BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP Irigasi No.20

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP Irigasi No.20"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Irigasi Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP Irigasi No.20 : 2006). Sedangkan pengertian lain irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan yakni dengan memberikan air secara sistematis pada tanah yang diolah. Kebutuhan air irigasi untuk pertumbuhan tergantung pada banyaknya atau tingkat pemakaian dan efiensi jaringan irigasi yang ada (Kartasaputra, 1991). Dengan demikian Irigasi merupakan suatu ilmu yang memanfaatkan air untuk tanaan mulai dari tumbuh sampai masa panen. Air tersebut diambil dari sumbernya, dibawa melalui saluran, dibagikan kepada tanaman yang memerlukan secara teratur, dan setelah air tersebut terpakai, kemudian dibuang melalui saluran pembuang menuju sungai kembali. Irigasi dikehendaki dalam situasi: (a) bila jumlah curah hujan lebih kecil dari pada kebutuhan tanaman; (b) bila jumlah curah hujan mencukupi tetapi distribusi dari curah hujan tidak bersamaan dengan waktu yang dikehendaki tanaman. Irigasi juga menjelaskan aspek engineering dan aspek agrikultural. Aspek engineering yang terdiri atas : 1. Penyimpanan, penyimpangan, dan pengangkutan. 2. Membawa air ke ladang pertanian. 3. Pemakaian air untuk persawahan. II-1

2 4. Pengeringan air yang berlebihan. 5. Pembangkit tenaga air. Sedangkan aspek agrikultural menyangkut : 1. Kedalaman pemberian air. 2. Pemberian air secara seragam dan berkala. 3. Kapasitas dan aliran yang berbeda. 4. Reklamasi tanah tandus. 2.2 Irigasi Rawa Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik, kimiawi, dan biologis (PP Rawa No.27 : 1991). Irigasi rawa yaitu sistem pengairan atau pengelolaan air di daerah rawa dengan membuat jaringan saluran baik primer, sekunder, maupun tersier dan bangunan yang merupakan satu kesatuan, beserta bangunan pelengkapnya, yang diperlukan untuk pengaturan, pembuangan, pemberian, pembagian dan penggunaan air Sistem Pengelolaan Irigasi Rawa Pola pengelolaan air di daerah rawa dipengaruhi oleh kondisi hidraulik disekelilingnya (hydraulic boundary condition), yaitu gerakan air sungai yang meliputi fluktuasi pasang surut, fluktuasi muka air karena pengaruh musim (musim hujan dan musim kemarau), intrusi air laut, serta dipengaruhi oleh aliran yang berasal dari lahan sekitarnya. Dalam hal ini wilayah rawa batu betumpang yang mempunyai curah hujan tinggi maka dapat mengandalkan air hujan sebagai II-2

3 pengairan irigasi serta letaknya dekat dengan daerah pantai maka juga dapat memanfaatkan pasang surut air laut sebagai irigasi. Karena adanya air pasang di muara sungai akan terjadi pembendungan ke arah hulu sungai Ulim dan Binting, semakin besar debit sungai akan semakin tinggi pengaruh pembendungan tersebut. Pada keadaan tersebut akan mungkin terjadi bahwa elevasi muka air pasang dan surut di bagian hulu akan lebih tinggi daripada elevasi muka air pasang dan surut di muara sungai. Sehingga air sungai yang tertahan yang tidak bisa mengalir ke laut dapat dimanfaatkan untuk pengairan dengan membuat jaringan-jaringan irigasi. Gambar 2.1 Irigasi rawa 2.3 Sistem Irigasi, Jaringan irigasi dan klasifikasi jaringan Irigasi Sistem Irigasi Dalam perkembangannya, irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : a. Irigasi Sistem Gravitasi Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama dikenal dan diterapkan dalam kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber air diambil dari air yang ada di permukaan bumi yaitu dari sungai, waduk dan II-3

4 danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif. b. Irigasi Sistem pompa Sistem irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan, apabila pengambilan secara gravitatif ternyata tidak layak dari segi ekonomi maupun teknik. Cara ini membutuhkan modal kecil, namun memerlukan biaya ekspoitasi yang besar. Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi dapat diambil dari sungai, misalnya Setasiun Pompa Gambarsari dan Pesanggrahan (sebelum ada Bendung gerak Serayu), atau dari air tanah, seperti pompa air suplesi di DI. Simo, kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. c. Irigasi Pasang Surut Yang dimaksud dengan sistem irigasi pasang-surut adalah suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasangsurut air laut. Areal yang direncanakan untuk tipe irigasi ini adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang surut air laut. Untuk daerah Kalimantan misalnya, daerah ini bisa mencapai panjang km memanjang pantai dan km masuk ke darat. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan menekan dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada saat air laut surut. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). Kebutuhan pengamanan banjir dan peluang irigasi pasang surut ditentukan oleh keterkaitan antara elevasi muka lahan, muka air pasang dan efek damping muka air pasang dalam sistem jaringan saluran antara sungai dan lahan yang bersangkutan. II-4

5 Keterkaitan ini dikenal sebagai hidrotopografi lahan dan sangat penting dalam menentukan potensi lahan untuk pengembangan pertanian. Dibedakan ada empat kategori hidrotopografi lahan rawa pasang surut antara lain : Kategori A. Lahan irigasi pasang surut Lahan dapat diluapi oleh air pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari siklus pasang purnama, baik musim hujan maupun musim kemarau. Umumnya areal ini terletak di lahan cekungan atau dekat dengan muara sungai. Kategori B. Lahan irigasi pasang surut secara periodik Lahan dapat diluapi oleh air pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari siklus pasang purnama hanya pada musim hujan saja. Kategori C. Lahan di atas muka air pasang Lahan tidak dapat terluapi air pasang secara reguler, akan tetapi air pasang masih mempengaruhi muka air tanah. Elevasi lahan yang relatif tinggi dapat mengakibatkan banyaknya kehilangan air lewat rembesan yang akan menyebabkan sulitnya atau tidak mungkinnya upaya menahan lapisan air di lahan persawahan. Oleh karena itu, tanaman palawija dan tanaman keras lebih cocok dari pada tanaman padi. Kategori D. Lahan kering Lahan ini sama sekali tidak dipengaruhi oleh air pasang surut. Sangat cocok untuk ditanami palawija dan tanaman keras. II-5

6 2.3.2 Jaringan irigasi Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi (PP Irigasi No.20 : 2006). Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997) Klasifikasi Jaringan Irigasi Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (a) jaringan irigasi sederhana (b) jaringan irigasi semi teknis (c) jaringan irigasi teknis Jaringan Irigasi Sederhana Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan karena menyangkut pemakai air dari latar belakang sosial yang II-6

7 sama. Namun jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain, (1) terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang, (2) air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih subur, dan (3) bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama. Gambar 2.2 memberikan ilustrasi jaringan irigasi sederhana. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). Gambar 2.2 Skematis Contoh Jaringan Irigasi Sederhana (Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi KP 01) II-7

8 Jaringan Irigasi Semi Teknis Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen ataupun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit. Gambar 2.3 memberikan ilustrasi jaringan irigasi semi teknis sebagai bentuk pengembangan dari jaringan irigasi sederhana. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). Gambar 2.3 Skematis Contoh Jaringan Irigasi Semi Teknis (Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi KP 01) II-8

