BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian"

Transkripsi

1 BAB 4 JARAK PANDANG 4.1. Pengertian Jarak pandang adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang dapat dilihat dengan jelas, diukur dari tempat kedudukan mata pengemudi. Kemampuan untuk dapat melihat ke muka dengan jelas merupakan hal yang penting untuk keselamatan dan pemakaian kendaraan yang efisien bagi pengemudi di jalan. Lintasan dan kecepatan kendaraan di jalan sangat dipengaruhi oleh kontrol pengemudi seperti : kemampuan, keterampilan, dan pengalaman pengemudi. Jarak pandangan berguna untuk : Mengindarkan terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan manusia akibat adanya benda yang berukuran besar, kendaraan yang sedang berhenti, pejalan kaki, hewan-hewan pada lajur jalannya Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah dengan mempergunakan lajur di sebelahnya Menambah effisiensi jalan tersebut, sehingga volume pelayanan dapat dicapai semaksimal mungkin Sebagai pedoman bagi pengatur lalu-lintas dalam menempatkan ramburambu lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen jalan. Dilihat dari kegunaannya jarak pandangan dapat dibedakan atas : Jarak yang diperlukan oleh kendaraan untuk berhenti (stoping). Jarak ini harus berlaku pada semua jalan Jarak yang diperlukan untuk melakukan penyiapan (passing) kendaraan lain, sangat diperlukan pada jalan dengan dua jalur atau tiga jalur 71

2 4.2. Jarak Pandang Henti (Jh) Jarak pandang henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraannya. Pada setiap panjang jalan haruslah dipenuhi paling sedikit jarak pandangan sepanjang jarak pandangan henti minimum. Jarak pandang henti minimum adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada lajur jalannya, ditambah jarak untuk mengerem. Jarak pandang henti minimum merupakan penjumlahan dari dua bagian jarak, yaitu : 1) Jarak PIEV / Jarak Tanggap, yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan pada saat pengemudi menyadari adanya rintangan sampai dia mengambil keputusan untuk menginjak rem 2) Jarak Pengereman, yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari menginjak pedal rem sampai kendaraan itu berhenti a. Waktu Persepsi dan Reaksi Waktu persepsi adalah waktu yang diperlukan pengemudi untuk menyadari adanya halangan pada lintasannya, dan pikiran untuk mengantisipasi keadaan tersebut dengan keharusan menginjak rem. Waktu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan oleh pengemudi untuk meghentikan kendaraannya setelah mengambil keputusan untuk menginjak rem. Kedua waktu tersebut dipengaruhi oleh PIEV (perception, intellection, emotion, and villition) dan waktu PIEV ini tergantung dari beberapa faktor : Karakteristik mental pengemudi Tipe dan kondisi jalan Warna, ukuran dan bentuk halangan Kemampuan pengemudi mengontrol kendaraan Tujuan perjalanan, dan Kecepatan kendaraan 72

3 Berdasarkan AASHTO 90 mengambil waktu PIEV sebesar 1,5 detik. Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pedal rem. Rata-rata pengemudi membutuhkan waktu 0,5 detik 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari saat dia melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, disebut sebagai waktu reaksi adalah 2,5 detik. b. Jarak waktu persepsi dan reaksi Jarak waktu persepsi dan reaksi adalah jarak perjalanan kendaraan selama waktu persepsi dan reaksi, jarak ini merupakan hasil perkalian antara kecepatan kendaraan dengan waktunya. Besarnya jarak PIEV dapat dirumuskan sebagai berikut : dimana : d1 = jarak PIEV dalam (m) V = kecepatan kendaraan dalam (m) t = waktu PIEV dalam (detik) = 2,5 detik c. Jarak Mengerem Jarak pengereman ini dipengaruhi oleh faktor ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka jalan, dan kondisi perkerasan jalan. Untuk perencanaan hanya diperhitungkan adanya gesekan antara ban dan muka jalan. Jarak mengerem ini diturunkan berdasarkan prinsip mekanika, dengan meninjau kendaraan yang sedang berjalan dengan kecepatan V seperti pada gambar

4 Dimana : Gambar 4.1. Gaya-gaya pada kendaraan Sumber : Ir. Sigit Hardiwardoyo, Dea Perencanaan Geometrik Jalan W = berat kendaraan f = koefisien antara ban dan permukaan perkerasan jalan α = sudut jalan terhadap horisontal a = perlambatan Db = jarak horisontal selama mengerem sampai berhenti g = percepatan grafitasi u = kecepatan saat mengerem G = tangen α (% kemiringan / 100) Dengan kaedah mekanika (hukum newton), didapat : a. gaya fiksi kendaraan w x f x cos α b. gaya aksi kendaraan akibat perlambatan ( w x a ) / g c. komponen berat kendaraan w x sin α Ketiga hubungan di atas disubstitusikan ke dalam persamaan gaya (hukum Newton II), sehingga akan didapatkan persamaan sebagai berikut : ( ) Perlambatan menyebabkan kendaraan dalam kendaraan melawan gaya ke bawah, didapat persamaan kecepatan V dalam rumus : 74

5 Tetapi sehingga persamaan menjadi : sehingga menjadi atau menjadi ( ) tetapi bahwa tg α adalah kelandaian G (dalam %) sehingga persamaan tersebut dapat ditulis seperti : ( ) Jika g ditetapkan 9,8 m/detik dan V dalam km/jam maka persamaan dapat ditulis menjadi : Maka : ( ) Jarak mengerem, ( ) Sehingga rumus umum jarak pandangan henti untuk jalan dengan kelandaian tertentu adalah : ( )..(4.1) Untuk jalan datar : dimana : L = landai jalan dalam (%) dibagi (4.2) Dengan mensubstitusikan nilai t = 2,5 detik, persamaan 4.2 bisa disederhanakan menjadi : 75

6 ....(4.3) dimana : fp = koefisien gesekan antara ban dan perkerasan jalan dalam arah memanjang jalan (menurut Bina Marga, untuk aspal fp = 0,35 0,55) d2 = jarak mengerem (m) V = kecepatan kendaraan (km/jam) Tabel berikut ini menampilkan Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan (4.3) dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai V R. Tabel 4.1. Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum Sumber : TPGJAK Jarak Pandang Mendahului (Jd) Jarak pandang mendahului adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat melakukan gerakan menyiap suatu kendaraan dengan sempurna dan aman berdasarkan asumsi yang diambil. Penentuan jarak pandang menyiap yang diperlukan pada jalan 2 lajur menurut AASHTO didasarkan pada jarak yang ditempuh dengan posisi kritis dari gerakan menyiap, sehingga secara teoritis diusahakan mendekati keadaan seungguhnya. Jarak pandangan menyiap standar pada jalan 2 jalur 2 arah dihitung berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas yaitu : Kendaraan yang akan disiap harus mempunyai kecepatan yang tetap Sebelum melakukan gerakan menyiap, kendaraan harus mengurangi dan mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepatan yang sama 76

7 Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk menyiap, maka pengemudi harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan menyiap dapat diteruskan atau tidak Kecepatan kendaraan yang menyiap mempunyai perbedaan sekitar 15 km/jam dengan kecepatan kendaraan yang akan disiap pada waktu melaksanakan kegiatan menyiap Pada saat kendaraan yang menyiap telah berada kembali pada laju jalannya, maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan Tinggi mata pengemudi dikur dari permukaan perkerasan menurut AAHSTO 90 = 1,06 m (3,5 ft) dan tinggi objek yaitu kendaraan yang akan disiap adalah 1,25 m (4,25 ft), sedangkan Bina Marga (antar kota) mengambil tinggi mata pengemudi sama dengan tinggi objek (halangan) yaitu 1,05 cm. Berdasarkan asumsi tersebut, jarak pandang menyiap didefinisikan sebagai penjumlahan 4 bagian jarak seperti terlihat pada gambar 4.2. Jarak pandangan menyiap standar untuk jalan 2 lajur 2 arah terdiri dari 2 tahap yaitu : Gambar 4.2. Jarak Pandang Menyiap Sumber : TPGJAK 97 77

8 dimana : d1 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama waktu persepsi reaksi hingga percepatan awal untuk menempati jalur berlawanan d2 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama menempati jalur berlawanan d3 = jarak antara kendaraan menyiap dan kendaraan yang berlawanan arah pada akhir gerakan menyiap d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang berlawanan sebesar 2/3 waktu kendaraan menyiap menempati jalur yang berlawanan. Jarak pandangan menyiap standar dihitung dengan rumus :..(4.4) Dimana : ( )....(4.5) d1 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama waktu persepsi reaksi hingga percepatan awal untuk menempati jalur berlawanan T1 = waktu reaksi (detik), besarnya tergantung kecepatan, 2,12 + 0,026 V R m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap (diambil km/jam) V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana (km/jam) a = percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, 2, ,0036 V R...(4.6) dimana : 78

9 d2 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama menempati jalur berlawanan (lajur kanan) T2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan, 6,56 + 0,048 V R..(4.7) Tabel 4.2. Panjang d3 untuk Jarak Pandang Menyiap V R (km/jam) d3 (m) Sumber : Shirley L. Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya.(4.8) Tabel 4.3. Panjang Jarak Pandang Mendahului berdasarkan V R Sumber : TPGJAK 97 Di dalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar ini terbatasi kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandangan menyiap minimum (d min ) : dmin = 2/3 d2 + d3 + d4..(4.9) Penyebaran Lokasi Lokasi atau daerah untuk mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30 % dari panjang total ruas jalan yang direncanakan. 79

10 4.3. Ketinggian Mata Pengemudi dan Halangan Jarak pandangan yang diperlukan sepanjang jalan tersebut diukur dengan ketinggian mata pengemudi ke puncak halangan / objek di jalan saat pertama kali terlihat oleh pengemudi, ketinggian tersebut diukur dari permukaan perkerasan ke mata pengemudi atau puncak objek. Berdasarkan Bina Marga (luar kota), untuk jarak pandang henti, tinggi mata adalah 105 cm dan tinggi objek 15 cm. Sedangkan untuk jarak pandang menyiap, tinggi mata 105 cm dan tinggi objek 105 cm. Ketinggian mata pengemudi dan objek mempengaruhi keperluan dalam perencanaan geometrik jalan dan keamanannya, tinggi mata pengemudi tergantung pada karakteristik kendaraan dan tinggi badan pengemudi. Pemilihan tinggi objek untuk rencana merupakan hasil pertimbangan akan kemungkinan dan penghematan biaya. Di dalam perencanaan geometrik jalan faktor karakteristik jalan turut menentukan, sementara itu perkembangan kendaraan bermotor yang sangat cepat. Hal ini menimbulkan evolusi terhadap bentuk kendaraan yang cenderung pada penurunan tinggi mata pengemudi sehingga akan berpengaruh pada perencanaan geometik jalan. 80

11 81

12 82

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik - Universitas Gadjah Mada PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MODUL - 6 JARAK PANDANG HENTI DAN MENYIAP Disusun oleh: Tim Ajar Mata Kuliah Perancangan Geometrik

Lebih terperinci

Jarak pandang berguna untuk :

Jarak pandang berguna untuk : E. JARAK PANDANG Definisi jarak pandang : Yaitu panjang jalan di depan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas oleh pengemudi yang diukur dari titik kedudukan pengemudi. Jarak pandang berpengaruh

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang akan dibicarakan dalam bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya BAB II DASAR TEORI Pada jalan luar kota dengan kecepatan yang rencana yang telah ditentukan harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat terhalangnya penglihatan

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. KENDARAAN RENCANA Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi (termasuk radius putarnya) dipilih sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan raya.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Geometrik Jalan Raya Geometrik merupakan membangun badan jalan raya diatas permukaan tanah baik secara vertikal maupun horizontal dengan asumsi bahwa permukaan tanah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan 3.1.1 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Menurut Bina Marga (1997), fungsi jalan terdiri dari : a. jalan arteri : jalan yang melayani angkutan utama

Lebih terperinci

KRITERIA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA

KRITERIA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA KRITERIA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA Karakteristik Pengguna Jalan Rencana : Masalah utama dalam memperhitungkan karakteristik pengguna jalan untuk perancangan jalan adalah sangat bervariasi

Lebih terperinci

PENGARUH RANCANGAN PEREDAM SILAU TERHADAP JARAK PANDANGAN (Studi Kasus Tol CIPULARANG) Ni Luh Shinta Eka Setyarini 1

PENGARUH RANCANGAN PEREDAM SILAU TERHADAP JARAK PANDANGAN (Studi Kasus Tol CIPULARANG) Ni Luh Shinta Eka Setyarini 1 PENGARUH RANCANGAN PEREDAM SILAU TERHADAP JARAK PANDANGAN (Studi Kasus Tol CIPULARANG) Ni Luh Shinta Eka Setyarini 1 1 Universitas Tarumanagara, Jl. LetJen S.Parman, Jakarta ABSTRAK Tol CIPULARANG merupakan

Lebih terperinci

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000 Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Jalan Menurut Arthur Wignall (2003 : 12) secara sederhana jalan didefinisikan sebagai jalur dimana masyarakat mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlakukannya izin khusus

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik - Universitas Gadjah Mada PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MODUL - 5 KARAKTERISTIK KECEPATAN Disusun oleh: Tim Ajar Mata Kuliah Perancangan Geometrik Jalan

Lebih terperinci

STUDI JARAK PANDANG SEGITIGA DI SIMPANG JALAN SARIMANAH RAYA DAN JALAN PERINTIS PERUMAHAN SARIJADI ABSTRAK

STUDI JARAK PANDANG SEGITIGA DI SIMPANG JALAN SARIMANAH RAYA DAN JALAN PERINTIS PERUMAHAN SARIJADI ABSTRAK STUDI JARAK PANDANG SEGITIGA DI SIMPANG JALAN SARIMANAH RAYA DAN JALAN PERINTIS PERUMAHAN SARIJADI Randuangga Suryo Bonang NRP : 0521048 Pembimbing : Silvia Sukirman, Ir. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS JARAK PANDANGAN HENTI SEBAGA ELEMEN GEOMETRIK PADA BEBERAPA TIKUNGAN RUAS JALAN MATARAM-LEMBAR

ANALISIS JARAK PANDANGAN HENTI SEBAGA ELEMEN GEOMETRIK PADA BEBERAPA TIKUNGAN RUAS JALAN MATARAM-LEMBAR ANALISIS JARAK PANDANGAN HENTI SEBAGA ELEMEN GEOMETRIK PADA BEBERAPA TIKUNGAN RUAS JALAN MATARAM-LEMBAR ANALYSIS OF STOPPING SIGHT DISTANCE FOR GEOMETRIC ELEMENTS FOR ROADS IN MATARAM-LEMBAR I Dewa Made

Lebih terperinci

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-S

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-S (Oct 5, 01) Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-S Suatu tikungan mempunyai data dasar sbb: Kecepatan Rencana (V R ) : 40 km/jam Kemiringan melintang maksimum (e max ) : 10 % Kemiringan melintang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahapan Perencanaan Jalan Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam perencanaan jalan pada prinsipnya supaya suatu jalan memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan

Lebih terperinci

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-C-S

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-C-S (Oct 4, 01) Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-C-S Suatu tikungan mempunyai data dasar sbb: Kecepatan Rencana (V R ) : 40 km/jam Kemiringan melintang maksimum (e max ) : 10 % Kemiringan melintang

Lebih terperinci

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut : ALINYEMEN VERTIKAL 4.1 Pengertian Alinyemen Vertikal merupakan perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan 1. Data Spesifikasi Jalan Ruas jalan Yogyakarta-Wates Km 15-22 termasuk jalan nasional berdasarkan Keputusan Meteri Pekerjaan Umum No. 631/KPTS/M/2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam interval waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam interval waktu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Arus Lalu Lintas Jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam interval waktu tertentu disebut arus lalu lintas.karakteristik arus lalu lintas menjelaskan

Lebih terperinci

EVALUASI JARAK PANDANG PADA ALINEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN JALAN LUAR KOTA (STUDI KASUS SEI RAMPAH-TEBING TINGGI)

EVALUASI JARAK PANDANG PADA ALINEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN JALAN LUAR KOTA (STUDI KASUS SEI RAMPAH-TEBING TINGGI) EVALUASI JARAK PANDANG PADA ALINEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL PADA TIKUNGAN JALAN LUAR KOTA (STUDI KASUS SEI RAMPAH-TEBING TINGGI) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk

Lebih terperinci

Hukum I Newton. Hukum II Newton. Hukum III Newton. jenis gaya. 2. Menerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika.

Hukum I Newton. Hukum II Newton. Hukum III Newton. jenis gaya. 2. Menerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika. Dinamika mempelajari penyebab dari gerak yaitu gaya Hukum I Newton Hukum Newton Hukum II Newton Hukum III Newton DINAMIKA PARTIKEL gaya berat jenis gaya gaya normal gaya gesek gaya tegangan tali analisis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 24 BAB III LANDASAN TEORI A. Alinyemen Horisontal Jalan Raya Alinemen horisontal atau trase suatu jalan adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang kertas yang terdiri dari garis lurus dan garis lengkung.

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERMODELAN TRANSPORTASI. 1 REKAYASA TRANSPORTASI Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT

PERENCANAAN DAN PERMODELAN TRANSPORTASI. 1 REKAYASA TRANSPORTASI Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT PERENCANAAN DAN PERMODELAN TRANSPORTASI 1 REKAYASA TRANSPORTASI Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN TRANSPORTASI 2 REKAYASA TRANSPORTASI LANGKAH2 UTAMA

Lebih terperinci

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Oleh: DARWIN LEONARDO PANDIANGAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KENDARAAN

KARAKTERISTIK KENDARAAN 1 KARAKTERISTIK KENDARAAN Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. Materi Kuliah PPI MSTT PENDAHULUAN 2 Kriteria untuk desain geometrik jalan dan tebal perkerasan didasarkan pada: 1. Karakteristik statis

Lebih terperinci

yang mempunyai panjang kelandaian lebih dari 250 m yang sering dilalui kendaraan berat.

yang mempunyai panjang kelandaian lebih dari 250 m yang sering dilalui kendaraan berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan geometrik jalan merupakan bagian dari perancangan jalan yang dititik beratkan pada perancangan bentuk fisik jalan sedemikian sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu lintas adalah suata peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba di jalan umum yang melibatkan pemakai jalan dan mengakibatkan kerugian materi,

Lebih terperinci

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus Jalan umum dikelompokan berdasarkan (ada 5) Sistem: Jaringan Jalan Primer; Jaringan Jalan Sekunder Status: Nasional; Provinsi; Kabupaten/kota; Jalan desa Fungsi:

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan BAB 1 PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK.

HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK. Hukum Newton 29 HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK. GERAK DAN GAYA. Gaya : ialah suatu tarikan atau dorongan yang dapat menimbulkan perubahan gerak. Dengan demikian jika benda ditarik/didorong dan sebagainya

Lebih terperinci

DINAMIKA PARTIKEL KEGIATAN BELAJAR 1. Hukum I Newton. A. Gaya Mempengaruhi Gerak Benda

DINAMIKA PARTIKEL KEGIATAN BELAJAR 1. Hukum I Newton. A. Gaya Mempengaruhi Gerak Benda KEGIATAN BELAJAR 1 Hukum I Newton A. Gaya Mempengaruhi Gerak Benda DINAMIKA PARTIKEL Mungkin Anda pernah mendorong mobil mainan yang diam, jika dorongan Anda lemah mungkin mobil mainan belum bergerak,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGATAR

DAFTAR ISI KATA PENGATAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Halaman Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACK vi KATA PENGATAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG Oleh : AGUS BUDI SANTOSO JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA ABSTRAK Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Wilayah Studi Wilayah studi ini dilakukan di jalan fly over natar Kabupaten Lampung Selatan. Survei kecepatan penyeberang jalan, kecepatan kendaraan moving car observer dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kecelakaan Kecelakaan dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang jarang dan tidak tentu kapan terjadi dan bersifat multi faktor yang selalu didahului oleh situasi

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 FISIKA

Antiremed Kelas 10 FISIKA Antiremed Kelas 0 FISIKA Dinamika, Partikel, dan Hukum Newton Doc Name : K3AR0FIS040 Version : 04-09 halaman 0. Gaya (F) sebesar N bekerja pada sebuah benda massanya m menyebabkan percepatan m sebesar

Lebih terperinci

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN Alinemen Horizontal Alinemen Horizontal adalah proyeksi dari sumbu jalan pada bidang yang horizontal (Denah). Alinemen Horizontal terdiri dari bagian lurus dan lengkung.

Lebih terperinci

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator); POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Pengertian Umum Potongan melintang jalan (cross section) adalah suatu potongan arah melintang yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, sehingga dengan potongan melintang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Geometrik Jalan 2.1.1 Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kecelakaan Lalu Lintas

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kecelakaan Lalu Lintas 13 BAB III LANDASAN TEORI A. Kecelakaan Lalu Lintas kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak terduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 50) Lengkung Geometrik PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL MAGISTER TEKNIK JALAN RAYA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN Lengkung busur lingkaran sederhana (full circle)

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA Sudarman Bahrudin, Rulhendri, Perencanaan Geometrik Jalan dan Tebal Perkerasan Lentur pada Ruas Jalan Garendong-Janala PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

Lebih terperinci

Tinggi mata pengeraudi merupakan faktor utaraa

Tinggi mata pengeraudi merupakan faktor utaraa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinggi Mata Pengemudi Tinggi mata pengeraudi merupakan faktor utaraa dalam penentuan jarak pandangan yang diperlukan guna merencanakan geometrik jalan yang aman. Tinggi mata

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI D3 TEKNIS SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Debi Oktaviani Nofita Milla Ana Farida

BAB II DASAR TEORI D3 TEKNIS SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Debi Oktaviani Nofita Milla Ana Farida BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Jalan Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB IV DINAMIKA PARTIKEL. A. STANDAR KOMPETENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel).

BAB IV DINAMIKA PARTIKEL. A. STANDAR KOMPETENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel). BAB IV DINAMIKA PARIKEL A. SANDAR KOMPEENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel). B. KOMPEENSI DASAR : 1. Menjelaskan Hukum Newton sebagai konsep dasar

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALULINTAS ( Studi Kasus Jl. Slamet Riyadi Surakarta )

ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALULINTAS ( Studi Kasus Jl. Slamet Riyadi Surakarta ) ANALISIS DAERAH RAWAN KECELAKAAN LALULINTAS ( Studi Kasus Jl. Slamet Riyadi Surakarta ) Beni Thobir Ahmad Chusaini Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Surakarta Jl. Raya Palur KM 05 Surakarta

Lebih terperinci

GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN

GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN Suatu benda dikatakan melakukan gerak lurus berubah beraturan (GLBB) jika percepatannya selalu konstan. Percepatan merupakan besaran vektor (besaran yang mempunyai besar dan

Lebih terperinci

4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN

4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN 4.1.URAIAN MATERI 1: MERENCANA ALIGNEMEN VERTICAL JALAN Alignemen vertikal jalan diperlukan pada saat arah jalan mengalami pendakian dan penurunan pada posisi arah jalan. Kondisi ini dapat merubah sudut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik 2.1.1 Pengertian Perencanaan Geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada alinymen horizontal dan alinymen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan disain yang menggunakan material tersebut telah sangat luas sehingga material BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Fungsi Jalan 2.1.1. Pengertian Jalan Kemajuan teknologi menjadi sangat cepat dan berlanjut sampai sekarang. Pengetahuan dan segala penemuan mengenai tanah dan

Lebih terperinci

TEKNIK LALU LINTAS EKONOMI KEGIATAN PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG POL KAM KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK

TEKNIK LALU LINTAS EKONOMI KEGIATAN PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG POL KAM KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK TEKNIK LALU LINTAS KEGIATAN EKONOMI SOSBUD POL KAM PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK PERGERAKAN ALAT ANGKUTAN LALU LINTAS (TRAFFICS) Rekayasa

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan berbelok, maka ada dua skenario atau kejadian yang dikenal sebagai understeer

BAB 1 PENDAHULUAN. akan berbelok, maka ada dua skenario atau kejadian yang dikenal sebagai understeer BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berkendara, ketika kendaraan telah mencapai sebuah tikungan dan akan berbelok, maka ada dua skenario atau kejadian yang dikenal sebagai understeer dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan merupakan simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat di mana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut

Lebih terperinci

I Dewa Made Alit Karyawan*, Desi Widianty*, Ida Ayu Oka Suwati Sideman*

I Dewa Made Alit Karyawan*, Desi Widianty*, Ida Ayu Oka Suwati Sideman* 12 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 2, No. 1 : 12-21, Maret 2015 ANALISIS KELANDAIAN MELINTANG SEBAGAI ELEMEN GEOMETRIK PADA BEBERAPA TIKUNGAN RUAS JALAN MATARAM-LEMBAR Analysis Superelevation on Alignment

Lebih terperinci

TEKNIK LALU LINTAS PENDAHULUAN PENGANTAR TEKNIK LALU LINTAS. Materi Kuliah S1 JTSL FT UGM. Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T.

TEKNIK LALU LINTAS PENDAHULUAN PENGANTAR TEKNIK LALU LINTAS. Materi Kuliah S1 JTSL FT UGM. Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. 1 MATERI PEMBELAJARAN 2 TEKNIK LALU LINTAS Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. Pengertian Teknik Lalulintas dan Karakteristik Pengendara Karakteristik Kendaraan dan Lalu lintas Karakteristik Kecepatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Dalam perancangan geometri jalan, alinyemen jalan harus diperhatikan karena alinyemen jalan merupakan faktor utama untuk menentukan tingkat aman dan efisien di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam merencanakan geometrik jalan, seorang perencana harus mempertimbangkan masalah keamanan, kenyamanan, dan keselamatan bagi pengguna jalan tersebut. Oleh sebab itu, membangun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang Penentuan fasilitas penyeberangan tidak sebidang harus sesuai kondisi lalu lintas jalan yang ditinjau. Berikut metode penentuan

Lebih terperinci

ALINEMEN HORISONTAL. WILLY KRISWARDHANA Jurusan Teknik Sipil FT Unej. Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember

ALINEMEN HORISONTAL. WILLY KRISWARDHANA Jurusan Teknik Sipil FT Unej. Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember ALINEMEN HORISONTAL WILLY KRISWARDHANA Jurusan Teknik Sipil FT Unej Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA ALINEMEN HORISONTAL WILLY KRISWARDHANA Jurusan Teknik Sipil FT Unej

Lebih terperinci

USAHA, ENERGI & DAYA

USAHA, ENERGI & DAYA USAHA, ENERGI & DAYA (Rumus) Gaya dan Usaha F = gaya s = perpindahan W = usaha Θ = sudut Total Gaya yang Berlawanan Arah Total Gaya yang Searah Energi Kinetik Energi Potensial Energi Mekanik Daya Effisiensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah

Lebih terperinci

BAB iv HUKUM NEWTON TENTANG GERAK & PENERAPANNYA

BAB iv HUKUM NEWTON TENTANG GERAK & PENERAPANNYA BAB iv HUKUM NEWTON TENTANG GERAK & PENERAPANNYA CAKUPAN MATERI A. Hukum Pertama Newton B. Hukum Kedua Newton C. Hukum Ketiga Newton D. Gaya Berat, Gaya Normal & Gaya Gesek E. Penerapan Hukum Newton Hukum

Lebih terperinci

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik GAYA GESEK (Rumus) Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik f = gaya gesek f s = gaya gesek statis f k = gaya gesek kinetik μ = koefisien gesekan μ s = koefisien gesekan statis μ k = koefisien gesekan

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP:

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP: PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MENGGUNAKAN SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 2006 Veronica Dwiandari S. NRP: 0721079 Pembimbing: Dr. Budi Hartanto S., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perencanaan Geometrik Pengertian

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perencanaan Geometrik Pengertian 6 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perencanaan Geometrik 2.1.1 Pengertian Perencanaan geometrik jalan merupakan suatu perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol. Besarnya tarif tol tidak boleh melebihi 70 % nilai BKBOK yang merupakan selisih antara BOK

Lebih terperinci

Gambar 5.1. Geometrik Tinjauan Titik I Lokasi Penelitian.

Gambar 5.1. Geometrik Tinjauan Titik I Lokasi Penelitian. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Ruas Jalan Lingkar Selatan Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, depan kampus terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan jalan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Persimpangan Jalan Persimpangan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) adalah dua buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau

Lebih terperinci

DINAMIKA. Rudi Susanto, M.Si

DINAMIKA. Rudi Susanto, M.Si DINAMIKA Rudi Susanto, M.Si DINAMIKA HUKUM NEWTON I HUKUM NEWTON II HUKUM NEWTON III MACAM-MACAM GAYA Gaya Gravitasi (Berat) Gaya Sentuh - Tegangan tali - Gaya normal - Gaya gesekan DINAMIKA I (tanpa gesekan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLISI TIDUR (ROAD HUMPS) Jendulan melintang jalan (road humps) merupakan bagian dari alat pengendali pemakai jalan sebagai alat pembatas kecepatan, dan memiliki banyak nama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 13 BAB III LANDASAN TEORI A. Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan Lalu Lintas merupakaan suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP I FC 30 20, '1" II FC 50 17, '7" III FC 50 66, '1" IV FC 50 39, '6" V FC 50 43, '8"

BAB V PENUTUP I FC 30 20, '1 II FC 50 17, '7 III FC 50 66, '1 IV FC 50 39, '6 V FC 50 43, '8 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa Superelevasi pada tikungan Jalan Adi Sucipto, segmen Unkris Undana. STA 0+000 sampai STA 0+850, sepanjang ± 850 meter maka dapat disimpulkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA 4.1 UMUM Analisa kinerja lalu lintas dilakukan untuk mengetahui tingkat pelayanan, dan dimaksudkan untuk melihat apakah suatu jalan masih mampu memberikan pelayanan yang

Lebih terperinci

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 +

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 + 4.3. Perhitungan Daerah Kebebasan Samping Dalam memperhitungkan daerah kebebasan samping, kita harus dapat memastikan bahwa daerah samping/bagian lereng jalan tidak menghalangi pandangan pengemudi. Dalam

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi dan jenis wesel yang umum digunakan di Indonesia Mahasiswa dapat menjelaskan standar pembuatan bagan wesel dengan

Lebih terperinci

STUDI PENYEBAB KERUSAKAN LAPISAN PERMUKAAN PERKERASAN LENTUR PADA TIKUNGAN RUAS JALAN BATU-PUJON KABUPATEN MALANG

STUDI PENYEBAB KERUSAKAN LAPISAN PERMUKAAN PERKERASAN LENTUR PADA TIKUNGAN RUAS JALAN BATU-PUJON KABUPATEN MALANG STUDI PENYEBAB KERUSAKAN LAPISAN PERMUKAAN PERKERASAN LENTUR PADA TIKUNGAN RUAS JALAN BATU-PUJON KABUPATEN MALANG Nusa Sebayang Tri Kurniati Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Banyak ruas-ruas jalan

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hambatan Samping Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas akibat kegiatan di sisi jalan. Aktivitas samping

Lebih terperinci

Pilihlah jawaban yang paling benar!

Pilihlah jawaban yang paling benar! Pilihlah jawaban yang paling benar! 1. Besarnya momentum yang dimiliki oleh suatu benda dipengaruhi oleh... A. Bentuk benda B. Massa benda C. Luas penampang benda D. Tinggi benda E. Volume benda. Sebuah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Volume Lalu Lintas Hasil penelitian yang dilaksanakan selama seminggu di ruas Jalan Mutiara Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan khususnya sepanjang 18 m pada

Lebih terperinci

Tugas I Rekayasa Lalu-Lintas Lanjut

Tugas I Rekayasa Lalu-Lintas Lanjut Nama : Wan Achmad Reza Rinatha Bidang Studi: Manajemen Dan Rekayasa Transportasi Tugas I Rekayasa Lalu-Lintas Lanjut Rekayasa Lalulintas merupakan salahsatu ilmu dari teknik sipil yang menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kecelakaan ` Menurut Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan raya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Fungsi utama dari sistem jalan adalah memberikan pelayanan untuk pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman, nyaman, dan cara pengoperasian

Lebih terperinci

PREDIKSI UAS 1 FISIKA KELAS X TAHUN 2013/ Besaran-besaran berikut yang merupakan besaran pokok adalah a. Panjang, lebar,luas,volume

PREDIKSI UAS 1 FISIKA KELAS X TAHUN 2013/ Besaran-besaran berikut yang merupakan besaran pokok adalah a. Panjang, lebar,luas,volume PREDIKSI UAS 1 FISIKA KELAS X TAHUN 2013/2014 A. PILIHAN GANDA 1. Besaran-besaran berikut yang merupakan besaran pokok adalah a. Panjang, lebar,luas,volume d. Panjang, lebar, tinggi, tebal b. Kecepatan,waktu,jarak,energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik Pengertian

BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik Pengertian 5 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik 2.1.1 Pengertian Perencanaan geometrik jalan merupakan suatu perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci

Hukum Newton dan Penerapannya 1

Hukum Newton dan Penerapannya 1 Hukum Newton dan Penerapannya 1 Definisi Hukum I Newton menyatakan bahwa : Materi Ajar Hukum I Newton Setiap benda tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak dengan laju tetap sepanjang garis lurus

Lebih terperinci

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR, GRAFIK DAN DIAGRAM... xv DAFTAR SIMBOL... xvi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Umum... 1 1.2.

Lebih terperinci

Jika resultan dari gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol

Jika resultan dari gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol HUKUM I NEWTON Jika resultan dari gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol ΣF = 0 maka benda tersebut : - Jika dalam keadaan diam akan tetap diam, atau - Jika dalam keadaan bergerak lurus

Lebih terperinci