BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Air Air merupakan kebutuhan utama mahluk hidup, salah satu manfaat air adalah sebagai sumber irigasi untuk keperluan budidaya pertanian. Dengan semakin meningkatnya jumlah manusia, semakin berkembangnya daerah pertanian dan pemukiman, serta menurunnya daerah resapan, kualitas lingkungan dan berubahnya pola cuaca, maka mulai dirasa ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan air dalam jumlah dan kualitas yang mencukupi. Dengan itu masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air. Didasarkan pada pertimbangan diatas, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PERMEN PUPR) Nomor 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, pengaturan dan pembuangan irigasi sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 2.2 Pengertian dan Definisi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian irigasi adalah pengaturan pembagian atau pengaliran air menurut sistem tertentu untuk sawah dan sebagainya. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PERMEN PUPR) Nomor 12/PRT/M/2015 pasal 1, pengertian dari : 1. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. II - 1

2 2. Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi 3. Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. 2.3 Sistem Irigasi Irigasi secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu upaya kegiatan yang bertujuan untuk penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan dan mendistribusikan secara teknis dan sistematis. Adapun manfaat suatu sistem irigasi adalah : a. Untuk membasahi tanah, yaitu membantu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu. b. Untuk mengatur pembasahan tanah, yang dimaksudkan agar daerah pertanian dapat di airi sepanjang waktu, baik pada musim kemarau maupun pada musim penghujan c. Untuk menyuburkan tanah, yaitu dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur pada daerah pertanian sehingga tanah dapat menerima unsur-unsur penyubur. d. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah (rawa) dengan endapan lumpur yang di kandung oleh air irigasi. e. Untuk penggelontoran air di kota, yaitu dengan menggunakan air irigasi, kotoran/sampah di kota digelontorkan ke tempat yang telah disediakan dan selanjutnya dibasmi secara ilmiah f. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi daripada tanah, dimungkinkan untuk mengadakan pertanian juga pada musim tersebut Jenis-Jenis Irigasi Dalam perkembangannya, Irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu: II - 2

3 1. Irigasi gravitasi ( Open gravitation irrigation ) Irigasi gravitasi merupakan sisten irigasi yang telah lama dikenal dan diterapkan dalam kegiatan usahatani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada di permukaan bumi yaitu dari sungai, waduk dan danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif. Jenis irigasi yang menggunakan sistem irgiasi seperti ini adalah : a) Irigasi genangan liar Irigasi mengalirkan air ke permukaan sawah melalui bangunan pengatur meliputi : - Irigasi tanah lebak Pada Irigasi tanah lebak ( lebak tanah yang lebih rendah di sepanjang sungai ) pada saat air besar ( sehabis hujan ),air akan melimpah ke sisi sungai. Pada saat air surut maka ada sedikit sisa air yang tertinggal. - Irigasi banjir Prinsip irigasi banjir ini hamper sama dengan irigasi tanah lebak, yang membedakan pada irigasi banjir dataran di sisi sungai bukan dataran lebak sehingga diperlukan pintu air. Pinti air dibuka sewaktu sungai mulai banjir agar air dapat mengairi dataran sisi sungai. Bila air mulai surut maka pintu air ditutup agar air tidak kembali ke sungai. - Irigasi pasang surut Sisitem irigasi ini memanfaatkan pasang surut dari air laut untuk mengairi sawah. Irigasi pasang surut ini dapat dikendalikan II - 3

4 sepenuhnya dengan cara pada saat air pasang diharapkan lapisan air bagian atas yang masih tawar dapat memenuhi kebutuhan lahan. Sedangkan pada saat surut dilakukan proses drainase b) Irigasi genangan dari saluran Sistem pemberian air dan pembuangan dapat dikendalikan seluruhnya meliputi : - Irigasi genangan Digunakan untuk tanaman yang memerlukan banyak air ( misalnya : padi ). Sistem ini murah dalam penyelengaraan akan tetapi air yang digunakan cenderung banyak dan boros, karena lahan harus tetap basah. - Irigasi petak jalur ( border strip irrigation ) Jenis irigasi ini sangat baik untuk tembakau, jagung, dan tanaman yang sejenisnya. Dalam jenis irigasi ini diusahakan agar lahan tidak terlalu landai agar air tidak terlalu cepat turun. - Irigasi petak ( basin irrigation ) Jenis irigasi ini dipergunakan untuk perkebunan c) Irigasi alur dan gelombang Irigasi mengalirkan air melalui alur-alur yang ada di sisi deretan tanaman. Banyaknya alur akan sangat bergantung pada macam tanah, kemiringan, dan jenis tanaman. Kecepatan pengaliran tidak boleh terlalu besar, karena apabila terlalu besar akan terjadi pengerusan. 2. Irigasi siraman (close gravitation irrigation) Pada sistem irigasi ini air dialirkan melalui jaringan pipa dan disemprotkan ke permukaan tanah dengan kekuatan mesin pompa air. Sistem ini biasanya II - 4

5 digunakan apabila topografi daerah irigasi tidak memungkinkan untuk penggunaan irigasi gravitasi. Ada dua macam sistem irigasi saluran : a) Pipa tetap Sistem ini membutuhkan banyak instalasi pipa. Oleh karena itu pengunaan sistem seperti ini akan lebih mahal, tetapi lebih awet b) Pipa bergerak Sistem ini membutuhkan sedikit instalasi pipa, namun biasanya pipa yang digunakan cepat rusak.keuntungan dengan menggunakan sistem irigasi ini adalah tanah dengan topografi tidak teratur dapat dialiri serta erosi dapat dihindari,kehilangan air sedikit, serta suhu udara dapat diatur. Kerugian dengan menggunakan sistem ini adalah modal yang diperlukan cukup besar, pemberian air dipengaruhi angina, sera pekerjaan tanah dilakukan dalam keadaan tanah basah. 3. Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation) Pada sistem ini air dialirakan dibawah permukaan melalui saluran-saluran yang ada di sisi-sisi petak sawah. Adanaya air ini mengakibatkan muka air tanah pada petak sawah naik. Kemudian air tanah akan mencapai daerah penakaran secara kapiler sehingga kebutuhan air akan dapat terpenuhi. Syarat untuk menggunakan jenis sistem irigasi seperti ini antara lain : a. Lapisan tanah atas mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi b. Lapisan tanah bawah cukup stabil dan kedap air berada pada kedalaman 1,5 meter 3 meter. c. Permukaan tanah relatif sangat datar d. Air berkualitas baik dan berkadar garam rendah e. Organisasi pengaturan air berjalan dengan baik II - 5

6 4. Irigasi tetesan (trickle irrigation) Air dialirkan melalui jaringan pipa dan diteteskan tepat di daerah penakanran tanaman dengan menggunakan mesin pompoa sebagai tenaga penggerak. Perbedaan jenis sistem irigasi ini dengan sistem irigasi siraman adalah pipa tersier jalurnya melalui pohon, tekanan yang dibutuhkan kecil ( 1 atm ). Sistem irigasi tetsan ini memiliki keuntungan antara lain : a. Tidak ada kehilangan air,karena air langsung menetes dari pohon b. Air dapat dicampur dengan pupuk c. Pestisida tidak tercuci d. Dapat digunakan di daerah yang miring 2.4 Jaringan Irigasi Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi. Adapun Skema Jaringan Irigasi seperti pada gambar di bawah ini : II - 6

7 Gambar 2.1 Skema Jaringan Irigasi Sumber (Modul Bab II Jaringan Irigasi) Jaringan Irigasi dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Jaringan irigasi utama Adalah jaringan irigasi yang ada pada satu sistem irigasi mulai dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran sekunder dan bangunan sadap serta bangunan perlengkapnya. a. Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan ke petak petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah bangunan bagi yang terakhir. b. Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir. II - 7

8 c. Saluran pembawa membawa air irigsi dari sumber air lain (bukan sumber yang memberi air pada bangunan utama proyek ) ke jaringan irigasi primer. d. Saluran muka tersier membawa air di bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran ini termasuk dalam wewenang dinas irigasi dan oleh sebab itu pemeliharaannya menjadi tanggung jawabnya. 2. Jaringan irigasi tersier Adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air didalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa (saluran tersier), saluran pembagi (saluran kuarter) dan saluran pembuang berikut saluran bangunan turutan serta pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier. a) Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah boks bagi kuarter yang terakhir. b) Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah sawah. c) Perlu dilengkapi jalan petani di tingkat jaringan tersier dan kuarter sepanjang itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan persetujuan petani setempat juga, karena banyak ditemukan di lapangan jalan petani yang rusak sehingga akses petani ke sawah menjadi terhambat terutama untuk petak sawah yang paling ujung. d) Pembangunan sanggar tani sebagai sarana untuk diskusi antar petani sehingga partisipasi petani lebih meningkat dan pembangunannya disesuaikan II - 8

9 dengan kebutuhan serta kondisi petani setempat sehingga diharapkan letaknya dapat mewakili wilayah P3A atau GP3A setempat Klasifikasi Jaringan Irigasi Untuk klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, cara pengukuran aliran air dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu: 1. Jaringan Irigasi Sederhana. 2. Jaringan Irigasi Semi Teknis. 3. Jaringan Irigasi Teknis. Secara singkat perbedaan ketiga jenis jaringan irigasi tersebut dapat diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi Klasifikasi Jaringan Irigasi Teknis Semi Teknis Sederhana 1 Bangunan Utama 2 Kemampuan Bangunan dalam mengukur dan mengatur debit 3 Jaringan Saluran 4 Petak Tersier 5 Efisiensi secara keseluruhan 6 Ukuran 7 Jalan Usaha Tani 8 Kondisi O & P Bangunan Permanen Bangunan Permanen atau semi Permanen Bangunan Sederhana Baik Sedang Jelek Saluran Irigasi dan pembuang terpisah Dikembangkan sepenuhnya Tinggi % ( ancar ancar ) Tak ada batasan Ada ke seluruh areal - Ada instansi yang menangani - Dilaksanakan teratur Saluran Irigasi dan Pembuang tidak sepenuhnya terpisah Belum dikembangkan atau identitas bangunan tersier jarang Sedang % ( Ancar ancar ) Sampai ha Hanya sebagian areal Belum Teratur Saluran Irigasi dan pembuang jadi satu Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan Kurang, 40 % (Ancar ancar) Tak lebih dari 500 ha Cenderung tidak ada Tidak ada O & P Sumber (Standar Perencanaan Irigasi KP 01) II - 9

10 2.4.2 Jaringan Irigasi Sederhana Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam. Oleh karena itu hamper-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Jaringan irigasi ini walaupun mudah diorganisir namun memiliki kelemahan-kelemahan serius, yakni: a) Adanya pemborosan air dank arena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang subur. b) Terdapat banyaknya pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. c) Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap/permanen, maka umurnya pendek. Gambar 2.2. Jaringan Irigasi Sederhana II - 10

11 2.4.3 Jaringan Irigasi Semi Teknis Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilirnya. Beberapa bangunan permanen biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan sederhana. Gambar 2.3. Jaringan Irigasi Semi Teknis II - 11

12 2.4.4 Jaringan Irigasi Teknis Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran irigasi/pembawa dan saluran pembuang/pematus. Ini berarti bahwa baik saluran pembawa maupun saluran pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya masingmasing. Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawah-sawah ke saluran pembuang. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang umumnya berkisar antara ha kadang-kadang sampai 150 ha. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung didalam suatu jaringan saluran pembuangan tersier dan kuarter san selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang sekunder dan kuarter. Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu-waktu merosotnya persediaan air serta kebutuhan petani Petak Irigasi Untuk menghubungkan bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi dibuat suatu peta yang disebut peta petak. Peta petak ini dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi dengan garis-garis kontur dengan skala 1 : Peta petak tersebut memperlihatkan : - Bangunan-bangunan utama - Jaringan dan trase saluran irigasi - Jaringan dan trase saluran pembuang II - 12

13 - Petak-petak primer, sekunder, dan tersier - Lokasi bangunan - Batas-batas daerah irigasi - Jaringan dan trase jalan - Daerah-daerah yang tidak diairi (missal: desa-desa) - Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah yang tidak bagus, terlalu tinggi, dst). Umumnya petak irigasi dibagi atas tiga bagian, yaitu: 1. Petak Primer Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya dari sungai. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air langsung dari saluran primer. Daerah-daerah irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer, ini menghasilkan dua petak primer. 2. Petak Sekunder Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbedabeda tergantung pada situasi daerah. 3. Petak Tersier Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier. II - 13

14 Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer, kecuali apabila petak-petak tersier tidak secara langsung terletak disepanjang jaringan saluran irigasi utama. Petak tersier mempunyai batas-batas yang jelas seperti parit, jalan, batas desa dan sesar medan. 2.5 Saluran Irigasi Air yang dibutuhkan oleh tanaman biasanya akan dialirkan melalui saluran pembawa. Sedangkan kelebihan air yang ada pada suatu petak akan dibuang melewati saluran pembuang. Saluran pembawa dan pembuang ini merupakan saluran irigasi yang paling utama. Apabila dilihat dari segi fungsinya, maka saluran irigasi dapat dibagi atas: 1. Saluran Pembawa Saluran pembawa berfungsi membawa dan mengalirkan air dari sumber ke petak sawah. Dari tingkat percabangannya, maka saluran pembawa ini dibedakan menjadi: Saluran Primer Berfungsi membawa air dari sumbernya dan membagikannya ke saluran sekunder atau membawa air dari jaringan utama ke jaringan sekunder untuk dibagikan ke petak-petak tersier yang akan dialiri.air yang dibutuhkan untuk irigasi dapat berasal dari sungai, danau, maupun waduk. Akan tetapi umumnya penggunaan air sungai lebih baik, karena air sungai mengandung banyak zat lumpur yang merupakan pupuk bagi tanaman. Batas akhir dari saluran primer adalah bangunan bagi yang terakhir. Saluran Sekunder II - 14

15 Dari saluran primer air disadapa melalui saluran-saluran sekunder untuk mengaliri daerah yang sedapat mungkin dikitari oleh saluran-saluran alam yang dapat digunakan untuk membuang air hujan yang berlebihan. Fungsi utama dari saluran sekunder adalah membawa air dari saluran primer dan membagikannya ke saluran tersier. Sedapat mungkin saluran pemberi merupakan saluran punggung sehingga dengan demikian air dapat dibagi untuk kedua belah sisi. Yang dimaksud dengan saluran punggung adalah saluran yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa melalui titik tertinggi daerah sekitarnya, sehingga dapat mengaliri petak yang ada di bagian kiri dan kanan dari saluran. Saluran Tersier Fungsi utama dari saluran tersier adalah membawa air dari saluran sekunder dan membagikannya ke petak-petak sawah yang memiliki luas antara 75 ha- 125 ha. Jika saluran tersier disadap dari saluran sekuder, maka saluran tersier juga dapat membagikan air ke sisi kanan-kiri saluran. 2. Saluran Pembuang Fungsi utama dari saluran pembuang adalah membuang sisa atau kelebihan air yang terdapat pada petak sawah ke sungai. Biasanya digunakan saluran lembah yaitu saluran yang memotong atau melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa hingga melewati titik terendah dari daerah sekitar. Jadi saluran melalui lembah dari ketinggian tanah setempat. 2.6 Bangunan Irigasi Keberadaan bangunan ingasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijurnpai dalam praktek irigasi antara II - 15

16 lain bangunan utama, bangunan pembawa, bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan pengatur muka air, bangunan pernbuang dan bangunan penguras serta bangunan pelengkap Bangunan Utama Bangunan utama (head works) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama dapat mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta mengukur debit air yang masuk. Bangunan utama terdiri dari bendung dengan peredam energi, satu atau dua pengambilan utama pintu bilas kolam olak dan kantong lumpur, tanggul banjir pekerjaan sungai dan bangunan bangunan pelengkap. Sehingga bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu bendung, pengambilan bebas, pengambilan dari waduk, dan stasiun pompa. (1) Bendung Bendung adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah bendung tetap (weir), bendung gerak (barrage) dan bendung karet (inflamble weir). Pada II - 16

17 bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas, kantong lumpur dan tanggul banjir. (2) Pengambilan Bebas Adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara gravitasi muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani. (3) Pengambilan Dari Waduk Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk dapat bersifat eka guna dan multi guna. Pada urnumnya waduk dibangun memiliki banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pernbangkit listrik, peredam banjir, pariwisata, dan perikanan. Sehingga pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi pernberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik waduk. (4) Stasiun Pompa Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upayaupaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi yang sangat besar. II - 17

18 2.6.2 Bangunan Pembawa Bangunan pernbawa mempunyai fungsi mernbawa/mengalirkan air dari sumbernya menuju petak irigasi. Bangunan pernbawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pernbawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan berbagai saluran yang ada dalam suatu sistern irigasi. a. Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir. b. Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir c. Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir d. Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terakhir II - 18

19 2.6.3 Bangunan Bagi dan Sadap Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing-masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian bangunan. Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 bagian utama, yaitu: a. Alat pembendung bertujuan untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi pelayanan yang direncanakan. b. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur. c. Bangunan ukur debit yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya debit yang mengalir Bangunan Pengatur dan Pengukur Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan perlu dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer) cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air bertujuan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan II - 19

20 untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang dialirkan. Kadang-kadang bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan pangatur. Tabel 2.2 Alat Ukur Debit TIPE ALAT UKUR MENGUKUR DENGAN KEMAMPUAN MENGATUR Ambang Lebar Aliran Atas Tidak Parshal Flume Aliran Atas Tidak Cipoletti Aliran Atas Tidak Romjin Aliran Atas Ya Ceump de Gruyter Aliran Bawah Ya Constant Head Orifice Aliran Bawah Ya Bangunan sadap pipa Aliran Bawah Ya Bangunan Drainase Sumber(Standar Perencanaan Irigasi KP 01) Bangunan drainase bertujuan untuk membuang kelebihan air di petak sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pernbuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang yaitu saluran pembuang kuerter, saluran pernbuang tersier, saluran pernbuang sekunder dan saluran pernbuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk : a. Mengeringkan sawah. b. Mernbuang kelebihan air hujan. c. Mernbuang kelebihan air irigasi. Saluran pernbuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya atau dari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pernbuang tersier menampung air buangan dari saluran pernbuang kuarter. Saluran pernbuang II - 20

21 primer menampung dari saluran pernbuang tersier dan membawanya untuk dialirkan kernbali ke sungai Bangunan Pelengkap Bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan- bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya serta untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jernbatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan serta bangunan lainnya. 2.7 Pengelolaan Irigasi Irigasi diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan air yang menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya Petani. Irigasi berfungsi mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan untuk mencapai hasil pertanian yang optimal tanpa mengabaikan kepentingan lainnya. Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat petani dan dengan menempatkan perkumpulan petani pemakai air (P3A) sebagai pengambil keputusan dan pelaku utama dalam pengelolaan irigasi yang menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemberdayaan P3A secara berkesinambungan dan berkelanjutan untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan irigasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat petan. Pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan air permukaan dan air bawah tanah secara terpadu. II - 21

22 Pengelolaan air irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan dengan memperhatikan kepentingan pengguna dibagian hulu, tengah dan hilir secara seimbang serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan agar dapat dicapai pemanfaatan jaringan irigasi yang optimal. Keberlanjutan sistem irigasi dilaksanakan dengan dukungan keandalan air irigasi dan prasarana irigasi yang baik guna menunjang peningkatan pendapatan petani dengan mengatisispasi modernisasi pertanian dan diversifikasi usaha tani dengan dukungan penyediaan insfrastuktur sesuai kebutuhan. Waduk dukungan keandalan air irigasi yaitu pembanguan waduk dan atau waduk lapangan, pengendalian kualitas air, jaringan drainase yang sepadan, dan pemanfaatan kembali air pembuangan/drainase air permukaan atau air bawah tanah setelah mendapat izin dari pihak yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada kondisi ketersedian air terbatas bupati/walikota atau gubernur menetapkan penyesuaian alokasi air bagi para pemenang hak guna air sesuai asas keadilan dan keseimbangan. 2.8 Curah Hujan dan Klimatologi Beberapa pengertian yang berhubungan dengan curah hujan antara lain : 1. Hujan (Rain), adalah bentuk tetesan air yang mempunyai garis tengah lebih dari 0.5mm atau lebih kecil dan terhambur luas pada suatu kawasan. 2. Curah Hujan (rain fall), adalah banyak air yang jatuh kepermukaan bumi, dalam hal ini permukaan bumi dianggap datar dan kedap, tidak mengalami penguapan dan tersebar merata serta dinyatakan sebagai ketebalan air (rainfall depth, cm, mm). Data klimatologi terdiri dari: a. Temperature, dalam derajat Celcius dapat berupa temperature rata-rata harian atau sebagai temperature maksimum dan minimum dalam bulanan. II - 22

23 b. Penyinaran (daily sunshine), dapat diberikan sebagai presentase dari perbandingan penyinaran terhadap panjang hari atau pecahan sebagai lamanya penyinaran dalam jam. c. Kelembaban Udara (air humidity) dapat diberikan sebagai kelembaban relative dalam persen (relative humidity) atau dalam mbar (vapour pressure) d. Kecepatan angin (windspeed), dapat diberikan dalam km/hari atau km/jam Analisis Frekuensi Analisis frekuensi merupakan perkiraan (forecasting), dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rencana yang berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Besarnya dispersi didapatkan dari pengukuran dispersi melalui parameter statistic untuk (Xi-X), (Xi-X) 2, (Xi-X) 3, (Xi-X) 4 terlebih dahulu. Secara sistemasis metode analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini dilakukan secara berurutan sebagai berikut. 1. Perhitungan Dispersi Pada kenyataanya tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau disperse adalah besarnya derajat dari sebaran varian disekitar nilai rata-ratanya. Adapun cara perhitungan dispersi adalah sebagai berikut: a. Nilai Rata-rata II - 23

24 Dimana : = Nilai rata rata curah hujan = Nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke i n = Jumlah data curah hujan b. Standar Deviasi (S) Dimana : S = Standar Deviasi = Nilai rata rata curah hujan DAS = Nilai hujan DAS ke i n = Jumlah data curah hujan c. Koefisien Skewness (Cs), yaitu suatu nilai yang menunjukan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi. Dimana : Cs = Koefisien Skewness = Nilai rata rata curah hujan DAS = Nilai hujan DAS ke i n = Jumlah data curah hujan d. Pengukuran Kurtosis (Ck), yaitu untuk mengukur keruncingna yang muncul dari bentuk kurva distribusi II - 24

25 Dimana : Ck = Koefisien Kurtosis = Nilai rata rata curah hujan DAS = Nilai hujan DAS ke i n = Jumlah data curah hujan e. Keofisien Variasi (Cv), yaitu nilai perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata hitung suatu distribusi Dimana : Cv = Koefisien Variasi S = Standar Deviasi = Nilai rata rata curah hujan DAS 2. Pemilihan Jenis Sebaran Jenis sebaran memiliki sifat-sifat yang khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat statistic masing-masing sebaran tersebut. Untuk memilih jenis sebaran ada beberapa macam distribusi yang sering dipakai, yaitu : a. Distribusi Normal. Distribusi normal biasa digunakan untuk menganalis frekuensi curah hujan, analisis statistic dari distribusi curah hujan tahunan, dan debit rata-rata tahunan. II - 25

26 Dimana : = Nilai rata rata curah hujan maksimum DAS Xt = curah hujan rencana S = Standar Deviasi z = Faktor Frekuensi Normal Tabel 2.3 Faktor Frekuensi Normal Distribusi normal memiliki koefisien kemencengan (Cs) = 0 b. Distribusi Log Normal. Distribusi Log normal merupakan hasil transformasi distribusi normal, yaitu dengan mengubah varian X menjadi logaritmik varian X. Dimana: = Nilai rata rata hujan Xt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada perode ulang T tahun II - 26

27 S = Standar Deviasi Kt = Standart Variable untuk periode ulang tahun Tabel 2.4 Standart Variable (Kt) Distribusi Log Normal mempunyai koefisien kemencengan (Cs) = 3 Cv + Cv 3. Syarat lain distribusi sebaran log normal Ck = Cv Cv Cv Cv c. Distribusi Gumbel. Distribusi Gumbel digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya untuk analisis frekwensi banjir. Distribusi Gumbel mempunyai koefisien kemencengan (Cs) = 1,139. Dimana : = Nilai rata rata hujan II - 27

28 Xt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada perode ulang T tahun S = Standar Deviasi Yt = Reduced variable, parameter Gumbel untuk Periode T tahun Yn = Reduced mean, merupakan fungsi dari banyaknya data Sn = Reduced standar Deviasi, merupakan fungsi dari banyaknya data. Tabel 2.5 Reduced Mean (Yn) Tabel 2.6 Reduced Standart Deviation (Sn) II - 28

29 d. Distribusi Log Pearson Tipe III. Distribusi Log Pearson III digunakan untuk analisis variable hidrologi dengan nilai varian minimum. Langkah-langkah perhitungan distribusi ini adalah sebagai berikut : i. Mengubah data curah hujan X 1, X 2,. X n menjadi log X 1, log X 2, log X n. ii. Menghitung harga rata-rata dengan rumus : Dimana : = Harga rata-rata logaritmik n Xi = jumlah data = nilai curah hujan tiap tahun iii. Menghitung harga standar deviasi dengan rumus : iv. Menghitung Koefisien Skewness (Cs), dengan rumus : v. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus : II - 29

30 Dimana : = Harga rata-rata logaritmik Log X = Logaritma curah hujan dalam periode ulang T tahun K = faktor frekuensi sebaran log person III Tabel 2.7 Faktor Frekuensi Sebaran Log Pearson III vi. Menghitung koefisien Kurtosis (Ck) dengan rumus : koefisien variasi (Cv) dengan rumus : vii. Menghitung II - 30

31 Distribusi Log Person Tipe III mempunyai koefisien kemencengan atau Cs Uji Keselarasan Distribusi a. Uji Chi-Kuadrat Adapun prosedur pengujian Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut : i. Urutkan data pengamatan dari yang terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya. ii. Hitung jumlah kelas yang ada dengan rumus Nc = 1+1,33 ln (n) iii. Dalam pembagian kelas disarankan agar dalam masing-masing kelas terdapat minimal tiga buah data pengamatan. iv. Tentukan derajat kebebasan (DK) = G-P-1 dimana nilai P=2 untuk distribusi normal dan binominal dan nilai P=1 untuk distribusi Gumbel v. Hitung n vi. Nilai Ef = jumlah data (n) dibagi jumlah kelas vii. Tentukan nilai Of untuk masing-masing kelas viii. Jualan G Sub-group untuk menentukan Chi-Kuadrat dengan rumus : Dimana : X 2 G Of Ef = Harga Chi-Kuadrat = jumlah sub-kelompok = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama = Frekuensi yang dihrapkan sesuai pembagian kelasnya II - 31

32 ix. Didapat nilai X 2, harus < X 2 Critic. Tabel 2.8 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Kuadrat II - 32

33 b. Uji Smirnov Kolmogrov Pengujian kecocokan sebaran dengan ini dinilai lebih sederhana daripada pengujian dengan Chi Kudrat. Dengan membandingkan kemungkinan (probability) untuk setiap varian dari distribusi enpiris dan teoritisnya akan didapat perbedaan tertentu. Prosedur uji kecocokan Smirnov-Kolmogorv adalah : i. Urutkan data (dari besar hingga kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya nilai masing-masing data tersebut. ii. Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data. iii. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis. iv. Berdasarkan tabel Smirnov-Kolmogrov tentukan harga Do. II - 33

34 Tabel 2.9 Nilai D Kritis Uji Keselarasan Smirnov-Kolmogorov Inetensitas Curah Hujan Intensitas Curah Hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Pada perhitungan ini akan dikemukakan perhitungan debit banjir sungai dengan daerah pengaliran paling kecil. Yakni cara pemikiran dan cara jangka pendek dinyatakan intensitas perjam, yang disebut intensitas curah hujan. Menurut Dr. Monobe, intensitas curah hujan dapat dihitung dengan rumus : Dimana : I = Intensitas Curah hujan (mm/jam) II - 34

35 R 24 t = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) = lamanya curah hujan (jam) 2.9 Evapotranspirasi Evapotranspirasi merupakan proses penguapan yang terjadi dari permukaan bumi yang berasal dari air dan tanaman karena konsentrasi uap pada udara tipis dekat permukaan air atau tanah melebihi konsentrasi uap pada udara di atasnya. Perubahan besarnya ketersediaan air pada lahan ditentukan oleh adanya curah hujan serta laju evapotranspirasi. Hal tersebut terjadi karena adanya sirkulasi air di bumi yang berlangsung secara terus-menerus. Evapotranspirasi merupakan 2 proses yang saling berhubungan antara evaporasi dan transpirasi. Dimana evaporasi adalah perpindahan uap air dari permukaan tanah ke atmosfer sedangkan transpirasi adalah perpindahan uap air melalui tumbuhan menuju atmosfer. Evapotranspirasi tanaman acuan (Eto) merupakan suatu hal yang sangat penting karena berpengaruh langsung terhadap transport nutrien dan hasil metabolism tanaman. Pada dasarnya proses evaotranspirasi ditentukan oleh gradient tekanan uap yaitu perbedaan tekanan uap di atas permukaan air atau tanah dengan tekanan uap atmosfer. Dari beberapa rumus yang ada, Metode Penman yang sudah dimodifikasi sangat dianjurkan untuk digunakan Karena menggunakan banyak data meteorologi dan klimatologi diantaranya temperatur/suhu, sinar matahari, kelembaban, kecepatan angin dan letak lintang sehingga lebih akurat untuk digunakan dan biasanya metode penman modifikasi dilanjurkan pada daerah yang memiliki intensitas curah hujan sedang sampai tinggi seperti pada daerah sumatera, Kalimantan, jawa dan bali. Evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan adalah rerumputan pendek dengan nilai koefisien reaksi adalah (albedo (α) 0,25). Dari harga evapotranspirasi yang diperoleh II - 35

36 kemudian nilai tersebut digunakan untuk menghitung kebutuhan air bagi pertumbuhan dengan menyertakan data curah hujan efektif. Berikut rumus penman modifikasi : Eto = C.[w(0,75Rs-Rn1)+(1-w).f(u).(ea-ed)] Adapun langkah-langkah perhitungan metode penman modifikasi sebagai berikut : a. Data Klimatologi yang digunakan adalah data rerata 10 tahunan adapun data yang diperlukan adalah Temperatur Udara (T) C, Kelembaban Relatif (Rh) %, Kecepatan Angin (U) km/jam, data lintang dan Penyinaran Matahari (s = n/n) %. b. Perhitungan Rs (α= 0,25) - Nilai Ra (mm/hari) didapat dari tabel dibawah ini Tabel 2.10 Angka Angot (Ra) mm/hari untuk 5 o LU 10 o LS Bulan L U Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Sumber (Penman 1948) - Hitung Rs = (1 - r) Ra (0,25+0,54 x S) mm/hari. c. Perhitungan Rn1 - Nilai FT dan Ea (mbar) didapat dari tabel dibawah ini. L S II - 36

37 Tabel 2.11 Hubungan Antara T,ea,W,f(t) Suhu ( C) ea (mbar) w f(t) Suhu ( C) ea (mbar) w f(t) Sumber (Penman 1948) - Hitung ed = Rh x ea (mbar). - Hitung F(ed) = (0,34-0,044 x ). - Hitung F(n/N) = (0,1+0,9 x S). - Hitung Rn1 = F(t) x F(ed) x F(n/N) mm/hari. d. Perhitungan Ea - Hitung Ea-ed. - Hitung F(u) = 0,27 x (1+0,864 x U). - Hitung Ea = F(u) x (Ea-ed) mm/hari. e. Perhitungan Et - Nilai W didapat dari Tabel Hitung (1-W). - Hitung Rs-Rn1. - Nilai C diperoleh dari tabel dibawah ini : Tabel 2.12 Angka Koreksi Bulanan Penman Bulan C Bulan C Januari 1,04 Juli 0,9 Februari 1,05 Agustus 1 II - 37

38 Dimana: Maret 1,06 September 1,1 April 0,9 Oktober 1,1 Mei 0,9 Nopember 1,1 Juni 0,9 Desember 1,1 Sumber (Ir.Agus Suroso, MT) - Hitung ETo = C x (W x (0,75 x Rs-Rn1)+(1-W) x F(u) x (ea-ed)). Eto : Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari). C : Angka koreksi bulanan penman (Tabel 2.12). W : Faktor yang berhubungan dengan Temperatur (T) dan elevasi daerah (Tabel 2.11). Rs Ra : Radiasi gelombang pendek dalam satuan evaporasi : Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer (angka angot) yang dipengaruhi oleh letak lintang daerah (Tabel 2.10). Rn1 : Radiasi bersih gelombang panjang. f(t) : Fungsi suhu (tabel 2.11). f(ed) f(n/n) f(u) U (ea-ed) Ed Rh : Fungsi tekanan uap. : Fungsi kecerahan. : Fungsi dari kecepatan angin. : Kecepatan angina. : Perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap yang sebenarnya. : Tekanan uap sebenarnya. : Kelembaban udara relative. Ea : Tekanan uap jenuh (Tabel 2.11). II - 38

39 2.10 Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah.(guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997) Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif adalah curah hujan yang pada suatu daerah secara efektif dan secara langsung dapat digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Kriteria perencanaan irigasi mengusulkan hitungan curah hujan efektif berdasarkan data pengukuran curah hujan dengan panjang pengamatan 10 tahun. Curah hujan efektif (Re) adalah bagian dari curah hujan total yang digunakan oleh akar-akar tanaman selama masa pertumbuhan. Besarmya curah hujan efektif dipengaruhi oleh : 1. Cara pemberian air irigasi (rotasi,menerut atau berselang). 2. Laju pengurangan air genangan disawah yang harus ditanggulangi. 3. Kedalaman lapisan air yang harus dipertahankan di sawah. 4. Cara pemberian air pada petak. 5. Jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air. Data curah hujan yang digunakan adalah data hujan rata-rata setengah bulanan yang terlampaui 80% berdasarkan data curah hujan yang ada. Hujan rancangan dengan probabilitas R50 dan R80 dapat diketahui dengan membuat rangking data curah hujan dari yang terkecil hingga data yang terbesar berdasarkan curah hujan pertahunnya. Persamaan yang digunakan untuk mengetahui curah hujan efektif terletak pada tahun keberapa adalah sebagai berikut : II - 39

40 m = = Untuk Tanaman Palawija. m = = Untuk Tanaman Padi. Untuk tanaman curah hujan efektif dihitung dengan rumus sebagai berikut : Re = R80 x 0,7 Untuk Tanaman Padi. Re = R50 x 0,7 Untuk Tanaman Palawija. Keterangan : Re : Hujan Efektif Tanaman (mm). R80 : Hujan rancangan dengan probabilitas 80% untuk tanaman padi (mm). R50 : Hujan rancangan dengan robabilitas 50% untuk tanaman palawija (mm) Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan Kebutuhan air selama masa penyiapan lahan/ lahan penyiapan (Line Preparation) adalah pekerjaan sebelum tanah sawah digunakan untuk menanam, maka tanah harus disiapkan terlebih dahulu. Pekerjaan penyiapan lahan dilakukan supaya diperoleh tanah yang baik digunakan untuk penanaman, maka kebutuhan air selama penyiapan lahan harus diperhitungkan dengan baik. Penyiapan lahan merupakan pekerjaan pengelolahan secara basah mulai dari pemberian air yang pertama, membersihkan jerami dan akar (akar sisa tanaman yang lalu) sampai tanah tersebut siap untuk ditanami. Tanah permukaan dibajak atau dicangkul sedalam cm agar tanam menjadi lunak dan membalikan permukaan, kemudian digemburkan lalu dibuat rata dan siap untuk ditanami bibit padi yang diambil dari tempat persemaian. Biasanya pengelolahan lahan dilakukan sebelum masa tanam padi sekitar hari. Kondisi sosial dan tradisi yang ada serta ketersediaan tenaga kerja manusia, hewan atau traktor disuatu II - 40

41 daerah sangat menentukan lamanya pengelolahan lahan. Pada umumnya periode yang diperlukan setiap petakan sawah untuk pengelolahan lahan dari mulai air diberikan sampai siap tanam adalah sekitar 30 hari sebagai suatu pegangan biasanya dilakukan 45 hari namun jika alat yang diperlukan tersedia dengan baik dan tanah merupakan jenis tanah yang basah (mengandung banyak air) maka jangka waktu dapat diperpendek menjadi 30 hari. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan untuk penyiapan lahan adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan dan jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Volume air yang diperlukan untuk pengelolahan lahan mencakup menjenuhkan tanah dan suatu lapisan genangan yang diperlukan segera setelah tanam. Untuk tanah dengan tekstur berat tanpa rekatan keperluan air diambil sebesar 200 mm kemudian ditambah dengan 50 mm untuk penjenuhan, pelumpuran dan penggenagan segera setelah tanam maka jumlahnya menjadi 250 mm namun apabila lahan dibiarkan bera untuk waktu yang cukup lama sekitar 45 hari maka kondisi tanah akan retak-retak sehingga jumlah air yang diperlukan sekitar 300 mm. Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1986). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt selama periode penyiapan lahan. Adapun langkah-langkah perhitungan lahan penyiapan sebagai berikut: 1. Urutkan nilai Evapotransirasi (Eto) berdasarkan jenis bulan pertahun dalam periode 10 pengamatan. 2. Eo adalah evaporasi air terbuka yang diambil = Eto x 1,1 selama penyaiapan laham (mm/hari). II - 41

42 3. Perkolasi (P) berdasarkan Direktorat jendral pengairan (1986) besar perkolasi adalah 2,0 mm/hari. 4. M adalah kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan perkolasi disawah yang telah dijenuhkan. M = Eo + P (mm/hari). 5. K = M x (T/S) 6. T adalah jangka waktu penyiapan lahan (hari). 7. S adalah air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm. 8. Ir adalah kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari).. M Eo + P Mm/ hari 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 Tabel 2.13 Koefisien Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan T = 30 hari T = 45 hari S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm 11,1 12,7 8,4 9,5 11,4 13,0 8,8 9,8 11,7 12,0 12,3 12,6 13,0 13,3 13,6 14,0 14,3 14,7 13,3 13,6 13,9 14,2 14,5 14,8 15,2 15,5 15,8 16,2 9,1 9,4 9,8 10,1 10,5 10,8 11,2 11,6 12,0 12,4 10,1 10,4 10,8 11,1 11,4 11,8 12,1 12,5 12,9 13,2 11,0 15,0 16,5 12,8 13,6 Sumber (Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985) Kebutuhan Air Untuk Konsumtif Tanaman Kebutuhan air bagi tanaman (Etc / Etcorp) didefinisikan sebagai tebal air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi suatu tanaman dimana evapotranspirasi adalah gabungan dari 2 proses yaitu evaporasi besarnya nilai evporasi dipengaruhi oleh iklim, variates, jenis dan II - 42

43 umur tanaman sedangkan transpirasi adalah proses penguapan dari daun tanaman, tumbuh pada areal luas, pada tanah yang menjamin cukup lengas tanah, kesuburan tanah, dan lingkungan hidup tanaman cukup baik, sehingga secara potensial tanaman akan berproduksi secara baik. Dengan memasukan nilai efisiensi tanaman (Kc) maka dapat dihitung nilai penggunaan konsumtifnya dimana besarnya koefisien tanaman untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda. Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus berikut: Dimana: ETc ET0 : Kebutuhan air bagi tanaman, mm/hari. : Evapotranspirasi tetapan, mm/hari. Kc : Koefisien Tanaman (Tabel 2.8,2.9,2.10) Perkolasi Air irigasi yang mengalir ke sawah sebagian hilang karena menguap dan sebagian lagi hilang karena meresap kedalam tanah. Masuknya air kedalam tanah disebut sebagai laju infiltrasi. Jumlah air yang masuk ke dalam tanah tiap satuan waktu disebut sebagai laju infiltrasi. Laju infiltrasi ditentukan oleh jenis permukaan tanah. Dari permukaan tanah air masuk kedalam tanah, mengisi rongga rongga antara butir tanah tidak mampu lagi menampung air tanah mencapai kapasitas lapang (field capacity), maka air akan mengalir menuju zona jenuh air. Peristiwa inilah yang disebut dengan perkolasi. Jumlah air yang mengalir dari zona tidak jenuh air tiap satuan waktu disebut sebagai laju perkolasi. II - 43

44 Perkolasi merupakan gerakan air kebawah dari zona air tidak jenuh (daerah antara permukaan tanam sampai ke permukaan air tanah) ke dalam daerah yang jenuh (daerah dibawah permukaan air). Proses ini merupakan proses kehilangan air yang terjadi pada penanaman disawah. Adapun faktor yang mempengaruhi perkolasi adalah Tekstur Tanah, Premeabilitas tanah, Letak permukaan air tanah dan Tebal lapisan tanah bagian atas. Daya infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum yang dimungkinkan ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas tanah. Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh air yang terletak antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Daya perkolasi kecil akan terjadi dipermukaan air tanah yang terbentuk karena mengumpulnya air tanah diatas lapisan semi kedap air yang dinamakan perched groundwater table. Perkolasi mempunyai arti penting dalam teknik pengisian buatan (artificial recharge), yang memerlukan proses infiltrasi yang menerus. Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat-sifat tanah seperti semakin besar tekstur tanah maka semakin besar angka perkolasinya, semakin besar permeabilitasnya maka semakin kecil angka perkolasinya, semakin tipis lapisan tanah bagian atas maka semakin kecil angka perkolasinya dan semakin dangkal air tanah maka semakin kecil angka perkolasinya hingga mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, lalu perkolasi bias lebih tinggi. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tektus tanah (makin besar tekstur tanah maka makin besar angka perkolasinya), permeabilitas tanah, II - 44

45 tebal lapisan tanah bagian atas dan letak permukaan air tanah. Berikut adalah table koefisien perkolasi : Tabel 2.14 Koefisien Laju Perkolasi Sumber (Standart Perencanaan Irigasi KP-01) Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah dimana perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah guna menentukan laju perkolasi tinggi muka air harus diperhitungkan dengan baik apabila tidak diketahui sifat-sifat tanah yang dimilikinya maka berdasarkan Direktorat jendral pengairan (1986) besarnya laju perkolasi diasumsikan 2,0 mm/hari Pergantian Lapisan Air (WLR) Penggantian lapisan air dilakukan setelah pemupukan dan dilakukan selama 2 kali, masing-masing 50 mm selama setengah bulan atau 15 hari, lama pengelolahan sawah diasumsikan 30 hari baik dengan tenaga kerbau atau traktor. Maka diperoleh nilai WLR sebesar 3,33 mm/hari dari hasil perhitungan 50 mm/15 hari. Pergantian lapisan air selama 1 periode 3,33 mm/hari kemudian dilakukan 3 kali pegantian air karena bisa saja air tersebut sudah terserang hama oleh karena itu dilakukan 3 kali pergantian air supaya air yang diserap oleh tanaman adalah air yang jernih maka koefisiennya menjadi 1,11 mm/hari (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997) II - 45

46 Kebutuhan Air Sawah Kebutuhan air untuk tanaman yaitu banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membuat jaringan tanaman (batang dan daun) dan untuk diuapkan (evapotranspirasi), perkolasi, curah hujan, pengolahan lahan dan pertumbuhan tanaman. Banyaknya air disawah untuk tanaman padi dan palawija berbeda sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Kebutuhan air di sawah untuk Padi 2. Kebutuhan air di sawah untuk palawija NFR = Etc - Re Dimana : NFR = Kebutuhan air untuk tanaman (mm/hari) ETcrop = Evaporasi potensial (mm/hari) WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari) P Rc = Perkolasi (mm/hari) = Curah hujan efektif (mm/hari) Kebutuhan Air Irigasi Untuk Padi Kebutuhan air untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut: 1. Penyiapan lahan 2. Penggunaan Konsumtif 3. Perkolasi dan rembesan 4. Pergantian lapisan air 5. Curah hujan efektif II - 46

47 Untuk irigasi Padi, curah hujan efektif bulanan 70% dari curah hujan minimum tengah bulan dengan periode ulang 5 tahun. Re = 70% x ½ Rs dimana Rs adalah curah hujan minimun dengan periode ulang 5 tahun (mm). Tabel 2.15 Harga Koefisien Tanaman (Kc) Padi Bulan Ke Ne de co/pros ida FAO Varias i Bias a Varias i Unggul Varias i Bias a Varias i Unggul 0,5 1,20 1,20 1,10 1,10 1,0 1,20 1,27 1,10 1,10 1,5 1,32 1,33 1,10 1,05 2,0 1,40 1,30 1,10 1,05 2,5 1,35 1,30 1,10 0,95 3,0 1,25 0,00 1,05 0,00 3,5 1,12 0,00 0,95-4,0 0,00 0,00 0,00 - Sumber (Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985) Kebutuhan Air Irigasi Untuk Palawija Seperti halnya tanaman padi, kebutuhan air irigasi untuk tanaman palawija ditentukan oleh penyiapan lahan, penggunaan konsumtif, perkolasi, curah hujan efektif, namun tidak dipengaruhi oleh penggenangan. Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk menciptakan kondisi lembab yang memadai untuk tanaman yang akan tumbuh. Banyaknya air tergantung kepada kondisi tanah dan pola tanam yang diterapkan. Jumlah air mm dianjurkan untuk tanaman palawija dan mm untuk tebu, kecuali apabila ada kondisi khusus. Pada tanaman palawija, perkolasi air kedalam lapisan tanah bawah hanya akan terjadi setelah pemberian air irigasi. II - 47

48 Tabel 2.16 Harga Koefisien Tanaman (Kc) Palawija S umber (Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985) Tabel 2.17 Harga Koefisien Tanaman (Kc) Tebu (Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985) Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi terdiri atas II - 48

BAB-2 JARINGAN IRIGASI

BAB-2 JARINGAN IRIGASI 1 BAB-2 JARINGAN IRIGASI Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya.

Lebih terperinci

DESAIN BANGUNAN IRIGASI

DESAIN BANGUNAN IRIGASI DESAIN BANGUNAN IRIGASI 1. JENIS JENIS BANGUNAN IRIGASI Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Irigasi Irigasi adalah pemberian air kepada tanah untuk menunjang curah hujan yang tidak cukup agar tersedia lengas bagi pertumbuhan tanaman. Penggunaan irigasi yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI ABSTRAK BAB IPENDAHULUAN DAFTAR ISI halaman i ii iii iv v vii

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Definisi Irigasi Irigasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring (Dalam Jaringan/Online) Edisi III, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1.Penyiapan lahan 2.Penggunaan konsumtif 3.Perkolasi dan rembesan 4.Pergantian lapisan air 5.Curah hujan efektif

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2 Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1 Pertemuan 2 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan : 2 Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Daya Air Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM NAMA : ARIES FIRMAN HIDAYAT (H1A115603) SAIDATIL MUHIRAH (H1A115609) SAIFUL

Lebih terperinci

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013 PENGERTIAN TENTANG IRIGASI Sejak ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan. 1. Penyiapan lahan KEBUTUHAN AIR Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 Purwanto dan Jazaul Ikhsan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Yogyakarta (0274)387656

Lebih terperinci

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI RC14-1361 MODUL 1 TEKNIK IRIGASI PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN MAKSUD IRIGASI Irigasi: Berasal dari istilah Irrigatie (Bhs. Belanda) atau Irrigation (Bahasa Inggris) diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi GEOMETRIK IRIGASI Komponen-komponen sebuah jaringan irigasi teknis dapat dibedakan berdasarkan fungsinya. Untuk mengetahui komponen-komponen suatu jaringan irigasi dapat dilihat pada peta ikhtisar. Peta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian, perputaran dan penyebaran air baik di atmosfir, di permukaan bumi maupun di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah drainase kota sudah menjadi permasalahan utama pada daerah perkotaan. Masalah tersebut sering terjadi terutama pada kota-kota yang sudah dan sedang berkembang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN DAERAH IRIGASI RAWA BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN DAERAH IRIGASI RAWA BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN DAERAH IRIGASI RAWA BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB III METODOLOGI Uraian Umum BAB III METODOLOGI 3.1. Uraian Umum Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN...i KERANGAN PERBAIKAN/REVISI...ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR...iii ABSTRAK...iv UCAPAN TERIMA KASIH...v DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAKHRU ROZI 09 0404

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Hidrologi Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau Science de la Terre) yang secara khusus mempelajari tentang siklus hidrologi atau siklus air

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30 LS sampai 7 o BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Sungai Pelus merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o 21'31" LS dan 109 o 12'31"

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diterbitkan, dan dari buku-buku atau artikel-artikel yang ditulis para peneliti sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2007 yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv MOTTO...... vi ABSTRAK...... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR NOTASI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR

Lebih terperinci

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR 3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA Dosen Pengampu : Adwiyah Asyifa, S.T., M.Eng. Disusun oleh : RIZA RIZKIA (5140811023) HERIN AFRILIYANTI (5140811051) MADORA ARUM KAHANI (5140811097)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap

Lebih terperinci

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG Yohanes V.S. Mada 1 (yohanesmada@yahoo.com) Denik S. Krisnayanti (denik19@yahoo.com) I Made Udiana 3 (made_udiana@yahoo.com) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 SISTEM IRIGASI Irigasi secara umum didefinisikan sebagai kegiatan yang bertalian dengan usaha untuk mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian seperti sawah, ladang

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH : PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR DISAMPAIKAN OLEH : KHAIRUL RAHMAN HARKO PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PENGARUH DEBIT AIR TEHADAP POLA TATA TANAM PADA BAKU SAWAH DI DAERAH IRIGASI KEBONAGUNG KABUPATEN SUMENEP Oleh : Cholilul Chahayati dan Sutrisno Dosen Fakultas Teknik Universitas Wiraraja (cholilul.unija@gmail.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Sulawesi Utara khususnya di Gorontalo, sebuah fasilitas listrik akan dikembangkan di daerah ini. Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arkham Fajar Yulian (2015) dalam penelitiannya, Analisis Reduksi Limpasan Hujan Menggunakan Metode Rasional di Kampus

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebuah fasilitas Bendung Irigasi akan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebuah fasilitas Bendung Irigasi akan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Mangge Asi, Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebuah fasilitas Bendung Irigasi akan dikembangkan di daerah

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Uraian Umum Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisistinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM : PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE Abner Doloksaribu, Dina Pasa Lolo abner_doloksaribu@yahoo.com, rdyn_qyuthabiez@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

Bab III TINJAUAN PUSTAKA aliran permukaan (DRO) Bab II BAB II Bab III TINJAUAN PUSTAKA Bab IV 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti

Lebih terperinci

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II Oleh : Iswinarti Iswinarti59@gmail.com Program Studi Teknik Sipil Undar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan makhluk hidup. Keberadaan air di muka bumi ini mengikuti suatu proses yang disebut daur hidrologi, yaitu proses yang tercakup ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Perencanaan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) memerlukan bidang bidang ilmu pengetahuan lain yang dapat mendukung untuk memperoleh hasil perencanaan.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran.

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran. ABSTRAK Daerah Irigasi (DI) Kotapala adalah salah satu jaringan irigasi yang berlokasi di Desa Dajan Peken, Desa Dauh Peken, Desa Delod Peken, dan Desa Bongan yang berada di Kabupaten Tabanan Bali. DI

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data BAB V ANALISA DATA 5.1 UMUM Analisa data terhadap perencanaan jaringan drainase sub sistem terdiri dari beberapa tahapan untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sebelum tahapan analisa dilakukan, terlebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stasiun Pengamat Hujan Untuk melakukan analisa ini digunakan data curah hujan harian maksimum untuk tiap stasiun pengamat hujan yang akan digunakan dalam analisa

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK ABSTRAK

PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK ABSTRAK PERENCANAAN OPTIMALISASI WADUK GEDANG KULUD KABUPATEN CERME GRESIK RACHMAT HARIONO NIM. 03111093 ABSTRAK Tujuan Perencanaan Optimalisasi Waduk Gedang Kulud ini dilakukan beberapa analisis untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP Irigasi No.20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP Irigasi No.20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Irigasi Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa,

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP :

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP : Disusun Oleh : NurCahyo Hairi Utomo NRP : 3111.030.061 Rheza Anggraino NRP : 3111.030.080 Dosen Pembimbing Ir. Saptarita NIP : 1953090719842001 LOKASI STUDI BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang 2. Rumusan

Lebih terperinci

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Norma Puspita, ST.MT Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa, seperti

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RC TEKNIK IRIGASI PETAK TERSIER

RC TEKNIK IRIGASI PETAK TERSIER RC14-1361 TEKNIK IRIGASI PETAK TERSIER SEJARAH IRIGASI Keberadaan sistem irigasi di Indonesia telah dikenal sejak zaman Hindu, pada zaman tersebut telah dilakukan usaha pembangunan prasarana irigasi sederhana.

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti BAB II DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Studi Daerah Irigasi Way Negara Ratu merupakan Daerah Irigasi kewenangan Provinsi Lampung yang dibangun pada tahun 1972 adapun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan irigasi merupakan salah satu faktor pendukung bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Waduk Muara Nusa Dua, Pola Operasi, Debit Andalan, Kebutuhan air baku, Simulasi

ABSTRAK. Kata kunci: Waduk Muara Nusa Dua, Pola Operasi, Debit Andalan, Kebutuhan air baku, Simulasi ABSTRAK Waduk Muara Nusa Dua yang terletak di muara Sungai/Tukad Badung, tepatnya di Jembatan by Pass Ngurah Rai, Suwung, Denpasar, dibangun untuk menyediakan air baku guna memenuhi kebutuhan air bersih.

Lebih terperinci