9 Jaringan Irigasi Teknis Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran irigasi/pembawa dan saluran pembuang/pengatus. Ini berarti bahwa baik saluran pembawa maupun saluran pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawah-sawah ke saluran pembuang (Gambar 2.4). Beberapa sifat daripada sebuah jaringan teknis, diantaranya : a. Jaringan ini mempunyai infrastruktur teknis yang memungkinkan pengukuran debit dan pembagian air irigasi secara efisien. b. Jaringan (saluran) pembawa dan saluran pembuang terpisah. Jika digunakan cara gabungan memang mempunyai keuntungan, misalnya penggunaan air bisa lebih hemat dan lebih murah biaya pembuatan salurannya, karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dan mempunyai kapasitas yang lebih kecil, tetapi kelemahannya adalah pemeliharaan jaringan kurang dapat dijaga, eksplotasinya sangat sukar dan mungkin jaringannya bisa cepat rusak. c. Sistem pembagian air harus didasarkan pada petak tersier. Petak tersier adalah kumpulan daripada petak kuarter dan petak kuarter merupakan kumpulan daripada petak sawah yang tergabung menjadi satu unit, dimana para petani mengatur sendiri pembagian airnya. d. Tiap petak tersier menerima air dari saluran pembawa. Saluran pembawa adalah saluran yang berada dibawah pengawasan Dinas Pengairan dan pemberian air harus diatur dan diukur oleh Dinas Pengairan. Sejumlah II-9

10 petak tersier membentuk petak sekunder yang dialiri oleh saluran sekunder. e. Saluran utama (induk) menyediakan air bagi sejumlah saluran sekunder dan saluran ini menerima air langsung dari bending di sungai atau dari air tendon (waduk). f. Sebuah jaringan irigasi teknis dilengkapi dengan alat pengukur sehingga penyediaan air irigasi dapat dibagi ke segenap jaringan sesuai dengan debit yang dibutuhkan. ( Hidrologi, Politeknik Negeri Jakarta 2004) Gambar 2.4 Skematis Contoh Jaringan Irigasi Irigasi Teknis (Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi KP 01) II-10

11 Secara singkat, klasifikasi jaringan irigasi dapat dilihat pada tabel 2.1 Klasifikasi jaringan Teknis Semi Teknis Sederhana 1 Bangunan Utama Bangunan Bangunan Permanen Bangunan Permanen atau Semi Permanen Sementara 2 Kemampuan bangunan dalam mengukur dan Baik Sedang Jelek mengatur debit 3 Jaringan Saluran Saluran irigasi dan Saluran irigasi dan Saluran irigasi dan pembuang terpisah pembuang tidak pembuang jadi satu sepenuhnya terpisah 4 Petak Tersier Dikembangkan Belum dikembangkan Belum ada jaringan atau densitas sepenuhnya bangunan terpisah yang tersier jarang dikembangkan 5 Efisiensi secara 50-60% 40-50% <40% Keseluruhan 6 Ukuran Tak ada batasan Sampai 2000 ha <500 ha 2.4 Kebutuhan Air Irigasi Pengertian Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi adalah jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan II-11

12 memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan d. Pergantian lapisan air e. Curah hujan efektif. f. Efisiensi irigasi Penyiapan Lahan Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah : a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan. b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan adalah : Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap tanah. Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk menanam padi sawah atau padi ladang kedua. II-12

13 Faktor-faktor tersebut saling berkaitan, kondisi sosial, budaya yang ada didaerah penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk daerah irigasi baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku didaerah-daerah didekatnya. Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan diseluruh petak tersier. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). Kebutuhan air selama penyiapan lahan Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam It/dt selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut : IR =Me k /(e k - 1) dengan : IR = Kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari). M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M = Eo+P (mm/hari). Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama penyiapan lahan (mm/hari). P k T S = Perkolasi = MT/S = Jangka waktu penyiapan lahan (hari) = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni = 250 mm. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). II-13

14 2.4.3 Penggunaan konsumtif Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh tanaman untuk proses fotosintesis dari tanaman tersebut. Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus berikut : Etc = Kc.Eto dengan : Etc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Eto = evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari) Kc = Koefisien tanaman Evapotranspirasi tanaman acuan (Eto) adalah evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan, yakni rerumputan pendek. Harga Eto dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis empiris dengan mempertimbangkan faktorfaktor meteorologi, seperti : Temperatur Sinar matahari Kelembaban Kecepatan angin Dari beberapa rumus yang ada, Metode Pennman yang sudah dimodifikasi sangat dianjurkan untuk digunakan. Eto = C.[w(0,75Rs-Rn 1 )+(1-w).f(u).(ea-ed)] dengan : II-14

15 Eto = evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari) W = Faktor yang berhubungan dengan Temperatur (T) dan elevasi daerah. Untuk daerah Indonesia dengan elevasi antara m, hubungan harga T dan W seperti pada (tabel 2.2) Rs = Radiasi gelombang pendek dalam satuan evaporasi (mm/hari) = (0,25+0,54.n/N).Ra Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer (angka angot) yang dipengaruhi oleh letak lintang daerah. Harga Ra seperti pada (tabel 2.4) Rn 1 = Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari) = f(t).f(ed).f(n/n) f(t) = Fungsi suhu (tabel 2.2) f(ed) = Fungsi tekanan uap = 0,34-0,044. (ed) f(n/n) = Fungsi kecerahan = 0,1+0,9.n/N f(u) = Fungsi dari kecepatan angin pada ketinggian 2 m dalam satuan (m/dt) = 0,27(1+0,864.u) U = Kecepatan angin (m/dt) (ea-ed) = Perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap yang sebenarnya ed = ea.rh Rh = Kelembaban udara relatif (%) ea = Tekanan uap jenuh (mbar) (tabel 2.2) ed = Tekanan uap sebenarnya (mbar) II-15

16 c = Angka koreksi Penman yang memasukan harga perbedaan kondisi cuaca siang dan malam. Harga c tertera pada (tabel 2.3) Tabel 2.2 Hubungan antara T,ea,W,f(t) T ea 0 C Mbar W f(t) 24,00 29,50 0,735 15,40 25,00 31,69 0,745 15,65 26,00 33,62 0,755 15,90 27,00 35,66 0,765 16,10 28,00 37,81 0,775 16,30 28,60 39,14 0,781 16,42 29,00 40,06 0,785 16,50 Tabel 2.3 Angka koreksi (c) bulanan untuk rumus Penman Bulan c Bulan c Januari 1,04 Juli 0,90 Februari 1,05 Agustus 1,00 Maret 1,06 September 1,10 April 0,90 Oktober 1,10 Mei 0,90 November 1,10 Juni 0,90 Desember 1,10 II-16

17 Tabel 2.4 Angka Angot (Ra) (mm/hari) (wilayah Indonesia, 5 0 LU sampai 10 0 LS) Bulan Lintang Utara Lintang Selatan Januari 13,0 14,3 14,7 15,0 15,3 15,5 15,8 16,1 16,1 Februari 14,0 15,0 15,3 15,5 15,7 15,8 16,0 16,1 16,0 Maret 15,0 15,5 15,6 15,7 15,7 15,6 15,6 15,5 15,3 April 15,1 15,5 15,3 15,3 15,1 14,9 14,7 14,4 14,0 Mei 15,3 14,9 14,6 14,4 14,1 13,8 13,4 13,1 12,6 Juni 15,0 14,4 14,2 13,9 13,5 13,2 12,8 12,4 12,6 Juli 15,1 14,6 14,3 14,1 13,7 13,4 13,1 12,7 11,8 Agustus 15,3 15,1 14,9 14,8 14,5 14,3 14,0 13,7 12,2 September 15,1 15,3 15,3 15,3 15,2 15,1 15,0 14,9 13,3 Oktober 15,7 15,1 15,3 15,4 15,5 15,6 15,7 15,8 14,6 November 14,8 14,5 14,8 15,1 15,3 15,5 15,8 16,0 15,6 Desember 14,6 14,1 14,4 14,8 15,1 15,4 15,7 16,0 16, Perkolasi Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, lalu perkolasi bisa lebih tinggi. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). II-17

18 Tabel 2.5 Laju perkolasi untuk tanah Kelas tekstur tanah Perkolasi P (mm/hari) Sangat ringan 11 Ringan 8 Sedang 5 Berat Penggantian Lapisan Air (WLR) Penggantian lapisan air dilakukan setelah pemupukan. Penggantian lapisan air dilakukan menurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari selama 1/2 bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997) Curah Hujan Efektif Untuk irigasi padi, curah hujan efektif bulanan diambil 80% dari curah hujan minimum tengah bulanan Efisiensi Irigasi Air untuk keperluan irigasi yang diambil dari bangunan sadap (intake) dari sungai, waduk atau sumber air lainnya, dalam pengalirannya menuju areal irigasi akan mengalami beberapa kehilangan air diantaranya akibat penguapan, perlokasi, perembesan bahkan untuk keperluan kebutuhan rumah tangga. Untuk itu maka II-18

19 kebutuhan air irigasi disumber perlu ditingkatkan agar kebutuhan air irigasi tetap terpenuhi. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). 2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman Topografi Keadaan topografi mempengaruhi kebutuhan air tanaman. Untuk lahan yang miring membutuhkan air yang lebih banyak dari pada lahan yang datar, karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan hanya sedikit yang mengalami infiltrasi, dengan kata lain kehilangan air di lahan miring akan lebih besar Hidrologi Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perhitungan debit rencana adalah: Data Curah Hujan Data ini merupakan data curah hujan harian maksimum dalam setahun dinyatakan dalam mm/hari. Data curah hujan diperoleh dari lembaga Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Untuk stasiun curah terdekat dengan lokasi sistem drainase, jumlah data curah hujan untuk perencanaan minimal dibutuhkan jangka waktu 10 tahun. Dalam perhitungan data curah hujan ini menggunakan Analisis Frekuensi. Analisis Frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap n tahun. Data yang diperlukan untuk menunjang teori kemungkinan ini adalah minimum 10 besaran hujan atau debit dengan harga tertinggi dalam setahun II-19

20 diperlukan data minimum 10 tahun. Ada beberapa metode untuk memperkirakan kejadian berulang ini, diantaranya : 1. Metode Gumbel Metode Gumbel dengan menggunakan cara analitis : Rumus yang digunakan adalah : Xt = Xa + K.Sx.. (Hidrologi, Teknik Sipil PNJ) K = dengan : Yt - Yn Sn... (Hidrologi, Teknik Sipil PNJ) Xt = Besarnya curah hujan yang diharapkan berulang setiap n tahun Xa = Curah hujan rata-rata dari suatu catchment area (mm) Yt = Reduce Variate (tabel 2.6) Yn = Reduce Mean (tabel 2.7) Sn = Reduce Standart Deviation (tabel 2.8) K = Faktor Frekuensi Sx = Standart Deviasi n = Jumlah tahun data curah hujan yang didapat Rumus mencari standart deviasi : Sx = (xi-xa) 2 (n-1) II-20

21 Tabel 2.6 Harga Reduce Variated (Yt) berdasarkan periode ulang Periode Ulang (tahun) Reduce Variated 0, ,999 22,502 29,606 31,985 39,019 46,001 Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi Tabel 2.7 Harga Reduced Mean (Yn) n ,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0, ,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0, ,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5402 0,5410 0,5418 0,5424 0, ,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0, ,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0, ,5521 0,5524 0,5587 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0, ,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5553 0,5561 0,5463 0,5565 0, ,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0, ,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0, ,5600 Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2 Tabel 2.8 Harga Reduced Standart Deviation (Sn) n ,9490 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1, ,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1, ,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1, ,1413 1,1436 1,1458 1,148 1,1449 1,1619 1,1538 1,1557 1,1574 1, ,6070 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1681 1,1708 1,1721 1, ,7470 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1803 1,1824 1,1834 1, ,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1891 1,1898 1,1898 1,1915 1,1923 1, ,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1973 1,1987 1,1994 1, ,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2037 1,2038 1,2038 1,2049 1,2055 1, ,2065 Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2 II-21

22 2. Metode Log Person III Metode ini juga menggunakan cara statistik seperti halnya metode Gumbel dengan rumus sebagai berikut : Logx = Logxa+G.Si dengan ; ( Hidrologi, Teknik Sipil PNJ ) Logx = Logaritma data curah hujan Logxa = Rata-rata logaritma data curah hujan Logxa = Logxi n Si = deviation standart logaritma dan curah hujan Si = (Logxi-logxa) 2 n-1 G = Harga yang diperoleh dari tabel, tergantung dari skew coefficient (Cs) dan percentage change Cs = (Logxi logxa) 3 (n-1).(n-2).(n-3) II-22

23 Tabel 2.9 Nilai G berdasarkan Skew Coef dan Precent Change Skew Coefficient (Cs) Untuk Distribusi Log Person III Periode Ulang (Tahun) Probabilitas Kemungkinan Terjadinya Coef (Cs) ,0-0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 2,5-0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 2,2-0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 2,0-0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 1,8-0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 1,6-0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 1,4-0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 1,2-0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 1,0-0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 0,9-0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 0,8-0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 0,7-0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 0,6-0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 0,5-0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 0,4-0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 0,3-0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 0,2-0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 0,1-0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 0,0-0,000 0,842 1,282 1,750 2,054 2,326-0,1 0,017 0,836 1,270 1,716 2,000 2,252-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,796 0,799-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 II-23

24 3. Metode Haspers Rumus : Rt = Ra + µ.sx ( Hidrologi,Teknik Sipil PNJ ) dengan : Rt : Curah hujan dengan return periode T tahun Ra : Curah hujan maksimum rata-rata Sx : Standart deviasi untuk pengamatan n tahun Sx = 1 R1 Ra + R2 - Ra 2 µ1 µ2 dengan : R1 = Curah hujan absolut maksimum 1 R2 = Curah hujan absolut maksimum 2 µ1 = Standart variable untuk periode ulang R1 µ2 = Standart variable untuk periode ulang R2 µ1 = n + 1 m1 µ2 = n + 2 m2 dengan : II-24

25 m1 & m2 masing-masing ranking dari curah hujan R1 dan R2 n = Jumlah tahun pengamatan µ =Standar variable untuk return periode T Tabel 2.10 Standard Variable Haspers Standard Variable Untuk Setiap Harga Return Period T = Return Period dan µ = Standard Variate T M T µ T µ T M 1,00-1,86 6,0 0, , ,37 1,01-1,35 6,5 0, , ,39 1,02-1,26 7,0 0, , ,41 1,03-1,23 7,5 1, , ,43 1,04-1,19 8,0 1, , ,53 1,05-1,15 9,0 1, , ,62 1,06-1, , , ,70 1,08-1, , , ,77 1,10-1, , , ,84 1,15-0, , , ,91 1,20-0, , , ,97 1,25-0, , , ,03 1,30-0, , , ,09 1,35-0, , , ,14 1,40-0, , , ,24 1,50-0, , , ,33 1,60-0, , , ,42 1,70-0, , , ,50 1,80-0, , , ,57 1,90-0, , , ,77 2,00-0, , , ,88 2,20-0, , , ,01 2,40-0, , , ,13 2,60 0, , , ,33 2,80 0, , , ,51 3,00 0, , , ,56 3,20 0, , , ,80 3,40 0, , , ,92 3,60 0, , , ,90 3,80 0, , , ,83 4,00 0, , , ,08 4,50 0, , , ,32 5,00 0, , , ,74 5,50 0, , ,35 Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2 II-25

26 Intensitas Curah Hujan Jumlah contoh hujan mempengaruhi kebutuhan air makin banyak curah hujannya, maka makin sedikit kebutuhan air tanaman, hal ini di karenakan hujan efektif akan menjadi besar. Data hidrologi ini sangat penting dalam perencanaan irigasi yaitu untuk mencari Intensitas curah hujan. 1. Definisi Intensitas Curah Hujan Definisi intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air berkonsentrasi. Intensitas curah hujan mempunyai satuan mm/jam yang artinya besarnya tinggi curah hujan terjadi sekian mm dalam kurun waktu per-jam. Intensitas curah hujan umumnya dihubungkan dengan kejadian dan lamanya durasi hujan turun atau disebut intensitas duration frequency (IDF). 2. Analisis Intensitas Curah Hujan Jika data curah hujan yang tersedia berupa curah hujan harian, maka perhitungan intensitas curah hujan dapat menggunakan rumus dari Dr.Mononobe, yaitu I = R 24 X t 2/3 dengan : I t = Intensitas curah hujan (mm/jam) = Lamanya curah hujan (jam) II-26

27 R 24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) Jika data curah hujan yang tersedia merupakan curah hujan jangka pendek, maka perhitungan intensitas curah hujan rata-rata dalam t jam (It), dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : It = Rt t Rt merupakan besarnya curah hujan selama t jam. 3. Luas Daerah Tangkapan Hujan atau Catchment Area (A) Luas daerah tangkapan hujan (catchment area) pada perencanaan saluran adalah daerah pengaliran yang menerima curah hujan selama waktu tertentu (Intensitas curah hujan), sehingga menimbulkan debit limpasan yang harus ditampung oleh saluran, untuk perhitungan luas daerah pengaliran dinyatakan dalam satuan Km Debit Andalan Debit andalan merupakan besarnya debit dengan kemungkinan 80 % terpenuhi atau tidak terpenuhi 20 % dari serangkaian waktu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, serangkaian data debit yang sudah diamati disusun dengan urutan kecil ke besar. Besarnya probabilitas terpenuhi dari rangkaian data debit yang telah tercatat dapat dihitung dengan rumus : II-27

28 P = N m dengan : P = Probabilitas / kemungkinan debit terpenuhi 80 %. m = Urutan atau rangking besarnya debit. N = Banyaknya data pengamatan. Debit andalan dicari dengan metode Fj.Mock karena kurang lengkapnya data sekunder yaitu dengan mencari debit aliran sungai. Metode FJ.Mock Adapun parameter-parameter yang diperlukan dan langkah perhitungannya dengan menggunakan metode Dr. F.J Mock adalah sebagai berikut: a. Evapotranspirasi (Pennman) b. Limited Evapotranspirasi c. Water Balance d. Run off dan Water Storage A. LIMITED EVAPOTRANSPIRASI Rumus : E 1 = Et 0 E E = Et 0 x m/20 ( 18 n ) Dimana: E 1 : Limited Evapotranspirasi Et 0 : Evapotranspirasi m : Koefisien yang tergantung jenis awan dan musim II-28

29 n : Jumlah hari hujan bulanan rata-rata B. WATER BALANCE Rumus: Ws = P E 1 Dimana: Ws : Water Surplus P : Hujan Bulanan rata-rata E 1 : Limited Evapotranspirasi C. RUN OFF DAN WATER STORAGE Rumus : Q = DRO + BF BF = I dv(n) DRO = Dv(n) = WS I V(n) V(n-1) Dimana: Q BF I DRO S Vn : Aliran sungai : Aliran Dasar : Infiltrasi : Aliran Langsung : Aliran Lebih : Volume Tampungan II-29

30 5. Debit Puncak Banjir/ Banjir Rencana Metode Rasional dapat menggambarkan hubungan antara debit dengan besarnya curah hujan untuk DPS dengan luas sampai 500 ha, dan merupakan metode yang paling tua untuk menaksir debit puncak banjir berdasarkan data curah hujan. Untuk menentukan hubungan antara curah hujan dan banjir, rumus umumnya dengan menggunakan metode Haspers adalah : Keterangan : (m3/det) q = Hujan maksimum setempat dalam sehari (point rainfall) (m 3 /km 2 /det) f = Luas DPS (km 2 ) c. Klimatologi Keadaan cuaca adalah salah satu syarat yang penting untuk pengelolaan pertanian.tanaman tidak dapat bertahan dalam keadaan cuaca buruk. Dengan memperhatikan keadaan cuaca dan cara pemanfaatannya, maka dapat dilaksanakan penanaman tanaman yang tepat untuk periode yang tepat dan sesuai dengan keadaan tanah. Cuaca dapat digunakan untuk rasionalisasi penentuan laju evaporasi dan evapotranspirasi, hal ini sangat bergantung pada jumlah jam penyinaran matahari dan radiasi matahari. d. Tekstur Tanah Selain membutuhkan air, tanaman juga membutuhkan tempat untuk tumbuh, yang dalam teknik irigasi dinamakan tanah. Tanah yang baik untuk usaha II-30

31 pertanian ialah tanah yang mudah dikerjakan dan bersifat produktif serta subur. Tanah yang baik tersebut memberi kesempatan pada akar tanaman untuk tumbuh dengan mudah, menjamin sirkulasi air dan udara serta baik pada zona perakaran dan secara relatif memiliki persediaan hara dan kelembaban tanah yang cukup. 2.6 Kebutuhan Air tanaman Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor evaporasi, transpirasi, yang kemudian dihitung sebagai evapotranspirasi. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997) Evaporasi Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi (penguapan). Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi adalah suhu air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Pada waktu pengukuran evaporasi, maka kondisi ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor itu sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan Transpirasi Transpirasi adalah suatu proses pada peristiwa uap air meninggalkan tubuh tanaman dan memasuki atmosfir. Fakta iklim yang mempengaruhi laju transpirasi adalah : intensitas penyinaran matahari, tekanan uap air di udara, suhu, dan kecepatan angin. Transpirasi dari tubuh tanaman pada siang hari dapat melampaui II-31

32 evaporasi dari permukaan air atau permukaan tanah basah, tetapi sebaliknya pada malam hari lebih kecil bahkan tidak ada transpirasi Evapotranspirasi Evapotranspirasi sering disebut sebagai kebutuhan konsumtif tanaman yang merupakan jumlah air untuk evaporasi dari permukaan areal tanaman dengan air untuk transpirasi dari tubuh tanaman. 2.7 Hubungan Kebutuhan Air Irigasi dengan Kebutuhan Air Tanaman Air Hujan (R) Air Bagi Tanaman (ET) Air Irigasi (IR) Air Bagi Pengolahan Tanah (Pd) Tanaman Air Merembes ( Perkolasi dan Infiltrasi P & I) Gambar 2.5 Neraca air yang masuk dan keluar dari suatu lahan Agar terjadi keseimbangan air di suatu lahan pertanian maka dirumuskan sebagai : IR = (ET+Pd+P&I)-R II-32

33 Jika tidak ada hujan (R= 0), maka jumlah air irigasi IR = (ET+Pd+P&I). Jika hujan deras (R lebih besar dari ET+Pd+P&I), pada saat ini air irigasi tidak dibutuhkan, bahkan diperlukan pembuangan air (drainase) agar lahan tidak tergenang air secara berlebihan. Kelebihan maupun kekurangan air pada lahan pertanian berakibat buruk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. 2.8 Pola Tata Tanam dan Sistem Golongan Pola tata tanam Pengaturan pola tata tanam adalah kegiatan mengatur awal masa tanam, jenis tanaman dan varitas tanaman dalam suatu tabel perhitungan. Tujuan utama dari penyusunan pola tanam adalah untuk mendapatkan besaran kebutuhan air irigasi pada musim kemarau sekecil mungkin. Di dalam penyusunan pola tata tanam dilakukan simulasi penentuan awal tanam. Misalnya alternatif pertama, jika awal tanam padi pada awal bulan Oktober, alternatif kedua, jika awal tanam padi pada awal bulan Nopember begitu seterusnya hingga alternatif ke dua belas yang awal tanam padi dimulai pada awal September. Dari kedua belas alternatif tadi dipilih alternatif yang kebutuhan air irigasi nya paling rendah. Penyusunan pola tata tanam didasarkan pada tengah bulanan atau tiap 15 harian, artinya besaran-besaran yang ikut di dalam perhitungan ( seperti besaran Eto, Pd, P&I) dihitung selama 15 harian (bukan bulanan atau bukan harian) yaitu ditandai dengan adanya angka 1 dan 2. II-33

34 Tabel 2.11 Koefisien Tanaman FAO Bulan ke Varietas Varietas PIADP PROSIDA biasa Unggul Padi Padi 0,5 1,08 1,20 1,10 1,10 1,0 1,07 1,27 1,10 1,10 1,5 1,02 1,33 1,10 1,05 2,0 0,67 1,30 1,10 0,95 2,5 0,32 1,30 1,10 0,00 3,0 0,00 0,00 1,05 0,00 3,5 0,00 0,00 0,95 0,00 4,0 0,00 0,00 0,00 Jagung Kacang tanah 0,5 0,4 0,40 1,0 0,48 0,48 1,5 0,85 0,70 2,0 1,09 0,91 2,5 1,05 0,95 3,0 0,80 0,91 3,5 0,00 0,69 Sumber : : Standar Perencanaan Irigasi, KP-01, Departemen Pekerjaan Umum Sistem Golongan Untuk memperoleh tanaman dengan pertumbuhan yang optimal guna mencapai produktifitas yang tinggi, maka penanaman harus memperhatikan pembagian air secara merata ke semua petak tersier dalam jaringan irigasi. Sumber air tidak selalu dapat menyediakan air irigasi yang dibutuhkan, sehingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik, agar air yang tersedia dapat digunakan secara merata dan seadil-adilnya. Kebutuhan air yang tertinggi untuk suatu petak tersier adalah Qmax, yang didapat sewaktu merencanakan seluruh sistem irigasi. Besarnya debit Q yang tersedia tidak tetap, bergantung pada sumber dan luas tanaman yang harus diairi. Pada saat-saat dimana air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dengan pengaliran menerus, maka II-34

35 pemberian air tanaman dilakukan secara bergilir. Dalam musim kemarau dimana keadaan air mengalami kritis, maka pemberian air tanaman akan diberikan/diprioritaskan kepada tanaman yang telah direncanakan. Dalam sistem pemberian air secara bergilir ini, permulaan tanam tidak serentak, tetapi bergiliran menurut jadwal yang ditentukan, dengan maksud penggunaan air lebih efisien. Sawah dibagi menjadi golongan-golongan dan saat permulaan perkerjaan sawah bergiliran menurut-golongan masing-masing. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). 2.9 Sistem Jaringan Irigasi Standar Tata Nama Nama-nama yang diberikan untuk petak, saluran, bangunan dan daerah irigasi harus jelas, pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda. Nama-nama yang dipilih dibuat sedemikan sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak perlu mengubah semua nama yang sudah ada. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997). a. Daerah Irigasi Nama yang diberikan sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa terdekat dengan jaringan bangunan utama atau sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi. Apabila ada dua pengambilan atau lebih maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama sesuai dengan desa-desa terdekat didaerah layanan setempat. b. Jaringan Irigasi Utama Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani. Saluran irigasi sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa yang II-35

36 terletak di petak sekunder. Petak sekunder sebaiknya diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundernya. c. Jaringan Irigasi Tersier Petak tersier diberi nama sesuai bangunan sadap tersier dari jaringan utama. d. Jaringan Pembuang Pada umumnya pembuang primer berupa sungai-sungai alamiah yang kesemuanya akan diberi nama. Apabila ada saluran-saluran pembuang primer baru yang akan dibuat, maka saluran-saluran itu harus diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang dibagi menjadi ruas-ruas maka masing-masing ruas akan diberi nama mulai dari ujung hilir Petak Irigasi Untuk menghubungkan bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi dibuat suatu peta yang biasanya disebut peta petak. Peta petak terdiri atas : 1. Petak Primer Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air langsung dari saluran primer. Daerah-daerah irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer, ini menghasilkan dua petak primer. 2. Petak Sekunder Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier II-36

37 yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, misal saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda tergantung pada situasi daerah. 3. Petak Tersier Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier. Petak tersier harus terletak langsung berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer, kecuali apabila petak-petak tersier tidak secara langsung terletak disepanjang jaringan saluran irigasi utama. Petak tersier mempunyai batas-batas yang jelas misalnya : parit, jalan, batas desa dan sesar medan Saluran Irigasi Untuk mengalirkan kebutuhan air di areal pertanian maka dibutuhkan jaringan saluran irigasi. Jaringan saluran irigasi terdiri atas : a. Jaringan Saluran Irigasi Utama Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir. Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas saluran sekunder adalah pada bangunan sadap terakhir. Saluran pembawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber yang memberi air pada bangunan utama) kejaringan irigasi primer. Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak diseberang petak tersier lainnya. II-37

38 b. Jaringan Saluran Irigasi Tersier Saluran irigasi tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu di saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah box bagi kuarter yang terakhir. Saluran kuarter membawa air dari box bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah. c. Jaringan Saluran Pembuang Utama Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder keluar daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran pembuang alam yang mengalirkan kelebihan air ke sungai, anak sungai atau ke laut. Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke pembuang alam dan keluar daerah irigasi. d. Jaringan Saluran Pembuang Tersier Saluran pembuang tersier terletak diantara petak-petek tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sarna dan menampung air, baik dari pembuangan kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang sekunder. Saluran pembuang sekunder menerima buangan air dari saluran pembuang kuarter yang menampung air langsung dari sawah. (Guna Darma, Irigasi dan Bangunan Air 1997) Dimensi Saluran Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapezium tanpa pasangan adalah bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran harus memberikan penyelesaian biaya pelaksanaan dan II-38

39 pemeliharaan yang paling rendah. Erosi dan sedimentasi di setiap potongan melintang harus minimal dan berimbang sepanjang tahun dan ruas-ruas saluran harus mantap Rumus Aliran Hidrolik Saluran didesain dengan menggunakan persamaan dari Manning-Strickler, sebagai berikut : Q = k.a.r 2/3.I 1/2 atau, Q = k.a.r 2/3.I 1/2 dimana : Q : debit rencana (m 3 /det) k : koefisien kekasaran dari Strikler (m 1/3 /det) A : luas basah penampang melintang (m 2 ) P : keliling basah (m) R : jari-jari hidrolik = A/P (m) I : kemiringan hidrolik V : kecepatan rencana (m/det) II-39

40 1. Saluran Bentuk Trapesium M.Y M.Y 1/M Y B dengan : A = B.Y + M.Y 2 P = 2Y (M 2 +1) + B R = A/P T (Lebar atas) = M.Y + B + M.Y D (kedalaman hidrolik) = A/T Z (Faktor bentuk) = A (A/T) 2. Saluran Bentuk Segiempat Y B dengan : A = B.Y P = B + 2Y R = A/P T = B D = A/T Z = A D II-40

41 3. Saluran Bentuk Segitiga Y dengan : A = M.Y 2 P = 2( M 2 +1) R = A/P T = 2M.Y D = A/T Z = A D Untuk merencanakan dimensi penampang melintang saluran digunakan metode pendekatan yaitu menggunakan kecepatan ijin, berdasarkan debit yang akan mengalir pada saluran tersebut dan berdasarkan karakteristik saluran. Saluran irigasi terdiri atas : a. Saluran Irigasi Tanpa Pasangan b. Saluran Irigasi Pasangan 2.13 Saluran Irigasi Tanpa Pasangan Pada saat merencanakan saluran yang perlu diperhatikan adalah biaya konstruksi dan biaya pemeliharaan yang ekonomis. Pada umumnya saluran tanpa pasangan merupakan saluran yang paling umum digunakan, selain itu saluran II-41

42 tanah tanpa pasangan relatif lebih kecil biaya konstruksinya. Erosi dan sedimentasi pada semua ruas harus minimum. Sedimentasi (pengendapan) pada saluran akan terjadi jika kapasitas angkut sedimennya berkurang. Untuk itu kapasitas debit saluran harus dijaga/dipertahankan. Sedimen yang masuk ke saluran irigasi biasanya berupa sedimen layang (suspended load) berupa partikel lempung dan lanau dengan ukuran diameter d < 0.06 mm hingga 0.07 mm. Partikel yang lebih besar dari ukuran tadi akan tertangkap/diendapkan di kantong lumpur. Salah satu unsur geometris penampang saluran, koefisien strickler k merupakan hall penting yang perlu diperhatikan. Besarnya Koefisien Strikler k biasanya tergantung pada hal-hal berikut : - Kekasaran permukaan saluran. - Ketidakteraturan permukaan saluran. - Trase saluran - Vegetasi - Sedimen Makin tinggi kekasaran permukaan saluran akan menyebabkan rendahnya harga Koefisien Strickler, sehingga bisa menyebabkan berkurangnya kecepatan. Ketidakteraturan permukaan saluran akan menyebabkan perubahan terhadap luas penampang basah A dan keliling basah P. Pengaruh adanya vegetasi terhadap saluran akan menyebabkan berkurangnya koefisien Kekasaran Strickler. Kedalaman aliran dan kecepatan aliran akan membatasi pertumbuhan vegetasi di dalam saluran. Pemeliharaan selama masa eksploitasi terhadap permukaan saluran serta menjaga saluran agar II-42

43 bebas dari vegetasi akan sangat berpengaruh terhadap Koefisien Kekasaran Strickler. Berikut ini adalah harga-harga Koefisien Kekasaran Strikler (k) untuk saluran tanah tanpa pasangan. Tabel 2.12 Harga Koefisien Kekasaran Strickler Untuk Saluran Tanah No Debit Rencana (m3/dt) Koefisien Strikler (k) 1 Q > < Q < < Q < Q < Erosi dan Sedimentasi Erosi pada saluran disebabkan karena kecepatan aliran rata-rata yang terjadi melebihi dari kecepatan maksimum yang diizinkan. Sedangkan kecepatan maksimum yang diizinkan tergantung oleh kecepatan dasar yang dipengaruhi oleh jenis tanah (tanah gambut, lempung, lanau, atau pasir) dan nilai indeks plastisitasnya (IP). Sedimentasi pada saluran disebabkan karena kecepatan aliran tidak bisa mengangkut partikel sedimen yang ada dalam saluran. Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan (0.06 ~ 0.07 mm). Untuk mengupayakan agar tidak terjadi sedimentasi maka ruasruas saluran hendaknya mengikuti kriteria I R konstan atau makin besar ke arah hilirnya. I adalah kemiringan dasar saluran, R adalah jari-jari hidraulik penampang saluran. II-43

44 Geometri Penampang Saluran Penampang saluran diharapkan bisa mengalirkan debit tertentu dengan luas penampang basah yang sekecil-kecilnya (minimum), penampang demikian biasa disebut penampang efisien atau penampang ekonomis. Dari analisis geometri penampang melintang saluran, maka penampang melintang yang ekonomis akan didapatkan jika h R atau setengah dari penampang heksagonal 2 atau penampang trapesium dengan sudut kemiringan talud 30 terhadap horisontal. Diantara semua bentuk penampang (segi empat, segi tiga ataupun trapesium), penampang setengah lingkaran merupakan penampang yang paling ekonomis. Untuk debit-debit kecil sampai dengan 0.5 m3/dt masih memungkinkan menggunakan penampang setengah lingkaran, tapi lebih dari 0.5 m3/dt penampang lingkaran susah untuk diterapkan karena kesulitan dalam segi pelaksanaan dan pemeliharaanya. Untuk saluran dengan kapasitas debit yang besar dibuat dengan memperhatikan n perbandingan lebar dasar B dengan kedalaman h yang tinggi, hal ini untuk menghindari agar kecepatan rencana tidak melebihi batas kecepatan maksimum yang diizinkan. Pada saluran yang lebar, efek erosi pada dinding saluran tidak terlalu berakibat serius terhadap besarnya kapasitas debit. Kekurangan yang utama dari saluran yang lebar dan dangkal adalah keterbatasan pembebasan lahan, sehingga biaya pelaksanaannya menjadi lebih tinggi. Sebagai acuan untuk menentukan perbandingan antara lebar dasar B dengan kedalaman saluran h, serta kemiringan talut dinding m untuk besaran debit tertentu, maka berikut ini disajikan tabel karakteristik saluran. II-44

45 Tabel 2.13 Karakteristik Saluran No Debit (m3/dt) Kemiringan dinding 1 : m Perbandingan b/h Koefisien Strickler k Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Saluran (KP-03) Kemiringan Dinding Saluran Untuk memperkecil biaya pembebasan lahan dan biaya galian, maka kemiringan dinding saluran dibuat curam. Dengan membuat kemiringan dinding lebih curam, maka lebar atas atas menjadi lebih kecil sehingga pembebasan tanah juga menjadi lebih kecil. II-45

46 Berikut ini tabel kemiringan dinding saluran (talud) untuk tanah yang digali pada bahan tanah tertentu. Tabel 2.14 Kemiringan minimum dinding saluran (talud) untuk galian pada bahan berbagai tanah. No Bahan Tanah Simbol (Menurut USCS) Kemiringan talud m 1 Batu < Gambut kenyal Pt Lempung kenyal, loam, tanah loose CL, CH, MH Lempung pasira, tanah pasiran kohesif SC, CM Pasir lanauan SM Gambut lunak Pt 3 4 Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Saluran (KP-03) Tabel 2.15 Kemiringan dinding saluran (talud) untuk timbunan dipadatkan Kedalaman air + tinggi jagaan Kemiringan minimum talud D M (meter) D < D D > 2 2 Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Saluran (KP-03) Untuk tanggul yang tingginya lebih dari 3 meter, maka diperlukan adanya bahu tanggul (berm) yang lebarnya 1 m. Bahu tanggul (berm) harus dibuat setinggi muka air rencana di saluran. II-46

47 Tinggi Jagaan Meningginya muka air di dalam saluran sampai melebihi tinggi rencana bisa disebabkan oleh penutupan pintu air di hilir secara tiba-tiba serta akibat pengaliran buangan yang masuk ke dalam saluran. Dengan adanya keadaan tersebut maka kemungkinan muka air di saluran akan meluap dan berpotensi untuk merusak tanggul. Untuk menghindari kejadian-kejadian tersebut, maka diperlukan adanya tinggi jagaan yaitu jarak vertikal dari muka air rencana hingga puncak tanggul. Jadi fungsi utama tinggi jagaan adalah untuk mencegah kerusakan tanggul akibat luapan dari air di dalam saluran serta sebagai faktor keamanan apabila muka air naik sampai melebihi tinggi rencananya. Tinggi jagaan minimum untuk saluran primer dan sekunder diberikan pada tabel berikut ini. Tabel 2.16 Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran Tanah Debit Saluran (m3/dt) Tinggi jagaan minimum (m) < > Sumber : Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Saluran (KP-03) Kemiringan Memanjang Saluran Kemiringan memanjang saluran ditentukan terutama oleh kondisi kemiringan medan (kondisi topografi). Kemiringan memanjang memiliki harga yang minimum dan harga maksimum. Untuk menghindari sedimentasi, diperlukan II-47

48 kemiringan memanjang yang maksimum, sedangkan untuk menghindari adanya erosi maka kecepatan harus dibatasi sehingga diperlukan kemiringan dasar yang minimum. Kemiringan minimum diperlukan agar proses sedimentasi tidak terjadi. Untuk itu direncanakan agar besaran I R menjadi semakin besar ke arah hilirnya. Bila karakteristik tanah pembentuk badan saluran sudah diketahui, maka besaran kecepatan dasar vb juga bisa diketahui. Untuk menghindari adanya proses erosi maka kecepatan dasar yang diizinkan vb perlu diperhatikan. Problem-problem yang sering terjadi pada perencanaan saluran antara lain : - Kemiringan medan yang curam. Dengan adanya kemiringan medan yang curam, maka kecepatan dasar vb akan melebihi batas kecepatan dasar yang diizinkan. Untuk mengurangi kecepatan rencana, maka kemiringan dasar saluran akan dibuat lebih landai dari pada kemiringan medan yang ada, sehingga pada saluran ini akan dibutuhkan beberapa bangunan terjun sebagai konsekuensinya. - Kemiringan minimum saluran primer garis tinggi. Kemiringan dasar minimum pada saluran primer garis tinggi (paralel dengan garis ketinggian) yang benar-benar tepat untuk jaringan irigasi yang mengangkut sedimen sulit ditentukan. Sehingga besaran I R yang dipakai pada saluran primer harus lebih besar dari pada harga I R pada kantong lumpur dalam kondisi penuh. - Saluran sekunder dengan kemiringan medan yang landai. Untuk saluran sekunder pada medan yang sangat landai maka diusahakan agar besaran I R sama dengan ruas saluran sebelah hulunya. II-48

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN DAERAH IRIGASI RAWA BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN DAERAH IRIGASI RAWA BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN DAERAH IRIGASI RAWA BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1.Penyiapan lahan 2.Penggunaan konsumtif 3.Perkolasi dan rembesan 4.Pergantian lapisan air 5.Curah hujan efektif

Lebih terperinci

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2 Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1 Pertemuan 2 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan : 2 Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi Teknis Kriteria perencanaan jaringan irigasi teknis berisi instruksi standard dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis.

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM NAMA : ARIES FIRMAN HIDAYAT (H1A115603) SAIDATIL MUHIRAH (H1A115609) SAIFUL

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1 Purwanto dan Jazaul Ikhsan Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Yogyakarta (0274)387656

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membentuk jaringan tanaman, diuapkan, perkolasi dan pengolahan tanah. Kebutuhan

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN Jonizar 1,Sri Martini 2 Dosen Fakultas Teknik UM Palembang Universitas Muhammadiyah Palembang Abstrak

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian, perputaran dan penyebaran air baik di atmosfir, di permukaan bumi maupun di bawah permukaan

Lebih terperinci

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR 3.1. Kebutuhan Air Untuk Irigasi BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan. 1. Penyiapan lahan KEBUTUHAN AIR Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI ABSTRAK BAB IPENDAHULUAN DAFTAR ISI halaman i ii iii iv v vii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI. Pengumpulan Data: Pengolahan Data. Perencanaan. Gambar 4.1 Metodologi

BAB IV METODOLOGI. Pengumpulan Data: Pengolahan Data. Perencanaan. Gambar 4.1 Metodologi BAB IV METODOLOGI 4.1 UMUM Pengumpulan Data: Pengolahan Data - Hidrologi - Hidroklimatologi - Topografi - Geoteknik (Mekanika Tanah) - dll Analisis Water Balance - Evapotranspirasi - Curah Hujan Effektif

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE Abner Doloksaribu, Dina Pasa Lolo abner_doloksaribu@yahoo.com, rdyn_qyuthabiez@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR 1 Rika Sri Amalia (rika.amalia92@gmail.com) 2 Budi Santosa (bsantosa@staff.gunadarma.ac.id) 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data BAB V ANALISA DATA 5.1 UMUM Analisa data terhadap perencanaan jaringan drainase sub sistem terdiri dari beberapa tahapan untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sebelum tahapan analisa dilakukan, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah drainase kota sudah menjadi permasalahan utama pada daerah perkotaan. Masalah tersebut sering terjadi terutama pada kota-kota yang sudah dan sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah diterbitkan, dan dari buku-buku atau artikel-artikel yang ditulis para peneliti sebagai

Lebih terperinci

Bab III TINJAUAN PUSTAKA

Bab III TINJAUAN PUSTAKA aliran permukaan (DRO) Bab II BAB II Bab III TINJAUAN PUSTAKA Bab IV 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah BAB IV ANALISA 4.1 Analisa Hidrologi Sebelum melakukan analisis hidrologi, terlebih dahulu menentukan stasiun hujan, data hujan, dan luas daerah tangkapan. Dalam analisis hidrologi akan membahas langkah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30 LS sampai 7 o BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Sungai Pelus merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o 21'31" LS dan 109 o 12'31"

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

ANALISA KETERSEDIAAN AIR ANALISA KETERSEDIAAN AIR 3.1 UMUM Maksud dari kuliah ini adalah untuk mengkaji kondisi hidrologi suatu Wilayah Sungai yang yang berada dalam sauatu wilayah studi khususnya menyangkut ketersediaan airnya.

Lebih terperinci

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh Colloqium Doqtum/Ujian Sarjana Teknik Sipil M. FAKHRU ROZI 09 0404

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara tata bahasa Indonesia rawa didefinisikan adalah lahan genangan air secara

TINJAUAN PUSTAKA. Secara tata bahasa Indonesia rawa didefinisikan adalah lahan genangan air secara II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rawa Secara tata bahasa Indonesia rawa didefinisikan adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv MOTTO...... vi ABSTRAK...... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR NOTASI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP :

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP : Disusun Oleh : NurCahyo Hairi Utomo NRP : 3111.030.061 Rheza Anggraino NRP : 3111.030.080 Dosen Pembimbing Ir. Saptarita NIP : 1953090719842001 LOKASI STUDI BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang 2. Rumusan

Lebih terperinci

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG Yohanes V.S. Mada 1 (yohanesmada@yahoo.com) Denik S. Krisnayanti (denik19@yahoo.com) I Made Udiana 3 (made_udiana@yahoo.com) ABSTRAK

Lebih terperinci

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI BATANG ASAI KABUPATEN SAROLANGUN

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI BATANG ASAI KABUPATEN SAROLANGUN Jurnal Talenta Sipil, Vol.1 No.1, Februari 2018 e-issn 2615-1634 PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI BATANG ASAI KABUPATEN SAROLANGUN Fransiska Febby N. P, Azwarman Program Studi Teknik Sipil Universitas Batanghari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II Oleh : Iswinarti Iswinarti59@gmail.com Program Studi Teknik Sipil Undar

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR PADA KECAMATAN MEDAN SELAYANG DAN KECAMATAN MEDAN SUNGGAL ( Studi Kasus : Jl. Jamin Ginting, Jl. Dr. Mansyur dan Jl. Gatot Subroto ) FITHRIYAH

Lebih terperinci

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Kriteria Desain Kriteria Desain Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan melihat kondisi sebenarnya dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stasiun Pengamat Hujan Untuk melakukan analisa ini digunakan data curah hujan harian maksimum untuk tiap stasiun pengamat hujan yang akan digunakan dalam analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya Pengembangan Daerah Rawa bertujuan antara lain untuk pengembangan wilayah dan meningkatkan hasil produksi pertanian terutama pangan, khususnya persawahan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam materi tugas akhir ini diperlukan data-data analisis. Untuk menghitung

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam materi tugas akhir ini diperlukan data-data analisis. Untuk menghitung BAB IV PEMBAHASAN Dalam materi tugas akhir ini diperlukan data-data analisis. Untuk menghitung potensi ketersediaan debit air dan untuk menghitung perkiraaan debit banjir rencana dan berdasarkan sejumlah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain :

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : PERENCANAAN SALURAN Perencanaan Pendahuluan. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : - Trase jalur saluran pada peta tata letak pendahuluan. - Ketinggian tanah pada jalar

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PENGARUH DEBIT AIR TEHADAP POLA TATA TANAM PADA BAKU SAWAH DI DAERAH IRIGASI KEBONAGUNG KABUPATEN SUMENEP Oleh : Cholilul Chahayati dan Sutrisno Dosen Fakultas Teknik Universitas Wiraraja (cholilul.unija@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DI WILAYAH KABUPATEN GARUT SELATAN Dedi Mulyono 1 Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut 44151 Indonesia Email : jurnal@sttgarut.ac.id

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HIDROLOGI

BAB III ANALISA HIDROLOGI BAB III ANALISA HIDROLOGI 3.1 Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan untuk analisa hidrologi adalah yang berpengaruh terhadap daerah irigasi atau daerah pengaliran Sungai Cimandiri adalah stasiun

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN EMBUNG UNTUK KEPERLUAN IRIGASI DI DAERAH BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN EMBUNG UNTUK KEPERLUAN IRIGASI DI DAERAH BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN EMBUNG UNTUK KEPERLUAN IRIGASI DI DAERAH BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Analisis Drainase Bandara Muara Bungo Jambi

Analisis Drainase Bandara Muara Bungo Jambi Analisis Drainase Bandara Muara Bungo Jambi Widarto Sutrisno Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Ito_tok@yahoo.com Abstrak Areal bandara Muara Bungo Jambi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Studi Daerah Irigasi Way Negara Ratu merupakan Daerah Irigasi kewenangan Provinsi Lampung yang dibangun pada tahun 1972 adapun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 12 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. TINJAUAN UMUM Irigasi adalah pemberian air secara buatan untuk memenuhi kebutuhan pertanian, air minum, industri dan kebutuhan rumah tangga. Sumber air yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1. Umum Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapontranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebuah fasilitas Bendung Irigasi akan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebuah fasilitas Bendung Irigasi akan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Mangge Asi, Dompu, Nusa Tenggara Barat, sebuah fasilitas Bendung Irigasi akan dikembangkan di daerah

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI 1) Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT Endang Andi Juhana 1, Sulwan Permana 2, Ida Farida 3 Jurnal Konstruksi

Lebih terperinci

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI RC14-1361 MODUL 1 TEKNIK IRIGASI PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN MAKSUD IRIGASI Irigasi: Berasal dari istilah Irrigatie (Bhs. Belanda) atau Irrigation (Bahasa Inggris) diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak 13 Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 1 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak TAHUN PERIODE JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER 25 I 11 46 38 72 188 116 144 16 217

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti BAB II DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III Bab III Metode Analisis METODE ANALISIS 3.1 Dasar-dasar Perencanaan Drainase Di dalam pemilihan teknologi drainase, sebaiknya menggunakan teknologi sederhana yang dapat di pertanggung jawabkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP.

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP. EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP. Cholilul Chayati,Andri Sulistriyono. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Wiraraja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi

TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR PADA DAERAH IRIGASI MEGANG TIKIP KABUPATEN MUSI RAWAS

ANALISIS KEBUTUHAN AIR PADA DAERAH IRIGASI MEGANG TIKIP KABUPATEN MUSI RAWAS ANALISIS KEBUTUHAN AIR PADA DAERAH IRIGASI MEGANG TIKIP KABUPATEN MUSI RAWAS Budi Yanto Jurusan Teknik Sipil. Universitas Musi Rawas Jl. Pembangunan Komplek Perkantoran Pemda, Musi Rawas Email: budi_yn87@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI)

SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI) SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI) Raja Fahmi Siregar 1, Novrianti 2 Raja Fahmi Siregar 1 Alumni Fakultas Teknik

Lebih terperinci