EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM"

Transkripsi

1 EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skirpsi ini. Bogor, Januari 2009 ADITYA PRIMA YUDHA C

3 RINGKASAN ADITYA PRIMA YUDHA. Efektifitas Penambahan Zeolit terhadap Kinerja Filter Air dalam Sistem Resirkulasi pada Pemeliharaan Ikan Arwana Sceleropages formosus di Akuarium. Ikan arwana Sceleropages formosus merupakan salah satu ikan hias air tawar asli Indonesia. Sebagai ikan hias, arwana biasa dipelihara dalam akuarium. Masalah yang sering dihadapi pada pemeliharaan arwana demikian adalah menurunnya kualitas air pemeliharaan. Untuk mengatasi masalah digunakan filter air. Penggunaan zeolit pada filter sebanyak 0,6 kg diduga belum optimal untuk perbaikan kualitas air dalam akuarium. Hal ini dapat terlihat dari tingginya amoniak dan tidak stabilnya ph air (menurun dengan cepat hingga 5). Oleh karena itu diperlukan penambahan zeolit dan penelitian untuk mengetahui jumlah zeolit yang optimal sebagai filter air dalam akuarium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan zeolit pada filter air terhadap beberapa peubah fisika kimia air media pemeliharaan ikan arwana dalam akuarium. Dari pengaruh tersebut dapat dievaluasi efektifitas sistem resirkulasi filtrasi pada pemeliharaan ikan arwana dalam akuarium terhadap parameter pertumbuhan panjang dan bobot, kelangsungan hidup,dan efisiensi. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 3 perlakuan diulang masing-masing 3 kali ulangan. Tiga perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu penambahan zeolit sebanyak 0.6; 1.2; dan 1.8 kg pada filter air yang terdiri dari kapas, arang aktif, bio ball dan bio foam. Sebanyak 27 ekor ikan arwana dengan bobot ratarata gram dan panjang total rata-rata 36.4 cm dipelihara dalam akuarium berukuran 118x57.5x49.5 cm selama 28 hari. Ikan diberi pakan berupa katak sawah (Rana tigrina) satu kali sehari sebanyak gram secara at satiation. Penyifonan dilakukan setiap hari pada WIB. Penggantian air dilakukan setiap dua hari sekali, dengan volume sebanyak 67.9 liter (10 cm). Pengukuran bobot dan panjang ikan dilakukan pada saat awal tebar dan akhir dari pemeliharaan. Air contoh yang diambil dari akuarium diukur di laboratorium. Peubah ph diukur setiap hari yaitu pada 04.00, dan WIB, sedangkan untuk amoniak total dan H 2 S diukur setiap dua hari sekali pada pukul dan Pengamatan suhu dilakukan setiap 04.00, dan WIB. Dari penelitian ini diketahui bahwa semakin banyak zeolit yang digunakan, kualitas air pemeliharaan juga cenderung lebih baik. Hasil terbaik terdapat pada perlakuan zeolit 1,8 kg. Nilai amoniak tiap perlakuan di minggu terakhir pemeliharaan adalah 0,6 kg zeolit = 0,0 mg/l, 1,2 kg zeolit = 0,0 mg/l dan 1,8 kg zeolit = 0,0 mg/l. Nilai hidrogen sulfida tiap perlakuan di minggu terakhir masa pemeliharaan adalah 0,6 kg zeolit = 0,0044 mg/l, 1,2 kg zeolit = 0,0046 mg/l, 1,8 kg zeolit = 0,0036 mg/l. Penambahan jumlah zeolit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bobot dan panjang, tingkat kelangsungan hidup dan efisiensi pakan ikan arwana.

4 EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 Judul Skripsi : Efektifitas Penambahan Zeolit terhadap Kinerja Filter Air dalam Sistem Resirkulasi pada Pemeliharaan Ikan Arwana Sceleropages formosus di Akuarium Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Aditya Prima Yudha : C Disetujui Komisi Pembimbing Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Irzal Effendi, M.Si. Dr. Tatag Budiardi NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Indra Jaya NIP

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Mei 2008 sampai dengan Agustus 2008 ini adalah Sistem dan Teknologi Budidaya, dengan judul Efektifitas Penambahan Zeolit terhadap Kinerja Filter Air dalam Sistem Resirkulasi pada Pemeliharaan Ikan Arwana Sceleropages formosus di Akuarium. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Bapak Irzal Effendi, M.Si. selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Tatag Budiardi selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Eddy Supriyono selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Milwan D. Patria, Bapak Moses, Bang Ikbal, Mas Ledi dan Mas Anjar dan staf riset dan pengembangan PT Inti Kapuas International yang telah memberikan kesempatan, dukungan dan bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian. 4. Ayahanda Drs. Hendra Suryono dan Ibunda Dra. Esti Handayani serta Adik-adik, Rara Merinda Puspitasari, Eliza Triananda dan Anantya Khrisna Seta atas doa, dukungan dan kasih sayang yang diberikan. 5. Muhammad Firdaus, Arbain Joko Pamungkas, Yudhi amrial, Basuki Setiawan, Rino Kusuma Ardhani, Agung Setiaji, Aquatech ers dan temanteman BDP 41 atas pertemanan dan kekeluargaannya. 6. Emilea Yavanica atas doa dan dukungan serta kebersamaan dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Seluruh staf BDP atas bantuan yang diberikan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi Penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukan informasi yang berhubungan dengan tulisan ini. Bogor, Januari 2009 Aditya Prima Yudha

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Bandarjaya, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung, pada Kamis 6 Maret 1986, sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Hendra Suryono dan Esti Handayani. Penulis memulai pendidikan di SDK 3 Bandarjaya lulus pada 1998, kemudian 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Terbanggi Besar dan lulus pada Pada 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Terbanggi Besar dan lulus pada Penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Budidaya Perairan, Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada 2004 melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama perkuliahan, antara penulis aktif dalam kegiatan mahasiswa yaitu Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai anggota Departemen Kewirausahaan. Dalam usaha menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang akuakultur, penulis pernah melaksanakan praktek lapang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung pada 2006, kemudian penulis juga melaksanakan Praktek Pembesaran Tiram Mutiara (Pinctada maxima) dan Praktek Pembenihan Abalone (Haliotis asinina) di Balai Budidaya Laut Lombok pada Tugas akhir yang ditempuh di perguruan tinggi ini diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xi xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Arwana Sceleropages formosus Budidaya ikan arwana Budidaya di Kolam Budidaya di Bak Budidaya di Akuarium Kualitas Air untuk Pemeliharaan Ikan Arwana dalam Akuarium Filter Air Fisik Kimia Biologi Parameter Kimia Air dalam Akuarium Kegunaan Zeolit sebagai Filter Air III. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Rancangan Percobaan dan Rancangan Perlakuan Persiapan Wadah dan Filter Pemeliharaan Ikan Pengambilan Contoh IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Fisika Kimia Air Pertumbuhan Panjang Mutlak Laju Pertumbuhan Robot Harian Kelangsungan Hidup Efisiensi Pakan Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 38

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Persentase kelarutan amonia tak terionisasi dalam air pada suhu dan ph yang berbeda (Boyd, 1982) Persentase hidrogen sulfida terhadap sulfida total pada berbagai ph dan suhu (Boyd, 1990) Tahapan kegiatan penelitian Efektifitas Penambahan Zeolit terhadap Kinerja Filter Air dalam Sistem Resirkulasi pada Pemeliharaan Ikan Arwana Sceleropages formosus di Akuarium Metode pengukuran kualitas air selama masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus yang diberi perlakuan penambahan zeolit 0.6, 1.2 dan 1.8 kg Kualitas air sebelum dan sesudah melewati talang filter akuarium pemeliharaan arwana Sceleropages formosus dengan perlakuan penambahan zeolit 0.6, 1.2 dan 1.8 kg Jumlah pakan total ikan arwana Sceleropages formosus yang dihabiskan tiap minggu selama masa pemeliharaan... 33

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan arwana Sceleropages formosus Sebaran ikan arwana di dunia Penyusunan komponen filter air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus dalam akuarium Arah aliran air dan proses filtrasi air pada talang filter akuarium pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Proses filtrasi air pada talang filter akuarium pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Akuarium pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Fluktuasi nilai amoniak tiap minggu selama 28 hari masa pemeliharaan ikan arwana Scleropages formosus Fluktuasi nilai TAN tiap minggu selama 28 hari masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Fluktuasi nilai hidrogen sulfida tiap minggu selama 28 hari masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Fluktuasi nilai ph tiap minggu selama 28 hari masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Fluktuasi nilai DO di akhir masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Fluktuasi nilai karbondioksida di akhir masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Pertumbuhan panjang mutlak (cm) ikan arwana Scleropages formosus dipelihara dengan jumlah zeolit filter 0,6, 1,2 dan 1,8 kg selama 28 hari Laju pertumbuhan bobot harian (%) ikan arwana Scleropages formosus dipelihara dengan jumlah zeolit filter 0,6, 1,2 dan 1,8 kg selama 28 hari Kelangsungan hidup (%) ikan arwana Scleropages formosus dipelihara dengan jumlah zeolit filter 0,6, 1,2 dan 1,8 kg selama 28 hari Efisiensi pakan (%) ikan arwana Scleropages formosus dipelihara dengan jumlah zeolit filter 0,6, 1,2 dan 1,8 kg selama 28 hari

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Pontianak, Kalimantan Barat Nilai amoniak dan ph pada media pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus dengan kepadatan berbeda Panjang awal dan akhir ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Pertumbuhan panjang mutlak ikan arwana Sceleropages formosus setelah 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Sidik ragam panjang mutlak ikan arwana Sceleropages formosus setelah 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Bobot awal dan akhir ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Nilai laju pertumbuhan bobot harian ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Laju pertumbuhan bobot harian rata-rata ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Sidik ragam laju pertumbuhan bobot harian ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Survival rate (kelangsungan hidup) ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Kenaikan bobot ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Jumlah pakan total ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Efisiensi pakan ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Sidik ragam efisiensi pakan ikan arwana Sceleropages formosus selama 28 hari masa pemeliharaan dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Kisaran kualitas air selama 28 masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg)... 43

12 16. Fluktuasi kandungan oksigen terlarut pada akhir masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus yang diamati setiap 4 jam sekali (hari ke 26-28) dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg) Fluktuasi kandungan karbondioksida pada akhir masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus yang diamati setiap 4 jam sekali (hari ke ) dengan 3 perlakuan penambahan jumlah zeolit (0,6 kg, 1,2 kg dan 1,8 kg Jumlah pakan total yang dihabiskan ikan arwana Sceleropages formosus setiap minggu selama masa pemeliharaan... 45

13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Arwana Sceleropages formosus (Famili Osteoglossidae) merupakan ikan hias air tawar yang memiliki jenis yang beragam, antara lain arwana hijau (green), arwana merah (super red) dan arwana golden. Di alam ikan ini hidup di sungai, danau, rawa dan perairan umum lain yang agak masam dan berarus lambat hingga sedang. Ikan ini biasanya berenang dan berburu mangsanya berupa katak dan serangga di dekat permukaan air (surface feeder). Harga ikan arwana cukup tinggi, untuk yang super red berukuran 7-11 cm di pasar dalam negeri bisa mencapai Rp. 3-5 juta per ekor (bergantung kepada kualitas), sedangkan di pasar luar negeri bisa mencapai 2 kali lipat dari harga dalam negeri. Pasar ekspor utama ikan ini adalah negara Cina, Malaysia, Australia, India, Jepang dan Amerika Serikat (Anonim, 2007) Sebagai ikan hias, arwana biasa dipelihara dalam akuarium. Secara umum, semakin besar ukuran akuarium akan semakin baik, karena arwana memerlukan ruang gerak yang cukup luas. Permasalahan yang biasa dihadapi dalam budidaya ikan arwana meliputi beberapa faktor antara lain kualitas air, penyakit, nutrisi dan pemijahan (breeding). Kualitas air pemeliharaan dapat menurun dengan cepat karena feses dan buangan metabolit ikan serta sisa pakan. Hal ini tampak dari menurunnya kualitas air akibat penurunan ph air yang terlalu cepat dan tingginya kadar amoniak selama pemeliharaan (Lampiran 2). Menurunnya kualitas air tersebut menyebabkan ikan arwana menjadi sakit. Penyakit yang sering menyerang ikan arwana antara lain jamur, katarak (cloud eye), insang hitam, dan kembang sisik. Beberapa patogen penyebab penyakit tersebut antara lain Diplostomum (cacing pada mata), jamur Saprolegnia dan Achyla dan parasit Lernae cyprinacea. Untuk menangani masalah kualitas air pada sistem pemeliharaan di akuarium, digunakan filter. Filter air tersebut meliputi filter fisik, kimia dan biologi. Filter fisik yang biasa digunakan adalah kapas, filter kimia adalah zeolit dan arang aktif, sedangkan filter biologi yang digunakan adalah bio ball dan bio foam. Tingginya kadar amoniak pada media pemeliharaan dapat diatasi dengan filter kimia. Salah satu filter kimia yang dapat ditingkatkan untuk perbaikan kualitas air pemeliharaan adalah meningkatkan jumlah zeolit filter. Jumlah zeolit yang sudah

14 2 diterapkan sebagai standar adalah 0.6 kilogram. Komposisi filter ini dirasakan masih belum optimum untuk filtrasi air pada akuarium pemeliharaan arwana. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur beberapa peubah fisikakimia air dalam rangka mengevaluasi efektifitas penambahan zeolit terhadap kinerja filter air dalam sistem resirkulasi pada pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus di akuarium.

15 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Arwana Scleropages formosus Klasifikasi Arwana adalah sebagai berikut (Saanin, 1968) : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Class : Pisces Subclass : Teleostei Ordo : Malacopterygii Family : Osteoglossidae Genus : Scleropages Species : Scleropages formosus Gambar 1. Ikan Arwana Sceleropages formosus Menurut Schuster (1952), arwana memiki berbagai nama lokal, antara lain ikan silok (Kalimantan Barat), pejang (Kalimantan Timur), mamang djaman (Sumatera Selatan), tangkalasa (Kalimantan Selatan), dan taliso (Jambi). Sedangkan secara internasional, ikan arwana sering dikenal dengan sebutan ikan naga (dragon fish), arowana atau leong (Cina). Pada gambar 1 terlihat bahwa ikan arwana yang termasuk ke dalam famili osteoglossidae memiliki ciri morfologi antara lain celah mulut lebar dan miring, sirip punggung lebih pendek daripada sirip anus dan sirip dada memanjang (Saanin, 1968). Pada bibir bawah arwana terdapat dua buah sungut yang berfungsi sebagai sensor getar untuk mengetahui posisi mangsa di permukaan

16 4 air. Di bagian dasar mulutnya berupa tulang yang berfungsi sebagai gigi yang disebut dengan bony-tongue (lidah bertulang). Arwana merupakan ikan karnivora. Di alam mereka memakan serangga, ikan, udang, cacing dan beberapa jenis amfibi kecil seperti katak. Oleh karena itu, pakan hidup merupakan diet utama bagi arwana. Untuk pemeliharaan arwana di akuarium, frekuensi pemberian pakan mengikuti ukuran panjang tubuh. Arwana dengan ukuran panjang tubuh di atas 35 cm, pakan dapat diberikan sehari sekali atau setiap dua hari sekali. Arwana dengan ukuran panjang cm, pakan dapat diberikan 2 kali sehari, sedangkan untuk arwana dengan ukuran panjang kurang dari 15 cm, dianjurkan untuk diberi pakan 3 kali sehari. Diet dengan mengikuti pola alami ini sering dapat menghindarkan gangguan kesehatan pada arwana. Untuk mendapatkan pertumbuhan dan warna arwana yang baik, terdapat diet pakan khusus berdasarkan ukuran tubuh. Untuk larva arwana yang berukuran 7-10 cm, pakan pertama yang baik diberikan adalah blood worm. Kemudian setelah mencapai ukuran lebih dari 10 cm, anakan arwana dapat diberikan jangkrik, kecoa atau kelabang. Setelah mencapai ukuran cukup dewasa (>20 cm), pakan yang biasa diberikan adalah udang. Setelah arwana mencapai ukuran dewasa (>30 cm), maka pakan yang dapat diberikan adalah katak (Ermansyah et al., 2007). Arwana dapat bereproduksi umumnya setelah mencapai umur 4-5 tahun dengan ukuran cm. Pada fase perkembangbiakan, arwana mempunyai kebiasaan menjaga anaknya dalam mulut (mouth breeder). Induk jantan di alam akan menjaga telur yang sudah dibuahi dalam mulutnya hingga 2 bulan ketika larva mulai dapat berenang (Anonim, 2006). Pemijahan terjadi sepanjang tahun, dan mencapai puncaknya antara Juli dan Desember. Ikan arwana sulit dibedakan jenis kelaminnya. Perbedaan akan muncul setelah ikan berukur 3-4 tahun. Arwana jantan mempunyai tubuh lebih langsing dan sempit, mulut lebih besar dan warna lebih mencolok daripada betina. Mulut yang melebar dengan rongga besar digunakan untuk tujuan inkubasi telur. Perbedaan lain adalah ukuran kepala jantan relatif lebih besar, sifat lebih agresif termasuk dalam perebutan makanan (Ermansyah et al., 2007). Tingkah laku arwana sangat unik selama masa pengenalan lawan jenis. Masa ini berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum mereka mulai menjadi pasangan. Hal ini dapat diamati pada waktu malam atau pagi hari, ketika ikan berenang mendekati permukaan air. Arwana jantan mengejar betina

17 5 sekeliling kolam, terkadang pasangan membentuk lingkaran (hidung menghadap ke ekor pasangan). Sekitar 1-2 minggu sebelum pemijahan, ikan berenang bersisian dengan tubuh seling menempel. Terjadilah pelepasan sejumlah telur berwarna jingga kemerahan, jantan membuahi telur dan kemudian mengumpulkan telur di mulutnya untuk diinkubasi sampai larva dapat berenang dan bertahan sendiri (Ermansyah et al., 2007). Diameter telur 8-10 mm dan kaya akan kuning telur dan menetas sekitar seminggu setelah pembuahan. Setelah penetasan, larva muda hidup dalam mulut jantan hingga 7-8 minggu sampai kuning telur diserap total. Larva lepas dari mulut dan menjadi mandiri setelah ukuran tubuh mm (Anonim, 2006). Beberapa jenis arwana yang biasa dijumpai di dunia antara lain super red, golden red, super green (arwana hijau), silver arwana dan jardini. Distribusi kelima jenis tersebut dapat terlihat pada gambar 2. Arwana super red (Scleropages formosus), endemik hanya ada di Kalimantan Barat, yaitu pada Sungai kapuas, Sungai Landak dan Danau Sentarum. Arwana golden (Scleropages formosus) dan sering disebut sebagai Arwana Golden Indonesia (Indonesian Golden Arwana) dijumpai di daerah Pekan Baru, propinsi Riau, tepatnya di pulau Sumatera. Golden varietas cross back merupakan bagian dari varietas arwana golden. Varietas ini dijumpai di berbagai tempat di Malaysia, seperti Perak, Trengganu, Danau Bukit Merah dan Johor. Arwana hijau (Scleropages formosus) ditemukan di Thailand, Malaysia, Myanmar, Komboja, dan juga di beberapa tempat di Indonesia. Arwana irian (Scleropages jardinii) ada 2 macam, jenis yang umum ditemui berwarna dasar hijau dan bermutiara merah, sedangkan jenis jardini lain berwarna dasar hitam dan bermutiara emas lebih sulit ditemui. Di Australia ditemukan pula jardini tipe 1 (warna dasar hijau, mutiara merah) yang disebut red spotted pearl (Scleropages leichardty). Selain itu terdapat juga jenis arwana silver (Osteoglossum bicirrhosum) yang berasal dari sungai Amazon, Amerika Selatan, dan arwana afrika (Heterotis niloticus) pada lingkaran 3 berasal dari Afrika barat dan tengah (Anonim, 2002).

18 Keterangan gambar : Pulau Kalimantan dan Sumatra (Indonesia) dan Malaysia (1), Propinsi Papua (Indonesia) dan Benua Australia (2), Afrika Barat dan Tengah (3), Brazil, Amerika Selatan (4). Gambar 2. Sebaran ikan arwana di dunia Pada habitatnya di alam, ikan arwana hidup di perairan yang agak masam, yaitu pada selang ph berkisar antara 4,0-6,0. Arwana berasal dari perairan dengan kesadahan rendah (GH) 4-10 dan suhu perairan berkisar antara C. Di habitatnya yang asli arwana biasa hidup di tempat yang keruh dan tenang dengan pertukaran air yang lambat, sehingga nilai DO tidak terlalu tinggi yaitu berkisar antara 4,0-5,0 ppm (Anonim, 2002). 2.2 Budidaya Ikan Arwana Budidaya ikan arwana dapat dilakukan di kolam, bak dan akuarium. Budidaya di kolam biasanya dilakukan untuk ikan arwana yang sudah mencapai usia dewasa (indukan) dengan ukuran lebih dari 50 cm. Pemeliharaan di bak dilakukan untuk ikan arwana yang berukuran cm dan disiapkan untuk menjadi indukan. Pemeliharaan di akuarium dilakukan sejak larva yang baru dipanen dari induk jantan hingga mencapai unkuran cm (Ermansyah et al., 2007).

19 Budidaya di Kolam Budidaya arwana di kolam bertujuan untuk pemeliharaan induk dan untuk pemijahan. Kolam yang digunakan sebaiknya kolam tanah. Kolam yang ideal berbentuk persegi panjang dengan ukuran minimal 20x10 m dengan kedalaman air 1,5-2,0 m. Induk yang ditebar berukuran minimal 50 cm dengan berat 2-3 kg. Pakan yang diberikan untuk induk arwana adalah udang laut atau katak sawah (Rana tigrina). Pemberian pakan biasanya dilakukan pada pada pagi atau sore hari setiap dua hari sekali. Pakan dapat diberikan secara at satiation (tingkat kepuasan). Pakan yang biasanya dihabiskan untuk satu kolam dengan jumlah indukan mencapai 50 ekor adalah sebanyak 3-5 kg katak untuk satu kali pemberian pakan. Jika pemberian pakan berdasarkan bobot tubuh ikan, FR (feeding rate) yang biasa digunakan adalah 3-5% dari bobot tubuh ikan. Untuk sterilisasi pakan dilakukan perendaman dengan larutan garam dengan dosis 30 g/liter air. Pergantian air kolam dilakukan setiap dua hari sekali sebanyak 20-50% dari volume total air kolam, bergantung pada kualitas air kolam dan air sumber (Ermansyah et al., 2007) Budidaya di Bak Budidaya arwana di bak bertujuan untuk pemeliharaan calon indukan, yaitu ikan arwana yang berukuran cm. Bak yang digunakan berbahan beton atau bak kayu yang dilapisi kain terpal, berukuran panjang 3-5 meter dan lebar 2-5 meter dengan kedalaman air 0,5-0,75 m. Bagian atas diberi jaring-jaring pelindung untuk mencegah arwana melompat ke luar bak. Secara teknis pemeliharaan calon indukan tidak berbeda jauh dengan pemeliharaan di kolam. Pemberian pakan dilakukan pada pagi atau sore hari setiap hari dengan pakan yang diberikan udang atau katak. Pakan dapat diberikan secara at satiation atau berdasarkan persentase bobot tubuh (FR). Pergantian air juga dilakukan setiap dua hari sekali sebanyak 20-50% dari volume total air di bak, bergantung pada kualitas air bak dan air sumber (Ermansyah et al., 2007) Budidaya di Akuarium Budidaya arwana di akuarium bertujuan untuk pemeliharaan larva yang baru dipanen hingga arwana berukuran cm. Akuarium yang digunakan berukuran 120x60x50 cm, dengan ketinggian air 35 cm. Untuk larva yang baru dipanen dipelihara dalam inkubator yang berukuran 40x40x30 cm yang

20 8 dilengkapi dengan pipa sirkuler untuk pemberi arus. Larva yang masih mempunyai ukuran kuning telur besar tidak perlu diberi makan. Pemberian pakan pertama dilakukan ketika kuning telur sudah hampir habis terserap (ukuran kuning telur tinggal sebesar ukuran biji jagung). Pemberian pakan tidak boleh terlalu banyak, hanya untuk membiasakan larva muenerima pakan dari luar. Pakan diberikan sebanyak 3-4 kali sehari dengan jumlah pakan 2-3 ekor blood worm. Untuk pemeliharaan benih yang berukuran 7-10 cm, maksimal padat tebar dalam 1 akuarium sebanyak 50 ekor benih. Penebaran benih dapat dilakukan di akuarium asal tempat larva dibesarkan menjadi benih atau dipindahkan ke akuarium lain. Pemberian pakan harian dilakukan sebanyak 3-4 kali sehari sebanyak 3-5% dari bobot badan ikan/ekor. Pemberian pakan dilakukan setiap pukul 07.00, 11.00, dan (4 kali). Pemberian pakan hendaknya dikombinasi, hindari pemberian makan dengan hanya satu jenis pakan. Pakan yang biasa diberikan untuk benih arwana antara lain jangkrik, ulat hongkong dan ulat jerman (Ermansyah et al., 2007). Air yang digunakan untuk pemeliharaan arwana di akuarium merupakan air yang sudah melewati proses filterisasi, penjernihan, desinfeksi dan pengendapan. Penggantian air dilakukan setiap dua hari sekali sebanyak setengah bagian air akuarium. Sistem filter yang digunakan pada akuarium adalah menggunakan talang filter yang diletakkan dibagian atas akuarium. Pada talang filter terdiri fiter mekanik (kapas filter), filter kimia (zeolit dan karbon aktif) dan filter biologi (bio ball dan bio foam). Air dari akuarium disedot menggunakan pompa kemudian dialirkan melalui komponen filter. Filter yang umum digunakan oleh para hobiis ikan hias termasuk ikan arwana adalah filter up yaitu filter yang terhubung oleh pompa air dan hanya terdiri dari komponen filter fisik saja yaitu kapas filter (Ermansyah et al., 2007). 2.3 Kualitas Air untuk Pemeliharaan Ikan Arwana dalam Akuarium Parameter kualitas air yang sering disyaratkan untuk pemeliharaan ikan arwana dalam akuarium antara lain suhu berkisar antara o C, ph , DO > 5 ppm dan CO 2 < 25 ppm (Susanto, 2003). Kandungan amoniak sebaiknya kurang dari 0.5 mg/l dan alkalinitas berkisar antara mg/l (Alderton, 2008).

21 9 2.4 Filter Air Filter merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyaring material tertentu yang tidak dikehendaki (amoniak, bahan padatan, residu organik dan bahan kimia lainnya) dan meloloskan material lain yang dikehendaki. Berdasarkan proses kerjanya, filter dibagi atas filter mekanik, biologi dan kimiawi (Spotte, 1970) Fisik Filter fisik digunakan untuk memisahkan padatan dari air secara fisika (berdasarkan ukuran) dengan cara menangkap atau menyaring sehingga kandungan bahan tersebut menjadi berkurang. Spotte (1970) menyatakan filter fisik adalah pemisahan partikel-partikel tersuspensi (berukuran > 5 mikrometer) dari air dengan cara melewatkan air melalui suatu substrat yang tepat atau sekat yang mampu menangkap padatan dalam air sebelum air masuk wadah budidaya. Fungsi dari filter fisik adalah untuk menurunkan turbiditas di air yang disebabkan oleh mikroorganisme dan partikel lain, untuk menurunkan tingkat koloid organik, dan untuk menyingkirkan detritus dari filter biologi. Meskipun filter fisik dapat memisahkan partikel tersuspensi secara efisien, namun tidak efektif untuk memisahkan partikel-partikel yang terlarut. Untuk itu dibutuhkan filter biologi atau biofilter (Stickney, 1979) Kimia Filter kimia berupa pembersihan molekul-molekul bahan organik terlarut melalui proses oksidasi atau penyerapan langsung (Spotte, 1970). Termasuk pada filtrasi kimia adalah proses ozonisasi, penggunaan PAC (poly aluminium chloride) untuk proses pengendapan, penyinaran dengan ultraviolet dan penggunaan karbon aktif dan zeolit untuk desinfeksi dan penjernihan air. Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang menempel pada suatu permukaan media filter ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam air. Proses ini dimungkinkan melalui suatu fenomena tarik menarik antara permukaan media bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar. Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang memiliki muatan berlawanan maka molekul tersebut akan terikat secara kimiawi pada permukaan tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini dapat ditukar posisinya dengan molekul lain yang berada dalam air yang memiliki kecenderungan lebih

22 10 tinggi untuk diikat. Dengan demikian maka proses pertukaran dapat terjadi. Media yang dapat melakukan proses pertukaran seperti ini diantaranya adalah Zeolit. Karbon aktif memiliki ruang pori sangat banyak dengan ukuran tertentu. Pori-pori ini dapat menangkap partikel-partikel sangat halus (molekul) dan menjebaknya disana. Satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas m 2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0,01-0, mm (Anonim, 2002) Biologi Filter biologi adalah suatu proses mineralisasi senyawa-senyawa nitrit organik, nitrifikasi dan denitrifikasi oleh bakteri-bakteri yang terdapat di air dan menempel pada batuan dasar alat saring (Spotte, 1970). Stickney (1979) menyatakan, proses yang terjadi dalam filter biologi adalah proses nitrifikasi dari amoniak menjadi nitrat. Nitrifikasi adalah oksidasi biologi amoniak menjadi nitirit dan nitrit menjadi nitrat oleh bakteri autotrofik. Bakteri nitrifikasi mengoksidasi amoniak dalam 2 tahap secara berurutan amoniak (NH 3 ) diubah menjadi nitrit (NO 2 ), kemudian nitrit diubah menjadi nitrat (NO 3 ) yang tidak beracun bagi ikan. Nitrosomonas dan Nitrobacter adalah bakteri utama dalam sistem (Spotte,1970). Reaksi yang terjadi dalam proses nitrifikasi adalah sebagai berikut : NH3 NO2- bakteri Nitrosomonas NO2- NO3- bakteri Nitrobacter Prinsip utama dari filter biologi adalah menyediakan tempat seluas-luasnya untuk tempat menempel bakteri yaitu Nitrosomonas dan Nitrobacter (Spotte, 1970). 2.5 Parameter Kimia Air dalam Akuarium Dalam aktifitas budidaya, sisa pakan yang diberikan dan buangan metabolit yang dilakukan oleh ikan merupakan sumber utama sebagai penyebab menurunnya kualitas media pemeliharaan (Axelrod, et al., 1983). Beberapa parameter kualitas air yang keberadaannya meningkat seiring dengan menurunnya kualitas air karena buangan metabolit ikan dan sisa pakan adalah amoniak dan hidrogen sulfida. Beberapa organisme akuatik dapat memanfaatkan nitrogen dalam bentuk gas, akan tetapi sumber utama nitrogen di perairan tidak terdapat dalam bentuk

23 11 gas. Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas amoniak (NH 3 ), amonium (NH + 4 ), nitrit (NO - 2 ), nitrat (NO - 3 ) dan molekul nitrogen (N 2 ). Nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea (Boyd, 1990). N organik + O 2 NH 3 -N + O 2 NO 2 - -N + O 2 NO 3 N Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amoniak. Amoniak yang terukur di perairan berupa amonia total (NH 3 dan NH + 4 ). Kesetimbangan antara gas amoniak dan ion amonium dalam perairan ditunjukkan oleh reaksi berikut (Effendi, 2003). NH 3 + H 2 O NH OH - Amoniak bersifat sangat toksik untuk ikan, namun ion amonium relatif bersifat tidak toksik. Penjumlahan dari amoniak dan ion amonium disebut sebagai total ammonium nitrogen (TAN). Proporsi dari total ammonium nitrogen yang terbentuk sebagai amoniak meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan ph. Pengaruh dari ph terhadap konsentrasi amoniak lebih besar dari pada pengaruh suhu. Untuk mendapatkan konsentrasi amoniak tak terionisasi, nilai persentase amoniak untuk suhu yang tepat dan ph dikalikan dengan konsentrasi total ammonium nitrogen (Boyd, 1990). Tabel 1. Persentase kelarutan amoniak tak terionisasi dalam air pada suhu dan ph yang berbeda (Boyd, 1990) temperatur ph

24 12 Kadar amoniak pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Jika kadar amoniak lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Kadar amoniak yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang dapat berasal dari buangan ikan dan sisa pakan (Effendie, 2003). Sulfur merupakan salah satu elemen yang esensial bagi makhluk hidup, karena merupakan elemen penting dalam protoplasma. Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik terutama terdapat dalam bentuk sulfat (SO 2-4 ), yang merupakan bentuk sulfur utama di perairan dan tanah (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Ion sulfat yang bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi utama sulfur adalah salah satu anion utama di perairan, menempati urutan kedua setelah bikarbonat. Di perairan, sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Beberapa bentuk sulfur di perairan adalah sulfida (S 2- ), hidrogen sulfida (H 2 S), ferro sulfida (FeS), sulfur oksida (SO 2 ), sulfit (SO - 3 ), dan sulfat (SO - 4 ). Sulfat berikatan dengan logam alkali merupakan bentuk sulfur yang paling banyak ditemukan di danau dan sungai (Cole, 1988 dalam Effendi, 2003). Di bawah kondisi anaerob, bakteri heterotrofik tertentu dapat mennggunakan sulfat dan senyawa sulfur yang teroksidasi sebagai penerima elektron akhir dalam metabolisme dan mengekskresi sulfida sebagaimana digambarkan pada reaksi berikut. SO H + S H 2 O Sulfida yang diekskresikan adalah produk ionisasi dari hidrogen sulfida dan berperan dalam keseimbangan sebagai berikut. H 2 S = HS - + H + HS = S 2- + H + Nilai ph mengatur distribusi total sulfur yang tereduksi diantara jenisnya. Hidrogen sulfida yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap ikan, tetapi ion yang dihasilkan dari disosiasinya kurang begitu toksik (Boyd, 1990). bakteri SO bahan organik S 2- + H 2 O + CO 2 S H+ anaerob H 2 S

25 13 Bakteri heterotrof juga dapat mereduksi sulfite (SO 2-3 ), tiosulfat (S 2 O 2-3 ), hiposulfat (S 2 O 2-4 ), dan unsur sulfur menjadi hirogen sulfide (H 2 S). Pada ph 9, sebagian besar sulfur (99%) berada dalam bentuk ion HS -. Pada kondisi ini jumlah H 2 S sangat sedikit dan permasalahan bau tidak muncul. Ion sulfida berada pada ph yang sangat tinggi, yakni mendekati 14, dan tidak ditemukan pada perairan alami. Pada ph < 8 kesetimbangan bergeser pada pembentukan H 2 S yang tak terionisasi. Pada ph 5, sekitar 99% sulfur terdapat dalam bentuk H 2 S. Pada kondisi ini, tekanan parsial H 2 S dapat menimbulkan permasalahan bau yang cukup serius. H 2 S bersifat mudah larut, toksik, dan menimbulkan bau seperti telur busuk. Oleh karena itu, toksisitas H 2 S meningkat dengan penurunan nilai ph (Effendi,2003). Tabel 2. Persentase hydrogen sulfida terhadap sulfida total pada berbagai ph dan suhu (Boyd, 1990) Suhu ( o C ) ph Kadar sulfat yang melebihi 500 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem pencernaan. Sulfida total (H 2 S, HS -, dan S 2- ) yang terdapat di sekitar dasar perairan banyak mengandung deposit lumpur (sludge) mencapai 0,7 mg/liter, sedangkan pada kolom air biasanya berkisar antara 0,02 0,1 mg/liter. Kadar sulfida total kurang dari 0,002 dianggap tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup organisme akuatik (Effendi, 2003 ). Untuk mengatasi beberapa masalah kualitas air di atas, maka diperlukan filter air yang mampu mengurangi keberadaan bahan pencemar seperti amoniak dan hidrogen sulfida.

26 Kegunaan Zeolit sebagai Filter Air Pengolahan air secara kimia dan biologi merupakan dua cara yang tepat untuk mengurangi keberadaan bahan pencemar yang terlarut dalam air. Filter kimia bekerja dengan menangkap bahan terlarut dalam air. Filter kimia dapat melakukan fungsinya dengan tiga cara yaitu serapan (absorbsi), jerapan (adsorpsi) dan pertukaran ion. Absorbsi merupakan suatu proses dimana suatu pertikel terperangkap ke dalam struktur suatu media karena pori-pori yang dimilikinya. Adsorpsi adalah proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan akibat dari adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda (gaya Van der Waals). Sedangkan pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang terjerap pada suatu permukaan media filter ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam air (Anonim, 2002). Zeolit sebagai filter kimia dapat digunakan dalam proses penyerapan gas seperti gas rumah kaca (NH 3, CO 2, H 2 S, SO 2, SO 3 dan NOx), gas organik CS 2, CH 4, CH 3 CN, CH 3 OH, termasuk pirogas dan fraksi etana/etilen, pemurnian udara bersih mengandung O 2, penyerapan gas N 2 dari udara sehingga meningkatkan kemurnian O 2 di udara (Las, 2008). Zeolit ditemukan pertama kali pada 1756 oleh Cronstedt seorang ahli mineral dari Swedia. Zeolit berasal dari bahasa Yunani yang berarti Zeo = didih dan Lite = batuan, dan didefinisikan oleh Smith pada tahun 1984 yaitu berupa mineral dengan struktur kristal alumino silikat berbentuk frame work (sangkar) 3 dimensi, mempunyai rongga dan saluran serta mengandung kation logam Na, K, Mg, Ca, Fe serta molekul air. Mineral zeolit banyak terdapat di sekitar gunung berapi atau mengendap pada daerah panas. Jenis zeolit alam diantaranya klinoptilolit, modernit, filipsit, kabasit dan erionit (Las, 2008) Dalam fungsinya sebagai filter kimia, zeolit bekerja dengan memanfaatkan kemampuan pertukaran ion. Zeolit adalah penukar kation yang efektif, yang memiliki nilai KTK (kemampuan tukar kation) sebesar cmol c /kg. Terdapat berbagai macam zeolit dengan klinoptilolit memiliki afinitas yang tinggi terhadap amoiak dan telah berhasil digunakan sebagai pembersih amoniak pada sistem akuakultur air tawar. Ketika air buangan melewati zat ini, ion-ion tertentu pada air buangan tersebut melakukan pertukaran dengan ion-ion pada zat tersebut, karena memiliki afinitas yang kuat terhadap zat tersebut. Jorgensen et al. dalam Spotte (1970) menyatakan bahwa klinoptilolit merupakan kombinasi dari penukar ion dan penyerap ion dengan titik jenuh sekitar 8,0 mmol NH 3

27 15 per100 gram zeolit alam. Ukuran zeolit sangat berpengaruh terhadap daya serapnya. Ukuran zeolit mempengaruhi kapasitas tukar ion dari zeolit, karena ukuran yang kecil memiliki luas bidang tukar yang lebih besar daripada yang berukuran besar pada berat total yang sama. Penggunaan zeolit sebagai penyerap amoniak memang sangat efektif, sebab zeolit dalam bekerja tidak bergantung pada suhu, ph dan tidak terpengaruh oleh desinfektan dan zat kemoterapik. Dalam pengangkutan ikan sistem tertutup kegunaan zeolit terutama adalah sebagai penyerap ion NH + 4. Penyerapan ion NH + 4 adalah pertukaran ion NH + 4.dengan Ca 2+ atau Na + atau ionion lainnya sehingga dapat menetralkan racun hasil metabolisme. Aktiviasi zeolit dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan asam (H 2 SO 4 ), basa (NaOH) dan pemanasan. Zeolit yang telah jenuh oleh NH4 + dapat digenerasi pada suhu 105º C dan akan melepaskan NH 3. Urutan kerja aktiviasi zeolit antara lain, zeolit ditimbang sebanyak 100 gram di dalam gelas piala, kemudian ditambahkan 1000 ml larutan pengaktif (NaOH) dan diaduk dengan pengaduk dari plastik selama 4 jam. Setelah itu dicuci dengan air suling hingga bau NaOH hilang. Tahap terakhir zeolit dikeringkan pada temperatur 105 o C (Anwar, 1989). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan zeolit sebagai filter kimia. Perlakuan pemberian 10 gram zeolit dan 10 gram karbon aktif dengan suhu ± 20 o C pada sistem pengepakan tertutup ikan Corydoras aenus dengan kepadatan 40 ekor per liter mampu menekan kadar total ammonia nitrogen dan amonia takterionisasi hingga jam ke-120 sampai pada tingkat konsentrasi yang aman bagi ikan yaitu di bawah 0,01 mg/l (Ardyanti, 2007). Pada sistem tertutup dengan penambahan zeolit, jumlah benih ikan yang diangkut dapat ditingkatkan 20-25% dengan menggunakan zeolit minimal setengah dari total berat tubuh (Coger dan Turner, 1985 dalam Anwar 1989). Air yang mengandung TAN 0,107 mg/l dapat diturunkan hingga mencapai konsentrasi 0 mg/l dalam 295 detik atau sekitar 5 menit. Dalam waktu 1 jam zeolit dengan berat 10 g mampu menurunkan kandungan TAN sampai 1,2 mg/l (Syauqi, 2009). Pada uji kapasitas, zeolit sebanyak 10 gram per 0.5 liter atau 20 g/l dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi amonia yang terakumulasi hingga 0.1 mg/l selama 1 jam (Supendi, 2006).

28 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Mei sampai Juni 2008 di PT. Inti Kapuas International Tbk. Pontianak, Kalimantan Barat. Perusahaan ini memiliki unit riset dan pengembangan di Kecamatan Kumpai, Pontianak, Kalimantan Barat (Lampiran 1) Tahapan pelaksanaan penelitian dapat terlihat pada tabel berikut. Tabel 3. Tahapan kegiatan penelitian Efektifitas Penambahan Zeolit terhadap Kinerja Filter Air dalam Sistem Resirkulasi pada Pemeliharaan Ikan Arwana Sceleropages formosus di Akuarium No. Kegiatan Waktu 1. Observasi lapang dan sosialisasi Maret 2. Praktek lapang (mengikuti kegiatan di beberapa tambak) dan studi masalah. 3. Persiapan penelitian dan penelitian (masa pemeliharaan arwana dengan perlakuan penambahan zeolit) 4. Penyusunan laporan dan evaluasi dari tim riset dan pengembangan PT. Inti Kapuas International April Mei-Juni Juli 3.2 Rancangan Percobaan dan Rancangan Perlakuan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap), yaitu 3 perlakuan dan masing-masing diberi 3 kali ulangan. Model rancangannya adalah : yij= µ + τ i+ Σij Yij = ulangan ke j akibat perlakuan ke-i µ = nilai tengah τi = pengaruh perlakuan ke-i ij = galat Perlakuan yang diterapkan adalah penambahan zeolit pada filter akuarium sebanyak 0.6 kg, 1.2 kg dan 1.8 kg. 3.3 Persiapan Wadah dan Filter Wadah yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran panjang 118 cm,, lebar 57.5 cm, tinggi 49.5 cm, dengan volume air liter (ketinggian air 35 cm). Tiap akuarium dilengkapi dengan filter air berbentuk talang. Filter yang

29 17 digunakan mencakup filter fisik (kapas), filter kimia (arang aktif dan zeolit), dan filter biologi (bio ball dan bio foam). Pompa yang digunakan adalah tipe P3000 dengan daya 38 watt, memiliki kekuatan hisap hingga ketinggian 2 m, debit 0.67 liter/detik atau 2400 liter/jam dan kecepatan arus 0.13 m/detik. Air yang digunakan berasal dari Sungai Kapuas yang telah ditampung dalam kolam penampungan dan telah melalui proses pengolahan antara lain penambahan kaporit, pemberian PAC (poly aluminium chloride) untuk proses pengendapan, penggaraman, dan penyinaran dengan sinar UV. Dosis kaporit yang diberikan adalah 3, 5 atau 7 ppm. Penambahan PAC dosis yang diberikan ppm dan penggaraman dengan dosis 0.2 ppt. Proses pengendapan dengan PAC biasanya membutuhkan waktu 12 jam. Penyinaran dengan sinar UV dilakukan selama air ditampung di tandon atau + 24 jam. Akuarium dan peralatan dicuci bersih dan didesinfeksi menggunakan alkohol, kemudian dibilas menggunakan air, dan dikeringkan. Akuarium dan peralatan direndam air selama 24 jam untuk menetralisir kandungan alkohol yang telah disemprotkan, setelah itu air rendaman dibuang dan diganti air baru hingga volume 75 % dari volume total, atau setinggi 35 cm. Pompa dinyalakan agar proses resirkulasi air melalui talang filter dapat berjalan. Instalasi talang filter dipasang di atas akuarium, kemudian talang filter dihubungkan dengan pompa air menggunakan pipa. Setelah intalasi talang filter dan pompa terpasang, kemudian dimasukkan komponen filter pada talang filter dari inlet ke outlet berurutan: 1) kapas, 2) karbon aktif, 3) zeolit, 4) bio foam, 5) bio ball (Gambar 4 dan 5).

30 18 Bio foam zeolit kapas filter Bio ball Arang aktif Keterangan gambar : empat lapis kapas, satu kantung arang aktif dengan bobot 0.8 kg, satu kantung zeolit dengan bobot 0.6 kg, bio ball sebanyak 30 buah dan dua lapis bio foam Gambar 3. Penyusunan komponen filter air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus dalam akuarium Sekat kaca Bio foam bio ball zeolit arang aktif kapas Kaca penyangga Keterangan gambar : Tanda panah biru menunjukkan arah aliran air pada talang filter. Gambar 4. Arah aliran air dan proses filtrasi air pada talang filter akuarium pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus.

31 19 2 Bio foam bio ball zeolit arang aktif kapas 3 1 Keterangan gambar : air dari akuarium disedot oleh pompa air yang telah dihubungkan menggunakan pipa menuju talang filter (1), air masuk ke dalam talang filter untuk proses filtrasi. Komponen filter pada talang filter yaitu berturut-turut kapas yang berfungsi sebagai filter fisik, karbon aktif dan zeolit sebagai filter kimia, dan bio ball dan bio foam yang berfungsi sebagai filter biologi (2), Air yang telah melalui proses filtrasi kembali masuk ke dalam akuarium (3). Gambar 5. Proses filtrasi air pada talang filter akuarium pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Gambar 6. Akuarium pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus

32 20 Perlakuan yang diberikan : 1. Perlakuan 1 sebagai kontrol (sesuai dengan standar yang digunakan di warehouse/gudang tempat pemeliharaan arwana di akuarium ) menggunakan 0.6 kg zeolit 2. Perlakuan 2 menggunakan zeolit sebanyak 1.2 kg 3. Perlakuan 3 menggunakan zeolit sebanyak 1.8 kg Pada gambar 6 menunjukkan akuarium pemeliharaan yang digunakan selama masa penelitian. Keseluruhan akuarium berjumlah 9 unit, untuk 3 perlakuan dengan masing-masing perlakukan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali dengan kepadatan ikan yang digunakan adalah 3 ekor/akuarium Pemeliharaan Ikan Ikan yg digunakan adalah ikan arwana Scleropages formosus jenis Green. Bobot rata-rata ikan arwana yang ditebar adalah 478 g, sedangkan panjang rataratanya adalah 36.4 cm. Jumlah ikan ditebar 27 ekor dengan kepadatan 3 ekor/akuarium. Pakan yang diberikan adalah katak sawah (Rana tigrina). Waktu pemberian pakan pada siang hari antara pukul , dengan cara pemberian at satiation (tingkat kepuasan ikan/hingga ikan kenyang). Penyifonan dilakukan setiap pagi hari antara pukul Penggantian air dilakukan setiap dua hari sekali, dengan volume sebanyak 67.9 liter (10 cm). Sumber air pengganti berasal dari Sungai Kapuas. Air sungai dipompa dan ditampung ke dalam kolam penampungan. Air dari kolam penampungan kemudian diolah untuk menjadi air yang lebih steril dengan proses filtrasi dengan filter fisik (pasir, kapas), kimia (zeolit, arang aktif) dan biologi (bio ball), pemberian PAC, kaporit, penggaraman, dan sinar UV. 3.5 Pengambilan Contoh Pengukuran bobot dan panjang ikan dilakukan pada saat awal tebar dan akhir dari pemeliharaan. Keseluruhan ikan yang dipelihara ditimbang bobot dan diukur panjang totalnya. Sehari sebelum dan sesudah pengukuran panjang dan bobot, ikan dipuasakan. Sebelum dilakukan pengukuran, ikan dipingsankan terlebih dahulu. Untuk persiapan pembiusan disiapkan dua kotak sterofoam berukuran 100x50 cm. Satu kotak digunakan sebagai tempat pembiusan yang diisi air dengan volume setengah dari tinggi kotak (25 cm). Sedangkan kotak

33 21 yang lain digunakan untuk penyadaran ikan kembali. Untuk proses penyadaran ikan setelah dipingsankan, diberikan tambahan aerasi untuk membantu proses difusi oksigen. Ikan ditangkap menggunakan plastik packing satu persatu. Setelah ditangkap, ikan dimasukkan dalam kotak pembiusan yang telah diberi obat bius (aquatan). Tidak ada dosis khusus untuk pembiusan, namun biasanya untuk satu kotak sterofoam dengan volume air setengah dari volume total diberikan obat bius sebanyak dua tutup botol aquatan (+ 40 ml). Setelah pingsan ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan kue dengan kapasitas maksimal 1 kilogram, yang telah diberi alas plastik di atasnya sebagai tempat untuk meletakkan ikan. Setelah ditimbang ikan dimasukkan ke dalam kotak penyadaran kemudian diukur panjang total tubuhnya dengan menggunakan mistar dengan ketelitian 1 mm. Untuk mengambil contoh air, digunakan botol air mineral dengan volume 600 ml. Air contoh tersebut diukur dalam laboratorium. Pengambilan air sampel untuk mengukur ph dilakukan sebanyak dua kali setiap hari yaitu pada pukul 04.00, dan 18.00, sedangkan untuk mengukur nilai TAN dan H 2 S dilakukan setiap dua hari sekali pada pukul dan Pengamatan suhu dilakukan setiap pukul 04.00, dan Pengukuran kandungan oksigen terlarut (DO) dan CO 2 dilakukan setiap empat jam sekali selama dua hari di akhir masa penelitian. Pengambilan air sampel untuk uji kandungan DO dan CO 2 menggunakan botol BOD kemudian dilakukan pengukuran DO dengan metode Winkler menggunakan pereaksi MnSO 4, KOH-KI, H 2 SO 4 pekat, Na 2 S 2 O 3 (Na-tiosulfat) dan amilum. Sedangkan untuk uji kandungan CO 2 menggunakan indikator fenolftalein dan titrasinaco 3. a. Laju pertumbuhan bobot harian Lama pemeliharaan ikan adalah 28 hari. Sampling ikan untuk pengukuran panjang dan bobot adalah pada awal dan akhir penelitian. Seluruh ikan yang dipelihara ditimbang bobotnya.

34 22 Hasil sampling bobot ikan arwana digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan bobot harian spesifik melalui rumus ( Zonneveld et al., 1991 ) : α = Wt Wo ( t 1 ) x100% α = laju pertumbuhan bobot harian ( %) Wt = bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan ( g ) Wo = bobot rata-rata ikan pada awal pemeliharaan ( g ) t = waktu ( hari ) b. Laju Pertumbuhan panjang harian Panjang mutlak ikan diukur dengan menggunakan mistar dengan ketelitian hingga 1 mm. Panjang tubuh diukur dari ujung mulut sampai ujung ekor (panjang total). Pada saat pengukuran ikan tetap berada dalam air. Keseluruhan ikan yang dipelihara diukur panjangnya. Hasil sampling panjang mutlak ikan digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan panjang harian dihitung dengan menggunakan rumus: α L = Lt - Lo, dengan : α L = laju pertumbuhan panjang harian ( cm/hari ) Lt = panjang akhir (cm) Lo = panjang awal (cm). c. Kelangsungan hidup Pengamatan jumlah ikan dilakukan setiap hari. Pada akhir pemeliharaan dilakukan penghitungan populasi ikan dari setiap akuarium untuk menghitung kelangsungan hidup, dengan rumus (Zonneveld, et al., 1991) : SR (%) = Nt x 100%, dengan : No SR (survival rate) = kelangsungan hidup ( % ) Nt = jumlah ikan pada akhir pemeliharaan ( ekor ) No = jumlah ikan pada awal pemeliharaan ( ekor )

35 23 d. Efisiensi Pakan Sampling bobot ikan, pengamatan jumlah ikan digunakan untuk menghitung efisiensi pakan. Nilai efisiensi pakan dihitung dengan menggunakan rumus (Zonneveld et al., 1991) : EP = jumlah pakan total x 100 Kenaikan bobot e. Pengukuran Fisika-Kimia Air Pengamatan dan pengukuran dilakukan di laboratorium air PT. Inti Kapuas International Tbk. Parameter yang diukur adalah suhu, DO, ph, TAN (total ammonium nitrogen), dan sulfid total. Pengukuran suhu dan ph setiap hari yaitu pada pukul 04.00, dan untuk suhu, sedangkan pengukuran ph pada pukul dan Pengamatan nilai TAN dan total Sulfide dilakukan tiap dua hari sekali pada pukul Untuk pengukuran DO dilakukan pada akhir masa pemeliharaan selama dua hari dengan pengamatan setiap empat jam sekali. Tabel 4. Metode pengukuran kualitas air selama masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus yang diberi perlakuan penambahan zeolit 0.6, 1.2 dan 1.8 kg Fisika-Kimia Air Satuan Metode Alat Suhu o C - Termometer DO mg/liter titimetri - CO 2 mg/liter titimetri - ph - - ph meter Sulfide total mg/liter - Spektrometer TAN mg/liter - Spektrometer Pengukuran TAN (total ammonium nitrogen) menggunakan spektrometer HACH DR 2800, dengan metode Nessler. Reagen yang digunakan antara lain akuades untuk larutan blanko, mineral stabilizer, polyvinyl alkohol, dan Nessler reagen. Pengukuran sulfid total menggunakan spectrometer HACH DR 2800, dengan metode methylene blue (uji total Sulfida, H2S, HS - dan metal sulfid tertentu). Reagen yang digunakan antara lain akuades untuk larutan blanko, sulfid 1 reagen dan sulfid 2 reagen. Pengukuran DO dengan titrasi menggunakan pereaksi MnSO 4, KOH-KI, H 2 SO 4 pekat, Na 2 S 2 O 3 (Na-tiosulfat) dan amilum, sedangkan untuk uji kandungan CO 2 menggunakan indikator fenolftalein dan titrasi NaCO 3 (natrium karbonat).

36 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Fisika Kimia Air Parameter kualitas air yang diamati selama masa pemeliharaan antara lain ph, H 2 S, suhu dan amonia. Pengambilan sampel air untuk mengamati keempat parameter kualitas air tersebut dilakukan setiap dua hari sekali. Untuk parameter kandungan oksigen terlarut (DO) dan karbondioksida diamati setiap empat jam sekali selama dua hari. Tabel 5. Kualitas air sebelum dan sesudah melewati talang filter akuarium pemeliharaan arwana Sceleropages formosus dengan perlakuan penambahan zeolit 0.6, 1.2 dan 1.8 kg sebelum sesudah Perlakuan ulangan suhu ph NH3 suhu ph NH

37 minggu keamoniak (mg/l) kg zeolit 1.2 kg zeolit 1.8 kg zeolit Gambar 7. Fluktuasi nilai amoniak tiap minggu selama 28 hari masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Dari histogram terlihat bahwa nilai amoniak tertinggi terjadi pada perlakuan 0.6 kg zeolit di minggu pertama pemeliharaan dengan nilai sebesar mg/l. Kisaran nilai amoniak selama masa pemeliharaan adalah antara mg/l. Konsentrasi amoniak di perairan cenderung mengalami penurunan dengan adanya penambahan zeolit filter T A N (m g /l) kg zeolit 1.2 kg zeolit 1.8 kg zeolit minggu ke- Gambar 8. Fluktuasi nilai TAN tiap minggu selama 28 hari masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Dari histogram terlihat nilai TAN tertinggi terjadi pada perlakuan 0.6 kg zeolit di minggu keempat pemeliharaan dengan nilai sebesar 3.08 mg/l. Kisaran

38 26 nilai amoniak selama masa pemeliharaan adalah antara mg/l. Konsentrasi TAN di perairan cenderung mengalami penurunan dengan adanya penambahan zeolit filter minggu kehidrogen sulfida (mg/l) kg zeolit 1.2 kg zeolit 1.8 kg zeolit Gambar 9. Fluktuasi nilai hidrogen sulfida tiap minggu selama 28 hari masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Dari histogram di atas terlihat bahwa nilai hidrogen sulfida berkisar antara mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan ke 1.2 kg zeolit di minggu kedua pemeliharaan yaitu sebesar mg/l, dan nilai terendah terdapat pada perlakuan 1.8 zeolit di minggu pertama pemeliharaan yaitu sebesar mg/l.

39 minggu keph kg zeolit 1.2 kg zeolit 1.8 kg zeolit Gambar 10. Fluktuasi nilai ph tiap minggu selama 28 hari masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Nilai ph selama masa pemeliharaan yang terlihat dari histogram di atas berkisar antara Nilai ph terendah terjadi pada perlakuan 1.8 kg zeolit di minggu keempat pemeliharaan, dan nilai ph tertinggi juga terjadi pada perlakuan 1.8 kg zeolit di minggu pertama pemeliharaan jam keoksigen terlarut (mg/l) zeolit 0.6 kg zeolit 1.2 kg zeolit 1.8 kg :00 22:00 2:00 6:00 10:00 14:00 18:00 22:00 2:00 6:00 10:00 14:00 18:00 Gambar 11. Fluktuasi nilai DO di akhir masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Pengamatan setiap 4 jam sekali terhadap fluktuasi nilai DO di 48 jam akhir masa pemeliharaan terlihat bahwa perlakuan 1.8 kg zeolit memiliki kisaran nilai DO tertinggi yaitu antara mg/l. Dari grafik terlihat bahwa dengan adanya penambahan zeolit, nilai DO cenderung mengalami peningkatan.

40 jam kekarbondioksida (mg/l) zeolit 0.6 kg zeolit 1.2 kg zeolit 1.8 kg :00 22:00 2:00 6:00 10:00 14:00 18:00 22:00 2:00 6:00 10:00 14:00 18:00 Gambar 12. Fluktuasi nilai karbondioksida di akhir masa pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus Pengamatan setiap 4 jam sekali terhadap fluktuasi nilai CO 2 di 48 jam akhir masa pemeliharaan terlihat bahwa perlakuan 0.6 kg zeolit memiliki kisaran nilai CO 2 tertinggi yaitu antara mg/l. Dari grafik terlihat bahwa dengan adanya penambahan zeolit, nilai CO 2 cenderung semakin rendah Pertumbuhan Panjang Mutlak Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh data pertumbuhan panjang mutlak berkisar antara 0.55 cm hingga 0.97 cm, sedangkan panjang rata-rata akhir ikan berkisar antara hingga cm. Perbedaan jumlah zeolit pada talang filter akuarium pemeliharaan ikan arwana ternyata tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak ikan arwana (p>0.05).

41 29 pertumbuhan panjang mutlak (cm) jumlah zeolit (kilogram) Gambar 13. Pertumbuhan panjang mutlak (cm) ikan arwana Scleropages formosus dipelihara dengan jumlah zeolit filter 0.6, 1.2 dan 1.8 kg selama 28 hari Laju Pertumbuhan Bobot Harian Hasil pengamatan laju pertumbuhan bobot harian selama masa pemeliharaan berkisar antara 0.50% hingga 0.69%. Bobot akhir yang diperoleh pada percobaan berkisar antara hingga 620 gram. Perbedaan jumlah zeolit pada talang filter akuarium ikan arwana ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian ikan arwana (p>0.05). laju pertumbuhan bobot harian (%) jumlah zeolit (kilogram) Gambar 14. Laju pertumbuhan bobot harian (%) ikan arwana Scleropages formosus dipelihara dengan jumlah zeolit filter 0.6, 1.2 dan 1.8 kg selama 28 hari.

42 Kelangsungan Hidup Berdasarkan jumlah individu yang hidup selama masa pemeliharaan, kelangsungan hidup ikan arwana yang dipelihara dengan jumlah zeolit 0.6, 1.2 dan 1.8 kilogram memberikan nilai kelangsungan hidup yang sama yaitu sebesar 100%. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perbedaan jumlah zeolit pada talang filter akuarium tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) SR (%) jumlah zeolit (kg) Gambar 15. Kelangsungan hidup (%) ikan arwana Scleropages formosus dipelihara dengan jumlah zeolit filter 0.6, 1.2 dan 1.8 kg selama 28 hari Efisiensi Pakan Berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi ikan selama masa pemeliharaan, nilai efisiensi pakan yang didapat untuk setiap perlakuan berkisar antara 23.64% hingga 24.10%. Ikan arwana yang dipelihara dengan jumlah zeolit pada talang filter akuarium berbeda ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap efisiensi pakan ikan arwana (p>0.05)

43 efisiensi pakan (%) jumlah zeolit (kilogram) Gambar 16. Efisiensi pakan (%) ikan arwana Scleropages formosus dipelihara dengan jumlah zeolit filter 0.6, 1.2 dan 1.8 kg selama 28 hari. 4.2 Pembahasan Dalam akuakultur (budidaya perairan), tiga komponen utama yang terlibat di dalamnya adalah biota yang dipelihara (ikan), lingkungan (media pemeliharaan) dan pakan. Lingkungan akan memberikan pengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan. Oleh karena itu, air sebagai media hidup ikan harus terjaga kualitasnya. Kualitas air yang baik merupakan syarat utama untuk kelangsungan hidup ikan. Kualitas air akan mempengaruhi secara langsung terhadap fungsi fisiologis yang ada di dalam tubuh ikan. Ikan mempunyai kemampuan osmoregulasi untuk mempertahankan keseimbangan fungsi fisiologis tubuhnya. Ikan akan dapat bertahan hidup apabila kualitas air pemeliharaan berada pada kondisi optimal dan akan dapat mengakibatkan kematian apabila kualitas air berada pada kondisi buruk karena dapat menggangu proses fisiologis seperti metabolisme, pernafasan dan pencernaan. Selain berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup ikan, secara tidak langsung kualitas air juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran, baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu (Effendie, 1997). Apabila kualitas air berada pada kondisi optimal untuk hidup ikan dan fungsi fisiologis berjalan dengan baik, maka energi yang diperoleh dari pakan akan dapat digunakan untuk pertumbuhan. Jika kualitas air buruk, energi dari pakan yang diperoleh akan banyak digunakan untuk proses osmoregulas sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat. Oleh karena itu, seringkali ditemukan pada kondisi

44 32 perairan yang buruk ikan dapat hidup namun pertumbuhan sangat lambat atau bahkan tidak mengalami pertumbuhan. Hasil uji kualitas air pada penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak zeolit yang digunakan, kualitas air pemeliharaan juga cenderung lebih baik. Untuk parameter amoniak terlihat pada gambar 7 bahwa zeolit sebanyak 1.8 kg memberikan nilai amoniak terendah dibandingkan dua perlakuan yang lain. Kandungan amoniak media pemeliharaan ikan arwana cenderung menurun dengan bertambahnya umur pemeliharaan (Gambar 7). Kandungan amoniak mencapai level tertinggi untuk keseluruhan perlakuan pada minggu pertama penelitian dengan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan 0.6 kg zeolit yaitu sebesar mg/l. Pada minggu ketiga dan keempat pemeliharaan nilai amoniak menurun hingga 0 mg/l (Gambar 7). Hal ini dipengaruhi oleh nilai ph yang juga mengalami penurunan sejak minggu kedua. Pada ph < 7, gas amoniak tereduksi menjadi ion amonium, sehingga nilai yang terhitung hanya dalam nilai TAN. Pada gambar 8 terlihat nilai TAN mengalami kenaikan pada minggu ketiga dan keempat masa pemeliharaan. Nilai amoniak berbanding lurus dengan nilai ph. Semakin tinggi nilai ph, maka amonium yang terbentuk di perairan terdapat dalam bentukan amonium tak terionisasi atau amoniak (Boyd, 1990). Pada gambar 7 dan 8 terlihat bahwa dengan bertambahnya jumlah zeolit maka terjadi peningkatan penyerapan amoniak dan TAN. Nilai amoniak dan TAN cenderung mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Las (2008), zeolit sebagai filter kimia dapat digunakan dalam proses penyerapan gas seperti gas rumah kaca (NH 3, CO 2, H 2 S, SO 2, SO 3 dan NOx), gas organik CS 2, CH 4, CH 3 CN, CH 3 OH, termasuk pirogas dan fraksi etana/etilen, pemurnian udara bersih mengandung O 2, penyerapan gas N 2 dari udara sehingga meningkatkan kemurnian O 2 di udara. Penggunaan zeolit sebagai penyerap amoniak memang sangat efektif, sebab zeolit dalam bekerja tidak bergantung pada suhu, ph dan tidak terpengaruh oleh desinfektan dan zat kemoterapik Pada gambar 9 terlihat bahwa dengan bertambahnya masa pemeliharaan, nilai H 2 S cenderung mengalami peningkatan. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh peningkatan limbah organik dari buangan metabolit dan sisa pakan yang terakumulasi di perairan dan nilai ph yang mengalami penurunan. Nilai ph berbanding terbalik terhadap kandungan hidrogen sulfida (H 2 S) dalam air. Pada ph < 8 kesetimbangan bergeser pada pembentukan H 2 S yang tak terionisasi. Pada ph 5, sekitar 99% sulfur terdapat dalam bentuk H 2 S. Pada kondisi ini,

45 33 tekanan parsial H 2 S dapat menimbulkan permasalahan bau yang cukup serius, bersifat mudah larut, toksik, dan menimbulkan bau seperti telur busuk. Oleh karena itu, toksisitas H 2 S meningkat dengan penurunan nilai ph (Effendi, 2003). Penambahan jumlah zeolit berpengaruh terhadap penyerapan H 2 S. Hasil pengukuran terhadap nilai H 2 S menunjukkan bahwa zeolit sebanyak 1.8 kg cenderung memiliki nilai paling rendah dibandingkan dua perlakuan yang lain (Gambar 9). Dalam hal fauna laut, zeolit berperan sebagai pengontol ph air dan penyerap NH 3 NO 3 - dan H 2 S, filter air masuk ke tambak, pengontrol kandungan alkali, oksigen dan perbaikan lahan dasar tambak melalui penyerapan logam berat Pb, Fe, Hg, Sn, Bi dan As (Las, 2008). Pengamatan terhadap fluktuasi nilai karbondioksida setiap 4 jam sekali selama 48 jam pengamatan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penyerapan karbondioksida dengan penambahan jumlah zeolit. Semakin tinggi jumlah zeolit yang digunakan, nilai karbondioksida cenderung semakin rendah (Gambar 12). Pada gambar 11 terlihat bahwa nilai kandungan oksigen terlarut tidak terlalu berfluktuasi, namun penambahan zeolit cenderung meningkatkan kandungan oksigen terlarut. Nilai DO yang tidak terlalu berfluktuasi ini kemungkinan disebabkan karena pemberian aerasi yang kuat dan kontinyu pada akuarium pemeliharaan sehingga nilai DO relatif stabil. Nilai parameter kualitas air sangat dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi ikan. Semakin banyak pakan yang dikonsumsi maka kemungkinan kualitas air akan semakin memburuk karena disebabkan sisa pakan dan buangan metabolit ikan. Tabel 6. Jumlah pakan total ikan arwana Sceleropages formosus yang dihabiskan tiap minggu selama masa pemeliharaan minggu ke- Perlakuan total Dari pengamatan efisiensi biologis selama masa pemeliharaan, perbedaan jumlah zeolit yaitu sebesar 0.6, 1.2 dan 1.8 kg pada filter akuarium ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot harian, efisiensi pakan dan kelangsungan hidup ikan arwana. Pada penelitian ini kualitas air berada dalam kisaran yang masih dapat ditoleransi oleh ikan arwana baik untuk hidup maupun untuk tumbuh,

46 34 begitu juga dengan jumlah pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ikan arwana (at satiation), sementara buangan metabolit diantisipasi dengan penggunaan sistem resirkulasi. Kisaran kualitas air dari beberapa parameter yang diamati ternyata masih dalam batas yang dapat ditoleransi oleh ikan arwana. Suhu selama pemeliharaan berkisar antara o C (Lampiran 15). Kisaran suhu ini masih berada dalam batas optimum untuk hidup ikan arwana. Untuk nilai ph berkisar antara (Lampiran 15). Ikan arwana dapat bertahan hidup pada ph yang cenderung asam. Kisaran nilai ph yang baik untuk hidup ikan arwana adalah Kisaran amoniak dan hidrogen sulfida yang diperoleh selama penelitian adalah mg/l dan mg/l (Lampiran 15). Kisaran kandungan amoniak dan hidrogen sulfida ini juga masih berada di bawah kondisi yang berbahaya untuk hidup ikan, yaitu amoniak < 0.2 mg /l dan hidrogen sulfida 0.02 mg/l. Kisaran nilai kandungan oksigen terlarut (DO) adalah mg/l (Lampiran 15). Pemeliharaan dilakukan dalam akuarium ikan arwana dan pada ruang tertutup serta pemberian aerasi yang kontinu, nilai DO tidak terlalu fluktuatif dan masih berada pada kisaran yang dapat ditoleransi oleh ikan.

47 35 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari percobaan ini diiketahui bahwa penambahan zeolit pada filter air pemeliharaan ikan arwana Sceleropages formosus dalam akuarium dapat meningkatkan penyerapan amoniak, hidrogen sulfida dan karbondioksida. Semakin banyak zeolit yang digunakan, kualitas air pemeliharaan juga cenderung lebih baik. Hasil terbaik terdapat pada perlakuan zeolit 1.8 kg. Nilai amoniak tiap perlakuan di minggu terakhir pemeliharaan adalah 0.6 kg zeolit = 0.0 mg/l, 1.2 kg zeolit = 0.0 mg/l dan 1.8 kg zeolit = 0.0 mg/l. Untuk nilai TAN pada perlakuan 0.6 kg zeolit = 3.08 mg/l, 1.2 kg zeolit = 2.07 mg/l, 1.8 kg zeolit = 2.50 mg/l, dan nilai hidrogen sulfida tiap perlakuan di minggu terakhir masa pemeliharaan adalah 0.6 kg zeolit = mg/l, 1.2 kg zeolit = mg/l, 1.8 kg zeolit = mg/l. Penambahan zeolit dapat meningkatkan kandungan oksigen terlarut media pemeliharaan dan nafsu makan ikan arwana, kecuali pertumbuhan panjang dan bobot, kelangsungan hidup dan efisiensi pakan ikan arwana tidak terpengaruh oleh penambahan zeolit pada filter air. 5.2 Saran Dari hasil penelitian ini disarankan untuk menggunakan zeolit sebanyak 1.8 kg pada talang filter akuarium pemeliharaan arwana. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meningkatkan tingkat kepadatan ikan yang dipelihara, perbandingan zeolit yang lebih besar dan dilakukan pengamatan untuk parameter warna ikan.

48 36 DAFTAR PUSTAKA Alderton, D Aquarium and Pond Fish. DK Publishing. United States. Axelrod, et al Exotic Tropical Fishes. T.F.H. Publications, Inc. United States. Anonim Filter. O-FISH. [01/06/2008] Anonim Arowana Sceleropages formosus. [23/02/2008] Anonim Budidaya Ikan Arwana Sceleropages sp. [14/12/2007] Anonim Ikan Arwana Sceleropages formosus. [22/12/2008] Anwar, R Pengaruh Zeolit pada Pengangkutan Benih Ikan Gurame (Osphronemus gouramy). Karya Ilmiah. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Ardyanti, Yuanita Pemanfaatan Zeolit dan karbon Aktif pada Sistem Pengepakan Tertutup Ikan Corydoras, Corydoras aenus dengan Kepadatan Tinggi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor Boyd, C.E Water Quality Management in Ponds for Aquaculture. Birmingharm Publishing Co., Alabama. Ermansyah L, Ikbal, Zaelani DA, Kumaidi A Standard Operational Procedure (SOP) Arowana Sceleropages formosus Bagian Operasional Tambak dan Warehouse. PT. Inti Kapuas International, Tbk. Pontianak. Effendi, H Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Las, T Potensi Zeolit untuk Mengolah Limbah Industri dan Radioaktif. Abstrak. Institut Teknologi Indonesia. Serpong. Saanin, H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta. Jakarta. Schuster, W.H Local Common Names of Indonesian Fishes. W. Van Hoeve. Bandung.

49 37 Spotte S Fish and Invertebrate Culture : Water Management in Closed System, Wiley Intersci, Pub. New York. Stickney, RR Principal of Warmwater Aquaculture. John Wiley and Sons Inc. A wiley-interscience Publication. NY. USA. Supendi, A Pemanfaatan Zeolit dan Karbon Aktif pada Sistem Pengepakan Tertutup Ikan Corydoras Corydoras aenus. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Susanto, H Arwana. Penebar Swadaya. Jakarta. Syauqi, A Kelangsungan Hidup Benih Bawal Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier. pada Sistem Pengangkutan Tertutup dengan Padat Penebaran 43, 86 dan 129 ekor/liter. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Zonneveld, N., E.A. Huisnan & J.H.Boon Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 318 hal.

50 38 Lampiran 1. Peta Pontianak, Kalimantan Barat Sungai Landak Sungai Kapuas Keterangan gambar : Lokasi tambak PT. Inti Kapuas International yang berada disekitar Sungai Kapuas dan Sungai landak

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Metodologi penelitian sesuai dengan Supriyono, et al. (2010) yaitu tahap pendahuluan

Lebih terperinci

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA

PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PENGARUH TIGA CARA PENGOLAHAN TANAH TAMBAK TERHADAP PERTUMBUHAN UDANG VANAME Litopenaeus vannamei REZQI VELYAN SURYA KUSUMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 12/PERMEN-KP/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 12/PERMEN-KP/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PERMEN-KP/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA IKAN HIAS AROWANA SUPER RED (Scleropages formosus)/siluk DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah akuarium dengan dimensi 50 x 30 x 30 cm 3 untuk wadah pemeliharaan ikan, DO-meter, termometer, ph-meter, lakban, stoples bervolume 3 L,

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan utama. Pada tahap pendahuluan dilakukan penentuan kemampuan puasa ikan, tingkat konsumsi oksigen,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, oleh karena itu kualitas air perlu dipertahankan sesuai dengan peruntukannya, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DA PEMBAHASA

IV. HASIL DA PEMBAHASA IV. HASIL DA PEMBAHASA 4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan 4.1.1.1 Bobot Bobot rata-rata ikan patin pada akhir pemeliharaan cenderung bertambah pada setiap perlakuan dan berkisar antara 6,52±0,53 8,41±0,40 gram

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan yaitu : 1) Perlakuan A dengan pergantian air

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Resirkulasi Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan teknik budidaya yang menggunakan teknik akuakultur dengan kepadatan tinggi di dalam ruang tertutup

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fowler (1934) diacu oleh Murtejo (2010), susunan taksonomi

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fowler (1934) diacu oleh Murtejo (2010), susunan taksonomi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ikan Redfin (Epalzeorhynchos frenatum) Menurut Fowler (1934) diacu oleh Murtejo (2010), susunan taksonomi dari Redfin adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan. Perlakuan yang akan diterapkan yaitu pemakaian

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan September-Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset Ikan Hias Depok. Penelitian berlangsung pada tanggal 15 Agustus hingga 5 Oktober 2012. Penelitian diawali

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada April hingga Juni 2008. Isolasi dan identifikasi bakteri, cendawan serta parasit dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen

Lebih terperinci

KUALITAS AIR DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG KETAK (Harpiosquilla raphidea) YANG DIPELIHARA PADA WADAH MENGGUNAKAN SUBSTRAT DAN TANPA SUBSTRAT

KUALITAS AIR DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG KETAK (Harpiosquilla raphidea) YANG DIPELIHARA PADA WADAH MENGGUNAKAN SUBSTRAT DAN TANPA SUBSTRAT KUALITAS AIR DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG KETAK (Harpiosquilla raphidea) YANG DIPELIHARA PADA WADAH MENGGUNAKAN SUBSTRAT DAN TANPA SUBSTRAT M. Yusuf Arifin 1*, M. Sugihartono 1 1 Program Studi Budidaya

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nilem yang digunakan berasal dari Cijeruk. Pada penelitian ini digunakan ikan nilem berumur 4 minggu sebanyak 3.150 ekor dengan ukuran panjang 5,65 ± 0,62

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan

II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Tahap Penelitian 2.3 Alat dan Bahan Alat dan Bahan untuk Penentuan Kemampuan Puasa Ikan II. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2010. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Basah bagian Lingkungan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi terdapat kendala yang dapat menurunkan produksi berupa kematian budidaya ikan yang disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di

I. PENDAHULUAN. Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol dalam rangka mendapatkan keuntungan (profit). Salah satu produk akuakultur

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011 bertempat di BBPBL(Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut) Lampung. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu atom oksigen (O) yang berikatan secara kovalen yang sangat penting fungsinya. Dengan adanya penyediaan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Biofilter, Cherax quadricarinatus, Glochidia

ABSTRACT. Keywords : Biofilter, Cherax quadricarinatus, Glochidia Maintenance Juveniles of Freshwater Crayfish (Cherax quadricarinatus) Using Biofilter Kijing Taiwan (Anadonta woodiana, Lea) With System of Recirculation By Yunida Fakhraini 1), Rusliadi 2), Iskandar Putra

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah

II. BAHAN DAN METODE. Keterangan : Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu: a. Lama pemberian pakan berkarotenoid

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen. OLEH : Ir. SUPRATO Pendahuluan Budidaya lele telah berkembang sejak lama. Awalnya jenis ikan lele yang dibudidayakan adalah lele lokal (Clarias batrachus L.) dengan waktu pemeliharaan 6 8 bulan, dengan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M2 DAN RASIO SHELTER

PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M2 DAN RASIO SHELTER PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M 2 DAN RASIO SHELTER 1 DAN 0,5 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER AIR TAWAR, Cherax quadricarinatus Erik Sumbaga SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

Mengapa Air Sangat Penting?

Mengapa Air Sangat Penting? Mengapa Air Sangat Penting? Kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung pada air. Kita banyak menggunakan air untuk keperluan sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mencuci, 1 mandi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama.

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci