MODEL USAHATANI INTEGRASI KAKAO KAMBING DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI
|
|
- Erlin Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MODEL USAHATANI INTEGRASI KAKAO KAMBING DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI DWI PRIYANTO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor (Makalah diterima 20 September 2007 Revisi 8 Januari 2008) ABSTRAK Aset usahatani dari tahun ke tahun mengalami penurunan akibat perubahan tata ruang dan perkembangan populasi penduduk. Perubahan ini menuntut adanya pola intensifikasi usahatani, salah satunya adalah penerapan sistem integrasi tanaman dan ternak (crop livestock system). Pola ini menerapkan pendekatan Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), sehingga diharapkan tercapai efisiensi dalam usahatani. Potensi integrasi ternak di lahan perkebunan cukup memberikan peluang akibat semakin berkembangnya usaha perkebunan rakyat. Perkebunan kakao memiliki prospek yang baik dalam sistem integrasi dengan ternak kambing, dimana model tersebut harus tepat dalam implementasinya sehingga sistem integrasi dapat berkelanjutan. Perkebunan kakao rakyat memiliki potensi daya dukung mencapai 6,05 ekor ternak kambing untuk 1 ha. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan kebutuhan pakan dari limbah kulit kakao sebesar 1,5 kg/ekor/hari pada kambing dewasa. Skala usaha yang direkomendasikan adalah 5 ekor induk/peternak, sehingga total ternak yang harus dipelihara di kandang mencapai 13 ekor, dengan target penjualan anak pada umur 8 bulan. Hal ini cukup rasional dengan sumberdaya kepemilikan areal perkebunan kakao di tingkat petani dan daya dukung tenaga kerja keluarga yang tersedia. Model ini ditinjau dari sistem usaha diversifikasi komoditas (kakao dan kambing) dapat saling mendukung sehingga tercapai pola efisiensi usaha di kedua sub sektor. Dampak penerapan model usahatani integrasi ini mampu meningkatkan pendapatan petani sampai 45%. Kata kunci: Sistem integrasi, kakao-kambing, pendapatan petani ABSTRACT FARMING SYSTEM MODEL ON INTEGRATED COCOA AND GOAT TO INCREASE FARMER S INCOME Farming system assets decrease steadily from year to year due to the changes of ecology and population. This change needs farming intensification in which, one of them is the introduction of integrated systems such as crop livestock system. The crop livestock system has applied Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) approach in order to reach efficiency of the farming systems. The potential of livestock integrated with the cocoa estates has a good prospect on the public estate s development. Cocoa estate has a good prospect to support the integrated with goat farming, however it needs a real concept of the integrated program that work sustainable. The potency of cocoa estate has a carrying capacity of 6.05 head goats for 1 hectare area. This is based on the need of the feed from cocoa husk of 1.5 kg/head/day. The recommended size of economic scale is 5 does per farmer, so that the optimum number of goats raised by farmer is 13 heads, with sold target age is 8 months. This model is rational based on farmer s availability for land resources and household family labor. This concept considered from diversification of commodities may support one another, so that the efficiency could be reached both sub sectors, and could give an impact to increase both productivities. Implementation of this model is expected to increase farmer s income up to 45%. Key words: Integrated systems, cocoa-goat, farmer s income PENDAHULUAN Faktor lahan sebagai aset utama usahatani dari tahun ke tahun cenderung menurun sebagai akibat perkembangan populasi penduduk, perubahan tata ruang wilayah dan lain sebagainya. Kondisi ini berdampak terhadap sistem usahatani yang semakin terbatas akibat semakin sempitnya lahan budidaya yang tersedia. Hal ini secara langsung berdampak terhadap sistem produksi dan pada akhirnya pendapatan usahatani juga semakin menurun. Langkah yang harus ditempuh dalam antisipasi sistem usahatani berkelanjutan adalah melakukan usahatani diversifikasi (multi komoditas), salah satunya adalah penerapan model usahatani integrasi tanaman dan ternak. Hal ini merupakan salah satu alternatif dalam melakukan efisiensi usaha pada areal lahan yang relatif tetap, tetapi mampu meningkatkan produktivitas usaha sehingga terjadi nilai tambah (added value) dari berbagai sektor usaha yang saling mendukung. Model usahatani integrasi tanaman dan ternak mulai dikembangkan secara intensif sejak adanya program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T). Hal ini dilakukan dalam upaya rehabilitasi lahan 46
2 WARTAZOA Vol. 18 No. 1 Th pertanian yang mengalami degradasi akibat eksploitasi pemupukan, yang merupakan program utama Badan Litbang Pertanian (ZAINI et al., 2002). Sistem integrasi padi-ternak (SIPT) merupakan salah satu komponen dalam mendukung perbaikan lahan pertanian pada kondisi agro-ekosistem lahan sawah intensif (HARYANTO et al., 2002), yang didukung pengembangan kelembagaan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (SOENTORO et al., 2002). Kegiatan tersebut cukup memiliki prospek usaha yang baik melalui pendekatan Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) sebagai langkah efisiensi usahatani, sehingga mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga petani. Model usahatani integrasi tersebut berkembang ke arah komoditas tanaman perkebunan yang salah satunya adalah integrasi tanaman kakao dengan ternak kambing di Provinsi Lampung yang cukup potensial dalam mendukung ekonomi rumahtangga (PRIYANTO et al., 2004). Sistem pertanian terpadu selanjutnya lebih berkembang lagi dengan memasukkan komponen ternak di dalam sistem usahatani (farming system) dan terakhir sistem tanaman-ternak (crop livestock system). Di dalam model usahatani, ternak diintegrasikan dengan tanaman pangan untuk mencapai kombinasi optimal, sehingga input produksi menjadi lebih rendah (low input) dengan tidak mengganggu tingkat produksi yang dihasilkan. Prinsip menekan resiko usaha karena adanya divesifikasi usaha dan kelestarian sumberdaya lahan menjadi titik perhatian dalam model ini (DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN, 2004). Di sisi lain, kasus penanganan limbah pertanian dan perkebunan (khususnya kakao) sampai saat ini masih merupakan kendala dalam pelaksanaan di tingkat petani. Beberapa kendala diantaranya adalah keterbatasan waktu, tenaga kerja, dan keterbatasan areal pembuangan. Limbah perkebunan masih belum banyak dimanfaatkan walaupun di beberapa lokasi memiliki potensi sebagai bahan baku pakan ternak maupun bahan baku kompos. Limbah kulit kakao pada umumnya dibuang petani di sekitar kebun dan berpotensi sebagai media pengembangan hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella) yang sangat merugikan petani (FAJAR et al., 2004). Hal ini menunjukkan bahwa limbah kulit kakao belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak. Beberapa lokasi telah mengaplikasikan pemanfaatan limbah kulit kakao untuk kambing (Provinsi Lampung) sebagai bahan pakan yang dapat memberikan keuntungan bagi peternak. Berbagai sosialisasi pengembangan model usahatani di lapang dalam mengintroduksikan inovasi tersebut perlu dilakukan secara terus menerus. Model usahatani integrasi kakao-kambing merupakan salah satu bentuk pengembangan integrated farming system seperti crop livestock systems (CLS), dimana kedua usaha tersebut akan menciptakan pola usaha yang sinergis melalui efisiensi usaha (perkebunan kakao dan usahaternak kambing). Hal ini juga sekaligus berdampak terhadap peningkatan nilai tambah pendapatan rumahtangga petani di pedesaan. Kondisi demikian membuka peluang dalam program pengembangan usaha peternakan yang mampu memanfaatkan limbah kulit kakao sebagai pakan ternak. Model usahatani integrasi yang tepat perlu dilihat dari komoditas ternak yang mampu memanfaatkan limbah kulit kakao, serta kemudahan petani dalam mengaplikasikan teknologi tersebut. Model usahatani integrasi ternak kambing pada perkebunan kakao rakyat perlu dikaji dengan tepat, sehingga mampu tercipta pola usaha sinergis sebagai model pengembangan usahatani berkelanjutan berbasis tanaman perkebunan kakao dan ternak kambing. POTENSI SUBSEKTOR PERKEBUNAN SEBAGAI PELUANG PENGEMBANGAN PETERNAKAN Beberapa komoditas tanaman perkebunan memiliki potensi dalam mendukung model sistem integrasi dengan komoditas peternakan. Areal lahan perkebunan karet, kelapa, kelapa sawit dan lainnya cukup potensial dalam mendukung perkembangan usaha peternakan. Potensi subsektor perkebunan dalam mendukung pengembangan usaha peternakan sebagai sumber pakan melalui sistem integrasi tanaman dan ternak dapat berupa: (1) Pemanfaatan lahan di antara tanaman perkebunan (karet, kelapa, kelapa sawit, jambu mente, cengkeh dan kopi), serta (2) Pemanfaatan limbah tanaman pokok maupun tanaman sela dan limbah pabrik (kelapa sawit, kelapa dan kakao) (SUBAGYONO, 2004). Perkebunan rakyat memiliki peluang terbesar untuk menerapkan sistem integrasi dengan usaha peternakan. Perkembangan luasan lahan areal perkebunan rakyat pada periode tahun menunjukkan peningkatan yang cukup besar, kecuali untuk perkebunan karet (menurun 9,9%). Potensi perkebunan yang menunjukkan perkembangan cukup tinggi adalah perkebunan kelapa sawit (55,3%), kakao (26,1%) dan vanili (13,57%) (Tabel 1). Secara umum hal ini menggambarkan bahwa peningkatan luas areal tersebut akan membuka peluang besar dalam mendukung pengembangan usaha peternakan melalui model integrasi. Potensi areal perkebunan hampir seluruhnya dapat dimanfaatkan dalam model integrasi usaha peternakan, khususnya pada areal perkebunan rakyat. Diperkirakan sekitar 10 juta ha areal perkebunan rakyat dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ternak ruminansia besar maupun kecil (SUBAGYONO, 2004). Secara rinci manfaat sistem 47
3 Tabel 1. Perkembangan luas tanaman perkebunan rakyat tahun (000 ha) Komoditas Tahun Pertumbuhan Karet (-6,83) (-0,46) (-0,99) (-1,0) -9,09 Kelapa (6,05) (-0,34) (-0,79) (0,11) 5,72 Kelapa sawit (31,59) (15,45) (1,05) (1,03) 55,13 Kopi (-4,69) (4,68) (0,68) (1,20) 1,66 Kakao (10,45) 798 (12,71) 801 (0,38) 809 (0,99) 26,21 Teh (0) 66 (-1,49) 63 (-4,54) 69 (9,52) 2,98 Jambu mete (-2,44) 568 (1,78) 571 (0,53) 577 (1,05) 0,87 Lada (23,33) 203 (9,72) 203 (0) 204 (0,49) 36,00 Vanili (0) 15 (7,14) 15 (0) 15,9 (6,00) 13,57 ( ): Menunjukkan pertumbuhan tahun sebelumnya (%) Sumber: BADAN PUSAT STATISTIK (2005) integrasi tanaman dan ternak antara lain: (1) Meningkatkan diversifikasi usaha terhadap kotoran ternak, (2) Peningkatan nilai tambah dari tanaman atau hasil ikutannya, (3) Mempunyai potensi mempertahankan kesehatan dan fungsi ekosistem, dan (4) Mempunyai kemandirian usaha yang tinggi dalam penggunaan sumberdaya mengingat nutrisi dan energi saling mengalir antara tanaman dan ternak (MAKKA, 2004). Prospek pengembangan model integrasi cukup memberikan keberhasilan, misalnya perkebunan sawit dengan ternak sapi mampu menampung 300 ribu ekor sapi di Provinsi Bengkulu. Peranan sapi adalah membantu pengangkut hasil panen sawit (tandan buah segar) sehingga kapasitas angkut meningkat dan mampu meningkatkan pendapatan petani sekitar Rp Rp /bulan, disamping sebagai sumber kompos untuk pupuk tanaman kelapa sawit (GUBERNUR PROVINSI BENGKULU, 2004). Pola integrasi melalui konsep Sistem Tiga Strata (STS) hasil pengamatan NITIS et al. (2004), melalui pendekatan terpadu antara tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan peternakan dengan memanfaatkan kotoran kambing mampu meningkatkan daya dukung pakan ternak (hijauan) berupa leguminosa (91%), produksi palawija (13%), hortikultura jeruk (13%), dan kelapa (9%). Produktivitas Sapi Bali meningkat 13% dengan bobot hidup 375 kg, meningkatkan daya dukung (stocking rate) pada waktu musim hujan dan kering (45 vs 30%), serta daya tampung ternak (carrying capacity) mencapai 52% lebih besar dibandingkan pada perlakuan kontrol. POTENSI PERKEBUNAN KAKAO SEBAGAI PELUANG INTEGRASI DENGAN TERNAK KAMBING Kulit kakao merupakan salah satu bahan pakan ternak kambing yang cukup memberikan prospek terciptanya model integrasi kakao-kambing. Kulit kakao mampu mengurangi porsi pemberian rumput yang harus disediakan peternak khususnya pada usaha pola intensif (dikandangkan penuh) (PRIYANTO et al., 2004). Daya dukung kulit kakao sebagai salah satu sumber bahan pakan ternak ditentukan oleh produksi kakao yang dihasilkan per satuan luas, serta distribusi produksi sepanjang tahun, karena tanaman kakao merupakan komoditas tanaman tahunan. Tingkat produksi kakao cukup bervariasi, dimana dalam 2 3 bulan terjadi puncak produksi dan bulan-bulan lainnya berproduksi rendah tergantung dari kondisi wilayah. Sebagai contoh, di wilayah pantai Barat Sulawesi, puncak produksi dicapai selama 3 bulan (April s/d Juni) yang masing-masing mencapai 20, 25 dan 15% produksi, sedangkan pada bulan-bulan lainnya hanya mencapai rataan sekitar 4 6% (FAJAR et al., 2004). Tingkat produksi kakao sangat bervariasi tergantung dari potensi bibit dan manajemen pemeliharaan oleh petani, yang akan berpengaruh terhadap produksi kulit kakao yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak kambing. Data perkembangan produksi kakao secara nasional masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkembangan populasi ternak kambing (52,6 vs 6,97%) yang hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat peluang yang besar dalam penerapan model usahatani integrasi tanaman kakao dengan usahaternak kambing (Tabel 2). 48
4 WARTAZOA Vol. 18 No. 1 Th Tabel 2. Perkembangan produksi tanaman kakao rakyat dan populasi ternak kambing Komoditas Produksi kakao (*) (000 ton) Populasi kambing (**) (000 ekor) Tahun ,6 560,4 (58,48) (-0,81) 511,4 (-0,87) (0,68) 512,3 (0,17) (1,38) Pertumbuhan ,6 (5,32) (52,60) (5,66) (6,97) ( ): Menunjukkan pertumbuhan tahun sebelumnya (%) Sumber: (*) BADAN PUSAT STATISTIK (2005) (**) DITJEN PETERNAKAN (2006) Penerapan model usahatani integrasi kakaokambing di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa peternak mampu memberikan kulit kakao sebagai pakan ternak kambing dewasa mencapai 1 2 kg/ekor/hari. Sebagian besar peternak menyatakan bahwa hal ini mampu menghemat tenaga kerja dalam hal penyediaan pakan hijauan mencapai 50%. Ternak kambing sangat menyukai kulit kakao, dan hal ini dapat dipergunakan sebagai langkah antisipasi kekurangan pakan hijauan (PRIYANTO et al., 2004). Puncak produksi kakao di Provinsi Lampung dalam satu tahun dicapai selama 2 bulan (April dan Mei), masing-masing mencapai 20 30% ( kg/ha) dari total produksi tahunan, sedangkan pada bulan-bulan lainnya hanya mencapai sekitar 5%. Berdasarkan produksi kakao yang dihasilkan, dapat digambarkan potensi limbah kulit kakao yang tersedia, dan daya dukung pakan untuk ternak kambing terlihat pada Tabel 3. Dalam memperhitungkan potensi daya dukung kulit kakao sebagai pakan ternak kambing diperlukan tingkat kontinuitas produksi dan keberlanjutan penyediaan pakan sepanjang tahun. Produksi kakao kering tergantung dari spesifik lokasi, pada lokasi perkebunan rakyat di Donggala mencapai 880 kg kering/ha/tahun dengan jarak tanam 3 x 3 m. Dengan konversi bahwa kakao kering mencapai 50% kakao basah, maka kakao basah yang dihasilkan sebesar: 100/50 x 880 kg = kg/ha/tahun. Proporsi kulit kakao dan kakao basah mencapai 65 : 35%, maka produksi kulit kakao mencapai: 65/35 x kg = 3.268,6 kg/ha/tahun. Hasil pengamatan pada kondisi peternakan rakyat di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa setiap satu ekor kambing dewasa mampu mengkonsumsi kulit kakao sebanyak 1,5 kg/ekor/hari, maka untuk setiap 1 ha kebun kakao memiliki potensi daya dukung sebesar 6,05 ekor kambing dewasa. Dengan kata lain, jika peternak ingin mempertahankan kontinuitas pakan kulit kakao sepanjang tahun, maka dalam 1 ha kebun kakao dapat dipelihara 6,05 ekor ternak kambing dengan rata-rata pemberian 1,5 kg/ekor/hari. KETERSEDIAAN KULIT KAKAO SEBAGAI PENDUKUNG PAKAN TERNAK Tanaman kakao mampu berproduksi sepanjang tahun, tetapi produksi buah kakao tersebut tidak merata sepanjang tahun, sehingga akan mempengaruhi potensi produksi kulit kakao (Gambar 1). Dengan asumsi bahwa petani memiliki areal satu hektar kebun kakao, dan tidak ada peluang memperoleh kulit kakao dari petani lain, maka rataan potensi kulit kakao bulanan sebanyak 342 kg (daya dukung 6,05 ekor). Distribusi produksi tertinggi terjadi pada bulan Maret sampai dengan Juni (sekitar 3 bulan). Potensi produksi rendah terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan Februari, sehingga terlihat terjadi over supply produk kulit kakao pada bulan Maret s/d Juni. Kondisi minimal produksi kulit kakao sebesar 136 kg yang hanya mampu Tabel 3. Perhitungan daya dukung kulit kakao dalam mendukung ketersediaan pakan kambing Uraian Cara perhitungan Hasil perhitungan Buah kakao kering pohon x 0,8 kg 880 kg/ha/tahun Buah kakao basah 100/50 x 880 kg kg/ha/tahun Produksi kulit kakao 65/35 x 1760 kg 3.268,6 kg /ha/tahun Kebutuhan kulit kakao 1,5 kg x 360 hari 540 kg/tahun/ekor Daya dukung kulit kakao 3.268,6/540 6,05 ekor kambing/ha kakao Sumber: FAJAR et al. (2004) 49
5 Kulit kakao (kg) Aktual Rataan Bulan Gambar 1. Ketersediaan kulit kakao sepanjang tahun pada kondisi petani di Kabupaten Dongggala Sumber: FAJAR et al. (2004) menampung setara 3 ekor kambing. Dalam jangka panjang diperlukan teknologi pengolahan kulit kakao melalui pengawetan (fermentasi) dalam mendukung kebutuhan pakan ternak kambing secara berkelanjutan sepanjang tahun untuk mendukung kapasitas optimal (6,05 ekor). Kondisi tersebut diperlukan apabila kondisi daya dukung (pemilikan lahan kakao petani terbatas) dan tidak mampu memperoleh dari petani lain. Dalam kasus di Provinsi Lampung, petani dapat memanfaatkan kulit kakao dari petani lainnya, disamping skala pemilikan lahan yang cukup luas sehingga kebutuhan dapat terpenuhi (PRIYANTO et al., 2004). Berdasarkan dari data yang ada daya dukung kulit kakao masih sangat berlebih dilihat dari rasio laju populasi kambing dan produksi kakao, sehingga masih terbuka luas peluang model usahatani integrasi ternak kambing secara berkelanjutan. MODEL SISTEM INTEGRASI PERKEBUNAN KAKAO DENGAN TERNAK KAMBING Skala usaha pemeliharaan Secara umum usahaternak kambing dilakukan dengan 2 pola usaha, yakni pola penggembalaan dan pola intensif (dikandangkan penuh) dimana petani mempersiapkan pakan sesuai jumlah kambing yang dipelihara. Pada pola penggembalaan petani mampu memelihara dalam skala yang lebih besar dibandingkan dengan pada pola intensif karena pertimbangan tenaga kerja mengambil rumput. Dalam model usahatani integrasi, pemeliharaan disarankan dilaksanakan dengan pola intensif. Kondisi ini mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya adalah daya dukung pakan, ketersediaan tenaga kerja keluarga, dan kapasitas daya tampung kandang. Skala usaha yang direkomendasikan minimal sebanyak 5 induk untuk setiap petani dengan 1 pejantan pada 2 3 petani (secara berkelompok), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Pemeliharaan 5 ekor induk, maka kapasitas tampung kandang secara kontinyu mencapai maksimal 13 ekor, dengan asumsi penjualan anak dilakukan pada umur 8 bulan. Hal ini memerlukan kandang dengan luas sekitar 13 m 2. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah anak sekelahiran (litter size) sebesar 1,71 ekor, tingkat kematian anak 5% pada kasus kambing Peranakan Etawah (PE) kondisi pedesaan (SUBANDRIYO et al., 1995), lama kebuntingan 5 bulan dan kondisi siap kawin kembali 3 bulan (jarak beranak mencapai 8 bulan), dengan penjualan anak rutin umur 8 bulan, maka kapasitas maksimal ternak kambing yang ada di kandang mencapai 13 ekor (Gambar 2). 2. Daya dukung maksimal kulit kakao dengan pemilikan areal 1 ha adalah sekitar 6 ekor, dengan pemberian 1,5 kg/hari. Target ideal dengan skala 5 ekor induk adalah petani memiliki lahan kakao seluas 1,5 ha. Apabila pemberian kulit kakao dikurangi menjadi 1 kg/ekor, maka dalam areal 1 ha kebun kakao berpeluang memberikan daya dukung sebesar 9 ekor kambing, dengan konsekuensi komposisi hijauan yang diperbanyak yang dapat diperoleh dari lahan kebun kakao (tanaman pelindung). 3. Pemeliharaan dengan skala 5 induk, jumlah anak yang dilahirkan mencapai 8 ekor selama 8 bulan, sehingga selama satu tahun mampu menghasilkan anak 12 ekor. Hal demikian secara periodik petani mampu melakukan penjualan setara 1 ekor setiap bulan. Kondisi ini menuntut dilakukan program perkawinan yang tepat waktu dengan 50
6 WARTAZOA Vol. 18 No. 1 Th Total 5 induk Induk 5 + lahir 8 anak I total 13 ekor Induk 5 + lahir 8 anak II jual anak I (8 ekor) total 13 ekor Induk 5 + lahir 8 anak III jual anak II (8 ekor) total 13 ekor Kawin I Kawin II Kawin III II==I==I==I==I==II==I==I==II==I==I==I==I==II==I==I==II==I==I==I==I==II= Bulan bulan ---- II --3 bulan--ii bulan ---- II -- 3 bulan-- II bulan ---- II ---- Kebuntingan II---- jarak beranak 8 bulan ----II ---- jarak beranak 8 bulan ---- II Gambar 2. Siklus produksi kambing dengan skala induk 5 ekor pada kondisi petani yang terintegrasi dengan perkebunan kakao rakyat memperhatikan siklus berahi ternak, sehingga target penjualan produksi anak dapat tercapai. 4. Produksi kompos yang dihasilkan sekitar 4 kg/hari (0,3 kg/ekor/hari) pada skala 13 ekor kambing, akan diperoleh 120 kg/bulan. Kompos tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik tanaman kakao sekitar 20 pohon (rataan 6 kg/pohon), yang secara bertahap akan mampu mendukung peningkatan produktivitas, maupun efisiensi input produksi pada usahatani kakao petani. Manajemen pemeliharaan Perkandangan Kandang dibuat dengan sistem panggung pada ketinggian minimal 75 cm, sehingga peternak mudah dalam pengambilan kotoran ternak yang dipersiapkan diolah sebagai kompos (pupuk tanaman). Ukuran kandang disesuaikan dengan kapasitas tampung maksimal berdasarkan skala 5 ekor induk (13 ekor maksimal). Tipe kandang adalah kandang kelompok, maupun individual dengan ukuran luas kandang sekitar 1 m 2 /ekor (13 m 2 ), yang dilengkapi dengan tempat pakan, dan tempat penyimpanan pakan hijauan (LUDGATE, 1989). Alas kandang dibuat dari belahan bambu atau kayu dengan jarak sekitar 1 cm, sehingga kotoran dapat langsung jatuh ke bawah kandang. Pada kandang individual dilengkapi dengan sekat bambu/papan khususnya kandang ternak jantan. Di bawah kandang dilengkapi dengan kolong tempat penampung kotoran (pit) yang terhindar dari genangan air hujan (ditanggul), sehingga kotoran tetap kering dan akan memudahkan dalam prosesing kompos. Manajemen pakan Sistem pemeliharaan dilakukan pola intensif, dimana penyediaan pakan dilakukan oleh peternak (cut and carry). Pakan yang diberikan berupa hijauan yang bersumber tanaman naungan kakao berupa leguminosa pohon (Lamtoro dan Gliricidia), ataupun yang dikembangkan sebagai pagar perkebunan kakao. Pakan utama yang tersedia tiap hari berupa kulit kakao segar dengan dipotong/dicacah ukuran sekitar 1 x 3 cm. Pemberian hijauan sekitar 2 3 kg/ekor/hari, dan kulit kakao sekitar 1 1,5 kg/ekor/hari untuk kambing dewasa. Dalam pola integrasi tersebut dipertimbangkan berdasarkan kemudahan petani dalam penggunaan pakan yang ada. Apabila diperlukan dalam jangka kedepan dalam antisipasi over suply kulit kakao perlu dilakukan fermentasi khususnya untuk penyediaan saat tidak terjadi musim panen raya. BAKRIE et al. (1999) melaporkan bahwa pemanfaatan kulit kakao sampai 30%, dengn kombinasi hijauan (leguminosa), dan tambahan mineral blok pada kambing dara PE di peternakan rakyat mampu meningkatkan pertambahan bobot hidup per ekor dari 38 g menjadi 78 g/hari. PRABOWO dan BAHRI (2003, unpublished) juga menyatakan bahwa peranan kulit kakao cukup potensial mendukung pertumbuhan kambing PE yakni diperoleh pertambahan bobot badan harian sebesar 76,8 g/ekor dan 58,6 g/ekor masing-masing pada kambing jantan dan betina dengan pakan kulit buah kakao 30 70% yang didukung suplemen pakan lengkap. Sistem perkawinan Dalam mendukung sistem perkawinan ternak untuk langkah efisiensi penggunaan pejantan, maka 51
7 dari 2 3 peternak yang berdekatan disediakan 1 pejantan yang dikelola secara kelompok. Sistem perkawinan sebaiknya dilakukan dengan cara menyatukan pejantan pada kandang di masing-masing petani selama 1 1,5 bulan (dicampur) dengan sistem pergiliran (rotasi). Secara langsung dengan disatukan antara ternak jantan pada kelompok betina dalam waktu tersebut akan terjadi 2 siklus berahi (siklus berahi 21 hari), sehingga betina yang menunjukkan tanda berahi akan langsung dapat dikawini oleh pejantan. Selanjutnya pejantan dipindahkan pada petani lainnya, sehingga dalam siklus bunting 5 bulan akan kembali pada perputaran pada peternak semula. Sistem perkawinan juga dapat diatur sesuai kehendak petani apabila dikehendaki periode kelahiran yang periodik (misalnya 1 bulan sekali). Hal ini memerlukan waktu yang tepat dalam mengatur perkawinan sesuai ketepatan berahi ternak, sehingga anak yang dilahirkan terjadi secara periodik, sehingga penjualan anak dapat secara rutin, dan mampu diciptakan pendapatan rutin (reguler). Perguliran sistem perkawinan dilakukan dengan meminjam pejantan untuk kawin pada saat terdapat tanda-tanda betina berahi. Kondisi demikian memerlukan pembekalan tentang tanda-tanda berahi kepada peternak, sehingga pada saat betina berahi dapat dikawinkan dengan tepat waktu, sehingga dicapai jarak beranak sesuai target (8 bulan). Penjualan Penjualan ternak hasil kelahiran anak sebaiknya dilakukan pada saat umur 8 bulan. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa kondisi ternak tersebut telah memenuhi persyaratan bobot jual (15 20 kg) kasus pada kambing PE di peternakan rakyat (SUBANDRIYO et al., 1995), sekaligus membatasi jumlah populasi ternak dalam kandang. Dalam periode ini telah terdapat kelahiran anak periode berikutnya, dengan melakukan penjualan kapasitas kandang relatif tetap (maksimal 13 ekor). Pembatasan kapasitas tampung kandang tersebut perlu dipertahankan dalam rangka antisipasi kepadatan ternak dalam kandang, antisipasi kecukupan pakan, serta alokasi tenaga kerja pemeliharaan. Dengan target skala induk dan sistem perkawinan yang tepat dapat diprogramkan penjualan ternak secara kontinu sebanyak 12 ekor per tahun yang dapat diatur sesuai keinginan petani. MODEL INTEGRASI KAKAO KAMBING DAN ANALISIS EKONOMI Model usahatani integrasi kakao-kambing diharapkan terjadi sinergisme antara kedua komoditas tersebut guna memberikan nilai ekonomis yang lebih optimal, sekaligus mampu meningkatkan pendapatan Leguminosa tanaman pelindung Sumber pakan Kulit kakao segar Efisiensi tenaga kerja Usahatani kakao Tenaga kerja Rumah tangga Tenaga kerja Usahaternak kambing - Peningkatan produksi - Peningkatan pemupukan - Menurunnya penyakit PBK Kompos pupuk Jual Kotoran Efisiensi pakan/ tenaga kerja Buah kakao Jual PASAR Jual Anak kambing - Peningkatan produksi dan pendapatan usahatani kakao - Peningkatan pendapatan usahaternak kambing Gambar 3. Diagram alir input output model usahatani integrasi kakao-kambing 52
8 WARTAZOA Vol. 18 No. 1 Th petani. Perkebunan kakao memberikan dukungan pakan terhadap ternak kambing, sebaliknya ternak kambing dapat menghasilkan kotoran sebagai sumber bahan organik untuk pupuk tanaman kakao. Konsep ini akan menciptakan pola efisiensi usaha baik efisiensi input sumberdaya usahatani dan efisiensi alokasi tenaga kerja keluarga (Gambar 3). Pola efisiensi usaha ternak kambing terjadi pada pemanfaatan kulit kakao dan hijauan tanaman pelindung kakao (leguminosa) yang mampu menghemat alokasi tenaga kerja dalam penyediaan pakan mencapai 50%. Sebaliknya pola efisiensi pengelolaan kebun kakao terjadi pada penghematan biaya penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk tanaman kakao yang mencapai 40%, di samping penjualan pupuk kandang yang telah banyak dilakukan peternak di Provinsi Lampung (PRIYANTO et al., 2004). Pada analisis usahatani model integrasi kakao kambing tersebut dilakukan pada kondisi areal kebun kakao seluas 1,5 ha, berdasarkan kemampuan daya tampung pemeliharaan skala 5 ekor induk. Dengan penerapan model usahatani integrasi secara umum mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga petani (Tabel 5). Pada usahatani kakao, dengan adanya Tabel 5. Analisis ekonomi model usahatani integrasi kakao-kambing Usahatani komoditas tunggal (luas 1,5 ha) Usaha kakao Usaha multi komoditas (integrasi kakao-kambing) (luas 1,5 ha dan 5 ekor induk kambing) Usaha kakao Penerimaan 1200 kg x Rp = Rp Penerimaan meningkat 20 % (dampak = Rp pemupukan) kg x Rp Biaya Biaya Pupuk: tanpa pupuk kompos Pupuk: menggunakan kompos dari kambing Obat = Rp Obat: hama PBK menurun 50% = Rp Tenaga kerja: 2 jam x 360 hari/5 jam/ HOK x Rp = Rp Tenaga kerja: 2 jam x 360 hari/5 jam/ HOK x Rp = Rp Pendapatan = Rp Pendapatan = Rp Usaha ternak kambing (tidak ada) Usaha ternak kambing Penerimaan (jual anak): 8 ekor selang 8 = Rp bulan 12/8 x 8 ekor x Rp Biaya tetap: Bibit induk = 5 x Rp = Rp Bibit jantan = 1 (3 peternak) = 1/3 x = Rp Rp Kandang (pakai 5 tahun) = Rp Penyusutan/tahun = Rp Biaya tidak tetap: Pakan: hijauan + kulit kakao (tidak beli) Obat: 13 x Rp = Rp Tenaga kerja: 1 x 360 hari/5 jam/ = Rp HOK x Rp Pendapatan bersih usahaternak = Rp Total pendapatan = Rp Total pendapatan = Rp Dampak sistem integrasi/petani/tahun Rp berasal dari Usahatani kakao = Rp Usahaternak kambing = Rp Peningkatan pendapatan pola integrasi = / = 45,9 % Incremental Benefit Cost Ratio (IBCR) = output/ input = / = 1,24 Dengan penambahan input biaya 1 satuan akan memperoleh tambahan pendapatan sebesar 1,24 - Luas areal 1,5 ha disesuaikan dengan kemampuan daya dukung kulit kakao dan kapasitas skala usaha (5 induk atau skala 13 ekor kambing) - Modal bibit ternak sebagai modal tetap (harga jual tetap) 53
9 B A B Gambar 4. (A) Perawatan kebun kakao melalui program pemupukan kompos dari kotoran kambing di Donggala (B) Kulit kakao yang dicacah dan siap digunakan sebagai pakan ternak penambahan kompos sebagai pupuk tanaman kakao dapat meningkatkan produktivitas mencapai 20% (FAJAR et al., 2004), dan pendapatan mencapai Rp lebih tinggi dibandingkan pada usahatani komoditas tunggal (kakao). Usahaternak kambing mampu memberikan kontribusi Rp /petani/ tahun, dengan memanfaatkan sumber pakan dari hijauan (tanaman peneduh) berupa leguminosa, dan limbah kulit kakao yang tidak dimanfaatkan. Dampak penerapan model integrasi secara umum memberikan tambahan pendapatan bagi petani mencapai Rp per tahun. Penerapan model integrasi memberikan dampak peningkatan pendapatan mencapai 45,9%, dan hasil perhitungan selanjutnya menunjukkan bahwa dengan penambahan satu satuan input akan menghasilkan pendapatan 1,24 kali lebih besar (IBCR = 1,24). Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penerapan model integrasi dapat memberikan tambahan kontribusi pendapatan petani. Model integrasi ternak kambing pada sistem perkebunan kakao rakyat mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar 17,45% di Kabupaten Lampung Utara (PRIYANTO et al., 2004). Demikian pula model integrasi lainnya dilaporkan KARTAMULIA et al. (1993) bahwa dengan paket kredit 4 ekor induk domba yang diintegrasikan di perkebunan karet mampu meningkatkan pendapatan sebesar 12%. HORNE et al. (1994) pada kondisi manajemen sama dengan skala 20 ekor induk per peternak, mampu meningkatkan pendapatan mencapai 25%. Secara umum pola integrasi tanaman-ternak telah menunjukkan prospek yang positif dalam mendukung pendapatan petani di pedesaan. Permasalahan penerapan model usahatani integrasi kakao-kambing dan rekomendasi pemecahan Penerapan model usahatani integrasi kakao dan kambing ditinjau dari aspek manajemen pemeliharaan dan konsekuensi dalam pemanfaatan kulit kakao sebagai pakan ternak tersebut masih terdapat beberapa kendala di lapang diantaranya: 1. Pengelolaan sistem manajemen pola intensif yang terintegrasi secara berkelanjutan belum banyak dikenal petani. Hal demikian perlu dilakukan sosialisasi/pembinaan secara rutin dan serius untuk meyakinkan bahwa sistem integrasi tersebut mampu mendukung konsep multi usaha (kakaokambing), dan mampu tercipta pola efisiensi usahatani, serta berdampak terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga petani. 2. Potensi daya dukung baik hijauan (leguminosa) maupun kulit kakao sebagai pakan basal ternak kambing masih memiliki daya dukung cukup besar. Penerapan pemberian pakan tersebut patut diperhitungkan secara berkelanjutan. Tingkat produksi kakao yang tidak merata sepanjang tahun, berimplikasi terhadap fluktuasi ketersediaan kulit kakao. Hal tersebut dapat diatasi pada saat musim panen kakao rendah, peternak dapat memanfaatkan kulit kakao hasil panen petani lain yang tidak memelihara ternak kambing (kasus Provinsi Lampung), sehingga secara berkelanjutan mampu terpenuhi sepanjang tahun. Diperlukan inovasi teknologi pengawetan kulit kakao (teknologi pengolahan/fermentasi) yang diterapkan dalam memenuhi kebutuhan sepanjang tahun. 54
10 WARTAZOA Vol. 18 No. 1 Th Pada buah kakao yang terserang penyakit penggerek buah kakao (PBK), mengakibatkan kulit kakao terjadi pengerasan, sehingga akan menurunkan tingkat palatabilitas kambing. Perlu solusi program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara rutin sehingga dihasilkan kulit yang relatif bagus dan mampu secara optimal dikonsumsi ternak, sekaligus upaya peningkatan produksi. 4. Kulit kakao yang sudah dikupas selama 3 hari menyebabkan terjadi bau yang tidak sedap sehingga kambing kurang menyukai. Untuk mengatasi hal tersebut dalam pemberian dilakukan pengupasan secara bertahap disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan pakan harian, sehingga kulit kakao tidak terbuang. KESIMPULAN Dalam implementasi model usahatani integrasi kakao-kambing dapat disimpulkan bahwa: 1. Perkebunan kakao rakyat memiliki prospek dalam mendukung model usahatani integrasi dengan ternak kambing. Potensi daya dukung mencapai 6,05 ekor dalam areal luasan 1 ha, berdasarkan pertimbangan kebutuhan pakan dari limbah kulit kakao sebesar 1,5 kg/ekor/hari pada kambing dewasa. 2. Skala usaha yang direkomendasikan adalah minimal 5 ekor induk/peternak, berdasarkan pertimbangan kebutuhan pakan dari perkebunan kakao yang dimiliki petani adalah 1,5 ha. Skala pemeliharaan maksimal di kandang peternak mencapai 13 ekor (berbagai umur), dengan target penjualan anak pada umur 8 bulan. Hal demikian cukup rasional dengan sumberdaya kepemilikan areal perkebunan kakao di tingkat petani dan daya dukung tenaga kerja keluarga yang tersedia. 3. Model usahatani integrasi sangat mendukung pola diversifikasi komoditas (kakao dan kambing), yang mampu saling mendukung di kedua subsektor usaha. Model tersebut mampu tercipta pola efisiensi usaha di kedua sektor usaha. Model tersebut berdampak terhadap peningkatan produktivitas usaha, sekaligus mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar 45,9%, dengan nilai IBCR mencapai 1,24. DAFTAR PUSTAKA BADAN PUSAT STATISTIK Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BAKRIE, B., A. PRABOWO, M. SILALAHI, E. BASRI, TAMBUNAN, SOERACHMAN, A. SUKANDA, T. KUSNANTO dan A. MARYANTO Kajian Teknologi Spesifik Lokasi dalam Mendukung SPAKU Kambing. Laporan Akhir. LPTP Natar. Lampung. 25 hlm. DITJEN PETERNAKAN Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. DIWYANTO, K. dan E. HANDIWIRAWAN Peran Litbang dalam mendukung usaha agribisnis pola integrasi tanaman-ternak. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, Juli Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP dan CASREN. hlm FAJAR, U., SUKADAR, W. HARTUTIK, D. PRIYANTO, F.F. MUNIER, A. ARDJANHAR dan HERMAN Pengembangan sistem usahatani integrasi kakaokambing-hijauan pakan ternak di Kabupaten Donggala. Laporan Akhir. Kerjasama Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Puslitbang Peternakan, Puslitbang Tanah dan Agroklimat dan BPTP Sulawesi Tengah. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. 219 hlm. GUBERNUR PROVINSI BENGKULU Prospek pengembangan sistem integrasi sapi-kelapa sawit di Provinsi Bengkulu. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, Juli Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm HARYANTO, B., I. INOUNU, B. ARSANA dan K. DIWYANTO Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. 16 hlm. HORNE, P.M., R.M. GATENBY, L.P. BATUBARA and S. KARO- KARO Research priorities for integrated tree cropping and small ruminant production systems in Indonesia. Pros. Seminar Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. hlm KARTAMULIA, I., S. KARO-KARO and J. DE BOER Economic Analysis of Sheep Grazing in Rubber Plantations. A Case Study of OPMM Membang Muda. Working Paper 145. SR-CRSP. Sei Putih, Sumatera Utara. hlm LUDGATE Kumpulan Peragaan dalam Usahaternak Domba di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak/Small Ruminant-Collaborative Research Support Program. Puslitbang Peternakan, Bogor. 167 hlm. MAKKA, D Prospek pengembangan sistem integrasi peternakan yang berdaya saing. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, Juli Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm NITIS, I.M., K. LANA dan A.W. PUGER Pengalaman pengembangan tanaman-ternak berwawasan lingkungan di Bali. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, Juli Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm PRIYANTO, D., A. PRIYANTI dan I. INOUNU Potensi dan peluang pola integrasi ternak kambing dan perkebunan kakao rakyat di Propinsi Lampung. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, Juli Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm
11 SOENTORO, M. SYUKUR, SUGIARTO, HENDIARTO dan H. SUPRIYADI Panduan Teknis. Pengembangan Usaha Agribisnis Terpadu. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. 17 hlm. SUBAGYONO, D Prospek pengembangan ternak pola integrasi di kawasan perkebunan. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, Juli Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm SUBANDRIYO, B. SETIADI, D. PRIYANTO, M. RANGKUTI, W.K. SEJATI, D. ANGGRAENI, RIA SARI G.S., HASTONO dan S.O. BUTAR-BUTAR Analisis Potensi Kambing Peranakan Etawah dan Sumberdaya di Daerah Sumber Bibit Pedesaan. Puslitbang Peternakan, Bogor. 112 hlm. ZAINI, Z., I. LAS, SUWARNO, B. HARYANTO, SUNTORO dan E. ANANTO Pedoman Umum. Kegiatan Percontohan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu Badan Litbang Pertanian, Jakarta. 24 hlm. 56
POTENSI DAN PELUANG POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI PROPINSI LAMPUNG
POTENSI DAN PELUANG POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT DI PROPINSI LAMPUNG (Potency and Opportunity of Integrated Systems for Goats and Smallholder Cocoa Estate in Lampung) DWI
Lebih terperinciADOPSI TEKNOLOGI POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING DAN TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR
ADOPSI TEKNOLOGI POLA INTEGRASI TERNAK KAMBING DAN TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR D. Kana Hau, D. Priyanto, dan H. Luntungan BPTP NTT, Puslitbang Peternakan Bogor dan Puslitbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciPEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG
PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG SITI AMINAH, DAN ZULQOYAH LAYLA Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Pengenalan pemanfaatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen
Lebih terperinciSistem Integrasi Tanaman-Ternak Kambing Untuk Produksi Kakao Yang Resilien
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Kambing Untuk Produksi Kakao Yang Resilien Harli * Program Studi Agroteknologi Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Al Asyariah Mandar Jl. Budi Utomo No. 2 Manding Polewali
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING
JRL Vol.5 No.3 Hal. 185-191 Jakarta, November 2009 ISSN : 0216.7735, No169/Akred-LIPI/P2MBI/07/2009 PEMANFAATAN LIMBAH KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING Sindu Akhadiarto Pusat Teknologi Produksi Pertanian
Lebih terperinciTEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING
TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING HERY SURYANTO DAN SUROSO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ABSTRAK Dalam mengusahakan tanaman lada (Piper nigrum L) banyak menghadapi kendala
Lebih terperinciANALISA USAHA POLA INTEGRASI TANAMAN TERNAK KAMBING DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI LAMPUNG TIMUR
ANALISA USAHA POLA INTEGRASI TANAMAN TERNAK KAMBING DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI LAMPUNG TIMUR (The Economic Analysis on Food Crop-Goat Integrated System in Dryland of Buana Sakti Village, East Lampung)
Lebih terperinciOPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI
OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah
Lebih terperinciSistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan
Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan
Lebih terperinciSISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA
Suplemen 5 SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Latar Belakang Sejak tahun 2008, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan telah menginisiasi program pengembangan ternak sapi yang
Lebih terperinciProspek Pengembangan Usaha Peternakan Pola Integrasi
Sains Peternakan Vol. 5 (2), September 2007: 26-33 ISSN 1693-8828 Prospek Pengembangan Usaha Peternakan Pola Integrasi Diwyanto K., A. Priyanti dan R.A. Saptati Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Lebih terperinciIntegrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing
AgroinovasI Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing 7 Ketersediaan sumberdaya alam yang semakin kompetitif dan terbatas telah disadari dan kondisi ini menuntut adanya upaya-upaya inovatif dan bersifat
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciPengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan
BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara
Lebih terperinciVII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK
VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu
Lebih terperinciPROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan
Lebih terperinciRENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN
RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan
Lebih terperinciKEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR. Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² 1)
KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² 1) Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor 2) BPTP Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Peluang
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN
LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI
Lebih terperinciPENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI
PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI DEWI SAHARA, YUSUF DAN SUHARDI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara ABSTRACT The research on increasing farmer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciSTRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN
STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan
Lebih terperinciDIVERSIFIKASI TANAMAN PERKEBUNAN DAN TERNAK KAMBING DI LAHAN MARGINAL KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
DIVERSIFIKASI TANAMAN PERKEBUNAN DAN TERNAK KAMBING DI LAHAN MARGINAL KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (Diversification on Estate Commodity and Goat Farming System in Land Marginal Ende Regency
Lebih terperinciRENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG
RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENENELITIAN (RODHP) MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN BERBASIS INOVASI (m-p3bi) INTEGRASI KOPI-SAPI POTONG Oleh : Ir. Ruswendi, MP BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI
Lebih terperinciPENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BAMBANG PRAYUDI 1, NATRES ULFI 2 dan SUPRANTO ARIBOWO 3 1 Balai Pengkajian
Lebih terperinciLingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :
PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB
Lebih terperinciSILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN SISTEM INTEGRASI TERNAK KAMBING DENGAN TANAMAN JERUK DI KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA
ANALISIS KELAYAKAN SISTEM INTEGRASI TERNAK KAMBING DENGAN TANAMAN JERUK DI KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA (Feasibility Study on the Integrated System of Goat and Citrus in Karo District of North Sumatra)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan
Lebih terperinciKonsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN
Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Pembangunan peternakan rakyat (small farmers) di negara yang sedang
Lebih terperinciPEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)
PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) R. H. MATONDANG dan A. Y. FADWIWATI Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Gorontalo Jln. Kopi no. 270 Desa Moutong
Lebih terperinciKomparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi
Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi Yudi Setiadi Damanik, Diana Chalil, Riantri Barus, Apriandi
Lebih terperinciVI. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI TANAMAN DAN TERNAK DI DAERAH PENELITIAN
VI. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI TANAMAN DAN TERNAK DI DAERAH PENELITIAN Analisis deskripsi mengenai ketersediaan sumberdaya dilakukan guna keperluan analisis menggunakan program linier, meliputi ketersediaan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK YATI HARYATI, I. NURHATI dan E. GUSTIANI Balm
Lebih terperinciPERBAIKAN TATALAKSANA PEMELIHARAAN TERNAK KAMBING KACANG DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
PERBAIKAN TATALAKSANA PEMELIHARAAN TERNAK KAMBING KACANG DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (The Improvement Kacang Goat Management in Dry land of Buana Sakti Village Batang Hari
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat
Lebih terperinciPENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI
PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI Endjang Sujitno, Kurnia, dan Taemi Fahmi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat Jalan Kayuambon No. 80 Lembang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.
Lebih terperinciPOTENSI LIMBAH KULIT KAKAO SEBAGAI PELUANG INTEGRASI DENGAN TERNAK KAMBING DI SULAWESI BARAT
POTENSI LIMBAH KULIT KAKAO SEBAGAI PELUANG INTEGRASI DENGAN TERNAK KAMBING DI SULAWESI BARAT Ida Andriani 1), Hatta Muhammad 1), Sarpina 1) 1) Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat Jl. Marthadinata,
Lebih terperinciTennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan
PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DALAM PENGGEMUKAN DOMBA DI TINGKAT PETANI HAM BUDIMAN Pusal Penelitian dan Pengeinbangan Peternakan RINGKASAN Usaha penggernukan domba dengan perhaikan penambahan pakan konsentrat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciReny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK
ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,
Lebih terperinciANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK
ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui usaha penggemukan ternak kambing pola kooperator (perlakuan)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. [April 2010] 1 Pertmumbuhan Penduduk Indonesia Masih Besar.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia saat ini sudah mengalami penurunan menjadi 1,3 persen namun pertumbuhan penduduk Indonesia masih relatif besar yakni sekitar 3-4 juta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk
Lebih terperinciMANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA
MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA EKO HANDIWIRAWAN 1, ISMETH INOUNU 1, DWI PRIYANTO 2 dan ATIEN PRIYANTI 1 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciEFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN
EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN (Reproduction Efficiency of Etawah Grade Ewes in Village Conditions) UMI ADIATI dan D. PRIYANTO Balai Penelitian Ternak,
Lebih terperinciINTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat)
INTEGRASI SAPI-SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Fokus Pengamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat) Ermin Widjaja PENDAHULUAN Luas perkebunan di Kalimantan Tengah berkembang dengan pesat dari 712.026 Ha pada
Lebih terperinciPOTENSI INTEGRASI TANAMAN - TERNAK DI SULAWESI TENGGARA
Seminar Nasional Serealia, 2013 POTENSI INTEGRASI TANAMAN - TERNAK DI SULAWESI TENGGARA Rusdin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara ABSTRAK Pola integrasi tanaman dan ternak atau pertanian
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi
Lebih terperincisebagai tabungan sementara (BAHR[, 2007). Ternak kambing potensinya cukup besar dan tersebar hampir di sebagian besar propinsi di Indonesia. Komoditas
SISTEM INTEGRASI PETERNAKAN KAMBING DENGAN KONSEP TANPA LIMBAH KOESNOTO SOEPRANIANONDO Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya 60115 ABSTRAK Petemak di Indonesia
Lebih terperinciTEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK
TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK Pengembangan pertanaman jagung akan lebih produktif dan berorientasi pendapatan/agribisnis, selain
Lebih terperinciLokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut
OPTIMASI PERAN TERNAK DOMBA DALAM MENUNJANG USAHATANI PADI LAHAN SAWAH DEDI SUGANDI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayu Ambon No. 80 Kotak Pos 8495, Lembang ABSTRAK Ternak domba bagi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan
Lebih terperinciPenataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN
Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Tradisi pertanian masyarakat Indonesia ------ integrasi tanaman dan ternak pertanian campuran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciVI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN
VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL
KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain
Lebih terperinciESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT
ESTIMASI DAMPAK EKONOMI PENELITIAN PARTSIPATIF PENGGUNAAN OBAT CACING DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK DOMBA DI JAWA BARAT (The Estimation of Economic Impact on Partisipatory Research Implementation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya dengan mata pencarian dibidang pertanian, maka pembangunan lebih ditekankan kepada sektor pertanian
Lebih terperinciBudidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa
Kelayakan Usaha BAB V KELAYAKAN USAHA Proses pengambilan keputusan dalam menentukan layak tidaknya suatu usaha sapi potong dapat dilakukan melalui analisis input-output. Usaha pemeliharaan sapi potong
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinciPOTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM
POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM MURYANTO, U. NUSCHATI, D. PRAMONO dan T. PRASETYO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Telah
Lebih terperincisumber gizi yang potensial untuk manusia, sementara produk samping dalam bentuk kotoran dapat dijadikan sumber pupuk organik. Keuntungan pola integras
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING TERINTEGRASI DENGAN TANAMAN KAKAO SANTIANANDA.A ASMARASARI dan B. TIESNAMURTI Balai Penelitian
Lebih terperinciPEMBUATAN PUPUK ORGANIK ASAL KOTORAN SAPI Hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi atau sering juga disebut sebagai kotoran sapi tersusun dari feses,
POTENSI DAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK ASAL KOTORAN SAM Entang Suganda Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor, 16002 PENDAHULUAN Ketersediaan unsur hara dalam tanah sangat penting artinya bagi usaha
Lebih terperinciANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK
ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN Sunanto dan Nasrullah Assesment Institution an Agricultural Technology South Sulawesi, Livestock research center ABSTRAK
Lebih terperinciTEMU INFORMASI TEKNOLOGI LAHAN KERING MENDUKUNG INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN DISEMINASI
TEMU INFORMASI TEKNOLOGI LAHAN KERING MENDUKUNG INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN DISEMINASI Abstrak Kebijaksanaan pembangunan pertanian di Sulawesi Tengah diarahkan untuk meningkatkan produksi hasil pertanian,
Lebih terperinciEfektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering
Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan
Lebih terperinciDUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN
DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18
Lebih terperinciPERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN (The Growth Performance of Kosta Kids During Preweaning
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat menjadi suatu koreksi akan strategi pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Krisis tersebut ternyata
Lebih terperinciKeberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan
Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif
Lebih terperinciTabel 1. Komponen teknologi introduksi pengkajian No. Jenis kegiatan Teknologi Ukuran/dosis penggunaan 1. Perbibitan sapi Kandang : Ukuran sesuai juml
KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH SAWIT SEBAGAI SUMBER PAKAN SAPI POTONG HASNELLY. Z., NURAINI dan ISSUKINDARSYAH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km. 4, Pangkalpinang
Lebih terperinciPENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO
PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO Cathrien A. Rahasia 1, Sjenny S. Malalantang 2 J.E.M. Soputan 3, W.B. Kaunang 4, Ch. J.
Lebih terperinciPETERNAKAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS
PETERNAKAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS AHMAD MUSOFIE Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Kambing peranakan Ettawa (PE) merupakan Komoditi Unggulan untuk wilayah
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN
PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH Nani Yunizar 1), Elviwirda 1), Yenni Yusriani 1) dan Linda Harta 2) 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi
Lebih terperinci<!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->pemeliharaan kakao. <!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->integrasi padi sawah dan ternak
Hasil-hasil penelitian/pengkajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian khususnya BPTP Sulawesi Tengah merupakan paket teknologi spesifik lokasi yang selanjutnya perlu disebarkan kepada pada ekosistem
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian pangan khususnya beras, dalam struktur perekonomian di Indonesia memegang peranan penting sebagai bahan makanan pokok penduduk dan sumber pendapatan sebagian
Lebih terperinciDiharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan
SILASE TANAMAN JAGUNG SEBAGAI PENGEMBANGAN SUMBER PAKAN TERNAK BAMBANG KUSHARTONO DAN NANI IRIANI Balai Penelitian Ternak Po Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Pengembangan silase tanaman jagung sebagai alternatif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciTINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN
TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN RIJANTO HUTASOIT Loka Penelitan Kambing Potong, P.O. Box 1 Galang, Medan RINGKASAN Untuk pengujian terhadap tingkat adopsi
Lebih terperinci