STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA"

Transkripsi

1 STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA Kualitas SNP (Isi, Kompetensi Lulusan, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Penilaian, Proses, Biaya) SPM Waktu Booklet ini disusun oleh Tim Basic Education Capacity Support Program (BESCSP) sebagai bagian dari proses konsultasi dalam rangka penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan. Tim BESCSP mengharapkan komentar dan masukan Bapak/Ibu demi menyempurnakan draft SPM Pendidikan. Mohon komentar dan saran dapat disampaikan melalui e_mail ke alamat: 1

2 STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA 1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENDIDIKAN? 2. BAGAIMANA SPM MENDUKUNG UPAYA MENCAPAI SASARAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN? 3. PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT SPM PENDIDIKAN 4. MENGAPA KITA PERLU MENYUSUN SPM PENDIDIKAN YANG BARU? 5. BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SPM, STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP), DAN AKREDITASI SEKOLAH? 6. DIAGRAM HUBUNGAN ANTARA SPM SNP AKREDITASI 7. BAGAIMANA SPM PENDIDIKAN DISUSUN? 8. BAGAIMANA PEMBAGIAN TANGGUNGJAWAB PELAKSANAAN SPM PENDIDIKAN? 9. SIAPA PENGGUNA DAN BAGAIMANA SPM PENDIDIKAN DIGUNAKAN? 10. BAGAIMANA SPM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN? 11. SPM DAN SNP DALAM KERANGKA PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN 12. BAGAIMANA SPM MENGARAHKAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN? 13. PENDEKATAN IMPLEMENTASI SPM PENDIDIKAN 14. KERANGKA WAKTU PENCAPAIAN SPM DAN SNP 2

3 1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENDIDIKAN? Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan adalah ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Kandepag secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekolah dan madrasah. Penerapan SPM dimaksudkan untuk memastikan bahwa di setiap sekolah dan madrasah tercipta kondisi minimum yang dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya proses pembelajaran yang memadai. SPM Pendidikan meliputi layanan layanan: o yang merupakan tanggung jawab langsung pemerintah kabupaten/kota c/q Dinas Pendidikan untuk sekolah dan Kandepag untuk madrasah (contoh: penyediaan ruang kelas dan penyediaan guru yang memenuhi persyaratan kualifikasi maupun kompetensi); o yang merupakan tanggung jawab tidak langsung pemerintah kabupaten/kota c/q Dinas Pendidikan dan Kandepag karena layanan diberikan oleh pihak sekolah dan madrasah, para guru dan tenaga kependidikan, dengan dukungan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Kandepag (contoh: persiapan rencana pembelajaran dan evaluasi hasil belajar siswa terjadi di sekolah, dilaksanakan oleh guru tetapi diawasi oleh pemerintah kabupaten/kota). SPM Pendidikan menyatakan secara tegas dan rinci berbagai tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota c/q Dinas Pendidikan dan Kandepag dalam menyelenggarakan layanan pendidikan. SPM Pendidikan menyatakan secara tegas dan rinci berbagai hal yang sekolah dan madrasah setidaknya harus memiliki dan harus melakukan untuk memastikan bahwa pembelajaran bisa berjalan dengan baik. SPM menyatakan dengan jelas dan tegas kepada warga masyarakat tentang tingkat layanan pendidikan yang mereka boleh berharap mendapatkan dari sekolah dan madrasah di daerah mereka. SPM tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan tahapan menuju pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP). 3

4 2. BAGAIMANA SPM MENDUKUNG UPAYA MENCAPAI SASARAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN? SPM Pendidikan merupakan instrumen pengelolaan kinerja pembangunan di bidang pendidikan. Dengan demikian SPM akan membantu menstrategikan pencapaian berbagai sasaran pembangunan pendidikan mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, implementasi, monitoring, dan evaluasi kinerja. Depdiknas, Depag, dan Bappenas secara bersama sama menetapkan sasaransasaran nasional pembangunan pendidikan sebagai bagian dari Rencana Strategis Depdiknas, Rencana Strategis Depag, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Pemerintah daerah berpedoman pada rencana pada tingkat nasional menyusun rencana dan menetapkan sasaran sasaran pembangunan pendidikan di tingkat daerah sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Strategis Dinas Pendidikan. Kondisi saat ini pendidikan nasional kita masih menghadapi berbagai permasalahan pemerataan dan kualitas. Disamping secara umum masih perlu ditingkatkan, kualitas pendidikan kita juga masih tidak merata. Berbagai laporan yang disampaikan baik oleh Depdiknas, Depag, maupun Bappenas menunjukkan variasi kinerja pendidikan antar daerah yang signifikan. Variasi ini sebagian besar disebabkan oleh perbedaan kondisi ekonomi, social, dan budaya serta kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan prioritas pemerintah dan sejalan dengan itu variasi kualitas antar daerah harus dikurangi dan bahkan dihilangkan, untuk selanjutnya ditingkatkan secara nasional. SPM merupakan instrument yang baik untuk membantu mengidentifikasi sekolah dan madrasah paling memerlukan bantuan dan pengawasan dalam rangka meningkatkan kualitas. Dalam konteks peningkatan kualitas SPM Pendidikan berfungsi menstrategikan atau mentahapkan upaya perbaikan perbaikan input, proses, dan pengelolaan layanan pendidikan secara sistematis dan seimbang sehingga peningkatan kualitas pendidikan dapat terwujud melalui pendekatan yang paling efektif dan efisien. 4

5 3. PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT DENGAN SPM PENDIDIKAN PENDIDIKAN UU 20/2003: Sistem Pendidikan Nasional UU 14/2005: Guru dan Dosen PP 19/2005: Standar Nasional Pendidikan PP 47/2008: Wajib Belajar Sembilan Tahun PP 48/2008: Pendanaan Pendidikan KEPMEN 129A/U/2004: SPM Standar Nasional Pendidikan: PERMEN: No.22/2006: Standar Isi; 23/2006: Standar Kompetensi Lulusan; 24/2006: Implementasi Standar Isi; 12,/2007: Standar Pengawas Sekolah; 13/2007: Standar Kepala Sekolah; 16/2007: Standar Kualitas dan Kompetensi Guru; 19/2007: Standar Pengelolaan; 24/2007: Standar Prasarana dan Sarana; 41/2007: Standar Proses 5/2008: Standar PenilaianPendidikan. PEMERINTAH DAERAH (DESENTRALISASI DAN OTONOMI) UU 32/2004: Pemerintah Daerah PP 65/2005: Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal PP 38/2007: Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota PERMENDAGRI 6/2008: Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal KEUANGAN UU 17/2003: Keuangan Negara UU 33/2004: Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah PP 55/2005: Perimbangan Keuangan PP 21/2004: Pedoman Penyusunan RKA KL 5

6 4. MENGAPA KITA PERLU MENYUSUN SPM PENDIDIKAN YANG BARU? Kerangka perundang undangan yang baru di bidang pemerintahan daerah (UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah) dan di bidang pendidikan (UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional) perlu ditindak lanjuti secara bersamasama oleh Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pendidikan Nasional dengan penyusunan SPM sebagai pedoman bagi upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan layanan pendidikan. SPM Pendidikan yang dimiliki saat ini (Kepmendiknas 129a/2004) disusun atas dasar amanat UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kini UU tersebut sudah diperbarui dengan UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengandung berbagai perubahan menyangkut rincian pembagian urusan pemerintahan sebagaimana diuraikan lebih lanjut dalam PP 38/2007. Dengan demikian SPM Pendidikan perlu disempurnakan agar lebih sesuai dengan substansi UU 32/2004 dan PP 38/2007 tersebut. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional secara sistematis, UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan penyusunan Standar Nasional Pendidikan. Amanat ini diwujudkan dengan pengundangan PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan pembentukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang bertugas menyusun Standar Nasional Pendidikan (SNP). BSNP yang dibentuk pada tahun 2006 kini telah menyusun delapan komponen SNP sebagaimana diamanatkan PP 19/2005. Saat ini 7 (tujuh) dari 8 (delapan) komponennya telah diterbitkan sebagai Permendiknas. Menyusul terbitnya SNP, SPM Pendidikan yang lama (Kepmen 129a/2004) perlu direvisi untuk menyesuaikan dengan substansi dan strategi peningkatan kualitas pendidikan sebagaimana tercermin dalam SNP. SPM baru yang berisi elemen elemen standar yang konsisten dengan SNP akan membuat kebijakan peningkatan kualitas pendidikan konsisten di berbagai jenjang pemerintahan dan jenjang penyelenggaraan layanan pendidikan. 6

7 5. BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SPM, STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP), DAN AKREDITASI SEKOLAH? SPM Pendidikan tidak berdiri sendiri melainkan terkait erat dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Akreditasi Sekolah. SPM dikembangkan sejalan dan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan dan Instrumen Akreditasi Sekolah dan Madrasah. SPM merupakan penstrategian (tahap awal) implementasi Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar Nasional Pendidikan (SNP): SNP disusun berdasarkan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dan berisi ketentuan standar meliputi 8 (delapan) aspek penyelenggaraan layanan pendidikan: (a) standar isi; (b) standar proses; (c) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (d) standar sarana dan prasarana; (e) standar pengelolaan; (f) standar pembiayaan; (g) standar evaluasi pendidikan; dan (h) standar kompetensi lulusan. SNP berisi standar mengenai ketersediaan sumberdaya termasuk sarana dan prasarana dan guru dan tenaga kependidikan yang harus dipenuhi oleh seluruh sekolah selambat lambatnya pada tahun Pentahapan implementasi menuju pemenuhan SNP dilaksanakan melalui implementasi SPM. Akreditasi Sekolah: Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah mengembangkan instrument akreditasi sekolah dan madrasah berdasarkan SNP. Status akreditasi diberikan berdasarkan nilai kumulatif masing masing komponen yang diletakkan dalam sebuah skala akreditasi mulai dengan A yang merupakan status akreditasi tertinggi hingga D yang mencerminkan akreditasi terrendah. Nilai di bawah minimal untuk akreditasi D dianggap tidak memadai dan tidak layak beroperasi sebagai sebuah lembaga pendidikan. Sekolah dan madrasah yang belum memenuhi persyaratan akreditasi terrendah (D) dan yang belum menempuh proses akreditasi serta diperkirakan belum memenuhi akreditasi terrendah merupakan kelompok sasaran utama penerapan SPM. 7

8 6. DIAGRAM HUBUNGAN ANTARA SPM SNP AKREDITASI Akreditasi BAN-SM Standar Internasional A B C Standar Nasional Pendidikan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Peningkatan Kualitas Berkelanjutan melaui Sistem Penjaminan & Peningkatan Kualitas Pendidikan D Tidak lulus akreditasi Implementasi SPM bertujuan untuk membawa sekolah dan madrasah ke atas sebuah garis batas bawah kualitas layanan pendidikan 8

9 7. BAGAIMANA SPM PENDIDIKAN DISUSUN? SPM Pendidikan disusun dengan berpedoman pada Petunjuk Penyusunan Standar Pelayanan Minimal sebagaimana diatur dalam PP 65/2005 dan Permendagri 6/2007. Isi SPM dirumuskan berdasarkan SNP yang telah dihasilkan oleh BSNP dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Konsultasi intensif dilakukan oleh Tim Penyusun SPM bersama BSNP dalam rangka mencapai kesamaan persepsi sebagai dasar untuk merancang metodologi yang diterapkan dalam mengembangkan SPM. Karena SPM merupakan sasaran antara menuju penerapan penuh SNP bisa dilakukan, maka SPM disusun berisi sebagian dari isi SNP. Elemen elemen SPM yang berakibat tanggung jawab layanan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Kandepag dikembangkan berdasarkan unsur unsur yang relevan dalam SNP. SPM Pendidikan disusun dengan tujuan mencapai hasil peningkatan kualitas pendidikan semaksimal mungkin dalam batasan sumberdaya yang tersedia. Sejalan dengan prinsip ini identifikasi dan pemilihan elemen SNP yang akan dimasukkan dalam SPM dilakukan dengan kriteria utama memiliki daya ungkit terbesar pada perbaikan kualitas pendidikan. Identifikasi faktor faktor yang paling berpengaruh pada kualitas pembelajaran dilakukan berdasarkan hasil kaji banding (studi komparatif) kepustakaan kajian secara internasional. Draft berisi daftar elemen SPM yang telah disusun dikonsultasikan dengan para praktisi di lapangan terdiri dari para guru, kepala sekolah dan madrasah, pengawas sekolah, serta para pejabat pemerintah kabupaten/kota utamanya dari dinas pendidikan dan Bappeda, serta para pejabat dari Kandepag. Draft yang telah disempurnakan berdasarkan masukan dari konsultasi dengan praktisi kemudian menjadi bahan konsultasi dengan departemen dan lembaga terkait meliputi Depdagri, Depkeu, Bappenas, Menpan, Depdiknas, Depag, serta BSNP dan BAN SM. Berdasarkan masukan konsultasi tersebut draft disempurnakan lebih lanjut dan kemudian disajikan untuk mendapat masukan melalui Workshop Nasional. Draft yang sudah diperbaiki berdasarkan Workshop Nasional kemudian menjadi bahan untuk pembahasan bersama Tim Konsultasi yang bernaung di bawah Depdagri/Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). 9

10 Draft SPM Pendidikan yang sudah mendapat persetujuan DPOD selanjutnya akan diundangkan sebagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional untuk kemudian diterapkan secara nasional. 10

11 8. BAGAIMANA PEMBAGIAN TANGGUNGJAWAB PELAKSANAAN SPM PENDIDIKAN? Pemerintah Kabupaten/ Kota Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kandepag Prasarana dan sarana Guru, kepala sekolah, dan pengawas Manajemen pendidikan Isi pembelajaran Proses pembelajaran Penilaian pendidikan Buku, alat, dan media pembelajaran Manajemen sekolah Sekolah dan Madrasah Pendidikan Berkualitas 11

12 9. SIAPA PENGGUNA DAN BAGAIMANA SPM PENDIDIKAN DIGUNAKAN? Pemerintah pusat dan pemerintah propinsi dapat menggunakan SPM sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan urusan wajib di bidang pendidikan. Depdiknas dapat menggunakan SPM untuk memonitor sejauh mana sekolah telah dapat mewujudkan kondisi minimal bagi terselenggaranya pembelajaran yang baik. Depag dapat menggunakan SPM untuk memonitor sejauh mana kebijakankebijakan pendidikan di tingkat nasional, termasuk Standar Nasional Pendidikan (SNP), sudah dilaksanakan oleh madrasah. Departemen Keuangan dan Bappenas dapat menggunakan SPM untuk mendorong alokasi yang lebih efisien sumberdaya di bidang pendidikan dan memastikan bahwa penyelenggaraan layanan pendidikan didukung oleh pembiayaan yang memadai. Pemerintah kabupaten/kota dan Kandepag dapat menggunakan SPM untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi kondisi dasar yang tersedia untuk mendukung proses pembelajaran di setiap sekolah dan madrasah serta merencanakan perbaikan dan alokasi sumberdaya untuk pendidikan. Sekolah dan madrasah dapat menggunakan SPM untuk mengevaluasi apakah mereka telah memiliki sumberdaya dan fasilitas dasar yang dijamin ketersediaannya oleh pemerintah daerah dan Kandepag serta apakah mereka sendiri telah melaksanakan berbagai kuwajiban yang harus dilaksanakan oleh para guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya. Orangtua siswa dapat menggunakan SPM untuk melihat dan mengevaluasi apakah sekolah dan madrasah memiliki sumberdaya dan fasilitas yang harus dimiliki untuk mendukung pembelajaran yang baik sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. 12

13 10. BAGAIMANA SPM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN? SPM berfokus pada upaya untuk memastikan bahwa siswa di semua sekolah dan madrasah memperoleh layanan setidaknya pada level minimal tertentu, sehingga kualitas pembelajaran dan kinerjanya terjamin pada tingkat yang memadai. SPM memberikan pemahaman yang lebih baik tentang penyelenggaraan layanan pendidikan oleh sekolah dan madrasah serta Dinas Pendidikan dan Kandepag. Pemahaman yang lebih baik membantu memastikan program pembangunan pendidikan lebih fokus dan efektif meningkatkan kualitas pendidikan terutama di sekolah dan madrasah yang relative tertinggal. SPM meningkatkan akuntabilitas melalui keterbukaan menyangkut berbagai sumberdaya yang harus disediakan serta dilakukan oleh pemerintah kabupaten/ kota c/q Dinas Pendidikan, Kandepag, dan sekolah dan madrasah dalam rangka penyelenggaraan layanan pendidikan. SPM menyediakan dasar bagi pemerintah pada masing masing jenjang untuk menyusun program, kegiatan, dan memperjuangkan anggaran untuk memastikan bahwa setiap sekolah dan madrasah dapat beroperasi pada tingkat minimal yang telah ditetapkan dalam standar. SPM menjadi acuan bagi pemerintah kabupaten/kota c/q Dinas Pendidikan dan Kandepag dalam melakukan seleksi, pelatihan, dan penempatan guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan. SPM memberdayakan masyarakat dan memberikan fakta dan informasi sebagai rujukan bagi mereka untuk memperjuangkan sumberdaya bagi perbaikan kualitas pemebelajaran dan pengelolaan sekolah dan madrasah. SPM memberikan kerangka waktu, misalnya 2 3 tahun, bagi sekolah dan madrasah untuk memenuhi atau melebihi tingkat pelayanan minimal. Langkah ini sangat penting dalam rangka keseluruhan upaya untuk meningkatkan capaian dan kinerja pendidikan di daerah daerah yang relatif miskin dan tertinggal. Bagi sekolah dan madrasah yang telah memenuhi atau melebihi SPM tersedia instrument dan proses secara berkelanjutan meningkatkan kualitasnya lebih lanjut misalnya dengan memperbaiki jenjang akreditasi dan secara sistematis melaksanakan perbaikan mutu dalam kerangka Sistem Penjaminan dan Perbaikan Mutu Pendidikan (EQAIS). 13

14 11. SPM DAN SNP DALAM KERANGKA PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN OTONOMI, DESENTRALISASI, HAM, Globalisasi, MDG s, EFA, AKUNTABILITAS KONDISI SAAT INI 1. Hampir Seluruh kab/kota belum memenuhi kewajiban untuk menyediakan pelayanan dasar di bidang Pendidikan 2. Belum ada acuan/ instrumen kebijakan yang dapat digunakan oleh Kab/Kota dalam memenuhi pelayanan dasar bidang Pendidikan 3. Pernah ada Permendiknas, Namun belum menenkankan pada pelayanan pendidikan dan belum mengakomodir spirit SNP SPM Instrumen Kebijakan Nasional untuk mengendalikan dan mendorong pencapaian Standar Nasional Pendidikan secara merata di seluruh Kab/Kota SNP 1. Isi 2. Proses 3. SKL 4. Pendidik 5. Sarpras 6. Pengelolaan 7. Pembiayaan 8. Penilaian KONDISI HARAPAN 1. Kab/Kota dapat memberikan layanan pendidikan dasar dan menengah dengan cukup memadai sesuai peraturan perundangundangan (bermutu, akuntabel, transparan) dan mempunyai basis yang kuat untuk mencapai SNP 2. Kab/kota dapat mengalokasikan sumber daya pendidikan secara optimal sesuai kondisi daerah MENINGKATNYA MARTABAT DAN DAYA SAING BANGSA SESUAI TUJUAN BERNEGARA (PEMBUKAAN UUD 1945) UUD 1945, UU 20/2003, UU 32/2004, PP 19/2005, PP 65/2005, PP 38/

15 12. BAGAIMANA SPM MENGARAHKAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN? SPM menguraikan dan menyatakan secara jelas dan rinci apa apa saja yang harus tersedia di sekolah dan madrasah serta apa apa saja yang harus dikerjakan oleh sekolah dan madrasah. Pemenuhan beberapa elemen standar memerlukan redistribusi sumberdaya antar sekolah dalam kabupaten/kota. Sebagai contoh, untuk memastikan bahwa semua sekolah memiliki guru dalam jumlah yang ditentukan bisa jadi pemerintah kabupaten/kota perlu memindahkan guru yang berkualitas dari satu sekolah yang memiliki dalam jumlah berlebih ke sekolah yang kekurangan. Pemenuhan beberapa elemen standar membutuhkan tambahan sumberdaya. Sumberdaya tambahan ini bisa berasal dari pemerintah kabupaten/kota, pemerintah propinsi, maupun pemerintah pusat. Contoh, tambahan atau perbaikan prasarana, dan pelatihan pengawas sekolah. Pencapaian beberapa elemen standar membutuhkan alokasi yang lebih baik sumberdaya yang sudah tersedia di tingkat sekolah. Contoh, supervisi dan pembinaan yang lebih sering harus dilakukan oleh kepala sekolah terhadap para guru dalam membuat rencana dan melaksanakan pembelajaran; menambah jam tatap muka guru siswa. Pemerintah kabupaten/kota mengevaluasi kondisi di setiap sekolah apakah sudah memenuhi SPM atau belum. Tindakan ini memungkinkan pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun anggaran secara lebih baik dalam rangka memenuhi SPM. Dengan pendekatan ini anggaran pendidikan kabupaten/kota diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan paling prioritas dalam rangka memenuhi SPM. Alokasi anggaran berdasarkan kebutuhan untuk memenuhi SPM di setiap sekolah membantu pemerintah daerah memastikan semua sekolah di daerahnya dapat mencapai SPM dalam batas waktu yang ditargetkan. Dengan pendekatan ini SPM memiliki potensi untuk mendorong pemerintah kabupaten/kota melakukan penganggaran dan alokasi sumberdaya secara lebih efektif dan efisien. 15

16 13. PENDEKATAN IMPLEMENTASI SPM PENDIDIKAN Persiapan dan Sosialisasi: Sosialisasi SPM akan diselenggarakan bagi kabupaten/kota, Kandepag, dan sekolah dan madrasah. Pelatihan diselenggarakan bagi para pengawas serta staf Dinas Pendidikan kabupaten/kota dan staf Kandepag setempat yang bertanggungjawab bagi implementasi SPM. Untuk mendukung implementasi tahun pertama dibentuk sebuah gugus tugas di tingkat kabupaten/kota yang beranggotakan wakil wakil dari Dinas Pendidikan, Lembaga Perencanaan Daerah, dan Kandepag, diketuai oleh Sekretaris Daerah. Identifikasi dan evaluasi sekolah dan madrasah sasaran: Pada tahap pertama Gugus Tugas SPM Kabupaten/Kota mengidentifikasi sekolah dan madrasah yang belum memenuhi SPM: o Menggunakan data dan informasi yang bersumber dari Badan Akreditasi Sekolah dan Madrasah Propinsi mengenai sekolah dan madrasah yang berstatus akreditasi C dan D antara o Dinas Pendidikan dan Kandepag masing masing menugaskan pengawas sekolah dan pengawas madrasah untuk melakukan identifikasi diantara sekolah dan madrasah yang belum diakreditasi yang diperkirakan belum memenuhi SPM. Dinas Pendidikan dan Kandepag atas permintaan Gugus Tugas masing masing menugaskan pengawas sekolah dan pengawas madrasah untuk melakukan evaluasi terhadap sekolah sekolah yang telah diidentifikasi sebelumnya dengan menggunakan SPM. Para pengawas kemudian melaporkan hasilnya kepada Gugus Tugas. Tindak lanjut dan Perencanaan Sekolah Gugus Tugas menyiapkan rencana dan anggaran untuk meningkatkan sekolah dan madrasah sasaran untuk memenuhi SPM berdasarkan hasil evaluasi sekolah dan madrasah sasaran. Pemerintah kabupaten/kota dan Kandepag mengunakan rencana dan anggaran untuk mencapai SPM yang disusun oleh Gugus Tugas untuk menyusun perencanaan dan penganggaran tahun anggaran berikutnya. 16

17 Kabupaten/kota dan Kandepag setempat membuat rencana meningkatkan input dan proses sehingga dalam tempo dua tahun seluruh sekolah dan madrasah yang ada di daerah bersangkutan telah memenuhi SPM. Masing masing sekolah dan madrasah sasaran menyusun rencana untuk memenuhi komponen komponen SPM yang menjadi tanggung jawab sekolah dan madrasah. Implementasi rencana dimaksud dimonitor oleh pengawas sekolah dan pengawas madrasah. Monitoring dan Evaluasi Depdagri, Depdiknas, dan Depkeu melakukan monitoring terhadap pencapaian SPM. Segera setelah SPM diuji pelaksanaan di lapangan disusun rencana implementasi nasional. Komite Pengarah yang terdiri dari wakil wakil Depdagri, Depkeu, Bappenas, Menpan, Depdiknas, dan Depag dibentuk untuk mengawasi dan mengarahkan implementasi SPM secara nasional. Upaya peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan Sekolah dan madrasah yang telah memenuhi SPM terus didorong meningkatkan kualitas layanannya menuju SNP melalui upaya sistematis dalam kerangka penjaminan mutu pendidikan. SPM ditinjau ulang secara regular dan ditingkatkan menuju tercapainya SNP. Diharapkan bahwa pada tahun 2014 keseluruhan sekolah dan madrasah secara nasional telah memenuhi SNP. 17

18 14. KERANGKA WAKTU PENCAPAIAN SPM DAN SNP Kualitas SNP (Isi, Kompetensi Lulusan, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Penilaian, Proses, Biaya) SPM Waktu 18

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. A. Rasional Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa penduduk Indonesia hingga tahun 2016 yaitu sebanyak 255.461.700 jiwa.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 JUKNIS ANALISIS STANDAR PENGELOLAAN SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 B. TUJUAN 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 50 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 G. URAIAN PROSEDUR

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. iii

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. iii KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 JUKNIS ANALISIS STANDAR PENGELOLAAN SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 50 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 51 D. UNSUR YANG TERLIBAT 51 E. REFERENSI 51 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 51 G. URAIAN PROSEDUR 53 LAMPIRAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANJAR DENGAN LEMBAGA PENELITIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. menengah.

KATA PENGANTAR. menengah. KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006 Tentang Pelaksanaan Permendiknas No. 22 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; dan Permendiknas No. 23 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang

Lebih terperinci

Standar Nasional Pendidikan

Standar Nasional Pendidikan Standar Nasional Pendidikan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia Dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi tiga prioritas pembangunan pendidikan nasional, meliputi 1. pemerataan dan perluasan akses pendidikan, 2. peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto // SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto PADA RAPAT KONSOLIDASI PEMERINTAHAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, {6 Mei 2001 Pendahuluan Setelah hampir 5 (lima) bulan sejak dicanangkannya

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KURIKULUM Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

MONITORING SEKOLAH OLEH PEMERINTAH DAERAH (MSPD)

MONITORING SEKOLAH OLEH PEMERINTAH DAERAH (MSPD) SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PANDUAN TEKNIS MONITORING SEKOLAH OLEH PEMERINTAH DAERAH (MSPD) KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTERIAN AGAMA 2010 MUTU ADALAH TANGGUNG JAWAB BERSAMA (QUALITY IS EVERYBODY

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan; meliputi input, proses, output, dan outcome; yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

RESPONDEN KEPALA SEKOLAH

RESPONDEN KEPALA SEKOLAH Bapak/Ibu/Sdr Kepala Sekolah yang terhormat, RESPONDEN KEPALA SEKOLAH Dengan ini pekenankanlah saya Wisnu Subagyo mahasiswa Pasca Sarjana Magister Manajemen Pedidikan UKSW mohon kebaikan hati Bapak/Ibu

Lebih terperinci

: Babakan Ciomas RT. 2/3 ds. Parakan Kec. Ciomas Kab. Bogor

: Babakan Ciomas RT. 2/3 ds. Parakan Kec. Ciomas Kab. Bogor Penyusun: Tim Pengembang Madrasah Nama Madrasah Alamat : MTs Al Inayah : Babakan Ciomas RT. 2/3 ds. Parakan Kec. Ciomas Kab. Bogor Program Prioritas MTs. Al Inayah STANDAR ISI 0 MENENTUKAN PROGRAM PRIORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia bergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni telah membawa perubahan hampir disemua bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Perubahan pada bidang

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 31 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 31 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 31 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. NIP iii KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR 41 LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi salah satu masalah serius yang sedang dihadapi Indonesia antara lain rendahnya mutu pendidikan.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan titik berat pembangunan dalam memasuki era global. Era globalisasi dan pasar bebas tingkat AFTA dan AFLA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK PENINGKATAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN SMK

PENGEMBANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN SMK PENGEMBANGAN KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN SMK UU SISDIKNAS NO 20 TH 2003 BAB IX STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Pasal 35 (1) dan (2): (1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa pendidikan nasional

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 44 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

Sumba Barat. Demikian halnya dalam konteks pembangunan di Kabupaten Sumba Barat, Master Plan ini juga telah disinergikan dengan rancangan RPJMD 2010

Sumba Barat. Demikian halnya dalam konteks pembangunan di Kabupaten Sumba Barat, Master Plan ini juga telah disinergikan dengan rancangan RPJMD 2010 BAB V. PENUTUP Master Plan ini lebih merupakan gambaran dari satu keingan dan cita-cita besar jangka panjang yang ingin dicapai dalam bidang Pembangunan Pendidikan di Kabupaten Sumba Barat. Diharapkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT PEMERINTAH KABUPATEN PURWAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 40 B. TUJUAN 40 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 40 D. UNSUR YANG TERLIBAT 41 E. REFERENSI 41 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 41 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 44 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

FORM EDS KEPALA SEKOLAH

FORM EDS KEPALA SEKOLAH FORM EDS KEPALA SEKOLAH NAMA : Nuptk : 1. KS.1.1 Jumlah penghargaan yang diraih sekolah pada tingkat kabupaten/kota pada satu tahun terakhir adalah... 2. KS.1.2 Jumlah penghargaan yang diraih sekolah pada

Lebih terperinci

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA

PENGINTEGRASIAN SPM DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KABUPATEN/KOTA SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR DI KOTA SALATIGA TAHUN 2011/2012. Donald Samuel Slamet Santosa

MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR DI KOTA SALATIGA TAHUN 2011/2012. Donald Samuel Slamet Santosa MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR DI KOTA SALATIGA TAHUN 2011/2012 Donald Samuel Slamet Santosa Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang PENDAHULUAN Salah satu upaya pemerintah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) 1 1. Pengertian KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masingmasing satuan pendidikan 2 2. Landasan Pengembangan KTSP

Lebih terperinci

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional

LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional LANDASAN DAN PENTAHAPAN PERINTISAN SBI Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 LANDASAN KONSEPTUAL Definisi Umum: SBI adalah sekolah/madrasah yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) Tahun Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, 2011

KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) Tahun Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, 2011 KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) Tahun 2011 Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta, 2011 1 Pokok Bahasan A B Sekilas Program BOS Kebijakan Perubahan Mekanisme Penyaluran Dana BOS Tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL. Rahmania Utari, M. Pd.

KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL. Rahmania Utari, M. Pd. KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL Rahmania Utari, M. Pd. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami landasan hukum dan kebijakan pendidikan formal meliputi dasar, menengah dan tinggi. 1. Standar-standar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 29 B. TUJUAN 29 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 29 D. UNSUR YANG TERLIBAT 30 E. REFERENSI 30 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 30 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 34 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

Djuharis Rasul Peneliti di Pusat Kurikulum Diknas Sosialisasi KTSP

Djuharis Rasul Peneliti di Pusat Kurikulum Diknas Sosialisasi KTSP Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dan salam sejahtera untuk kita semua Semoga Apa yang kita lakukan hari ini bernilai ibadah disisi Allah SWT. Amin Djuharis Rasul Peneliti di Pusat Kurikulum Diknas

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN 2 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 2 D. UNSUR YANG TERLIBAT 2 E. REFERENSI 2 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 3 G. URAIAN PROSEDUR KERJA 5 LAMPIRAN 1 : ALUR PROSEDUR KERJA ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya Manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 89 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN 5.1.1 Kebijakan pendidikan Sistem pendidikan di Indonesia, secara kebijakan maupun berdasarkan pengukuran desentralisasi dari OECD (1995), sudah dapat dikatakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang Mengingat : a. bahwa pendidikan

Lebih terperinci

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 6 mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 37 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 37 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 37 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK PENINGKATAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK SEKOLAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan saat ini merupakan kebutuhan primer setiap manusia. Karenanya, pendidikan tidak boleh dianggap sepele karena dengan pendidikan harkat dan martabat

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 33 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 33 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 33 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK SEKOLAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan peserta didik, baik secara mental maupun intelektual, digembleng agar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan peserta didik, baik secara mental maupun intelektual, digembleng agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, dan merupakan salah satu faktor penentu mutu sumber daya manusia. Melalui pendidikan peserta

Lebih terperinci

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Prof. Suyanto, Ph.D. Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1 Tahapan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian 416 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian sebagaimana dikemukakan pada bab empat, maka berikut ini disajikan kesimpulankesimpulan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA

KERANGKA ACUAN KERJA KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) Pengguna Anggaran : Ir. ANGGIT HERMANUADI, M.Si PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO SATKER/SKPD : BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH NAMA PROGRAM : PENGKAJIAN PEMBANGUNAN BIDANG

Lebih terperinci

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi.

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi. LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 Tahun 2007 TANGGAL : 9 Juli 2007 A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN 1. Kebijakan 1. Kebijakan dan Standar 1.a. Penetapan kebijakan

Lebih terperinci

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi.

1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan. b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi. LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN 1. Kebijakan 1. Kebijakan dan Standar 1.a. Penetapan kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

BAB VI KERANGKA IMPLEMENTASI

BAB VI KERANGKA IMPLEMENTASI BAB VI KERANGKA IMPLEMENTASI Guna mendukung keberhasilan yang terukur implementasi program program pendidikan dan kebudayaan perlu diatur beberapa hal pendukung sebagai berikut: 1) strategi pendanaan pendidikan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1 Lampiran : Peraturan Bupati OKU Selatan Nomor : Tahun 2015 Tentang : Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG KRITERIA DAN PERANGKAT AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam menjamin hak konstitusional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan dengan sengaja, sadar dan berencana yang membiasakan para warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali,

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TANGGAL 4 MARET 2009

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TANGGAL 4 MARET 2009 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TANGGAL 4 MARET 2009 INSTRUMEN AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) 1. Periksalah kelengkapan Perangkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RENCANA TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH STANDAR SARANA DAN PRASARANA. ruang belajar

RENCANA TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH STANDAR SARANA DAN PRASARANA. ruang belajar RENCANA TINDAK LANJUT HASIL EVALUASI DIRI SEKOLAH Sekolah kami belum memiliki semua sarana dan alat-alat yang dibutuhkan untuk memenuhi ketetapan dalam standar STANDAR SARANA DAN PRASARANA TINGKATAN MASALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 45 mengamanatkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

APA MENGAPA BAGAIMANA EDS ITU?.

APA MENGAPA BAGAIMANA EDS ITU?. APA MENGAPA BAGAIMANA EDS ITU?. SUPAYA KITA MEMAHAMI MARI KITA JAWAB PERTANYAAN INI? 1.Apa Dasar Hukum EDS? 2.Apa permasalahan dalam EDS? 3.Apa itu EDS? 4.Apa tujuan EDS? 5.Apa manfaat EDS? 6.Apa hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN BUPATI ACEH SELATAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT KABUPATEN ACEH SELATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

II. KEBIJAKAN DAK BIDANG PENDIDIKAN

II. KEBIJAKAN DAK BIDANG PENDIDIKAN SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2012

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 53 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panduan EDS Kepala Sekolah PADAMU NEGERI

Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panduan EDS Kepala Sekolah PADAMU NEGERI Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia Panduan EDS Kepala Sekolah Dokumen ini diperuntukkan bagi PTK dan Siswa KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

SOAL EDS ONLINE UNTUK KS.

SOAL EDS ONLINE UNTUK KS. SOAL EDS ONLINE UNTUK KS. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN KS.1.1 Jumlah penghargaan yang diraih sekolah pada tingkat kabupaten/kota pada satu tahun terakhir adalah... KS.1.2 Jumlah penghargaan yang diraih sekolah

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS, Menimbang

Lebih terperinci

TAR BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

TAR BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 1 TAR BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG SERI D PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 dan NOMOR 6 TAHUN 2007 Tentang PELAKSANAAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 dan NOMOR 6 TAHUN 2007 Tentang PELAKSANAAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 dan NOMOR 6 TAHUN 2007 Tentang PELAKSANAAN STANDAR ISI DAN STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN Jadwal Pelaksanaan Kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional. Pemberian kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional. Pemberian kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergantian pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang dimulai pada tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas, nyata

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN

Lebih terperinci