentu menjadi keinginan dan harapan setiap orang, selain itu kesehatan dapat menjadi ukuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan yang baik tentu menjadi keinginan dan harapan setiap orang, selain itu kesehatan dapat menjadi ukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan yang baik tentu menjadi keinginan dan harapan setiap orang, selain itu kesehatan dapat menjadi ukuran tingkat kemakmuran seseorang sehingga dapat terus berkarya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FURQON DWI CAHYO, S.Farm 1206313135

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia yang tidak dapat ditunda. Menurut Undang - Undang Republik Indonesia No 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan kesehatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK KIMIA FARMA 35 JALAN NGAGEL JAYA SELATAN NO.109 SURABAYA 18 JULI 13 AGUSTUS 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK KIMIA FARMA 35 JALAN NGAGEL JAYA SELATAN NO.109 SURABAYA 18 JULI 13 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK KIMIA FARMA 35 JALAN NGAGEL JAYA SELATAN NO.109 SURABAYA 18 JULI 13 AGUSTUS 2011 PERIODE XXXVII DISUSUN OLEH: BEE SHIA, S.Farm. NPM. 2448711141 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK Jumlah tenaga teknis kefarmasian dan kualifikasi : Jumlah Apoteker : Orang Jumlah tenaga teknis kefarmasian (TTK) : Orang Jumlah tenaga

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 45 JL. RAYA DARMO NO. 94 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 45 JL. RAYA DARMO NO. 94 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 45 JL. RAYA DARMO NO. 94 SURABAYA 10 OKTOBER 12 NOVEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: MARIA FENNI KIOEK, S.Farm. NPM : 2448715331 PROGRAM

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA PELENGKAP NO. 1 RSCM JL. DIPONEGORO NO. 71, JAKARTA PUSAT, DKI JAKARTA PERIODE 1 MEI - 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK. 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek. Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Apotek dan Peran Apoteker Pengelola Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci