KONFLIK KEPENTINGAN USAHATERNAK DOMBA DIGEMBALAKAN DI AREAL PERKEBUNAN TEBU DI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONFLIK KEPENTINGAN USAHATERNAK DOMBA DIGEMBALAKAN DI AREAL PERKEBUNAN TEBU DI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 KONFLIK KEPENTINGAN USAHATERNAK DOMBA DIGEMBALAKAN DI AREAL PERKEBUNAN TEBU DI JAWA BARAT (Conflict of Interest on Sheep Farming System with Grazing Management on Sugar Cane Estate Area in West Java) DWI PRIYANTO 1 dan E. HANDIWIRAWAN 2 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor Puslitbang Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav. E 59, Bogor ABSTRACT Sheep farming system in the village is generally utilizing local resources (low input), including grazing management system, as it is very economic model (labour eficiency), so that the famer could rearing large scale. Sheep grazing management in sugar cane estate was reported disadvantages for estate owner, because it could damage sugar cane plantation and make large loss. Research on conflict of interest about sheep development at sugar cane area was conducted to understand farmer s perception toward sustainability of sheep farming system. The result showed that limited ownership of land, makes the farmer income depend on sheep grazing, with large scale of sheep farming, therefore farmer were very interested in enlarge their farming scale. The farmer feel that grazing system in estate area was very beneficial, while it was very disadvantagene to the estate owner since the grazing destroyed some area of sugar cane plantation. Farmers know that grazing system could damage sugar cane plant, but it is the only place for grazing. This conflict of interest lead to many sheep died, because of pestiside poison from estate area. Effort to avoid damage had been done, but not effective because of the need and management efficiency reasans of maintaining the sheep farming. However, agreement between the farmer and estate owner to avoid the long term conflict has been done. Key Words: Conflict of Interest, Grazing Management, Sugar Cane Estate ABSTRAK Pemeliharaan domba di pedesaan umumnya merupakan usaha dalam memanfaatkan sumberdaya lokal yang tersedia (low input), termasuk manajemen penggembalaan adalah paling ekonomis (efisiensi tenaga kerja), sehingga peternak mampu memelihara dengan skala besar. Penggembalaan domba di lahan perkebunan tebu dilaporkan merugikan pihak perkebunan karena merusak lahan tebu yang berdampak kerugian besar. Penelitian tentang konflik kepentingan pengembangan domba di lahan tebu dilakukan untuk mengetahui persepsi peternak tentang keberlanjutan usaha ternak ke depan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keterbatasan aset lahan usahatani membuat peternak cenderung meggantungkan sumber pendapatan dari usahaternak domba, dengan skala usaha relatif besar, serta minat peternak untuk memperbesar skala pemilikan. Peternak merasakan bahwa pola pengembalaan di lahan perkebunan adalah paling menguntungkan, karena hanya bertumpu pada padang penggembalaan semata. Kasus tersebut merugikan pihak perkebunan akibat tekanan penggembalaan. Peternak mengetahui bahwa penggembalaan tersebut cenderung merusak tanaman tebu, tetapi perkebunan tebu merupakan areal penggembalaan domba satusatunya. Konsekuensi yang terjadi adalah banyak domba yang mati akibat keracunan pestisida. Alternatif dalam menghindari kerusakan perkebunan tebu oleh peternak sudah dilakukan, tetapi tidak efektif karena tuntutan kebutuhan dan efisiensi dalam manajemen pemeliharaan. Hal tersebut juga sudah dilakukan kesepakatan antara peternak dan pihak perkebunan untuk menghindari konflik yang berkepanjangan. Kata Kunci: Konflik Kepentingan, Menajemen Penggembalaan, Perkebunan Tebu 528

2 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 PENDAHULUAN Ternak domba umumnya dipelihara di pedesaan oleh petani sebagai usaha pelengkap (komplementer) disamping usaha pokok pertanian (SOEHADJI, 1992). Komoditas ternak tersebut umumnya diusahakan dengan pertimbangan biaya (modal) yang rendah, yakni dengan memanfaatkan sumberdaya pakan lokal yang tersedia tanpa peternak mengeluarkan biaya (zero cost) atau input rendah (low input). Pemeliharaan ternak domba dengan sistem digembalakan cukup memberikan keuntungan bagi peternak, karena peternak hanya melepas ternaknya di areal penggembalaan. Hal tersebut akan menghemat tenaga kerja yang dialokasikan dalam usaha ternak (PRIYANTO dan YULISTIANI, 25). Dengan demikian, peternak lebih berpeluang dalam menentukan skala usaha yang lebih besar dibandingkan pada usaha dikandangkan penuh (intensif) dimana peternak harus meluangkan tenaga kerja untuk mengambil rumput (cut and carry). Model pemeliharaan secara terintegrasi sudah banyak dilakukan untuk memanfaatkan areal perkebunan sawit (KAROKARO dan SIANIPAR, 24), yang cukup potensial dalam melakukan pengembangan berbasis tanaman perkebunan yang aman dan tidak mengganggu tanaman utama, demikian pula di lahan perkebunan karet kasus di Sumatera Utara (BATUBARA et al., 24). Kasus penggembalaan di lahan perkebunan belum semuanya memberikan dampak yang saling menguntungkan, bahkan pada komoditas tertentu akan menjadikan sumber konflik dalam pengembangan antara peternak sebagai pelaku usaha dan pihak perkebunan sebagai pengelola perkebunan dalam meraih keuntungan usaha. Kondisi pengembangan domba di sekitar lahan perkebunan tebu dapat dijadikan sebagai suatu kegiatan yang saling menguntungkan, apabila ternak tersebut mampu memanfaatkan limbah yang terbuang dari sisa pabrik maupun limbah daun tebu. Penelitian (MUCHTAR dan TEDJOWAHYONO, 1985) menunjukkan bahwa limbah tebu dapat dimanfaatkan sebagi bahan baku pakan domba yakni berupa pucuk tebu, daun kletekan dan sogolan. Tetapi sebaliknya dalam kasus tertentu pengembangan domba disekitar lahan perkebunan tebu dikhawatirkan akan memicu konflik karena hanya menguntungkan salah satu pihak. Di wilayah Kabupaten Majalengka dan Indramayu terdapat Pabrik Perkebunan tebu (PG Jatituhuh) dengan pengembangan areal lahan perkebunan seluas ha dimana 8 persen areal adalah merupakan perkebunan tebu. Masalah yang dihadapi selama ini adalah tingginya kerusakan tanaman tebu muda akibat tekanan penggembalaan ternak domba yang mencapai 5,34 persen areal, dengan kerugian mencapai 8,3 milyar/tahun (PG JATITUJUH, 24). Kondisi demikian diperlukan alternatif pemecahan, sehingga kasus pengembangan domba di sekitar lokasi adalah merupakan kantong sumber ternak, sehingga tidak merugikan pihak perkebunan tebu, karena areal tersebut dikelilingi penduduk yang mengandalkan usaha dari domba. Penelitian tentang konflik kepentingan tersebut dilakukan dalam upaya mencari jalan tengah yang secara khusus tidak merugikan kedua belah pihak (peternak dan pengusaha pekebunan). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui persepsi peternak tentang model pemeliharaan yang dilakukan dalam mencapai target pendapatan, dan sejauh mana paran konflik kepentingan tersebut dapat di antisipasi atau (ditekan) sehingga mengarah pada pola integrasi yang saling menguntungkan. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di 2 Desa yakni di Desa Sukajadi, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu dan Desa Sumber Wetan, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Lokasi tersebut adalah lokasi pengembangan ternak domba, dan merupakan wilayah kantong ternak domba di Kabupaten Indramayu dan Majalengka pada bulan Juli 27, dimana lokasi tersebut merupakan 2 lokasi contoh di wilayah yang mengelilingi areal lahan perkebunan tebu Jatitujuh (perkebunan swasta). Disamping itu juga dilakukan workshop dengan mempertemukan antara pihak pemilik perkebunan dan perwakilan tokoh masyarakat dan peternak domba. Wilayah tersebut adalah merupakan wilayah dataran rendah dengan kondisi peternak yang merangkap sebagai petani/buruh tani. Usahaternak tersebut merupakan sumber 529

3 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 penghasilan potensial dalam mendukung ekonomi rumah tangga yang mampu memecahkan permasalahan ekonomi khususnya kebutuhan yang sifatnya mendadak (insidentil). Penelitian di lahan patani (on farm research) dilakukan terhadap 15 dan 17 peternak dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang dipersiapkan masing-masing di desa Sukajadi dan Sumber Wetan tentang indikator penguasaan aset usahatani, usahaternak dan persepsi peternak terhadap prospek pengembangan. Analisis data dilakukan secara diskriptif dan proporsional, nilai rataan persepsi peternak dalam pengembangan usahaternak dirumuskan petunjuk (DAYAN, 1989): 1 n r = --- Xi n i = 1 dimana: r = Nilai rataan n = Jumlah contoh Xi = Nilai parameter contoh ke-i HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi sumberdaya lahan dan ternak yang dikuasai peternak yang merupakan aset sumber pendapatan Aset yang dimiliki peternak dalam usahatani sangat menentukan keberhasilan usaha khususnya dalam mendukung pendapatan petani/peternak di pedesaan. Peternak yang ada di pedesaan umumnya adalah merangkap sebagai usaha pokok pertanian. Dalam sistem usahatani besar kecilnya kontribusi pendapatan kegiatan usahatani sangat ditentukan oleh kondisi wilayah yang ada dan tergantung pada kondisi agro-ekosistem. Di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan adalah merupakan agroekosistem Lahan Sawah Semi Intensif (LSSI) yang sebagian lokasi mampu ditanami padi 2 kali setahun, dan terdapat pula areal lahan kering yang diusahakan tanaman tahunan (buah-buahan). Rataan penguasaan lahan sawah yang digarap petani sangat sempit yakni mencapai 2.5 m 2, sedangkan lahan tegalan mencapai 1.16 m 2 pada kondisi peternak di Desa Sukajadi. Sedangkan di lokasi Desa Sumber Wetan lebih rendah yakni hanya mencapai 1.4 m 2 untuk lahan sawah, dan 239 m 2 untuk areal lahan tegalan. Kondisi demikian menggambarkan bahwa kondisi petani di lokasi pengamatan dapat dikriteriakan sebagai petani Gurem dengan areal garapan usahatani dibawah,25 ha. Kondisi demikian diperkuat dari data status kepemilikan lahan yang juga bukan lahan milik sendiri, tetapi merupakan lahan sewa ataupun menggarap dari orang lain (pemilik). lahan menunjukkan bahwa di Lokasi Desa Sumber Wetan kondisi peternak cenderung lebih rendah kualitas pemilikan lahan dibanding peternak di Desa Sukajadi. Hal tersebut terlihat dari status peternak masih banyak yang tidak memiliki lahan usahatani. Di Desa Sukajadi 66,67 persen peternak memiliki lahan sendiri dan 13,33 persen peternak melakukan sewa/menggarap dengan bagi hasil, sebaliknya kasus Desa Sumber Wetan hanya 52,94 persen memiliki lahan sedangkan sisanya (47,6 persen) tidak memiliki lahan (Tabel 1). Status kepemilikan lahan tegalan, lebih tinggi peternak yang tidak memiliki lahan dibanding yang memiliki yakni 73,33 prrsen dan 76,47 persen masing-masing di lokasi Desa Sukajadi dan Sumber Wetan. Kondisi demikian menggambarkan bahwa status kepemilikan lahan yang dikuasai peternak masih cenderung rendah khususnya lahan tegalan yang sebagian besar peternak tidak memiliki, sehingga kontribusi usaha pertanian relatif rendah. Pengamtan tentang status kepemilikan Aset ternak domba yang dimiliki peternak bahwa skala usaha relatif tinggi yakni mencapai rataan 64,33 ekor dan 39,64 ekor/peternak, dengan status ternak dewasa/muda mencapai 51,93 dan 33,6 ekor/peternak, masing-masing di Desa Sukajadi dan Desa Sumber Wetan. Dari skala usaha yang tinggi tersebut dapat diprediksi bahwa sumber pendapatan utama adalah bersumber dari usahaternak. Penelitian sebelumnya (PRIYANTO dan YULISTIANI, 25; ISBANDI dan PRIYANTO, 24) menunjukkan bahwa pada pemeliharaan domba digembalakan, skala usaha relatif tinggi, dan mampu sebagai sumber pendapatan tertinggi dibandingkan dengan usaha lain yang dilakukan petani. 53

4 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 Tabel 1. Penguasaan aset usahatani peternak domba di dua lokasi pengamatan Aset peternak Desa Sukajadi (n=15) Desa Sumber Wetan (n = 17) Rataan pemilikan Sawah (m 2 ) Tegalan (m 2 ) Status pemilikan (% peternak) Sawah Tegalan Rataan pemilikan domba (ekor) Milik sendiri 66,67 2, Milik sendiri 2.5 ± ± Sewa/ grp 13,33 6,67 Gaduh Tidak punya 2, 73,33 Total Total 1 1 Milik sendiri 52,94 23,53 Milik sendiri 1.4 ± ± 21 Sewa/ grp Gaduh Tidak punya 47,6 76,47 Dewasa dan muda Anak prasapih 26,73 6,4 25,2 6, 51,93 12,4 27,18 4,82 5,88 1,76 33,6 5,58 Total 33,13 31,2 64,33 29, 7,64 39,64 Persentase 51,5 48,5 1 73,16 26,84 1 Total Total 1 1 Dari status pemilikan domba terlihat bahwa domba yang dipelihara peternak bukan semuannya milik peternak sendiri. Terlihat bahwa di lokasi Desa Sukajadi walaupun skala usaha relatif tinggi tetapi status domba yang dipelihara sebesar 48,5 persen adalah domba gaduhan. Sebaliknya kepemilikan di Desa Sumber Wetan skala usaha relatif lebih rendah dibanding di lokasi sebelumnya, tetapi hanya 26 persen yang merupakan domba gaduhan. Hal demikian menunjukkan bahwa pola gaduhan masih menjadikan aset peternak dalam upaya himpunan modal usaha. Manajemen pemeliharaan dan perkembangan populasi ternak domba Dengan kondisi skala usaha yang relatif tinggi tersebut maka manajemen pemeliharaan yang dilakukan di kedua lokasi adalah dengan digembalakan penuh. Lama penggembalaan tercatat bahwa di lokasi Desa Sumber Wetan sedikit lebih lama dibanding yang dilakukan peternak di Desa Sukajadi (6,3 vs 6, jam/hari). Penggembalaan dimulai pada pukul 1. dan kembali ke kandang sekitar pukul 17., dan pukul 16. (Tabel 2). Peternak memilki persepsi bahwa penggembalaan adalah satu-satunya kagiatan pemeliharaan yang paling menguntungkan, karena lokasi berdekatan dengan areal lahan perkebunan tebu, sehingga peternak cukup melepas dombanya di lahan perkebunan tebu. Sementara pihak perusahaan merasakan dampak penggembalaan sangat merugikan karena merusak tanaman tebu muda akibat tekanan penggembalaan yang tinggi. Dalam sistem penggembalaan peternak sudah mengetahui bahwa domba yang baru melahirkan tidak dilakukan penggembalaan yang dinyatakan oleh sekitar 7 persen peternak di dua lokasi, termasuk anak baru lahir, sedangkan di lokasi Desa Sumber Wetan terdapat 5,88 persen peternak tidak peduli, sehingga semua ternak digembalakan karena pertimbangan efisiensi. Persepsi peternak terhadap pengembangan usahaternak domba menunjukkan bahwa 53,33 dan 23,53 persen sudah menyatakan optimal ditinjau dari besaran skala usaha yang dipelihara saat ini, masing-masing dinyatakan peternak Desa Sukajadi dan Sumber Wetan. Sedangkan 4, dan 76,47 persen menyatakan bahwa mereka masih mampu menambah skala usaha dari yang dipelihara saat ini. Skala usaha pemeliharaan domba tidak terlepas dari kondisi tenaga kerja dan kepadatan kandang disamping potensi sumberdaya penggembalaan terkait dengan populasi ternak dalam suatu kawasan. Informasi dikemukakan peternak bahwa populasi domba di Desa Sukajadi berkembang pesat yakni mencapai 4 kali lipat dilaporkan oleh 4 persen peternak, berkembang 3 kali (13persen) dan dua kali lipat (46,67 persen) 531

5 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 Tabel 2. Manajemen pemeliharaan ternak domba yang dilakukan peternak di lokasi pengamatan Peubah Desa Sukajadi (n = 15) Desa Sumber Wetan (n=17) Lama penggembalaan (jam) 6 +,7 6,3 +,6 Jam mulai penggembalaan Jam pulang penggembalaan Apakah pemeliharaan digembalakan paling menguntungkan (%) Ya Tidak 1 1 Status fisiologis domba yang tidak digembalakan (%) Induk yang baru beranak/sakit Anak baru lahir (1 minggu) Digembalakan tidak ada alasan 73,33 26,67 7,58 23,54 5,88 Jumlah domba optimal yang mampu dipelihara Sampai bartas saat sekarang ini Masih dapat ditambah Terlalu banyak 53,33 4, 6,67 23,53 76,47 Perkembangan populasi dibandingkan dengan 5 tahun lalu Berkembang 2 x Berkembang 3 x Berkembang 4 x Berkembang lebih dari 4 x 46,67 13,33 4, 29,41 17,65 17,65 35,29 peternak. Sedangkan perkembangan populasi di Desa Sumber Wetan berkembang lebih pesat yakni mencapai lebih 4 kali lipat dinyatakan 35,29 persen peternak, 4 kali lipat (17,65 persen), 3 kali lipat (17,65 persen), dan dinyatakan 2 kali lipat oleh 29,41 persen peternak dibandingkan dengan lima tahun lalu. Kondisi demikian menunjukkan bahwa perkembangan populasi domba di sekitar lokasi perkebunan tebu tersebut cukup pesat. Hal demikian diperlukan strategi pengembangan sehingga tidak memperbesar konflik akibat tekanan penggembalaan. Manajemen pakan sebagai pendukung usahaternak domba Berdasar aspek manajemen pakan yang dilakukan oleh peternak menunjukkan masih belum ada perlakukan yang serius tentang pemberian pakan, karena domba cenderung digembalakan. Dilihat dari ketersediaan sumber hijauan pada saat musim kemarau dinyatakan tidak kesulitan pakan yang dinyatakan 6 dan 75 persen/peternak di Desa sukajadi dan Sumber Wetan, dan hanya sebagian kecil menyatakan ada kesulitan di saat musim kemarau (4 vs 25 persen) (Tabel 3). Di musim kemarau hanya sebagain kecil peternak yang memberikan pakan tambahan dengan mengarit yakni mencapai 13,33 dan 5,58 persen., dan cenderung peternak pengandalkan pola penggembalaan. Dilihat dari kondisi domba yang digembalakan menunjukkan bahwa kondisi domba lebih baik pada saat musim kemarau. Kondisi demikian terjadi karena kondisi rumput yang tidak basah yang banyak mengakibatkan domba mencret pada musim hujan. Dalam proses mengembangkan usahaternak persepsi tentang peranan kredit usaha untuk rekomendasi pakan ada kecenderungan sekitar 67,67 dan 64,71 persen peternak tidak berminat, dan sebaliknya 33,33 dan 35,29 persen cukup berminat. Peternak tidak berminat untuk merombak pola penggembalaan kearah pola intensif karena mereka merasa model tersebut adalah paling efisien. 532

6 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 Tabel 3. Manajemen pakan ternak domba yang dilakukan peternak di lokasi pengamatan Peubah Kondisi Sumber hijauan pada saat kusim kemarau (persen) Tidak sulit diperoleh Sulit diperoleh Upaya peternak mencukupi kekurang hijauan di musim kemarau (persen) Diberi pakan tambahan Tidak diberi pakan tambahan Kondisi domba yang digembalakan pada musim hujan atau musim kemarau (persen) Kurang baik dibandingkan dengan musim kemarau Tidak berbeda Lebih baik dibanding musim kemarau Minat peternak dalam akses kredit/modal untuk rekomendasi pakan lengkap (complete feed) (persen) Berminat Tidak berminat Desa Sukajadi (n = 15) ,33 86, ,33 66,67 Desa Sumber Wetan (n = 17) 76,47 23,53 5,88 94,12 94,12 5,88 35,29 64,71 Persepsi peternak tentang konflik kepentingan model penggembalaan di perkebunan tebu Manajemen penggembalaan yang dilakukan oleh peternak domba dilakukan di sekitar lahan perkebunan tebu (Pabrik Gula Jatitujuh). Pihak perkebunan menyatakan bahwa sistem penggembalaan tersebut sangat merugikan perkebunan tebu, karena domba banyak memakan tanaman tebu yang masih muda, sehingga akibat tekanan penggembalaan tersebut tanaman tebu banyak yang mati. Apakah peternak telah mengetahui tentang konflik kepentingan yang terjadi akibat penggembalaan tersebut, hal demikian perlu dilakukan pengamatan. Persepsi peternak menyatakan bahwa sekitar 93,33 persen dan 88,24 persen peternak di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan mengetahui dampak penggembalaan berpotensi merusak tanaman tebu, dan hanya sebagain kecil yang tidak mengetahui (Tabel 4). Meskipun peternak telah tahu bahwa penggembalaan domba akan berakibat merusak tanaman tebu, tetapi fenomena tersebut tetap dilakukan karena tuntutan kemudahan dan efisiensi menajemen pemeliharaan. Upaya peternak Desa Sukajadi dalam menekan kerusakan dilakukan melalui penggembalaan di pinggir jalan dan diusahakan tidak masuk kebun tebu (5 persen peternak), digembalakan pada kebun tebu yang sudah besar (28,57 %), diawasi dombanya (14,29 persen), dan tidak manjawab (7,14 persen). Peternak di Desa Sumber Wetan melakukan langkah antisipasi dengan mengawasi dombanya dengan cermat (46,67 persen), digembala di pinggir jalan/tidak masuk kebun (26,67 persen), digembala di kebun tebu sudah tua (13,33 persen), tidak ada pilhan lain (6,67 persen). Langkah tersebut telah dilakukan oleh peternak, tetapi pihak perkebunan tetap merasakan kerugian besar akibat penggembalaan. Model penggembalaan terus dilakukan dengan alasan bahwa perkebunan tebu adalah alternatif utama sebagai areal penggembalaan (dinyatakan 66,67 dan 64,71 persen) peternak di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan, dan hanya sebagian kecil yang menyatakan ada peluang penggembalaan lain. Kondisi demikian diikuti dengan konsekuensi risiko yang dihadapi peternak terhadap domba yang 533

7 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 29 Tabel 4. Persepsi peternak dalam model pengembangan domba di areal perkebunan tebu Persepsi tentang perilaku peternak Peternak tahu tentang penggembalaan domba merusak tanaman tebu (persen) Desa Sukajadi (n = 15) Desa Sumber Wetan (n = 17) Tahu 93,33 88,24 Tidak tahu 6,67 11,76 Upaya yang dilakukan agar penggembalaan tidak merusak tanaman tebu (persen) Digembalakan dipinggir jalan/tidak masuk kebun tebu 5, 26,67 Digembalakan di kebun tebu yang sudah besar 28,57 13,33 Domba diawasu agar tidak maka tanaman/daun tebu 14,29 46,67 Tidak ada pilihan lain 6,67 Tidak tahu 7,14 6,67 Apakah lokasi perkebunan tebu merupakan alternatif satu-satunya penggembalaan domba Ya 66,67 64,71 Tidak 33,33 35,29 Kerugian yang dialami peternak akibat penggembalaan di perkebunan tebu Domba Mati karena pestisida/racun 73,33 7,69 Tidak pernak 26,67 29,41 Upaya mengatasi permasalahan kedua belah pihak (peternak vs pihak perkebunan) Sudah ada pembicaraan 73,33 76,49 Belum ada 26,67 11,76 Tidak tahu - 11,76 dipelihara, yakni banyak domba mati akibat keracunan pestisida oleh pihak perkebuanan akibat penyemptotan hama yang dinyatakan oleh sebagian besar peternak (73,33 vs 7,69 persen) di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut dinyatakan sudah pernah dibicarakan dengan pihak perkebunan oleh 73,33 dan 76,49 persen peternak, dan dinyatakan belum pernah ada pembicaraan (26,67 dan 11,76 persen) peternak di Desa Sukajadi dan Sumber Wetan, tetapi tuntutan kepentingan mayoritas peternak cenderung tidak peduli. KESIMPULAN Dari hasil pengamatan tentang konflik pengembangan usahaternak domba dengan pihak perkebunan sebagai upaya integrasi dapat disimpulkan bahwa: 1. Keterbatasan aset lahan usahatani di lokasi sekitar areal perkebunan tebu, peternak cenderung meggantungkan sumber pendapatan dari usahaternak domba. Kondisi demikian ditunjukkan dengan skala usaha yang relatif besar, disamping minat peternak dalam memperbesar skala pemilikan ternak yang telah dipelihara. 2. Manajemen usahaternak domba yang paling menguntungkan adalah pola digembalakan di lahan perkebunan tebu, dan peternak tidak banyak memberikan pakan tambahan, dan labih bertumpu pada penggembalaan sehingga merugikan pihak perkebunan akibat tekanan penggembalaan yang semakin tinggi. 534

8 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Hampir semua peternak mengetahui bahwa penggembalaan domba dilahan perkebunan cenderung merusak tanaman tebu khususnya pada lahan tebu muda. 4. Perkebunan tebu merupakan areal satusatunya dalam penggembalaan domba karena tidak ada peluang lain, dengan konsukuensi banyak domba yang mati akibat keracunan pestisida oleh pihak perkebunan saat pelaksanaan penyemprotan hama tanaman tebu. 5. Alternatif upaya dalam menghindari kerusakan perkebunan tebu oleh peternak sudah dilakukan, tetapi tidak efektif karena tuntutan kebutuhan dan efisiensi dalam manajemen pemeliharaan. Hal tersebut juga sudah dibicarakan antara peternak dan pihak perkebunan untuk menghindari konflik yang berkepanjangan. DAFTAR PUSTAKA BATUBARA, L.P., S. ELIESER, M. DOLOKSARIBU, R. KRISNAN dan S.P. GINTING. 24. Sistem integrasi peternakan domba dengan perkebunan karet dan kelapa sawit. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman- Ternak. Denpasar, 2 22 Juli 24. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm DAYAN, A Pengantar Metode Statistik. Julid I. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. PG JATITUJUH. 24. Sambutan Direktur PG. Jatitujuh. Disampaikan pada Lokakarya: Pengembangan Kawasan Intergrasi Ternak dengan Perkebunan Tebu sebagai Upaya peningkatan Daya Saing Produk Hasil Peternakan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Tanggal 28 Agustus 24. ISBANDI dan D. PRIYANTO. 24. Sumbangan subsektor usahaternak domba dalam mendukung ekonomi rumah tangga di Desa Pasiripis dan Tegalsari, Jawa Barat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 5 Agustus 24. Puslitbang Peternakan, Bogor: hlm KAROKARO, S. dan J. SIANIPAR. 24. Peluang agribisnis ternak ruminansia kecil dengan sistem integrasi dengan perkebunan sawit. Pros. Seminar Nasional. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 2 22 Juli 24. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm MOCHTAR, M. dan S. TEDJOWAHYONO Pemanfaatan hasil samping industri gula dalam menunjang perkembangan peternakan. Pros. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu untuk Pakan Ternak. Grati, 5 Maret Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm PRIYANYO, D. dan D. YULISTIANI. 25. Estimasi dampak ekonomi penelitian partisipatif penggunaan obat cacing dalam peningkatan pendapatan peternak domba di Jawa Barat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, September 25. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm SOEHADJI Pembangunan peternakan dalam pembangunan jangka panjang tahap II. Pros. Agro Industri Peternakan di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. hlm DISKUSI Pertanyaan: Apakah ada aturan untuk areal penggembalaan? Jawaban: Sudah ada aturan dan telah disediakan areal penggembalaan, tetapi tidak dipatuhi dan kondisi memperhitungkan efisiensi. 535

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA EKO HANDIWIRAWAN 1, ISMETH INOUNU 1, DWI PRIYANTO 2 dan ATIEN PRIYANTI 1 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN mencapai ekor, tahun 2015 bertambah menjadi ekor

PENDAHULUAN mencapai ekor, tahun 2015 bertambah menjadi ekor I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi domba di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2014 mencapai 16.091.838 ekor, tahun 2015 bertambah menjadi 17.024.685 ekor (Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

PENAMPILAN MORTALITAS DAN PERILAKU PENJUALAN DOMBA SISTEM DIGEMBALAKAN PADA DUA KONDISI AGRO-EKOSISTEM

PENAMPILAN MORTALITAS DAN PERILAKU PENJUALAN DOMBA SISTEM DIGEMBALAKAN PADA DUA KONDISI AGRO-EKOSISTEM Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 007 PENAMPILAN MORTALITAS DAN PERILAKU PENJUALAN DOMBA SISTEM DIGEMBALAKAN PADA DUA KONDISI AGROEKOSISTEM (Performance of Mortality and Farmer s Sold

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PAKAN LENGKAP PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA: ANALISIS EKONOMI

PENGGUNAAN PAKAN LENGKAP PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA: ANALISIS EKONOMI PENGGUNAAN PAKAN LENGKAP PADA USAHA PETERNAKAN DOMBA: ANALISIS EKONOMI (The Use Of Complete Feed For Smallholder Sheep Farming: Economic Analysis) I-G.A.P. MAHENDRI, R.A. SAPTATI, A. PRIYANTI dan E. HANDIWIRAWAN

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA TERNAK DOMBA JANTAN MENJELANG HARI RAYA IDUL ADHA

ANALISIS FINANSIAL USAHA TERNAK DOMBA JANTAN MENJELANG HARI RAYA IDUL ADHA ANALISIS FINANSIAL USAHA TERNAK DOMBA JANTAN MENJELANG HARI RAYA IDUL ADHA (Financial Analysis of Male Sheep Raising Approaching Eid-Adha Festivity) SUPARDI RUSDIANA, B. WIBOWO dan U. ADIATI Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut OPTIMASI PERAN TERNAK DOMBA DALAM MENUNJANG USAHATANI PADI LAHAN SAWAH DEDI SUGANDI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayu Ambon No. 80 Kotak Pos 8495, Lembang ABSTRAK Ternak domba bagi

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals,

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals, ABSTRACT SOIL QUALITY ANALYSIS AND ECONOMIC BENEFITS IN THE COW- PALM OIL INTEGRATED SYSTEM TO ACHIEVE SUSTAINABLE AGRICULTURE (CASE STUDY: KARYA MAKMUR VILLAGE, SUBDISTRICT PENAWAR AJI, TULANG BAWANG

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TERNAK DOMBA TRADISIONAL DI KABUPATEN SUKABUMI

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TERNAK DOMBA TRADISIONAL DI KABUPATEN SUKABUMI ANALISIS PENDAPATAN USAHA TERNAK DOMBA TRADISIONAL DI KABUPATEN SUKABUMI (The Analysis of Income of Traditional Sheep Farming in Sukabumi Regency) S. RUSDIANA 1 dan D. PRIYANTO 2 1 Pusat Penelitian dan

Lebih terperinci

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN RIJANTO HUTASOIT Loka Penelitan Kambing Potong, P.O. Box 1 Galang, Medan RINGKASAN Untuk pengujian terhadap tingkat adopsi

Lebih terperinci

ADOPSI TEKNOLOGI POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING DAN TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR

ADOPSI TEKNOLOGI POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING DAN TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR ADOPSI TEKNOLOGI POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING DAN TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR D. Kana Hau, D. Priyanto, dan H. Luntungan BPTP NTT, Puslitbang Peternakan Bogor dan Puslitbang

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN BIOMASA TANAMAN JAGUNG DI DESA SUKAJADI (P-6) KARANG AGUNG TENGAH, SUMATERA SELATAN

KETERSEDIAAN BIOMASA TANAMAN JAGUNG DI DESA SUKAJADI (P-6) KARANG AGUNG TENGAH, SUMATERA SELATAN KETERSEDIAAN BIOMASA TANAMAN JAGUNG DI DESA SUKAJADI (P-6) KARANG AGUNG TENGAH, SUMATERA SELATAN ISBANDI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT The Availability of Corn Plant Biomass

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

SUMBANGAN SUBSEKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG EKONOMI RUMAH TANGGA DI DESA PASIRIPIS DAN TEGALSARI, JAWA BARAT

SUMBANGAN SUBSEKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG EKONOMI RUMAH TANGGA DI DESA PASIRIPIS DAN TEGALSARI, JAWA BARAT SUMBANGAN SUBSEKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG EKONOMI RUMAH TANGGA DI DESA PASIRIPIS DAN TEGALSARI, JAWA BARAT (Contribution of Sheep Farming to House Hold's Economy in Pasiripis and Tegalsari

Lebih terperinci

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN BIAYA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA TANI TEMBAKAU KASTURI, PADI DAN JAGUNG TRHADAP TOTAL PENDAPATAN USAHA TANI KELUARGA ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI DEWI SAHARA, YUSUF DAN SUHARDI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara ABSTRACT The research on increasing farmer

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

Lebih terperinci

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Suplemen 5 SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Latar Belakang Sejak tahun 2008, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan telah menginisiasi program pengembangan ternak sapi yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT

PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG DI SUMATERA BARAT (Oil Palm By Products as Beef Cattle Feeds in West Sumatera) Jefrey M Muis, Wahyuni R, Ratna AD, Bamualim AM Balai Penggkajian

Lebih terperinci

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DALAM PENGGEMUKAN DOMBA DI TINGKAT PETANI HAM BUDIMAN Pusal Penelitian dan Pengeinbangan Peternakan RINGKASAN Usaha penggernukan domba dengan perhaikan penambahan pakan konsentrat

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PEMELIHARAAN KERBAU DI DESA LENGKONG KULON, BANTEN

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PEMELIHARAAN KERBAU DI DESA LENGKONG KULON, BANTEN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PEMELIHARAAN KERBAU DI DESA LENGKONG KULON, BANTEN (Economic Social Characteristics of Buffalo Breeding Livestock in Lengkong Kulon Village Banten) S. RUSDIANA dan L. PRAHARANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG SITI AMINAH, DAN ZULQOYAH LAYLA Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Pengenalan pemanfaatan

Lebih terperinci

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHA TERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHA TERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN Dwi Priyanto TARGET KELAYAKAN SKALA USAHA TERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN Feasibility Scale of The Pattern of Sheep Breeding Farm to Support Farmers Income in Rural

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

STRUKTUR CURAHAN WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK

STRUKTUR CURAHAN WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK STRUKTUR CURAHAN WAKTU KERJA DAN PENDAPATAN PETERNAK RACHMAT HENDAYANA dan M. H. TOGATOROP Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Salak 22 Bogor ABSTRACT The Structure of Job Allocation

Lebih terperinci

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay.    ABSTRAK PEMANFAATAN GULMA SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) SEBAGAI BAHAN PEMBUAT PUPUK ORGANIK BOKHASI DALAM RANGKA MENGATASI PENYEMPITAN PADANG PEMGGEMBALAAN DAN MENCIPTAKAN PERTANIAN TERPADU BERBASIS

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN MODAL USAHA PEMELIHARAAN KERBAU DI TINGKAT PETERNAK DI KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN MODAL USAHA PEMELIHARAAN KERBAU DI TINGKAT PETERNAK DI KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN MODAL USAHA PEMELIHARAAN KERBAU DI TINGKAT PETERNAK DI KABUPATEN BOGOR (Efficientcy of Capital Maintenance in Buffalo Farming in Bogor) S. RUSDIANA dan A.M. BAMUALIM Pusat Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK Susy Edwina, Dany Varian Putra Fakultas Pertanian Universitas Riau susi_edwina@yahoo.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara 110 50` - 111 15` Bujur Timur dan 6 25` - 7 00` Lintang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT

ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT (The Estimation of Economic Impact on Partisipatory Research Implementation

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING KODE JUDUL : X.47 LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG POLA DIVERSIFIKASI USAHATANI DI PEDESAAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG POLA DIVERSIFIKASI USAHATANI DI PEDESAAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR USAHATERNAK DOMBA DALAM MENDUKUNG POLA DIVERSIFIKASI USAHATANI DI PEDESAAN (Analysis of Sheep Farming System Factors to Support Diversification Farming System Model in Villages)

Lebih terperinci

KEENGGANAN PETANI BERUSAHATANI TEBU DI KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH THE RELUCTANT OF FARMERS IN KENDAL, CENTRAL JAVA TO CULTIVATE SUGAR CANES

KEENGGANAN PETANI BERUSAHATANI TEBU DI KABUPATEN KENDAL, JAWA TENGAH THE RELUCTANT OF FARMERS IN KENDAL, CENTRAL JAVA TO CULTIVATE SUGAR CANES KEENGGANAN PETANI BERUSAHATANI TEBU THE RELUCTANT OF FARMERS IN KENDAL, CENTRAL JAVA TO CULTIVATE SUGAR CANES Oleh : Martha Dwi Lestyani NIM : 522007001 SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi : Agribisnis,

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI BUSTAMI dan ENDANG SUSILAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Ternak kerbau mempunyai nilai sejarah kebudayaan masyarakat Jambi. Pada

Lebih terperinci

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi) Sambas Mulyana 1 Intisari Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

ADOPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA DI DESA TEGALSARI KABUPATEN PURWAKARTA

ADOPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA DI DESA TEGALSARI KABUPATEN PURWAKARTA ADOPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA DI DESA TEGALSARI KABUPATEN PURWAKARTA HADI BUDIMAN 1), DAN SITI AMINAH 2) 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dan 2) Balai

Lebih terperinci

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak (BUNGIN, 2003), dan kuantitatif, data dianalisa secara deskriptif (

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak (BUNGIN, 2003), dan kuantitatif, data dianalisa secara deskriptif ( Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SUMATERA UTARA KHAIRIAH dan PRAMA YUFD1 Balai Pengkajian

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI INTEGRASI KAKAO KAMBING DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

MODEL USAHATANI INTEGRASI KAKAO KAMBING DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MODEL USAHATANI INTEGRASI KAKAO KAMBING DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DWI PRIYANTO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 (Makalah diterima 20 September 2007 Revisi 8 Januari 2008)

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA DI KECAMATAN CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI

PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA DI KECAMATAN CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA DI KECAMATAN CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI S.RUSDIANA dan TATI HERAWATI Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Pajajaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN

TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN MENDUKUNG PENDAPATAN PETANI DI PERDESAAN Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 TARGET KELAYAKAN SKALA USAHATERNAK DOMBA POLA PEMBIBITAN

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Petani dan Usahatani Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR) KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR) Kasmiyati, Amik Krismawati dan Dwi Setyorini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci

Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci Fatati 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK

KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2014 KAJIAN PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERINTEGRASI TANAMAN TERNAK Oleh : Nyak Ilham Saptana Bambang Winarso Herman Supriadi Supadi Yonas Hangga Saputra PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DESA MASDA MAKMUR, RAMBAH SAMO RIAU DARI PEMBUATAN KOMPOS ASAL KOTORAN SAPI PADA SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DESA MASDA MAKMUR, RAMBAH SAMO RIAU DARI PEMBUATAN KOMPOS ASAL KOTORAN SAPI PADA SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DESA MASDA MAKMUR, RAMBAH SAMO RIAU DARI PEMBUATAN KOMPOS ASAL KOTORAN SAPI PADA SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK (Impact of Compost Production from Cow Manure on the Income

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH BIAYA INPUT DAN TENAGA KERJA TERHADAP KONVERSI LUAS LAHAN KARET MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT

ANALISIS PENGARUH BIAYA INPUT DAN TENAGA KERJA TERHADAP KONVERSI LUAS LAHAN KARET MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT ANALISIS PENGARUH BIAYA INPUT DAN TENAGA KERJA TERHADAP KONVERSI LUAS LAHAN KARET MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT ( Studi Kasus : Desa Kampung Dalam, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu ) Cindi Melani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN M. Handayani, dkk Pendapatan Tenaga Kerja... PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN FAMILY LABOUR INCOME ON CATTLE FARMING IN TOROH SUBDISTRICT

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO (Breeding Program of Ma Ducks in Bptu Pelaihari: Selection of Alabio Parent Stocks) A.R. SETIOKO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (FARMER CAPITAL POTENCIES FOR REPLANTING RUBBER PLANTATION IN MUSI RAWAS REGENCY SOUTH SUMATERA) Maya Riantini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat menjadi suatu koreksi akan strategi pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Krisis tersebut ternyata

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar

Lebih terperinci

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny TEKNIK PENANAMAN RUMPUT RAJA (KING GRASS) BERDASARKAN PRINSIP PENANAMAN TEBU Bambang Kushartono Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Prospek rumput raja sebagai komoditas

Lebih terperinci

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yaitu dibangun dari kumpulan rumah tangga agar mampu mewujudkan kemandirian pangan melalui pemanfaatan pekarangan dengan berbagai jenis tanaman pangan, sayuran,

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT A. MUZANI dan MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, PO Box 1017, Mataram ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Lebih terperinci

RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN

RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN RESPON KINERJA PRODUKSI DOMBA YANG MEMPEROLEH SUBSTITUSI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN Endang Romjali dan Dicky Pamungkas Loka Penelitian Sapi Potong Grati ABSTRAK Guna mengetahui pemanfaatan limbah

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PERANAN KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI DI PROPINSI BANTEN

FUNGSI DAN PERANAN KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI DI PROPINSI BANTEN FUNGSI DAN PERANAN KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI DI PROPINSI BANTEN (The Role and Function of Buffalo in Farming System in Banten Province) UKA KUSNADI, D.A. KUSUMANINGRUM, RIASARI GAIL SIANTURI dan E.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Pembangunan peternakan rakyat (small farmers) di negara yang sedang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Parwati (2003) dalam penelitiannya Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usaha Ternak Kambing dengan Laserpunktur. Penelitian bertujuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk, I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan di Indonesia secara umum akan berhasil jika didukung oleh keberhasilan pembangunan berbagai sektor. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman

Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman Sains Peternakan Vol. 7 (1), Maret 2009: 25-29 ISSN 1693-8828 Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman F.X. Suwarta dan G. Harmoko Jurusan Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

USAHATANI TEBU PADA LAHAN SAWAH DAN TEGALAN DI YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH. Abstrak

USAHATANI TEBU PADA LAHAN SAWAH DAN TEGALAN DI YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH. Abstrak USAHATANI TEBU PADA LAHAN SAWAH DAN TEGALAN DI YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH Oleh: Sri Nuryanti -- Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor Abstrak Penelitian ini merupakan suatu usaha

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI TANAMAN PERKEBUNAN DAN TERNAK KAMBING DI LAHAN MARGINAL KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

DIVERSIFIKASI TANAMAN PERKEBUNAN DAN TERNAK KAMBING DI LAHAN MARGINAL KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DIVERSIFIKASI TANAMAN PERKEBUNAN DAN TERNAK KAMBING DI LAHAN MARGINAL KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (Diversification on Estate Commodity and Goat Farming System in Land Marginal Ende Regency

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI PROPINSI LAMPUNG

POTENSI DAN PELUANG POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI PROPINSI LAMPUNG POTENSI DAN PELUANG POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI PROPINSI LAMPUNG (Potency and Opportunity of Integrated Systems for Goats and Smallholder Cocoa Estate in Lampung) DWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci