PROFIL KEGIATAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DAN DAERAH PROPINSI KEPULAUAN RIAU (KABUPATEN BINTAN & NATUNA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL KEGIATAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DAN DAERAH PROPINSI KEPULAUAN RIAU (KABUPATEN BINTAN & NATUNA)"

Transkripsi

1 PROFIL KEGIATAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DAN DAERAH PROPINSI KEPULAUAN RIAU (KABUPATEN BINTAN & NATUNA) DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH DIREKTORAT PERKOTAAN DAN PERDESAAN BAPPENAS 2012

2 KATA PENGANTAR Perencanaan pembangunan yang baik tidak lepas dari kebutuhan data yang baik. Untuk itu pengumpulan dan analisis data yang baik sangat dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan data dan informasi di dalam perencanaan. Publikasi dengan judul Profil Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah Tahun 2012 menyajikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Kegiatan PELD di sembilan daerah percontohan yang bersangkutan, maupun daerah lain yang juga akan berpartisipasi dalam program ini kedepannya, secara garis besar. Profil PELD Tahun 2012 mencakup kondisi umum daerah percontohan, Kebijakan terkait pengembangan komoditas yang bersangkutan, serta analisa terkait pengembangan produk yang bersangkutan, yang dilengkapi dengan lampiran tabel data terkait daerah-daerah dimana percontohan program tersebut dilaksanakan. Profil PELD tahun 2012 ini merupakan salah satu series rangkaian laporan progres pengembangan ekonomi lokal dan daerah percontohan sampai dengan tahun 2014 Publikasi ini terdiri atas enam jilid buku, sesuai dengan provinsi di mana daerah percontohan berada. Profil PELD ini diharapkan dapat turut berkontribusi dalam penyediaan data dan informasi bagi para perencana, perumus dan pengambil kebijakan, analis, dan para pemangku kepentingan pengembangan ekonomi lokal. Kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dan bantuan, terutama dalam bentuk data dan informasi, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Kami menyambut baik saran dan masukan untuk perbaikan laporan ini di masa yang akan datang. Saran maupun kontribusi perbaikan data dapat disampaikan kepada Direktorat Perkotaan dan Perdesaan; Telepon: (021) , Faksimili: (021) , atau perkotdes@bappenas.go.id. Jakarta, Desember 2012 Direktur Perkotaan dan Perdesaan, Bappenas Ir. Hayu Parasati, MPS 1

3 Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel BAB 1 PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang Tujuan Penulisan Ruang Lingkup Sistematika Penulisan 4 BAB2 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN NATUNA Geo dan Demografi Ekonomi Makro Mikro Infrastruktur Transportasi Air Listrik 19 BAB 3 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BINTAN Geo dan Demografi Ekonomi Makro Mikro Infrastruktur Transportasi Air & Listrik 35 BAB 4 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK KERAJINAN PERHIASAN DI KOTA MATARAM Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Rumput Laut dan Ikan Kerapu di Kabupaten Natuna dan Bintan Rumput Laut di Kabupaten Natuna Ikan Kerapu di Kabupaten Bintan Pengembangan Ekonomi Lokal Analisa Dan Strategi Pengembangan Rumput Laut Dan Ikan Kerapu Di Kabupaten Natuna Dan Bintan Temuan Umum Temuan Substantif 39 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Rumput Laut Ikan Kerapu 53 i ii iii Iv 1 2

4 5.3 Rencana Pengembangan Tindak lanjut dan Isu Terkini Kabupaten Natuna Kabupaten Bintan

5 Daftar Gambar Halaman Gambar 1.1: Garis Besar Tahapan-Tahap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Gambar 1.2: Rantai Nilai Komoditas Dalam Upaya Mengembangkan Ekonomi Lokal dan Daerah 4 Gambar 2.1: Peta Provinsi Riau dan Kabupaten Natuna 6 Gambar 2.2: Deskripsi Gender dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Natuna Tahun Gambar 2.3: Deskripsi Angka Ketenaga Kerjaan di Desa dan Kota Kabupaten Natuna Tahun Gambar 2.4: Distribusi Tenaga Kerja di Perkotaan dan Perdesaan Kabupaten Natuna Berdasarkan Sektor Perekonomian Tahun 2011 (%) 9 Gambar 2.5: Rasio Produktivitas Tenaga Kerja terhadap PDRB per Sektor Kabupaten Natuna Tahun Gambar 2.6: Nilai PDRB, Pertumbuhan, dan Distribusinya di Kabupaten Natuna Tahun Gambar 2.7: Indeks Location Quotient (LQ) per Sektor di Kabupaten Natuna Tahun Gambar 2.8: Industri Berdasarkan Skala dan Usaha Jasa di Kabupaten Natuna 13 Gambar 2.9: Jumlah Usaha Jasa dan Perdagangan di Kabupaten Natuna Tahun Gambar 2.10: Jumlah Pasar dan Koperasi di Kabupaten Natuna 15 Gambar 2.11: Perbandingan Alokasi Belanja Daerah Berdasarkan Fungsi di Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten/ Kota Didalamnya Tahun 2011 (Rp Miliar) 16 Gambar 2.12: Deskripsi Panjang Jalan di Kabupaten Natuna Tahun Gambar 2.13: Rasio Arus penumpang dan Arus Barang di Empat Pelabuhan Kab Natuna 18 Gambar 2.14: Gambaran Produksi Air di Kabupaten Natuna Tahun Gambar 2.15: Produksi dan Penggunaan Listrik di Kabupaten Natuna Tahun Gambar 3.1: Peta Provinsi Riau dan Kabupaten Bintan 21 Gambar 3.2: Deskripsi Gender dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bintan Tahun Gambar 3.3: Deskripsi Angka Ketenaga Kerjaan di Kabupaten Bintan Hingga Tahun 2010/ Gambar 3.4: Distribusi Tenaga Kerja di Kabupaten Bintan Berdasarkan Sektor Perekonomian Tahun 2011 (%) 24 Gambar 3.5: Rasio Produktivitas Tenaga Kerja terhadap PDRB per Sektor Kabupaten Bintan Tahun Gambar 3.6: Nilai PDRB, Pertumbuhan, dan Distribusinya di Kabupaten Bintan Tahun Gambar 3.7: Indeks Location Quotient (LQ) per Sektor di Kabupaten Bintan Tahun Gambar 3.8: Industri Berdasarkan Skala di Kabupaten Bintan 28 Gambar 3.9: Jumlah Usaha Berdasarkan Kepemilikan SIUP dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) di Kabupaten Bintan Tahun Gambar 3.10: Deskripsi Perbankan di Kabupaten Bintan Tahun Gambar 3.11: Deskripsi Koperasi di Kabupaten Bintan 31 Gambar 3.12: Perbandingan Alokasi Belanja Daerah Berdasarkan Fungsi di Kabupaten Bintan Didalamnya Tahun 2011 (Rp Miliar) 32 Gambar 3.13: Deskripsi Panjang Jalan di Kabupaten Bintan Tahun Gambar 3.14: Rasio Arus penumpang dan Arus Barang di Empat Pelabuhan Kab Bintan 34 Gambar 3.15: Gambaran Produksi Air dan Listrik di Kabupaten Bintan Tahun

6 Gambar 4.1: Partisipan pada Kelembagaan Rantai Nilai Rumput Laut di Kabupaten Natuna 40 Gambar 5.2: Rantai Nilai KJA Ikan Kerapu di Kabupaten Bintan 46 5

7 Daftar Tabel Halaman Tabel 1.1: Daerah Pilot Program Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD) 2012, Beserta Masing-Masing Produk Unggulannya 3 Tabel 5.1: Analisis Marjin Rumput Laut pada Partisipan Rantai Nilai di Kabupaten Natuna (Pola A) 37 Tabel 5.2: Analisis Marjin Rumput Laut pada Partisipan Rantai Nilai di Kabupaten Natuna (Pola B) 38 Tabel 5.3: Analisis Marjin Rumput Laut pada Partisipan Rantai Nilai di Kabupaten Natuna (Pola C) 39 Tabel 5.4: Analisis Marjin Ikan Kerapu pada Partisipan di Kabupaten Bintan (Pola A) 41 Tabel 5.5: Analisis Marjin Ikan Kerapu pada Partisipan di Kabupaten Bintan (Pola A) 42 Tabel 4.6: Analisis Marjin Ikan Kerapu pada Partisipan di Kabupaten Bintan (Pola A) 43 6

8 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, saat ini kita sudah memasuki fase akhir dari tahap 2. Yakni fase Pemantapan kembali NKRI; Meningkatkan kualitas SDM; Membangun kemampuan iptek; dan Memperkuat daya saing perekonomian. Pada periode ini, yakni dalam RPJMN , pembangunan nasional berdimensi kewilayahan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah terdiri dari beberapa unsur yang saling melengkapi satu sama lain. Gambar 1.1: Garis Besar Tahapan-Tahap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) RPJM 1 ( ) Menata kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. RPJM 2 ( ) Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuaniptek, memperkuat daya saing perekonomian RPJM 3 ( ) Memantapkan pem-bangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek RPJM 4 ( ) Mewujudkan masya-rakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif. Sumber: RPJPN Poin-poin perhatian pembangunan kewilayahan tersebut meliputi: Data dan informasi spasial; penataan ruang; pertanahan; perkotaan; perdesaan; ekonomi lokal dan daerah; kawasan startegis; kawasan perbatasan; daerah tertinggal; kawasan rawan bencana; desentralisasi; hubungan pusat- 1

9 daerah, dan antar daerah; serta tata kelola dan kapasitas pemerintah daerah. Dalam hal ini, salah satu isu yang menjadi sorotan didalamnya adalah tentang kesenjangan yang terjadi antara daerah perkotaan dan perdesaan. Dalam mengembangkan Ekonomi Lokal dan Daerah, arah kebijakan pembangunan tadi diimplementasikan dalam pengembangan pusat pertumbuhan/pasar dan pengembangan wilayah produksi.adapun prinsip prinsip yang digunakan dalam mendukung arah kebijakan tersebut berfokus kepada keunggulan komparatif maupun kompetitif dari masing-masing daerah.pembangunan konsep pengembangan dari hulu ke hilir, serta pengembangan sistem pasar yang efektif dan efisien. Untuk mendukung semua hal tersebut dibutuhkan sebuah strategi yang dilaksanakan secara simultan dengan mengembangkan keterkaitan antar kawasan dari komoditas unggul yang digunakan. Tata kelola ekonomi daerah, kualitas/ kompetensi SDM, fasilitasi Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD), Kerjasama Antar Daerah (KAD), serta akses infrastruktur yang memadai dalam rantai pengembangan produk itu merupakan syarat-syarat yang mutlak dipenuhi. Oleh karena itulah dalam penerapannya dilapangan (dikarenakan sistem yang saling terkait seperti dijelaskan diatas) perlu dilakukan fokus lokasi yang berbentuk kawasan andalan, pusatpusat pertumbuhan wilayah, pusat-pusat pertumbuhan wilayah, seperti kawasan industri berbasis kompetensi inti, industri daerah/klaster, kawasan sentra produksi, kawasan perkotaan baru/ktm, agropolitan, minapolitan, dan lain-lain. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan utama dari pembuatan buku profil ini adalah memberikan informasi terkait progress/ perjalanan kegiatan program PELD di berbagai daerah percontohan dengan berbagai komoditas unggul yang dikembangkannya masing-masing. 2

10 1.3 Ruang Lingkup Penulisan buku profil PELD kali ini merupakan kelanjutan dari penerbitan perdana yang telah dimulai sejak tahun lalu (Buku Profil PELD 2011).Perlu diketahui program PELD ini dilaksanakan pada 9 Kabupaten/Kota, yang berada dalam 6 Provinsi percontohan dengan komoditas unggulan masing-masing untuk tiap daerah dan telah dimulai sejak tahun Adapun daerah-daerah percontohan ini terdiri atas: Tabel 1.1: Daerah Percontohan Program Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD) 2012, Beserta Masing-Masing Produk Unggulannya Provinsi Kabupaten/ Kota Komoditas Unggulan 1. Sumatera Barat Kab. Limapuluh Kota Gambir 2. Kepulauan Riau Kab. Natuna Rumput Laut 3. Kab. Bintan Ikan Pasca Panen 4. Kalimantan Selatan Kab. Banjar Karet 5. Gorontalo Kab Boalemo Jagung 6. Sulawesi Tenggara Kota Kendari Ikan Pasca Panen 7. Kab. Wakatobi Rumput Laut 8. Nusa Tenggara barat Kota Mataram Kerajinan Emas, Perak, dan Mutiara 9. Kab. Lombok Barat Kerajinan Gerabah Sumber: Direktorat Perkotaan dan Perdesaan Bappenas Buku profil Pengembangan Ekonomi Lokal Provinsi Kepulauan Riau ini merupakan satu seri buku dari enam buku PELD yang diterbitkan pada tahun ini. Keenam seri buku tersebut masingmasing akan menggambarkan progres pengembangan komoditas unggulan yang telah diterapkan hingga tahun 2012 ini. Rantai komoditas yang akan dikembangkan merupakan sutau hal yang menjadi unsur pokok sekaligus menjadi indikator dalam mendeskripsikan Pengembangan Ekonomi Lokal di masingmasing daerah. Unsur-unsur pokok tersebut meliputi SDM, Pengembanagan Infrastruktur, Sumberdaya Modal, Iklim Usaha, serta Informasi Pasar yang berimbang yang kondusif. Oleh karena itulah aspek keterkaitan antara desa dan kota haruslah diperhatikan. Perdesaaan 3

11 sejarusnya bertindak sebagai agen yang meberi input, agroproduksi, dan agro industri. hal ini kemudian ditunjang pada daerah perkotaan yang bertugas mengawal output, dan pemasaran serta jasa pelayanan sebelum semua itu dilmepar ke pasar. Gambar 1.2: Rantai Nilai Komoditas Dalam Upaya Mengembangkan Ekonomi Lokal dan Daerah Sumber: Direktorat Perkotaan dan Perdesaan Bappenas Data-data yang dihimpun dalam rangka menyusun buku profil ini diambil dari berbagai sumber.selain dari BPS, dokumen-dokumen perencanaan didaerah yang bersangkutan (seperti RPJMD Provinsi dan Kabupaten) menjadi acuannya dalam rangka melihat posisi pengembangan komoditas dalam perspektif yang lebih luas.masterplan yang telah ditugaskan kepada masingmasing daerah untuk dibuat dalam rangka mendukung program PELD yang dimulai dari review hingga analisis sektoral dari komoditas yang bersangkutan- juga merupakan sumber-sumber acuan utama dalam buku ini. 1.4 Sistematika Penulisan Buku Profil Seri Pengembangan Ekonomi Lokal di Provinsi Kepulauan Riau ini atas empat bab yang menganalisa dua daerah percontohan yang meliputi Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan. Pembahasan akan dimulai pada bab 2 yang berisi tentang gambaran umum masing- 4

12 masing Kabupaten. Pada bab ini indikator seperti Geografis dan demografi; Ekonomi Secara Makro; Infrastruktur Publik Pendukung; serta Kondisi Bisnis daerah akan dibahas. Dalam bab 3 strategi besar daerah akan dibahas dengan judul Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Terkait Pengembangan Produk Unggulan di Provinsi Kepulauan Riau. Dalam bab ini akan dibahas Visi dan Misi Pembangunan masing-masing Kabupaten. Selain itu Program-program lain yang dituangkan dalam RPJMD kabupaten-kabupaten ini akan coba diringkas untuk melihat posisi pengembangan produk unggulan bersamaan dengan pengembangan komoditas lainnya di masing-masing kabupaten. Terakhir dalam Bab 4 Berbagai isu pengembangan komoditas komoditas unggulan akan dibahas secara lebih mengerucut. Dalam Bab ini akan dikupas Profil Komoditas Rumput Laut dan Ikan Pasca Panen dalam Program PELD, mulai dari sisi Kelembagaan dan Kerjasama Antar Daerah (KAD) dalam rangka pengembangannya, hingga rantai perdagangan masing-masing komoditas ini. Setelah itu Informasi ini akan dianalisa secara deskriptif untuk memperoleh gambaran analitis, serta beberapa masukan dan rekomendasi dalam Pengembangan Produk rumput laut dan ikan pasca panen ini kedepannya. Dalam pembahasan bab 3 dan 4 ini merupakan pemaparan ulang atas laporan analisis dari tim ahli regional yang ada di Natuna dan Bintan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan analisa yang lebih realistis terkait dinamika PELD di kedua daerah tersebut. Terakhir Bab 5 menyajikan hasil rangkuman kesimpulan dan rekomendasi dari analisa pada babbab sebelumnya. Namun demikian sebelumnya akan disisipkan perkembangan terkini dari program PELD di Natuna dan Bintan. Pada akhir Bab 5 ini kemudian ditutup dalam dua bagian yaitu rekomendasi pengembangan dan rekomendasi kebijakan dan strategis. 5

13 BAB 2 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN NATUNA 2.1 Geografi dan Demografi Secara geografis Kabupaten Natuna terletak pada 1 o 16 LU 7 o 19 LU dan 106 o 40 BT 110 o 00 BT. Dengan Iibu kota terletak di Ranai, luas kabupaten ini mencapai Km2 dimana hanya sekitar 0,76% (2001,3 km2) nya saja merupakan daratan. Natuna terbagi dalam 73 Desa/ Kelurahan dan 12 Kecamatan, yang meliputi Kecamatan Midai, Kecamatan Bunguran Barat, Kecamatan Bunguran Utara, Kecamatan Pulau Laut, Kecamatan Pulau Tiga, Kecamatan Bunguran Timur, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kecamatan Bunguran Tengah, Kecamatan Bunguran Selatan, Kecamatan Serasan, Kecamatan Subi, dan Kecamatan Serasan Timur. Kabupaten Natuna terdiri atas 154 pulau, namun hanya 27 pulau saja yang telah dihuni.sebelah Barat Kabupaten ini berbatasan dengan Semenanjung Malaysia dan Pulau Bintan Kabupaten Kepualaun Riau.Sebelah Timur berbatasan dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat.Sementara itu Sebelah Utara berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja. Sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Riau Gambar 2.1: Peta Provinsi Riau dan Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau Kabupaten Natuna Sumber: 6

14 Kepadatan (Jiwa/ Km2) Jiwa Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Dari sisi demografis, hingga 2011 jumlah penduduk di Kabupaten Natuna mecapai angka 72950, atau meningkat sebanyak % dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio jenis kelaminnya turun menjadi 104 dibandingkan tahun sebelumnya (yang berjumlah 107).Hal ini berarti hanya ada sekitar 104 laki-laki tiap 100 penduduk wanita.sementara itu rasio kepadatannya meningkat menjadi 36 jiwa/km2 dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 34 jiwa/km2. Kepadatan tertinggi ada di kecamatan Midai dengan angka rasio mencapai 192 jiwa/km2.sementara yang paling kecil ada di Kecamatan Bunguran Utara dengan rasio sebanyak 9 jiwa/km2. Dilihat dari polanya penyebaran penduduk tidak dilihat dari Gambar2.2: Deskripsi Gender dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Natuna Tahun 2010 Jumlah Penduduk Rasio Kepadatan Rasio Jumlah Rasio Jenis Kelamin ,71 9 Kepadatan 26, ,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00 Luas (Km2) Rasio Kepadatan (Jiwa/Km2) Luas (km2) Sumber: Kab Natuna Dalam Angka 2011 (diolah) 7

15 Dari sisi ketenaga-kerjaan, jumlah angkatan kerja penduduk desa di Kabupaten Natuna mengungguli jumlah penduduk perkotaannya. Hal ini dengan komposisi penduduk usia produktif mendominasi baik di perkotaan maupun perdesaan. Tercatat diperdesaan angkatan kerjanya berjumlah sekitar jiwa dengan usia terbanyak pada kisaran umur Tahun sebanyak 3690 jiwa. Sementara di perkotaan total angkatan kerja sebanyak jiwa dengan usia terbanyak pada kisaran umur tahun sebanyak 3110 jiwa. tingkat serapan tenaga kerja di perdesaan juga lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Tercatat pada 2011 jumlah angkatan kerja perdesaan yang berhasil terserap di pasar tenaga kerja mencapai 94,16% atau naik dibandingkan tahun 2010 yang hanya sebesar 93,5%. Sementara itu di perkotaan pada 2011 lalu penyerapan angkatan kerja di pasar angkatan kerja hanya sekitar 93%, naik dibandingkan tahun sebelumnya (2010) yang sebesar 92,16%. Sayangnya Angkatan kerja ini masih memiliki kualitas pendidikan yang tergolong rendah. Berdasarkan data Sakernas pada 2011 lalu tercatat jenjang pendidikan yang mendominasi para angkatan kerja tersebut, baik laki-laki maupun perempuan, adalah tingkat pendidikan Sekolah Dasar kebawah (sekitar 50%%). Sementara tingkat pendidikan menengah pertama dan atas masing-masing hanya sebesar 13% dan 25% Gambar 2.3: Deskripsi Angka Ketenaga Kerjaan di Desa dan Kota Kabupaten Natuna Tahun 2011 Umur Angkatan Kerja tahun Desa Kota Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Tahun 2011 Universitas Diploma I/II/III/Akademi SMTA Kejuruan SMTA Umum SMTP SD< Perempuan Laki-laki Sumber: Sakernas dan Depnakertrans (diolah) 8

16 Penyerapan tenaga kerja di perkotaan cenderung terdistribusi merata.penterapan tertinggi ada di sektor jasa dengan jumlah pekerja mencapai 35% (sekitar jiwa) dari total lapangan kerja yang ada di kota. Hal ini diikuti sektor perdagangan sebanyak 30% (4.177 jiwa) dan sektor pertanian sebanyak 16% (2.212 jiwa). Untuk daerah perdesaan sektor pertanian mendominasi sebanyak 48% dari total pekerja di perdesaan atau sekitar jiwa. Hal ini diikuti sektor jasa sebanyak 22% (3.906 jiwa) dan perdagangan 11% (1.985 jiwa). Gambar 2.4: Distribusi Tenaga Kerja di Perkotaan dan Perdesaan Kabupaten Natuna Berdasarkan Sektor Perekonomian Tahun 2011 (%) Jasa 35% Jasa Keuanga n 3% Pertania n 16% Perdaga ngan 30% Transpor tasi, Kom unikasi 2% Kota Pertamb angan 1% Industri 9% Listrik, Ai r, Gas 1% Banguna n 3% Pertania n 48% Pertamb angan 1% Industri 5% Listrik, Ai r, Gas 0% Jasa 22% Desa Banguna n 7% Jasa Keuanga n 1% Perdaga ngan 11% Transpor tasi, Kom unikasi 5% Sumber: Sakernas dan Depnakertrans (diolah) Produktivitas angkatan kerja pada tahun 2011 lalu mengalami penurunan sebanyak 7,09% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 14,55 Juta per kapita.* Sektor pertanian merupakan pendorong utama dalam peningkatan ini dengan produktivitas rata-ratanya mencapai Rp 26,99 juta per kapita. Hal ini diikuti dengan sektor jasa keuangan sebesar Rp 20,85 juta per kapita, dan sektor transportasi/ komunikasi dengan produktivitas sebesar Rp 19,08 juta per kapita. 9

17 Rp Juta per Kap Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Gambar 2.5: Rasio Produktivitas Tenaga Kerja terhadap PDRB per Sektor Kabupaten Natuna 16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 Tahun 2011 Rasio Produktivitas Tenaga Kerja (Rp Juta per Kap) Sumber: Statistik PDRB dan Sakernas Kab Natuna (diolah) NB:* Angka ini menggunakan asumsi distribusi kasar pada semua pekerja, tanpa mempedulikan posisi pekerja-pekerja tersebut. Rasio Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2011 (Rp Juta per Kap) Pertanian Kab Natuna Bangunan Industri Pengolahan Jasa Listrik, Gas, & Air Pengangkutan dan Perdagangan Hotel Pertambangan dan 3,32 3,17 10,84 9,79 7,72 14,55 14,08 20,85 19,08 26,99 Ketiga sektor tersebut sekaligus memposisikan diri diatas rata-rata produktivitas Kabupaten Natuna.Kondisi ini menunjukkan bahwa secara makro ketiga sektor tersebut masih menjanjikan untuk dimasuki para angkatan kerja.hal yang menarik bisa dilihat dalam produktivitas sektor pertanian.bila pada asumsi produktivitas nasional, sektor pertanian masuk dalam kategori sektor yang jenuh dalam menampung tenaga kerja (Box 1), fenomena yang sebaliknya bisa kita lihat dalam kasus Kabupaten natuna ini.kondisi ini tentu menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang untuk bisa mengembangkan sektor ini sebagai basis perekonomian lokal di Kabupaten Natuna. Keunggulan ekonomi ini juga kita akan lihat kemudian dalam analisa ekonomi makro berikut 2.2 Ekonomi Makro Pada 2011 lalu PDRB (Riil) Kabupaten Natuna mencapai angka Rp 458,62 Miliar, atau meningkat sebesar 6,40% dibandingkan tahun sebelumnya. Data tahun 2011 menunjukkan bahwa kontributor utama berasal dari sektor pertanian sebesar Rp 286,73 miliar (63%). Hal ini 10

18 Rp Miliar % Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan diikuti Sektor Perdagangan sebesar Rp 66,81 miliar (15%), dan Sektor konstruksi sebesar Rp 24,75 miliar (5%). Gambar 2.6: Nilai PDRB, Pertumbuhan, dan Distribusinya di Kabupaten Natuna Tahun 2011 PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kab Natuna (Rp Miliar / %) Distribusi PDRB Kab Natuna per Sektor (%) Tahun ,00 6,60 450,00 6,40 6,20 Jasa 6% Pertanian 63% Pertamban gan dan Penggalian 0% 400,00 6,00 350,00 5,80 300,00 5,60 250,00 5,40 PDRB Kab Natuna (Rp Miliar) Pertumbuhan (%) Keuangan, Persewaan, dan jasa perusahaan 3% Pengangkut an dan Komunikasi 4% Perdaganga n Hotel & Restoran 15% Bangunan 5% Industri Pengolahan 4% Listrik, Gas, & Air 0% Sumber: Statistik PDRB Kabupaten Natuna (diolah) Bila rasio produktivitas diatas berupaya untuk melihat proporsionalitas produksi suatu sektor terhadap jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam sektor yang bersangkutan, maka dalam analisa LQ ini berupaya untuk melihat perbandingan kompetitif suatu sektor untuk dikembangkan dalam skup regional.analisa Location Quotient (LQ) yang telah dilakukan pada tahun 2011 lalu di kabupaten Natuna, mendapatkan bahwa ada tiga sektor basis di Kabupaten Natuna (Indeks LQ>1). Sektor-sektor tersebut meliputi Sektor Pertanian (dengan nilai indeks 14,64); Sektor Jasa (2,78); dan Sektor Konstruksi/ Bangunan (1,11). 11

19 Industri Pengolaha n Pertamban gan dan Penggalian Listrik, Gas, & Air Keuangan, Persewaan, dan jasa perusaha Perdagang an Hotel & Restoran Pengangku tan dan Komunikas i Bangunan Jasa Pertanian Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Gambar 2.7: Indeks Location Quotient (LQ) per Sektor di Kabupaten Natuna Tahun 2011 Indeks LQ Kab natuna 2011 Sektor Non-Basis Sektor Non-Basis 14,64 0,07 0,10 0,16 0,55 0,63 0,94 1,11 2,78 Sumber: Statistik PDRB Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Natuna (diolah) Mikro Untuk memudah pengklasifikasian, BPS membagi skala industri berdasarkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri bersangkutan. Hal itu meliputi: (1) Industri Rumah Tangga, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang. (2) Industri Kecil, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.(3) Industri Sedang atau Industri Menengah, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara orang.(4) Industri Besar, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih. Hingga tahun 2011 Jumlah industri menengah keatas di kabupaten Natuna pada tahun meningkat sekitar 149,5% menjadi 252 unit dibandingkan tahun sebelumnya (2010). Peningkatan ini didukung oleh melonjaknya jumlah industri besar sebanyak 139,44% menjadi 170 unit. Dan peningkatan industri besar sebanyak 173,33% menjadi 82 unit pada periode yang sama. Kondisi eksistensi industri kecil dan rumah tangga tergolong fluktiatif bila kita melihat trend tiap tahunnya. Jumlah industri kecil pada tahun 2011 mengalami peningkatan pesat sebanyak 429% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 185 unit. Hal ini juga diikuti oleh peningkatan jumlah tenaga kerja sekitar 667% menadi 330 jiwa. Sementara itu Industri Kerajinan Rumah Tangga pada tahun 2011 mengalami penurunan sebanyak 31% menjadi 196 unit. Namun demikian 12

20 Usaha (Unit) Usaha (Unit) Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja sebanyak 54% menjadi 384 jiwa pada periode yang sama. Berdasarkan data series yang ditampilkan dalam gambar dibawah, dinamisnya pergerakan jumlah unit usaha dan tenaga kerja industri kecil-rumah tangga disebabkan oleh fleksibilitas industri-industri tersebut untuk keluar dan masuk dalam pasar persaingan. Gambar 2.8: Industri Berdasarkan Skala dan Usaha Jasa di Kabupaten Natuna Industri Besar & Sedang (Unit) Besar Sedang Industri Kecil Industri Kerajinan Rumah Tangga Tng Kerja (Jiwa) Tng Kerja (Jiwa) Usaha (unit) Tenaga kerja (jiwa) Usaha (unit) Tenaga kerja (jiwa) Sumber: Kabupaten Natuna Dalam Angka (diolah) Selain itu manajemen yang relatif sederhana (tidak kompleks dan panjang) memudahkan industri-industri jenis ini melakukan pengembangan dan efisiensi tenaga kerja dalam waktu yang tergolong singkat.kecilnya permodalan menjadi salah satu alasan penting bagi kemudahan industri-industri tersebut untuk masuk, maupun terlempar keluar dalam pasar persaingan.hal 13

21 tersebut bisa diakibatkan karena kalah dalam persaingan dengan industri-industri dengan skala sejenis, maupun dengan industri yang lebih besar. Sementara itu terkait dengan usaha jasa dengan skala Perorangan dan Rumah tangga pada tahun 2011, jenis Usaha tukang jahit mendominasi di Kabupaten natuna dengan proporsi 34% (110 unit) dari total usaha yang ada. Hal ini disusul dengan usaha bengkel motor sebanyak 31% (101 unit), dan Binatu sebanyak 10% (31 unit). Sementara itu Jumlah usaha perdagangan cenderung terdistribusi secara merata, yang terdiri atas usaha perdagangan besar (sejumlah 132 unit); Rumah makan (122 unit); Kedai Kopi (103 unit); dan Pedagang Eceran (81 unit). Gambar 2.9: Jumlah Usaha Jasa dan Perdagangan di Kabupaten Natuna Tahun 2011 Jml Usaha Jasa Perorangan & RT Tahun 2011 Jml Usaha Perdagangan Tahun 2011 Tukang Jahit 34% Bengkel Mobil 5% Bengkel Motor 31% Kedai kopi 24% Perdagan gan Besar 30% Salon Kecantik an 7% Tukang Cukur 7% Tukang Binatu 10% Reparasi alat RT 6% Rumah makan 28% Perdagan gan Eceran 18% Sumber: Kabupaten Natuna Dalam Angka (diolah) Jumlah bank yang ada di Kabupaten Natuna pada tahun 2011 tidak berubah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni hanya sebanyak 7 unit. Hal ini terdiri atas 3 unit kantor Bank Umum Pemerintah, 1 unit Bank Umum Swasta, 1 Unit Bank Pembangunan Daerah, dan 2 Unit kantor Pegadaian. Jumlah unit lembaga keuangan ini tergolong sedikit, karena secara-rata-rata masih belum mencukupi kebutuhan satu unit kantor tiap kecamatan (yang jumlahnya mencapai 12 14

22 Koperasi (Unit) Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan kecamatan). hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam menambah unit kantor keuangan ini untuk memudahkan akses masyarakat terhadap lemabag keuangan ini. Sedangkan Jumlah unit koperasi pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebanyak sebesar 13,43% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 152 unit. namun demikian jumlah anggotanya tidak berubah dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 6764 orang anggota. Hal ini menjadi indikasi bahwa banyak koperasi-koperasi yang pecah dari induknya membentuk koperasi baru. Gambar 2.10: Jumlah Pasar dan Koperasi di Kabupaten Natuna Jenis Bank 2011 (Unit) Koperasi Anggota (Orang) Bank umum Pemerintah Bank Umum Swasta Bank Pembangunan Daerah Pegadaian Koperasi (Unit) Anggota (Orang) Sumber: Kabupaten Natuna Dalam Angka (diolah) 2.3 Infrastruktur Jumlah alokasi belanja Kabupaten Natuna tahun 2011 meningkat sebesar 37% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 1.143,79 miliar. Jumlah ini merupakan jumlah alokasi terbesar di Provinsi Kepualauan Riau. Menurut fungsinya, alokasi terbesar di berikan pada bidang Pelayanan umum (39,01%). Diikuti bidang Perumahan & Fasilitas Umum (18,32%), dan Pendidikan (17,45%). Sedangkan, alokasi perekonomian berada di posisi ke empat sebanyak Rp 130,08 miliar (11,37%). Selain itu, berdasarkan proporsinya diantara kabupaten/kota lain, Kabupaten Natuna hanya unggul dalam bidang perumahan dan Fasilitas Umum dengan porsi 18,3% dari total APBD yang disalurkan atau sebesar Rp 22,77 miliar (lihat gambar). 15

23 2.3.1 Transportasi Perkembangan jalan di Kabupaten Natuna menunjukkan trend perkembangan yang positif. Pada 2011 lalu panjang jalan yang tersedia meningkat sekitar 11% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 884,05 km. 73% diantaranya dibangun dibawah otoritas Kabupaten Natuna. Sementara 15% ada dibawah provinsi, dan sisanya 12% berada dibawah otoritas pusat.dari sisi jenis permukaannya 73% jalan sudah dilapisi aspal/beton.sedangkan jalan yang berlapis Tanah dan lainnya masing-masing sebesar 16 dan 11%. Gambar 2.11: Perbandingan Alokasi Belanja Daerah Berdasarkan Fungsi di Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten/ Kota Didalamnya Tahun 2011 (Rp Miliar) Kab. Kep Anambas Kab. Bintan Kab. Lingga Kota Tanjung Pinang Kota Batam Kab. Karimun Kab. Natuna Prop. Kep Riau 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Prop. Kep Riau Kab. Natuna Kab. Karimun Kota Batam Kota Tanjung Pinang Kab. Lingga Kab. Bintan Kab. Kep Anambas Ekonomi (Rp miliar) 270,16 130,08 18,98 79,99 46,95 68,71 80,99 121,82 Kesehatan (Rp miliar) 132,23 100,87 37,32 225,90 70,33 64,78 52,10 89,34 Ketertiban & Ketentraman (Rp miliar) 18,56 17,50 5,60 26,83 20,01 9,46 16,52 23,07 L. Hidup (Rp miliar) 12,71 9,28 2,15 65,45 34,10 5,42 11,00 11,52 Pariwisata & Budaya (Rp miliar) 17,86 7,92 2,08 10,06 10,17 19,10 6,60 12,25 Pelayanan Umum (Rp miliar) 1.061,84 446,18 175,67 439,79 211,27 231,81 268,34 378,83 Pendidikan (Rp miliar) 243,25 199,62 192,05 395,17 168,41 135,60 149,44 143,10 Perlindungan Sosial (Rp miliar) 31,69 22,77 3,55 27,43 20,23 21,52 9,49 28,62 Perumahan & FasUm (Rp miliar) 187,31 209,57 2,92 165,53 121,13 114,91 113,45 148,27 Sumber: DJPK Kementerian Keuangan (diolah) 16

24 km Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Seluruh jalan non-aspal ini berada dibwah otoritas kabupaten.sementara itu dilihat dari kondisi fisiknya, Jalan kabupaten memiliki kondisi yang memprihatinkan, baik dilihat dari jumlah maupun proporsinya. Hal ini tentu perlu menjadi fokus perhatian pemerintah lokal untuk segera memperbaiki hal tersebut guna kembali meningkatkan fungsi ekonomis dari jalan-jalan tersebut (Lihat gambar 2.13). Gambar 2.12: Deskripsi Panjang Jalan di Kabupaten Natuna Tahun Tanah 16% Panjang Jalan (Km) Tipologi Permukaan Jalan Tahun 2011 lainnya 11% Kabupate n 73% Otoritas Jalan Tahun 2011 Negara 15% Kondisi Permukaan Jalan Tahun 2011 Sedang 35% Rusak 13% Baik 52% Provinsi 12% Aspal/Be ton 73% Sumber: Kabupaten Natuna Dalam Angka (diolah) 17

25 Rasio Penumpang Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Sebagai provinsi kepulauan, transportasi air/laut merupakan moda transportasi utama bagi provinsi Kepulauan Riau.Hal ini tak terkecuali bagi Kabupaten Natuna, yang juga terdiri dari pulau-pulau sebagaimana dijelaskan diatas.data yang dikumpulkan BPS dari emapt pelabuhan yang ada, hingga tahun 2010 menunjukkan volume arus keluar-masuk penumpang mencapai orang. Jumlah ini meningkat 60,70% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah ini juga didominasi oleh penumpang yang keluar dengan rasio sebesar 1,22. Hal ini membalik kondisi pada tahun sebelumnya, dimana jumlah penumpang yang memasuki Natuna melebihi penumpang yang keluar. Gambar 2.13: Rasio Arus penumpang dan Arus Barang di Empat Pelabuhan Kab Natuna 1,30 1,20 1,10 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 Rasio Arus Penumpang & Barang Pelabuhan 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00-0,50 Rasio Barang Rasio Penumpang Keluar per Masuk Rasio Barang Keluar per Masuk Sumber: Kab Natuna Dalam Angka (diolah) Sementara itu dari sisi arus barang, hingga tahun 2010 volumenya mencapai angka ton. Jumlah ini meingkat sebesar 15,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah ini, barang yang keluar sedikit lebih tinggi dibandingkan barang yang masuk dengan rasio 0,26. Hal ini meneruskan trend peningkatan yang juga terjadi pada tahun sebelumnya Air Pada 2011 lalu produksi air bersih di Kabupaten Natuna meningkat sebanyak 62,56% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 644 ribu m3. Hal ini dibarengi dengan peningkatan jumlah pelanggan sebanyak 3,83% dari tahun sebelumnya menjadi unit pelanggan. 18

26 Unit Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Produksi ini dilakukan oleh dua perusahaan yang meliputi PAM LKMD Serasan dan PDAM Kecamatan Bunguran Timur. Gambar 2.14: Gambaran Produksi Air di Kabupaten Natuna Tahun 2011 Produksi Air (000 m3) Jml Pelanggan (Unit) Produksi (000 m3) Sumber: Kabupaten Natuna Dalam Angka (diolah) Listrik Produksi listrik di Kabupaten Natuna tahun 2011 mengalami penurunan sebanyak 76% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi hanya sebesar 496 ribu KWh. Hal serupa juga terjadi pada Daya Terpasang sebesar 71% menjadi 2944 KW pada periode yang sama. Penurunan ini merupakan mengikuti penyesuaian yang dilakukan oleh pembangkit yang dulunya masih bergabung dengan produksi listrik dari Kabupaten Kepulauan Anambas. Berdasarkan penggunaanya Mayoritas penggunaan berasal dari konsumen Rumah Tangga sebesar 70% ( unit); menusul Bisnis (17%); serta Kantor (lampu jalan) dan Sekolah (masjid, dan sejenisnya) masing-masing sebanyak 8% dan 5%. 19

27 ooo KWh Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Gambar 2.15: Produksi dan Penggunaan Listrik di Kabupaten Natuna Tahun Produksi & Daya Terpasang Produksi (000 Kwh) Daya Terpasang (Kw) KW Besarnya Tenaga Listrik yang Digunakan Tahun 2011 Rumah tangga 70% Bisnis 17% Kantor, L ampu jalan Sekolah, 8% Masjid 5% Sumber: Kabupaten Natuna Dalam Angka (diolah) 20

28 BAB 3 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BINTAN 3.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Bintan secara geografis terletak pada 1 o 48 LU 0 o 48 LU dan 104 o 00 BT 108 o 00 BT. Dengan Ibukota berada di Tanjung Pinang, kabupaten Bintan memiliki luas total ,29 Km 2, dimana hanya 1945,88 Km 2 saja yang merupakan daratan. Kabupaten Bintan sendiri terbagi dalam 51 Desa/ Kelurahan dalam 10 Kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Teluk Bintan; Kecamatan Seri Kuala Lobam; Kecamatan Bintan Utara; Kecamatan Teluk Sebong; Kecamatan Bintan Timur; Kecamatan Bintan Pesisir; Kecamatan Mantang; Kecamatan Gunung Kijang; Kecamatan Topaya; dan Kecamatan Tambelan. Bintan juga merupakan kabupaten yang letaknya cukup jauh dari pulau Sumatera (sebagai pulau utama).bahkan sebagian daerahnya cenderung lebih dekat ke pulau Kalimantan. Kabupaten Bintan terdiri atas 240 pulau, namun hanya 39 pulau saja yang telah dihuni. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Tanjungpinang dan Kota Batam; Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat; Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Natuna; dan Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lingga. Gambar 3.1: Peta Provinsi Riau dan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Kabupaten Bintan Sumber: 21

29 Kepadatan Jiwa (000) Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Dari sisi demografis, hingga 2011 jumlah penduduk di Kabupaten Bintan mencapai angka jiwa, atau meningkat sebanyak 5,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio jenis kelaminnya masih sama di angka 107 dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini berarti bahwa ada sekitar 107 laki-laki tiap 100 penduduk wanita.sementara itu rasio kepadatannya meningkat menjadi 77 jiwa/km2 dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 73 jiwa/km2. Kepadatan tertinggi ada di kecamatan Teluk Sebong dengan angka rasio mencapai 151 jiwa/km2.sementara yang paling kecil ada di Kecamatan Tambelan, dengan rasio sebanyak 31 jiwa/km2. Gambar 3.2: Deskripsi Gender dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bintan Tahun Jumlah Penduduk Rasio Jumlah Rasio Jns Kelamin Rasio Kepadatan Kepadatan Tahun , Tambelan Teluk Sebong Gunung Kijang & Toapaya Bintan Utara Timur, Bintan Pesisir & Teluk Mantang Sebong Luas (Km2) Kepadatan (Jiwa/Km2) Luas Daerah Sumber: Kab Bintan Dalam Angka 2011 (diolah) 22

30 Dari sisi ketenaga-kerjaan, Kabupaten Bintan didominasi oleh penduduk usia muda antara tahun dengan porsi sebanyak 11,95% dari total jumlah penduduk. Hal ini diikuti oleh penduduk usia 0-4 tahun dengan proporsi mencapai 11,46%. Dan selanjutnya penduduk usia sebanyak 10,95%. Angkatan kerja hinga tahun 2011 mencapai 67,2% dari total penduduk, dengan tipologi penduduk laki-laki mendominasi sebesar 86,08%. Sementara itu berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja tersebut, tahun 2011 sedikit mengalami penuruan menjadi sebesar 92,38% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 93,19% dari total angkatan kerja. Gambar 3.3: Deskripsi Angka Ketenaga Kerjaan di Kabupaten Bintan Hingga Tahun /2011 Umur Angkatan Kerja Tahun 2011 Memiliki Ijazah dan Tdk Bersekolah Lagi Thn 2010 (%)* 30, , ,45 12, ,59 5, Perempuan Laki-Laki Blm Pernah Pendidikan Sekolah** Tinggi SD SLTPTdk/Blm Tamat SD** SMU/K Penduduk Bekerja (% dari Angkatan Kerja) Laki-Laki Perempuan Total 92,43 93,10 94,48 91,14 85,25 90,33 93,38 88,30 78,74 79,

31 % % Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Sumber: Sakernas dan Depnakertrans (diolah) Keterangan: *Tingkat kepemilikan Ijazah merupakan proporsi penduduk yang berusia diatas 10 tahun berdasarkan data Sakernas. ** Sengaja dimasukkan sebagai gambaran umum tentang kondisi kepemilikan ijazah Permasalahan ketenagakerjaan di sini juga terkait kualitas pendidikan yang dimiliki penduduknya.berdasarkan data Sakernas hingga 2010 jumlah penduduk yang masih belum memiliki ijazah mencapai 3%. Sementara itu jumlah penduduk yang tidak bersekolah lagi dan hanya memiliki ijazah SD mencapai 12,45%, sementara yang hanya memiliki Ijazah SLTP mencapai 12,51%. Sedangkan untuk penduduk yang tidak bersekolah lagi dan memiliki Ijazah SMA.SMK mencapai 30,07%. Secara kasar, kondisi menyimpulkan bahwa daya saing dari para pekerja, yang ditunjukkan dengan kepemilikan ijazah tersebut harus segera ditingkatkan. Gambar 3.4: Distribusi Tenaga Kerja di Kabupaten Bintan Berdasarkan Sektor Perekonomian Tahun 2011 (%) Teratas Pertanian 20,55 29,1 30,93 31,75 24,9 Perdagangan 18,98 12, ,54 20,53 Jasa 13,82 16,9 15,36 16,71 19,01 Industri 21,16 17,51 12,19 15,6 12, Bangunan 9,91 8,28 8,07 8,93 9,01 Pertambangan 6,24 5,71 4,99 4,48 6,27 Transportasi, Ko munikasi 5 Terbawah 8,37 8,18 6,94 4,51 3,78 Jasa Keuangan 0,69 1,62 2,15 1,98 2,97 Listrik, Air, Gas 0,27 0,7 0,37 0,51 0,74 Sumber: Sakernas dan Depnakertrans (diolah) Proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian masih mendominasi pada tahun Namun demikian angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya dari 31,75% 24

32 Rp Juta per Kap Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan menjadi 24,9%. Proporsi ini digantikan oleh Sektor Perdagangan yang naik dari 15,53% pada tahun lalu menjadi 20,53% pada tahun ini. Selain itu Sektor Jasa, bangunan, Jasa Keuangan, serta Sektor Listrik, gas, dan Air juga mengalami fenomena peningkatan serupa. Gambar 3.5: Rasio Produktivitas Tenaga Kerja terhadap PDRB per Sektor Kabupaten Bintan Tahun ,00 Rasio Produktivitas Tenaga Kerja (Rp Juta per Kap) Rasio Produktivitas Tenaga Kerja Thn 2011 (Rp Juta per Kap) 63,00 Industri 203,95 61,00 Pertambangan 83,54 59,00 57,00 Kab Bintan Perdagangan Transportasi, Komuni 50,00 48,72 47,82 55,00 Jasa Keuangan 26,43 53,00 Listrik, Air, Gas 18,33 51,00 Bangunan 17,40 49, Pertanian Jasa 11,52 7,93 Sumber: Statistik PDRB dan Sakernas Kab Bintan (diolah) NB:* Angka ini menggunakan asumsi distribusi kasar pada semua pekerja, tanpa mempedulikan posisi pekerja-pekerja tersebut. Sementara itu ditengah menurunnya tingkat penyerapan jumlah pekerja, rasio produktivitas pekerja terhadap PDRB Kabupaten Bintan juga mengalami penurunan sebesar 6,04% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi sekitar Rp 50 juta per kapita. Sektor produktif adalah sektor Industri/ manufaktur dengan produktivitas sebesar Rp 203,95 per kapitas, diikuti oleh sektor Pertambangan sebesar Rp 83,54 Juta per kapita. Dua sektor ini sekaligus menjadi sektor yang produktivitasnya diatas rata-rata produktivitas total kabupaten Bintan. Sementara itu sektor yang paling tidak produktif adalah sektor jasa dengan nilai produktivitas sebesar Rp 7,93 juta per kapita. 25

33 Rp Miliar % Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan 3.2 Ekonomi Makro Pada 2011 lalu PDRB (Riil) Kabupaten Bintan mencapai angka Rp miliar, atau meningkat sebesar 6,18% dibandingkan tahun sebelumnya. Data tahun 2011 menunjukkan bahwa kontributor utama berasal dari sektor Industri Pengolahan sebesar Rp 1.723,3 (52%). Hal ini diikuti Sektor Perdagangan sebesar Rp 660,76 miliar (20%), dan Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar Rp 346,03 miliar (10%). Gambar 3.6: Nilai PDRB, Pertumbuhan, dan Distribusinya di Kabupaten Bintan Tahun PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kab Bintan (Rp Miliar / %) 6,4 6,2 6 5,8 5,6 Distribusi PDRB Kab Bintan per Sektor (%) Tahun 2011 Industri Pengolahan 52% Listrik, Gas, & Air 0% Bangunan 3% ,4 5, PDRB Kab Bintan (Rp Miliar) Pertumbuhan (%) Pertamban gan dan Penggalian 10% Pertanian 6% Jasa 3% Keuangan, Persewaan, dan jasa perusahaan 2% Perdaganga n Hotel & Restoran 20% Pengangkut an dan Komunikasi 4% Sumber: Statistik PDRB Kabupaten Bintan (diolah) Bila rasio produktivitas diatas berupaya untuk melihat proporsionalitas produksi suatu sektor terhadap jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam sektor yang bersangkutan, maka dalam analisa LQ ini berupaya untuk melihat perbandingan kompetitif suatu sektor untuk dikembangkan dalam skup regional.analisa Location Quotient (LQ) yang telah dilakukan pada tahun 2011 lalu di kabupaten Bintan, mendapatkan bahwa ada tiga sektor basis di Kabupaten Bintan (Indeks LQ>1). Sektor-sektor tersebut meliputi Sektor Pertambangan dan Penggalian (dengan nilai indeks 2,14); Sektor Pertanian (1,34); Sektor Jasa (1,31) dan Sektor Industri Pengolahan (1,03). 26

34 Gambar 3.7: Indeks Location Quotient (LQ) per Sektor di Kabupaten Bintan Tahun 2011 LQ Indeks Kab Bintan ,14 Sektor Non-B asis Sektor B asis 1,31 1,34 0,33 0,48 0,65 0,79 0,87 1,03 Persewaan, dan jasa Listrik, perusahaan Gas, & Air Bangunan Pengangkutan dan Perdagangan Komunikasi Hotel & Industri Restoran Pengolahan Jasa Pertanian Pertambangan dan Peng Sumber: Statistik PDRB Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Bintan (diolah) Mikro Jumlah Industri yang ada di kabupaten Bintan mengalami peningkatan sebanyak 27% dari tahun sebelumnya menjadi sekitar 349 unit.terkait perkembangan, perlu diketahui tipologi skala perindustrian yang ada di Kabupaten Bintan.Untuk memudah pengklasifikasian, BPS membagi skala industri berdasarkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri bersangkutan. Hal itu meliputi: (1) Industri Rumah Tangga, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang. (2) Industri Kecil, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.(3) Industri Sedang atau Industri Menengah, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara orang.(4) Industri Besar, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih. Pada 2011 lalu jumlah industri besar mengalami kenaikan sebesar 10,71% menjadi 62 unit. namun demikian nampaknya industri-industri ini memiliki trend melakukan efisiensi tenaga kerja, yang ditunjukkan melalui penurunan angkanya sebesar 0,42% dibandingkan tahun lalu menjadi sebesar orang. 27

35 Unit Unit Unit Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Sementara itu jumlah industri skala menengah tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya dimana jumlahnya sebanyak 94 unit usaha, dengan pekerja. Adapun Industri kecil di Kabupaten bintan mengalami peningkatan jumlahnya sebanyak 54,4% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 193%, dengan jumlah pekerja yang juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanak 44,89% menjadi 652 jiwa. Peningkatan jumlah tenaga kerja ini bisa diasumsikan sebagai upaya industri-industri kecil tersebut dalam melakukan ekspansi produksi, yang umumnya ditunjang dengan teknologi padat karya. Gambar 3.8: Industri Berdasarkan Skala di Kabupaten Bintan Ind Besar Ind Besar (unit) 2011 Tng Kerja orang Ind Kecil Ind Menengah Ind Menengah (unit) Tng Kerja orang Ind Kecil (unit) Tng Kerja orang Sumber: Kabupaten Bintan Dalam Angka (diolah) 28

36 Ush Besar & Menenagh (unit) Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Jumlah usaha yang memiliki SIUP pada tahun 2011 lalu mengalami penurunan jumlah sebanyak 25,2% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 187 unit usaha. Hal ini juga terjadi pada jumlah usaha dengan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) yang turun 16,19% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 233 unitn usaha. Dari sisi usaha yang memiliki SIUP tadi, penurunan di sebabkan turunnya jumlah usaha kecil sebanyak 31,3% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi hanya 149 unit saja. Usaha besar juga mengalami penurunan sebanyak 3 unit dibandingkan tahun sebelumnya.namun demikian terjadi peningkatan pada usaha menengah menjadi 31 unit usaha, dari 23 unit pada tahun sebelumnya. Gambar 3.9: Jumlah Usaha Berdasarkan Kepemilikan SIUP dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) di Kabupaten Bintan Tahun 2011 Usaha Berdasarkan SIUP Usaha dg TDP (unit) Persh Besar (unit) Persh Menengah (unit) Persh Kecil (unit) Ush Kecil (unit) Sumber: Kabupaten Bintan Dalam Angka (diolah) Dalam mempermudah proses arus finansial di daerah Kabupaten Binntan juga ditunjang dengan hadirnya lembaga keuangan, baik bank maupun koperasi dalam berbagai jenisnya. Bank, dalam segi pemberian kredit, distribusinya tergolong merata antara tujuan konsumsi, modal kerja, maupun untuk tujuan investasi. Diantara ketiga fungsi kredit tersebut, pada tahun 2010, kredit konsumsi menempati proporsi tertinggi sebesar 36% atau senilai Rp 65,52 miliar. Sementara itu kredit untuk investasi dan modal kerja masing-masing menempati porsi sebesar 33% (Rp 60,83 29

37 miliar) dan 31% (Rp 55,74 miliar). Sementara itu bila dilihat dari pemebrian kredit secara sektoral, kredit untuk tujuan perdagangan menempati porsi tertinggi sebesar 17% atau senilai Rp 28,35 miliar. Hal ini diikuti kredit untuk industri (15%) dan konstruksi (7%). Sementara itu kredit pertanian berada diposisi terakhir, dengan hanya menerima porsi sebesar 1,4% dari total kredit yang diberikan, atau senilai Rp 2,34 miliar. Gambar 3.10: Deskripsi Perbankan di Kabupaten Bintan Tahun 2010 Jml Faslitias Perbankan (Unit) Posisi Kredit per Fungsi Thn Konsumsi 36% Modal Kerja 31% Kantor Pusat Kantor Cabang Cabang Pembantu Kantor Kas ATM Unit Investasi 33% Posisi Kredit per Sektor Thn 2010 Pertanian 1% Pertamba ngan 1% Industri 15% Konstruksi 7% Lain-lain 47% Listrik, Air, Gas 1% Jasa 3% Jasa Keuangan 5% Perdagang an Industri 17% 3% Sumber: Kabupaten Bintan Dalam Angka (diolah) 30

38 Modal & Aset (Rp Juta) Unit Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Perkembangan jumlah koperasi di Kabupaten Bintan tergolong positif. Tahun 2011 lalu, pertumbuhan jumlah koperasi mencapai angka 19,6% dibandingkan tahun lalu di angka 458 unit. Hal ini juga diikuti oleh peningkatan jumlah anggota yang cukup pesat sebesar 9,9% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi orang. Namun demikian keaktifan unit-unit koperasi tergolong rendah. Rasio keaktifan pada 2011 lalu hanya sebesar 42% dari total keseluruhan koperasi yang ada. Gambar 3.11: Deskripsi Koperasi di Kabupaten Bintan Koperasi Koperasi Terdaftar (Unit) Koperasi Aktif (Unit) Jml Usaha (Unit) Jumlah Anggota (orang) Anggota (orang) Sumber: Kabupaten Bintan Dalam Angka (diolah) Modal, Aset, & SHU SHU Modal Total Aset SHU (Rp Juta) Peningkatan jumlah unit-unit koperasi tersebut, juga berefek positif pada jumlah asset dan modal. Tahun 2011 lalu Aset dan Modal Total koperasi-koperasi di Kabupaten Bintan meningkat masing-masing 66,8% dan 55,32% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian ada penurunan dalam sisi Sisa Hasil Usaha (SHU) pada tahun 2011 tersebut sebanyak 22,49% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi sebesar Rp 3,32 miliar. Meningkatnya modal dan asset yang tergolong signifikan pada 2011 lalu disinyalir merupakan dampak dari peningkatan jumlah anggota dan unit-unit koperasi baru pada tahun tersebut. Hal ini juga bisa menjadi asumsi dalam penurunan SHU pada tahun yang sama. Yakni disimpulkan bahwa tahun 2011 terssebut unit-unit 31

