PENGELOLAAN PERTANIAN SECARA CERMAT PADA BUDIDAYA PADI SAWAH UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADI EKA LESNIAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN PERTANIAN SECARA CERMAT PADA BUDIDAYA PADI SAWAH UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADI EKA LESNIAWATI"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN PERTANIAN SECARA CERMAT PADA BUDIDAYA PADI SAWAH UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADI EKA LESNIAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pengelolaan Pertanian secara Cermat pada Budidaya Padi Sawah untuk Meningkatkan Produktivitas Padi adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2013 Eka Lesniawati NRP A

3 ABSTRACT EKA LESNIAWATI. Precision Farming of Rice Cultivation to Increase Rice Productivity (GUNAWAN DJAJAKIRANA as Chairman, ATANG SUTANDI and DARMAWAN as Members of the Advisory Committee). To increase rice productivity with precision farming was begun with an understanding of problems, resources development and local environmental conditions. The purpose of this study was to see the difference between how farmers farming, the government PTT or Field School of Integrated Plant Management (SLPTT) and PTTC (Precise Integrated Plant Management), quality of rice, and increasing the economic value of paddy fields by comparing the efficiency of the three kinds of rice cultivation, developing opportunities in an effort to increase paddy field productivity through improved nutrient status. The study was conducted on paddy field of Babakti farmer groups located in the Mekarjaya Village, Ciomas District. Parameters observed were results and yield components, soil (before and after harvest) and plant analysis (leaf and straw), organoleptic test of rice, rice resistance test against rice spoiled, climate data during the rice gowing, daily rainfall during the planting. The result showed that productivity on the management of PTTC was higher (6,57 t/ha GKG) than SLPTT (4,60 t/ha GKG) and farmers (3,08 t/ha GKG) management, as well as the increase of percentage was indicated that PTTC have a capability to increase yield from farmers management even from SLPTT. PTTC have good level of resistance to the rice from spoiled than SLPTT and farmers. The overall organoleptic test of farmers rice was preferred to PTTC and SLPTT. Nevertheless organoleptic test was not done optimally because of the way the rice was cooked have a same condition between of three management, while that the quality of the rice were differents. Analysis of the PTTC farming was more profitable with the highest B/C ratio (1,44) compared to SLPTT (1,38) and farmers management (1,20). So that PTTC have a good capability to increase the economic value from farmers even from SLPTT. PTTC have a capability to increase the profits of Rp ,81 (118,57%) from farmers management and Rp ,81 (45,57%) from SLPTT, while the increase of farmers management to SLPTT was Rp. 2,943, (50.14%). In terms of time, the PTTC was more efficiently and effectively, because the harvest was earlier than the other management to 118 days after planting, whereas the farmers and SLPTT harvested at 125 days after planting. Keyword: rice productivity, precision farming, Mekarjaya Village.

4 RINGKASAN EKA LESNIAWATI. Pengelolaan Pertanian secara Cermat pada Budidaya Padi Sawah untuk Meningkatkan Produktivitas Padi (GUNAWAN DJAJAKIRANA sebagai Ketua Komisi Pembimbing, ATANG SUTANDI dan DARMAWAN sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas padi sawah yaitu dengan pengelolaan pertanian secara cermat (precision farming), yang salah satunya yaitu dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan budidaya antara cara petani, PTT pemerintah, dan PTT cermat; melihat kualitas hasil panen dari ketiga pengelolaan petani, PTT pemerintah dan PTT cermat; dan meningkatkan nilai ekonomi/keuntungan usaha tani padi sawah dengan membandingkan efisiensi input dari ketiga budidaya padi sawah. Penelitian dilakukan di lahan Kelompok Tani Babakti Desa Mekarjaya Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Perlakuan pada ketiga pengelolaan petani, PTTC dan SLPTT yaitu menggunakan varietas Ciherang berlabel biru, bibit muda kurang dari 21 hari setelah semai (HSS), dan penambahan bahan organik saat pengolahan tanah. Adapun perbedaan perlakuan pada ketiga pengelolaan yaitu jumlah pupuk yang digunakan untuk SLPTT berdasarkan rekomendasi umum 100 kg urea/ha dan 300 kg phonska/ha; PTTC 257 kg urea/ha, 182 kg SP36/ha, 220 kg KCl/ha, dan 1,5 kg GDP (pupuk lengkap)/ha; dan pada pengelolaan petani menggunakan urea 80 kg/ha dan phonska 80 kg/ha. Selain pada PTTC dilakukan; pemeliharaan yang intensif, pada PTTC dan SLPTT dilakukan penanaman dengan sistem jajar legowo dengan jumlah bibit 1-3 bibit/rumpun. Lain halnya pada petani penanaman dilakukan tanpa caplak dan jumlah bibit 3-6 bibit/ rumpun. Produktivitas padi dengan PTTC lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan lainya, yaitu mencapai 6,57 ton GKG/ha, sedangkan SLPTT 4,60 ton GKG/ha dan pengelolaan petani 3,08 ton GKG/ha. Kualitas nasi menunjukkan bahwa tingkat ketahanan nasi terhadap basi pada PTTC lebih baik dibandingkan SLPTT dan petani, dan secara keseluruhan pada uji organoleptik menunjukkan bahwa nasi pengelolaan petani lebih disukai dibandingkan PTTC dan SLPTT. Walaupun pengujian ini masih belum optimal karena dilakukan pemasakan nasi dengan perbandingan air dan beras yang sama pada ketiga pengelolaan, sementara kadar air pada gabah kering giling di ketiga pengelolaan berbeda. Hasil analisis usaha tani menunjukkan bahwa PTTC dengan B/C rasio sebesar 1,44, lebih menguntungkan dibandingkan pengelolaan SLPTT dengan B/C rasio 1,38 dan pengelolaan petani 1,20. PTTC mampu meningkatkan keuntungan sebesar Rp ,81 (118,57%) dari pengelolaan petani dan Rp ,81 (45,57%) dari SLPTT, sedangkan peningkatan dari pengelolaan petani ke SLPTT yaitu Rp ,00 (50,14%). Dilihat dari segi waktu, pada PTTC lebih efisien dan efektif, karena pemanenan dilakukan lebih awal dibandingkan dengan pengelolaan lainnya yaitu 118 HST, sedangkan pada petani dan SLPTT panen pada 125 HST. Kata kunci : produktivitas padi, pertanian secara cermat, Desa Mekarjaya.

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

6 PENGELOLAAN PERTANIAN SECARA CERMAT PADA BUDIDAYA PADI SAWAH UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADI EKA LESNIAWATI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agroteknologi Tanah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7 Penguji Luar Komisi Pembimbing: Dr Ir Iskandar

8 Judul Tesis : Pengelolaan Pertanian secara Cermat pada Budidaya Padi Sawah untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Nama : Eka Lesniawati NRP : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr Ir Gunawan Djajakirana, M.Sc. Ketua Ir Atang Sutandi, M.Si., Ph.D. Dr Ir Darmawan, M.Sc. Anggota Anggota Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB Agroteknologi Tanah Dr Ir Suwardi, M.Sc. Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian : 28 Januari 2013 Tanggal Lulus :

9 PERSEMBAHAN Secara khusus dengan penuh rasa cinta dan hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Ibunda Lilis Marlina dan Ayahanda Misbah serta adikku (Nugraha) yang selalu mendoakan untuk keberhasilan penulis, kepada suami tercinta (Nana Mulyana) dan ananda terkasih (M. Fadil Maulana Akbar) yang dengan cinta kasihnya dan segudang pengertian sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

10 PRAKATA Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan kemampuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul Pengelolaan Pertanian secara Cermat pada Budidaya Padi Sawah untuk Meningkatkan Produktivitas Padi. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Ketua Komisi Pembimbing Dr Ir Gunawan Djajakirana, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Ir Atang Sutandi, M.Si., Ph.D. dan Dr Ir Darmawan, M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan mengarahkan penulis dengan memberikan saran dan sumbangan pemikiran yang sangat membantu selama penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Iskandar selaku penguji luar komisi pembimbing yang telah memberi kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada : 1. Dr Ir Suwardi, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Tanah dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama penulis kuliah di Program Studi Agroteknologi Tanah. 2. Petani di Desa Mekarjaya yaitu H. Jaenal, Aming dan Arif yang telah bersedia lahannya untuk dijadikan penelitian, serta kepada ibu-ibu pengepak yang telah membantu penelitian di lapang. 3. Pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun telah banyak turut memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB. Akhir kata, tesis ini penulis persembahkan kepada pembaca sebagai pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Maret 2013 Penulis

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 13 September 1975 di kota Cianjur Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penulis adalah puteri pertama dari dua bersaudara dari Bapak Misbah dan Ibu Lilis Marlina. Pada tahun 1994 penulis lulus SMA Negeri 1 Cianjur, dan pada tahun 2000 penulis lulus S1 dari Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan pengalaman pernah menyampaikan hasil penelitian pada Seminar Kongres Nasional HITI VII tahun 1999 di Bandung dan Seminar Nasional PERSADA VII pada tahun yang sama, dan keduanya telah dipublikasikan. Selain itu selama menjadi mahasiswa S1 penulis aktif dalam organisasi Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) dan Biro Lingkungan Hidup Azimuth HMIT serta pernah menjadi asisten praktikum pada mata ajaran Dasar-dasar Ilmu Tanah, Geomorfologi dan Analisis Landscape, Biologi Tanah, dan Kartografi. Pada tahun 2001 penulis menikah dengan Nana Mulyana dan pada saat ini penulis sudah mempunyai seorang putra bernama Muhammad Fadil Maulana Akbar yang lahir pada tahun Pada tahun 2004 penulis mengikuti pendidikan dan pelatihan selama tiga bulan untuk Mekanisasi Pertanian di VEDCA PPPG Cianjur, dan pada tahun 2007 penulis mengikuti pendidikan AKTA IV Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Ibnu Khaldun dan lulus pada tahun Kegiatan penulis saat ini adalah sebagai Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) di Balai Penyuluhan Pertanian Peternakan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Dramaga semenjak tahun 2008, dan sebelumnya kegiatan penulis sebagai wiraswasta dan juga pernah bekerja di perusahaan swasta sebagai Merchandiser. Dan pada tahun 2008 penulis selain bekerja juga mendapat ijin untuk melanjutkan sekolah dengan biaya sendiri dan Alhamdulillah diterima di Program Studi Agroteknologi Tanah (ATT) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Hipotesis... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pertanian Cermat Pengelolaan Tanaman Terpadu Karakteristik Padi Varietas Ciherang Pengelolaan Hara Nitrogen Fosfor Kalium Magnesium Kalsium Unsur Mikro Bahan Organik Efisiensi Pupuk III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Geologi dan Bahan Induk Iklim Pengelolaan Padi Sawah di Desa Mekarjaya dari Tahun IV. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian... 19

13 4.4 Parameter yang Diamati V. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Sebelum dan Sesudah Panen Tinggi Tanaman Padi Produktivitas Padi pada Ketiga Pengelolaan Kadar Hara pada Daun Padi Kadar Hara pada Jerami Padi Efisiensi Pupuk Tingkat Ketahanan Nasi terhadap Basi Organoleptik Nasi Analisis Usaha Tani VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 47

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Data Curah Hujan Tahun Perbedaan Perlakuan pada Ketiga Pengelolaan Metode Analisis pada Parameter Tanah dan Tanaman Data Analisis Tanah pada Lahan LL-SLPTT (±1 ha) Data Analisis Tanah pada Tiga Pengelolaan (Blok C) Uji ANOVA Tinggi Tanaman 78 HST dan 96 HST pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Uji ANOVA Produktivitas Padi pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Uji ANOVA pada Komponen Produksi Padi pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Data Komponen Produksi Padi pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Uji ANOVA Kadar Hara pada Daun Padi 78 HST pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Kadar Hara pada Daun Padi 78 HST Uji ANOVA Kadar Hara pada Jerami pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Kadar Hara pada Jerami Padi Efisiensi Pupuk pada Ketiga Pengelolaan yang Berbeda Data Organoleptik dengan Uji Hedonik pada Nasi Analisis Usaha Tani pada Pengelolaan Petani, SLPTT dan PTTC... 41

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Lokasi Penelitian di Lahan Sawah Desa Mekarjaya Peta Penggunaan Lahan di Desa Mekarjaya Curah Hujan Harian selama Penelitian Rata-rata Produktivitas Padi Sawah di Desa Mekarjaya Tahun Skema Pengambilan Contoh pada Ketiga Pengelolaan Penanaman Padi Jajar Legowo Tinggi Tanaman Padi pada 78 HST dan 96 HST Produktivitas Padi pada Tiga Pengelolaan yang Berbeda Persentase Peningkatan Produktivitas Padi Tingkat Ketahanan Nasi terhadap Basi Kadar Air pada Gabah Kering Giling pada Ketiga Pengelolaan yang Berbeda Peningkatan Persentase Dilihat dari Keuntungan antara Ketiga Pengelolaan... 39

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data Curah Hujan Harian selama Penelitian Dilakukan Produktivitas Padi pada Beberapa Petani di Desa Mekarjaya sejak tahun 2008 s.d Produksi Petani di Desa Mekarjaya Tanpa Diberi Pupuk Tingkat Kebasian Nasi dalam Keadaan Terbuka Kisaran Optimal dan Batas Kritis Kadar Unsur Hara pada Tanaman Padi Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) Uji Friedman dengan Uji lanjut Wilcoxon (SPSS) pada Organoleptik Nasi Uji ANOVA untuk Tinggi Tanaman pada 78 HST dan 96 HST (SPSS) Uji ANOVA untuk Daun (SPSS) Uji ANOVA untuk Jerami (SPSS) Uji ANOVA untuk Komponen Produksi per Rumpun (SPSS) Uji ANOVA untuk Komponen Produksi (SPSS) Dokumentasi Penelitian... 70

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 (BPS, 2010), jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar orang dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 1,49 persen, dan 90% penduduk di Indonesia masih mengandalkan beras sebagai sumber energi utamanya. Oleh karena itu target nasional pemerintah adalah produksi padi sebesar 70,60 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) dengan peningkatan produksi sekitar 7% dibanding tahun 2010 untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduk di Indonesia. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk dapat mencapai swasembada berkelanjutan yaitu dengan meningkatkan produktivitas padi sawah dengan pengelolaan pertanian secara cermat (precision farming), yang salah satunya yaitu dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pengelolaan Tanaman Terpadu sudah diperkenalkan kepada petani melalui SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) di Kelompok Tani di Indonesia sejak tahun Hal ini diperlukan karena lahan pertanian yang semakin terbatas sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang bertambah setiap tahunnya dan rata-rata kepemilikan lahan kurang dari setengah hektar. Selain itu PTT juga diperlukankarena pengelolaan pertanian budidaya padi sawah yang masih kurang tepat, seperti penggunaan pupuk yang tidak tepat baik, dalam jumlah maupun waktu pemupukannya, belum menggunakan bibit unggul, sistem penanaman yang tidak sesuai, kurangnya pengembalian bahan organik ke dalam lahan pertanian, pemakaian pestisida yang tidak tepat, dan kehilangan pasca panen. Berdasarkan peta produksi dan kebutuhan beras di Kabupaten Bogor Tahun 2010, Kecamatan Ciomas dengan jumlah penduduk jiwa (berdasarkan sensus penduduk BPS tahun 2010), produksi GKG ton, ketersediaan beras 2.480,60 ton, kebutuhan beras ,34 ton, dan perimbangan minus ,74 ton, sehingga menghasilkan ratio 0,16. Hal ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Ciomas khususnya Desa Mekarjaya pada tahun 2010

18 2 mengalami kekurangan produksi (disampaikan pada pertemuan dua mingguan BP3K Wilayah Dramaga pada tahun 2011 oleh Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Bogor) 1. Secara umum Desa Mekarjaya yang walaupun terletak di dekat perkotaan namun penggunaan lahan padi sawah masih terletak pada manajemen transisi dari manajemen low input menuju ke manajemen perbaikan (intermediate input). Hal ini berarti bahwa petani sudah dikenalkan dengan PTT untuk meningkatkan hasil padi di tingkat petani, namun dalam adopsi teknologi masih terdapat kesulitan dikarenakan faktor penghambat seperti kebiasaan petani, tingkat pendidikan serta kondisi ekonomi dan sosial di desa tersebut. Pemupukan dalam PTT pemerintah (SLPTT) yang dilaksanakan di Desa Mekarjaya semenjak tahun 2008 masih mengikuti rekomendasi pemupukan secara umum di Kabupaten Bogor yaitu 100 kg Urea/ ha dan 300 kg Phonska/ ha. Oleh karena itu untuk dapat meningkatkan produktivitas padi serta kualitas hasil panen, perlu dilakukan perbaikan yang salah satunya yaitu dengan pemupukan secara spesifik lokasi melalui PTTC (Pengelolaan Tanaman Terpadu secara Cermat). 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Melihat perbedaan budidaya antara cara petani, PTT pemerintah, dan PTT cermat, 2. Melihat kualitas hasil panen dari ketiga pengelolaan petani, PTT pemerintah dan PTT cermat, 3. Meningkatkan nilai ekonomi/keuntungan usahatani padi sawah dengan membandingkan efisiensi input dari ketiga budidaya padi sawah. 1.3 Hipotesis Pengelolaan secara cermat pada budidaya padi sawah melalui efisiensi input (pengelolaan tanaman terpadu, dan perbaikan status hara tanah) dapat meningkatkan produktivitas serta menguntungkan secara ekonomis. 1 disampaikan pada pertemuan dua mingguan BP3K Wil Dramaga pada tahun 2011 oleh Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Bogor

19 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pertanian Cermat Konsep baru pertanian cermat yang berbasis masyarakat merupakan pertanian yang mempertimbangkan kearifan petani yang terorganisir dengan baik disertai platform teknologi. Kearifan dari suatu kelompok petani dapat memperbaiki sistem pertanian konvensional melalui pengelolaan keragaman secara hirarkis: keragaman antara petani dalam hal motivasi dan jenis tanaman sebagaimana dengan keragaman di dalam lahan (within-field) dan antar lahan (between-field). Keragaman ini harus dikelola dengan baik agar dapat meningkatkan ekonomi secara menyeluruh disertai pertimbangan untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan. Platform teknologi yang terorganisasi melalui inovasi dari pengembangan perusahaan dengan tiga kunci teknologi yaitu: teknik pemetaan, teknik variable rate dan sistem pendukung keputusan yang mempertimbangkan kondisi pedesaan. Pertanian cermat di dalam usaha tani skala kecil dapat dipahami sebagai suatu strategi dalam pengelolaan variabilitas antar lahan. Keterkaitan yang baik antara kearifan petani dan platform teknologi akan menghasilkan informasi yang berorientasi pada bidang informasi dan produk tambah yang mendorong multifungsi pertanian untuk menciptakan suatu rantai bernilai yang baru dalam sistem agro-produksi-konsumsi (Shibusawa, 2003). Rains dan Thomas (2009) menyatakanbahwa pertanian cermat muncul sebagai suatu praktek pengelolaan dengan potensi untuk meningkatkan keuntungan dengan memanfaatkan informasi yang lebih akurat tentang sumber daya pertanian. Sementara itu Sutono (2009) menyatakan bahwa tujuan dari pertanian cermat adalah memperoleh keuntungan yang optimal. Keuntungan tersebut dapat dicapai dari pertanian cermat yang menggunakan peralatan serba otomatis dan dapat juga dicapai oleh pertanian cermat yang belum memasang peralatan serba otomatis. 2.2 Pengelolaan Tanaman Terpadu Di Indonesia salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas padi sawah yaitu dengan pendekatan Pengelolaan

20 4 Tanaman Terpadu (PTT). Menurut tim penyusun Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi (Abdulrachmanet al., 2007), PTT pada dasarnya merupakan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu dan bukan merupakan suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau strategi, bahkan filosofi bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman, tanah, air dan unsur hara serta organisme pengganggu tanaman secara holistik dan berkelanjutan. Pengelolaan Tanaman Terpadu menurut Zaini et al. (2010) adalah suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani. Pendekatan yang ditempuh dalam penerapan komponen PTT bersifat: (1) partisipatif, (2) dinamis, (3) spesifik lokasi, (4) keterpaduan, dan (5) sinergis antar komponen. Ishaq (2011), menyatakan pemerintah dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas padi telah menggulirkan progam P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) yang salah satunya melalui SLPTT. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu dilakukan dengan cara membagi setiap satuan unit SLPTT seluas 25 ha ke dalam Laboratorium Lapangan (LL) seluas ± 1 ha dan wilayah hamparan SLPTT seluas ± 24 ha. Menurut Pramono et al. (2005), pendekatan PTT pada padi sawah dengan menerapkan komponen-komponen teknologi budidaya sinergis mampu meningkatkan produktivitas usahatani berupa peningkatan hasil panen GKG (Gabah Kering Giling) yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan pola petani. Selain itu juga mampu meningkatkan keuntungan usaha tani berkisar antara 25 58%.Begitu pula menurut Haryani (2009), sebagian besar petani progam PTT telah mencapai efisiensi teknis dan lebih tinggi dibandingkan dengan petani bukan progam PTT. 2.3 Karakteristik Padi Varietas Ciherang Menurut Ismunadji dan Roechan (1988) padi adalah tanaman unik karena dapat tumbuh dalam keadaan tergenang maupun pada tanah kering. Dinamika hara pada kedua ekosistem tersebut berbeda. Ketersediaan air yang cukup merupakan keuntungan padi sawah. Produksi yang tidak stabil pada padi sawah tadah hujan dan gogo seringkali disebabkan oleh masalah kekurangan air.

21 5 Padi varietas Ciherang adalah hasil persilangan antara varietas IR64 dengan varietas/galur lain. Sebagian sifat IR64 juga dimiliki oleh Ciherang, termasuk hasil dan mutu berasnya yang tinggi, sehingga varietas Ciherang lebih disukai oleh banyak orang (Hermanto, 2006).Menurut Ruskandar et al. (2008) pada preferensi uji varietas ditunjukkan bahwa selain varietas Ciherang lebih dikenal oleh petani dibandingkan varietas lainnya juga disukai mulai dari tampilan tanaman saat vegetatif, jumlah anakan dan panjang malai, bentuk dan warna gabah serta beras, dan penerimaan umum terhadap organoleptik nasi. Berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan untuk mengevaluasi mutu rasa nasi Ciherang menurut Dewi (2011) dengan melibatkan 30 panelis, maka berdasarkan uji hedonik, jumlah panelis yang menyatakan suka dan sangat suka pada beras varietas Ciherang berdasarkan atributwarna, kilap, aroma, kepulenan, dan rasa nasinya masing-masing 90%, 70,5%, 40,5%, 65%, dan 64%. Berdasarkan uji peringkat,yang menempatkannasi Ciherang pada urutan pertama dari empat macam nasi dari beras yang banyak beredar di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan berdasarkan atribut warna, kilap, aroma, kepulenan, dan rasa masing-masing adalah 74,3%, 53%, 46,2%, 53,8%, dan 57,6%.Oleh karena itu mutu beras varietas Ciherang tidak diragukan dan kebanyakan konsumen menyukai rasanya. Deskripsi Varietas Ciherang (Padi Modern) menurut Suprihatno et al.(2010) adalah sebagai berikut : Nomor seleksi : S3383-1D-PN Asal persilangan : IR /2*IR //4*IR64 Cere Umur tanaman : hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : cm Anakan produktif : batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna

22 6 Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar pada sebelah bawah Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Bobot butir : 28 g Rata-rata hasil : 6.0 ton/ha GKG Potensi hasil : 8.5 ton/ha GKG Ketahanan terhadap Hama : Tahan terhadap wereng cokelat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 Penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV 2.4 Pengelolaan Hara Pengelolaan hara pada sistem sawah yang baik terjadi jika antara masukan dan keluaran seimbang. Keseimbangan hara dapat terganggu dengan adanya faktor-faktor seperti pencucian, penguapan, denitrifikasi, dan fiksasi. Pada budidaya sawah pengelolaan hara yang baik dapat dilakukan dengan pemupukan yang tepat cara, tepat dosis, tepat waktu, tepat posisi, dan tepat mutu. Pemupukan pada padi sawah dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk NPK (pupuk majemuk) ataupun pupuk tunggal. Serapan hara oleh tanaman padi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain varietas, keadaan fisik tanah, iklim, status air tanah, ketersediaan unsur hara, ph, suhu, adanya ion kompetitif dan sifat fiksasi tanah (Ismunadji dan Roechan, 1988). Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), untuk setiap ton padi yang dihasilkan dibutuhkan sekitar 14,7 kg N/ha; 2,6 kg P/ha; dan 14,5 kg K/ha yang dapat diperoleh tanaman dari tanah, air irigasi, sisa tanaman atau dari pupuk

23 7 (organik dan/atau anorganik) yang ditambahkan. Makin tinggi hasil yang diperoleh makin besar hara yang dibutuhkan, dan sebaliknya. Abdulrachman et al. (2009) menyatakan bahwa penggunaan pupuk pada padi sawah seyogyanya memenuhi persyaratan antara lain: 1) memenuhi keperluan hara tanaman dengan mempertimbangkan ketersediaan dalam tanah dan suplai dari luar untuk menjamin perolehan hasil gabah yang tinggi, baik kuantitas maupun kualitas, 2) menekan kehilangan hara dari tanah, tanaman dan air untuk pelestarian lingkungan, 3) mudah digunakan, baik oleh petani kecil maupun petani berskala besar, dan 4) teknologi baru pengelolaan pupuk yang dianjurkan lebih mudah diterapkan dibandingkan dengan teknologi yang sudah ada. Menurut Dobermanndan Fairhust (2000), dengan pengelolaan hara yang tidak berimbang akan menyebabkan kehilangan hasil padi hingga 40%, dan apabila ditambah dengan pengelolaan tanaman yang tidak baik maka kehilangan hasil dapat mencapai 60% dari potensi hasil. De Datta (1981) menyatakan bahwa terdapat dua kemungkinan hasil produksi yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, yaitu: 1) hara yang berasal dari pupuk tidak dapat diambil oleh tanaman karena waktu pemupukan dan atau penempatan pupuk yang salah, atau karena adanya perubahan bentuk hara, sehingga pupuk yang diberikan tidak tersedia bagi tanaman; 2) meskipun hara dapat diambil tanaman, tetapi hara tidak digunakan untuk memproduksi bulir padi akibat adanya faktor pembatas seperti kekurangan air atau cahaya, atau karena kekurangan salah satu unsur hara tertentu. Abdulrachman et al. (2009) menyatakan beberapa faktor yang akan menentukan efisiensi penggunaan pupuk antara lain: a) macam tanah, b) pengelolaan hama dan penyakit, c) varietas padi, d) waktu pemberian pupuk, e) musim dan waktu tanam, f) sumber/macam pupuk, g) tataguna air, h) rotasi tanaman, dan i) pengendalian gulma. Menurut Witt et al. (2007), potensi terbesar perbaikan pengelolaan hara hanya dapat dicapai melalui pengelolaan tanaman yang baik, yang manacara pengelolaan tanaman mempengaruhi besarnya respon tanaman terhadap perbaikan pengelolaan hara dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini: I. Menggunakan benih bermutu serta varietas unggul yang sesuai

24 8 II. Menanam bibit muda (misal : hari setelah semai) III. Meratakan permukaan tanah dan menjaga kedalaman air pada seluruh bidang lahan untuk mendapat pertanaman yang seragam. Cara ini mengurangi kebutuhan air secara keseluruhan. IV. Memilih jarak tanam yang cocok untuk efisiensi tajuk daun (misal: rumpun/m 2, dengan 1-3 tanaman/rumpun bagi padi yang ditanam pindah atau kg benih per hektar bila benih disebar langsung). V. Tidak membiarkan gulma bersaing dengan tanaman padi dalam hal ruang, air, cahaya, dan hara Nitrogen Menurut Fairhurstet al. (2007), Nitrogen mempercepat pertumbuhan tanaman, memperbesar ukuran daun, dan meningkatkan jumlah bulir per malai. N mempengaruhi semua parameter yang mendukung hasil. Ketika N dalam jumlah cukup diberikan kepada tanaman, kebutuhan akan hara-hara lain seperti P dan K meningkat. Kirk (1996) dalam Abdulrachman et al. (2009) menyatakan bahwa di daerah-daerah yang menanam padi secara intensif, masukan nitrogen semakin banyak diperlukan, karena laju kehilangan N pada tanah yang sering ditanami padi sangat tinggi Fosfor Fairhurstet al. (2007), menyatakan bahwa unsurfosfordiperlukan pada awal tahap pertumbuhan, penyimpanan cadangan makanan dan pengangkutan energi dalam tanaman. Fosfor bersifat mobil (mudah berpindah) dalam tanaman dan mendorong pembentukan anakan, pertumbuhan akar, pembungaan awal, dan pemasakan. Menurut Abdulrachman et al. (2009), hara P sangat diperlukan tanaman padi terutama pada saat awal pertumbuhan. Pada fase pertumbuhan tanaman tersebut, P berfungsi memacu pembentukan akar dan penambahan jumlah anakan. Selain itu, P juga berfungsi mempercepat pembungaan dan pemasakan gabah. Tanaman dengan kahat P menyebabkan jumlah anakan berkurang dan pertumbuhan tanaman terhambat.jumlah daun, malai, dan bulir/malai juga

25 9 berkurang. Daun muda tampak sehat, tetapi daun tua menjadi coklat lalu mati. Pemasakan buah tertunda (sering hingga 1 minggu atau lebih). Kahat P tingkat sedang sulit dikenali di lapang. Kahat P sering berhubungan dengan masalah hara-hara lain seperti keracunan Fe pada ph rendah, kahat Zn, kahat Fe, dan salinitas di tanah alkalin (Fairhurstet al., 2007) Kalium MenurutFairhurstet al. (2007) K mempunyai fungsi sangat penting dalam sel tanaman dan diperlukan untuk memindahkan produk fotosintesis dalam tanaman. Selain memperkuat dinding sel, K juga mendukung fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Kalium juga dapat meningkatkan jumlah bulir per malai, persentase gabah isi, dan bobot butir gabah. Abdulrachman et al.(2009), menyatakan bahwa meskipun pada kenyataannya total K yang diserap oleh tanaman lebih besar daripada N maupun P, namun demikian perhatian mengenai kalium sampai saat ini masih kurang dibandingkan dengan kedua unsur tersebut Magnesium Fairhurst et al. (2007), menyatakan bahwa Mg merupakan salah satu elemen klorofil (hijau daun) dan terlibat dalam fotosintesis. Magnesium sangat mobil dan selalu siap pindah dari daun tua ke daun muda,sehingga gejala kahat Mg terlihat pertama kali pada daun tua. Gejala-gejala dan pengaruh lain kahat Mg adalah: 1) jumlah bulir dan bobot butir gabah berkurang, 2) mutu gabah (% beras giling, protein, dan kandungan pati) menurun, 3) keracunan Fe bisa lebih nyata bila Mg merupakan bagian dari stress kahat sejumlah hara (K, P, Ca, dan Mg). Tanaman yang kahat Mg harus diperlakukan dengan: 1) pemberian pupuk yang mengandung Mg, 2) penyemprotan daun dengan pupuk cair yang mengandung Mg, 3) pemberian dolomit pada lahan kering masam Kalsium Kalsium menurut Fairhurst et al. (2007) berperan dalam memperkuat fungsi akar dan membuat tanaman tidak mudah keracunan Fe. Kalsium juga meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, seperti hawar daun bakteri.

26 10 Pada tanaman padi Ca lebih immobil dibandingkan dengan K dan Mg, karena Ca tidak dapat ditranslokasikan kembali ke bagian tanaman yang baru tumbuh, maka gejala kahat umumnya muncul pada daun muda pertama. Kahat Ca bisa menyerupai kahat B, hanya sedikit perubahan dalam penampilan umum tanaman kecuali bila kahat Ca parah, yaitu tanaman tumbuh kerdil dan akhirnya mati. Kahat Ca pada tanaman dapat diperbaiki dengan: pemberian pupuk daun yang mengandung Ca, CaCl 2 (padat atau larutan), pemberian gypsum, kapur pada tanah masam, pemberian Mg atau K bersama Ca, dan pemberian pirit untuk mengatasi pengaruh pada air yang kaya NaHCO 3 yang dapat menghambat penyerapan Ca Unsur Mikro Tanggapan tanaman padi terhadap pemberian Zn berkaitan erat dengan nisbah kadar unsur (N + P + K)/Zn dan (Cu + Fe + Mn)/Zn tanah, yang mana semakin besar nisbah kadar unsur-unsur tersebut maka tanaman semakin tanggap terhadap pemberian Zn (Subadiyasa, 1988). Menurut Fairhurst et al. (2007) secara umum unsur mikro segera tersedia setelah penggenangan. Mangan dan Fe diperlukan untuk fotosintesis dan kekurangan Fe dapat menghambat absorpsi K oleh tanaman. Peran Cu dalam mengatur proses: N, protein, dan metabolisme hormon; serta fotosintesis dan respirasi. Boron sangat penting pada dinding sel. Pengelolaan unsur hara mikro yaitu dengan mengelola air, menambah bahan organik, serta dengan pemupukan hara mikro Bahan Organik Peranan bahan organikterhadap sifat fisik tanahyaitu meningkatkan dayamenahan air (water holding capacity),memperbaiki struktur tanah menjadiremah, mencegah pengerasan tanah,serta menyangga reaksi tanahdari kemasaman,kebasaan, dan salinitas. Peranan bahan organik terhadap sifat kimia tanah yaitu meningkatkan kapasitas tukarkation tanah, berfungsi sebagai cadangansekaligus sumber hara makro dan mikro,mengikat kation yang mudah tersedia bagitanaman tetapi menahan kehilangan haraakibat pencucian (leaching), dan berfungsidalam

27 11 pembentukan chelate(ikatan organik)terhadap unsur mikro Fe, Zn, Mn sehingga tetap tersedia bagi tanaman. Peranan bahanorganik terhadap terhadap sifat biologi tanah yaitu mendorong pertumbuhan mikrobasecara cepat sehingga dapat memperbaikiaerasi tanah, menyediakan energi bagikehidupan mikroba tanah, meningkatkanaktivitas jasad renik (mikroba tanah), danmeningkatkan kesehatan biologis tanah(dobermann dan Fairhurstet al., 2000). 2.5 Efisiensi Pupuk Abdulrachman et al. (2009), menyatakan bahwa efisiensi penggunaan pupuk adalah tambahan hasil yang diperoleh dari suatu pertanaman untuk tiap unit hara yang berasal dari pupuk yang digunakan dalam suatu kondisi tanah dan iklim tertentu. Pemupukan yang efisien akanmenghemat penggunaan pupuk, karena dengan jumlah pupuk yang lebih sedikit akan diperoleh hasil yang sama atau lebih tinggi. Witt et al. (2007), menyatakan bahwa penggunaan pupuk menjadi efisien apabila sebagian besar pupuk yang diberikan diserap oleh tanaman. Efisiensi pupuk pada tanaman dapat ditingkatkan bila: Jumlah pupuk yang diberikan memperhitungkan jumlah hara yang telah tersedia dalam tanah, Pertanaman diberi pasokan hara yang dibutuhkan secara seimbang, Pupuk ditempatkan sedemikian sehingga dapat diserap sebanyak mungkin (misal: urea tablet dibenamkan), Pupuk N diberikan sesuai perubahan status N tanaman sepanjang pertumbuhan daun dengan Bagan Warna daun, Menggunakan benih bermutu tinggi dari varietas yang sesuai, Pemeliharaan tanaman (misal: pengendalian gulma, jarak tanam, pengelolaan persemaian, dan pengelolaan air) dilaksanakan pada standar tinggi, dan Hama dan penyakit dikendalikan secara terpadu.

28 12 III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Lokasi Lokasi penelitian terletak di lahan sawah blok Kelompok Tani Babakti di Desa Mekarjaya Kecamatan Ciomas, KabupatenBogor. Secara administrasi Desa Mekarjaya pada sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pasir Kuda Kotamadya Bogor, sebelah timur berbatasan dengan Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas, sebelah selatan berbatasan dengan Desa ParakanKecamatan Ciomas, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Ciomas Kecamatan CiomasKabupaten Bogor. Desa Mekarjaya memiliki luas wilayah sekitar 86,5 ha denganlahan pertanian padi sawah kurang lebih 28 hektar dan terbagi ke dalam dua blok yang dipisahkan oleh jalan utama dan pemukiman. Kedua blok itu adalah Kelompok Tani Sauyunan di Kampung Sawah Ilir dan blok Kelompok Tani Babakti di Kampung Sawah Kaum, dengan rata-rata kepemilikan lahan kurang dari 0,2 ha. Lahan sawah di Desa Mekarjaya dari tahun ke tahun semakin berkurang karena adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, dan diperkirakan peluang terjadinya konversi lahan akan semakin besar pada tahun-tahun berikutnya (Yasin, 2010). Lahan sawah di Desa Mekarjaya merupakan lahan sawah yang mendapat pengairan dari dua bagian hulu sungai Ciomas yang mengalir dari Desa Parakan dan Desa Kota Batu.Secara geografis daerah penelitian ini terletak pada 6⁰36 42,15 LS dan 106⁰46 46,16 BT. Peta situasi lokasi penelitian yang ditandai oleh lingkaran yang berwarna merah yang diambil dari Google Earth (2012) disajikan pada Gambar 1.

29 13 Kodya Bogor Klp Sauyunan Lokasi penelitian Desa Mekarjaya Klp Babakti Gambar 1. Lokasi Penelitian di Lahan Sawah Desa Mekarjaya 3.2 Geologi dan Bahan Induk Lokasi penelitian termasuk pada zone fisiografi Bogor yang berasal dari Salak Prabakti Endut. Zone fisiografi Bogor mempunyai ciri daerah antiklinorium karena zone ini pernah mengalami pelipatan yang kuat. Berdasarkan peta geologi bersistem, Indonesia (Effendiet al., 1998), dibentuk terutama oleh formasi-formasi volkanik yang dihasilkan oleh dua gugus volkan yaitu gugus Salak, Prabakti dan gugus Pangrango, Gede, Limo-Kencana. Lokasi penelitian di Desa Mekarjaya termasuk formasi volkanik batuan gunung api gunung Salak yaitu Qvsb yang merupakan lahar, breksi tuffan dan lapili, bersusunan andesit basal umumnya lapuk sekali. Berdasarkan peta tanah semi detil skala 1 : (LPT, 1979), Desa Mekarjayamerupakan wilayah yang berombak dengan jenis tanah Regosol coklat kekelabuan dengan tekstur agak kasar dan drainase cepat serta berbahan indukvolkanik (lahar) yang terletak pada dataran sedang ketinggian ± 269 m dpl. Berdasarkan peta penggunaan di Desa Mekarjaya pada Gambar 2ditunjukkan penggunaan lahan didominasi oleh pemukiman, walaupun demikian padi sawah merupakan tanaman utama di Desa Mekarjaya. Hampir semua lahan

30 14 basah di desa ini selalu ditanami padi sawah kecuali pada beberapa tempat yang pada musim kering air tidak sampai, maka ditanami palawija. Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan di Desa Mekarjaya

31 Iklim Berdasarkan peta agroklimat (Oldeman, 1975), Desa Mekarjaya termasuk zone agroklimat tipe A1, dengan bulan basah lebih dari 9 bulan secara berurutan dan bulan kering kurang atau samadengan 1 bulan. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan lebih dari 200 mm, sedangkan bulan kering adalah bulan yang mempunyai curah hujan kurang dari 100 mm (Tabel 1). Tipe iklim A1 merupakan tipe iklim yang sesuai untuk penanaman padi secara terus menerus, tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun. Tabel 1. Data Curah Hujan Tahun Tahun Bulan Jumlah Rata-rata Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jumlah Sumber : Stasiun Klimatologi dan Geofisika Dramaga Bogor Berdasarkan curah hujan harian selama penelitian (Gambar 3) diketahui bahwa curah hujan terendah pada bulan Agustus sebesar 28.1 mm termasuk ke dalam bulan kering, sedangkan bulan Juli, September, Oktober dan Nopember jumlah curah hujan bulanan termasuk dalam bulan basah yaitu lebih dari 200 mm/bulan. Adanya bulan kering yang ekstrim terutama pada awal pertumbuhan tanaman, mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat dikarenakan kekurangan air.

32 16 mm Curah Hujan Harian Juli Agustus September Oktober Nopember Gambar 3. Curah Hujan Harian selama Penelitian 3.4 Pengelolaan Padi Sawah di Desa Mekarjaya dari Tahun Pengelolaan padi sawah biasanya dilakukan oleh para penggarap dan atau petani yang menyewa lahan orang lain, sedangkan petani pemilik sawah yang terjun langsung untuk mengelola sawahnya hanya sedikit, sehingga intensitas modal rata-rata petani di desa ini rendah. Selain itu rata-rata para petani di desa ini usianyasudah lanjut dengan sebagian besar tingkat pendidikannya hanya lulus Sekolah Dasar (SD). Sedikit sekali pemuda yang mau menanam padi, walaupun ada yang bergerak di bidang pertanian hanya sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini dikarenakan mata pencaharian utama rata-rata penduduk di desa ini adalah di bidanghome industryberupa bengkel sandal sepatu, karena Desa Mekarjaya merupakan salah satu sentra sandal sepatu di Kecamatan Ciomas. Petani di Desa Mekarjaya pada waktu pengolahan tanah lebih memilih menggunakan tenaga kerja hewan (kerbau) dan atau manusia dengan alasan beberapa bagian lahan lumpurnya relatif dalam. Walaupun demikian pada lahan sawah yang relatif datar dengan petakan yang luas dan akses jalanserta lumpur yang tidak terlalu dalam, maka penggunaan traktor masih menguntungkan bagi petani. Sistem bagi hasil pada budidaya padi sawah di desa ini disebut dengan sistem ngepak yaitu pengolahan lahan dan pemupukan dilakukan oleh pemilik atau penggarap, tetapi mulai dari menanam (tandur), pemeliharaan

33 17 (pembersihangulma), dan pemanenan dilakukan oleh ibu-ibu yang disebut pengepak. Pengepak biasanya lebih berkuasa dalam hal penanaman dan pemeliharaan tanaman dibandingkan pemilik atau penggarap lahan, dan rata-rata sudah berusia lanjut. Hasil panen yang diperoleh pengepak adalah 1 kg dari setiap 5 kg gabah yang telah dipanen, dan untuk penggarap hasil panen dibagi rata dengan pemilik sawah yang biasa disebut sistem paro. Pola tanam pada lahan sawah dengan pengairan yang cukup sepanjang tahun ialah dengan menanam padi terus menerus sepanjang tahun. Lain halnya pada lahan sawah yang tersedia airhanya pada waktu musim hujan, maka pada musim kemarau ditanami oleh tanaman palawija atau sayuran seperti jagung manis, talas, ubi jalar, ubi kayu, mentimun, dan kacang panjang. Terjadinya kekurangan air ini lebih disebabkan oleh tidak adanya pengelolaan air yang baik pada saluran irigasi, yaitu tidak adanya ulu-ulu (orang yang mengatur pembagian air dan memelihara saluran air untuk lahan sawah), maka pembagian air kurang merata pada setiap lahan sawah.selain itu adanya keramba ikan dan kolam di bagian hulu serta banyaknya sampah pada saluran air juga menghambat kelancaran aliran air pada lahan-lahan sawah. Petani di desa Mekarjaya lebih memilih menjual hasil panen berupa Gabah Kering Panen (GKP) kepenggilingan dengan harga sekitar Rp ,00 (berdasarkan penjualan petani pada tahun 2010 sampai 2011) dibandingkan dengan menjual hasil panen berupa beras kepada konsumen. Walaupun demikian masih banyak petani yang memilih untuk mengkonsumsi sendiri (subsisten) sebagai bahan persediaan makanan, sehingga rata-rata tingkat pendapatan petani pun masih rendah. Secara umum teknologi pertanian yang telah diterapkan oleh petani di DesaMekarjayabelum sepenuhnya sesuai anjuran, banyak faktor penyebabnya, diantaranya tingkat pendidikan formal masih rendah (rata-rata lulusan SD), sudah lanjut usia, kemampuan ekonomi yang lemah, dan adanya budaya ngepak, serta kelembagaan Kelompok Tani yang masih lemah. Walaupun pada saat ini pengetahuan petani sedikit berkembang,yaitupetani sudah dapat mengetahui varietas unggul yang cocok untuk ditanam di wilayahnya dan mengembalikan jerami ke lahan pertanian dengan tidak membakarnya, namun penerapan teknologi

34 18 pada usaha tani padi sawah di Desa Mekarjaya masih terbatas dan masih memerlukan pembinaan yang intensif dari instansi yang terkait. ton/ha ,88 6,74 SLPTT 4,26 4,46 3,82 Petani 2,41 GKP GKG Beras Gambar 4. Rata-rata Produktivitas Padi Sawah di Desa Mekarjaya Tahun Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari 19 orang petani dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 di Desa Mekarjaya dari Kelompok Tani Babakti maupun Kelompok Tani Sauyunan(Gambar 4) ditunjukkan bahwa rata-rata produktivitas padi ton/ha di Desa Mekarjaya yaitu GKP, GKG, dan beras pada tingkat petani adalah 4,46, 3,82, dan 2,41 ton/ha, sedangkan GKP, GKG, dan beras pada tingkat SLPTT adalah 7,88, 6,74, dan 4,26 ton/ha.hasil ini diperoleh dengan mengacu pada rendemen beras sebesar 0,632, GKG = 0,856 x GKP, dan hasil ubinan dengan alat ubin ukuran 2,5 x 2,5 m 2. Hal ini menunjukkan bahwa selama SLPTT dilaksanakan dari tahun 2009 sampai dengan 2011 telah terjadi peningkatan produktivitas sebesar 76,70%.

35 19 IV. BAHAN DAN METODE 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kelompok Tani Babakti Desa Mekarjaya Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor pada LL-SLPTT (Lahan Laboratorium- Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) seluas satu hektaryang dibagi kedalam 4 blok berdasarkan lokasi untuk keperluan analisis tanah, yaitu blok A, B, C, dan D, dan petak PTTC (Pengelolaan Tanaman Terpadu secara Cermat)serta petani yang terdapat pada blok C. Lahan Laboratorium-SLPTT seluas 1 hektar yang dilakukan di lahan kelompok Babakti merupakan lahan sawah yang dimiliki oleh beberapa orang petani yang terdiri dari 24 petak yang dibagi ke dalam beberapa orang pengepak dan satu pengepak dapat memegang lebih dari satu petakan sawah. Kegiatan di lapang dilakukan dari bulan Juni hingga bulan Nopember 2011, meliputi: 1. pengambilan contoh tanah sebelum tanam dan sesudah panen, 2. Penanaman padi sawah dengan tiga perlakuan pengelolaan yang berbeda. Analisis contoh tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dan laboratorium BPT Bogor sampai dengan bulan Mei 2012, dan pengujian organoleptik dilakukan di Laboratorium SEAFAST Center IPB. 4.2 Bahan dan Alat Dalam penelitian ini bahan yang digunakan meliputi: benih padi varietas Ciherang berlabel biru, pupuk kandang, pupuk Urea, SP36, KCl, Phonska (pupuk majemuk), pupuk cair lengkap GDP, serta pestisida jika diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya hama dan penyakit. Alat yang digunakan adalah: alat-alat pertanian untuk di sawah, dan berbagai alat yang digunakan untuk analisis di laboratorium. 4.3 Pelaksanaan Penelitian Pada penelitian ini dilakukan uji variansi satu arah atau One Way ANOVA dengan asumsi contoh yang diambil acak dan tidak berhubungan satu dengan yang lainnya, populasi darimana contoh diambil memiliki sebaran normal, dan varians

36 20 dari populasi-populasi memiliki ragam yang sama dan diuji lanjut dengan uji Duncan untuk membandingkan tiga pengelolaan yang berbeda yaitu petak pengelolaan PTTC, pengelolaan menurut petani, dan petak SLPTT. Pada setiap pengelolaan diambil 5 ubinan yang masing-masing berukuran 2,5 x 2,5 m 2 dari petak seluas ± 500 m 2 (Gambar 5). PTTC Petani SLPTT U U U U U U U U U U U U U U U Keterangan : U = ubinan ukuran 2,5 x 2,5 m = pengambilan 5 rumpun contoh Gambar 5. Skema Pengambilan Contoh pada Ketiga Pengelolaan Komponen teknologi yang diterapkan dalam PTT menurut Zaini et al. (2010) dikelompokkan ke dalam teknologi dasar dan pilihan. Komponen dasar sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi sawah, sedangkan untuk komponen pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat. Komponen dasar : 1. Varietas unggul. 2. Benih bermutu dan berlabel. Pada penelitian dipilih varietas Ciherang berlabel biru karena lebih banyak petani yang menyukai varietas ini dari rasa nasinya. Menurut Sumarno dan Sutisna (2010) tanaman padi varietas Ciherang cocok pada musim kering dengan hasil 6,6 t/ha, sedangkan pada musim hujan menghasilkan 4,41 t/ha.

37 21 3. Penambahan bahan organik saat pengolahan tanah. 4. Pengaturan populasi tanaman secara optimum. Pada penelitian ini penanaman padi dilakukan dengan sistem legowo 2:1 yang ditunjukkan pada Gambar 6, yaitu dengan caplak ukuran 25 cm dan 50 cm digunakan untuk jarak barisan tanaman dan ukuran 12,5 cm untuk jarak dalam barisan tanaman. Jarak tanam yang digunakan pada sistem legowo adalah 12,5 cm x 25 cm x 50 cm. Berdasarkan hasil penelitian Pahruddinet al. (2004) ditunjukkan bahwa cara tanam legowo mampu menghasilkan gabah kering panen lebih tinggi dan pemeliharaan tanaman lebih mudah dibanding cara tanam tegel. 25 cm 50 cm 25 cm 50 cm 25 cm 50 cm 25 cm 12,5 cm Gambar 6. Penanaman Padi Jajar Legowo 5. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Pada penelitian jumlah pupuk yang digunakan untuk SLPTT berdasarkan rekomendasi umum yaitu 100 kg urea/ha dan 300 kg phonska/ha, sedangkan untuk PTTC digunakan pupuk urea 257 kg/ha, SP kg/ha, KCl 220 kg/ha, dan pupuk GDP (pupuk lengkap) 1,5kg/ha dengan komposisi: N 13%; P 2 O 5 6%; K 2 O 11%; MgO 0,5%; B 0,1%; Fe 2%; Mn 0,7%; Cu 0,8%; Zn 1,9%yang dilakukan tiga kali penyemprotan yaitu 2 kali sebelum pembungaan dan 1 kali setelahnya. 6. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan pendekatan pengendalianhamaterpadu (PHT). Komponen pilihan: 1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam 2. Penggunaan bibit muda umur kurang dari 21 hari setelah semai (HSS) dengan 1-3 bibit/rumpun. 3. Pengairan secara efektif dan efisien. 4. Penyiangan dengan landak atau gasrok. 5. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

38 22 Adapun perbedaan perlakuan pada ketiga pengelolaan yaitu SLPTT, pengelolaan petani, dan PTTC terdapat pada Tabel 2. Pada penelitian ini terutama untuk PTTC berusaha untuk mengadopsi komponen dasar dan pilihan pada PTT tetapi tetap menyesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat. Tabel 2. Perbedaan Perlakuan pada Ketiga Pengelolaan Komponen teknologi Petani SLPTT PTTC Varietas padi unggul dan bersertifikat Ciherang Ciherang Ciherang Jarak tanam Tanpa caplak ± 20 x 20 cm Jajar legowo 2 : 1 12,5 cm x 25 cm x 50 cm Umur bibit 21 hari 21 hari 21 hari Jumlah bibit / lubang 3 6 bibit 2-3 bibit 2-3 bibit Pemupukan Penyiangan berdasarkan kepadatan gulma dengan landak/gasrok Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok Pupuk kandang (1 ton/ha) Urea 80 kg/ha Phonska 80 kg/ha Tidak dilakukan karena kekeringan Panen pada waktu yang tepat 125 HST Pupuk kandang (1 ton/ha) Urea 100 kg/ha Phonska 300 kg/ha Tidak dilakukan karena kekeringan Panen pada waktu yang tepat 125 HST Jajar legowo 2 : 1 12,5 cm x 25 cm x 50 cm Pupuk kandang (1 ton/ha) Urea 257 kg/ha SP kg/ha KCl 220 kg/ha Pupuk GDP 1,5kg/ha Dilakukan secara manual tanpa menggunakan landak/gasrok karena kekeringan Panen pada waktu yang tepat 118 HST 4.4 Parameter yang Diamati Parameter yang diamati adalah : a. Hasil dan komponen hasil Hasil panen dilakukan dengan ubinan berukuran 2,5 x 2,5 m. Menurut Ishaq (2009), ubinan merupakan cara pengambilan data hasil panen yang dilakukan dengan menimbang hasil tanaman contoh pada plot panen tertentu untuk mewakili seluruh hamparan lahan yang diusahakan. Jumlah malai per-rumpun, persentase butir hampa dan berat butir diambil dari 5 rumpun contoh pada setiap ubin setelah panen. Hasil gabah ditimbang dalam bentuk GKP, GKG, dan beras dari setiap ubinan, yang kemudian dikonversikan ke dalam ton/ha.

39 23 b. Analisis tanah dan tanaman Pengambilan contoh tanah dilakukan sebelum penanaman dan sesudah pemanenan pada kedalaman lapisan olah tanah (0-20 cm). Sifat tanah yang ditetapkan adalah ph, N-total, NH 4 +, NO 3 -, P, K, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe, Mn, dan C organik dalam tanah. Tabel 3. Metode Analisis pada Parameter Tanah dan Tanaman No Parameter Metode Analisis Tanah 1 ph ph meter 2 NH + - 4, NO 3 KCl 2 N 3 P (%) Bray 1 4 K, Ca, Mg (me/100g) NH 4 OAc ph Cu, Zn, Mn, Fe HCl 0,05 N 6 C org (%) Walkey and Black 7 N-total Kjeldahl Tanaman 1 N-total pada jaringan tanaman Kjeldahl 2 K, Ca, Mg Pengabuan basah 3 P Pengabuan basah 4 Cu, Zn, Mn, Fe Pengabuan basah Pengambilan contoh daun dilakukan sebelum pembungaan, diambil 1 daun dari 3 teratas sebanyak 15 daun dari setiap perlakuan dan contoh jerami diambil dari setiap ubinan pada tiga perlakuan. Analisis yang dilakukan adalah N, P, K, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe, dan Mn. Metode analisis tanah dan tanaman disajikan pada Tabel 3. c. Efisiensi Pupuk Efisiensi pupuk secara agronomis (EA) dilakukan untuk mengetahui berapa produksi yang dihasilkan pada setiap 1 kg pupuk yang ditambahkan, dengan rumus: EA (kg/kg) = Hasil (yang diberi pupuk tidak diberi pupuk) Dosis pupuk d. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rangking hedonik dengan Uji Friedman dan uji hedonik (uji penerimaan konsumen denganmenggunakan

40 24 panelis terlatih yang berjumlah 35 panelis untuk mengevaluasi dan menentukan kesukaan terhadap nasi. Uji hedonik atau uji penerimaan konsumen dilakukan untuk mengungkapkan tanggapan panelis terhadap parameter rasa, aroma, tekstur, warna, penampakan, kepulenan dan keseluruhan produk yang terpilih. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 yaitu 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, dan 7=sangat suka (Soekarto, 1985; Lees, 1975). Uji ini dilakukan pada nasi untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. e. Uji ketahanan nasi terhadap basi Uji ini dilakukan untuk melihat kualitas nasi yang dihasilkan pada tiga pengelolaan yang berbeda terutama pada ketahan nasi terhadap basi. Pemasakan nasi dilakukan dengan menggunakan rice cooker yang sama secara bergantian dengan perbandingan 1 liter beras ditambah 1.5 liter air. Uji ketahanan nasi terhadap basi dilakukan dengan menggunakan cup dari plastik secara terbuka dan diamati setiap tiga jam sekali dengan memperhatikan parameter bau (nilai bau= 1), rasa (nilai rasa basi=2), dan nilai 0 untuk nasi yang tidak berbau dan rasa basi. Untuk menentukan penilaian terhadap ketahanan basi yaitu lamanya waktu sampai pada saat rasa basi pertama kali muncul. Uji ketahanan basi dilakukan oleh dua orang dengan masing-masing dua ulangan cup yang berisi nasi. f. Data yang dikumpulkan adalah data iklim selama masa penanaman padi yaitu curah hujan harian selama penanaman dan curah hujan selama sepuluh tahun terakhir, serta data hasil panen SLPTT dan beberapa petani di Desa Mekarjaya selama 4 tahun terakhir yaitu dari tahun 2008 sampai dengan 2011.

41 25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Tanah Sebelum dan Sesudah Panen Karakteristik tanah pada LL-SLPTT seluas 1 ha (Tabel 4) menunjukkan bahwa pada lahan satu hektar yang dibagi dalam 4 blok berdasarkan kondisi lahan yang ada, sebelum tanam maupun sesudah panen terdapat perbedaan karakteristik tanah. Perbedaan karakteristik tanah sebelum tanam kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dalam pemberian pupuk oleh petani pada setiap petak sawah. Hal ini dikarenakan kepemilikan lahan dalam 1 ha dimiliki oleh beberapa petani dengan pemberian pupuk yang tergantung dari kebiasaan petaninya itu sendiri dalam jenis pupuk yang diberikan, cara, waktu maupun jumlahnya. Walaupun demikian rata-rata karakteristik tanah setelah panen pada blok A, B, dan D dengan perlakuan pemupukan yang sama yaitu 100 kg Urea/ha dan 300 kg Phonska/ha, menunjukkan peningkatan hara N, P, dan K pada tanah. Karakteristik tanah sebelum dan sesudah panen pada ketiga pengelolaan yang berbeda yaitu pada blok C (Tabel 5)menunjukkan bahwa pada kondisi setelah panen terjadi peningkatan pada ph, C-org, bahan organik, K terutama pada PTTC, Mg, Zn, N kecuali pada pengelolaan petani yang relatif tetap, P kecuali pada PTTC yang cenderung menurun, Ca kecuali PTTC, dan Mn kecuali pada pengelolaan petani yang relatif tetap. Terjadinya peningkatan K yang tinggi pada kondisi setelah panen di PTTC disebabkan pemupukan K yang tinggi. Penelitian di daerah tropika menunjukkan bahwa pertanaman padi musim kemarau dengan produksi yang lebih tinggi memerlukan hara termasuk K lebih banyak dibandingkan pada musim hujan (De Datta, 1981). Kemmler (1971) menyatakan bahwa untuk menghasilkan 5 ton padi per ha tanaman memerlukan 100 kg N, 22 kg P dan 166 kg K. Pada kondisi setelah panenditunjukkan bahwa yang mengalami penurunan yaitu Cu kecuali pada SLPTT yang relatif tetap, NO - 3, NH + 4 kecuali pada pengelolaan petani yang relatif tetap, dan Fe kecuali pada SLPTT yang sedikit meningkat pada kondisi setelah panen.

42 26 Tabel 4. Data Analisis Tanah pada Lahan LL-SLPTT (±1 ha) ph tanah C-org BO N Kode Sampel NH + P-Bray me/100g ppm Contoh 4 (%) 1:2.5 (%) (%) (%) (%) ppm K Ca Mg Zn Fe Mn Cu Sebelum Tanam 5,30 3,52 6,08 0,29 0,01 0,01 61,1 0,57 10,53 2, A Setelah panen 5,30 4,81 8,32 0,29 0,02 0,08 69,4 0,60 13,41 2, Sebelum Tanam 5,25 2,90 5,01 0,17 0,01 0,03 18,9 0,20 7,92 2, B Setelah Panen 5,40 4,22 7,29 0,22 0,02 0,12 20,4 0,39 9,22 1, Sebelum Tanam 5,20 3,18 5,49 0,30 0,03 0,05 20,4 0,32 8,63 2, C Setelah Panen 5,50 4,51 7,80 0,23 0,02 0,06 28,1 0,63 10,74 2, Sebelum Tanam 5,40 2,58 4,46 0,26 0,01 0,08 25,1 0,63 9,44 3, D Setelah Panen 5,40 2,19 3,79 0,27 0,01 0,11 30,2 0,85 11,04 3, Keterangan: blok yang terdapat ketiga pengelolaan Petani, PTTC, dan SLPTT Tabel 5. Data Analisis Tanah pada Tiga Pengelolaan (Blok C) Petani SLPTT PTTC Kode Sampel ph tanah 1:2,5 C-org (%) BO (%) N (%) NH 4 + ( %) NO 3 - (%) NO 3 - P- Bray ppm me/100g ppm Contoh K Ca Mg Zn Fe Mn Cu Sebelum Tanam 5,40 4,89 8,45 0,23 0,02 0, ,50 6,85 2, Setelah Panen 5,70 5,39 9,32 0,23 0,02 0, ,58 10,64 2, Sebelum Tanam 5,40 4,23 7,31 0,21 0,03 0, ,45 10,24 2, Setelah Panen 5,50 4,91 8,49 0,24 0,02 0, ,72 10,89 2, Sebelum Tanam 5,40 4,04 6,99 0,20 0,09 0, ,29 10,81 2, Setelah Panen 5,60 5,04 8,72 0,22 0,02 0, ,15 10,36 2,

43 Tinggi Tanaman Padi Berdasarkan tinggi tanaman padi menurut hasil uji ANOVA (Tabel 6), bahwa pada tanaman padi berumur 78 HST (Sig 0,000) dan 96 HST (Sig 0,000) pada ketiga pengelolaan yaitu petani, SLPTT maupun PTTC secara signifikan berbeda nyata dengan nilai signifikan < 0,05. Tabel 6. Uji ANOVA Tinggi Tanaman 78 HST dan 96 HST pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Tinggi tanaman 78 HST Tinggi tanaman 96 HST Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig. Antar pengelolaan , , ,466,000 Dalam pengelolaan 1.613, ,422 Total , Antar pengelolaan 9.986, ,181 87,580,000 Dalam pengelolaan 2.337, ,013 Total , Tinggi Tanaman (cm) HST 96 HST Petani SLPTT PTTC Gambar 7. Tinggi Tanaman Padi pada 78 HST dan 96 HST Berdasarkan uji Duncan 5% pada tinggi tanaman di ketiga pengelolaan petani, SLPTT dan PTTC terlihat berbeda nyata (Gambar 7). Tinggi tanaman pada pengelolaan PTTC lebih tinggi dibandingkan pengelolaan lainnya disebabkan karena pada pengelolaan petani dan SLPTT tidak dilakukan

44 28 penyiangan/pemeliharaan tanaman dikarenakan kekeringan. Dalam hal ini gulma dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan tanaman padi itu sendiri. Oleh karena itu pada PTTC walaupun pada pertumbuhan awal terhambat, tetapi tinggi tanaman setelah 96 HST mendekati tinggi tanaman varietas Ciherang secara umum seperti yang dinyatakan oleh Suprihatno et al. (2010) bahwa tinggi tanaman varietas Ciherang berkisar antara cm. 5.3 Produktivitas Padi pada Ketiga Pengelolaan Berdasarkan uji ANOVA produktivitas padi (Tabel 7), GKP (Sig 0,000),GKG (Sig 0,000), dan beras (Sig 0,000) pada ketiga pengelolaan yaitu petani, SLPTT maupun PTTC secara signifikan berbeda nyata dengan nilai signifikan < 0,05. Tabel 7. Uji ANOVA Produktivitas Padi pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig. GKP (ton) Antar pengelolaan 45, ,591 50,024,000 Dalam pengelolaan 5,419 12,452 Total 50, GKG (ton) Antar pengelolaan 30, ,240 58,397,000 Dalam pengelolaan 3,132 12,261 Total 33, Beras (ton) Antar pengelolaan 8, ,169 47,581,000 Dalam pengelolaan 1,052 12,088 Total 9, Berdasarkan uji Duncan GKP, GKG, dan beras pada ketiga pengelolaan berbeda nyata, yang mana produktivitas padi pada PTTC lebih tinggi dan pada petani lebih rendah yang disajikan pada Gambar 8.Pada PTTC produktivitas padi mencapai 6,57 ton GKG/ha hampir mendekati target hasil yaitu 7 ton GKG/ha, SLPTT menghasilkan 4,60 ton GKG/ha, dan pengelolaan petani 3,08 ton GKG/ha. Hal ini disebabkan karena adanya bulan kering pada awal penanaman yaitu pada bulan Agustus yang hanya mencapai 28,1 mm (Gambar 3), sehingga pada awal pertumbuhan tanaman terhambat akibat kekurangan air.

45 , Produktivitas (ton/ha) ,14 3,08 1,87 5,84 4,60 2,70 6,57 3,70 GKP GKG Beras Petani SLPTT PTTC Gambar 8. Produktivitas Padi pada Tiga Pengelolaan yang Berbeda Berdasarkan produktivitas pada tiga pengelolaan (Gambar 8), diperoleh persentase peningkatan produktivitas di antara ketiga pengelolaan (Gambar 9), yang manapttc mampu untuk meningkatkan produktivitas dari pengelolaan petani maupun dari SLPTT pada GKP, GKG, dan beras persen (%) GKP GKG Beras Petani ke SLPTT Petani ke PTTC SLPTT ke PTTC Gambar 9. Persentase Peningkatan Produktivitas Padi

46 30 Hal ini juga dapat dilihat dari uji ANOVA pada komponen produksi padi (Tabel 8), bahwa pada semua komponen kecuali pada rendemen (sig 0,320 > 0,05) dan berat hampa/rumpun (sig 0,06 > 0,05) adalah berbeda nyata pada ketiga pengelolaan yaitu petani, SLPTT maupun PTTC dengan nilai signifikan < 0,05, sehingga dapat diuji lanjut dengan uji Duncan. Tabel 8. Uji ANOVA pada Komponen Produksi Padi pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig. Jumlah Antar pengelolaan , ,000 8,730,005 rumpun/ ha Dalam pengelolaan , ,667 Total , Berat seribu Antar pengelolaan 20, ,008 9,670,003 butir Dalam pengelolaan 12, ,035 Total 32, Rendemen Antar pengelolaan 71, ,953 1,253,320 Dalam pengelolaan 344, ,684 Total 416, Persentase Antar pengelolaan 52, ,352 8,739,005 GKP ke GKG Dalam pengelolaan 36, ,015 Total 88, Persentase Antar pengelolaan 52, ,352 8,739,005 bobot susut Dalam pengelolaan 36, ,015 Total 88, GKG/ rumpun Antar pengelolaan Dalam pengelolaan Total GKP/rumpun Antar pengelolaan Dalam pengelolaan Total Berathampa/ Antar pengelolaan rumpun Dalam pengelolaan Total Jumlahmalai/ Antar pengelolaan rumpun Dalam pengelolaan Total Persentase Antar pengelolaan hampa/ rumpun Dalam pengelolaan Total Berdasarkan Tabel 9, walaupun jumlah rumpun per hektar pada pengelolaan petani berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan SLPTT dan PTTC, namun pada komponen produksi lainnya menunjukkan bahwa pada PTTC lebih tinggi dibandingkan yang lainnya.jumlah rumpun yang banyak pada petani menunjukkan kurangnya efisiensi, karena jarak tanam yang tidak teratur dan

47 31 terlalu rapat dapat menyulitkan dalam pemeliharaan tanaman dan dapat memicu timbulnya hama dan penyakit. Persentase GKP ke GKG (Tabel 9) pada pengelolaan petani berbeda nyata lebih rendah daripada SLPTT dan PTTC, sehingga bobot susut pada pengelolaan petani berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Pada berat butir gabah pada PTTC berbeda nyata lebih berat dibandingkan petani maupun SLPTT.Jumlah malai per rumpun pada SLPTT berbeda nyata lebih banyak dibandingkan pengelolaan petani dan PTTC. Produksi GKG per rumpun dan gabah berisi per rumpun pada PTTC berbeda nyata lebih tinggi dari yang lainnya, sedangkan pada produksi gabah berisi menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara petani dan SLPTT.Pada berat hampa per rumpun pada ketiga pengelolaan tidak berbeda nyata, namun demikian nilai persentase hampa per rumpun pada PTTC lebih kecil dibandingkan pengelolaan petani dan SLPTT. Tabel 9. Data Komponen Produksi Padi pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Pengelolaan Petani SLPTT PTTC Jumlah rumpun/ha a b b Rendemen beras (%) 61,63 58,80 56,27 GKP ke GKG (%) 74,64 b 78,74 a 78,47 a Bobot susut (%) 25,36 a 21,26 b 21,53 b butir (g) 25,34 b 26,18 b 28,10 a Jumlah malai/rumpun 16 b 21 a 18 b Produksi/rumpun (g) GKG 20,51 c 29,24 b 42,45 a Gabah Berisi 13,84 b 17,27 b 32,22 a Hampa/rumpun (g) 6,67 11,97 10,23 Persentase hampa/rumpun 34,46 a a 23,81 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti perbedaan huruf dalam satu baris menunjukkan perbedaan nyata pada uji Duncan 5% Secara keseluruhan dilihat dari komponen produksi, PTTC merupakan pengelolaan yang baik dibandingkan dengan pengelolaan petani dan SLPTT pada budidaya padi sawah di Desa Mekarjaya untuk mendapatkan produktivitas yang

48 32 tinggi.dalam hal ini PTTC merupakan perbaikan dari SLPTT di mana pemupukan dilakukan berdasarkan target hasil dengan menyesuaikan kondisi dan lingkungan setempat, dan juga waktu panen yang lebih awal dibandingkan dengan pengelolaan lainnya. 5.4 Kadar Hara pada Daun Padi Karakteristik tanaman padi berdasarkan kandungan hara yang terdapat pada daun yang ditunjukkan pada Tabel 10, memperlihatkan bahwa secara uji ANOVA pada Ca (Sig 0,009) dan Mn (Sig 0,000) pada ketiga pengelolaan yaitu petani, SLPTT maupun PTTC secara signifikan berbeda nyata yaitu dengan nilai signifikan < 0,05. Tabel 10. Uji ANOVA Kadar Hara pada Daun Padi78 HST pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig. N Antar pengelolaan,046 2,023,234,798 Dalam pengelolaan,591 6,098 Total,637 8 P Antar pengelolaan,000 2,000,273,770 Dalam pengelolaan,001 6,000 Total,001 8 K Antar pengelolaan 1,014 2,507 4,179,073 Dalam pengelolaan,728 6,121 Total 1,742 8 Ca Antar pengelolaan,031 2,015 11,385,009 Dalam pengelolaan,008 6,001 Total,039 8 Mg Antar pengelolaan,002 2,001 3,613,093 Dalam pengelolaan,002 6,000 Total,005 8 Cu Antar pengelolaan 36, ,111,560,598 Dalam pengelolaan 194, ,333 Total 230,222 8 Zn Antar pengelolaan 5, ,778,026,974 Dalam pengelolaan 635, ,889 Total 640,889 8 Mn Antar pengelolaan , , ,562,000 Dalam pengelolaan 6.938, ,444 Total ,222 8 Fe Antar pengelolaan 6.588, ,333 3,388,104 Dalam pengelolaan 5.833, ,222 Total ,000 8

49 33 Berdasarkan hasil uji lanjut dengan uji Duncan (Tabel 11), Ca dan Mn pada PTTC berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan petani maupun SLPTT. Kalsium pada petani dan SLPTT tidak berbeda nyata, sedangkan Mn pada petani berbeda nyata lebih rendah dibandingkan pengelolaan lainnya. Tabel 11. Kadar Hara pada Daun Padi78 HST Pengelolaan N P K Ca Mg Cu Zn Mn Fe % ppm Petani 2,80 0,17 1,14 0,15 b 0, c 51 SLPTT 2,83 0,17 1,87 0,22 b 0, b 113 PTTC 2,67 0,18 1,17 0,30 a 0, a 102 Keterangan : Angka-angka yang diikuti perbedaan huruf dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata pada uji Duncan 5% Berdasarkan kisaran optimal dan batas kritis kadar unsur hara pada tanaman padi menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), diketahui bahwa pada pengelolaan petani dan SLPTT untuk P terdapat pada batas kritis kahat yaitu < 0,18%. Demikian pula pada pengelolaan petani dan PTTC untuk K terdapat pada batas kritis kahat yaitu < 1,2%. Walaupun pada awal kadar hara K pada PTTC di daun terdapat pada batas kritis kahat, namun sebenarnya penyerapan kadar harak pada daun di PTTC lebih besar apabila dibandingkan dengan pengelolaan lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya dilution effect (efek pengenceran) oleh bobot kering pada pertumbuhan tanaman PTTC lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan lainnya, sehingga kadar hara (jumlah hara / bobot kering) lebih rendah pada PTTC. Hal ini di dukung dengan tinggi tanaman pada 78 HST (Gambar 7) dan produksi pada PTTC lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan lainnya. 5.5 Kadar Hara pada Jerami Padi Karakteristik tanaman padi pada jeramiberdasarkan uji ANOVA(Tabel 12) ditunjukkan bahwa pada N (Sig 0,013), Ca (Sig 0,015), Mg (Sig 0,016), dan Mn (Sig 0,008) pada ketiga pengelolaan yaitu petani, SLPTT maupun PTTC secara signifikan berbeda nyata yaitu dengan nilai signifikan < 0,05.

50 34 Tabel 12. Uji ANOVA Kadar Hara pada Jerami pada Ketiga Pengelolaan (Petani, SLPTT, dan PTTC) Jumlah Kuadrat db Kuadrat Tengah F Sig. N Antar pengelolaan,214 2,107 6,412,013 Dalam pengelolaan,200 12,017 Total, P Antar pengelolaan,000 2,000,681,525 Dalam pengelolaan,002 12,000 Total, K Antar pengelolaan,528 2,264 1,109,362 Dalam pengelolaan 2,860 12,238 Total 3, Ca Antar pengelolaan,027 2,014 6,125,015 Dalam pengelolaan,027 12,002 Total, Mg Antar pengelolaan,010 2,005 5,934,016 Dalam pengelolaan,010 12,001 Total, Cu Antar pengelolaan 470, ,467,563,584 Dalam pengelolaan 5.014, ,900 Total 5.485, Zn Antar pengelolaan 1.268, ,200,456,645 Dalam pengelolaan , ,967 Total , Mn Antar pengelolaan , ,214 7,728,008 Dalam pengelolaan , ,182 Total , Fe Antar pengelolaan 550, ,267,067,936 Dalam pengelolaan , ,900 Total , Berdasarkan hasil uji lanjut dengan uji Duncan (Tabel 13), bahwa N pada SLPTTberbeda nyata lebih tinggi dibandingkan pengelolaan petani dan PTTC, tetapi N pada pengelolaan petani tidak berbeda nyata dengan PTTC. Kalsium, Mg dan Mn pada jerami berbeda nyata yang manapttc lebih tinggi dibandingkan pengelolaan petani dan SLPTT. Kalsium dan Mn pada pengelolaan petani tidak berbeda nyata dengan SLPTT, tetapi Mg pada petani berbeda nyata lebih rendah dibandingkan dengan pengelolaan lainnya.

51 35 Tabel 13. Kadar Hara pada Jerami Padi Pengelolaan N P K Ca Mg Cu Zn Mn Fe % ppm Petani 0,55 b 0,15 2,02 0,18 b 0,11 b b 240 SLPTT 0,79 a 0,16 2,07 0,17 b 0,13 ab b 225 PTTC 0,53 b 0,16 2,44 0,27 a 0,17 a a 231 Keterangan : Angka-angka yang diikuti perbedaan huruf dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata pada uji Duncan 5% Berdasarkan kisaran optimal dan batas kritis kadar unsur hara pada tanaman padi menurut Dobermann dan Fairhurst (2000),maka kisaran optimal hara N pada jerami adalah 0,60 0,80%, sehingga pada pengelolaan petani dan PTTC hara N tidak optimal. Untuk hara P pada ketiga pengelolaan dapat diserap secara optimal oleh tanaman terutama pada pengelolaan SLPTT dan PTTC yang berada diatas kisaran optimal 0,1 0,15%. Begitu pula pada kadar hara K pada ketiga pengelolaan berada diatas kisaran optimal 1,5 2,0%, terutama pada PTTC terlihat lebih signifikan perbedaannya dengan pengelolaan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pemupukan K pada PTTC lebih efisien, yaitu hara K lebih banyak yang terserap pada tanaman. Kalsium pada jerami di pengelolaan petani maupun di SLPTT mendekati batas kahat yaitu < 0,15%, sedangkan Ca pada PTTC berbeda nyata lebih mendekati ke kisaran optimal yaitu 0,3%. Begitu pula pada kadar hara Mg pada PTTC berbeda nyata lebih mendekati ke kisaran optimal yaitu 0,2%, sedangkan pengelolaan petani kadar hara Mg berbeda nyata lebih rendah dan mendekati batas kahat < 0,1%. Untuk kadar hara Cu pada PTTC lebih mendekati kahat yaitu < 0,6%, walaupun pada ketiga pengelolaan sebenarnya kadar hara Cu tidaklah berbeda nyata.namun demikian, walaupun pada PTTC untuk N dan Cu berada pada batas kritis, namun karena adanya efek pengenceran, maka sebenarnya kadar hara N dan Cu yang diserap oleh tanaman baik pada daun maupun pada jerami lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari data komponen produksi padi (Tabel 9) yang rata-rata pada PTTC lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan lainnya.

52 Efisiensi Pupuk Pupuk dikatakan efisiensi apabila terjadi peningkatan hasil panen yang tinggi pada setiap kg pupuk yang ditambahkan yang disebut Efisiensi Agronomis (EA) (kg/kg) (Witt et al., 2007). EA (kg/kg)= Hasil (yang diberi pupuk tidak diberi pupuk) Dosis pupuk Efisiensi Pupuk pada ketiga pengelolaan yang berbeda(tabel 14)menunjukkan bahwa efisiensi pupuk secara agronomis yang tertinggi untuk N dan P terletak pada pengelolaan PTTC yaitu N sebesar 33,77 dan P sebesar 139,77. Akan tetapi untuk K pada PTTC lebih rendah dibandingkan dengan pengelolaan lainnya. Efisien K yang tertinggi terdapat pada pengelolaan SLPTT yaitu sebesar 36,45. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk N dan P pada PTTC dianggap lebih baik dibandingkan pada SLPTT dan Petani, sedangkan untuk K pada PTTC walaupun dengan penambahan pupuk yang tinggi serta produksi yang tinggi tetapi tidak lebih efisien dibandingkan SLPTT maupun petani. Walaupun demikian K yang ditambahkan pada PTTC lebih banyak diserap oleh tanaman dibandingkan dengan pengelolaan lainnya, hal ini ditunjukkan pada Tabel 13 yaitu sebesar 2,44% pada jerami PTTC. Tabel 14. Efisiensi Pupuk pada Ketiga Pengelolaan yang Berbeda Pengelolaan kg/ha pupuk yg Efisiensi pupuk (EA) ditambahkan (GKG) (kg/kg) t/ha N P K N P K Petani 48,8 5,23 9,96 3,08 10,43 97,28 51,08 SLPTT 91 19,62 37,35 4,60 22,29 103,40 54,32 PTTC 118,42 28,61 109,7 6,57 33,77 139,77 36,45 Keterangan: produksi tanpa pupuk = 2,57 GKG t/ha (berdasarkan Lampiran 3) 5.7 Tingkat Ketahanan Nasi terhadap Basi Berdasarkan tingkat ketahanan terhadap basi yang disajikan pada Gambar 10 ditunjukkan bahwa pada PTTC waktu yang dibutuhkan untuk menjadi basi yaitu 37 jam, sedangkan pada pengelolaan petani hanya 31 jam selisih satu jam

53 37 dari SLPTT yaitu 32 jam. Hal ini membuktikan bahwa kualitas nasi dari PTTC lebih baik dari SLPTT dan pengelolaan petani. Kualitas nasi di PTTC lebih tahan dibandingkan dengan pengelolaan lainnya kemungkinan disebabkan karena pemupukan yang berbeda dibandingkan dengan pengelolaan lainnya, yaitu selain jumlah pupuk N, P, dan K yang berbeda juga adanya penambahan pupuk mikro. Walaupun demikian belum bisa dipastikan unsur mana yang lebih berpengaruh terhadap ketahanan basi dalam nasi lama waktu (jam) Petani SLPTT PTTC Gambar 10.Tingkat Ketahanan Nasi terhadap Basi 5.8 Organoleptik Nasi Berdasarkan data organoleptik dengan uji hedonik pada nasi (Tabel 15), bahwa nilai rata-rata untuk tekstur pada pengelolaan petani lebih tinggi daripada PTTC dan SLPTT, dan secara ranking berbeda nyata. Nilai rata-rata dan secara ranking untuk aroma berbeda nyata, yaitu pada pengelolaan petani lebih tinggi daripada SLPTT, tetapi PTTC tidak berbeda nyata dengan keduanya. Nilai ratarata dan secara ranking pada penampakan dan warna tidak berbeda nyata. Pada kepulenan nilai rata-rata dan secara ranking berbeda nyata, yaitu pengelolaan petani dan PTTC lebih tinggi daripada SLPTT. Pada rasa nilai rata-rata dan secara ranking berbeda nyata, yaitu pada pengelolaan petani lebih disukai dibandingkan PTTC dan SLPTT.Secara keseluruhan, nilai rata-rata dan secara

54 38 ranking berbeda nyata, yaitu pada pengelolaan petani lebih tinggi daripada SLPTT, tetapi PTTC tidak berbeda nyata dengan keduanya. Tabel 15. Data Organoleptik dengan Uji Hedonik pada Nasi Parameter Nilai rata-rata Ranking PETANI SLPTT PTTC PETANI SLPTT PTTC Tekstur 6,03 4,89 5,49 2,49 a 1,49 c 2,03 b Aroma 5,46 4,94 5,31 2,24 a 1,69 b 2,07 ab Penampakan 5,77 5,43 5,43 2,21 a 1,86 a 1,93 a Kepulenan 5,80 4,94 5,43 2,43 a 1,53 b 2,04 a Warna 5,86 5,80 5,77 2,11 a 1,94 a 1,94 a Rasa 5,89 5,03 5,46 2,43 a 1,54 b 2,03 b Keseluruhan 5,91 5,29 5,40 2,39 a 1,64 b 1,97 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti perbedaan huruf dalam satu baris menunjukkan perbedaan nyata Perbedaan secara nyata pada level 0,05 (Tes Friedman) diuji lanjut dengan Wilcoxon (SPSS) Walaupun demikian uji organoleptik yang dilakukan masih belum optimal, karena beras dimasak dengan perbandingan beras dan air yang sama pada ketiga pengelolaan yaitu 1 : 1,5. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 11 yaitu kadar air GKG pada ketiga pengelolaan adalah berbeda, yang mana pada PTTC kadar air lebih tinggi dibandingkan SLPTT dan pengelolaan petani kadar air (%) Petani SLPTT PTTC Gambar 11. Kadar Air pada Gabah Kering Giling pada Ketiga Pengelolaan yang Berbeda

55 Analisis Usaha Tani Berdasarkan analisis usaha tani (Tabel 16), bahwa tingkat penerimaan usaha tani pada pengelolaanpetani sebesar Rp ,00 dengan total biaya pengeluaran sebesar Rp ,00 dengan keuntungan hasil usaha tani sebesar Rp ,00 atau diperoleh B/C ratio sebesar 1,20. Pada SLPTT penerimaan usaha tani sebesar Rp ,00 dengan total biaya pengeluaran sebesar Rp.6,371,800,00 dengankeuntungan hasil usaha sebesar Rp ,00 atau diperoleh B/C ratio sebesar 1,38. Pada PTTC penerimaan usaha tani sebesar Rp ,00 dengan total biaya pengeluaran sebesar Rp ,19 dengan keuntungan sebesar Rp ,81 atau diperoleh B/C ratio usaha tani sebesar 1,44. Berdasarkan nilai B/C rasio pada ketiga pengelolaan diperoleh nilai B/C rasio pada PTTC lebih tinggi dibandingkan nilai B/C rasio pada pengelolaan SLPTT dan pengelolaan petani, sehingga hal ini menunjukkan bahwa usaha tani PTTC lebih menguntungkandibandingkan pengelolaan SLPTT dan pengelolaan petani. Hal ini juga dapat dilihat daripeningkatan persentase padakeuntungan antara ketiga pengelolaan (Gambar 12),yang mana PTTC mampu meningkatkan keuntungan sebesar Rp ,81 (118,57%) dari pengelolaan petani dan Rp ,81 (45,57%) dari SLPTT, lebih besar apabila dibandingkan dengan peningkatan dari pengelolaan petani ke SLPTT yaitu Rp ,00 (50,14%). Persen (%) Petani ke SLPTT Petani ke PTTC SLPTT ke PTTC Rp Rp ,81 Rp ,81 Gambar 12. Peningkatan Persentase Dilihat dari Keuntunganantara Ketiga Pengelolaan

56 40 Selain lebih menguntungkan secara analisa usaha tani, pada PTTC dilihat dari segi waktu juga lebih efisien dan efektif, karena pemanenan dilakukan lebih awal dibandingkan dengan pengelolaan lainnya yaitu 118 HST, sedangkan pada petani dan SLPTT panen pada 125 HST.

57 41 Tabel 16. Analisis Usaha Tani pada Pengelolaan Petani, SLPTT dan PTTC A. Pengelolaan Penerimaan (ton/ha) Jumlah Fisik SLPTT Petani PTTC Harga(Rp/ satuan) Nilai (Rp/ha) Jumlah Jumlah Harga(Rp/ satuan) Nilai (Rp/ha) Fisik Fisik Harga(Rp/ satuan) Nilai (Rp/ha) 5,84 Rp 2.600,00 Rp ,00 4,14 Rp 2.600,00 Rp ,00 8,37 Rp 2.600,00 Rp ,00 B. Biaya Produksi Tenaga Kerja 1 Persemaian 3 Rp ,00 Rp ,00 3 Rp ,00 Rp ,00 3 Rp ,00 Rp ,00 2 Pengolahan tanah Manusia 15 Rp ,00 Rp ,00 15 Rp ,00 Rp ,00 15 Rp ,00 Rp ,00 Traktor (hari) 6 Rp ,00 Rp ,00 6 Rp ,00 Rp ,00 6 Rp ,00 Rp ,00 3 Menanam/tandur Memanen/pasca panen Menyiangi Pemeliharaan Pengepak 20% dari hasil (berupa GKP) Rp ,00 Pengepak 20% dari hasil (berupa GKP) Rp ,00 Pengepak 20% dari hasil (berupa GKP) Rp ,00 4 Memupuk , , , , , ,00 C. Sarana Produksi 1 Bibit 25 Rp 7.000,00 Rp ,00 40 Rp 7.000,00 Rp ,00 25 Rp 7.000,00 Rp ,00 2 Pupuk Buatan Urea (kg) 100 Rp 1.900,00 Rp ,00 80 Rp 1.900,00 Rp , Rp 1.900,00 Rp ,30 SP 36 (kg) 182 Rp 2.000,00 Rp ,89 KCl kg 220 Rp 6.000,00 Rp ,00 NPK (Phonska) 300 Rp 3.000,00 Rp ,00 80 Rp 3.000,00 Rp ,00 (kg) Pupuk Mikro (gr) 1500 Rp ,00 C. Total Biaya Rp ,00 Rp ,00 Rp ,19 D. Keuntungan Rp ,00 Rp ,00 Rp ,81 E. B/C rasio 1,38 1,20 1,44

58 42 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Produktivitas padi denganpengelolaan tanaman terpadu secara cermat (PTTC)lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan lainya, yaitu mencapai 6,57 ton GKG/ha, sedangkan SLPTT 4,60 ton GKG/ha dan pengelolaan petani 3,08 ton GKG/ha. 2. Kualitas nasi menunjukkan bahwa tingkat ketahanan nasi terhadap basipada PTTC lebih baik dibandingkan SLPTT dan petani, dan secara keseluruhan pada uji organoleptik menunjukkan bahwa nasi pengelolaan petani lebih disukai dibandingkan PTTC dan SLPTT. Walaupun pengujian ini masih belum optimal karena dilakukan pemasakan nasi dengan perbandingan air dan beras yang sama pada ketiga pengelolaan, sementara kadar air pada gabah kering giling di ketiga pengelolaan berbeda. 3. Hasil analisis usaha tani menunjukkan bahwa PTTC dengan B/C rasio sebesar 1,44, lebih menguntungkan dibandingkan SLPTT dengan B/C rasio 1,38 dan pengelolaan petani 1,20. PTTC mampu meningkatkan keuntungan sebesar Rp ,81 (118,57%) dari pengelolaan petani dan Rp ,81 (45,57%) dari SLPTT, sedangkan peningkatan dari pengelolaan petani ke SLPTT yaitu Rp ,00 (50,14%). 4. Dilihat dari segi waktu, PTTC lebih efisien dan efektif, karena pemanenan dilakukan lebih awal dibandingkan dengan pengelolaan lainnya yaitu 118 HST, sedangkan pada petani dan SLPTT panen pada 125 HST. 6.2 Saran 1. Perlu penelitian lanjutan yang sejenis dengan metode penelitian yang lebih disempurnakan dalam hal perbaikan komponen-komponen teknologi pada pengelolaan tanaman terpadu secara cermat.selain itu diharapkan menggunakan pengambilan contoh yang lebih banyak dari luasan yang mewakili suatu unit manajemen lahan, serta memperhatikan pengairan dan musim tanam yang berbeda.

59 43 2. Perlu kajian lanjut pada kualitas nasi terutama analisis hara serta kadar pati pada beras, sehingga dapat diketahui unsur yang dapat mempengaruhi ketahanan nasi terhadap basi. Selain ituuntuk penetapan organoleptik diperlukan penanakan nasi yang sesuai dengan kadar air gabah atau beras.

60 44 DAFTAR PUSTAKA Abdulrachman S, Sembiring H, Suyamto Pemupukan Tanaman Padi. Di Dalam: Buku 2/Daradjat AA, Setyono A, Makarim AK, Hasanuddin A. Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta: LIPI Press. Hlm: Abdulrachman S,Wardana IP, Sembiring H, Widiarta IN Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Irigasi. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. [BPS] Badan Pusat Statistik www. bps. go. id/download_ file/sp2010_ agegat_data_ perprovinsi.pdf. De Datta SK Principles and Practices of Rice Production. John Wiley & Sons, Inc. Canada. 618 p. Dewi SI Mutu Gizi dan Mutu Rasa Beras Varietas Unggul Ciherang.Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 33(2):8-10. Dobermann Aand Fairhurst T Rice: Nutrient Disorders and Nutrient Management. Makati: International Rice Research Institute. 191 p. Effendi AC, Kusnama, Hermanto Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar Bogor, skala 1: Edisi 2. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Fairhurst T, Dobermann A, Quijano-Guerta C, Balasubramanian V Mineral Deficiencies and Toxicities. In: Fairhurst TH et al., eds. Rice: A practical guide to nutrient management. Los Baños (Philippines) and Singapore: International Rice Research Institute (IRRI), International Plant Nutrition Institute (IPNI), and International Potash Institute (IPI). p Google earth Tele Atlas. Image 2012 geoeye. Image 2012 DigitalGlobe. Haryani D Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah pada Progam Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Serang Provinsi Banten [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hermanto Padi Ciherang Makin Populer. Pengembangan Pertanian 28(2): Warta Penelitian dan Ishaq I Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

61 45 Ishaq I Filosofi dan Dinamika Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Jawa Barat. BBPPTP. Balitbang Pertanian. Kementan. Disajikan pada PL-III SLPTT. Bogor. 23 Mei Ismunadji M dan Roechan S Hara Mineral Tanaman Padi. Dalam Padi. Buku I. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Kemmler G Response of High Yielding Paddy Varieties to Potassium, Experimental result from various rice gowing countries. Proc. Int. Symp. Soil Pert. Eval. 1 : Kirk GJD dalamabdulrachman S, Sembiring H, Suyamto Pemupukan Tanaman Padi. Di Dalam: Buku 2/Daradjat AA, Setyono A, Makarim AK, Hasanuddin A. Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta: LIPI Press. Hlm: Lees R Food Analysis: Analytical and Quality Control Methods for the Food Manufacturer and Buyer. Leonard Hill Books, London. [LPT] Lembaga Penelitian Tanah Peta Tanah Semi Detil Daerah Parung- Depok-Bogor-Ciawi Skala1 : Oldeman LR Agro Climatic Map of Java and Madura Scala 1 : Central Research Institute of Agriculture Bogor, Indonesia. Pahruddin A, Maripul, Dida Cara Tanam Padi Sistem Legowo Mendukung Usaha Tani di Desa Bojong, Cikembar, Sukabumi. Buletin Teknik Pertanian Vol. 9. No: 1. Pramono J, Basuki S, dan Widarto Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Agosains 7(1): 1-6. Rains GCdan Thomas DL Precision Farming an Introduction. The University of Georgia and Ft. Valley State University, the U.S. Department of Agriculture and countries of the state cooperating. Bulletin 1186 Reviewed March. Ruskandar A, Wahyuni S, Nugraha US, Widyantoro Preferensi Petani terhadap Beberapa Varietas Unggul Padi (Studi Kasus di Kecamatan Kedung Tuban, Kabupaten Blora). /special/padi/bbpadi_2008_prosb401.pdf. Shibusawa S Precision Farming Japan Model. Agicultural Information Research 12(2),

62 46 Soekarto ST Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara: Jakarta. Subadiyasa INN Disertasi : Evaluasi Ketersediaan dan Pengaruh Pemberian Seng Terhadap Produksi Padi dan Kacang Tanah pada Tanah Sawah di Bali[Tesis].Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sumarno and Sutisna, E Identification of Rice (Oryza sativa L.) Varieties Suitable for Dry Season and Wet Season Planting Indonesian. Journal of Agicultural Science 11(1),: Suprihatno B, Daradjat A, Baehaki S Deskripsi Varietas Padi. Subang: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian. SutonoS Dari Primatani ke Pertanian Cermat. Warta Sumberdaya Lahan. Vol 3. No 5. Witt C, Buresh RJ, Peng S, Balasubramanian V, Dobermann A Nutrient management. In: Fairhurst TH et al., eds. Rice: A practical guide to nutrient management. Los Baños (Philippines) and Singapore: International Rice Research Institute (IRRI), International Plant Nutrition Institute (IPNI), and International Potash Institute (IPI). p Yasin Monografi Desa Mekarjaya. Zaini Z, Abdurrahman S, Widiarta IN, WardanaIP, Setyorini D, Kartaatmadja S, Yamin M Pedoman umum PTT Padi sawah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian.

63 47 Lampiran 1. Data Curah Hujan Harian selama Penelitian Dilakukan Tanggal Juli Agustus September Oktober Nopember 1 37,0 0,0 23,0 0,0 85,0 2 0,0 0,0 32,0 0,0 0,0 3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 4 56,0 0,0 0,0 0,0 0,0 5 0,0 0,2 0,0 0,0 0,0 6 0,0 0,0 0,0 12,0 0,0 7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 8 0,0 0,0 72,0 23,0 0,0 9 0,5 0,0 19,0 0,0 0,0 10 0,0 0,0 0,0 17,0 0,0 11 0,0 0,0 0,0 35,0 0,0 12 0,0 0,0 0,0 0,0 37,0 13 0,0 0,0 0,0 13,0 0, ,0 0,0 0,0 0,9 38,0 15 0,0 0,9 0,0 0,0 27,0 16 0,0 0,0 25,0 0,0 0,0 17 0,0 0,0 0,9 0,0 0, ,0 0,0 27,0 0,0 50,0 19 0,7 0,0 0,0 0,0 14, ,0 0,0 57,0 0,0 0,0 21 0,0 27,0 0,0 0,0 0,0 22 0,4 0,0 0,0 15,0 0,0 23 0,0 0,0 0,0 0,9 15,0 24 0,0 0,0 0,0 0,0 27,0 25 0,0 0,0 0,0 0,0 85,0 26 0,0 0,0 54,0 87,0 0,0 27 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 28 0,0 0,0 0,0 0,5 0,0 29 0,0 0,0 34,0 0,0 0,0 30 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 31 0,0 0,0 0,0 Jumlah 256,6 28,1 343,9 204,3 378,9 Rata-rata 8,3 0,9 11,5 6,6 12,2 Keterangan : Stasiun Klimatologi dan Geofisika Dramaga Bogor Satuan curah hujan (mm) Tidak ada data

64 48 Lampiran 2.Produktivitas Padi pada Beberapa Petani di Desa Mekarjaya Sejak Tahun 2008 s.d 2011 No Nama Waktu panen SL- luas Produksi (t) Produktivitas t/ha Input (Pupuk kg/ha) Tahun Bulan PTT ha GKP Beras GKP GKG Beras Urea SP-36 KCl NPK Org 1 H. Rohim 2008 Nop 4,00 8,44* 7,22 4, Apr 4,00 5,82* 4,99 3,15 2 Salim 2009 Apr 0,60 5,44* 4,66 2, Jan 0,60 2,60 4,33 3,71 2, Juni 0,05 0,31 6,14 5,26 3, Okt 0,05 0,33 6,66 5,70 3, Okt V 0,10 0,62 6,20 5,31 3, ,000 3 H. Jaenal 2009 Maret 0,40 5,62* 4,81 3, Sep 0,40 1,30 3,25 2,78 1, Jan 0,25 2,00 8,00 6,85 4, Okt V 0,40 10,8* 9,24 5, ,000 4 Arif 2010 Agt V 0,10 9,76* 8,35 5, , Jan 0,30 2,00 6,67 5,71 3, Okt V 8,8* 7,53 4, ,000 5 Oma 2010 Nop 0,05 0,15 3,00 2,57 1, Jan 0,05 0,15 3,00 2,57 1, Juni 0,15 0,29 1,93 1,65 1, Okt 0,15 0,33 2,22 1,90 1, Adi 2009 Des 0,10 0,85 8,50 7,28 4, Apr 0,12 0,30 4,62 3,96 2,50 7 Hasan 2011 Okt V 0,15 0,64 4,27 3,65 2, ,000 8 Arsip 2011 Jan 0,30 1,00 6,16 5,27 3, Mamad 2010 Nop 0,30 1,10 3,67 3,14 1,

65 49 10 Anda 2011 Feb 0,20 1,20 6,00 5,14 3,25 11 H. A. Rosid 2010 Feb V 0,30 6,88* 5,89 3, , Juni 0,30 1,00 6,16 5,27 3, Okt 0,30 0,40 2,46 2,11 1, Apr 0,30 6,72* 5,75 3,64 12 H. Rodi 2010 Agt 0,10 0,10 1,85 1,58 1, H. Goni 2010 Nop 1,50 2,60 1,73 1,48 0, sblmnya 1,50 3,70 2,47 2,11 1, Uhi 2010 Agt 0,08 0,23 5,20 4,45 2, H. Mamad 2010 Sep 0,20 0,15 1,39 1,19 0,75 biasanya 0,20 0,30 2,77 2,37 1, Anim 2011 Okt 0,30 0,50 1,67 1,43 0, biasanya 0,30 1,00 3,33 2,85 1, Enjay 2010 Agt 0,15 0,45 3,00 2,57 1, Aming 2010 Agt V 0,25 8,8* 7,53 4, , Okt V 0,05 9,76* 8,35 5,28 19 Anong S 2009 Feb V 1,00 5,63* 4,82 3, ,000 Nilai Rata-rata petani secara umum 4,46 3,82 2,41 Keterangan : Nilai Rata-rata pada saat SLPTT 7,88 6,74 4,26 * hasil ubinan dengan alat ubin ukuran 2,5 x 2,5 m2 Rendemen beras = 0,632 (thn 2010 ) GKG = 0,856 X GKP

66 50 Lampiran 3. Produksi Petani di Desa Mekarjaya Tanpa Diberi Pupuk No Nama Waktu panen Produksi (t) Produktivitas t/ha luas ha Tahun Bulan GKP Beras GKP GKG Beras 1 Adi 2010 Apr 0,12 0,30 4,62 3,96 2,50 2 H. Mamad 2010 Sep 0,20 0,15 1,39 1,19 0,75 Nilai Rata-rata petani tanpa pupuk 3,00 2,57 1,63 Keterangan : Rendemen beras = 0,632 (thn 2010 ) GKG = 0,856 X GKP Lampiran 4. Tingkat Kebasian Nasi dalam Keadaan Terbuka Waktu PTTC Petani SLPTT Panelis 1 Panelis 2 Panelis 1 Panelis 2 Panelis 1 Panelis 2 Waktu Waktu Ulangan Ulangan Ulangan Lama Jam ke 1 ke 2 ke 1 ke 2 Lama Jam ke 1 ke 2 ke 1 ke 2 Lama Jam ke 1 ke 2 ke 1 ke : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :30 2 Keterangan : 0= tidak berbau dan tidak basi 1= berbau tapi blm basi 2 = ber98bau dan basi

67 51 Lampiran 5. Kisaran Optimal dan Batas Kritis Kadar Unsur Harapada Tanaman Padi Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) Unsur N P K Zn S Si Mg Tahap pertumbuhan Bagian tanaman Bagian tanaman Batas kritis kahat Batas kritis keracunan Pertumbuhan awalanakan aktif Daun 2,90-4,20% <2,50% >4,50% Pembungaan Daun bendera 2,20-2,50% <2,00% Matang Jerami 0,60-0,80% Pertumbuhan awalanakan aktif Daun 0,20-0,40% <0,10% >0,5% Pembungaan Daun bendera 0,20-0,30% <0,18% Matang Jerami 0,10-0,15% <0,06% Pertumbuhan awalanakan aktif Daun 1,8-2,6% <1,5% >3% Pembungaan Daun bendera 1,4-2,0% <1,2% Matang Jerami 1,5-2,0% <1,2% Pertumbuhan awalanakan aktif Daun mg/kg <20 mg/kg >500 mg/kg Anakan aktif Pucuk mg/kg <10 mg/kg >500 mg/kg Anakan aktif Daun <0,16% Anakan aktif pucuk 0,15-0,30% <0,11% Pembungaan Daun bendera 0,1-0,15% <0,10% Pembungaan Pucuk <0,07% Matang Jerami <0,06% Anakan aktif Daun bendera <5% Matang Jerami 8-10% <5% Pertumbuhan awalanakan aktif Daun bendera 0,15-0,30% <0,12% >0,5% Pertumbuhan awalanakan aktif Pucuk 0,15-0,30% <0,13% Matang Jerami 0,20-0,30% <0,10% Pertumbuhan awal Daun bendera 0,2-0,6% <0,15% >0,7% Ca Pertumbuhan awalanakan aktif pucuk 0,3-0,6% <0,15% Matang Jerami 0,3-0,5% <0,15% Fe Pertumbuhan awal Daun bendera mg/kg <70 mg/kg >300 mg/kg Pertumbuhan awal pucuk mg/kg <50 mg/kg Mn Pertumbuhan awal Daun bendera mg/kg <40 mg/kg >800 mg/kg Pertumbuhan awal pucuk mg/kg <20 mg/kg Cu Pertumbuhan awal Daun bendera 7-15 mg/kg <5 mg/kg >25 mg/kg Matang Jerami <6 mg/kg >30 mg/kg B Pertumbuhan awal Daun bendera 6-15 mg/kg <5 mg/kg >100 mg/kg Matang Jerami <3 mg/kg >100 mg/kg Al Pertumbuhan awal Pucuk mg/kg <5 mg/kg >100 mg/kg

68 52 Lampiran 6. Uji Friedman dengan Uji Lanjut Wilcoxon (SPSS) pada Organoleptik Nasi Warna Nasi (SPSS) Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation SLPTT 35 3,00 7,00 5,8000,71948 PETANI 35 3,00 7,00 5,8571,80961 PTTC 35 4,00 6,00 5,7714,49024 Valid N (listwise) 35 Test Statistics(a) N 35 Chi-Square 1,920 db 2 Asymp, Sig,,383 Ranks Mean Rank SLPTT 1,94 PETANI 2,11 PTTC 1,94 Tekstur Nasi (SPSS) Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std, Deviation SLPTT 35 2,00 7,00 4,8857 1,18251 PETANI 35 4,00 7,00 6,0286,78537 PTTC 35 2,00 7,00 5,4857 1,17251 Valid N (listwise) 35 Test Statistics(a) N 35 Chi-Square 23,170 db 2 Asymp, Sig,,000 a Friedman Test Ranks Mean Rank SLPTT 1,49 PETANI 2,49 PTTC 2,03 Wilcoxon Test Ranks N Mean Rank Sum of Ranks PETANI - SLPTT Negative Ranks 5(a) 10,50 52,50 Positive Ranks 27(b) 17,61 475,50 Ties 3(c) Total 35 PTTC - SLPTT Negative Ranks 5(d) 11,20 56,00 Positive Ranks 19(e) 12,84 244,00 Ties 11(f) Total 35 PTTC - PETANI Negative Ranks 15(g) 9,40 141,00 Positive Ranks 3(h) 10,00 30,00 Ties 17(i) Total 35 a PETANI < SLPTT b PETANI > SLPTT

69 53 c PETANI = SLPTT d PTTC < SLPTT e PTTC > SLPTT f PTTC = SLPTT g PTTC < PETANI h PTTC > PETANI i PTTC = PETANI Test Statistics(c) PETANI - SLPTT PTTC - SLPTT PTTC - PETANI Z -4,083(a) -2,808(a) -2,559(b) Asymp, Sig, (2-tailed),000,005,010 a Based on negative ranks, b Based on positive ranks, c Wilcoxon Signed Ranks Test Rasa Nasi (SPSS) Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std, Deviation SLPTT 35 3,00 7,00 5,0286,98476 PETANI 35 4,00 7,00 5,8857,75815 PTTC 35 3,00 7,00 5,4571 1,12047 Valid N (listwise) 35 Test Statistics(a) N 35 Chi-Square 20,083 db 2 Asymp, Sig,,000 a Friedman Test Ranks Mean Rank SLPTT 1,54 PETANI 2,43 PTTC 2,03 Wilcoxon Test Ranks N Mean Rank Sum of Ranks PETANI - SLPTT Negative Ranks 3(a) 13,67 41,00 Positive Ranks 24(b) 14,04 337,00 Ties 8(c) Total 35 PTTC - SLPTT Negative Ranks 6(d) 12,75 76,50 Positive Ranks 17(e) 11,74 199,50 Ties 12(f) Total 35 PTTC - PETANI Negative Ranks 13(g) 9,62 125,00 Positive Ranks 4(h) 7,00 28,00 Ties 18(i) Total 35 a PETANI < SLPTT b PETANI > SLPTT c PETANI = SLPTT d PTTC < SLPTT e PTTC > SLPTT f PTTC = SLPTT g PTTC < PETANI

70 54 h PTTC > PETANI i PTTC = PETANI Test Statistics(c) PETANI - SLPTT PTTC - SLPTT PTTC - PETANI Z -3,695(a) -1,930(a) -2,423(b) Asymp, Sig, (2-tailed),000,054,015 a Based on negative ranks, b Based on positive ranks, c Wilcoxon Signed Ranks Test Penampakan Nasi (SPSS) Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std, Deviation SLPTT 35 4,00 7,00 5,4286,69814 PETANI 35 5,00 7,00 5,7714,59832 PTTC 35 2,00 6,00 5,4286,91670 Valid N (listwise) 35 Test Statistics(a) N 35 Chi-Square 6,250 db 2 Asymp, Sig,,044 a Friedman Test Ranks Mean Rank SLPTT 1,86 PETANI 2,21 PTTC 1,93 Wilcoxon Test Ranks N Mean Rank Sum of Ranks PETANI - SLPTT Negative Ranks 4(a) 7,50 30,00 Positive Ranks 13(b) 9,46 123,00 Ties 18(c) Total 35 PTTC - SLPTT Negative Ranks 5(d) 6,70 33,50 Positive Ranks 6(e) 5,42 32,50 Ties 24(f) Total 35 PTTC - PETANI Negative Ranks 8(g) 5,88 47,00 Positive Ranks 2(h) 4,00 8,00 Ties 25(i) Total 35 a PETANI < SLPTT b PETANI > SLPTT c PETANI = SLPTT d PTTC < SLPTT e PTTC > SLPTT f PTTC = SLPTT g PTTC < PETANI h PTTC > PETANI i PTTC = PETANI

71 55 Test Statistics(c) PETANI - SLPTT PTTC - SLPTT PTTC - PETANI Z -2,358(a) -,047(b) -2,064(b) Asymp, Sig, (2-tailed),018,963,039 a Based on negative ranks, b Based on positive ranks, c Wilcoxon Signed Ranks Test Aroma Nasi (SPSS) Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std, Deviation SLPTT 35 3,00 7,00 4,9429,96841 PETANI 35 3,00 7,00 5,4571 1,09391 PTTC 35 2,00 7,00 5,3143 1,02244 Valid N (listwise) 35 Test Statistics(a) Ranks N 35 Chi-Square 8,769 db 2 Asymp, Sig,,012 a Friedman Test Mean Rank SLPTT 1,69 PETANI 2,24 PTTC 2,07 Wilcoxon Test Ranks N Mean Rank Sum of Ranks PETANI - SLPTT Negative Ranks 5(a) 11,00 55,00 Positive Ranks 18(b) 12,28 221,00 Ties 12(c) Total 35 PTTC - SLPTT Negative Ranks 7(d) 11,29 79,00 Positive Ranks 16(e) 12,31 197,00 Ties 12(f) Total 35 PTTC - PETANI Negative Ranks 11(g) 9,09 100,00 Positive Ranks 7(h) 10,14 71,00 Ties 17(i) Total 35 a PETANI < SLPTT b PETANI > SLPTT c PETANI = SLPTT d PTTC < SLPTT e PTTC > SLPTT f PTTC = SLPTT g PTTC < PETANI h PTTC > PETANI i PTTC = PETANI

72 56 Test Statistics(c) PETANI - SLPTT PTTC - SLPTT PTTC - PETANI Z -2,619(a) -1,865(a) -,656(b) Asymp, Sig, (2-tailed),009,062,512 a Based on negative ranks, b Based on positive ranks, c Wilcoxon Signed Ranks Test Kepulenan Nasi (SPSS) Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std, Deviation SLPTT 35 3,00 7,00 4,9429 1,10992 PETANI 35 4,00 7,00 5,8000,71948 PTTC 35 3,00 7,00 5,4286,97877 Valid N (listwise) 35 Test Statistics(a) N 35 Chi-Square 17,839 db 2 Asymp, Sig,,000 a Friedman Test Ranks Mean Rank SLPTT 1,53 PETANI 2,43 PTTC 2,04 Wilcoxon Test Ranks N Mean Rank Sum of Ranks PETANI - SLPTT Negative Ranks 5(a) 13,70 68,50 Positive Ranks 25(b) 15,86 396,50 Ties 5(c) Total 35 PTTC - SLPTT Negative Ranks 8(d) 14,06 112,50 Positive Ranks 21(e) 15,36 322,50 Ties 6(f) Total 35 PTTC - PETANI Negative Ranks 14(g) 9,36 131,00 Positive Ranks 4(h) 10,00 40,00 Ties 17(i) Total 35 a PETANI < SLPTT b PETANI > SLPTT c PETANI = SLPTT d PTTC < SLPTT e PTTC > SLPTT f PTTC = SLPTT g PTTC < PETANI h PTTC > PETANI i PTTC = PETANI

73 57 Test Statistics(c) PETANI - SLPTT PTTC - SLPTT PTTC - PETANI Z -3,524(a) -2,419(a) -2,128(b) Asymp, Sig, (2-tailed),000,016,033 a Based on negative ranks, b Based on positive ranks, c Wilcoxon Signed Ranks Test Keseluruhan Nasi (SPSS) Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std, Deviation SLPTT 35 3,00 7,00 5,2857,82503 PETANI 35 5,00 7,00 5,9143,56211 PTTC 35 2,00 7,00 5,4000 1,19312 Valid N (listwise) 35 Test Statistics(a) N 35 Chi-Square 13,184 db 2 Asymp, Sig,,001 a Friedman Test Ranks Mean Rank SLPTT 1,64 PETANI 2,39 PTTC 1,97 Wilcoxon Test Ranks N Mean Rank Sum of Ranks PETANI - SLPTT Negative Ranks 4(a) 11,50 46,00 Positive Ranks 22(b) 13,86 305,00 Ties 9(c) Total 35 PTTC - SLPTT Negative Ranks 10(d) 16,90 169,00 Positive Ranks 17(e) 12,29 209,00 Ties 8(f) Total 35 PTTC - PETANI Negative Ranks 13(g) 9,62 125,00 Positive Ranks 4(h) 7,00 28,00 Ties 18(i) Total 35 a PETANI < SLPTT b PETANI > SLPTT c PETANI = SLPTT d PTTC < SLPTT e PTTC > SLPTT f PTTC = SLPTT g PTTC < PETANI h PTTC > PETANI i PTTC = PETANI

74 58 Test Statistics(c) PETANI - SLPTT PTTC - SLPTT PTTC - PETANI Z -3,554(a) -,515(a) -2,423(b) Asymp, Sig, (2-tailed),000,607,015 a Based on negative ranks, b Based on positive ranks, c Wilcoxon Signed Ranks Test Lampiran 7. Uji ANOVA untuk Tinggi Tanaman pada 78 HST dan 96 HST (SPSS) Descriptives Std, Std, 95% Confidence N Mean Deviation Error Interval for Mean Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound tinggi78hst SLPTT 15 59,8000 5, , , , ,00 75,00 Petani 15 53,3333 5, , , , ,00 65,00 PTTC 15 92,0000 6, , , , ,00 101,00 Total 45 68, , , , , ,00 101,00 tinggi96hst SLPTT 15 79,5333 8, , , , ,00 103,00 Petani 15 69,0667 7, , , , ,00 81,00 PTTC ,2857 6, , , , ,00 114,00 Total 44 84, , , , , ,00 114,00 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic db1 db2 Sig, tinggi78hst, ,415 tinggi96hst, ,747 Homogeneous Subsets tinggi78hst N Subset for alpha =,05 Pengelolaan Duncan(a) Petani 15 53,3333 SLPTT 15 59,8000 PTTC 15 92,0000 Sig, 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000, Duncan(a,b) tinggi96hst N Subset for alpha =,05 Pengelolaan Petani 15 69,0667 SLPTT 15 79,5333 PTTC ,2857 Sig, 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 14,651, b The group sizes are unequal, The harmonic mean of the group sizes is used, Type I error levels are not guaranteed,

75 59 Lampiran 8. Uji ANOVA untuk Daun (SPSS) Descriptives N Mean Std, Deviation Std, Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound N SLPTT 3 2,8333,12662, ,5188 3,1479 2,69 2,93 Petani 3 2,7967,48583, ,5898 4,0035 2,36 3,32 PTTC 3 2,6667,20817, ,1496 3,1838 2,50 2,90 Total 9 2,7656,28214, ,5487 2,9824 2,36 3,32 P SLPTT 3,1733,01155,00667,1446,2020,16,18 Petani 3,1700,01000,00577,1452,1948,16,18 PTTC 3,1767,01155,00667,1480,2054,17,19 Total 9,1733,01000,00333,1656,1810,16,19 K SLPTT 3 1,8667,04041, ,7663 1,9671 1,82 1,89 Petani 3 1,1433,21939,12667,5983 1,6883,97 1,39 PTTC 3 1,1667,56048, ,2256 2,5590,62 1,74 Total 9 1,3922,46658, ,0336 1,7509,62 1,89 Ca SLPTT 3,2167,02309,01333,1593,2740,19,23 Petani 3,1500,04583,02646,0362,2638,11,20 PTTC 3,2933,03786,02186,1993,3874,25,32 Total 9,2200,06982,02327,1663,2737,11,32 Mg SLPTT 3,1467,00577,00333,1323,1610,14,15 Petani 3,1200,03000,01732,0455,1945,09,15 PTTC 3,1600,01000,00577,1352,1848,15,17 Total 9,1422,02386,00795,1239,1606,09,17 Cu SLPTT 3 9,6667 3, , , ,6521 6,00 12,00 Petani 3 14,3333 9, , , ,8738 6,00 24,00 PTTC 3 10,6667 2, , , ,8378 9,00 13,00 Total 9 11,5556 5, , , ,6791 6,00 24,00 Zn SLPTT 3 28,3333 8, , , , ,00 37,00 Petani 3 28, , , , , ,00 45,00 PTTC 3 30,0000 5, , , , ,00 36,00 Total 9 28,8889 8, , , , ,00 45,00 Mn SLPTT 3 252, , , , , ,00 307,00 Petani 3 159, , , , , ,00 195,00 PTTC 3 610,6667 6, , , , ,00 616,00 Total 9 340, , , , , ,00 616,00 Fe SLPTT 3 113, , , , , ,00 166,00 Petani 3 51, , , , , ,00 63,00 PTTC 3 102, , , , , ,00 120,00 Total 9 89, , , , , ,00 166,00

76 60 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic db1 db2 Sig, N 2, ,161 P, ,797 K 2, ,142 Ca, ,471 Mg 1, ,231 Cu 2, ,141 Zn 2, ,202 Mn 4, ,071 Fe 2, ,172 Homogeneous Subsets N N Subset for alpha =,05 daun 1 1 Duncan(a) PTTC 3 2,6667 Petani 3 2,7967 SLPTT 3 2,8333 Sig,,552 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000, P N Subset for alpha =,05 daun 1 1 Duncan(a) Petani 3,1700 SLPTT 3,1733 PTTC 3,1767 Sig,,501 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000, K N Subset for alpha =,05 daun Duncan(a) Petani 3 1,1433 PTTC 3 1,1667 SLPTT 3 1,8667 Sig,,937 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000, Ca N Subset for alpha =,05 daun Duncan(a) Petani 3,1500 SLPTT 3,2167 PTTC 3,2933 Sig,,068 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000,

77 61 Mg N Subset for alpha =,05 daun Duncan(a) Petani 3,1200 SLPTT 3,1467,1467 PTTC 3,1600 Sig,,129,413 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000, Cu N Subset for alpha =,05 daun 1 1 Duncan(a) SLPTT 3 9,6667 PTTC 3 10,6667 Petani 3 14,3333 Sig,,368 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000, Zn N Subset for alpha =,05 daun 1 1 Duncan(a) SLPTT 3 28,3333 Petani 3 28,3333 PTTC 3 30,0000 Sig,,854 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000, Mn N Subset for alpha =,05 daun Duncan(a) Petani 3 159,0000 SLPTT 3 252,0000 PTTC 3 610,6667 Sig, 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000, Fe N Subset for alpha =,05 daun 1 1 Duncan(a) Petani 3 51,3333 PTTC 3 102,0000 SLPTT 3 113,6667 Sig,,056 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000,

78 62 Lampiran 9.Uji ANOVA untuk Jerami (SPSS) N Lower Bound Mean Upper Bound Descriptives Std, Deviation Std, Error Lower Upper Bound Bound 95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound Minimum Lower Bound Maximum Upper Bound N SLPTT 5,7940,17501,07827,5767 1,0113,58 1,06 Petani 5,5480,11212,05014,4088,6872,36,66 PTTC 5,5340,08264,03696,4314,6366,44,64 Total 15,6253,17196,04440,5301,7206,36 1,06 P SLPTT 5,1600,01581,00707,1404,1796,14,18 Petani 5,1520,00837,00374,1416,1624,14,16 PTTC 5,1600,01225,00548,1448,1752,15,18 Total 15,1573,01223,00316,1506,1641,14,18 K SLPTT 5 2,0720,59302, ,3357 2,8083 1,42 2,94 Petani 5 2,0240,49918, ,4042 2,6438 1,37 2,61 PTTC 5 2,4440,33776, ,0246 2,8634 2,09 2,99 Total 15 2,1800,49195, ,9076 2,4524 1,37 2,99 Ca SLPTT 5,1700,03742,01673,1235,2165,14,22 Petani 5,1820,01483,00663,1636,2004,16,20 PTTC 5,2660,07127,03187,1775,3545,19,35 Total 15,2060,06220,01606,1716,2404,14,35 Mg SLPTT 5,1360,02608,01166,1036,1684,10,16 Petani 5,1060,01517,00678,0872,1248,09,13 PTTC 5,1680,03899,01744,1196,2164,13,21 Total 15,1367,03716,00959,1161,1572,09,21 Cu SLPTT 5 11,4000 7, , , ,2005 5,00 25,00 Petani 5 19, , , , ,3023 3,00 81,00 PTTC 5 6,2000 4, ,98494, ,7111 3,00 14,00 Total 15 12, , , , ,4287 3,00 81,00 Zn SLPTT 5 37, , , , , ,00 56,00 Petani 5 56, , , , , ,00 167,00 PTTC 5 56, , , , , ,00 69,00 Total 15 50, , , , , ,00 167,00 Mn SLPTT 5 637, , , , , ,00 822,00 Petani 5 534, , , , , ,00 645,00 PTTC 4 847, , , , , ,00 928,00 Total , , , , , ,00 928,00 Fe SLPTT 5 225, , , , , ,00 281,00 Petani 5 240, , , , , ,00 350,00 PTTC 5 230, , , , , ,00 346,00 Total , , , , , ,00 350,00

79 63 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic db1 db2 Sig, N, ,523 P, ,478 K 1, ,377 Ca 9, ,003 Mg 5, ,016 Cu 4, ,034 Zn 4, ,046 Mn 1, ,379 Fe 1, ,290 Homogeneous Subsets Duncan(a) jerami N N Subset for alpha =, PTTC 5,5340 Petani 5,5480 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, Duncan(a) SLPTT 5,7940 Sig,,867 1,000 P jerami Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, Duncan(a) K N Subset for alpha =, Petani 5,1520 SLPTT 5,1600 PTTC 5,1600 Sig,,355 jerami Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, N Subset for alpha =, Petani 5 2,0240 SLPTT 5 2,0720 PTTC 5 2,4440 Sig,,220

80 64 Duncan(a) jerami Ca N Subset for alpha =, SLPTT 5,1700 Petani 5,1820 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, Duncan(a) PTTC 5,2660 Sig,,695 1,000 jerami Mg N Subset for alpha =, Petani 5,1060 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, SLPTT 5,1360,1360 PTTC 5,1680 Sig,,121,101 Duncan(a) Cu jerami Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, Duncan(a) Zn N Subset for alpha =, PTTC 5 6,2000 SLPTT 5 11,4000 Petani 5 19,8000 Sig,,337 jerami Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, N Subset for alpha =, SLPTT 5 37,0000 Petani 5 56,2000 PTTC 5 56,8000 Sig,,440 Duncan(a,b) Mn jerami N Subset for alpha =, Petani 5 534,2000 SLPTT 5 637,4000 PTTC 4 847,5000 Sig,,218 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,615, b The group sizes are unequal, The harmonic mean of the group sizes is used, Type I error levels are not guaranteed,

81 65 Duncan(a) Fe jerami Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, N Subset for alpha =, SLPTT 5 225,8000 PTTC 5 230,8000 Petani 5 240,4000 Sig,,738 Lampiran 10.Uji ANOVA untuk Komponen Produksi per Rumpun (SPSS) N Lower Bound Mean Upper Bound Descriptives Std. Std. Deviation Error Lower Upper Bound Bound 95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound Minimum Lower Bound Maximum Upper Bound GKG Berat hampa Total Total GKP Jumlah malai Persentase hampa Total Total Total Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic db1 db2 Sig. GKG Berat_hampa GKP Jumlah_malai persentase_hampa

82 66 Homogeneous Subsets GKG Duncan N Subset for alpha =.05 per_rumpun Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = Berat_hampa Duncan N Subset for alpha =.05 per_rumpun Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = GKP Duncan N Subset for alpha =.05 per_rumpun Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = Jumlah_malai Duncan N Subset for alpha =.05 per_rumpun Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size =

83 67 Persentase_hampa Duncan N Subset for alpha =.05 per_rumpun Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = Lampiran 11.Uji ANOVA untuk Komponen Produksi (SPSS) Descriptives N Mean Std, Deviation Std, Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound Lower Bound Upper Bound GKP_ton SLPTT 5 5,84 0,74 0,33 4,92 6,75 5,03 6,71 Petani 5 4,14 0,81 0,36 3,14 5,15 2,96 5,11 PTTC 5 8,37 0,40 0,18 7,87 8,86 7,99 8,79 Total 15 6,12 1,90 0,49 5,06 7,17 2,96 8,79 GKG_ton SLPTT 5 4,60 0,60 0,27 3,86 5,34 3,93 5,35 Petani 5 3,08 0,58 0,26 2,36 3,81 2,25 3,76 PTTC 5 6,57 0,29 0,13 6,20 6,93 6,10 6,82 Total 15 4,75 1,55 0,40 3,89 5,61 2,25 6,82 Beras_ton SLPTT 5 2,70 0,38 0,17 2,23 3,17 2,40 3,32 Jumlah rumpun _ha seribu_ butir Petani 5 1,87 0,25 0,11 1,57 2,18 1,64 2,16 PTTC 5 3,70 0,24 0,11 3,39 4,00 3,28 3,84 Total 15 2,76 0,82 0,21 2,30 3,21 1,64 3,84 SLPTT , , , , , , ,00 Petani , , , , , , ,00 PTTC , , , , , , ,00 Total , , , , , , ,00 SLPTT 5 26,18 1,20 0,54 24,68 27,68 24,20 27,50 Petani 5 25,34 0,86 0,39 24,27 26,41 24,10 26,30 PTTC 5 28,10 0,95 0,43 26,92 29,28 27,00 29,40 Total 15 26,54 1,52 0,39 25,70 27,38 24,10 29,40 rendemen SLPTT 5 58,80 2,87 1,28 55,23 62,36 55,87 62,05 persentase _gkg_gkp persentase bobot_ susut Petani 5 61,63 8,70 3,89 50,83 72,43 54,44 76,38 PTTC 5 56,27 1,47 0,66 54,44 58,10 53,79 57,68 Total 15 58,90 5,45 1,41 55,88 61,92 53,79 76,38 SLPTT 5 78,74 1,32 0,59 77,10 80,39 76,76 79,83 Petani 5 74,64 1,43 0,64 72,87 76,41 72,84 76,16 PTTC 5 78,47 2,29 1,03 75,62 81,31 75,92 80,92 Total 15 77,28 2,52 0,65 75,89 78,68 72,84 80,92 SLPTT 5 21,26 1,32 0,59 19,61 22,90 20,17 23,24 Petani 5 25,36 1,43 0,64 23,59 27,13 23,84 27,16 PTTC 5 21,53 2,29 1,03 18,69 24,38 19,08 24,08 Total 15 22,72 2,52 0,65 21,32 24,11 19,08 27,16

84 68 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic db1 db2 Sig, GKP_ton 1, ,360 GKG_ton 1, ,269 Beras_ton, ,650 jumlah_rumpun_ha 3, ,064 seribu_butir, ,935 Rendemen 2, ,090 persentase_gkg_gkp 3, ,082 persentase_bobot_susut 3, ,082 Homogeneous Subsets Duncan(a) Pengelolaan GKP_ton N Subset for alpha =, Petani 5 4,1420 SLPTT 5 5,8380 PTTC 5 8,3660 Sig, 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, Duncan(a) Pengelolaan GKG_ton N Subset for alpha =,05 Petani 5 3, SLPTT 5 4,6000 PTTC 5 6,5660 Sig, 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, Duncan(a) Pengelolaan beras_ton N Subset for alpha =,05 Petani 5 1, SLPTT 5 2,7040 PTTC 5 3,6960 Sig, 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, jumlah_rumpun_ha Pengelolaan N Subset for alpha =, Duncan(a) SLPTT ,0000 PTTC ,0000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, Petani ,0000 Sig,,126 1,000

85 69 Duncan(a) Pengelolaan Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, seribu_butir N Subset for alpha =, Petani 5 25,3400 SLPTT 5 26,1800 PTTC 5 28,1000 Sig,,216 1,000 rendemen Pengelolaan N Subset for alpha =, Duncan(a) Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, Duncan(a) Pengelolaan Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, Duncan(a) PTTC 5 56,2740 SLPTT 5 58,7980 Petani 5 61,6340 Sig,,158 persentase_gkg_gkp N Subset for alpha =, Petani 5 74,6360 PTTC 5 78,4660 SLPTT 5 78,7440 Sig, 1,000,804 Pengelolaan persentase_bobot_susut Means for groups in homogeneous subsets are displayed, a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000, N Subset for alpha =, SLPTT 5 21,2560 PTTC 5 21,5340 Petani 5 25,3640 Sig,,804 1,000

86 70 Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian Petakan PTTC Petakan Petani Petakan SLPTT

87 71 Alat Ubinan Pengujian Ketahanan Nasi Terhadap Basi

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 12 III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Lokasi Lokasi penelitian terletak di lahan sawah blok Kelompok Tani Babakti di Desa Mekarjaya Kecamatan Ciomas, KabupatenBogor. Secara administrasi Desa Mekarjaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pertanian Cermat 2.2 Pengelolaan Tanaman Terpadu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pertanian Cermat 2.2 Pengelolaan Tanaman Terpadu 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pertanian Cermat Konsep baru pertanian cermat yang berbasis masyarakat merupakan pertanian yang mempertimbangkan kearifan petani yang terorganisir dengan baik disertai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

: Kasar pada sebelah bawah daun

: Kasar pada sebelah bawah daun Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Asmarhansyah 1) dan N. Yuliani 2)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH Andi Ishak, Bunaiyah Honorita, dan Yesmawati Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI Endjang Sujitno, Kurnia, dan Taemi Fahmi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat Jalan Kayuambon No. 80 Lembang,

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Ahmad Damiri dan Yartiwi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor pertanian yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah LAMPIRAN 62 63 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah Jenis Analisa Satuan Hasil Kriteria ph H 2 O (1:2,5) - 6,2 Agak masam ph KCl (1:2,5) - 5,1 - C-Organik % 1,25 Rendah N-Total % 0,14 Rendah C/N - 12 Sedang

Lebih terperinci

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2008 Nama Varietas Tahun Tetua Rataan Hasil Pemulia Golongan Umur tanaman

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah respon petani terhadap kegiatan penyuluhan PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Lahan Sawah Tadah Hujan Sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang sangat tergantung pada curah hujan sebagai sumber air untuk berproduksi. Jenis sawah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Seminar Nasional Serealia, 2013 KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Syuryawati, Roy Efendi, dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Untuk

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2.

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2. Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III T V1 V2 V3 U S V2 V1 V2 B 150 cm V3 V3 V1 100 cm V3 V3 V1 50 cm V1 V2 V3 18,5 m V2 V1 V2 V3 V1 V1 V2 V2 V2 5,5 m V1 V3 V3 80 cm 300 cm Lampiran 2.Bagan Tanaman

Lebih terperinci

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO

KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO KAJIAN PADI VARIETAS UNGGUL BARU DENGAN CARA TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO Yati Haryati dan Agus Nurawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung Email : dotyhry@yahoo.com

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak Peningkatan Produktivitas dan Finansial Petani Padi Sawah dengan Penerapan Komponen Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Studi Kasus di Desa Kandai I Kec. Dompu Kab. Dompu) Yuliana Susanti, Hiryana

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara I. PENDEKATAN PETAK OMISI Kemampuan tanah menyediakan

Lebih terperinci

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2) 64 Lampiran 1. Lay Out Penelitian V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V2A1(3) V4A1(2) V1A1(3) V3A1(3) V2A2(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V4A1(1) V5A1(2) V4A2(1) V2A2(1) V1A2(3) V3A2(2) V4A2(2) V2A1(1)

Lebih terperinci

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Alfayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu ABSTRAK Penelitian untuk mengetahui minat petani terhadap komponen

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DAN PENDAPATAN PETANI LAHAN KERING MELALUI PERUBAHAN PENERAPAN SISTEM TANAM TANAM DI KABUPATEN BANJARNEGARA Tota Suhendrata dan Setyo Budiyanto Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Seminar Nasional Serealia, 2013 PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Muhammad Thamrin dan Ruchjaniningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5 Lampiran 1. Bagan Percobaan 1 2 3 J2V5 J1V2 J3V1 X X X X X X X X X X J1V4 J2V2 J3V3 X X X X X X X X X X J3V1 J3V4 J1V1 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X J2V3 J1V5 J2V4 X X X X X X X X X X J1V2 J3V5

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) JAGUNG Penyusun Samijan, Ekaningtyas Kushartanti, Tri Reni Prastuti, Syamsul Bahri Design By WAHYUDI H Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010 tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu berkisar antara 242.1-415.8 mm/bulan dengan

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMUPUKAN Tujuan Berlatih : Setelah selesai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH 1 PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN SKRIPSI OLEH : STEPHANIE C.C. TAMBUNAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, proinsi Nusa Tenggara Timur pada lahan sawah bukaan baru yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Pengaruh Pupuk Unsur N, P, dan K bagi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Pengaruh Pupuk Unsur N, P, dan K bagi Tanaman Padi 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tumbuhan padi adalah tumbuhan yang tergolong tanaman air (waterplant). Sebagai tanaman air bukan berati tanaman padi itu hanya bisa hidup di atas tanah yang selalu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan

Lebih terperinci