ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI CAISIM: PENDEKATAN STOCHASTIC PRODUCTION FRONTIER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI CAISIM: PENDEKATAN STOCHASTIC PRODUCTION FRONTIER"

Transkripsi

1 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI CAISIM: PENDEKATAN STOCHASTIC PRODUCTION FRONTIER (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI ARYA PRATHAMA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 RINGKASAN ARYA PRATHAMA. H Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Caisim: Pendekatan Stochastic Production Frontier (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor), Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan DWI RACHMINA). Pada umumnya produksi sayuran di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, tetapi produksi tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mulai menyerukan GEMA Sayuran pada tahun 2010 yang juga dapat meningkatkan produksi sayuran. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang fokus pada program pertanian. Sejak tahun 2009, Pemerintah Kota Bogor memfokuskan program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Berbeda dengan peningkatan produksi nasional, peningkatan produksi pada beberapa daerah di Jawa Barat mununjukkan hasil negatif. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang penurunan produksi caisim terbesar yaitu sebesar 68,5 persen. Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran rendah termasuk caisim. Caisim dengan produksi terbesar berasal dari desa Ciaruteun Ilir. Desa ini merupakan desa dengan produksi caisim terbesar, namun produktivitas caisim di daerah tersebut masih rendah. Produktivitas caisim sebesar 12 ton/ha yang masih dapat ditingkatkan mencapai produktivitas rata-rata maksimal nasional yaitu 14,92 ton/ha (Dirjen Hortikultura, 2010). Adanya kondisi seperti ini, maka sangat penting untuk mengetahui efisiensi teknis usahatani dan faktor-faktor lain apa yang mempengaruhi tingkat inefisiensi sehingga hubungan tersebut dapat dihubungkan dalam bentuk model. Selanjutnya akan timbul pertanyaan mengenai pendapatan petani dari penggunaan usahatani yang dilakukannya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis efisiensi teknis caisim. Tujuan penelitian secara khusus antara lain menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, tingkat efisiensi teknis usahatani, faktor-faktor inefisiensi teknis dari usahatani dan menganalisis pendapatan usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. Pengambilan sampel pada responden petani dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yang pertama dengan Cluster Sampling, lokasi penelitian dibagi berdasarkan dusun. Kemudian setelah itu untuk menentukan jumlah responden dengan metode Proportional Sampling. Terakhir, pengambilan sampel dengan cara (Purposive Sampling) yaitu sample dipilih secara sengaja dengan meminta rekomendasi dari kepala dusun. Jumlah sampel secara keseluruhan adalah sebanyak 35 orang. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi usahatani (luas lahan, benih. Unsur N, unsur P, unsur K, pupuk kandang, obat-obatan, dan tenaga kerja) menunjukkan bahwa lahan, benih, pupuk kandang, obat-obatan dan tenaga kerja berkorelasi positif dan nyata. Sedangkan unsur N berkorelasi negative dan nyata. Unsur P dan Unsur K juga berkorelasi positif tetapi tidak nyata. Nilai rata-rata efisiensi teknis dari petani responden sebesar 70 persen dari produksi maksimum. Variabel dalam menduga efek ii

3 inefisiensi teknis terdiri dari usia petani, umur bibit, pendidikan formal, pengalaman usahatani caisim, pendapatan di luar usahatani, varietas benih dan status lahan. Dari seluruh variabel tersebut variabel usia dan umur bibit positif dan nyata terhadapa efek inefisiensi sedangkan pendidkan dan varietas benih berkorelasi negative dan nyata terhadapa efek inefisiensi. Adapun variabel pengalaman berpengaruh positif dan variabel pendapaatan di luar usahataani serta status lahan berkorelasi negative tidak nyata terhadap inefisiensi usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. Umur bibit dan Varietas benih memiliki koefisien yang paling besar. Hasil analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa dengan tingkat efisiensi teknis sebesar 70 persen dapat memberikan keuntungan bagi petani (pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan biaya total masung-masing sebesar Rp ,52 dan Rp ,72) dengan melihat nilai R/C rasio atas biaya tunai (3.03) maupun R/C rasio atas biaya total (1,25) lebih besar dari satu. Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu bahwa produksi caisim dipengaruhi lahan, benih, unsur N, unsur P, unsur K, pupuk kandang obat-obatan, tenaga kerja dan nilai rata-rata efisiensi teknis dari petani responden sebesar 0,70 atau 70 persen dari produksi maksimum. Dari 35 persen responden, masih terdapat 17 petani (48,57 persen) yang memiliki tingkat efisiensi dibawah 0,7 (belum efisien secara teknis) dan sisanya 51,43 persen sudah efisien tetapi masih dapat terus ditingkatkan. Hasil analisis pendapatan usahatani memberikan keuntungan bagi petani dengan melihat nilai R/C rasio atas biaya tunai maupun R/C rasio atas biaya total lebih besar dari satu. iii

4 ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI CAISIM: PENDEKATAN STOCHASTIC PRODUCTION FRONTIER (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) ARYA PRATHAMA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iv

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Caisim: Pendekatan Stochastic Production Frontier (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor) : Arya Prathama : H Menyetujui, Pembimbing Ir. Dwi Rachmina, M.Si NIP Mengetahui: Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi dan Teknis dan Pendapatran Usahatani Caisim: Pendekatan Stochastic Production Frontier (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor) belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Bogor, Juli 2012 Arya Prathama H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Arya Prathama kelahiran 23 Maret 1989 di Sumbawa Besar dari Bapak Thamar Jaya dan Ibu Siti Salmah sebagai anak bungsu dari dua bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Shandi Putra Sumbawa Besar selama dua tahun yaitu tahun 1993 hingga1995. Kemudian menyelesaikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Negeri 1 Sumbawa Besar. Setelah itu melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 1 Sumbawa Besar. Tiga tahun kemudian melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 1 Sumbawa Besar. Pada tahun 2007 penulis diterima pada Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memperoleh gelar Ahli Madya pada 2010 dari Program Keahlian Manajemen Agribisnis dengan predikat Cum Laude. Selama menjadi mahasiswa di Diploma IPB, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti kepanitiaan MAKRAB (Malam Keakraban) MAB Angkatan 43,44,45, kepanitiaan Fieldtrip MAB 44 Goes to Subang, Ketua Fieldtrip ke PT Yakult dan PT Indolakto Sukabumi, serta aktif dalam organisasi mahasiswa daerah IMATADAWA (Ikatan Mahasiswa Taruna Dadara Samawa). Pada tahun 2010 juga, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana Alih Jenis Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Selama melanjutkan pendidikan Sarjana, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti kepanitian SIKRAB (Siang Keakraban) penyambutan mahasiswa baru Alih Jenis Angkatan 2. Selain itu, penulis juga bekerja sebagai karyawan di PT Bank Bukopin Tbk selama satu tahun ( ). vii

8 KATA PENGANTAR Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Caisim: Pendekatan Stochastic Production Frontier (Kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor) sehingga skripsi ini bisa selesai tepat pada waktunya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi produksi (teknis) dan pendapatan usahatani Caisim. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan sehingga diperlukan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing atas saran dan masukannya serta semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Arya Prathama H viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari banyak pihak. Karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta ilmu pengetahuan pada penulis selama penyelesaian skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS atas saran dan ilmu yang bermanfaat dalam menjadi dosen evaluator dalam seminar proposal penelitian sekaligus menjadi dosen penguji utama. 3. Dra. Yusalina, M.Si selaku penguji komisi akademik yang juga memberi banyak saran guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. 4. Kedua orang tua tercinta (Bapak Thamar Jaya dan Ibu Siti Salmah), kakak tersayang (dr. Maya Paramitha) dan seluruh keluarga besar atas doa, perhatian dan dukungan baik moril maupun materil. 5. Astrid Nur Amalia, SE beserta keluarga yang selalu memberi dukungan dan semangat. 6. Maryono SP, MSc atas sharing ilmu pengetahuan mengenai stochastic production frontier. 7. M. Arief Bangun Sanjaya, SE selaku pembahas seminar skripsi atas saran, tukar pikiran, dan dukungan dalam bersama-sama menyelesaikan skripsi. 8. Bapak Rukmana selaku Kepala Desa Ciaruteun Ilir atas arahan serta bantuannya. 9. Kepala Dusun Desa Ciaruteun Ilir (Bapak Salam, Bapak Isnain, Bapak Minan dan Bapak Armin) atas bantuan dalam memperoleh informasi dan responden. 10. Seluruh petani responden di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor atas kesediannya dalam memberikan data dan informasi yang sangat berguna untuk penelitian ini. 11. Rekan-rekan Agribisnis Alih Jenis 1 yang telah memberikan banyak kritik dan saran membangun serta kebersamaan dan kerjasamanya. 12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Empiris Caisim Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Konsep Fungsi Produksi Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Konsep Pendapatan Usahatani Kerangka Pemikiran Operasional BAB IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengambilan Sampel Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier (SF) Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis Uji Hipotesis Analisis Pendapatan Usahatani Definis Operasional x

11 BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Karakteristik Petani Responden Usia Responden Lama Pendidikan Formal Status Lahan Pengalaman Usahatani Jenis Varietas Pendapatan di Luar Usahatani Umur Bibit Kegiatan Budidaya Caisim di Lokasi Penelitian Persiapan dan Pengolahan Lahan Semai Penyemaian Persiapan dan Pengolahan Lahan Tanam Penanaman Pemeliharaan Pemanenan dan Pasca Panen BAB VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI CAISIM Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Implikasi Penelitian BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM Penerimaan Usahatani Caisim Biaya Usahatani Caisim Pendapatan Usahatani Caisim BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Nilai PDB Hortikultura Bedasarkan Harga Berlaku Periode Produksi Sayuran Segar di Indonesia Berdasarkan Urutan Kontribusi Produksi Tahun Produksi Caisim pada Tahun di Jawa Barat Realisasi Tanam dan Produktivitas Caisim Di Kabupaten Bogor Produksi Sayur-sayuran (Ton) di Kecamatan Cibungbulang Tahun Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Usia Pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Lama Pendidikan Formal Pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun ilir Berdasarkan Status Lahan Pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Pengalaman Usahatani Pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Jenis Varietas Benih pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Pendapatan di Luar Usahatani Pada Tahun Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Umur Bibit pada Tahun Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Caisim dengan Metode OLS Tahun Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Caisim dengan Metode MLE Tahun Ringkasan Statistik Variabel Bebas Model Inefisiensi Teknis Petani Responden Tahun xii

13 16 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Caisim Tahun Pendugaan Parameter Maximum Likelihood Model Inefisiensi Teknis Produksi Caisim Tahun Penerimaan Rata-rata Usahatani Caisim Satu Muism Tanam per Hektar Di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Biaya Rata-rata Usahatani Caisim Satu Musim Tanam per Hektar Petani Responden di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya Usahatani Caisim Satu Musim Tanam per Hektar di Desa Ciaruteun Ilir Tahun xiii

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Kurva Produk Total, Produk Marginal, dan Produk Rata-Rata Fungsi Produksi Stochastic Frontier Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Benih Lokal yang Digunakan Petani di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Bibit Semai Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Proses penyiraman Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Alat Penyiram yang Digunakan Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Pemotongan Daun Kuning (busuk) Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Caisim yang Siap Dijual oleh Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Matrix Plot Lahan VS Produktivitas, Produksi, Benih, Pukan, Obat, Unsur N dan Tenaga Kerja Matrix Plot Benih VS Produktivitas, Produksi, Luas Lahan, Pukan, Obat, Unsur N dan Tenaga Kerja Matrix Plot Unsur N VS Produktivitas, Produksi, Benih, Pukan, Obat, Luas Lahan dan Tenaga Kerja Matrix Plot Pukan VS Produktivitas, Produksi, Benih, Luas Lahan, Obat, Unsur N dan Tenaga Kerja Matrix Plot Obat VS Produktivitas, Produksi, Benih, Luas Lahan, Pukan, Unsur N dan Tenaga Kerja Matrix Plot Tenaga Kerja VS Produktivitas, Produksi, Benih, Luas Lahan, Pukan, Unsur N dan Obat-obatan Matrix Plot Hubungan antara Umur terhadap Luas Lahan dan Produksi xiv

15 18 Matrix Plot Hubungan Umur Bibit dengan Produktivitas dan Input Produksi Lainnya xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Jenis Sayuran yang Dilaporkan Berdasarkan Bentuk Hasil, Kontribisi Produksi, dan Kisaran Produktivitasnya Tahun Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani Input Model Faktor Produksi Caisim Tahun Input Inefisiensi Teknis Produksi Caisim Tahun Output Minitab Model Produksi Caisim Desa Ciarutreun Ilir Tahun Output Frontier Model Produksi Caisim Desa Ciaruteun Ilir Tahun Matrix Plot Hubungan Umur petani terhadap Umur Bibit di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Nilai Penyusutan Alat Pertanian Isahatani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun xvi

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia dengan berbagai keragaman memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura, baik yang beradaptasi pada iklim tropis maupun subtropis. Menurut WWF (2010), telah terdaftar sebanyak, 323 jenis komoditas hortikultura yang terdiri atas 60 jenis buah-buahan, 80 jenis sayur-sayuran, 66 jenis biofarmaka, dan 117 jenis tanaman hias 1. Pengembangan dari usaha hortikultura memiliki berbagai fungsi antara lain: (1) Fungsi ekonomi, yaitu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan perekonomian nasional, (2) Fungsi ekologi, yaitu membantu kelestarian lingkungan hidup, meminimalkan pemanasan global, serta meningkatkan kualitas kehidupan dan, (3) Fungsi sosial, meningkatkan interaksi masyarakat, memelihara kearifan lokal, mengembangkan budaya adiluhung, serta pemahaman dan penghayatan tentang manfaat hortikultura 2. Keberagaman dari produk hortikultura juga memberi kontribusi terhadap perekonomian di Indonesia. Kontribusi komoditas hortikultura terhadap perekonomian nasional dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Berikut nilai PDB hortikultur periode disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Bedasarkan Harga Berlaku Periode No Nilai PDB (Milyar Rp) Δ Komoditas (%) 1 Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Hias Obat-obatan Total Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010 (diolah). 1 (diakses 15 juli 2012). 2 (diakases 11 Jui 2012)

18 Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari keempat komoditi hortikultura (buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan obat-obatan), buahbuahan merupakan komoditi yang memeberi kontribusi terbesar senilai Rp Milyar dengan peningkatan sebesar 2,93 persen. Namun jika dilihat dari pertumbuhannya komoditi sayur-sayuran merupakan komoditi dengan pertumbuhan terbesar sebesar 8.16 persen selanjutnya diikuti tanaman hias, buah, dan obat-obatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja dari komoditi sayuran yang meningkatkan dan memberi kontribusi besar untuk PDB hortikultura di Indonesia. Komoditas hortikultura khususnya sayur-sayuran berpotensi ekonomis karena permintaan yang tinggi dan pertumbuhannya yang meningkat. Setiap tahunnya, Indonesia mengimpor sayur dan buah sebanyak 60 persen dari kebutuhan dalam negeri. Belanja impor sayur dan buah mencapai Rp 15 triliun tiap tahunnya. Buah dan sayur itu kebanyakan diimpor dari negara Asia. Hal ini terjadi karena selama ini petani dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi sayur dan buah dalam negeri 3. Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mulai menyerukan GEMA Sayuran pada tahun 2010 untuk menambah permintaan akan sayuran. Gerakan Makan Sayuran (GEMA sayuran) merupakan kegiatan promosi dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk sayuran nasional yaitu sayuran produksi petani Indonesia sehingga dapat meningkatkan konsumsi sayuran masyarakat. Peningkatan konsumsi sayuran akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dan sekaligus dapat menghela produksi sayuran dalam negeri yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani 4. Dukungan terhadap program tersebut juga dilakukan pemerintah. Sejak tahun 2010 Presiden Republik Indonesia telah berkomitmen akan mensejahterakan petani dan memperbaiki infrastruktur pertanian nasional guna menargetkan lima sampai sepuluh tahun mendatang Indonesia akan swasembada komoditas pertanian. 3 Benny Kusbini dalam (diakses 1 Maret 2012) Juli 2012). 2

19 Berdasarkan bentuk hasil yang dilaporkan (Dirjen Hortikultura, 2010), komoditas sayuran terdiri dari umbi kering panen dengan daun, umbi daun, daun segar, umbi basah, daun krop, sayuran segar, umbi dengan ganggang, polong basah (Lampiran 1). Sayuran segar meupakan salah satu bentuk hasil sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia mengingat bahwa dari 25 komoditas sayuran yang paling berkontribusi terhadap produksi sayuran nasional, lima diantaranya ditempati oleh sayuran segar seperti sawi, kembang kol, kangkung, bayam dan jamur. Pada Tabel 2, dapat dilihat produksi sayuran segar di Indonesia berdasarkan urutan kontribusinya. Tabel 2. Produksi Sayuran Segar di Indonesia Berdasarkan Urutan Kontribusi Produksi Tahun Komoditi 2009 Pesentase (%) 2010 Pesentase (%) Δ (%) Sawi (Ton) , Kembang Kol (Ton) , Kangkung (Ton) , Bayam (Ton) , Jamur (Ton) Sumber : 5 Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sawi merupakan sayuran segar dengan persentase terbesar yaitu sebesar 46,72 persen pada tahun 2010 yang sebelumnya meningkat dari persen pada tahun 2009 dari total kontribusi sayuran segar nasional. Peningkatan tersebut disebabkan peningkatan luas panen rata-rata dan produktivitas rata-rata dari usahatani sawi 6. Selanjutnya kontribusi terbesar diikuti dengan persentase kangkung. Bayam, kembang kol, kemudian jamur. Dari kelima komoditi tersebut, jamur merupakan komoditi dengan laju pertumbuhan tertinggi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi mencakup beberapa spesies Brassica yang kadang-kadang mirip satu sama lain. Di Indonesia penyebutan sawi biasanya mengacu pada sawi 5 (diakses 1 maret 2012). 6 (diakses 13 Maret 2012) 3

20 hijau (Brassica rapa kelompok parachinensis, yang disebut juga sawi bakso, caisim, atau caisin) 7. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang fokus pada program pertanian. Sejak tahun 2009, Pemerintah Kota Bogor memfokuskan program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Kegiatan tersebut akan memperoleh dua keuntungan ganda. Fokus kebijakan peningkatan ketahanan pangan akan berdampak positif pada peningkatan produksi dan produktivitas, diversifikasi sumberdaya dan bahan pangan, serta revitalisasi kelembagaan (petani). Adapun fokus pengembangan agribisnis yakni mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan membangun keunggulan komparatif sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang telah tersedia di Bogor. Menurut Syukur dalam Gopur (2009), Caisim (salah satu jenis sawi) merupakan komoditi hortikultura yang banyak diusahakan karena umur panen caisim yang relatif singkat, termasuk jenis tanaman yang tahan terhadap hujan sehingga dapat dibudidayakan sepanjang tahun (tersedia air yang cukup) dan tahan terhadap suhu yang tinggi. Caisim pada awalnya dikenal sebagai tanaman daerah iklim sedang, tetapi saat ini berkembang pesat di daerah sub-tropis. Menurut Rukman (2002), Caisim dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan suhu pada malam hari rata-rata15,6 C dan suhu siang hari rata-rata 21,1 C dan mendapat sinar matahari jam per harinya. Pada umumnya, caisim ditanam di daerah dataran tinggi, bukan berarti tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah karena tanaman ini cukup tahan terhadap panas. Caisim dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik adalah jenih tanah lempung berpasir (Andosol). Caisim termasuk ke dalam famili Curciferae merupakan tanaman yang tahan terhadap air hujan, dan dapat dipanen sepanjang tahun tidak tergantung dengan musim. Oleh sebab itu petani yang mengusahakan caisim banyak ditemukan di Jawa Barat. Produksi caisim di Jawa Barat dapat dilihat di Tabel 3 di bawah ini. 7 (diakases 12 Juli 2012) 4

21 Tabel 3. Produksi Caisim pada Tahun di Jawa Barat No Kabupaten Tahun (Ton) Δ (%) Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Tasikmalaya Ciamis Kuningan Cirebon Majalengka Sumber : 3 Maret 2012) Berbeda dengan peningkatan produksi nasional, peningkatan produksi pada beberapa daerah di Jawa Barat menunjukkan hasil negatif. Pada kolom laju perubahan produksi dapat dilihat bahwa Kabupaten Bogor merupakan daerah yang penurunan produksi caisim terbesar yaitu sebesar 68,5 persen. Penyebab dari penurunan produksi selain diakibatkan oleh penurunan luas lahan tanam sayuran, juga bisa diakibatkan oleh faktor-faktor lain diluar penurunan luas lahan seperti faktor cuaca maupun tingkat efisiensi produksi (Nugraha, 2010). Selain itu, menurunan produktivitas juga menjadi alasan dari penurunan tersebut. Produktivitas dari komoditi caisim dapat di lihat pada Tabel 4. Tabel 4. Realisasi Tanam dan Produktivitas Caisim Di Kabupaten Bogor Tahun Tanam (Ha) Δ (%) Produktivitas (ku/ha) Δ (%) , , Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan Menurut Badan Litbang Pertanian Kementrian Pertanian, Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran rendah di Bogor yang memproduksi sayur-sayuran dalam jumlah besar termasuk caisim. Data produksi caisim di Kecamatan Cibungbulang disajikan dalam Tabel [diakses 28 Februari 2012]. 5

22 Tabel 5. Produksi Sayur-sayuran (Ton) di Kecamatan Cibungbulang Tahun 2010 No Desa Cabe Tomat Terong Kangkung Bayam Sawi/ Caisim 1 Situ Udik Situ Ilir Cibatok Ciaruten Udik 5 Cibatok Sukamaju Cemplang Galuga Dukuh Cimanggu Cimanggu Girimulya Leuweung Kolot 14 Ciaruteun Ilir 15 Cijujung Jumlah Sumber : Kecamatan Cibungbulang dalam Angka, Tabel 5 menjelaskan bahwa Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah desa dengan produksi sayuran tertinggi di Kecamatan Cibungbulang, termasuk juga untuk komoditi caisim dengan jumlah produksi sebesar 72 ton. Caisim merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, produksi caisim menjadi sangat penting. Dengan demikian, untuk mencapai produksi yang optimal maka diperlukan ketepatan kombinasi dalam penggunaan input dan output sehingga akan tercapai efisiensi. Berdasarkan hal tersebut, efisiensi produksi caisim akan menjadi objek yang menarik untuk dikaji karena efisien penggunaan faktor produksi suatu usahatani bisa mempengaruhi pendapatan petani caisim di daerah tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Guna secara terus menerus memenuhi konsumsi konsumen terhadap komoditas sayur-sayuran (salah satu upaya mendukung GEMA Sayuran 2010), diperlukan pula produksi sayur-sayuran secara kontinyu untuk memenuhi 6

23 permintaan tersebut. Selain dukungan pemerintah, maka perlu juga kesadaran petani-petani sayur-sayuran untuk meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi tersebut diharapkan selain untuk memenuhi kebutuhan konsumen sayuran, diharapkan pula dapat meningkatkan pendapatan petani sayur-sayuran. Pendapatan petani akan meningkat salah satunya dengan menggunakan faktorfaktor produksi secara efisien. Salah satu jenis komoditas sayuran yang banyak diusahakan khususnya di Kecamatan Cibungbulang ialah caisim. Sebagai salah satu sentra pertanian di Kabupaten Bogor, di daerah tersebut banyak tersebar petani-petani sayur caisim. Caisim dengan produksi terbesar di Kecamatan Cibungbulang berasal dari Desa Ciaruteun Ilir. Meskipun desa ini merupakan desa dengan produksi caisim terbesar, namun berdasarkan catatan Petugas Penyuluh Lapangan Kecamatan Cibungbulang menyatakan bahwa produktivitas caisim di daerah tersebut masih rendah dan masih berpotensi untuk ditingkatkan meskipun secara regional (Tabel 3) produktivitasnya berada diatas produksi rata-rata Kabupaten Bogor. Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2010, Produktivitas caisim di Desa Ciaruteun Ilir sebesar 12 ton/ha dan masih berpotensi untuk ditingkatkan. Mengkaji permasalahan mengenai produktivitas sebenarnya terkait dengan efisiensi teknis. Efisiensi teknis dapat mempengaruhi tingkat produksi dengan menunjukkan pada seberapa besar output maksimum dapat dihasilkan dari tiap atau kombinasi input yang tersedia. Efisisensi teknis juga berhubungan dengan beberapa hal lain yang bisa dianalisis. Petani dapat dikatakan efisien jika menghasilkan output dengan kuantitas yang sama tetapi penggunaan input yang lebih sedikit dari petani lainnya atau menggunakan kuantitas dan kombinasi yang sama tetapi menghasilkan output yang lebih banyak dari petani lainnya. Teknik budidaya yang dilakukan petani, termasuk penggunaan dari faktorfaktor produksi mempengaruhi efisiensi teknis dari suatu usahatani. Jika semakin tinggi efisiensi petani, maka inefisiensinya semakin kecil. Adanya pengaruh inefisiensi terlihat dari kondisi terdapatnya gap atau kendala yang membuat petani tidak mampu memperoleh output yang seharusnya diperoleh dari kegiatan usahatani. Inefisiensi merupakan kendala-kendala yang datang dari sisi internal petani. Jadi, perlu mengidentifikasi faktor-faktor sumber inefisiensi untuk 7

24 kemudian dianalisis karena dengan menekan efek inefisiensi maka akan meningkatkan efisiensi usahataani. Selain itu jika efisiensi tinggi juga akan membuat pendapatan yang diterima petani semakin maksimal. Dengan adanya kondisi seperti ini, maka sangat penting untuk mengetahui efisiensi teknis usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. Untuk mengetahui efisiensi maka sebelumnya perlu mengidentifikasi faktor faktor apa yang mempengaruhi produksi caisim dan faktor-faktor lain apa yang mempengaruhi tingkat inefisiensi sehingga hubungan tersebut dapat di hubungkan dalam bentuk model. Selanjutnya akan timbul pertanyaan mengenai berapa pendapatan petani berhubungan dengan tingkat efisiensinya dan penggunaan usahatani yang dilakukannya. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisa efisiensi teknis caisim. Tujuan penelitian secara khusus antara lain : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani caisim. 2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. 3. Menganalisis faktor-faktor inefisiensi teknis dari usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. 4. Menganalisis pendapatan usahatani caisim di Desa Ciaruteun Ilir. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang hasilnya sepenuhnya dipublikasikan agar dapat digunakan sebagaimanamestinya termasuk sebagai bahan masukan dan kajian. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya penelitian ini antara lain : 1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan manfaat bagi petani caisim dan dapat membantu petani membuat keputusan. 2. Penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan informasi dan pengetahuan serta pengalaman bagi penulis dalam menganalisi permasalahan agribisnis. 8

25 3. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan referensi dan sumber informasi bagi penelitian berikutnya. 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian analisis efisiensi teknis caisim meliputi kegiatan yang terdiri dari analisis efisiensi secara teknis, inefisiensi dan pendapatan usahatani. Penelitian ini menggunakan pendekatan stochastic production frontier yang terbatas hingga faktor internal (inefisiensi) dari dari produksi caism di daerah penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor karena Cibungbulang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dan Desa Ciaruteun merupakan desa di Kecamatan Cibungbulang yang memproduksi caisim dengan jumlah terbesar di Kecamatan tersebut. Harga yang digunakan sebagai acuan merupakan harga komoditi caisim saat dilakukannya penelitian. Penelitian ini juga terdapat pelanggaran asumsi persamaan Cobb-Douglas yaitu adanya nilai koefisien atau elastisitas variabel yang negatif. 9

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Caisim Caisim merupakan jenis sayuran yang cukup popular di Indonesia. Dikenal pula sebagai caisin, sawi hijau atau sawi bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan dan dapat dimakan segar (biasanya dilayukan dengan air panas) atau diolah. Bagi petani, masa panen yang singkat dan pasar yang terbuka luas merupakan daya tarik untuk mengusahakan caisin. Daya tarik lainnya adalah dan mudah diusahakan. Konsumsi caisin diduga akan mengalami peningkatan sesuai pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya daya beli masyarakat, kemudahan tanaman ini diperoleh di pasar, dan peningkatan pengetahuan gizi masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan teknologi budidaya yang sudah ada agar hasilnya meningkat (Gopur, 2009). Caisim mengandung folat, mineral (mangan dan kalsium), asam amino triptofan dan juga serat pangan. Caisim juga merupakan sayuran yang bermanfaat untuk membantu mencegah dari terserangnya penyakit kanker, hal ini di sebabkan karena dalam caisim mengandung senyawa fitokimia khususnya glukosinolat yang cukup tinggi. Mengkonsumsi sawi hijau secara rutin mampu menurunkan resiko terserangnya kanker prostat (Sebayang, 2010). Tanaman caisim dapat tumbuh baik ditempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan meter diatas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun (Rukmana, 2009). Untuk memproduksi caisim yang baik, diperlukan pula benih yang baik. Kebutuhan benih caisim untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih berbentuk bulat dan kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan digunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya membeli harus diperhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga 10

27 harus memperhatikan kemasan. Kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang digunakan dari hasil penanaman sebelumnya (memperbanyak sendiri) harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi yang akan dijadikan benih terpisah dari tanaman sawi yang lain. Di harapkan lama penggunaan benih tidak lebih dari tiga tahun (Pradani dan Hariastuti, 2010). Dari segi pengusahaan, caisim cukup menjanjikan keuntungan yang lebih baik. Sebagai contoh, pengusahaan caisim seluas dua are dengan teknik sebar benih langsung (tanpa pesemaian) dapat dihasilkan 4-5 kwintal atau rata-rata 4,5 kwintal sayur segar pada musim kemarau per periode penanaman. Dengan harga rata-rata Rp. 1500/kg maka akan diperoleh keuntungan tidak kurang dari Rp (Haryanto et al, 2005) Peningkatan teknologi pertanian juga dilakukan terhadap caisim. Misalnya dengan pemberian sungkup. Dengan pemberian sungkup berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, rasio tajuk-akar, indeks panen, dan berat segar tajuk dua minggu setelah tanam. Meski demikian pemberian sungkup plastik menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih, berat segar akar, dan berat kering akar (Sulistyaningsih et al, 2005). 2.2 Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Fungsi Produksi Stochastic Frontier merupakan bentuk fungsi produksi yang menunjukkan produksi maksimum yang dapat dicapai suatu usahatani dari alokasi sumberdaya input yang ada. Sumberdaya input selanjutnya dikenal dengan faktor-faktor produksi. Produksi maksimum akan dicapai dari alokasi faktorfaktor produksi usahatani, sehingga perlu dilakukan analisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap kegiatan usahatani. Pada penelitian untuk komoditi Ubi Jalar oleh Khotimah (2010) di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menggunakan fungsi Maximum Likelihood Estimation (MLE) dalam mengestimasi fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi Ubi Jalar adalah lahan, benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan 11

28 pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi Ubi Jalar. Selanjutnya, disimpulkan bahwa usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien dan masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi. Darwanto (2010), dalam penelitian mengenai efisiensi usahatani padi di Jawa Tengah mengestimasi faktor produksi menggunakan bantuan paket komputer frontier (versi 4.1c). Input yang digunakan dalam menjalankan usahatani padi di Jawa Tengah adalah luas lahan, benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Koefisien elastisitas variabel luas lahan sebesar 0,68, koefisien elastisitas benih sebesar 0,33, variabel pupuk mempunyai nilai koefisien elastisitas sebesar 0,34, koefisien elastisitas pestisida adalah -0,68, koefisien elastisitas tenagakerja sebesar 0,87. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari 73 responden petani yang mengusahakan tanaman padi, memiliki nilai rata-rata efisiensi teknis sebesar 0,74. Nilai efisiensi teknis yang dihasilkan tersebut mengandung arti bahwa penggunaan faktor produksi oleh para petani belum efisien dan perlu dilakukan pengurangan penggunaan faktor-faktor produksi agar tercapai kondisi yang efisien. Untuk komoditi Jagung (di Tanah Laut, Kalimantan Selatan), efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel luas lahan, benih, pupuk organik, pupuk P, pestisida, tenaga kerja dan pengolahan tanah ditemukan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 85 persen, sedangkan pupuk N dan K tidak berpengaruh nyata. Ini diduga karena penggunaan pupuk N diduga sudah berlebihan. Nilai indeks efisiensi teknis hasil analisis dikategorikan efisien jika lebih besar dari 0.8 karena daerah penelitian merupakan sentra produksi jagung di Kalimantan Selatan. Rata-rata efisiensi teknis petani di daerah penelitian adalah jumlah petani memiliki nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.8 sehingga sebagian besar usahatani jagung yang diusahakan telah efisien secara teknis. Faktor-faktor umur, pendidikan, pengalaman dan keanggotaan dalam kelompok tani tidak berpengaruh secara nyata terhadap inefisiensi teknis. Hal ini karena ada kecendrungan petani untuk beralih ke usahatani lain seperti karet dan adanya pertambangan emas illegal (Kurniawan, 2008). 12

29 Dalam penelitian efisiensi usahatani padi benih bersubsidi Di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat oleh Hutauruk (2008), faktor faktor yang mempengaruhi produksi padi di daerah penelitian sebelum penggunaan benih bersubsidi adalah lahan, benih/lahan, pupuk KCL/lahan, pupuk NPK/lahan, Tenaga Kerja Luar Keluarga/lahan dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga/lahan. Sesudah penggunaan benih bersubsidi, faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi didaerah penelitian adalah lahan, pupuk KCL/lahan dan Tenaga Kerja luar Keluarga/lahan. Sesudah penggunaan benih bersubsidi, tingkat efisiensi teknis lebih rendah dibandingkan dengan sebelum penggunaan benih bersubsidi. Hal ini berkaitan dengan sumber-sumber inefisiensi teknis yang berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Maryono (2008), dalam analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, menggunakan stochastic frontier dengan metode pendugaan Maximum Likelihood (MLE) yang dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi, dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep, dan varians dari kedua komponen error. Variabel independen penduga fungsi produksi ini yaitu: luas lahan (X1), jumlah benih (X2), pupuk urea (X3), pupuk TSP (X4), obat cair (X5),dan tenaga kerja (X6). Namun demikian variabel luas lahan (X1) menimbulkan multikolinearitas pada model sehingga variabel luas lahan dijadikan pembobot pada variabel dependen maupun independen. Untuk lebih jelasnya, hasil penelitian sebelumnya mengenai fungsi produksi stochastic frontier dapat dilihat pada Lampiran Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Maryono (2008), dalam analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang menyatakan bahwa biaya total yang dikeluarkan oleh petani setelah program adalah lebih besar dibandingkan dengan biaya sebelum program. Sedangkan pengeluaran tunai setelah program lebih kecil daripada sebelum program. Namun, pengeluaran total riil masa tanam II juga 13

30 mengalami penurunan dibandingkan dengan masa tanam I. Hal ini menginformasikan bahwa pada masa tanam II petani lebih hemat dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Pendapatan atas biaya total setelah program lebih besar daripada sebelum program dengan selisih Rp ,74. Namun, pendapatan riil atas biaya tunai masa tanam II lebih rendah dibandingkan masa tanam I. Pendapatan riil atas biaya total masa tanam II juga lebih kecil dibandingkan masa tanam I. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan terjadi karena peningkatan harga, bukan karena peningkatan produktifitas. R/C rasio atas biaya tunai sebelum program sebesar 4,97 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 7,09 dan nilai riilnya sebesar 5,74. Sedangkan R/C rasio atas biaya total setelah program secara nominal menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sebelum program, namun secara riil mengalami penurunan. R/C rasio atas biaya total sebelum program sebesar 1,64 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 1,91 dan nilai riilnya sebesar 1,62. Penelitian efisiensi usahatani padi benih bersubsi di Di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat oleh Hutauruk (2008), dari sisi pembiayaan, penerimaan rata rata petani turun di musim tanam kedua dikarenakan hasil produksi yang menurun dan harga gabah yang juga turun. Terjadi peningkatan biaya akibat peningkatan biaya input yang mengalami kenaikan seperti pupuk TSP, KCL, NPK dan obat cair. Secara pendapatan tunai maupun total terjadi penurunan. Ini juga ditunjukkan oleh rasio R/C atas biaya tunai dan total yang menurun. Nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,26 dan 1,05 menunjukkan bahwa usahatani yang di daerah penelitian masih menguntungkan. Dilihat dari struktur biaya, bantuan benih bersubsidi kurang berperan dalam membantu petani karena biaya benih hanya menyumbang sebesar 1,21 persen. Penelitian tentang komoditas caisim, Gopur (2009) dalam analisis efisiensi produksi caisim di Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, memperoleh hasil bahwa produksi perhektar sebesar ,4 Kg dengan harga rata-rata sebesar Rp per Kg. Untuk indikasi keuntungan menggunakan R/C ratio dan diperoleh hasil 2,15 atas biaya tunai dan 1.61 atas biaya total. 14

31 Selain itu, penelitian yang dilakukan Khotimah (2010) mengenai analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani Ubi Jalat di Kecamatan Cililimus, Kuningan, Jawa Barat menyebutkan bahwa usahatani di daerah tersebut menguntungkan. Hal ini sebagaimana dapat dilihat dari R/C ratio yang diperoleh yaitu sebesar 1,67 dan 1,24 untuk R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya Total. Rincian dari penelitian terdahulu mengenai pendapatan usahatani dapat dilihat pada Lampiran 3. 15

32 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Bagian ini berisi mengenai konsep usahatani, teori produksi, konsep analisis efisiensi teknis, fungsi produksi frontier, faktor-faktor penentu efisiensi teknis, dan ukuran pendapatan usahatani Konsep Usahatani Usahatani menurut A.T Mosher (1969) adalah sebagai bagian dari permukaan bumi, dimana petani atau suatu badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup (away of life) atau sebagai suatu perusahaan (farm business). Sedangkan menurut Soekartawi (1986), usahatani adalah organisasi yang pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat geneologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Ditinjau dari tujuan pelaksanaannya, usahatani dibedakan menjadi dua yaitu subsistence farm dan commercial farm. Usahatani yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm). Sedangkan usahatani yang berjalan didasari tujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya disebut usahatani komersial (commercial farm). Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (intern) dan faktor-faktor di luar usahatani (ekstern). Adapun faktor intern antara lain petanipetani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Di sisi lain, faktor ekstern yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana trasnportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani. Empat unsur pokok atau faktor-faktor produksi dalam usahatani (Hernanto, 1996) : 16

33 1. Lahan Lahan merupakan faktor yang sangat langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh sebab itu, lahan memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif atau di anggap tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan, dan (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Lahan yang digunakan dalam usahatani dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dengan membeli, menyewa, menyakap, negara, warisan, wakaf atau membuka lahan sendiri. 2. Tenaga kerja Tenaga kerja menjadi pelaku dalam usahatani menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tiga jenis tenaga kerja antara lain tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim, dan kondisi lahan usahatani. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja, petani mempekerjakan buruh yang berasal dari luar keluarga dengan memberi balas jasa atau upah sehingga sumber tenaga kerja dalam usahatani dapat berasal dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja berbeda karena memiliki keahlian, kekuatan, dan pengalaman yang berbeda. Karena itu dalam praktek, digunakan ukuran setara jam pria atau hari pria dengan menggunakan faktor konversi. Adapun konversi tenaga kerja adalah dengan membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu 1 HOK = 1 hari kerja pria (HKP), 1 HOK wanita = 0,7 HKP, 1 HK ternak = 2 HKP, dan 1 HOK anak = 0,5 HKP. 3. Modal Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain menghasilkan barang-barang baru, yaitu produk pertanian. Modal dapat berupa tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, dan ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank dan uang tunai. Penggunaan modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani. Modal dalam suatu usahatani untuk 17

34 membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain atau kontrak sewa. 4. Pengelolaan atau Manajemen Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan Konsep Fungsi Produksi Produksi dapat dipandang sebagai suatu proses transformasi dua input atau lebih menjadi satu atau lebih produk. Proses transformasi yang disebutkan di atas dapat berupa proses fisik, bioligis, kimia atau bahkan kombinasinya. Hubungan antara jumlah output (Q) dengan sejumlah input yang digunakan dalam proses produksi (X1,X2, X3,... Xn) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Q = f (X1, X2, X3,... Xn) Keterangan : Q = output X = input Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva Total Physical Product (TPP) (Beattie dan Taylor (1985)). APP menunjukkan jumlah kuantitas output produk yang dihasilkan. Dimana : APP = Average Phisical Product Y = output X = input 18

35 Sedangkan MPP Mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output dari penambahan input Dimana : MPP = Marginal Physical Productivity dy = Perubahan output dx = Perubahan input Selain itu, sifat fungsi produksi diasumsikan tunduk pada satu hukum yang disebut The Law of Diminishing Return atau hukum kenaikan hasil berkurang. Hukum ini menyatakan bahwa jika penggunaan satu macam input ditambah sedang input-input lainnya tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang di tambah tadi mula-mula naik tapi kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus ditambah. Hubungan antara produk total, produk marginal, dan produk rata-rata dapat dilihat pada Gambar 1. Lima sifat yang terdapat dalam kurva tersebut yaitu : 1. Mula-mula terdapat kenaikan hasil bertambah (garis O-A), produk marjinal semakin besar, produk rata-rata naik tetapi tetap di bawah produk marjinal. 2. Pada titik balik A terjadi perubahan dari kenaikan hasil yang bertambah menjadi kenaikan hasil berkurang, produk maksimal mencapai maksimum (titik QA), produk rata-rata masih terus naik. 3. Setelah titik A, terdapat kenaikan hasil berkurang (garis A B), produk marjinal menurun, produk rata-rata masih naik sebentar kemudian mencapai maksimum pada titik APL (QB), pada titik ini produk rata-rata sama dengan produk marjinal. Setelah titik APL, produk rata-rata menurun tetapi berada di atas produk marjinal. 4. Pada titik C tercapai tingkat produksi maksimum, produk marjinal sama dengan nol, produk rata-rata menurun tapi tetap positif. 5. Sesudah titik C, mengalami kenaikan hasil negatif, produk marjinal juga negatif, produk rata-rata tetap positif. 19

36 Balik ) Gambar 1. Kurva Produk Total, Produk Marginal, dan Produk Rata-Rata Sumber : Doll dan Orazem (1984) Menurut Doll dan Orazem (1984), suatu fungsi produksi dapat dibedakan menjadi tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dari faktor produksi. Elastisitas produksi adalah persentase perubahan produk yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Pada Gambar 1 dapat dilihat ketiga daerah tersebut yaitu elastisitas yang lebih besar dari satu (Q A - Q B ), elastisitas diantara nol dan satu (Q B -Q C ), dan elastisitas lebih kecil dari nol (setelah Q C ). 20

37 Tahapan I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale). Kondisi ini dicapai saat kurva produksi marjinal berada di atas kurva produksi rata rata yang berarti bahwa setiap kenaikan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena produksi masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Pada Tahapan I disebut daerah irrasional. Tahapan II mempunyai nilai elastisitas produksi antara nol dan satu (Decreasing Return to Scale) yang berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada keadaan ini perusahaan bisa untung dan rugi sehingga perusahaan harus memilih atau menetapkan tingkat produksi yang tepat agar mencapai keuntungan maksimum. Oleh karena itu, Tahapan II disebut sebagai daerah rasional. Di sisi lain, nilai elastisitas produksi sama dengan satu terjadi saat produksi rata rata maksimum (PM=PR). Hal ini berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi sebesar satu persen. Kondisi ini disebut sebagai (Constant Return to Scale). Elastisitas produksi yang nilainya sama dengan nol dicapai saat produksi total mencapai maksimum atau saat produksi marjinal sama dengan nol. Tahapan III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol. Kondisi ini dicapai saat produksi total menurun atau saat produksi marjinalnya negatif. Pada daerah ini, kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut juga daerah irrasional Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier Ada beberapa fungsi produksi yang sering digunakan dalam penelitian diantaranya fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi linier berganda, dan fungsi produksi transendental. Fungsi produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi disebut sebagai fungsi produksi frontier. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksimum yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan 21

38 teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien. Konsep frontier dan ukuran efisiensi dalam teori produksi diprakarsai oleh Farrel untuk mengukur inefisiensi teknis dan alokatif dalam kerangka deterministik parametrik. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa output dibatasi oleh fungsi produksi deterministik dengan asumsi constan return to scale. Terdapat dua metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode pertama, pendekatan stochastic frontier berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak dan inefisiensi. Sedangkan metode yang kedua, teknik linear programming (Data Envelopment Analysis, DEA) tidak mempertimbangkan adanya kesalahan acak sehingga efisiensi teknis dapat menjadi bias (Seinford dan Trail (1990) dalam Coelli et al (2005)) Selanjutnya, Van Dijk dan Szirmai (2002) dalam Kurniawan (2008) menyebutkan bahwa stochastic frontier (SF) lebih baik daripada DEA. SF dapat digunakan secara langsung untuk menguji hipotesa yang terkait dengan model produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier (stochastic production frontier) diperkenalkan Aigner, et. all. (1977). Model stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effect) di dalam batas produksi. Model fungsi produksi stochastic frontier, secara umum adalah sebagai berikut (Aigner, et. all. (1977) dalam Coelli (1996)) : Yi = xiβ + (vi - ui) i=1,2,3...,n, Dimana : Yi = produksi yang dihasilkan petani pada waktu-t Xi = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t β = vektor parameter yang akan diestimasi vi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim, hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N(0,ζv 2 )) ui = variabel acak non negatif, dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal dan sebaran ui bersifat setengah normal ( ui ~ N(0,ζv 2 ). 22

39 Stochastc frontier disebut juga composes error model karena error term terdiri dari dua unsur, dimana: εi = vi ui. Variebel εi adalah spesifik error term dari observasi ke-i. Variabel acak vi berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor diluar kontrol petani (eksternal) seperti iklim, hama dan penyakityang disebut sebagai gangguan statistik (statistical noise). Sedangkan variabel ui disebut one-side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Komponen error yang bersifat internal (dapat dikendalikan petani) dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani dalam mengelola usahataninya direfleksikan oleh ui. Komponen ini sebarannya asimetris (one sided) yakni ui 0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sempurna) maka keluaran yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimumnya berarti ui = 0. Sebaliknya jika ui > 0 berarti berada dibawah potensi maksimumnya. Distribusi menyebar setengah normal (ui ~ N(o,ζ 2 u ) dan menggunakan metode pendugaan maximum Likelihood (Greene, 1982 dalam Adhiana, 2005). Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak yaitu nilai harapan dari xiβ + vi atau exp(xiβ + vi ). Random error bisa bernilai positif bisa juga bernilai negatif begitu pula dengan output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp(xiβ). Struktur dari model stochastic frontier dapat dilihat pada Gambar 2. 23

40 Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber: (Coelli, et. all. 1998) Komponen dari model frontier yaitu f(xβ) yang digambarkan dengan mengaplikasikan asumsi deminising return to scale. Pada Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa aktivitas produksi dari dua petani diwakili oleh simbol i dan j. Petani i menggunakan input sebesar xi dan memperoleh output sebesar yi. Akan tetapi output batas (frontier) dari petani i adalah yi* melampaui nilai pada fungsi produksi f(xβ). Hal ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan, dimana variabel vi bernilai positif. Sementara itu, petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil aktual sebesar yj. Akan tetapi hasil batas (frontier) j adalah yj* yang berada dibawah bagian fungsi produksi. Kondisi ini terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vi bernilai negatif. Output frontier i dan j tidak dapat diamati atau diukur karena random error dari keduanya tidak teramati. Kondisi ini menggambarkan bagian deterministik pada fungsi stokastik frontier berada diantara output frontier (Coelli et al, 1998). 24

41 3.1.4 Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Pelaku agribisnis (petani) akan selalu berusaha untuk dapat mengalokasikan input-input (faktor produksi) seefeisien mungkin agar dapat memperoleh produksi dan hasil maksimum. Dengan kata lain bahwa seorang petani akan berusaha untuk mencapai efisiensi sehingga mendapatkan keuntungan yang maksimal. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Menurut farrel dalam Coelli et al. (1998) mengemukakan dua konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency/te) dan efisiensi alokatif (allocative efficiency/ae). Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan dari usahatani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah penggunaan input tertentu. Sedangkan efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas. Pendekatan untuk efisiensi dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu dari sisi input (alokasi pendekatan penggunaan input) dan sisi output (alokasi output yang dihasilkan). Pendekatan dari sisi input memerlukan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Sedangkan sisi output merupakan pendekatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan. Kondisi pendekatan berorientasi input (Gambar 3), isoquant yang menunjukkan efisiensi penuh di gambarkan oleh kurva SS. Jika perusahaan menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi satu unit output, maka nilai inefisiensi teknis dicerminkan dari jarak Q ke P. Pada jarak tersebut sebenarnya jumlah input yang digunakan dapat dikurangi untuk memperoleh jumlah output yang sama. 25

42 x 2 /y P A S Q R Q S 0 Keterangan : P = input Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA = kurva rasio harga input SS = isoquant fully efficient A x 1 /y Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Sumber : Coelli et al (1998) Menurut Daryanto (2002), terdapat dua pendekatan alternatif untuk menguji sumber-sumber inefisiensi teknis. Pertama ialah dengan prosedur dua tahap. Tahap pertama terkait dengan pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu perusahaan. Tahap kedua, pendugaan terhadap regresi inefisiensi dugaan dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang di asumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Pendekatan kedua adalah efek inefisiensi dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menjelskan inefisiensi dalam proses produksi Konsep Pendapatan Usahatani Dilakukannya analisis pendapatan terhadap usahatani ialah bertujuan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani yang kemudian dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya untuk usahatani 26

43 tersebut. Selain itu dengan menganalisis pendapatan usahatani juga dapat mengukur keberhasilan usahatani. Soekartawi et al (1985) mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan: 1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani. 2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. 3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. 4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotorusahatani dengan pengeluaran total usahatani. Dengan adanya analisis pendapatan usahatani petani dapat mengetahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produki dalam melakukan proses produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa megeluarkan uang tunai seperti sewalahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Pengeluaran usahatani meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh 27

44 jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, semakin besar produksi maka semakin besar pula biaya variabel. Biaya variabel meliputi biaya untuk benih, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan kotor mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponennya. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerjapetani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani. Selain analisis R/C rasio yang menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yangdikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Kegiatan usahatani dapat dikatakan layak apabila nilai rasio R/C lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sebaliknya, apabila nilai rasio R/C lebih kecil dari satu, artinya tambahan biaya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Sedangkan jika nilai rasio R/C sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Sayur-sayuran merupakan komoditi yang permintaanya terus meningkat sebagaimana telah disampaikan sebelumnya. Permintaan yang tinggi tersebut tidak disertai dengan produksi (penawaran sayuran yang tinggi sehingga untuk memenuhi permintaan dalam negeri pemerintah melakukan impor.terus menambah permintaan akan sayuran, Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mulai menyerukan GEMA Sayuran yaitu kegiatan promosi dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk sayuran nasional yaitu sayuran produksi petani Indonesia sehingga dapat 28

45 meningkatkan konsumsi sayuran masyarakat dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang fokus pada program pertanian, beberapa di antanya program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Caisim merupakan komoditi hortikultura yang banyak digemari untuk ditanam karena umur panen caisim yang relatif singkat, termasuk jenis tanaman yang tahan terhadap hujan sehingga dapat dibudidayakan sepanjang tahun (tersedia air yang cukup) dan tahan terhadap suhu yang tinggi. Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu sentra produksi sayuran dataran rendah di Bogor yang memproduksi sayur-sayuran dalam jumlah besar termasuk caisim. Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah desa dengan produksi sayuran tertinggi di Kecamatan Cibungbulang, termasuk juga untuk komoditi caisim. Tujuan utama kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani sebagai pelaku agribisnis komersial yaitu keuntungan. Keuntungan akan diperoleh tergantung dengan berbagai hal yaitu jumlah dan penggunaan input, harga input, jumlah output dan harga output. Penggunaan input dan harga input dapat diidentifikasi biaya produksi sedangkan dari jumlah output dan harga output dapat mengidentifikasi penerimaan sehingga dari keduanya dapat melihat pendapatan usahatani. Selain itu, dari sisi hubungan dari penggunaan input terhadap jumlah output yang dihasilkan dapat dilihat efisiensi teknis dimana efisiensi teknis tersebut juga dipengaruhi oleh inefisiensi (faktor lain) sehinga dari berbagai kerangka tersebut mampu menganalisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani caisim dan mampu memberikan rekomendasi usahatani yang efisien secara teknis dan memberikan keuntungan maksimal bagi petani. 29

46 GEMA Sayuran 2010 Produksi sayuran meningkat sehingga pendapatan petani meningkat Caisim : berkontribusi besar terhadap produksi sayuran segar di Indonesia, dapat dibudidayakan sepanjang tahun dan relatif tahan terhadap hujan Kabupaten Bogor :program peningkatan ketahanan pangan dan pengembang an agribisnis Kecamatan Cibungbulang : Salah satu sentra produksi sayuran. Desa Ciaruteun Ilir : Desa dengan produksi caisim terbesar di Kecamatan Cibungbulang. Penggunaan input : Lahan, Bibit, Tenaga Kerja, dan lainlain. Harga Input Biaya Produksi Harga Output Penerimaan Jumlah Output Pendapatan, R/C rasio Efisiensi Teknis Faktor lain : Umur petani, pengalaman berusahatani, pendidikan, pendapatan di luar usahatani, umur bibit, status kepemilikan lahan. Rekomendasi usahatani yang efisien secara tenis dan memberikan keuntungan maksimal Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir 30

47 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani caisim ini dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra produksi sayuran (caisim) di Kabupaten Bogor sehingga tersedia banyak objek-objek dan permasalahan-permasalahan yang dapat diangkat sebagai bahan penelitian. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan yakni bulan Maret sampai April Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan, dan wawancara langsung dengan petani untuk mengetahui pengunaan input, penerimaan serta faktor-faktor produksi usahatani. Sedangkan data sekunder juga diperoleh dari petani yang meliputi luas lahan yang diusahakan, harga produk, biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung, jumlah produksi yang diperoleh selama periode siklus produksi berlangsung serta datadata lainnya yang mendukung sehingga dapat menentukan efisiensi yang diperoleh, Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, internet dan literatur yang relevan. 4.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari : 1. Identifikasi Langsung Identifikasi dilakukan dengan melakukan proses pengamatan langsung terhadap kondisi yang ada di daerah penelitian. Proses identifikasi dilakukan untuk mengetahui mekanisme, proses, penggunaan dan aktivitas-aktivitas serta kondisi yang terkait dengan usahatani caisim. 31

48 2. Wawancara Wawancara dilakukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh melalui pengamatan. Data dikumpulkan melalui responden yang ditentukan ditentukan berdasarkan tujuan penelitian. 4.4 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pada responden petani dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yang pertama dengan Cluster Sampling. Melalui Cluster Sampling lokasi penelitian dibagi berdasarkan dusun, dimana dalam desa tersebut terdapat empat dusun. Kemudian setelah itu untuk menentukan jumlah responden dari masing-masing dusun ditentukan dengan metode Proportional Sampling yaitu dilihat dari jumlah penduduk dari masing dusun yang bermata pencaharian sebagai petani. Terakhir, pengambilan sampel dengan cara (Purposive Sampling) yaitu sample dipilih secara sengaja dengan meminta rekomendasi dari kepala dusun. Sample yang ditunjuk merupakan petani yang memiliki kriteria khusus yaitu petani yang secara rutin menanam caisim, selain itu petani tersebut memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Jumlah sampel secara keseluruhan adalah sebanyak 35 orang dari populasi petani caisim. Jumlah tersebut sudah dianggap dapat mempresentasikan keadaan petani caisim di Desa Ciarutuen Ilir dan ukuran yang dapat diterima serta memenuhi syarat dari suatu metode penelitian (minimal 30 orang). 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan dua cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif dipaparkan dalam bentuk uraian guna mendukung data kuantitatif yang telah tersedia sebelumnya. Data yang terkumpul diverifikasi dan validasi terlebih dahulu, selanjutnya diolah dengan bantuan program computer antara lain Microsoft excel. Minitab 13 dan Frontier 4.1. Frontier 4.1 digunakan untuk membantu mengestimasi nilai parameter dari maximum-likelihood untuk model fungsi produksi stochastic frontier. Program Frontier 4.1 terdiri dari tiga tahap yaitu : 32

49 1. Mengkalkulasi nilai estimasi dari β dan ζs 2 menggunakan OLS (Ordinary Least Square) semua nilai estimasi β kecuali β 0 unbias. 2. Dua frase grid search dari fungsi likelihood digunakan untuk mengevaluasi nilai dari γ yang nilainya berkisar antar 0 dan Nilai diseleksi melalui tahap kedua digunaka sebagai nilai awal dalam prosedur iteratif untuk mengestimasi nilai akhir maximum-likelihood Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier (SF) Data yang dikumpulkan kemudian ditabulasi dan dianalisis. Data dianalisis menggunakan alat analisis fungsi produksi stochastic frontier. Analisis fungsi produksi stochastic frontier digunakan untuk mengukur efisiensi teknis dari usahatani caisim dari sisi output dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis. Dalam penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi ini diambil berdasarkan alasan sebagai berikut: (1) bersifat homogen sehingga dapat digunakan menurunkan fungsi biaya dual dari fungsi produksi, (2) lebih sederhana, dan (3) jarang menimbulkan masalah. Selain itu, menurut Binici dalam Kurniawan(2008), fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas telah digunakan secara luas dan teruji untuk mengkaji efisiensi produksi di negaranegara maju dan berkembang. Meski demikian, ada beberapa kelemahan fungsi Cobb-Douglas, menurut Kurniawan (2008) diantaranya adalah: (1) tidak ada produksi (y) maksimum, artinya sepanjang kombinasi input (x) dinaikkan maka produksi (y) akan terus naik sepanjang expansion path-nya, dan (2) elastisitas produksi tetap. Kelemahan ini membuat fungsi produksi Cobb-Douglas tidak bisa menggambarkan fungsi produksi neo-klasik. Model matematis fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usahatani caisim dalam penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y = Ln β 0 + β 1 Ln X 1 + β 2 Ln X 2 + β 3 Ln X 3 + β 4 Ln X 4 + β 5 Ln X 5 +β 5 Ln X 5 +β 6 Ln X 6 + β 7 Ln X 7 + β 8 Ln X 8 + ( v i u i ) Dimana : Y = Produksi total caisim (Kg) β 0 = Intersep β i = Koefisien parameter penduga, dimanai = 1,2,3,.8 X 1 = Luas lahan (Ha) 33

50 X 2 = Benih (gr) X 3 = Unsur N (Kg) X 4 = Unsur P (Kg) X 5 = Unsur K (Kg) X 6 = Pupuk kandang (Kg) X 7 = Obat (ml) X 8 = Tenaga kerja (HOK) ( v i u i ) = Error Term (ui = efek inefisiensi teknis dalam model) 0 <β i < 1 (Diminishing Return) Variabel sisa (random shock) vi merupakan variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal (independent-identically distributed/i.i.d) dengan rataan (mathematical expectation/ui) bernilai nol dan ragamnya konstan, ζy 2 (N(0,ζy 2 )), serta bebas dari ui. Variabel kesalahan (residual solow) ui adalah variabel yang menggambarkan efek inefisiensi di dalam produksi, diasumsikan terdistribusi secara bebas diantara setiap observasi dan nilai vi. Variabel acak ui tidak boleh bernilai negatif dan distribusinya normal dengan nilai distribusi N(μi,ζu 2 ) (Coelli et al, 1998). Adapun hipotesis awal dari koefisien (β i ) dari masing-masing variabel independen antara lain : 1. Koefisien lahan (β 1 ) lebih besar dari nol (β 1 > 0), semakin luas lahan yang digunakan maka akan semakin meningkatkan produksi caisim karena lahan dilokasi penelitian merupakan lahan yang relatif subur untuk mengusahakan caisim. 2. Koefisien benih (β 2 ) lebih besar dari nol (β 2 > 0), semakin banyak benih yang digunakan oleh petani maka akan semakin meningkatkan produksi karena semakin banyaknya benih akan meningkatkan populasi caisim yang dibudidayakan. 3. Koefisien unsur N (β 3 ) lebih besar dari nol (β 3 > 0), semakin banyak pupuk yang digunakan maka akan semakin meningkatkan produksi. Hal ini diduga karena pupuk unsur N baik untuk pertumbuhan caisim sehingga akan meningkatkan produksi. 4. Koefisien unsur P (β 4 ) lebih besar dari nol (β 4 > 0), sama halnya dengan unsur N, semakin banyak unsur P yang digunakan semakin banyak produksi yang 34

51 dihasilkan karena pupuk unsur N yang baik untuk caisim sehingga mampu terus meningkatkan produksi. 5. Koefisien unsur K (β 5 ) lebih besar dari nol (β 5 > 0), semakin banyak pupuk unsu K yang digunakan semakin meningkatkan produksi karena tanaman caisim membutuhkan banyak pupuk untuk tumbuh baik dan unsur K bersifat baik untuk caisim. 6. Koefisien pupuk kandang (β 6 ) lebih besar dari nol (β 6 > 0), semakin tingginya pupuk kandang yang digunakan diduga akan meningkatkan produksi, hal ini dikarenakan oleh pupuk kandang yang bersifat baik untuk tanaman maupun untuk unsur hara dan mikroba dalam tanah. 7. Koefisien obat-obatan (β 7 ) lebih besar dari nol (β 7 > 0), semakin banyak obatobatan digununakan diduga akan semakin meningkatkan produksi. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan petani setempat bahwa saat dilakukannya penelitian banyak serangan hama di lokasi penelitian. 8. Koefisien tenaga kerja (β 8 ) lebih besar dari nol (β 8 > 0), semakin banyaknya tenaga kerja diduga akan semakin meningkatkan prouksi. Hal ini dikarenakan oleh semakin banyak aktivitas atau kegiatan dalam proses usahatani yang dapat dilakukkan gna meningkatkan produksi caisim Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis Efek efisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini diacu dari model efek inefisiensi yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1998). Dalam model ini, variabel ui yang digunakan diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N(μi,ζ 2 ). Berikut adalah faktor-faktor yang yang diperkiran mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis petani caisim dan hipotesis yang digunakan untuk model inefisiensi dalam model. 1. Umur petani (Z 1 ), semakin tua umur petani diduga menyebabkan semakin tinggi tingkat inefisiensi sebab semakin tua petani maka semakin lemah kondisi fisiknya. 2. Umur bibit (Z 2 ), Semakin tua umur bibit diduga akan meningkatkan inefisiensi (tidak sesuai rekomendasi). 35

52 3. Pendidikan (Z 3 ), semakin tinggi tingkat pendidikan petani diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi petani karena tingginya tingkat pendidikan bisa menunjukkan tingginya pengetahuan petani dalam mengelola usahataninya. 4. Pengalaman (Z 4 ), semakin lama pengalaman petani dalam usahatani caisim diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi teknis karena pengalaman yang didapatkan petani dari pengalaman usahatani sebelumnya akan menjadi pelajaran untuk petani caisim. 5. Pendapatan diluar usahatani (Z 5 ), semakin besar pendapatan diluar usahatani diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi karena tambahan pendapatan tersebut digunakan untuk modala tambahan modal usahatani. 6. Dummy Varietas (Z 6 ), dengan dengan menggunakan varietas hibrida diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi karena dengan pengggunaan bibit hibrida usahatani akan lebih produktif. 7. Dummy status lahan (Z 7 ), status kepemilikan diduga mempengaruhi keseriusan dalam mengelola usahatani. Petani penyewa cendrung lebih baik (efisien) dari petani yang yang tidak menyewa. Parameter distribusi dari efek inefisiensi teknis tersebut dapat ditulis : μ i = δ 0 + δ 1 Z 1 + δ 1 Z 1 + δ 2 Z 2 + δ 3 Z 3 + δ 4 Z 4 + δ 5 Z 5 + δ 6 Z 6 + δ 7 Z 7 + W it Efek inefisiensi dan fungsi stochastic frontier dapat diperoleh dari program Frontier 4.1. Kemudian, efek inefisiensi dilakukan dengan metode statistik. Hasil dari Frontier 4.1 akan memberikan nilai perkiraan varians dari parameter dalam bentuk : ζ 2 s = ζ 2 v +ζ 2 u dan γ = ζ 2 2 u / ζ s Nilai γ berada antara nol dan satu. Nilai kritis akan menentukan untuk penerimaan hipotesa. Efisiensi teknis petani ke-i adalah adalah nilai harapan dari (-ui) yang dinyatakan dalam persamaan di bawah ini : 36

53 Dimana TE i adalah efisiensi teknis petani ke-i dan y i adalah fungsi output deterministic (tanpa error term). Nilai efisiensi tersebut berbanding terbalik dengan efek inefisiensi yang juga bernilai antara nol dan satu. Nilai efisien tersebut hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data) dan tidak untuk input yang bersifat logaritmik (panel data) (Battese dan Coelli 1998) Uji Hipotesis Hasil output efek efisiensi teknis frontierakan dilakukan melalui pengujian hipotesis. Untuk mengidentifikasi apakah terdapat efek inefisiensi di dalam model menggunakan nilai LR test galat satu sisi, sedangkan untuk masing-masing variabel penduga apakah koefisien dari masing-masing parameter bebas (δi) yang digunakan secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (μi) dengan menggunakan t-hitung. Berikut Hipotesis Pertama : H 0 : γ = δ 0 = δ 1 = δ 2 = δ 3 = δ 4 = δ 7 = 0 H 1 : γ = δ 0 = δ 1 = δ 2 = δ 3 = δ 4 = δ 7 > 0 Sumber : Coelli et al, 2005 Hipotesis nol berarti bahwa efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model. Jika hipotesis tersebut diterima maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup mewakili data empiris sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square. LR = -2{ln[L(H 0 )/L(H 1 )]} Dimana L(H 0 ) dan L(H 1 ) adalah nilai dari fungsi likelihood di bawah hipotesa H 0 dan H 1. Kriteria uji : LR galat satu sisi >χ 2 restriksi (Tabel Kodde dan Palm) maka tolak H 0 LR galat satu sisi < χ 2 restriksi (Tabel Kodde dan Palm) maka terima H 0 Tabel chi-square Kodde dan Palm adalah table upper and lower bound dari nilai kritis untuk uji bersama persamaan dan pertidaksamaan restriksi. 37

54 Hipotesis Kedua : H 0 : δ 1 = 0 H 1 : δ 1 0 Sumber : Coelli et al, 2005 Pada hipotesis kedua, hipotesis nol berarti koefisien dari masing-masing variabel didalam model efek inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis tersebut diterima, maka masing-masing variabel penjelas dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses produksi. Maka untuk itu, uji statistik yang dgunakan yaitu : Kriteria uji : t-hitung > t-tabel t(,n-k-1) : Tolak H0 t-hitung < t-tabel t(,n-k-1) : Terima H0 Dimana : k = jumlah variabel bebas n = Jumlah responden S (δ1) = Simpang baku koefisien efek inefisiensi Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yangtelah dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatanatas biaya tunai yang disebut sebagai pendapatan tunai dan pendapatanatas biaya total atau disebut juga sebagai pendapatan total.tingkat penerimaan total, biaya dan pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut : TR = P y x Y TC = TFC+TVC π tunai = TR total TC tunai π tunai = TR total ( TC tunai + Bd ) 38

55 Keterangan : TR total = Total penerimaan tunai usahatani (Rp) TC tunai = Total biaya tunai usahatani (Rp) π = Pendapatan (Rp) P y = Harga output (Rp) Y = Jumlah output (unit) TFC = Total biaya tetap (Rp) TVC = Total biaya variabel (Rp) Bd = Biaya yang diperhitungkan (Rp) Penerimaan juga dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, yaitu jumlah produk yang dijual kemudian dikalikan dengan harga jual produk tersebut. Berbeda halnya dengan penerimaan total yang merupakan keseluruhan produksi usahatani baik yang dijual, dikonsumsi, maupun yang dijadikan persediaan. Selanjutnya, dalam pendapatan usahatani dikenal komponen biaya. Biaya juga terbagi menjadi dua yakni biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai mengandung arti sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa untuk kepentingan usahatani. Biaya total merupakan seluruh nilai yang dikeluarkan untuk usahatani, baik yang bersifat tunai maupun tidak tunai. Imbangan penerimaan biaya atau return cost ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi usahatani. Analisis R/C ratio digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan untuk usahatani tersebut. Usahatani dapat dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C ratio lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani memberikan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Semakin besar nilai R/C rasio, semakin menguntungkan usahatani tersebut. Perhitungan R/C ratio secara matematika dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 39

56 4.5.5 Definis Operasional Dalam mempermudah mendefinisakan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, berikut konsep dari variabel-variabel yang digunakan beserta satuan pengukurannya. 1. Produksi caisim (Y) adalah sejumlah caisim (satuan dalam Kg) yang dihasilkan dalam satu musim tanam. 2. Luas lahan (X 1 ) adalah jumlah luasan lahan yang digunakan untuk usahatani caisim dengan satuan pengukuran hektar (Ha). 3. Benih caisim (X 2 ) adalah benih caisim yang digunakan petani untuk satu kali musim tanam dengan satuan pengukurannya ialah gram (gr). 4. Unsur N (X 3 ) adalah jumlah kandungan unsur N pada pupuk yang digunakan petani untuk memupuk caisim selama satu kali musim tanam. Meliputi pupuk Urea, Phonska, dan NPK. Satuan pengukurannya adalah kilogram (kg). 5. Unsur P (X 4 ) adalah jumlah kandungan unsur P pada pupuk yang digunakan petani untuk memupuk caisim selama satu kali musim tanam. Meliputi pupuk Phonska, dan TSP. Satuan pengukurannya adalah kilogram (kg). 6. Unsur K (X 5 ) adalah jumlah K pada pupuk yang digunakan petani untuk memupuk caisim selama satu kali musim tanam. Meliputi pupuk Phonska. Satuan pengukurannya adalah kilogram (kg). 7. Pupuk kandang (X 6 ) adalah jumlah pupuk yang digunakan petani untuk memupuk caisim selama satu kali musim tanam. Satuan pengukurannya adalah kilogram (kg). 8. Obat-obatan (X 7 ) adalah jumlah pestisida yang digunakan petani caisim selama satu kali musim tanam. Satuan pengukurannya ialah mililiter (ml). 9. Tenaga Kerja (X 8 ) adalah jumlah tenaga kerja total yang digunakan dalam usahatani caisim selama satu musim tanam. Pengukuran tenaga kerja dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja) dengan mengabaikn apakah tenaga kerja berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. 10. Umur petani (Z 1 ) adalah umur petani saat musim tanam caisim. Satuan pengukurannya adalah tahun. 11. Umur bibit (Z 2 ) adalah umur dari bibit yang akan di tanam di lahan produksi. Satuan pengukurannya adalah hari. 40

57 12. Pendidikan (Z 3 ) adalah lamanya pendidikan formal yang pernah diperoleh petani. Pendidikan petani dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal yaitu satu untuk petani yang tidak sekolah, dua untuk petani yang bersekolah hingga SD (Sekolah Dasar), tiga untuk petani yang bersekolah hingga SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan empat untuk petani yang bersekolah hingga SMA (Sekolah Menengah Atas). 13. Pengalaman berusahatani (Z 4 ) merupakan lamanya petani dalam mengusahakan usahatani caisim, Stuan pengukuran yang digunakan adalah tahun. 14. Pendapatan di luar usahatani (Z 5 ) adalah pendapatan yang diterima petani diluar dari usahatani dalam satu kali musim tanam. Diukur dalam satuan rupiah (Rp). 15. Varietas (Z 6 ) adalah jenis varietas benih yang digunakan petani caisim. Varietas benih dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang menggunakan benih hibrida dan nol untuk petani yang menggunakan benih lokal. 16. Status kepemilikan lahan (Z 7 ) adalah status atas kepemilikan lahan yang dugunakan (dalam bentuk dummy). Nol untuk petani yang memiliki lahan garap sendiri dan satu untuk petani dengan lahan sewa. 41

58 BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini juga merupakan daerah dataran tinggi dengan tingkat suhu rata-rata C. Curah hujan rata-rata pertahun di daerah ini sekitar 240,08 mm dengan rata-rata 14 hari hujan per bulannya. Kondisi tersebut menyebabkan Desa Ciaruten Ilir sesuai untuk budidaya sayuran. Desa Ciaruten Ilir terdiri dari 4 Dusun, 35 RT dan 10 RW. Luas wilayah Desa Ciaruten Ilir secara keseluruhan adalah 360 Ha, yang terdiri dari 200 Ha lahan sawah, 105 Ha lahan perumahan dan pekarangan, 40 Ha ladang, 2 Ha empang, dan 13 Ha lain-lain. Jumlah penduduk Desa Ciaruten Ilir berdasarkan data terakhir dari kantor desa adalah jiwa. Jumlah penduduk Desa Ciaruten Ilir terdiri dari jiwa penduduk pria dan jiwa penduduk wanita. Penduduk Desa Ciaruten Ilir lebih banyak berada pada usia produktif. Dilihat dari struktur mata pencahariannya, penduduk Desa Ciaruten Ilir sebagian besar bekerja sebagai petani yaitu sekitar 88 persen dari jumlah penduduk yang bekerja (5.623 jiwa) atau sekitar jiwa. Sedangkan penduduk yang lain diantara bekerja sebagai penjual jasa dan pedagang. Jenis pertanian yang diusahakan oleh petani Desa Cairuten Ilir adalah sayuran dan padi. Batas wilayah Desa Ciaruteun Ilir adalah sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Rumpin Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciampea Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leuweng Kolot Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijujung 5.2 Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani responden yang akan dijelaskan merupakan gambaran mengenai keadaan petani caisim di Desa Ciaruteun Ilir yang diwakilkan oleh 35 orang petani responden. Karakteristik tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa 42

59 poin, antara lain usia responden, lama pendidikan, status kepemilikan lahan, pengalaman berusahatani caisim, jenis varietas, serta umur bibit yang digunakan. Dengan adanya berbagai keragaman dari karakteristik tersebut, diduga mempengaruhi keputusan petani dalam proses pengambilan keputusan Usia Responden Petani yang menjadi responden berusia mulai dari 25 tahun hingga 65 tahun. Usia petani responden diklasifikasikan seperti pada tabel sebaran petani responden Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan usia (Tabel 6). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa usia petani responden didominasi oleh petani berusia tahun sebesar 42,86 diikuti dengan petani berusia sebanyak 37,14 dari total petani responden (35 petani). Dari jumlah tersebut dapat disimpulkan bahwa umumnya petani di desa tersebut masih berada pada usia produktif sehingga diduga mempengaruhi dalam hal pengambilan keputusan dan semangat serta kemampuan kerja yang tinggi. Tabel 6. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Usia Pada Tahun 2012 Usia Responden Jumlah Petani Persentase (%) (Tahun) (Orang) Jumlah Lama Pendidikan Formal Pendidikan formal merupakan salah satu karakteristik petani yang mempengaruhi dalam hal pengambilan keputusan. Selain itu juga dengan tingginya pendidikan formal diduga petani juga akan membantu dalam hal memperoleh informai dan teknologi serta penerapannya untuk pengembangan usahataninya. Sebaran petani responden berdasarkan lama pendidikan formal disajikan dalam Tabel 7. 43

60 Tabel 7. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Lama Pendidikan Formal Pada Tahun 2012 Pendidikan Formal (Tahun) Jumlah Petani (Orang) Persentase (%) Jumlah Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa petani responden didominasi oleh petani yang telah menempuh pendidikan selama tahun (SMA/Sederajat) diikuti oleh petani yang pernah menempuh pendidikan formal selama 7 9 tahun (SMP/Sederajat). Disisi lain masih terdapat pula petani yang tidak menginjak banku pendidikan formal sama sekali yaitu sebanyak 4 orang. Hal ini disebabkan pada masa usia petani tersebut belum terdapat sekolah formal atau jarak yang jauh. Selain itu juga ada pula yang disebabkan karena masih ada pandangan dari orang tua petani bahwa pendidikan tidak berguna sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk hal seperti itu Status Lahan Status lahan petani di daerah penelitian diklasifikasikan menjadi 3 yaitu milik, sewa dan sakap. Dari tabel sebaran petani berdasarkan status lahan (Tabel 8) dapat dilihat bahwa umumnya petani berusahatani dengan lahan milik sendiri yaitu sebanyak 57,14 persen. Selain itu terdapat pula petani dengan lahan berststus sewa sebesar 40 persen. Petani yang menyewa umumnya merupakan pendatang atau warga setempat yang pernah bekerja diluar kota (Jakarta) kemudian kembali lagi ke Desa Ciaruteun Ilir. Kemudian terdapat pula petani dengan sistem sakap (bagi hasi) sebanyak satu orang atau sebesar 2,86 persen dari jumlah petani responden. 44

61 Tabel 8. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun ilir Berdasarkan Status Lahan Pada Tahun 2012 Status Lahan Jumlah Petani (Orang) Persentase (%) Milik Sewa Sakap Jumlah Pengalaman Usahatani Pengalaman petani dalam berusahatani di daerha penelitian (Desa Ciaruteun Ilir) umumnya sudah berlangsung cukup lama. Pengalaman mengenai berusahatani perlu untuk diketahui mengingat bahwa pengalaman berusahatan mempengaruhi efisiensi usahatani. Semakin lama pengalaman usahatani maka semakin efisien pula usahatani caisim yang dilakukan petani. Pengalaman petani responden dalam usahatani caisim pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Pengalaman Usahatani Pada Tahun 2012 Pengalaman Usahatani Caisim Jumlah Petani Persentase (%) (Tahun) (Orang) Jumlah Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa dari 35 orang petani responden, pengalaman petani yang lebihdari 15 tahun mendominasi sekitar 40 persen kemudian diikuti oleh petani dengan pengalaman kurang dari sama dengan 5 tahun sebesar 34,29 persen atau sekitar 12 orang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa petani responden rata-rata telah memiliki pengalaman yang sudah cukup lama (rata-rata pengalaman usahatani 14 tahun). 45

62 5.2.5 Jenis Varietas Terdapat dua jenis varietas benih yang digunakan oleh petani responden varietas lokal dan varietas hibrida (tosakan : cap panah merah ). Berdasarkan informasi dari seluruh responden (Tabel 10), petani responden lebih banyak mengunakan jenis varietas lokal yaitu sebesar 60 persen sedangkan yang menggunakan varietas hibrida yaitu sebanyak 40 persen. Petani responden lebih cendrung mengunakan benih lokal disebabkan karena jika membeli, harga benih lokal lebih murah dibandingkan dengan harga benih hibrida. Selain itu dengan benih lokal, petani bisa memperbanyak sendiri melalui biji. Tabel 10. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Jenis Varietas Benih pada Tahun 2012 Jumlah Petani Varietas Persentase (%) (Orang) Lokal Hibrida Jumlah Pendapatan di Luar Usahatani Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa dari 35 petani responden hanya terdapat 13 petani yang memiliki pendapatan diluar usahatani atau sekitar 37,14 persen sisanya merupakan petani yang tidak memiliki pendapatan di luar usahatani (62,86 persen). Pendapatan petani di luar usahatani variatif mulai dari Rp ,33 Rp ,00 dengan nilai rata-rata 9dari seluruh responden) sebesar Rp ,09. Pendapatan petani diluar usahatani diperoleh dari berbagai aktifitas antara lain penyewaan lahan, penyewaan rumah, ojek, buruh tani, buruh pikul, sopir, membantu tengkulak, dan setoran angkot. 46

63 Tabel 11. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Pendapatan di Luar Usahatani Pada Tahun 2012 Variabel Jumlah Petani (Orang) Persentase (%) Berpendapatan di luar usahatani Tidak berpendapatan di luar usahatani Jumlah Umur Bibit Dalam budidaya caisim terdapat proses penyemaian benih. Benih disemaikan hingga 14 ampai 12 hari sebelum bisa ditanam. Berdasarkan data pada tabel sebaran petani responden berdasarkan umur bibit (Tabel 12) dapat dilihat bahwa terdapat empat macam bibit yang digunakan berdasarkan umurnya yaitu bibit berumur 14, 15, 20, dan 21 hari. Umur bibit 15 hari lebih banyak digunakan oleh petani responden yakni sebesar 54,29 persen diikuti dengan penggunaan bibit 20 hari sebesar 31,43 persen. Dasar dari penetapan umur bibit yang digunakan merupakan pengalaman dari usahatani sebelumnya dan kondisi bibit (memiliki tiga hingga 4 daun). Tabel 12. Sebaran Petani Responden Desa Ciaruteun Ilir Berdasarkan Umur Bibit pada Tahun 2012 Umur Bibit Jumlah Petani Persentase (%) (Hari) (Orang) Jumlah Kegiatan Budidaya Caisim di Lokasi Penelitian Kegiatan budidaya merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan petani untuk memproduksi komoditi pertanian. Kegiatan budidaya caisim Desa 47

64 Ciaruteun Ilir dilakukan dengan penerapan berbagai tahapan kegiatan budidaya. Tahapan tersebut antara lain persiapan dan pengolahan lahan semai, penyemaian, persiapan dan pengolahan lahan tanam, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pascapanen. Berikut penjelasan dari tahapan kegiatan budidaya caisim Persiapan dan Pengolahan Lahan Semai Langkah pertama yang umumnya dilakukan oleh petani di Desa Ciaruteun Ilir ialah persiapan dan pengolahan lahan semai. Persiapan lahan awalnya dilakukan dengan cara mencangkul lahan yang akan digunakan untuk perseaian. Lahan yang digunakan untuk persemaian umumnya dilakukan pada lahan-lahan bedeng (garit) kecil di pinggiran lahan tanam. Petani umumnya juga menggunakan sekitar dua sampai tiga garit berukuran enam sampai sepuluh meter. Penolahan lahan sebelumnya diawali dengan penaburan pupuk kandang. Pupuk kandang yang digunakan umumnya berjumlah dua karung (satu karung sekitar 20 Kg) untuk satu garit berukuran 10 sampai 14 meter. Pencangkulan dilakukan secara merata pada setiap garit. Setelah itu disiram kemudian dibiarkan (diberakan) selama satu sampai dua hari sebelum ditanam. Hal ini bertujuan untuk menghindari kurang baiknya pertumbuhan bibit karena lahan semai masi panas akibat reaksi dari pupuk kandang. Benih yang digunakan petani terdiri dari dua jenis benih yaitu benih lokal (diperbanyak sendiri atau dibeli dari sesama petani caisim) dan benih hibrida (jenis Tosakan). Benih hibrida dibeli seharga Rp Rp per bunkus (25 gram) sedangkan benih lokal (Gambar5) dibeli seharga Rp per botol (setara ± 200 gr). Tanaman yang dapat diambil bijinya yaitu tanaman caisim berbunga yang sudah berumur 75 samapai 90 hari. 48

65 Gambar 5. Benih Lokal yang Digunakan Petani di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Penyemaian Kegiatan selanjutnya yaitu persemaian. Persemaian merupakan kegiatan yang menebarkan benih benih caisim di atas lahan semai. Setelah penebaran bibit, pupuk kandang kembali ditabur untuk menutupi benih-benih yang telah ditebar. Setelah itu kemudian dilakukan penyiraman dengan air yang dicampur dengan urea (100 liter air + 1 Kg urea). Setelah hari keempat atau kelima, tanaman juga diberikan pupuk (urea dan/atau Phoska/TSP). Kegiatan penyemaian berlangsung selama 14 samapi 21 hari. Selama penyemaian, kegiatan pemeliharaan benih semai juga dilakukan. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain penyiraman (dua samapai tiga kali sehari) dan penyiangan rumput liar dan gulma (tiga sampai empat hari sekali). Gambar bibit semai yang digunakan petani dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Bibit Semai Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun

66 Pupuk kandang yang digunakan merupakan pupuk kandang yang berasal dari campuran sekam dan kotoran ayam. Pupuk tersebut dibeli dari perusahaan peternakan ayam pedaging di desa tersebut seharga Rp Rp Pupuk diantar sampai ke tempat pemesan selama tempat tersebut masih berada di dekat jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat. Harga tersebut merupakan hanya harga pupuk kandang dan tidak termasuk karung (kembali karung) Persiapan dan Pengolahan Lahan Tanam Sambil menunggu benih yang disemai siap ditanam, kegiatan yang dilakukan ialah persiapan dan pengolahan lahan tanam. Persiapan lahan tanam sama halnya dengan perlakuan pada persiapan dan pengolahan lahan semai. Bedanya hanya pada jumlah garit yang akan disiapkan lebih banyak. Kegiatan ini dilakukan dua atau satu hari sebelum ditanamnya bibit Penanaman Penanaman merupakan proses pemindahan bibit semai ke lahan tanam. Bibit yang biasanya sudah dapat ditanam biasanya bibit yang sudah berumur 14 sampai 21 hari. Proses penanaman diawali dengan pembuatan lubang tanam. Lubang tanam dibuat dengan menusuk dengan jari atau kayu kira-kira sedalam jari tangan atau delapan sampai sepuluh sentimeter. Setelah membuat lubang tanam kemudian tanaman dapat ditanam. Kegiatan penanaman umumnya dilakukan pada pagi hari untuk menghindari tanaman kering atau rusak. Seusai penanaman, tanaman kemudian disiram dengan air. Jarak tanam dari penanaman umumnya kira-kira berjarak 25 cm x 20 cm atau 20 cm x 20 cm sesuai dengan kebiasan dan pengalaman bertani sebelumnya Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, pemberian pupuk serta penyemprotan obat-obatan (insektisida). Penyiraman merupakan kegiatan yang sangat penting. Penyiraman umumnya dilakukan satu kali sehari pada musim hujan dan dua sampai tiga kali sehari ketika musim kemarau. Penyiraman merupakan kegiatan rutinitas yang dikerjakan setiap hari sampai panen. Kegiatan penyiraman dapat dilihat pada Gambar 7. Selain itu ada juga kegiatan penyiangan. Kegiatan ini dilakukan tergantung dari kondisi atau 50

67 banyaknya gulma, umumnya dilakukan selama satu samapai dua kali sampai panen. Begitu pula dengan penyemprotan insektisida, dilakukan tergantung dengan kondisi serangan hama. Umumnya dilakukan dua sampai lima kali penyemprotan sampai dengan panen. Penyemprotan tidak boleh dilakukan pada saat mendekati panen (paling lama dua hari menjelang panen). Hama yang umumnya menyerang tanaman caisim di daerah penelitian yaitu ulat gerayak. Gambar 7. Proses penyiraman Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2012 Selain itu ada pula kegiatan pemupukan, Kegiatan pemupukan awal dilakukan setelah empat atau lima hari sejak di tanam (setelah tanaman segar). Pemupukan awal biasanya dengan pemberian pupuk kandang dengan cara ditabur di sela-sela tanaman. Pemupukan dengan pupuk lain juga dilakukan. Pupuk yang biasanya digunakan antara lain pupuk urea, phoska, dan TSP. Pemberian pupuk yang dilakukan di desa Ciaruteun Ilir umumnya dilakukan dengan pencampuran dengan air. Alat penyiraman (emrat) dapat dilihat pada Gambar 8. 51

68 Gambar 8. Alat Penyiram yang Digunakan Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun Pemanenan dan Pasca Panen Waktu yang diperlukan untuk usahatani caisim sejak penebaran benih samapi dengan siap dipanen adalah 28 sampai 40 hari. Pemanenan dilakukan pada pagi hari sekitar pukul hal ini dilakukan untuk menghindari masih banyaknya embun yang menempel pada tanaman caisim. Banyaknya air akan mengakibatkan daun lebih cepat busuk sehingga panen dilakukan ketika matahari mulai terik. Pemanenan dilakukan dengan mencabut seluruh tanaman besrta akar kemudian memotong bagian akar. Pada proses pemanenan petani melakukan kontrol sendiri terhadap caisim hasil panen yaitu dengan memotong daun-daun kuning (busuk) sebelum diikat (Gambar 9). Gambar 9. Pemotongan Daun Kuning (busuk) Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun

69 Caisim yang telah dipanen kemudian diikat dan siap dijual (Gambar 10). Satu ikat kecil berisi satu kilogram caisim sedangkan satu ikat besar berisi 10 ikat kecil atau sama dengan sepuluh kilogram. Setelah selesai diikat, kemudian hasil panen dibawa ke pinggir jalan menunggu tengkulak untuk membelinya. Tengkulak menjemput hasil panen petani menggunakan mobil pick up biasanya dimulai setelah pukul Hal ini dilakukan agar ketika sampai di pasar, caisim tidak layu akibat kepanasan. Harga dari caisim sangat fluktuatif yaitu berkisar antara Rp sampai Rp per kilogram. Gambar 10. Caisim yang Siap Dijual oleh Petani Caisim di Desa Ciaruteun Ilir Tahun

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame Edamame yang memiliki nama latin Glycin max(l)merrill atau yang biasa disebut sebagai kedelai jepang. merupakan jenis tanaman sayuran yang bentuknya

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Bagian ini berisi mengenai konsep usahatani, teori produksi, konsep analisis efisiensi teknis, fungsi produksi frontier, faktor-faktor penentu

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah Salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani bawang merah adalah bibit. Penggunaan bibit atau varietas unggul akan mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk dalam golongan Gramineae yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Menurut Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani caisim ini dilakukan di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan dan Kegunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM 7.1 Penerimaan Usahatani Caisim Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh petani dari jumlah produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

Oleh: Maryono A

Oleh: Maryono A ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM BENIH BERSERTIFIKAT: PENDEKATAN STOCHASTIC PRODUCTION FRONTIER (Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis 30 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013 ANALISIS EFISIENSI USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea) DI DESA SUKOMAKMUR KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG Rini Utami Sari, Istiko Agus Wicaksono dan Dyah Panuntun Utami Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Gambaran Umum Desa Ciaruten Ilir Desa Ciaruten Ilir merupakan bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan daerah

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kecamatan Cigombong ini dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produktivitas Tebu Nasional Produktivitas tanaman tebu di tingkat nasional berkisar dari 60

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Peranan Kredit dalam Kegiatan Usahatani Ada dua sumber permodalan usaha yaitu modal dari dalam (modal sendiri) dan modal dari luar (pinjaman/kredit).

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sukasari Kaler yang berada di wilayah Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan yang besar. Hal itu ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN SKRIPSI IRWAN IRSYADI H34070065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci