MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGA DAN KETAHANAN KELUARGA LANJUT USIA FASIH VIDIASTUTI SHOLIHAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGA DAN KETAHANAN KELUARGA LANJUT USIA FASIH VIDIASTUTI SHOLIHAH"

Transkripsi

1 MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGA DAN KETAHANAN KELUARGA LANJUT USIA FASIH VIDIASTUTI SHOLIHAH DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Manajemen Sumber Daya Keluarga dan Ketahanan Keluarga Lanjut Usia adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2013 Fasih Vidiastuti Sholihah NIM I

4

5 ABSTRACT FASIH VIDIASTUTI SHOLIHAH. Family Resources Management and Family Strength of Aging Family. Supervised by EUIS SUNARTI. This study is conducted to analyze the influence of family resource management (FRM) to family strength on aging families. The data was collected on June-July 2012 purposively at three villages (Ciherang, Cikarawang, and Babakan) which are included to five areas with the largest aging family populations in Bogor. Interviews were conducted on 34 early-elders (60-75 years old) who still have spouses and have no dependents. FRM was measured with human resource management, time management, and financial management of all phases of the family. Family strength was measured with physical strength, psychological strength, and social strength. The result showed that average of family strength aging families had performance by three-quarters of family strength ability (75% for physical strength, 68% for psychological strength, dan 83% for social strength). Performance index of FRM ability had only achieve half of FRM indicators (81% for human resource management, 19% for time management, and 71% for financial management). FRM had influence on family strength. Length of education and of marriage and percapita income had a significant positive influence on family strength. Keywords: aging family, family resource management, family strength ABSTRAK FASIH VIDIASTUTI SHOLIHAH. Manajemen Sumber Daya Keluarga dan Ketahanan Keluarga Lanjut Usia. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh manajemen sumber daya keluarga (MSDK) terhadap ketahanan keluarga lanjut usia (lansia). Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012 secara purposive di tiga desa (Desa Ciherang, Desa Cikarawang, dan Desa Babakan) yang termasuk lima wilayah dengan jumlah penduduk lansia terbesar di Kabupaten Bogor. Wawancara dilakukan kepada 34 lansia awal (60-75 tahun) yang masih memiliki pasangan dan tidak mempunyai tanggungan. MSDK diukur dengan manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan sepanjang tahapan keluarga. Ketahanan keluarga diukur dengan ketahanan fisik, ketahanan psikologis, dan ketahanan sosial. Hasil menunjukkan rataan capaian ketahanan keluarga sebesar tiga perempat dari kemampuan maksimum ketahanan keluarga (dengan rataan 75% ketahanan fisik, 68% ketahanan psikologis, dan 83% ketahanan sosial). Rataan capaian kemampuan MSDK hanya mencapai separuh dari indikator manajemen keluarga dalam penelitian ini (81% manajemen sumber daya manusia, 19% manajemen waktu, dan 71% manajemen keuangan). MSDK berpengaruh terhadap ketahanan keluarga. Selain itu, didapatkan lama pendidikan, lama menikah, dan pendapatan perkapita berpengaruh pula terhadap ketahanan keluarga. Kata kunci: lanjut usia, ketahanan keluarga, manajemen sumber daya keluarga

6

7 RINGKASAN FASIH VIDIASTUTI SHOLIHAH. Manajemen Sumber Daya Keluarga dan Ketahanan Keluarga Lanjut Usia. Dibimbing oleh EUIS SUNARTI. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga lanjut usia (lansia). Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) menganalisis manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan berdasarkan tahapan keluarga; 2) menganalisis keragaan ketahanan keluarga lansia; 3) menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dengan ketahanan keluarga lansia; 4) menganalisis hubungan antara manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan dengan ketahanan keluarga lansia; 5) menganalisis pengaruh manajemen sumber daya keluarga terhadap ketahanan keluarga lansia; 6) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen sumber daya keluarga terhadap ketahanan keluarga lansia. Desain penelitian yang digunakan adalah retrospektif dan cross sectional. Lokasi penelitian dipilih secara purposive di Desa Babakan, Desa Ciherang, dan Desa Cikarawang, karena termasuk lima besar wilayah dengan jumlah lansia terbanyak di Kabupaten Bogor. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni-Juli Populasi dalam penelitian ini adalah lansia awal (60-75 tahun). Kriteria contoh yang dipilih adalah lansia awal yang masih memiliki pasangan dan sudah tidak memiliki tanggungan. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 34 orang secara purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Jenis data yang digunakan merupakan data primer. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis deskriptif dan inferensia yang berupa uji hubungan Spearman dan uji pengaruh linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan umur lansia dalam penelitian ini adalah 65,29 tahun dan rataan lama menikahnya yaitu 45,44 tahun. Persentase terbesar lansia menurut lama pendidikan sebesar 70,6 persen lansia memiliki pendidikan kurang dari 9 tahun (23,5% lansia tidak sekolah; 26,5% tidak tamat SD; 20,6% tamat SD). Lebih dari separuh lansia masih mencari penghidupan sendiri (55,9%) dan memiliki pendapatan perkapita di atas rata-rata kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2011 (76,5%) dengan rataan sebesar Rp ,00. Lebih dari separuh keluarga lansia (57,10%) termasuk dalam kategori keluarga besar ( 8 orang) dengan jumlah rataan anak sebanyak enam orang. Hampir seluruh pendidikan anak (80%) hanya sampai tamat SD. Rataan jarak usia antar anak adalah 2,91 tahun. Manajemen sumber daya keluarga diukur dari skor tiga aspek, yaitu manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan selama tujuh tahapan keluarga. Tahapan itu adalah keluarga baru menikah, keluarga bayi baru lahir, keluarga dengan anak prasekolah, keluarga dengan anak sekolah, keluarga dengan remaja, keluarga launching centre, dan keluarga setengah baya. Hasil skor masing-masing komponen menghasilkan pola manajemen yang dilakukan oleh keluarga. Pola ketercapaian manajemen sumber daya manusia membentuk parabola terbalik menurun dengan angka capaian terendah (71,8%) di tahapan anak prasekolah. Pola manajemen waktu membentuk parabola dengan titik puncak (19,9%) pada tahapan anak sekolah dan remaja. Manajemen keuangan seluruh tahapan menurun dengan angka capaian terendah

8 pada tahapan launching centre dan setengah baya (68,6%). Rataan capaian kemampuan manajemen sumber daya keluarga yang dilakukan mencapai setengah dari indikator manajemen. Rataan capaian masing-masing komponen yaitu 81,0 persen manajemen sumber daya manusia; 19,0 persen manajemen waktu; dan 71,0 persen manajemen keuangan. Hasil total skor manajemen sumber daya keluarga berdasarkan tahapan keluarga membentuk pola parabola terbalik dengan titik terendah pada tahapan anak usia sekolah (53,9%). Ketahanan keluarga diukur dari tiga aspek yaitu ketahanan fisik, ketahanan psikologis, dan ketahanan sosial pada tahapan keluarga empty nest. Didapatkan bahwa rataan capaian ketahanan keluarga sebesar tiga perempat kemampuan maksimum ketahanan keluarga. Rataan capaian komponen ketahanan keluarga yaitu 75,0 persen kemampuan ketahanan fisik; 68,0 persen kemampuan ketahanan psikologis; dan 83,1 persen kemampuan ketahanan sosial. Lebih dari seperempat lansia memiliki ketahanan psikologis (29,4%) dan ketahanan sosial (38,2%) pada kategori sedang. Masih terdapat 8,8 persen lansia yang memiliki ketahanan fisik pada kategori sedang. Skor total ketahanan keluarga terlihat bahwa terdapat 5,9 persen contoh memiliki kategori sedang. Berdasarkan uji hubungan antara karakteristik keluarga dengan ketahanan keluarga beserta komponennya didapatkan lama pendidikan, lama menikah, jumlah anak, dan pendapatan perkapita berhubungan dengan ketahanan keluarga. Semakin lama pendidikan lansia maka akan semakin baik ketahanan keluarga yang dimiliki, khususnya ketahanan sosial. Jumlah anak yang semakin banyak akan menurunkan capaian ketahanan keluarga, khususnya ketahanan fisik dan ketahanan psikologis. Semakin lama usia pernikahan lansia maka ketahanan fisik semakin baik, namun ketahanan sosialnya akan semakin rendah. Semakin tinggi pendapatan perkapita maka ketahanan keluarga akan semakin baik, begitu pun untuk seluruh komponen ketahanan keluarga. Hasil uji hubungan untuk masingmasing komponen manajemen sumber daya keluarga seluruh tahapan terdapat hubungan positif nyata dengan ketahanan keluarga. Hal ini berarti lansia yang menerapkan manajemen sumber daya keluarga dengan baik maka ketahanan keluarga akan lebih tinggi, khususnya ketahanan psikologis keluarga. Hasil uji linier berganda menunjukkan bahwa manajemen sumber daya keluarga berpengaruh terhadap ketahanan keluarga. Selain itu, faktor lain yang memengaruhi peningkatan ketahanan keluarga adalah peningkatan lama pendidikan, lama menikah, dan pendapatan perkapita berpengaruh, sedangkan peningkatan jumlah anak akan menurunkan ketahanan keluarga. Berdasarkan pengamatan lebih dalam mengenai sumbangan pendapatan dari anak untuk lansia diperoleh bahwa lansia dengan jumlah anak lebih banyak memperoleh potensi yang lebih besar untuk mendapatkan sumbangan pendapatan dari anak dibanding dengan lansia yang mempunyai anak yang sedikit. Oleh karena itu, dibutuhkan pemberdayaan bagi lansia dalam mengisi kegiatan sehari-harinya agar mendapatkan peningkatan ekonomi. Pemerintah juga harus menjamin tercukupinya kebutuhan dasar keluarga (sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan) agar dapat meningkatkan ketahanan keluarga. Selain itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis jumlah anak dengan potensi lansia mendapatkan sumbangan pendapatan di hari tua. Kata kunci: lanjut usia, ketahanan keluarga, manajemen sumber daya keluarga

9 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 MANAJEMEN SUMBER DAYA KELUARGA DAN KETAHANAN KELUARGA LANJUT USIA FASIH VIDIASTUTI SHOLIHAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12

13 JudulPenelitian Nama NIM : Manajemen Sumber Daya Keluarga dan Ketahanan Keluarga Lanjut Usia : Fasih Vidiastuti Sholihah : I Disetujui, Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS Pembimbing Diketahui, Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Tanggal Lulus :

14

15 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan izin-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Manajemen Sumber Daya Keluarga dan Ketahanan Keluarga Lanjut Usia. Penulis menyadari tanpa kontribusi orang lain, skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Sebagai bentuk penghargaan, penulis menghaturkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, inspirasi, curahan waktu, perhatian, pengertian, dan kesabaran serta masukan yang sangat bermanfaat. 2. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik penulis. 3. Dr. Tin Herawati, SP, M.Si dan Dr. Ir. Istiqlaliyah, M.Si selaku dosen penguji sidang. 4. Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku dosen pemandu seminar serta Dosendosen IKK dan keluarga besar IKK Keluarga penulis, ayah Sutopo dan ummi Nani Rosani, adik-adik penulis (Gilang Maulana Yusuf Tsalisa, Najwa Salsabila, dan Muhammad Azka Hanan Mahzumi) serta aa M.Abdan Syakuro Septiana dan teteh Nurislami Rizki Syukrillah terimakasih atas motivasi, doa, dan usaha terbaik yang diberikan kepada penulis. 6. Rekan satu bimbingan penulis (Ifah, Widha, Wika, Nishrina, dan Intan) serta Amania dan Dewi Suci atas bantuan dan perhatian yang tiada tara. Sahabat penulis serta keluarga besar BKIM, terima kasih untuk pembelajaran menjadi orang besar. 7. Segenap perangkat Desa Ciherang, Babakan, dan Cikarawang atas kemudahan dalam pengumpulan data primer. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini, meskipun demikian semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Insya Allah. Bogor, Februari 2013 Fasih Vidiastuti Sholihah

16

17 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 1 Tujuan... 2 Kegunaan Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Perkembangan Keluarga... 5 Lanjut Usia... 6 Manajemen Sumber Daya Keluarga... 8 Manajemen Waktu Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen keuangan Ketahanan Keluarga Ketahanan fisik Ketahanan sosial Ketahanan psikologis Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Keluarga Lansia Usia suami-istri Lama menikah Jumlah anak Pendidikan lansia Pendapatan lansia Manajemen Sumber Daya Keluarga Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Keluarga Berdasarkan Tahapan Keluarga Ketahanan Keluarga Ketahanan Fisik xix xx

18 xviii Ketahanan Psikologis Ketahanan Sosial Ketahanan Keluarga Total Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Ketahanan Keluarga Hubungan antar Komponen Manajemen Sumber Daya Keluarga dengan Komponen Ketahanan Keluarga Pengaruh Karakteristik Keluarga terhadap Ketahanan Keluarga Pengaruh Manajemen Sumber Daya Keluarga terhadap Ketahanan Keluarga Pengaruh Manajemen Sumber Daya Keluarga dan Karakteristik Keluarga terhadap Ketahanan Keluarga Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 61

19 DAFTAR TABEL Halaman 1 Tugas kritis dalam perkembangan keluarga menurut Duvall 6 2 Hasil penelitian terdahulu 15 3 Variabel dengan data primer 20 4 Variabel dalam kuesioner dengan data primer 21 5 Sebaran contoh berdasarkan usia 28 6 Sebaran contoh berdasarkan lama menikah 28 7 Sebaran contoh berdasarkan besaran keluarga 28 8 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan 29 9 Sebaran contoh berdasarkan jenjang pendidikan Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan Sebaran contoh berdasarkan sumbangan pendapatan dan keterangannya Sebaran contoh berdasarkan capaian manajemen sumber daya manusia menurut tahapan keluarga Sebaran contoh berdasarkan capaian manajemen waktu menurut tahapan keluarga Sebaran contoh berdasarkan capaian manajemen keuangan menurut tahapan keluarga Capaian komponen manajemen sumber daya keluarga berdasarkan tahapan keluarga Sebaran contoh berdasarkan tingkat capaian dan kategorisasi manajemen sumber daya keluarga seluruh tahapan Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan fisik keluarga Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan psikologis keluarga Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan sosial keluarga Sebaran contoh berdasarkan tingkat capaian dan kategorisasi ketahanan keluarga Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga dan ketahanan keluarga Koefisien korelasi antar komponen manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga Sebaran koefisien regresi karakteristik keluarga terhadap ketahanan keluarga 45

20 xx 25 Sebaran koefisien regresi manajemen sumber daya keluarga terhadap ketahanan keluarga Sebaran koefisisen regresi manajemen sumber daya keluarga dan karakteristik keluarga terhadap ketahanan keluarga 46 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pemikiran Pembagian tugas pengasuhan anak Pembagian tugas pencarian nafkah Capaian manajemen sumber daya keluarga berdasarkan tahapan keluarga DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Sebaran skor maksimal, kisaran contoh, dan skor acuan kategori ketahanan keluarga (total, fisik, psikologis, dan sosial) 63 2 Sebaran skor maksimal, kisaran contoh, dan skor acuan kategori manajemen sumber daya keluarga (total, manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan) 63 3 Sebaran skor minimal dan maksimal manajemen sumber daya keluarga beserta komponen menurut tahapan keluarga 63 4 Sebaran contoh berdasarkan pembagian tugas dalam pengasuhan anak 64 5 Sebaran contoh berdasarkan pembagian tugas dalam mencari nafkah 64 6 Sebaran koefisien korelasi ketahanan keluarga dengan komponennya 64 7 Koefisien korelasi antar komponen manajemen sumber daya keluarga 64 8 Sebaran contoh berdasarkan sumbangan pendapatan dan keterangannya 65 9 Sebaran koefisien korelasi jumlah anak dan sumbangan anak Keterangan jumlah anak yang memberikan sumbangan pendapatan kepada lansia Sebaran koefisisen korelasi antar variabel yang diuji Peta Lokasi Penelitian 70

21 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penduduk lanjut usia (lansia) di dunia semakin hari semakin meningkat. Penduduk dunia telah mencapai angka tujuh miliar jiwa dan satu miliar diantaranya adalah penduduk lanjut usia (WHO). Indonesia menduduki peringkat empat penduduk terbesar di dunia dengan jumlah orang (BPS 2011). Data lansia Indonesia tahun 2004 sebesar 16,52 juta orang, di tahun 2006 naik menjadi 17,48 juta orang dan tahun 2008 meningkat lagi menjadi sekitar 19,50 juta orang. Saat tahun 1960-an dan 1970-an penduduk lansia hanya sekitar 2 persen, tahun 2011 sudah menjadi sekitar 10 persen (dari 238 juta jiwa). BKKBN (2012) menyatakan bahwa dua puluh persen lansia menderita sakit-sakitan, sedangkan delapan puluh persen adalah lansia potensial yang masih bisa diberdayakan. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri secara alamiahnya lansia mengalami beberapa kemunduran dalam potensi hidup yang dimiliki. Dari sisi kesehatan, secara umum kesehatan penduduk lansia cenderung rendah. Persentase penduduk lansia yang mengalami keluhan kesehatan sebesar 49,50 persen pada tahun 2004 dan naik menjadi 55,42 persen pada tahun Perubahan-perubahan ini sesuai dengan hukum kodrat manusia yang disebut menua selanjutnya akan memengaruhi baik fisik maupun mentalnya serta keberfungsiannya. Lansia merupakan fase akhir dari tahapan hidup menurut Duvall (1971), yaitu: 1) keluarga baru menikah; 2) keluarga dengan anak baru lahir; 3) keluarga dengan anak prasekolah; 4) keluarga dengan anak sekolah; 5) keluarga dengan anak remaja; 6) keluarga launching centre; 7) keluarga middle age; dan 8) keluarga empty nest. Hal tersebut berarti lansia telah melewati tujuh tahapan perkembangan keluarga dengan segala dinamikanya. Masing-masing tahapan perkembangan keluarga memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi guna mencapai ketahanan keluarga yang optimal. Bahkan keluarga pun harus menyelesaikan permasalahan yang didefinisikan menjadi tugas kritis yang dihadapi dari masing-masing tahapan keluarga. Menurut Duvall (1971), saat menuju tahapan lansia, keluarga harus menyiapkan diri untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan. Pada tahapan lansia, tugas kritis yang harus

22 2 dipenuhi adalah mengatasi kehilangan dan tinggal seorang diri, menutup fase keluarga atau beradaptasi menuju penuaan, dan penyesuaian terhadap masa pensiun. Persiapan dilakukan keluarga selama kehidupan berkeluarganya. Keluarga melakukan berbagai penyesuaian dengan mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya. Baik itu sumber daya waktu, keuangan, maupun sumber daya manusia yang dimiliki keluarga. Semakin bertambahnya tahapan keluarga yang dihadapi keluarga, dibutuhkan pengelolaan sumberdaya yang semakin baik. Dengan menjalani proses manajemen tersebut, keluarga diharapkan akan mendapatkan ketahanan keluarga yang lebih baik. Ketahanan keluarga yang terlihat di ujung fase keluarga yaitu fase lansia merupakan representasi dan akumulasi dari manajemen sumber daya keluarga pada tahapan keluarga sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, menarik untuk mengetahui bagaimana perjalanan manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga lansia yang merupakan hasil dari proses perjalanan hidupnya. Perumusan Masalah Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang yaitu suatu periode seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu. Bisa juga dikatakan beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Tugas perkembangan keluarga lansia menurut Duvall (1971), beberapa diantaranya adalah menemukan kepuasan di rumah sehingga lansia harus menyesuaikan diri terhadap masa pensiun, menjaga keterikatan dengan orang lain di luar keluarga, bersiap menghadapi kehilangan baik karena merupakan masa menutup fase keluarga dan menghadapi kematian, serta memelihara kontak hubungan dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Akan tetapi, lansia banyak mengalami kemunduran terutama dalam hal kesehatan sehingga mengganggu kehidupan di masa tuanya (Putri 2011). Makin lanjut usia seseorang dalam periode hidupnya berarti telah kehilangan masa kejayaannya (Hurlock 1997). Peck diacu dalam Byan dan DeVault (1986) menyatakan bahwa ketika seorang lansia mengalami penurunan dan penuaan, hal yang menjadi fokus dalam menjalani hidup adalah memaknai hidup dan menghadapi penuaan. Destianti (1997) menyatakan bahwa masalah kesejahteraan lansia muncul karena ketiadaan penghasilan yang memadai. Keluarga harus mempersiapkan masa lansia untuk dapat memenuhi tugas perkembangannya guna

23 3 mencapai ketahanan keluarga yang baik. Kebutuhan yang dibutuhkan merupakan kebutuhan ekonomi, hubungan sosial, dan persiapan emosi diri. Dapat dikatakan bahwa fase hidup lansia merupakan akumulasi dari capaian hidup dari fase sebelumnya. Ketahanan keluarga sebagai sebuah keluaran yang didapatkan dari pengelolaan sumberdaya yang dimiliki, permasalahan yang dirasakan, penanggulangan permasalahan tersebut, hingga didapatkan kesejahteraan keluarga yang diharapkan. Manajemen sendiri merupakan proses yang dinamis. Manajemen dapat disesuaikan dengan situasi yang sedang dihadapi dan sesuai dengan ketersediaan sumberdaya. Selama rentang kehidupan berkeluarga yang memiliki tugas perkembangan keluarga masing-masing, maka pengelolaan sumberdaya yang dimiliki pasti berbeda. Sehingga diduga, ketahanan keluarga pada keluarga lanjut usia menjadi representasi dari ketahanan keluarga yang didapatkan selama hidup. Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. bagaimana keragaan manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan berdasarkan tahapan keluarga? 2. bagaimana keragaan ketahanan keluarga pada keluarga lansia? 3. apakah terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dengan ketahanan keluarga? 4. apakah terdapat hubungan antara manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan dengan ketahanan keluarga? 5. apakah terdapat pengaruh manajemen sumber daya keluarga terhadap ketahanan keluarga? 6. apakah terdapat pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen sumber daya keluarga terhadap ketahanan keluarga? Tujuan Tujuan umum Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga pada keluarga lansia.

24 4 Tujuan khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. menganalisis manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan berdasarkan tahapan keluarga 2. menganalisis keragaan ketahanan keluarga pada keluarga lansia 3. menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dengan ketahanan keluarga 4. menganalisis hubungan antara manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan dengan ketahanan keluarga 5. menganalisis pengaruh manajemen sumber daya keluarga terhadap ketahanan keluarga 6. menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan manajemen sumber daya keluarga terhadap ketahanan keluarga. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu menyediakan informasi bagi bidang ilmu keluarga dalam perluasan teori perkembangan keluarga. Khususnya pada aspek-aspek yang dikaji yaitu manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga pada keluarga lanjut usia. Dengan informasi yang didapatkan dari penelitian ini, diharapkan keluarga mampu mendapatkan gambaran untuk mengantisipasi proses manajemen selama hidup pernikahan. Lebih luas, pemerintah diharapkan mampu memberikan kebijakan yang tepat untuk mendukung ketahanan keluarga yang baik.

25 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga Undang-Undang No.52 tahun 2009 mendefinisikan keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Walker (1976) menyatakan bahwa keluarga adalah suami-istri yang tinggal dalam satu rumah tangga dengan atau tanpa anak. Puspitawati (2012) menyataan bahwa tujuan membentuk keluarga adalah untuk menjalankan ajaran agama dan bertaqwa kepada Tuhan YME dalam mencapai kebahagiaan/kesejahteraan serta untuk melestarikan keturunan. Sesuai dengan tujuan keluarga dalam rangka menjalankan ajaran agama dan berbagi perasaan, cinta, dan materi maka melalui media keluarga inilah para anggota-anggota keluarga dapat melanjutkan keturunan, mendapatkan status sosial ekonomi, dan menjalani proses pendewasaan diri. Keluarga adalah wahana utama dan pertama bagi anggota-anggotanya untuk mengembangkan potensi, mengembangkan aspek sosial dan ekonomi serta penyemaian cinta kasih-sayang antar anggota keluarga. Pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola kesinambungan, atau pemeliharaan keluarga terkait dengan tugas keluarga (Megawangi 1999). Keluarga memiliki karakteristik masing-masing yang dapat dilihat dari besaran keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan keluarga, dan lain-lain. Kehidupan keluarga akan dipenuhi aktivitas untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang dikenal dengan istilah pekerjaan rumah tangga. Walker mendefinisikan maksud dari pekerjaan rumah tangga adalah kegiatan-kegiatan yang disengaja dilakukan individu dalam keluarga untuk menghasilkan barang-barang dan pelayanan yang dapat dimanfaatkan oleh masing-masing anggota keluarga. Santrock (2002) menyatakan bahwa tahapan kehidupan keluarga adalah kunci prinsip dalam proses transisi emosi. Kehidupan keluarga terbagi menjadi enam tahapan, yaitu: 1) dewasa muda belum menikah; 2) pasangan baru; 3) menjadi orang tua dan keluarga dengan anak; 4) keluarga dengan anak remaja; 5) keluarga setengah baya; 6) keluarga laterlife. Menurut Duvall (1971), keluarga

26 6 terbagi menjadi delapan tahapan dengan masing-masing tugas perkembangan dan tugas kritis masing-masing. Tugas-tugas tersebut harus dilalui oleh keluarga agar mendapatkan perkembangan yang maksimal sehingga masing-masing anggota keluarga terpenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik, psikologis, maupun sosialnya. Tabel 1 Tugas kritis dalam perkembangan keluarga menurut Duvall No Tahapan keluarga Tugas kritis perkembangan keluarga 1 Pasangan menikah - membangun kepuasan pernikahan yang saling menguntungkan - penyesuaian terhadap kehamilan dan harapan menjadi orang tua 2 Keluarga dengan anak baru lahir 3 Keluarga dengan anak prasekolah 4 Keluarga dengan anak sekolah 5 Keluarga dengan anak remaja 6 Keluarga launching center 7 Keluarga middle age(setengah baya) 8 Keluarga empty nest - beradaptasi dengan keluarga baru - penyesuaian terhadap dan mendorong perkembangan bayi - membangun kepuasan terhadap rumah antara orang tua dan bayi - beradaptasi untuk kebutuhan kritis dan ketertarikan anak prasekolah dalam stimulasi dan pendukung pertumbuhan - koping terhadap berkurangnya energi dan terhambatnya privasi sebagai orangtua - mencocokkan diri ke dalam komunitas keluarga dengan anak usia sekolah dalam jalan yang membangun - mendorong pencapaian pendidikan anak - penyeimbangan kebebasan dengan tanggungjawab sebagai alamiahnya seorang remaja serta memerdekakan diri mereka - melepaskan dewasa awal menuju dunia kerja, pelayanan militer, kuliah, pernikahan, dsb sesuai dengan ritual dan pendampingan - mempertahankan dukungan dasar yang berasal dari rumah - membangun kembali hubungan pernikahan - mempertahankan ikatan hubungan dengan saudara yang lebih muda dan lebih tua - mengatasi kehilangan dan tinggal seorang diri - menutup fase keluarga atau beradaptasi menuju penuaan - penyesuaian diri terhadap masa pensiun Lanjut Usia Usia lanjut yaitu periode ketika kemunduran telah terjadi dan adanya disorganisasi mental. Kemunduran itu disebabkan oleh faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor fisik adalah perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses penuaaan, sedangkan faktor psikologis dipengaruhi sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan, dan kehidupan. Penanganan ketegangan dan stress hidup seseorang akan memengaruhi laju kemunduran itu.

27 7 Arti kata tua itu tidak jelas serta tidak dapat dibatasi, maka orang cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan dan kegiatan fisik (Hurlock, 1997). Pendapat ahli dalam menentukan batasan usia lansia pun berbeda-beda. Menurut UU RI nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19 ayat 1, definisi lanjut usia sebagai seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. UU RI No.13 tahun 1998 menjelaskan bahwa golongan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Hurlock (1997) membagi tahap terakhir dalam dua rentang menjadi usia lanjut dini berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh puluh dan usia lanjut yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan seseorang. Papalia et al. (2008) membagi menjadi tiga kelompok lansia: young old antara usia 65 sampai 74 tahun yang biasanya aktif, vital, dan bugar; old-old berusia antara 75 sampai 84 tahun; dan oldest old berusia 85 tahun ke atas yang berkecenderungan lebih besar lemah dan tidak bugar serta memiliki kesulitan dalam mengelola aktivitas keseharian. Shadden dalam Putri (2011) mengemukakan teori yang membahas mengenai lansia yang terkait dengan perilaku lansia itu sendiri: a. Disengagement theory Suatu proses menjadi tua yang melibatkan pelepasan peran-peran sosial yang tampak dalam penurunan interaksi dalam hubungan sosial lansia. Teori ini melihat penarikan diri sebagai suatu kejadian yang selektif dimana individu dapat memilih untuk menarik diri dari peran-peran yang dimilikinya dan terjadi dan terjadi dalam proses yang panjang (bukan terjadi secara tiba-tiba). Sehubungan dengan penarikan diri yang dilakukan dari peran-peran dalam pekerjaan dan persaingan dengan kaum muda karena penurunan kekuatan fisik dan lainnya, individu menyesuaikan diri dengan keberadaannya. Dari segi masyarakat, penarikan diri berarti mengijinkan kaum muda untuk menggantikan kaum tua sehingga proses transisi kekuatan dapat berjalan dengan lancar dari satu generasi ke generasi berikutnya. b. Activity theory Teori ini berpendapat bahwa individu cenderung tetap bertahan melakukan aktivitas selama mungkin. Tiap peran yang berhenti pada usia dewasa akan

28 8 digantikan oleh peran lain di usia tua. Dikatakan bahwa upaya untuk menjadi lansia yang sukses adalah tetap terus beraktivitas. Teori ini menekankan pada stabilitas dari orientasi kepribadian seseorang dan mengindahkan pendapat masyarakat yang menganggap kemunduran-kemunduran pada lansia harus dikompensasi dengan penarikan diri. Kesulitan yang dihadapi adalah apabila individu merasa bahwa ia harus tetap produktif layaknya saat masih usia dewasa padahal ia mengalami kemunduran-kemunduran karena usianya, maka ia mengalami frustasi, kecemasan, dan perasaan bersalah karena tidak dapat memenuhi harapannya. Tahapan keluarga lanjut usia dimulai dengan dua posisi, suami dan istri, dan berakhirnya salah satu dari keduanya, sedangkan satu dari pasangan yang ditinggalkan tersebut tetap mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menurut Duvall (1971), tugas perkembangan keluarga lansia antara lain: 1. menemukan kepuasan di rumah untuk beberapa tahun yang akan datang 2. penyesuaian untuk kemunduran pendapatan 3. membentuk kenyamanan kebiasaan sehari-hari rumahtangga 4. pemeliharaan satu sama lain sebagai suami-istri 5. menghadapi kehilangan dan keadaan hidup sebagai janda 6. memerhatikan untuk kerelatifan saat menjadi tua 7. memelihara kontak hubungan dengan anak-anak dan cucu-cucunya 8. menjaga ketertarikan orang lain di luar keluarga 9. menemukan arti hidup. Manajemen Sumber Daya Keluarga Sumberdaya diartikan sebagai penyedia karakteristik atau perlengkapan yang mampu digunakan untuk memenuhi keinginan-keinginan keluarga sesuai dengan tujuan dan kejadian dalam keluarga (Deacon dan Firebaugh 1988). Sumberdaya didapatkan dari kegiatan produktif anggota keluarga atau memungkinkan didapatkan melalui interaksi dengan sistem yang lain. Tentunya, sumberdaya harus dimiliki oleh perorangan atau keluarga secara keseluruhan atau sesuatu yang berada di bawah kontrol keluarga. Nickel dan Dorsey (1959) menjabarkan bahwa sumber daya keluarga terdiri dari sumber daya manusia (kecerdasan, kemampuan, pengetahuan, dan sikap) dan sumber daya non manusia

29 9 (waktu, uang, dan aset). Deacon dan Firebaugh (1988) mengklasifikan sumber daya keluarga menjadi sumber daya manusia dan material. Sumber daya manusia dalam sistem keluarga yaitu kesehatan keluarga, keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga. Sumber daya material merupakan suatu hal yang nampak. Sumber daya ini digunakan untuk memproduksi barang, digunakan untuk simpanan dan investasi. Keluarga merupakan sebuah sistem yang merupakan kesatuan bagianbagian fungsi untuk menyelesaikan seperangkat tujuan. Sumber daya keluarga harus dikelola sedemikian rupa agar mampu memenuhi kebutuhan keluarga sesuai. Kebutuhan keluarga akan dipengaruhi oleh kondisi pembatas dan prioritas keluarga tersebut yang menjadi tujuannya. Proses untuk mengatur sumberdaya itulah yang dimaksud dengan manajemen. Manajemen merupakan alat dasar (basic tool) untuk mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. Suatu proses manajemen dikatakan berhasil jika mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Dengan melakukan manajemen kehidupan seseorang bisa teratur dan efektif (Deacon dan Firebaugh 1988). Gross et al. (1973) menyatakan manajemen sumber daya keluarga terdiri atas serangkaian pengambilan keputusan dalam penggunaaan sumber daya keluarga untuk mencapai tujuan keluarga. Sistem manajemen menunjukkan saling ketergantungan dan saling keterhubungan di antara sistem keluarga dengan sistem di sekelilingnya karena manajemen dipengaruhi dan memengaruhi lingkungan. Manajemen sumber daya keluarga adalah penggunaan sumber daya keluarga dalam usaha atau proses mencapai sesuatu yang dianggap penting oleh keluarga. Manajemen tidak membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup. Akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk pilihan yang disetujui oleh anggota keluarga. Ada tiga komponen dalam proses manajemen, yaitu input, proses, dan output. Input merupakan segala sesuatu yang dimiliki atau dapat diakses oleh keluarga dan ditransformasi dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan. Proses terdiri atas perencanaan dan implementasi. Adapun output adalah segala sesuatu yang dihasilkan dari sistem manajemen (Deacon dan Firebaugh 1988). Sebagai proses yang dinamis, salah satu dari

30 10 karakteristik manajemen adalah tidak kaku, artinya, proses manajemen yang dilakukan dapat disesuaikan dengan situasi yang sedang dihadapi dan ketersediaan sumberdaya dari keluarga tersebut. Manajemen Waktu Waktu merupakan sumberdaya yang unik karena benar-benar tidak bisa di ditambah atau dikurangi bahkan diakumulasi atau disimpan. Setiap orang memiliki jumlah waktu yang sama yaitu 24 jam. Dengan sifatnya yang unik tersebut maka individu atau keluarga harus mampu mengaturnya hingga memenuhi tujuan hidup keluarganya. Dalam setiap tahapan perkembangan keluarga akan ditemukan pola berbeda dalam mengatur waktu keluarga. Pengaturan waktu keluarga dipengaruhi oleh prioritas kegiatan. Walker (1976) menyatakan bahwa penggunaan waktu dalam keluarga berkaitan dengan variasi aktivitas dalam setiap rumah tangga. Aktivitas rumah tangga berkaitan dengan jumlah anggota keluarga, umur dari anak terkecil, atau ukuran tempat tinggal. Hasil yang ditampilkan oleh Walker (1976) merujuk pada data yang didapatkan oleh Wiegand menggambarkan bahwa ada enam aktivitas terbesar yang menghabiskan waktu pada rumah tangga. Aktivitas tersebut adalah penyiapan makanan, pemeliharaan rumah secara regular, pemeliharaan fisik anggota keluarga, mencuci pakaian, menyetrika pakaian, dan mencuci piring. Masing-masing aktivitas tersebut berkaitan erat dengan jumlah anggota keluarga dan usia anak. Sebagai aktivitas manajemen, manajemen waktu terdiri atas aktivitas perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Menurut Gross et al. (1973), terdapat tiga tipe perencanaan waktu, yaitu: 1) List a job; 2) Series of project; dan 3) Schedule. List a job adalah perencanaan waktu dengan cara membuat daftar aktivitas kegiatan yang akan dilakukan, disertai dengan kata-kata motivasi sehingga bersemangat untuk mencapai target yang sudah ditentukan. Pada perencanaan series of project, daftar aktivitas kegiatan disertai dengan urutan waktu, namun tidak ada batas waktu yang jelas. Tipe perencanaan yang ketiga, daftar aktivitas disertai dengan urutan waktu dan perkiraan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan aktivitas tersebut. Langkah-langkah dalam menyusun schedule adalah; 1) membuat daftar semua aktivitas, kemudian dikelompokkan

31 11 menjadi aktivitas fleksibel dan tidak fleksibel; 2) memperkirakan waktu yang diperlukan untuk menjalankan setiap aktivitas; 3) menyesuaikan total perkiraan waktu yang diperlukan dengan waktu yang tersedia; 4) menyusun urutan waktu; 5) tuliskan perencanaan; dan 6) jika terdapat aktivitas yang berkaitan dengan orang lain, maka komunikasikan hal tersebut kepada orang yang dimaksud. Manajemen Sumber Daya Manusia Nickell dan Dorsey (1959) menyatakan bahwa sumber daya manusia terdiri dari kemampuan, keterampilan, pola sikap, dan pengetahuan. Sebuah keluarga terdapat beberapa individu yang memiliki sumber daya manusia yang berbeda-beda. Setiap kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu dalam keluarga pasti berpengaruh pada kemampuan keluarga dalam mengatur kebutuhan keluarga tersebut. Selain itu, sumber daya individu keluarga akan mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan kemampuan keluarga untuk mendapatkan sumberdaya yang lain. Manajemen sumber daya manusia yang ada dalam keluarga juga mencakup pembagian tugas dalam keluarga sehingga fungsi-fungsi dalam keluarga akan terpenuhi secara optimal. Pembagian kerja dalam rumah tangga dapat dilihat dengan menggunakan empat hipotesis, yaitu: 1) resource and power hypothesis; 2) time availability hypothesis; 3) sex-role hypothesis; dan 4) preference-for-housework hypothesis. Resource and power hypothesis menyatakan bahwa semakin besar kontribusi pendapatan suami bagi keluarga, maka semakin besar tanggung jawab istri dalam urusan rumah tangga. Sebaliknya, semakin besar kontribusi pendapatan istri bagi keluarga, maka semakin kecil tanggung jawab istri dalam urusan rumah tangga. Time availability hypothesis menyatakan bahwa seorang istri yang bekerja memiliki alokasi waktu dan tanggung jawab yang lebih sedikit untuk mengerjakan pekerjaan rumahtangga dibandingkan dengan isteri yang tidak bekerja. Sex-role hypothesis menyebutkan bahwa persepsi gender mempengaruhi pembagian kerja. Adapun preference-forhousework hypothesis menyatakan bahwa preferensi (ketertarikan) suami dan isteri pada jenis pekerjaan tertentu mempengaruhi pembagian kerja dalam keluarga. Secara umum, seorang istri menyukai aktivitas domestik seperti

32 12 mengasuh anak dan merapikan rumah, sedangkan ketertarikan suami pada aktivitas domestik lebih rendah dibandingkan istri (Deacon dan Firebaugh 1988). Keluarga dalam membagi aktivitas sesuai dengan peran yang telah disepakati dalam keluarga melibatkan suami, istri, dan anak-anak. Perempuan biasanya berperan dalam pekerjaan keseharian seperti memasak, mencuci, membersihkan debu, berbelanja dan sebagainya tanpa dihitung sebagai karyawan yang dibayar (Walker 1976). Namun tidak sedikit perempuan yang menjalani peran sebagai pekerja publik yang mendapatkan bayaran untuk aktivitasnya. Manajemen keuangan Uang merupakan suatu sumberdaya dan sekaligus merupakan alat pengukur dari sumberdaya suatu keluarga. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga menunjukkan berapa banyak sumberdaya yang dimilikinya. Individu dan keluarga berpendapatan rendah biasanya mempunyai orientasi untuk masa sekarang atau kini saja daripada untuk masa depannya dalam perspektif waktu. Manajemen keuangan adalah kegiatan merencanakan, mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penggunaan pendapatan (Nickell dan Dorsey 1959). Manajemen keuangan keluarga dipengaruhi oleh tujuan dari keluarga. Menurut Firdaus dan Sunarti (2009), manajemen keuangan keluarga mencakup komunikasi dalam menggunakan pendapatan. Masalah keuangan merupakan hal yang paling banyak dibicarakan oleh keluarga dalam perencanaan keuangan. Pengelolaan keuangan yang dilakukan suatu keluarga akan berbeda dengan yang dilakukan keluarga lainnya karena kondisi pembatas dan prioritas keuangan antar keluarga berbeda. Terbatasnya keuangan keluarga dan terbatasnya tindakan pilihan untuk menggunakan uang menyebabkan pengelolaan keuangan menjadi sederhana. Ketersediaan sumberdaya lain, seperti waktu dan sumberdaya manusia, penting dalam melakukan manajemen keuangan karena sumberdaya tersebut memengaruhi penggunaan keuangan untuk mencapai tujuan (Deacon dan Firebaugh 1988). Ketahanan Keluarga Ketahanan keluarga merupakan gabungan sinergis dari ketahanan ekonomi, ketahanan moral, dan ketahanan budaya. Ketiga ketahanan tersebut

33 13 saling berkaitan dan bersinergi dalam mewujudkan ketahanan keluarga. Pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan terbentuk dan terpeliharanya ketahanan keluarga yang dilandasi oleh penghayatan yang mendalam terhadap ajaran agama. Pembinaan dan penempaan yang tepat oleh keluarga dengan ketahanan keluarga yang kuat akan mencerminkan adanya unsurunsur penting yang sangat memengaruhi yaitu kehidupan beragama secara nyata, kesadaran melaksanakan nilai-nilai tradisi dan peran pendidikan dalam keluarga (Syarief 1997). Ketahanan keluarga menurut UU No. 10 tahun 1992 (BKKBN 1992) merupakan kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis mental spritual guna hidup mandiri, dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin. Menurut Sunarti (2001) ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk mengelola sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seiring dengan masalah yang dihadapi keluarga. Berdasarkan penelitian Sunarti (2001) dengan menggunakan pendekatan sistem (input-proses-output) ditemukan faktor dalam ketahanan keluarga, yaitu ketahanan fisik, sosial, dan psikologis. Ketahanan fisik Ketahanan fisik keluarga berkaitan dengan kemampuan ekonomi keluarga yaitu kemampuan anggota keluarga dalam memeroleh sumberdaya ekonomi dari luar sistem untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumabahan, pendidikan, dan kesehatan. Keluarga akan tahan secara fisik jika terbebas dari masalah ekonomi dan terpenuhinya kebutuhan fisik keluarga. Indikator ketahanan fisik keluarga adalah pendapatan perkapita keluarga melebihi dari kebutuhan fisik minimum, dan atau lebih dari satu orang keluarga bekerja dan memeroleh sumberdaya ekonomi melebihi kebutuhan fisik minimum. Ketahanan sosial Ketahanan sosial merupakan kekuatan keluarga dalam penerapan nilai agama, pemeliharaan ikatan dan komitmen, komunikasi efektif, pembagian peran dan penerimaan peran, penetapan tujuan, seta dorongan untuk maju, yang akan menjadi kekuatan dalam menghadapi masalah keluarga (termasuk masalah

34 14 perkawinan) dan memiliki hubungan sosial yang sehat. Terdiri dari sumber daya nonfisik, mekanisme penganggulangan masalah yang baik, berorientasi terhadap nilai-nilai agama, efektif dalam berkomunikasi, senantiasa memelihara dan meningkatkan komitmen keluarga, memelihara hubungan sosial, serta memiliki penganggulangan krisis. Ketahanan psikologis Ketahanan psikologis merupakan kemampuan anggota keluarga untuk mengelola emosinya sehingga menghasilkan konsep diri yang positif. Kemampuan tersebut berkaitan dengan masalah-masalah non fisik keluarga. kemampuan mengelola emosi dan konsep diri yang baik menjadi kunci dalam menghadapi masalah-masalah keluarga yang bersifat non fisik. Oleh sebab itu, indikator dari ketahanan psikologis adalah anggota keluarga memiliki konsep diri dan emosi yang positif. Masalah keluarga non fisik seperti konflik dengan suami dan keluarga, serta kehilangan (materi atau orang terdekat), sebagai stressor akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan psikologis jika individu tidak mampu mengendalika emosi yang negatif tersebut. Sama halnya dengan ketahanan sosial, syarat utama untuk tercapainya ketahanan psikologis adalah kepribadian yang matang dan kecerdasan emosi dari pasangan suami istri. Penelitian Terdahulu Penelitian Ginanjarsari (2010) menunjukkan bahwa ketahanan keluarga dipengaruhi oleh karakteristik keluarga yaitu pendidikan, pendapatan perkapita, dan besar keluarga. Saleha (2003) meneliti mengenai manajemen sumber daya keluarga nelayan di Bontang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa istri dominan melakukan aktivitas domestik yaitu mengurus anak dan pemeliharaan rumah tangga. Namun aktivitas mendampingi anak belajar lebih banyak dilakukan oleh suami. Pendidikan suami yang lebih memadai dibanding dengan kemampuan istri menjadi faktor utamanya. Selain itu, terdapat pembagian peran antara suami dan istri dalam sektor ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Iskandar (2007) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi sumber daya keluarga adalah faktor internal (jumlah anggota keluarga, usia kepala keluarga, usia istri, pendidikan

35 15 kepala keluarga dan istri, pendidikan dan kepemilikan aset) dan faktor eksternal (lokasi tempat tinggal). Destianti (1997) Tabel 2 Hasil penelitian terdahulu Peneliti Hasil penelitian Judul penelitian Ketiadaan pasangan bagi lansia akan Penelitian lanjut usia: memengaruhi kesehatan lansia. Hal tersebut Karakteristik, aktivitas, berkaitan dengan penyelesaian permasalahan dan tingkat kehidupan. kesejahteraan keluarga Tingkat kesejahteraan lansia dipengaruhi (Kasus Desa Cijujung oleh status perkawinannya. Kecamatan Sukaraja Masalah kesejahteraan lansia muncul karena Kabupaten Jawa Barat) ketiadaan penghasilan yang memadai dikarenakan kurang mendapatkan pendidikan dan keterampilan kerja saat masih muda. Firdaus dan Sunarti (2009) Kusumo dan Simanjuntak (2009) Putri (2011) Rusydi (2010) Terbatasnya keuangan keluarga dan terbatasnya tindakan pilihan untuk menggunakan uang menyebabkan pengelolaan keuangan menjadi sederhana. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka akan semakin tinggi tekanan ekonomi dan semakin rendah kesejahteraannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik manajemen keuangan keluarga sehingga akan meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Kepuasan sangat berhubungan dengan bagaimana keluarga mengatur pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keluarga berpenghasilan rendah tidak merasa puas dengan sumber daya fisik karena tidak memenuhi kebutuhan tetapi puas dengan sumber daya non fisik. Semakin tua lansia maka tingkat kemandirian total, aktivitas sehari-hari dan emosi semakin rendah. Tingkat kemandirian total dan ekonomi lebih baik pada responden berstatus bekerja. Karakteristik contoh yaitu usia istri, usia suami, jumlah anggota keluarga, dan jumlah masalah berhubungan nyata dengan manajemen sumberdaya yang dilakukan sehingga mendapatkan output yang sebanding. Hubungan antara tekanan ekonomi dan mekanisme koping dengan kesejahteraan keluarga wanita pemetik teh Tingkat kepuasan keluarga berpendapatan rendah terhadap sumberdaya yang dimiliki Hubungan kemandirian dan dukungan Sosial dengan tingkat stres lansia Analisis perbandingan manajemen sumber daya dan kesejahteraan keluarga pada keluarga miskin dan tidak miskin

36 16

37 17 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka, kehidupan lansia merupakan tahapan terakhir dari kehidupan keluarga, sehingga ketahanan keluarga lansia diduga dipengaruhi oleh kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selama berkeluarga. Dalam kehidupannya keluarga memiliki tujuan agar mampu mengakomodir seluruh kebutuhan anggota keluarga. Keluarga memiliki sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut. Sumber daya yang dimiliki keluarga, yaitu sumber daya fisik dan non fisik tersebut menjadi input dalam manajemen sumber daya keluarga. Karakteristik keluarga yang meliputi karakteristik demografi (usia lansia, rataan usia antar anak, dan besar keluarga), ekonomi (pendapatan perkapita keluarga), dan sosial (lama pendidikan) menjadi input. Selain itu, kesulitan yang dianggap masalah oleh keluarga menjadi input karena pasti akan memengaruhi manajemen yang dilakukan oleh masing-masing keluarga. Keluarga pun melakukan manajemen sumber daya sesuai dengan input yang dimiliki oleh keluarga. Dalam penelitian ini, manajemen sumber daya keluarga yang diteliti adalah manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan. Manajemen sumber daya manusia mengacu pada dukungan dan pembagian tugas dalam keluarga demi keberfungsian keluarga. Manajemen waktu menggambarkan pengoptimalan penggunaan waktu dalam keluarga. Manajemen keuangan mencerminkan kemampuan keluarga mengelola sumberdaya materi yang dimiliki. Perkembangan keluarga pada tiap tahapannya membuat keluarga memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Hal tersebut membuat manajemen sumberdaya keluarga akan mengalami perubahan. Manajemen sumber daya keluarga dikatakan berhasil jika keluarga dapat mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya yang ada. Hasil akhir dari semua proses tersebut adalah ketahanan keluarga. Sunarti (2001) mengembangkan indikator ketahanan keluarga yaitu ketahanan fisik, ketahanan psikologis, dan ketahanan sosial. Komponen ketahanan keluarga meliputi sumberdaya, masalah keluarga, penanggulangan masalah keluarga, dan kesejahteraan yang disesuaikan dengan indikator ketahanan tersebut.

38 18 Karakteristik keluarga: Usia Lama menikah Lama pendidikan Pendapatan perkapita keluarga Jumlah anak Rataan jarak usia antar anak Masalah keluarga berdasarkan tahapan keluarga Manajemen sumber daya keluarga berdasarkan tahapan keluarga: Manajemen sumber daya manusia Manajemen waktu Manajemen keuangan Ketahanan keluarga lanjut usia: Ketahanan sosial Ketahanan fisik Ketahanan psikologis Gambar 1 Kerangka Pemikiran Keterangan: = variabel yang berhubungan tapi tidak diteliti = variabel yang berhubungan dan diteliti

39 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional karena data yang diambil berkenaan dengan pengalaman masa lalu yaitu saat keluarga pada tahapan baru menikah hingga keluarga setengah baya dan dikumpulkan hanya pada satu waktu serta tidak berkelanjutan. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara purposive, yaitu tiga desa di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Tepatnya di Desa Babakan, Desa Cikarawang, dan Desa Ciherang. Tempat tersebut dipilih karena termasuk lima wilayah dengan jumlah lansia terbesar di Kabupaten Bogor (BKKBN Kabupaten Bogor 2011). Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni-Juli Teknik Penarikan Contoh Populasi penelitian ini adalah keluarga dengan pasangan lanjut usia. Contoh dibatasi pada orang yang berusia 60 tahun ke atas berdasarkan UU nomor 13 tahun 1998, baik wanita maupun pria. Contoh dipilih secara purposive dengan spesifikasi yaitu lansia awal (60-75 tahun), masih memiliki pasangan bukan duda ataupun janda, dan tidak lagi memiliki tanggungan dalam keluarganya. Tanggungan yang dimaksud adalah tidak lagi memiliki anak yang harus dipenuhi kebutuhan finansialnya. Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dipilih secara purposive sebagai tempat pengambilan contoh. Data jumlah lansia didapatkan dari informasi Badan Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Bogor dan Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun Setelah itu, responden dipilih sesuai dengan kriteria dengan bantuan kader PKK di desa masing-masing kemudian dimintai kesediaannya menjadi contoh dalam penelitian ini. Contoh dalam penelitian ini sebanyak 34 orang lansia. Rincian contoh yaitu 8 orang dari Desa Babakan, 9 orang dari Desa Ciherang, dan 17 orang dari desa Cikarawang. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Dilihat dari sumbernya, jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini mencakup data primer. Data tersebut bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner

40 20 yang relevan dengan variabel yang diteliti. Kuesioner berisi pertanyaanpertanyaan mengenai: (1) karakteristik contoh, (2) karakteristik keluarga contoh, (3) kepemilikan aset keluarga, (4) manajemen sumberdaya keluarga berdasarkan tahapan keluarga hingga tahapan keluarga setengah baya (nilai cronbach s alpha 0,872), dan (5) ketahanan keluarga lansia (nilai cronbach s alpha 0,637). Instrumen kuesioner mengenai ketahanan keluarga yang digunakan pada penelitian ini diadopsi dari Sunarti (2008) dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan oleh peneliti. Kuesioner manajemen sumberdaya keluarga dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan konstrak yang diadopsi dari Firdaus dan Sunarti (2008), Rusydi LN (2010), Lewis et al. (1953), Deacon dan Firebaugh (1988), Gross dan Crandall (1973), Nickell dan Dorsey (1959), Walker (1976), dan diktat kuliah Manajemen Sumber daya Keluarga (Guhardja 1992) 1. Tabel 3 Variabel dengan data primer dan kategorinya Variabel Skala Kategori Karakteristik contoh Usia Rasio tahun Jenjang pendidikan Ordinal [1] Tidak Sekolah; [2] Tidak tamat SD; [3] Tamat SD; [4] Tamat SMP; [5] Tamat SMA; [6] Diploma; [7] S1-S3 Lama pendidikan Rasio Bilangan lama pendidikan contoh (tahun) Pendapatan sekarang Rasio Bilangan pendapatan contoh perbulan (rupiah) Sumber pendapatan Nominal [1] Sendiri; [2] Anak; [3] Sendiri dan anak; [4] Saudara; [5] Pensiunan Jumlah anak Rasio Bilangan jumlah anak contoh (orang) Lama menikah Rasio Bilangan lama menikah contoh (tahun) Karakteristik keluarga Usia Rasio Bilangan usia anak contoh, kemudian diolah menjadi rataan jarak usia antar anak Status perkawinan anak Ordinal [1] Menikah; [2] Belum Menikah; [3] Cerai Jenjang pendidikan terakhir Ordinal [1] Tidak sekolah; [2] Tidak tamat SD; [3] Tamat SD; [4] Tamat SMP; [5] Tamat SMA; [6] Diploma; [7] S1-S3 Lama pendidikan Rasio Bilangan lama pendidikan anak contoh (tahun) Pekerjaan Nominal [1] Tidak bekerja; [2] Buruh; [3] Satpam; [4] Wiraswasta; [5] PNS; [6] Pegawai swasta; [7] lain-lain Sumbangan pendapatan untuk lansia Rasio Besaran uang tunai yang diberikan anak kepada lansia setiap bulan 1 Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Martianto DH Diktat Manajemen Sumberdaya Keluarga. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

41 21 Tabel 4 Variabel dalam kuesioner dengan data primer Variabel Skala Sumber kuesioner Detail kuesioner Manajemen sumberdaya keluarga berdasarkan tahapan keluarga Empat belas pertanyaan Manajemen sumber Ordinal Konstrak buku utama, Tujuh pertanyaan daya manusia Manajemen waktu Ordinal Rusydi (2011), serta Firdaus dan Sunarti Empat pertanyaan Manajemen finansial Ordinal (2009) Tiga pertanyaan Ketahanan keluarga 76 item dari 83 item Ketahanan fisik Ordinal 24 pertanyaan Modifikasi dari Ketahanan psikologis Ordinal 25 pertanyaan Sunarti (2008) Ketahanan sosial Ordinal 27 pertanyaan Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul dari kuesioner diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data ke komputer, cleaning dan analisis data. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program komputer yang sesuai dengan kebutuhan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan rataan, frekuensi untuk mengetahui sebaran, dan analisis statistik inferensia. Data manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga sistem skoring yang konsisten yaitu semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi kategorinya. Untuk memeroleh kategori tersebut maka digunakan teknik skoring dengan rumus Slamet (1993): Interval kelas (IK) = (nilai maksimum-nilai minimum) Jumlah kategori yang diinginkan Pada saat melakukan pengolahan data variabel manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga diubah ke dalam bentuk rasio dengan cara skoring. Sehingga didapatkan kategorisasi untuk mengkuantitifkan data variabel manajemen sumberdaya keluarga dan ketahanan keluarga. Selanjutnya skor capaian digunakan untuk mengolah data manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga. rumus : Skor capaian didapatkan dari hasil perhitungan dengan Y = skor yang didapatkan x 100% skor maksimum

42 22 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci dijelaskan sebagai berikut: 1. uji deskriptif digunakan untuk mengolah data karakteristik contoh, karakteristik keluarga, manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga guna mengetahui sebaran variabel tersebut yang terdapat pada contoh. Karaktersitik keluarga yang digunakan adalah usia contoh, lama pendidikan, lama menikah, jumlah anak, rataan jarak usia antar anak, dan pendapatan perkapita, 2. manajemen sumber daya keluarga diukur dengan menggunakan tiga peubah yaitu manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan. Kuesioner dikembangkan berdasarkan konstrak Diktat Manajemen Sumber Daya Keluarga (Guhardja 1992), Walker (1973), Lewis (1953), Deacon dan Firebaugh (1988), Gross dan Crandall (1973), Nickell dan Dorsey (1959), Walker (1976), Firdaus dan Sunarti (2008), dan Rusydi LN (2010). Pemberian skor dilakukan dengan memberikan skor 0 jika tidak melakukan dan 1 jika melakukan. Selanjutnya dijumlahkan masing-masing tahapan keluarga berdasarkan tujuh tahapan perkembangan keluarga yang diambil dari delapan tahapan perkembangan keluarga menurut Duvall (1971) yaitu dari tahapan keluarga baru menikah hingga keluarga setengah baya. Skor masing-masing peubah (manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan) tersebut dijumlahkan mulai dari tahapan satu sampai tahapan tujuh kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif serta dilihat sebarannya dan dikelompokkan berdasarkan kategori rendah, sedang, dan tinggi. Hasil tersebut dibuat persentase dengan dibagi oleh nilai maksimum yang seharusnya dicapai perpeubah. Persentase ketiga peubah tersebut digabungkan menjadi satu kesatuan nilai capaian manajemen sumber daya keluarga kemudian dilihat sebarannya dan dikelompokkan berdasarkan kategori rendah, sedang, dan tinggi, 3. ketahanan keluarga diukur dengan menggunakan tiga peubah, yaitu ketahanan fisik, ketahanan psikologis, dan ketahanan sosial pada tahapan keluarga lansia. Kuesioner dikembangkan berdasarkan konstrak diadopsi dari Sunarti (2008) dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan oleh peneliti.

43 23 Pemberian skor dilakukan dengan memberikan skor 0 jika tidak melakukan dan 1 jika melakukan. Skor masing-masing komponen ketahanan keluarga dijumlahkan kemudian dibuat menjadi persentase dengan dbagi oleh nilai maksimum yang seharusnya dicapai untuk masing-masing komponen. Nilai tersebut merupakan nilai capaian kemudian dilihat sebarannya dan dikategorikan berdasarkan kategori rendah, sedang, dan tinggi. Nilai capaian ketiga peubah tersebut digabungkan menjadi satu kesatuan nilai capaian ketahanan keluarga kemudian dilihat sebarannya dan dikelompokkan berdasarkan kategori rendah, sedang, dan tinggi, 4. uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel dan melihat hubungan antara karakteristik keluarga, manajemen sumberdaya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan dengan ketahanan keluarga lansia, 5. faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan keluarga lansia diuji dengan menggunakan uji pengaruh yaitu dengan regresi linier berganda (metode enter) dengan persamaan regresi linier sebagai berikut: Model umum :Y= Ketahanan keluarga Kemudian akan dijabarkan dengan model khusus yaitu sebagai berikut: Model 1: Y 1 = f (X 1 ) Keterangan: Y 1 = ketahanan keluarga lansia (skor/indeks) X 1 = manajemen sumber daya keluarga (Skor/indeks) Model 2: Y 2 = f (X 1 +X 2 + X 3 + X 4 + X 5 + X 6 + X 7 ) Keterangan: Y 2 = ketahanan keluarga lansia (skor/indeks) X 1 = manajemen sumber daya keluarga (total skor/indeks) X 2 =usia lansia (tahun) X 3 = lama menikah (tahun) X 4 = lama pendidikan (tahun) X 5 = rataan jarak usia antar anak (tahun) X 6 = jumlah anak (orang) X 7 = pendapatan perkapita (rupiah)

44 24 Definisi Operasional Keluarga lansia yang dijadikan contoh adalah keluarga yang orangtuanya merupakan suami-istri lansia. Sesuai dengan UU No. 13 tahun 1998 adalah seseorang yang berusia diatas 60 tahun. Keluarga ini juga diharuskan yang tidak lagi memiliki tanggungan nafkah bagi anaknya. Dengan kata lain, anak-anaknya telah keluar dari rumah dan mampu menghidupi dirinya sendiri. Contoh adalah responden dari pasangan lansia yang berusia tahun dan sudah tidak memiliki tanggungan. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama selama tahapan keluarga sebelum masuk tahapan lansia. Rataan jarak usia antar anak adalah jarak kelahiran antar anak masing-masing contoh yang kemudian dibuat rataannya. Pendapatan perkapita lansia adalah jumlah uang yang diterima oleh keluarga lansia, baik dari pendapatan sendiri maupun dari pemberian anggota keluarga lain pada tahapan keluarga lansia. Pendidikan adalah jenjang dan lama pendidikan formal yang ditempuh oleh lansia. Lama menikah adalah waktu lansia dalam membina hubungan suami-istri diukur sejak awal menikah tanpa cerai. Manajemen sumber daya keluarga adalah manajemen yang dilakukan oleh keluarga melingkupi manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan dari tahapan keluarga baru menikah hingga keluarga setengah baya. Manajemen sumber daya manusia adalah kegiatan dalam mengelola anggota keluarga dengan pembagian tugas dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak serta dan saling mendorong antara suami-istri dan orangtua-anak. pengaturan orang tersebut untuk menjamin semua fungsi berjalan dari tahapan keluarga baru menikah hingga keluarga setengah baya.

45 25 Manajemen waktu adalah kegiatan dalam mengelola waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan penyusunan kegiatan anggota keluarga secara efektif dan produktif serta esfisien. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya perencanaan kegiatan, penggunaan alat elektronik untuk mengerjakan pekerjaan domestik, dan pengerjaan pekerjaan rumah secara parallel dari tahapan keluarga baru menikah hingga keluarga setengah baya. Manajemen keuangan adalah kegiatan dalam merencanakan, menggunakan, dan mengevaluasi keuangan dalam keluarga dengan memerhatikan kebutuhan dan tujuan keluarga. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya kontrol pendapatan agar lebih kecil dari pengeluaran, alokasi tabungan keluarga, dan adanya usaha keluarga untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari tahapan keluarga baru menikah hingga keluarga setengah baya. Ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk mengelola sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seiring dengan masalah yang dihadapi keluarga pada tahapan keluarga lanjut usia. Ketahanan fisik adalah kemampuan keluarga memanfaatkan sumberdaya fisik untuk menanggulangi masalah fisik yang dihadapi oleh keluarga dan meraih kesejahteraan fisik keluarga pada tahapan keluarga lanjut usia. Ketahanan psikologis adalah kemampuan keluarga memanfaatkan sumberdaya non fisik untuk menanggulangi masalah psikologis yang dihadapi oleh masing-masing anggota keluarga dan meraih kesejahteraan psikologis keluarga pada tahapan keluarga lanjut usia. Ketahanan sosial adalah kemampuan keluarga memanfaatkan sumber daya non fisik untuk menanggulangi masalah sosial yang dihadapi oleh keluarga dan meraih kesejahteraan sosial keluarga pada tahapan keluarga lanjut usia. Tahapan perkembangan keluarga adalah tahapan yang dilalui sebuah keluarga mulai dari menikah, memiliki bayi, memiliki anak prasekolah, memiliki anak sekolah, memiliki anak remaja, anak keluar dari rumah, keluarga setengah baya, dan keluarga lansia.

46 26

47 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Dramaga terletak di wilayah Bogor Barat dengan luas wilayah Ha. Sebagian besar tanah yaitu 972 Ha digunakan untuk sawah, 1145 Ha lahan kering (pemukiman, pekarangan, dan kebun), 49,79 Ha lahan basah (rawa, danau, tambak, dan situ), dan 20,30 Ha lapangan olahraga dan pemakaman umum. Kecamatan Darmaga mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan dengan Kecamatan Tamansari/Ciomas, sebelah barat dengan Kecamatan Ciampea, dan sebelah timur dengan Kecamatan Bogor Barat. Kecamatan Darmaga terdiri dari 10 desa, 24 dusun, 72 RW, 309 RT, dan KK (Kepala Keluarga), dengan memiliki jumlah lansia sebanyak jiwa. Lokasi penelitian yaitu Desa Ciherang (790 jiwa lansia) menduduki peringkat kedua terbanyak jumlah lansia di Kecamatan Dramaga disusul oleh Desa Cikarawang (727 jiwa) menduduki peringkat ketiga dan Desa Babakan (603 jiwa) menduduki peringkat kelima. Desa ciherang merupakan desa yang lebih banyak program pemberdayaan lansia. Hal tersebut dibutikan dengan program yang dikhususkan untuk lansia, seperti pengajian, posyandu lansia, klub senam lansia, dan lain-lain. Karakteristik Keluarga Lansia Usia suami-istri Usia suami istri yang menjadi contoh dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan Hurlock (1997) yaitu lansia awal dengan rentang usia tahun. Usia lansia berkaitan dengan tahapan hidup yang sudah dilalui. Lansia awal telah melewati tujuh tahapan keluarga sebelumnya yaitu tahapan keluarga baru menikah, keluarga dengan bayi baru lahir, keluarga dengan anak prasekolah, keluarga dengan anak usia sekolah, keluarga dengan anak remaja, keluarga launching centre, dan keluarga setengah baya. Rataan umur lansia dalam penelitian ini adalah 65,29 tahun. Tabel 5 menunjukkan persentase terbesar contoh (14,7%) berada di usia 60 tahun. Terdapat juga contoh yang berada di usia akhir lansia awal (75 tahun) sebesar 2,9 persen.

48 28 Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia (tahun) % , , ,7 Min-max (tahun) Rataan ± SD (tahun) 65,29 ± 4,282 Lama menikah Rataan lama menikah contoh yaitu 45,4 tahun. Persentase terbesar lansia dalam penelitian ini (14,7%) telah menikah selama 42 dan 44 tahun. Penelitian ini membuktikan bahwa semakin tinggi usia contoh maka semakin lama masa menikahnya. Semua contoh hanya memiliki satu pasangan hingga tahapan keluarga empty nest, yang berarti lansia hanya menikah satu kali. Lansia tidak mengalami perceraian, sehingga semakin menarik diamati proses manajemen dalam kehidupannya. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan lama menikah Lama menikah (tahun) % , , , ,8 Min-max (tahun) Rataan ± SD (tahun) 45,44 ± 4,282 Jumlah anak Jumlah anak menggambarkan banyaknya orang yang dapat diandalkan lansia dan juga membantu secara ekonomi. Kisaran jumlah anak contoh sebanyak dua hingga sepuluh anak dalam satu keluarga. Rataan jumlah anak contoh yaitu enam orang dengan rataan jarak usia antar anak sebesar 2,91 tahun. Jumlah anak berkaitan dengan ukuran besar keluarga. Besar keluarga menurut Hurlock (1997) dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar ( 8 orang). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan besaran keluarga Besaran keluarga % Keluarga kecil (<4 orang) 2,9 Keluarga sedang (5-7 orang) 40,0 Keluarga besar (>8 orang) 57,1 Min-max (orang) 4-12 Rataan ± SD (orang) 7,94 ± 2,195

49 29 Lebih dari separuh keluarga lansia (57,10%) termasuk dalam kategori keluarga besar. Seluruh keluarga contoh hanya bertempat tinggal bersama keluarga inti yaitu ayah, ibu, dan anak-anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada keluarga besar yang ikut tinggal dalam rumah lansia selama tahapan keluarganya. Pendidikan lansia Pendidikan suami-istri merupakan salah satu faktor yang diukur dalam ketahanan sosial. Menurut sunarti (2001), keluarga dengan suami-istri yang bersekolah 9 tahun (wajib belajar), maka akan memiliki ketahanan sosial yang lebih baik dibandingkan yang tidak sekolah atau pendidikannya <9 tahun. Karena merupakan batasan wajib belajar sehingga dianggap dapat memberikan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan minimal bagi seseorang untuk menjalankan kehidupannya. Hampir tiga perempat lansia (73,5%) memiliki lama pendidikan kurang dari 9 tahun. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan Lama pendidikan % Pendidikan <9tahun 70,6 Pendidikan 9tahun 29,4 Min-max (tahun) 0-15 Rataan ± SD (tahun) 5,47± 2,195 Kurang dari seperempat lansia (20,6%) menamatkan pendidikan sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan lansia saat masa usia sekolah disebabkan berada pada zaman perang dan sangat sulit untuk bersekolah. Selain itu, adanya anggapan mengenai pendidikan tidak terlalu penting serta faktor sulitnya akses dan pembiayaan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi mengakibatkan dukungan keluarga agar contoh dapat bersekolah saat masih usia sekolah pun minim. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenjang pendidikan Jenjang pendidikan % Tidak sekolah 23,5 Tidak tamat SD 26,5 Tamat SD 20,6 SMP/sederajat 11,8 SMA/sederajat 11,8 Diploma 5,9 Sarjana 0

50 30 Pendapatan lansia Pendapatan keluarga merupakan gabungan antara pendapatan suami, istri, dan anggota keluarga lainnya yang berada dalam satu rumah tangga. Pendapatan perkapita merupakan pendapatan keluarga yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tangga. Pendapatan merupakan jumlah uang yang diterima oleh keluarga, baik dari semua anggota keluarga yang bekerja atau pemberian rutin. Pendapatan adalah faktor untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarga yang berkaitan dengan ketahanan keluarga. Hampir seperempat lansia (23,5%) memiliki pendapatan perkapita di bawah rata-rata kemiskinan Kabupaten Bogor tahun Batas kemiskinan Kabupaten Bogor yaitu sebesar Rp ,00. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita Pendapatan perkapita contoh % < Rp ,5 Rp ,5 Rataan (Rp) ,9 Min-Maks (Rp) Hampir tiga perempat lansia (70,6%) memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Hampir separuh lansia (44,1%) masih bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya sedangkan 11,8 persen lansia memenuhi kebutuhan hidupnya dari pensiunan yang didapatkan tiap bulan. Pekerjaan yang dilakukan oleh lansia adalah bertani dan berdagang di rumah. Sumbangan pendapatan dari anak dibatasi yaitu besaran uang tunai yang diberikan oleh anak kepada lansia setiap bulan. Hampir seperempat lansia yang masih bekerja sendiri (23,5%) berasal dari keluarga kecil, sedangkan seperlima lansia yang mendapatkan sumbangan pendapatan dari anak (20,6%) berasal dari keluarga sedang. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan Sumbangan pendapatan (%) Besar keluarga Sendiri Sendiri Anak dan anak Saudara Pensiunan Keluarga kecil (<4 orang) 23, ,9 Keluarga sedang (5-7 orang) 11,8 20,6 5,8 0 2,9 Keluarga besar (>8 orang) 8,8 5,9 11,8 0 2,9 Total 44,1 26,5 17,6 0 11,8

51 31 Manajemen Sumber Daya Keluarga Manajemen sumber daya keluarga adalah pengelolaan sumber daya keluarga dalam usaha atau proses mencapai sesuatu yang dianggap penting oleh keluarga (Gross et al. 1973). Manajemen sumber daya keluarga terdiri dari tiga aspek, yaitu manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu aspek manajemen sumber daya keluarga yang menyatakan kontribusi sumber daya individu keluarga untuk meningkatkan kemampuan keluarga guna mendapatkan kemampuan lain, baik berupa dukungan maupun pembagian tugas dalam keluarga (Deacon dan Firebaugh 1988). Berdasarkan hasil penelitian terdapat pola peningkatan keikutsertaan suami dalam pengasuhan seiring bertambahnya tahapan. Namun terjadi penurunan keterlibatan langsung orangtua dalam pendidikan seiring bertambahnya tahapan keluarga dengan angka capaian kurang dari 50 persen. hal tersebut berarti keluarga hanya mampu mencapai setengah dari kemampuan maksimal. Berdasarkan item pertanyaan istri diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial dan berorganisasi di luar rumah terdapat penurunan sebesar 5,9 persen contoh pada tahapan anak prasekolah dan tahapan anak sekolah. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan capaian manajemen sumber daya manusia menurut tahapan keluarga No Pertanyaan Rataan tingkat capaian per tahapan (%) Keikutsertaan suami dalam pengasuhan anak - 35,3 47,0 52,9 47, Istri mendukung pekerjaan suami Suami memberikan istri kesempatan atau waktu untuk kegiatan sosial ,1 94, Suami memberikan istri kesempatan atau waktu untuk berorganisasi 85,3 85,3 79,4 79,4 85,3 85,3 85,3 5 Keterlibatan langsung orangtua dalam pendidikan anak ,2 35,3 29,4 - - Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya Gambar 2 menunjukkan pengasuhan anak merupakan tugas utama ibu. Hal tersebut ditunjukkan dengan capaian pola pembagian tugas pengasuhan ibu

52 32 dominan lebih besar dibanding ayah dan ibu dominan. Angka capaian pengasuhan ibu dominan menurun sebesar 5,9 persen pada tahapan remaja. Pola pengasuhan yang dilakukan oleh ayah dan ibu menjadi dominan dari tahapan anak sekolah dan menuju remaja. Artinya adanya kerjasama yang lebih besar oleh orang tua dalam menangani anak-anaknya ketika beranjak remaja. Orang Tahapan keluarga ayah dan ibu dominan ayah dominan ibu dominan Keterangan: 2. Bayi baru lahir; 3. Anak pra-sekolah; 4. Anak sekolah; 5. Remaja Gambar 2 Pembagian tugas pengasuhan anak Gambar 3 menampilkan bahwa pola pencarian nafkah ayah dan ibu dominan memiliki angka capaian yang lebih tinggi dibanding dengan ayah dominan. Pola pencarian nafkah dual erner mengalami penurunan pada saat menuju tahapan keluarga dengan anak prasekolah. Artinya, bahwa ibu yang bekerja melepaskan pekerjaannya saat tahapan tersebut. Hal tersebut dikarenakan saat tahapan keluarga baru menikah dan keluarga dengan anak baru lahir, ibu masih melanjutkan pekerjaan yang dirintis ketika sebelum menikah. Persentase Tahapan keluarga ayah dan ibu dominan ayah dominan ibu dominan Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya Gambar 3 Pembagian tugas pencarian nafkah

53 33 Saat tahapan keluarga dengan anak prasekolah, jumlah anak yang semakin banyak, membuat ibu memiliki tanggung jawab yang lebih berat dibanding tahapan sebelumnya. Kondisi tersebut membuat ibu memilih untuk fokus pada pengelolaan dan pengerjaan pekerjaan rumah tangga sehingga melepaskan pekerjaannya. Pola dual erner kembali meningkat saat keluarga menuju tahapan keluarga setengah baya. Karena pada tahapan tersebut, suami telah mengalami masa pensiun sehingga membuat istri ikut berkontribusi mencari nafkah untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Manajemen Waktu Manajemen waktu merupakan pengoptimalan penggunaan waktu dalam keluarga. Hal tersebut berkaitan dengan variasi aktivitas dalam setiap rumah tangga (Walker 1976). Seluruh lansia dalam penelitian ini memiliki angka capaian kurang dari 50 persen yang berarti kemampuan manajemen waktu kurang dari setengah dari kemampuan optimal. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan capaian manajemen waktu menurut tahapan keluarga No Pertanyaan Rataan tingkat capaian per tahapan (% ) Perencanaan harian (tertulis atau 26,5 26,5 29,4 29,4 29,4 29,4 23,5 tidak tertulis) 2 Pengerjaaan dengan tepat waktu 20,6 20,6 23,5 26,5 26,5 20,6 17,7 kegiatan yang sudah direncanakan 3 Pemakaian barang-barang atau 5,9 5,9 8,8 8,8 8,8 8,8 38,2 alat elektronik untuk memudahkan pengerjaan pekerjaan rumah tangga 4 Keterbiasaan pengerjaan pekerjaan dalam satu waktu 11,8 14,7 14,7 14,7 14,7 14,7 14,7 Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya Terdapat pola peningkatan pada perencanaan harian, pemakaian alat elektronik untuk efektivitas waktu, dan pengerjaan pekerjaan dalam satu waktu seiring bertambahnya tahapan. Perencanaan harian mencapai tingkat capaian terbesar selama tahapan anak prasekolah hingga launching centre namun kembali menurun pada tahapan keluarga setengah baya. Setiap perencanaan harian yang dilakukan juga tidak sepenuhnya dikerjakan tepat waktu oleh contoh. Terlihat dari angka capaian pengerjaan tepat waktu kegiatan yang sudah direncanakan

54 34 yang lebih rendah dibanding capaian perencanaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perencanaan harian tertulis contoh masih sangat rendah. Pemakaian barang atau alat elektronik dapat mengefisienkan waktu yang dimiliki oleh keluarga untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya. Lebih dari seperempat contoh (38,2%) menggunakan barang elektronik tahapan keluarga setengah baya. Pada enam tahapan sebelumnya, rataan capaian penggunaan alat elektronik berada di bawah 10 persen. Hal ini dikarenakan sulitnya akses untuk mendapatkan barang-barang elektronik saat keluarga berada pada tahapan baru menikah hingga launching centre. Kesulitan tersebut antara lain harga yang mahal, ketersediaan barang, dan jauhnya jarak untuk mendapatkannya. Barang elektronik yang sering digunakan oleh keluarga adalah penanak nasi, mesin cuci, dispenser, blender, dan setrika. Pengerjaan pekerjaan dalam satu waktu bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas waktu. Misal, ibu menanak nasi, mencuci piring, dan menggoreng makanan secara paralel. Capaian item tersebut mengalami peningkatan pada tahapan keluarga dengan anak baru lahir. Manajemen Keuangan Manajemen keuangan adalah kegiatan merencanakan, mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penggunaan pendapatan (Nickell dan Dorsey 1959). Kurang dari separuh contoh mengalami pengeluaran lebih besar dari pendapatan sehingga keluarga berhutang. Keadaan tersebut meningkat dengan titik puncak pada tahapan anak sekolah (29,4%). Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan fisik dasar namun tidak diiringi peningkatan pendapatan keluarga. Separuh contoh mampu menyisihkan uang untuk dibelikan aset pada tahapan bayi baru lahir dan anak prasekolah, terus menurun hingga akhir tahapan yaitu tahapan keluarga setengah baya. Pengurangan alokasi untuk menabung menjadi salah satu cara keluarga untuk mengatasi kesulitan keuangan pada tahapan tersebut. Selain itu, keluarga juga menjual aset dan melakukan pekerjaan sampingan. Sebagian besar contoh memiliki pekerjaan sampingan, seperti berjualan makanan ringan di rumah dan mengurus ternak orang lain, untuk meningkatkan pendapatan di seluruh tahapan keluarganya dengan persentase rataan capaian terkecil berada pada tahapan keluarga setengah baya.

55 35 Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan capaian manajemen keuangan menurut tahapan keluarga No Pertanyaan 1 Pengeluaran lebih besar dari pendapatan yang membutuhkan keluarga berhutang 2 Penyisihan uang yang dilakukan keluarga untuk ditabung atau dibelikan aset (misal: emas, tanah, atau kendaraan) 3 Keluarga memiliki pekerjaan sampingan untuk meningkatkan pendapatan Rataan tingkat capaian per tahapan (%) ,9 5,9 17,7 29,4 24,5 24,5 11,8 47,1 50,0 50,0 47,1 47,1 38,2 26,5 88,2 88,2 88,2 88,2 88,2 88,2 85,3 Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya Manajemen Sumber Daya Keluarga Berdasarkan Tahapan Keluarga Pola capaian manajemen sumber daya manusia membentuk parabola terbalik dengan angka capaian terendah (71,8%) di tahapan anak prasekolah. Pola manajemen waktu meningkat hingga tahapan anak sekolah dan remaja (19,9%) lalu menurun pada tahapan keluarga launching centre (18,4%) dan kembali meningkat pada tahapan keluarga setengah baya (23,5%). Manajemen keuangan menurun pada tahapan anak sekolah (68,6%) dan kembali menurun dengan capaian terendah pada tahapan launching centre dan setengah baya (66,7%). Jika dilihat secara keseluruhan maka pola angka capaian mengalami peningkatan atau penurunan pada tahapan keluarga dengan anak usia sekolah. Tabel 15 Capaian komponen manajemen sumber daya keluarga berdasarkan tahapan keluarga Komponen manajemen sumber daya Tingkat capaian per tahapan (%) keluarga Manajemen sumber daya manusia 95,1 80,1 71,8 72,4 72,4 95,1 95,1 Manajemen waktu 16,2 16,9 19,1 19,9 19,9 18,4 23,5 Manajemen keuangan 76,5 77,5 73,5 68,6 69,6 66,7 66,7 Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya Pola manajemen sumber daya keluarga yang terbentuk selama tujuh tahapan keluarga membentuk parabola terbalik. Titik balik berada di tahapan anak usia sekolah dengan angka capaian 53,9 persen. Capaian tersebut merupakan capaian terendah dibanding dengan tahapan keluarga yang lain.

56 36 Persentase Tahapan keluarga Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya Gambar 4 Capaian manajemen sumber daya keluarga berdasarkan tahapan keluarga Berdasarkan sebaran contoh menurut rataan capaian manajemen sumber daya manusia hingga tahapan keluarga setengah baya, masih terdapat 14,7 persen lansia dalam penelitian ini berada pada kategori sedang. Lebih dari tiga perempat contoh (73,5%) memiliki manajemen waktu pada kategori rendah. Sebagian besar lansia dalam penelitian ini (82,4%) memiliki manajemen keuangan dalam kategori sedang. Akan tetapi, masih terdapat 11,8 persen lansia yang memiliki manajemen keuangan pada kategori rendah. Capaian manajemen sumber daya keluarga hanya separuh dari kemampuan maksimum dengan persentase terbesar contoh (82,4%) berada pada kategori sedang. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat capaian dan kategorisasi manajemen sumber daya keluarga seluruh tahapan Kategori manajemen Rataan tingkat % capaian contoh (%) Rendah Sedang Tinggi Total Manajemen sumber daya manusia 81,0 0,00 14,7 85,3 100,0 Manajemen waktu 19,0 73,5 5,9 20,6 100,0 Manajemen keuangan 71,0 11,8 61,8 26,5 100,0 Manajemen sumber daya keluarga 56,0 0,0 82,4 17,7 100,0 Ketahanan Keluarga Ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seiring dengan masalah yang dihadapi keluarga.berdasarkan penelitian Sunarti (2001) dengan menggunakan pendekatan sistem (input-proses-output) ditemukan faktor dalam ketahanan keluarga, yaitu ketahanan fisik, sosial, dan psikologis. Ketahanan keluarga dalam penelitian ini diukur pada tahapan akhir dalam tahapan keluarga yaitu tahapan empty nest.

57 37 Ketahanan Fisik Ketahanan fisik keluarga berkaitan dengan kemampuan ekonomi keluarga, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Keluarga akan tahan secara fisik jika terbebas dari masalah ekonomi dan terpenuhinya kebutuhan fisik keluarga. Faktor laten ketahanan fisik dibangkitkan dari sumberdaya fisik, masalah yang berkaitan dengan ekonomi dan kegiatan rumahtangga yang bersifat fisik, penganggulangan masalah ekonomi dan kegiatan fisik keluarga, serta pemenuhan kebutuhan dasar keluarga (Sunarti 2001). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa 58,8 persen contoh memiliki pendapatan di atas rata-rata kemiskinan Kabupaten Bogor tahun Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga sudah memiliki modal dasar untuk memenuhi kebutuhan dasar fisiknya. Akan tetapi lebih dari separuh lansia merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan (58,8%), kesulitan membayar pengobatan (52,9%), dan kesulitan keuangan (55,9%). Hal ini dikarenakan ratarata garis kemiskinan yang digunakan masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan keuangan tiap bulan contoh. Hampir seluruh lansia (97,1%) melakukan penganggulangan kesulitan pangan, ekonomi, dan membayar pengobatan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya dukungan keluarga (88,2%) dan tetangga atau lingkungan (58,8%) dalam membantu penyelesaian kekurangan tersebut. Seluruh lansia telah memiliki rumah sendiri di tahapan keluarga lansia namun luas rumah 2,9 persen lansia kurang dari 8 m 2 serta masih terdapat 2,9 persen lansia yang tidak memiliki kamar mandi dan WC. Hanya 14,7 persen contoh yang memiliki tanah karena pada fase ini, lansia telah menjual atau mewariskan tanah yang dimilikinya. Hampir seluruh lansia (91,1%) tidak memiliki kendaran bermotor karena lansia sudah merasa khawatir jika mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Frekuensi makan utama sebagian besar lansia (82,4%) kurang dari tiga kali sehari. Hal ini dikarenakan lansia sudah terbiasa untuk makan kurang dari tiga kali sehari. Setiap makan utama, lansia memakan dengan menu lengkap yang terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur, dan buah.

58 38 Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan fisik keluarga Indikator Sumber daya fisik Masalah keluarga fisik Penanggulangan masalah keluarga fisik Kesejahteraan fisik Kesejahteraan sosial fisik Pertanyaan % Tidak (0) Ya (1) 1. Pendapatan perkapita perbulan ( Rp ) 23,5 76,5 2. Kepemilikan rumah Kepemilikan tanah 85,3 14,7 4. Kepemilikan kendaraan bermotor 91,1 8,8 5. Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan 41,2 58,8 6. Kesulitan dalam membayar pengobatan 47,1 52,9 7. Kesulitan keuangan 44,1 55,9 8. Kehilangan pekerjaan 97,1 2,9 9. Gangguan kesehatan lansia 20,6 79,4 10. Pasangan mendapat sakit serius 70,6 29,4 11. Penanggulanan keluarga ketika kesulitan 2,9 97,1 pangan 12. Penanggulanan keluarga ketika kesulitan 2,9 97,1 ekonomi 13. Penanggulanan keluarga ketika kesulitan 2,9 97,1 dalam pengobatan 14. Peran keluarga dalam membantu meringankan 8,8 91,2 pekerjaan rumahtangga 15. Peran keluarga dalam membantu kesulitan 11,8 88,2 ekonomi 16. Bantuan tetangga atau lingkungan dalam 41,2 58,8 meringankan pekerjaan rumahtangga 17. Bantuan tetangga atau lingkungan jika 38,2 61,8 keluarga mendapat masalah ekonomi 18. Frekuensi makan utama (jelaskan) dalam 82,4 17,6 sehari (0= kurang dari 3 kali, 1=lebih atau sama dengan 3 kali) 19. Frekuensi makan lengkap dalam sehari Frekuensi membeli pakaian dalam setahun (0= potong, 1= lebih dari 1 potong) 21. Lokasi berobat ketika sakit (0=tidak ke sarana 8,8 91,2 kesehatan, 1= memanfaatkan sarana kesehatan) 22. Selalu berobat ke sarana kesehatan setiap sakit 23,5 76,5 23. Luas rumah per kapita 2,9 97,1 24. Adanya kamar mandi dan WC 2,9 97,1 25. Keyakinan bantuan dari tetangga Sering membantu orang lain Seluruh lansia mendapatkan pakaian baru lebih dari satu potong pertahun. Pakaian tersebut merupakan pemberian anak-anak lansia, sehingga lansia tidak perlu mengalokasikan dana tahunan untuk membeli pakaian. Hampir seluruh lansia (91,2%) berobat ke sarana kesehatan jika sakit. Akan tetapi hanya 76,5 persen contoh yang selalu memanfaatkan sarana kesehatan setiap sakit, lainnya

59 39 (23,5%) memilih untuk meminum obat tradisional yang diracik sendiri. Seluruh lansia mengaku sering membantu orang lain karena kondisi sosial yang terbentuk di desa membuat lansia terbiasa untuk saling menolong. Keadaan demikian membuat seluruh lansia yakin tetangga akan membantu saat keluarga lansia mengalami kesulitan. Ketahanan Psikologis Ketahanan psikologis merupakan kemampuan anggota keluarga untuk mengelola emosinya, sehingga menghasilkan konsep diri yang positif. Kemampuan tersebut terutama berkaitan dengan masalah-masalah non fisik keluarga. Kemampuan mengelola emosi dan konsep diri yang baik menjadi kunci dalam menghadapi masalah-masalah keluarga yang bersifat non fisik (Sunarti 2001). Lansia tidak pernah mengalami perceraian selama berumahtangga. Pada tahapan lansia ini, lebih dari separuh lansia (55,9%) mengaku berkonflik dengan pasangan namun tidak pernah menjadi masalah yang serius. Contoh dan pasangan segera menyelesaikan konflik yang terjadi. Konflik yang biasa terjadi mengenai pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kehidupan anak atau cucu, dan hubungan dengan keluarga besar. Lebih dari separuh lansia (73,5%) mengaku sering merasa kesal kepada pasangan dengan 41,2 persen selalu memendam rasa marah. Memendam rasa marah merupakan salah satu cara contoh untuk menjaga hubungan suami-istri. Akan tetapi untuk 58,8 persen lansia yang tidak memendam rasa marah beranggapan bahwa mengutarakan langsung permasalahan merupakan cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah yang dirasakan. Masih terdapat kurang dari seperempat lansia yang merasa tidak puas dengan pendapatan saat ini (23,5%), makanan yang dimakan (20,6%), pakaian yang dimiliki (17,6%), dan rumah yang ditempati (17,6%). Hampir seluruh lansia (91,2%) merasa cemas akan kehidupan masa depan. Hal yang membuat lansia cemas adalah masa depan anak dan cucunya serta kehidupan setelah kematian. Sebagian besar lansia (88,2%) sudah merasa puas berhubungan dengan menantu. Sebagian besar lansia (79,4%) mengalami gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang dirasakan adalah reumatik, asam urat, sakit pinggang, darah tinggi, diabetes, sakit jantung, dan gangguan pendengaran serta penglihatan

60 40 menurunnya kemampuan akibat penuaan. Hal tersebut dapat diatasi dengan perhatian keluarga terhadap kesehatan responden (100,0%). Lebih dari separuh lansia merasa kesal terhadap ketidakberdayaan diri sendiri (61,8%) namun mengaku tidak takut jikalau pasangan beralih kepada perempuan atau laki-laki lain (79,4%) karena menurut lansia sudah tidak lagi menarik sehingga kecil kemungkinan untuk berselingkuh. Sebagian besar lansia (79,4%) sudah merasa menjadi orangtua, pasangan, insan beragama, dan tetangga yang baik. Menurut lansia, sikap penerimaan harus dikedepankan sehingga tidak mendapatkan tekanan psikologis dari keadaan yang lansia hadapi sekarang. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan psikologis keluarga Indikator Masalah keluarga non fisik Kesejahteraan psikologis % Pertanyaan Tidak Ya (0) (1) 1. Konflik dengan pasangan 44,1 55,9 2. Suami menikah lagi/pasangan selingkuh 91,2 8,8 3. Konflik dengan keluarga 67,6 32,4 4. Perhatian keluarga terhadap kesehatan responden 5. Kehilangan anak (meninggal) Kehilangan keluarga dekat/sahabat karib 94,1 5,9 7. Perasaan kesal kepada pasangan 26,5 73,5 8. Memendam perasaan takut jikalau pasangan 79,4 20,6 beralih ke wanita/pria lain 9. Perasaan kesal kepada diri sendiri karena 38,2 61,8 merasa tidak berdaya 10. Rasa bersalah dalam kehidupan 61,8 38,2 berumahtangga 11. Rasa marah kepada pasangan 58,8 41,2 12. Memendam rasa marah kepada 38,2 61,8 keluarga/anak-anak 13. Kepuasaan terhadap kehidupan saat ini 26,5 73,5 14. Kepuasaan terhadap pendapatan saat ini 23,5 76,5 15. Kepuasaan terhadap makanan yang dimakan 20,6 79,4 16. Kepuasaan terhadap pakaian yang dimiliki 17,6 82,4 17. Kepuasaan terhadap rumah yang responden 17,6 82,4 tempati 18. Kepuasaan terhadaphubungan dengan 11,8 88,2 menantu 19. Merasa cemas memikirkan kehidupan masa 8,8 91,2 depan 20. Merasa menjadi orangtua yang baik 20,6 79,4 21. Merasa menjadi pasangan yang baik 20,6 79,4 22. Merasa menjadi muslim (...) yang baik 20,6 79,4 23. Merasa menjadi tetangga yang baik 20,6 79,4

61 41 Ketahanan Sosial Ketahanan sosial merupakan kekuatan keluarga dalam penerapan nilai agama, pemeliharaan ikatan dan komitmen, komunikasi efektif, pembagian peran dan penerimaan peran, penetapan tujuan, serta dorongan untuk maju, yang akan menjadi kekuatan dalam menghadapi masalah keluarga (termasuk masalah perkawinan) dan memiliki hubungan sosial yang sehat (Sunarti 2001). Pendidikan merupakan sumber daya non fisik keluarga yang menjadi salah satu item dalam ketahanan sosial. Lebih dari separuh lansia (73,5%) tidak menamatkan lama pendidikan formal selama 9 tahun. Hubungan dengan keluarga lansia diimplemetasikan dengan adanya upaya tukar pikiran saat melakukan perencanaan kegiatan dan dukungan untuk menyelesaikan tugasnya masingmasing. Sebagian besar lansia (85,3%) memiliki tujuan yang ingin dicapai di masa tuanya. Tujuan yang masih ingin diwujudkan yaitu keinginan untuk dapat berhaji, memiliki penghidupan yang lebih baik, dan meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Sebagian besar lansia (>80%) berdiskusi dengan keluarga inti untuk merencanakan sesuatu dan ketika akan mengambil keputusan. Seluruh lansia melakukan pembagian tugas dan menerimanya dengan senang hati. Komunikasi keluarga dilakukan secara langsung (100%), 97,1 persen dilakukan saat mau tidur dan 94,1 persen diantaranya dilakukan saat menonton televisi. Lebih dari separuh lansia (55,9 persen) mempunyai waktu berkumpul rutin setiap bulan dengan keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar. Karena tahapan empty nest ini merupakan saat dimana lansia menjalin hubungan lebih dekat dengan keluarga besarnya. Sedangkan 44,1 persen responden mengaku tidak ada waktu rutin untuk keluarga berkumpul karena jarak tempat tinggal anak-anak lansia yang tidak memungkinkan, seperti keluarga anak yang tinggal di luar Pulau Jawa. Namun keluarga akan berkumpul saat hari raya. Terdapat 5,9 persen lansia yang tidak dapat menerima kejadian yang telah terjadi. Hal ini yang terjadi adalah meninggalnya anggota keluarga secara beruntun, meninggalnya anak pertama, dan kehilangan harta benda sehingga membuat contoh merasa pukulan yang teramat berat dan sulit menerimanya. Akan tetapi, seluruh responden mengaku dapat melihat sisi baik dari setiap kejadian.

62 42 Seluruh contoh merasakan ibadah yang dilakukan di tahapan empty nest ini menjadi lebih khusyuk karena lansia merasa harus bersiap menghadapi kematian. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan sosial keluarga Indikator Sumber daya non fisik Penanggulangan masalah keluarga non fisik Kesejahteraan sosial non fisik % (n=34) Pertanyaan Tidak (0) Ya (1) 1. Lama pendidikan formal contoh ( 9 tahun) 73,5 26,5 2. Perencanaan kegiatan melalui musyawarah 14,7 85,3 3. Kepemilikan cita-cita atau tujuan yang ingin 14,7 85,3 dicapai 4. Bermusyawarah dalam mengambil keputusan 11,,8 88,2 5. Pembagian tugas dalam keluarga Penerimaan pembagian tugas dengan senang hati 7. Dukungan anggota keluarga dalam 11,8 88,2 meningkatkan pendapatan 8. Sikap saling menghargai diantara anggota keluarga 9. Penerimaan anggota keluarga sebagaimana adanya 10. Frekuensi berkomunikasi secara langsung Frekuensi berkomunikasi waktu mau tidur 2,9 97,1 12. Frekuensi berkomunikasi waktu nonton TV 5,9 94,1 13. Adanya waktu kumpul keluarga setiap bulan 44,1 55,9 14. Penerimaan kejadian yang telah terjadi 5,9 94,1 15. Mampu melihat sisi baik dari setiap kejadian Anggota keluarga bekerjasama menyelesaikan masalah 17. Meyakini bahwa keutuhan keluarga itu penting 18. Meyakini bahwa pekerjaan pasangan itu penting 19. Meyakini pentingnya anak bagi kehidupan Berinisiatif meminta nasihat dari orang lain 67,6 32,4 yang dipercaya 21. Berbagi cerita tentang masalah yang dihadapi 67,6 32,4 kepada sahabat/tetangga yang dipercaya 22. Melakukan ibadah lebih khusyuk/lebih baik Peran keluarga dalam memberi 17,6 82,4 nasehat/membantu masalah perkawinan 24. Bantuan tetangga saat keluarga mendapat 55,9 44,1 masalah perkawinan 25. Keaktifan di kegiatan kemsyarakatan 52,9 47,1 26. Merasa disukai tetangga Senang membantu orang lain 5,9 94,1 Lebih dari separuh lansia (67,6%) tidak berinisiatif untuk bercerita dan meminta nasihat tentang masalah yang dihadapi kepada sahabat atau tetangga yang dipercayai. Hal ini terjadi karena lansia tidak memiliki tetangga yang bisa

63 43 dipercaya sehingga jika lansia menceritakan masalah yang dirasakan justru menceritakan aib keluarga. Lebih dari separuh lansia (55,9%) mengaku tidak ada tetangga dan lingkungan yang membantu contoh dalam meyelesaikan masalah. Lansia lebih merasa aman untuk berbagi cerita dengan keluarga besarnya, sehingga sebagian besar lansia (82,4%) menyelesaikan masalah perkawinannya dibantu oleh keluarga besarnya. Hampir seluruh lansia (94,1%) senang membantu orang lain, misalnya saling bertukar makanan. Lebih dari separuh lansia (52,9%) tidak aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Lansia lebih memilih menjaga cucu di rumah. Ketahanan Keluarga Total Berdasarkan Tabel 20, terlihat bahwa capaian ketahanan keluarga seluruh lansia dalam penelitian ini sebesar 75,6 persen. Artinya, ketahanan keluarga lansia mencapai tiga perempat dari skor maksimum yaitu 100 persen. Capaian terendah berada pada ketahanan psikologis contoh yaitu sebesar 68,0 persen. Lebih dari seperempat contoh memiliki ketahanan psikologis (29,4%) dan ketahanan sosial (38,2%) pada kategori sedang. Masih terdapat 8,8 persen contoh yang memiliki ketahanan fisik pada kategori sedang. bahwa terdapat 5,9 persen contoh memiliki kategori sedang. Skor total ketahanan keluarga terlihat Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat capaian dan kategorisasi ketahanan keluarga Kategori Ketahanan Tingkat capaian contoh % (%) Rendah Sedang Tinggi Total Ketahanan fisik 75,0 0 8,8 91,2 100,0 Ketahanan psikologis 68,0 0 29,4 70,6 100,0 Ketahanan sosial 83,1 0 38,2 61,8 100,0 Ketahanan keluarga 75,6 0 5,9 94,1 100,0 Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Ketahanan Keluarga Berdasarkan uji hubungan antara karakteristik keluarga dengan ketahanan keluarga beserta komponennya didapatkan lama pendidikan berhubungan dengan ketahanan keluarga. Semakin lama pendidikan contoh maka akan semakin baik ketahanan keluarga yang dimiliki, khususnya ketahanan sosial. Jumlah anak yang semakin banyak akan menurunkan capaian ketahanan keluarga, khususnya ketahanan fisik dan ketahanan psikologis. Semakin lama masa menikah contoh maka ketahanan fisik semakin baik, namun ketahanan sosialnya

64 44 akan semakin rendah. Semakin tinggi pendapatan perkapita maka ketahanan keluarga akan semakin baik, begitu pun untuk seluruh komponen ketahanan keluarga. Tabel 21 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga dan ketahanan keluarga Ketahanan Keluarga Ketahanan Fisik Ketahanan Psikologis Ketahanan Sosial Pendapatan perkapita (rupiah) 0,554 ** 0,414 * 0,375 * 0,402 * Usia (tahun) 0,066 0,084-0,047 0,156 Lama menikah (tahun) 0,104 0,382 * 0,249-0,388 * Lama pendidikan (tahun) 0,543 ** 0,195 0,167 0,659 ** Rataan jarak usia antar -0,073 0,237-0,067-0,230 anak (tahun) Jumlah anak (orang) -0,454 ** -0,334 * -0,354 * -0,218 Ket: **= nyata pada p 0,01, *= nyata pada p 0,05 Hubungan antar Komponen Manajemen Sumber Daya Keluarga dengan Komponen Ketahanan Keluarga Hasil uji hubungan untuk masing-masing komponen manajemen sumber daya keluarga tahapan keluarga baru menikah hingga keluarga setengah baya terdapat hubungan positif nyata dengan ketahanan keluarga lansia. Hal ini berarti contoh yang menerapkan manajemen sumber daya keluarga dengan baik maka ketahanan keluarga akan lebih tinggi, khususnya ketahanan psikologis keluarga. Tabel 22 Koefisien korelasi antar komponen manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga Komponen Ketahanan Ketahanan Ketahanan Ketahanan fisik psikologis sosial keluarga Manajemen sumber daya 0,139 0,171 0,150 0,307 manusia Manajemen waktu 0,218 0,263 0,141 0,257 Manajemen keuangan 0,114 0,196-0,146 0,088 Manajemen sumber daya keluarga 0,293 0,436 ** 0,005 0,376 * Ket: **= nyata pada p 0,01, *= nyata pada p 0,05 Pengaruh Karakteristik Keluarga terhadap Ketahanan Keluarga Faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan keluarga diketahui dengan melakukan uji linier berganda. Hasil uji linier berganda menghasilkan nilai Adjusted R square sebesar 0,595. Artinya variabel lama menikah, lama pendidikan, jumlah anak dan pendapatan perkapita memengaruhi ketahanan

65 45 keluarga sebesar 59,5 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Tabel 23 Sebaran koefisien regresi karakteristik keluarga terhadap ketahanan keluarga Variabel Koefisien β Tidak terstandarisasi terstandarisasi Sig. Konstanta 0,525 0,000 Usia (tahun) 0,000 0,062 0,661 Lama menikah (tahun) 0,008 0,613 0,001** Lama pendidikan (tahun) 0,007 0,540 0,001** Rataan jarak usia antar anak -0,005-0,117 0,396 (tahun) Jumlah anak (orang) -0,015-0,153 0,001** Pendapatan perkapita (rupiah) 6,808E-8 0,411 0,008* Sig 0,000 ** Adj R 2 0,595 Ket: **= nyata pada p 0,01, *= nyata pada p 0,05 Berdasarkan Tabel 23, dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh positif nyata terhadap ketahanan keluarga adalah lama pendidikan (β=0,007; p=0,001), lama menikah (β =0,008; p=0,001), dan pendapatan perkapita (β =6,808E-8; p=0,008). Peningkatan variabel-variabel tersebut mampu meningkatkan ketahanan keluarga. Semakin banyak jumlah anak membuat ketahanan keluarga menurun (β=-0,015; p=0,001). Hal tersebut berarti peningkatan satu jumlah anak akan menurunkan ketahanan keluarga sebesar 0,015 persen. Pengaruh Manajemen Sumber Daya Keluarga terhadap Ketahanan Keluarga Hasil uji regresi linier berganda diperoleh bahwa manajemen sumber daya keluarga berpengaruh positif nyata terhadap ketahanan keluarga lansia (β =0,128; p=0,022). Artinya, contoh yang memiliki manajemen sumber daya keluarga pada tahapan keluarga baru menikah hingga keluarga setengah baya yang baik akan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik pada tahapan keluarga lansia. Setiap kenaikan satu persen manajemen sumber daya keluarga mampu menaikkan ketahanan keluarga sebanyak 22,9 persen. Hasil Adjusted R square sebesar 0,128 yang berarti 12,8 persen faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan keluarga dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

66 46 Tabel 24 Sebaran koefisien regresi manajemen sumber daya keluarga terhadap ketahanan keluarga Variabel Koefisien β Tidak terstandarisasi terstandarisasi Sig. Konstanta 0,629 0,000 Manajemen sumber daya keluarga 0,229 0,393 0,022* Sig 0,022 * Adj R 2 0,128 Ket: **= nyata pada p 0,01, *= nyata pada p 0,05 Pengaruh Manajemen Sumber Daya Keluarga dan Karakteristik Keluarga terhadap Ketahanan Keluarga Hasil uji regresi linier berganda diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,582. Artinya 58,2 persen faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan keluarga lansia dapat dijelaskan oleh model. Tabel 25 Sebaran koefisisen regresi manajemen sumber daya keluarga dan karakteristik keluarga terhadap ketahanan keluarga Variabel Koefisien β Tidak terstandarisasi terstandarisasi Sig. Konstanta 0,437 0,002 Manajemen sumber daya keluarga 0,229 0,077 0,559 (persen) Usia (tahun) 0,000 0,040 0,769 Lama menikah (tahun) 0,007 0,546 0,002 * Lama pendidikan (tahun) 0,006 0,415 0,008 * Jarak usia antar anak (tahun) 0,001 0,037 0,786 Jumlah anak (orang) -0,009-0,315 0,037 * Pendapatan perkapita (rupiah) 6,563E-8 0,399 0,012 * Sig 0,000 * Adj R 2 0,582 Variabel yang berpengaruh terhadap ketahanan keluarga adalah lama menikah (β =0,007; p=0,002), lama pendidikan (β =0,006; p=0,008), jumlah anak (β =-0,009; p=0,037), dan pendapatan perkapita (β =6,563E-8; p=0,012). Adanya peningkatan lama menikah, lama pendidikan, dan pendapatan perkapita akan meningkatkan ketahanan keluarga lansia. Akan tetapi, peningkatan jumlah anak akan menurunkan ketahanan keluarga lansia. Pada model ini, variabel yang termasuk karakteristik keluarga lebih dominan sehingga variabel manajemen sumber daya keluarga terlihat tidak berpengaruh.

67 47 Pembahasan Lansia dalam penelitian ini tergolong lansia awal (60-75 tahun). Sebelum memasuki fase ini, keluarga melalui tujuh tahapan sebelumnya yaitu tahap keluarga baru menikah, bayi baru lahir, anak prasekolah, anak usia sekolah, remaja, launching centre, dan keluarga setengah baya (Duvall 1971). Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai pola manajemen sumber daya keluarga seluruh tahapan. Pola tersebut muncul karena keluarga melakukan penyesuaian terhadap permasalahan yang terjadi pada tiap tahapannya. Manajemen sebagai sebuah proses dinamis yang dipengaruhi dan memengaruhi lingkungan, dapat disesuaikan dengan situasi yang sedang dihadapi dan ketersediaan sumber daya dari keluarga tersebut (Gross et al. 1973). Semua pola komponen manajemen sumber daya keluarga berubah (meningkat maupun menurun) pada tahapan anak usia sekolah. Pada pembagian tugas keluarga, seluruh keluarga beranggapan bahwa pengasuhan anak merupakan tugas ibu dan mencari nafkah adalah tugas ayah. Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa semua ibu menjalankan fungsinya dalam mengasuh anak. Gambar 3 menunjukkan semua ayah menjalani fungsinya sebagai pencari nafkah. Hal ini sesuai dengan Saleha (2003) bahwa aktivitas domestik seperti mengurus anak dan memelihara rumahtangga banyak dilakukan oleh istri. Saat tahapan anak usia sekolah dan remaja, orang tua, baik ayah maupun ibu sama-sama berperan dominan dalam mengasuh anak. Keluarga menjadi dual erner saat tahapan anak usia prasekolah hingga keluarga setengah baya. Artinya, ayah dan ibu sama-sama mencari nafkah pada tahapan tersebut. Pembagian peran domestik keluarga berkaitan dengan manajemen sumber daya keluarga yaitu pengaturan keuangan keluarga dan melakukan strategi penambahan pendapatan dengan cara mencari tambahan pekerjaanlebih menunjukkan pergeseran ke kesetaraan peran antara suami dan istri (Puspitawati 2012). Motif ekonomi merupakan alasan utama ibu ikut bekerja. Berdasarkan item pertanyaan mengenai keterlibatan suami dalam pengasuhan anak, persentase contoh mencapai rataan capaian tertinggi pada tahapan anak usia sekolah. Pada tahapan ini, keluarga mengalami penambahan jumlah anak, dengan usia yang masih membutuhkan penanganan orang tua secara

68 48 langsung untuk memenuhi kebutuhan harian anak. Keterlibatan langsung orang tua dalam pendidikan anak adalah pendampingan belajar bukan hanya meminta anak untuk belajar. Rataan capaian contoh pada item ini kurang dari 50 persen yang artinya adalah keluarga hanya memiliki separuh kemampuan. Hal ini diakibatkan adanya anggapan bahwa pendidikan ayah lebih memadai daripada pendidikan ibu untuk mendampingi anak belajar, sedangkan waktu ayah lebih banyak diluar rumah untuk mencari nafkah. Nilai capaian manajemen waktu memiliki skor terendah (19,1%) dibanding komponen manajemen sumber daya keluarga lainnya. Hampir tiga perempat contoh (73,5%) berada pada kategori rendah untuk manajemen waktu. Rendahnya nilai capaian manajemen waktu keluarga diduga karena aktivitas sehari-hari yang dilakukan tidak pernah berubah. Contoh sudah memiliki pola waktu tertentu sehingga merasa tidak perlu membuat perencanaan dalam menggunakan waktu. Hal ini sesuai dengan penelitian Rusydi (2011) yang menunjukkan bahwa keluarga baik miskin maupun tidak miskin memiliki manajemen waktu yang rendah. Semakin bertambahnya tahapan keluarga maka akan bertambah pula aktivitas pemenuhan kebutuhan keluarga sehingga membuat contoh melakukan penyesuaian dalam penggunaan waktunya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan capaian item perencanaan dan kepatuhan akan perencanaan manajemen waktu dimulai pada tahapan anak usia prasekolah serta disertai peningkatan pengerjaan aktivitas rumah tangga dalam satu waktu. Tabel 13, ditemukan perubahan pola manajemen waktu keluarga dengan titik perubahan pada tahapan keluarga dengan anak prasekolah menuju tahapan keluarga dengan anak usia sekolah. Hal tersebut diduga karena tugas perkembangan keluarga semakin kompleks sehingga keluarga butuh manajemen yang sesuai kondisi. Kondisi itu dibuktikan dengan rataan jarak usia antar anak contoh, pada tahapan anak prasekolah menuju tahapan anak usia sekolah keluarga sudah mempunyai sebanyak dua hingga enam anak. Nilai capaian manajemen keuangan keluarga sebesar 71,0 persen dan masih terdapat 11,8 persen contoh yang memiliki manajemen keuangan pada kategori rendah. Pola manajemen keuangan lansia dalam penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pada tahapan anak usia sekolah sehingga

69 49 keluarga butuh berhutang (29,4%). Kebutuhan yang semakin banyak, tidak bertambahnya pendapatan, dan semakin mahalnya biaya pemenuh kebutuhan fisik menjadi penyebab utama kekurangan yang dirasakan. Uniknya, 70,6 persen contoh memilih untuk tidak berhutang meskipun merasa kekurangan. Menurut wawancara, contoh tidak berani berhutang karena kekhawatiran tidak bisa mengembalikan dan akan membebani kehidupan di masa mendatang. Manajemen yang dilakukan adalah tidak lagi menyisihkan uang untuk menabung atau membeli aset serta menjual aset yang dimiliki serta keluarga memiliki pekerjaan sampingan. Pola manajemen sumber daya keluarga dalam penelitian ini berupa parabola terbalik dengan titik balik di tahapan usia sekolah. Tahapan anak usia sekolah merupakan puncak dari permasalahan pengelolaan keluarga, baik itu masalah keuangan, tugas perkembangan dan tugas kritis keluarga yang semakin kompleks, maupun masalah psikologis. Keluarga pun melakukan penyesuaian lebih besar di tahapan anak usia sekolah ini dengan melakukan pengelolaan sumber daya yang lebih baik. Sesuai dengan pernyataan Lewis et al.. (1953) bahwa kebutuhan tergantung pada individu dalam keluarga. Perubahan tergantung masing-masing tahapan. Pada faktanya, keluarga justru mengalami banyak kesulitan dalam melakukan manajemen sumber daya keluarga. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi dalam keluarga dengan tuntutan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Nilai rataan capaian ketahanan fisik seluruh lansia dalam penelitian ini sebesar 75,0 persen, ketahanan sosial sebesar 83,1 persen, dan ketahanan psikologis sebesar 68,0 persen. Sunarti (2001) menyatakan ketahanan fisik erat kaitannya dengan pendapatan perkapita keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa orang tua sama-sama mencari nafkah (Gambar 2) sejalan dengan penelitian Sunarti (2001) yaitu ketahanan fisik akan semakin meningkat jika ada anggota keluarga lain atau istri ikut bekerja untuk mendapatkan pendapatan. Ketahanan psikologis 29,4 persen contoh berada pada kategori sedang. Ketahanan psikologis erat dengan kepuasan yang dimiliki. Dilihat dari komponen pertanyaan kuesioner masih adanya ketidakpuasan yang dirasakan oleh contoh pada kehidupannya sekarang. Keinginan untuk mendapat kehidupan yang jauh lebih baik dari

70 50 kehidupan sekarang membuat adanya rasa ketidakpuasan tersebut. Selain itu, contoh mengaku keterbatasan fisik yang dimiliki oleh lansia menjadi faktor ketidakpuasan tersebut. Lebih separuh contoh (61,8%) memiliki ketahanan sosial pada kategori tinggi. Persentase tersebut adalah persentase terkecil untuk kategori tinggi dibandingkan dengan ketahanan fisik (91,2%) dan ketahanan psikologis (70,6%). Hal tersebut bertentangan dengan item pertanyaan mengenai keyakinan bantuan dari tetangga dan frekuensi membantu orang lain seluruh contoh yang tinggi. Adanya kebiasaan pada lingkungan rumah untuk saling membantu antar tetangga menjadi faktor tingginya persentase contoh pada dua item pertanyaan tersebut. Hampir seluruh lansia lansia dalam penelitian ini memiliki ketahanan keluarga berada pada kategori tinggi dikarenakan lebih dari separuh contoh memiliki komponen ketahanan keluarga berada pada kategori tinggi. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa keluarga yang melakukan manajemen sumber daya keluarga yang lebih baik maka akan memiliki ketahanan keluarga yang lebih baik, khususnya ketahanan psikologis. Manajemen sumber daya keluarga dilihat dari kerjasama anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan fisik yang dapat terpenuhi serta penanggulangan masalah keluarga yang diselesaikan secara bersama-sama dengan anggota keluarga, mampu meringankan beban pikiran dan emosi anggota keluarga sehingga kebutuhan akan psikologis berupa kestabilan emosi dapat terpenuhi (Ginanjarsari 2010). Semakin lama pendidikan lansia maka ketahanan keluarga menjadi lebih baik, khususnya ketahanan sosial. Pendapatan seseorang tergantung pada mutu sumber daya manusia sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Sunarti (2001) menyebutkan bahwa pendidikan merupakan sumber daya non fisik yaitu kepemilikan kemampuan dasar dan keterampilan untuk bekerja yang akan memengaruhi kesejahteraan seseorang untuk menghasilkan ketahanan keluarga yang baik. Syarat kondisi ketahanan sosial yang kuat yaitu kepribadian yang matang merupakan hasil dari perkembangan dan pendidikan melalui internalisasi nilai-nilai. Semakin banyak jumlah anak akan menurunkan ketahanan keluarga, khususnya ketahanan fisik dan ketahanan psikologis. Jumlah anggota keluarga yang besar seringkali mempunyai

71 51 masalah dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok keluarga (Iskandar 2007). Hal tersebut diduga dapat menjadi beban pikiran yang berat (Ginanjarsari 2010). Hasil lain menunjukkan bahwa semakin lama masa menikah akan meningkatkan ketahanan fisik namun menurunkan ketahanan sosialnya. Ketahanan sosial berkaitan dengan perasaan bagian dari lingkungan dan ketersediaan lingkungan atau tetangga untuk dapat membantu keluarga menyelesaikan permasalahannya. Hubungan negatif menunjukkan bahwa adanya ketidakyakinan keluarga diterima oleh lingkungan dan adanya ketidakpercayaan keluarga untuk berbagi permasalahan dengan tetangga. Hal ini terjadi diduga karena selama tahapan sebelum tahapan empty nest, keluarga tidak memiliki banyak waktu untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Saat keluarga berada pada tahapan empty nest merupakan akumulasi dari sifat selfish keluarga. Terbukti dari item kuesioner ketahanan sosial, didapatkan bahwa lansia tidak dapat menaruh kepercayaan kepada tetangganya untuk bercerita dan membantu menyelesaikan permasalahan keluarga. Lokasi rumah contoh yang berada di pedesaan membentuk kebiasaan saling membantu antar tetangga. Akan tetapi, untuk menjalin kepercayaan dengan tetangga tidak serta merta terbentuk dengan kebiasaan tersebut. Hasil uji pengaruh menunjukkan semakin baik manajemen sumber daya keluarga yang dilakukan maka ketahanan keluarga pun akan semakin baik. Hal ini berarti manajemen sumber daya yang dilakukan dari tahapan keluarga dengan bayi baru lahir hingga keluarga setengah baya akan berpengaruh terhadap ketahanan keluarga pada tahapan lansia. Hal ini disebabkan, manajemen sumber daya keluarga yang semakin baik membuat keluarga mampu memenuhi kebutuhan fisik dasar yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan yang menjadi indikator pada ketahanan keluarga. Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhannya tersebut juga akan memberikan kestabilan emosi dapat terjaga. Ditemukan pula bahwa lama menikah, lama pendidikan, jumlah anak, dan pendapatan keluarga berpengaruh terhadap ketahanan keluarga. Semakin tinggi lama menikah, lama pendidikan, dan pendapatan perkapita lansia akan semakin meningkatkan ketahanan keluarga. Akan tetapi, penambahan jumlah anak justru

72 52 menurunkan ketahanan keluarga lansia. Sulitnya memenuhi kebutuhan keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang banyak mengakibatkan ketahanan keluarga semakin rendah. Di samping itu, pemenuhan kebutuhan fisik harus dilakukan oleh keluarga agar keluarga mendapatkan ketahanan keluarga yang baik. Pemenuhan kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan) berkaitan dengan akses dan ketersediaan sumber daya yang berkaitan pada sektor ekonomi. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan keluarga untuk mendapatkan makanan yang bergizi, pakaian dan rumah yang layak, pendidikan yang tinggi, serta kesehatan yang berkualitas justru membuat keluarga harus memilih satu diantaranya untuk dipenuhi. Hasil uji regresi pada berbagai model menunjukkan bahwa jumlah anak berhubungan negatif signifikan terhadap ketahanan keluarga. Artinya, semakin banyak jumlah anak akan menurunkan ketahanan keluarga. Pada faktanya, jumlah anak dapat menggambarkan banyaknya orang yang dapat diandalkan lansia dan juga membantu secara ekonomi. Dalam rangka membahas hal tersebut, dilakukan elaborasi mengenai jumlah anak dan sumbangan pendapatan yang diberikan oleh anak (Lampiran 8). Hasil menunjukkan bahwa lansia yang mendapatkan sumbangan pendapatan dari anak memiliki rataan jumlah anak lebih besar daripada lansia yang mencari pendapatan sendiri. Hal tersebut membuktikan bahwa lansia yang memiliki jumlah anak lebih banyak memiliki potensi lebih besar untuk mendapatkan sumbangan pendapatan dari anak. Uji hubungan yang dilakukan antara jumlah anak dan sumbangan pendapatan dari anak (Lampiran 9) menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anak berhubungan positif signifikan dengan sumbangan pendapatan yang diberikan anak. Artinya potensi lansia untuk mendapatkan sumbangan pendapatan dalam bentuk uang tunai semakin besar seiring dengan bertambahnya jumlah anak. Besaran pendapatan yang diberikan oleh anak juga didasarkan pada jarak tempat tinggal anak dan lansia. Lansia yang tinggal berrdekatan dengan anaknya mendapatkan sumbangan dalam bentuk makanan sehari-hari, sehingga lansia tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk pangan. Hanya saja, lansia harus bersedia menerima menu apapun yang disediakan oleh anak-anaknya. Besaran biaya pangan yang disediakan oleh anak setiap bulannya dengan kisaran rataan Rp ,00. Dengan demikian,

73 53 sumbangan pendapatan dari anak dalam bentuk uang tunai lebih lebih kecil karena keperluan yang berbentuk fisik akan dipenuhi oleh anak secara langsung. Pasangan lansia yang tinggal berjauhan mendapatkan uang tunai yang lebih besar dari anaknya tiap bulan (Lampiran 10). Lama menikah, lama pendidikan, jumlah anak, dan pendapatan perkapita memberikan pengaruh yang konsisten terhadap peningkatan ketahanan keluarga untuk semua model regresi yang diuji. Pemenuhan kebutuhan dasar ini juga terkait dengan kebijakan lingkungan makro keluarga, yaitu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik dasar. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada seluruh keluarga lanjut usia di Indonesia karena penelitian ini menggunakan desain purpossive. Adanya kemungkinan mengingat tidak tepat oleh responden juga menjadi kelemahan dalam pengambilan data penelitian ini. Keragaman responden yang mencakup suami dan istri membuat jawaban dalam penelitian ini berdasarkan dua perspektif yaitu dari perspketif istri dan suami. Selain itu, ketiadaan alat ukur manajemen sumberdaya keluarga yang baku mengakibatkan penelitian ini menggunakan alat ukur yang dirancang sendiri berdasarkan teori yang dibakukan. Oleh karena itu, alat ukur dalam penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut agar bisa digunakan pada contoh yang memiliki karakteristik berbeda.

74 54

75 55 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rataan capaian manajemen sumber daya keluarga total sebesar separuh kemampuan dan sebagian besar lansia pada kategori sedang. Sebagian besar lansia memiliki manajemen sumber daya manusia pada kategori tinggi dengan rataan capaian sebesar 81 persen kemampuan. Lebih dari separuh lansia berada pada kategori rendah untuk manajemen waktu dengan rataan kemampuan hanya seperlima dari kemampuan. Sebagian besar lansia berada kategori sedang untuk manajemen keuangan dengan rataan capaian hampir tiga perempat kemampuan. Secara keseluruhan, pola angka capaian mengalami peningkatan atau penurunan pada tahapan keluarga dengan anak usia sekolah. Pola manajemen sumber daya keluarga yang terbentuk selama tujuh tahapan keluarga membentuk parabola terbalik dengan titik balik di tahapan anak usia sekolah. Rataan capaian ketahanan keluarga lansia pada penelitian ini mencapai tiga perempat kemampuan keluarga dengan sebagian besar lansia memiliki ketahanan keluarga pada kategori tinggi. Nilai capaian katahanan fisik sebesar tiga perempat kemampuan dengan lebih dari sebagian besar lansia berada pada kategori tinggi. Lebih dari separuh lansia memiliki ketahanan psikologis pada kategori tinggi dengan rataan capaian lebih dari separuh kemampuan. Ketahanan sosial lebih dari separuh lansia berada pada kategori tinggi dengan rataan capaian tiga perempat kemampuan. Berdasarkan uji hubungan, peningkatan manajemen sumber daya keluarga akan meningkatkan ketahanan keluarga lansia khususnya ketahanan psikologis keluarga. Selain itu, didapatkan pula bahwa semakin tinggi lama pendidikan akan meningkatkan ketahanan keluarga lansia, khususnya ketahanan sosial keluarga. Penambahan jumlah anak akan menurunkan ketahanan keluarga khususnya ketahanan fisik dan ketahanan psikologis keluarga. Peningkatan pendapatan perkapita keluarga akan konsisten meningkatkan ketahanan keluarga beserta komponennya. Semakin lama usia pernikahan lansia akan meningkatkan ketahanan fisik dan menurunkan ketahanan sosial keluarga di masa lansia. Berdasarkan uji pengaruh yang dilakukan, lansia yang menerapkan manajemen sumber daya keluarga dengan baik dari awal tahapan hingga tahapan

76 56 keluarga setengah baya akan memiliki ketahanan keluarga yang lebih tinggi. Faktor lain yang memengaruhi ketahanan keluarga adalah lama menikah, lama pendidikan, jumlah anak, dan pendapatan perkapita lansia. Saran 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen sumber daya keluarga berpengaruh terhadap ketahanan keluarga lansia. Diharapkan kepada keluarga agar lebih meningkatkan kemampuan manajemen sumber daya keluarga sehingga dibutuhkan adanya penyuluhan oleh LSM yang mampu meningkatkan kemampuan keluarga dalam hal manajemen sumber daya keluarga khususnya manajemen waktu. Diperlukan pula peran sivitas akademika untuk mengaplikasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat melalui pelatihan dan pendampingan bagi keluarga mengenai pengelolaan sumber daya keluarga. 2. Sesuai dengan hasil kajian, ketahanan keluarga dipengaruhi oleh lama pendidikan. Pendidikan merupakan modal dasar untuk membentuk SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu menerapkan regulasi yang menjamin masyarakat untuk menempuh pendidikan formal bermutu. Hal tersebut dapat dikemas dengan penyuluhan atau program yang mampu mendorong masyarakat untuk bersekolah, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, penyediaan pengajar yang kompeten, dan pembiayaan pendidikan murah bagi masyarakat. 3. Pemerintah diharapkan dapat memperluas akses bagi keluarga untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga keluarga memiliki pendapatan yang lebih tinggi. Penelitian membuktikan bahwa pendapatan perkapita keluarga berpengaruh terhadap ketahanan keluarga. Pendapatan perkapita dibutuhkan keluarga untuk mencukupi kebutuhan dasarnya, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Pemerataan lapangan kerja dapat dilakukan dengan dibukanya usaha padat karya. Selain itu, penetapan upah minimum regional yang layak serta berbagai kebijakan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. 4. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut guna menganalisis jumlah anak dan potensi lansia mendapatkan sumbangan pendapatan di hari tua.

77 57 DAFTAR PUSTAKA BKKBN Data Lansia Indonesia. [diakses 20 Maret 2012] BPS Data Statistik Penduduk Indonesia [diakses 4 Maret 2012] Baxter l, Justin M, Rust L Sharing Family Living. New York: JB Lippincott Company Briston WH, Christy, Cushman Family Living And Our Schools. Suggestions For Instructional Programs. London: D Appleton Century Company,Inc Deacon F, Firebaugh FM Family Resource Management Principles and Applications (Second Edition). Massachusetts: Allyn and Bacon Inc. Destianti D M Penelitian lanjut usia: Karakteristik, aktivitas, dan tingkat kesejahteraan keluarga (Kasus Desa Cijujung Kecamatan Sukaraja Kabupaten Jawa Barat). [skripsi]. Fakultas Petanian: Institut Petanian Bogor. Duvall E M Family Development. Ed 4. United States of America: Lippincott Company Fitriani Kajian modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan keluarga nelayan di daerah rawan bencana. [skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia: Institut Petanian Bogor Firdaus, Sunarti E Hubungan antara tekanan ekonomi, manajemen keuangan, dan mekanisme koping dengan kesejahteraan keluarga wanita pemetik teh. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 2: Ginanjarsari G Hubungan antara tipologi keluarga dengan komponen ketahanan keluarga pada keluarga miskin dan tidak miskin. [skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia: Institut Petanian Bogor Gross IH, Crandall EW, Knoll MM Management For Modern Families. New York: Appleton Century Crofts Hurlock EB Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwidayanti dan Soedjarwo, penerjemah; Sijabat RM, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psychology A Life-Span Approach, fifth edition. Ifada Kajian ketahanan keluarga: manajemen stress keluarga pengungsi korban kerusuhan Aceh di Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. [skripsi]. Fakultas Pertanian: Institut Petanian Bogor Iskandar A Analisis praktek manajemen sumberdaya keluarga dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga di kabupaten dan kota bogor. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

78 58 Kusumo RAB, Simanjuntak M Tingkat Kepuasan Keluarga Berpendapatan Rendah Terhadap Sumberdaya yang Dimiliki. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen 2: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Lewis D, Burns J, Segner E Housing and Home Management. USA: The Macmillan Company Lomranz Handbook of Aging and Mental Helath. An Integrative Approach. New York: Plenum Press Lowy L Social work with the aging: The Challenge and Promise of The Later Years. USA: The Murrary Printing Company McCubbin Family Types and Strenghts : A Life Cycle and Ecological Perspective. United State of America : Burgess International Group,Inc. Megawangi R Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan Pustaka Nickell P, Dorsey JM Management in Family Living 3th edition. New York: John Willey and Sons, Inc. Nuffiled Home Economics. Australia: Anchor Press Nurlaela E Analisis pengelolaan makanan dan daya terima lansia di beberapa panti werdha di Kota Bogor. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Papalia DE, Old SW, Fieldman RD Human Development. Ed 9 th : Psikologi Perkembangan. Anwar AK, penerjemah. Jakarta: Kencana. Terjemahan dari: Human Development. Puspitawati H Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB Press Putri I H Hubungan kemandirian dan dukungan sosial dengan tingkat stres lansia. [skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia: Institut Petanian Bogor Rahmi E Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi ibu-ibu lanjut usia dalam kegiatan Bina Keluarga Lansia: kasus pada kelompok-kelompok BKL di Kotamadya Bogor Jawa Barat. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rambe A Alokasi pengeluaran rumah tangga dan tingkat kesejahteraan (khusus di Kecamatan Medan Kota, Sumatera Utara). [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ritonga KM Kajian ketahanan keluarga petani: hubngan kesejahteraan keluarga dengan kualitas perkawinan. [skripsi]: Fakultas Petanian. Institut Petanian Bogor. Rokhmat J Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosada Rusydi LN Analisis perbandingan manajemen sumberdaya dan kesejahteraan keluarga pada keluarga miskin dan tidak miskin. [skripsi]: Fakultas Ekologi Manusia. Institut Petanian Bogor.

79 59 Saleha Q Manajemen Sumber Daya Keluarga: Suatu Analisis Gender Dalam Kehidupan Keluarga Nelayan Di Pesisir Bontang Kuala, Kalimantan Timur. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Santrock JW Life Span Development. Ed ke-8. New York :The McGraw- Hill Companies Singarimbun M, Effendi S Metode Penelitian Survei. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia Slamet Y Analisis Kualitatif untuk Data Sosial. Solo : Dabara. Starr MC Management for Better Living. Boston: DC Heath and Company Suandi Modal sosial dan kesejahteraan keluarga di daerah pedesaan propinsi Jambi. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Suciati Pemberdayaan lanjut usia melalui organisasi pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK): studi kasus di RW 05 Keluarahan Pamoyanan Kecamatan Cicendu Kota Bandung. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sunarti E Studi ketahanan keluarga dan ukurannya: telaah kasus pengaruhnya terhadap kualitas kehamilan. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Pengaruh Ketahananan Keluarga Terhadap Kualitas Kehamilan. Media Gizi & Keluarga 27 (1): Keragaan pemetik teh wanita: sosial ekonomi, ketahanan keluarga, konsumsi pangan, pertumbuhan, dan perkembangan anak. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Peningkatan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga. Di dalam: Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga: Bekal Mahasiswa Kuliah Kerja dan Profesi. Bogor: IPB Press. Hlm: Syarief H Pemberdayaan wanita dalam mewujudkan ketahanan keluarga. Bogor: GMSK Wijaya T Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS untuk Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Yogya: Universitas Atmajaya Yogya Walker KE Time Use: a Measure of Household Production of Family Goods and Services. Washington DC: The American Home Economics Association

80 60

81 LAMPIRAN 61

82 62

83 63 Lampiran 1 Sebaran skor maksimal, kisaran contoh, dan skor acuan kategori ketahanan keluarga (total, fisik, psikologis, dan sosial) n=34 Ketahanan keluarga Total Fisik psikologis Sosial Skor maksimal Kisaran contoh Kategori rendah 25,33 8,67 7,67 9 Kategori sedang 25,34-50,57 8,68-17,33 7,68-15,33 9,1-18 Kategori tinggi 50, , , ,1-27 Lampiran 2 Sebaran skor maksimal, kisaran contoh, dan skor acuan kategori manajemen sumber daya keluarga (total, manajemen sumber daya manusia, manajemen waktu, dan manajemen keuangan) n=34 Total Manajemen Sumber Daya Keluarga Manajemen Manajemen Sumber Daya Waktu Manusia Manajemen Keuangan Skor maksimal Kisaran contoh Kategori rendah 26,67 9,33 9,33 7 Kategori sedang 2,68-51,33 9,34-18,67 9,34-18,67 7,1-14 Kategori tinggi 51, , , ,1-21 Lampiran 3 Sebaran skor minimal dan maksimal manajemen sumber daya keluarga beserta komponen menurut tahapan keluarga Tahapan Manajemen sumber daya manusia (3 pertanyaan) (4 pertanyaan) (5 pertanyaan) (5 pertanyaan) (5 pertanyaan) (3 pertanyaan) (3 pertanyaan) Skor minimum-maksimum Manajemen Manajemen waktu keuangan 0-4 (4 pertanyaan) 0-4 (4 pertanyaan) 0-4 (4 pertanyaan) 0-4 (4 pertanyaan) 0-4 (4 pertanyaan) 0-4 (4 pertanyaan) 0-4 (4 pertanyaan) 0-3 (3 pertanyaan) 0-3 (3 pertanyaan) 0-3 (3 pertanyaan) 0-3 (3 pertanyaan) 0-3 (3 pertanyaan) 0-3 (3 pertanyaan) 0-3 (3 pertanyaan) Manajemen sumber daya keluarga

84 64 Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan pembagian tugas dalam pengasuhan anak Kategori Tahapan (%) Ayah dan ibu dominan 17,6 17,6 17,6 23,5 Ayah dominan Ibu dominan 82,4 82,4 82,4 76,5 Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya Lampiran 5 Sebaran contoh berdasarkan pembagian tugas dalam mencari nafkah Kategori Tahapan (%) Ayah dan ibu dominan 52,9 52, ,8 Ayah dominan 47,1 47, ,2 Ibu dominan Keterangan: 1.Baru menikah ; 2. Bayi baru lahir; 3.Anak prasekolah; 4.Anak sekolah; 5. Remaja; 6. Launching centre;7. Setengah baya Lampiran 6 Sebaran koefisien korelasi ketahanan keluarga dengan komponennya KF KP KS KK KF Korelasi Spearman 1 Sig. (2-tailed) KP Korelasi Spearman ** 1 Sig. (2-tailed) KS Korelasi Spearman Sig. (2-tailed) KK Korelasi Spearman ** ** ** 1 Sig. (2-tailed) **. Signifikan pada p< 0.01 level (2-tailed). Lampiran 7 Koefisien korelasi antar komponen manajemen sumber daya keluarga Msdm msdw msdf Msdk msdm Korelasi Spearman 1 Sig. (2-tailed) msdw Korelasi Spearman Sig. (2-tailed) msdf Korelasi Spearman Sig. (2-tailed) msdk Korelasi Spearman * ** * 1 Sig. (2-tailed) *. Signifikan pada p< 0.05 (2-tailed). **. Signifikan pada p<0.01 (2-tailed).

85 65 Lampiran 8 Sebaran contoh berdasarkan sumbangan pendapatan dan keterangannya Sumbangan Pendapatan Anak Sendiri dan Anak Jumlah anak (orang) Jumlah anak yang membantu pendapatan (orang) Jumlah sumbangan pendapatan tunai dari anak (rupiah) Min-maks Rataan ,3 Min-maks Rataan Total Min-maks n=15 orang Rataan ,7 Pensiunan Min-maks Rataan Sendiri Min-maks Rataan Total Min-maks n=19 orang Rataan Lampiran 9 Sebaran koefisien korelasi jumlah anak dan sumbangan anak Jumlah Anak Korelasi Pearson Sig. (2-tailed) Sumbangan Anak Jumlah Anak 1 Sumbangan Anak Korelasi Pearson * 1 Sig. (2-tailed) *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

86 66 66 Lampiran 10 Keterangan jumlah anak yang memberikan sumbangan pendapatan kepada lansia Sumbangan Pendapatan Jumlah Anak (orang) Jumlah anak yang membantu (orang) Jumlah sumbangan pendapatan tunai dari anak (rupiah) Sumbangan pangan dipenuhi oleh anak (kisaran nominal dalam rupiah) Pendapatan keluarga lansia (uang tunai dalam rupiah) Anak Anak Anak Anak Anak Anak Anak Anak Anak Min-max Rataan 6,1 2, , ,3 Sendiri dan Anak Sendiri dan Anak Sendiri dan Anak Sendiri dan Anak Sendiri dan Anak Sendiri dan Anak Min-max Rataan 8 4, ,7 Min-max Rataan (15 orang) 6,9 3, ,3 Pensiunan Pensiunan Pensiunan Pensiunan Min-max Rataan 5,

87 67 Sumbangan Pendapatan Jumlah Anak (orang) Jumlah anak yang membantu (orang) Jumlah sumbangan pendapatan tunai dari anak (rupiah) Sumbangan pangan dipenuhi oleh anak (kisaran nominal dalam rupiah) Pendapatan keluarga lansia (uang tunai dalam rupiah) Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Min-max Rataan 5, Min-max Rataan (19 orang) 5, ,9 67

88 68 68 Lampiran 11 Sebaran koefisisen korelasi antar variabel yang diuji KF KP KS MSDM MW MF MSDK KK Usia Lamen Lapen Jumnak Jarnak Pend_kap KF Korelasi Spearman Sig. (2-tailed). KP Korelasi Spearman ** Sig. (2-tailed) KS Korelasi Spearman Sig. (2-tailed) MSDM Korelasi Spearman ** ** ** Sig. (2-tailed) MW Korelasi Spearman Sig. (2-tailed) MF Korelasi Spearman Sig. (2-tailed) MSDK Korelasi Spearman Sig. (2-tailed) KK Korelasi Spearman ** * ** Sig. (2-tailed)

89 69 Usia Korelasi Spearman KF KP KS MSDM MW MF MSDK KK Usia Lamen Lapen Jumnak Jarnak Pend_kap * Sig. (2-tailed) Lamen Korelasi Spearman.0382 * * * ** * Sig. (2-tailed) Lapen Korelasi Spearman ** ** * Sig. (2-tailed) Jarnak Korelasi Spearman Sig. (2-tailed) Jumnak Korelasi Spearman * ** ** Sig. (2-tailed) Pend_ka p Korelasi Spearman * * * ** * ** ** Sig. (2-tailed) **. Signifikan pada p<0.01(2-tailed). 0 *. Signifikan pada p<0.05 (2-tailed). Keterangan: KF : Ketahaan Fisik MSDM : Manajemen Sumber Daya Manusia Lamen : Lama Menikah pend_kap: Pendapatan perkapita KP : Ketahanan Psikologis MW : Manajemen Waktu Lapen : Lama Pendidikan KS : Ketahanan Ssosial MF : Manajemen Keuangan Jumnak : Jumlah Anak KK: Ketahanan Keluarga MSDK : Manajemen Sumber Daya Keluarga Jarnak : Rataan Jarak Usia antar Anak 69

90 70 70 Lampiran 12 Peta Lokasi Penelitian a. Desa Babakan b. Desa Cikarawang c. Desa Ciherang

91 71 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Sutopo Abu Maulana dan Nani Rosani. Pada tahun 2008, penulis menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cisauk yang sekarang bernama SMAN 2 Kota Tangerang Selatan. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan starta satu ke Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen melalui jalur tes SNMPTN. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi. Tahun pertama kuliah, penulis tercatat sebagai anggota magang LDK Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB dan pengurus rohis asrama serta kelas. Tahun penulis menjadi staff divisi Entrepreneurship Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO), staff divisi Humas LDK BKIM IPB serta mendapatkan dana hibah Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK). Periode penulis dipercaya memegang amanah menjadi Ketua Departemen Keputrian LDK BKIM IPB. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan baik tingkat universitas maupun nasional. Penulis menjadi trainer atau narasumber pada agenda intelektual muslimah yang dilaksanakan di kampus Jabodetabek, pengisi siaran rubrik aktivis di Radio Jakarta Islamic Centre, dan kontributor di dakwahkampus.com rubrik aktivis muslimah bicara. Selain itu, penulis juga mengikuti konferensi pemuda baik tingkat regional, nasional maupun internasional seperti Diskusi Publik Aktivis Jabodetabek (2009), Kongres Mahasiswa Islam Indonesia (2010), Konferensi Mahasiswi Jawa Barat (2011), Catatan Muslimah Indonesia untuk Bangsa (2011), Konferensi Intelektual Muslimah Indonesia (2012), Konferensi Tokoh Umat (2012), Workshop Nasional Pembangunan Industri melalui Pemberdayaan Perempuan di Daerah (2012) dan International Women s Conference (2012).

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga Undang-Undang No.52 tahun 2009 mendefinisikan keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional karena data yang diambil berkenaan dengan pengalaman masa lalu yaitu saat keluarga

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY MANAJEMEN Manajemen adalah upaya untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki seoptimal mungkin untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN BIOGAS DI DESA HAURNGOMBONG, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN SUMEDANG RANI MAULANASARI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output

Strategi Koping Fungsi Ekonomi: Strategi penghematan Strategi penambahan pendapatan. Dukungan Sosial: Keluarga Besar Tetangga. Input Throughput Output 34 KERANGKA PEMIKIRAN Kemiskinan yang melanda bangsa Indonesia selama bertahun-tahun menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah meningkatnya harga kebutuhan pokok yang mengakibatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Keluarga Teori Struktural Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Teori Keluarga  Teori Struktural Fungsional TINJAUAN PUSTAKA Teori Keluarga Menurut Soekanto (1990), keluarga kecil (nuclear family) merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, isteri beserta anak-anaknya yang belum menikah. Sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TEKANAN EKONOMI, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN MEKANISME KOPING, DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA WANITA PEMETIK TEH FIRDAUS

HUBUNGAN ANTARA TEKANAN EKONOMI, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN MEKANISME KOPING, DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA WANITA PEMETIK TEH FIRDAUS HUBUNGAN ANTARA TEKANAN EKONOMI, MANAJEMEN KEUANGAN, DAN MEKANISME KOPING, DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA WANITA PEMETIK TEH FIRDAUS PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga

diketahui masalah fungsional utama yang merupakan proses yang terjadi dalam keluarga nelayan. Pada gilirannya, maka dapat diukur output keluarga KERANGKA PEMIKIRAN Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Kerangka Penarikan Contoh Penelitian. Purposive. Kecamatan Bogor Barat. Purposive. Kelurahan Bubulak 25 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang hanya dilakukan pada satu waktu

Lebih terperinci

PENGARUH KERENTANAN, PERUBAHAN, DAN STABILISASI BERDASARKAN SIKLUS PERKEMBANGAN KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP LANJUT USIA R. IFAH KHOLIFAH PITRIANA

PENGARUH KERENTANAN, PERUBAHAN, DAN STABILISASI BERDASARKAN SIKLUS PERKEMBANGAN KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP LANJUT USIA R. IFAH KHOLIFAH PITRIANA PENGARUH KERENTANAN, PERUBAHAN, DAN STABILISASI BERDASARKAN SIKLUS PERKEMBANGAN KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP LANJUT USIA R. IFAH KHOLIFAH PITRIANA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini merupakan subsampling dari penelitian utama Hibah Kompetensi DIKTI Sunarti (2012) dengan tema Keragaan Ketahanan Keluarga Indonesia. Disain

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH CHANDRIYANI I24051735 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS

PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS 1 PENGARUH NILAI DAN GAYA HIDUP TERHADAP PREFERENSI DAN PERILAKU PEMBELIAN BUAH-BUAHAN IMPOR ASTARI SUKMANINGTYAS DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lanjut Usia (lansia) merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI MASA LALU ANAK DAN PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MURID TAMAN KANAK-KANAK NINA TRIANA

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI MASA LALU ANAK DAN PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MURID TAMAN KANAK-KANAK NINA TRIANA HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI MASA LALU ANAK DAN PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MURID TAMAN KANAK-KANAK NINA TRIANA PROGRAM STUDI S1 GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

PERAN GENDER DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA KELUARGA USIA PENSIUN SRI WAHYUNI MUHSIN

PERAN GENDER DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA KELUARGA USIA PENSIUN SRI WAHYUNI MUHSIN PERAN GENDER DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA KELUARGA USIA PENSIUN SRI WAHYUNI MUHSIN DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan di mana ia harus menyelesaikan tugastugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat yang terbentuk dari hubungan pernikahan laki-laki dan wanita untuk menciptakan

Lebih terperinci

Agenda Besar Memperkuat Keluarga Indonesia

Agenda Besar Memperkuat Keluarga Indonesia Agenda Besar Memperkuat Keluarga Indonesia Tahun 2014 ini merupakan momen bersejarah bagi masyarakat Indonesia dalam memasuki periode demokrasi baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hiruk pikuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, artinya data penelitian dikumpulkan pada satu periode waktu tertentu. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT

PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT PENGARUH GAYA PENGASUHAN DAN POLA ASUH AKADEMIK TERHADAP PRESTASI SISWA SMP PADA DAERAH PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KABUPATEN FAKFAK PAPUA BARAT ULFAH MUSHLIHA ADHANI PUARADA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI 1 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEPATUHAN DAN KEMANDIRIAN SANTRI REMAJA DI PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH NURLAILI RAHMAH DINI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebanyak 189 negara mendeklarasikan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsabangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu mengikuti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275

Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang Semarang 50275 KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KONFLIK PERAN PEKERJAAN-KELUARGA DAN FASE PERKEMBANGAN DEWASA PADA PERAWAT WANITA DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. SOEROYO MAGELANG Fitriana Rahayu Pratiwi, Dian Ratna Sawitri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini di jelaskan dalam Al-Qur an : Kami telah menjadikan kalian berpasang-pasangan (QS.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK GIZI SERTA TINGKAT KONSUMSI IBU HAMIL DI KELURAHAN KRAMAT JATI DAN KELURAHAN RAGUNAN PROPINSI DKI JAKARTA NADIYA MAWADDAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR SKRIPSI INTAN AISYAH NASUTION H34066065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H

KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H KETIMPANGAN DAN PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) OLEH RINDANG BANGUN PRASETYO H14084020 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun (Anonim 2008). Kemiskinan diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan istimewa. Anak-anak sangat membutuhkan orang tua

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan istimewa. Anak-anak sangat membutuhkan orang tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semua anak dilahirkan baik dan tidak berdosa. Setiap anak masing-masing memiliki keunikan dan istimewa. Anak-anak sangat membutuhkan orang tua untuk membuat

Lebih terperinci

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional 5 TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional Para sosiolog ternama seperti William F. Ogburn dan Talcott Parsons mengembangkan pendekatan struktural-fungsional dalam kehidupan keluarga

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN DESAIN PEKERJAAN DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA BAGIAN PRODUKSI CV DINAR KABUPATEN TANGERANG, PROPINSI BANTEN FENNY FARIANTI

ANALISIS HUBUNGAN DESAIN PEKERJAAN DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA BAGIAN PRODUKSI CV DINAR KABUPATEN TANGERANG, PROPINSI BANTEN FENNY FARIANTI ANALISIS HUBUNGAN DESAIN PEKERJAAN DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA BAGIAN PRODUKSI CV DINAR KABUPATEN TANGERANG, PROPINSI BANTEN FENNY FARIANTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari objek dalam satu waktu tertentu, tidak berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas suatu bangsa tercermin tidak hanya dari kepemilikan sumber daya alam yang melimpah, tetapi perlu didukung pula oleh sumber daya manusia yang baik. Penentu kemajuan suatu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH DESA BUMIHARJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH DESA BUMIHARJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH DESA BUMIHARJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR PENGARUH PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR MELALUI PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR ELIS TRISNAWATI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, salah satu dampak

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, salah satu dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, salah satu dampak yang ditimbulkan dari perubahan tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPENSASI, MOTIVASI, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KOMITMEN DAN KETERIKATAN KARYAWAN BUDI KARYA GROUP, BOGOR IKA MEYLASARI

PENGARUH KOMPENSASI, MOTIVASI, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KOMITMEN DAN KETERIKATAN KARYAWAN BUDI KARYA GROUP, BOGOR IKA MEYLASARI PENGARUH KOMPENSASI, MOTIVASI, DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KOMITMEN DAN KETERIKATAN KARYAWAN BUDI KARYA GROUP, BOGOR IKA MEYLASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PENGARUH KOMPENSASI,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional 7 TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan modal dasar utama dalam pembangunan suatu negara. Penduduk yang besar dan berkualitas merupakan investasi yang berharga dengan produktifitasnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Sebelum membahas pola pembagian peran dalam keluarga responden, terlebih dahulu akan di jelaskan mengenai karakteristik responden yang akan dirinci

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ILMU KELUARGA DAN PERKEMBANGAN ANAK

ILMU KELUARGA DAN PERKEMBANGAN ANAK Meraih masa depan berkualitas bersama Sekolah Pascasarjana IPB ILMU KELUARGA DAN PERKEMBANGAN ANAK Ketua Program Studi/Koordinator Mayor: Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Staf Pengajar: Prof. Dr.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas bangsa ditentukan oleh kualitas penduduk yang tercermin pada kualitas sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator kualitas penduduk adalah Human Development Index

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia) ALWIN TAHER I34051845 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survey di Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Pemilihan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci