Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif"

Transkripsi

1 Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 untuk Provinsi Sulawesi Selatan 30 Desember 2011 Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi Sulawesi Selatan untuk pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

2

3 Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 Disiapkan untuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Disiapkan oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi Sulawesi Selatan Pendapat penulis dalam laporan ini tidak selalu mencerminkan pandangan United States Agency for International Development (USAID) atau Pemerintah Amerika Serikat.

4

5 Daftar Isi Halaman Kata Pengantar... vii Ringkasan Eksekutif... ix I. Pendahuluan Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan Tujuan Laporan... 3 II. Deskripsi Program dan Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah... 4 a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah... 5 b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah... 6 c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M)... 8 d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS) Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja) c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) e. Penghitungan Biaya Perencanaan Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP) f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan h. Kebijakan i. Teknologi, Informasi, dan Komunikasi atau Information, Communication, and Technology (ICT)24 j. Program Rintisan III. Upaya Keberlanjutan a. Diseminasi Pprogram b. Sertifikasi Distrik Fasilitator c. Sertifikasi Service Provider d. Kabupaten/Kota Acuan IV. Tantangan dan Rekomendasi Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Sekolah/Madrasah Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Kabupaten Daftar Istilah Daftar Tabel Halaman Tabel 1. Jumlah DF di Masing-masing Kabupaten/Kota... 4 Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Telah Dilatih Kepemimpinan... 5 Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah Provinsi Sulawesi Selatan... 7 Tabel 4. Daftar Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M... 8 Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah di Provinsi Sulawesi Selatan yang Telah Menerapkan SDS... 9 Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Tabel 7. Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan Tabel 8. Jumlah Staf Dinas Pendidikan Kab/Kota yang Terlibat dalam Penyusunan LAKIP dan Renja Tabel 9. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan AKPK... 16

6 Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2008/ Tabel 11. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan BOSP Tabel 12. Hasil Pemutakhiran Penghitungan BOSP Tahun Tabel 13. Daftar Kebijakan yang Penyusunannya Difasilitasi DBE Tabel 14. Daftar Program Rintisan Tabel 15. Komitmen untuk Diseminasi di Provinsi Sulawesi Selatan Tabel 16. Jumlah Sekolah/Madrasah Diseminasi Tabel 17. Jumlah Sekolah dan Siswa Penerima Manfaat DBE Tabel 18. Daftar Program DBE1 yang Telah Didiseminasikan oleh Kabupaten/Kota Daftar Gambar Halaman Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia... 1 Gambar 2. DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan... 2 Gambar 3. Persentase Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kabupaten/Kota... 7 Gambar 4. Angka Mengulang Kelas SD/MI menurut Kelas Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Gambar 6. Rata-rata Alokasi Belanja Sektor Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Menurut Jenis Pembiayaan Tahun Gambar 7. Perbandingan Komposisi Pendanaan Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Tahun 2008 (Dalam Milyar Rupiah) Gambar 8. Perbandingan Antara BOSP per Siswa dan Pendapatan SD/MI Kabupaten Pinrang Tahun Gambar 9. Perbandingan antara BOSP per Siswa dan Pendapatan di SMP/MTs Kabupaten Pinrang Tahun Gambar 10. Tahapan Analisis PBPSAP Gambar 11. Alokasi Hibah ICT di Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia Gambar 12. Alokasi Hibah ICT DBE1 di Kabupaten Mitra Gambar 13. Kecukupan Jam mengajar Guru Per Jenjang di Kabupaten Barru Tahun

7 Kata Pengantar USAID/DBE1 merupakan program kerja sama antara Pemerintah Amerika Serikat dengan Pemerintah Republik Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih efektif. Sejak 2005, program ini telah dilaksanakan di 1,074 SD/MI dan 196 SMP/MTs di 50 kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Adapun kegiatan DBE1 di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota adalah untuk mendukung upaya perencanaan dan penganggaran pendidikan yang berbasis data yang valid dan terkini. Proses perencanaan dan penganggaran juga dilakukan dengan cara yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Saat ini DBE1 telah menyelesaikan semua kegiatannya dan pada bulan November 2011 akan mengakhiri bantuan teknisnya di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota. Laporan yang disusun oleh tim DBE1 memberikan informasi mengenai program-program yang telah dilaksanakan selama ini beserta pencapaiannya. Laporan ini juga mencoba merangkum keterbatasan yang terjadi selama DBE1 bekerja bersama dengan sekolah/madrasah dan pemerintah kabupaten/kota. Juga disertakan tantangan yang mungkin dihadapi di masa mendatang dalam rangka melanjutkan keberhasilan dan penyebarluasannya. Salah satu bentuk dukungan terhadap keberlanjutan implementasi yaitu adanya 65 Distrik Fasilitator dan 9 orang Service Provider (SP) yang tersertifikasi. DF dan SP tersebut diharapkan mendukung keberlanjutan implementasi program-program DBE1 di kabupaten/kota maupun di provinsi. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Jamaruddin, HP mantan koordinator DBE1 Sulawesi Selatan. Dalam kesempatan ini, izinkanlah kami untuk menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih atas kerjasama dan dukungan semua pihak di Provinsi Sulawesi Selatan atas keberlangsungan program DBE1 selama ini. Jakarta, Desember 2011 Chief of Party DBE1

8

9 Ringkasan Eksekutif Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Program DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus Secara teknis, program dilaksanakan dengan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri. Di tingkat kabupaten/kota kerjasama dilaksanakan berdasarkan MOU dengan masing-masing pemerintah kabupaten/kota (Kabupaten Enrekang, Jeneponto, Pangkep, Soppeng, Kota Palopo, Kota Makassar, Kabupaten Luwu, Pinrang, Sidrap) yang disaksikan oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2010 DBE1 menandatangani MOU dengan Kabupaten Barru. DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota. Program-program DBE1 di tingkat sekolah mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M), pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKAS/M), pengembangan kapasitas kepala sekolah dan komite sekolah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah. Di sembilan kabupaten/kota mitra, DBE1 mendukung 161 SD/MI dan 36 SMP/MTs dan program tingkat kabupaten/kota seperti penyusunan Renstra, penghitungan BOSP, AKPK, SIMA, SIMP-TK dan PBPSAP. Khusus Kabupaten Barru sebagai kabupaten ke sepuluh mitra DBE1 atas komitmen yang tinggi berhasil mendiseminasikan program-program DBE1 baik tingkat sekolah maupun kabupaten/kota. Di tingkat kabupaten/kota DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan rencana strategis dinas pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, menghitung biaya pencapaian standar dan akses pendidikan, menganalisis profil pendidik dan tenaga kependidikan, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya Dewan Pendidikan, DPRD, dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan. Di Provinsi Jawa Barat DBE1 telah memfasilitasi pengembangan renstra, BOSP, AKPK, Lakip, Renja, PBPSAP, SIMA, SIMPTK Selain kegiatan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota, DBE1 juga mengembangkan kemitraan di tingkat provinsi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin keberlangsungan program dengan menyediakan fasilitator dan Service Provider. Keberadaan Service Provider ini diharapkan dapat membantu kabupaten/kota yang berminat mengembangkan praktik baik program DBE1 di Sulawesi Selatan. Lembaga penyedia Service Provider adalah LPMP untuk program SIMP- TK dan UNM untuk program penyusunan Renstra, AKPK dan BOSP. DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi informasi dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 11 kabupaten/kota, termasuk 4 kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Enrekang, Jeneponto, Pangkep dan Soppeng) yang nilainya mencapai Rp 609,9 Juta. Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang

10 telah dilaksanakan DBE1 selama ini. Di Provinsi Sulawesi Selatan, 791 sekolah dan 10 kabupaten/kota telah mendiseminasi program DBE1. Dari tahun 2005 hingga 2011, jumlah dana yang telah dialokasikan oleh berbagai pihak untuk diseminasi program DBE1 telah mencapai lebih dari Rp 1,9 Milyar. Di sepuluh kabupaten/kota mitra di Sulawesi Selatan, tidak banyak tantangan dihadapi. Salah satu tantangan yang menonjol yaitu kebutuhan akan data yang lengkap dan valid serta pemanfaatannya untuk proses perencanaan, dan penganggaran. Selain itu, karena pelatihan dan pendampingan DBE1 terbatas kepada sejumlah sekolah dan kabupaten/kota, perbaikan dan peningkatan mutu cenderung terjadi di sekolah/madrasah/kabupaten/kota binaan atau diseminasi saja, belum menyeluruh di seluruh provinsi. Salah satu rekomendasi yang disampaikan dalam laporan adalah: penyebaran good practice dengan menggunakan panduan, modul, perangkat lunak DBE1 dan mendayagunakan sumberdaya manusia (khususnya pengawas/df, Service Provider, dan staf dinas) yang sudah dilatih oleh DBE1. Untuk itu, Dinas Pendidikan perlu menyediakan anggaran rutin operasional yang memadai.. Sebagai alat untuk mendorong keberlanjutan tersebut, DBE1 sudah menyiapkan tim district facilitator (pengawas), paket panduan (baik dalam hard-copy maupun soft-copy), perguruan tinggi dan LPMP sebagai service provider untuk program tingkat kabupaten/kota. Dengan alat-alat tersebut diharap bahwa tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia terus-menerus bisa dicapai. Ringkasan pencapaian hasil kerja DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan hingga November 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah. Ringkasan Pencapaian Hasil Kerja DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan Hingga November 2011 Kegiatan Sekolah/madrasah yang didampingi dalam mengembangkan rencana tahunan dan anggaran Sertifikasi Fasilitator Distrik Target 161 SD/MI dan 36 SMP/MTs Pencapaian Kumulatif Hingga November SD/MI dan 36 SMP/MTs 65 orang Pelaksanaan AKPK 9 kab/kota 10 kab/kota Pelaksanaan BOSP 9 kab/kota 10 kab/kota Pemutakhiran BOSP 7 kab/kota 7 kab/kota Pelaksanaan PBPSAP 6 kab/kota 6 kab/kota Renstra 9 kab/kota 10 kab/kota Renja 7 kab/kota 7 kab/kota Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) 1 kab/kota 1 kab/kota Jumlah sekolah yang ikut serta mendiseminasi program DBE1 N/A 869 sekolah Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi N/A Rp program DBE1 tingkat sekolah Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi program DBE1 tingkat kabupaten/kota N/A Rp Kabupaten/kota yang mendiseminasi program MBS DBE1 Kabupaten/kota yang mendiseminasi program DBE1 tingkat kabupaten N/A N/A 9 kab/kota 1 kab/kota

11 I. Pendahuluan Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Bantuan teknis DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective Grant Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus Secara teknis, pelaksanaan program dilaksanakan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri. Program DBE mempunyai 3 tujuan utama, yaitu, Meningkatkan mutu pendidikan melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih baik (DBE1) Meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran di tingkat SD/MI (DBE2) Meningkatkan keterkaitan pendidikan sekolah/madrasah menengah pertama untuk kelompok remaja (DBE3). Program ini memberikan dukungan teknis kepada kabupaten/kota dan sekolah/madrasah mitra, bukan dalam bentuk bantuan keuangan. Program ini telah dilaksanakan di tujuh provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan) dan di lebih dari 50 kabupaten/kota (Gambar 1). Di provinsi Sulawesi Selatan, sepuluh kabupaten/kota menerima bantuan teknis dari program DBE1 ini, yaitu Soppeng, Enrekang, Jeneponto, Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Palopo, Luwu, Pinrang, Sidenreng Rappang (Sidrap), Makassar dan Barru (Gambar 2). Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia More Effective Decentralized Education Management and Governance 1

12 Gambar 2. DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan 1. Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan Materi program DBE1 dikembangkan berdasarkan lebih dari 25 peraturan perundangundangan yang terkait dengan pendidikan dan desentralisasi. Peraturan perundangundangan yang diacu bukan hanya yang berhubungan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, tetapi juga yang berhubungan dengan Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, DBE1 membantu pengembangan kapasitas individu dan institusi dalam menerapkan kebijakan pemerintah Republik Indonesia. DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota. Hingga saat ini DBE1 telah melaksanakan program di SD/MI dan 196 SMP/MTs di tujuh provinsi. Program-program DBE1 mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah, pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah, pengembangan kapasitas kepala sekolah/madrasah dan komite sekolah/madrasah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah. Di Provinsi Sulawesi Selatan, DBE1 mendukung 161 SD/MI dan 36 SMP/MTs di 9 kabupaten/kota (Kabupaten Enrekang, Jeneponto, Pangkep, Soppeng, Kota Palopo, Kota Makassar, Kabupaten Luwu, Pinrang, dan Sidrap.) Untuk tingkat kabupaten/kota, DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan rencana strategis dinas pendidikan, menghitung kebutuhan biaya pencapaian standar dan akses pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah/madrasah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya DPRD, Dewan Pendidikan dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan. Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah/madrasah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan 2 More Effective Decentralized Education Management and Governance

13 menggunakan metode dan pendekatan yang telah dikembangkan DBE1 selama ini. Hingga akhir November 2011 sebanyak sekolah/madrasah dan 118 kabupaten/kota (termasuk 72 kabupaten/kota non mitra DBE1) di 12 provinsi telah mendiseminasikan paling sedikit 1 program DBE1. Lebih dari Rp. 18,5 Milyar telah dialokasikan dari APBD kabupaten/kota maupun sumber lainnya untuk mendukung penyebaran dan kesinambungan program-program DBE1. Di Provinsi Sulawesi Selatan, 869 sekolah/madrasah dan 10 kabupaten/kota telah mendiseminasi program DBE1 dengan total dana mencapai sebesar Rp 1,9 Milyar. Selain kegiatan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota, DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi informasi dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 11 kabupaten/kota. Provinsi Sulawesi Selatan menerima 4 kabupaten (Enrekang, Jeneponto, Pangkep, Soppeng) menerima hibah TIK dengan total nilai sekitar Rp 699 juta-,. Untuk mendukung keberlanjutan program DBE1 dan meningkatkan kapasitas service provider, DBE1 bekerjasama dengan Perguruan Tinggi (Universitas Negeri Makassar) dan LPMP. Sebagai bentuk implementasi dari kerjasama dimaksud, SP dilibatkan memfasilitasi penyusunan Renstra, AKPK, dan BOSP di Kabupaten Barru. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) mendampingi Kabupaten Barru menerapkan aplikasi Sistem Informasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK). Disamping itu SP juga dilibatkan dalam pemuktahiran penghitungan BOSP di enam kabupaten/kota lainnya, yaitu Makassar, Pangkep, Sidrap, Enrekang, Palopo, dan Soppeng. 2. Tujuan Laporan Laporan ini disusun oleh tim DBE1 sebagai informasi kegiatan yang telah dilakukan baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota maupun sekolah/madrasah pada periode 2005 hingga Melalui laporan ini, DBE1 ingin berbagi informasi dengan pemangku kepentingan di Provinsi Sulawesi Selatan mengenai metode dan pendekatan yang dilakukan DBE1, pencapaian-pencapaian hasil, penyebaran good practice kepada lebih banyak pemangku kepentingan lainnya, serta tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan. Laporan juga menyertakan Lampiran berisikan informasi berbagai pencapaian hasil DBE1 di Sulawesi Selatan dengan rinci serta informasi terkait Distrik Fasilitator, Service Provider, dan Mantan Staf DBE1. Diharapkan dengan berbagai informasi ini pemangku kepentingan mendukung keberlanjutan program yang telah dikembangkan oleh DBE1, walaupun program telah berakhir pada tahun More Effective Decentralized Education Management and Governance 3

14 II. Deskripsi Program dan Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan 1. Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah pada dasarnya adalah untuk membantu kabupaten/kota dalam mengimplementasikan MBS (Manajamen Berbasis Sekolah) 1 yang telah dikembangkan oleh Kemdikbud, khususnya pilar pertama (manajemen sekolah/madrasah) dan pilar ketiga (peran serta masyarakat). Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah meliputi empat kegiatan, yakni: pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah; penguatan komite sekolah/madrasah; penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (termasuk Rencana Kerja Tahunan dan Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah); serta Pelatihan dan Aplikasi Sistem Database Sekolah. Dengan penguatan kapasitas tersebut manajemen dan tata layanan sekolah/madrasah dapat diselenggarakan secara efektif, efisien, dan akuntabel serta melibatkan peran serta masyarakat secara aktif. Penguatan kapasitas sekolah/madrasah dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung ke sekolah/madrasah mitra. Hal tersebut bukan hanya ditujukan supaya sekolah/madrasah memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu pemangku kepentingan sekolah/madrasah diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan, memiliki keahlian khusus menyusun perencanaan dan kepala sekolah/madrasah mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Pada aspek penguatan komite sekolah/ madrasah, pendekatan ini diharapkan mampu menjadikan lembaga itu menjadi mesin pendorong bagi peningkatan pengelolaan satuan pendidikan. Dalam melaksanakan kegiatan tingkat sekolah/madrasah, DBE1 mempersiapkan Distrik Fasilitator (DF) di masing-masing kabupaten/kota. Pada umumnya, DF berasal dari pengawas, Kepala Sekolah, Guru dan dan PPAI 2. DF inilah yang melakukan pelatihan dan pendampingan/bimbingan secara intensif. Pada awalnya DBE1 telah melatih 81 orang DF. Dari jumlah tersebut DF yang telah mengikuti TOT penyegaran RKS/M sebanyak 76 orang dan telah tersertifikasi sebanyak 65 orang. Berikut adalah daftar jumlah DF di masing-masing kabupaten/kota yang lolos sertifikasi. Tabel 1. Jumlah DF di Masing-masing Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Jumlah DF L P Total Jeneponto Pangkajene dan Kepulauan Soppeng Enrekang Palopo Makassar Tiga pilar MBS menurut Kemendikbud adalah: (1) Manajemen Sekolah, (2) Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, dan (3) Peran Serta Masyarakat. 2 DF dipilih dari unsur Pengawas Sekolah (Diknas dan Kemenag), Kepala Sekolah, guru dan LSM yang diseleksi oleh Tim seleksi yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, Kemenag, Bappeda, Dewan Pendidikan serta DBE1 Provinsi Sulawesi Selatan. 4 More Effective Decentralized Education Management and Governance

15 Kabupaten/Kota Jumlah DF L P Total Pinrang Sidrap Luwu Barru JUMLAH a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah Kebijakan desentralisasi pendidikan yang menjadikan satuan pendidikan sebagai lembaga otonom menuntut kepala sekolah/madrasah untuk memiliki kompetensi kepemimpinan yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan kewenangan lebih luas yang dimiliki oleh sekolah/madrasah. Sekolah/madrasah memiliki kewenangan untuk mengatur urusan internalnya sendiri antara lain perencanaan dan evaluasi, pengembangan kurikulum, pembelajaran, keuangan, peserta didik, hubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekolah/madrasah. Pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah bertujuan untuk memberikan pemahaman dalam menerapkan kepemimpinan efektif dan partisipatif dalam rangka pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Pelatihan ini, selain diikuti oleh Kepala Sekolah/Madrasah juga melibatkan pengawas sekolah/madrasah sehingga implementasi hasil pelatihan dapat dipantau oleh pengawas sekolah/madrasah. Sampai saat ini ada 161 kepala SD/MI dan 36 kepala SMP/MTs yang telah mengikuti pelatihan penguatan untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinannya. Berdasarkan hasil evaluasi dampak, hampir semua kepala sekolah/madrasah peserta pelatihan mengatakan bahwa Pelatihan Kepemimpinan sangat berguna bagi mereka. Tambahan informasi bahwa di Kabupaten Barru terdapat 30 pengawas/kepala UPTD yang telah mengikuti TOT Kepemimpinan Kepala Sekolah. Berikut adalah jumlah kepala sekolah/madrasah di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah mengikuti pelatihan kepemimpinan: Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Telah Dilatih Kepemimpinan Kabupaten/Kota Kepala SD/MI Kepala SMP/MTs Jeneponto 14 4 Pangkep 14 4 Soppeng 15 4 Enrekang 21 4 Palopo 23 4 Makassar 15 4 Pinrang 20 4 Sidrap 20 4 Luwu 19 4 JUMLAH More Effective Decentralized Education Management and Governance 5

16 b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah Tujuan pelatihan ini adalah untuk menguatkan komite sekolah/madrasah melalui peningkatan pemahaman mengenai peran dan fungsinya, pemahaman kapasitas organisasi, peningkatan kapasitas hubungan dengan masyarakat, dan implementasi berbagai peran yaitu advisory (memberi pertimbangan), controlling (pengawasan), supporting (memberi dukungan), maupun mediating (melakukan mediasi). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang kemudian diperbaharui menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun Secara teknis masih mengacuh pada Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Penguatan diberikan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan bukan hanya bagi anggota komite sekolah/madrasah namun juga melibatkan kepala sekolah/madrasah dan guru. Hal ini dimaksudkan agar pemangku kepentingan lain memahami peran dan fungsi komite sekolah/madrasah sehingga pelatihan dan pendampingan komite sekolah/madrasah juga memiliki fungsi rekonsiliatif. Untuk meningkatkan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah, DBE1 melatih sebanyak empat kali bagi komite SD/MI dan satu kali bagi komite SMP/MTs. Pelatihan komite sekolah/madrasah meliputi tiga hal. Pertama, pengenalan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Kedua, penguatan kapasitas yang meliputi pembenahan aspek organisasi, peningkatan hubungan dengan masyarakat luas dan peningkatan peran dukungan kepada sekolah/madrasah. Ketiga, secara khusus DBE1 mengupayakan perbaikan hubungan sekolah/madrasah dengan pemerintahan desa/kelurahan melalui keterlibatan komite sekolah/madrasah dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan. Penguatan organisasi dan peningkatan hubungan dengan masyarakat ditentukan berdasarkan mawas diri yang dilakukan oleh komite sekolah/madrasah. Mawas diri tersebut dilakukan untuk mengetahui persoalan organisasional dan hambatan relasional dalam menjalankan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Melalui mawas diri komite sekolah/madrasah dapat menentukan penguatan apa yang akan dilatihkan untuk mendukung penguatan mereka. Penguatan komite sekolah/madrasah terkait dengan upaya keterlibatan dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan dilakukan agar komite sekolah/madrasah mampu terlibat secara aktif dalam perencanaan pembangunan dengan membawa kebutuhan sekolah/madrasah yang terdapat dalam RKS. Hal lain yang menjadi tujuan keterlibatan tersebut agar kebutuhan sekolah/madrasah dalam RKS/M menjadi prioritas dalam anggaran APBdes dan APBD. Sebagai contoh Pembuatan Talut Beton di SDN 162 Batu Rampun Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang yang diusulkan Komite Sekolah untuk menjadi priroritas dalam APBdes Tahun Berikut adalah grafik persentase usulan komite sekolah/madrasah yang menjadi daftar prioritas Musrenbang Desa/Kelurahan tahun 2009 di Provinsi Sulawesi Selatan. 6 More Effective Decentralized Education Management and Governance

17 25,0 Jeneponto 20,0 Pangkep 15,0 17,4 19,8 20,9 Soppeng Enrekang 10,0 5,0 0,0 4,7 7,0 14,0 1 5,8 9,3 1,2 Palopo Makassar Pinrang Sidrap Luwu Gambar 3. Persentase Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kabupaten/Kota Sampai saat ini DBE1 telah melatih anggota komite sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah dan guru. Dan khusus di kabupaten Barru, tersedia 30 orang yang telah mengikuti TOT Penguatan Komite Sekolah dari unsur Dewan Pendidikan, Kepala Sekolah dan anggota Komite Sekolah. Berikut adalah jumlah peserta pelatihan penguatan komite sekolah/madrasah: Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah Provinsi Sulawesi Selatan Kabupaten/Kota Anggota Komite Sekolah/Madrasah Kepala sekokah Guru Total Jeneponto Pangkep Soppeng Enrekang Palopo Makassar Pinrang Sidrap Luwu JUMLAH More Effective Decentralized Education Management and Governance 7

18 c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M) Penyusunan RKS/M3 oleh sekolah/madrasah didasarkan oleh Permendiknas 19 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan. RKS/M disusun secara partisipatif berdasarkan data terkini (profil sekolah/madrasah). Salah satu akibat dari fasilitasi peranan masyarakat dalam penyusunan rencana sekolah/madrasah adalah sumbangan masyarakat kepada sekolah/madrasah binaan DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun ajaran 2005/2006 hingga 2008/2009 sebesar Rp ,- Secara teknis, penyusunan RKS/M dilakukan oleh suatu Tim KKRKS/M (sekarang TPS) dengan dibimbing oleh DF beranggotakan 4 5 orang per sekolah/madrasah yang terdiri dari Kepala Sekolah/Madrasah, Pendidik, Komite Sekolah/Madrasah atau Yayasan untuk sekolah/madrasah swasta (yang didirikan oleh masyarakat). Rancangan RKS/M yang disusun oleh tim juga dikonsultasikan kepada pemangku kepentingan sekolah/madrasah. Dengan demikian RKS/M yang disusun dapat mengakomodir kepentingan sekolah/madrasah (sebagai penyedia layanan) dan masyarakat (sebagai pengguna layanan). Karena keterlibatan tersebut, maka komite sekolah/madrasah maupun masyarakat/orangtua murid ikut mendukung dan mengawasi implementasi progam/kegiatan yang dituangkan dalam RKS/M. Sebanyak 197 sekolah/madrasah mitra DBE1 telah menyusun RKS/M dan RKT. Berikut adalah jumlah sekolah/madrasah per kabupaten/kota di Sulawesi Selatan yang telah memiliki RKS/M. Tabel 4. Daftar Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M Kabupaten/kota SD MI SMP MTs Jeneponto Pangkep Soppeng Enrekang Palopo Makassar Pinrang Sidrap Luwu JUMLAH Khusus untuk Kabupaten Barru, telah tersedia 30 orang fasilitator dari unsur Kepala UPTD dan Pengawas yang telah mengikuti TOT penyusunan RKS/RKT. Mereka diharapkan dapat mendampingi sekolah-sekolah untuk menyusun RKS/RKT. Karena adanya perubahan materi dan mekanisme penyusunan RKS/RKT yang disesuaikan 3 RKS memiliki 3 dokumen yang terdiri dari Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan dokumen anggaran tahuan yang dikenal dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). RKJM disusun sekolah setiap empat tahun sekali, RKT dan RKAS disusun setiap tahun oleh sekolah. RKT adalah dokumen implementasi yang di monitoring setiap tiga bulan sekali dan dievaluasi 1 tahun pada akhir tahun ajaran oleh pemangku kepentingan sekolah. 8 More Effective Decentralized Education Management and Governance

19 dengan kebijakan Kemdiknas, maka modul penyusunan RKS/RKT juga mengalami perubahan. Atas alasan tersebut maka pada bulan Agustus 2011 dilakukan TOT penyegaran materi RKS/M dan RKT terhadap 61 DF dan 15 DF pada bulan November. Sejumlah 5 orang mantan DC juga dinyatakan layak sertifikasi untuk program MBS. RKS/M yang telah disusun oleh sekolah/madrasah disampaikan ke kabupaten/kota melalui lokakarya dengan tujuan dinas pendidikan mendapatkan informasi tentang kebutuhan sekolah. Hal ini diharapkan dapat mewadahi usulan-usulan sekolah/madarasah melalui RKS/M ke dalam Renja Dinas Pendidikan kabupaten/kota. d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS) Pengembangan Sistem Database Sekolah bertujuan agar kegiatan sekolah/madrasah dalam mengelola data dan informasi menjadi lebih efektif, efisien, dan akuntabel. Data dan informasi yang dapat disediakan oleh SDS adalah data profil sekolah/madrasah, laporan kinerja sekolah (school report card), dan pengelolaan laporan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Untuk meningkatkan kemampuan sekolah/madrasah mengaplikasikan SDS, DBE1 melakukan pelatihan dan pendampingan kepada kepala sekolah/madrasah, bendahara sekolah/madrasah dan operator penanggung jawab data sekolah/madrasah. Sebanyak 161 sekolah/madrasah mitra DBE1 telah menerapkan SDS. Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah di Provinsi Sulawesi Selatan yang Telah Menerapkan SDS Kabupaten/kota SD MI SMP MTs Jeneponto Pangkep Soppeng Enrekang Palopo Makassar Pinrang Sidrap Luwu JUMLAH Beberapa manfaat SDS bagi sekolah/madrasah antara lain: pertama, mempermudah sekolah/madrasah dalam mengelola data jika sewaktu-waktu dibutuhkan seperti saat akreditasi dan menyusun RKT; kedua, mempermudah sekolah/madrasah untuk melakukan administrasi dan menyusun laporan keuangan sekolah/madrasah termasuk BOS; ketiga, memudahkan kepala sekolah/madrasah menyusun Lembar Mutu Sekolah (LMS) setiap tahun sekali; dan keempat, mempermudah KKRKS dalam menyusun profil sekolah/madrasah pada saat akan membuat RKS setiap empat tahun sekali. More Effective Decentralized Education Management and Governance 9

20 2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota Program DBE1 di tingkat kabupaten/kota bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya dalam hal pengembangan kebijakan pendidikan termasuk perencanaan dan penganggaran. Dalam proses perumusan kebijakan, azas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dikedepankan sehingga memberi kesempatan bagi orang tua, anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyuarakan aspirasi mereka untuk kualitas pendidikan yang lebih baik di kabupaten/kota. Program tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan adalah: penyusunan Renstra SKPD, memfasilitasi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menyusun dokumen LAKIP dan Renja berdasarkan Renstra SKPD, analisis keuangan pendidikan kabupaten/kota (AKPK), penghitungan biaya operasional satuan pendidikan (BOSP), penghitungan biaya pencapaian standar dan akses pendidikan (PBPSAP), membantu kabupaten/kota dalam menyusun kebijakan pendidikan (Perda), melaksanakan konsultasi dan lokakarya dengan DPRD dan penguatan Dewan Pendidikan. DBE1 juga melaksanakan program rintisan yaitu sistem informasi manajemen pendidik dan tenaga kependidikan (SIMPTK) di Kabupaten Barru, sistem informasi manajemen aset (SIMA) di Kabupaten Soppeng, dan Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK) di Kabupaten Soppeng dan Enrekang. Empat kabupaten/kota menerima hibah TIK yaitu Kabupaten Pangkep, Jeneponto, Enrekang dan Soppeng. Penguatan kapasitas kabupaten/kota dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung. Hal tersebut bukan hanya ditujukan agar supaya kabupaten/kota memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan dan memiliki keahlian khusus dalam menyusun kebijakan pendidikan. Di beberapa kabupaten/kota telah menunjukkan bahwa unsur eksekutif mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Demikian pula DPRD, Dewan Pendidikan dan masyarakat madani (pers dan LSM) mampu melaksanakan peran dan fungsi yang tepat dalam tatalayanan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Adapun kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen Aset SIMPTK PBPSAP Renja Barru Enrekang Soppeng Luwu Jeneponto Sidenreng rappang Kota Makassar Update BOSP 10 More Effective Decentralized Education Management and Governance

21 Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Pangkajene Kepulauan Manajemen Aset SIMPTK PBPSAP Renja Pinrang Kota Palopo a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan DBE1 telah memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan. Selain itu, DBE1 juga mendorong pemanfaatan Renstra SKPD Dinas Pendidikan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang lebih operasional. Sebagai contoh, Renstra SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng telah digunakan oleh Dinas Pendidikan menyusun rencana kerja tahunan (renja). Penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan didasarkan pada data pendidikan yang terkini, valid, dan relevan. Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota (SIPPK) yang kemudian menjadi Sistem Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) merupakan perangkat lunak pendukung yang disediakan untuk membantu tim penyusun Renstra SKPD. SIPPK menyajikan tabel-tabel profil pendidikan termasuk: angka partsipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka mengulang kelas (AMK), jumlah guru menurut kualifikasi pendidikan, kecukupan sarana dan prasarana dan data pokok pendidikan lainnya. Sistem informasi ini juga dapat membantu dinas pendidikan melihat secara cepat kinerja layanan pendidikan kabupaten menurut sekolah/madrasah. Melalui sajian data dimaksud, dinas pendidikan dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan nyata sekolah/madrasah. Dari tabel kondisi per sekolah, dinas dapat melihat kesenjangan kinerja pendidikan antar sekolah/madrasah dalam satu kecamatan/kabupaten maupun antar kecamatan/desa dalam satu kabupaten. Di samping itu, pemanfaatan SIPPK telah mendorong dinas untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas data pendidikan. Data-base SIPPK dibangun berdasarkan data individu sekolah/madrasah di satu kabupaten yang dikumpulkan setiap awal tahun pelajaran. Gambar 4 menunjukkan salah satu ouput SIPPK tentang angka mengulang kelas SD/MI menurut tingkatan kelas. Gambar 4 menunjukkan tingginya angka mengulang kelas pada kelas 1, bahkan nilainya cukup signifikan hingga pada kelas 5, namun turun secara drastis pada kelas 6. Update BOSP Gambar 4. Angka Mengulang Kelas SD/MI menurut Kelas More Effective Decentralized Education Management and Governance 11

22 Pengembangan kapasitas tim dinas dalam mengolah data melalui SIPPK ini dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan tim data pendidikan dan sub-bagian perencanaan. Sampai dengan saat ini, 10 kabupaten/kota mitra DBE1 telah memiliki SIPPK. Peningkatan kapasitas staf dinas pendidikan dalam menyusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu tujuan program DBE1. Renstra SKPD disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. Kegiatan awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah membangun komitmen dengan kepala dinas pendidikan dan pemangku kepentingan kabupaten/kota, yang dilanjutkan dengan tahapan sebagai berikut. Pembentukan tim penyusun Renstra yang terdiri dari 10 orang dari Dinas Pendidikan, dengan komposisi peserta bervariasi antar kabupaten/kota. Pelatihan penggunaan perangkat lunak SIPPK untuk Tim Penyusun Renstra Penyiapan Data Layanan Pendidikan Pelatihan dan pendampingan penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Bagi Staf Dinas Pendidikan Reviu Draft Renstra di lingkungan internal Dinas Pendidikan dalam lokakarya internal Renstra. Lokakarya eksternal penyusunan Renstra IDENTIFIKASI MASALAH FGD PERSEPSI PELAKU (KASEK, PENYELENGGARA, PENGAWAS, PESANTREN) FGD PERSEPSI NGO PEMERHATI PENDIDIKAN KEBUTUHAN SEKOLAH DALAM RKS SINKRONISASI DATA DENGAN DEPAG KAJIAN MINAT LANJUT SEKOLAH SISWA KELAS 3 SMP/MTs TAHAPAN PENYUSUNAN RENSTRA DINAS PENDIDIKAN ANALISA DATA SEKUNDER DALAM DPISS PROFIL LAYANAN PENDIDIKAN KONFIRMASI DAN UJI SILANG DATA PENETAPAN ISU STRATEGIS PENETAPAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, KEBIJAKAN, PROGRAM- KEGIATAN PEMBIAYAAN INDIKATIF PENYUSUNAN DRAFT AWAL REVISI DRAFT AWAL FINAL DOKUMEN KONSULTASI PD BUPATI KONSULTASI INTERNAL KONSULTASI EKSTERNAL Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Dalam proses penyusunan Renstra, pelibatan pemangku kepentingan juga didorong melalui serangkaian workshop, diskusi, dan konsultasi publik dengan Bupati/ Walikota, DPRD, Bappeda, Kantor Kementerian Agama, Dewan Pendidikan, LSM, Media, perwakilan sekolah baik negeri maupun swasta. Secara umum, proses tersebut di atas memungkinkan pemangku kepentingan memahami lebih mendalam kondisi pendidikan kabupaten/kota masing-masing dan pada gilirannya mampu menyampaikan masukan dan mengkritisi dokumen Renstra dengan tepat. 12 More Effective Decentralized Education Management and Governance

23 DBE1 Sulawesi Selatan mendampingi 10 kabupaten/kota mitra dalam menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan, salah satunya Kabupaten Soppeng. Dimulai 2007, kerja sama DBE1 dan pemerintah Kabupaten Soppeng dilaksanakan secara tepat waktu mengingat bahwa pemerintah kabupaten tersebut telah mengalokasikan dana dan waktu untuk menyelesaikan Rencana Strategis sebelum penentuan Anggaran Tahunan Setelah mengadakan lokakarya pengenalan Renstra untuk Dinas Pendidikan, DBE1 mengadakan beberapa pertemuan guna mendukung usaha pengembangan Renstra yang dilakukan oleh Tim Kabupaten Soppeng. Dari beberapa pertemuan tersebut, ditemukan bahwa, walaupun data dan informasi mengenai bidang pendidikan telah tersedia, analisis lebih jauh masih diperlukan untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai keadaan pendidikan di kabupaten Soppeng. Untuk memproyeksikan jumlah guru yang akan pensiun dalam tahun ini, misalnya, salah satu anggota tim DBE menggunakan tanggal dan tahun kelahiran guru yang telah ada sebagai dasar penghitungan dan analisis. Seperti yang telah disebutkan diatas, Renstra SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng saat ini telah digunakan oleh Dinas Pendidikan menyusun rencana kerja tahunan (renja). Tabel 7. Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota SIPPK RENSTRA Jeneponto Pangkep Soppeng SPSS Enrekang Palopo Makassar Pinrang Sidrap Luwu Barru b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja) Dalam rangka memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja), DBE1 memberikan asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)4 tahun sebelumnya. Sebab, LAKIP merupakan salah satu dasar dari penyusunan Renja tahun berikutnya selain dari dokumen Renstra SKPD. Dalam prosesnya, asistensi penyusunan LAKIP telah meningkatkan kapasitas personil Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. 4 LAKIP wajib disusun oleh setiap instansi pemerintah (entitas pelaporan) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (PP No. 8 tahun 2006, pasal 2). Laporan ini juga merupakan salah satu wujud akuntabilitas SKPD. More Effective Decentralized Education Management and Governance 13

24 Program ini dilaksanakan dalam bentuk lokakarya dan pendampingan sampai dokumen LAKIP tersebut selesai. Dalam proses penyusunan tersebut, peserta dilatih menganalisis capaian kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, baik yang berhasil maupun yang kurang. Jika capaian kinerja rendah, analisis faktor penyebab dilakukan untuk perbaikan kinerja pada tahun mendatang dan sebaliknya, jika kinerja baik juga diungkapkan faktor-faktor pendukungnya agar bisa lebih ditingkatkan. Rencana Kerja (Renja) merupakan salah satu dokumen perencanaan yang wajib dibuat oleh setiap SKPD. Renja berisi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan beserta target yang akan dicapai setahun ke depan. Rencana kerja ini juga menyajikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap program dan kegiatan tersebut. Sebagai dokumen perencanaan tahunan, Renja SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan turunan dari rencana strategis (renstra). Penyusunan Renja Dinas Pendidikan yang difasilitasi oleh DBE1 juga mengacu kepada hasil kinerja tahun sebelumnya yang termuat dalam LAKIP. Tabel 8. Jumlah Staf Dinas Pendidikan Kab/Kota yang Terlibat dalam Penyusunan LAKIP dan Renja Kabupaten/kota LAKIP RENJA Jeneponto 4 5 Pengkep 4 0 Soppeng 4 5 Enrekang 4 4 Palopo 4 6 Makassar 4 0 Pinrang 3 6 Sidrap 4 5 Luwu 4 5 Barru 4 0 Jumlah Personil yang telah difasilitasi dalam penyusunan LAKIP sebanyak 39 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota. Sedangkan yang terlibat dalam penyusunan Renja sebanyak 37 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 7 (tujuh) Kabupaten/Kota. c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sumber pendanaan dan alokasi belanja sektor pendidikan kabupaten/kota. Hasil analisis keuangan sektor pendidikan5 9 (sembilan) kabupaten/kota menunjukkan bahwa belanja gaji pegawai menyerap anggaran terbesar, yaitu rata-rata sebesar Rp 129,5 miliar atau mencapai 79%, sementara belanja modal 5 Keuangan sektor pendidikan meliputi APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/kota, baik yang ada di Dinas Pendidikan maupun SKPD lain 14 More Effective Decentralized Education Management and Governance

25 PBM sangat kecil yaitu rata-rata senilai Rp 2,2 miliar atau hanya 1% dari total anggaran sektor pendidikan. Hasil penghitungan AKPK telah digunakan sebagai dasar dalam penetapan pagu indikatif belanja dan estimasi kapasitas pendanaan sektor pendidikan, khususnya dalam penyusunan Renstra SKPD pendidikan pada sembilan kabupaten/kota dimaksud. Salah satu contoh, Bappeda Kabupaten Pinrang telah menggunakan AKPK sebagai bahan untuk menilai rencana anggaran yang diajukan oleh Dinas Pendidikan pada Tahun Anggaran Gambar 6. Rata-rata Alokasi Belanja Sektor Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Menurut Jenis Pembiayaan Tahun 2008 Gambar 7. Perbandingan Komposisi Pendanaan Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Tahun 2008 (Dalam Milyar Rupiah) More Effective Decentralized Education Management and Governance 15

26 AKPK menyajikan informasi terkait dengan (i) total belanja sektor pendidikan dan porsinya dalam APBD Kabupaten/Kota, (ii) sumber-sumber pendanaan pendidikan, (iii) jumlah dari masing-masing sumber dana tersebut (APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, dan lainnya), (iv) jenis belanja sektor pendidikan, dan (v) jumlah yang dibelanjakan untuk setiap jenjang pendidikan secara keseluruhan atau per murid. Hasil AKPK diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan kebijakan anggaran, khususnya dalam perumusan strategi pembiayaan sektor pendidikan agar lebih efektif, efisien dan produktif pada tahun anggaran berikutnya. Artinya, alokasi anggaran sektor pendidikan lebih diprioritaskan pada pembiayaan program/kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan mutu proses dan output pembelajaran. AKPK juga dapat menjadi acuan dalam penetapan skala prioritas pembiayaan program/kegiatan pada Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan. AKPK dilaksanakan oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangan Setda, Bappeda, dan Dewan Pendidikan. Pendekatan yang digunakan dalam proses AKPK adalah: Pelatihan intensif tim kerja kabupaten/kota melalui Workshop Konsep dan Metode AKPK Penghitungan dan pemilahan belanja sektor pendidikan melalui serangkaian Workshop tingkat kabupaten/kota Konsultasi internal Dinas Pendidikan sebagai uji validitas terhadap hasil AKPK sebelum ditetapkan sebagai hasil akhir Penyusunan dokumen analisis, simpulan dan rekomendasi kebijakan Konsultasi publik sebagai bagian dari upaya membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan kearah yang lebih baik. Dalam rentang waktu pelaksanaan program DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan telah difasilitasi penghitungan AKPK di 8 kabupaten dan 2 kota. Tabel 9. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan AKPK No. 1 Jeneponto Kabupaten/Kota 2 Pangkajene dan Kepulauan 3 Soppeng 4 Enrekang 5 Palopo 6 Makassar 7 Pinrang 8 Sidenreng Rappang 9 Luwu 10 Barru *) *) Kabupaten Barru adalah kabupaten mitra yang didampingi untuk program BOSP, AKPK, dan Renstra Dinas Pendidikan untuk pengembangan service provider dari Universitas Negeri Makassar. 16 More Effective Decentralized Education Management and Governance

27 Dari sepuluh kabupaten/kota tersebut telah dirampungkan 10 (sepuluh) dokumen AKPK, dan telah dilatih 60 orang anggota tim kerja, yaitu rata-rata 6 orang per kabupaten/kota. d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) PP 19/2005 tentang Standar Pembiayaan mendefinisikan Biaya Operasional 6 Satuan Pendidikan (BOSP) sebagai bagian dari dana pendidikan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan sesuai SNP dapat berlangsung secara teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan PP 19/2005 tersebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2008 mengembangkan metode penghitungan BOSP, hasil dari penghitungan yang dilakukan oleh BSNP ini kemudian dituangkan ke dalam Permendiknas 69/2009 tentang Standar Pembiayaan Pendidikan. Bekerja sama dengan BSNP, DBE1 melakukan pengembangan lebih lajut dari metode tersebut dengan melakukan tiga penyesuaian: 1. Penyesuaian harga satuan dengan menggunakan standar harga Kabupaten/Kota 2. Menyesuaikan volume bila kabupaten/kota memandang kebutuhan mereka berbeda dengan standar BSNP 3. Melakukan penambahan/pengurangan line item untuk merefleksikan kebutuhan yang berbeda di tiap Kabupaten/Kota Pengembangan metode ini dilakukan agar hasil penghitungan BOSP tersebut dapat lebih baik merefleksikan kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota yang sangat beragam. Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap selalu menjadi referensi tolok ukur dari hasil penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1. Manfaat utama dari hasil penghitungan BOSP ini adalah menjadi sumber informasi bagi pemangku kebijakan dalam melihat sejauh mana kebutuhan operasional sekolah telah terpenuhi. Hasil BOSP yang dihitung per siswa ini disandingkan dengan Bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat, ataupun dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melihat kesenjangan yang ada. Dari sini, pemangku kepentingan dapat memformulasikan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan BOSP yang diperlukan. Di Kabupaten Enrekang, misalnya, hasil penghitungan BOSP telah dijadikan pertimbangan dan menjadi acuan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan. Di Kabupaten Pinrang, berdasarkan hasil penghitungan BOSP, Pemerintah Kabupaten Pinrang mengalokasikan anggaran untuk bantuan operasional kepada siswa SMAN sebesar Rp per siswa per tahun pada tahun anggaran 2009, dan Rp per siswa per tahun untuk tahun anggaran Bagi sekolah/madrasah, hasil penghitungan BOSP digunakan sebagai dasar pengajuan kebutuhan dana operasional kepada pemerintah daerah maupun pihak lain. Hasil penghitungan BOSP juga memberikan gambaran kepada orang tua tentang kebutuhan dana operasional sekolah/madrasah sehingga dapat menumbuhkan partisipasi. 6 Biaya operasional adalah biaya pegawai (gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan serta honor guru sukarelawan/tidak tetap dan tenaga kependidikan sukarelawan) dan biaya bukan pegawai (ATS, bahan dan alat habis pakai, rapat-rapat, transport/perjalanan dinas, penilaian/evaluasi, langganan daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana, pendukung pembinaan siswa ditambah dengan bantuan personal siswa kurang mampu, investasi ringan: buku teks, buku referensi, komputer, alat peraga/media) More Effective Decentralized Education Management and Governance 17

28 Di sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan hasil penghitungan biaya operasional pendidikan adalah sebagai berikut. Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2008/2009 Kab/Kota Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per siswa/tahun (Rupiah) SD SMP SMA Jeneponto Pangkep Soppeng Enrekang Palopo Makassar Pinrang Sidrap Luwu Barru BSNP *) *) BSNP: Badan Standar Nasional Pendidikan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa kebutuhan biaya operasional satuan pendidikan untuk siswa di semua jenjang pendidikan masih kurang dibandingkan dengan pendapatan sekolah/madrasah. Perbandingan Antara BOSP Non Pegawai dengan Pendapatan Jenjang SD/MI Kekurangan Rp Siapa yang mencukupi? BOSP Rp Rp APBD Kabupaten Rp APBD Provinsi Rp BOS APBN Gambar 8. Perbandingan Antara BOSP per Siswa dan Pendapatan SD/MI Kabupaten Pinrang Tahun More Effective Decentralized Education Management and Governance

29 Perbandingan Antara BOSP Non Pegawai dengan Pendapatan Jenjang SMP/MTs Kekurangan Rp Siapa yang mencukupi? Rp APBD Kabupaten BOSP Rp Rp APBD Provinsi Rp BOS APBN Gambar 9. Perbandingan antara BOSP per Siswa dan Pendapatan di SMP/MTs Kabupaten Pinrang Tahun 2009 BOSP dihitung oleh tim kerja yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, Bappeda, DPKAD/BPKAD/ Bagian Keuangan Setda, dan kepala sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA). Penghitungan BOSP dilakukan melalui serangkaian lokakarya, konsultasi Internal, dan konsultasi Publik. Serangkaian kegiatan dimaksudkan melibatkan Dinas Pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangn Setda, DPRD, Dewan Pendidikan, Bappeda, BKD, Kepala Sekolah/Guru (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), Pengawas, KCD/UPTD, SKB, Kantor Kementerian Agama, komite sekolah, bagian Hukum Setda, Humas Pemda, Infokom, LSM, dan Pers. Tabel 10 menunjukkan jumlah daerah yang telah difasilitasi DBE1 untuk program penghitungan BOSP. Tabel 11. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan BOSP No. 1 Jeneponto Kabupaten/Kota 2 Pangkajene dan Kepulauan 3 Soppeng 4 Enrekang 5 Palopo 6 Makassar 7 Pinrang 8 Sidenreng Rappang 9 Luwu 10 Barru More Effective Decentralized Education Management and Governance 19

30 Konsultasi Publik yang dihadiri oleh Bupati/Walikota/Wakil Bupati/Asisiten/Sekda digunakan untuk membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan. Hasil penghitungan BOSP di sepuluh kabupaten/kota Tahun 2008/2009 telah disampaikan kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan pada pertemuan audience bulan Januari 2011 lalu. Hasilnya, Gubernur menyambut baik dan disarankan melalui Dinas Pendidikan dan Bappeda untuk mendorong kabupaten/kota lainnya melakukan penghitungan yang sama. Hasil penghitungan dimaksud diharapkan dapat menguatkan strategi implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2011 penghitungan BOSP menjadi paket program Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP), oleh karena itu tidak semua BOSP kabupaten/kota dimutakhirkan. Pemutakhiran penghitungan BOSP hanya dilakukan di tujuh kabupaten/kota, termasuk Kota Makassar yang menjadi uji coba metodologi penghitungan BOSP berbasis kegiatan. Selain itu, alasan kuat pemutakhiran penghitungan BOSP dilakukan karena selain dipengaruhi oleh perubahan harga satuan barang dan jasa, juga adanya perubahan pendekatan penghitungan. Pemutakhiran penghitungan ini menggunakan pendekatan berbasis kegiatan yang didasarkan pada 8 Standar Nasional Pendidikan, sedangkan sebelumnya dengan menggunakan pendekatan biaya. Adapun hasil pemutakhiran penghitungan BOSP di tujuh kabupaten/kota adalah sebagai berikut: Tabel 12. Hasil Pemutakhiran Penghitungan BOSP Tahun 2011 Kab/Kota Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per siswa/tahun (Rupiah) SD SMP SMA Pangkep Soppeng Enrekang Palopo Makassar Sidrap Barru Permendiknas 69/ Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap digunakan sebagai referensi tolok ukur dari hasil pemutakhiran penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1. Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa hasil pemutakhiran penghitungan BOSP tesebut masih banyak yang melebihi hasil penghitungan BSNP. Masih diperlukan dana tambahan untuk menutupi kesenjangan dalam perbedaan tesebut. Berdasarkan hasil pemutakhiran BOSP Kota Palopo, Walikota Palopo telah menerbitkan Peraturan Walikota tahun 2011 tentang biaya standar kontribusi 20 More Effective Decentralized Education Management and Governance

31 masyakarat terhadap biaya operasional penyelenggaraan pendidikan jenjang menengah maksimal Rp 200 ribu per siswa untuk SMA dan Rp 250 ribu per siswa untuk SMK. e. Penghitungan Biaya Perencanaan Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP) Dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya mencapai dua sasaran kebijakan utama, yaitu (1) Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang dicapai dengan memperluas akses pendidikan di tingkat SD/MI dan SMP/MTs dalam bentuk investasi pada infrastruktur sekolah; (2) pemerataan mutu pendidikan, sebuah kebijakan yang penting untuk menjawab keluhan banyak pihak mengenai ketidakadilan di dalam penyediaan layanan pendidikan. Salah satu instrumen kebijakan yang dianggap tepat dalam mendukung sasaran kedua ini adalah dengan memperkenalkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang pendidikan yang akan memberikan arahan penyediaan layanan pendidikan. Untuk dapat mencapai SPM tentunya diperlukan pendanaan yang cukup. Oleh karena itu, DBE1 mengembangkan suatu metode yang dapat digunakan oleh daerah untuk mengetahui estimasi biaya yang diperlukan dalam mencapai SPM dan target akses, yaitu Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP). Untuk melakukan PBPSAP, DBE1 mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) yang merupakan pengembangan dari SIPPK guna menghasilkan profil pencapaian SPM kabupaten/kota. Input dari SIMP-K adalah data PadatiWeb dan SIM-NUPTK yang dimiliki oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. Gambar 10. Tahapan Analisis PBPSAP Di Provinsi Sulawesi Selatan, daerah yang mendapatkan program PBPSAP adalah Kabupaten Barru, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Soppeng, dan Kota Palopo. Keenam daerah dimaksud dipilih karena mempunyai data PadatiWeb dan SIM-NUPTK tahun 2010 yang relatif valid. Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam PBPSAP ini adalah: Pelatihan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) bagi data operator dinas pendidikan. More Effective Decentralized Education Management and Governance 21

32 Lokakarya PBPSAP bagi para pengambil keputusan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota Konsultasi internal dinas pendidikan kabupaten/kota Lokakarya review hasil PBPSAP oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota Hasil yang dicapai dalam kegiatan PBPSAP adalah: Di enam kabupaten/kota tersebut masing-masing terdapat dua orang data operator yang mampu mengolah data PadatiWeb dan SIM-NUPTK dengan menggunakan SIMP-K. Para pengambil kebijakan di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tersebut mampu menganalisis data hasil olahan SIMP-K, merumuskan alternatif kebijakan dalam rangka mencapai SPM dan target akses, dan menghitung estimasi kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses. Dinas Pendidikan dari enam Kabupaten/Kota tersebut telah memiliki gambaran mengenai kebutuhan biaya yang diperlukan untuk mencapai SPM dan target akses. Hasil PBPSAP ini diharapkan menjadi input dalam penyusunan perencanaan pendidikan kabupaten/kota. f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan Dalam rangka mendukung peran DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan dalam mendorong lahirnya kebijakan pendidikan yang berkualitas, DBE1 menyelenggarakan konsultasi dengan komisi yang membidangi pendidikan. Beberapa kegiatan konsultasi diantaranya lokakarya multistakeholder, memberikan informasi tentang implementasi tatalayanan pendidikan di kabupaten/kota, dan memberi masukan untuk penyempurnaan dokumen perencanaan dan penganggaran. DBE1 juga melakukan konsultasi dengan anggota komisi pendidikan DPRD yang baru terpilih untuk periode Selama kurun waktu sebanyak 79 anggota DPRD dari unsur ketua, ketua/anggota komisi yang membidangi pendidikan dan badan anggaran di sembilan kabupaten/kota telah terlibat dalam proses konsultasi. Sebagai contoh hasil konsultasi dengan DPRD, Komisi C (saat ini Komisi II) DPRD Sidrap mendukung adanya alokasi anggaran APBD untuk program-program diseminasi, merancang Perda Penyelenggaraan Pendidikan Gratis, salah satu klausulnya adalah tentang kewajiban semua sekolah menyusun RKS/RKT, serta aktif melakukan pengawasan atas implementasi kebijakan pendidikan. Di Kabupaten Soppeng telah disahkan Perda tentang Penyelenggaraan Pendidikan atas usul bersama antara DPRD, eksekutif, dan pemangku kepentingan pendidikan. Di Kabupaten Pinrang, hasil penghitungan BOSP dipakai sebagai dasar pengalokasian bantuan operasional untuk jenjang SMAN, sementara di Kabupaten Pangkep melalui sekertaris badan anggaran DPRD, secara aktif mendorong agar pemerintah Kabupaten Pangkep dapat melakukan perluasan dampak program-program DBE1. Misalnya, perlunya setiap SKPD menyusun Renstra dengan mengacu pada model yang dikembangkan oleh DBE1. Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep sedang dalam proses pendampingan penyusunan Renstra periode dengan menggunakan dana APBD. g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan Dalam rangka mendukung keikutsertaan dewan pendidikan dalam perumusan kebijakan pendidikan kabupaten/kota, DBE1 melakukan lokakarya bersama Dewan 22 More Effective Decentralized Education Management and Governance

33 Pendidikan7 dan melibatkan mereka secara intensif pada kegiatan-kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten antara lain penyusunan rencana strategis, diskusi dan lokakarya penghitungan biaya operasional sekolah/madrasah, dan pembahasan analisis keuangan pendidikan kabupaten. Dewan Pendidikan juga diikutsertakan dalam penguatan kapasitas komite sekolah/madrasah maupun lokakarya penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah. Hingga saat ini, jumlah anggota Dewan Pendidikan yang telah terlibat aktif dalam program DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan adalah 61 orang. Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh DBE1, beberapa orang anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota telah terlibat secara aktif dalam perumusan kebijakan pendidikan. Sebagai contoh, Dewan Pendidikan Kabupaten Soppeng terlibat sebagai anggota tim penyusun Perda tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Dewan Pendidikan Kabupaten Sidrap, Enrekang, Palopo, Luwu menjadi mediator untuk mengintegrasikan RKS ke dalam Renstra serta Dewan Pendidikan Kota Makassar mendorong Dinas Pendidikan untuk menyusun Renstra berbasis data dan informasi. h. Kebijakan DBE1 memfasilitasi pengembangan kebijakan pendidikan berupa Peraturan Daerah (Perda), atau Surat Keputusan (SK) Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan. Bentuk fasilitasi dan dukungan kebijakan dimaksud bervariasi yakni melalui pendampingan proses secara langsung, dukungan input berdasar analisis yang merupakan output dari beberapa program DBE1. Sebagai contoh di Kabupaten Sidrap SK Kepala Dinas Pendidikan tentang kewajiban semua sekolah menyusun RKS/RKT, dan hal tersebut diharapkan menjadi salah satu klausal dalam Perda Pendidikan Kabupaten Sidrap. Di Kabupaten Enrekang hasil penghitungan BOSP menjadi input klausul pembiayaan pendidikan dalam Perda Pembiayaan Pendidikan. Di Kabupaten Soppeng, seluruh hasil program DBE1 disertakan dalam naskah akademik. Penyusunan rancangan Perda pendidikan di Soppeng dikembangkan melalui proses manajemen dan tatalayanan yang baik yaitu berdasarkan hasil analisis data pendidikan, analisis legal baseline, serta prosesnya partisipatif yang melibatkan legislatif, masyarakat, dan pelaku pendidikan (guru, kepala sekolah/madrasah, dan murid). Perda Pendidikan Kabupaten Soppeng telah disahkan pada bulan Agustus 2011, yakni menjadi Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kabupaten Soppeng. Kebijakan lainnya di Kabupaten Soppeng yaitu Surat Keputusan Bupati tentang Mekanisme Pelaporan Aset/Barang Daerah. SK tersebut tidak saja ditujukan kepada Dinas Pendidikan tetapi juga untuk Dinas Kesehatan. Tabel 13 merangkum bentuk kebijakan di masing-masing kabupaten/kota: Tabel 13. Daftar Kebijakan yang Penyusunannya Difasilitasi DBE1 Kabupaten Bentuk Kebijakan Penjelasan Soppeng Perda no 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan SK Bupati Nomor 028/506/DPPKAD/VII/2010 tentang Mekanisme Pelaporan Aset/barang Daerah. Sudah disahkan Memerintahkan kepada semua sekolah untuk menerapkan mekanisme pencatatan dan pelaporan aset 7 Kepmendiknas No. 044/U/2002 menyebutkan Dewan Pendidikan memiliki peran advisory (memberi pertimbangan), controlling (pengawasan), supporting (memberi dukungan), dan mediating (melakukan mediasi). More Effective Decentralized Education Management and Governance 23

34 Kabupaten Bentuk Kebijakan Penjelasan Sidrap Perda nomor 3 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis Enrekang Perda nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan Palopo Peraturan Walikota tentang penetapan standar kontribusi masyarakat untuk tingkat SMA/SMK Barru Keputusan Bupati Barru Nomor tentang Mutasi Guru di Lingkungan Pemerintah Barru Bab VI pasal 13 memuat tentang kewajiban setiap sekolah menyusun RKS/RKT Bab V memuat tentang pendanaan pendidikan berdasarkan hasil BOSP dan AKPK Mengunakan output pemutakhiran BOSP Tahun 2011, sudah diterbitkan dan diedarkan ke sekolah Berdasarkan output hasil SIMPTK tentang analasis profil guru di Kabupaten Barru Tahun 2010 i. Teknologi, Informasi, dan Komunikasi atau Information, Communication, and Technology (ICT) DBE1 memberikan hibah ICT kepada 14 penerima hibah di 11 kabupaten/kota di enam provinsi mitra. Di Provinsi Sulawesi Selatan, hibah diberikan kepada 4 kabupaten yakni Kabupaten Jeneponto, Pangkep, Enrekang dan Soppeng. Program hibah ICT bertujuan untuk meningkatkan akses pemangku kepentingan kepada teknologi dan meningkatkan mutu pendidikan. Program ini dilaksanakan bersama-sama dengan berbagai konsorsium yang terdiri dari sektor swasta dan institusi pemerintahan misalnya Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan Perpustakaan Daerah. Sulawesi Selatan 4 29% Sumatera Utara 1 7% Banten 1 7% Jawa Barat 2 14% Jawa Timur 3 21% Jawa Tengah 3 22% Gambar 11. Alokasi Hibah ICT di Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia 24 More Effective Decentralized Education Management and Governance

35 Besaran Bantuan Dana Hibah ICT- Sulawesi selatan (Rp.) PT RekTi- Indo Komputer- Enrekang; Soppeng; TCC-Jeneponto; YPK Amanah- Pangkep; Gambar 12. Alokasi Hibah ICT DBE1 di Kabupaten Mitra Di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, DBE1 memfasilitasi pelaksanaan hibah ICT yang dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari YPK Amanah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan Departemen Agama. Hibah TIK Kabupaten Pangkep meliputi beberapa kegiatan yaitu pembangunan Internet Service Provider (ISP), Pelatihan ICT (aplikasi perkantoran, jaringan/networking, teknisi komputer dan internet) dan Intranet/internet untuk Dinas Pendidikan, Departemen Agama, kantor pemerintah dan sekolah baik di wilayah daratan maupun kepulauan. Untuk Kabupaten Soppeng, DBE1 memfasilitasi pelaksanaan hibah ICT yang dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari Indo Komputer, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga dan Perpustakaan Daerah. Hibah TIK Kabupaten Soppeng digunakan untuk program pelatihan interaktif dengan perangkat ICT. Di Kabupaten Enrekang, DBE1 memfasilitasi pelaksanaan hibah ICT yang dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari PT.Rekayasa Teknologi Informasi, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Departemen Agama, Kantor Infokom dan Perpustakaan Daerah. Hibah TIK Kabupaten Enrekang digunakan untuk penyusunan media pembelajaran interaktif dengan perangkat ICT. Sedang Kabupaten Jeneponto, DBE1 memfasilitasi pelaksanaan hibah ICT yang dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari Turatea Computer Center dan Departemen Agama. Hibah TIK Kabupaten Jeneponto digunakan untuk pengembangan kapasitas staf Depag dalam menggunakan aplikasi paket perkantoran (Windows, Office, internet dan perawatan komputer) untuk tingkat dasar. Secara keseluruhan, perangkat-perangkat yang telah diberikan berupa tower dengan perangkat radio, khusus untuk ISP di wilayah daratan dan kepulauan di Kabupaten Pangkep, sementara untuk kabupaten lainnya mendapatkan perangkat secara bervariasi berdasarkan kebutuhan seperti; Server, PC, Laptop, Printer, Genset, Network dan accesories pendukung lainnya termasuk perangkat lunak. Selain perangkat tersebut di atas, juga telah dilatih 180 orang yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru, staf dinas pendidikan, departemen agama, perpustakaan daerah, kantor infokom dan umum. Untuk mendukung keberlanjutan program setelah DBE1 berakhir pada tahun 2011, seluruh bagian dari hibah ICT (perangkat lunak, perangkat More Effective Decentralized Education Management and Governance 25

36 keras, dan teknologi terkait) telah diserahkan kepada pihak pemerintah daerah yang telah mengikuti kegiatan hibah ICT sejak awal. Dengan berbagai kegiatan yang didanai hibah ICT diharapkan masyarakat, siswa, dan penerima manfaat lain memiliki kemudahan dalam mengakses Internet, menggunakan perangkat lunak (software) yang umum dipakai seperti Microsoft Office dan Excel, dan meningkatkan keahlian maupun pengetahuan terkait ICT lainnya. Untuk penduduk Pulau Salemo yang menjadi bagian dari pelaksanaan hibah ICT di Kabupaten Pangkep, diharapkan akses internet dapat mengurangi keterpencilan mereka dari dunia luar. j. Program Rintisan DBE1 melaksanakan beberapa program rintisan: Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMP-TK), Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), dan Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK). Program-program ini hanya dilaksanakan di satu atau dua kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan (lihat daftar di bawah). Tabel 14. Daftar Program Rintisan Program SIMPTK SIMA RPK Kabupaten/Kota Barru Soppeng Soppeng dan Enrekang Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK) Kabupaten Barru sebagai salah satu kabupaten terpilih untuk peluncuran program SIMPTK. Terpilihnya Kabupaten Barru dengan pertimbangan bahwa komitmen Pemerintah Barru untuk melengkapi data SIM-NUPTK dan PadatiWeb sebagai prasyarat utama penerapan program tersebut. Program ini telah menghasilkan profil pendidik, berupa hasil analisis tentang (i) kecukupan/kekurangan jumlah pendidik, (ii) kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan peraturan perundangan, (iii) estimasi kebutuhan dan ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan untuk lima tahun ke depan. Hasil analisis telah dijadikan dasar perencanaan dan kebijakan untuk penetapan formasi dan distribusi pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten tersebut. Salah satu output dari program SIMPTK di Kabupaten Barru dapat dilihat pada Gambar 12 berikut: 26 More Effective Decentralized Education Management and Governance

37 Gambar 13. Kecukupan Jam mengajar Guru Per Jenjang di Kabupaten Barru Tahun 2010 Seperti disebutkan dalam Permendiknas 39 Tahun 2009, guru wajib mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu. Pada jenjang SD terdapat sekitar 40% guru yang jam mengajarnya kurang dari 24 Jam per minggu, pada jenjang SMP kondisinya lebih buruk karena terdapat sekitar 74% guru jam mengajarnya kurang dari 24 jam per minggu, dimana dalam jumlah tersebut ada sekitar 15% guru jam mengajarnya bahkan kurang 12 jam per minggu. Kondisi yang relative sama terjadi pada jenjang menengah SMA dan SMK. Pada SMA ada sekitar 67% guru yang jam mengajarnya kurang dari 24 jam per minggu, sementara pada SMK ada sekitar 56%. Berdasarkan hasil tersebut, maka direkomendasikan kepada pemerintah Kabupaten Barru untuk melakukan pemerataan guru, karena sebagian besar guru yang kekurangan jam mengajar tersebut terkonsentrasi di wilayah ibu kota kabupaten dan kecamatan, pada saat yang sama masih banyak sekolah yang kekurangan guru. Satu hal penting untuk dipaparkan dalam laporan ini adalah bahwa output analisis dari program ini telah direspon Bupati Barru dengan kebijakan mutasi terhadap 350 orang guru. Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA)8 untuk tingkat sekolah/madrasah dan dinas pendidikan telah dilaksanakan di Kabupaten Soppeng. Pemerintah Kabupaten Soppeng sangat merespon program ini, ditandai dengan adanya Surat Keputusan Bupati Soppeng nomor 028/506/DPPKAD/VII/2010 tentang Mekanisme Pelaporan aset/barang Daerah, tidak hanya ditujukan kepada Dinas Dikmudora, tetapi juga untuk Dinas Kesehatan. Program ini telah didiseminasi di tingkat SD/MI se Kabupaten Soppeng. Program tersebut juga telah dideseminasikan di Kabupaten Pangkep di 45 SD/MI, di di Kabupaten Barru telah dilaksanakan TOT calon fasilitator SIMA, ada 30 orang yang telah mengikuti pelatihan dimaksud yeng terdiri dari unsur Kepala UPTD dan staf operator, Pengawas dan DPKAD. Sistem ini didasarkan kepada Permendagri 8 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 32/2004 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bawah lembaga pusat menyerahkan aset kepada kabupaten/kota. Aset pendidikan meliputi sarana dan prasarana tingkat sekolah, unit pelaksana teknis daerah (UPTD) dan SKPD. Di tingkat kabupaten/kota ada dua SKPD yang bertanggungjawab soal pengelolaan aset pendidikan yakni Dinas Pendidikan dan Dinas Pendapatan, Pencatatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD). More Effective Decentralized Education Management and Governance 27

38 Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas sekolah/ madrasah dan dinas pendidikan kabupaten/kota dalam mendata, mengelola dan merawat sarana dan prasarana sekolah/madrasah. Sistem Manajemen Aset di tingkat sekolah/madrasah meliputi Panduan perawatan ringan/pencegahan dan Aplikasi Sistem Manajemen Aset, sedangkan di tingkat kecamatan dan kabupaten diterapkan Aplikasi Sistem Manajemen Aset yang mengagregasi data aset sekolah/madrasah. Alat bantu (tools) yang digunakan dalam pencatatan inventaris sekolah menggunakan perangkat lunak dengan nama E-form, tools ini telah digunakan di kabupaten soppeng pada 20 Sekolah dampingan DBE dan adanya komitmen dari Kepala Dinas Dikmudora kabupaten Soppeng sehingga semua sekolah yang ada di kabupaten Soppeng dapat menerapkan sistem ini. Fungsi dari E-form ini terbilang cukup membantu sekolah, UPTD, Dinas Pendidikan (khususnya Pengurus barang) dan DPPKAD. Output yang dihasilkan dari E-form dapat menerjemahkan 2 peraturan dalan bentuk laporan Aset Barang Milik Daerah dan analisis standar pemenenuhan kebutuhan pendidikan, disebutkan juga bahwa program ini bisa menghasilkan pengelompokan Kartu Inventaris Barang (KIB), Kartu Inventaris Ruang (KIR), Buku Inventaris dan Buku Rekapitulasi di tingkat sekolah, kecamatan dan kabupaten/dinas Dikmudora). Selain hal tersebut di atas, Sistem Manajemen Aset juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sekolah/madrasah dan dinas pendidikan kabupaten/kota dalam mendata, mengelola dan merawat sarana dan prasarana sekolah/madrasah. Program SIMA dilaksanakan di Kabupaten Soppeng dan diseminasi di beberapa sekolah di Kabupaten Pangkep, dan TOT calon fasilitator di Kabupaten Barru. Pencapaian terbaik dari program SIMA adalah di Kabupaten Soppeng karena program dimaksud telah dideseminasi ke semua sekolah SDN di Kabupaten tersebut. Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK) sangat bermanfaat bagi Kabupaten Soppeng dan Enrekang dalam mengidentifikasikan kebutuhan pengembangan kapasitas dinas pendidikan. Kebutuhan yang telah diidentifikasi tidak hanya pada kebutuhan pelatihan staff tetapi juga pada pengembangan atau peningkatan sistem manajemen seperti pembenahan sistem dan prosedur analisis keuangan pendidikan. Di Kabupaten Soppeng dan Enrekang, hasil dari RPK telah diintegrasikan ke dalam Renstra SKPD Dinas Pendidikan. Penyusunan RPK dilaksanakan melalui pelatihan, workshop, kerja mandiri dan konsultasi publik. Sistem Database Sekolah++ merupakan pengembangan dari SDS regular. Karena merupakan pengembangan dari SDS reguler sebelumnya, maka ada tambahan beberapa fitur dalam versi ini antara lain: Tingkat Sekolah: sekolah dapat menghasil profil sekolah selama 3 tahun, laporan bulan sekolah (LBS), Laporan Individu Sekolah SD/MI (LI-SD/MI), Rencana Kerja Tahunan (RKT), Lembar Mutu Sekolah (School Report Card) dan pelaporan BOS yang terdiri dari beberapa ouput yang sering digunakan oleh sekolah. Tingkat Kecamatan: rangkuman kecamatan (RC), Profil Wilayah, Indikator Kinerja Pendidikan (APM, APK, APTs dan AMK) dan Laporan sekolah sendiri (LBS), Profil Sekolah, LS-SD/MI. 28 More Effective Decentralized Education Management and Governance

39 Tingkat Kabupaten: Profil Sekolah, LI-SD/MI PadatiWeb, Rangkuman Kabupaten SD/MI, Profil Wilayah, Indikator Kinerja Pendidikan (APM, APK, APTs & AMK) dan Demografi Kabupaten/Kota. Tambahan device (Portabel): untuk perangkat tambahan selain computer/laptop yang digunakan saat melakukan input data pada SDS++ ini, para user masih memerlukan perangkat tambahan yang sifatnya mobile seperti PDA/Handphone/ Smartphone yang gunakan untuk melakukan sinkronisasi data dari komputer sekolah ke komputer UPTD/kecamatan dan selanjutnya dari komputer UPTD akan dilakukan sinkronisasi dengan komputer yang ada di kabupaten. Selain fungsi untuk menjembatani sinkronisasi data dari sekolahkecamatan-kabupaten, perangkat portabel ini juga sangat membantu pemegang kebijakan saat melakukan audiensi atau presentasi, karena dengan perangkat portable pun dapat ditampilkan beberapa informasi yang berkaitan dengan data pendidikan kabupaten. More Effective Decentralized Education Management and Governance 29

40 III. Upaya Keberlanjutan a. Diseminasi Pprogram Program DBE1 dalam kerjasamanya dengan sekolah/madrasah dan kabupaten/kota mitra telah menghasilkan banyak praktik baik di tingkat sekolah/madrasah, kabupaten/kota, maupun integrasi antara sekolah/madrasah dan kabupaten/kota. Untuk mendukung upaya keberlanjutan program, DBE1 mendorong pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan untuk mengembangkan hal tersebut secara mandiri, baik di level sekolah/madrasah maupun pada level kabupaten/kota. Pengembangan praktik baik yaitu melanjutkan praktik-praktik yang sudah ada ke sekolah/madrasah dan ke kabupaten/kota lain non mitra DBE1. Untuk tujuan dimaksud diharapkan pemerintah kabupaten/kota dapat memanfaatkan berbagai sumber dana dari APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, BOS, DAK, dan DIPA Kementerian Agama atau sumberdaya lainnya yang sah. Untuk tingkat sekolah, penyusunan RKS/M, RKT, dan RKAS yang partisipatif perlu terus dilanjutkan oleh sekolah mitra DBE1, diharapkan kabupaten/kota melakukan diseminasi ke sekolah/madrasah non mitra DBE1. Hal yang sama juga dilakukan untuk program tingkat kabupaten/kota seperti penyusunan Renstra, LAKIP, dan Renja yang berbasis data. Hasil penghitungan BOSP dan AKPK perlu diperbaharui setiap tahunnya atau minimal dalam dua tahun sekali. Demikian pula kebijakan pendidikan seperti Perda Pendidikan yang telah disusun secara partisipatif perlu diterapkan, dimonitoring dan dievaluasi pelaksanaannya dan dilakukan revisi bila diperlukan. Sampai dengan tahun 2011 dana yang dialokasikan dari sekolah/madrasah dan kabupaten/kota untuk diseminasi program DBE1 di 9 kabupaten/kota mitra di Sulawesi Selatan menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 15. Komitmen untuk Diseminasi di Provinsi Sulawesi Selatan No Tahun Dana Diseminasi APBD Non APBD Total Berikut adalah gambaran alokasi anggaran dan jumlah sekolah/madrasah diseminasi di masing-masing kabupaten/kota. 30 More Effective Decentralized Education Management and Governance

41 Tabel 16. Jumlah Sekolah/Madrasah Diseminasi No Kabupaten/Kota Dana Diseminasi Jumlah Sekolah/Madrasah APBD NonAPBD SD MI SMP MTs 1 Barru Enrekang Kota Makassar Kota Palopo Luwu Pangkajene Kepulauan Pinrang Sidenreng rappang Soppeng Dengan berbagai kegiatan tingkat sekolah yang dilakukan DBE1 Sulawesi Selatan, tabel dibawah ini menunjukkan sekolah mitra dan diseminasi serta jumlah siswa penerima manfaat dari kegiatan-kegiatan ini. Tabel 17. Jumlah Sekolah dan Siswa Penerima Manfaat DBE1 Provinsi Sulawesi Selatan Mitra Diseminasi # sekolah # siswa # sekolah # siswa Selain dari diseminasi tingkat sekolah/madrasah, DBE1 juga telah berhasil melakukan diseminasi program di tingkat kabupaten/kota. Berikut disajikan daftar program tingkat sekolah/madrasah dan program tingkat kabupaten/kota yang didiseminasikan oleh kabupaten/kota mitra DBE1. Tabel 18. Daftar Program DBE1 yang Telah Didiseminasikan oleh Kabupaten/Kota Enrekang Kabupaten/Kota Kota Makassar Kota Palopo Luwu Pangkajene dan Kepulauan Pinrang Sidenreng rappang Soppeng Barru RKS RKS, Leadership, SDS RKS RKS Program yang didiseminasi RKS, Management Aset, Renstra, SIPPK RKS, SDS RKS RKS, Leadership, Komsek, SDS, Management Aset ToT Komsek, ToT Leadership, dan ToT Management Aset 9 Penghitungan jumlah siswa menggunakan asumsi rata-rata jumlah siswa per sekolah yaitu 218 siswa. Hal ini berdasarkan jumlah rata-rata siswa yang ada di sekolah dasar mitra DBE1. Karena sekolah yang mendiseminasi program DBE1 tidak hanya sekolah dasar saja, dalam kenyataannya jumlah siswa bisa lebih tinggi. More Effective Decentralized Education Management and Governance 31

42 Diseminasi Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) Program SIMA didiseminasikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng, Kabupaten Pankajene dan Kepulauan (Pangkep), dan Kabupaten Barru. Kabupaten Soppeng merupakan kabupaten rintisan program Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), namun implementasi program dimaksud hanya pada sekolah mitra DBE1. Karena Kepala Dinas Pendidikan Soppeng menganggap bahwa program tersebut cukup penting, maka semua kepala KCD diinstruksikan mengikuti pelatihan dimaksud dengan menggunakan biaya operasionalnya masing-masing. Selanjutnya para kepala KCD melakukan diseminasi ke semua SDN dalam wilayahnya masing-masing. Oleh karena itu meskipun pada awalnya DBE1 hanya memfasilitasi 20 SDN mitranya, namun atas kebijakan Kepala Dinas Pendidikan maka program SIMA didiseminasikan ke 237 SDN lainnya di Kabupaten Soppeng. Diseminasi program SIMA di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) diawali dengan TOT calon fasilitator terhadap staf Dinas Pendidikan, Pengawas, seluruh Kepala UPTD dan 2 orang perwakilan sekolah. Kegiatan dimaksud juga melibatkan DPPKAD sebagai narasumber. Hasil dari kegiatan ini adalah adanya 32 orang calon fasilitator yang telah memahami konsep dan metodologi pelaksanaan program SIMA. Sebagai tindak lanjut bahwa program SIMA telah didiseminasikan ke 45 SDN oleh UPTD Tondong Tallasa dan UPTD Minasatene. Diseminasi program SIMA di Kabupaten Barru hanya sampai pada tahapan TOT calon fasilitator. Telah dilatih sebanyak 26 orang yang terdiri dari Staf Dinas Pendidikan Bagian Pengelola Barang; semua Kepala UPTD, Pengawas, Kepala Sekolah yang merupakan perwakilan jenjang SD, SMP, dan SMA. Diseminasi Penyusunan Renstra Kabupaten Soppeng dan Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) Kabupaten Soppeng dan Pangkep melakukan pemilu kepala daerah pada tahun Terkait dengan hal tersebut telah dirumuskan kembali RPJMD masing-masing kabupaten yang mengacu visi dan misi bupati terpilih. Seiring dengan hal tersebut maka Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng mengajukan permohonan ke DBE1 untuk memberikan asistensi teknis dalam penyusunan Renstra Pendidikan periode Sementara untuk Kabupaten Pangkep, permohonan diseminasi diajukan langsung oleh Bupati Pangkep yang disertai harapan agar DBE1 memberikan bantuan teknis penyusunan Renstra 10 SKPD di kabupaten tersebut. Metode dan tahapan penyusunan Renstra yang dilakukan di Soppeng dan Pangkep sepenuhnya mengacuh pada PP nomor 8 tahun 2008 dan Permendagri nomor 54 tahun 2010, namun khusus untuk analisis layanan dan penetapan isu strategis menggunakan metode dan instrument yang dikembangkan DBE1. Tahapan pendataan dan pengolahan dalam penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng masih menggunakan sistem aplikasi SIPPK yang berbasis pada data PadatiWeb, sementara untuk Kabupaten Pangkep telah menggunakan sistem aplikasi SIMP-K yang mengintegrasikan data PadatiWeb dan SIM-NUPTK. Diseminasi penyusunan Renstra Pendidikan Kabupaten Soppeng hanya sampai tahapan analisis profil layanan pendidikan, sementara untuk Kabupaten Pangkep telah sampai pada tahapan finalisasi draf. Keterbatasan anggaran dan waktu Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng menyebabkan proses penyusunan Renstra Pendidikan terhambat sehingga pendampingan teknis DBE1 hanya sampai pada tahapan analisis profil layanan pendidikan. Hambatan yang 32 More Effective Decentralized Education Management and Governance

43 sama juga terjadi di Kabupaten Pangkep, namun khusus untuk hambatan pembiayaan disiasati dengan pengalihan beberapa pos anggaran operasional dinas pendidikan untuk membiayai kegiatan penyusunan Renstra. Untuk menunjang pelaksanaan diseminasi ke depan, DBE1 telah menyiapkan panduan program baik tingkat sekolah/madrasah maupun program tingkat kabupaten, perangkat-perangkat lunak pendukung, daftar nama dan kontak informasi jumlah fasilitator yang sudah terlatih, serta Service Provider yang bisa dimanfaatkan dalam pelaksanaan diseminasi program. Semua materi dapat diakses melalui situs b. Sertifikasi Distrik Fasilitator Sebagai upaya untuk mendukung keberlanjutan dan penyebarluasan dampak program, DBE1 telah menyiapkan Distrik Fasilitator (DF) yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melatih dan mendampingi sekolah dalam mengimplementasikan MBS. DF terdiri dari pengawas sekolah/madrasah (baik dari Dinas Pendidikan atau Kemenag), kepala sekolah, dan/atau guru. Terkait dengan hal tersebut DBE1 telah melatih 81 orang yang tersebar di sepuluh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Dari jumlah tersebut telah mengikuti pelatihan penyegaran metode RKS/M sebanyak 76 orang dan tersertifikasi sebanyak 65 orang. Untuk tersertifikasi, DF harus memenuhi kriteria kuantitatif yang terdiri dari jumlah jam pelatihan, jumlah jam melatih, dan jumlah jam mendampingi. Jumlah jam adalah sebagai berikut: Topik Jumlah Jam Pelatihan oleh DBE1 Jumlah Jam Melatih Jumlah Jam Mendampingi Total DF Yang Tersertifikasi RKS Komite Sekolah Leadership SDS Selain DF tersebut, terdapat 5 orang mantan DC DBE1 Sulawesi Selatan yang memiliki kemampuan memfasilitasi pelaksanaan program tingkat sekolah, dimana dapat dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk membantu melakukan diseminasi dan perluasan dampak program MBS ke sekolah lainnya yang belum tersentuh oleh program DBE1. Informasi lebih lanjut terkait Distrik Fasilitator dan mantan staf DBE1 Sulawesi Selatan dapat dilihat di Lampiran. c. Sertifikasi Service Provider Untuk keberlanjutan program tingkat kabupaten/kota, DBE1 bekerja sama dengan Universitas Negeri Makassar (UNM). Periode pertama DBE1 telah memilih 4 orang dosen UNM untuk menjadi Service Provider (SP). Empat (4) SP tersebut kemudian mengikuti pelatihan konsep dan metodologi program-program tingkat kabupaten/kota More Effective Decentralized Education Management and Governance 33

44 yang meliputi beberapa program: Penyusunan Renstra Pendidikan, Analisis Keuangan Pendidikan Kab/kota (AKPK), dan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP). Pada periode kedua, DBE1 memilih 5 orang dosen UNM untuk menambah 4 orang yang telah direkrut sebelumnya. Oleh karena itu hingga tahun 2011 total SP dari UNM menjadi 9 orang, namun karena alasan kesibukan yang cukup tinggi 1 orang mengundurkan diri sehingga tersisa 8 orang. Dari 8 orang dimaksud selanjutnya mengikuti pelatihan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP- K), Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP), Renstra, Renja, LAKIP, AKPK, dan BOSP. Setelah pelatihan dimaksud, DBE1 memberikan kesempatan pemagangan kepada para SP yaitu terlibat secara langsung memfasilitasi pelaksanaan program di beberapa kabupaten/kota sesuai bidangnya masing-masing. Sejumlah 6 dosen UNM telah lulus proses sertifikasi. Disamping itu untuk keberlanjutan program SIMPTK, DBE 1 juga melakukan kerjasama dengan LPMP dan Dinas Pendidikan provinsi untuk menyiapkan tenaga atau staf dari lembaga tersebut untuk menjadi SP. Dilakukan dua tahapan pelatihan untuk tenaga SP dari LPMP dan Dinas Pendidikan Provinsi. Dari 8 orang yang telah mengikuti pelatihan, yang lulus sertifikasi hanya 3 orang dan semuanya dari LPMP. Dengan demikian, 6 dosen UNM dan 3 staf LPMP telah memiliki sertifikasi dalam melaksanakan program-program DBE1 tingkat kabupaten/kota. Informasi lebih lanjut terkait Service Provider dapat dilihat di Lampiran d. Kabupaten/Kota Acuan Kabupaten/kota acuan telah diidentifikasi oleh DBE1 sebagai salah satu sumber informasi yang dapat digunakan oleh distrik atau pemangku kepentingan terkait guna mempelajari lebih jauh berbagai kegiatan, metodologi, dan berbagai perangkat lunak yang telah dikembangkan dan digunakan oleh DBE1 selama ini. Informasi rinci mengenai kabupaten/kota yang menjadi acuan pelaksanaan berbagai program DBE1 dapat dilihat di Lampiran. 34 More Effective Decentralized Education Management and Governance

45 IV. Tantangan dan Rekomendasi Program DBE1 didesain untuk meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota. Oleh karena itu pada tahap awal DBE1 tidak menyentuh topik manajemen dan tatalayanan di tingkat provinsi. Hal ini sesuai dengan adanya pembagian urusan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota, dimana urusan penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah, berada di ranah kabupaten/kota. Hal tersebut sesuai dengan PP No 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Namun demikian, mengingat bahwa persoalan manajemen dan tatalayanan tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota juga berhubungan erat dengan kebijakan provinsi, maka dalam perjalanannya, DBE1 juga membangun jaringan kerjasama dengan pemangku kepentingan tingkat provinsi yakni Dinas Pendidikan, Bappeda, Dewan Pendidikan dan LPMP. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan adalah mendorong sinkronisasi Renstra Pendidikan provinsi dengan kabupaten/kota, sosialisasi capaian program DBE1 pada rapat koordinasi sektor pendidikan serta menjadikan LPMP sebagai service provider, khususnya dalam pengembangan dan pelaksanaan program SIMPTK. Beberapa tantangan yang dihadapi dan rekomendasi yang diusulkan oleh DBE 1 di tingkat provinsi di antaranya: Tantangan Sebagian besar Kab/kota mitra DBE1 sangat berkeinginan untuk mendiseminasi program DBE1 di tingkat sekolah/madrasah dan Kabupaten/kota, namun terbentur masalah pendanaan. Terbatasnya jumlah staf DBE1 sehingga permintaan kabupaten/kota lain di provinsi Sulawesi Selatan untuk mendapatkan pelayanan yang sama, baik untuk kegiatan di tingkat sekolah/madrasah maupun kegiatan di tingkat kabupaten/kota tidak dapat dilaksanakan Belum adanya sinkronisasi perencaan di tingkat provinsi dengan perencanaan kabupaten/kota dan perencanaan tingkat kabupaten/kota dengan tingkat sekolah/madrasah. Berdasarkan pengalaman DBE1, peran Dinas Pendidikan Provinsi untuk menginisiasi koordinasi antar pemangku kepentingan (Sekretariat Daerah, Rekomendasi Dinas Pendidikan Provinsi dan Kanwil Kemeterian Agama berkejasama dengan kabupaten/kota mendukung upaya diseminasi good practice yang dihasilkan oleh program DBE1 di kabupaten/kota mitra DBE1, khususnya peningkatan dalam hal koordinasi dan alokasi dana untuk pembiayaan. Dalam pelaksanaan penyebaran praktik yang baik Dinas Provinsi bisa menggunakan panduan dan perangkat lunak DBE1, fasilitator dan service provider yang telah disertifikasi, serta sekolah/madrasah-sekolah/madrasah mitra DBE1 untuk menjadi acuan. Dinas Pendidikan Pronvinsi dan Kanwil Kementerian Agama mengkoordinir pelaksanaan penyebaran good practice tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota ke kabupaten/kota non mitra. Dinas provinsi membangun koordinasi perencanaan pendidikan dengan kabupaten/kota sehingga perencanaan tingkat provinsi menjadi lebih sinkron dengan perencanaan di tingkat kabupaten/kota dan perencanaan tingkat sekolah/madrasah. Sekretariat Daerah bersama dengan Dinas Provinsi perlu menginisiasi koordinasi yang lebih intensif dalam meningkatkan manajemen dan tatalayanan di tingkat provinsi dan antara More Effective Decentralized Education Management and Governance 35

46 Tantangan Bappeda, DPRD, Dewan Pendidikan) tidak cukup baik. Kebijakan pendidikan gratis di Sulawesi Selatan dipahami oleh sebagian besar masyarakat sebagai penghapusan segala bentuk kontribusi dari masyarakat terhadap biaya penyelenggaraan pendidikan. Karenanya banyak satuan pendidikan yang mengalami kesulitan pembiayaan dalam penyelenggaraan proses pembelajaran Rekomendasi provinsi dengan kabupaten/kota. Revitalisasi tim harmonisasi lembaga donor yang bekerja dalam bidang pendidikan untuk mengoptimalkan koordinasi antara pelaksana program bidang pendidikan. Pemerintah kabupaten/kota perlu meningkatkan alokasi dana bantuan operasional untuk satuan pendidikan, khususnya jenjang pendidikan menengah yang kekurangan biaya operasional akibat turunnya secara signifikan kontribusi masyarakat 36 More Effective Decentralized Education Management and Governance

47 Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Sekolah/Madrasah Kementerian Kesra dan Tim DBE mengamati proses belajar mengajar siswa di kelas Diseminasi RKS/RKT di Kabupaten Enrekang Melalui penggunaan berbagai Sistem Informasi yang dikembangkan DBE1, peserta menjadi lebih faham TIK Salah satu kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan lokakarya tingkat Kab/Kota adalah melatih para DF Komite sekolah didampingi DC Keseriusan peserta mengikuti TOT penyusunan RKS/RKT didampingi fasilitator Pelatihan bagi sekolah yang melakukan diseminasi mandiri More Effective Decentralized Education Management and Governance 37

48 Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Kabupaten Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo pada pertemuan dengan Kemenkokesra RI dan USAID Indonesia PERDA no 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kabupaten Soppeng sudah disahkan Tim DBE1 bertemu dengan Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dalam upaya keberlanjutan program Sharing gagasan dengan anggota DPRD di kabupaten/kota mitra tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan Integrasi Renstra Kabupaten/Kota ke dalam Renstra Dinas Provinsi Sulsel Rektor UNM, Prof. Arismunandar menerima Chief Of Party (COP) DBE1 USAID diskusi tentang Service Provider dan exit strategi program 38 More Effective Decentralized Education Management and Governance

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 untuk Provinsi Banten 30 Desember 2011 Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi

Lebih terperinci

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 untuk Provinsi Jawa Barat 30 Desember 2011 Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1)

Lebih terperinci

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 untuk Provinsi Jawa Tengah 30 Desember 2011 Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1)

Lebih terperinci

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 untuk Provinsi Jawa Timur Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 untuk Provinsi Sumatera Utara 30 Desember 2011 Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1)

Lebih terperinci

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif Laporan Akhir DBE1 untuk Provinsi Aceh 30 Desember 2011 Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi

Lebih terperinci

Pelaksanaan, Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, dan Pemutakhiran RKS/M/RKT/RKAS

Pelaksanaan, Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, dan Pemutakhiran RKS/M/RKT/RKAS Untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pedoman Untuk Kepala Sekolah/Madrasah Pelaksanaan, Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, dan Pemutakhiran RKS/M/RKT/RKAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M) Pedoman Untuk Kepala Sekolah/Madrasah Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M) (Edisi September 2011) Untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR : 31 TAHUN 2011 TANGGAL : 24 MEI 2011 1.1. Latar Belakang RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Pada Bab ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan RKS

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Pada Bab ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan RKS 158 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan RKS dan RKT. Dalam penyusunan RKS dan RKT ternyata memiliki proses yang dapat diamati berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini semakin pesat yang diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini semakin pesat yang diiringi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi saat ini semakin pesat yang diiringi dengan perkembangan sistem informasi yang berbasis teknologi. Hal ini telah menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. A. Rasional Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA

STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA Kualitas SNP (Isi, Kompetensi Lulusan, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Penilaian, Proses, Biaya) SPM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi bidang politik di Indonesia pada penghujung abad ke 20 M telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor pendidikan, yang secara umum bertumpu

Lebih terperinci

Program Kerja 2017 Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017

Program Kerja 2017 Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 Program Kerja 2017 Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kita sampaikan ke hadirat Allah SWT

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

LPF 7. PENYUSUNAN RENCANA PEMANTAUAN & EVALUASI 120 menit

LPF 7. PENYUSUNAN RENCANA PEMANTAUAN & EVALUASI 120 menit LPF 7 PENYUSUNAN RENCANA PEMANTAUAN & EVALUASI 120 menit 1 TUJUAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI Adalah untuk menilai sejauh mana rencana program/kegiatan telah dilaksanakan dan sejauh mana dampak kegiatan tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Soppeng

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Soppeng 8 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH SINGKIL DAN TIM KOORDINASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN ACEH TENTANG DUKUNGAN PROGRAM SEDIA UNTUK PENGUATAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN ACEH SINGKIL

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 56 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : Mengingat : bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015 TIM PENYUSUN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2014

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

PENGANTAR. Jakarta, 20 Oktober Michael Calvano, Ph.D. Chief of Party, DBE 2

PENGANTAR. Jakarta, 20 Oktober Michael Calvano, Ph.D. Chief of Party, DBE 2 PENGANTAR Program Pendidikan Dasar yang Terdesentralisasi (Decentralized Basic Education), Komponen Belajar Mengajar atau DBE 2 adalah salah satu komponen dari kerja sama antara pemerintah Indonesia dan

Lebih terperinci

RANCANGAN AKHIR RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN AKHIR RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN : KEPUTUSAN BUPATI KUDUS Tanggal : 4 Juni 2012 Nomor : 050.3/140/2015 RANCANGAN AKHIR RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI ACEH SELATAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT KABUPATEN ACEH SELATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panduan EDS Kepala Sekolah PADAMU NEGERI

Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panduan EDS Kepala Sekolah PADAMU NEGERI Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia Panduan EDS Kepala Sekolah Dokumen ini diperuntukkan bagi PTK dan Siswa KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW)

RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW) 1 RENJA BAGIAN PERTANAHAN TAHUN 2015 (REVIEW) Renja Bagian Pertanahan Tahun 2015 (Review) Page 1 2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur Kehadirat Allah SWT Rencana Kerja Bagian Pertanahan Sekretariat

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 737 TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 737 TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 737 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR ASISTENSI RENCANA KERJA SEKOLAH (RKS), RENCANA KERJA TAHUNAN SEKOLAH (RKTS) DAN RENCANA KERJA ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH(RPJMD) KABUPATEN LUWU TIMUR TAHUN 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

Lebih terperinci

Rencana Kerja (RENJA ) 2015

Rencana Kerja (RENJA ) 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang - Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU-SPPN) yang telah dijabarkan secara teknis dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG PEMERINTAH KOTA PADANG SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG BAGIAN PEMBANGUNAN TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Sebagai tindak lanjut instruksi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN

Lebih terperinci

Pemerintah Kota Tangerang

Pemerintah Kota Tangerang RENCANA KERJA INSPEKTORAT KOTA TANGERANG TAHUN 2018 Penyusunan Rancangan Akhir Rencana Kerja Inspektorat Kota Tangerang Tahun 2018 merupakan pelaksanaan kegiatan mengacu pada Rancangan Akhir Rencana Kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan tahunan Pemerintah Daerah, yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL RENCANA KERJA 2017 Rancangan Akhir Rencana Kerja KATA PENGANTAR Bidang kependudukan merupakan salah satu hal pokok dan penting

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR: 8 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Satuan Perangkat Kerja Daerah (Renja SKPD) merupakan dokumen perencanaan resmi SKPD yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pelayanan publik Satuan Kerja

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN JANGKA MENENGAH (RKJM) DAN RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN MADRASAH (RKAM) TAHUN PELAJARAN PROVINSI DIY

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN JANGKA MENENGAH (RKJM) DAN RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN MADRASAH (RKAM) TAHUN PELAJARAN PROVINSI DIY PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN JANGKA MENENGAH (RKJM) DAN RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN MADRASAH (RKAM) TAHUN PELAJARAN 2012-2013 PROVINSI DIY a. Pendahuluan Perencanaan merupakan fungsi manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 260 menyebutkan bahwa Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 [ PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN DENGAN

Lebih terperinci

FORM EDS KEPALA SEKOLAH

FORM EDS KEPALA SEKOLAH FORM EDS KEPALA SEKOLAH NAMA : Nuptk : 1. KS.1.1 Jumlah penghargaan yang diraih sekolah pada tingkat kabupaten/kota pada satu tahun terakhir adalah... 2. KS.1.2 Jumlah penghargaan yang diraih sekolah pada

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N 2 0 1 5 Puji dan syukur kami panjatkan ke Khadirat Allah SWT, atas Rahmat

Lebih terperinci

Praktek yang Baik dalam Melaksanakan Kebijakan Pendidikan Dasar Terdesentralisasi di Indonesia

Praktek yang Baik dalam Melaksanakan Kebijakan Pendidikan Dasar Terdesentralisasi di Indonesia Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tata Layanan Praktek yang Baik dalam Melaksanakan Kebijakan Pendidikan Dasar Terdesentralisasi di Indonesia Januari 2010 Laporan ini adalah salah satu dari

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI

PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI SALINAN PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENGGUNAAN DAN PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Fiel Trip Coaching PRAKTEK KERJA PENDAMPINGAN Service Standard Sektor Prioritas Pendidikan

Fiel Trip Coaching PRAKTEK KERJA PENDAMPINGAN Service Standard Sektor Prioritas Pendidikan LAPORAN Fiel Trip Coaching PRAKTEK KERJA PENDAMPINGAN Service Standard Sektor Prioritas Pendidikan Kabupaten Bulukukumba ke Kabupaten Sukabumi Jawa Barat Program KINERJA USAID Kerjasama Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pendidikan berkaitan erat dengan proses pendidikan. Tanpa proses pelayanan pendidikan yang bermutu tidak mungkin diperoleh produk layanan yang bermutu. Banyak

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Rencana Kerja Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pedoman Penyusunan Untuk Kepala Sekolah/Madrasah Rencana Kerja Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI) (Edisi Juli 2009) Untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) DEPARTEMEN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG Relationship Between Participation of School Committee with Fulfillment

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANJAR DENGAN LEMBAGA PENELITIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO 1 PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN POSO TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan dalam acara: Workshop Perencanaan Pembangunan Daerah Metro Lampung, 30-31 Oktober 2017 Digunakan dalam perumusan: Rancangan awal RPJPD

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA B adan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Probolinggo menjalankan amanat Misi Kedua dari RPJMD Kabupaten Probolinggo Tahun 2013 2018 yaitu MEWUJUDKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Tahunan Bappeda Klungkung 2017 BAB I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Tahunan Bappeda Klungkung 2017 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan system penyelenggaraan pemerintahan yang terukur dan legitimate merupakan sebuah syarat terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance).

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 - 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN 2013 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasayarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN INSPEKTORAT KABUPATEN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN INSPEKTORAT KABUPATEN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 30 Tahun 2005 tanggal 16 Nopember 2005, maka Nomenklatur Badan Pengawas Daerah Kabupaten Banyuasin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sisten Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa Pemerintah maupun Pemerintah Daerah setiap

Lebih terperinci