ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA SABANG PROVINSI ACEH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA SABANG PROVINSI ACEH"

Transkripsi

1 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA SABANG PROVINSI ACEH DESYAN RIA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Analisis Sektor Unggulan dan Arahan Pengembangan Wilayah Kota Sabang Provinsi Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2012 Desyan Ria NRP A

3 3 ABSTRACT DESYAN RIA. An Analysis Of Leading Sectors and Regional Development Direction Of Sabang City, Aceh Province. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and SETIA HADI. Sabang city is one of the districts/cities in Aceh province that has low Gross Regional Domestic Product (GRDP) and so far Sabang under developed, although it has a wide range of potential areas that can be developed. In order to enhance the regional development progress, one of the development policy and direction of regional development is to give attention to the leading sectors. The purpose of this study were: (1) To analyse the key sectors which can provide a multiplier effect for economic growth in the Sabang city (2) To analyse the hierarchy level of regional growth based on the facilities and infrastructure in the Sabang city (3) To review extent of spatial interaction that is capable supporting development of the area in Sabang city (4) To formulate policy directions of Sabang city development. The analysis techniques used in this study were the Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), Input-Output (I-0), Skalogram, Descriptive analysis, Analytical Hierarchy Process (AHP) and combination of Analytical Hierarchy Process (AHP) and SWOT (AWOT). The result showed that Sabang has a sector with a competitive advantage, linkages between sectors namely the processing industrial sector, the power sector and the wholesale and retai trade sectors. The direction of development policy for leading sector in the Sabang city is increasing linkages between sectors with other sectors that can provide added value so it can increase the role of leading sectors in regional economy. Decreasing rate of regional development caused by limited amount of economic infrastructure. Therefore, the direction of development in Sabang city is economic infrastructure needs to be developed so that citizen can be motivated to participate in various economic activities in Sabang city and finally can increase rate of development in the Sabang city. Keywords: leading sectors, regional economic development, Sabang city, sectoral linkages.

4 4 RINGKASAN DESYAN RIA. Analisis Sektor Unggulan dan Arahan Pengembangan Wilayah Kota Sabang Provinsi Aceh. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan SETIA HADI. Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik dan potensi yang dimiliki suatu daerah, khususnya sektor-sektor unggulan yang ada, merupakan hal penting dalam merumuskan strategi pembangunan yang akan dilakukan, dengan harapan agar competitive advantage tersebut dapat memberikan manfaat yang optimal bagi kemajuan suatu daerah. Kota Sabang memiliki potensi yang mampu dikembangkan dan berpeluang menjadi sektor unggulan daerah. Namun demikian, dengan keragaman potensi yang dimiliki tersebut pada tahun 2010 ukuran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) masih rendah dan sampai saat ini Kota Sabang belum berkembang. Melihat kondisi yang demikian, Pemerintah Daerah Kota Sabang perlu menentukan sektor yang diperkirakan bisa tumbuh cepat di wilayah tersebut. Dalam upaya meningkatkan pembangunan sektor-sektor unggulan ini sehingga mampu menjadi sektor yang strategis dalam pengembangan wilayah, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis sektor yang merupakan sektor unggulan dan mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi di Kota Sabang (2) menganalisis tingkat hirarki wilayah berdasarkan sarana dan prasarana wilayah yang ada di Kota Sabang (3) mengkaji interaksi spasial yang ada mampu mendukung pengembangan wilayah di Kota Sabang (4) merumuskan arahan kebijakan pembangunan Kota Sabang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-primer berupa data hasil survei lapangan dan data sekunder berupa informasi dan data dari literaturliteratur yang didapat dari instansi terkait seperti BPS, BAPPEDA, BPKS, Administrator Pelabuhan, perpustakaan dan lainnya. Teknik analisis yang digunakan adalah metode Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), Input-Output (I-O), Skalogram, Deskriptif, Analytical Hierarchy Process (AHP) dan AWOT. Hasil penelitian menunjukkan ada lima sektor yang memberikan sumbangan paling tinggi terhadap PDRB Kota Sabang Tahun 2010 berturut-turut adalah : sektor pemerintahan umum dan pertahanan (37,54 %), sektor bangunan (17,32 %), sektor perdagangan besar dan eceran (16,19 %), sektor industri pengolahan (4,59 %) dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya (4,24 %). Hasil analisis keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) menunjukkan lima sektor yang memiliki nilai DBL tertinggi yaitu: (1) industri pengolahan (2) listrik (3) restoran (4) air bersih dan (5) angkutan sungai, danau dan penyebrangan. Hasil analisis keterkaitan langsung kedepan atau Direct Forward Linkage (DFL) menunjukkan lima sektor yang memiliki nilai DFL tertinggi yaitu : (1) industri pengolahan (2) perdagangan besar dan eceran (3) listrik (4) bangunan dan (5) tanaman bahan makanan. Hasil analisis Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (DIBL), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan (DIFL), indeks daya penyebaran (IDP), indeks daya kepekaan

5 (IDK), serta multiplier effect menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh dengan hasil DBL dan DFL. Untuk identifikasi sektor unggulan di Kota Sabang ditentukan berdasarkan 5 (lima) kriteria yakni; (a) Sektor basis yang dianalisis dengan metode LQ >1, (b) Sektor yang mempunyai nilai SSA (differential shift ) positif, (c) Sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi, (d) Sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang relatif tinggi, dan (e) Sektor yang memiliki efek multiplier yang besar. Jika salah satu sektor mempunyai 3 (tiga) dari 5 (lima) kriteria yang diberikan, maka sektor tersebut dapat dikatakan sebagai sektor unggulan. Atas dasar kriteria sektor unggulan tersebut maka sektor unggulan di Kota Sabang adalah: sektor industri pengolahan, sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran. Pengembangan suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan. Hasil analisis skalogram menunjukkan tingkat hirarki wilayah sebagian besar desa di Kota Sabang tahun 2008 termasuk dalam hirarki II dan tahun 2011 termasuk dalam hirarki III. Hirarki I mempunyai indeks perkembangan (IP) > 37,721 ; hirarki II mempunyai IP antara 29,890 hingga 31,971 ; hirarki III mempunyai IP < 23,270. Hasil yang diperoleh menunjukkan untuk hirarki I mempunyai nilai IP > 37,888 ; hirarki II mempunyai IP antara 28,942 hingga 31,690 ; hirarki III mempunyai IP 26,970. Tahun 2008 ada 4 desa yang termasuk hirarki I yaitu: Desa Iboih, Aneuk Laot, Kuta Barat dan Kuta Ateuh sedangkan tahun 2011 jumlah desa berhirarki I mengalami penurunan menjadi 3 desa yaitu: Desa Balohan, Aneuk Laot dan Kuta Ateuh. Hirarki II merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan sedang, dapat ditunjukkan oleh sarana dan prasarana yang tersedia dalam jumlah lebih sedikit. Untuk tahun 2008 ada 8 desa yang termasuk hirarki II dan tahun 2011 hanya terdapat 6 desa. Hirarki III merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan rendah, jumlah sarana dan prasarana yang tersedia relatif sangat kurang. Ada 6 desa yang termasuk hirarki III tahun 2008 dan ada 9 desa untuk tahun Hasil analisis pergerakan barang aliran masuk dipelabuhan Sabang yang memiliki interaksi tinggi yang diimpor adalah antara Malaysia menuju Kota Sabang yaitu sebesar 610 ton dengan jenis barang gula, beras, tepung, dan bahan campuran lainnya. Pergerakan barang dalam Provinsi Aceh menuju Kota Sabang yang juga memiliki interaksi tinggi berasal dari Banda Aceh yaitu ton. Sementara pergerakan barang yang memiliki interaksi rendah yang mengimpor barang menuju Kota Sabang adalah Thailand sekitar 426 ton sedangkan dalam Provinsi Aceh menuju Kota Sabang juga memiliki interaksi rendah adalah Aceh Besar yaitu ton. Pergerakan barang aliran keluar dipelabuhan Sabang menunjukkan bahwa aliran barang yang memiliki interaksi tinggi adalah pergerakan barang yang diekspor yaitu komoditi perkebunan (kopra) dengan tujuan Thailand sebesar 77,5 ton. Sementara pergerakan barang aliran keluar yang memiliki interaksi rendah yaitu daerah Banda Aceh dan Aceh Besar yaitu masingmasing sebesar 0,02 ton. Tingkat aliran barang keluar yang rendah disebabkan karena diwilayah Sabang jumlah industri masih terbatas. Akibatnya, aliran barang 5

6 6 antara Kota Sabang dengan daerah lainnya sangat kecil. Aktivitas produksi hanya berorientasi pada masyarakat lokal dan kurang dipasarkan keluar daerah. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa untuk kriteria kebijakan pembangunan Kota Sabang urutannya adalah: (1) peningkatan kualitas SDM dengan skor 0,336, (2) sektor ekonomi dengan skor 0,329 pengurangan jumlah penduduk miskin dengan skor 0,191, (3) pengurangan jumlah penduduk miskin dengan skor 0,191 dan (4) penyerapan tenaga kerja dengan skor 0,144. Sasaran kebijakan pembangunan Kota Sabang urutannya adalah: (1) sektor sektor industri dan perdagangan dengan skor 0,406, (2) sektor jasa kepelabuhanan dengan skor 0,227. Penyerapan tenaga kerja (1) sektor perikanan dengan skor 0,243 dan (2) sektor pariwisata dengan skor 0,124. Sasaran peningkatan kualitas SDM adalah : (1) pendidikan dengan skor (0,310), (2) kesehatan dengan skor (0,217). Sasaran pengurangan jumlah penduduk miskin yaitu : (1) layanan kesehatan dengan skor 0,239, (2) layanan pendidikan dengan skor 0,233. Alternatif kebijakan pembangunan lebih memprioritaskan pengembangan masyarakat daripada pengembangan sektor unggulan. Berdasarkan hasil analisis dengan metode A WOT, disusun arahan pengembangan wilayah untuk strategi dan pengembangan sektor unggulan di Kota Sabang. Berdasarkan analisis matriks internal-eksternal (IE), strategi yang bisa dilakukan yaitu melalui strategi pertumbuhan dengan integrasi horizontal. Hasil analisis matriks space dapat mempertajam strategi yang akan dikembangkan, dimana strategi yang akan dikembangkan berada di Kuadran II yaitu melalui strategi diversifikasi. Oleh karena itu, strategi alternatif yang dikembangkan adalah strategi strategi ST (Strengths Treaths) yaitu, strategi untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki wilayah dengan cara menghindari ancaman. Tiga rumusan strategi utama yang dapat dikembangkan, yaitu : (1) Penguatan sistem pertahanan dan keamanan sehingga jumlah investor yang menanamkan modal usahanya semakin bertambah serta mengelola dan memanfaatkan potensi SDA yang ada dengan baik agar tidak dinikmati oleh wilayah lain, (2) Mengurangi kesenjangan sosial masyarakat dengan membuka lapangan pekerjaan karena belum berperannya secara optimal aktivitas perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang dan (3) Mengantisipasi terbatasnya modal usaha untuk pengembangan sektor industri pengolahan, sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran. Berdasarkan hasil seluruh analisis, maka arahan kebijakan pembangunan sektor unggulan di Kota Sabang meningkatkan keterkaitan antar sektor yang mampu memberikan nilai tambah sehingga perannya dalam perekonomian wilayah semakin besar. Penurunan tingkat perkembangan wilayah disebabkan oleh terbatasnya jumlah prasarana perekonomian. Oleh karena itu, arahan pengembangan wilayah di Kota Sabang perlu dikembangkan prasarana perekonomian guna mendorong masyarakat untuk mampu berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi yang akan berkembang di Kota Sabang dan juga pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang tepat guna diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kata kunci : sektor unggulan, pengembangan ekonomi wilayah, Kota Sabang, keterkaitan antar sektor.

7 7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumbernya. Pengutipan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 8 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA SABANG PROVINSI ACEH DESYAN RIA TESIS sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Widiatmaka, DAA 9

10 10

11 I presented this work to: My parents loved; Father H. Abdul Aziz and mother Atya Sakti Latief dear My brother Doddy Arnizka Aziz and Extended family who have provided support... 11

12 12 PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah dengan judul Analisis Sektor Unggulan dan Arahan Pengembangan Wilayah Kota Sabang Provinsi Aceh dapat diselesaikan. Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian Tesis ini. 2. Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji luar atas masukan dan sarannya dalam penyempurnaan Tesis ini. 3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. 4. Dr.Ir. Abu Bakar, M.Sc, Ir.Syamsidah Djuita, M.Si, Dr. Ir. Darmawan, M.Sc yang telah memotivasi dan merekomendasi penulis untuk dapat melanjutkan studi di IPB. 5. Imanda Surya Samudra, ST. M.Si, beserta staf jajarannya di Bapedda Kota Sabang. 6. Pemerintah Kota Sabang dan BPKS yang telah membantu dan memberikan informasi (data) kepada penulis yang berhubungan dengan Tesis ini. 7. Firdawaty Marasabessy teman terbaik yang telah membantu memberikan masukan yang berhubungan dengan Tesis ini, berbagi dalam suka dan duka, semoga persahabatan ini selalu abadi. 8. Rekan-rekan seperjuangan PWL kelas Reguler maupun Bappenas angkatan 2010 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini. Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada kedua orang tuaku H. Abdul Aziz dan Atya Sakti Latief, kakakku Doddy Arnizka Aziz dan Bunda Surya Nola Latief beserta seluruh keluarga mengiringi langkah dan perjuanganku dengan do a tulus ikhlas serta kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih. Bogor, Desember 2012 Desyan Ria

13 13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Beureuneun Kab. Pidie pada tanggal 16 Desember 1981 dari pasangan orang tua Bapak H. Abdul Aziz dan Ibu Atya Sakti Latief. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kota Banda Aceh. Tahun 2001 penulis melanjutkan ke Universitas Syiah Kuala melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis diterima di jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada Tahun Pada Tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah pascasarjana dan diterima pada program studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB dengan biaya sendiri.

14 14 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 6 Halaman II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Konsep Wilayah Dan Pengembangan Wilayah Sektor Unggulan Pengembangan Spasial dan Infrastruktur Penelitian Terdahulu III. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Lokasi Dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Location Quotient (LQ) Shift Share Analysis (SSA Analisis Input-Output Analisis Skalogram Analisis Deskriptif Interaksi Spasial Analysis Hierarchy Process (AHP) Analysis A WOT Analysis Faktor Strategi Internal dan Eksternal Analysis Matriks Internal-Eksternal (IE) Analysis Matriks Space Analysis SWOT IV. GAMBARAN UMUM KOTA SABANG Kondisi Fisik Geografi dan Administrasi Topografi Geologi dan Jenis Tanah Iklim Hidrologi Penggunaan Lahan iv vii x

15 ii Sosial dan Budaya Kependudukan Pendidikan Ketenagakerjaan Budaya Kelembagaan Perekonomian Pertanian Industri Perdagangan Kehutanan Kondisi Sarana dan Prasarana Pos dan Telekomunikasi Transportasi Transportasi Darat Transportasi Laut Transportasi Udara Listrik dan Air Bersih Kondisi Kepelabuhanan Kondisi Perikanan Kondisi Pariwisata V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelahaan Makro Sektor Unggulan di Kota Sabang Struktur Perekonomian Kota Sabang Tahun Keterkaitan Antar Sektor Keterkaitan Langsung ke Belakang dan Keterkaitan Langsung ke Depan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Daya Kepekaan Multiplier Effect Output Multiplier Total Value Added Multiplier Income Multiplier Value Added Tax Multiplier Hasil Sintesis Perekonomian Kota Sabang Secara Makro Penelahaan Mikro Tingkat Hirarki Wilayah Hasil Sintesis Perekonomian Kota Sabang Secara Mikro Interaksi Spasial Wilayah Kota Sabang Arahan Kebijakan Pengembangan Wilayah Kota Sabang Isu Sentral Kebijakan Pembangunan Kota Sabang

16 iii Kriteria Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Sasaran Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Alternatif Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Strategi Dasar Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Berbasis Sektor Unggulan Faktor Strategi Internal dan Eksternal Identifikasi Faktor Strategi Internal dan Eksternal Analisis Faktor Strategi Internal dan Eksternal Analisis Matriks Internal-Eksternal (Matriks IE) Analisis Matriks Space Analisis SWOT Arahan Pengembangan Wilayah di Kota Sabang VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

17 17 DAFTAR TABEL 1. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Sabang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Halaman 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan Sektor-Sektor Perekonomian Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 (25x25 sektor) Hasil Update Struktur Dasar Tabel Input-Output Variabel yang Digunakan Dalam Metode Skalogram Rincian Data Calon Responden AHP dan A WOT Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) Luas Kecamatan, Banyaknya Kelurahan, Lingkungan dan Kemukiman Menurut Kecamatan di Kota Sabang Tahun Keadaan Topografi Kota Sabang Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan, Arah Angin dan Kecepatan Angin di Kota Sabang Tahun Penggunaan Lahan di Kota Sabang Tahun Jumlah Kelurahan, Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Sabang Tahun Jumlah Sekolah SD, SLTP dan SLTA Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan di Kota Sabang Tahun Jumlah Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian dan Kecamatan di Kota Sabang Tahun Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Pertanian Tanaman Pangan Pada Masing-masing Kecamatan di Kota Sabang Tahun Populasi Ternak Pada Masing-masing Kecamatan di Kota Sabang Tahun Luas Area dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Pada Masing-masing Kecamatan di Kota Sabang Tahun

18 v Jumlah Nelayan, Rumah Tangga Perikanan Menurut Jenis Budidaya di Kota Sabang Tahun Jumlah Perusahaan Hasil Industri Menurut Jenis dan Jumlah Tenaga Kerja di Kota Sabang Tahun Jumlah Koperasi Unit Desa dan Non KUD di Kota Sabang Tahun Luas Kawasan Hutan Menurut Jenisnya di Kota Sabang Tahun Banyaknya Sarana Komunikasi di Kota Sabang Tahun Panjang Jalan Kota dan Provinsi Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi di Kota Sabang Tahun Jumlah Penumpang yang Menggunakan Transportasi Laut di Kota Sabang Tahun Nilai LQ Sektor Ekonomi Kota Sabang Hasil Analisis Shift Share Sektor Perekonomian di Kota Sabang Tahun PDRB Kota Sabang Tahun Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam jutaan rupiah) Persentase Sumbangan Sektoral Terhadap PDRB Kota Sabang Tahun 2010 Atas Dasar Harga Konstan Struktur Perekonomian Kota Sabang Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2010 (25x25 sektor) Total Output Tiap Sektor Berdasarkan Tabel I-O Kota Sabang Tahun Pengelompokan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun 2010 Berdasarkan Nilai IDP dan IDK Hasil Nilai LQ dan SSA Kota Sabang Nilai Multiplier Effect Kota Sabang Hirarki Desa di Kota Sabang Tahun 2008 dan 2011 Berdasarkan Nilai Indeks Perkembangan Pergerakan Barang Aliran Masuk dipelabuhan Sabang (ton) Tahun Pergerakan Barang Aliran Keluar dipelabuhan Sabang (ton) Tahun

19 vi IFAS Kebijakan Pembangunan Berdasarkan Sektor Unggulan dan Arahan Pengembangan Wilayah Kota Sabang EFAS Kebijakan Pembangunan Berdasarkan Sektor Unggulan dan Arahan Pengembangan Wilayah Kota Sabang

20 20 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia dan Teknologi Peranan Prasarana Wilayah dalam Meningkatkan Daya Saing Wilayah Kerangka Pemikiran Penelitian Peta Lokasi Penelitian Struktur Hirarkhi AHP Matriks Internal-Eksternal Matriks Space Matriks SWOT Kerangka Analisis Penelitian Peta Administrasi Kota Sabang Luas Wilayah PerKecamatan di Kota Sabang Peta Topografi Kota Sabang Peta Kepadatan Penduduk Kota Sabang Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Sabang Peta Sebaran Fasilitas Pendidikan Kota Sabang Pelabuhan Domestik/Nasional Kota Sabang Pelabuhan Hubungan International Kota Sabang Keterkaitan Langsung ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun Keterkaitan Langsung ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun Nilai Indeks Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun

21 viii Nilai Indeks Kepekaan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun Nilai Output Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun Nilai Total Value Added Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun Nilai Income Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun Nilai Value Added Tax Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun Proporsi Sektor-Sektor Terhadap PDRB dan Total Output Kota Sabang Tingkat Hirarki Wilayah Kota Sabang Hirarki Wilayah Kota Sabang Tahun Hirarki Wilayah Kota Sabang Tahun Hasil AHP dalam Penentuan Kriteria Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Hasil AHP dalam Penentuan Sasaran Sektor Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Hasil AHP dalam Penentuan Sasaran Peningkatan Kualitas SDM Dan Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Hasil AHP dalam Penentuan Alternatif Pengembangan Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Hasil Analisis AHP dalam Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Hasil Analisis Matriks Internal-Eksternal (Matriks IE) Hasil Analisis Matriks Space Hasil Analisis Matriks SWOT

22 x 22 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Shift Share Analysis (SSA) Untuk Provinsi Aceh dan Kota Sabang, PDRB Tahun 2007 dan 2010 Atas Dasar Harga Konstan Klasifikasi Sektor Tabel Input-Output Kota Sabang Tahun 2010 (dalam jutaan rupiah,25x25sektor) Tabel Input-Output Kota Sabang Tahun 2010 (dalam jutaan rupiah,25x25sektor) Koefisien Teknologi (Matriks A) Kota Sabang Tahun x25sektor Kebalikan Matriks Leontif (I-A) -1 Tabel Input-Output Kota Sabang Tahun 2010, 25x25sektor Kuesioner untuk Mendapatkan Data untuk Analisis AHP dari Responden Pemerintah, DPRD, Swasta, Akademisi dan LSM Kuesioner untuk Mendapatkan Data untuk Analisis A WOT (dalam Penentuan Strategi) dari Responden Pemerintah, DPRD BPKS,Swasta, Akademisi dan LSM Pembobotan Faktor Strategi Internal dan Eksternal Hasil AHP dalam Analisis A WOT dari Responden Akademisi, Pemerintah, DPRD, BPKS, Swasta dan LSM Penghitungan Rating Strategi Internal dan Eksternal dalam Analisis A WOT dari Responden Akademisi, Pemerintah, DPRD, BPKS, Swasta dan LSM

23 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik dan potensi yang dimiliki suatu daerah, khususnya sektor-sektor unggulan yang ada, merupakan hal yang penting dalam merumuskan strategi pembangunan yang akan dilakukan, dengan harapan agar competitive advantage tersebut dapat memberikan manfaat yang optimal bagi kemajuan suatu daerah. Kota Sabang merupakan salah satu daerah di Provinsi Aceh yang wilayahnya berbentuk kepulauan dan berada di wilayah paling barat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kota Sabang termasuk dalam konstelasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional/KESR, seperti AFTA (Asean Free Trade Area), IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle) dan Segitiga Pertumbuhan Saphula (Sabang Phuket Langkawi). KESR IMS-GT dan investasi secara langsung telah menciptakan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang pesat di wilayah Kota Sabang. Dalam masa krisis ekonomi, perekonomian Sabang mampu tumbuh dengan laju rata-rata >5 %/tahun. Dengan ditetapkannya Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (ditetapkan dengan UU No. 37 Tahun 2000) terbuka peluang untuk mempercepat pembangunan di Kota Sabang sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Indonesia Bagian Barat dan wilayah ASEAN khususnya untuk pengembangan sektor-sektor unggulan. Percepatan pembangunan Kota Sabang, didasarkan atas visi dari Kota Sabang yaitu : Menjadikan Kota Sabang sebagai salah satu simpul perniagaan dan pelabuhan terkemuka yang memiliki basis pengembangan perekonomian di sektor jasa kepelabuhanan, industri dan perdagangan, perikanan laut dan pariwisata bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat (PEMKOT Sabang dan BAPEKAPPEB Sabang, 2004). Dalam kebijaksanaan pembangunan Provinsi Aceh, Kota Sabang termasuk ke dalam wilayah pembangunan II yang merupakan bagian dari zona industri bersama-sama dengan Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Pidie, Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Timur. Kegiatan industri

24 2 2 ini diharapkan dapat berkembang sebagai akibat adanya rembesan dua kutub pertumbuhan industri yaitu Lhokseumawe dan Aceh Besar di Provinsi Aceh sendiri serta Kota Medan di Provinsi Sumatera Utara. Namun apabila hal ini dikaitkan secara khusus dengan Kota Sabang, secara teoritis rembesan yang mungkin terjadi dari adanya pergerakan dua kutub tersebut akan sangat kecil, mengingat Kota Sabang secara geografis terpisah dari Provinsi Aceh serta tidak berada dalam jalur poros Kota Banda Aceh Lhokseumawe Medan. Akan tetapi apabila dilihat secara regional dalam arti hubungan dengan negara lain, Kota Sabang sangat potensial terutama sebagai pintu gerbang strategis bagi arus investasi serta barang dan jasa dari luar negeri yang pada akhirnya dapat mendorong pengembangan wilayah Sumatera Bagian Utara dan khususnya Provinsi Aceh (PEMKOT Sabang, 2009). Anjloknya pertumbuhan ekonomi Kota Sabang pada tahun 1998 disebabkan pengaruh krisis ekonomi yang melanda Negara Indonesia dan krisis keamanan di Provinsi Aceh, yang merambah hampir keseluruh sektor ekonomi. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mencapai 7,32 persen, pada tahun 2008 menurun menjadi 4,40 persen, pada tahun 2009 naik menjadi 4,72 persen dan pada tahun 2010 kembali meningkat menjadi 5,21 persen. Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Kota Sabang sangat tergantung dari pertumbuhan masing-masing sektoralnya. Pada tahun 2010 sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan sebesar 1,46 persen dan 3,13 persen, sektor Industri pengolahan sebesar 0,79 persen, sektor listrik, gas dan air minum 7,16 persen, sektor konstruksi 13,33 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 4,39 persen, sektor angkutan dan komunikasi 7,83 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 3,94 persen, serta sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan 3,84 persen. Bila ditinjau pertumbuhan masing-masing sektor pada tahun 2010 dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi Tabel 1 (BPS dan BAPEDDA, 2010b). Kota Sabang memiliki potensi yang mampu dikembangkan dan berpeluang menjadi sektor unggulan daerah. Namun demikian, dengan keragaman potensi yang dimiliki tersebut pada tahun 2010 ukuran Produk Domestik Regional Bruto

25 3 (PDRB) masih rendah dan sampai saat ini Kota Sabang belum berkembang. Melihat kondisi yang demikian, Pemerintah Daerah Kota Sabang perlu menentukan sektor dan komoditi apa saja yang diperkirakan bisa tumbuh cepat di wilayah tersebut. Sektor dan komoditi tersebut haruslah yang merupakan sektor unggulan atau mempunyai prospek untuk dipasarkan ke luar wilayah atau diekspor di masa yang akan datang dan dapat dikembangkan secara maksimal. Sektor tersebut perlu didorong, dikembangkan, dan disinergikan dengan sektorsektor lain yang terkait. Menurut Tarigan (2004a), beberapa sektor dikatakan bersinergi apabila pertumbuhan salah satu sektor akan mendorong sektor lain untuk tumbuh. Begitu pula sebaliknya sehingga terdapat dampak pengganda yang cukup berarti, yang pada akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah. Tabel 1. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kota Sabang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Lapangan Usaha 2007* 2008* 2009* 2010** 1. Pertanian 2,13 0,10 1,11 1,46 2. Pertambangan dan Penggalian 6,18 (7,01) 2,81 3,13 3. Industri Pengolahan 2,48 2,40 2,10 0,79 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 8,18 7,18 5,85 7,16 5. Bangunan 12,14 8,59 10,42 13,33 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,07 5,79 6,32 4,39 7. Pengangkutan dan Komunikasi 3,78 1,93 3,72 7,83 8. Keuangan,Persewaan dan Jasa 3,30 1,18 3,56 3,94 Perusahaan 9. Jasa-Jasa 4,42 3,31 3,51 3,84 PDRB Kota Sabang 5,33 3,81 4,72 5,21 Keterangan * Angka yang diperbaiki ** Angka sementara Sumber : BPS dan BAPEDDA Kota Sabang (2011) Penentuan sektor unggulan yang tepat, yaitu sejalan dengan tujuan pembangunan dan karakteristik wilayah Kota Sabang menjadi suatu kebutuhan agar tidak terjadi diorientasi kebijakan dan program pembangunan serta mencegah berlangsungnya permasalahan dan kemubaziran sumberdaya yang sifatnya terbatas. (Dinc, et al. 2003) mengembangkan beberapa model untuk pengembangan keputusan dalam suatu daerah dengan mengintegrasikan model Shift Share Analysis, Input Output, dan AHP. Agar tidak terjadi aliran sumber

26 4 4 daya ke wilayah pusat pertumbuhan yang tidak disertai dengan aliran manfaat ke daerah-daerah sekitar, perlu adanya suatu strategi pengembangan antarwilayah berimbang yang dapat mengurangi kesenjangan antara daerah pusat pertumbuhan dengan daerah-daerah sekitarnya, dalam hal ini adalah pusat kota dan wilayah pesisir diluar kota di Kota Sabang. Strategi pengembangan potensi ekonomi daerah adalah dengan melakukan evaluasi terhadap kebijakan ekonomi dalam suatu wilayah (Moe, 1984). Merumuskan suatu kebijakan dapat dilakukan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan lokal (Umar, 2011). Salah satu aspek yang penting dilakukan dalam kebijakan adalah merumuskan masalah dan program pemecahan yang akan dilaksanakan. Terdapat 4 tahap yang penting dilakukan yaitu 1) pencarian masalah (problem search ), 2) pendefinisian masalah (problem definition), 3) spesifikasi masalah (problem specification), dan 4) pengenalan masalah (problem sensing) (Dunn, 2003). Berdasarkan kondisi dan alasan tersebut perlu dilakukan analisis sektor unggulan dan arahan pengembangan wilayah dalam pelaksanaan pembangunan khususnya yang dilakukan oleh Pemda dan akan menjadi kegiatan yang penting sebagai bagian dari proses pembelajaran (learning processs) dalam pelaksanaan pembangunan. 1.2 Perumusan Masalah Upaya dalam pembangunan dan pengembangannya bukanlah pekerjaan yang mudah, karena tantangan yang dihadapi pada saat ini dan ke depan tidaklah kecil. Perencanaannya secara menyeluruh dan keterpaduan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya merupakan tantangan besar yang terlebih dahulu harus dikerjakan. Untuk sektor-sektor yang berperan besar yang mempunyai pertumbuhan diatas pertumbuhan PDRB Kota Sabang (diatas 4,84 persen) adalah sektor listrik dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor bangunan/konstruksi. Sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan dibawah pertumbuhan PDRB Kota Sabang (dibawah 4,84 persen). Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa ada sektor-sektor yang tingkat

27 5 pertumbuhannya tinggi tetapi sektor tersebut kurang berpotensi artinya memberikan kontribusi yang kecil terhadap PDRB Kota Sabang, sehingga pertumbuhannya kurang mendorong pertumbuhan PDRB secara keseluruhan. Sebaliknya ada sektor-sektor yang cukup dominan namun mengalami pertumbuhan yang relatif kecil, maka keberadaanya tidak mempengaruhi pertumbuhan PDRB secara keseluruhan seperti pada sektor jasa-jasa merupakan sektor terbesar yang memberikan sumbangan terhadap PDRB Kota Sabang namun pertumbuhannya hanya sebesar 3,58 persen (BPS dan BAPEDDA, 2010a). Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Sabang Tahun , pembangunan yang terus berlangsung di Kota Sabang, khususnya pasca penetapan status Sabang sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, kendati belum terlihat perkembangan yang merata. Kondisi ini telah menyebabkan terjadinya disparitas wilayah, khususnya terkait dengan masih terkonsentrasinya beberapa aktifitas ekonomi pada pusat kota, sementara di wilayah pesisir atau luar kota belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Menyikapi hal ini, diarahkan kebijakan pada mendorong pemerataan pembangunan dengan percepatan pertumbuhan wilayah pesisir dan luar kota sesuai dengan karakteristik, potensi SDA, dan lokasi strategis dalam satu wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis. Oleh karena itu, issue dan tantangan pembangunan di Kota Sabang saat ini dengan adanya perubahan status tersebut belum ditunjang oleh prosedur perijinan investasi yang memadai, iklim investasi yang kondusif, sumberdaya manusia yang berkualitas serta kelengkapan infrastruktur wilayah untuk menunjang peran Kota Sabang sebagai bagian dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas serta mendorong produktivitas perekonomian wilayah. Perkembangan wilayah serta pertumbuhan perekonomian Kota Sabang tentunya tidak lepas dari adanya dukungan sumber daya dari daerah-daerah di sekitarnya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Namun sejauh mana kontribusi yang telah diberikan oleh daerah-daerah tersebut dapat memberikan imbal balik yang signifikan terhadap pertumbuhan dan

28 6 6 pengembangan daerah belakangnya, adalah perlu didukung dengan kebijakan pengembangan antarwilayah yang tepat. Oleh karena itu, pemda Kota Sabang perlu merumuskan kebijakan pembangunan yang lebih tepat, khususnya dengan lebih mengoptimalkan peran sektor-sektor unggulan yang dimiliki, agar dapat meningkatkan kemajuan dan perkembangan wilayah. Memperhatikan beberapa hal di atas, maka beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dikaji adalah : 1. Sektor apa yang merupakan sektor unggulan dan mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi di Kota Sabang. 2. Bagaimana tingkat hirarki wilayah berdasarkan sarana dan prasarana wilayah yang ada di Kota Sabang. 3. Sejauh mana interaksi spasial yang ada mampu mendukung pengembangan wilayah di Kota Sabang. 4. Bagaimana kebijakan pembangunan yang tepat dijalankan oleh Pemda setempat. 1.3 Tujuan Penelitian Dengan memperhatikan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis sektor yang merupakan sektor unggulan dan mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi di Kota Sabang. 2. Menganalisis tingkat hirarki wilayah berdasarkan sarana dan prasarana wilayah yang ada di Kota Sabang. 3. Mengkaji interaksi spasial yang ada mampu mendukung pengembangan wilayah di Kota Sabang. 4. Merumuskan arahan kebijakan pembangunan Kota Sabang. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada beberapa aspek yaitu: 1. Memberikan sumbangan pemikiran pada Pemda tentang strategi pembangunan yang perlu dijalankan. 2. Sebagai bahan pembelajaran (learning process) dan evaluasi dalam proses perumusan kebijakan pembangunan.

29 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Untuk memahami kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan, sangat bervariasi tergantung dari kompleksitas masalah dan tujuan yang ingin dicapai. Secara sederhana konsep perencanaan menurut Tarigan (2004b) adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkahlangkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya secara lebih lengkap Tarigan (2004b) memberikan pengertian bahwa perencanaan berarti mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang tidak dapat di kontrol (noncontrolable ) namun relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Sementara itu, menurut Friedman dalam Tarigan (2004b) perencanaan pada asasnya berkisar pada dua hal, pertama adalah penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan kongkret yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan, kedua adalah pilihan-pilihan diantara caracara alternatif yang efisien serta rasional guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pembangunan daerah adalah aspek ekonomi. Menurut Arsyad (1999) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan pembangunan ekonomi pada suatu daerah perlu dilakukan perencanaan yang matang. Arsyad (1999) berpendapat terdapat tiga implikasi pokok dari perencanaan pembangunan ekonomi daerah yaitu 1) perlunya pemahaman tentang hubungan antara daerah dengan lingkungannya (horisontal dan vertikal) dimana daerah tersebut merupakan bagian darinya, 2) perlu memahami bahwa sesuatu yang tampaknya baik secara nasional (makro) belum tentu baik untuk daerah, dan sebaliknya yang baik bagi daerah belum tentu baik secara nasional, dan 3) tersedianya perangkat kelembagaan untuk

30 8 8 pembangunan daerah seperti administrasi dan proses pengambilan keputusan. Perencanaan yang efektif harus bisa membedakan apa yang seyogyanya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan. Mengutip pendapat dari Blakely, Arsyad (1999) menyatakan bahwa dalam perencanaan pembangunan ekonomi terdapat enam tahap yaitu : 1) pengumpulan dan analisis data, 2) pemilihan strategi pembangunan daerah, 3) pemilihan proyekproyek pembangunan, 4) pembuatan rencana tindakan, 5) penentuan rincian proyek, dan 6) persiapan perencanaan secara keseluruhan dan implementasi. Sementara itu, menurut Jhingan (2000) perkembangan ekonomi dapat digunakan untuk menggambarkan faktor -faktor penentu yang mendasari pertumbuhan ekonomi seperti perubahan dalam teknik produksi, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga dimana perubahan tersebut dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi juga mengalami pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. 2.2 Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Sejalan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat, maka konsep perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan pendekatan wilayah. Menurut Rustiadi et.al (2006) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Menurut Undang- Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan diantara para ahli. Sebagaimana

31 9 dikemukakan oleh Alkadri (2002) bahwa sebagian ahli mendefinisikan wilayah dengan merujuk pada tipe-tipe wilayah, ada pula yang mengacu pada fungsinya, dan ada pula yang berdasarkan korelasi yang kuat diantara unsur -unsur (fisik dan non fisik) pembentuk suatu wilayah. Dengan demikian pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah, namun juga aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan. Berdasarkan fungsinya wilayah dibedakan atas tiga bentuk yaitu wilayah homogen, wilayah nodal, dan wilayah perencanaan. Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan perlu mengetahui tipe/jenis wilayahnya. Menurut Tukiyat (2002) secara umum terdapat lima tipe wilayah dalam suatu negara : 1. Wilayah yang telah maju. 2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi. 3. Wilayah sedang, yang dicirikan adanya pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik. 4. Wilayah yang kurang berkembang atau kurang maju, yang dicirikan adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda -tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pengembangan. 5. Wilayah tidak berkembang. Dengan mengetahui ciri suatu wilayah, maka dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dilakukan dalam pengembangan wilayah. Pada era otonomi daerah saat ini, salah satu konsep pengembangan wilayah yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, menurut Tukiyat (2002) konsep pengembangan ekonomi wilayah harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menggali potensi produk unggulan daerah. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2004b) perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk

32 10 10 perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Tata ruang wilayah merupakan landasan dan juga sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan pembangunan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor/pelaku pembangunannya adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut termasuk di dalamnya pemerintah daerah serta pihak-pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah tersebut. Paling tidak terdapat dua peran pemerintah daerah yang cukup penting dalam pembangunan wilayah yaitu sebagai pengatur atau pengendali (regulator) dan sebagai pemacu pembangunan (stimulator ). Dana yang dimiliki pemerintah dapat digunakan sebagai stimulan untuk mengarahkan investasi swasta atau masyarakat umum ke arah yang diinginkan oleh pemerintah. Salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan menurut Tarigan (2004) adalah pendekatan sektoral. Pendekatan sektoral dilakukan dengan mengelompokkan kegiatan pembangunan kedalam sektor-sektor. Selanjutnya masing-masing sektor dianalisis satu persatu untuk menetapkan apa yang dapat dikembangkan atau di tingkatkan dari sektor-sektor tersebut guna lebih mengembangkan wilayah. Menurut Tacoli (1998) bahwa konsep pembangunan dalam beberapa dekade terakhir ditujukan pada perubahan hubungan antara sektor pertanian dengan industri. Kebijakan pertumbuhan ekonomi mengikuti satu atau dua pendekatan, yaitu pertama investasi di sektor pertanian berpengaruh pada penyediaan kebutuhan sektor industri dan perkotaan, sedangkan pendekatan kedua berpendapat bahwa pertumbuhan industri dan perkotaan memerlukan sektor pertanian yang lebih modern. Strategi pembangunan dengan pusat pertumbuhan didasarkan pada asumsi bahwa pembangunan dimulai pada beberapa sektor yang dinamis dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda (multiplier effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas (Stohr 1981 dalam Mercado 2002). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi spasial ekonomi dan proses trickle down effect atau centre down dengan sendirinya akan terjadi

33 11 ketika kesejahteraan diperkotaan tercapai, dan akan turun ke kawasan hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarkhi perkotaan dan perusahaan-perusahaan besar. Secara simplistik, konsep pengembangan wilayah sendiri terbagi dua dan saling berseberangan. Dominasi pertama menyatakan bahwa dalam mengembangkan suatu wilayah harus berawal dari penentuan kebijakan yang berasal dari pusat (production centered development) dengan anggapan bahwa pengembangan wilayah tidak dapat dilakukan secara serentak melainkan harus melalui beberapa sektor unggulan yang kemudian akan menjalar kepada sektorsektor lainnya dan perekonomian secara keseluruhan. Dominasi kedua menekankan pembangunan desentralistik atau pembangunan yang berpusat kepada masyarakat (people centered development). Menurut Zen (1999) pengembangan wilayah adalah usaha mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam manusia dan teknologi dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri. Kesemuanya itu disebut memberdayakan masyarakat dapat ditampilkan seperti pada Gambar 1. Sumberdaya Manusia Lingkungan Hidup Pengembangan Wilayah Lingkungan Hidup Sumberdaya Alam Lingkungan Hidup Teknologi Gambar 1. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia dan Teknologi Fungsi utama dari aktivitas pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Saefulhakim dalam Suryawardana (2006), untuk mencapai

34 12 12 fungsi tersebut maka aktivitas-aktivitas dapat dilakukan pemerintah melalui: (1) regulasi, tata aturan, penegakan norma, dan pengawasan; (2) public facility provision, penyediaan fasilitas umum, artinya pemerintah sebagai koordinator pengadaan; dan (3) penentuan lokasi fasilitas umum yang tepat. Namun dalam pelaksanaannya, hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pemerintah adalah terbatasnya anggaran pemerintah dan arah dari alokasi pengeluaran pemerintah itu sendiri. Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah seharusnya mengarahkan pengeluarannya kepada sektor-sektor unggulan karena mempunyai nilai keterkaitan dan multiplier yang besar. Selain pemerintah, peran yang sangat diharapkan adalah dari investasi. Investasi yang mengarah kepada sektor unggulan juga akan meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian daerah. Kinerja pembangunan daerah dapat tercapai apabila penganggaran telah sesuai dengan tujuan daerah itu sendiri, antara lain kesejahteraan masyarakat,mengurangi kesenjangan wilayah, dan meningkatkan daya beli masyarakat (Suryawardana, 2006). 2.3 Sektor Unggulan Pendekatan sektoral dilakukan dengan menentukan sektor unggulan yang memiliki keterkaitan antar sektor yang kuat dalam menopang perekonomian suatu wilayah. Suatu sektor dikatakan sebagai sektor kunci atau sektor unggulan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif tinggi; (2) menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan final demand yang relatif tinggi pula; (3) mampu menghasilkan penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi; dan (4) mampu menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi (Arief, 1993). Menurut Mubyarto (1989), potensi-potensi unggulan ditentukan berdasarkan pada kriteria sebagai berikut: 1. Jumlah tenaga kerja dan sumber-sumberdaya lainnya yang digunakan atau bisa dipakai secara langsung maupun tidak langsung. 2. Kontribusi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pendapatan dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

35 13 3. Kesesuaian lahan dimana karakter lahan harus disesuaikan dengan karakteristik sektor tersebut dan ketersediaannya harus mampu menampung laju pertumbuhan sektor tersebut. Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa syarat suatu sektor layak dijadikan sebagai unggulan di dalam perekonomian daerah ialah memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pencapaian tujuan pembangunan perekonomian daerah serta mempunyai keterkaitan dengan sektorsektor lainnya baik kedepan dan kebelakang yang besar. Menurut Saefulhakim (2004) skala prioritas di dalam pembangunan diperlukan atas pemahaman bahwa (1) setiap sektor mempunyai sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan, sosial yang ada. Penentuan peranan sektor-sektor pembangunan dalam konsep pengembangan wilayah diharapkan dapat mewujudkan keserasian antar sektor dalam pemanfaatan ruang, mewujudkan keterkaitan antar sektor baik kedepan maupun ke belakang, dan proses pembangunan yang berjalan secara bertahap kearah yang lebih maju serta menghindari kebocoran dan kemubaziran sumberdaya (Anwar dan Hadi 1996). Salah satu aspek yang penting dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor unggulan daerah. Untuk menentukan suatu sektor merupakan unggulan bagi suatu daerah dapat dilihat dari berbagai sisi. Dalam penelitian ini, untuk menentukan sektor unggulan digunakan 5 (lima) kriteria yakni; (a) Sektor basis yang dianalisis dengan metode LQ >1, (b) Sektor yang mempunyai nilai SSA (differential shift ) positif, (c) Sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi, (d) Sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang relatif tinggi, dan (e) Sektor yang memiliki efek multiplier yang besar. Jika salah satu sektor mempunyai 3 (tiga) dari 5 (lima)

36 14 14 kriteria yang diberikan, maka sektor tersebut dapat dikatakan sebagai sektor unggulan. 2.4 Pengembangan Spasial dan Infrastruktur Pada dasarnya pengembangan spasial dalam kaitannya dengan pengembangan suatu wilayah dapat dibedakan menjadi dua antara lain adalah yang bersifat perluasan (expansion), yaitu pengembangan spasial dengan melakukan pergeseran ke arah luar dari pusat wilayah, dan yang bersifat penggabungan (consolidation), yaitu melakukan intensifikasi aktivitas sosial-ekonomi pengambilan keputusan spasial dari suatu pusat wilayah (Hilhorst 1985). Dalam kerangka pengembangan wilayah di dalam suatu kawasan, upaya pengembangan spasial perlu didukung dengan adanya pengembangan prasarana wilayah. Prasarana wilayah dalam pengembangan suatu wilayah seperti dikemukakan oleh Mukti (2002), harus dapat berfungsi secara sosial maupun ekonomi (internal dan eksternal) antara lain menyediakan pelayanan jasa kepada masyarakat, mendukung roda perekonomian wilayah, mempromosikan pertumbuhan ekonomi wilayah, menjaga kontinuitas produksi suatu wilayah, memperlancar distribusi barang dan jasa, meningkatkan aksesibilitas ke wilayah luar, mempromosikan perdagangan antarwilayah dan internasional, mempromosikan wilayah sebagai daerah tujuan investasi dan wisata, serta meningkatkan komunikasi dan informasi antarwilayah. Pengembangan prasarana wilayah (physical infrastructure) memegang peranan penting bagi tumbuhnya perekonomian suatu wilayah. Peran prasarana wilayah sangat mendukung dalam pengembangan komoditas ataupun sektor unggulan wilayah seperti dapat dilihat pada Gambar 2. Strategi pengembangan prasarana dalam mendukung pengembangan wilayah pada umumnya diturunkan dari visi dan misinya. Visinya yaitu tersedianya prasarana wilayah yang andal, efisien, adaptif, dan antisipatif dalam mendukung perekonomian wilayah, sedangkan misinya adalah mempromosikan untuk wilayah yang mulai berkembang, untuk daerah yang sudah berkembang adalah sebagai pendukung, dan untuk daerah yang terbelakang adalah membuka akses ke wilayah yang lebih luas (Mukti 2002). Kapasitas pelayanan infrastruktur secara sederhana dapat dilihat dan diukur dari jumlah sarana pelayanan, jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta

37 15 kualitas sarana pelayanan (Rustiadi et al. 2006). Semakin banyak jumlah dan jenis sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial ekonomi mencerminkan kapasitas wilayah yang tinggi, karena banyaknya jumlah sarana pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan berkorelasi kuat dengan jumah penduduk di suatu wilayah. Keunggulan Bersaing Wilayah Backward Komoditas/Sektor Unggulan Forward Keunggulan Bersaing Wilayah Gambar 2. Peranan Prasarana Wilayah Dalam Meningkatkan Daya Saing Wilayah 2.5 Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Syahidin (2006) tentang Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa untuk menentukan sektor - sektor unggulan dilakukan dengan menilai peranan masing- masing sektor terhadap kontribusi dalam PDRB, pertumbuhan masing - masing sektor dalam PDRB, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan sektor basis yang dilakukan dengan metode Location Quotient (LQ). Untuk mengetahui isu sentral kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil analisis menunjukkan perencanaan pada umumnya telah diarahkan pada peningkatan perkembangan sektor-sektor unggulan daerah, namun belum sepenuhnya diimbangi dengan implementasi kebijakan tersebut. Hal ini diindikasikan dengan masih terdapatnya korelasi yang lemah antara beberapa sektor yang berpotensi sebagai sektor unggulan daerah. Bahkan, sektor pertanian yang mempunyai kontribusi terbesar dalam PDRB mempunyai korelasi yang lemah dengan sektor unggulan yang lain. Strategi kebijakan yang perlu dilaksanakan dan diimplementasikan adalah mengembangkan industri-industri yang

38 16 16 berbasis pertanian dan membangun keunggulan lokal melalui perkuatan usaha kecil dan mikro, mengingat sebagian besar kegiatan industri di Kebumen adalah industri kecil dan rumah tangga. Desmawati (2008) melakukan penelitian dengan judul Identifikasi Sektor Unggulan dan Arahan Penerapannya untuk Peningkatan Kinerja Pembangunan Wilayah di Jawa Barat. Pendekatan analisis yang digunakan adalah Location Quotient, Shift Share Analysis, model input-output (9 sektor dan 86 sektor), laju pertumbuhan PDRB, kontribusi pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, Indeks Williamson, Indeks Gini (pendapatan dan penguasaan lahan), beberapa analisis indikator pembangunan manusia (IKM, IPM, IPJ, IDJ), analisis komponen utama (PCA), bagan pohon industri dan analisis spasial (SIG). Hasil analisis 9 sektor ekonomi menunjukkan bahwa sektor industri unggul dalam beberapa kriteria, yaitu tertinggi dari kontribusinya terhadap PDRB provinsi, sebagai sektor basis, memiliki kontribusi terbesar terhadap total output provinsi, terkuat dalam keterkaitan sektoralnya dan tertinggi dari angka pengganda pendapatan dan pengganda PDRB (setelah sektor bangunan). Namun ditemukan indikasi negatif bahwa keterkaitan yang kuat pada sektor industri hanya terjadi di dalam kelompok sektornya sendiri dan sangat lemah keterkaitannya dengan pertanian primer. Selain itu, sektor ini memiliki ketergantungan yang tinggi pada faktor eksternal (input impor dan modal asing). Meskipun demikian, tidak semua industri menunjukkan indikasi negatif tersebut. Analisis I-O 86 sektor dan bagan pohon industri memperlihatkan bahwa industri pertanian unggulan memiliki keterkaitan yang dekat dengan pertanian primer, lebih kompleks keterkaitan sektoralnya dan sangat rendah ketergantungannya pada faktor eksternal, selain keunggulan lainnya (dampak pengganda pendapatan/pdrb dan keterkaitan sektoral). Pengembangan sektor unggulan diarahkan untuk mengoptimalkan keterkaitan sektoral dan keterkaitan antar wilayah dari sektor unggulan tersebut di masing-masing lokasi pemusatannya. Pembangunan fasilitas urban dan pemberdayaan masyarakatnya menjadi suatu kebutuhan, agar setiap wilayah dengan kekuatan yang berimbang dan keunggulan basis sumberdaya yang berbeda, dapat saling memperkuat dan menjalin kerja sama tersebut. Untuk percepatan pembangunan, upaya pengembangan sektor unggulan dapat diterapkan dengan menyesuaikan karakteristik keunggulan suatu

39 17 sektor dengan permasalahan wilayah. Industri yang memiliki dampak pengganda pendapatan yang tinggi, dapat dikembangkan di pusat-pusat budidaya padi yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah, seperti Cianjur, Garut, Cirebon dan Indramayu. Sementara sektor yang unggul dalam penganda serapan tenaga kerja dapat diterapkan di wilayah-wilayah dengan tingkat kesejahteraan rendah dan pengangguran tinggi (Karawang). Penelitian lain yang dilakukan Sukatendel (2007) dengan judul Analisis Keterkaitan Alokasi Anggaran dan Sektor Unggulan Dalam Mengoptimalkan Kinerja Pembangunan Daerah di Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah analisis input-output, analisis kewilayahan, analisis kelembagaan alokasi anggaran dan pembuatan tema tematik. Hasil penelitian menunjukkan sektor unggulan di Kabupaten Bogor adalah industri pengolahan, perdagangan, bangunan dan pertanian tanaman pangan. Sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan lokasinya memusat di wilayah utara Bogor Bagian Tengah dan Bogor Bagian Timur. Sektor unggulan tanaman bahan makanan (pertanian) sebagian besar berlokasi di Bogor Bagian Barat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan anggaran pembangunan Kabupaten Bogor untuk sektor unggulan masih sangat kurang (tidak ada keterkaitan) kecuali untuk sektor bangunan. Namun untuk sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan sebenarnya tidak perlu didukung oleh anggaran pembangunan yang besar karena akan mengakibatkan semakin besarnya ketimpangan wilayah pembangunan di Kabupaten Bogor. Sedangkan sektor unggulan tanaman bahan makanan masih perlu di dukung oleh anggaran pembangunan yang besar agar sektor tersebut bisa semakin berkembang sehingga diharapkan dapat mengatasi ketimpangan wilayah pembangunan di Kabupaten Bogor. Dermoredjo (2001) penelitian yang dilakukan mengenai Penentuan Prioritas Sektor untuk Menyumbang Kebijaksanaan Fiskal di Provinsi Jawa Barat. Salah satu tujuan dari penelitian tersebut yang terkait dengan penelitian ini adalah pemanfaatan prioritas sektor terhadap perekonomian wilayah di Provinsi Jawa Barat. Metoda analisis yang digunakan adalah Analisis Input-Output dan analisis kinerja pembangunan untuk melihat keragaan pembangunan di Jawa Barat. Analisis I-O dilakukan dengan mengunakan Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat tahun

40 (publikasi pertama) dengan klasifikasi 76 x 76 sektor. Dalam analisis optimasinya, 76 sektor ini disederhanakan menjadi 31 sektor. Dari hasil penelitiannya, Dermoredjo menyatakan bahwa sektor yang dapat dijadikan penyangga struktur ekonomi Jawa Barat adalah sektor agroindustri dan sektor nonpertanian, khususnya industri nonpertanian bukan migas dan jasa. Hal tersebut karena sektor agroindustri merupakan sektor yang memiliki kaitan dan jasa memiliki kaitan ke depan murni terbesar. Penelitian Dermoredjo ini murni didasarkan pada koefisien keterkaitan sektor ekonomi hasil analisis input-output. Jika mengacu pada fakta akan tingginya ketergantungan industri nonpertanian terhadap faktor eksternal serta efek permasalahan yang ditimbulkannya di wilayah basis industri dan basis pertanian, maka keluarnya industri nonpertanian sebagai industri andalan menjadi hal yang perlu dipertanyakan dan perlu kajian lebih detil sebelum menjadikannya sebagai sektor penyangga ekonomi Jawa Barat. Dibutuhkan suatu kajian yang lebih detil untuk menentukan sektor unggulan Jawa Barat yang ditinjau dari berbagai aspek serta menelusuri sektor-sektor yang menerima dampak terbesar dari keterkaitan kuat sektor industri tersebut. Kajian input-output selama ini pada umumnya tidak menelusuri lebih dalam tentang hal ini. Tanpa penelurusan lebih detil, maka sektor-sektor yang paling besar mendapatkan dampak tersebut tidak akan pernah terungkap, sementara informasi ini sangat signifikan untuk ketepatan pemilihan sektor unggulan. Salah satu output lainnya yang dihasilkan dari penelitian Dermoredjo adalah sektor atau komoditas yang dapat diandalkan dalam pendapatan daerah, yaitu: (1) Bahan makanan lainnya, (2) Peternakan, (3) Perikanan laut, (4) Industri makanan, minuman dan tembakau, (5) Industri tekstil pakaian jadi dan kulit, (6) Industri logam dasar, (7) Industri barang dari logam mesin dan peralatannya, (8) Pertambangan dan penggalian dan (9) Pedagangan, hotel dan restoran. Kusumawati (2005) melakukan penelitian dengan judul Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis: Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah. Sektor dianalisis dengan menggunakan analisis input-output, analisis location quotient, dan analisis shift-share. Karakteristik tipologi wilayah dianalisis dengan analisis komponen utama, analisis kluster dan analisis diskriminan. Pola sebaran spasial

41 19 potensi sumber daya wilayah dengan menggunakan analisis spasial. Pola interaksi wilayah dilihat dengan mendeskripsikan pola berdasarkan data aliran barang antarzona wilayah di Kawasan Kedungsapur. Hasil analisis menunjukkan sektorsektor ekonomi yang mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi Kawasan Strategis Kedungsapur dan berpotensi untuk menjadi sektor unggulan wilayah adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau; sektor industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki; sektor industri barang dari kayu dan hasil hutan lain; sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; serta sektor restoran. Pemusatan aktivitas sektor unggulan di Kota Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Semarang. Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan potensi sumber daya wilayah yang ada di Kawasan Strategis Kedungsapur menunjukkan tiga kelompok tipologi. Pola sebaran spasial potensi sumber daya di Kawasan Kedungsapur, menunjukkan bahwa daerah-daerah yang termasuk dalam tipologi I sebagian besar adalah wilayah Kota Semarang dan Kota Salatiga, sedangkan daerah-daerah yang masuk dalam tipologi II sebagian besar adalah wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal, sementara tipologi III sebagian besar adalah wilayah Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan. Pola interaksi spasial yang ada di Kawasan Kedungsapur belum menunjukkan adanya keseimbangan interaksi antarwilayah dalam kawasan

42 20 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan pembangunan merupakan tahapan yang sangat penting dalam suatu proses pembangunan. Menurut Conyers dan Hills dalam Arsyad (1999) perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Kebijakan pembangunan, khususnya dibidang ekonomi, menurut Arsyad (1999) dapat dikelompokkan atas 4 (empat) kelompok yaitu: (1) strategi pengembangan fisik/lokalitas, (2) strategi pengembangan dunia usaha, (3) strategi pengembangan sumberdaya manusia, dan (4) strategi pengembangan masyarakat. Karakteristik potensi yang terdapat di Kota Sabang yang bersifat alami maupun buatan, merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kebijakan pembangunan suatu daerah. Dengan mengetahui potensi daerah Kota Sabang yang tercermin dalam sektor unggulan yang dimiliki dan keterpaduan antarsektor, maka kebijakan yang ditempuh dan implementasi yang diperoleh dapat sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu penentuan prioritas pembangunan wilayah selain didasarkan pada hasil analisis dalam menentukan sektor unggulan wilayah juga mempertimbangkan potensi sumber daya wilayah tersebut yang secara tidak langsung mencerminkan tingkat perkembangan daerah. Penentuan strategi pengembangan wilayah dapat dilakukan selain berdasarkan prioritas sektor unggulan daerah juga berdasarkan prioritas lokasi pengembangan. Adapun kerangka pemikiran penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di Kota Sabang yang merupakan bagian dari Provinsi Aceh, dengan pertimbangan bahwa Kota ini mempunyai karakteristik potensi yang beragam. Kota Sabang terletak pada 05⁰ ⁰54 28 Lintang Utara dan 95⁰ ⁰22 36 Bujur Timur, dengan luas 153 km 2 serta tinggi rata rata 28 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan selama enam

43 21 bulan, mulai April sampai dengan September Peta lokasi penelitian Kota Sabang disajikan dalam Gambar 4. Wilayah / Daerah KOTA SABANG Potensi Wilayah Daerah : SDA, SDM, SD Buatan, SD Lain Pemanfaatan Sumber Daya Sektor-Sektor Unggulan Keterpaduan Ekonomi Wilayah dan Perencanaan Wilayah Struktur Ekonomi Wilayah dan Keterkaitan Spasial Usulan Arahan Kebijakan Dasar Pengembangan Wilayah Kota Sabang Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian

44 22 22 Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Sabang, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), Administrator Pelabuhan dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuesioner kepada para responden. Responden yang dipilih untuk analisis AHP dan combinasi AHP dan SWOT (A WOT) terdiri dari unsur-unsur Pemda, DPRD, Swasta, akademisi dan LSM, dengan prinsip bahwa responden yang dipilih mempunyai pemahaman yang baik tentang perkembangan pembangunan di Kota Sabang.

45 Metode Analisis Data Unit analisis berupa 2 kecamatan di Kota Sabang yaitu kecamatan Sukajaya dan kecamatan Sukakarya (18 kelurahan). Jenis dan sumber data, dan teknik analisis untuk masing-masing tujuan penelitian tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan, Teknik Analisis Data dan Output yang Diharapkan No. Tujuan Jenis Data 1. Menganalisis sektor yang merupakan sektor unggulan dan mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi di Kota Sabang PDRB Kota Sabang Tahun , PDRB Provinsi Aceh Tahun , Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2006 Sumber Data BPS, BAPEDDA Teknik Analisis Data LQ dan Shift Share Analysis (SSA) I-O Output yang diharapkan Sektor Unggulan, Keterkaitan Antar Sektor dan Efek multiplier 2. Menganalisis tingkat hirarki wilayah berdasarkan sarana dan prasarana wilayah yang ada di Kota Sabang Podes Kota Sabang Tahun 2008 dan 2011 BPS, BAPEDDA Analisis Skalogram Hirarki Wilayah 3. Mengkaji interaksi spasial yang ada mampu mendukung pengembangan wilayah di Kota Sabang Deskriptif Admini strator Pelabuhan Deskriptif Hasil interaksi spasial 4. Merumuskan arahan kebijakan pembangunan Kota Sabang Wawancara (kuesioner) Hasil analisis AHP dan A WOT Arahan kebijakan perencanaan pengembangan wilayah

46 Location Quotient (LQ) Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis suatu aktivitas. Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. (Blakely 1994) secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola pola aktivitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Persamaan dari LQ ini adalah : LQ IJ = X X IJ. J / / X X I... dimana : LQ ij = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i X ij = Nilai aktivitas ke-j di wilayah ke-i X i. = Nilai total aktivitas di wilayah ke-i X.j = Nilai aktivitas ke-j di total wilayah X.. = Nilai total aktivitas di total wilayah Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah. Sebaliknya jika LQij > 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih besar dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah. Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah PDRB berdasarkan lapangan usaha Kota Sabang dan Provinsi Aceh tahun Hasil nilai LQ yang diperoleh akan dapat diketahui sektor-sektor perekonomian yang merupakan sektor basis bagi Kota Sabang pada level Provinsi Aceh Shift Share Analysis (SSA) Apabila metode LQ tidak dapat menjelaskan faktor-faktor penyebab perubahan, maka SSA dapat memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Shift share analysis (SSA) merupakan teknik analisis yang digunakan

47 25 untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal (local sector) di wilayah tersebut. Dasar utama dalam tools ini adalah menganalisis perubahan berbagai indikator-indikator kegiatan ekonomi, seperti pendapatan pada dua titik waktu. Oleh karena itu, data yang diperlukan adalah data PDRB pada dua titik tertentu dalam hal ini tahun 2007 dan Analisis dibagi dalam tiga komponen analisis yaitu komponen pertumbuhan regional, komponen pertumbuhan proporsional, dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah, sehingga besar perubahan pendapatan (indikator kegiatan ekonomi) sama dengan ketiga komponen tersebut. Persamaan analisis shift-share ini adalah sebagai berikut : X X ij( t1) ij( t 0) 1 = X.. ( t X.. ( t 1) 0) 1 + X X i.( t1) i.( t0) X.. ( t X.. ( t dimana : a : Komponen share b : Komponen proportional shift c : Komponen differential shift X.. : Nilai total aktifitas/sektor dalam total wilayah yang terjadi Xi. : Nilai aktifitas/sektor ke-i dalam total wilayah Xij : Nilai aktifitas/sektor ke-i dalam unit wilayah ke-j t1 : Titik tahun akhir t0 : Titik tahun awal Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa pergeseran nilai aktivitas ke-i dan wilayah ke-j dapat didekomposisi menjadi kontribusi dari komponen share + komponen proportional shift + komponen differential shift. Harapannya komponen differential shift memiliki nilai positif yang berarti kinerja aktivitas/sektor di level lokal memiliki potensi yang masih bisa dikembangkan, terlepas dari kontribusi yang disumbangkan oleh faktor-faktor eksternal (komponen share dan proportional shift). Ilustrasinya, apabila wilayah tersebut seolah-olah berdiri sendiri, tanpa komponen share dan proportional shift-pun, pertumbuhan masih bisa terjadi. Apabila komponen differential shift memiliki 1) 0) + X X ij( t1) ij( t0) X X i.( t1) i.( t0)

48 26 26 nilai negatif maka dinamika aktivitas/sektor yang terjadi bersifat semu karena lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (komponen share dan proportional shift). Ilustrasinya, apabila wilayah tersebut seolah-olah berdiri sendiri, tanpa komponen share dan proportional shift, wilayah tersebut akan mengalami kemunduran Analisis Input-Output Pendekatan analisis Input-Output merupakan kerangka komprehensif untuk menganalisis wilayah. Pendekatan ini mampu menggambarkan beragam sifat hubungan diantara sektor-sektor industri dengan komponen ekonomi lainnya (Isard, 1972). Penerapan kerangka Input-Output dalam perekonomian dikembangkan oleh Wasily Leontif pada tahun 1930-an. Model Input-Output merupakan salah satu peralatan analisis yang banyak digunakan dalam berbagai disiplin ilmu seperti ekonomi, geografi, regional science and engineering (Young, 2002). Selain itu menurut Bendavil-Val (1991) bahwa analisis Input-Output merupakan analisis yang memiliki kekuatan dalam mengidentifikasi aktivitas ekonomi regional serta keterkaitan diantaranya, yang dapat menawarkan kesempatan yang luas untuk meningkatkan pendapatan dalam suatu wilayah. Assidiqqi (2005), menganalisis sektor ekonomi yang memiliki struktur keterkaitan antar sektor yang kuat (sektor unggulan) di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Hasil analisis Input-Output tersebut dapat diidentifikasi enam sektor unggulan di Kota Batu yakni sektor industri, pariwisata (hotel dan restoran), bangunan, listrik dan air bersih, perdagangan dan pertanian. Mengingat adanya keterbatasan data Tabel Input-Output (I-O) untuk Kota Sabang, maka untuk mendapatkan Tabel I-O dalam penelitian ini dilakukan dengan metode non survey. Metode ini lebih efektif dan efisien dari segi biaya dan waktu, waalupun keakurasian data yang dihasilkan harus mempertimbangkan beberapa hal yang berpengaruh terhadap Tabel I-O yang dihasilkan (Vipriyanti 1996). Salah satu metode yang biasa dan banyak dipakai adalah metode RAS. Daryanto dan Hafizrianda (2010) menyebutkan bahwa metode RAS merupakan metode yang bertujuan untuk menaksir matriks koefisien teknologi (koefisien

49 27 input ) I-O yang baru berdasarkan matriks koefisien teknologi pada tahun sebelumnya dengan ditambahkan beberapa informasi mengenai total penjualan output antar sektor, total pembelian input antar sektor, dan total output secara keseluruhan. Metode RAS merupakan suatu metode untuk memperkirakan matriks koefisien input yang baru pada tahun t A(t) dengan menggunakan informasi koefisien input tahun dasar A(0), total permintaan antara tahun t, dan total input tahun t. Oleh karena itu matriks koefisien input untuk tahun proyeksi t diperkirakan dengan rumus A(t)= R A(0) S, dimana R dan S mewakili tingkat perubahan koefisien teknologi pada dua periode yang berbeda. Elemen matriks diagonal R mewakili efek substitusi teknologi yang diukur melalui penambahan jumlah permintaan antara tiap output sektor-sektor industri. Elemen matriks S menunjukkan efek perubahan jumlah input pada tiap sektor industri (efek pabrikasi). Estimasi matriks teknologi I-O dalam metode RAS menggunakan pendekatan optimasi yang dilakukan dengan cara meminimumkan selisih antara koefisien matriks teknologi pada tahun dasar dengan koefisien matriks teknologi yang diestimasi melalui proses iterasi. Proses yang dilakukan dibatasi dengan dua ketentuan yang berlaku pada tabel I-O, yaitu : 1. Jika koefisien matriks teknologi yang diestimasi dikalikan dengan output, kemudian dijumlahkan menurut kolom, maka jumlahnya harus sama dengan jumlah pembelian input antar sektor. 2. Jika hasil perkalian tadi dijumlahkan menurut baris, maka hasilnya harus sama dengan jumlah penjualan output antar sektor. Metode RAS yang digunakan untuk mendapatkan Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 dengan mengacu Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2006 menjadi Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2010 dengan 36 sektor perekonomian (36x36) yang diturunkan (di RAS) menjadi Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 dengan 25 sektor (25x25). Penurunan Tabel I-O Provinsi Aceh ke Tabel I-O Kota Sabang dilakukan dengan asumsi bahwa terdapat kemiripan struktur ekonomi antara Provinsi Aceh dan Kota Sabang. Sektor-sektor perekonomian dalam Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 dengan 25 sektor (25x25) (Tabel 3) merupakan hasil

50 28 28 agregasi dari sektor-sektor dalam Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2010 (36 sektor) yang disesuaikan dengan klasifikasi sektor (lapangan usaha) untuk penentuan PDRB. Tabel 3. Sektor-Sektor Perekonomian Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 (25x25 sektor) Hasil Update Kode Sektor Kode Sektor 1. Tanaman Bahan Makanan 14. Angkutan Jalan Raya 2. Tanaman Perkebunan 15. Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan 3. Peternakan dan Hasilhasilnya 16. Jasa Penunjang Angkutan 4. Perikanan 17. Komunikasi 5. Kehutanan 18. Bank 6. Pertambangan dan Penggalian 19. Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang Keuangan 7. Industri Pengolahan 20. Sewa Bangunan 8. Listrik 21. Jasa Perusahaan 9. Air Bersih 22. Pemerintahan Umum & Pertahanan 10. Bangunan 23. Sosial Kemasyarakatan 11. Perdagangan Besar dan 24. Hiburan dan Rekreasi Eceran 12. Hotel 25. Perorangan dan Rumahtangga 13. Restoran Pelaksanaan metode RAS dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel dan GAMS untuk melakukan optimasi matriks koefisien teknologi. Data-data yang dibutuhkan disini adalah Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2006; PDRB Provinsi Aceh Tahun 2010 dan PDRB Kota Sabang Tahun 2010 untuk mendapatkan nilai impor, final demand dan total PDRB. Tahapan metode RAS yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2006 diagrerasi menjadi Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun Selanjutnya dibuat matriks koefisien teknologi Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2010.

51 29 3. Dari data PDRB Kota Sabang Tahun 2010, dilakukan konversi data PDRB menjadi total input Kota Sabang Tahun 2010 berdasarkan proporsi data PDRB dan total input Provinsi Aceh Tahun Berdasarkan data-data yang sudah disiapkan, selanjutnya dengan metode RAS akan didapatkan Tabel I-O Kota Sabang Tahun Tabel 4. Struktur Dasar Tabel Input-Output Input Output Permintaan Internal Wilayah Permintaan Eksternal Permintaan Antara Permintaan Akhir Wilayah 1 2 j n C G I E Total Output 1 X 11 X 1j X 1n C 1 G 1 I 1 E 1 X 1 Input Internal Wilayah Input Antara Nilai Tambah 2 X 21 X 2j X 2n C 2 G 2 I 2 E 2 X 2 : i X ij C i G i I i E i X i : n X n1 X nj X nn C n G n I n E n X n W W 1 W j W n C W G W I W E W W T T 1 T j T n C T G T I T E T T S S 1 S j S n C S G S I S E S S Input Eksternal Wilayah M M 1 M n C M G M I M - M Total Input X 1 X j X n C G I E X Sumber : Rustiadi, et.al (2009) Keterangan : ij Xij Xi Xj Ci Gi Ii Ei : sektor ekonomi : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j : total output sektor i : total output sektor j; untuk sektor yang sama (i=j), total output sama dengan total input : permintaan konsumsi rumah tangga terhadap output sektor i : permintaan konsumsi (pengeluaran belanja rutin) pemerintah terhadap output sektor i : permintaan pembentukan modal tetap netto (investasi) dari output sektor i; output sektor i yang menjadi barang modal : ekspor barang dan jasa sektor i, output sektor i yang diekspor/dijual ke luar wilayah, permintaan wilayah eksternal terhadap output

52 30 30 Yi Wj Tj Sj Mj sektor i : total permintaan akhir terhadap output sektor i ( Yi=Ci+Gi+Ii+Ei) : pendapatan (upah dan gaji) rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j : pendapatan pemerintah (Pajak Tak Langsung) dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperoleh/dibeli dari luar wilayah Tabel I-O Kota Sabang yang dihasilkan, masih perlu dirinci lagi terutama pada bagian input primer yaitu nilai tambah bruto (NTB) menjadi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung. Pendetailan dilakukan dengan pendekatan secara proporsional dari Tabel I-O dasar (Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2010 ). Secara umum struktur dasar Tabel Input-Output ditunjukkan pada Tabel 4. Beberapa parameter teknis yang dapat diperoleh melalui analisis I-O adalah: 1. Keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) (Bj) yang menunjukkan efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung. α untuk mengukur secara relatif (perbandingan dengan sektor lainnya) terdapat ukuran normalized B * j yang merupakan rasio antara kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya. B n. B 1 n B B

53 31 Nilai B * j > 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam memenuhi turunan permintaan yang ditimbulkan oleh sektor ini. 2. Keterkaitan langsung kedepan (direct forward linkage) (Fi) yang menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor-sektor lain. α x Normalized Fi atau F * i dirumuskan sebagai berikut : Nilai F * i menunjukkan bahwa sektor i memiliki keterkaitan ke depan yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam suatu wilayah. 3. Keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (indirect backward linkage) (BL j ) yang menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor tertentu yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian. BL b dimana b ij adalah elemen-elemen matriks B atau (I A) -1 yang merupakan matriks Leontif. 4. Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung (indirect forward linkage) (FL i ), yaitu peranan suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian. FL 5. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran (backward linkages effect ratio) (α j ) yang menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor

54 32 32 dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian. 1 Besaran nilai α j dapat mempunyai nilai sama dengan 1; lebih besar dari 1 atau lebih kecil dari 1. Bila α j =1, hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran seluruh sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. 6. Indeks derajat kepekaan atau sering disebut derajat kepekaan saja (forward linkages effect ratio) menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian. Ukuran ini digunakan untuk melihat keterkaitan kedepan (forward linkage). 1 Nilai βi >1 menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor i lebih tinggi dari ratarata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi, dan sebaliknya αj <1 menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah dari rata-rata seluruh sektor ekonomi. 7. Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. a. Output multiplier, merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah. X = (I-A) -1.F d

55 33 b. Total value added multiplier atau PDRB multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB. Diasumsikan Nilai Tambah Bruto (NTB) atau PDRB berhubungan dengan output secara linier. V = X dimana V : matriks NTB : matriks diagonal koefisien NTB X : matriks output, X = (I-A) -1.F d c. Income multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah secara keseluruhan. W = ŵ X dimana W : matriks income ŵ : matriks diagonal koefisien income X : matriks output, X = (I-A) -1.F d Analisis Skalogram Salah satu cara untuk mengukur tingkat perkembangan atau hirarki suatu kawasan secara cepat dan mudah adalah menggunakan metode skalogram. Pada prinsipnya suatu wilayah berkembang secara ekonomi dicirikan oleh tingkat aksessibilitas masyarakat didalam pemanfaatan sumberdaya yang dapat digambarkan secara fisik maupun non fisik. Metode skalogram ini dipakai untuk menganalisis tingkat hirarki suatu wilayah. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki rangking tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan prioritas pengadaan sarana dan prasarana di setiap unit wilayah yang dianalisis dan tingkat hirarki wilayahnya. Data yang digunakan pada metode skalogram meliputi data umum kewilayahan, aksessibilitas ke pusat pelayanan, keadaan perekonomian wilayah

56 34 34 yang ditunjukkan dengan aktivitas masyarakat yang ada diwilayah tersebut, dan data tentang fasilitas umum yang meliputi data jumlah sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan jenis data penunjang lainnya. Variabel yang digunakan dalam metode skalogram dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Variabel yang Digunakan Dalam Metode Skalogram No. Variabel 1. Jarak tempuh dari kantor kepala desa (lurah) ke kantor camat 2. Jarak tempuh dari kantor kepala desa (lurah) ke kantor bupati/walikota 3. Jarak desa ke kecamatan 4. Waktu tempuh dari desa ke kecamatan 5. Jarak dari desa ke kabupaten 6. Waktu tempuh dari desa ke kabupaten 7. Jarak dari desa ke kabupaten terdekat 8. Waktu tempuh dari desa ke kabupaten terdekat 9. Jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk 10. Jumlah penduduk perempuan terhadap jumlah penduduk 11. Jumlah keluarga terhadap jumlah penduduk 12. Jumlah keluarga pertanian 13. Jumlah pelanggan listrik PLN 14. Jumlah industri kerajinan dari kayu 15. Jumlah industri kerajinan dari logam mulia dan bahan dari logam 16. Jumlah industri kerajinan dari anyaman/gerabah 17. Jumlah industri kerajinan lainnya 18. Jumlah yang menerima kartu ASKEMAS/ASKESDA 19. Jarak ke kantor pos terdekat 20. Jumlah industri makanan 21. Jumlah TK 22. Jumlah SD 23. Jumlah SLTP 24. Jumlah SMU/SMK 25. Jumlah PT 26. Jumlah RS umum 27. Jumlah Puskesmas/Poskesdes/Posyandu 28. Jumlah tempat praktek dokter 29. Jumlah apotik 30. Jumlah mini market 31. Jumlah restoran/rumah makan 32. Jumlah toko/warung kelontong 33. Jumlah hotel/penginapan 34. Jumlah bank umum (kantor pusat/cabang/capem) 35. Jumlah KUD 36. Jumlah koperasi simpan pinjam 37. Jumlah koperasi non KUD lainnya 38. Jumlah sarana ibadah

57 35 Selanjutnya masing-masing data atau variabel tersebut dilakukan pembobotan dan standarisasi. Struktur pusat pelayanan dalam suatu wilayah dapat dinilai berdasarkan indeks perkembangan wilayah tersebut. Masing-masing wilayah akan diurutkan hirarkinya berdasarkan akumulasi dari sarana yang ada di wilayah tersebut setelah dilakukan pembobotan dan standarisasi. Wilayah dengan tingkat hirarki yang terbesar merupakan wilayah yang memiliki ketersediaan sarana terlengkap, demikian seterusnya hingga urutan hirarki terkecil atau merupakan pusat pelayanan bagi wilayah yang hirarki wilayahnya lebih rendah. Urutan hirarki yang diperoleh kemudian dapat dikelompokkan lagi menurut selang hirarki. Nilai indeks perkembangan masing-masing desa selanjutnya dikelompokkan (clustering) untuk menentukan hirarki desa dengan tingkat perkembangan maju, sedang dan rendah. Penentuan pengelompokkan menggunakan selang hirarki berdasarkan nilai standar deviasi dan nilai rataan. Hirarki I (maju) adalah nilai rata-rata standar deviasi, hirarki II (sedang) adalah nilai yang berada diantara nilai hirarki I dan III, hirarki III (rendah) adalah nilai rata-rata + standar deviasi. Data yang digunakan adalah podes Kota Sabang tahun 2008 dan Analisis skalogram dilakukan dengan Microsoft Excel dan pemetaan hirarki wilayah dilakukan dengan menggunakan ArGIS Analisis Deskriptif Interaksi Spasial Analisis interaksi spasial mempelajari hubungan yang berupa pergerakan komoditi, barang-barang, orang, informasi, dan lainnya antara titik-titik dalam ruang. Analisis ini menekankan pada saling ketergantungan dari tempat dan area. Interaksi spasial semakin menurun karena jarak dengan asumsi kondisi lain sama (Saefulhakim 2004). Dalam penelitian ini untuk mengetahui interaksi spasial yang ada di Kota Sabang, dilakukan secara deskriptif berdasarkan data bongkar muat aliran barang baik aliran masuk maupun aliran keluar antarkabupaten/kota di wilayah Kota Sabang dalam provinsi Aceh dan juga data ekspor/impor pada tahun Dengan demikian dapat diketahui interaksi spasial berdasarkan pergerakan aliran barang di Kota Sabang.

58 Analysis Hierarchy Process (AHP) Untuk mengetahui arahan kebijakan pembangunan di Kota Sabang, dilakukan analisis dengan menggunakan metode Analysis Hierarchy Process (AHP). Untuk mendapatkan skoring yang diperlukan, dilakukan penyebaran kuesioner dan wawancara dengan berbagai unsur yakni Pemda, DPRD, BPKS, swasta, akademisi dan LSM. Tujuan utama yang ingin diperoleh dari metode AHP ini adalah ingin menjaring persepsi awal tentang prioritas utama yang perlu dilakukan dalam kebijakan pembangunan di Kota Sabang. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria responden adalah pihakpihak yang terlibat langsung atau minimal pernah terlibat dalam perumusan kebijakan pembangunan di Kota Sabang. Kriteria responden tersebut dimaksudkan agar jawaban yang diperoleh dapat mencerminkan kondisi yang lebih realistis dalam perumusan kebijakan pembangunan. Analisis AHP dilakukan dengan Microsoft Excel. Dalam analisis ini, langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP adalah (Saaty 1980) : 1. Mengidentifikasi/menetapkan masalah-masalah yang muncul. 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai. 3. Mengidentikasi kriteria-kriteria yang yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan. 4. Menetapkan struktur hierarchy. Menurut Saaty (1980) hirarkhi adalah suatu sistem yang tersusun dari beberapa level/tingkatan, dimana masing-masing tingkat mengandung beberapa unsur atau faktor. Hal yang dilakukan dalam suatu hirarkhi adalah mengukur pengaruh berbagai kriteria yang terdapat pada hirarkhi. Pada umumnnya masalah dasar yang muncul dalam penyusunan hirarkhi adalah menentukan level tertinggi dari berbagai interaksi yang terdapat pada berbagai level. 5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku / obyek yang berkaitan dengan masalah, nilai masing-masing faktor. 6. Membandingkan alternatif-alternatif (comparative judgement). 7. Menentukan faktor -faktor yang menjadi prioritas (Synthesis of priority ).

59 37 8. Menentukan urutan alternatif-alternatif dengan memperhatikan logical consistency. Tabel 6. Rincian Data Calon Responden AHP dan A WOT No. Asal Responden Jumlah (orang) 1. Unsur Pemerintah: a. Bapedda Kota Sabang 3 b. Bagian Perekonomian Setda Kota Sabang 1 c. Bagian Pembangunan Setda Kota Sabang 1 d. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Sabang 1 e. Dinas Kelautan dan Perikanan 1 f. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 1 g. DPRD 1 2. Unsur Non Pemerintah: Badan Pengusahaan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas 2 Kota Sabang (BPKS) 3. Unsur Akademisi: a. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan UNSYIAH 1 b. Tenaga Pengajar (dosen) Ekonomi Pembangunan 1 UNSYIAH 4. Unsur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM): a. Yayasan Peduli Sabang 1 b. Forum Rakyat Penyelamatan Negeri Aceh Sabang 1 (FORPENAS) 5. Unsur Swasta: Pengusaha yang bergerak dibidang pengolahan dan 1 pemasaran hasil industri Jumlah responden 16 Data yang dianalisis diperoleh dari hasil kuesioner terhadap para responden terpilih yang terdiri dari unsur -unsur Pemda, DPRD, Swasta, Akademisi, BPKS dan LSM (Tabel 6). Penyebaran kuesioner dilakukan pada saat penelitian. Skor yang diberikan oleh setiap responden bersifat subyektif, artinya sesuai dengan persepsi masing-masing responden terhadap kebijakan pembangunan di Kota Sabang. Nilai skor yang diperoleh dari hasil kuesioner tersebut dianalisis dengan bantuan program Microsoft Excel. Dengan memperhatikan tahapan-tahapan di atas, maka rancangan struktur hierarkhi AHP dalam penelitian ini seperti yang terlihat pada Gambar 5.

60 38 38 Level 1 Tujuan KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOTA SABANG Level 2 Kriteria Sektor Ekonomi Penyerapan TK Peningkatan Kualitas SDM Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Level 3 Sasaran Industri Dan Perdagangan Jasa Kepelabuhan an Perikanan Pariwisata Pendidikan Kesehatan Layanan Pendidikan Layanan Kesehatan Level 4 Alternatif Pengembangan Sektor Unggulan Pengembangan Masyarakat Gambar 5. Struktur Hirarkhi AHP

61 Analisis A WOT Merumuskan arahan kebijakan pembangunan di Kota Sabang berdasarkan sektor unggulan dalam kerangka pengembangan wilayah, dapat dianalisis dengan berbagai metode yang dikembangkan untuk menganalisis secara bersama-sama faktor internal dan eksternal kawasan. Analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT) adalah metode yang umum digunakan melalui pendekatan sistematis dalam mendukung situasi keputusan, namun metode SWOT masih memiliki beberapa titik kelemahan. SWOT tidak bisa menilai situasi pengambilan keputusan yang strategis komprehensif dan SWOT tidak menyediakan sarana analitis menentukan pentingnya faktor-faktor atau untuk menilai alternatif keputusan sesuai dengan faktor-faktor. Namun bila SWOT digunakan dengan benar akan bisa memberikan dasar yang baik dalam perumusan masalah. Menurut Leskinen et al. (2006) A WOT merupakan metode hibrid yang menggabungkan metode SWOT dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Dalam penelitian yang dilakukan, studi kasus di balai penelitian hutan di Finlandia. A WOT diterapkan untuk menganalisis perencanaan strategi dari balai penelitian hutan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan dari seluruh hutan dan organisasi itu sendiri. Osuna dan Aranda (2007) melakukan kombinasi antara SWOT dengan AHP untuk evaluasi akhir dari strategi dalam rencana pengembangan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan. Metode A WOT yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan AHP untuk menentukan pembobotan dalam analisis SWOT. Tujuannya adalah untuk mengurangi subyektivitas penilaian terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, baik menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT) dalam pengambilan suatu keputusan strategi. Pelaksanaan analisis A WOT melalui beberapa tahapan analisis, diawali dengan pengumpulan data melalui survey dan wawancara (kuesioner). Data yang didapat dikerucutkan dari semua jawaban responden, baik itu data internal (kekuatan dan kelemahan) maupun data eksternal (peluang dan ancaman). Data internal dan eksternal yang didapat dijadikan bahan untuk kuesioner kedua untuk mendapatkan bobot dan rating masing-masing faktor SWOT, dimana bobot didapat dari AHP. Selanjutnya dilakukan analisis faktor strategi internal (IFAS)

62 40 40 dan eksternal (EFAS), analisis matriks internal-eksternal (IE), analisis matriks space, dan tahap pengambilan keputusan dengan analisis SWOT Analysis Faktor Strategi Internal dan Eksternal Analisis faktor strategi internal dan eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam merumuskan kebijakan pembangunan di Kota Sabang. 1. Analisis Faktor Strategi Internal Analisis ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang menentukan strategi kebijakan pembangunan di Kota Sabang. Bagian dari analisis ini adalah membuat matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) yang ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) Faktor-Faktor Bobot Rating Skor Strategi Internal Kekuatan : dst Kelemahan dst Total 1,000 Sumber : Diadaptasi dari Rangkuti (2009) Langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut : a. Menyusun sebanyak 5 sampai dengan 10 faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 1 yang menentukan strategi kebijakan pembangunan di Kota Sabang. b. Memasukkan bobot masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 2 dari hasil AHP gabungan semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga nilai total bobot sama dengan satu. c. Pada kolom 3 dimasukkan rating (pengaruh) masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dengan memberi skala dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1

63 41 (sangat lemah). Nilai rating disini merupakan hasil pembulatan dari nilai ratarata dari semua responden. d. Kolom 4 diisi hasil kali bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. Hasilnya berupa skor yang nilainya bervariasi dari 4 sampai dengan 1. e. Jumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai total skor faktor internal. Nilai total skor digunakan dalam analisis matriks internal-ekternal (IE). 2. Analisis Faktor Strategi Eksternal Analisis Faktor Strategi Eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor peluang dan ancaman yang menentukan strategi kebijakan pembangunan di Kota Sabang. Analisis ini diawali dengan membuat matriks External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) yang ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) Faktor-Faktor Bobot Rating Skor Strategi Eksternal Peluang : dst Ancaman dst Total 1,000 Sumber : Diadaptasi dari Rangkuti (2009) Langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut : a. Memasukkan sebanyak 5 sampai dengan 10 faktor-faktor yang telah ditentukan terhadap peluang dan ancaman pada kolom 1 yang menentukan strategi kebijakan pembangunan di Kota Sabang. b. Pemberian bobot masing-masing faktor peluang dan ancaman pada kolom 2 dari hasil AHP gabungan semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga nilai total bobot sama dengan satu.

64 42 42 c. Pada kolom 3 dimasukkan rating (pengaruh) masing-masing faktor peluang dan ancaman dengan memberi skala dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating disini merupakan hasil pembulatan dari nilai ratarata dari semua responden. d. Kolom 4 merupakan hasil kali bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. Hasilnya berupa skor yang nilainya bervariasi dari 4 sampai dengan Analysis Matriks Internal Eksternal (IE) Model matriks internal eksternal (IE) digunakan untuk memposisikan strategi kebijakan pembangunan di Kota Sabang yang digunakan adalah total skor faktor internal dan total skor faktor eksternal. Matriks internal-eksternal tertera pada Gambar 6. Nilai Total Skor Faktor Strategi Internal Tinggi Rata-rata Lemah Tinggi 1 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi vertikal 2 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal 3 RETRENCHMENT Turn around Nilai Total Skor Faktor Strategi Eksternal 3 Sedang 2 Rendah 4 7 STABILITY Hati-hati GROWTH Diversifikasi Konsentrik 5 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal STABILITY Tidak ada perubahan profit strategi 8 GROWTH Diversifikasi konglomerat 1 Sumber : Diadaptasi dari Rangkuti (2009) Gambar 6. Matriks Internal-Eksternal 6 RETRENCHMENT 9 Captive Company atau Divestment RETRENCHMENT Bangkrut atau Likuidasi

65 43 Menurut Rangkuti (2009), matriks internal-eksternal dapat mengidentifikasi suatu strategi yang relevan berdasarkan sembilan sel matriks IE. Kesembilan sel tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam tiga strategi utama yaitu: 1. Growth strategy, adalah strategi yang didesain untuk pertumbuhan sendiri (1,2 dan 5) atau melalui diversifikasi (sel 7 dan 8). 2. Stability strategy, merupakan penerapan strategi yang dilakukan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 4). 3. Retrenchment strategy, adalah strategi dengan memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan Analysis Matriks Space Matriks Space berfungsi untuk mempertajam strategi yang akan diambil dalam kebijakan pembangunan di Kota Sabang. Menurut Rangkuti (2009), Matriks Space digunakan untuk mengetahui posisi dan arah perkembangan selanjutnya suatu perusahaan. Parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah selisih dari skor faktor internal (kekuatan - kelemahan) dan selisih dari skor faktor eksternal (peluang - ancaman). Marimin (2008) mengemukakan, posisi perusahaan dapat dikelompokkan kedalam empat kuadran, seperti ditunjukkan dalam Gambar 7, dimana: 1. Kuadran I, menandakan posisi sangat menguntungkan, dimana perusahaan memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan menerapkan strategi pertumbuhan yang agresif. 2. Kuadran II, menunjukkan perusahaan menghadapi berbagai ancaman, namun masih mempunyai kekuatan, sehingga strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan strategi diversifikasi. 3. Kuadran III, pada kuadran ini perusahaan mempunyai peluang yang sangat besar, disisi lain memiliki kelemahan internal. Menghadapi situasi ini perusahaan harus berusaha meminimalkan masalah-masalah internal untuk dapat merebut peluang pasar.

66 Kuadran IV, menunjukkan perusahaan berada pada situasi yang tidak menguntungkan, karena disamping menghadapi ancaman juga menghadapi kelemahan internal. Berbagai Peluang Kuadran III Strategi Turn-Around Kuadran I Strategi Agresif Kelemahan Internal Kekuatan Internal Kuadran IV Strategi Defensif Kuadran II Strategi Diversifikasi Berbagai Ancaman Gambar 7. Matriks Space Analysis SWOT Analisis SWOT digunakan untuk menentukan rencana dan strategi kebijakan pembangunan di Kota Sabang. Rangkuti (2009) mengemukakan, analisis SWOT dapat menunjukkan indikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalau berkaitan dengan mengembangkan misi, tujuan dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) sebagai analisis situasi dalam kondisi yang ada saat ini. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi (Marimin, 2008). Untuk

67 45 memperoleh gambaran secara jelas, disusun matriks SWOT seperti disajikan pada Gambar 8. Kerangka analisis penelitian tertera pada Gambar 9. Faktor Eksternal Faktor Internal Opportunities (O) Tentukan 5-10 faktorfaktor peluang eksternal Threaths (T) Tentukan 5-10 faktorfaktor ancaman eksternal Strenghts (S) Tentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal Strategi (S-O) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi (S-T) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Weaknesses (W) Tentukan 5-10 faktorfaktor kelemahan internal Strategi (W-O) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi (W-T) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman Gambar 8. Matriks SWOT Analisis ini menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif dari suatu strategi, yaitu : - Strategi SO : strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang sebesarbesarnya. - Strategi ST : strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang mungkin timbul. - Strategi WO : strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. - Strategi WT : strategi ini didasari pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

68 46 46 Wilayah/Daerah Kota Sabang Sektor Unggulan di Kota Sabang PDRB Kota Sabang dan Provinsi Aceh Tahun 2007 dan 2010 Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2006 Data PDRB Provinsi Aceh dan Kota Sabang Tahun 2010 Metode RAS Analisis LQ Analisis SSA Tabel I-O Kota Sabang Analisis Input Output Sektor Unggulan Keterkaitan Antar Sektor Multiplier Tingkat Hirarki Wilayah di Kota Sabang Data Podes Kota Sabang Tahun 2008 dan 2011 Analisis Skalogram Hirarki Wilayah Interaksi Spasial di Kota Sabang Data Bongkar Muat Barang/Ekspor Impor Tahun 2011 (masuk/keluar) Analisis Deskriptif Aliran Barang (masuk/keluar) di Kota Sabang Interaksi Tinggi Interaksi Rendah Hasil Interaksi Spasial Arahan Kebijakan Pembangunan Kota Sabang Persepsi Stakeholders Analisis AHP dan A WOT Arahan Kebijakan Perencanaan Pengembangan Wilayah Gambar 9. Kerangka Analisis Penelitian

69 47 IV. GAMBARAN UMUM KOTA SABANG 4.1 Kondisi Fisik Geografi dan Administrasi Kota Sabang terdiri dari lima buah pulau, yaitu: Pulau Weh sebagai pulau terbesar dan merupakan pusat ibukota, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, dan Pulau Rondo. Diantara ke lima pulau tersebut, Pulau Weh merupakan Pulau terbesar dengan luas wilayah 153 km 2. Dari segi administrasi pemerintahan Kota Sabang dibagi kedalam dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Sukakarya yang masing-masing terdiri dari 10 dan 8 kelurahan. Peta administrasi Kota Sabang dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Peta Administrasi Kota Sabang

70 48 Secara geografis Kota Sabang terletak di Pulau Weh yang berada di bagian paling barat Wilayah Negara Kesatuan Indonesia yang mempunyai posisi dan lokasi yang sangat strategis. Kota Sabang berbatasan dengan Selat Benggala di sebelah utara, Samudera Indonesia di sebelah selatan, Selat Malaka di sebelah timur dan Samudera Hindia di sebelah barat dan berada di jalur lalu lintas internasional baik laut maupun udara dimana telah memposisikan Sabang sebagai pintu gerbang masuknya arus investasi, perdagangan dan jasa dalam dan luar negeri. Kota Sabang terletak pada koordinat: 05⁰35 00 Lintang Utara 05⁰54 28 Lintang Utara dan 95⁰00 02 Bujur Timur 95⁰22 36 Bujur Timur. Kota Sabang memiliki luas wilayah 153 Km 2 atau hektar, dengan ketinggian rata-rata 28 meter di atas permukaan laut. Kota Sabang terdiri dari dua kecamatan yaitu Sukajaya dengan pusat pemerintahan di Balohan yang memiliki luas wilayah 80 Km 2 dan Kecamatan Sukakarya dengan pusat pemerintahan Sabang dengan luas wilayah 73 Km 2 (Gambar 11). Banyaknya kelurahan, lingkungan dan kemukiman masing-masing dirinci pada Tabel 9. Tabel 9. Luas Kecamatan, Jumlah Kelurahan, Lingkungan dan Kemukiman Menurut Kecamatan di Kota Sabang Tahun 2010 Kecamatan Luas/Area Jumlah (Km 2 ) Kelurahan Lingkungan Kemukiman Sukajaya Sukakarya Jumlah Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Luas Wilayah (Km 2 ) Sukajaya Sukakarya Gambar 11. Luas Wilayah PerKecamatan di Kota Sabang

71 Topografi Kondisi topografi Kota Sabang didominasi oleh perbukitan, yakni sekitar 65% dari luas kawasan keseluruhan. Secara geografis Sabang meliputi 3% daratan rendah, 10% daratan bergelombang, 35% berbukit, dan 52% berbukit sampai bergunung. Dalam rencana pengembangan Kota harus dicarikan berbagai alternatif untuk pemanfaatan lahan yang berbukit, misalnya untuk pertanian atau perkebunan. Wilayahnya memiliki alokasi penentuan yang juga bervariasi sehingga sangat cocok untuk pengembangan perikanan, industri dan pariwisata. Peta topografi Kota Sabang disajikan dalam Gambar 12. Gambar 12. Peta Topografi Kota Sabang

72 50 Kondisi daerah yang datar relatif terbatas, yaitu hanya di sekitar pantai. Kota Sabang memiliki kemiringan lereng yang cukup bervariasi, yaitu daerah Pulau Weh bagian barat dan di tengah-tengah pulau bagian timur merupakan daerah yang berbukit dan bergelombang dengan kemiringan lebih dari 15% ( Tabel 10). Keadaan topografi yang berbukit dan bervariasi ini menjadikan Sabang memiliki panorama alam yang sangat indah. Kondisi daerah yang datar relatif terbatas, yaitu hanya di sekitar pantai. Tabel 10. Keadaan Topografi Kota Sabang No. Keadaan Topografi Luas (Km 2 ) % 1. Datar 4, Landai 15, Miring 53, Terjal 79,56 52 Jumlah Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Geologi dan Jenis Tanah Kondisi geologi Kota Sabang secara umum terbagi menjadi 2 sub bagian dimana diantara 2 sub bagian tersebut kondisinya sangat berbeda, dan pada umumnya terbentuk dari hasil letusan gunung berapi yang terdiri dari tufa andesit. Jenis batuan ini mempunyai struktur yang tidak begitu stabil dan jika diberikan tekanan yang berlebih maka daya tahannya tidak begitu bagus. Bahkan jika diberikan tekanan sangat berlebih maka akan cepat terjadi perubahan struktur tanahnya. Formasi batuan Kota Sabang terdiri dari batuan vulkanis seluas 70% dari luas wilayah, batuan sedimen seluas 27% dan endapan aluvial 3%. Secara umum kondisi geologis ini mempengaruhi kondisi geohidrologinya. Selanjutnya, dasar laut di sekitar Kota Sabang pada umumnya berbentuk palung sehingga cocok digunakan untuk pelabuhan, khususnya pelabuhan besar karena dapat disinggahi jenis kapal tangker. Berdasarkan penilaian jenis tanah sampai tingkat sub-group, tanah yang ada di Kota Sabang terdiri dari satu jenis tanah yaitu jenis Latosol.

73 Iklim Secara umum iklim di Kota Sabang termasuk kedalam iklim tropis. Hal ini karena dipengaruhi oleh letaknya yang berada di sekitar garis khatulistiwa. Berdasarkan data curah hujan tahunan, kota Sabang dibagi menjadi dua wilayah/kawasan hujan, yaitu: (1) wilayah sekitar pantai, rata-rata curah hujan tahunan mm dengan jumlah hari hujan 139,7 hari dan, (2) wilayah berbukit sampai dengan bergunung diatas ketinggian 121 meter dari permukaan laut, ratarata curah hujan pertahun 2.534,19 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 137 hari. Perincian mengenai hujan dan angin lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan, Arah Angin dan Kecepatan Angin di Kota Sabang Tahun 2010 Bulan Curah Hujan Hari Hujan Kecepatan Angin Arah Angin (mm) (mm) (kt) Januari Timur 9 Februari 54,3 8 Timur 4 Maret 86,1 11 Timur 3 April 74,6 8 Barat Daya 7 Mei 51,2 10 Barat Daya 8 Juni 303,6 14 Barat Daya 10 Juli 155,5 9 Barat Daya 11 Agustus 80,9 8 Barat Daya 10 September 62,1 13 Barat Daya 8 Oktober 104,9 19 Barat Daya 10 November 299,1 18 Timur 7 Desember 207,8 7 Timur 5 Sumber : Stasiun Meteorologi Cot Ba u Sabang (2011) Menurut hasil pengukuran Stasiun Meteorologi Kota Sabang, curah hujan setiap bulan sangat bervariasi yaitu berkisar 51,2 303,6 mm. Intensitas curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni dan November masing-masing sebesar 303,6 mm dan 299,1 mm. Curah hujan yang terendah terjadi bulan Februari dan Mei sebesar 54,3 mm dan 51,2 mm. Jumlah hari hujan berkisar antara 7-19 hari

74 52 dengan rata-rata setiap bulan 11 hari hujan. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi bulan Januari, Maret, Juni, September dan November yang memiliki curah hujan di atas rata-rata. Jumlah hari hujan terendah terjadi pada bulan Desember sebanyak 7 hari hujan. Kebiasaan hujan di Kota Sabang disertai dengan angin kencang karena posisi Pulau Weh yang berada di antara Selat Malaka dan Samudera Indonesia. Kecepatan angin berkisar antara 3-11 knot setiap bulan. Kecepatan angin yang paling tinggi terjadi selama Juni Agustus dan Oktober yang memiliki kecepatan angin sebesar 19 knot. Arah angin lebih didominasi oleh angin dari barat daya yang terjadi sejak bulan April sampai dengan Oktober, sedangkan angin timur terjadi antara bulan November sampai dengan Maret. Arah angin ini hampir sama setiap tahunnya. Curah hujan tahunan Kota Sabang berjumlah di atas 2000 mm, dengan tingkat curah hujan sedikit terjadi perbedaan antara wilayah pantai dengan wilayah berbukit dan bergunung. Curah hujan yang relatif tinggi ini sangat dimungkinkan karena kondisi wilayah yang berbukit-bukit dengan tingkat kerapatan tumbuhan yang cukup tinggi. Suhu minimum berkisar 20⁰C dan maksimum 33⁰C dengan temperatur rata-ratanya adalah sekitar 26⁰C dengan temperatur maksimum 31⁰C dan temperatur minimum 20⁰C. Kelembaban udara Kota Sabang rata-rata 78,58% dengan kecepatan angin rata-rata 7 knots. Berdasarkan Klasifikasi Schmidt dan Fergusson, tipe curah hujan Kota Sabang termasuk kelas B (basah). Dengan kondisi iklim seperti ini, maka di Kota Sabang tidak terdapat kondisi iklim yang luar biasa (ekstrim). Hal ini akan mendukung perkembangan Kota Sabang, khususnya di bidang budidaya pertanian, pelabuhan dan industri Hidrologi Kota Sabang walaupun dikelilingi oleh lautan namun persediaan air bersih (tawar) untuk masyarakatnya tercukupi. Hal ini dikerenakan adanya sumbersumber air yang biasa dimanfaatkan yang berasal dari air tanah, air permukaan, dan mata air. Sumber-sumber mata air bersih tersebut antara lain: mata air Ule Kareung dan beberapa danau seperti Danau Aneuk Laot, Danau Paya Seunara,

75 53 53 Danau Paya Karieng, Danau Paya Peuteupen, dan Danau Paya Seumusi. Danau Aneuk Laot mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk menyuplai kebutuhan air bagi Kota Sabang. Ini dikarenakan danau tersebut mempunyai luas 3 km 2 dengan kapasitas 7 (tujuh) juta ton air, serta debit airnya mencapai 28 liter per detik. Potensi lainnya adalah akan dibangunnya Waduk Paya Seunara. Sekarang ini pengelolaan air minum di Kota Sabang dilakukan oleh dua perusahaan, masingmasing oleh PDAM dan PT. Pelabuhan Indonesia cabang Sabang. Kapasitas air minum dapat memenuhi kebutuhan penduduk, kebutuhan industri, dan kebutuhan air kapal-kapal Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kota Sabang sampai saat ini didominasi oleh pemanfaatan hutan, terutama hutan lindung dan produksi serta cagar alam. Sedangkan pemanfaatan lahan lain sangat bervariasi, seperti perkebunan, sawah, ladang dan perkelurahanan dengan luasan yang tidak terlalu besar. Penggunaan lahan untuk budidaya non pertanian relatif belum intensif/pesat (Tabel 12). Tabel 12. Penggunaan Lahan di Kota Sabang Tahun 2002 No. Penggunaan Lahan Luas (ha) % 1. Hutan 8.229,92 53,82 2. Perkebunan 2.317,29 15,15 3. Ladang 2.567,04 16,79 4. Sawah 59,02 0,39 5. Danau/kolam/rawa/tambak 189,69 1,24 6. Semak/padang rumput/lahan 944,28 6,18 7. Kawasan terbangun - perkelurahan 775,86 5,07 - fasos/fasum 21,60 0,14 - lainnya 0,86 0,01 8. Kawasan khusus - Pelabuhan 29,50 0,19 - Kotara 155,63 1,02 Jumlah , Sumber : RTRW Kota Sabang Selain pemanfaatan lahan, gambaran umum tentang penguasaan lahan juga diperlukan, mengingat pada kenyataannya, secara relatif bahwa penguasaan atas

76 54 lahan baik perorangan, kelompok atau badan hukum dengan berbagai jenis hak atas tanah, sangat mempengaruhi upaya implementasi dari rencana penataan ruang. 4.2 Sosial dan Budaya Kependudukan Kependudukan sangat berpengaruh dalam pembangunan karena penduduk sebagai pelaku sekaligus sasaran dari pembangunan yang sedang dilaksanakan. Jumlah penduduk di Kota Sabang pada tahun 2010 adalah sebesar jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, sehingga sex ratio jenis kelaminnya adalah sebesar 104. Jika dirinci menurut kecamatan, sebanyak jiwa tinggal dikecamatan Sukajaya dan sisanya jiwa tinggal di kecamatan Sukakarya (Tabel 13). Tabel 13. Jumlah Kelurahan, Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Sabang Tahun 2010 Kecamatan Kelurahan Rumah Tangga Penduduk Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin Sukajaya Sukakarya Tahun Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu 2009, penduduk Kota Sabang tahun 2010 bertambah sebesar 2,17 % dengan kepadatan penduduk sekitar 200 jiwa/km 2. Persebaran penduduk ini tidak merata setiap tahunnya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perubahan jumlah penduduk adalah kelahiran, kematian dan migrasi. Pada tahun 2010 di Kota Sabang terdapat 169 kelahiran dan kematian sebanyak 116 jiwa. Peta kepadatan penduduk Kota Sabang disajikan dalam Gambar 13.

77 55 55 Gambar 13. Peta Kepadatan Penduduk Kota Sabang Menurut Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Sabang, tahun 2010 ada sebanyak orang yang melakukan migrasi. Komposisi penduduk menurut umur kota Sabang termasuk dalam kategori penduduk muda karena persentase penduduk usia kurang dari 40 tahun lebih

78 56 banyak dibandingkann umur 40 tahun keatas. Distribusii jumlah penduduk menurut jenis kelamin disajikan pada Gambar ,600 15,400 15,200 15,000 14,800 14,600 14,400 14,200 14,000 15,600 15, , ,,664 15, ,551 laki-lakperempuan Gambar 14. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Sabang Pendidikan Berhasil tidaknya pembangunan suatu bangsaa banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduknya. Semakin maju pendidikan berarti akan membawaa berbagai pengaruh positif bagi masa depan berbagai pendidikan. Pada tahun 2010 di Kota Sabang terdapat 34 sekolah dasar (SD)/sederajat termasuk 1 sekolah dasar biasa (SDLB) yang menampung murid dengan guru sebanyak 432 orang. Untuk sekolah menengah pertama (SMP)/sederajat terdapat 11 sekolah yang menampung murid dengan guru sebanyak 256 orang dan 5 sekolah menengah atas (SMA)/sederajat yang menampung murid dengan 196 guru. Taman kanak-kanak (TK) ada sebanyak 12 sekolah dengan 664 murid, 48 guru dan 29 kelas (Tabel 14). Tabel 14. Jumlah Sekolah SD,SLTP dan SLTA Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan di Kota Sabang Tahun 2010 Kecamatan SD Negeri Swasta Sukajayaa Sukakarya Jumlah Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Jumlah Sekolah SLTP SMU SMK Ekonomi/Bisnis Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swastaa

79 57 57 Kemajuan bidang pendidikan yang dicapai suatu daerah juga dapat dilihat melalui minat baca penduduknya. Tercatat pada tahun 2010 sekitar orang yang mengunjungi perpustakaan dan orang diantaranya melakukan peminjaman buku. Selain melayani pembaca diperpustakaan umum, di Kota Sabang juga terdapat layanan perpustakaan keliling yang mengunjungi kelurahan, sekolah dan taman baca yang berlokasi di sekitar kawasan wisata Sabang Fair. Tidak hanya itu, perpustakaan umum kota Sabang juga memiliki fasilitas internet yang bisa diakses oleh pengunjung, dan pada tahun 2010 dan sebanyak 234 orang menggunakan layanan ini. Peta sebaran fasilitas pendidikan Kota Sabang disajikan dalam Gambar 15. Gambar 15. Peta Sebaran Fasilitas Pendidikan Kota Sabang

80 Ketenagakerjaan Komposisi distribusi penduduk menurut lapangan usaha/pekerjaan pada tahun 2010 yang bermata pencaharian kepala keluarga terbesar adalah tenaga pegawai yaitu kepala keluarga. Selanjutnya diikuti oleh tenaga perikanan yang terdiri dari kepala keluarga, sedangkan yang bermata pencaharian terkecil adalah dari tenaga jasa, yaitu hanya 273 kepala keluarga dari total kepala keluarga di Kota Sabang. Distribusi kepala keluarga menurut mata pencaharian di Kota Sabang dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian dan Kecamatan di Kota Sabang tahun 2010 Uraian Kecamatan Jumlah Sukajaya Sukakarya Pertanian Perikanan Buruh Perdagangan Jasa Angkutan Pegawai Lainnya Jumlah Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Budaya Dengan beraneka ragam suku sudah pasti budayanya beraneka ragam namun demikian yang lebih kuat mempengaruhinya adalah budaya Aceh. Adat istiadat merupakan pengaturan tata tertib masyarakat serta kebiasaan turun menurun masyarakat di Kota Sabang. Adat Istiadat yang berlaku sangat dipengaruhi nuansa Islam, dimana pihak laki-laki sebagai pemimpin (Patriachat). Pengaruh Budaya Aceh sangat kuat tertanam pada masyarakat, ini tak lain karena mayoritas masyarakatnya adalah Suku Aceh dan beragama Islam. Bahasa seharihari yang umumya digunakan bahasa Aceh dan bahasa Indonesia. Penerapan syariat islam di seluruh Provinsi Aceh, termasuk di dalamnya Kota Sabang memberikan nuansa keagamaan yang cukup kental dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dengan adanya penerapan syariat islam tersebut bukan

81 59 59 suatu hambatan khususnya untuk sektor pariwisata, bahkan dipandang sebagai suatu ciri khas dan keunikan tersendiri bagi kepariwisataan di Kota Sabang Kelembagaan Berdasarkan UU No 22 tahun 1999, penyelenggaraan pemerintahan Kota Sabang berada dibawah tanggung jawab Walikota. Walikota sebagai Kepala Wilayah merupakan penguasa tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya, artinya memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang. Sebagai pimpinan penyelenggaraan pemerintahan daerah Kota Sabang, maka Walikota Sabang bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Menteri Dalam Negeri. Walikota memimpin seluruh perangkat pemerintahan daerahnya. Dengan demikian Walikota Sabang dalam kedudukan selaku unsur Pemerintah Daerah mempunyai tugas menetapkan landasan kebijakan umum bersama DPRD, serta menyelenggarakan segala urusan pemerintahan Kota. Disisi lain, wilayah Kota Sabang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 2 tahun 2000, yang selanjutnya ditetapkan menjadi Undang-undang No 37 tahun 2000, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai. Dari ketentuan diatas, analisis aspek kelembagaan pemerintahan Kota Sabang akan mengacu pada kedua ketentuan yaitu mengacu pada UU No 22 tahun 1999 yang menjadikan dasar desentralisasi wilayah Kota Sabang dan UU No 37 tahun 2000 sebagai dasar terbentuk kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang. 4.3 Perekonomian Laju pertumbuhan ekonomi Kota Sabang pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mencapai 7,32 persen, pada tahun 2008 menurun menjadi 4,40 persen, pada tahun 2009 naik menjadi 4,72 persen dan pada tahun 2010 kembali meningkat menjadi 5,21 persen. Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Kota

82 60 Sabang sangat tergantung dari pertumbuhan masing-masing sektor. Pada tahun 2010 sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan sebesar 1,46 persen dan 3,13 persen, sektor industri pengolahan sebesar 0,79 persen, sektor listrik, gas dan air minum 7,16 persen, sektor konstruksi 13,33 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 4,39 persen, sektor angkutan dan komunikasi 7,83 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 3,94 persen, serta sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan 3,84 persen. Bila ditinjau pertumbuhan masing-masing sektor pada tahun 2010 dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Seiring dengan penetapan kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang, dalam strategi pengembangannya telah ditetapkan adanya sektor prioritas dan sektor andalan. Kota Sabang yang merupakan bagian penting kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang memiliki sektor prioritas yang diarahkan untuk memberikan kontribusi langsung dalam menarik investasi berdasarkan peluang dan potensi investasi yang ada sementara sektor andalan lebih dititikberatkan pada perwujudan lembaga pengusahaan dan penyediaan infrastruktur kawasan yang berskala internasional. Empat sektor prioritas yang dikembangkan dan membutuhkan investasi yang besar adalah jasa kepelabuhanan, industri/perdagangan, pariwisata dan perikanan Pertanian Sektor pertanian, dapat dikatakan secara umum mengalami peningkatan yang signifikan dimana luas panen serta produksi yang terjadi mengalami peningkatan. Pembangunan sektor pertanian mencakup subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Dari keseluruhan luas wilayah Sabang, 6.377,48 hektar diantaranya berupa kawasan hutan, 5.780,28 hektar berupa sawah, ladang dan perkebunan, sisanya 67 hektar adalah rawa dan tambak serta pemukiman seluas 1.053,5 hektar. Komoditas pertanian Kota Sabang cukup beragam. Dari subsektor tanaman bahan makanan yang paling menonjol adalah tanaman buah-buahan, disusul oleh

83 61 61 tanaman palawija, kemudian tanaman sayur-sayuran. Padi yang merupakan makanan pokok tidak lagi ditanam di Sabang, karena memang keadaan tanah yang tidak mendukung untuk pertumbuhannya (Tabel 16). Tabel 16. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Pertanian Tanaman Pangan Pada Masing-masing Kecamatan di Kota Sabang Tahun 2010 Kecamatan Jenis Tanaman Luas Tanam Luas Panen Produksi (ha) (ha) (ton) Sukajaya Padi Sayur-sayuran Palawija Buah-buahan 134,595 52, ,317 Sukakarya Padi Sayur-sayuran Palawija Buah-buahan Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Pada subsektor peternakan, yang terlihat menonjol adalah peternakan ayam, baik ayam ras sebanyak 108,320 ekor dan ayam buras sebanyak ekor, sedangkan ternak besar ada sebanyak ekor kambing, ekor sapi dan 94 ekor kerbau (Tabel 17). Tabel 17. Populasi Ternak Pada Masing-masing Kecamatan di Kota Sabang Tahun 2010 Kecamatan Jenis Ternak Populasi Sukajaya Ayam Buras Ayam Ras Itik 630 Kerbau 83 Sapi 737 Kambing Sukakarya Ayam Buras Ayam Ras Itik 250 Kerbau 11 Sapi Kambing Sumber : BPS Kota Sabang (2011)

84 62 Sub sektor perkebunan di Kota Sabang secara keseluruhan mengalami peningkatan namun untuk komoditi tertentu mengalami penurunan. Menurut hasil produksinya, subsektor perkebunan yang paling menonjol adalah kelapa (lokal maupun hibrida), disusul oleh kakao (Tabel 18). Tabel 18. Luas Area dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Pada Masing-masing Kecamatan di Kota Sabang Tahun 2010 Kecamatan Jenis Tanaman Luas Tanam (ha) TBM TM TRM Produksi (ton) Sukajaya Cengkeh ,25 Kelapa ,6 Kelapa Hibrida ,50 Kakao Kemiri Randu Pinang ,78 Sukakarya Cengkeh Kelapa ,4 Kelapa Hibrida ,80 Kakao Kemiri Randu Pinang ,28 Keterangan : TBM : Tanaman Belum Menghasilkan, TM : Tanaman Menghasilkan, TRM : Tanaman Rusak Mati Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Untuk subsektor perikanan, di Kota Sabang pada tahun 2010 terdapat 109 rumah tangga yang mengusahakan budidaya perikanan dan sebanyak orang yang berprofesi sebagai nelayan (Tabel 19). Dari sekian banyak nelayan di Kota Sabang, kepemilikan perahu motor hanya sebanyak 301 buah, 107 buah perahu motor tempel dan 78 buah perahu tanpa motor.

85 63 63 Tabel 19. Jumlah Nelayan, Rumah Tangga Perikanan Menurut Jenis Budidaya di Kota Sabang Tahun 2010 Kecamatan Nelayan Rumah Tangga Jenis Budidaya Tambak Kolam Keramba Jaring Apung Sukajaya Sukakarya Jumlah Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Industri Penetapan sektor industri sebagai salah satu sektor unggulan dalam upaya percepatan pengembangan Kota Sabang sebenarnya cukup beralasan. Berdasarkan data yang ada, sektor industri pada tahun 2010 memberikan kontribusi sebesar 20% terhadap PDRB Kota Sabang dengan industri kecil sebagai komponen terbesarnya. Namun dengan penentuan kebijakan insentif/disinsentif yang baik, sektor ini diharapkan mampu mempercepat dinamika perekonomian lokal yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, adanya kebijakan yang menetapkan Kota Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, tentunya akan memberikan keuntungan dan peluang yang lebih besar untuk pengembangan sektor ini. Tabel 20. Jumlah Perusahaan Hasil Industri Menurut Jenis dan Jumlah Tenaga Kerja di Kota Sabang Tahun 2010 Klasifikasi Industri Jumlah Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan Industri Logam, Mesin dan Kimia Industri Kecil : a. Formal b. Non Formal Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Sektor industri merupakan salah satu penopang kegiatan ekonomi masyarakat Sabang. Sebanyak 230 unit industri hasil pertanian dan kehutanan

86 64 tersebar diseluruh Sabang yang menyerap 434 orang tenaga kerja, dan 42 unit industri logam, mesin dan bahan kimia yang menyerap 166 tenaga kerja pada tahun 2010 (Tabel 20) Perdagangan Selain daerah dengan potensi wisata yang besar, Kota Sabang juga merupakan daerah pelabuhan bebas. Dengan adanya status tersebut, maka banyak barang impor yang masuk di kawasan Sabang tanpa harus membayar bea masuk. Barang yang diimpor antara lain mobil, motor, keramik, gula pasir dan mainan anak. Ekspor yang melalui pelabuhan di Sabang tahun 2010 tercatat hanya kelapa dengan tujuan ekspor ke Thailand. Pada tahun 2010, perusahaan yang mempunyai Surat Izin Perdagangan (SIUP) mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang semulanya 120 perusahaan menjadi 103 perusahaan. Untuk perdagangan bahan bakar minyak (BBM) penyaluran bensin kepada konsumen di Kota Sabang mencapai 3.913,933 liter, minyak tanah mencapai 1.363,700 liter dan solar mencapai 9.647,545 liter. Pada subsektor koperasi perputaran dana, ada sebanyak 94 koperasi yang aktif di Kota Sabang dengan jumlah anggota mencapai orang dan jumlah perputaran dana lebih dari 2 milyar rupiah (Tabel 21). Tabel 21. Jumlah Koperasi Unit Desa dan Non KUD di Kota Sabang Tahun 2010 Kecamatan Jumlah Koperasi Jumlah Anggota Simpanan (Rp) Cadangan (Rp) Sukajaya KUD Non KUD Sukakarya KUD Non KUD Sumber : BPS Kota Sabang (2011) 4.4 Kehutanan Keberadaan sumber daya hutan dan ekosistemnya di Kota Sabang sangat mempengaruhi jalanya aktifitas masyarakat baik sebagai penyangga, dan

87 65 65 pencegah dari bencana tanah longsor, erosi dan banjir. Kota Sabang memiliki potensi hutan yang cukup besar, yaitu kawasan hutan lindung mencapai ha. Selain hutan lindung, Kota Sabang juga memiliki hutan wisata yang luasnya ha, taman laut ha, dan hutan cadangan ha (Tabel 22). Tabel 22. Luas Kawasan Hutan Menurut Jenisnya di Kota Sabang Tahun 2010 Kecamatan Luas Area (ha) Hutan Lindung Hutan Wisata Taman Laut Hutan Cadangan Sukajaya Sukakarya Jumlah Sumber : BPS Kota Sabang (2011) 4.5 Kondisi Sarana dan Prasarana Pos dan Telekomunikasi Untuk fasilitas pos, Kota Sabang memiliki sebuah kantor pos dan tidak memiliki bis surat. Karena letak kantor pos ini berada di Kecamatan Sukakarya, maka pengiriman dan penerimaan surat di kantor pos ini didominasi oleh warga Sukakarya. Sebanyak surat, 238 buah paket dan 938 wesel dikirim oleh kantor pos Sabang pada tahun 2010 (Tabel 23). Tabel 23. Banyaknya Sarana Komunikasi di Kota Sabang Tahun 2010 No. Kecamatan Kantor Pos Pesawat Telepon Internet Radio 1. Sukajaya Sukakarya Jumlah Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Dengan wilayah yang kecil, berita apapun akan menyebar di Sabang, namun demikian tetap dilakukan penerangan/pengumuman berita kepada masyarakat, baik melalui radio, media cetak lokal maupun secara langsung dari pengeras suara yang dipasang di mobil penerangan.

88 66 Wilayah Kota Sabang dan hampir semua tempat wisata mempunyai akses internet yang dapat digunakan oleh para wisatawan lokal maupun mancanegara. Bahkan warung-warung dan kafe-kafe yang ada di Sabang sebagian juga sudah memiliki akses internet sendiri. Sarana komunikasi melalui mobile-phone dapat diakses dengan baik terutama produk-produk pelayanan Telkomsel, Indosat, Flexi (CDMA), Excelcomindo (Pro XL) dan lain-lain Transportasi Prasarana transportasi seperti jalan di Kota Sabang ini secara umum relatif tersedia, namun kondisi ruas jalannya tidak terlalu mulus. Di beberapa lokasi masih adanya jalan yang rusak. Sementara itu, dari segi sarana transportasi, khususnya angkutan kota kendaraan yang ada hanyalah taksi (berpangkalan di pusat kota) dan mobil sewaan. Hal ini menjadi salah satu hambatan dalam pergerakan penduduk dan barang Transportasi Darat Pada tahun 2010, panjang jalan di Kota Sabang mencapai km yang terdiri dari km jalan kota dan sisanya km jalan provinsi (Tabel 24). Tabel 24. Panjang Jalan Kota dan Provinsi Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi di Kota Sabang Tahun 2010 Panjang Jalan Kota Panjang Jalan Provinsi Uraian Panjang Jalan (km) Uraian Panjang Jalan (km) Jenis Permukaan : Jenis Permukaan : 1. Diaspal Diaspal Kerikil - 2. Kerikil - 3. Tanah - 3. Tanah - 4. Tidak Dirinci - 4. Tidak Dirinci - Jumlah Jumlah Kondisi Jalan : Kondisi Jalan : 1. Baik Baik Sedang Sedang - 3. Rusak Rusak Rusak Berat Rusak Berat Jumlah Jumlah Sumber : BPS Kota Sabang (2011)

89 Transportasi Laut Sebagai pulau yang berada di wilayah Selat Malaka, Sabang sering dijadikan tempat persinggahan berbagai pelayaran. Pada tahun 2010 tercatat pelayaran, baik pelayaran samudera, lokal maupun nusantara yang singgah di Sabang. Biasanya pelayaran samudera atau nusantara memuat barang sedangkan untuk pelayaran lokal untuk mengangkut penumpang dari Sabang ke Banda Aceh atau sebaliknya. Untuk transportasi laut dari dan ke Sabang dilayani 2 (dua) unit kapal ferry cepat, dari Balohan Sabang menuju pelabuhan Ulee Lheu - Banda Aceh yang berjarak ± 18 mil dan sebaliknya dengan waktu tempuh ± 1 jam, dan kapal ferry Roro dengan waktu tempuh ± 2 jam Sebanyak orang tercatat melakukan perjalanan menggunakan moda transportasi laut dari pelabuhan Balohan (Sabang) menuju Ulee Lheu (Banda Aceh) pada tahun 2010, sedangkan pada arah sebaliknya ada sebanyak orang yang berkunjung ke Sabang. Mereka menggunakan kapal cepat Pulau Rondo, Express Bahari dan KMP BRR maupun KMP Simeulue (Tabel 25). Tabel 25. Jumlah Penumpang yang Menggunakan Transportasi Laut di Kota Sabang Tahun 2010 Jenis Kapal Ulee Lheue - Balohan Jumlah Penumpang (orang) Balohan - Ulee Lheue KMP Pulo Rondo KMP Express Bahari KMP BRR, Simeulue Jumlah Sumber : BPS Kota Sabang (2011) Transportasi Udara Sabang memiliki lapangan udara Maimun Saleh yang terletak di kelurahan Cot Ba u seluas + 78 ha dengan panjang landasan pacu m dan lebar 30 m, taxiway 165 m x 23 m, apron 160 m x 90 m, terminal penumpang 500 m 2 dan terminal kargo/hanggar 300 m 2. Status lapangan udara ini merupakan lapangan udara militer dibawah pengelolaan TNI-AU dan secara resmi dapat digunakan untuk penerbangan sipil.

90 68 Untuk mendukung pelayanan penerbangan sipil telah tersedia fasilitas gedung pelayanan penumpang meliputi ruang tunggu, ticketing, bagasi, pusat informasi dan beberapa fasilitas lainnya. Bandara Maimun Saleh Sabang telah dinyatakan sebagai Bandara Internasional sesuai surat Menteri Perhubungan Republik Indonesia nomor AJJ.106/3/3-Phb-2002 tanggal 23 Oktober Listrik dan Air Bersih Tenaga listrik merupakan suatu alat untuk penerangan, industri, bisnis, pendidikan dan sosial dalam rangka untuk meningkatkan usaha-usaha pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagian besar penduduk Kawasan Sabang telah terlayani oleh aliran listrik. Sumber daya atau energi listrik yang tersedia untuk melayani masyarakat dilayani oleh PT. PLN (Persero). Jaringan listrik yang tersedia di Kota Sabang bersumber dari PT. PLN (Persero), yakni : Ranting Sabang, Sub Ranting Seurapong dan Sub Ranting Deudap. Ranting Sabang pada tahun 2009 mempunyai kemampuan daya terpasang sebesar kw dengan daya tampung kw, gardu yang dimiliki sebanyak 80 unit. Untuk perkembangan listrik yang masuk ke kecamatan yang ada di kota Sabang sudah terlayani 100 %. Sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat berasal dari air tanah, air permukaan dan mata air. Sumber-sumber air bersih tersebut berasal dari mata ie Kelurahan Anoi Itam, Danau Aneuk Laot, Danau Paya Seunara, Danau Paya Karieng, Danau Paya Peuteupen dan Danau Paya Seumeusek. Danau Aneuk Laot mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk men-supply kebutuhan air bagi Kota Sabang. Hal ini karena danau ini mempunyai luas 3 km 2 dengan kapasitas sediaan 7 (tujuh) juta ton air serta debit airnya mencapai 28 liter/detik. Pada saat ini PDAM Kota Sabang memanfaatkan rembesan dari Danau Aneuk Laot, disamping menyedot air langsung dari danaunya untuk didistribusikan kepada konsumen. Sumber air yang sangat potensial adalah di wilayah Balohan berupa mata air, yaitu di sekitar Cot Kuala dan diperkirakan merupakan rembesan dari Danau Aneuk Laot. Sumber air permukaan lainnya

91 69 69 terdapat di sekitar Pria Laot yang berasal dari aliran air terjun gunung sarong keris, yang sampai saat ini belum dimanfaatkan. Berdasarkan data yang diketahui di wilayah Balohan terdapat sedikitnya 4 mata air dengan debitnya sekitar 25 liter/detik, sedangkan di Kawasan Perkotaan Sabang terdapat 5 mata air dengan debit atau kapasitas 50 liter/detik. Mata air yang berpotensi adalah di Mata Ie. Sampai saat ini mata air ini belum dimanfaatkan secara optimal dan meluas. Pemanfaatannya hanya terbatas untuk kebutuhan domestik masyarakat di sepanjang aliran mata air tersebut. Debit mata air yang lain, seperti mata air Jaboi sebesar 5 liter/detik dan mata air Lhueng Angen sebesar 5 liter/detik. Kapasitas pelayanan air bersih dari PDAM sekitar 42 liter/detik. Penduduk yang tidak terlayani atau menjadi pelanggan pada PDAM pada umumnya menggunakan sumur gali maupun sumur bor. Rata-rata kedalaman muka air tanahnya sekitar 20 meter dan diperkirakan debitnya sekitar 3 liter/detik. Selain itu, juga menggunakan air tadah hujan dan sungai yang ada. 4.6 Kondisi Kepelabuhanan Pelabuhan saat ini terdiri atas 2 lokasi, yakni Pelabuhan Teluk Sabang dan Pelabuhan Teluk Balohan. Teluk Balohan ditetapkan sebagai lokasi untuk Pelabuhan Nasional yang merupakan pintu gerbang bagi penumpang dan distribusi barang dari Aceh (Gambar 16). Gambar 16. Pelabuhan Domestik/Nasional Kota Sabang

92 70 Berdasarkan analisis pemilihan lokasi pelabuhan internasional hub, lokasi dari Teluk Sabang sampai dengan Lhok Pria Laot terpilih sebagai lokasi pelabuhan bebas yang merupakan pelabuhan internasional hub (bernama: Sabang Hub Internasional Port atau SHIP) dan direncanakan akan menempati luas areal 462 ha (Gambar 17). Gambar 17. Pelabuhan Hubungan Internasional Kota Sabang Sesuai dengan strategi pengembangan maka dalam periode ini, akan dikembangkan terlebih dahulu SHIP di Teluk Sabang selama 15 tahun dengan luas sekitar 62 ha. Selanjutnya, apabila SHIP di Teluk Sabang sudah tidak dapat lagi melayani jasa pelabuhan dan perdagangan internasional, maka akan dikembangkan ke Teluk Pria Laot dengan luas sekitar 400 ha. (pengembangan pelabuhan 50 ha dan kawasan industri/perdagangan 350 ha). Pelabuhan hubungan international ini juga akan menyediakan area proses alih kapal dan area perdagangan yang dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap dan modern, seperti pelabuhan serbaguna, pelabuhan cargo, pelabuhan peti kemas (container), pelabuhan cair lengkap dengan dermaganya dan dock, serta fasilitas pendukung seperti kantor pengelola, kantor-kantor perusahaan pelayaran,

93 71 71 perusahaan bongkar muat, dan ekspedisi. Juga disediakan fasilitas penyimpanan BBM dan sarana pengolahan air bersih. 4.7 Kondisi Perikanan Adanya lokasi strategis Sabang, secara komersial sangat memungkinkan untuk pengembangan pelabuhan dan industri perikanan di Kawasan Sabang. Komoditas ikan yang dapat diprioritaskan dari kawasan ini di antaranya adalah tuna, cakalang, kerapu, kakap merah, ikan pelagis kecil, ikan teri, ikan hias, dan udang. Potensi lestari dari tuna yang diperkirakan dapat dimanfaatkan sebesar ton/tahun, sedangkan cakalang diperkirakan sekitar ton/tahun. Selanjutnya ikan kerapu dan kakap merah, dari data yang diperoleh dari Koperasi Serba Usaha Kota Sabang, diduga memiliki potensi lestari sebesar ton /tahun. Sementara ikan pelagis kecil dan ikan teri diperkirakan masih memiliki persediaan untuk peluang pengembangan sebesar ton/tahun dari potensi sebesar ton. Posisi Kawasan Sabang di perairan Sabang juga potensial untuk dikembangkan sebagai lokasi perikanan budidaya di jaring apung. Perikanan budidaya diarahkan pada jenis aneka ikan konsumsi eksklusif seperti lobster, kerapu, udang, kerang-kerangan. Perikanan budidaya dilakukan di berbagai pulau kecil di Sabang dan Aceh. 4.8 Kondisi Pariwisata Sabang memiliki banyak daerah tujuan wisata terutama wisata alam. Dalam Master Plan Kawasan Sabang telah ditetapkan daerah wisata yang akan dijadikan prioritas dalam pengembangan Kawasan Pariwisata Sabang dalam jangka waktu 5 tahun yang akan datang adalah daerah wisata bahari di Iboih dan Gapang. Selanjutnya dikembangkan Kawasan Internasional Resort di Gua Sarang Kampung Paya, Revitalisasi Kota Lama Sabang. Kawasan wisata Iboih dan Gapang merupakan daerah tujuan wisata bahari yang menyajikan pemandangan alam bawah laut yang sangat indah. Pemandangan ini dapat dinikmati dengan menyelam ataupun dengan menaiki perahu dengan dasar kaca yang telah tersedia disana. Eksplorasi keindahan alam bawah laut di Iboih dan Gapang dapat

94 72 dilanjutkan hingga ke P. Rubiah. Selain pemandangan alam bawah laut, potensi wisata yang dapat dikelola dari Iboih dan Gapang adalah wisata memancing (game fishing). Potensi pariwisata ini merupakan peluang untuk menarik kunjungan wisatawan dunia dengan semua fasilitas berskala internasional.

95 73 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penelahaan Makro Perekonomian di Kota Sabang secara umum didominasi oleh sektor jasajasa, perdagangan hotel dan restoran, bangunan, industri pengolahan dan pengangkutan dan komunikasi. Hal tersebut dilihat berdasarkan besarnya kontribusi sektor tersebut terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Sabang pada tahun Untuk mengetahui lebih mendalam sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor unggulan maka dilakukan analisis Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA) dan analisis Input-Output (I-O) Sektor Unggulan di Kota Sabang Salah satu sasaran pembangunan ekonomi wilayah dalam jangka panjang adalah terjadinya pergeseran struktur ekonomi wilayah yang terjadi sebagai akibat dari kemajuan pembangunan yang dicapai oleh suatu wilayah. Tidak semua sektor ekonomi memiliki kemampuan tumbuh yang sama. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan suatu wilayah diantaranya harus dapat memanfaatkan keberadaan sektor-sektor basis yang dianggap bisa menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas ekonomi yang merupakan sektor basis dan non basis adalah melalui metode Location Quotient (LQ). Metode ini merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang cakupannya luas dalam suatu wilayah. Data PDRB per sektor dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor unggulan berdasarkan besaran nilai tambah yang dihasilkan.variabel yang digunakan sebagai ukuran untuk menentukan sektor unggulan di Kota Sabang dalam analisis LQ adalah nilai PDRB sektoral atas dasar harga konstan tahun 2000 Kota Sabang dengan wilayah referensi Propinsi Aceh tahun Hasil perhitungan analisis LQ pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektorsektor yang menjadi sektor unggulan di Kota Sabang ada lima sektor yaitu (1) sektor bangunan, (2) sektor jasa-jasa, (3) sektor listrik gas dan air minum, (4) industri pengolahan dan (5) keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka terdapat pemusatan aktivitas ekonomi pada lima

96 74 sektor tersebut di Kota Sabang sehingga memiliki potensi yang lebih daripada wilayah lainnya atau dengan kata lain bahwa sektor tersebut memiliki keunggulan komparatif di Propinsi Aceh. Hal ini jelas terlihat dengan dibukanya kembali Pelabuhan Bebas Sabang yang pada saat ini sedang dilakukan pembangunanpembangunan yang mendukung dibukanya Pelabuhan Bebas Sabang, sehingga diharapkan perekonomian di Kota Sabang kembali bergerak maju. Oleh karena itu, pemerintah Kota Sabang perlu memperhatikan pengembangan keempat sektor tersebut melalui alokasi pembiayaan pembangunan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dari setiap sektor tersebut maupun nilai PDRB secara keseluruhan. Sektor yang menjadi sektor non basis di Kota Sabang ada empat sektor yaitu (1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan dan penggalian, (3) sektor perdagangan, hotel dan restoran dan (4) sektor pengangkutan dan komunikasi. Hasil analisis LQ secara lengkap disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Nilai LQ Sektor Ekonomi Kota Sabang Sektor Nilai LQ Keterangan Pertanian 0,45 Sektor Non Basis Pertambangan dan Penggalian 0,13 Sektor Non Basis Industri Pengolahan 1,44 Sektor Basis Listrik, Gas dan Air Minum 1,77 Sektor Basis Bangunan 2,44 Sektor Basis Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,92 Sektor Non Basis Pengangkutan dan Komunikasi 0,60 Sektor Non Basis Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 1,21 Sektor Basis Jasa-jasa 2,18 Sektor Basis Sumber : Diolah dari BPS dan BAPEDDA Kota Sabang (2011) Selain menggunakan metode LQ, untuk mengetahui sektor-sektor unggulan wilayah berdasarkan jenis dan tingkat kompetitif suatu sektor di Kota Sabang dapat dilakukan dengan analisis SSA. Analisis SSA ini memiliki keunggulan yaitu dapat memotret tingkat keunggulan kompetitif wilayah secara cepat. Ada tiga sumber penyebab pergeseran yaitu : komponen share, menunjukkan kontribusi pergeseran total seluruh sektor di total wilayah agregat yang lebih luas, komponen proportional shift, menunjukkan pergeseran total sektor tertentu di wilayah

97 75 75 agregat yang lebih luas, komponen differential shift, menunjukkan pergeseran suatu sektor tertentu di suatu wilayah tertentu. Variabel yang digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif adalah adalah nilai PDRB sedangkan rentang waktu yang digunakan untuk melihat pergeseran adalah 4 tahun yaitu data PDRB tahun 2007 dan Pergeseran PDRB per sektor menggambarkan pergeseran dari sisi nilai tambah perekonomian yang dihasilkan oleh tiap sektor. Analisis SSA yang dilakukan terhadap perekonomian wilayah di Kota Sabang dalam lingkup wilayah Propinsi Aceh menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi total adalah sebesar -0,08 yang artinya faktor-faktor eksternal (komponen share dan proportional shift) tidak mendukung dalam pertumbuhan ekonomi di Kota Sabang. Apabila komponen differential shift bernilai positif maka suatu wilayah dapat dikatakan memiliki keunggulan kompetitif karena masih memiliki potensi untuk terus tumbuh dan berkembang. Demikian pula hasil analisis shift-share yang dilakukan terhadap Kota Sabang dalam lingkup Provinsi Aceh (Lampiran 1), menunjukkan bahwa daya saing sektor industri pengolahan, bangunan maupun sektor perdagangan, hotel, dan restoran sangat lemah. Hal tersebut dimungkinkan karena perekonomian wilayah kabupaten maupun kota di luar wilayah ini lebih kuat dan mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Provinsi Aceh. Hasil perhitungan analisis SSA, apabila dilihat dari komponen differential shift, menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif Kota Sabang terdapat pada sektor industri pengolahan, kontruksi, perdagangan, hotel dan restoran, pertambangan dan penggalian dan jasa-jasa. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Sabang banyak memiliki sektor yang cukup potensial untuk dikembangkan dimasa yang akan datang, dan didukung dengan letak wilayah yang strategis, potensi sumberdaya wilayah yang baik. seperti disajikan pada Tabel 27. Peningkatan sektor-sektor ini juga didorong oleh tumbuhnya kegiatan ekonomi informal yang salah satunya didukung alokasi dana pemberdayaan masyarakat di Kota Sabang. Sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat atau bernilai negatif yaitu sektor pertanian, listrik gas dan air minum dan keuangan real estate dan jasa

98 76 perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah pada sektor-sektor tersebut sangat kecil dan juga kebijakan-kebijakan yang ada pada sektor tersebut belum mampu menggerakkan sektor ini. Tabel 27. Hasil Analisis Shift Share Sektor Perekonomian di Kota Sabang Tahun Sektor Nilai Differential Shift Keunggulan Kompetitif Pertanian -0,05 Negatif Pertambangan dan Penggalian 0,73 Positif Industri Pengolahan 0,28 Positif Listrik, Gas dan Air Minum -0,27 Negatif Bangunan 0,28 Positif Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,02 Positif Pengangkutan dan Komunikasi 0,00 Positif Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan -0,07 Negatif Jasa-jasa 0,02 Positif Sumber : Diolah dari BPS dan BAPEDDA Kota Sabang (2011) Struktur Perekonomian Kota Sabang Tahun 2010 Struktur perekonomian Kota Sabang terbentuk dari berbagai macam aktivitas/kegiatan ekonomi yang timbul didaerah tersebut. Salah satu indikator yang menggambarkan perekonomian daerah wilayah adalah PDRB. Peranan dan sumbangan masing-masing sektor terhadap terbentuknya PDRB Kota Sabang juga mengalami perubahan tergantung besar kecilnya kontribusi yang diberikan dari masing-masing sektor tersebut (BPS dan BAPEDDA Kota Sabang 2011). Untuk melihat peranan masing-masing sektor dalam wadah perekonomian Kota Sabang dan kaitannya dengan prioritas pembangunan yang akan dilaksanakan, serta untuk mengukur keberhasilan pembangunan yang telah dilaksanakan, maka pada Tabel 28 disajikan PDRB Kota Sabang atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha tahun Berdasarkan Tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun , sektor yang menjadi penyumbang terbesar bagi PDRB Kota Sabang adalah sektor jasa-jasa. Adapun lima sektor penyumbang terbesar bagi PDRB Kota Sabang dalam kurun waktu berturut-turut adalah sektor jasa-jasa, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor bangunan, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan.

99 77 77 Tabel 28. PDRB Kota Sabang Tahun Atas Dasar harga Konstan Tahun 2000 (dalam juta rupiah) No. Lapangan Usaha PERTANIAN , , , ,20 a. Tanaman Pangan & Hortikultura 7.560, , , ,41 b. Perkebunan 4.624, , , ,26 c. Peternakan , , , ,95 d. Kehutanan 406,55 400,93 408,23 405,76 e. Perikanan 5.875, , , ,83 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 2.415, , , ,19 a. Migas dan Gas Bumi b. Non Migas c. Penggalian 2.415, , , ,19 3. INDUSTRI PENGOLAHAN , , , ,28 a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas , , , ,28 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 1.326, , , ,98 a. Listrik 856,14 941,41 997, ,66 b. G a s c. Air Bersih 470,64 480,57 507,26 536,32 5. BANGUNAN , , , ,14 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN , , , ,68 a. Perdagangan Besar dan Eceran , , , ,56 b. H o t e l 783,11 833,34 874,08 928,51 c. Restoran 3.825, , , ,61 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 9.549, , , ,39 a. Angkutan 5.910, , , ,59 1. Kereta Api Jalan Raya 1.291, , , ,15 3. Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan 3.793, , , ,33 5. Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan 825,53 835,21 850,48 862,11 b. Komunikasi 3.638, , , ,80 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 5.032, , , ,46 a. Bank 628,31 681,74 740,31 776,83 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Keuangan 487,88 491,29 515,85 530,53 c. Sewa Bangunan 3.567, , , ,08 d. Jasa Perusahaan 348,96 351,25 363,74 368,01 9. JASA-JASA , , , ,17 a. Pemerintahan Umum & Pertahanan , , , ,25 b. Swasta 4.047, , , ,93 1. Sosial Kemasyarakatan 2.559, , , ,87 2. Hiburan dan Rekreasi 803,5 859,1 918,94 959,52 3. Perorangan dan Rumahtangga 685,01 714,74 753,02 784,54 PDRB , , , ,50 Sumber : BPS dan BAPEDDA Kota Sabang (2011) Persentase nilai PDRB sektor-sektor perekonomian di Kota Sabang tahun 2010 yang terdiri dari 25 sektor dapat dilihat pada Tabel 29. Pemecahan sektor perekonomian menjadi 25 sektor ini karena telah diagregasi menyesuaikan Tabel

100 78 I-O Provinsi Aceh Tahun 2006 sehingga menjadi dasar dalam penyusunan Tabel I-O Kota Sabang Tahun Tabel 29. Persentase Sumbangan Sektoral Terhadap PDRB Kota Sabang Tahun 2010 Atas Dasar Harga Konstan No. Sektor Perekonomian Nilai (Juta Rupiah) Persentase Peringkat 1. Tanaman Bahan Makanan 7.770,41 3, Tanaman Perkebunan 4.815,26 1, Peternakan dan Hasil-hasilnya ,95 4, Perikanan 6.058,83 2, Kehutanan 405,76 0, Pertambangan dan Penggalian 2.625,19 1, Industri Pengolahan ,28 4, Listrik 1.076,66 0, Air Bersih 536,32 0, Bangunan ,14 17, Perdagangan Besar dan Eceran ,56 16, H o t e l 928,51 0, Restoran 4.613,61 1, Angkutan Jalan Raya 1.589,15 0, Angkutan Sungai, Danau & 4.235,33 1,73 10 Penyebrangan 16. Jasa Penunjang Angkutan 862,11 0, Komunikasi 4.210,80 1, Bank 776,83 0, Lembaga Keuangan Tanpa Bank & 530,53 0,21 23 Jasa Penunjang / Keuangan 20. Sewa Bangunan 3.942,08 1, Jasa Perusahaan 368,01 0, Pemerintahan Umum & Pertahanan ,25 37, Sosial Kemasyarakatan 2.843,87 1, Hiburan dan Rekreasi 959,52 0, Perorangan dan Rumahtangga 784,54 0,32 20 Jumlah ,50 100,00 Sumber : BPS dan BAPEDDA Kota Sabang (2011) PDRB merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Oleh karenanya jumlah output (nilai produksi) yang dihasilkan berpengaruh dalam menentukan besarnya nilai tambah di masing-

101 79 79 masing sektor, selain ditentukan pula oleh banyaknya biaya yang diperlukan dalam proses produksi. Suatu sektor ekonomi yang memiliki output yang besar belum tentu menghasilkan nilai tambah yang besar juga, tetapi tergantung pula dengan besarnya biaya produksi dalam proses produksinya. Berdasarkan Tabel 29 lima sektor yang memberikan sumbangan paling tinggi terhadap PDRB Kota Sabang Tahun 2010 berturut-turut adalah : sektor pemerintahan umum dan pertahanan (37,54 %), sektor bangunan (17,32 %), sektor perdagangan besar dan eceran (16,19 %), sektor industri pengolahan (4,59 %) dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya (4,24 %). Peranan sektor-sektor perekonomian dapat juga dilihat melalui analisis Tabel Input-Output. Tabel Input-Output Kota Sabang Tahun 2010 terdiri atas 25 sektor yaitu : (1) tanaman bahan makanan, (2) tanaman perkebunan, (3) peternakan dan hasil-hasilnya, (4) perikanan, (5) kehutanan, (6) pertambangan dan penggalian, (7) industri pengolahan, (8) listrik, (9) air bersih, (10) bangunan, (11) perdagangan besar dan eceran, (12) hotel, (13) restoran, (14) angkutan jalan raya, (15) angkutan sungai, danau dan penyebrangan, (16) jasa penunjang angkutan, (17) komunikasi, (18) bank, (19) lembaga keuangan tanpa bank dan jasa penunjang/keuangan, (20) sewa bangunan, (21) jasa perusahaan, (22) pemerintahan umum dan pertahanan, (23) sosial kemasyarakatan, (24) hiburan dan rekreasi dan (25) perorangan dan rumah tangga. Untuk struktur perekonomian Kota Sabang Tahun 2010 yang berdasarkan Tabel Input Output dengan klasifikasi 25x25 sektor disajikan pada Tabel 30. Bila ditinjau dari struktur output Tabel I-O Kota Sabang, menunjukkan total output sebesar Rp ,263 juta, sebanyak 32,22% (Rp ,398 juta) merupakan permintaan antara dan sisanya 67,78% (Rp ,870 juta) adalah permintaan akhir. Hal ini menunjukkan bahwa di Kota Sabang masih perlu adanya peningkatan investasi usaha untuk menggalakkan perekonomian wilayah. Karena semakin kecilnya permintaan antara dibandingkan permintaan akhir menggambarkan kecilnya permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi. Semakin kecil persentase permintaan antara suatu wilayah, maka semakin kecil keterkaitan antar ekonomi domestik. Dengan demikian, semakin besar kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi.

102 80 Struktur Tabel I-O dengan nilai output total yang ada lebih banyak dialokasikan sebagai permintaan antara daripada permintaan akhir sehingga menunjukkan bahwa output yang ada cenderung ditransaksikan antar sektor dalam proses produksi daripada digunakan untuk konsumsi secara langsung baik masyarakat maupun belanja pemerintah. Berdasarkan struktur input primer atau NTB, sebanyak 49,95% merupakan upah dan gaji (Rp ,551 juta), 41,82% merupakan surplus usaha (Rp ,311 juta), 5,45% merupakan penyusutan (Rp ,075 juta) dan 2,78% adalah pajak tak langsung (Rp 6.892,562 juta). Tabel 30. Struktur Perekonomian Kota Sabang Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2010 (25 x 25 sektor) No. Uraian Jumlah (Juta rupiah) Persentase (%) Struktur Input 1. Jumlah Input Antara , Jumlah Input Primer (Nilai Tambah Bruto) , ,00 - Upah dan gaji ,551 49,95 - Surplus Usaha ,311 41,82 - Penyusutan ,075 5,45 - Pajak Tidak langsung 6.892,562 2,78 Struktur Output 3. Jumlah Permintaan Antara ,398 32,22 4. Jumlah Permintaan Akhir ,870 67,78 5. Total Output , ,00 Berdasarkan struktur input primer tersebut, porsi upah dan gaji lebih tinggi apabila dibandingkan dengan surplus usaha. Hal ini menunjukkan kondisi yang cukup baik, karena upah dan gaji merupakan komponen nilai tambah yang bisa langsung diterima oleh pekerja sedangkan surplus usaha merupakan penerimaan bagi pengusaha dan belum tentu dapat dinikmati langsung oleh masyarakat, dalam hal ini khususnya tenaga kerja. Surplus usaha termasuk bagian yang disimpan atau ditanam diperusahaan sebagai laba yang ditahan. Besarnya permintaan dari input antara menggambarkan permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi. Secara umum komponen permintaan akhir seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap,

103 81 81 perubahan stok menggambarkan transaksi domestik, sedangkan ekspor menggambarkan kegiatan transaksi antar wilayah. Adapun struktur Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 31. Total Output Tiap Sektor Berdasarkan Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 No Sektor Perekonomian Total Output Persentase (Jutaan Rupiah) (%) Peringkat 1. Tanaman Bahan Makanan 8.566,26 2, Tanaman Perkebunan 5.882,58 1, Peternakan dan Hasil-hasilnya ,32 4, Perikanan 7.059,22 1, Kehutanan 491,89 0, Pertambangan dan Penggalian 2.905,26 0, Industri Pengolahan ,86 9, Listrik 3.349,69 0, Air Bersih 1.039,30 0, Bangunan ,03 20, Perdagangan Besar dan Eceran ,26 13, Hotel 1.626,92 0, Restoran 8.959,61 2, Angkutan Jalan Raya 2.724,47 0, Angkutan Sungai, Danau & 2,16 8 Penyebrangan 7.917, Jasa Penunjang Angkutan 1.311,86 0, Komunikasi 5.238,00 1, Bank 842,47 0, Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang /Keuangan 594,37 0, Sewa Bangunan 4.771,69 1, Jasa Perusahaan 442,85 0, Pemerintahan Umum & Pertahanan ,65 32, Sosial Kemasyarakatan 4.016,45 1, Hiburan dan Rekreasi 1.172,11 0, Perorangan & Rumah Tangga 1.077,61 0,29 20 Jumlah ,26 100,00 Pada Tabel 31 ditampilkan total output tiap sektor berdasarkan Tabel I-O Kota Sabang tahun Berdasarkan tabel tersebut, lima sektor yang memiliki kontribusi terbesar berturut-turut adalah sebagai berikut : pemerintahan umum dan pertahanan memberikan kontribusi sebesar Rp ,65 atau sebesar 32,57% dari pembentukan total output seluruh sektor perekonomian. Sektor bangunan memberikan kontribusi sebesar Rp ,03 atau sebesar 20,30% berada

104 82 diperingkat ke-2, sektor perdagangan besar dan eceran memberikan kontribusi sebesar Rp ,26 atau sebesar 13,94% berada diperingkat ke-3, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar Rp ,86 atau sebesar 9,96% berada diperingkat ke-4 sedangkan sektor peternakan dan hasil-hasilnya memberikan kontribusi sebesar Rp ,32 atau sebesar 4,12% berada diperingkat ke-5. Berdasarkan struktur PDRB dan total output, sektor pemerintahan umum dan pertahanan dan bangunan memiliki peranan yang cukup besar dalam perekonomian wilayah Kota Sabang di Tahun Peran tersebut akan menjadi lebih baik jika pemerintah Kota Sabang mengalokasikan dana yang cukup untuk membangun Kota Sabang kembali Keterkaitan Antar Sektor Keunggulan suatu sektor dapat dilihat dari tingkat keterkaitan antar sektor tersebut dengan sektor lainnya dalam aktivitas perekonomian (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Keterkaitan antar sektor merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh growth pole dalam perkembangan ekonomi. Growth pole tersebut harusnya lebih mengacu pada suatu sektor yang bisa menyebar dalam berbagai aktivitas sektor produksi sehingga mampu menggerakkan ekonomi secara keseluruhan. Salah satu model yang dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan antar sektor adalah analisis Input-Output (I-O). Dari analisis I-O dapat diketahui sektor-sektor mana yang bisa dijadikan leading sector atau sektor pemimpin dalam pembangunan ekonomi sehingga dapat memfokuskan pembangungan pada sektor-sektor yang menjadi pemimpin sehingga pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. Keterkaitan yang kuat dari suatu sektor ditandai dengan nilai-nilai parameter keterkaitan yang tinggi. Sektor dengan angka keterkaitan ke belakang yang tinggi menunjukkan bahwa peningkatan output sektor tersebut dapat menarik aktivitas sektor-sektor di belakangnya (hulu). Sektor yang mempunyai keterkaitan ke depan yang kuat berarti mampu mendorong aktivitas sektor-sektor perekonomian yang ada di hilirnya. Beberapa parameter teknis yang dapat diketahui dari analisis I-O adalah keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung ke depan,

105 83 83 keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, indeks penyebaran dan indeks kepekaan. Pengukuran keterkaitan antar sektor dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Chenery-Watanabe dan metode Rasmussen. Pada metode Chenery- Watanabe, keterkaitan antar sektor dibagi dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan. Ukuran keterkaitan ke belakang pada suatu sektor beranjak dari model Leontief dengan melihat sisi permintaan (demanddriven), sedangkan untuk keterkaitan ke depan dilihat dari sisi penawaran (supplydriven). Pada metode Rasmussen, keterkaitan antar sektor dibagi dalam dua bagian yaitu keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan pada suatu sektor dianalisis dengan menggunakan matriks invers Leontief (I-A) -1. Ukuran keterkaitan antar sektor ini merupakan ukuran keterkaitan yang menghitung dampak total dari suatu sektor dalam perekonomian (Daryanto dan Hafizrianda, 2010) Keterkaitan Langsung ke Belakang dan Keterkaitan Langsung ke Depan Keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) menunjukkan efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian di tampilkan pada Gambar 18. Nilai DBL diatas rata-rata adalah yang memiliki nilai indeks 1. Berdasarkan Gambar 18 diketahui bahwa semua sektor memiliki nilai DBL < 1. Hal ini menunjukkan bahwa semua sektor memiliki nilai di bawah rata-rata. Urutan lima sektor yang memiliki nilai DBL tertinggi adalah : (1) industri pengolahan nilai DBL sebesar 0,6877. Lima sektor utama sebagai penyedia input bagi sektor industri pengolahan meliputi: sektor tanaman bahan makanan, sektor industri pengolahan, sektor tanaman perkebunan, sektor perdagangan besar dan eceran dan sektor pertambangan dan penggalian. (2) listrik nilai DBL sebesar 0,6786, dengan lima sektor utama sebagai penyedia input bagi sektor listrik adalah: sektor industri pengolahan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, sektor perdagangan besar dan eceran dan sektor perorangan dan

106 84 rumahtangga. (3) restoran nilaii DBL sebesar 0,4847, mempunyai lima sektor penting dalam menyediakan input bagi sektor restoran yaitu: sektor industri pengolahan, sektor tanaman bahan makanan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor peternakan dan hasil-hasilnyaa dan sektor perikanan. Lima sektor penyedia input bagi sektor (4) air bersih adalah: sektor listrik, sektor air bersih, sektor bangunan, sektor bank dan sektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan dengan nilai DBL air bersih sebesar 0,4839. Untuk (5) angkutan sungai, danau dan penyebrangan nilai DBL sebesar 0,4650 mempunyai lima sektor penting dalam menyediakan input bagi sektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan yaitu: sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan, sektor lembaga keuangan tanpa bank dan jasa penunjang/keuangan dan sektor angkutan jalan raya. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangann Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutan Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Sewa Bangunan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangann dan Rumahtangga 0,0929 0,1813 0,1415 0,1748 0,0961 0,3008 0,4839 0,4222 0,2127 0,,4293 0,4847 0,4167 0,4650 0,3426 0,1961 0,0776 0, ,1737 0,,1690 0,2188 0,2919 0,1813 0,2720 0,,6877 0, Gambar 18. Keterkaitan Langsung ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun 2010 Keterkaitan langsung kedepan menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang digunakan oleh sektor-sektor lain. Keterkaitan ini menunjukkan akibat suatu

107 85 85 sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Gambar 19 menunjukkan keterkaitan langsung kedepan atau Direct Forward Linkage (DFL) sektor-sektor perekonomian di Kota Sabang. Nilai DFL diatas rata-rata adalah yang memiliki indeks 1. Berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa sektor yang memiliki indeks 1 adalah sektor industri pengolahan yaitu memilikii nilai DFL sebesar 2,4048 dan juga sektor perdagangan besar dan eceran memiliki nilai DFL sebesar 1,1306 sedangkann sektor lain memiliki indeks 1. Urutan lima sektor yang memiliki nilai DFL tertinggi adalah : (1) industri pengolahan nilai DFL sebesar 2,4048. Lima sektor yang terbanyak menggunakan output sektor industri pengolahan adalah: sektor bangunan, sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya. (2) perdagangan besar dan eceran nilai DFL sebesar 1,1306. Untuk sektor perdagangan besar dan eceran, lima sektor yang memakai output sektor ini yaitu: sektor bangunan, sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran dan sektor restoran. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutan Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Sewa Bangunan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan dan Rumahtangga 0,1772 0,0749 0,0321 0,0990 0,0194 0,0626 0,0620 0,0620 0,2098 0,0490 0,1398 0,1511 0,,1293 0,0300 0,5302 0,0191 0,5974 0,3061 0,0191 0, ,3533 0,1431 0,3898 1,1306 2, Gambar 19. Keterkaitan Langsung ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Sabang Tahun Kota

108 86 (3) listrik dengan nilai DFL sebesar 0,5974, lima sektor utama yang memakai output sektor listrik adalah: sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor perdaganganan besar dan eceran, sektor listrik, sektor air bersih dan bangunan. (4) bangunan nilai DFL sebesar 0,5302, dengan lima sektor yang menggunakan output sektor bangunan adalah: sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor sewa bangunan, sektor komunikasi dan sektor tanaman perkebunan. dan (5) tanaman bahan makanan nilai DFL sebesar 0,3898. Lima sektor utama pemakai output sektor tanaman bahan makanan yaitu: sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor industri pengolahan, sektor restoran, sektor peternakan dan hasil-hasilnya dan sektor tanaman bahan makanan. Nilai DBL dan DFL dianalisis dengan menggunakan matriks koefisien teknologi. Sektor industri pengolahan memiliki nilai DFL lebih besar bila dibandingkan dengan nilai DBLnya. Ini berarti bahwa sektor industri pengolahan mempunyai peran yang lebih penting dalam memenuhi permintaan sektor-sektor lainnya atau mempunyai kemampuan yang kuat mendorong sektor-sektor hilirnya, dibandingkan menyerap input dari sektor-sektor lainnya. Lima sektor yang berperanan penting dalam menyediakan input bagi industri pengolahan adalah : tanaman bahan makanan, industri pengolahan, tanaman perkebunan, perdagangan besar dan eceran dan pertambangan dan penggalian. Lima sektor yang terbanyak menggunakan output industri pengolahan adalah : industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, pemerintahan umum dan pertahanan, bangunan dan peternakan dan hasil-hasilnya Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang atau Direct Indirect Backward Linkage (DIBL) adalah pengaruh yang disebabkan dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut secara langsung dan tidak langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang (DIBL) sektor-sektor perekonomian dapat dilihat pada Gambar 20.

109 87 87 Berdasarkan Gambar 20 sektor yang memiliki nilai DIBL tertinggi adalah sektor listrik dengan nilai sebesar 2,1826. Lima sektor yang memiliki nilai DIBL tertinggi berturut-turut adalah sektor listrik (8), dimana lima sektor penting yang menyediakan input per unit kenaikan permintaan akhir adalah: sektor industri pengolahan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, sektor perdagangan besar dan eceran dan sektor bangunan. Sektor industri pengolahan (7), lima sektor utama yang menyediakann input per unit kenaikan permintaan akhir yaitu: sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sektor tanaman bahan makanan, sektor industri pengolahan, sektor tanamann perkebunan dan sektor perdagangan besar dan eceran. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutan Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Sewa Bangunan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan dan Rumahtangga 1,1396 1,3041 1,5417 1,2421 1,2901 1,1063 2,0096 2,1826 2,0064 1,6815 1,3562 1,7559 1,7733 1,7060 1,8333 1,5526 1,3109 1,1143 1,1526 1,2817 1,2672 1,3563 1,5023 1,2923 1, Gambar 20. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Sektor- per Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun 2010 Untuk sektor air bersih (9), lima sektor utama yang menyediakan input unit kenaikan permintaan akhir yaitu: sektor listrik, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor air bersih dan sektor bangunan. Sektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan (15), lima sektor utama yang menyediakan input per unit kenaikan permintaan akhir yaitu: sektor industri pengolahan, sektor perdagangann besar dan eceran, sektor angkutan sungai, danau

110 88 dan penyebrangan, sektor komunikasi dan sektor lembaga keuangan tanpa bank dan jasa penunjang/keuangan. Sektor restoran (13) dengan lima sektor utama yang menyediakan input per unit kenaikan permintaan akhir yaitu: sektor industri pengolahan, sektor tanaman bahan makanan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor peternakan dan hasil-hasilnya dan sektor perikanan. Berdasarkan nilai DIBL ini makaa kelima sektor ini yang memiliki potensi sebagai sektor unggulan. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan atau Direct Indirect Forward Linkage (DIFL) menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakann output sektor tersebut secara langsung dan tidak langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Nilai keterkaitan ini dapat dilihat pada Gambar 21. Berdasarkan Gambar 21 tersebut, sektor yang memiliki nilai DIFL tertinggi adalah sektor industri pengolahan (7) dengan nilaii sebesar 4,7860. Lima sektor penting yang menggunakan output per unit kenaikan permintaan akhir untuk sektor industri pengolahan adalah: sektor pemerintahan umumm dan pertahananan, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor peternakann dan hasil-hasilnya dan sektor perdagangan besar dan eceran. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutann Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Keuangan Sewa Bangunan Jasaa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan dan Rumahtangga 1,9959 1,4901 2,1410 1,1250 1,0242 1,7060 1,7397 1,0207 1,6586 1,0378 1,1555 1,2381 1,2158 1,0543 1,2736 1,0886 1,0716 1,1225 1,0226 1,1114 1,0440 1,0820 1,2103 2,7827 4, Gambar 21. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun 20100

111 89 89 Selanjutnya diikuti dengan sektor perdagangan besar dan eceran (11), lima sektor utama yang memakai output per unit kenaikan permintaan akhir untuk sektor perdagangan besar dan eceran adalah: sektor bangunan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan dan sektor restoran. Sektor peternakan dan hasil-hasilnya (3), dengan lima sektor utama yang memakai output per unit kenaikan permintaan akhir untuk sektor peternakan dan hasil-hasilnya adalah: sektor industri pengolahan, sektor tanaman bahan makanan, sektor perdaganagn besar dan eceran, sektor tanaman perkebunan dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya Untuk sektor tanaman bahan makanan (1), lima sektor utama yang memakai output per unit kenaikan permintaan akhir untuk sektor tanaman bahan makanan adalah: sektor tanaman bahan makanan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor peternakan dan hasil-hasilnya dan sektor angkutan jalan raya. Sektor listrik (8), dengan lima sektor utama yang memakai output per unit kenaikan permintaan akhir untuk sektor listrik adalah: sektor listrik, sektor hotel, sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor industri pengolahan dan sektor bangunan. Keterkaitan langsung dan tidak langsung dianalisis dengan menggunakan kebalikan matriks Leontif. Dilihat dari nilai DIBL dan DIFL maka sektor industri pengolahan mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian Kota Sabang. Nilai DIBL sektor industri pengolahan menempati peringkat ke-2 sedangkan untuk nilai DIFL sektor ini menempati peringkat pertama Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Daya Kepekaan Tingkat keterkaitan antar sektor produksi dalam suatu aktivitas perekonomian dapat dilihat berdasarkan daya penyebaran dan daya kepekaan. Sektor-sektor yang merupakan sektor unggulan dapat ditentukan berdasarkan indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks daya kepekaan (IDK). Daya penyebaran merupakan jumlah dampak yang ditimbulkan akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi, sedangkan derajat kepekaan merupakan jumlah dampak yang menimbulkan perubahan permintaan akhir suatu sector akibat perubahan seluruh sektor ekonomi.

112 90 Menurut Rustiadi et al. (2009), jika suatu sektor memiliki karakteristik indeks daya kepekaan > 1, makaa sektor tersebut merupakan salah satu sektor yang strategis karena secara relatif dapat memenuhi permintaan akhir diatas kemampuan rata-rataa sektor yang lain. Nilai indeks daya penyebaran sektor-sektor perekonomian ditampilkan pada Gambar 22. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutann Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Keuangan Sewa Bangunan Jasaa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan dan Rumahtangga 0,7659 0,8764 1,0362 0, ,0362 0,7435 1,3506 1,4669 1,3485 1,1301 0,9115 1,1801 1,1918 1,1466 1,2321 1,0435 0,8810 0,7489 0,7746 0,8614 0,8517 0,9115 1,0096 0,8685 0,, Gambar 22. Nilai Indeks Dayaa Penyebaran Sektor-Sektor Perekonomian Sabang Tahun 2010 Kota Gambar 22 terlihat bahwaa sektor yang memilikii daya penyebaran tertinggi di Kota Sabang Tahun 2010 adalah sektor listrik (8) yang ditunjukkan oleh indeks daya penyebaran sebesar 1,4669. Hal ini dapat diartikan bahwa kenaikan satu unit output sektor listrik akan mengakibatkan kenaikan output sektor-sektor ekonomi lainnya (termasuk sektornya sendiri) secara keseluruhan sebesar 1,4669 unit. Sektor lainnya yang memiliki indeks daya penyebaran > 1 berturut-turut adalah : sektor industri pengolahan (7), sektor air bersih (9), sektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan (15), sektor restoran (13), sektor hotel (12), sektor angkutan jalan raya (14), sektor bangunan ( 10), sektor jasa penunjang

113 91 91 angkutan (16), sektor peternakan dan hasil-hasilnya (3) dan sektor sosial kemasyarakatan (23). Sektor yang memiliki dayaa kepekaan tertinggi di Kota Sabang adalah sektor industri pengolahan (7) dengan indeks daya kepekaan sebesar 3,2166, yang menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan akhir atas sektor-sektor lain sebesar satu unit maka sektor industri pengolahan akan mengalami peningkatan output sebesar 3,2166 seperti yang ditampilkan pada Gambar 23. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutann Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Keuangan Sewa Bangunan Jasaa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan dan Rumahtangga 1,3414 1,0015 1,4389 0,7561 0,6883 1,1466 1,1692 0,6860 1,1147 0,6975 0, ,8321 0, ,7086 0,8559 0,7316 0,7202 0,7544 0,6873 0,7470 0,7017 0,7272 0,8134 1,8702 3, Gambar 23. Nilai Indeks Daya Kepekaan Sektor-Sektor Perekonomian Sabang Tahun 2010 Kota Sektor-sektor lain yang memiliki daya kepekaan cukup tinggi adalah : sektor perdagangan besar dan eceran (11), sektor peternakan dan hasil-hasilnya (3), sektor tanaman bahan makanan (1), sektor listrik (8), sektor pertambangan dan penggalian (6), sektor bangunan (10) dan sektor tanaman perkebunan (2). Berdasarkan indeks daya penyebaran (Standardized Direct Indirect Backward Linkage) dan indeks daya kepekaan (Standardized Direct Indirect Forward Linkage), sektor-sekto ekonomi di Kota Sabang dapat dikelompokkan kedalam empat kuadran seperti disajikan dalam Tabel 32.

114 92 Tabel 32. Pengelompokan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun 2010 Berdasarkan Nilai IDP dan IDK IDP > 1 IDP < 1 3. Peternakan dan Hasil- 1. Tanaman Bahan Makanan hasilnya 7. Industri Pengolahan 2. Tanaman Perkebunan IDK > 1 8. Listrik 6. Pertambangan dan Penggalian 10. Bangunan 11. Perdagangan Besar dan Eceran IDK < 1 9. Air Bersih 4. Perikanan 12. Hotel 5. Kehutanan 13. Restoran 17. Komunikasi 14. Angkutan Jalan Raya 18. Bank 15. Angkutan Sungai, Danau 19. Lembaga Keuangan tanpa dan Penyebrangan Bank dan Jasa Penunjang/ Keuangan 16. Jasa Penunjang Angkutan 20. Sewa Bangunan 23. Sosial Kemasyarakatan 21. Jasa Perusahaan 23. Sosial Kemasyarakatan 22. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 24. Hiburan dan Rekreasi 25. Perorangan dan Rumahtangga Empat kuadran pengelompokan sektor-sektor ekonomi berdasarkan nilai IDP dan IDK ( Daryanto dan Hafizrianda 2010; Woroutami 2010). - Kuadran 1 adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dan IDK diatas rata-rata. - Kuadran II adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dibawah rata-rata, tetapi IDK diatas rata-rata. - Kuadran III adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP diatas rata-rata, tetapi IDK dibawah rata-rata. - Kuadran IV adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dan IDK dibawah ratarata. Dari Tabel 32 dapat dilihat bahwa sektor-sektor yang memiliki nilai IDP dan IDK diatas rata-rata seluruh sektor ekonomi adalah sektor peternakan dan hasil-hasilnya (IDP 1,0362; IDK 1,4389), sektor industri pengolahan (IDP 1,3506;

115 93 93 IDK 3,2166), sektor listrik (IDP 1,4669; IDK 1,1692) dan sektor bangunan (IDP 1,1301; IDK 1,1147). Hal ini berarti bahwa ke empat sektor tersebut mempunyai kemampuan relatif permintaan akhir dalam merangsang pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian maupun dalam memenuhi permintaaan akhir keseluruhan sektor perekonomian. Dengan kata lain, sektor tersebut mampu dalam meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor hulu dan hilirnya. Sektor-sektor yang memiliki nilai IDP dibawah rata-rata dan IDK diatas rata-rata seluruh sektor ekonomi adalah sektor tanaman bahan makanan (IDP 0,7659; IDK 1,3414), sektor tanaman perkebunan (IDP 0,8764; IDK 1,0015), sektor pertambangan dan penggalian (IDP 0,7435; IDK 1,1466) dan sektor perdagangan besar dan eceran (IDP 0,9115; IDK 1,8702). Sektor ini kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulunya tetapi mampu memacu meningkatkan sektor-sektor hilirnya. Begitu juga sebaliknya, sektor-sektor yang memiliki nilai IDP diatas ratarata dan IDK dibawah rata-rata seluruh sektor ekonomi adalah sektor yang mampu meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor hulunya namun kurang mampu memacu pertumbuhan untuk sektor-sektor hilirnya. Sektor-sektor tersebut adalah sektor air bersih (IDP 1,3485; IDK 0,6860), sektor hotel (IDP 1,1801; IDK 0,6975), sektor restoran (IDP 1,1918; IDK 0,7766), sektor angkutan jalan raya (IDP 1,1466; IDK 0,8321), sektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan (IDP 1,2321; IDK 0,8171), sektor jasa penunjang angkutan (IDP 1,0435; IDK 0,7086) dan sektor sosial kemasyarakatan (IDP 1,0096; IDK 0,7017). Untuk sektor-sektor yang memiliki nilai IDP dan IDK dibawah rata-rata seluruh sektor ekonomi adalah sektor perikanan (IDP 0,8348; IDK 0,7561), sektor kehutanan (IDP 0,8671; IDK 0,6883), sektor komunikasi (IDP 0,8810; IDK 0,8559), sektor bank (IDP 0,7489; IDK 0,7316), sektor lembaga keuangan tanpa bank dan jasa penunjang/keuangan (IDP 0,7746; IDK 0,7202), sektor sewa bangunan (IDP 0,8614; IDK 0,7544), sektor jasa perusahaan (IDP 0,8517; IDK 0,6873), sektor pemerintahan umum dan pertahanan (IDP 0,9115; IDK 0,7470), sektor hiburan dan rekreasi (IDP 0,8685; IDK 0,7272) dan sektor perorangan dan rumahtangga (IDP 0,9672; IDK 0,8134). Berdasarkan nilai IDP dan IDK nya

116 94 sektor-sektor ini kurang mampu memacu pertumbuhan baik sektor hulu maupun sektor hilirnya. Dari kajian tersebut terlihat bahwa sektor-sektor perekonomian di Kota Sabang lebih banyak menempati kuadran ke empat. Artinya sektor-sektor perekonomian tersebut hanya berkembang untuk dirinya sendiri, rentan untuk dieksplorasi dan belum mampu mengambil manfaat dari wilayah sekitarnya Multiplier Effect Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. Multiplier terbagi menjadi dua jenis yaitu multiplier Tipe I dan multiplier Tipe II. Multiplier Tipe I dihitung berdasarkan inverse matriks Leontif atau matriks (I-A) -1, dimana sektor rumah tangga adalah exogenous. Pada multiplier Tipe II sektor rumah tangga dimasukkan dalam matriks saling ketergantungan (endogeneous), sehingga multiplier Tipe II tidak hanya menghitung dampak langsung dan tidak langsung, tetapi termasuk pula dampak induksi, yaitu dampak dari perubahan pola konsumsi rumah tangga akibat peningkatan terhadap kinerja sistem perekonomian wilayah. Analisis multiplier effect yang dilakukkan berdasarkan Tabel I-O Kota Sabang tahun 2010 adalah analisis multiplier Tipe I, yang terdiri atas output multiplier, total value added multiplier (NTB), income multiplier dan value added tax multiplier (pajak tak langsung) Output Multiplier Output multiplier menunjukkan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah. Peningkatan output sektor-sektor lain tercipta karena adanya efek langsung dan tidak langsung dari peningkatan permintaan akhir. Hasil output multiplier seperti ditunjukkan pada Gambar 24, lima sektor yang memiliki nilai terbesar multiplier effect output adalah sektor listrik (8) yaitu nilai multiplier effect output sebesar 2,1826 kemudian berturut-turut sektor industri pengolahan (7) nilai multiplier effect output sebesar 2,0096, sektor air bersih (9) nilai multiplier effect output sebesar

117 ,0064, sektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan (15) nilai multiplier effect output sebesar 1,8333 dan sektor restoran (13) nilai multiplier effect output sebesar 1, Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutan Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Sewa Bangunan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan dan Rumahtangga 1,1396 1,3041 1, ,2421 1,2901 1,1063 2,0096 2,1826 2,0064 1,6815 1,3562 1,7559 1,7733 1,7060 1,8333 1,,5526 1,3109 1, ,2817 1,2672 1,3563 1,5023 1,2923 1, Gambar 24. Nilai Output Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun 2010 Nilai multiplier effect output sebesar 2,1826 berarti bahwa setiap peningkatan permintaan akhir sektor listrik sebesar satu satuan, maka output perekonomian wilayah Kota Sabang akan meningkat sebesar ekivalen 2, Artinya, apabila permintaan akhir sektor listrik meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap perekonomian wilayah (output) meningkat sebesar 2,1826 milyar rupiah Total Value Added Multiplier Total value added multiplier (nilai tambah bruto) menunjukkan dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor tertentu terhadap PDRB Kota Sabang. Total value added multiplier adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Dalam Tabel I-O diasumsikan NTB berhubungan

118 96 dengan output secara linier. Artinya peningkatan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan atau penurunan NTB. Apabila dilihat berdasarkan peringkat NTB, terdapat sepuluh sektor ekonomi yang memberikan sumbangan terbesar bagi total NTB yang diciptakan di Kota Sabang Tahun Lima sektor yang memiliki total value added multiplier yang relatif tinggi adalah sektor industri pengolahan (7) yaitu sebesar 3,2012 berada diperingkat ke-1, sektor listrik (8) yaitu sebesar 3,1107 berada diperingkat ke-2, sektor restoran (13) yaitu sebesar 1,9411 beradaa diperingkat kesektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan (15) yaitu sebesar 1,8691 berada diperingkat ke-5. Sektor yang memberikan dampak terkecil terhadap NTB adalah sektor bank (18) yaitu sebesar 1,,0842 berada diperingkat ke-25. Total value added multiplier sektor-sektor perekonomian di Kota Sabang dapat dilihat pada Gambar 3, sektor air bersih (9) yaitu sebesar 1,9376 berada diperingkat ke-4 dan 25. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutann Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Keuangan Sewa Bangunan Jasaa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan dan Rumahtangga 1,1024 1,2215 1,4304 1,1649 1,2119 1,1063 1,9376 1,7309 1,2702 1,7520 1,9411 1,7142 1,8691 1,5212 1,2439 1,0842 1,1201 1,2102 1,2033 1,2800 1,4122 1,2214 1,3734 3,2012 3, Gambar 25. Nilai Total Value Added Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun 2010 Nilai total value added multiplier sektor industri pengolahann sebesar 3,2012 berarti bahwa apabila permintaan akhir sektor industri pengolahan meningkat 1

119 97 97 milyar rupiah maka dampak terhadap nilai tambah/pdr RB akan meningkat sebesar 3,2012 milyar rupiah Income Multiplier Analisis income multiplier menunjukkan dampak permintaan akhir atas output sektor tertentu terhadap peningkatann total pendapatan rumah tangga secara keseluruhan (termasuk sebagian pendapatan yang dibelanjakan kembali kedalam perekonomian) di Kota Sabang. Sektor yang memilikii income multiplier terbesar adalah sektor industri pengolahan (7) yaitu sebesar 3,2188 (Gambar 26). Hal ini menunjukkan sektor industri pengolahan mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian di Kota Sabang. Sektor industri pengolahan ini mampu memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga sebesar 3,2188 milyar tiap kenaikan 1 milyar permintaan akhirnya. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutann Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Keuangan Sewa Bangunan Jasaa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan dan Rumahtangga Gambar 26. Nilai Income Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Kota Sabang Tahun 2010 Kegiatan ekonomi di sektor industri di Kota Sabang sampai saat ini belum ada yang berskala besar. Pada umumnya masih bertumpu padaa industri rakyat (home industry). Kegiatan di sektor industri ini, baik ditinjau dari skala ekonomi,

120 98 teknologi, manajemen maupun pasar relatif masih kecil. Pembinaan yang dilakukan terhadap home industry selama ini masih menghadapi kendala, antara lain: tenaga penyuluh yang kurang, modal yang minim, ketiadaan manajemen yang modern dan keterbatasan pasar. Sektor lain yang juga mempunyai income multiplier relatif tinggi adalah sektor sewa bangunan (20) yaitu sebesar 2,8384, sektor listrik (8) yaitu sebesar 2,5815, air bersih (9) yaitu sebesar 1,7968, sektor restoran (13) yaitu sebesar 1,7528, sektor angkutan jalan raya (14) yaitu sebesar 1,6889, sektor angkutan sungai, danau dan penyebrangan (15) yaitu sebesar 1,6772, sektor hotel (12) yaitu sebesar 1,6509, sektor bangunan (10) yaitu sebesar 1,6242 dan sektor jasa penunjang angkutan (16) yaitu sebesar 1, Value Added Tax Multiplier Value added tax multiplier (pajak tak langsung) menunjukkan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pajak tak langsung pada sektor tersebut. Artinya, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor tertentu sebesar satu rupiah, maka akan berdampak pada meningkatnya pajak tak langsung sebesar nilai pengganda pajak pada sektor tersebut. Dari Gambar 27 terlihat bahwa sektor listrik (8) mempunyai nilai value added tax multiplier tertinggi yaitu sebesar 34,1034 yang berarti bahwa jika terdapat kenaikan satu rupiah permintaan akhir menyebabkan pajak tak langsung akan meningkat sebesar 34,1034. Sektor bank (18) mempunyai nilai value added tax multiplier terbesar kedua sebesar 2,9681 kemudian diikuti sektor pemerintahan umum dan pertahanan (22) yaitu sebesar 2,7293, sektor komunikasi (17) yaitu sebesar 2,6674 dan sektor sosial kemasyarakatan (23) yaitu sebesar 2,2980.

121 99 99 Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Perikanan Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik Air Bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran H o t e l Restoran Angkutan Jalan Raya Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa Penunjang / Sewa Bangunan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum & Pertahanan Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan dan Rumahtangga 1, ,,4517 2,0160 1,,3015 1,,4076 1, ,2236 1,,3052 1,9310 1, ,,3123 1, ,0857 1,6609 2,6674 2,9681 1,0552 1, , ,7293 2,2980 1,,3121 1, , Gambar 27. Nilai Value Added Tax Multiplier Sektor-Sektor Perekonomian Sabang Tahun Kota Untuk identifikasi sektor unggulan di Kota Sabang ditentukan berdasarkan 5 (lima) kriteria yakni; (a) Sektor basis yang dianalisis dengan metode LQ > 1, (b) Sektor yang mempunyai nilai SSA (differential shift ) positif, (c) Sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi, (d) Sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang relatif tinggi, dan (e) Sektor yang memiliki efek multiplier yang besar. Jika salah satu sektor mempunyai 3 (tiga) dari 5 (lima) kriteria yang diberikan, makaa sektor tersebut dapat dikatakan sebagai sektor unggulan. Atas dasar kriteria sektor unggulan tersebut maka sektor unggulan di Kota Sabang adalah: sektor industri pengolahan, sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran. Sektor tersebutt mampu mendorong pertumbuhan perekonomian di Kota Sabang, karena memiliki sektor basis LQ >1, sektor yang mempunyai nilaii SSA (differential shift ) positif, keterkaitan kedepan dan kebelakang relatif besar,

122 100 keterkaitan langsung dan tidak langsung kedepan dan kebelakang relatif besar dan juga mempunyai nilai multiplier yang tinggi bila dibandingkan dengan sektorsektor ekonomi lainnya. Apabila kenaikan permintaan akhir yaitu belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga, ekspor serta pembentukan modal tetap bruto (investasi) diarahkan kepada sektor unggulan, maka akan dapat menggerakkan aktivitas sektor-sektor ekonomi lainnya secara simultan, yang dapat meningkatkan aktivitas perekonomian wilayah di Kota Sabang Hasil Sintesis Perekonomian Kota Sabang Secara Makro Berdasarkan seluruh indikator LQ, SSA dan analisis I-O diatas diketahui bahwa sektor unggulan di Kota Sabang sektor unggulan yang dimiliki, yakni sektor industri pengolahan, sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran. Penilaian pada level makro dilakukan pada analisis LQ dan SSA (differential shift) yang membandingkan sektor unggulan di Kota Sabang dengan sektor unggulan yang ada di Provinsi Aceh. Tabel 33 menunjukkan yang merupakan sektor unggulan dan memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Untuk sektor pertanian tidak unggul secara komparatif dan kompetitif karena pengembangan pertanian juga harus didukung oleh sistem pengelolaan yang baik agar sektor ini dapat menjadi unggulan dalam pengembangan Kota Sabang. Tabel 33. Hasil Nilai LQ dan SSA Kota Sabang Sektor Nilai LQ Nilai SSA (differential shift) Pertanian 0,45-0,05 Pertambangan dan Penggalian 0,13 0,73 Industri Pengolahan 1,44 0,28 Listrik, Gas dan Air Minum 1,77-0,27 Bangunan 2,44 0,28 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,92 0,02 Pengangkutan dan Komunikasi 0,60 0,00 Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 1,21-0,07 Jasa-jasa 2,18 0,02 Sumber : Diolah dari BPS dan BAPEDDA Kota Sabang (2011) Selama ini berbagai usaha pertanian seperti tanaman pangan dan holtikultura telah diusahakan oleh masyarakat namun dengan pola yang masih

123 tradisional dan skala usaha yang terbatas. Oleh karenanya, perlu diupayakan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan petani sehingga dapat mengoptimalkan produksi pertanian. Sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan pengangkutan dan komunikasi tidak unggul secara komparatif tetapi unggul secara kompetitif. Sektor listrik, gas dan air minum, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan unggul secara komparatif tetapi tidak unggul secara kompetitif atau nilai differential shift bernilai negatif. Penilaian pada analisis I-O dilakukan berdasarkan Tabel I-O Kota Sabang Tahun Kriteria yang digunakan adalah sektor-sektor yang memiliki keterkaitan dan multiplier effect yang besar. Dari hasil analisis keterkaitan kedepan (Direct Forward Linkage /DFL) terlihat bahwa sektor yang memiliki keterkaitan tinggi adalah: (1) industri pengolahan, (2) perdagangan besar dan eceran, (3) listrik, (4) bangunan dan (5) tanaman bahan makanan. Lima sektor yang terbanyak menggunakan output sektor industri pengolahan adalah: sektor bangunan, sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan besar dan eceran dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan ke belakang (Direct Backward Linkage /DBL) sektor yang memiliki keterkaitan tinggi adalah: (1) industri pengolahan, (2) listrik, (3) restoran (4) air bersih dan (5) angkutan sungai, danau dan penyebrangan. Lima sektor utama sebagai penyedia input bagi sektor industri pengolahan meliputi: sektor tanaman bahan makanan, sektor industri pengolahan, sektor tanaman perkebunan, sektor perdagangan besar dan eceran dan sektor pertambangan dan penggalian. Hasil DBL dan DFL menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan mempunyai peran yang lebih penting dalam memenuhi permintaan sektor-sektor lainnya atau mempunyai kemampuan yang kuat mendorong sektor-sektor hilirnya, dibandingkan menyerap input dari sektorsektor lainnya. Apabila dilihat dari besarnya kontribusi masing-masing sektor terhadap total PDRB maka dapat diketahui lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah: sektor pemerintahan umum dan pertahanan (37,54 %), sektor bangunan (17,32 %), sektor perdagangan besar dan eceran (16,19 %), sektor

124 102 industri pengolahan (4,59 %) dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya (4,244 %), sedangkann total output untuk lima sektor-sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah: pemerintahan umum dan pertahanan (32,57%), sektor bangunan (20,30%), sektor perdagangann besar dan eceran (13,94%), sektor industri pengolahan (9,96%) dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya (4,12%) dari pembentukan total output seluruh sektor perekonomiann (Gambar 28). 4,59 4,,24 pemerintahan umum dan pertahanan bangunan 9,96 4,12 pemerintahan umum dan pertahanan sektor bangunan 16,19 17,32 37,54 perdagangan besar dan eceran industri pengolahan peternakan dan hasil-hasilnya 13,94 20,3 32,57 sektor perdagangan besar dan eceran sektor industri pengolahan sektor peternakan dan hasil-hasilnya (a). Kontribusi Terhadap PDRB (b). Kontribusi Terhadap Total Output Gambar 28. Proporsi Sektor-Sektor Terhadap PDRB dan Total Output Kota Sabang Peningkatan keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran juga akan meningkatkan multiplier effect (Tabel 34). Dengan demikian melalui upaya tersebutt diharapkan sektor industri pengolahan, sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran dapat menjadi sektor unggulan sebagaimana halnya jika dilihat melalui kontribusi terhadap PDRB dan output total yang terbentuk selama ini. Tabel 34. Nilai Multiplier Effect Kota Sabang SEKTOR Listrik Industri Pengolahan H o t e l Bangunan Perikanan Multiplier Effect SEKTOR Output Industri 2,1826 Pengolahan 1,5798 Listrik 1,4554 Restoran 1,4369 Air Bersih Angkutan Sungai, 1,4031 Danau & Penyebrangan Total Value- Added Multiplier (PDRB) 3,2012 3,1107 1,9411 1,9376 1,8691 SEKTOR Industri Pengolahan Sewa Bangunan Listrik Air Bersih Restoran Income Multiplier 3,2188 2,8384 2,5815 1,7968 1,7528 SEKTOR Listrik Bank Pemerintahan Umum & Pertahanan Komunikasi Sosial Kemasyarakat an Value Added Tax Multiplier 34,1034 2,9681 2,7293 2,6674 2,2980

125 Pengembangan sektor industri pengolahan (industri makanan dan pengolahan hasil pertanian, industri pengolahan perikanan, industri kerajinan) ini diperlukan perencanaan yang matang, karena dengan meningkatnya sektor industri pengolahan maka sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran akan meningkat pula. Hal ini mengingat bahwa kelangsungan kegiatan industri pengolahan berkaitan dengan suplai bahan baku dan juga suplai tenaga kerja. Ketersediaan suplai bahan baku secara efisien akan mampu memberikan keunggulan daya saing dengan menekan biaya produksi dari produk yang dihasilkannya. Sejalan dengan itu, kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang terlibat didalam upaya pengembangan sektor industri pengolahan juga memerlukan prioritas khusus dimana kesiapan dan ketersediaan SDM yang berkompeten di Kota Sabang tentunya tidaklah dapat diwujudkan secara cepat namun harus bertahap dengan tetap mengutamakan pemanfaatan penduduk Kota Sabang. Hal ini selain akan memberikan kemampuan kompetitif dari sektor industri juga dalam rangka upaya pemberdayaan masyarakat Kota Sabang. Potensi hasil perikanan baik perikanan laut maupun perikanan darat di Kota Sabang pada dasarnya dapat dimanfaatkan secara optimal guna mendukung pengembangan sektor industri pengolahan. Hal ini mengingat letak geografis Kota Sabang di zona lautan tropis yang mana kondisinya sangat sesuai untuk produksi ikan serta pengembangan budidaya ikan. Pengolahan lebih lanjut hasil dari sektor perikanan melalui sektor industri akan mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar terhadap pengembangan kedua sektor yang saling terkait tersebut. Untuk aliran dari sektor industri meliputi aliran input bahan baku maupun barang antara serta distribusi dari produk yang dihasilkan Kota Sabang. Sektor industri pengalengan ikan dimana sektor ini adalah termasuk sektor unggulan yang akan dikembangkan, untuk bahan bakunya diperoleh dari hasil tangkapan ikan di sekitar Kota Sabang sedangkan kegiatan prosesnya dilakukan di pulau Weh. Sementara itu untuk industri pertanian dimana dilakukan kegiatan proses terhadap output hasil pertanian, bahan bakunya diperoleh dari beberapa tempat yaitu dari Kota Sabang sendiri dan juga dari pulau Sumatera seperti Aceh daratan, Sumatera Utara dan lainnya. Distribusi dari produk industri pertanian Kota Sabang meliputi pula dalam negeri maupun luar negeri. Hasil industri pengolahan

126 104 ini akan menjadi faktor pendukung dalam menggerakk kan sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran. 5.2 Penelahaan Mikro Tingkat Hirarki Wilayah Pengembangann suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Aktivitas perekonomiann pada suatu wilayah membentuk sistem kegiatan dimana masing-masing komponen sistem saling terkait. Analisiss hirarki wilayah Kota Sabang dianalisis menggunakan analisis skalogram. Analisis skalogram merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan n tingkat hirarki wilayah. Hasil analisis skalogram menunjukkan tingkat perkembangan wilayah seluruh desa di Kota Sabang pada tahun 2008 dengan nilai standar deviasi (Stdev) 7,06 dengan nilai rata-rata 29,4 dan pada tahun 2011 dengan nilai standar deviasi (Stdev) 5, 78 dan nilaii rata-rata 28,72 (Gambar 29) ,47 28, , , Standar deviasi rataan Gambar 29. Tingkat Hirarki Wilayah Kota Sabang Hasil analisis skalogram menunjukkan tingkat perkembangan wilayah seluruh desa di Kota Sabang tahun 2008 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 35. Sebahagian besar desa di Kota Sabang tahun 2008 termasuk dalam hirarki II dan

127 tahun 2011 termasuk dalam hirarki III. Hasil yang didapat untuk hirarki I mempunyai indeks perkembangan (IP) > 37,721 ; hirarki II mempunyai IP antara 29,890 hingga 31,971 ; hirarki III mempunyai IP < 23,270. Hasil yang didapat untuk hirarki I mempunyai nilai IP > 37,888 ; hirarki II mempunyai IP antara 28,942 hingga 31,690 ; hirarki III mempunyai IP 26,970. Tabel 35. Hirarki Desa di Kota Sabang Tahun 2008 dan 2011 Berdasarkan Nilai Indeks Perkembangan (IP) Kecamatan Desa Indeks Perkembangan 2008 Jumlah Jenis 2008 Hirarki 2008 Sukajaya Paya 31, HIRARKI 2 Sukajaya Keuneukai 31, HIRARKI 2 Sukajaya Beurawang 30, HIRARKI 2 Sukajaya Jaboi 29, HIRARKI 2 Sukajaya Balohan 30, HIRARKI 2 Sukajaya Cot Abeuk 30, HIRARKI 2 Sukajaya Cot Ba u 31, HIRARKI 2 Sukajaya Anoe Itam 22, HIRARKI 3 Sukajaya Ujong 30, HIRARKI Kareung 2 Sukajaya Ie Meulee 23, HIRARKI 3 Sukakarya Iboih 38, HIRARKI 1 Sukakarya Batee 20, HIRARKI Shoek 3 Sukakarya Sukakarya Paya Seunara Krueng Raya 12, HIRARKI 3 21, HIRARKI 3 Sukakarya Aneuk Laot 39, HIRARKI 1 Sukakarya Kuta Timu 29, HIRARKI 3 Sukakarya Kuta Barat 37, HIRARKI 1 Sukakarya Kuta Ateuh 38, HIRARKI 1 Indeks Perkembangan 2011 Jumlah Jenis 2011 Hirarki , HIRARKI 3 24, HIRARKI 3 29, HIRARKI 2 31, HIRARKI 2 38, HIRARKI 1 23, HIRARKI 3 31, HIRARKI 2 27, HIRARKI 3 24, HIRARKI 3 30, HIRARKI 2 28, HIRARKI 3 20, HIRARKI 3 20, HIRARKI 3 22, HIRARKI 3 40, HIRARKI 1 29, HIRARKI 2 28, HIRARKI 2 37, HIRARKI 1 Pengelompokkan hirarki wilayah Kota Sabang tahun 2008 dan 2011 terbagi atas tiga yaitu : 1. Hirarki I merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan maju, dapat dicirikan melalui indeks perkembangan yang paling tinggi yang ditentukan

128 106 oleh jumlah ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai (lebih lengkap) terutama sarana pendidikan, sarana kesehatan, jarak dari masing-masing wilayah terhadap pusat pelayananan relatif dekat sehingga memudahkan akses ke tempat-tempat pelayanan dan juga merupakan pusat pemerintahan serta pusat perdagangan. Dari teori tentang wilayah nodal, maka desa yang termasuk hirarki I ini adalah sebagai wilayah inti dan dari segi letak terletak ditengah. Pusat-pusat yang berhirarki lebih tinggi melayani pusat-pusat dengan hirarki lebih rendah disamping juga melayani hinterland di sekitarnya (Rustiadi et al. 2004). Tahun 2008 ada 4 desa yang termasuk hirarki I yaitu: Desa Iboih, Aneuk Laot, Kuta Barat dan Kuta Ateuh sedangkan tahun 2011 jumlah desa berhirarki I mengalami penurunan menjadi 3 desa yaitu: Desa Balohan, Aneuk Laot dan Kuta Ateuh. 2. Hirarki II merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan sedang, dapat ditunjukkan oleh sarana dan prasarana yang tersedia dalam jumlah sedikit. Untuk tahun 2008 ada 8 desa yang termasuk hirarki II dan tahun 2011 hanya terdapat 6 desa. Wilayah yang termasuk hirarki II dan III merupakan daerah hinterland. Ini berarti, terjadi penurunan jumlah sarana dan prasarana yang ada di setiap desa dalam wilayah Kota Sabang. 3. Hirarki III merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan rendah, jumlah sarana dan prasarana yang tersedia relatif sangat kurang. Ada 6 desa yang termasuk hirarki III tahun 2008 dan ada 9 desa untuk tahun Hasil Sintesis Perekonomian Kota Sabang Secara Mikro Hasil analisis LQ, SSA dan I-O menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan (industri makanan dan pengolahan hasil pertanian, industri pengolahan perikanan, industri kerajinan), sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran menjadi sektor unggulan dalam perekonomian wilayah di Kota Sabang. Ini berarti desa-desa sentra industri masih memiliki keterbatasan fasilitas dan terbatasnya aktivitas perekonomian. Terbatasnya fasilitas dan aktivitas ekonomi pada suatu wilayah berakibat pada kehidupan masyarakat secara umum. Masyarakat yang tergolong miskin akan sulit keluar dari kemiskinannya karena secara ekonomi beban mereka akan bertambah untuk mencapai suatu pusat pelayanan. Pemerintah daerah perlu memperhatikan ketersediaan fasilitas

129 pelayanan publik pada desa-desa yang kurang maju dan mendorong berkembangnya aktivitas ekonomi pada desa dengan tingkat perkembangan rendah tersebut. Kesiapan jalur pendistribusian produk akhir secara efektif dan efisien akan juga mampu memberikan keunggulan tersendiri dimana dengan tersedianya jalur distribusi produk akhir secara efektif dan efisien akan mampu menekan biaya distribusi yang akan timbul sehingga lebih jauh akan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya saing produk berupa harga jual produk yang relatif lebih kompetitif. Selanjutnya, pengembangan industri pengolahan juga harus ditunjang oleh jaringan jalan yang baik terutama untuk menghubungkan kawasan tersebut dengan pelabuhan/airport, sumber air baku, serta sumber bahan baku. Untuk dalam negeri produk hasil sektor industri pertanian didistribusikan khususnya ke pulau Sumatera sementara untuk luar negeri pelabuhan Sabang secara umum akan diarahkan untuk memiliki konsentrasi pada aktivitas perdagangan sementara pelabuhan Balohan pada aktivitas industri dan penyeberangan. Kedua pelabuhan ini selanjutnya akan dikelola sebagai satu unit pelabuhan yang disebut sebagai pelabuhan bebas Sabang. Dalam pengembangan kedepannya pelabuhan Sabang ini juga diarahkan untuk tidak hanya melayani pelayaran penumpang untuk penyeberangan tetapi juga pelayaran penumpang baik domestik maupun internasional. Hal ini dilakukan dengan cara menarik kapal yang melalui jalur pelayaran internasional untuk singgah atau menjadikan pelabuhan Sabang sebagai port of call-nya dan tempat melakukan aktivitas transhipment-nya serta membuka jalur pelayaran domestik yang melalui pelabuhan Sabang. Sektor listrik dan sektor perdagangan besar dan eceran mempunyai peluang yang sangat besar dalam rangka untuk meningkatkan usaha-usaha pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Kota Sabang. Saat ini, sebagian besar penduduk Kota Sabang telah terlayani oleh aliran listrik dan untuk perkembangan listrik yang masuk ke kecamatan yang ada di kota Sabang sudah terlayani 100 %. Pemetaan hirarki wilayah Kota Sabang dapat dilihat pada Gambar 30 dan Gambar 31.

130 108 Kuta Ateuh Kuta Barat Iboih Aneuk Laot Gambar 30. Hirarki Wilayah Kota Sabang Tahun 2008

131 Kuta Ateuh Aneuk Laot Balohan Gambar 31. Hirarki Wilayah Kota Sabang Tahun 2011

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Perencanaan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai pihak, baik perorangan maupun suatu organisasi. Untuk memahami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS i SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE 2006-2010 KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 ii SKRIPSI ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH Djarwadi dan Sunartono Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E-mail : djarwadi@webmail.bppt.go.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol Analisis Sektor Unggulan dan Supomo Kawulusan (Mahasiswa Program Studi Magister Pembangunan Wilayah Pedesaan Pascasarjana Universitas Tadulako) Abstract The purpose this reseach the economy sector growth

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.

Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. A Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai wujud

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

IVAN AGUSTA FARIZKHA ( ) TUGAS AKHIR PW PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG

IVAN AGUSTA FARIZKHA ( ) TUGAS AKHIR PW PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG IVAN AGUSTA FARIZKHA (3609100035) TUGAS AKHIR PW09-1328 PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic. Rer.Reg.

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (STUDI KASUS BPS KABUPATEN KENDAL TAHUN 2006-2010) SKRIPSI Disusun oleh : ROSITA WAHYUNINGTYAS J2E 008 051 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU THE CONTRIBUTION OF THE FISHERIES SUB-SECTOR REGIONAL GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Wilayah Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN KARAKTERISTIK TIPOLOGI WILAYAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah DYAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ini dibagi menjadi 7 bagian, yaitu: (1) struktur perekonomian, (2) identifikasi sektor unggulan dalam perspektif internal Kabupaten Bandung Barat (sector-based inward

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN SIDOARJO (Sebelum dan Sesudah Terjadi Semburan Lumpur Lapindo) SKRIPSI

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN SIDOARJO (Sebelum dan Sesudah Terjadi Semburan Lumpur Lapindo) SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN SIDOARJO (Sebelum dan Sesudah Terjadi Semburan Lumpur Lapindo) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di: JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 219-228 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (Studi Kasus BPS Kabupaten Kendal

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2003-2012 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perhatian terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembangunan terus berkembang sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb Kajian Sub Sektor Ekonomi Potensial Dalam Mendukung Fungsi Kota Cilegon

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb Kajian Sub Sektor Ekonomi Potensial Dalam Mendukung Fungsi Kota Cilegon ABSTRAK Kota Cilegon merupakan salah satu kota di Provinsi Serang Banten. Menurut kebijakan yang ada yakni yang terkait akan Kota Cilegon seperti RTRW Provinsi Banten menetapkan fungsi Kota Cilegon sebagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sangat diperlukan oleh suatu Negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sangat diperlukan oleh suatu Negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sangat diperlukan oleh suatu Negara yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, salah satunya dengan cara

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada umumnya mempunyai corak atau cirinya sendiri yang berbeda

Lebih terperinci