39 Pariwisata & Budaya Perlindungan Sosial L. Hidup Ketertiban & Ketentraman Kesehatan Ekonomi Perumahan & FasUm Pendidikan Pelayanan Umum Rp Miliar Profil PELD 2012 Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan koperasi yang ada sedang melakukan penguatan asset dan modal.namun demikian penurunan SHU ini juga harus diwaspadai terkait proporsi koperasi yang aktif yang masih tergolong rendah tadi.upaya untuk efisiensi kerja menjadi sangat penting untuk mengurangi pemborosan dalam penggunaan modal dan asset koperasi-koperasi tersebut. 3.3 Infrastruktur Jumlah alokasi belanja Kabupaten Bintan tahun 2011 meningkat sebesar 48,42% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 707,94 miliar. Angka menempati posisi kelima di Provinsi Kepulauan Riau. Menurut fungsinya, alokasi terbesar di berikan pada bidang Pelayanan umum (37,90%). Diikuti bidang Pendidikan (21,11%), dan Perumahan & Fasilitas Umum (16,03%). Sedangkan, alokasi perekonomian berada di posisi ke empat sebanyak Rp 80,99 miliar (11,44%) (lihat gambar). Kabupaten Bintan tidak memiliki keunggulan (secara proporsi) alokasi bidang bila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Provinsi Kepulauan Riau. Gambar 3.12: Perbandingan Alokasi Belanja Daerah Berdasarkan Fungsi di Kabupaten Bintan Didalamnya Tahun 2011 (Rp Miliar) 300,00 250,00 APBD Menurut Fungsi Thn ,34 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 6,60 9,49 11,00 16,52 52,10 80,99 113,45 149,44 Sumber: DJPK Kementerian Keuangan (diolah) 32

40 3.3.1 Transportasi Perkembangan jumlah jalan di Kabupaten Bintan menunjukkan trend yang positif. Tercatat pada 2011 jumlah jalan di Kabupaten ini telah mencapai 737,02 Km atau meningkat sekitar 31% dibandingkan tahun sebelumnya. 71% jalan tersebut dibangun dibawah otoritas pemerintahan kabupaten.sementara 165 dibawah Pemerintah Provinsi, dan 13% sisanya berada di bawah pemerintah pusat.dilihat dari kualitasnya, 20% jalan masih dalam kondisi rusak hingga rusak berat.umumnya jalan dengan kondisi rusak tersebut merupakan jalan milik pemerintah kabupaten, dimana banyak diantaranya merupakan jalan yang masih berjenis tanah. Gambar 3.13: Deskripsi Panjang Jalan di Kabupaten Bintan Tahun Panjang (Km) Kabupate n 71% Otoritas Jalan Tahun 2011 Negara 13% Provinsi 16% Rusak Berat 5% Kondisi Fisik Jalan Tahun 2011 Sedang 9% Rusak 15% Baik 71% Sumber: Kabupaten Bintan Dalam Angka (diolah) 33

PROFIL KEGIATAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO

PROFIL KEGIATAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO PROFIL KEGIATAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL DAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH DIREKTORAT PERKOTAAN DAN PERDESAAN BAPPENAS 2012 Profil PELD 2012 Kabupaten

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Disampaikan dalam Acara: Musrenbang RKPD Provinsi Kepulauan Riau 2015 Tanjung

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

UTARA Vietnam & Kamboja

UTARA Vietnam & Kamboja UTARA Vietnam & Kamboja BARAT Singapura & Malaysia, Prov. Riau TIMUR Malaysia dan Kalimantan Barat SELATAN Bangka Belitung & Jambi 2 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ARAH PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ARAH PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ARAH PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2016 Jumlah pulau : 2.408 pulau Berpenghuni : 366 buah (15 %) Belum berpenghuni : 2.042buah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN, DAN ARAH PEMBANGUNAN RPJMD

ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN, DAN ARAH PEMBANGUNAN RPJMD Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ISU STRATEGIS, PERMASALAHAN, DAN ARAH PEMBANGUNAN RPJMD 2010-2015 Disampaikan Oleh Kepala Bappeda Provinsi Kepulauan Riau GAMBARAN UMUM DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU GAMBARAN UMUM WILAYAH - Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau dan Kabupaten Lingga BAB III KONDISI UMUM 3.1. Geografis Wilayah Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad silam tidak hanya di nusantara tetapi juga

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2018 PEMERINTAH KOTA PAGAR ALAM TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Pagar Alam Tahun 2018 disusun dengan mengacu

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU

PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU 1 PROFIL PEMBANGUNAN KEPULAUAN RIAU A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Kepulauan Riau terletak pada posisi 1º10' LS - 5º10' LU102º 50' - 109º 20' BT. Luas Gambar 1 wilayah Kepulauan Riau 252.601 km2.

Lebih terperinci

K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015

K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015 K A B U P A T E N B I N T A N MUSRENBANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2015 Rabu, 1 APRIL 2015 R E N C A N A S T R A T E G I S K O N D I S I T E R K I N I U S U L A N 2 0 1 6 R E N C A N A S T R A T E G I S

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2009 2010 2011 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00-10.00-20.00-30.00 VOLUME

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB III PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB III PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI KEPULAUAN RIAU BAB III PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI KEPULAUAN RIAU Penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi aset yang sangat bermanfaat bagi pembangunan, namun sebaliknya penduduk yang besar tapi rendah kualitasnya

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PROVINSI DALAM PEMETAAN DAN PEMANFAATAN POTENSI SDA KAWASAN PEDESAAN

ARAH KEBIJAKAN PROVINSI DALAM PEMETAAN DAN PEMANFAATAN POTENSI SDA KAWASAN PEDESAAN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau ARAH KEBIJAKAN PROVINSI DALAM PEMETAAN DAN PEMANFAATAN POTENSI SDA KAWASAN PEDESAAN Disampaikan Oleh: Drs. H. NAHARUDDIN, M.TP Kepala Bappeda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi dan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i vii xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4 1.3.1 Hubungan RPJMD

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 220/12/21/Th. V, 1 Desember 20 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 20 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEMAKIN TURUN Jumlah angkatan

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2016-2021 PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU 2016 Bab I Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... ix PENDAHULUAN I-1

Lebih terperinci

D A F T A R I S I Halaman

D A F T A R I S I Halaman D A F T A R I S I Halaman B A B I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan I-2 1.3 Hubungan RPJM dengan Dokumen Perencanaan Lainnya I-3 1.4 Sistematika Penulisan I-7 1.5 Maksud

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Dan Sasaran C. Lingkup Kajian/Studi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Dan Sasaran C. Lingkup Kajian/Studi KETERANGAN HAL BAB I PENDAHULUAN... 1-1 A. Latar Belakang... 1-1 B. Tujuan Dan Sasaran... 1-3 C. Lingkup Kajian/Studi... 1-4 D. Lokasi Studi/Kajian... 1-5 E. Keluaran Yang Dihasilkan... 1-5 F. Metodelogi...

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI BANTEN 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI BANTEN 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.041 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah :

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar...

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... i iii vii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum... I-2 1.3 Maksud dan Tujuan... I-4 1.4 Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Tingkat Pengangguran 1.3 Tingkat Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI D.I YOGYAKARTA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI D.I YOGYAKARTA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

A. Keadaan Geografis Dan Topografi BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

DAFTAR ISI. Kata Pengantar.. DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar.. Daftar Isi. Daftat Tabel. Daftar Gambar i-ii iii iv-vi vii-vii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang. 1 I.2. Dasar Hukum...... 4 I.3. Tujuan..... 5 I.4. Manfaat......

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 81/11/21/Th. IX, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

1. Mengembangkan perikehidupan masyarakat yang agamis, demokratis, berkeadilan, tertib, rukun dan aman di bawah payung budaya Melayu. 2.

1. Mengembangkan perikehidupan masyarakat yang agamis, demokratis, berkeadilan, tertib, rukun dan aman di bawah payung budaya Melayu. 2. Aula Kantor Gub Dompak, 28 Maret 2016 1. Mengembangkan perikehidupan masyarakat yang agamis, demokratis, berkeadilan, tertib, rukun dan aman di bawah payung budaya Melayu. 2. Meningkatkan daya saing ekonomi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci