,cm $«iptorum URAIAN-URAIAN MENGENAI ARREST- ARREST JANG PENTING DALAM HUKUM DAGANG CHUSUSNJA DALAM HUKUM PERTANGGUNGAN OLEH SUNAWAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ",cm $«iptorum URAIAN-URAIAN MENGENAI ARREST- ARREST JANG PENTING DALAM HUKUM DAGANG CHUSUSNJA DALAM HUKUM PERTANGGUNGAN OLEH SUNAWAR"

Transkripsi

1 ,cm $«iptorum URAIAN-URAIAN MENGENAI ARREST- ARREST JANG PENTING DALAM HUKUM DAGANG CHUSUSNJA DALAM HUKUM PERTANGGUNGAN OLEH SUNAWAR t JAJASAN B.P. GADJAH-MADA, JOGJAKARTA.

2 K A T A P E N G A N TAR: Mcngingat azas-tudjuan Jajasan B.P. Gadjah Mada, selengkapnja disebut Jajasan Badan Penerbit Usaha Mahasiswa Gadjah Mada, jang berkehendak antara lain untuk: ikut memadjukan dan mempertinggi deradjat kebudajaan Indonesia dalam arti seluas-luasnja. mempertinggi dan mengembangkan ilmu pengetahnan bagi tudjuan kemanusiaan. maka kiranja adalah suatu hal jang sudah semestinja apabila azas-tudjuan itu antara lain dilaksanakan dftngan penerbitan Series Scriptorum ini jang bersifat scbagai rangkaian tulisan-tulisan ilmijah dari mahasiswa-mahasiswa kita dari segala [akultit dan uniuersitit didalam menempuh udjian kesardjanaannja. Maksud jang lebih chusus ialah hendak membantu sardjana-sardjana muda kita didalam mengembangkan tjitatjita dan pandangan mcveka jang masih segar itu dan harapan kita bermanfaatlah buah fikiran mereka itu bagi masjarakat Indonesia jang sedang membangun. Deng an demikian lebih njatalah hendaknja hubungan uniuersitit dan mahasiswanja dengan masjarakat dan gembiralah hati kami sudah apabila didalam hal ini kami telah mendapatkan kesempatan scbagai perantara. Achirnja tiada kami lupakan bantuan Kementerian Pendidikan, Pengadjaran & Kebudajaan dan Pertjetakan Negara jang telah membantu kami sehingga memungkinkan pengrbitan..series Scripforum" ini. Penerbit.

3 U R A IA N - U R A IA N M E N G E N A I A R R E S T - A R R E S T JA N G P E N T IN G D A L A M H U K U M D A G A N G C H U SU SN JA D A L A M H U K U M P E R T A N G G U N G A N (scriptie untuk memperlengkapi udjian doktoral lengkap pada TJni- versitit Negeri*,, Gadjah Mada Fakultit Hukum Ekonomi Sosial dan Politik di Jogjakarta) * Oleh S U N A W A R (telah lulus pada. tanggal 17 Desember 1953).

4 FERPUSTAKAAN FAK. HUKUM 1.1. Tanfigdi : I - 1. loon Na> aijjlali,10-qbzlhlzxvq (

5 Tuan C. Vis, pengusaha pabrik di Weesp, jang mempertanggungkan pabriknja dengan djumlah pertanggungan ad. f untuk masa 1 tahun jaitu antara 16 Pebruari Pebruari 1910, kepada Maskape Pertanggungan Azie di Rotterdam. a. Peristiwa hukum jang djadi sengketa: 1. Pada tanggal 15 Maret 1909 pabrik mengalami kebakaran dan mendapat kerugian sedjumlah / , kerugian mana dipenuhi sepenuhnja oleh penanggung. Pada malam tanggal 28 April 1909 pabrik mengalami kebakaran lagi dan jang menanggungkan menggugat para penanggung dimuka Rechtbank Amsterdam untuk membajar kerugian sepenuhnja, jang sesudah diadakan expertise, ditetapkan oleh Rechtbank Amsterdam sebesar f kerugian mana diputuskan oleh Rechtbank tersebut untuk dibajar sepenuhnja oleh para penanggung; putusan ini boleh dilaksanakan lebih dulu. 2. Para tergugat- tidak menerimakan putusan ini, lalu mengadjukan bandingan pada Gerechtshof Amsterdam. Mereka mengemukakan sebagai satu-satunja keberatan terhadap putusan Rechtbank, bahwa Rechtbank dalam memutuskannja tidak mengindahkan pembajaran kerugian pertama. Menurut anggapan para tergugat, bahwa dengan pembajaran kerugian pertama itu, risico mereka mendjadi berkurang, sehingga sudah sewadjarnja mereka tak perlu membajar sepenuhnja kerugian jang kedua ini, melainkan hanja membajar sebagian jang seimbang dengan risiconja jang sudah berkurang itu. Keberatan jang diadjukan oleh para tergugat terhadap putusan Rechtbank ini oleh Hof dibenarkan, dan Hof Amsterdam membatal- 3

6 kan putusan Rechtbank Amsterdam dan mewadjibkan tuan C. Vis untuk membajar kembali kelebihan pembajaran kerugian jang kedua, dengan ditambah moratoire interest (6% ), sedjak hari gugatan dimuka Hof. 3. Tuan C. Vis penggugat pada tingkat pertama mengadjukan cassatie terhadap arrest Hof Amsterdam dengan 2 upaj"a jaitu 1) pelanggaran dan pemakaian jang keliru dari pada pasal-pasal K.U.H. Dagang pasal 246, 247, 253, 275, 283, 288, 289 jo 718 oleh Hof Amsterdam. Hooge Raad menganggap upaja pertama mempunjai dasar, sehingga tidak perlu diadakan penjelidikan lebih landjut tentang upaja kedua. Dengan demikian Hooge Raad membatalkan putusan - banding dari pada H of Amsterdam. b. Putusan Hooge Raad tnengenai persengketaan ini menurut hukumnja: Setelah menjelidiki upaja pertama dari pada penggugat dalam cassatie, maka Hooge Raad mempertimbangkan berdasar upaja pertama ini: 1. bahwa penanggung jang telah menanggung suatu beilda untuk suatu masa, berkewadjiban untuk membajar segala kerugian jang timbul atas suatu benda jang ditanggungkan itu selama masa jang telah ditentukan kepada orang jang menanggungkan, kewadjiban. mana barulah lenjap, apabila djumlah untuk mana ia menanggungnja itu telah dipenuhi seluruhnja. 2. bahwa dengan pembajaran seluruhnja dari pada djumlah itu sekaligus, sebagai akibat dari pada lenjapnja seluruh benda jang dipertanggungkan itu, perdjandjian telah terlaksana, djadi perdjandjian itu telah tidak ada lagi, karena benda jang dipertanggungkan telah tidak ada lagi dan kewadjiban membajarpun telah terpenuhi, tetapi Hof dari itu semua, menarik kesimpulan jang tidak benar, jaitu: bahwa apabila timbul kerugian sebagian (partieele schade) dan pembajaran kerugian untuk itu, maka untuk selandjutnja risico dari penanggung itu mendjadi berkurang menurut keseimbangan.

7 ,-L ' 3. bahwa jang mendjadi berkurang itu hanjalah besarnja kewadjiban membajar kerugian dari penanggung, pada waktu timbulnja kerugian-kerugian lebih landjut, karena kewadjibannja untuk itu dibatasi dalam perdjandjian sampai suatu djumlah tertentu jang sebagian telah dipenuhi, tetapi terhadap isi dari perdjandjian sendiri tidak diadakan perubahan-perubahan karena timbulnja keadaan-keadaan, terhadap akibat mana djustru diadakan perdjandjian itu untuk melindungi kepentingan, 4. bahwa Hof mendasarkan pendapatnja pada apa jang ditentukan dalam pasal 253 K.U.H.D. tetapi dalam hal ini Hof chilaf, bahwa pasal ini tidak mempunjai strekking lain dari pada untuk mengadakan ketentuan-ketentuan (untuk.hal-hal jang disebut didalamnja), berhubung dengan luasnja perikatan dari pada penanggung pada waktu mengadakan perdjandjian, seperti jang ternjata dari ajat terachir pasal tersebut. 5. bahwa apabila timbul suatu perubahan dengan sendirinja dalam isi dari pada perdjandjian pertanggungan sesudah tiap-tiap kerugian-kerugian sebagian (partieele schaden), seperti anggapan Hof jang tak benar itu, maka akan inenimbulkan suatu akibat jang tak dapat diterima jaitu bahwa pada dua atau lebih kerugian-kerugian sebagian jang bersama-sama mentjapai djumlah seluruhnja dari pada djumlah uang jang dipertanggungkan (verzekerde som) maka mungkinlah bahwa orang jang menanggungkan hanja akan menerima sebagian djumlah uang jang dipertanggungkan (verzekerde som) jang semestinja harus diterima seluruhnja. 6. bahwa Hof untuk putusannja djuga mendasarkan pada apa * jang ditentukan dalam pasal 718 K.U.H. Dagang, jaitu jang chusus untuk pertanggungan-laut, jang sama sekali tidak sesuai ; dengan apa jang ditentukan dalam ajat terachir, dari pasal 283 f K.U.H. Dagang. Pula tak dapat dikira-kirakan bagaimanakah untuk membenarkan pertimbangan Hof dengan dasar pasal 718 ini. 7. bahwa maka dari itu tepat putusan Rechtbank Amsterdam jang dibatalkan oleh Hof, jaitu bahwa tergugat (penanggung) 5

8 diputuskan membajar kerugian kedua sepenuhnja, karena djumlah bersama kerugian pertama dan kedua belum mentjapai atau melampaui djumlah uang jang dipertanggungkan (verzekerde som). Djadi Hooge Raad pun menganggap sesuai dengan pendapat penggugat dalam cassatie bahwa Hof melanggar pasal 246 K.U.H. Dagang dan mempergunakan dengan keliru pasal 253. c. Pendapat kami: Kami dapat menjetudjui putusan Rechtbank Amsterdam dan Arrest Hooge Raad dan tidak membenarkan Arrest Gerchtshof Amsterdam. Alasan kami ialah: I. bahwa Hof mengadakan interpretatie jang kurang benar terhadap azas indemnitit, karena dalam satu masa perdjandjian pertanggungan (jaitu dalam casus potitie ini 1 tahun) penanggung mengalami 2 kali kerugian jang bersama-sama djumlahnja tidak melebihi verzekerde som, sehingga tidak ada alasan bagi para penanggung untuk dalam satu masa itu tidak membajar kerugian jang kedua dengan penuh, karena dengan pembajaran penuh dari kerugian kedua ini janq me- nanggungkan tidak mendapat keuntungan, tetapi semata-mata hanja untuk membetulkan kerugian jang diderita sadja. II. Karena dengan pendirian Hof itu, maka verzekerde som mendjadi lebih rendah dari semula, sehingga bagian jang tak dipertanggungkan dari pabrik itu mendjadi lebih besar dari semula diadakan perdjandjian dan menurut pasal 253 ajat 2 maka bagian itu lalu mendjadi risico penanggung sendiri* Pendirian sedemikian menimbulkan akibat jang sukar untuk dapat diterima bagi jang menanggungkan. III. Hof mendasarkan pula keputusannja pasal 718 K.U.H. Dagang dan setjara analogisch mempergunakan hal ini untuk pertanggungan kebakaran, jaitu: bahwa penanggung tidak perlu membajar lebih dari djumlah uang jang ditanggungkan (verzekerde som), apabila untuk kapal jang dipertanggungkan dikeluarkan ongkos-ongkos reparatie jang melebihi djumlah verzekerde som dan seterusnja. 6

9 Ketentuan dari pasal 718 K.U.H. Dagang ini menurut hemat kami tidak sewadjarnja diperuntukkan pada pertanggungan kebarakan, jang untuk pertanggungan ini sebaiknja kita melihat pada pasal 283 ajat 2 jang terdapat dalam titel ke 9, mengenai assuransi atau pertanggungan pada umumnja". 7

10 KEPU TUSAN A R R O N D IS E M E N T - R E C H T B A N K A M S T E R D A M. Tanggal 8 Djanuari ( W ). Tuan Greeff mengadakan perdjandjian pertanggungan ketjelakaan (ongevallen-verzekering) dengan Maskape Pertanggungan Ketjelakaan,,Fatum di Den Haag pada tanggal 9 April Dari perdjandjian ini timbullah sengketa antara Maskape Pertanggungan Ketjelakaan,,Fatum dengan tuan-tuan Beissevein dan Kerstens. a. Peristiwa Hukum jang meridjadi sengketa: 1. Setelah orang jang ditanggung jaitu tuan Greeff meninggal dunia, karena ketjelakaan maka maskape mengadakan pembajaran kepada djanda tuan Greeff sebesar f 6000.,'. Kemudian maskape tersebut menggugat tuan»tljan; 1. Ch. E. H. Beissevein dan 2. A. Kerstens setjara bersama (hoofdelijk), untuk mengganti djumlah tersebut, berdasarkan bahwa maskape telah membajar kepada djanda sebesar f dan maskape beranggapan bahwa dengan demikian telah menggantikan (gesubrogeerd) dalam segala hak-hak dari pada tuan Greeff/ahli warisnja terhadap kedua tuan tersebut diatas, berhubung menurut Pen9gugat (maskape) kematian dari tuan Greeff adalah karena kesalahan tergugat kedua. 2. Tergugat menganggap bahwa gugatan itu tidak dapat diterima, berdasarkan antara lain bahwa wettelijke subrogatie ex pasal 284 K.U.H.D. jang mendjadi sandaran gugatan penggugat, tidak berlaku untuk pertanggungan mengenai djiwa. Rechtbank menganggap upaja tergugat ini benar. 8

11 b. Putusan Rechtbank mengenai sengketa ini menurut hukumnja: Setelah menjelidiki upaja tergugat ini, Rechtbank menimbang bahwa: 1. Penggugat mendasarkan gugatannja atas pasal 284 K.U.H.D. pasal mana tidak dapat diperuntukkan bagi sommenverzekeringen, dalam mana termasuk baik pertanggungan djiwa maupun seperti dalam hal jang berkenaan, pertanggungan terhadap ketjelakaan. 2. dalam kedua hal ini penanggung dalam membajarnja, tidak membajar kerugian jang timbul atas benda jang dipertanggungkan, dan hanja dalam hal jang terachir ini sadjalah subrogatie ex artikel 284 K.U.H.D. dapat terdjadi. Dengan demikian Rechtbank tidak menerima gugatan. c. Tjatatan kami: 1. Dalam pertimbangan ini Rechtbank Amsterdam tidak mempersoalkan lagi apakah jang ditanggungkan itu adalah bagian kekajaan (vermogensbestanddeel) atau bukan, sebab mungkin jang dipertanggungkan itu ialah dengan melihat maksud pihak-pihak, misalnja tenaga kerdja jang dapat dianggap sebagai bagian kekajaan, djadi mungkin pertanggungan kerugian, sebab hanja pada umumnja sadja pertanggungan-ketjelakaan itu adalah sommenverzekering, tetapi ini tak berarti bahwa pertanggungan ketjelakaan itu tak mungkin merupakan pertanggungan kerugian. Maka dari itu sebenarnja dalam pertimbangan ini sebaiknja ditetapkan terlebih dulu, bahwa pertanggungan ini bukanlah mengenai pertanggungan untuk mendapatkan pembajaran kerugian jang diderita atas bagian kekajaan (pertanggungan kerugian), hal mana dapat ditetapkan dengan menjelidiki maksud dari pihak-pihak dalam polis jang bersangkutan. Dengan demikian barulah kita dapat menjatakan dengan pasti bahwa pasal 284 K.U.H.D. tidaklah dapat dipergunakan untuk perdjandjian pertanggungan tersebut. 9

12 PU TUSAN R E C H T B A N K A R N H E M. Tanggal 3 Nopember 1927 ( W ). Tuan van Hooften mengadakan perdjandjian pertanggungan dengan N.V. van Koophandel,,Eerste onderlinge Aannemers Verzekering Maatschappij. Dari perdjandjian ini timbul sengketa antara N.V. van Koophandel Eerste onderlinge Aannemers Verzekering Maatschappij dengan,,provinciale Geldersche Electriciteits Maatschappij. a. Peristiwa Hukum jang djadi sengketa: Setelah tuan van Hooften mendapat ketjelakaan maka,,eerste onderlinge Aannemers Verzekering Maatschappij membajar kepadanja sedjumlah uang, seperti jang telah ditentukan didalam perdjandjian pertanggungan tersebut diatas. Kemudian N.V. van Koophandel ini mengadakan gugatan terhadap,,provinciale Geldersche Electriciteits Maatschappij untuk mengganti sedjumlah uang jang telah dibajarkan kepada van Hooften itu, karena N.V. van Koophandel beranggapan bahwa dengan demikian menggantikan van Hooften dalam hutangnja terhadap,,provinciale Geldersche Electriciteits Maatschappij. b. Putusan Rechtbank Arnhem mengenai sengketa ini menurut hukum: 1. Menimbang bahwa gugatan N.V. van Koophandel itu didasarkan atas 284 K.U.H.D. dan ternjata menurut kata-kata jang terang didalam pasal tersebut, bahwa pasal itu hanja dapat dipakai untuk pertanggungan kerugian, jaitu pertanggungan untuk mendapatkan pembajaran kerugian jang diderita atas bagian kekajaan. 2. bahwa disini jang djadi persoalan, apakah perdjandjian pertanggungan tersebut jang diadakan antara penggugat dan van Hooften, dapat dianggap sebagai pertanggungan kerugian. 10

13 3. bahwa sjarat-sjarat, dalam mana pertanggungan itu diadakan, seperti jang dikemukakan oleh penggugat, dan djuga ternjata dari polis jang dibawa didalam perkara menundjukkan, bahwa pertanggungan ini diadakan untuk mendapatkan pembajaran (uitkering) dari sedjumlah uang jang telah ditetapkan terlebih dulu, dalam hal jang menanggungkan mendapat ketjelakaan. 4. bahwa meskipun didalam pertanggungan ini tenaga dari orang jang menanggungkan dapat dianggapnja sebagai bagian kekajaan jang dipertanggungkan, tetapi setidak-tidaknja unsur,,kerugian jang betul-betul diderita didalam melakukan pembajaran menurut perdjandjian, sama sekali tidak diindahkan/mempengaruhi. Dengan demikian Rechtbank menganggap pertanggungan ini bukan suatu pertanggungan kerugian dan tidak menerima gugatan. c. Tjatatan kami: Kami menganggap bahwa dalam pertimbangan ini tidak ada bagian-bagian jang lemah. 11

14 A R R E S T H O O G E R A A D. Tanggal 16 Djanuari 1925 ( W ). Pekara antara R.K. Algemene Verzekering Maatschappij,,Delfia di Amsterdam melawan J.M.A. Hendriks Meubel~ Fabrikant di Zutphen. Onderlinge Verzekering Maatschappij ini menggugat J.M.A. Hendriks untuk membajar premie-pertanggungan untuk masa 1 Djuli 1921 sampai dengan 1 Djuli 1922 jang belum dibajar oleh tertanggung. Oleh Rechtbank Den Haag gugat ini dalam putusannja 17 Djanuari 1924 tidak diterima. Lalu Onderlinge Verzekering Maatschappij mengadjukan cassatie. a. Peristiwa hukvlm jang mendjadi sengketa: 1. Tergugat pada tanggal 10 Nopember 1920 masuk mendjadi pengikut (deelnemer) dari pada Onderlinge Verzekering Maat~ schappij tersebut dengan dasar tanggung-menanggung (onderling) dan seterusnja. 2. Dengan demikan tergugat mulai tanggal itu ditanggung oleh penggugat, dengan pembajaran jang ditetapkan dalam Reglement dari Maatschappij tersebut dan seterusnja. 3. Dari perdjandjian ini dibuat polis (oleh penggugat disebut: bewijs van aandeel) jang ditandatangani oleh penggugat dan aktaikut-serta (akte van deelneming) jang ditandatangani oleh tergugat dalam akte mana diadakan penundjukkan (verwijzing) pada polis. Penggugat berdasarkan perdjandjian ini meminta pada tergugat pembajaran premie ditambah dengan ongkos-ongkos administrasi dan penagihan untuk masa 1 Djuli 1921 sampai 1 Djuli 1922 sebesar f 219,49. Tergugat terhadap gugatan ini mengemukakan bahwa ia mengadakan perdjandjian ini dengan perantaraaan tuan A.W. Pieters, agen dari penggugat dan antara tergugat (tertanggung) dan agen ini diadakan persetudjuan bahwa perdjandjian pertang- 12

15 gungan berdjalan untuk masa 10 Nopember 1920 sampai 1 Djuli Didalam polis dan akte tidak diadakan penjebutan dengan tegas tentang waktu berlangsungnja perdjandjian (duur van de overeenkomst), tetapi hanja diadakan penundjukkan sadja pada reglement dari Maatschappij tersebut jang antara lain memuat pasal 12 jang berbunji sebagai berikut: De deelneming zijn tijdelijk of doorlopend, zij zijn doorlopend voor zover geen bepaalde duur in t bewijs van aandeel is genoemd (jang dimaksud: polis). Ieder voor een tijdvak van 10 j tot 10 j dan seterusnja. Tergugat mengemukakan bahwa ketentuan-ketentuan dan sjarat-sjarat dari Reglement itu tidak diberikan kepadanja, tetapi tergugat telah menandatangani dalam surat permintaanja bahwa ia telah mengetahui sjarat-sjarat dalam Reglement. Tergugat untuk menjangkal lama-berlangsungnja perdjandjian seperti termaksud dalam pasal 12 Reglement itu mengadjukan saksi, sebagai berikut: Penggugat tidak hanja mengingkari perdjandjian tentang lama berlangsungnja perdjandjian pertanggungan antara tergugat dan agen, tetapi terlebih dulu telah menjangkal tentang diperkenankannja pembuktian saksi mengenai ketentuan tentang lama berlangsungnja perdjandjian pertanggungan ini. Rechtbank berpendapat bahwa penjangkalan ini tak mempunjai dasar, berdasarkan anggapannja bahwa ketentuan (beding) tentang berlangsungnja perdjandjian. (in casu 10 th) tidak termasuk ketentuan-ketentuan dan sjarat-sjarat chusus, seperti jang dimaksud dalam pasal 258 ajat 2 K.U.H.D., sehingga ketentuan dalam pasal 258 ajat 2 ini, jang dapat disimpulkan bahwa sesudah penjerahan polis ketentuan-ketentuan dan sjarat-sjarat chusus jang diadakan antara pihak-pihak hanja dapat dibuktikan dengan polis itu sadja. tidak berlaku bagi penentuan tentang lama berlangsungnja perdjandjian pertanggungan; dan jang berlaku bagi jang disebut terachir ini jalah peraturan-peraturan biasa mengenai pembuktian, sehingga bukti-bukti dengan saksi terhadap isi dari akte tertulis ini diperkenankan. 13

16 Dengan adanja bukti dengan saksi jang diadjukan oleh tergugat, maka Rechtbank menetapkan bahwa soal jang harus dibuktikan oleh tergugat telah terbukti dan tidak menerima gugat. Maatschappij tersebut tidak menerima putusan ini dan mengadjukan cassatie dengan upaja sebagai berikut: bahwa Rechtbank telah melanggar dan mempergunakan dengan keliru pasal-pasal 1902, 1903, 1932 dan 1934, 1935 (jang semendjak tahun 1925 dan 1938 dihapuskan) dan 1939 Nederlandsche B.W. dan pasal-pasal 1, 3, 4, 255, 256, 257, 258 K.U.H.D. b. Putusan Hooge Raad dalam cassatie mengenai sengketa ini menurut hukum: Setelah menindjau upaja penggugat dalam cassatie Hooge Raad menimbang: 1. bahwa dari apa jang dinjatakan diatas ternjata bahwa Rechtbank memperkenankan tergugat mengadakan pembuktian dengan saksi untuk menjangkal ketentuan dalam pasal 12 Reglement. 2. bahwa dengan penetapan Rechtbank ini maka pasal 12 tersebut dalam upaja penggugat, terutama pasal 258 K.U.H.D. dilanggar. 3. bahwa dari pasal 258 ini jo pasal 255 permulaan dan sub 6e dapat ditetapkan bahwa apabila lama-berlangsungnja perdjandjian, (duur van de overeenkomst) dinjatakan dalam polis dan polis ini telah diserahkan kepada tertanggung, maka terhadap isinja tentang hal ini tak diperkenankan pembuktian dengan saksi-saksil^., v 4. bahwa Rechtbank terhadap ketentuan dari Reglement jang diselipkan (ingelast) dalam polis tergugat jaitu mengenai tijdsduur seharusnja tak memperkenankan pembuktian dengan saksi dan menganggap sangkalan-sangkalan lainnja tak mempunjai dasar, dan mengabulkan gugatan. c. Tjatatan kami: Hooge Raad dalam mempertimbangkan menundjuk pada 258 jo 255 permulaan dan sub 6e dan terus menarik kesimpulan bahwa 14

17 tentang tijsduur jang dinjatakan dalam polis dan apabila polis telah diserahkan kepada tertanggung terhadap ini tak diperkenankan pembuktian dengan saksi. Menurut hemat kami: kita tidak dapat membatja dari pasalpasal tersebut bahwa pembuktian sedemikian itu tak diperkenankannja. Karena kami lebih dekat pada pendirian Rechtbank, bahwa penentuan tijdsduur (pasal 255 sub 6e) ini bukantah ketentuanketentuan dan sjarat-sjarat chusus, tetapi hanja Ketentuan biasa jang harus dinjatakan dalam polis. Ini lain halnja dengan apa jang ditentukan dalam pasal 255 sub 8e kalimat terachir jaitu,,alle andere tusschen de partijen gemaakte bedingen jang menurut hemat kami ini jang dimaksud dalam pasal 258 ajat 2. Dengan mengingat pasal 258 ajat 1 maka polis bukanlah probationis causa (enig bewijsmiddel) bagi perdjandjian pertanggungan. Sehingga bagi apa jang disebut dalam polis menurut pasal 255 sub le sampai dengan 7e, dapat dibuktikan dengan segala upaja pembuktian asal sadja ada permulaan bukti tertulis (begin van schriftelijk bewijs). Kesimpulan Hooge Raad mengenai pasal 258 ajat 2 jo pasal 255 sub 6e terhadap tijdsduur jang tak boleh dibuktikan dengan upaja pembuktian lain-lainnja, apabila polis telah diserahkan, ini menurut pendapat kami kurang benar, kalau ada' permulaan pembuktian tertulis. Kesimpulan Hooge Raad itu *menurut'jbemat kami hanja berlaku terhadap ketentuan dari pasal 255 sub 8e. Dengan demikian kesimpulan kami terhadap casus potitie tersebut. diatas: Apabila penentuan tentang tijdsuur jang diadakan antara tergugat dan agen Pieters itu ada permulaan pembuktian tertulis, maka dapatlah kiranja diperkenankan segala upaja pembuktian sesuai dengan ketentuan pasal 258 ajat 1 K.U.H.D. * + 15

18 P U T U SA N R E C H T B A N K A M S T E R D A M. Tanggal 10 Desember ( W ). Perkara antara The Excess Insurance Company Limited di Amsterdam melawan: 1. Electrische Spoorweg Maatschappij di Haarlem, 2. E. Jordans, sopir tergugat sub 1, di Haarlem. Spaarnestad mengadakan perdjandjian pertanggungan dengan The Excess Insurance Company Limited. Spaarnestad mengalami kerugian atas bestelwagennja, dan kerugian mana telah dibajar oleh,,the Excess Insurance Company Limited tersebut.,,the Excess Insurance Company Limited ini mengadjukan gugat terhadap tergugat 1 dan 2 berdasarkan subrogatie ex pasal 284 K.U.H.D. a. Peristiwa hukum jang mendjadi sengketa: Tergugat mengingkari bahwa Spaarnestad telah ditanggung oleh penggugat pada saat terdjadinja evenement. Penggugat terhadap sangkalan ini mengadjukan salinan dari polis sebagai bukti, dan berpendapat bahwa perdjandjian p'ertanggungan menurut pasal 258 hanja dapat dibuktikan dengan polis, sehingga menganggap bahwa pembuktian dengan polis ini sudah tjukup. b. Putusan Rechtbank Amsterdam mengenai sengketa ini menurut hukumnja: Setelah menindjau jang tersebut diatas, maka Rechtbank menimbang bahwa: 1. Salinan polis jang diadjukan oleh pihak penggugat sebagai bukti terhadap pihak ketiga (jang tergugat) untuk perdjandjian pertanggungan antara penggugat dan Spaarnestad tidak dapat 16

19 diterima, karena pasal 258 K.U.H.D. itu hanja ditulis untuk pihak-pihak jang bersangkutan, tidak bagi orang ketiga (derden), seperti ternjata dari titel 9 K.U.H.D. dan dari riwajat pasal tersebut terutama penindjau Mr Sijpkens, jang mendjadi anggauta panitia redactie pasal tersebut pada tahun pasal 258 K.U.H.D. ini tidak dapat dipergunakan untuk pembuktian dalam casus potitie ini, dan menetapkan bahwa untuk ini berlaku peraturan-peraturan biasa mengenai pembuktian, sehingga diperkenankan pada penggugat untuk membuktikan adanja perdjandjian pertanggungan ini terhadap tergugat dengan saksi-saksi. c. Tjatatan kami: Dalam pertimbangannja Rechtbank menurut kami masih ada kekurangannja sedikit ialah, bahwa tidak diadakan penjangkalan terhadap dalil penggugat jang mengatakan bahwa perdjandjian pertanggungan itu hanja dapat dibuktikan dengan polis. Sebab biarpun untuk pihak-pihak tetapi dalil sedemikian itu tidak benar, sebab apabila ada permulaan bukti tertulis, maka dapatlah perdjandjian pertanggungan itu dibuktikan dengan segala upaja pembuktian. Memang penjangkalan terhadap ini adalah kurang mengenai soal jang sebenarnja, tetapi untuk pengertian baik tentang pasal 258 K.U.H.D. ini menurut hemat kami ada perlunja. * * 17

20 K E P U T U SA N R E C H T B A N K H A A R L E M. Tanggal 23 Djuni 1925 ( W ). Perkara antara,,the Excess Insurance Company Limited, di Amsterdam melawan: 1. N.V. N.Z. Hollandsch Tramweg Maatschappij, 2. C. J. Bel machinis di Hellegom, 3. A. Faas. Tuan W ie l mengendarakan auto jang kemudian mendapat ketjelakaan karena tertumbuk tram dikemudikan oleh tergugat 2 dan 3. Tuan W iel telah mengadakan perdjandjian pertanggungan dengan,,the Excess Insurance Company Limited tersebut diatas. Sesudah mengadakan pembajaran kerugian,,the Excess Insurance Company Limited,; menggugat tergugat 1, 2, 3, karena,,the Excess Insurance Company Limited kemudian mengoper hak-hak dari tuan W iel, terhadap tergugat-tergugat menurut pasal 284 K.U.H.D. a. Peristiwa hukum jang mendjadi sengketa: 1. Penggugat mengemukakan bahwa kesalahan dari tubrukan antara tram dan oto adalah terletak pada tergugat 2 dan 3 jaitu: a. lalai mengadakan signal dan seterusnja b. tidak mengurangi ketjepatan dan seterusnja. 2. Tergugat mengingkari kesalahan, berdasarkan Tramwegreglement dan sebagainja. 3. Selandjutnja tergugat mengemukakan bahwa penggugat seharusnja tak diterima gugatnja, karena tergugat seharusnja mengemukakan terhadap bahaja jang datang dari luar mana tuan W iel itu ditanggungnja. 4. Achirnja tergugat mengingkari pula bahwa tuan W iel ditanggung oleh,,the Excess Insurance Company Limited tersebut, seperti jang diadjukan, dalam surat-gugat. 18

21 5. Untuk membuktikan perdjandjian pertanggungan ini penggugat mengadjukan sebagai bukti, polis jang dilampirkan pada conclusie van repliek. 6. Tetapi polis ini tidak didaftarkan. 7. Kemudian penggugat menawarkan untuk membuktikan perdjandjian tersebut dengan lain-lain upaja pembuktian, terutama dengan saksi-saksi. b. Putusan Rechtbank mengenai sengketa ini menurut hukum: Setelah memperhatikan upaja jang tersebut diatas menimbang, bahwa: 1. biarpun dapat diterima bahwa apa jang dikemukakan tergugat dalam sub 2 itu benar tetapi ini tak merupakan rintangan untuk diterimanja gugat, dimana penggugat toch menjatakan bahwa tidak dengan pluit, tidak dengan tanda, djadi sema-sekali tidak dengan signal, hingga sopir itu tak dapat mengetahui tentang kedatangan trem, jang apabila ini benar maka kesalahan terletak pada tergugat 2 dan Rechtbank sesuai dengan pendapat tergugat menganggap penggugat tidak tjukup dengan hanja mengemukakan sebagai kesalahan,,snei rijden en met grote vaart rijden jang hanja merupakan suatu qualificatie sadja, tetapi terhadap itu seharusnja mengemukakan kenjataan-kenjataan jang tertentu, lebih-lebih karena trem dalam baanvak tersebut boleh berdjalan 20 K.M. sedjam, dan Rechtbank tidak dapat melihat bahwa pasal 59 Tramreglement mengharuskan machinis mengurangi kekentjangan dalam persimpangan itu. 3. Rechtbank sependapat dengan tergugat, bahwa,,snelrijden atau met grote vaart rijden dalam hal ini tidak dapat dianggap sebagai kesalahan (schuldfeit). 4. tergugat mengemukakan seperti termaksud dalam sub 3 dibawah a., maka Rechtbank menganggap bahwa upaja ini tak dapat diterima, karena penggugat dalam hal ini tjukup dengan mengemukakan bahwa tuan W iel ditanggungnja terhadap kerugian 19

22 sebagai akibat dari bahaja jang datang dari luar, dalam golongan mana sudah barang tentu termasuk. pula tubrukan oto dengan trejm. 5. tergugat dan penggugat masing-masing mengemukakan jang tersebut dalam sub 4 dan 5 *dibawah a., maka Rechtbank menganggap karena polis ini tidak didaftarkan, maka terhadap tergugat sebagai pihak ketiga tidak berlaku sebagai bukti untuk perdjandjian pertanggungan itu, sehingga polis ini tidak dapat diindahkan sebagai bukti. 6. Penggugat kemudian bersedia untuk membuktikan seperti tersebut didalam sub 7 dibawah a., maka Rechtbank menganggap bahwa, dimana pasal 258 berbunji: bahwa untuk membuktikan adanja perdjandjian itu diisjaratkan bukti jang tertulis; tetapi djuga diperkenankan pembuktian dengan segala upaja pembuktian apabila ada permulaan bukti tertulis. In casu tidak dapat diperkenankan pembuktian dengan saksi-saksi, karena tidak ada permulaan bukti tertulis. (getuigen bewijs in casu niet is toelatbaar) karena tidak ada begin van schrijftelijk bewijs). 7. gugat itu dapat diterima tetapi dengan tak mengindahkan bukti jang kemudian diadjukan itu, seharusnja tidak diterima, seolah-olah perdjandjian pertanggungan jang dikemukakan itu tidak terbukti. c. Tjatatan kami: Kami tidak menjetudjui pertimbangan Rechtbank jaitu: 1. mengenai soal pembuktian perdjandjian pertanggungan terhadap tergugat (jaitu orang ketiga dalam soal perdjandjian pertanggungan tersebut, Rechtbank berpendapat bahwa polis dari perdjandjian pertanggungan itu jang tak didaftarkan tak dapat dipergunakan sebagai bukti terhadap orang ketiga (derden). Sampai sekian kami dapat dapat menjetudjui. Tetapi kemudian Rechtbank mengemukakan anggapannja, bahwa berdasarkan pasal 258 K.U.H.D. dalam perkara ini karena tak ada permulaan bukti 20

23 tertulis, maka pembuktian dengan lain-lain upaja tak diperkenankannja. Menurut hemat kami karena pasal 258 K.U.H.D. ternjata dari titel 9 K.U.H.D. dan dari riwajat pasal tersebut hanja ditulis untuk pihak-pihak jang mengadakan perdjandjian, djadi tidak untuk orang ketiga (derden), maka untuk pembuktian perdjandjian pertanggungan terhadap orang ketiga berlaku peraturan-peraturan biasa tentang pembuktian, sehingga boleh djuga pembuktian dengan saksi-saksi. 2. Mengenai soal permulaan bukti tertulis. Dengan adanja polis jang tidak didaftarkan jang diadjukan oleh penggugat sebagai bukti ini terhadap tergugat (jaitu derde) Rechtbank menganggap bahwa tidak ada permulaan bukti tertulis, seperti dalam pertimbangan di sub 6. Menurut hemat kami, polis sedemikian itu dapat dianggap sebagai permulaan bukti tertulis. * * * 21

24 A R R E ST G E R E C H T S H O F S G R A V E N H A G E. Tanggal 19 Juli 1916 ( W ). Perkara bandingan antara J. E- Verbaarschot di Den Haag melawan Eerste Nederlandsche Maatschappij, tot verzekering van Risico in Loterijen. Penggugat dan geintimeerde (tergugat dalam perkara bandingan), mengadakan perdjandjian, dimana ditentukan bahwa appellant membajar f 100, kepada geintimeerde, dan sebaliknja geintimeerde memperdjandjikan akan membajar kepada appellant 5% dari djumlah pris atau premi jang selama waktu jang tertentu djatuh pada Nederlandsche Staat Loterij atas No Perdjandjian ini oleh Rechtbank Den Haag diputuskan sebagai permainan dan pertaruhan. a Peristiwa hukum jang mendjadi sengketa: Appellant tidak menerimakan putusan Rechtbank dan memohon bandingan dengan mengemukakan keberatan sebagai berikut: 1. bahwa perdjandjian dalam polis No. 7885, menurut maksudnja adalah suatu perdjandjian pertanggungan. 2. bahwa apabila perdjandjian ini tidak dianggap sebagai per jandjian pertanggungan, tetapi setidak-tidaknja tidak mempunjai si at se agai permainan atau dengan lain perkataan, permainan dan pertaruhan. hwa satu perdjandjian jang bukan perdjandjian pertanggungan ataupun permainan dan pertaruhan adalah satu perdjandjian suigeneris, jang apabila tidak bertentangan dengan ketertiban umuin susila jang baik atau Undang-undang oleh pihak-pihak seharusnja dipenuhi seluruhnja. of Den Ilaag niengenai sengketa ini menurut hukitm: etelah mendengarkan conslusi-conslusi dari pihak-pihak dan me l at surat untuk mana dimintakan putusan dan mengenai 22

25 peristiwa-peristiwa Hukum mengoper seperti jang tertjantum dalam putusan Rechbank Den Haag pada tanggal 15 Pebruari menimbang: 1. bahwa perdjandjian jang diadakan antara pihak-pihak, dimana ditentukan bahwa appellant membajar f 100, kepada geintimeerde dan sebaliknja geintimeerde memperdjandjikan akan membajar kepada appellant 5% dari djumlah pris jang selama waktu jang tertentu djatuh pada Nederlandsche Staats Loterij atas No bahwa pihak-pihak dengan perdjandjian tersebut tidak mengadakan perdjandjian pertanggungan, seperti jang ditetapkan oleh Rechtbank jang tepat itu, biarpun perdjandjian tersebut diadakan dengan kata-kata seperti perdjandjian pertanggungan. 3. bahwa menurut pasal 246 K.U.H.D.; perdjandjian pertanggungan adalah perdjandjian jang bermaksud membajar kerugian kepada tertanggung, berhubung dengan kehilangan, kerugian atau tidak mendapatkan keuntungan jang diharapkan, jang dapat diderita oleh tertanggung karena evenement. 4. bahwa sjarat ini tidak dipenuhi oleh perdjandjian jang diadakan oleh pihak-pihak. 5. bahwa perdjandjian tersebut tidak bermaksud membajar kerugian kepada appellant berhubung dengan tidak mendapat keuntungan jang diharapkan, seperti jang dikatakan oleh appellant, jang demikian itu tak dapat berlaku untuk keuntungan jang diharapkan diperoleh oleh appellant, apabila atas nomer dari polisnja djatuh premi dalam Nederlandsche Staatsloterij. 6. bahwa pada pertanggungan terhadap,,tidak mendapatkan keuntungan jang diharapkan, harapan itu harus sudah ada sebelum pertanggungan dan bukan baru timbul sesudah pertanggungan, sedang diperdjandjian tersebut tidak diadakan pertanggungan terhadap,,tidak mendapatkan keuntungan jang diharapkan, tetapi baru dengan pembajaran premi kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan itu timbul. 23

26 7. bahwa disini samasekali tidak dapat dikatakan adanja pembajaran kerugian terhadap kerugian jang diderita oleh appellant dalam hal ia tidak akan menerima keuntungan jang diharapkan, sehingga ia mempunjai kepentingan untuk mempertanggungkan terhadap itu, karena ia dengan tjara bagaimanapun tidak akan mendapat kerugian dalam kekajaannja, djikalau ia tidak mengambil polis (untuk mana ia mengadakan perdjandjian pertanggungan). 8. bahwa Rechtbank sesuai dengan apa jang ditentukan di pasal 250 memutuskan bahwa untuk sjahnja perdjandjian pertanggungan diisjaratkan bahwa tertanggung tidak tergantung dari perdjandjian, mempunjai kepentingan pada waktu ada evenement, sedang appellant disini baru dengan mengadakan perdjandjian itu (pada evenement) mendapat kepentingan. 9. bahwa appellant terhadap ini mengemukakan bahwa Undangundang djuga mengakui perdjandjian sebagai perdjandjian pertanggungan, setidak-tidaknja tidak melarang, perdjandjian pertanggungan atas djiwa, kesehatan, invaliditeit dari pihak ketiga dengan tidak perlu bahwa tertanggung itu mempunjai kepentingan dalam djiwa atau kesehatan pihak ketiga itu, djadi kepentingan djuga baru timbul karena perdjandjian sendiri, tetapi uraian ini tak dapat diterima, karena pertanggungan djiwa pada 1838 tidak mempunjai pengertian seperti sekarang ini, dan tak diatur dengan sempurna, dan perubahan jang diadakan pada 1875 dalam pasal 302, hanja mengenai lama berlangsungnja (duur) pertanggungan. 10. bahwa perdjandjian pertanggungan sedemikian seperti jang dimaksud oleh appellant, tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal 302 dan 303, jang berpangkal pada djiwa orang ketiga, terhadap mana ia mengadakan pertanggungan. 11. bahwa dengan demikian keberatan pertama dari appellant tak mempunjai dasar. 12. bahwa jang mengenai keberatan kedua, jang menurut pendapat Hof, Rechtbank menganggap dengan tepat, bahwa gugat dari appellant timbul dari permainan dan pertaruhan. 24

27 13. bahwa perdjandjian jang diadakan antara appellant dan geintimeerde, bermaksud ikut serta dalam Loterij jang diadakan oleh geintimeerde. 14. bahwa perdjandjian itu bermaksud untuk memberi kemungkinan kepada appellant untuk dengan pembajaran djumlah tertentu ikut serta (mede te dingen) dalam geldprijzen, jang didjandjikan oleh geintimeerde bagi pengikut-pengikutnja akan ditundjuk sebagai pemenang dengan penarikan dari Nederlandsche Staatsloterij, jang sama sekali sesuai dengan definitie Loterij dalam pasal 1 Loterij-wet bahwa appellant dengan mengadakan perdjandjian dengan geintimeerde ikut serta dalam loterij tersebut. 16. bahwa loterij tidak hanja dalam kehidupan sehari-hari, tetapi oleh pembuat Undang-undang dianggap sebagai permainan dan pertaruhan, seperti diputuskan dengan tepat oleh Rechtbank atas dasar-dasar jang baik, dalam mana Rechtbank mengemukakan riwajat dari Undang-undang tanggal 23 Djuli 1885 dan lebih feegas tentang pendjelasan pemerintah, dan selandjutnja riwajat terdjadinja pasal 254 bis Ned. W V S. (303 K.U.H.Pidana) dan Loterij- W et bahwa appellant terhadap ini mengemukakan, bahwa untuk pertaruhan itu diperlukan suatu pertentangan (tegentrijdigheid) perkataan-perkataan dari pihak-pihak dan untuk permainan diperlukan suatu perbuatan jang njata, suatu pemusatan (inspanning) djasmani atau rochani. 18. bahwa perdjandjian jang dipersoalkan tidak memenuhi sjarat-sjarat tersebut,' tetapi didalam Undang-undang suatu pengertian jang dibatasi dengan tegas apa pertaruhan dan apa permainan tidak ada, dan kedua perdjandjian tersebut mempunjai tanda jang sama; 19. bahwa pihak-pihak menggantungkan keuntungannja melulu atas kedjadian jang tak terentu, dimana mereka, sebelum mengadakan perdjandjian itu, tidak mempunjai kepentingan. Dan pihakpihak dalam perdjandjian jang dipersoalkan memang demikian. 25

28 20. bahwa appellant selandjutnja mengulangi lagi apa jang telah dikatakan dalam tingkat pertama, jaitu bahwa usaha dari geintimeerde setidak-tidaknja dari pihaknja, tidak bertudjuan permainan, karena dengan perhitungan-perhitungan setjara wiskundig jang dilakukan atas usahanja, berhubung dengan banjaknja pertanggungan sematjam itu jang diadakan, melenjapkan sama sekali unsur kemungkinan. 21. bahwa persoalan, apakah suatu perdjandjian timbul dari permainan dan pertaruhan, harus ditindjau tersendiri sifat dan tudjuan perdjandjian itu dan tidak boleh diindahkan kenjataan, bahwa salah satu dari pihak dalam mengadakan perdjandjian sedemikian mendjadikan beroep atau usaha, dimana ia dengan perhitungan-perhitungan jang dapat dipertjaja, sebagai hasil dari seluruh rangkaian perdjandjian-perdjandjian jang diadakan tidak ada kemungkinan untuk mendapat kerugian; 22. bahwa apabila harus dianggap demikian, jaitu perdjandjian jang diadakan antara pihak-pihak timbul dari permainan dan pertaruhan, maka dapat ditetapkan bahwa perdjandjian jang dipersoalkan tidak dapat dianggap sebagai perdjandjian kemungkinan sui generis jang diperkenankan, dan bahwa Rechtbank berdasarkan pasal 1825 Nederland B W. (1788 K.U.H. Perdata) tidak menerima gugat pengugat. Dengan demikian maka keputusan Rechtbank diperkuat oleh Hooge Raad. c. Tjatatan kami: Rechtbank dengan diperkuat oleh Hof mempertimbangkan bahwa perdjandjian jang diadakan antara penggugat dan tergugat adalah: ikut serta dalam loterij jang diadakan oleh tergugat dengan dasar antara lain: a. seperti tersebut dalam sub 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 dibawah b. dan b. bahwa isi dari perdjandjian tersebut sesuai dengan definitie loterij dalam pasal 1 loterij wet H al ini kami dapat 26

29 menjetudjui Rechtbank, begitu pula Hof menetapkan bahwa loterij itu adalah suatu perikatan jang timbul dari permaian dan pertaruhan, dan mendasarkan penetapannja pada: 1. pengertian dalam kehidupan sehari-hari dan 2. bahwa pembuat Undang-undang pun menganggap loterij adalah permainan dan pertaruhan. Untuk dasar pertimbangan jang kedua ini, Rechtbank mengemukakan riwajat dari Undang-undang tanggal 23 Djuli 1885 dan pendjelasan pemerintah tentang itu, pula riwajat dari pasal 303 K.U.H.P. dan djuga loterij wet Dalam penetapan Rechtbank, bahwa loterij itu adalah sebagai permainan dan pertaruhan, Rechtbank tidak menundjuk dengan tegas termasuk jang manakah loterij itu, apakah termasuk permainan dan atau termasuk pertaruhan, karena Undang-undang dalam pasal 1788 K.U.H.Perdata mengadakan pembedaan dalam kedua pengertian tersebut, biarpun batas jang tegas antara kedua pengertian tersebut tak terdapat dalam Undang-undang. 2. Dasar penetapan Rechtbank tersebut dalam No. 1 menurut hemat kami belum tjukup kuat untuk menggolongkan loterij sebagai permainan dan perdjudian, sebab dasar demikian tidak mempunjai dasar hukum. 3. Dalam dasar penetapan jang kedua, Rechtbank mengemukakan riwajat dari Undang-undang tanggal 23 Djuli 1885 (pasal 11). jang mengatakan bahwa 1788 K.U.H.Perdata tidak berlaku untuk Staatsloterij. Dari ketentuan ini Rechtbank lalu menarik kesimpulan, a contrario bahwa untuk loterij-loterij lainnja pasal 1788 itu berlaku. Dengan demikian lotecij tergolong permainan atau pertaruhan. Apakah penarikan kesimpulan jang demikian itu benar? Kami masih menjangsikan. Lebih-lebih kalau kita mengingat Loterij-wet 1905 st No. 171 dimana antara lain ditentukan bahwa untuk mengadakan loterij itu diperlukan izin (goedkeuring) dari penguasa dan diperbedakan antara loterij jang diperkenankan dan tidak diperkenankan. Jang diperkenankan hendaknja djuga kita 27

30 anggap terlepas dari pasal 1788 K.U.H.P. sehingga dengan demikian kami tidak melihat perbedaan principieel antara Staatsloterij dan Loterij-loterij lainnja jang diperkenankan. Djadi dengan djalan pikiran ini pasal 1788 djuga tak berlaku untuk Loterij-loterij lainnja jang diperkenankan (geoorloofd), sehingga tak dapat kami terima uraian-uraian dari Rechtbank, begitu pula putusannja. Memang pada azasnja perdjandjian Loterij itu termasuk pengertian permainan dan pertaruhan, tetapi dengan adanja Undang-undang tahun 1885 st. 142 dan 1905 No. 171, maka Loterij tidak dapat diperuntuki lagi (besprongen worden) dengan pasal * * * 28

31 A R R E S T H O O G E R A A D. Tanggal 22 Desember (W ). Perkara cassatie antara J.E. Verbaars-schott, di Den Haag, melawan N.V.,,EersteNederlandsche Maatschappij tot Verzekering V. Risico in Loterijen, di Den Haag. Verbaarschott mengadakan perdjandjian jang disebut Lotisicoovereenkomst dengan maskape tersebut diatas, dimana maskape mengikatkan diri dengan pembajaran f 100, untuk membajar 5% dari djumlah pris dan premi jang dalam masa tertentu akan djatuh dalam Nederlandsche Staatsloterij atas nomor polis, jang diserahkan waktu pris djatuh pada nomor itu. Maskape menolak untuk membajar, lalu diadjukan gugat oleh Verbaars-schott pada Rechtbank dalam putusan mana gugat tak diterima, dan putusan ini diperkuat oleh Arrest Gerechtshof Den Haag dalam putusan-bandingan. Penggugat mengadjukan cassatie. a. Peristiwa hukum jang mendjadi sengketa: 1. Pada tanggal 19 Nopember 1914 djatuhlah pris pada nomer polis dari Verbaars-schott dengan premi f , sehingga ia berdasarkan perdjandjian berhak untuk meminta pembajaran kepada Maskape uang sebesar f 1314, tetapi Maskape tidak mau membajarnja, sehingga diadjukan gugat oleh Verbaars Schott kepada Rechtbank untuk membajar / 1314, ditambah dengan bunga dan ongkos-ongkos. 2. Tergugat mengakui segala upaja jang dikemukakan penggugat, tetapi mengingkari tentang dapat diterimanja gugat berdasarkan bahwa perdjandjian tersebut adalah timbul dari permainan atau pertaruhan. 3. Rechtbank menganggap bahwa perdjandjian tersebut bukanlah perdjandjian pertanggungan seperti jang diadjukan oleh penggugat, 29

32 tetapi suatu loterij, jang diadakan oleh tergugat untuk publik. Dan menurut pendapat Rechtbank bahwa ikut serta dalam loterij itu adalah permainan, djadi tagihan timbul dari permainan, sehingga gugat tak dapat diterima (niet-ontvankelijk). diterima (niet-ontvankelijk). 4. Gerechtshof dalam putusan-banding menjetudjui pendapat Rechtbank dan memperkuat putusan Rechtbank. 5. Penggugat mengadjukan cassatie dengan upaja sebagai berikut: Pelanggaran dan pemekaian keliru pasal-pasal 246, 247, 248 dan 250 K.U.H.D., pasal-pasal 1788 dan 1789 K.U.H. Perdata b. Putusan Hooge Raad mengenai sengketa ini menurut hukum: Setelah menindjau apa jang tersebut diatas Hooge Raad menimbang: 1. bahwa upaja bagian kedua (jang menurut Hooge Raad perlu pertama-tama diselidiki), menentang arrest dari Hof, jang menetapkan bahwa ikut serta dalam loterij, seperti jang ditentukan dalam pasal 1 Loterij-wet 1905 adalah dianggap sebagai permainan dan pertaruhan. 2. bahwa Hof menganggap dengan tepat perdjandjian jang diadakan antara pihak-pihak adalah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1 dari Loterij-wet bahwa Hof menganggap dengan tidak tepat, bahwa loterij itu seolah-olah oleh pembuat undang-undang dianggap sebagai permainan dan pertaruhan dan atas dasar ini memperkuat putusan Rechtbank. 4. bahwa (dengan tidak mengindahkan bahwa arrest Hof tidak menjebut loterij itu termasuk jang mana dari kedua pengertian jang dibeda-bedakan oleh pembuat undang-undang) Hof mengakui tidak dapat mendasarkan putusannja pada suatu peraturan undangundang dan bahwa suatu pembatasan tegas antara kedua pengertian tersebut, (permainan dan pertaruhan) tidak ada dalam undangundang; 30

33 5. bahwa untuk membenarkan putusan Hof pengertian seharihari tentang loterij belum tjukup, dan riwajat dari pasal 11 dari undang-undang 23 Djuli 1885, jang menentukan bahwa pasal 1788 K.U.H. Perdata tidak dapat dipergunakan untuk Staatsloterij, jang memang menundjukkan bahwa pembuat undang-undang hendak melenjapkan kesangsian terhadap itu, tetapi samasekali tidak berarti bahwa tagihan jang timbul dari lain-lain loterij tidak dapat diadjukan dimuka hakim; 6. bahwa Loterijwet 1905 djusteru menundjukkan sebaliknja, karena kalau tak demikian maka akan tidak dapat dimengerti, mengapa pembuat undang-undang, mengadakan peraturanperaturan mengenai loterij dan menggantungkan usaha untuk mengadakan loterij itu kepada izin (goedkeuring) dari penguasa, tetapi biarpun demikian tidak mengadakan ketentuan dalam undangundang sendiri tentang itu. 7. bahwa dari Loterijwet djuga tidak lain dari pada kehendak pembuat undang-undang untuk menempatkan usaha mengadakan loterij dan ikut sertanja dalam loterij itu dibawah pengawasan penguasa. 8. bahwa betul pasal 2904 Rentjana 1820 B.W. tidak memberikan kemungkinan gugat jang timbul dari,,permainan, loterij atau,,pertaruhan, tetapi ini tak dioper dalam pasal 1788 K.U.H.P. pasal mana diopernja dari pasal 1965 Code civil; 9. bahwa sifat loterij tak memenuhi apa jang disebut dalam pasal 1965 C.C. tersebut. 10. bahwa dari pihak jang mengadakan loterij tidak ada kemungkinan lagi untuk mendapatkan keuntungan jang lebih besar atau lebih ketjil dan kemungkinan untuk tidak dapat mendjual atau tidak tjukup banjaknja loterij jang terdjual tidaklah mempunjai sifat alletoir. 11. bahwa sebaliknja perbuatan dari apa jang disebut,.permainan dalam loterij, tidak lain dari pada membeli suatu kemungkinan dengan harga jang telah ditetapkan terlebih dulu (emptio spei). 31

34 12. bahwa dengan demikian tidak tepat penolakan gugat. 13. bahwa penjelidikan bagian pertama dari upaja tidak perlu lagi sesudah menetapkan bagian kedua dari upaja, dengan tidak memperdulikan lagi apakah Hof dengan tepat menganggap perbuatan tersebut tidak sebagai perdjandjian pertanggungan. 14. bahwa dimana gugat tidak dibantah dengan dasar-dasar lain, maka Hooge Raad, dapat mengadakan putusan tentang pokoknja. Dengan demikian Hooge Raad membatalkan Arrest Hof Den Haag dan putusan Rechtbank Den Haag. Mengkabulkan gugat dan menghukum tergugat membajar f ' ditambah dengan bunga dan ongkos-ongkos lainnja dan membajar ongkos-ongkos perkara. c. Tjatatan kami: Pertama-tama kami kemukakan, bahwa Hooge Raad dalam memutuskan perkara ini tidak mempersoalkan lagi apakah per djian termaksud merupakan perdjandjian pertanggungan atau ti a tetapi menetapkan dengan langsung dengan mengoper pertimbangan Hof berdasarkan pasal 1 Loterijwet 1905, bahwa perdjandjian jang diadakan antara pihak-pihak adalah perdjandjian loterij. Selandjutnja dalam mempertimbangkan permainan dan pertaru an Hooge Raad mengemukakan persoalan apakah diharuskan suatu sjarat, untuk dapat menjatakan adanja permainan dan pertaru an, bahwa suatu perdjandjian itu bagi pihak-pihak menim u an kemungkinan keuntungan dan kerugian (winst dan ver ies kansen). Pendapat ini bertalian dengan salah suatu per atasan dari permainan dan pertaruhan jaitu, bahwa permainan dan pertaruhan adalah suatu perdjandjian kemungkinan dimana masing-masing pihak mendjandjikan sesuatu pada pihak jang dengan sjarat menunda, bahwa apa jang dikatakan oleh pi a lain (djadi berlawanan dengan apa dikatakan sendiri) ternjata benar. Dalam arrestnja tersebut diatas Hooge Raad memasukkan unsur kemungkinan keuntungan dan kerugian bagi permainan dan 32

35 pertaruhan dalam pertimbangannja dan antara lain dengan ini Hooge Raad tak mau menerima bahwa loterij adalah permainan dan Raad tak mau menerima bahwa loterij adalah permainan dan pertaruhan, karena bagi mereka jang mengadakan loterij tidak ada kemungkinan kerugian. Kebenaran tentang pertimbangan ini, masih kami sangsikan. Untuk pertimbangan lain-lainnja kami dapat menjetudjui. * * * : 33

36 I PUTUSAN R A A D V A N JU ST IT IE. Tanggal 5 Desember (T. 135 tahun 1932). Perkara antara N.V. Semarangsche Zee- en Brand Assurantie Maatschappij, sebagai penggugat melawan Pemerintah Nederlandsch Indie, sebagai wakil dari Nederlandsch Indie, sebagai tergugat. Ir J.E. Loth di Bandung menanggungkan otonja,,all Riks kepada Maskape Assuransi tersebut diatas. a. Peristiwa hukum jang mendjadi sengketa: 1. Oto jang ditanggungkan, pada tanggal 21 Djuni 1927, ketubruk oto Djawatan P.T.T. jang dikemudikan oleh sopir dari Djawatan tersebut, jaitu Amat, dengan keadaan oto Djawatan P.T.T. berdjalan disebelah kanan djalan, dengan tiada memberi tanda dan dengan ketjepatan jang besar, sehingga menimbulkan kerugian besar terhadap oto tuan Loth. 2. Penggugat mengemukakan, bahwa tergugat bertanggung djawab atas kerugian jang ditimbulkan karena tubrukan, kerugian mana telah dibajar oleh penggugat kepada tuan Loth sebesar / Dengan demikian penggugat menggantikan tuan Loth dalam hak-haknja terhadap orang ketiga, jang mengakibatkan kerugian jaitu sebesar djumlah jang telah dibajarkan kepada tertanggung. 3. Tergugat mengakui bahwa oto Djawatan pada waktu seperti jang dikemukakan oleh penggugat dikendarai oleh sopir Amat dan mengalami tubrukan, tetapi mengingkari: a. bahwa oto tuan Loth pada tubrukan ditanggung oleh penggugat. b. bahwa tubrukan tersebut adalah kesalahan sopir Amat. c. bahwa kerugian jang ditimbulkan oleh tubrukan sebesar f 1.525,45. 34

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN PEMUNGUTAN SUMBANGAN IURAN UNTUK MEMBANTU PEMBIAJAAN PENJELENGGARAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang 1946, No. 22 PENTJATATAN NIKAH. Peraturan tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1) bahwa peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk seperti

Lebih terperinci

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1 III. I. ORDONANSI PADJAK PERSEROAN 1925. Stbl. 1925 No. 319; Stbl. 1927 No. 137; Stbl. 1930 No. 134; Stbl. 1931 No. 168; Stbl. 1932 No. 196 dan 634; Stbl. 1934 No. 106 dan 535; Stbl. 1938 No. 155 dan 319;

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG

PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMBAHARUAN BEBERAPA HAK ATAS TANAH SERTA PEDOMAN MENGENAI TATA-TJARA KERDJA BAGI PEDJABAT-PEDJABAT JANG BERSANGKUTAN Menimbang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITEIT GADJAH MADA Peraturan tentang Universiteit Gadjah Mada. Menimbang : bahwa perlu mengadakan peraturan tentang Universitit Negeri

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 25/1963. 8 Djuni 1963. No. 12/DPRD/1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1953 TENTANG PENDJUALAN MINUMAN KERAS DAN PEMUNGUTAN PADJAK ATAS IZIN PENDJUALAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN No. 180 TAHUN 1953 TENTANG PERATURAN TENTANG PEMERIKSAAN-KAS PADA PARA BENDAHARAWAN JANG MENERIMA UANG UNTUK DIPERTANGGUNG DJAWABKAN DARI KANTOR-KANTOR PUSAT PERBENDAHARAAN OLEH PARA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 13 tahun 1970 29 April 1970 No. 2/DPRDGR/A/Per/15. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 12/1968 30 Agustus 1968 No. 1/DPRD.GR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk mendjamin bagian jang lajak dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930)

UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) Mengubah Peraturan Uap No. 342 tahun 1924 Menimbang bahwa dianggap perlu untuk menindjau kembali Peraturan Uap jang ditetapkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa dalam penjelesaian Revolusi Indonesia

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. 1 Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 6 TAHUN 1954. Tentang TAMAN PEMAKAIAN PEMELIHARAAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 3 / 1966 14 Desember 1966 No. 1/DPRD.GR./1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANGLI Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9 tahun 1969 24 Pebruari 1969 No. 1/DPRDGR/67. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Sebagai Berikut : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR TENTANG PADJAK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI )

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) NO. 7/1963 27 Pebruari 1963 No. : 6/DPRD-GR/1962,- Keputusan :Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Tingkat II Buleleng

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Status : Mendjadi UU No.3 Th.1951 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk mengawasi berlakunja Undang-undang

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 1

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 1 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 7 TAHUN 1953 TENTANG MENDIRIKAN DAN MENJEWAKAN KIOSK DI TANAH MILIK DAERAH DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 2

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 2 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 2 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 8 TAHUN 1953 TENTANG TUGAS BELADJAR. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG 1950 No. 4 Berita Negara RI No... Tahun 1950 PENGADJARAN. Peraturan tentang dasar pendidikan dan pengadjaran disekolah. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:bahwa perlu ditetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 31/1968 31 Desember 1968 No. 5/DPRD.GR.//1968- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 5 tahun 1969 27 Pebruari 1969 No. : 6/Kep/D.P.R.D.G.R./1968 Keputusan : Dewan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kabupaten Djembana Tanggal

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 No.10/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1969 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 30/1963 5 Juli 1963 No : 2/DPR/1962 DEWAN PERWKAILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan peraturan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 1 / 1966 14 Desember 1966 No. 8/D.P.R.D.G.R./1962 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan 1 UNDANG-UNDANG GRASI (Undang-Undang tgl. 1 Djuli 1950 No. 3.) LN. 50-40: (mulai berlaku. 6-7-'50.) Anotasi: Dg. UU ini, dicabut: Gratie Regeling, S. 1933-2; PP No. 67 th. 1948 tentang permohonan grasi;

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1954, TENTANG SURAT MENGEMUDI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHAESA

Lebih terperinci

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa 1 Maka barang jang sudah ada daripada mulanja, barang jang telah kami dengar, barang jang telah kami tampak dengan mata kami, barang jang telah kami

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 10/1963 13 April 1963 No.5 /DPRDGR/1963. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Meretapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 22/1968 18 Nopember 1968 No. 1/SK/DPRD-GR/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN GIANYAR K E P U T U S A

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 40, 1955. BEA-MASUK DAN BEA-KELUAR-UMUM. PEMBEBASAN. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1955, tentang peraturan pembebasan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 5 th. Ke V tg. 1 Mei No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1955

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 5 th. Ke V tg. 1 Mei No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1955 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 5 th. Ke V tg. 1 Mei. 1955 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1955 TENTANG KANTOR PERKREDITAN DAERAH. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut :

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut : TJETAKAN KE II TANGGAL 1 MARET 1958 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke III tg. 1 2-1953. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1953. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun 1969 28 Mei 1969 No. 6 a 1/DPRDGR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni 1954. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1954. Tentang PERIZINAN MEMBUAT REKLAME DAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 1972 TENTANG PENJEMPURNAAN ORGANISASI PERTAHANAN SIPIL DAN ORGANISASI PERLAWANAN DAN KEAMANAN RAKJAT DALAM RANGKA PENERTIBAN PELAKSANAAN SISTIM HANKAMRATA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Jang Berikut : PERATURAN DAERAH TENTANG MENGADAKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9/1968 19 April 1968 No. 3/P/DPRDGR/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KARANGASEM Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) : Varia No. 406 Hal. 4 1966 (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953.

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli. 1953 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. TENTANG PEMERIKSAAN DAN PEMBANTAIAN HEWAN, PEMERIKSAAN DAGING

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan. 1955. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1955. Tentang TANDA-NOMOR DAN SURAT-TANDA-NOMOR BAGI KENDARAAN BERMOTOR DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 5 / 1966 14 Desember 1966 No. 4/D.P.R.D.G.R./1964. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1972 TENTANG PENJEMPURNAAN ORGANISASI PERTAHANAN SIPIL DAN ORGANISASI PERLAWANAN DAN KEAMANAN RAKJAT DALAM RANGKA PENERTIBAN PELAKSANAAN SISTIM HANKAMRATA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 11/1968 21 April 1968 No. 510 a/dprdgr/a/ii/4/23. LAMPIRAN dari surat keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong

Lebih terperinci

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des.1952. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun 1952. TENTANG PEMADAM API DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap tenaga kerdja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannja

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 25 tahun 1970 17 Djuli 1970 No. 43/PD/DPRDGR/1969. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI Menetapkan peraturan

Lebih terperinci

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 Harian Rakjat Djum at, 30 Oktober 1964 Para Sdr. Kuliah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun 1969 16 Oktober 1969 No.6/DPRDGR/A/Per/23 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 1/1968 20 Januari 1968 No. 2/D.P.R.D.G.R./1967. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 37/1968 31 Desember 1968 No. 4/D.P.R.D.-G R./1965 Pasal 1. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA N o.135 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA N o.135 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN N o.135 TAHUN 1951. KAMI, PRESIDEN Menimbang : bahwa dipandang perlu sekali Indonesia, sebagai anggauta "INTERNATIONAL TELECOMMUNICATION UNION" (I. T. U.), ikut serta dalam "KONPERENSI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND Suatu tindjauan singkat oleh Dr. Dieter Bartels Karangan ini adalah berdasarkan penelitian anthropologis jang dilaksanakan oleh penulis selama tahun 1974-75

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 7 / 1966 14 Desember 1966 No. : 11 / DPRD G.R. / 1964. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT I BALI Menetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuatan ekonomi potensiil jang dengan

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 No. 5 Tahun 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH PERALIHAN DAERAH SWATANTRA TINGKAT KE-II GARUT. Menetapkan Peraturan Daerah jang berikut:

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH PERALIHAN DAERAH SWATANTRA TINGKAT KE-II GARUT. Menetapkan Peraturan Daerah jang berikut: DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH PERALIHAN DAERAH SWATANTRA TINGKAT KE-II GARUT Menetapkan Peraturan Daerah jang berikut: PERATURAN DAERAH, DAERAH SWATANTRA TINGKAT KE-II GARUT TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1.

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. No.6/ 1959. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. menetapkan peraturan-daerah sebagai berikut : PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. (1) Dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 48 TAHUN 1951 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 48 TAHUN 1951 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 48 TAHUN 1951 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dianggap perlu mengirimkan suatu perutusan Republik Indonesia sebagai penindjau (observer)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 14 TAHUN 1961 PERMINTAAN DAN PEMBERIAN IZIN PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 14 TAHUN 1961 PERMINTAAN DAN PEMBERIAN IZIN PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 14 TAHUN 1961 PERMINTAAN DAN PEMBERIAN IZIN PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH Mengingat: Ketentuan-ketentuan Undang-undang Pokok Agraria (Undang-undang No. 5 tahun 1960; L.N. 1960-104)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 51 tahun Oktober 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 51 tahun Oktober 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 51 tahun 1969 16 Oktober 1969 No. 4/DPRDGR/A/Per/23 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

TENTANG * PENGERTIAN HAL ORGANISASI PERKUMPULAN KOsO PERASI

TENTANG * PENGERTIAN HAL ORGANISASI PERKUMPULAN KOsO PERASI k a m a r a l s ja h 1 "" r I t 1....-y. ; , ^ i * t ^ ' k. p^samo j t i r i * V L J " r i!> k /A - ^ TENTANG * PENGERTIAN HAL ORGANISASI PERKUMPULAN KOsO PERASI r f B. W O L

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 No.11/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1970 TENTANG TATA-TJARA PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA- ANGGOTA D.P.R., D.P.R.D. I DAN D.P.R.D II. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SURAT PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA D.P.R./D.P.R.D.I DAN D.P.RD. II

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SURAT PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA D.P.R./D.P.R.D.I DAN D.P.RD. II - 5 - SURAT PENTJALONAN UNTUK PEMILIHAN ANGGOTA D.P.R./D.P.R.D.I DAN D.P.RD. II Pentjalonan ini dikemukakan untuk pemilihan Anggota DEWAN PERWAKILAN RAKJAT/DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH TINGKAT I/DEWAN

Lebih terperinci

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952.

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952. Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 1971 TENTANG TUNDJANGAN CHUSUS PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA KEPADA PEGAWAI DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha peningkatan dan pengamanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1958 TENTANG PENGGUANAAN LAMBANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu diadakan peratuaran tentang penggunaan Lambang Negara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 32 tahun 1970 19 Agustus 1970 No. 3/PD/26/1970. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KLUNGKUNG Menetapkan peraiuran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. :18/1969. 2 Mei 1969 No.5/DPRD-GR/1966 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan Daerah sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 63 tahun 1970 10 November 1970 No: 2/PD/DPRD-GR/1970. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan

Lebih terperinci

J.E.KAIHATU. PEE N IE F* & i t d j a m b a t a i

J.E.KAIHATU. PEE N IE F* & i t d j a m b a t a i J.E.KAIHATU t, PEE N IE F* & i t d j a m b a t a i j - / 2 ~ e P Ù-*z /j]j \SU RANSI KEBAKARAN ASURANSI KEBAKARAN Oleh J. E. KAIHATU BA^ PENER BIT DJAMBATAN , *n* t '... V' Copyright by Djambatan Djakarta

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, UNDANG-UNDANG REPUBLIK SERIKAT NOMOR 7 TAHUN 1950 TENTANG PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENDJADI UNDANG- UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Tjetakan ke II tg. 1 Maret Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke III tg. 1 Maret 1953.

Tjetakan ke II tg. 1 Maret Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke III tg. 1 Maret 1953. Tjetakan ke II tg. 1 Maret 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke III tg. 1 Maret 1953. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NO. 2 TAHUN 1953. TENTANG PASAR DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH

Lebih terperinci

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Kencana, No. 2 Hal. 6 Th I - 1958 Drs. Asrul Sani SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Tjatatan: Drs. Asrul Sani adalah terkenal sebagai seorang essays jang djuga termasuk salah seorang

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1970 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untukk memantapkan harga beras dan mentjukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, perlu menetapkan kebidjaksanaan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956 Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 2 Tahun Ke VI Tanggal 1 Djuli 1956 Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1956 TENTANG PENJUALAN AIR SUSU DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DI DJAWA TIMUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DI DJAWA TIMUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1950 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN DI DJAWA TIMUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa telah tiba saatnja untuk membentuk daerah-daerah

Lebih terperinci

PENERBIT D J AM B ATAN

PENERBIT D J AM B ATAN PENERBIT D J AM B ATAN 0 3 m 2001 1? NOV?nr? í A S U R A N S I P E N G A N G K U T A N W ASURANSI PENGANGKUTAN disusun oleh J. E. KAIHATU PENERBIT DIAMBATAN C o pyrigh t b y D ja m b a ta n T jeta k a

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa perlu mengeluarkan petundjuk Pelaksanaan penjelenggaraan urusan hadji jang dimaksud dalam Keputusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 27 tahun 1970 17 Djuli 1970 Keputusan : Dewan Pewakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Propinsi Bali. Tanggal : 3 Djuli 1969. Nomor

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar segala kegiatan jang akan menundjang pengembangan kepariwisataan jang merupakan faktor potensiil

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956 Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956 TENTANG SETASIUN OTOBIS DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEMENTARA

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kotapraja Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VII Tanggal 1 April 1957 Nomor 2

Tambahan Lembaran Kotapraja Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VII Tanggal 1 April 1957 Nomor 2 Tambahan Lembaran Kotapraja Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VII Tanggal 1 April 1957 Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 1957 TENTANG PEMELI HARAAN BABI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN Menimbang : bahwa berhubung dengan diadakannja Kementerian Peladjaran perlu menindjau kembali susunan dan lapangan pekerdjaan Kementerian Perhubungan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1945 TENTANG PERATURAN MENGENAI KEDUDUKAN KOMITE NASIONAL DAERAH. KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sebelumnya diadakan pemilihan umum perlu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REBPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 tahun 1971 TENTANG PERDJANDJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DISELAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 2/1968 20 Djanuari 1968 No. 3/D.P.R.D.G.R./1967. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Upah, Harga dan Laba. K. Marx. Modified & Authorised by: Edi Cahyono, Webmaster Disclaimer & Copyright Notice 2005 Edi Cahyono s Experience

Upah, Harga dan Laba. K. Marx. Modified & Authorised by: Edi Cahyono, Webmaster Disclaimer & Copyright Notice 2005 Edi Cahyono s Experience Upah, Harga dan Laba K. Marx Modified & Authorised by: Edi Cahyono, Webmaster Disclaimer & Copyright Notice 2005 Edi Cahyono s Experience Pidato K. Marx ini diterdjemahkan dari edisi Inggris Wages, Price

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 24 tahun 1970 17 Djuni 1970 Keputusan : Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kab. Gianyar Tanggal : 18 Nopember 1969 Nomer

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 9 th. Ke IV tgl. 1 Des. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 9 th. Ke IV tgl. 1 Des. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1954. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 9 th. Ke IV tgl. 1 Des. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 9 TAHUN 1954. TENTANG MEMBERIKAN, MEMEGANG DAN MEMPERTANGGUNG DJAWABKAN UANG PERSEKOT KERDJA.

Lebih terperinci

Salam doa 1 Salam daripada aku, Jakub, hamba Allah dan hamba Tuhan Jesus Keristus, kepada kedua belas suku bangsa jang bertaburan.

Salam doa 1 Salam daripada aku, Jakub, hamba Allah dan hamba Tuhan Jesus Keristus, kepada kedua belas suku bangsa jang bertaburan. Jakub 1 Salam doa 1 Salam daripada aku, Jakub, hamba Allah dan hamba Tuhan Jesus Keristus, kepada kedua belas suku bangsa jang bertaburan. Faedah bertekun didalam kehidupan iman 2 Hai saudara-saudaraku,

Lebih terperinci

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi. HUKUM PERIKATAN 1. Definisi Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya

Lebih terperinci