UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KECAMATAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 220 PERIODE 8 JANUARI 22 JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFAEL ADI AGUSTAMA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK MEI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KECAMATAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 220 PERIODE 8 JANUARI 22 JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RAFAEL ADI AGUSTAMA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK MEI 2013

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama NPM Program Studi Judul Laporan : Rafael Adi Agustama : : Profesi Apoteker Fakultas Farmasi : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No. 220 Periode 8 Januari 22 Januari 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing : Drs. Mawardinur, Apt. (....) Pembimbing : Dr. Fadlina Chany Saputri, M.Si., Apt. (.) Penguji :... (....) Penguji :.. (...) Penguji :... (...) Ditetapkan :... Tanggal :

4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-nya, saya dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Hj. Sri Harumini selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA. 2. Drs. Mawardinur, Apt., selaku pembimbing PKPA dan Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 3. Dra. Dian Sulistyowati, Apt., selaku Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 4. Meti Puspita Mayasari, S.Farm., Apt., selaku Apoteker penanggung jawab pelayanan farmasi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 6. Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA. 7. Dr. Fadlina Chany Saputri, M.Si., Apt., selaku pembimbing PKPA yang telah membantu dan memberikan bimbingan selama PKPA berlangsung.

5 8. Seluruh staf Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dan Puskesmas Kecamatan Jatinegara yang telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA. 9. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan doa, serta dukungan moral dan finansial kepada penulis. 10. Rekan-rekan mahasiswa Apoteker angkatan LXXVI yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker di Universitas Indonesia. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak yang membaca. Penulis memohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Jakarta, Mei 2013 Penulis

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM : : Rafael Adi Agustama, S.Farm. Program Studi : Profesi Apoteker Departemen : - Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Kerja Praktek demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KECAMATAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 220 PERIODE 8 JANUARI 22 JANUARI 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia /formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 30 Juli 2013 Yang menyatakan (Rafael Adi Agustama, S.Farm.)

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR...iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 3 BAB 2. TINJAUAN UMUM Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Puskesmas Kecamatan Jatinegara... 6 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS Pengelolaan Obat di Puskesmas Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas BAB 4. PEMBAHASAN Alur Pengelolaan Obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN...39

8 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Jatinegara Lampiran 2. Daftar Obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan PIO di Puskesmas Jatinegara Lampiran 4. Berita Acara Pemusnahan Perbekalan Farmasi Puskesmas Jatinegara Lampiran 5. LPLPO Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, sistem pemerintahan yang dianut saat ini adalah sistem desentralisasi. Hal ini bermakna bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan dan mengelola daerahnya secara mandiri, termasuk bidang kesehatan dimana pengembangan dan pengelolaan tersebut diterapkan untuk memajukan tingkat kesehatan masyarakat di daerahnya. Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta, dibentuk Dinas Kesehatan sebagai suatu unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, sebagai perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, merupakan perangkat daerah tingkat kota administrasi (kotamadya) yang salah satu fungsinya yaitu sebagai pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, maupun keahlian dimana dalam hal ini puskesmas termasuk di dalamnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, puskesmas termasuk fasilitas pelayanan kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian yang bermutu perlu diterapkan oleh puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan demi terbentuknya kecamatan yang sehat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

10 Aspek-aspek pelayanan kefarmasian dalam lingkup puskesmas meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat, dan pencatatan/penyimpanan resep) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian agar terciptanya pelayanan kefarmasian yang bermutu adalah pengelolaan sumber daya, dalam hal ini adalah pengelolaan obat serta pelayanan informasi obat. Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan efisien secara berkesinambungan. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian, tepat penggunaan, dan tepat mutu di tiap unit pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat publik meliputi kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan pelaporan, serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, lengkap, terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak yang memerlukan. Informasi umum tentang nama obat, cara pemakaian, dan lama penggunaan dapat disampaikan oleh tenaga kefarmasian atau tenaga kesehatan lain yang terlatih (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Untuk mengetahui peran dan fungsi apoteker dalam hal sistem pengelolaan dan pelayanan informasi obat di puskesmas maka calon apoteker membutuhkan suatu program yang mampu memfasilitasi agar kebutuhan tersebut terpenuhi. Sehingga, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dan Puskesmas Tingkat Kecamatan mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung dari tanggal 8 Januari hingga 22 Januari 2013 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.

11 1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur adalah agar mahasiswa program profesi apoteker Fakultas Farmasi UI : 1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker dalam praktek pelayanan kefarmasian di puskesmas. 2. Membekali calon apoteker agar memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap perilaku (professionalims) serta wawasan dan pengalaman nyata (reality) untuk melakukan praktek profesi dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas. 3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari strategi dan pengembangan praktek profesi apoteker di puskesmas. 4. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan (problem-solving) praktek dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas. 5. Mempersiapkan calon apoteker agar memiliki sikap-perilaku dan profesionalisme untuk memasuki dunia praktek profesi dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas. 6. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk belajar berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang bertugas di puskesmas. 7. Memberikan kesempatan kepada calon apoteker untuk belajar pengalaman praktek profesi apoteker di puskesmas dalam kaitan dengan peran, tugas, dan fungsi apoteker dalam bidang kesehatan masyarakat.

12 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009). Oleh karena suku dinas kesehatan (yang selanjutnya disebut dengan sudinkes) merupakan suatu unit kerja dinas kesehatan yang berada pada tingkat kota administrasi maka setiap wilayah (kotamadya) di Provinsi DKI Jakarta memiliki satu sudinkes, termasuk wilayah Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan (sudinkes) Jakarta Timur dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah Dinas Kesehatan (yang selanjutnya disebut dengan dinkes) DKI Jakarta dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Walikota Jakarta Timur. Berdasarkan peran dan fungsinya, dinkes berperan sebagai regulator, sedangkan sudinkes berperan sebagai auditor (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009). Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi, termasuk Sudinkes Jakarta Timur mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Lebih lanjut lagi, Sudinkes mempunyai fungsi antara lain (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009): a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. c. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, dan keahlian. d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana, dan Kejadian Luar Biasa (KLB).

13 e. Pengendalian, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular atau tidak menular. f. Pengawasan dan pengendalian ketersediaan kefarmasian. g. Pelaksanaan surveilans kesehatan. h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan. i. Pengendalian pencapaian standardisasi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. j. Pemberian, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi perizinan atau rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan. k. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup Kota Administrasi. l. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat. m. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan dan pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan khusus, tradisional, dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi. n. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas. o. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang. p. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggan dan ketatausahaan. q. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas. r. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan fungsi Suku Dinas. s. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. 2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat,

14 dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Program upaya pengobatan di puskesmas bertujuan meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga tingkat ketersediaan obat pada semua unit pelayanan yang ada di wilayahnya. Dalam melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas telah ditetapkan unit pengelola obat dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, yaitu: a. Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip penerimaan obat. b. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan, kemudian abjad nama obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa (bila ada). c. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat. d. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku register harian. e. Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) setiap akhir bulan. 2.3 Puskesmas Kecamatan Jatinegara Puskesmas Kecamatan Jatinegara merupakan puskesmas tingkat kecamatan yang berada di wilayah Jakarta Timur. Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Kecamatan Jatinegara adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Untuk mencapai hal tersebut, Puskesmas Kecamatan Jatinegara berupaya untuk selalu meningkatkan pelayanan kesehatan, salah satunya yaitu menerapkan sistem ISO Demi terwujudnya Kecamatan Sehat maka Puskesmas Kecamatan Jatinegara mempunyai komitmen yang dituangkan dalam Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu. (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2011)

15 Struktur Organisasi dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara dapat dilihat pada Lampiran Visi Puskesmas Kecamatan Jatinegara Visi Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu Terwujudnya Puskesmas Sebagai Pusat Layanan Kesehatan Berkualitas yang Berorientasi Pada Kepuasan Pelanggan (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2011) Misi Puskesmas Kecamatan Jatinegara Misi Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2011): a. Memberikan pelayanan kesehatan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. b. Mengembangkan kuantitas dan kualitas SDM yang profesional. c. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sesuai standar mutu. d. Meningkatkan internal manajemen. e. Meningkatkan sarana penunjang pelayanan kesehatan. f. Mengembangkan upaya kemandirian masyarakat di bidang kesehatan. g. Menjalin kerja sama dengan mitra strategis Kebijakan Mutu Puskesmas Puskesmas Kecamatan Jatinegara bertekad melaksanakan pelayanan prima sesuai dengan standar internasional dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dan kepuasan seluruh pelanggan melalui (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2011): a. Penerapan kaidah good government dalam penyelenggaraan urusan kesehatan. b. Sinkronisasi kebijakan pembiayaan, kelembagaan, dan regulasi kesehatan. c. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. d. Penurunan angka kematian ibu dan bayi. e. Peningkatan kesehatan anak balita. f. Pengembangan lingkungan sehat.

16 g. Promosi kesehatan & pemberdayaan masyarakat. h. Pencegahan penyakit tidak menular. i. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan. j. Peningkatan sarana dan prasarana puskesmas. k. Peningkatan gizi masyarakat. l. Kesehatan jiwa masyarakat. m. Peningkatan sarana dan prasarana kesehatan. n. Pelaksanaan operasional BLUD Moto Puskesmas Kecamatan Jatinegara Puskesmas Kecamatan Jatinegara memiliki moto yaitu PELAYANAN ITU PASTI, SENYUM ITU IBADAH (Puskesmas Kecamatan Jatinegara, 2011) Gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara Bangunan Puskesmas Kecamatan Jatinegara memiliki luas wilayah sebesar 1.130,76 m 2 dan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 dari gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimanfaatkan sebagai rumah bersalin, gudang obat, loket pendaftaran, unit pelayanan kesehatan 24 jam, poliklinik lansia, dan klinik rumatan metadon. Lantai 2 dari gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimanfaatkan sebagai gudang obat dan alat-alat kesehatan, poliklinik spesialis anak, poliklinik umum, poliklinik IMS, poliklinik gigi, poliklinik KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) yang meliputi poliklinik MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), poliklinik peserta ASKES dan JAMSOSTEK, poliklinik TB dan MH (melayani penderita TBC dan kusta), poliklinik gizi dan poliklinik jiwa, poliklinik KB (Keluarga Berencana), poliklinik PAL, pojok ASKEP, kamar tindakan dan suntik, laboratorium, dan apotek. Lantai 3 dari gedung Puskesmas Kecamatan Jatinegara dimanfaatkan sebagai ruang kepala puskesmas, ruang sub bagian tata usaha, ruang sub bagian keuangan, ruang seksi kesmas, ruang quality management representative (QMR), ruang subsie penyakit menular dan subsi kesling, ruang marketing dan seksi yankes, unit pelayanan radiologi, dan aula.

17 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Pengelolaan Obat di Puskesmas Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat di puskesmas meliputi kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, serta pencatatan dan pelaporan. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian, tepat penggunaan, dan tepat mutunya di tiap unit pelayanan kesehatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Perencanaan dan Permintaan Obat Perencanaan Obat di Puskesmas Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan di puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan mengunakan LPLPO. Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya. Ketepatan dan kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kab/Kota (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Tujuan dilakukan perencanaan obat adalah untuk (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan b. kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan. c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

18 d. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional. Dalam melakukan proses perencanaan obat, terdapat tiga tahapan yang perlu dipertimbangkan agar proses perencanaan obat brjalan dengan baik. Ketiga tahapan tersebut yaitu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Menentukan Jenis Permintaan Obat Terdapat dua jenis permintaan obat dalam proses perencanaan obat di puskesmas, yaitu permintaan rutin dan permintaan khusus. Pada permintaan rutin, kegiatannya dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing puskesmas. Permintaan ini tidak mengalami banyak perubahan dikarenakan jumlah dan jenis obat yang akan disediakan berdasarkan laporan penggunaan obat periode sebelumnya. Sedangkan pada permintaan khusus, kegiatannya dilakukan di luar jadwal distribusi rutin dimana hal ini dikarenakan antara lain : 1) Kebutuhan meningkat. 2) Terjadi kekosongan. 3) Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/bencana). b. Menententukan Jumlah Permintaan Obat Dalam menentukan jumlah permintaan obat, diperlukan data-data yang diperlukan dalam rangka menentukan jumlah permintaan obat antara lain : 1) Data pemakaian obat periode sebelumnya. 2) Jumah kunjungan resep. 3) Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. 4) Sisa stok. c. Menghitung Kebutuhan Obat Kebutuhan obat di suatu puskesmas dapat dilihat dari dua indikator, yaitu stok optimum dan jumlah. Jika diasumsikan jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya maka dapat dilakukan perhitungan stok optimum dengan rumus di bawah ini : SO = SK + SWK + SWT + SP

19 Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus : Permintaan = SO SS Keterangan : SO = Stok optimum SK = Stok Kerja (stok pada periode berjalan) SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead time) SP = Stok penyangga SS = Sisa stok Permintaan Obat di Puskesmas Sumber penyediaan obat di puskemas berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah obat esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu, sesuai dengan kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan tersedia di puskesmas (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik. b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar pengobatan. c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik. d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan publik. Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan

20 Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi Obat Penerimaan Obat di Puskesmas Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi kuasa oleh Kepala Puskesmas. Penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), dan ditandatangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan obat, dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Penyimpanan Obat di Puskesmas Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia, dan mutunya tetap terjamin. Terdapat lima hal yang menjadi fokus perhatian dalam melakukan kegiatan penyimpanan obat di puskesmas, yaitu persyaratan gudang, pengaturan penyimpanan obat, kondisi penyimpanan, tata cara penyusunan, dan penjaminan mutu terhadap obat yang disimpan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

21 Bila ruang penyimpanan obat di puskesmas terlalu kecil, dapat digunakan sistem dua rak. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan sisanya di bagian rak B. Pada saat obat di rak A hampir habis maka pesanan mulai dikirimkan ke gudang farmasi, sementara itu obat di rak B digunakan. Pada saat obat di rak B hampir habis diharapkan obat yang dipesan sudah datang. Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari berapa lama waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu) (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Misalnya permintaan dilakukan setiap satu bulan dan waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua minggu. Maka jumlah pemakaian satu bulan dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang diperlukan hanya satu minggu maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼ bagian di rak B (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). a. Persyaratan Gudang 1) Luas minimal 3 x 4 m 2 dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang disimpan. 2) Ruangan kering dan tidak lembab. 3) Memiliki ventilasi yang cukup. 4) Memiliki cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis. 5) Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain) yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain. 6) Harus diberi alas papan (palet). 7) Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah. 8) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam. 9) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat. 10) Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda. 11) Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci dan terjamin keamanannya. 12) Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan.

22 b. Pengaturan Penyimpanan Obat 1) Obat di susun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan. 2) Obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO. 3) Obat disimpan pada rak. 4) Obat yang disimpan pada lantai harus diletakan di atas palet. 5) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk. 6) Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan. 7) Sera, vaksin, dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin. 8) Lisol dan desinfektan diletakkan terpisah dari obat lainnya. c. Kondisi Penyimpanan Kondisi penyimpanan menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan untuk menjamin mutu dari obat-obatan tersebut. Terdapat enam hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): c1. Kelembaban Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upayaupaya berikut : 1) Ventilasi harus baik, jendela dibuka. 2) Simpan obat ditempat yang kering. 3) Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka. 4) Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena makin panas udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab. 5) Biarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah tablet dan kapsul. 6) Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki. c.2 Sinar Matahari Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh sinar matahari. Sebagai contoh, injeksi klorpromazin yang terkena sinar matahari akan berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara

23 mencegah kerusakan karena sinar matahari antara lain dengan memasang gorden di jendela atau dengan mencat jendela dengan warna putih. c.3 Temperatur/Panas Obat seperti salep, krim, dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh panas. Panas yang berlebihan mampu menyebabkan sediaan-sediaan tersebut rusak atau pun meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas. Sebagai contoh, salep oksitetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi kualitas salep tersebut. Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4 8 o C, seperti : 1) Vaksin. 2) Sera dan produk darah. 3) Antitoksin. 4) Insulin. 5) Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa). 6) Injeksi Oksitosin. 7) Injeksi Metil Ergometrin. Untuk DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena akan menjadi rusak. Cara mencegah kerusakan karena panas antara lain : 1) Bangunan harus memiliki ventilasi/sirkulasi udara yang memadai. 2) Hindari atap gedung dari bahan metal. 3) Jika memungkinkan dipasang Exhaust Fan atau AC. c.4 Kerusakan Fisik Di bawah ini merupakan contoh cara yang dapat dilakukan dalam hal penyimpanan suatu obat agar tidak terjadi kerusakan secara fisik sehingga mutu obat tetap terjamin, yaitu : 1) Penumpukan dus obat harus sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus, karena obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan pengambilan obat.

24 2) Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam. c.5 Kontaminasi Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, maka obat mudah tercemar oleh bakteri atau jamur. Oleh karena itu diperlukan manajemen penyimpanan dan evaluasi yang dilakukan secara berkala agar meminimalisasi kerusakan yang terjadi pada obat, terutama akibat kontaminasi. c.6 Pengotoran Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena itu bersihkan ruangan setiap hari. Lantai disapu dan dipel, dinding dan rak dibersihkan. d. Tata Cara Penyusunan Obat Di bawah ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melakukan penyusunan obat di gudang puskesmas, antara lain (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): 1) Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out (FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out (FIFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian. Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau potensinya berkurang. Beberapa obat seperti antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang efektivitasnya. 2) Pemindahan posisi/letak obat harus dilakukan dengan hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak. 3) Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.

25 4) Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin (suhu 4 8 o C). Kartu temperatur yang ada harus selalu diisi setiap pagi dan sore. 5) Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari langsung. 6) Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan pengambilannya menggunakan sendok. 7) Untuk obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya diberi tanda khusus, misalnya dengan menuliskan waktu kadaluarsa pada dus luar dengan mengunakan spidol. 8) Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya. 9) Cairan diletakkan di rak bagian bawah. 10) Kondisi penyimpanan beberapa obat. a) Beri tanda/kode pada wadah obat. b) Beri tanda semua wadah obat dengan jelas. c) Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan digunakan. d) Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus tercantum: 1. Jumlah isi dus, misalnya : tablet. 2. Kode lokasi. 3. Tanggal diterima. 4. Tanggal kadaluwarsa. 5. Nama produk/obat. e. Pengamatan Mutu Setiap pengelola obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat secara berkala, setiap bulan. Hal ini bertujuan agar menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan pada konsumen, seperti resistensi mikroba akibat penggunaan antibiotik yang sudah kadaluarsa atau pun rusak dan keracunan akibat substansi obat yang sudah terurai menjadi substansi-substansi yang toksik. Pengamatan mutu obat dilakukan secara visual dengan melihat tanda tanda sebagai berikut (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

26 1) Tablet a) Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab. b) Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis, dan rapuh. c) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat. d) Untuk tablet salut, disamping informasi di atas, juga basah dan lengket satu dengan lainnya. e) Wadah yang rusak. 2) Kapsul a) Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya. b) Wadah rusak. c) Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya. 3) Cairan a) Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan. b) Cairan suspensi tidak bisa dikocok. c) Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali. 4) Salep a) Konsistensi warna dan bau berubah (tengik). b) Pot/tube rusak atau bocor. 5) Injeksi a) Kebocoran. b) Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih sehingga keruh atau partikel asing dalam serbuk untuk injeksi. c) Wadah rusak atau terjadi perubahan warna Distribusi Obat di Puskesmas Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain ke sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas,

27 puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan polindes (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dalam meakukan kegiatan distribusi obat, terdapat tiga hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan, dan melaksanakan penyerahan obat dan penerimaan sisa obat dari subsub unit. Pada tahapan menentukan frekuensi distribusi, yang perlu dipertimbangkan adalah jarak sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang tersedia. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut diharapkan mampu menentukan frekuensi pendistribusian obat yang efektif dan efisien (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Tahapan selanjutnya setelah menentukan frekuensi distribusi yaitu menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan. Dalam menentukan jumlah obat perlu dipertimbangkan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat. b. Sisa stok. c. Pola penyakit. d. Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan kesehatan. Tahapan terakhir dalam proses distribusi obat di puskesmas yaitu melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari subsub unit. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Puskesmas menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di sub unit pelayanan. b. Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersamasama dengan formulir LPLPO sub unit yang ditandatangani oleh penanggung jawab sub unit pelayanan puskesmas dan kepala puskesmas sebagai penanggung jawab pemberi obat dan lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti penerimaan obat Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas dan atau unit

28 pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan. b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian. c. Sumber data untuk perencanaan kebutuhan. d. Sumber data untuk pembuatan laporan Sarana Pencatatan dan Pelaporan Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Penyelenggaraan Pencatatan di Puskesmas Terdapat tempat-tempat/lokasi yang menyelenggarakan pencatatan baik di dalam puskesmas itu sendiri maupun di luar puskesmas, yaitu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Gudang Puskesmas Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang dicatat di dalam Buku Penerimaan dan Kartu Stok. Laporan penggunaan dan lembar permintaan obat dibuat berdasarkan Kartu Stok Obat dan catatan harian penggunaan obat. Data yang ada pada LPLPO merupakan laporan puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

29 b. Kamar Obat Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok. c. Kamar Suntik Obat yang akan digunakan dimintakan ke gudang obat. Pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data untuk permintaan obat. d. Puskesmas Keliling, Puskesmas Pembantu, dan Puskesdes Pencatatan diselenggarakan seperti pada kamar obat, yaitu setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok Alur dan Periode Pelaporan Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditandatangani oleh kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, satu rangkap untuk Kepala Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke puskesmas. LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. 3.2 Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas Deskripsi Pelayanan informasi obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, lengkap, terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga kesehatan,

30 masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Tujuan PIO bertujuan untuk menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain untuk menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Sasaran Sasaran pelayanan informasi obat di puskesmas antara lain (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Pasien dan/atau keluarga pasien. b. Tenaga Kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain-lain. c. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disesuaikan dengan kondisi sarana pelayanan kesehatan. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan pelayanan informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat sebaiknya disediakan, antara lain (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Ruang pelayanan. b. Kepustakaan. c. Komputer dan Jaringan internet. d. Telepon dan faksimili Kegiatan Pelayanan Informasi Obat Kegiatan pelayanan informasi obat yang dapat dilaksanakan di puskesmas, meliputi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Menjawab pertanyaan. b. Mengkaji dan menyampaikan informasi bagi yang memerlukan.

31 c. Menyiapkan materi dan membuat buletin, brosur, leaflet, dan lain-lain Informasi obat yang lazim diperlukan pasien (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Waktu penggunaan obat; misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan. b. Lama penggunaan obat; apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Sebagai contoh, antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi. c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria, dan krim/salep rektal dan tablet vagina. d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat; misalnya berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna, dan sebagainya. e. Hal-hal lain yang mungkin timbul; misalnya interaksi obat dengan obat lain atau makanan tertentu dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan dan menyusui serta kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak dikehendaki Sumber Informasi Obat Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu semua pustaka yang dijadikan sebagai sumber informasi diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Pustaka dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

32 a. Pustaka Primer Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Sebagai contoh yaitu laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan laporan deskriptif. b. Pustaka Sekunder Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base. c. Pustaka Tersier Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami, seperti IONI, ISO, DOEN, DOI, MIMS, Buku Saku Pelayanan Kefarmasian, dan lain sebagainya. Selain dari sumber informasi di atas, informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Nama dagang obat jadi. b. Komposisi. c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah. d. Dosis pemakaian. e. Cara pemakaian. f. Indikasi atau khasiat atau kegunaan. g. Kontra indikasi (bila ada). h. Tanggal kadaluarsa. i. Nomor ijin edar/nomor registrasi. j. Nomor kode produksi. k. Nama dan alamat industri.

33 3.2.8 Dokumentasi Semua kegiatan pelayanan informasi obat harus didokumentasikan. Manfaat dokumentasi adalah sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa, memprioritaskan penyediaan sumber informasi yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan, sebagai media pelatihan tenaga farmasi serta sebagai basis data pencapaian kinerja, penelitian, analisis, evaluasi dan perencanaan layanan. Hal-hal yang perlu di muat dalam kegiatan dokumentasi, yaitu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan. b. Nama dan umur pasien. c. Informasi yang diberikan Evaluasi Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan informasi obat, harus dilakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala. Evaluasi ini digunakan untuk menilai/mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan mengumpulkan data dari awal dan mendokumentasikan pertanyaan pertanyaan yang diajukan, serta jawaban dan pelayanan yang diberikan kemudian dibuat laporan tahunan. Laporan ini dievaluasi dan berguna untuk memberikan masukan kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang. Untuk mengukur tingkat keberhasilan tersebut harus ada indikator yang digunakan. Indikator tersebut bersifat dapat diukur dan valid (tidak cacat). Indikator keberhasilan pelayanan informasi obat mengarah kepada pencapaian penggunaan obat secara rasional di puskesmas itu sendiri. Indikator dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat antara lain (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

34 a. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan. b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab. c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan. d. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin, ceramah). e. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan. f. Menurunnya keluhan atas pelayanan.

35 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Alur Pengelolaan Obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Pada dasarnya, alur pengelolaan obat di puskesmas tingkat kecamatan di Provinsi DKI Jakarta sama dengan di provinsi lain, yaitu meliputi kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, serta pencatatan dan pelaporan. Namun perbedaan yang signifikan dapat dilihat dalam proses pengadaan (termasuk ke dalam alur perencanaan dan permintaan). Pelaksanaan perencanaan yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara berdasarkan konsumsi dan morbiditas. Data konsumsi pasien yang didokumentasikan dalam bentuk laporan per tahun serta data morbiditas (data epidemiologi) yang banyak terjadi atau diderita oleh warga di wilayah kecamatan Jatinegara dijadikan acuan untuk menentukan jenis dan jumlah obat yang akan diadakan. Oleh karena penerapan sistem desentralisasi yang didasari oleh Undang- Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, proses pengadaan yang di lakukan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu bersifat mandiri dimana Puskesmas Kecamatan Jatinegara, seperti pada puskesmas tingkat kecamatan lainnya yang berada di wilayah DKI Jakarta, menentukkan sendiri jumlah dan jenis obat untuk periode mendatang. Proses selanjutnya yaitu melakukan proses lelang sebagai tahapan pengadaan obat. Obat yang di dapatkan dari proses lelang disebut sebagai obat yang bersumber dari dana APBD. Gambaran umum mengenai lelang yang dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Jatinegara sebagai usaha pengadaan obat yang bersumber dari dana APBD adalah sebagai berikut : a. Dilakukan pengumuman lelang melalui internet melalui SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) serta papan pengumuman.

36 b. Rekanan yang berminat untuk mengikuti lelang tersebut mengunduh dokumen persyaratan sebagai syarat pengajuan untuk ikut lelang dan melengkapi segala persyaratan yang telah ditetapkan. c. Rekanan kemudian mengirim berkas-berkas yang dipersyaratkan dalam proses lelang tersebut melalui SPSE. d. Panitia mengunduh berkas penawaran dari rekanan yang masuk di SPSE untuk kemudian melakukan penilaian dalam penentuan pemenang lelang. Penilaian yang dimaksud meliputi evaluasi administrasi dan evaluasi teknis serta harga. e. Pantia lelang menentukan pemenang yang memenuhi syarat dan membuat perjanjian untuk melakukan kerjasama dengan pihak rekanan yang terpilih f. Rekanan yang terpilih melakukan tanggung jawabnya untuk melakukan pengadaan dan pengiriman obat ke gudang induk Puskesmas Kecamatan Jatinegara sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Berdasarkan anggaran APBD, jenis obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara dapat dilihat di Lampiran 2. Selain bersumber dari dana APBD, pengadaan obat yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara juga dapat bersumber dari dana BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Pemakaian dana BLUD dimaksudkan untuk pembelian langsung dengan jumlah kecil untuk obat-obatan yang habis sebelum memasuki masa pengadaan berikutnya dan juga obat-obatan yang tidak termasuk dalam pengadaan yang bersumber dari APBD. Jenis obat berdasarkan permintaan rutin di Puskesmas Kecamatan Jatinegara di dominasi oleh obat generik dimana dari 180 jenis obat dalam daftar LPLPO di Puskesmas Jatinegara terdapat 153 jenis obat generik (85%). Hal ini didasari oleh kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah : a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik.

37 b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar pengobatan. c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik. d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan publik. Setelah melakukan proses perencanaan dan pengadaan, Puskesmas Kecamatan Jatinegara melakukan proses penerimaan, penyimpanan, dan distribusi obat. Sama seperti puskesmas lainnya, proses penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai dengan isi dokumen serta membuat berita acara penerimaan obat. Apabila terdapat item obat yang tidak sesuai dengan dokumen maka petugas penerima berhak menolak dan mengembalikannya. Petugas gudang obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan, dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas gudang obat mencatat setiap penambahan obat dan membukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok. Setelah proses penerimaan selesai, obat akan disimpan di gudang induk Di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, penyimpanan obat dilakukan di gudang induk di puskesmas kecamatan. Dari gudang induk puskesmas kecamatan, obat akan didistribusikan ke gudang puskesmas kecamatan dan ke puskesmas kelurahan yang ada di lingkup Kecamatan Jatinegara. Proses penyimpanan obat dilakukan sebelum obat-obatan tersebut didistribusikan ke tempat-tempat yang dituju. Di setiap tempat penyimpanan obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara dilengkapi dengan kartu stock. Hal ini dimaksudkan agar semua item obat mampu tercatat dan terdokumentasi dengan baik sehingga data fisik akan sama dengan data yang terdapat di laporan. Penyimpanan yang dilakukan di gudang penyimpanan obat dan alat kesehatan Puskesmas Kecamatan Jatinegara secara keseluruhan cukup baik dan memenuhi standar yang dipersyaratkan mengenai suhu ruangan maksimal yang dibutuhkan untuk menyimpan obat yang mudah rusak pada suhu tinggi (termolabil) dimana semua gudang penyimpanan sudah dilengkapi oleh pendingin ruangan dan

38 suhunya dikontrol dengan menggunakan termometer ruangan. Untuk sediaan farmasi yang memerlukan suhu sangat rendah (4-8 o C) seperti vaksin, serum, dan lain-lain disimpan dalam sebuah cold chain diluar gudang penyimpanan obat untuk menjamin kestabilan sediaan farmasi tersebut. Penyusunan obat di gudang Puskesmas Kecamatan Jatinegara berdasarkan bentuk sediaan dan alfabetis. Hal ini sangat memudahkan bagi petugas gudang obat dan/atau tenaga kefarmasian lain untuk menemukan obat. Penerangan di gudang penyimpanan masih kurang baik sehingga sedikit mempersulit pengambilan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang diperlukan. Selain di gudang obat puskesmas, obat juga disimpan di dalam Unit Pelayanan Kesehatan 24 Jam dan di apotek. Penyimpanan obat di dalam Unit Pelayanan Kesehatan 24 Jam cukup memenuhi syarat. Hal tersebut disebabkan karena hanya obat-obat tertentu yang berada di dalamnya dan dalam jumlah kecil serta ruangan tersebut juga telah dilengkapi dengan penyejuk udara. Begitu pula dengan di apotek. Obat-obat yang terdapat di apotek merupakan obat-obatan yang bersifat fast moving. Penyimpanan di dalam apotek cukup memenuhi persyaratan serta suhu ruangan terkontrol dengan baik dengan adanya penyejuk udara. Obatobat yang tergolong narkotik maupun psikotropika yang terdapat di dalam apotek, seperti kodein dan fenobarbital, disimpan di lemari khusus narkotik yang terpisah dengan obat-obatan lain dan dikunci ganda. Penyimpanan obat di setiap tempat penyimpanan obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara menggunakan sistem FEFO. Pihak farmasi dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara memberikan label berupa warna di setiap kemasan sekunder maupun tersier dari setiap item obat sebagai tanda mengenai batas daluarsa dari masing-masing item obat. Hal ini ditujukan agar menjadi tanda bagi petugas gudang dan/atau apoteker untuk dapat memprioritaskan penggunaan obat yang mendekati masa daluarsa dan menjadi tanda untuk obat-obatan yang telah memasuki tiga bulan sebelum masa daluarsa untuk segera dipisahkan dari item obat lainnya agar tidak digunakan untuk selanjutnya dikembalikan ke perusahan obat yang bersangkutan. Pengklasifikasian label warna di Puskesmas Kecamatan Jatinegara sebagai penanda masa daluarsa obat dijelaskan sebagai berikut :

39 1 tahun atau kurang 1 tahun hingga 2 tahun 2 tahun Khusus obat-obatan yang ada di apotek, beberapa obat disimpan tidak pada wadah aslinya. Sebagai contoh, tablet CTM, tablet papaverin, tablet prednison, tablet-tablet vitamin, dan tablet lainnya yang bersifat fast moving tidak disimpan di dalam kemasan aslinya. Obat-obatan tersebut disimpan di dalam plastik obat dan jumlahnya disesuaikan untuk dikonsumsi dengan estimasi waktu pengobatan tertentu. Hal ini bertujuan agar mempercepat dalam proses penyiapan dan dispensing. Mengingat jumlah pasien harus dilayani yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga kefarmasian yang ada serta untuk memperpendek waktu tunggu pasien dalam mendapatkan obat. Pendistribusian obat dari Puskesmas Jatinegara ke puskesmas kelurahan yang dibawahi oleh Puskesmas Jatinegara dilaksanakan setiap 2 bulan sekali. Puskesmas-puskesmas kelurahan yang berada di bawah Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu Puskesmas Kelurahan Kampung Melayu, Puskesmas Kelurahan Bidara Cina I, Puskesmas Kelurahan Bidara Cina II, Puskesmas Kelurahan Bidara Cina III, Puskesmas Kelurahan Cipinang Cempedak, Puskesmas Kelurahan Rawa Bunga, Puskesmas Kelurahan Bali Mester, Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara, Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Selatan I, Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Selatan II, dan Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara. 4.2 Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di kamar obat (apotek) Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu penerimaan resep, pemeriksaan resep (skrining), penyiapan obat jadi atau peracikan obat pulveres, pemberian etiket, pemeriksaan kembali sediaan, penyerahan obat, dan pelayanan informasi obat (PIO) ke pasien

40 penerima obat. Ketika resep diterima oleh apotek, apoteker dan/atau asisten apoteker melakukan skrining terhadap resep tersebut, mulai dari kelengkapan administratif dari resep tersebut hingga obat-obatan yang diresepkan (terutama dosis yang dituliskan). Apabila terdapat keraguan dari resep yang diterima, misalnya mengenai dosis dari suatu jenis obat, adanya resep yang tidak terbaca, atau obat yang tidak tersedia maka apoteker dan/atau asisten apoteker melakukan konfirmasi ke dokter penulis resep untuk menghindari kesalahan pemberian obat ke pasien. Sediaan berupa pulveres/puyer di Puskesmas Kecamatan Jatinegara ditriturasi dengan menggunakan mortir. Mortir yang akan digunakan untuk proses triturasi, sebelumnya tersebut dicuci bersih dan dibersihkan dengan antiseptik sebelum digunakan untuk menjamin mutu dan keamanan obat yang akan diracik menjadi pulveres. Puyer standar puskesmas telah disiapkan sebelumnya untuk mempercepat proses dispensing. Obat-obatan yang ada di Puskesmas Kecamatan Jatinegara hanya bisa dikeluarkan dari apotek dengan resep yang berasal dari setiap poli yang ada di Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Hal ini bermakna bahwa resep yang bukan berasal selain dari dokter, dokter gigi, maupun bidan yang berada di Puskesmas Kecamatan Jatinegara tidak dapat ditebus di apotek Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Sebelum obat diserahkan ke pasien, petugas kefarmasian yang bertugas di Apotek Puskesmas Kecamatan Jatinegara melakukan pengecekan berulang agar obat yang diserahkan tidak terdapat kesalahan, baik dari jumlah, jenis, maupun dalam penulisan etiket. Setelah tahapan di atas selesai dilakukan maka tahapan berikutnya yaitu penulisan etiket sesuai dengan resep yang dituliskan oleh dokter. Penulisan etiket meliputi tanggal penulisan etiket, nama pasien, dan tata cara penggunaan obat serta frekuensi penggunaannya. Kemudian, dilakukan penyiapan obat yang akan diberikan ke pasien. Obat-obat yang diresepkan oleh dokter/dokter gigi/bidan dimasukkan ke dalam plastik obat disertai dengan etiketnya. Setelah proses di atas selesai maka obat-obatan tersebut sudah siap untuk diberikan ke pasien. Sebelum memberikan obat, petugas melakukan pengecekan terakhir untuk memastikan bahwa obat-obat tersebut sesuai dengan yang telah

41 diresepkan. Setelah yakin bahwa tidak ada kesalahan maka obat tersebut dapat diberikan ke pasien. Penyerahan obat ke pasien disertai dengan informasi yang pasien butuhkan untuk mengonsumsi obat-obatan yang akan mereka konsumsi. Informasi yang disampaikan berupa mengonsumsi obat sebelum/sesudah makan, harus dihabiskan atau tidak, dikunyah terlebih dahulu, dikonsumsi setengah jam sebelum makan, diminum dengan air putih yang cukup banyak, kocok dahulu, dan lain sebagainya. Sebenarnya informasi tersebut sudah tertera di etiket setiap item obat. Pemberian informasi secara lisan ke pasien ketika pasien menerima obat bertujuan agar pasien lebih waspada dengan pengobatan yang dia terima. Rata-rata per hari jumlah resep yang diterima oleh Puskesmas Kecamatan Jatinegara secara keseluruhan yaitu berjumlah 275 resep dengan jumlah R/ rata-rata per hari yaitu 970 R/. Tahapan terakhir dalam proses pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu pencatatan dan pelaporan obat. Setiap jenis obat baik yang diterima atau dikeluarkan/didistribusikan harus dilakukan pencatatan. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi obat keluar maupun obat masuk. Selain itu, dengan dilakukan pencatatan maka akan diketahui jumlah terkini per jenis obat. Hasil dari pencatatan tersebut dituangkan dalam bentuk Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode bulanan. Data LPLPO bulanan merupakan data yang mampu menggambarkan profil penggunaan obat, perencanaan kebutuhan obat, dan pengelolaan obat dari suatu unit kesehatan, dalam hal ini puskesmas. LPLPO merupakan perwujudan dari tahapan pencatatan dan pelaporan dalam proses pengelolaan obat di puskesmas dimana dengan dilakukan pencatatan yang rapi dan tertib maka diharapkan suatu sinkronisasi antara data yang terdapat dalam laporan dan data yang terdapat secara fisik.kegiatan pelayanan informasi obat (yang selanjutnya disebut PIO) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur dilaksanakan dengan cukup baik. Pelaksanaan kegiatan PIO yang ideal harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai serta terdokumentasi dengan baik dan tertib agar keseluruhan rangkaian kegiatan PIO dapat dievaluasi. Idealnya, pelaksanaan kegiatan PIO di puskesmas harus ditunjang dengan kelengkapan sarana dan prasarana, seperti ruang pelayanan, kepustakaan, komputer

42 yang dilengkapi jaringan internet serta terdapat telepon ataupun faksimili. Namun, kelengkapan sarana dan prasarana, baik jumlah maupun jenisnya, bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam melaksanakan kegiatan PIO tersebut di puskesmas sehingga kelengkapan tidak menjadi syarat mutlak. Secara umum, kegiatan PIO di Puskesmas Jatinegara dilaksanakan secara lisan, baik pasien sebagai sasaran PIO maupun tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara sebagai sasaran PIO. Apoteker dan/ atau asisten apoteker akan melaksanakan PIO bersamaan ketika proses penyerahan obat di loket penyerahan obat jika pasien sebagai sasaran PIO. Sedangkan Apoteker dan/ atau asisten apoteker akan melaksanakan PIO ke dokter/dokter gigi/bidan ketika dokter berkunjung langsung ke bagian apotek/farmasi sehingga PIO yang diberikan ke tenaga kesehatan di Puskesmas Jatinegara masih kurang. Informasi obat yang biasa di sampaikan ke pasien sebagai sasaran PIO meliputi cara penggunaan, frekuensi penggunaan, kapan penggunaan harus dihentikan, dan instruksi khusus, misalnya penggunaan antibiotik harus dihabiskan dan penggunaan Isosorbide Dinitrate (ISDN) yaitu dengan meletakkan tabet ISDN di bawah lidah. Akan tetapi informasi seperti kekuatan dosis obat, interaksi obat maupun kontraindikasi dari pemakaian suatu obat tidak disampaikan. Penyampaian informasi terebut dilakukan hanya jika pasien bertanya mengenai hal tersebut. Selanjutnya, PIO yang dilakukan ke dokter/dokter gigi/bidan lebih berupa untuk mengingatkan bahwa jika di dalam resep tidak tertulis obat beserta kekuatannya, misal haloperidol saja, maka yang akan digunakan adalah haloperidol dengan kekuatan terkecil yang apotek miliki. Sedangkan, PIO yang dilakukan ke sesama tenaga kefarmasian di apotek dapat berupa mengingatkan mengenai aturan pemakaian suatu obat. Pembuatan buletin, brosur, atau leaflet sebagai salah satu contoh kegiatan PIO yang bersifat pasif tidak dilaksanakan secara mandiri di Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Hal ini disebabkan karena beban kerja yang tinggi yang dihadapi oleh tenaga farmasi di apotek serta kurangnya SDM yang memadai. Pada tahun lalu, BPOM menyediakan leaflet berisi informasi obat yang didistribusikan ke pasien saat menyerahkan obat, namun pada saat ini pelaksanaannya sudah tidak lagi berjalan.

43 Kegiatan PIO di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur disertai dengan dokumentasi yang dilakukan oleh asisten apoteker dimana dengan mendokumentasikan kegiatan PIO maka data yang ada dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menilai/mengukur keberhasilan kegiatan PIO itu sendiri. Idealnya, evaluasi yang dilakukan yaitu dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat. Contoh lembar dokumentasi kegiatan PIO dapat dilihat pada Lampiran 3.

44 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam praktek pelayanan kefarmasian di puskesmas antara lain pengadaan, pengelolaan, penyiapan, pelaporan perbekalan farmasi, dan pelayanan informasi obat. 2. Permasalahan yang terjadi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur yaitu kurangnya PIO kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur serta kurangnya tenaga kefarmasian di ruang pelayanan farmasi (apotek) Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. 3. Alur pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur yaitu sama dengan alur pengelolaan obat di puskesmas pada umumnya, yaitu meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan, dan pelaporan yang sudah dilakukan dengan cukup baik. 4. Kegiatan pelayanan kefarmasian dan Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Pemberian informasi mengenai obat ke sasaran PIO yaitu pasien sudah dilakukan dengan baik secara lisan, namun masih kurang bagi tenaga kesehatan yang ada di puskesmas dan pegawai yang bekerja di puskesmas. Kegiatan pendokumentasian PIO juga telah dilaksanakan dengan cukup baik sehingga kegiatan PIO dapat dievaluasi untuk meningkatkan kualitas pemberian informasi kepada pasien.

45 5.2 Saran 1. Meningkatkan kerapian dalam mengelola arsip maupun dokumen yang dimiliki oleh apotek. 2. Meningkatkan kualitas dalam mengelola obat, terutama dalam tahap penyimpanan di gudang agar mutu obat tetap terjaga. Misalnya dengan menambahkan penyejuk udara dan lampu penerangan. 3. Melaksanakan pelayanan informasi obat yang bersifat pasif, seperti membuat bulletin, brosur, atau pun leaflet agar cakupan manfaat dari informasi yang diberikan dapat lebih meluas. 4. Membuat dokumentasi secara rapi dan tertib dari pelayanan informasi obat yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara. 5. Menambah jumlah apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian yang kompeten di Puskesmas Kecamatan Jatinegara sehingga mampu mengurangi beban kerja yang ada. Diharapkan, dengan pengurangan beban kerja ini tenaga kefarmasian yang ada di Puskesmas Jatinegara mampu menjalani tugas dan kewajibannya lebih optimal dan efisien.

46 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 7 29, Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun (2009). Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun (2008). Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Organisasi Perangkat Daerah. Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun (2000). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Puskesmas Kecamatan Jatinegara. (2012). Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Tahun Jakarta. Undang-undang No. 22 Tahun (1999). Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

47 LAMPIRAN

48 Lampiran 1. Struktur Organisasi Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Jatinegara

49 Lampiran 2. Daftar Obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara

50 Lampiran 2. (lanjutan)

51 Lampiran 2. (lanjutan)

52 Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan PIO di Puskesmas Jatinegara

53 Lampiran 4. Berita Acara Pemusnahan Perbekalan Farmasi Puskesmas Jatinegara

54 Lampiran 5. LPLPO Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2012

55 UNIVERSITAS INDONESIA REKAPITULASI LAPORAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR) DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KECAMATAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR PERIODE OKTOBER DESEMBER 2012 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFAEL ADI AGUSTAMA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK MEI 2013

56 UNIVERSITAS INDONESIA REKAPITULASI LAPORAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR) DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KECAMATAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR PERIODE OKTOBER DESEMBER 2012 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RAFAEL ADI AGUSTAMA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK MEI 2013

57 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL...iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Obat Rasional Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Metode Pengumpulan Data Cara Kerja BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Sistem Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Laporan Formulir Monitoring Indikator Peresepan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode Oktober Laporan Formulir Monitoring Indikator Peresepan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode November Laporan Formulir Monitoring Indikator Peresepan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode Desember BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN...27

58 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Anamnesis yang Sesuai pada Penderita Amoebiasis... 4 Tabel 2.2. Anamnesis yang Kurang Sesuai pada Penderita Amoebiasis... 4 Tabel 4.1. Hasil Rekapitulasi Data POR Puskesmas Jatinegara dari Resep Bulan Oktober Tabel 4.2. Hasil Rekapitulasi Data POR Puskesmas Jatinegara dari Resep Bulan November Tabel 4.3. Hasil Rekapitulasi Data POR Puskesmas Jatinegara dari Resep Bulan Desember

59 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data Rekapitulasi Resep Bulan Oktober Lampiran 2. Data Rekapitulasi Resep Bulan November Lampiran 3. Data Rekapitulasi Resep Bulan Desember

60 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, Puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006). Paradigma pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah dari berorientasi pada obat menjadi berorientasi pada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006). Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006).

61 Paradigma pelayanan kefarmasian saat ini berorientasi pada pasien, maka segala kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan di puskesmas harus mengarah untuk memprioritaskan pasien agar mendapatkan pelayanan yang terbaik dan optimal. Cakupan pelayanan kefarmasian yang dimaksud yaitu mendapatkan pengobatan yang rasional, dimana subjek yang dijadikan fokus pengamatan yaitu penggunaan antibiotik dan/atau sediaan injeksi pada pasien mialgia, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), dan diare non spesifik di puskesmas. Dengan demikian, diperlukan adanya pencatatan terhadap sampel resep yang masuk di apotek puskesmas untuk mendapatkan gambaran mengenai pola peresepan obat untuk pasien dengan penyakit di atas. Data tersebut disebut sebagai POR (Penggunaan Obat Rasional) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006). Sebagai tenaga kefarmasian yang ada di pukesmas, apoteker maupun asisten apoteker mempunyai peran dalam hal pencatatan data-data yang terkait untuk melakukan pelaporan data POR ke Suku Dinas Kesehatan di tingkat Kota/Kabupaten pada masing-masing wilayah. Data yang ada mampu merepresentasikan kerasionalan penggunaan obat di suatu puskesmas. Oleh karena itu, mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diberikan tugas khusus mengenai rekapitulasi Laporan Penggunaan Obat Rasional (POR) Puskesmas Kecamatan Jatinegara periode Oktober Desember Tahun Tujuan Rekapitulasi Laporan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur, khususnya di bagian Farmasi (Apotek) bertujuan agar mahasiswa calon apoteker mampu: 1. Mengetahui sistem pelaporan POR di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. 2. Mengetahui data POR periode Oktober Desember 2012 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. 3. Menganilisis kerasionalan pemberian obat di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.

62 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Obat Rasional Deskripsi Penggunaan obat secara rasional menurut WHO (1985) adalah jika pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya untuk periode yang adekuat dengan harga yang terjangkau untuknya dan masyarakat. Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah penting yang dapat menimbulkan dampak cukup besar dalam penurunan mutu pelayanan kesehatan, misalnya peningkatan resistensi akibat penggunaan antibiotik yang tidak rasional (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medik (medically inappropriate), baik menyangkut ketepatan jenis, dosis, dan cara pemberian obat. Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi persyaratan tertentu. Masingmasing persyaratan mempunyai konsekuensi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan diagnosis akan memberi konsekuensi berupa kekeliruan dalam menentukan jenis pengobatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Kriteria Penggunaan Obat Rasional Tepat Diagnosis Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

63 Tabel 2.1. Anamnesis yang Sesuai pada Penderita Amoebiasis Anamnesis Diagnosis Terapi 1. Diare 2. Disertai darah dan lendir 3. Disertai gejala tenesmus Amoebiasis Metronidazol Pada tabel 2.1, pasien dapat didiagnosis dengan cukup baik menderita Amoebiasis dengan adanya hasil anamnesis yang sesuai dan lengkap. Terapi metronidazol dapat diberikan kepada pasien tersebut sebagai suatu terapi yang dibutuhkan oleh pasien dan dianggap cukup rasional. Tabel 2.2. Anamnesis yang Kurang Sesuai pada Penderita Amoebiasis Anamnesis Diagnosis Terapi 1. Diare 2. Disertai gejala tenesmus Bukan Amoebiasis Bukan Metronidazol Pada tabel 2.2, jika dokter pemeriksa tidak jeli untuk menanyakan adanya darah dan lendir dalam feses, maka bisa saja diagnosis yang dibuat menjadi kolera. Untuk yang terakhir ini obat yang diperlukan adalah tetrasiklin. Akibatnya penderita amoebiasis di atas terpaksa mendapat tetrasiklin yang sama sekali bukan antibiotik pilihan untuk amoebiasis sehingga terapi menjadi tidak rasional karena akan menjadi tidak efektif.

64 Tepat Indikasi Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik, misalnya antibiotik yang diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian pemberian obat ini tidak dianjurkan untuk pasien yang tidak menunjukkan adanya gejala infeksi bakteri (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Tepat Pemilihan Obat Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Contoh kasus yaitu, gejala demam terjadi pada hampir semua kasus infeksi dan inflamasi. Untuk sebagian besar demam, pemberian parasetamol lebih dianjurkan karena di samping efek antipiretiknya, obat ini relatif paling aman dibandingkan dengan antipiretik yang lain. Pemberian antiinflamasi non steroid (misalnya asam mefenamat dan ibuprofen) hanya dianjurkan untuk demam yang terjadi akibat proses peradangan atau inflamasi Tepat Dosis Agar suatu obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal diperlukan penentuan dosis, cara, dan lama pemberian yang tepat. Besar dosis, cara, dan frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada umur dan/atau berat badan pasien. Sebagai contoh yaitu pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan rentang terapi yang sempit misalnya teofilin, digitalis, dan aminoglikosida akan sangat berisiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Tepat Cara Pemberian Obat harus digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, waktu, dan jangka waktu terapi sesuai anjuran. Sebagai contoh obat antasida seharusnya

65 dikunyah dulu baru ditelan untuk mempercepat munculnya efek lokal di lambung. Demikian pula tetrasiklin tidak boleh diminum bersama susu karena akan membentuk ikatan sehingga tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivitasnya (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Tepat Pasien Mengingat respon individu terhadap efek obat sangat beragam maka diperlukan pertimbangan yang seksama, mencakup kemungkinan adanya kontraindikasi, terjadinya efek samping, atau adanya penyakit lain yang menyertai. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan karena risiko terjadinya nefrotoksik pada kelompok ini meningkat secara bermakna (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Beberapa kondisi berikut harus dipertimbangkan sebelum memutuskan pemberian obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. β-blocker (misalnya propranolol) hendaknya tidak diberikan pada penderita hipertensi yang memiliki riwayat asma karena obat ini memberi efek bronkospasme. b. Antiinflamasi Non Steroid (AINS) sebaiknya juga dihindari pada penderita asma, karena obat golongan ini terbukti dapat mencetuskan serangan asma. c. Peresepan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan ofloksasin), tetrasiklin, doksisiklin, dan metronidazol pada ibu hamil sama sekali harus dihindari karena memberi efek buruk pada janin yang dikandung Tepat Informasi Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Tenaga kefarmasian harus mampu menyediakan dan memberikan informasi kepada pasien dan tenaga kesehatan lain untuk menunjang penggunaan obat yang rasional dalam rangka mencapai keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan meliputi nama obat, aturan pakai, lama pemakaian, efek samping yang ditimbulkan oleh obat

66 tertentu, dan interaksi obat tertentu dengan makanan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Contoh informasi yang harus disampaikan kepada pasien yang menerima obat tertentu: a. Peresepan rifampisin akan mengakibatkan urin penderita berwarna merah. Jika hal ini tidak diinformasikan, penderita kemungkinan besar akan berhenti meminum obat karena menduga obat tersebut yang menyebabkan urinasi disertai darah. Padahal untuk penderita tuberculosis, terapi dengan rifampisin harus diberikan secara terus menerus dalam jangka panjang selama satu kurun waktu pengobatan. b. Peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus diminum sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan (1 course of treatment), meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama sekali. Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari berarti tiap 6 jam. Hal ini sangat penting agar kadar obat dalam darah berada diatas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit Waspada terhadap efek samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Sebagai contoh yaitu pada pemberian atropin dapat menimbulkan efek samping vasodilatasi pembuluh darah di wajah sehingga wajah memerah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Cost effectiveness Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien. Disini termasuk pula peresepan obat

67 yang mahal padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama dan harga lebih murah tersedia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Sebagai contoh yaitu pemberian antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik, serta penggunaan injeksi pada pasien myalgia. Hal ini merupakan pemborosan karena sebenarnya pasien tidak memerlukan antibiotik dan injeksi Pendekatan Penggunaan Obat Rasional Terdapat tiga cara, yang disebut sebagai pendekatan penggunaan obat rasional, yang dapat dilakukan agar penggunaan obat rasional dapat dicapai. Pendekatan penggunaan obat rasional yang dimaksud adalah melakukan penerapan konsep obat esensial, penggunaan obat generik, dan promosi penggunaan obat rasional (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Penerapan konsep obat esensial Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi, dan rehabilitasi yang diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatannya. Dengan penggunaan obat esensial, diharapkan, akan mencapai penggunaan obat secara rasional (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Penggunaan obat generik Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik merupakan obat yang telah terjamin mutu, keamanan dan khasiat serta harga yang terjangkau oleh masyarakat. Dengan penggunaan obat generik akan mencapai penggunaan obat secara rasional (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

68 Promosi penggunaan obat rasional Dengan promosi penggunaan obat rasional diharapkan akan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap penggunaan obat secara tepat dan benar. Hal ini tentunya dapat meminimalkan terjadinya kegagalan dalam terapi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). 2.2 Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional Deskripsi Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negatif dapat berupa (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Dampak klinis (misalnya terjadi efek samping dan resistensi kuman). b. Dampak ekonomi (biaya tak terjangkau karena penggunaan obat yang tidak rasional dan waktu perawatan yang lebih lama). c. Dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat) Kriteria Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional Penggunaan obat dikatakan tidak rasional bila ditemukan salah satu dari empat kondisi peresepan di bawah ini (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Peresepan yang berlebih (over prescribing) Pemberian obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan. Sebagai contoh yaitu pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (yang umumnya disebabkan oleh virus). b. Peresepan yang kurang (under prescribing) Pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik dalam hal dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam kategori ini.

69 Contoh peresepan yang kurang dan sering dijumpai: 1) Pemberian antibiotik selama 3 hari untuk ISPA pneumonia yang seharusnya diberikan selama 5 hari. 2) Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare yang spesifik. c. Peresepan yang majemuk (multiple percribing) Pemberian beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. Sebagai contoh yaitu pemberian dua jenis antibiotik yang memiliki kerja sinergis. d. Peresepan salah (incorrect prescribing) Suatu peresepan dapat dikatakan salah bila : 1) Pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit. Sebagai contoh yaitu pemberian injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegal linu, sebenarnya pasien bukan karena defisiensi vitamin B12. 2) Pemberian obat untuk kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pada pasien. Sebagai contoh yaitu pemberian antibiotik golongan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan ofloksasin) untuk wanita hamil. 3) Pemberian obat yang memberikan kemungkinan risiko efek samping yang lebih besar. Sebagai contoh yaitu pasien ISPA non pneumonia tidak memerlukan antibiotik tetapi diberikan antibiotik yang dapat meningkatkan resistensi pasien terhadap antibiotik. 2.3 Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional Deskripsi Pemantauan merupakan proses kegiatan untuk melakukan identifikasi masalah dan pengukuran besarnya masalah serta penilaian terhadap keberhasilan dalam penggunaan obat rasional. Pemantauan merupakan metode yang digunakan untuk keperluan pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Dua

70 komponen aktif dalam melakukan pemantauan penggunaan obat mempunyai yaitu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan, serta pelaporannya. b. Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar senantiasa meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka dalam rangka pemakaian obat yang rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi dilapangan. Salah satu cara untuk melakukan evaluasi penerapan penggunaan obat rasional adalah dengan cara pemantauan dan evaluasi. Monitoring yang terus menerus akan menghasilkan ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan sehingga mencapai penggunaan obat yang rasional Manfaat Pemantauan Dan Evaluasi Terdapat dua subjek yang menjadi fokus dalam membicarakan maanfaat pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional, yaitu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Dokter/pelaku pengobatan Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat mutu pelayanan kesehatan. Dengan pemantauan ini maka dapat dideteksi adanya kemungkinan penggunaan obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under prescribing), majemuk (multiple prescribing) maupun tidak tepat (incorrect prescribing). b. Apoteker dalam hal perencanaan obat Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat secara teratur dapat mendukung perencanaan obat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai penggunaan obat rasional.

71 2.3.3 Cara Pemantauan Dan Evaluasi Penggunaan Obat Pemantauan Secara Langsung Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan metode pemantauan secara langsung, alur pemantauan dimulai dengan mengamati proses pengobatan mulai dari anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Komponen yang dijadikan objek untuk dilakukan pemantauan pada penggunaan obat yaitu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symptoms/signs), diagnosis, dan jenis pengobatan yang diberikan. b. Kesesuaian antara pengobatan yang diberikan dengan pedoman pengobatan yang ada. c. Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (misalnya antibiotik untuk ISPA non pneumonia). d. Praktik polifarmasi untuk keadaan yang sebenarnya cukup hanya diberikan satu atau 2 jenis obat. e. Ketepatan indikasi. f. Ketepatan jenis, jumlah, cara, dan lama pemberian (didasarkan pada pedoman pengobatan yang ada). g. Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan pemberian injeksi pada diare) Pemantauan secara tidak langsung Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan metode pemantauan secara tidak langsung, proses pemantauan dapat dilakukan melalui (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

72 a. Kartu status pasien Berdasarkan kartu status pasien, dapat dilihat kecocokan dan ketepatan antara gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan, dengan diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita, serta pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara pemberian obat). b. Buku register pasien Berdasarkan buku register pasien, data yang dapat diamati yaitu jumlah kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar, Over prescribing dari antibiotik, dan pemakaian sediaan injeksi Kegiatan Pemantauan Dan Evaluasi Terdapat tiga tahap dalam melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional. Tahap pertama yaitu melakukan pencatatan terhadap status pasien dan pelaporan terhadap register harian setiap pasien. Hal ini dilakukan agar mendapatkan data awal pasien mengenai data demografi pasien, kondisi pasien saat ini, dan riwayat pengobatan yang pernah di dapat pasien. Tahap kedua yaitu monitoring dan evaluasi indikator peresepan. Pada tahap ini, dilakukan penilaian terhadap empat indikator peresepan dari resep yang masuk. Tahap ketiga yaitu melakukan pengumpulan data peresepan. Setelah informasi pasien telah didapat dan telah dilakukan penilaian terhadap resep dari pasien yang bersangkutan maka pada tahap ini dilakukan rekapitulasi data dimana format yang dijadikan acuan yaitu format formulir indikator peresepan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Pencatatan dan Pelaporan Adapun cara pencatatan dan pelaporan yang baku adalah sebagai berikut (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Status pasien 1) Kolom anamnesis/pemeriksaan :

73 Kolom ini diisi keterangan yang bersifat patogenomonik untuk kondisi yang dijumpai, baik berupa keluhan, gejala klinik, dan hasil pemeriksaan oleh dokter. 2) Kolom diagnosis : Kolom ini diisi dengan diagnosis yang dokter sampaikan secara jelas. Jika terdapat dua diagnosis maka tuliskan keduanya, misalnya bronkitis dan diare. 3) Kolom terapi : Kolom ini diisi dengan obat yang diberikan oleh dokter. Kelengkapan dengan kesederhanaan dari status pasien ini memungkinkan pemantauan terhadap kecocokan antara kolom anamnesis, kolom diagnosis, dan kolom terapi. b. Register harian Dilakukan pengisian secara lengkap di setiap kolom buku register harian, mulai dari tanggal kunjungan, nomer kartu status, nama pasien, alamat, jenis kelamin, umur, diagnosis, pengobatan yang diberikan, sampai keterangan lainnya Monitoring dan Evaluasi Indikator Peresepan Empat indikator peresepan yang akan dinilai dalam pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Rata-rata jumlah obat per pasien. b. Persentase penggunaan antibiotik. c. Persentase penggunaan injeksi. d. Persentase penggunaan obat generik. Berdasarkan keempat indikator tersebut dapat dilakukan evaluasi dan ditarik suatu kesimpulan mengenai pola peresepan yang telah ada.

74 Pengumpulan Data Peresepan Pengumpulan data peresepan dilakukan oleh petugas puskesmas/pustu, 1 kasus setiap hari untuk diagnosis yang telah ditetapkan di tingkat Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir indikator peresepan. Pengumpulan data yang dilakukan setiap hari akan memudahkan pengisian dan tidak menimbulkan beban dibandingkan dengan pengisian yang ditunda sampai satu minggu atau satu bulan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Pengisian kolom 1 s/d 9 digunakan untuk keperluan monitoring, sedangkan kolom 10 s/d 13 yang menilai kesesuaian peresepan dengan pedoman pengobatan, digunakan pada saat supervisi oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Kasus yang dimasukkan ke dalam kolom formulir monitoring indikator peresepan adalah pasien yang berobat ke puskesmas/pustu dengan diagnosis tunggal berupa (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. ISPA non pneumonia (batuk-pilek). b. Diare akut non spesifik. c. Penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia). Dasar pemilihan ketiga diagnosis di atas adalah (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010): a. Termasuk 10 penyakit terbanyak. b. Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang. c. Pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas. d. Tidak memerlukan antibiotika/injeksi. e. Selama ini ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara tidak rasional. Pengisian formulir monitoring indikator peresepan dapat dilakukan dengan mengikuti petunjuk pengisian di bawah ini (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

75 a. Pasien diambil dari register harian, 1 kasus per hari untuk setiap diagnosis terpilih. Dengan demikian dalam 1 bulan diharapkan terkumpul sekitar 25 kasus per diagnosis terpilih. b. Bila pada hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis tersebut, kolom dikosongkan, dan diisi dengan diagnosis yang sama, yang diambil pada harihari berikutnya. c. Untuk masing-masing diagnosis tersebut, diambil pasien dengan urutan pertama pada hari pencatatan. Diagnosis diambil yang tunggal, tidak ganda atau yang disertai penyakit/keluhan lain. d. Puyer dan obat kombinasi ditulis rincian jenis obatnya. e. Jenis obat termasuk obat minum, injeksi, dan obat luar. f. Imunisasi tidak dimasukkan dalam kategori injeksi. g. Istilah antibiotik termasuk kemoterapi dan anti amoeba. h. Kolom kesesuaian dengan pedoman dikosongkan. Kolom ini akan diisi oleh pembina pada saat kunjungan supervisi (diambil 10 sampel peresepan secara acak untuk diskusi).

76 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Tugas khusus dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker periode 8 Januari 22 Januari 2013 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur bagian Farmasi (Apotek). 3.2 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data Laporan Penggunaan Obat Rasional di Suku Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur periode Oktober Desember 2012 yang disampaikan dalam format Formulir Monitoring Indikator Peresepan. 3.3 Cara Kerja Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel. Data dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel sebagai data base Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta dan disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan formulir monitoring indikator peresepan. Hal ini bertujuan agar mendapatkan gambaran mengenai penggunaan antibiotik dan/atau sediaan injeksi yang diberikan kepada pasien dengan indikasi ISPA non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia, di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur pada bulan Oktober hingga Desember 2012.

77 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tujuan Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Data Penggunaan Obat Rasional (biasa disingkat POR) adalah data yang merepresentasikan penggunaan antibiotik dan/atau sediaan injeksi pada pasien dengan diagnosis tunggal berupa ISPA non pneumonia/non spesifik (batuk-pilek), diare non spesifik, dan penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia). Pelaporan data POR mampu memberikan gambaran mengenai pola peresepan yang dilakukan pada suatu unit kesehatan dalam meresepkan obat untuk pasiennya dengan ketiga diagnosis di atas. Dengan mengetahui data POR di suatu unit kesehatan maka kita dapat melihat kerasionalan peresepan obat pada pasien ISPA non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia. Lebih jauh lagi, setelah mengetahui kerasionalan peresepan, kita juga dapat mencegah terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional dimana hal tersebut tidak sesuai dengan paradigma pelayanan kefarmasian pada saat ini, yaitu berorientasi pada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Pada dasarnya, ketiga diagnosis tersebut tidak memerlukan tindakan berupa pemberian antibiotika dan/atau sediaan injeksi, dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang serta pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas. Sehingga, seharusnya, pemilihan obat pada pasien dengan diagnosis tersebut dapat lebih tepat sasaran. Namun, kasus yang ditemukan dilapangan menyatakan masih didapati penggunaan antibiotik pada ketiga pasien dengan diagnosis di atas. Disamping itu, angka kejadiaan yang tinggi mampu meningkatkan peluang terjadinya kondisi penggunaan obat yang tidak rasional pada pasien dengan ketiga diagnosis tersebut.

78 4.2 Sistem Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Data penggunaan obat rasional Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur dilaporkan melalui pengiriman formulir monitoring indikator peresepan ke Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur (yang selanjutnya disebut sebagai Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur). Formulir tersebut merupakan format baku yang telah ditetapkan sebagai media untuk melaporkan hasil pengambilan sampel dari beberapa resep yang masuk di puskesmas selama periode satu bulan. Pelaporan POR ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dari sepuluh Puskesmas Kecamatan yang ada di wilayah Jakarta Timur, termasuk Puskesmas Kecamatan Jatinegara, dilakukan pada tanggal 10 setiap bulannya dengan mengirimkan data formulir monitoring indikator peresepan dalam bentuk hard copy serta softcopy. Setiap tiga bulan, data yang masuk dan diterima oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur direkapitulasi untuk kemudian dikirimkan ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk selanjutnya, setiap enam bulan, data tersebut direkapitulasi dengan data dari masing-masing suku dinas kesehatan dari masingmasing kota administrasi dan kemudian dikompilasi dengan seluruh data dari setiap suku dinas kesehatan yang ada di Provinsi DKI Jakarta. Keseluruhan kompilasi dari data tersebut, setiap enam bulan sekali, dilaporkan ke Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia sebagai data penggunaan obat rasional per enam bulan untuk Provinsi DKI Jakarta. 4.3 Laporan Formulir Monitoring Indikator Peresepan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode Oktober 2012 Rekapitulasi resep yang digunakan untuk menganalisis POR di Puskesmas Kecamatan Jatinegara dilakukan secara sampling acak dari populasi resep bulanan yang dikumpulkan dan disimpan di apotek Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil 1 resep dengan diagnosis ISPA non spesifik, 1 resep dengan diagnosis myalgia, dan 1 resep dengan diagnosis diare nonspesifik per hari kerja apotek secara acak.

79 Tabel 4.1. Hasil Rekapitulasi Data POR Puskesmas Jatinegara dari Resep Bulan Oktober 2012 n ISPA (22) n Diare (22) n Myalgia (22) n Total (66) A (ISPA) = 78 B (ISPA) = 6 D (ISPA) = 78 78/22 = 3,54 F = 6/22 I = 78/78 = 27,27% = 100% A (Diare) = 79 B (Diare) = 0 D (Diare) = 54 79/22 = 3,59 G = 0/22 I = 54/79 = 0% = 68,53% A (Myalgia) = 74 C (Myalgia) = 0 D (Myalgia) = 60 74/22 = 3,36 H = 0/22 I = 60/74 = 0% = 81,08% A (Total) = 231 D (Total) = 192 E = 231/66 = 3,5 I = 192/231 = 83,12% Keterangan : n = Jumlah Pasien/Sampel Lembar Resep A = Jumlah Item Obat B = Jumlah Pasien yang mendapat antibiotik C = Jumlah Pasien yang mendapat injeksi D = Jumlah Generik E = Rerata Item Obat = A total/n total F = % Pengunaan AB pada ISPA Non Pneumonia = B ispa/n ispa x 100% G = % Pengunaan AB pada Diare Non Spesifik = B diare/n diare x 100% H = % Pengunaan Injeksi pada Myalgia = C/n myalgia x 100% I = % Penggunaan Obat Generik = D/A x 100% Hasil rekapitulasi resep pada bulan Oktober 2012 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara memberikan hasil yaitu n (dapat dinyatakan juga sebagai jumlah hari kerja apotek dalam 1 bulan) diperoleh 22 sampel untuk masing-masing diagnosis. Pada resep dengan diagnosis ISPA nonspesifik diperoleh data 6 resep terdapat antibiotik (27,27%) dan 78 jenis obat generik dari total jumlah obat (100%). Pada resep dengan diagnosis diare nonspesifik diperoleh data tidak terdapat antibiotik (0%) dan 54 jenis obat generik dari total jumlah obat (68,53%). Pasien diare

80 nonspesifik selalu diberikan Diaform yang mengandung Kaolin dan Pektin sehingga persentase penggunaan obat generik rendah. Pada resep dengan diagnosis Myalgia diperoleh tidak terdapat obat injeksi (0%) dan 60 jenis obat generik dari total jumlah obat (81,08%). Sebagian pasien Myalgia mendapat Antalgin dan Vitever atau Neurobion sebagai multivitamin sehingga penggunaan obat generik belum maksimal. 4.4 Laporan Formulir Monitoring Indikator Peresepan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode November 2012 Tabel 4.2. Hasil Rekapitulasi Data POR Puskesmas Jatinegara dari Resep Bulan November 2012 n ISPA (20) n Diare (20) n Myalgia (20) n Total (60) A (ISPA) = 77 B (ISPA) = 5 D (ISPA) = 77 77/20 = 3,85 F = 5/20 I = 77/77 = 25% = 100% A (Diare) = 80 B (Diare) = 0 D (Diare) = 60 80/20 = 4 G = 0/20 I = 60/80 = 0% = 75% A (Myalgia) = 80 C (Myalgia) = 0 D (Myalgia) = 80 80/20 = 4 H = 0/20 I = 80/80 = 0% = 100% A (Total) = 237 D (Total) = 217 E = 237/60 = 3,95 I = 217/237 = 91,56% Keterangan : n = Jumlah Pasien/Sampel Lembar Resep A = Jumlah Item Obat B = Jumlah Pasien yang mendapat antibiotik C = Jumlah Pasien yang mendapat injeksi D = Jumlah Generik E = Rerata Item Obat = A total/n total F = % Pengunaan AB pada ISPA Non Pneumonia = B ispa/n ispa x 100% G = % Pengunaan AB pada Diare Non Spesifik = B diare/n diare x 100% H = % Pengunaan Injeksi pada Myalgia = C/n myalgia x 100% I = % Penggunaan Obat Generik = D/A x 100%

81 Hasil rekapitulasi resep pada bulan November 2012 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara memberikan hasil yaitu n (dapat dinyatakan juga sebagai jumlah hari kerja apotek dalam 1 bulan) diperoleh 20 sampel untuk masing-masing diagnosis. Pada resep dengan diagnosis ISPA nonspesifik diperoleh data 5 resep terdapat antibiotik (25%) dan 77 jenis obat generik dari total jumlah obat (100%). Pada resep dengan diagnosis diare nonspesifik diperoleh data tidak terdapat antibiotik (0%) dan 60 jenis obat generik dari total jumlah obat (75%). Pasien diare nonspesifik di bulan ini juga selalu diberikan Diaform yang mengandung Kaolin dan Pektin sehingga persentase penggunaan obat generik rendah. Pada resep dengan diagnosis Myalgia diperoleh tidak terdapat obat injeksi (0%) dan 80 jenis obat generik dari total jumlah obat (100%). Pasien Myalgia pada bulan ini cenderung mendapatkan resep obat generik seperti Natrium Diklofenak, Ibuprofen, dan vitamin B. 4.5 Laporan Formulir Monitoring Indikator Peresepan Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Periode Desember 2012 Tabel 4.3. Hasil Rekapitulasi Data POR Puskesmas Jatinegara dari Resep Bulan Desember 2012 n ISPA (19) n Diare (19) n Myalgia (19) n Total (57) A (ISPA) = 73 B (ISPA) = 9 D (ISPA) = 71 73/19 = 3,84 F = 9/19 I = 71/73 = 47,37% = 97,26% A (Diare) = 58 B (Diare) = 0 D (Diare) = 40 58/19 = 3,05 G = 0/19 I = 40/58 = 0% = 68,96% A (Myalgia) = 57 C (Myalgia) = 0 D (Myalgia) = 43 57/19 = 3 H = 0/19 I = 43/57 = 0% = 75,44% A (Total) = 188 D (Total) = 154 E = 188/57 = 3,29 I = 154/188 = 81,91%

82 Keterangan : n = Jumlah Pasien/Sampel Lembar Resep A = Jumlah Item Obat B = Jumlah Pasien yang mendapat antibiotik C = Jumlah Pasien yang mendapat injeksi D = Jumlah Generik E = Rerata Item Obat = A total/n total F = % Pengunaan AB pada ISPA Non Pneumonia = B ispa/n ispa x 100% G = % Pengunaan AB pada Diare Non Spesifik = B diare/n diare x 100% H = % Pengunaan Injeksi pada Myalgia = C/n myalgia x 100% I = % Penggunaan Obat Generik = D/A x 100% Hasil rekapitulasi resep pada bulan Desember 2012 di Puskesmas Kecamatan Jatinegara memberikan hasil yaitu n (dapat dinyatakan juga sebagai jumlah hari kerja apotek dalam 1 bulan) diperoleh 19 sampel untuk masing-masing diagnosis. Pada resep dengan diagnosis ISPA nonspesifik diperoleh data 9 resep terdapat antibiotik (47,37%) dan 71 jenis obat generik dari total jumlah obat (97,26%). Pada resep dengan diagnosis diare nonspesifik diperoleh data tidak terdapat antibiotik (0%) dan 40 jenis obat generik dari total jumlah obat (68,96%). Pasien diare nonspesifik di bulan ini juga selalu diberikan Diaform yang mengandung Kaolin dan Pektin sehingga persentase penggunaan obat generik rendah. Pada resep dengan diagnosis Myalgia diperoleh tidak terdapat obat injeksi (0%) dan 43 jenis obat generik dari total jumlah obat (75,44%). Sebagian pasien Myalgia mendapat Antalgin dan Vitever atau Neurobion sebagai multivitamin sehingga penggunaan obat generik pada bulan ini belum maksimal.

83 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil rekapitulasi Penggunaan Obat Rasional (POR) dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pelaporan data POR mampu memberikan gambaran kerasionalan peresepan obat pada pasien ISPA non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia. Hasil rekapitulasi data POR per bulan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada tanggal 10 setiap bulannya. Kemudian, setiap tiga bulan data tersebut dikirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi untuk dikompilasi dan selanjutnya setiap enam bulan sekali diserahkan ke pusat, yaitu Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2. Data POR Puskesmas Kecamatan Jatinegara pada bulan Oktober 2012 yaitu sebanyak 22 sampel resep dimana ditemukan antibiotik pada 6 sampel resep pada pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik (27,27%), tidak ditemukan antibiotik pada pasien dengan diagnosis diare non spesifik (0%), dan tidak ditemukan sediaan injeksi pada pasien myalgia (0%). Kemudian pada bulan November 2012 yaitu sebanyak 20 sampel resep dimana ditemukan antibiotik pada 5 sampel resep pada pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik (25%), tidak ditemukan antibiotik pada pasien dengan diagnosis diare non spesifik (0%), dan tidak ditemukan sediaan injeksi pada pasien myalgia (0%). Terakhir, pada Bulan Desember 2012 yaitu sebanyak 19 sampel resep dimana ditemukan antibiotik pada 9 sampel resep pada pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik (47,37%), tidak ditemukan antibiotik pada pasien dengan diagnosis diare non spesifik (0%), dan tidak ditemukan sediaan injeksi pada pasien myalgia (0%).

84 5.2 Saran 1. Tenaga kefarmasian yang ada di Puskesmas Kecamatan Jatinegara sebaiknya melakukan PIO baik bersifat aktif maupun pasif serta tidak hanya kepada pasien tetapi kepada seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara mengenai penggunaan antibiotik dan sediaan injeksi yang rasional, terutama pada dokter. 2. Menambah jumlah apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian yang kompeten di Puskesmas Kecamatan Jatinegara sehingga mampu mengurangi beban kerja yang ada. Diharapkan, dengan pengurangan beban kerja ini tenaga kefarmasian yang ada di Puskesmas Jatinegara mampu menjalankan program pelayanan informasi (PIO) lebih optimal. 3. Memberikan fasilitas internet di ruang farmasi agar mempermudah proses pelaporan ke Suku Dinas Kesehatan secara online tanpa harus mencetak data laporan kemudian mengirimkannya ke Suku Dinas Kesehatan sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.

85 DAFTAR PUSTAKA Bahaudin, N. (2010). Implementasi Kebijakan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Indonesia. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 7 29,

86 LAMPIRAN

87 Lampiran 1. Data Rekapitulasi Resep Bulan Oktober 2012

88 Lampiran 1. (lanjutan)

89 Lampiran 1. (lanjutan)

90 Lampiran 1. (lanjutan)

91 Lampiran 1. (lanjutan)

92 Lampiran 1. (lanjutan)

93 Lampiran 1. (lanjutan)

94 Lampiran 1. (lanjutan)

95 Lampiran 1. (lanjutan)

96 Lampiran 2. Data Rekapitulasi Resep Bulan November 2012

97 Lampiran 2. (lanjutan)

98 Lampiran 2. (lanjutan)

99 Lampiran 2. (lanjutan)

100 Lampiran 2. (lanjutan)

101 Lampiran 2. (lanjutan)

102 Lampiran 2. (lanjutan)

103 Lampiran 2. (lanjutan)

104 Lampiran 3. Data Rekapitulasi Resep Bulan Desember 2012

105 Lampiran 3. (lanjutan)

106 Lampiran 3. (lanjutan)

107 Lampiran 3. (lanjutan)

108 Lampiran 3. (lanjutan)

109 Lampiran 3. (lanjutan)

110 Lampiran 3. (lanjutan)

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KECAMATAN KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR JL. RAYA INPRES NO. 48 PERIODE 8 JANUARI 18 JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kecacatan. Kesehatan dapat terwujud apabila tersedia sumber daya untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau kecacatan. Kesehatan dapat terwujud apabila tersedia sumber daya untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan Kesehatan berarti lebih dari sekedar tanpa penyakit, sebagaimana dinyatakan dalam definisi WHO tentang kesehatan: sehat adalah suatu keadaan yang baik dari

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI

EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh: RORI ANJARWATI K 100 050 185 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Obat di Puskesmas Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan pelaksanaan upaya kesehatan dari pemerintah, yang berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut : Penyimpanan Obat Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari fisik yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN,

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN, PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS BEJEN Jln. Raya Sukorejo Bejen, Kecamatan Bejen Kode pos 56258 Telp. (0294) 3653020 Email : bejen_puskesmas@yahoo.com KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes adalah salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Tengah yang letaknya disepanjang pantai utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Obat Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 pasal 1 menjelaskan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl. KH syafa at No. 09 Telp (0333) Tegalsari PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI PUSKESMAS TEGALSARI UPTD PUSKESMAS TEGALSARI Jl KH syafa at No 09 Telp (0333) 844305 Tegalsari KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TEGALSARI NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) PROBOLINGGO 67253

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) PROBOLINGGO 67253 - PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS WONOMERTO Jalan Bantaran 853 Patalan Kecamatan Wonomerto, Telp. (0335) 5892118 PROBOLINGGO 67253 email : puskesmas_wonomerto@probolinggokab.go.id

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG NOMOR :.../.../.../2013 TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG NOMOR :.../.../.../2013 TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO D I N A S K E S E H A T A N UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP WATUMALANG Jalan Kyai Jebeng Lintang No Kelurahan Wonoroto, Kecamatan Watumalang KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS RAWAT

Lebih terperinci

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I PERENCANAAN KEBUTUHAN Proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat dan bahan medis habis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN 4.1.1 WAWANCARA Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato URAIAN HASIL WAWANCARA Sistem perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285 PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CIBALIUNG JL. Raya Cimanggu- Cibaliung Km. 10 Desa Sukajadi Kab. Pandeglang Pos, 42285 KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS CIBALIUNG Nomor : /PKM-CBL/SK/

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG,

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG, KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG, Menimbang : a. bahwa penyediaan obat merupakan langkah awal pengelolaan di Puskesmas

Lebih terperinci

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK Pedoman Pelayanan Farmasi No. Kode : PED/LAY FAR.01-PKM KJ/2015 Terbitan :01 No. Revisi : 0 Ditetapkan Oleh Kepala Puskesmas KEBON JERUK Puskesmas KEBON JERUK Tgl. Mulai

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008 PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008 Nama Informan : Umur : Pendidikan : Jabatan : Masa Kerja :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obatadalah sediaan atau paduan yang siap digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obatadalah sediaan atau paduan yang siap digunakan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat 2.1.1 Pengertian Obat Obatadalah sediaan atau paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan

Lebih terperinci

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT SOP No. Dokumen No. Revisi : Tanggal Terbit : 51.VIII/SOP/PNG/V/2016 : 3 Mei 2016 Halaman : 1/ 6 UPT PUSKESMAS PANUNGGANGAN 1. Pengertian 2. Tujuan 3. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSKESMAS JAGIR JALAN BENDUL MERISI NO. 1 SURABAYA 12 JUNI JUNI 2017

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSKESMAS JAGIR JALAN BENDUL MERISI NO. 1 SURABAYA 12 JUNI JUNI 2017 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSKESMAS JAGIR JALAN BENDUL MERISI NO. 1 SURABAYA 12 JUNI 2017 23 JUNI 2017 PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: ANISA DWI ARIYANTI, S. Farm. NPM. 2448716007 APRILIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif observasional. Data berupa data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara bulan Januari 2013. Subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Informan Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20 Januari 2012 melalui wawancara mendalam atau indepth interview kepada informan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan / atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT BUKU PANDUAN LEBIH DEKAT DENGAN OBAT LAILATURRAHMI 0811012047 FAKULTAS FARMASI KKN-PPM UNAND 2011 Bab DAFTAR ISI Halaman I. Pengertian obat 2 II. Penggolongan obat 2 1. Obat bebas 2 2. Obat bebas terbatas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi Persepsi merupakan aktivitas, mengindra, mengintegrasikan dan memberi penilaian pada objek-objek fisik maupun obyek sosial dan pengindraan tersebut tergantung pada stimulus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik lokasi penelitian Kota Solok merupakan salah satu kota dari 19 kabupaten kota yang ada di Provinsi Sumatera barat. Kota Solok memiliki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA PERIODE 16 JANUARI - 10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SONYA APRIANI

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR FARMASI UPTD PUSKESMAS LADJA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR FARMASI UPTD PUSKESMAS LADJA STANDART OPERASIONAL PROSEDUR FARMASI UPTD PUSKESMAS LADJA PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN OBAT. Penyediaan dan Penggunaan obat adalah: kegiatan yang dilakukan petugas farmasi Ladja untuk Menganfrak obat ke

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN MANAJEMEN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

MATERI PELATIHAN MANAJEMEN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS MATERI PELATIHAN MANAJEMEN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS MATERI PELATIHAN MANAJEMEN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 615.6 Ind m Indonesia. Kementerian Kesehatan. Direktorat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep pelayanan dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep pelayanan dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai memberikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan Konsep pelayanan dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai memberikan sesuatu kepada seseorang dalam bentuk jasa. Menurut Poerwadarminta (1976), pelayanan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS Kelompok 2 : Aryes Patricia Nova reza Adawiyah Ida Royani Pengertian Obat : suatu zat yang dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi sakit, mengobati dan mencegah penyakit

Lebih terperinci

TAHUN UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT

TAHUN UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT TAHUN 2016 UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT TAHUN 2016 UPT PUSKESMAS PABUARAN I. Pendahuluan Puskesmas merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PIO DI UNIT PIO RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR SULAWESI SELATAN. RAHMAH MUSTARIN S.

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PIO DI UNIT PIO RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR SULAWESI SELATAN. RAHMAH MUSTARIN S. FORUM NASIONAL II : JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PIO DI UNIT PIO RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR SULAWESI SELATAN RAHMAH MUSTARIN S.Farm, Apt, MPH Pusat Studi

Lebih terperinci

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS R Faris Mukmin Kalijogo C2C016007 PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS JENDRAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien 1. Pengertian Kepuasan Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang berorientasi pada kepuasan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 54 TAHUN 2016 Menimbang TENTANG TUGAS POKOK DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.07 No. 03 Desember 2010 ISSN Agus Priyanto, Moeslich Hasanmihardja, Didik Setiawan

PHARMACY, Vol.07 No. 03 Desember 2010 ISSN Agus Priyanto, Moeslich Hasanmihardja, Didik Setiawan PELAKSANAAN PENYIMPANAN OBAT DAN PELAYANAN INFORMASI OBAT KEPADA PASIEN DI PUSKESMAS DI KOTA PURWOKERTO Agus Priyanto, Moeslich Hasanmihardja, Didik Setiawan Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku dan penggerak dari pembangunan nasional. Masyarakat yang sehat merupakan salah satu kunci suksesnya pembangunan. Atas dasar itu, maka dilaksanakanlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i TIM PENYUSUN ii DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG 1 B. TUJUAN PENGELOLAAN OBAT 2 C. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN 3 BAB II ORGANISASI DAN TATA LAKSANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan ratarata penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Puskesmas Keputusan Menteri Kesehatan No. 128/Menkes/SK/II/2004 menyatakan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari

Lebih terperinci

PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS

PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS OLEH: Elsa Yuliana Elsa Yuliana Erly Novianti Fathia Mahmudah Hendri Misak I Gusti Bagus Rai A.P Ika Hayati Indah Pratiwi Irfandi Irma Wati Ita Zakiyah PUSKESMAS Pusat Kesehatan

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN PENYIMPANAN SEDIAAN OBAT PADA DUA PUSKESMAS YANG BERADA DI KOTA PALANGKA RAYA. Christine Anggraini Farmasi

KAJIAN KESESUAIAN PENYIMPANAN SEDIAAN OBAT PADA DUA PUSKESMAS YANG BERADA DI KOTA PALANGKA RAYA. Christine Anggraini Farmasi KAJIAN KESESUAIAN PENYIMPANAN SEDIAAN OBAT PADA DUA PUSKESMAS YANG BERADA DI KOTA PALANGKA RAYA Christine Anggraini Farmasi Christine.Ririn@gmail.com Abstrak- Telah dilakukan Kajian tentang Kesesuaian

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Subang telah dibentuk dengan Peraturan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

DWI UTAMI NUGRAHANI NAFTANI CHANDRA DINI AISYAH RIZQI MUFIDAH MUTIA FARIDA A.

DWI UTAMI NUGRAHANI NAFTANI CHANDRA DINI AISYAH RIZQI MUFIDAH MUTIA FARIDA A. DWI UTAMI NUGRAHANI 25010112130349 NAFTANI CHANDRA DINI 25010112140350 AISYAH 25010112140351 RIZQI MUFIDAH 25010112130352 MUTIA FARIDA A. 25010112140353 KANTHI HIDAYAHSTI 25010112140354 DEFINISI MANAJEMEN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

1. Apakah puskesmas telah memiliki tenaga Apoteker? 2. Apakah Puskesmas juga memiliki tenaga teknisi

1. Apakah puskesmas telah memiliki tenaga Apoteker? 2. Apakah Puskesmas juga memiliki tenaga teknisi Lampiran 1. Tabulasi Data Hasil Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Distribusi Obat di Puskesmas Mandala Medan dan Puskesmas Dahadano Botombawo Kabupaten Nias Sumatera Utara Berdasarkan Indikator Kualifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016 Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016 Puspita Septie Dianita 1*, Tiara Mega Kusuma 2, Ni Made Ayu Nila Septianingrum

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT

PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT SOP No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : 20 januari 2016 Halaman : KABUPATEN SINJAI 1. Pengertian merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis menentukan jenis

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN EVALUASI MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS RAWAT INAP KABUPATEN PURBALINGGA BERDASARKAN TIGA BESAR ALOKASI DANA PENGADAAN OBAT R. Adi Soeprijanto, Indri Hapsari, Wahyu Utaminingrum Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, beragam permasalahan kesehatan mulai timbul. Masyarakat mulai khawatir terhadap berbagai penyakit di lingkungan sekitarnya. Akibat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 7 JANUARI - 28 JANUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif,

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 71 Peraturan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS DAERAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

SOP PELAYANAN FARMASI PUSKESMAS SINE PERENCANAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

SOP PELAYANAN FARMASI PUSKESMAS SINE PERENCANAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN PERENCANAAN OBAT DAN PERBEKALAN SUATU PROSES KEGIATAN SELEKSI OBAT DAN PERBEKALAN UNTUK MENENTUKAN JUMLAH OBAT DALAM RANGKA PEMENUHAN KEBUTUHAN PUSKESMAS BUKTI TERTULIS PERKIRAAN `TENIS, JUMLAH OBAT &

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEDOMAN ORGANISASI UNIT REKAM MEDIS DISUSUN OLEH : UNIT REKAM MEDIS RSUD KOTA DEPOK

PEDOMAN ORGANISASI UNIT REKAM MEDIS DISUSUN OLEH : UNIT REKAM MEDIS RSUD KOTA DEPOK PEDOMAN ORGANISASI UNIT REKAM MEDIS DISUSUN OLEH : UNIT REKAM MEDIS RSUD KOTA DEPOK RSUD KOTA DEPOK 1 BAB I PENDAHULUAN Meningkatkan derajat kesehatan bagi semua lapisan masyarakat Kota Depok melalui pelayanan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KAMAR OBAT PUSKESMAS BANYUANYAR KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KAMAR OBAT PUSKESMAS BANYUANYAR KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN KAMAR OBAT PUSKESMAS BANYUANYAR KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Oleh: RIVAI ENDRA DWI YULIANTO K100070002 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci