ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN KONTAK SISI BAWAH RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 2024

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN KONTAK SISI BAWAH RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 2024"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR TL ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN KONTAK SISI BAWAH RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 2024 Rinush Fedrikdo Paltgor NRP Dosen Pembimbing : Tubagus Noor R. ST., M.Sc. Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

2 (Halaman ini sengaja dikosongkan)

3 TUGAS AKHIR TL ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN KONTAK SISI BAWAH RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 2024 Rinush Fedrikdo Paltgor NRP Dosen Pembimbing : Tubagus Noor R, S.T., M.Sc. Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK MATERIAL FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017 i

4 (Halaman ini sengaja dikosongkan) ii

5 FINAL PROJECT TL NUMERICAL ANALYSIS AND SIMULATION OF SAND CASTING PROCESS IN MAKING BOTTOM SIDE RESISTOR CONTACT BASED ON ALUMINIUM 2024 Rinush Fedrikdo Paltgor NRP Advisor Lecturer : Tubagus Noor R, S.T., M.Sc. Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D. MATERIALS ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY INSTITUTE TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017 iii

6 (Halaman ini sengaja dikosongkan) iv

7 ANALISA I}AN SIMULASI NUMERIK PROCESS SAIIIB CASTING BALAM PEMBUATAN KONTAK SISI EAWAII RH$IS?{IR SEXBAI{A$ }ASAR ALUEITI}\{IUM 2{}24 rugas AKS}R Si*j*ka* tlntuk Memenulri $alalu $atu Syar*t MexrBer*l*h Gelar Sarjana Tekcik pada Bidmg Studi Metalurgi Marru&kar Pregram Studi S-t Eep*rtornen Tekni* Material F*ttultas Teknologi Indxstri Institut Teknologi Seputuh Nepember OIeh: RTFST]ffiI FS,$RM* PALTGCI}T Nrp.27i3 1S0 S&3 Disetr:. ui aleh Domr Fembimbing T*gas Akhir : l. Tubagus Ntxlr R. Sr, na.s..-s-.r.{pernbinrbine l}?. Mas trfen p" FfidaSr-at, ST, M-Sc, Ph.D-..1{y.:-[-"lpebin]bing 2].a STIRABAYA JULII&I9

8 Analisa Dan Simulasi Numerik Process Sand Casting Dalam Pembuatan Contact Sisi Bawah Resistor Berbahan Dasar Aluminium 2024 Nama Mahasiswa : Rinush Fedrikdo Paltgor NRP : Jurusan : Departemen Teknik Material Dosen Pebimbing : Tubagus Noor R S.T., M.Sc Mas Irfan P. Hidayat ST, M.Sc., Ph.D Abstrak Kontak sisi bawah Resistor merupakan salah satu komponen yang penting dari Sulfur Hexaflouride (SF6) Circuit Breaker. Namun banyak fenomena yang terjadi dalam pengecoran komponen ini. Simulasi pengecoran dilakukan menggunakan ANSYS Mechanical APDL yang berbasiskan metode elemen hingga untuk melihat fenomena yang terjadi. Untuk membuat komponen ini material yang digunakan adalah aluminium alloy 2024 dan pasir sebagai cetakan. Variasi terdiri dari posisi runner yang berada di tengah benda cor dan tepi cor dan variasi bentuk sistem saluran dengan penampang persegi dan lingkaran. Dari data dan hasil penelitian didapatkan variasi bentuk sistem saluran tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan temperatur. Tegangan termal maksimal terjadi pada sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor dengan nilai 3,58E+07 Pa dan terendah pada sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tengah dengan tegangan termal 2,61E+07 Pa. Tegangan termal akan mempengaruhi shrinkage yang terjadi semakin besar tegangan termal semakin besar nilai shrinkage. Nilai shrinkage maksimal sebesar 78595,24 mm3 dan minimum sebesar 72259,08 mm3. Hasil coran yang baik dengan sistem saluran berbentuk lingkaran dan posisi runner ditengah benda cor karena memiliki shrinkage paling kecil dibandingkan model lainnya. Kata Kunci: Analisa Elemen Hingga, Kontact sisi bawah resistor, Aluminium 2024, Shrinkage, Crack vii

9 (Halaman ini segaja dikosongkan) viii

10 Numerical Analysis And Simulation of Sand Casting Process In Making Bottom Side Resistor Contact Based On Aluminium 2024 Student Name : Rinush Fedrikdo Paltgor SRN : Major : Materials Engineering Department Advisor Lecturer : Tubagus Noor R ST., M.Sc Mas Irfan P. Hidayat ST, M.Sc., Ph.D Abstract Bottom side resistor contact is one of the most important component of the Sulfur Hexafluoride (SF6) Circuit Breaker. Yet many phenomena are occurring in the casting of these components. The foundry simulation is done using ANSYS Mechanical APDL based on finite element method to see the phenomenon. To make this component the material used is aluminum alloy 2024 and sand as mold. The variation consists of the position of the runner in the center of the cast object and the cast edge and the variation of the gating system cross section form with rectangular and circular sections. From the data and research results, the variation of the gating system form has little effect on the temperature change. Maximum thermal stresses occur in the circular cross section gating system with a runner on the edge of the casting with a value 3.58E+07 Pa and the lowest in the circular cross section gating system with a runner in the middle, which has thermal stress 2.61E+07 Pa. Thermal stress will affect the shrinkage, the greater the thermal stress the greater the value of shrinkage. Maximum shrinkage value is mm3 and a minimum is mm3. The results exhibit good castings with circular cross section gating system which the runner at the center of the casting because it has the smallest shrinkage compared to other models. Keywords: Finite Element Analysis, Bottom Side Resistor Contact, Aluminum 2024, Shrinkage, Porosity, Crack ix

11 (Halaman ini sengaja di kosongkan) x

12 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-nya, Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Tugas Akhir yang berjudul Analisa Dan Simulasi Numerik Proses Sand Casting Dalam Pembuatan Kontact Sisi Bawah Resistor Berbahan Dasar Aluminium 2024 ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Departemen Teknik Material Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis juga tidak lepas dari bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Ir. Junianto Parlindungan Sinaga, MT, Mama Ir Nursalam Sirait, dan adik saya Gres dan Evan beserta seluruh keluarga lainnya yang selalu memberikan doa, motivasi, finansial, dukungan, dan bantuannya. 2. Bapak Agung Purniawan, S.T., M.Eng. selaku Ketua Departemen Material FTI-ITS. 3. Bapak Tubagus Noor R. ST, M.Sc dan Bapak Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing serta Bapak Ibu dosen penguji yang selalu bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Ibu Dian Mughni Fellicia S.T., M.Sc selaku dosen wali yang selalu mensuport dalam kuliah dan pengerjaan Tugas Akhir. 5. Seluruh dosen Departemen Material FTI-ITS dan seluruh karyawan Departemen Material FTI-ITS. 6. Seluruh teman-teman Departemen Teknik Material angkatan 2013, teman seperjuangan lab komputansi serta Mas Bahtiyar yang membantu dalam pengerjaann ANSYS. 7. Keluarga besar PKKTM 2013 yang selalu bersama dalam keadaan senang maupun susah dan saling membangun dari mahasiswa baru sampai saat ini. 8. Dan pihak yang tak bisa disebutkan satu-persatu. xi

13 Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan Tugas Akhir ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis selalu mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang. Surabaya, Juli 2017 Penulis. xii

14 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i TITLE... iii LEMBAR PENGESAHAN...v ABSTRAK... vii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR TABEL... xix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simulasi Pengecoran Aluminium Sebelumnya Aluminium Alloy Pengecoran Proses Pengecoran Cetakan Pasir Sistem Saluran Solidifikasi Penyusutan, Porosity, dan Crack dalam Coran Transfer Panas Konduksi Konveksi Radiasi Tegangan Termal Sistem Numerik xiii

15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Penelitian Spesifikasi Material Aluminium Material Cetakan Pasir Proses Penelitian Proses Pengecoran Eksperimen BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Termal Distribusi Temperatur Perbandingan Kurva Pendinginan Coran Perbandingan Kurva Transfer Panas pada Cetakan Gradient Temperatur Analisa Struktural Tegangan Termal Shrinkage Perbandingan Masa Jenis di dalam Coran pada Beberapa Waktu Kualitas Coran Analisa Kegagalan dari Berbagai Model Sistem Saluran Perbandingan Simulasi Shrinkage Coran dengan Eksperimen BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA BIODATA PENULIS LAMPIRAN xiv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Cu pada temperatur tertentu Gambar 2.2 Bagian dari cetakan pasir Gambar 2.3 Gating system pada coran Gambar 2.4 Klasifikasi gating system berdasarkan posisi ingates (a) Top Gating (b) Bottom Gating (c) Parting Line Gating Gambar 2.5 Ilustrasi ketiga daerah penyusutan di dalam liquid, selama pembekuan, dan di dalam solid Gambar 2.6 Perpindahan panas konduksi pada dinding Gambar 2.7 Perpindahan panas konveksi Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi Gambar 2.9 Perpindahan panas radiasi Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Gambar 3.2 Diagram alir pemodelan Gambar 3.3 Geometri coran tabung resistor dalam 2D Gambar 3.4 Geometri coran tabung resistor dalam 3D Gambar 3.5 (a) Meshing kontak sisi bawah resistor AA 2024 (b) Meshing setengah bagian dari komponen (c) Meshing dari cetakan pasir Gambar 3.6 Input Sifat-Sifat Material Gambar 4.1 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik Gambar 4.2 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik Gambar 4.3 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik xv

17 (d) 5400 detik Gambar 4.4 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik Gambar 4.5 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik Gambar 4.6 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik Gambar 4.7 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik Gambar 4.8 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik Gambar 4.9 Kurva perbandingan perubahan temperatur proses pendinginan pada keempat model coran Gambar 4.10 Kurva perbandingan perubahan temperatur proses pemanasan cetakan pada keempat model coran Gambar 4.11 Gradien temperatur pada model 1 sampai 4 pada detik ke (a) 60 dan detik ke (b) xvi

18 Gambar 4.12 Kurva perbandingan nilai tegangan termal pada keempat model Gambar 4.13 Distribusi tegangan termal pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3, (d) model 4 pada detik ke Gambar 4.14 Deformasi yang terjadi pada daerah coran pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3, dan (d) model 4 pada detik ke Gambar 4.15 Kurva Kenaikan Massa Jenis pada Coran66 Gambar 4.16 Hasil simulasi tegangan termal dan deformasi coran pada detik Gambar 4.17 Hasil eksperimen deformasi coran pada detik Gambar 4.18 Keretakan yang terjadi pada bagian cor kontak langsung dengan core cetakan xvii

19 (Halaman ini sengaja dkosongkan) xviii

20 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Komposisi paduan aluminium Tabel 2.2 Properties dari aluminium alloy Tabel 2.3 Titik cair dan temperatur penuangan dari paduan aluminium dan paduan magnesium Tabel 2.4 Toleransi penyusutan untuk logam cor yang penting Tabel 2.5 Jenis metode numerik Tabel 3.1 Komposisi paduan aluminium Tabel 3.2 Modulus elastisitas dan poisson ratio serta koefisien ekspansi termal aluminium Tabel 3.3 Konduktifitas termal serta kapasitas panas spesifik dan massa jenis aluminium Tabel 3.4 Komposisi pasir silika Tabel 3.5 Modulus elastisitas dan poisson ratio serta koefisien ekspansi termal cetakan pasir Tabel 3.6 Konduktifitas termal dan kapasitas panas spesifik serta massa jenis cetakan pasir Tabel 3.7 Desain sistem saluran Tabel 3.8 Variasi sistem saluran Tabel 4.1 Pengaturan simulasi transien termal Tabel 4.2 Perbandingan temperatur proses pendinginan cor pada keempat model dalam beberapa detik Tabel 4.3 Perbandingan temperatur proses pemanasan dan pendinginan cetakan pada keempat model dalam beberapa detik Tabel 4.4 Pengaturan simulasi transien structural Tabel 4.5 Perbandingan tegangan termal pada keempat model selama proses pendinginan Tabel 4.6 Shrinkage maksimum yang terjadi selama proses pengecoran Tabel 4.7 Volume material coran pada berbagai waktu Tabel 4.8 Formula kualitas cetakan pengecoran Tabel 4.9 Nilai kualitas cetakan pengecoran xix

21 Tabel 4.10 Perbandingan keseluruhan hasil coran dari berbagai model sistem salauran setelah 5400 detik Tabel 4.11 Nilai tegangan termal maksimum pada benda cor Tabel 4.12 Nilai shrinkage coran antara simulasi dengan penelitian xx

22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran merupakan salah satu ilmu paling tua dalam metalurgi. Pengecoran perunggu dilakukan pertama kali di Mesopotamia kira-kira 3000 tahun SM, teknik ini diteruskan ke Asia tengah, India, dan Cina. Proses pengecoran merupakan suatu proses manufaktur yang menggunakan leburan logam dan cetakan untuk menghasilkan bentuk geometri akhir produk jadi. Pengecoran dimulai dengan peleburan logam dalam tungku lalu dimasukkan kedalam sebuah cetakan yang berongga sesuai dengan desain. Selanjutnya logam cair akan mengalami pembekuan (solidifikasi) mengikuti bentuk rongga cetakan. Setelah membeku, logam dipisahkan dari cetakan. Dalam penggunaanya, banyak sekali keuntungan dari pengecoran ini yaitu: dapat membuat bentuk yang rumit, dapat menghemat waktu dan pengerjaan untuk produk masal, dapat memakai bahan yang tidak dapat dikerjakan dengan proses pemesinan, ukuran produk tidak terbatas, dan bahan dasar dapat didaur ulang. Dalam pengerjaanya ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses pengecoran yaitu desain dan pembuatan cetakan dan pencairan,pemurnian dan pengecoran logam cair. Dalam desain dan pembuatan cetakan harus memperhatikan mekanisme dan laju pembekuan, heat transfer selama pembekuan (riser), aliran logam cair, tegangan yang timbul pada coran pada daerah temperatur solidus, tegangan yang timbul pada coran pada daerah elastis, bahan dan metoda pembuatan cetakan. Dalam pencairan,pemurnian dan pengecoran logam cair harus memperhatikan gas dalam logam cair, kontrol dari unsur-unsur yang terdapat dalam logam cair, dan pemilihan dan pengontrolan dapur lebur. Contact sisi bawah resistor merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam sf6 circuit breaker. Karena fungsinya 1

23 2 Laporan Tugas Akhir yang sangat krusial, diperlukan hasil cor dengan kualitas baik. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengecoran kontak sisi bawah resistor untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pada proses pengecoran, sehingga peneltian menggunakan analisa numerik yaitu metode elemen hingga. Dengan menggunakan analisa ini kita dapat memprediksi shrinkage dan crack yang terjadi selama pengecoran. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana distribusi temperatur yang terjadi selama proses pengecoran aluminium 2024? 2. Bagaimana tegangan termal yang terjadi selama proses pengecoran aluminium 2024? 3. Apakah pengaruh bentuk sprue dan posisi ingate dalam gating system terhadap pembentukan shrinkage dan crack yang terjadi pada hasil simulasi pengecoran aluminium 2024? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menganalisa distribusi temperatur yang terjadi selama proses pengecoran aluminium Menganalisis tegangan termal yang terjadi selama proses pengecoran aluminium Mengetahui pengaruh bentuk sprue dan posisi ingate dalam gating system terhadap pembentukan shrinkage dan crack yang terjadi pada hasil simulasi pengecoran aluminium Batasan Masalah Batasan masalah penelitian ini menjadi terarah dan memberikan kejelasan analisis permasalahan, maka dilakukan pembatasan permasalahan sebagai berikut: 1. Inklusi dalam rongga cetakan dianggap tidak ada. BAB I Pendahuluan

24 Laporan Tugas Akhir 3 Departemen Teknik Material 2. Material cetakan dan coran diasumsikan homogen. 3. Kecepatan penuangan dianggap konstan. 4. Bagian dasar cetakan dianggap menyentuh tanah sehingga tidak terjadi konveksi. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca sebagai studi dan referensi dalam menentukan posisi ingate dan bentuk sprue dalam pengecoran Aluminium 2024 terhadap proses pembentukan shrinkage dan crack. Agar didapatkan hasil coran yang maksimal. Diharapkan dapat memajukan penelitian di bidang Teknik Material dan Metalurgi. BAB I Pendahuluan

25 4 Laporan Tugas Akhir (Halaman ini sengaja dikosongkan) BAB I Pendahuluan

26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simulasi Pengecoran Aluminium Sebelumnya ANSYS merupakan sebuah software berbasis finite element methods yang memiliki kemampuan untuk memecahkan berbagai masalah struktur, elektromagnetik dan perpindahan panas dan digunakan oleh insinyur desain untuk menentukan perpindahan, kekuatan, tekanan, strain, suhu dan medan magnet. Grafis, preprocessing, solusi dan postprocessing semua dapat dilakukan dalam software lengkap ini. Kemampuan analitik yang luas ini telah menarik pengguna ANSYS dari berbagai bidang industri seperti nuklir, aerospace, transportasi, medis, petrokimia, baja, elektroknik dan konstruksi sipil. ANSYS Mechanical APDL adalah salah satu jenis ANSYS parametric design language dan dapat digunakan untuk membangun model dengan parameter tertentu. Pengguna ANSYS dapat mensimualsikan model dua dan tiga dimensi termasuk permukuaan, shells, pegas, beam dan lainnya. (Niku-Lari, 2014). Aluminium merupakan logam terbesar kedua dunia yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tidak heran banyak sekali berbagai komponen yang berbahan dasar aluminium dengan penambahan paduannya sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu banyak sekali penelitian yang fokus terhadap pengecoran aluminium untuk meningkatkan efisien, menurunkan cost, maupun meningkatkan nilai fungsi. Hal ini dikarenakan banyak sekali faktor yang mempengaruhi selama proses pengecoran seperti kondisi lingkungan, bahan dasar cetakan, bentuk dari gating sistem cetakan, fluiditas logam cair, dan lainlain. Simulasi terhadap pengecoran aluminium merupakan salah satu kajian yang sangat menarik untuk dipelajari lebih lanjut dalam meningkatkan kualitas pengecoran. Berikut merupakan penelitian sebelumnya mengenai pengecoran aluminium dengan simulasi metode elemen hingga menggunakan ANSYS. 5

27 6 Laporan Tugas Akhir Pada tahun 2013, Choudari melakukan simulasi distribusi temperatur pada pengecoran aluminium menggunakan sand casting dengan validasi eksperimen. Geometri berbentuk silinder dengan posisi horizontal. Aluminium dileburkan hingga temperatur 973 K dan waktu solidifikasi lebih dari 60 menit. Validasi eksperimen dilakukan menggunakan thermocouple untuk mengukur temperatur. Simulasi dan eksperimen menghasilkan kesamaan distribusi temperatur pada posisi yang sudah ditetapkan. Dan temperatur mengalami trend peningkatan selama solidifikasi yang menandakan latent heat yang diterima oleh mould memiliki energi yang besar. Kesimpulan, proses solidifikasi dapat dilihat visual dengan ANSYS dan dapat mengetahui isoterm dalam berbagai waktu (Choudari, 2013). Pada tahun 2015, Vinit Bijagare melakukan simulasi dengan ANSYS untuk memprediksikan cacat shrinkage pada blade pompa impeller berbahan aluminium, karena memiliki struktur yang tipis yang mengakibatkan mudah terjadi kegagalan. Perpindahan panas yang tidak merata merupakan salah satu penyebabnya. Penelitian dilakukan dengan melihat pengaruh posisi riser dan runner agar terjadi distribusi temperatur yang merata. Hasil eksperimen menunjukkan dengan penambahan jumlah riser akan mengurangi jumlah porositas dibandingkan hanya menggunakan runner yang berfungsi sebagai riser. Simulasi menghasilkan posisi hotspot terletak pada bagian poros impeller, yang dapat membantu kita untuk melokasikan riser dan runner untuk menghindari hotspot. Kesimpulan, kontraksi volumetrik aluminium sangat besar, sehingga posisi riser berperan penting untuk menghasilkan cor tanpa defect. Selama simulasi terobservasi bahwa disipasi temperatur tergantung dari rasio luas permukaan terhadap volume dari cor. Rasio yang besar akan mempercepat dan memberikan arah solidifikasi yang bagus atas aliran logam (Vinit, 2015). Pada tahun 2016, Hardik Rathod melakukan riset prediksi cacat porositas shrinkage dalam sand casting dengan software ANSYS. Micro porosity dapat terjadi dalam Al-Si karena dua faktor yaitu penolakan hydrogen akibat reduksi yang drastis dari BAB II Tinjauan Pustaka

28 Lapora Tugas Akhir 7 fasa solubility ke solid dan akibat kontraksi volume bersamaan dengan inter dendritik feeding yang jelek selama solidifikasi. Sehingga dapat dikatakan thermal gradient, waktu pendinginan, waktu solidifikasi, dan kecepatan solidifikasi menjadi parameter terjadinya porositas. Dengan variabel panjang, ketebalan, dan sudut dari geometri casting berbentu Y. Penelitian menarik kesimpulan bahwa porosity akan mungkin terjadi dekat bagian tengah geometri Y, sama seperti eksperimen. Namun posisi porositas akan tergantung pada bentuk geometri dan parameter perubahan temperatur (Hardik, 2016). Pada tahun 2016, Hemant Sharma melakukan simulasi dan eksperimen terhadap waktu pendinginan dan solidifikasi pengecoran aluminium murni dalam cetakan pasir. Penelitian dilakukan dalam kondisi unsteady dan pengamatan fokus terhadap konduktifitas pada perpindahan panas. Hal ini dikarenakan konduksi akan berperan penting dari pada konveksi dan radiasi. Hasil simulasi menunjukan temperatur logam menurun sedangkan mold meningkat karena perpindahan panas terjadi dari molten metal menuju mold. Kesimpulan dari penelitian ini waktu pendinginan dapat diplotkan di dalam ANSYS (Hemant, 2016). Pada tahun 2016, Muhammad Bahtiyar Anhar telah melakukan analisa perpindahan panas pada pengecoran Al-12%Si dengan metode elemen hingga. Objek dari penulis ingin mengetahui distribusi temperatur dan tegangan termal terhadap shrinkage pada pengecoran dan material yang cocok antara pasir dan SS304 sebagai mold. Hasil menunjukkan pendinginan dalam cetakan SS304 akan lebih cepat dibandingkan pasir. Tegangan termal pada cetakan SS304 akan lebih besar dibandingkan pasir. Semakin besar tegangan termal maka shrinkage yang akan terjadi semakin besar. Sehinga menggunakan cetakan pasir akan menghasilkan coran yang lebih baik karena shrinkage lebih kecil dibandingkan menggunkan cetakan SS304 (Bahtiyar, 2016). BAB II Tinjauan Pustaka

29 8 Laporan Tugas Akhir 2.2 Aluminium Alloy 2024 Almunium merupakan metal yang paling banyak digunakan di dunia industri. Hal ini dikarenakan aluminium yang memiliki properties yang sangat ringan, mudah di fabrikasi, properties fisik dan mekanik yang baik, dan sangat tahan korosi. Paduan aluminium dibedakan menjadi dua jenis yaitu aluminium tuang dan aluminium tempa. Untuk aluminium tempa, paduan diklasifikasikan dengan metode 4 digit yaitu (ASM, 1990) : 1xxx Komposisi murni dengan impuritas alami. 2xxx Paduan dengan tembaga sebagai paduan dasarnya dan tambahan beberapa Magnesium. 3xxx Paduan dengan magan sebagai paduan dasarnya. 4xxx Paduan dengan silicon sebagai paduan dasarnya. 5xxx Paduan dengan magnesium sebagai paduan dasarnya. 6xxx Paduan dengan magnesium dan Silikon sebagai paduan dasarnya. 7xxx Paduan dengan zinc sebagai paduan dasarnya, tapi elemen seperti tembaga, magnesium, chromium, dan zirkonium ditentukan. 8xxx Paduan dengan timah dan beberapa lithium. 9xxx Digunakan untuk penggunaan lebih lanjut. Sehingga aluminium 2024 merupakan paduan aluminium dengan paduan dasar tembaga dengan komposisi pada tabel 2.1 dibawah ini: Tabel 2.1 Komposisi paduan aluminium 2024 (ASM Vol 2) Unsur Al (%) Cr (%) Cu (%) Fe (%) Mg (%) Mn (%) Si (%) Ti (%) Zn (%) Min 90,7-3,8-1,2 0, Maks 94,7 0,1 4,9 0,5 1,8 0,9 0,5 0,15 0,25 Paduan AA 2024 yang mengandung aluminium-tembaga dalam bentuk tempa maupun paku biasanya digunakan dalam BAB II Tinjauan Pustaka

30 Lapora Tugas Akhir 9 industri pesawat terbang. Paduan ini memeiliki tensile dan yield strength yang tinggi dengan elongation yang rendah (Kumar, 2015). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai properties dari aluminium alloy bisa dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini. Tabel 2.2 Properties dari aluminium alloy 2024 (Callister, 1940) Tensile Strength (Mpa) 470 Yield Strength (Mpa) 325 Ductility (%EL in 50mm) 20 Density (g/cm 3 ) 2,77 Modulus Elasticity (Gpa) 72.4 Poisson s Ratio 0,33 Coefficient of Thermal Expansion 10-6 ( o C) -1 22,9 Thermal Conductivity (W/m.K) 190 Specific Heat (J/kg.K) 875 Electrical Resistivity (Ω.m) 3,4x10-8 Paduan aluminium dapat juga ditambahkan unsur pemadu untuk mengubah propertis dari aluminium. Pengaruh dari berbagai unsur pada sifat paduan yaitu: Tembaga (Copper). Penambahan tembaga akan menaikkan sifat kekerasan dan kekuatan aluminium namun menurunkan sedikit sifat keuletannya. Silikon. Digunakan untuk menaikkan fluiditas aluminium, sehingga aluminium cair akan dapat mengalir lebih mudah. Penambahan silikon juga akan memperbaiki ketahanan korosi dan kemampuan untuk dilakukan proses pengelasan. Silikon juga dikombinasikan dengan magnesium. Magnesium. Penambahan magnesium hampir sama dengan penambahan tembaga, namun magnesium bila kontak dengan udara luar akan mengalami oksidasi dan membentuk MgO dan hydrogen. Magnesium dan Silikon. Dikombinasikan dari bentuk Mg 2Si. Penambahan sedikit jumlah magnesium dan jumlah silikon akan membuat kekuatan yieldnya menjadi lebih besar. BAB II Tinjauan Pustaka

31 10 Laporan Tugas Akhir Seng (Zinc). Penambahan unsur seng ke dalam paduan akan mendapatkan kekerasan maksimum. (Chastain, 2004). Tabel 2.3 Titik cair dan temperatur penuangan dari paduan aluminium dan paduan magnesium (Surdia, 2006): Paduan dan komposisi Temperatur mulai cair ( o C) Temperatur berakhir cair Temperatur penuangan ( o C) ( o C) Al-4,5Cu Al-4Cu-3Si Al-4,5Cu-5Si Al-12Si Al-9,5Si-0,5Mg Al-3,5Cu-8,5Si Al-7Si-0,3Mg Al-4Cu-1,5Mg Ni Al-3,8Mg Al-10Mg Al-12Si-0,8Cu ,7Mg-2,5Ni Al-9Si-3,5Cu ,8Mg-0,8Ni Mg-6Al-3Zn Mg-8,7Al-0,7Zn Mg-9Al-2Zn Mg-1,8Mn Mg-4,5Zn-0,7Zr Mg-5,7Zn- 0,75Zr-1,8Th Mg-0,75Zr- 3,3Th Mg-2,8Zn- 0,75Zr-3,3Re Diagram fasa merupakan grafik yang dibuat dari eksperimen untuk mengetahui fasa yang terjadi pada tiap temperatur dan BAB II Tinjauan Pustaka

32 Lapora Tugas Akhir 11 komposisinya. Untuk diagram fasa dari paduan aluminium dengan tembaga dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini. Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Cu pada temperatur tertentu (antipasto.union.edu) 2.3 Pengecoran Proses Pengecoran Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan logam dan menuangkan ke dalam rongga cetakan. Proses ini dapat digunakan untuk membuat benda-benda dengan bentuk rumit. Benda berlubang yang sangat besar yang sangat sulit atau sangat mahal jika dibuat dengan metode lain, dapat diproduksi masal secara ekonomis menggunakan teknik pengecoran yang tepat. Adapun masalah-masalah yang dihadapi selama proses pengecoran yaitu desain cetakan, pembuatan cetakan, pencairan, BAB II Tinjauan Pustaka

33 12 Laporan Tugas Akhir pemurnian, dan pengecoran logam cair. Pada desain dan pembuatan cetakan meliputi: 1. Mekanisme dan laju pembentukan Dimensi serta penempatan riser yang sesuai, pola rekristalisasi dan penyusutan harus diketahui. Faktor tersebut tergantung pada komposisi kimia logam yang bersangkutan serta gradien termal dari cetakan. 2. Heat transfer selama pembekuan (Riser) Setelah proses pembekuan difahami, maka penyusutan dapat dikontrol dengan penggunaan prinsip heat-transfer. 3. Aliran logam cair Masalah aliran logam cair ini meliputi : Temperatur Dimensi sistem saluran yang tepat. Pencegahan ikutnya kotoran kedalam rongga cetakan. 4. Tegangan yang, timbul pada coran pada daerah temperatur solidus. Masalah yang terjadi yaitu timbulnya hot tear (keretakan panas).hal ini dapat diatasi dengan perubahan pada bentuk coran atau konstruksi cetakan. 5. Tegangan yang timbul pada coran pada daerah elastis Laju pendinginan yang tidak serempak pada seluruh coran dapat mengakibatkan tegangan pada saat coran sudah dingin. 6. Bahan dan metoda pembuatan cetakan Diusahakan pemilihan material yang ekonomis sebagai bahan cetakan. Disamping itu juga metoda pembuatan cetakan yang ekonomis. Untuk mendapatkan logam cair yang sesuai, maka masalahmasalah berikut perlu mendapat perhatian 1. Gas dalam logam Cair Dalam peleburan, coran akan terjadi porositas yang diakibatkan kelarutan gas dalam logam cair. Meskipun kandungan gas-gas tertentu seperti nitrogen, dapat BAB II Tinjauan Pustaka

34 Lapora Tugas Akhir 13 membantu dalam pembuatan struktur tertentu agar kandungan gas dalam logam cair dapat ditekan. 2. Kontrol dari unsur- unsur yang terdapat dalam logam cair Komposisi kimia suatu logam sangat erat kaitan dengan sifat mekanik, fisik dan sebagainya. Oleh sebab itu perlu dipilih kombinasi baja bekas, besi kasar, flux, kondisi tungku (dapur), serta temperatur yang diperlukan agar didapat produksi yang ekonomis. 3. Pemilihan dan pengontrolan dapur pelebur Dengan reaksi slag-logam tertentu, perlu ditentukan jenis tungku atau kombinasi yang digunakan, sehingga kapasitas, temparatur, dimensi dapur, serta komposisi yang diinginkan dapat tercapai (Sadino, 2007). Untuk menghasilkan coran yang baik, logam cair harus efektif terdistribusi ke dalam cetakan sebelum kehilangan panas. Aliran turbulensi harus dicegah untuk menghasilkan aliran laminer. Hal ini dikarenakan aluminium sangat mudah untuk teroksidasi pada lapisan yang tersentuh dengan udara. Oksida ini bisa masuk ke dalam coran dan dapat menyebabkan porositas. Campbell telah menunjukkan aliran turbulensi pada paduan aluminium dapat dicegah dengan menjaga aliran dibawah 0.5 m/s. Hydrogen juga merupakan gas yang mudah larut ke dalam logam cair. Namun pada saat solidifikasi hydrogen sulit larut dalam fasa solid sehingga menimbulkan porositas. Sehingga pada pengecoran tertentu diperlukan degasing untuk menghilangkan hydrogen dari logam cair. Selain itu dalam pengecoran, tidak boleh ada pengotor dalam cetakan (Roger, 2010) Cetakan Pasir Pengecoran cetakan pasir adalah proses pengecoran logam yang menggunakan pasir sebagai material cetakan. Hal ini dikarenakan harganya yang murah dan memiliki ketahanan panas yang cukup baik. Bonding agent (biasanya clay) dicampurkan dengan pasir. Campuran ini dilembabkan dengan air untuk meningkatkan kekuatan dan plastisitas clay agar dapat dijadikan BAB II Tinjauan Pustaka

35 14 Laporan Tugas Akhir cetakan. Pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut (Surdia, 2006): 1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindah-pindah dan dapat menahan logam cair waktu dituang ke dalamnya. Karena iu kekuatannya pada temperatur kamar dan kekuatan panasnya sangat diperlukan. 2. Permeabilitas yang cocok. Dikuatirkan bahwa hasil coran mempunyai cacat seperti rongga peyusutan, gelembung gas atau kekasaran permukaan, kecuali jika udara atau gas yang terjadi dalam cetakan waktu penuangan disalurkan melalui rongga-rongga di antara butir-butir pasir keluar dari cetakan dengan kecepatan yang cocok. 3. Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau coran dibuat di dalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butir pasir terlalu halus, gas dicegah keluar dan membuat cacat, yaitu gelembung udara. Distribusi besar butir harus cocok mengingat dua syarat yang disebut diatas. 4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. Temperature penuangan yang biasa untuk bermacammacam corn. Butir pasir dan pengikat harus mempunyai derajat tahan api tertentu terhadap temperatur tinggi, kalau logam cair dengan temperatur tinggi ini dituang kedalam cetakan. 5. Komposisi yang cocok. Butir pasir bersentuhan dengan logam yang dituang mengalami peristiwa kimia dan fisik karena logam cair mempunyai temperature yang tinggi. Bahan-bahan yang tercampur mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam adalah tidak dikehendaki. 6. Mampu dipakai kembali. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang seupaya ekonomis. 7. Pasir harus murah. BAB II Tinjauan Pustaka

36 Lapora Tugas Akhir 15 Bagian-bagian dari cetakan pasir sendiri antara lain meliputi : 1. Pola (pattern) Memiliki bentuk dan ukuran yang sama dengan bentuk asli dari benda kerja yang dikehendaki. 2. Inti (core) Berfungsi sebagai bingkai untuk melindungi struktur model yang akan dibentuk sehingga cetakan tidak berubah bentuk saat terjadi proses pengecoran. 3. Cetakan atas (Cope) Merupakan bagian atas cetakan pasir. 4. Cetakan bawah (Drag) Merupakan setengah bagian bawah dari cetakan pasir. 5. Gate Adalah lubang dimana logam cair nantinya akan dituangkan, berada di antara core dan drag. 6. Riser Adalah lubang yang berfungsi sebagai tempat untuk menambahkan logam cair agar tidak ada rongga yang kosong di dalam ruang cetakan (Gilbert, 2004). Gambar 2.2 Bagian dari cetakan pasir ( BAB II Tinjauan Pustaka

37 16 Laporan Tugas Akhir Sistem Saluran Elemen sistem saluran terdiri dari pouring basin, sprue, sprue well, runner, dan ingate. Gambar gating system dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini. Gambar 2.3 Gating system pada coran (Dolar, 2009) Pouring basin : berbentuk kerucut yang terletak pada bagian atas mold. Memiliki fungsi mengalirkan logam cair dari ladle menuju sprue. Pouring basin harus dalam untuk mengurangi vortex formation dan memuhi mold selama proses penuangan. Sprue : saluran yang menghubungi antara pouring basin dan runner. Sprue dibuat meruncing kebawah untuk menghindari masuknya udara karena perbedaan tekanan. Penampang dapat berbentuk lingkaran, persegi, maupun persegi ppanjang. Lingkaran memiliki surface area exposed yang kecil dan menghasilkan ketahan aliran metal terendah. Bentuk persegi atau persegi panjang mengurangi masuknya udara dan turbulensi. BAB II Tinjauan Pustaka

38 Lapora Tugas Akhir 17 Sprue Well Runner Ingate : terletak pada bagian bawah sprue untuk menahan jatuhnya aliran logam cair dan dibelokkan ke runner. : saluran yang menghantarkan logam cair menuju Ingate. Penampang runner berbentuk persegi panjang untuk menghasilkan aliran yang efisien dengan sedikit turbulensi. Runner harus terisi penuh sebelum memasuki ingate. Pada pengecoran dengan ingate lebih dari satu, ukuran penampang harus dikurangi untuk menjaga keseragaman aliran menuju ingate. : saluran kecil yang menghubungkan antara runner dan rongga cetakan. Penampang dapat dalam bentuk persegi, persegi panjang, atau trapezoid. Dari segi posisi sistem saluran terdiri dari tiga jenis yaitu: 1. Top Gating System Pada gating system ini logam cair akan mengalir dari pouring basin langsung menuju bagian atas dari mold. Keuntungan dari sistem ini yaitu menghasilkan pembekuan dari bawah keatas. Kerugian dari sistem ini, logam cair akan mengakibatkan erosi pada bagian dasar rongga cetakan. Sangat cocok untuk bentuk cetakan yang mendatar. Kecepatan aliran dijaga konstan dari awal hingga akhir penuangan, sehingga menghasilkan laju pengisian yang paling cepat. 2. Bottom Gating System Sistem ini menciptakan pengisian rongga cetakan dari bawah ke atas rongga. Sangat direkomendasikan untuk coran yang tinggi untuk menghindari jatuh bebas logam cair dihindarkan. Keuntungan sistem ini menghasilkan pengisian yang bertahap dari bawah dengan sedikit gangguan. Kerugian dari sistem ini, pengisian rongga cetakan dengan laju pengisian yang berbeda-beda, memiliki laju pengisian yang tinggi pada awal penuangan BAB II Tinjauan Pustaka

39 18 Laporan Tugas Akhir dan bertahap berkurang bersamaan dengan pengisian rongga cetakan. 3. Parting-line Gating System Sistem ini terletak pada bagian tengah dari rongga cetakan. Sistem ini memiliki keuntungan gabungan top dan bottom system dengan mengurangi jatuh bebas logam cair dan menghasilkan laju pengisian yang tinggi seperti bottom gating system. Efek turbulensi juga berkurang dibandingkan dengan jenis top gating sytem. Biasanya digunakan untuk gating system mendatar (Dolar, 2009). Gambar 2.4 Klasifikasi gating system berdasarkan posisi ingates (a) Top Gating (b) Bottom Gating (c) Parting Line Gating (Dolar, 2009) Solidifikasi Proses solidifikasi adalah proses transformasi dari struktur non chrystallographic dan christallographic pada material logam dan paduannya. Pemahaman tentang proses mekanisme solidifikasi dan bagaimana proses tersebut dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti distribusi temperatur, laju pendinginan dan paduannya, adalah hal yang sangat penting dalam mengontrol sifatsifat dari produk casting. Pada penggunaannya, transfer panas yang bekerja pada proses solidifikasi adalah konveksi, konduksi dan radiasi sehingga laju transfer panas totalnya ditampilkan pada persamaan 2.1. BAB II Tinjauan Pustaka

40 Lapora Tugas Akhir 19 Q T = Q T1. Q T2. Q T3...(2.1) Dapat dilihat bahwa transfer panas secara konveksi, dan radiasi dari permukaan atas, konduksi yang melalui dinding, konveksi dan radiasi dari permukaan cetakan yang dipanaskan diwakilkan dengan Q T1. Q T2. Q T3. Untuk mencari QT1 yang merupakan laju transfer panas dengan konveksi dan radiasi dari bagian atas dapat digunakan persamaan 2.2. Q T1 = (h + hr)t. AT. (T - T )...(2.2) Sedangkan nilai dari T= 1/2(T_p+T_m). Koefisien transfer panas dilambangkan h dan hr. AT adalah luasan dari permukaan atas dari cetakan dan T adalah temperatur cetakan. Kemudian laju transfer panas dengan konduksi dituliskan pada persamaan 2.3. Q T2 = (T p T ) R t...(2.3) Pada persamaan 2.24 ini, Tp dan T adalah temperatur dalam dan luar dari cetakan dan Rt adalah ketahanan termal dari dinding cetakan. Namun, sering kali Rt ini diabaikan dikarenakan Kemudian laju transfer panas konveksi dan radiasi untuk dinding cetakan luar yang dipanaskan menggunakan persamaan 2.4. Q T3 = (h + h r ) Ts. A. (T s T )...(2.4) Ts adalah temperatur permukaan cetakan, T adalah temperatur dari lingkungan sekitar cetakan. H dan hr adalah koefisien transfer panas. A adalah luasan dari permukaan cetakan yang dipanaskan terhadap lingkungan. Sehingga total dari laju panas sesuai persamaan 2.5 menjadi BAB II Tinjauan Pustaka

41 20 Laporan Tugas Akhir Q T = (h + h r) T. A T. (T - T ) + (T p T ) + (h + h R r ) Ts. A. (T s T )...(2.5) t Sebenarnya, Qt adalah proses hilangnya panas dari suatu logam yang biasanya dianggap sebagai panas sensible. Ditampilkan pada persamaan 2.6 dan 2.7. Q t = mc p T...(2.6) Q t = mc p (T p T m )...(2.7) Dimana Cp adalah specific heat dari logam, Tp dan Tm adalah temperatur saat penuangan serta temperatur lelehan, sedangkan m adalah massa logam yang dituangkan. Kemudian, persamaan 2.6 digabungkan dengan persamaan 2.7 sehingga menghasilkan persamaan 2.8 t 1 = mc p (T p T m ) (h+h r ) T.A T.(T T )+ (T p T ) R t + (h+h r ) T.A T.(T s T )...(2.8) Persamaan 2.29 merupakan persamaan untuk mencari solidifikasi selama penuangan. Kemudian, langkah selanjutnya adalah transfer panas pembentukan. Transformasi fasa akan terjadi ketika logam kehilangan panas sensible dan mencapai temperatur lelehnya. Pada dasarnya persamaannya sama dengan perpindahan panas saat logam dituangkan sehingga dapat dirumuskan seperti persamaan 2.9. Qt = Q T.t2...(2.9) dimana Qt adalah jumlah kehilangan panas total dari atas dan dinding, QT adalah laju transfer panas total baik dari konveksi dan radiasi dari atas dan konduksi yang melalui dinding. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk transfer panas atau dengan kata lain waktu solidifikasi kedua dilambangkan dengan t2. BAB II Tinjauan Pustaka

42 Lapora Tugas Akhir 21 Sama seperti tadi, transfer panas yang bekerja pada proses pengecoran adalah konveksi, konduksi dan radiasi sehingga laju transfer panas totalnya diyampilkan pada persamaan Q T = Q T1. Q T2. Q T3...(2.10) Transfer panas secara konveksi, dan radiasi dari permukaan atas, konduksi yang melalui dinding, konveksi dan radiasi dari permukaan cetakan yang dipanaskan diwakilkan dengan Q T1. Q T2. Q T3. Berbeda dengan persamaan (2.4.4), (2.4.5) serta (2.4.6). Pada tahap ini T diganti menjadi Tm dikarenakan ini adalah temperatur saat koefisien transfer panas selama konduksi pada tahap kedua. Apabila digabungkan, maka didapat persamaan QT = (h + hr)t. AT. (T m - T ) + (T m T ) R t + (h + h r ) Ts. A. (T s T )...(2.11) Di tahap ini, total dari heat loss ditampilkan pada persamaan Q t = mh f...(2.12) Diketahui bahwa m adalah massa dari logam sedangkan Hf adalah panas pembentukannya. Ketika persamaan 2.33 dan 2.33 digabungkan akan menjadi persamaan t 2 = mh f (h+h r ) T m.a T.(T m T )+ (T m T ) R t + (h+h r ) T s.a T.(T s T )...(2.13) Dimana t2 adalah waktu solidifikasi pada tahap kedua yaitu ketika logam berubah dari fasa liquid ke solid. Sehingga didapatkan waktu solidifikasi total yang ditampilkan pada persamaan t = t 1 + t 2...(2.14) BAB II Tinjauan Pustaka

43 22 Laporan Tugas Akhir Penyusutan, Porosity, dan Crack dalam Coran Semua logam yang digunakan dalam pengecoran ukurannya akan mengecil dan menyusut setelah pemadatan dan pendinginan didalam cetakan. Untuk mengimbangi hal ini maka, pola dari cetakan harus dibuat lebih besar dari ukuran coran yang sebenarnya sesuai dengan jumlah yang disebut dengan pengecilan pembuatan pola. Dalam menyusun pengukuran dari pola, pembuatan pola memperkenankan pengecilan ini dengan menggunakan aturan ini yang sedikit lebih panjang dari aturan yang sama dalam panjang yang sama. Untuk pengecoran logam yang berbeda maka mungkin akan berbeda juga prinsip pengecilannya, namun pada umumnya prinsip tersebut digunakan pada setiap sisi, dimana ada 2 skala, jumlah total skalanya adalah 4 untuk 4 logam coran umum, seperti baja, besi cor, kuningan, dan aluminium. Pembagian pada setiap skala ini ukurannya dilebihkan dengan jumlah yang proporsional, contohnya saat pembuatan pola untuk besi cor, pembuatan pola menggunakan pengukuran prinsip pengecilan sekitar 10mm tiap 1 meter lebih panjang dari ukuran konvensional karena besi cor menyusut 10mm tiap 1 meter. Pola asal yang digunakan untuk membuat pola logam memerlukan perhitungan penyusutan yang ganda (Banga, 1981). Toleransi penyusutan berbagai logam cor terdapat pada tabel 2.4 dibawah ini. Tabel 2.4 Toleransi penyusutan untuk logam cor yang penting (Banga, 1981): No. Logam Pengecilan (persen) Pengecilan (mm per meter) 1. Besi Cor Kelabu 0,7 hingga 1,05 7 hingga 10,5 2. Besi Cor Putih 2, Besi Cor Mampu 1,5 15 Tempa 4. Baja 2, Kuningan 1, Aluminium 1, Paduan Aluminium 1,3 hingga 1,6 13 hingga 16 BAB II Tinjauan Pustaka

44 Lapora Tugas Akhir Tembaga 1,05 hingga ,5 hingga Magnesium 1, Seng 2, Baja Mangan 2,6 26 Jumlah penyusutan yang dicantumkan diatas dan prinsip pengecilan ini hanyalah gambar rata-rata. Pengecilan yang sebenarnya pada pengecoran tergantung dari faktor-faktor berikut: 1. Ketebalan dan dimensi pengukuran lain dari coran. 2. Desain dan seluk-beluk coran. 3. Ketahanan cetakan untuk menyusut. 4. Bahan cetakan untuk menyusut. 5. Metode pencetakan yang digunakan. 6. Temperatur penuangan logam cair. Terdapat tiga kontraksi selama pendinginan dari keadaan cair ke temperatur kamar (Campbell, 2003). Kontraksi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5. Gambar 2.5 Ilustrasi ketiga daerah penyusutan di dalam liquid, selama pembekuan, dan di dalam solid (Campbell, 2003) BAB II Tinjauan Pustaka

45 24 Laporan Tugas Akhir 1. Saat temperatur berkurang, kontraksi pertama terjadi di dalam fasa liquid. Di dalam proses pengecoran penyusutan di dalam daerah ini tidak membawa masalah. Bahkan seringkali diabaikan. 2. Adanya kontraksi pada zona solidifikasi ini mulai menimbulkan masalah. Kontraksi muncul pada titik pembekuan, hal ini dikarenakan lebih padatnya solid dibandingkan liquid. Masalah yang terjadi di daerah ini antara lain dibutuhkannya feeding, serta porositas penyusutan (shrinkage porosity). 3. Merupakan tahap akhir dari penyusutan di dalam fasa solid yang dapat menyebabkan beberapa masalah. Sesuai dengan laju pendinginan, maka cetakan juga mengalami penyusutan. Sehingga sangat sulit untuk memprediksi ukuran dari pattern yang kita buat. Permasalahan ini juga dapat menyebabkan beberapa masalah lainnya antara lain hot tearing serta retak pada cetakan. Porosity timbul apabila gas-gas, terutama gas hidrogen, terbawa dalam logam cair, terkurung dalam logam yang disebabkan tekanan logam selama pembekuan (Surdia, 2006). Sebab-sebab: Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan. Gas terserap dalam logam cair selama penuangan. Cara pencegahan: Reaksi logam induk dengan uap air dari cetakan. Titik cair terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama. Penghilangan gas dari logam cair dapat dilakukan dengan peniupan gas inert kedalam logam cairan logam, umpamanya gas nitrogen adalah gas yang bisa dipakai untuk maksud tersebut. Penghilangan gas dengan khlorida. Penghilangan gas dengan fluks, terutama fluoride dan khlorida dari logam alkali tanah. Pencairan kembali. BAB II Tinjauan Pustaka

46 Lapora Tugas Akhir 25 Perencanaan yang tidak menyebabkan turbulen pada aliran logam cair. Harus dipakai pasir yang mempunyai kadar air rendah dan permeabilitas yang sesuai. Pada paduan Al-Mg perlu ditambahkan 0,0005% berilium. 2.4 Transfer Panas Konduksi Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum. Gambar 2.6 Perpindahan panas konduksi pada dinding (J.P. Holman, 2009) Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut: q k = k A dt dx...(2.15) dt/dx = gradient temperatur kearah perpindahan kalor.konstanta positif k disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda itu, BAB II Tinjauan Pustaka

47 26 Laporan Tugas Akhir sedangkan tanda minus disisipkan agar memenuhi hokum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala temperatur. Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara laju aliran panas yang melintas permukaan isothermal dan gradient yang terdapat pada permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap waktu yang dikenal dengan hukum fourier. q k = ka (T1 - T2)...(2.16) x Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/ pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll. Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free / natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa / eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced convection). Gambar 2.7 Perpindahan panas konveksi (J.P.Holman, 2009). BAB II Tinjauan Pustaka

48 Lapora Tugas Akhir 27 Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran tertutup seperti pada gambar 2.7 merupakan contoh proses perpindahan panas. Laju perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan. q = h A (T w - T )...(2.16) Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika, sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+). Persamaan (2.16) mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju pindah panas didaerah dekat pada permukaan itu. Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi (J.P.Holman, 2009) Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, kaarena dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan fluida yang lain Radiasi Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda - benda tersebut. BAB II Tinjauan Pustaka

49 28 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.9 Perpindahan panas radiasi (J.P.Holman, 2009) Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan melalui ruang antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik Bila energi radiasi menimpa suatu bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan, sebagian diserap dan sebagian diteruskan seperti gambar 2.9. Sedangkan besarnya energi : Q pancaran = σ A T 4...(2.17) 2.5 Tegangan Termal Tegangan termal adalah sebuah tegangan sisa dalam material yang dihasilkan dari perubahan temperatur. Sebuah solid homogen dan uniform yang dipanaskan maupun didinginkan tidak akan terjadi temperatur gradien. Untuk kontraksi dan ekspansi bebas, material akan bebas dari stress. Namun jika sebuah pergerakan material ditahan pada ujung benda, termal stress akan muncul. Dimana stress yang dihasilkan σ dari perubahan temperatur dari T o menjadi T f adalah σ = E α 1 (T o - Tf) = E α 1 T...(2.18) dimana nilai E adalah modulus elastis dan α adalah koefisien linier ekspansi termal. Tegangan termal mungkin terbentuk sebagai hasil gradien temperatur disepanjang benda, yang sering diakibatkan oleh pendinginan maupun pemanasan cepat, dimana perubahan temperatur diluar lebih cepat dibanding didalam, perubahan bentuk BAB II Tinjauan Pustaka

50 Lapora Tugas Akhir 29 dimensi berfungsi sebagai penahan kontraksi atau ekspansi bebas dari elemen volume yang menempel di dalam potongan (Calister, 1940). 2.6 Sistem Numerik Metode simulasi numerik untuk proses analisis pengecoran sangat berkembang pesat dan banyak digunkan untuk metode analisis aliran fluida, tegangan maupun metode analisa pembekuan. Secara prinsip sistem numerik dari proses pengecoran ini memadukan dari tiga persamaan fundamental yaitu hukum kekalan massa, momentum, dan energi. Jenis moetode simulasi numerik yang banyak digunakan antara lain FEM (Finite Element Method), BEM (Boundary Element Method), FDM (Finite Difference Method), dan lainnya. Penjelasan seperti tabel 2.5 dibawah ini. Tabel 2.5 Jenis metode numerik FDM (FVM) FEM BEM Aplikasi Perpindahan Analisis Noise, mekanika Utama panas, Alisis struktural perpatahan Fluiditas (analisis tegangan) Keuntungan Program Untuk Setup one grage sederhana, tidak kegunaan low element memerlukan kalkulus integral umum network infinite area issue Kekurangan Tidak cukup Diperlukan Diperlukan untuk benda kalkulus kalkulus kompleks integral, sulit integral, tidak menghitung cocok untuk elemen analisa benda tipis Elemen BAB II Tinjauan Pustaka

51 30 Laporan Tugas Akhir Pada perkembangannya sekarang ini terdapat dua pendekatan mendasar, yaitu metode Eulerian atau grid based seperti metode yang digunakan diatas. Keudian metode yang lebih baru yaitu metode dengan pendekatan Lagrangian atau particles based yang lebih dikenal dengan Smoothed Particle Hydrodynamic (SPH) yang diikuti penggunaan mesh partikel ini juga membuat perhitungan simulasi lebih akurat, gambar yang dihasilkan lebih tajam dan mampu menyelesaikan simulasi dengan kondisi sistem yang lebih sulit (Herbandono, 2011) Namun dalam analisa termal dan struktural FEM dapat digunakan sebagai metode numerik. FEM merupakan metode dengan membagi daerah atau luasan menjadi sebuah elemen merupakan langkah utama dari sebuah metode elemen hingga. Dimana mesh adalah distribusi dari elemen itu sendiri. Dan elemen-elemen itu sendiri dihubungkan oleh nodes. Kemudian setelah area tersebut didiskretisasi langkah selanjutnya adalah menentukan persamaan untuk setiap elemen yang dibutuhkan. Misalnya sifat-sifat termal suatu material seperti konduktifitas termal yang mana persamaan dari elemen itu nantinya akan digabungkan untuk menentukan persamaan global untuk meshnya dimana menggambarkan perubahan dari seluruh bagian secara umum (Alawadhi, 2010). BAB II Tinjauan Pustaka

52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Penelitian Mulai Studi Proses Pengecoran Sifat-sifat dari Paduan AA 2024 dan Geometri Kontak Sisi Bawah Resistor Permodelan dengan ANSYS Mechanical APDL 17.0 Analisa Termal dan Struktural Validasi Penelitian Tidak Ya Analisa Data Selesai Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 31

53 32 Laporan Tugas Akhir 3.2 Spesifikasi Material Aluminium 2024 Paduan Aluminium alloy 2024 ini digunakan sebagai bahan coran untuk membuat kontak sisi bawah resistor. Komposisi dan Sifat-sifat material dapat dilihat pada tabel 3.1 sampai 3.3 dibawah: Tabel 3.1 Komposisi paduan aluminium 2024 (ASM Vol 2) Unsur Al (%) Cr (%) Cu (%) Fe (%) Mg (%) Mn (%) Si (%) Ti (%) Zn (%) Min 90,7-3,8-1,2 0, Maks 94,7 0,1 4,9 0,5 1,8 0,9 0,5 0,15 0,25 Tabel 3.2 Modulus elastisitas (Kaufman, 2004) dan poisson ratio (Touloukian, 1970) serta koefisien ekspansi termal aluminium 2024 (Touloukian, 1970) Temperatur ( o C) Modulus Elastisitas (N/m2) Poisson Ratio CTE (1/K) 30 7,3E+10 0,330 0, ,0E+10 0,343 0, ,6E+10 0,351 0, ,2E+10 0,357 0, ,7E+10 0,364 0, ,2E+10 0,375 0, ,0E+10 0,377 0, ,0E+10 0,383 0, Tabel 3.3 Konduktifitas termal (Touloukian, 1970) serta kapasitas panas spesifik dan massa jenis aluminium 2024 (ASM, 2008) Temperatur ( o C) Konduktifitas Termal (W/m.K) Kapasitas Panas Spesifik (J/kg.K) Massa Jenis (Kg/m 3 ) ,42 841, , , , ,025 BAB III Metodologi Penelitian

54 Laporan Tugas Akhir ,50 865, , ,99 875, , ,94 880, , ,66 881, , ,5 920, , ,5 1140, , Material Cetakan Pasir Material cetakan yang digunakan berupa pasir silika karena simulasi pengecoran menggunakan metode sand casting. Cetakan dibuat dengan campuran antara pasir silika dan bentonite dengan komposisi 7%. Komposisi dan sifat-sifat dari pasir silika dapat dilihat pada tabel 3.4 sampai 3.6 dibawah ini: Tabel 3.4 Komposisi pasir silika (Idrisa, 2013) Komposisi Nilai (%) SiO 2 87,91 Al 2O 3 4,70 Fe 2O 3 0,94 CaO 0,14 MgO 0,30 Na 2O 0,19 K 2O 0,25 TiO 2 0,15 Mn 2O 3 0,02 L OI 5,15 Tabel 3.5 Modulus elastisitas dan poisson ratio (COMSOL Materials Library) serta koefisien ekspansi termal cetakan pasir (Touloukian, 1970) Temperatur ( o C) Modulus Elastisitas (N/m2) Poisson Ratio CTE (1/K) 30 7,31E+10 0, , ,39E+10 0, , BAB III Metodologi Penelitian

55 34 Laporan Tugas Akhir 200 7,51E+10 0, , ,61E+10 0, , ,70E+10 0, , ,76E+10 0, , ,82E+10 0, , ,86E+10 0, , Tabel 3.6 Konduktifitas termal (Touloukian, 1970) dan kapasitas panas spesifik (ASM, 2008) serta massa jenis cetakan pasir (COMSOL Material Library) Temperatur ( o C) Konduktifitas Termal (W/m.K) Kapasitas Panas Spesifik (J/kg.K) Massa Jenis (Kg/m 3 ) 30 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Proses Penelitian Untuk membuat geometri pemodelan komponen tabung Kontak sisi bawah Resistor dengan menggunakan ANSYS Mechanical APDL 17,0 untuk menganalisis shrinkage dan crack yang terjadi setelah simulasi pengecoran selesai. Dalam pemodelan ini gating system dibuat dengan jenis bottom gating system. Untuk melihat desain gating system berada pada tabel 3.7 dibawah ini. BAB III Metodologi Penelitian

56 Laporan Tugas Akhir 35 Tabel 3.7 Desain sistem saluran Komponen Satuan Nilai Cast Height (m) 0,241 Diameter (in) (m) 0,118 Diameter (out) (m) 0,16 Sprue Bottom Area (m2) 0,0004 Top Area (m2) 0,0009 Length (m) 0,4 Pouring Basin Depth (m) 0,08 Area (m2) 0,005 Sprue Basin/well Depth (m) 0,08 Area (m2) 0,002 Runner/gate Length (m) 0,1524 Area (m2) 0,0016 Riser (square) Length (m) 0,07 Area (m2) 0,0049 Runner riser Length (m) 0,0762 Area (m2) 0,0016 Variasi dilakukan berdasarkan bentuk gating system dapat dilihat pada tabel 3.8. Selanjutnya dibandingkan untuk melihat tingkat proses pengecoran yang baik dari segi shrinkage dan crack yang terjadi. Tahap-tahap pada pemodelan ini dapat dilihat pada gambar 3.2 diabawah ini. Tabel 3.8 Variasi sistem saluran Model Posisi Runner Bentuk Sistem Saluran 1 Tengah Persegi 2 Tengah Lingkaran 3 Tepi Persegi 4 Tepi Lingkaran BAB III Metodologi Penelitian

57 36 Laporan Tugas Akhir Mulai PREPOCESSOR 1. Element Type: Termal (Solid 278) dan Coupled Field (Solid 227) 2. Pembuatan Geometri Kontak Sisi Bawah Resistor 3. Meshing: 0,008 (cor) dan 0,02 (cetakan) 4. Input properties aluminium 2024 SOLUTION 1. Define Loads: Initial condition temperatur, konveksi, dan displacement 2. Boundary Condition: Heat flux dan Symetri B.C POST PROCESSOR 1. Hasil Akhir: Distribusi temperatur, Tegangan Termal, dan Displacement Selesai Gambar 3.2 Diagram alir pemodelan Geometri komponen tabung kontak sisi bawah resistor yang akan digunakan dalam permodelan ini terlihat pada gambar 3.3 dan 3.4 dibawah ini BAB III Metodologi Penelitian

58 Laporan Tugas Akhir 37 Gambar 3.3 Geometri coran tabung resistor dalam 2D Gambar 3.4 Geometri coran tabung resistor dalam 3D Tipe elemen yang digunakan pada penelitian ini adalah SOLID278 (brick 8node 278) untuk analisa termal dikarenakan tipe elemen ini memiliki kapabilitas di dalam konduksi termal tiga dimensi. Elemen ini memiliki 8 nodal dengan 1 buah derajat kebebasan dan temperatur setiap nodal. Sedangkan untuk analisa BAB III Metodologi Penelitian

59 38 Laporan Tugas Akhir struktural, digunakan elemen SOLID227 karena elemen ini dapat digunakan dalam analisa couple-field dari termal ke struktural. Elemen ini memiliki 10 nodal dengan 5 derajat kebebasan. Geometri coran dan mold kemudian di meshing sesuai dengan tipe elemen dengan menggunakan mesh tool. Penelitian ini membutuhkan meshing yang sangat kecil untuk meningkatkan keakuratan. Meshing yang digunakan oleh bendar cor memiliki panjang elemen 0,008 m dan 0,02 m untuk cetakan pasir. Hasil meshing geometri dapat dilihat pada gambar 3.5 dibawah ini. (a) (b) Gambar 3.5 (a) Meshing kontak sisi bawah resistor AA 2024 (b) meshing benda cor dan cetakan BAB III Metodologi Penelitian

60 Laporan Tugas Akhir 39 Input dari sifat-sifat material dibagi dua yaitu untuk analisa termal serta struktural yang dapat dilihat pada gambar 3.6. Gambar 3.6 Input sifat-sifat material Setelah melakukan langkah-langkah tersebut, maka dimasukkan boundary condition pada pemodelan yang disesuaikan dengan kondisi asli pengecoran secara eksperimen. Perpindahan panas yang terjadi pada proses pengecoran adalah konveksi, yang diletakkan pada bagian luar cetakan dimana akan berpengaruh kepada distribusi temperatur. Kemudian dianggap tidak ada inklusi benda asing di dalam rongga cetak, material cetakan serta material coran dianggap homogen, kecepatan penuangan dianggap sama. Heat flux diaplikasikan di dalam geometri cetakan, konveksi diaplikasikan pada bagian luar cetakan serta temperatur awal diaplikasikan baik pada coran maupun cetakan. Selama proses pengecoran, akan terjadi perpindahan panas dari material coran ke dalam cetakan yang menyebabkan logam cair akan kehilangan BAB III Metodologi Penelitian

61 40 Laporan Tugas Akhir panas ketika dituangkan ke dalam rongga cetak. Sedangkan cetakan akan mengalami pertambahan panas dikarenakan transfer panas dari logam cair tadi. 3.4 Proses Pengecoran Eksperimen Sebelum dilakukannya proses simulasi kita terlebih dahulu harus mengetahui tahapan dari pengecorannya itu sendiri. Tahapan dari proses pengecoran sebagai berikut. 1. Menyiapkan paduan Aluminium Menyiapkan cetakan pasir dengan gating sistem yang sudah di desain. 3. Menyiapkan core yang terbuat dari pasir silika yang telah dibakar sebelumnya 4. Menimbang paduan 5. Memasukkan logam ke dalam krus. 6. Memasukkan krus ke dalam furnace dan memanaskan hingga temperatur 750 o C selama ±60 menit tanpa melakukan holding. 7. Membuka furnace dan mengaduk logam cair paduan dengan menggunakan pengaduk selama beberapa saat. 8. Menambahkan fluks grafit keatas permukaan logam cair. 9. Menuangkan cairan paduan ke dalam cetakan yang telah disiapkan. 10. Mendinginkan paduan yang masih cair di dalam cetakan selama 1 jam. 11. Mengeluarkan paduan yang telah padat dari dalam cetakan. 12. Memotong masing-masing specimen sesuai bentuk komponen yang akan dilakukan. 13. Melakukan machining untuk memperhalus permukaan dan melubangi bagian tertentu. BAB III Metodologi Penelitian

62 BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada penelitian kali ini dilakukan simulasi pengecoran sisi kontak bawah resistor dengan bahan aluminium 2024 dan cetakan pasir. Pemodelan dibagi menjadi dua tahap yaitu analisa transien temperatur dan dilanjutkan couple-field untuk analisa transien struktural. Adapun yang kami amati adalah efek dari bedanya bentuk dan posisi dari sistem saluran untuk mendapatkan produk cor yang baik Analisa Termal Analisa termal ini dilakukan untuk mengetahui distribusi temperatur, proses pendinginan pada coran, proses pemanasan pada cetakan pasir, dan termal gradien selama proses pengecoran berlangsung. Untuk melakukan analisa termal simulasi pengecoran diperlukan berbagai data sifat material yang dibutuhkan agar perpindahan panas terjadi. Sifat yang dibutuhkan untuk melakukan analisa ini yaitu konduktivitas termal, kapasitas panas spesifik, dan massa jenis. Konduktivitas adalah kemampuan suatu material untuk memindahkan energi dalam persatuan panjang dan temperatur. Sehingga semakin besar kondukivitas semakin cepat perpindahan panas dalam suatu material terjadi. Sedangkan kapasitas panas spesifik adalah jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk mengubah temperatur satuan massa per satu derajat kelvin. Setiap temperatur memiliki nilai kapasitas panas spesifik yang berbeda-beda. Karena proses pengecoran terjadi perubahan fasa dari liquid ke solid, diperlukan kapasitas panas spesifik pada saat pendinginan untuk solidifikasi cor dan pemanasan untuk mold. Karena mold akan absorpsi semua panas dan panas laten selama solidifikasi. Massa jenis sangat diperlukan, karena perubahan temperatur akan mengakibatkan perubahan fasa yang akan mengubah volume sebuah material. Ketiga sifat ini 41

63 42 Laporan Tugas Akhir sangat mendukung untuk melihat fenomena perpindahan panas pada proses pengecoran Dalam penelitian ini bentuk geometri dibuat setengah, hal ini bertujuan untuk mempermudah simulasi dari proses pengecoran. Kondisi pembatas konveksi diberikan pada ujung luar cetakan pasir yang kontak langsung dengan atmosfir. Pada kondisi pembatas ini, koefisien perpindahan panas konveksi sebesar 11,45 W/m 2.K sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pariona pada tahun 2005 dengan cetakan pasir dengan bulk temperatur sebesar 303 K. Untuk simulasi transien termal ini, temperatur kondisi awal pada coran sebesar 1023 K. Hal ini dikarenakan aluminium 2024 sudah berada di atas temperatur liquidus sebesar 923 K. Heat Flux yang diberikan pada bagian depan coran sebesar 0 karena bentuk geometri setengah. Setelah kondisi pembatas termal diberikan, parameter simulasi transien diberikan sama pada keempat kondisi dengan waktu proses pengecoran dalam simulasi selama 1,5 jam atau 5400 detik dengan pengambilan data setiap kelipatan 60 detik dari total 5400 detik seperti tabel 4.1 dibawah ini Tabel 4.1 Pengaturan simulasi transien termal Total waktu simulasi 1,5 jam atau 5400 detik Step Time 60 detik Distribusi Temperatur Setelah dilakukan simulasi selama 1,5 jam atau 5400 detik, dilakukan pengamatan distribusi temperatur yang terjadi selama proses solidifikasi pada keempat model kondisi pengecoran yang ditampilkan pada gambar 4.1 dibawah ini. BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

64 Laporan Tugas Akhir 43 (a) (b) (b) (d) Gambar 4.1 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik. Gambar diatas merupakan distribusi temperatur proses pendinginan cor dengan bentuk saluran persegi dan posisi runner di tengah benda cor. Pembekuan dimulai dari bagian logam yang terkena dinding cetakan pasir paling banyak. Dan saat itu juga panas mulai diserap oleh cetakan pasir sehingga terjadi proses pembekuan. Pada detik ke 60 pada gambar 4.1(a) bentuk geometri dari sprue sangat kecil sehingga panas akan segera dilepas dan diterima oleh pasir. Dengan dimensi yang kecil dan perbedaan temperatur yang sama dibandingkan posisi lainnya akan menghasilkan transfer panas konduksi paling besar. Dapat dilihat pada gambar temperatur pada sprue K, lebih rendah dibandingkan coran dengan coran K sehingga pembekuan pengecoran dimulai BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

65 44 Laporan Tugas Akhir pertama kali di sprue. Kemudian pembekuan akan mengalir menuju pouring basin karena kontak langsung dengan atmosfir sehinga konveksi sangat besar.. Pendinginan akan berlanjut ke bagian runner dan sampai ke benda cor Pada benda cor pendinginan akan dimulai dari bagian paling bawah dan kemudian akan terus membeku hingga bagian cor paling atas. Proses pembekuan akan berakhir pada bagian riser. Hal ini merupakan bentuk proses pembekuan yang baik karena pembekuan terakhir pada cor akan mencegah cacat pengecoran seperti shrinkage maupun crack. Pada detik ke 1800 detik gambar 4.1 (b) proses pembekuan sudah berakhir karena temperatur sudah dibawah temperatur solidus 775K namun kondisi benda cor masih dalam keadan panas hal ini dikarenakan panas masih terperangkap didalam cetakan poros. Dan pada detik 3600 detik gambar 4.1 (c) coran sudah mendekati temperatur kamar dengan range temperatur K. Pada detik ke 5400 kondisi coran hampir sama dengan detik ke 3600 namun panas pada coran sedikit berkurang karena aliran panas dari cetakan ke atmosfir melambat sehingga membutuhkan waktu lebih lama agar coran memiliki temperatur sama dengan atmosfir. (a) (b) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

66 Laporan Tugas Akhir 45 (c) (d) Gambar 4.2 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik. Pada gambar 4.2 terlihat jelas distribusi panas yang dialami oleh cetakan dari detik ke 60 hingga Pada detik ke 60 gambar 4.2 (a), cetakan yang bersentuhan dengan logam akan mengalami kenaikan temperatur yang sangat tinggi dari kondisi normal 303 K menjadi K. Cetakan pasir langsung menyerap panas dari logam dan mengalirkan panas sepanjang cetakan. Pada detik ke 1800 gambar 4.2 (b) panas cetakan pasir dalam coran sudah mulai menurun menjadi K. Namun panas cetakan pasir dalam benda cor mengalami titik panas paling tinggi dibandingkan bagian cetakan lainnya, hal ini karena panas terperangkap di antara logam yang memiliki temperatur tinggi sehingga proses pemindahan panas melambat. Pada detik 3600 gambar 4.2 (c), perpindahan panas dapat dilihat mengalir ke arah kiri cetakan. Pergerakan ini terjadi karena bagian kiri cetakan memiliki jarak terdekat dengan benda cor sehingga panas akan mudah mengalir dengan perbedaan temperatur yang sangat besar dan jarak yang lebih kecil. Sehingga proses konveksi sangat besar pada bagian kiri cetakan. Saat itu juga proses konveksi akan memiliki peran penting dalam proses pendinginan karena perbedaan temperatur antara cetakan pasir dengan logam sangat kecil. Sehingga proses konveksi akan mengalirkan panas selama proses pendinginan. Pada detik 5400 gambar 4.2 (d), panas pada cetakan terus menurun sampai dengan BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

67 46 Laporan Tugas Akhir temperatur 380 K. Panas akan terus mengalir kebagian kiri cetakan. Pada bagian bawah tidak terjadi perpindahan panas karena cetakan dianggap menyentuh tanah sehingga tidak terjadi konveksi pada bagian bawah cetakan. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.3 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik. Pada gambar 4.3 merupakan proses simulasi pendinginan coran dengan bentuk sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tengan benda cor. Pada detik 60 gambar 4.3 (a) tampak bahwa benda cor sudah mengalami solidifikasi karena temperatur berada di bawah 775 K. Pendinginan dapat dilihat dimulai dari sprue dengan temperatur mencapai K lebih rendah dibanding benda cor dengan temperatur K. Pada detik 1800 gambar BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

68 Laporan Tugas Akhir (b), benda cor sudah mendekati temperatur cetakan dengan temperatur sekitar K. Pada detik 3600 gambar 4.3 (c), bagian pouring basin dan sebagian sprue sudah mencapai temperatur kamar sedangkan temperatur benda cor masih tetap sama. Pada detik 5400 gambar 4.3 (d), proses pendinginan sudah mengalami pelambatan dengan proses pendinginan selesai pada bagian sprue well namun belum sampai pada benda cor. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.4 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner ditengah benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik. Pada gambar 4.4 diatas merupakan distribusi pemanasan cetakan. Pada detik ke 60 dapat dilihat bahwa bagian cetakan yang kontak langsung dengan logam memiliki perbedaan temperatur. Hal ini karena panas sudah terdistribusi ke daerah cetakan sekitarnya. Pada detik 1800 panas akan terus mengalir dan panas BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

69 48 Laporan Tugas Akhir terpusat bagian cetakan pasir di antara logam cetak dengan temperatur sekitar 430 K. Panas akan mengalir ke bagian kiri cetakan dan temperatur cetakan akan terus menurun. Pada gambar 4.5 dibawah ini merupakan distribusi temperatur proses pendinginan cor dengan sistem saluran bebentuk persegi dan posisi runner berada di tepi benda cor. Pada detik ke 60 gambar 4.5 (a), dapat dilihat terjadi perbedaan temperatur pada benda cor. Bagian bawah benda cor memiliki temperatur lebih rendah K dan bagian atas memiliki temperatur K sehingga proses pendinginan dapat dilihat dari bawah cetakan menuju atas cetakan dan berakhir pada riser. Pada detik 1800 benda cor mengalami penurunan temperatur hingga K. Pada detik ke 3600 dan 5400 memiliki range temperatur yang sama dikarenakan proses pendinginan yang melambat. Dan terjadi proses pemanasan pada cetakan. (a) (b) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

70 Laporan Tugas Akhir 49 (c) (d) Gambar 4.5 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik. Pada gambar 4.6 merupakan proses pemanasan cetakan pada saluran saluran bebentuk persegi dan posisi runner berada di tepi benda cor. Hampir sama dengan pengerjaan sebelumnya bahwa pada detik awal cetakan yang kontak langsung dengan cetakan akan mengalami kenaikan temperatur yang paling tinggi. Dan panas akan terkumpul di cetakan antara benda cor. Kemudian panas akan mengalir ke sebal kiri cetakan. (a) (b) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

71 50 Laporan Tugas Akhir (c) (d) Gambar 4.6 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran persegi dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik. Pada gambar 4.7 merupakan distribusi temperatur proses pendinginan cor dengan sistem saluran bebentuk lingkaran dan posisi runner berada di tepi benda cor. Tampak bahwa distribusi temperatur pendinginan hampir sama dengan bentuk cor dengan sistem saluran bebentuk persegi dan posisi runner berada di tepi benda cor (a) (b) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

72 Laporan Tugas Akhir 51 (c) (d) Gambar 4.7 Distribusi temperatur proses solidifikasi pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik. Pada gambar 4.8 di bawah ini merupakan proses pemanasan cetakan pasir dengan bentuk cor dengan sistem saluran bebentuk lingkaran dan posisi runner berada di tepi benda cor. Tampak bahwa distribusi temperatur pemanasan cetakan hampir sama dengan bentuk cor dengan sistem saluran bebentuk persegi dan posisi runner berada di tepi benda cor (a) (b) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

73 Temperatur ( o K) 52 Laporan Tugas Akhir (c) (d) Gambar 4.8 Distribusi temperatur proses mould heating pada bentuk saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor pada (a) 60 detik (b) 1800 detik (c) 3600 detik (d) 5400 detik Perbandingan Kurva Pendinginan Coran Untuk melihat kurva pendinginan dari keempat model coran, diambil salah satu node dengan koordinat yang sama pada keempat model. Sehingga dapat terlihat perbedaan perubahan temperatur selama proses pendinginan pada gambar 4.9 dibawah ini Waktu (detik) Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2 Gambar 4.9 Kurva perbandingan perubahan temperatur proses pendinginan pada keempat model coran BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

74 Laporan Tugas Akhir 53 Dari kurva dapat dilihat temperatur dari keempat model mengalami penurunan sesuai dengan prinsip pendinginan. Hal ini dikarenakan panas dari dalam cor akan mengalir ke dalam cetakan sehingga cor akan mengalami penurunan temperatur sesuai dengan berjalannya waktu. Terlihat pada kurva bahwa variasi bentuk sistem saluran tidak akan memberikan pengaruh terhadap proses pendinginan benda cetak. Variasi sistem saluran memiliki temperatur yang dikatakan hampir sama setiap penambahan waktu sehingga kecepatan pendinginan dari keempat model akan menghasilkan kecepatan pendinginan yang sama Pada detik awal hingga 480, perubahan temperatur pada keempat model terjadi sangat cepat dibandingkan waktu berikutnya. Hal ini dikarenakan pada coran dan cetakan memiliki selisih temperatur yang sangat besar dengan temperatur cor sebesar 1023 K sedangkan temperatur cetakan 303 K. Selisih temperatur ini akan mempercepat proses konduksi sehingga transfer panas berjalan dengan cepat. Setelah beberapa saat cetakan akan mengalami kenaikan temperatur dan coran akan mengalami penurunan temperatur. Selisih temperatur yang kecil ini akan mengakibatkan proses perpindahan panas akan berjalan dengan lambat. Untuk melihat nilai perubahan temperatur pada kurva di atas terdapat pada tabel 4.2 dibawah ini. Tabel 4.2 Perbandingan temperatur proses pendinginan cor pada keempat model dalam beberapa detik Desain Saluran Waktu Rectangular Circular Rectangular Circular (Detik) 1 ( o K) 1 ( o K) 2 ( o K) 2 ( o K) ,62 603,38 605,23 605, ,71 567,11 568,39 568, ,22 542,71 544,01 544, ,87 525,45 526,83 526, ,69 512,35 513,78 513, ,19 501,9 503,35 503,55 BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

75 Temperatur ( o K) 54 Laporan Tugas Akhir ,52 493,28 494,72 494, ,18 485,99 487,39 487, ,41 424,45 424,95 425, ,98 400,05 401,12 401, ,18 388,25 390,3 390, Perbandingan Kurva Tranasfer Panas pada Cetakan Untuk melihat kurva pemansan dan pendinginan cetakan dari keempat model coran, diambil salah satu node dengan koordinat yang sama pada keempat model. Sehingga dapat terlihat perbedaan perubahan temperatur selama proses pemanasan cetakan dan pendinginan pada cetakan. Kurva perbandingan proses pemanasan dan pendinginan pada cetakan keempat model dapat dilihat pada gambar 4.10 dibawah ini Waktu (Detik) Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2 Gambar 4.10 Kurva perbandingan perubahan temperatur proses pemanasan cetakan pada keempat model coran Dari gambar dapat dilihat bahwa proses pemanasan yang terjadi pada cetakan karena cetakan menyerap seluruh panas yang ditransferskan oleh logam cair. Cetakan akan terus mengalami BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

76 Laporan Tugas Akhir 55 kenaikan temperatur selama coran memiliki panas lebih untuk di alirkan. Kemudian cetakan akan mengalami penurunan temperatur kembali saat temperatur cetakan hampir sama dengan temperatur coran. Pada saat itu juga tidak ada input panas lagi dari coran sehingga panas akan di alirkan ke luar lingkungan. Pada penurunan temperatur model pertama cetakan akan turun hingga temperatur 390,27 K, model kedua hingga 390,35 K, model ketiga hingga 391,50 K, dan model keempat hingga 391,82 K. Kurva pemansan dan pendinginan cetakan pada keempat model memiliki bentuk kurva yang sama mengindikasikan proses pendinginan berjalan hampir sama untuk keempat model. Untuk melihat nilai temperatur dari gambar 4.10 dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini Tabel 4.3 Perbandingan temperatur proses pemanasan dan pendinginan cetakan pada keempat model dalam beberapa detik Desain Saluran Waktu Rectangular Circular 1 Rectangular Circular 2 (Detik) 1 ( o K) ( o K) 2 ( o K) ( o K) ,56 377,31 376,8 381, ,54 423,75 424,54 428, ,53 441,52 443,94 445, ,5 447,4 450,52 451, ,38 448,55 451,78 452, ,45 416,11 416,79 417, ,4 400,4 400,99 401, ,27 390,35 391,5 391,82 Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa keempat model akan mengalami puncak pemansan pada detik ke 300. Setelah itu keempat model akan mengalami penurunan temperatur dengan berjalannya waktu. Posisi sistem saluran akan mempengaruhi proses konveksi dari cetakan ke atmosfir. Dengan posisi sistem saluran di tengah benda cor akan memberikan kecepatan BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

77 56 Laporan Tugas Akhir temperatur yang lebih besar dibandinkan di tepi benda cor dengan selisih ±1,4 o K Gradient Temperatur Gradien temperatur adalah rentang perubahan temperatur di dalam suatu sistem. Di dalam simulasi ini, gradien temperatur yang terbentuk menggambarkan arah mulainya pendinginan. Berikut arah perubahan pendinginan pada model 1 sampai 4 pada saat detik 60 dan 5400 dapat dilihat pada gambar 4.11 dibawah ini. (a) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

78 (a) Laporan Tugas Akhir 57 (b) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

79 58 Laporan Tugas Akhir (c) (d) (e) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

80 Laporan Tugas Akhir 59 (f) (g) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

81 Ga 60 Laporan Tugas Akhir Gambar 4.11 Gradien temperatur pada model 1 sampai 4 (a), (c), (e), (g) pada detik ke 60 dan (b), (d), (f), (h) detik ke 5400 Pada gambar 4.11 (a), (c), (e), (g) kita melihat gradient temperatur yang besar pada bagian pouring basin, runner, dan core cetekan. Pada pouring basin karena logam kontak langsung dengan atmosfir sehingga terjadi perubahan temperatur cepat terjadi dan diikuti pada bagian runner. Vektor temperatur menunjukkan perpindahan panas terjadi dari dalam logam menuju cetakan pasir. Pada gambar 4.11 (b), (d), (f), (h) temperatur logam hampir menyerupai temperature cetakan sehingga gradien temperatur tidak besar. Vektor temperature mengarah ke dalam coran, karena pada detik 5400, temperature logam lebih rendah dibandingkan cetakan Analisis Struktural Setelah dilakukannya analisis termal, analisa struktural dilakukan untuk menganalisa tegangan termal serta defleksi maupun shrinkage yang terjadi selama proses pengecoran berlangsung. BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

82 Laporan Tugas Akhir 61 Pada proses pendinginan, perubahan temperatur yang tidak merata akan mengakibatkan tegangan termal pada cor. Tegangan termal ini akan mengakibatkan deformasi selama solidifikasi. Tegangan termal juga akan menyebabkan tekanan atau gap antara cetakan dan benda cor, yang akan mengubah perpindahan panas pada cetakan/logam interface. Sehingga kita akan dapat melihat beberapa masalah selama proses pengecoran seperti patahan ataupun deformasi. Untuk dilakukannya analisa struktural ini, diperlukan sifat material yang sama seperti analisa termal dan ditambahkan nilai modulus elastis, poisson ratio, dan koefisien ekspansi termal. Modulus elastis ini berkaitan dengan kemampuan untuk suatu material terjadi deformasi. Poisson ratio merupakan suatu sifat material berdasarkan perbandingan renggangan antara renggangan terhadap sumbu horizontal dan sumbu vertikal setelah menerima beban. Sedangkan koefisien ekspansi termal merupakan perubahan panjang maupun volume dari suatu material pada satu unit temperatur. Dalam penelitian ini bentuk geometri dibuat setengah, hal ini bertujuan untuk mempermudah simulasi dari proses pengecoran. Metode analisa yang digunakan dalam simulasi yaitu couple-field. Couple-field merupakan analisa penggabungan antara dua bidang yang berbeda, dalam hal ini yaitu termal dan struktural. Kondisi pembatas displacement diberikan pada bagian bawah cetakan pasir dengan nilai 0 dikarenakan cetakan dianggap bersentuhan dengan tanah sehingga tidak terjadi displacement. Kemudian symetri boundary condition diberikan pada bagian depan cetakan. Agar couple-field dapat berjalan kita memasukkan hasil analisa termal kedalam analisa struktural. Setelah kondisi pembatas termal diberikan, parameter simulasi transien diberikan sama pada keempat kondisi dengan waktu proses pengecoran dalam simulasi selama 1,5 jam atau 5400 detik dengan pengambilan data setiap kelipatan 60 detik dari total 5400 detik seperti tabel 4.4 dibawah ini BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

83 Tegangan Termal (Pa) Tegangan Termal (Pa) 62 Laporan Tugas Akhir Tabel 4.4 Pengaturan simulasi transien struktural Total waktu simulasi 1,5 jam atau 5400 detik Step time Tegangan Termal Tegangan termal dipengaruhi oleh beberapa sifat material yaitu modulus elastisitas suatu material, koefisien ekspansi termal serta perbedaan temperatur pada suatu material. Tegangan termal dilakukan dengan analisa tegangan Von Misses. NilaiTegangan termal yang terjadi pada keempat model coran dapat dilihat pada kurva pada gambar 4.12 dan diperjelas pada tabel 4.5 dibawah ini. 2,90E+07 2,85E+07 2,80E+07 2,75E+07 2,70E+07 2,65E+07 2,60E+07 3,60E+07 3,58E+07 3,56E+07 3,54E+07 3,52E+07 3,50E+07 3,48E+07 3,46E+07 Waktu (detik) Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2 Gambar 4.12 Kurva perbandingan nilai tegangan termal pada keempat model Tabel 4.5 Perbandingan tegangan termal pada keempat model selama proses pendinginan Desain Saluran Waktu Rectangular Circular 1 Rectangular Circular 2 (Detik) 1 (Pa) (Pa) 2 (Pa) (Pa) 60 2,86E+07 2,62E+07 3,49E+07 3,59E ,85E+07 2,62E+07 3,48E+07 3,58E ,85E+07 2,62E+07 3,48E+07 3,58E+07 BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

84 Laporan Tugas Akhir ,85E+07 2,62E+07 3,48E+07 3,58E ,85E+07 2,61E+07 3,48E+07 3,58E ,84E+07 2,61E+07 3,48E+07 3,58E ,84E+07 2,61E+07 3,47E+07 3,57E ,84E+07 2,61E+07 3,47E+07 3,57E ,84E+07 2,61E+07 3,47E+07 3,58E+07 Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa nilai tegangan termal akan menurun sesuai berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan selama proses solidifikasi, logam akan mengeluarkan energi sehingga akan mengurangi stres yang ada dalam logam. Pada detik 60 tegangan termal sangat besar sekali karena perbedaan temperatur leburan logam dan cetakan sangat besar. Setelah detik ke 300, perubahan tegangan termal akan sedikit berubah hal ini dikarenakan perubahan temperatur yang terjadi tidak terlalu besar. Temperatur cetakan dan coran sangat mendekati. Dari keempat model sistem saluran, dengan bentuk sistem saluran dengan posisi runner di tengah benda cetak memberikan tegangan termal lebih kecil dibandingkan posisi runner di tepi benda cor. Pada saat posisi runner terletak di tengah benda cetak, bentuk saluran lingkaran akan menghasilkan tegangan termal lebih rendah sehingga dapat dikatakan bentuk geometri akan mempengaruhi tegangan termal benda cetak. (a) (b) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

85 64 Laporan Tugas Akhir (c) (d) Gambar 4.13 Distribusi tegangan termal pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3, (d) model 4 pada detik ke Shrinkage Shrinkage merupakan penyusutan volume di selama proses pengecoran. Hal ini menyebabkan volume dari suatu benda akan menyusut setelah dilakukan pendinginan sehingga benda yang dihasilkan tidak sesuai dimensinya dengan yang diharapkan. Setelah dilakukan simulasi, baik material coran dengan cetakan mengalami deformasi yaitu berupa penyusutan. Hal ini mengakibatkan volume dari cetakan maupun coran menjadi berkurang. Hal ini disebabkan oleh tegangan termal yang ada di dalam suatu proses pengecoran yang telah kita bahas sebelumnya. Karena tegangan termal tersebut, akan terjadi shrinkage di dalam coran. Untuk melihat deformasi pada bagian cora dari keempat model sistem saluran dapat dilihat pada gambar 4.14 dibawah ini. BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

86 Laporan Tugas Akhir 65 (a) (b) (c) (d) Gambar 4.14 Deformasi yang terjadi pada daerah coran pada (a) model 1, (b) model 2, (c) model 3, dan (d) model 4 pada detik ke 5400 Dapat dilihat bahwa deformasi yang terjadi pada coran model 4 memiliki deformasi paling besar. Sedangkan pada model 2 memiliki deformasi paling kecil Hal ini sangat berkaitan dengan tegangan termal pada coran logam model 4 yang lebih besar daripada model lainnya dan coran logam model 2 lebih rendah dibanding model lainnya. Hal ini membuktikan bahwa terjadi penyusutan pada coran dikarenakan tegangan termal. Untuk menghitung shrinkage yang terjadi selama simulasi, maka dicari terlebih dahulu nilai deformasi pada setiap sumbu. Kemudian geometri awal dikurangi dengan deformasi yang ada sesuai sumbunya. Setelah itu dilanjutkan dengan menghitung volume akhir dari geometri tersebut. Dengan mengurangi volume awal dengan volume akhir yang telah dihitung tadi. Sehingga nilai shrinkage yang telah dihitung dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Shrinkage maksimum yang terjadi selama proses pengecoran Desain Sistem Saluran Shrinkage yang terjadi (mm 3 ) Coran Rectangular ,24 Coran Circular ,08 Coran Rectangular ,38 Coran Circular ,24 BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

87 66 Laporan Tugas Akhir Perbandingan Masa Jenis di Dalam Coran pada Beberapa Waktu Untuk membuktikan adanya penyusutan juga dapat dilakukan dengan membandingkan massa jenis dengan volumenya. Selama pengecoran massa dari material coran dianggap tetap. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu yaitu proses pendinginan, maka volume akan menyusut. Diketahui bahwa massa jenis adalah massa per volume. Sehingga secara teori apabila volume semakin menyusut maka massa jenis akan naik dikarenakan massa yang tetap. Massa di dalam coran didapat dengan merata-rata massa jenis yang telah diperoleh kemudian mengalikannya dengan volume coran yang ada. Massa yang didapat dijadikan sebagai patokan di dalam penelitian ini. Di dalam penelitian ini, massa aluminium 2024 yang didapat sebesar 24,598 kg. Berikut dapat dilihat pada tabel 4.7 beberapa data yang diperoleh selama simulasi pengecoran ini yang dibagi setiap 1800 detik agar dapat melihat shrinkage yang terjadi secara merata. Tabel 4.7 Volume material coran pada berbagai waktu Waktu Volume Akhir Cor (m 3 ) (detik) Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 0 0, , , , , , , , , , , , , , , , Kemudian untuk melihat kurva kenaikannya dapat dilihat pada gambar BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

88 Massa Jenis (kg/m3) Laporan Tugas Akhir Waktu (detik) Rectangular Gating 1 Circular Gating 1 Rectangular Gating 2 Circular Gating 2 Gambar 4.15 Kurva kenaikan massa jenis pada coran Dapat dilihat pada tabel beserta kurva tersebut, bahwa penyusutan volume di dalam coran pada cetakan pasir semakin besar sesuai dengan bertambahnya waktu yang akan mengakibatkan kenaikan massa jenis benda. Keempat model memiliki nilai massa jenis yang hampir sama karena volume akhir dari coran hampir sama. Namun model sistem saluran dengan posisi runner pada tepi coran memiliki nilai volume akhir lebih kecil dibandingkan pada tengah benda cor. Sehingga penyusutan dengan model posisi runner di tepi coran lebih besar dibandingan di tengah benda cor Kualitas Cetakan Untuk menghasilkan sebuah coran yang baik dibutuhkan kualitas cetakan yang baik. Untuk mendapatkan kualitas coran yang baik harus memiliki bentuk akhir cor yang sesuai dengan desain yang telah direncanakan. Cetakan yang baik dapat dilihat dari kemampuan riser untuk mengisi kekosongan pada coran akibat proses penyusutan/shrinkage. Sehingga perlu dilakukan perhitungan untuk mengetahui kualitas dari hasil proses pengecoran. BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

89 68 Laporan Tugas Akhir Berikut adalah formula untuk mencari nilai dari kualitas cetakan yang dapat dilihat dalam tabel 4.8. Jenis Quality Feeding Efficiency Shrinkage Tabel 4.8 Formula kualitas cetakan pengecoran Formula volume coran yang bebas dari shrinkage volume cetakan volume shrinkage volume riser volume shrinkage volume cetakan Kemudian, sesuai dengan cetakan di dalam simulasi ini didapatkan nilai seperti ditampilkan pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Nilai kualitas cetakan pengecoran Variabel Desain Saluran Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Quality 99,17% 99,18% 99,16% 99,11% Feeding Efficiency 15,52% 15,39% 15,82% 16,75% Shrinkage 0,83% 0,82% 0,84% 0,89% Dapat dilihat bahwa kualitas dari hasil cetakan berdasarkan keempat model secara berurutan sebesar 99,17%; 99,18%; 99,16%; 99,11% dengan nilai penyusutan yang terjadi pada tiap model sebesar 0,83%; 0,82%; 0,84%; dan 0,89%. Hal ini dapat diartikan bahwa cetakan tersebut memiliki kualitas yang sangat baik karena nilai kualitas mendekati seratus persen dan shrinkage allowance masih dibawah nilai toleransi dari sebuah paduan aluminium sebesar 1,3 hingga 1,6 persen. Namun bukan berarti cetakan ini memiliki nilai efisiensi yang tinggi. Kemudian feeding efisiensi dari keempat model secara urutan sebesar 15,52%, 15,39%, 15,82%, 16,75%. Hal ini berarti BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

90 Laporan Tugas Akhir 69 riser yang ada dapat mengisi sebesar 15,52%, 15,39%, 15,82%, 16,75% kekosongan yang disebabkan oleh shrinkage pada cetakan pasir Analisa Kegagalan dari Berbagai Model Sistem Saluran Setelah melakukan analisa di atas didapatkan beberapa data yang mempengaruhi pemilihan sistem saluran yang baik untuk melakukan proses pengecoran. Data tersebut dapat dilihat pada tabel Tabel 4.10 Perbandingan keseluruhan hasil coran dari berbagai model sistem salauran setelah 5400 detik Jenis Sistem Saluran Shrinkage (mm 3 ) Tegangan Termal Maksimum (Pa) Rectangular ,24 2,84E+07 Circular ,08 2,61E+07 Rectangular ,38 3,47E+07 Circular ,24 3,58E+07 Dari data di atas, dapat diketahui bahwa sistem saluran berbentuk lingkaran dengan posisi runner di tengah benda cor memiliki nilai shrinkage terkecil dibandingkan model lainnya dengan shrinkage 72259,08 mm 3. Hal ini diikuti dengan nilai tegangan termal maksimum yang terpaling rendah dibandingkan dengan model lainnya sebesar 2,61E+07 Pa. Sedangkan sistem saluran berbentuk lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor memiliki sistem saluran yang kurang baik. Karena terjadi shrinkage paling besar dengan nilai 78595,24 mm 3 dengan nilai tegangan termal yang cukup besar 3,58E+07 Pa dibanding lainnya. Untuk melihat cacat patahan dapat dilihat dari tegangan termal selama proses pendinginan. Berdasarkan kriteria kegagalan teori Von Misses, patahan akan terjadi jika nilai tegangan lebih besar dibandingkan nilai ultimate tensile strength (UTS) dari material tersebut. Hal ini terjadi karena benda memasuki zona plastis yang menginisiasikan retakan tip. Aluminium 2024 BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

91 70 Laporan Tugas Akhir memiliki nilai ultimate tensile strength sebesar 4,7E+08. Dilihat dari nilai UTS, coran tidak akan terjadi patahan selama proses pendinginan. Dari hasil diatas model sistem saluran dengan penampang lingkaran dan posisi di tengah benda cor menghasilkan benda cor paling baik. Karena bentuk lingkaran akan mempercepat perpindahan panas sehingga akan memiliki solidifikasi lebih cepat dibanding bentuk persegi. Penurunan temperatur ini akan menghasilkan gradient temperatur yang lebih kecil karena temperatur coran dan cetakan hampir mendekati. Selisih temperatur ini akan menghasilkan tegangan termal yang tidak terlalu besar, sehingga shrinkage yang terjadi lebih kecil dibandingkan bentuk lainnya. Posisi sistem saluran berada di tengah benda cor memiliki hasil yang baik dibandingkan tepi benda cor hal ini dikarenakan posisi tengah akan memudahkan benda cor mentransfer panas dibandingkan pada posisi tepi benda cor Perbandingan Simulasi Shrinkage Coran dengan Eksperimen Untuk mendapatkan validasi, dibandingkan hasil tegangan termal dan shrinkage pada coran secara simulasi ANSYS dengan eksperimen yang telah dilakukan. Bentuk geometri benda cor dibuat seperempat dari bentuk asli geometrinya. Pola tegangan termal dan penyusutan yang terjadi selama proses simulasi dan deformasi pada eksperimen dapat dilihat pada gambar 4.16 dan gambar 4.17 dibawah ini. BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

92 Laporan Tugas Akhir 71 (a) (b) Gambar 4.16 Hasil simulasi tegangan termal (a) dan deformasi (b) coran pada detik 5400 BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

93 72 Laporan Tugas Akhir Gambar 4.17 Hasil eksperimen deformasi coran pada detik 5400 Dari simulasi pengecoran, didapatkan tegangan termal maksimum yang diambil pada bagian tengah coran sebelah kiri dari core cetakan pada detik 5400 pada tabel 4.11 dibawah ini. Tabel 4.11 Nilai tegangan termal maksimum pada benda cor Jarak dari core cetakan (cm) Tegangan Termal Maksimum (Pa) 0 4,40E+08 0,63 3,69E+08 1,15 3,26E+08 1,68 2,93E+08 2,10 2,71E+08 Dari tabel diatas, kita dapat melihat bahwa tegangan termal maksimum pada hasil cor akan mengalami peningkatan dari bagian cor paling luar menuju bagian cor paling dalam (mendekari core cetakan). Namun nilai tegangan termal ini masih dalam kategori aman sehingga tidak akan terjadi keretakan. Dibandingkan, BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

94 Laporan Tugas Akhir 73 eksperimen benda cor tidak mengalami keretakan pada bagian luar, namun terjadi bagian dalam. Hal ini dikarenakan material properties dari Aluminium 2024 dan paduan aluminium tembaga 4% tidak sama walaupun memiliki kesamaan jumlah komposisi tembaga yang sama. Bisa dibuktikan dengan hasil eksperimen yang dapat ditampilkan pada gambar 4.18 dibawah ini. Gambar 4.18 Keretakan yang terjadi pada bagian cor kontak langsung dengan core cetakan Hasil penghitungan penyusutan antara simulasi dan eksperimen dapat dilihat pada tabel 4.12 dibawah ini. Tabel 4.12 Nilai shrinkage coran antara simulasi dengan eksperimen Pengujian Nilai Shrinkage (mm 3 ) Shrinkage % Simulasi ,71 Eksperimen ,60 Berdasarkan dari tabel diatas, kita dapat mengetahui bahwa nilai penyusutan antara simulasi dengan eksperimen sangat berbeda. Namun hasil simulasi memiliki nilai shrinkage yang lebih kecil dibandingkan eksperimen, karena simulasi memiliki kondisi yang hampir ideal. Simulasi analisa termal dan struktural tidak dapat memprediksi besar penyusutan porositas sehingga menghasilkan nilai penyusutan yang lebih kecil. BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

95 74 Laporan Tugas Akhir (Halaman ini sengaja dikosongkan) BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan analisa data dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan : 1. Dari berbagai model sistem saluran, penurunan temperatur keempat model saat proses pendinginan memiliki temperatur yang hampir sama dan begitu juga perubahan temperatur saat pemanasan dan pendinginan pada cetakan memiliki nilai hampir sama. Sehingga variasi bentuk sistem saluran tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan temperatur. Benda cor akan mengalami penurunan temperatur cepat dari 1023 K menjadi 512 K dari detik awal sampai detik ke Tegangan termal maksimal terjadi pada sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tepi benda cor dengan nilai 3,58E+07 Pa. Sedangkan tegangan termal terendah pada sistem saluran lingkaran dengan posisi runner di tengah benda cor sebesar 2,61E+07 Pa. Benda cor tidak akan mengalami retakan karena memiliki nilai di bawah ultimate tensile strength dari material. 3. Tegangan termal akan mempengaruhi shrinkage yang terjadi semakin besar tegangan termal semakin besar nilai shrinkage. Nilai shrinkage dari model 1 sampai 4 berurutan yaitu: 72815,24 mm 3, 72259,08 mm 3, 74279,38 mm 3, dan 78595,24 mm 3. Sistem saluran berbentuk lingkaran dan posisi runner ditengah benda cor karena memiliki shrinkage paling kecil dibandingkan model lainya. 5.2 Saran Adapun saran dari penulis mengenai penelitian ini yaitu: 1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut seperti simulasi analisis fluida mengenai simulasi pengecoran. Sehinnga bisa 75

97 76 Laporan Tugas Akhir melihat bentuk aliran cor masuk kedalam cetakan dan mengetahui cacat cor seperti porositas. 2. Dapat dilakukan penelitian dengan variasi jenis cetakan seperti die casting untuk meilhat pengaruh cetakan terhadap benda cor 3. Dilakukan simulasi analisis elektrik untuk mengetahui pengaruh variasi terhadap kelistrikan benda cor. Karena benda yang di cor merupakan perangkat pada sf 6 circuit breaker. BAB V Kesimpulan dan Saran

98 DAFTAR PUSTAKA Alawadhi, Esam M Finite Element Simulations Using ANSYS. New York : CRC Press. Banga, T.R. Foundry Engineering. New Delhi :Khanna Publishers India. Bijagare, Vinit Modeling and Finite Element Analysis for a Casting Defect in Thin-Wall Structures. International Journal of Emerging Engineering Research and Technology. 3: Campbell, John The New Metallurgy of Cast Metals Castings Second Edition. UK : University of Birmingham. Chastain, Stephen. D Metal Casting: A Sand Casting Manual for the Small Foundry, Volume 2. Chastain Publishing: University of Central Florida. Choudari, C.M Modeling and Simulation with Experimental Validation of Temperature Distribution during Solidification Process in Sand Casting. International Journal of Computer Aplication 78: Das, Sunanda Design &Analysis of Pure Iron Casting with Different Moulds. International Journal of Modern Engineering Research (IJMER) Vol Firdaus, Muhammad Bahtiyar Analisa Proses Perpindahan Panas pada Pengecoran Paduan Al-12%Si dengan Metode Elemen Hingga. ITS:Surabaya. Herbandono,Khamda Perancangan dan Simulasi Pengecoran pada Pembuatan Casting Turbin Uap Direct Condensing 3,5 MW. Depok: Universitas Indonesia. Holman, J.P Heat Transfer Tenth Edition. New York: McGraw-Hill Education. Kaufman, J. Gilbert., dan Elwin L. Rooy Aluminum Alloy Castings : Properties, Processes, and Applications. USA :ASM International. 77

99 78 Kumar Paven K.,dkk Fabrication and Characterization of 2024 Aluminium - High Entropy Alloy Composites. Journal of Alloys and Compounds Lumley, Roger Fundamentals of Aluminium Metallurgy. Woodhead Publishing. Magga, Ramang Simulasi Pengecoran Billet Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga (Ms Marc). JIMT, Vol. 6, No. 1: Mondolfo, L.F Aluminium Alloys Structure and Properties. Butter Worths:London-Boston. Niku-Lari, A., Structural Analysis Systems Volume 3. Institute for Industrial Tech: Pergamon. Nunes, Rafael,dkk ASM Handbook Volume 2 Properties and Selection: Nonferrous Allloys and Special- Purpose Materials. ASM International Handbook Committee Pariona, M. M., dan A. C. Mossi Numerical Simulation of Heat Transfer During the Solidification of Pure Iron in Sand and Mullite Molds. J. of the Braz. Soc. of Mech. Sci. & Eng 27, 4 : Sadino Teknologi Cor. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Wazamtu Idrisa, dkk Extraction And Quantification Of Silicon From Silica Sand Obtained From Zauma River, Zamfara State, Nigeria. European Scientific Journal 9: William D Calister Material Science and Engineering An Introduction Eight Edition. United State of America :John Willey and Sons.Inc Rathod, Hardik Prediction of Shrinkage Porosity Defect in Sand Casting Process of LM25. International Conference on Advanced Material Technologies (ICAMT) India. Sharma, Hemant Aluminium Experimental and Numerical Study of Cooling Rate and Solidification in Green Sand

100 79 Mould. International Journal of Advance Science and Technology. 91: 1-10 Surdia,Tata Teknik Pengecoran Logam. Jakarta :PT Pradnya Paramita Touloukian, Y.S Thermophysical Properties of Matter Volume 2 : Thermal Conductivity Non Metallic Solid. New York: Plenum Publishing Corporation Touloukian, Y.S Thermophysical Properties of Matter Volume 12 : Thermal Expansion Metal and Alloys. New York: Plenum Publishing Corporation. Valencia, Juan J Thermophysical Properties ASM Handbook, Vol 15:Casting. ASM Handbook Committee: Vagashia, Dolar Gating System Design Optimization for Sand Casting. Department of Mechanical Engineering Indian Institute of Technology Bombay:India. Yan, Xu, dkk Thermal Stresses in a Cylinder Block Casting Due to Coupled Thermal and Mechanical Effects. Tsinghua Science And Technology Volume 13, Number 2: <URL: /3.gif > <URL: ects/2006/me.2006/agostina/photos%20from%20project/al- Cu%20phase%20diagram.jpg>

101 (Halaman ini sengaja dikosongkan) 80

102 LAMPIRAN 1. Perhitungan Desain Sistem Saluran Gating System Design Element Satuan Cast Height (m) Diameter (in) (m) Diameter (out) (m) 0.16 Sprue Bottom Area (m2) Top Area (m2) Length (m) 0.4 Pouring Basin Depth (m) 0.08 Area (m2) Sprue Basin/well Depth (m) 0.08 Area (m2) Runner/gate Length (m) Area (m2) Riser (square) Length (m) 0.07 Area (m2) Runner riser Length (m) 0.07 Area (m2) Berdasarkan AFS Training and Research Institut desain coran yang baik yaitu : Nilai perbandingan area sprue:runner:gate sebesar 1:4:4 Sprue:Runner/Gate luas area = 0.004m 2 : m 2 Sprue desain: A T = A b h b A T = luas area top sprue A b = luas area bottom sprue h = panjang sprue

103 b = kedalaman logam dalam pouring basin A T = 0, = atau 0,0009 m 0.08 Kedalaman sprue well sebesar dua kali kedalaman runner Luasan= m 2, maka tinggi = 0.04 m Kedalam sprue well = 0.08 m Panjang minimum runner sebesar 5-6 inchi = 0,127m- 0,1524m Desain Riser metode Chvorinov: Nilai ( V ) riser lebih besar 10-15% A (V) A produk cor ( V ) riser = 15% A (V) cor + A (V ) cor = A Dengan jari-jari riser 0,07 m didapatkan tinggi riser m Volume riser = 5,008E-4 Luas penampang riser m 2 2. Perhitungan Shrinkage dan Volume Akhir Cor setelah Simulasi V. awal = V silinder besar V silinder kecil V silinder besar = π x r 2 x t = 3.14 x m x 0.241m = 0.019m 3 = mm 3 V silinder kecil = 3.14 x m x 0.241m = 0.011m 3 = ,76 mm 3 V awal = mm ,76 mm 3 = mm 3 shrinkage = V.awal V. akhir Model 1 t 1 = = t 2 = = t 3 = = t 4 = = t rata-rata =

104 r panjang 1 = = r panjang 2 = = r panjang rata-rata = r pendek 1 = = r pendek 2 = = r pendek rata-rata = V.akhir = (3.14 x x ) (3.14 x x ) = m 3 = mm 3 Shrinkage = mm mm 3 = mm 3 Model 2 t 1 = = t 2 = = t 3 = = t 4 = = t rata-rata = r panjang 1 = = r panjang 2 = = r panjang rata-rata = r pendek 1 = = r pendek 2 = = r pendek rata-rata = V.akhir = (3.14 x x ) (3.14 x x ) = m 3 = mm 3 Shrinkage = mm mm 3 = mm 3 Model 3 t 1 = = t 2 = =

105 t 3 = = t 4 = = t rata-rata = r panjang 1 = = r panjang 2 = = r panjang rata-rata = r pendek 1 = = r pendek 2 = = r pendek rata-rata = V.akhir = (3.14 x x ) (3.14 x x ) = m 3 = mm 3 Shrinkage = mm mm 3 = mm 3 Model 4 t 1 = = t 2 = = t 3 = = t 4 = = t rata-rata = r panjang 1 = = r panjang 2 = = r panjang rata-rata = r pendek 1 = = r pendek 2 = = r pendek rata-rata = V.akhir = (3.14 x x ) (3.14 x x ) = m 3 = mm 3 Shrinkage = mm mm 3 = mm 3 3. Kualitas Cetakan

106 Model 1 Feeding yield : Quality : Model 2 Feeding yield : Quality : Model 3 Feeding yield : Quality : 96000,5718 mm mm ,668 mm mm ,08 mm mm mm mm mm mm mm mm3 x100% = 20,46 % x100% = % x100% = 15,39 % x100% = 99,18 % x100% = 15,82 % x100% = 99,16 % Model ,03287 mm3 Feeding yield : x100% = 19,72 % mm3 Quality : ,207mm3 x100% = % mm3 4. Command Pemodelan Geometri (Mesh, Eelement Type) ET,1,SOLID278 TYPE, 1 MAT, 1 REAL, ESYS, 0 SECNUM, ESIZE,0.008,0, MSHAPE,1,3D MSHKEY,0 CM,_Y,VOLU VSEL,,,, 1 CM,_Y1,VOLU

107 CHKMSH,'VOLU' CMSEL,S,_Y VMESH,_Y1 TYPE, 1 MAT, 2 REAL, ESYS, 0 SECNUM, ESIZE,0.02,0, CM,_Y,VOLU VSEL,,,, 3 CM,_Y1,VOLU CHKMSH,'VOLU' CMSEL,S,_Y VMESH,_Y1 Analisis Termal ANTYPE,4 TRNOPT,FULL LUMPM,0 FLST,2,1,5,ORDE,1 FITEM,2,6 /GO DA,P51X,ALL,303 FLST,2,9,4,ORDE,9 FITEM,2,13 FITEM,2,-14 FITEM,2,21 FITEM,2,-22 FITEM,2,27 FITEM,2,-28 FITEM,2,31 FITEM,2,43 FITEM,2,-44

108 /GO SFL,P51X,CONV,11,,303, FLST,2,1,5,ORDE,1 FITEM,2,27 /GO SFA,P51X,1,HFLUX, FLST,2,1,5,ORDE,1 FITEM,2,53 /GO SFA,P51X,1,HFLUX, VSEL,S,,, 1 ALLSEL,BELOW,VOLU /FOC, 1, , E-01, /REPLO FLST,2,43284,1,ORDE,2 FITEM,2,1 FITEM,2, IC,P51X,TEMP,1023,, NSEL,INVE FLST,2,175576,1,ORDE,2 FITEM,2,43285 FITEM,2, IC,P51X,TEMP,303,,!* OUTRES,ALL,ALL,!* TIME,5400 AUTOTS,-1 DELTIM,60,,,1 KBC,1 Analisi Struktural ET,1,SOLID227,11

109 ESIZE,0.008,0, CM,_Y,VOLU VSEL,,,, 1 CM,_Y1,VOLU CHKMSH,'VOLU' CMSEL,S,_Y VMESH,_Y1 CMDELE,_Y CMDELE,_Y1 CMDELE,_Y2 VPLOT TYPE, 1 MAT, 2 REAL, ESYS, 0 SECNUM, ESIZE,0.02,0, CM,_Y,VOLU VSEL,,,, 3 CM,_Y1,VOLU CHKMSH,'VOLU' CMSEL,S,_Y VMESH,_Y1 CMDELE,_Y CMDELE,_Y1 CMDELE,_Y2 VPLOT FINISH /SOL ANTYPE,4 TRNOPT,FULL LUMPM,0 NSUBST,90,0,0 OUTRES,ERASE

110 OUTRES,ALL,ALL TIME,5400 FLST,2,1,5,ORDE,1 FITEM,2,6 /GO DA,P51X,ALL, DA, 53,SYMM DA, 27,SYMM LDREAD,TEMP,1,90,5400,,'Rectangular Sprue 1','rth',' '

111 5. Data Penelitian 1. Displacement a b c d e f g h a b c d e f g h a b c d e f g h a b c d e f g h

112 2. Massa Jenis Model 1 Model 2 Time Volume Akhir Massa Massa Jenis Time Volume Akhir Massa Massa Jenis E Model 3 Model 4 Time Volume Akhir Massa Massa Jenis Time Volume Akhir Massa Massa Jenis

113 3. Thermal Stres Rectangular Sprue 1 Circular Sprue 1 Rectangular Sprue 2 Circular Sprue 2 Time Stress (Pa) Time Stress (Pa) Time Stress (Pa) Time Stress (Pa) E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+07

114 E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+07

115 4. Solidifikasi dan Heat Transfer pada cetakan Rectangular Sprue 1 Circular Sprue 1 Rectangular Sprue 2 Circular Sprue 2 Solidifikasi Mold Heating Solidifikasi Mold Heating Solidifikasi Mold Heating Solidifikasi Mold Heating Time Temp Time Temp Time Temp Time Temp Time Temp Time Temp Time Temp Time Temp

116

117 (Halaman ini sengaja dikosongkan)

118 BIODATA PENULIS Penulis yang bernama lengkap Rinush Fedrikdo Paltgor dilahirkan di Bogor pada 16 Februari Penulis telah menempuh pendidikan formal yaitu TK Regina Pacis Bogor, SD Regina Pacis Bogor, SMP Regina Pacis Bogor dan SMA Regina Pacis Bogor. Setelah lulus dari SMA, penulis melanjuti studinya melalui jalur SBMPTN dan menjadi Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 pada jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI ITS dengan nomor registrasi pokok Semasa kuliah, penulis terdaftar sebagai anggota aktif di Departemen Keilmiahan HMMT FTI-ITS sebagai staff pada periode , sebagai wakil kepala departemen pada periode dan anggota di Laboratorium Pemodelan Material dan Komputasi. Selesainya tugas akhir ini mengantarkan penulis memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) pada Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Institut Teknologi sepuluh Nopember Surabaya. rinushsinaga@gmail.com No.Hp :

ANALISA DAN SIMULASI NUMERIKAL PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN FEMALE CONTACT RESISTOR BERBAHAN DASAR COPPER

ANALISA DAN SIMULASI NUMERIKAL PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN FEMALE CONTACT RESISTOR BERBAHAN DASAR COPPER TUGAS AKHIR TL 141584 ANALISA DAN SIMULASI NUMERIKAL PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN FEMALE CONTACT RESISTOR BERBAHAN DASAR COPPER Candra Simon Septyan NRP 2713 100 080 Dosen Pembimbing : Mas Irfan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 2111106036 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN HOUSE MOVING CONTACT RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 6061

ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN HOUSE MOVING CONTACT RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 6061 TUGAS AKHIR TL091584 ANALISA DAN SIMULASI NUMERIK PROSES SAND CASTING DALAM PEMBUATAN HOUSE MOVING CONTACT RESISTOR BERBAHAN DASAR ALUMINIUM 6061 Rommel T NRP 2713 100 017 Dosen Pembimbing : Mas Irfan

Lebih terperinci

Analisa Proses Perpindahan Panas pada Pengecoran Paduan Al-12%Si dengan Metode Elemen Hingga

Analisa Proses Perpindahan Panas pada Pengecoran Paduan Al-12%Si dengan Metode Elemen Hingga A492 Analisa Proses Perpindahan Panas pada Pengecoran Paduan Al-12%Si dengan Metode Elemen Hingga Muhammad Bahtiyar Firdaus, Mas Irfan P. Hidayat, Dian Mughni Fellicia Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 1 Sistem Saluran

Gambar 1 Sistem Saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen gating system! Sistem saluran (gating system) didefinisikan sebagai jalan masuk atau saluran bagi logam cair yang dituangkan dari ladel

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (4) ISSN: 7-59 (-97 Print) F-66 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu dengan Pengikat Semen pada Pasir Cetak terhadap Cacat Porositas dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR Oleh: Muhamad Nur Harfianto 2111 105 025 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN Oleh: M.Nawarul Fuad Shibu lijack LATAR BELAKANG Fungsi velg sebagai roda

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356.

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356. STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356.0 Hari Subiyanto 1), Subowo 2), Gathot D.W 3), Syamsul Hadi

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Laporan Tugas Akhir PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN Nama Mahasiswa : I Made Pasek Kimiartha NRP

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING Sidang Tugas Akhir (TM 091486) STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING oleh : Rachmadi Norcahyo

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Nurhadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PASIR TERHADAP POROSITAS DAN DENSITAS PADA PENGECORAN ALUMINIUM SILIKON (95% Al- 5% Si) DENGAN METODE PENGECORAN EVAPORATIF

PENGARUH UKURAN PASIR TERHADAP POROSITAS DAN DENSITAS PADA PENGECORAN ALUMINIUM SILIKON (95% Al- 5% Si) DENGAN METODE PENGECORAN EVAPORATIF PENGARUH UKURAN PASIR TERHADAP POROSITAS DAN DENSITAS PADA PENGECORAN ALUMINIUM SILIKON (95% Al- 5% Si) DENGAN METODE PENGECORAN EVAPORATIF Oleh Dosen Pembimbing : Arip Sanjaya : Dr.Ir. I Ketut Gede Sugita,

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING TUGAS AKHIR Surabaya, 15 Juli 2014 PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING Oleh : Muhammad MisbahulMunir NRP. 2112 105 026 Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat

Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat melalui saluran lebih dari satu dan dengan penampang sempit, yang mana banyak terdapat

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., () ISSN: -97 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu Dengan Pengikat Semen Pada Pasir Cetak Terhadap Cacat Porositas Dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran Aluminium Alloy

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Komposisi Kimia dan Kecepatan Kemiringan Cetakan Tilt Casting Terhadap Kerentanan Hot Tearing Paduan Al-Si-Cu

Pengaruh Variasi Komposisi Kimia dan Kecepatan Kemiringan Cetakan Tilt Casting Terhadap Kerentanan Hot Tearing Paduan Al-Si-Cu Pengaruh Variasi Komposisi Kimia dan Kecepatan Kemiringan Cetakan Tilt Casting Terhadap Kerentanan Hot Tearing Paduan Cu Bambang Tjiroso 1, Agus Dwi Iskandar 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam (Internal Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium 6061

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam (Internal Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium 6061 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-271 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam ( Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium

Lebih terperinci

11 BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir

Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir (Soejono Tjitro) Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir Soejono Tjitro Dosen

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE Hasil perancangan cetakan sistem penambah dan sistem saluran pada bab III yang menghasilkan model cetakan dalam proses pengecoran belum dapat dipastikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

TI-2121: Proses Manufaktur

TI-2121: Proses Manufaktur TI-11: Proses Manufaktur Dasar-dasar Pengecoran Logam Laboratorium Sistem Produksi www.lspitb.org 003 1. Hasil Pembelajaran Umum: Memberikan mahasiswa pengetahuan yang komprehensif tentang dasar-dasar

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si

PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si Pengaruh Temperatur Tuang dan Kandungan Silicon Terhadap Nilai Kekerasan Paduan Al-Si (Bahtiar & Leo Soemardji) PENGARUH TEMPERATUR TUANG DAN KANDUNGAN SILICON TERHADAP NILAI KEKERASAN PADUAN Al-Si Bahtiar

Lebih terperinci

Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si

Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si (Soejono Tjitro, et al.) Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si Soejono Tjitro Dosen

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-80 Studi Eksperimental Pengaruh Model Sistem Saluran dan Variasi Temperatur Tuang terhadap Prosentase Porositas, Kekerasan dan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 2, OKTOBER 2015 1 PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN PADA PROSES PENGECORAN LOGAM Al-Si DENGAN PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR Latar belakang Pengecoran logam Hasil pengecoran aluminium

Lebih terperinci

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 1 Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium Widi Widayat 1, Aris Budiyono 2 1,2. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan Aluminium dan Logam paduan Aluminium didunia industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat ini, menuntut manusia untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM SUHADA AMIR MUKMININ 123030037 Pembimbing : IR. BUKTI TARIGAN.MT IR. ENDANG ACHDI.MT Latar Belakang CACAT CACAT PENGECORAN Mempelajari

Lebih terperinci

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys)

14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) 14. Magnesium dan Paduannya (Mg and its alloys) Magnesium adalah logam ringan dan banyak digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan massa jenis yang ringan. Karakteristik : - Memiliki struktur HCP (Hexagonal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn Teguh Raharjo, Wayan Sujana Jutusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi dustri Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN NECK RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PADA PROSES PENGECORAN ALUMINIUM MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR SKRIPSI

PENGARUH UKURAN NECK RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PADA PROSES PENGECORAN ALUMINIUM MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR SKRIPSI PENGARUH UKURAN NECK RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PADA PROSES PENGECORAN ALUMINIUM MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA. ANALISA PENGARUH BAHAN CETAKAN PADA PENGECORAN PADUAN Al- Cu TERHADAP WAKTU PENDINGINAN DAN SIFAT MEKANIS CORAN

TUGAS SARJANA. ANALISA PENGARUH BAHAN CETAKAN PADA PENGECORAN PADUAN Al- Cu TERHADAP WAKTU PENDINGINAN DAN SIFAT MEKANIS CORAN TUGAS SARJANA ANALISA PENGARUH BAHAN CETAKAN PADA PENGECORAN PADUAN Al- Cu TERHADAP WAKTU PENDINGINAN DAN SIFAT MEKANIS CORAN Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan tingkat

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Pada Pengecoran Paduan Al-4,3%Zn Alloy

Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Pada Pengecoran Paduan Al-4,3%Zn Alloy Studi Pengaruh Temperatur Tuang Terhadap Sifat Mekanis Pada Pengecoran Paduan -4,3% loy Tugiman 1,Suprianto 2,Khairul S. Sihombing 3 1,2 Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352 PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM Hera Setiawan 1* 1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352 * Email: herasetiawan6969@yahoo.com

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03 PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER NAMA : BUDI RIYONO NPM : 21410473 KELAS : 4ic03 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini perkembangan dunia otomotif sangat berkembang dengan pesat, begitu juga halnya dengan

Lebih terperinci

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 TIM PDTM SMK PGRI 1 NGAWI 1 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Judul modul ini adalah Modul Pengecoran.

Lebih terperinci

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST Ikwansyah Isranuri (1),Jamil (2),Suprianto (3) (1),(2),(3) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU Jl. Almamater,

Lebih terperinci

Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole

Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole Tedy Purbowo Alumni Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Soejono Tjitro Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah memiliki berat jenis yang ringan, ketahanan terhadap korosi,

Lebih terperinci

Perbaikan Sifat Mekanik Paduan Aluminium (A356.0) dengan Menambahkan TiC

Perbaikan Sifat Mekanik Paduan Aluminium (A356.0) dengan Menambahkan TiC Perbaikan Sifat Mekanik Paduan Aluminium (A356.0) dengan Menambahkan TiC Suhariyanto Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Telp. (031) 5922942, Fax.(031) 5932625, E-mail : d3mits@rad.net.id

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING Oleh: Agung Tri Hatmoko 2111 105 017 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Jenis Saluran pada Aluminium Sand Casting terhadap Porositas Produk Toroidal Piston

Studi Eksperimen Pengaruh Jenis Saluran pada Aluminium Sand Casting terhadap Porositas Produk Toroidal Piston JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 F-126 Studi Eksperimen Pengaruh pada Aluminium Sand Casting terhadap Porositas Produk Toroidal Piston Rizal Mahendra Pratama dan Soeharto Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) 1-8 1 PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING Muhammad M Munir, Indra Sidharta, Soeharto

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO MEREDUKSI SOLDERING EFFECT PADA HASIL COR KUNINGAN MELALUI PERLAKUAN PERMUKAAN CETAKAN TUGAS AKHIR RIKI YAKOB L2E

UNIVERSITAS DIPONEGORO MEREDUKSI SOLDERING EFFECT PADA HASIL COR KUNINGAN MELALUI PERLAKUAN PERMUKAAN CETAKAN TUGAS AKHIR RIKI YAKOB L2E UNIVERSITAS DIPONEGORO MEREDUKSI SOLDERING EFFECT PADA HASIL COR KUNINGAN MELALUI PERLAKUAN PERMUKAAN CETAKAN TUGAS AKHIR RIKI YAKOB L2E 307 030 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN SEMARANG JUNI 2011

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,

Lebih terperinci

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan. K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl Menoreh Tengah X/22 Semarang e-mail: roziqinuwh@gmail.com helmy_uwh@yahoo.co.id i.syafaat@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )

Lebih terperinci

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM HASIL PENGECORAN CETAKAN PASIR

ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM HASIL PENGECORAN CETAKAN PASIR ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM HASIL PENGECORAN CETAKAN PASIR Abdul HayMukhsin 1), Muhammad Syahid, Rustan Tarakka 1*) 1) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP DENSITAS DAN POROSITAS PADUAN ALUMINIUM SILIKON (Al-7%Si) DENGAN METODE EVAPORATIVE CASTING

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP DENSITAS DAN POROSITAS PADUAN ALUMINIUM SILIKON (Al-7%Si) DENGAN METODE EVAPORATIVE CASTING PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP DENSITAS DAN POROSITAS PADUAN ALUMINIUM SILIKON (Al-7%Si) DENGAN METODE EVAPORATIVE CASTING Oleh Dosen Pembimbing : I Nyoman Indra Adi Pratama : Dr. Ir. I Ketut Gede

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-340 Analisa Pengaruh Variasi Tanggem Pada Pengelasan Pipa Carbon Steel Dengan Metode Pengelasan SMAW dan FCAW Terhadap Deformasi dan Tegangan

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR Masyrukan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta JL. A.Yani Tromol Pos I Pabelan

Lebih terperinci

Dasar pengecoran logam

Dasar pengecoran logam Dasar pengecoran logam Kelompok 2 Wanda Saputra Yoes Firman Sejarah pengecoran Mencairkan logam coran dibuat dari logam yang di cairkan, di tuang kedalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku.

Lebih terperinci

KAJIAN JUMLAH SALURAN MASUK (INGATE) TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO HASIL PENGECORAN Al-11Si DENGAN CETAKAN PASIR

KAJIAN JUMLAH SALURAN MASUK (INGATE) TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO HASIL PENGECORAN Al-11Si DENGAN CETAKAN PASIR KAJIAN JUMLAH SALURAN MASUK (INGATE) TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO HASIL PENGECORAN Al-11Si DENGAN CETAKAN PASIR Singgih Tanoyo 1*, Bayu Priyowasito 2, Wijoyo 3* 1,2,3 Program Studi Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN Mukhtar Ali 1*, Nurdin 2, Mohd. Arskadius Abdullah 3, dan Indra Mawardi 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 41-48 ISSN 0216-7395, e-issn 2406-9329 ANALISIS PENGARUH VARIASI TEKANAN PADA PENGECORAN SQUEEZE TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PRODUK SEPATU KAMPAS REM

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MEDIA CETAKAN PASIR KALI, CETAKAN PASIR CO₂ DAN CETAKAN LOGAM TERHADAP HASIL PRODUK FLANGE CORAN ALUMUNIUM (Al)

PENGARUH VARIASI MEDIA CETAKAN PASIR KALI, CETAKAN PASIR CO₂ DAN CETAKAN LOGAM TERHADAP HASIL PRODUK FLANGE CORAN ALUMUNIUM (Al) PENGARUH VARIASI MEDIA CETAKAN PASIR KALI, CETAKAN PASIR CO₂ DAN CETAKAN LOGAM TERHADAP HASIL PRODUK FLANGE CORAN ALUMUNIUM (Al) Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Pada

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADA PROSES EVAPORATIVE CASTING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO ALUMUNIUM SILIKON (AL-7%SI) Oleh :

SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADA PROSES EVAPORATIVE CASTING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO ALUMUNIUM SILIKON (AL-7%SI) Oleh : SKRIPSI PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADA PROSES EVAPORATIVE CASTING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO ALUMUNIUM SILIKON (AL-7%SI) Oleh : KADEK AGENG NALIKA ADNYANA NIM : 1104305052 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap las gesek telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tentang parameter kekuatan tarik, kekerasan permukaan dan struktur

Lebih terperinci

Penyaringan (Filtration)

Penyaringan (Filtration) Penyaringan (Filtration) Kemajuan terbesar dalam menghadapi masalah inklusi adalah perkembangan filter modern untuk logam cair. Pada paduan ringan (massa jenis ringan), terdapat penggunaan teknik penyaringan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 i KONDUKTIVITAS TERMAL LAPORAN Oleh: LESTARI ANDALURI 100308066 I LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 ii KONDUKTIVITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS Pengaruh Penambahan Mg Terhadap Sifat Kekerasan dan... ( Mugiono) PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

PERANCANGAN RISER PENGECORAN BAJA PADUAN

PERANCANGAN RISER PENGECORAN BAJA PADUAN TUGAS SARJANA FOUNDRY PERANCANGAN RISER PENGECORAN BAJA PADUAN OLEH : ABDUL SAMAD NIM: 090421004 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 ABSTRAK Optimalisasi perancangan

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR Disusun : Arief Wahyu Budiono D 200 030 163 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN CRANKSHAFT MESIN SINAS METODE PENGECORAN PASIR DENGAN BAHAN FCD 600

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN CRANKSHAFT MESIN SINAS METODE PENGECORAN PASIR DENGAN BAHAN FCD 600 PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN CRANKSHAFT MESIN SINAS METODE PENGECORAN PASIR DENGAN BAHAN FCD 600 Moh Nur Harfianto, Soeharto, Bambang sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Cacat shrinkage. 1 1,0964 % Bentuk : merupakan HASIL DAN ANALISA DATA. 5.1 Hasil Percobaan

Cacat shrinkage. 1 1,0964 % Bentuk : merupakan HASIL DAN ANALISA DATA. 5.1 Hasil Percobaan 5.1 Hasil Percobaan TUGAS AKHIR METALURGI BAB 5 HASIL DAN ANALISA DATA Hasil percobaan yang telah dilakukan di dapatkan cacat shrinkage yang cukup besar pada bagian pertemuan bagian silinder dan balok.

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga G77 Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga Rafid Buana Putra, Achmad Zubaydi, Septia Hardy Sujiatanti Departemen

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PRODUK CORAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI KOMPOSISI TEMBAGA

TUGAS SARJANA KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PRODUK CORAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI KOMPOSISI TEMBAGA TUGAS SARJANA KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PRODUK CORAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI KOMPOSISI TEMBAGA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MEKANIS DAN KOMPOSISI KIMIA ALUMUNIUM HASIL PEMANFAATAN RETURN SCRAP Koos Sardjono, Eri Diniardi, Piki Noviadi Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Dalam

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-77 Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen

Lebih terperinci