KAJIAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REGROUPING SDN DI KOTA BEKASI. Haris Budiyono *)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REGROUPING SDN DI KOTA BEKASI. Haris Budiyono *)"

Transkripsi

1 KAJIAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REGROUPING SDN DI KOTA BEKASI Haris Budiyono *) ABSTRACT It was planned to downsize the number of state elementary schools (453) in Bekasi City in 2011, since there many state elementary schools (26) only serve less than 150 students, moreover there are 4 schools, each only has less than 100 students. The school merger policy or regrouping school policy should be prepared well, it also needs to be socialized to make fit for acceptance, supporting, and readiness of those school stakeholders : school committee, parents, teachers, and the principals. In fact, this is not a newly policy, it is a part of the education sector's reform since 1998, it was aimed to increase school management efficiency. This article provides a brief situation of state elementary schools in Bekasi City, number of students by the group of learning, and academic concerns on this policy implementation. Keywords : state elementary school, regrouping school policy, school management efficiency, and benefit and impact of regrouping school policy. 1. Pendahuluan D alam dunia pendidikan di Indonesia, dikenal istilah kebijakan regrouping atau disebut juga dengan istilah merger. Pada saat ini, kebijakan regrouping menjadi isu kebijakan yang semakin banyak diperbincangkan dan dipertimbangkan oleh pemangku kepentingan pendidikan pada sebuah kabupaten/kota. Isu kebijakan regrouping pada sebuah kabupaten/kota bisa menjadi sebuah polemik, karena ada pihak yang terus menyuarakan demi kepentingan efisiensi pengelolaan dan efektivitas proses pembelajaran (khususnya di sekolah negeri), sementara di sisi lain ada pihak yang dirugikan, karena merasa terancam kehilangan posisi jabatan kepala sekolah dan kepentingan-kepentingan lainnya, termasuk pula kepentingan masyarakat dan orang tua siswa yang harus menghadapi risiko perubahan, perbedaan jarak tempuh ke sekolah, dan beban transportasi tambahan ke sekolah baru yang menerima pelimpahan siswanya. Kasus yang banyak terjadi di beberapa kabupaten/kota, umumnya kasus merger Sekolah Dasar (SD) Negeri, sangat langka ditemui isu kebijakan merger pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri atau Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri. Secara umum istilah regrouping diartikan sebagai To reorganize for renewed effort Dalam tulisan ini, istilah regrouping *) Haris Budiyono, Ir., M.T. DPK UNISMA Bekasi 1

2 diartikan sebagai upaya untuk menggabungkan sekolah yang memiliki jumlah siswa yang kurang dari kapasitas daya tampung terhadap sekolah lain. Pada beberapa Kabupaten/Kota lain, langkah ini sudah dilakukan dengan baik, dengan tujuan optimalisasi pengelolaan sekolah (khususnya terhadap sekolah negeri), meningkatkan produktivitas para guru, dan memberikan atmosfir proses pembelajaran yang lebih baik bagi siswa yang berada pada lingkungan sekolah yang kurang siswanya ke sekolah (negeri) terdekat yang memiliki lingkungan dan proses pembelajaran yang lebih kondusif, bagi peserta didik untuk berinteraksi, berkembang, berlatih, dan bersaing. Sebenarnya isu kebijakan ini sudah lama diarahkan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan surat Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan ( Regrouping ) Sekolah Dasar. Pada Tahun 2005, Menteri Pendidikan Nasional juga menguatkan kembali atas kepentingan perlunya melakukan regrouping, yakni pengelompokan kembali atau penggabungan dari beberapa sekolah menjadi satu sekolah, dengan pertimbangan keterbatasan anggaran dalam merehabilitasi gedunggedung sekolah dasar yang rusak. Isu kebijakan merger atau regrouping di Kota Bekasi muncul pada saat Rapat Kerja Pendidikan Kota Bekasi Tahun 2010, yang disepakati bahwa kebijakan dimaksud akan dilaksanakan secara terprogram pada Tahun Untuk mempersiapkan isu kebijakan tersebut agar dapat diimplementasikan dengan baik, maka berikut ini disajikan kajian yang memuat pengaturan daya tampung di sekolah negeri, pemetaan persoalan jumlah peserta didik pada SDN di Kota Bekasi, dan kajian akademik terhadap implementasi kebijakan regrouping di Kota Bekasi. 2. Pengaturan Daya Tampung Peserta Didik berdasarkan Standar Proses dan Standar Pelayanan Minimum Untuk mempersiapkan implementasi kebijakan regrouping di Kota Bekasi, maka hal yang penting untuk dikaji adalah standar pengaturan daya tampung peserta didik, karena standar ini dapat dijadikan ukuran yang menggambarkan bahwa sebuah sekolah memiliki jumlah peserta didik yang memiliki jumlah siswa berlebih, normal, atau kurang. karena kebijakan Situasi ini penting untuk disimak, regrouping ditempuh sebagai bentuk intervensi terhadap sekolah negeri yang memiliki jumlah peserta didik yang kurang (dari kapasitas daya tampung). Dengan demikian standar jumlah peserta didik per rombongan belajar (rombel) perlu diketahui dengan seksama. 2

3 Terdapat 2 (dua) landasan hukum yang mengatur ketentuan jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar, yakni : (1) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. Tabel 1. Pengaturan Jumlah Peserta Didik dalam Setiap Rombongan Belajar Landasan Hukum Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar SD/MI SMP/MTs SMA/MA SMK/MAK Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota 26 orang 36 orang Pada tabel di atas, dapat dibandingkan pengaturan jumlah peserta didik oleh Kementerian Pendidikan Nasional, dengan tujuan untuk dijadikan pedoman bagi Kabupaten/Kota dalam mengelola sekolahsekolah negeri yang berada di wilayahnya. Tampak adanya batas maksimal yang berbeda antara Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Proses, yakni untuk SD (26 siswa VS 32 siswa) dan SMP (32 siswa VS 36 siswa), sementara itu belum ada pengaturan untuk SPM pendidikan menengah (SMA dan SMK). Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 mengarahkan agar pemerintah Kabupaten/Kota membuat perencanaan yang sistemik agar pemenuhan ketentuan daya tampung dapat dicapai sesuai standar pelayanan minimum. Pada kedua permendiknas tersebut pada hakikatnya tidak menyatakan batas minimum jumlah peserta didik, karena pada dasarnya valuasi kesesuaian jumlah peserta didik juga berkaitan dengan luas 3

4 ruang kelas, luas lahan, dan daya dukung sumber guru yang tersedia, yang direncanakan, dibangun, dan dimiliki oleh sebuah pemerintah kabupaten/kota. Untuk memahami lebih mendalam tentang pengaturan jumlah peserta didik dengan sarana dan prasarana (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana Dan Prasarana Sekolah/Madrasah Pendidikan Umum), berikut ini disajikan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik. Untuk SD/MI yang memiliki 15 sampai dengan 28 peserta didik per rombongan belajar, lahan memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik seperti tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Rasio Minimum Luas Lahan terhadap Jumlah Peserta Didik 15 sampai dengan 28 Peserta Didik per Rombongan Belajar No Rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik Banyak (m 2 /peserta didik) rombongan Bangunan satu Bangunan dua Bangunan tiga belajar lantai lantai lantai ,7 7,0 4, ,1 6,0 4, ,6 5,6 4, ,3 5,5 4,1 Untuk SD/MI yang memiliki kurang dari 15 peserta didik per rombongan belajar, lahan memenuhi ketentuan luas minimum seperti tercantum pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Minimum Lahan untuk SD/MI yang Memiliki Kurang dari 15 Peserta Didik per Rombongan Belajar Banyak Luas Minimum Lahan (m 2 ) No rombongan belajar Bangunan satu lantai Bangunan dua lantai Bangunan tiga lantai Untuk mengetahui bagaimana persoalan jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar di Kota Bekasi disajikan informasi pada Tabel 4. 4

5 Tabel 4. Pemetaan Persoalan Jumlah Peserta Didik dalam Setiap Rombongan Belajar pada SDN, SMPN, SMAN, dan SMKN di Kota Bekasi Item SD Negeri SMP Negeri SMA Negeri SMK Negeri Jumlah Sekolah Standar Proses Standar Pelayanan Minimum Kebijakan Pemerintah Kota Bekasi Persoalan 453 sekolah 26 orang Daya tampung per rombel Di beberapa SDN memiliki jumlah siswa kurang dari 100 orang (ratarata per rombel = orang). Sebaliknya di beberapa SDN memiliki jumlah siswa lebih dari orang. 41 sekolah 36 orang Daya tampung 44 orang per rombel Secara keseluruhan kebijakan daya tampung di SMPN, dalam pelaksanaannya dilanggar (Tahun 2010), kasus ekstrim di SMPN 18 = 49 orang. 17 sekolah Daya tampung 40 orang per rombel Secara keseluruhan kebijakan daya tampung di SMAN, dalam pelaksanaannya dilanggar (Tahun 2010), kasus ekstrim di SMAN 3 = 53 orang. Hasil Monitoring dan Evaluasi PPDB, Dewan Pendidikan Tahun sekolah Daya tampung per rombel Secara keseluruhan, batas daya tampung di SMKN masih dapat dikelola dan dikendalikan. Berdasarkan informasi pada Tabel 4, tampak bahwa di Kota Bekasi ada 2 (dua) persoalan mendasar berkaitan dengan daya tampung peserta didik di sekolah negeri, Pertama persoalan kelebihan jumlah siswa yang melampaui ketentuan daya tampung, terjadi di SMPN dan SMAN. Kedua, persoalan yang sebaliknya, yakni kekurangan jumlah siswa di beberapa SDN (kurang dari ketentuan maksimal daya tampung). Namun demikian terdapat juga kasus kelebihan jumlah siswa pada beberapa SDN tertentu (favorit). Terfokus pada rencana intervensi kebijakan regrouping terhadap persoalan kekurangan jumlah siswa di beberapa SDN, maka perlu juga secara bersamaan dipertimbangkan intervensi kebijakan terhadap kasus kelebihan jumlah siswa pada beberapa SDN tertentu. Sehingga isu kebijakan dapat dipahami dan disepakati bersama, bersifat menyeluruh, adil, dan merata. 5

6 Patut dimaklumi bersama bahwa jumlah SDN di Kota Bekasi (453 unit) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah SD swasta di Kota Bekasi (395 unit). Sedangkan jumlah SMPN (41 unit), SMAN (17 unit), dan SMKN (8 unit) di Kota Bekasi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah sekolah swasta di Kota Bekasi, masing-masing SMPS (266 unit), SMAS (152 unit), dan SMKS (104 unit). 5. Pemetaan Jumlah Peserta Didik pada SDN di Kota Bekasi Pada tabel berikut ini disajikan informasi tentang jumlah sekolah dan jumlah peserta didik SDN per kecamatan di Kota Bekasi. Tabel 5. Pemetaan Jumlah Sekolah dan Jumlah Peserta Didik SDN di Kota Bekasi SDN Masing-masing UPTD Jumlah SDN (sekolah) Jumlah Peserta Didik (orang) Rata-Rata Jumlah Peserta Didik per SDN (orang per sekolah) SDN di Kec. Bekasi Utara SDN di Kec. Bekasi Barat SDN di Kec. Bekasi Timur SDN di Kec. Bekasi Selatan SDN di Kec. Pondok Melati SDN di Kec. Pondokgede SDN di Kec. Jatiasih SDN di Kec. Jatisampurna SDN di Kec. Medan Satria SDN di Kec. Bantargebang SDN di Kec. Rawalumbu SDN di Kec. Mustika Jaya Jumlah Hasil Pemetaan SDN Kota Bekasi, Dewan Pendidikan Tahun 2010 Bila digunakan standar proses, untuk jumlah peserta didik di SDN (26 siswa) dan pola pelayanan peserta didik di SDN 1 shift dan tidak ada kelas paralel (6 rombel), maka dapat dihitung jumlah peserta didik pada sebuah SDN berdaya tampung 156 siswa. Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa rata-rata jumlah peserta didik per SDN di semua kecamatan lebih besar dibandingkan jumlah peserta didik per unit SDN berdasarkan standar proses (1 shift dan tidak ada kelas paralel). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya jumlah SDN di setiap kecamatan umumnya masih diminati dan mampu melayani kebutuhan pendidikan dasar 6 tahun. Berdasarkan rata-rata jumlah peserta didik per SDN, dapat diidentifikasi menjadi 3 (tiga) 6

7 kelompok, (1) Rata-rata jumlah peserta didik per SDN > 600 orang : Kec. Mustikajaya (659 orang); (2) Rata-rata jumlah peserta didik per SDN orang : Kec. Bekasi Utara (452 orang), Kec. Bekasi Barat (393), Kec. Bekasi Timur (351 orang), Kec. Pondok Melati (478 orang), Kec. Pondok Gede (459 orang), Kec. Jatiasih 445 (orang), Kec. Jatisampurna 361 (orang), Kec. Medan Satria (443 orang), Kec. Bantar Gebang (339 orang), dan Kec. Rawalumbu (443 orang); (3) Rata-rata jumlah peserta didik per SDN < 300 orang : Kec. Bekasi Selatan 288 (orang). Identifikasi ini penting untuk melihat apakah terjadi penurunan atau kenaikan jumlah peserta didik per SDN dalam 3-5 tahun ke depan, sehingga dapat memberikan informasi apakah di sebuah kecamatan tertentu, jumlah anak usia SD semakin berkurang atau bertambah (faktor demografi) atau jumlah peserta didik per SDN pada sebuah kecamatan tertentu semakin berkurang karena menguatnya minat masyarakat setempat untuk menyekolahkan ke sekolah dasar swasta terdekat (faktor daya saing). Dalam hal ini, kebijakan untuk tidak mendirikan unit SDN baru di Kota Bekasi merupakan keputusan yang tepat. Sebenarnya pilihan orang tua siswa untuk menyekolahkan anak antar SDN saja bervariasi, sebagai contoh pada sebuah komplek yang terdiri dari 4 (empat) SDN, SDN 1, 2, dan 3 jumlah total peserta didik tidak kurang dari 200 orang, sementara SDN 4 kurang diminati dan memiliki jumlah total peserta didik kurang dari 100 orang. Setelah dicermati faktor penyebabnya sangat kompleks, mulai dari pencitraan sekolah, kinerja guru, kepemimpinan kepala sekolah, kondisi bangunan dan ruang, dan kelengkapan sarana pembelajaran. Ironisnya semakin kurang diminati sebuah SDN oleh orang tua calon siswa di lingkungan tertentu, semakin lemah pula perhatian untuk memulihkan atau merenovasi kondisi bangunan dan ruang, serta pemenuhan kelengkapan sarana pembelajarannya. Untuk faktor penyebab ini digolongkan sebagai faktor ( mismanagement ) atau salah kelola. Pada tabel berikut ini disajikan pemetaan SDN berdasarkan jumlah peserta didik di Kota Bekasi. 7

8 Tabel 6. Pemetaan SDN Berdasarkan Jumlah Peserta Didik di Kota Bekasi SDN Masing-masing UPTD Identifikasi Sekolah Berdasarkan Jumlah Peserta Didik < > > > orang orang Orang orang < 100 orang > orang SDN di Kec. Bekasi Utara SDN di Kec. Bekasi Barat SDN di Kec. Bekasi Timur SDN di Kec. Bekasi Selatan SDN di Kec. Pondok Melati SDN di Kec Pondokgede SDN di Kec. Jatiasih SDN di Kec Jatisampurna SDN di Kec. Medan Satria SDN di Kec Bantargebang SDN di Kec Rawalumbu SDN di Kec. Mustika Jaya Jumlah Hasil Pemetaan SDN Kota Bekasi, Dewan Pendidikan Tahun 2010 Pada Tabel 6 tampak bahwa kondisi SDN di setiap kecamatan cukup bervariasi. Terdapat 26 SDN yang memiliki jumlah peserta didik < 150 orang, tersebar di 7 (tujuh) kecamatan, yakni di Kec. Bekasi Utara (3), Bekasi Barat (1), Bekasi Timur (4), Bekasi Selatan (14), Pondok Melati (1), Jatiasih (1), dan Jatisampurna (2). Kondisi SDN yang kekurangan siswa lebih jelas (< 100 orang) ada 4 SDN, terjadi di Kecamatan Bekasi Utara (1) dan Bekasi Selatan (3). Sementara itu, perlu juga mendapat perhatian terhadap kondisi jumlah peserta didik yang berlimpah (> 600 orang) pada sebuah SDN, profil SDN seperti ini cukup banyak (81 unit sekolah) di Kota Bekasi, bahkan ada 9 SDN yang memiliki jumlah peserta didik > orang. 8

9 6. Kebijakan Regrouping SDN Hakikat kebijakan regrouping SDN (Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan Sekolah Dasar) adalah usaha penyatuan dua unit SD atau lebih menjadi satu kelembagaan (institusi) SD dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan, dengan lingkup penggabungan SD meliputi SD yang terdapat antar desa/kelurahan yang sama dan atau di desa/kelurahan yang berbatasan dan atau antar kecamatan yang berbatasan. Intervensi kebijakan ini ditujukan kepada SD milik pemerintah (SDN) yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun. Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan guru, peningkatan mutu, efisiensi biaya bagi perawatan gedung sekolah, dan sekolah yang ditinggalkan dimungkinkan penggunaannya untuk rencana pembukuan SMP kecil/smp kelas jauh atau setara dengan sekolah lanjutan sesuai dengan kebutuhan setempat untuk menampung lulusan SD. Suparlan (2006) menegaskan kembali tujuan kebijakan merger SDN, yakni : (1) Ingin meningkatkan mutu layanan pendidikan untuk masyarakat. Dalam arti layanan pendidikan yang bermutu. Bukan hanya layanan pendidikan dengan gedung sekolah yang seadanya. Untuk tahun 70-an bolehlah kita masih berpikir seperti itu. Yang penting ada sekolah. Bangunan seadanya, guru juga seadanya, dan fasilitas sekolah pun seadanya. Pada era millennium ketiga, mutu layanan pendidikan menjadi satu keharusan, jika kita mengharapkan adanya hasil pendidikan (outcomes) yang bermutu. Quality was at the heart of education. Mutu pendidikan memiliki lima dimensi yang saling kait mengait, yakni: learners, environments, content, processes, dan outcomes. Pembangunan gedung sekolah yang tidak bermutu pada masa lalu telah mewariskan kepada kita gedung-gedung sekolah yang sudah siap roboh. Kita harus malu terhadap bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang telah membanting meja sekolah di Pulau Seribu setelah melihat mutu fasilitas sekolah yang sangat rendah, dan pemeliharaan fasilitas pendidikan pun demikian rendah di suatu sekolah. Seharusnya, apa yang dilakukan SBY merupakan tamparan bagi kita semua. Bukan hanya untuk kepala sekolah yang telah menerima sanksi mutasi, tetapi juga kita semua, termasuk para perumus kebijakan pendidikan di tingkat nasional. Inilah salah satu isu strategis pendidikan nasional yang harus direvitalisasi; (2) Untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pendidikan. Dengan beberapa sekolah yang terdapat dalam satu kompleks gedung sekolah yang sempit menimbulkan indikasi 9

10 terjadinya proses persaingan yang tidak sehat antara sekolah yang satu dengan yang lain. Sudiyono, dkk., (2009) telah meneliti dan menuliskan bahwa kasus regrouping yang ditelitinya (Kabupaten Sleman) ternyata berhasil dilaksanakan dengan baik, proses penyesuaian setelah regrouping dapat berjalan dengan baik, pada guru, peserta didik, kepemimpinan, dan pembiayaan. Namun ia menunjukkan sejumlah kelemahan pada kasus regrouping yang ditelitinya, yakni bahwa 1) kebijakan regrouping belum didukung oleh kebijakan teknis operasional terkait dengan pengelolaan sarana dan prasarana dan pengelolaan kelas paralel; 2) Kebijakan regrouping memberikan dampak positif bagi efisiensi pendanaan sekolah, tetapi tidak efisien dalam hal pengelolaan aset; dan 3) kebijakan regrouping mengakibatkan terjadinya penurunan ranking prestasi hasil belajar. Bila disimak dari hasil penelitian Sudiyono, dkk. (2009) tersebut, maka hal yang harus dipersiapkan untuk merealisasikan kebijakan regrouping di Kota Bekasi adalah perlunya pedoman pelaksanaan regrouping yang memuat 3 (tiga) item penting, yakni : tatalaksana pengelolaan sarana dan prasarana (aset perlengkapan, ruang, dan bangunan SDN yang digabungkan), tatalaksana penggabungan peserta didik, dan tatalaksana proses pembelajaran yang melibatkan 2 (dua) kelompok guru yang semula berbeda sekolah. Keberhasilan penggabungan peserta didik dan guru memerlukan adaptasi sosial dan akademik. Hasil penelitian Kiemas Rizka (2005) menunjukkan bahwa perencanaan sarana dan prasarana pendidikan SDN yang terkena kebijakan regrouping yang tidak digunakan untuk KBM umumnya sudah direncanakan dan dimusyawarahkan terlebih dulu oleh kedua belah pihak (sekolah yang digabungi dengan yang digabung) yang dihadiri oleh kepala sekolah, guru, komite sekolah kedua SDN serta dihadiri oleh perangkat desa setempat dan Dinas Pendidikan. Dengan demikian tampak jelas dan menjadi lesson learnt bagi Pemerintah Kota Bekasi bahwa proses sosialisasi dan implementasi kebijakan merger SDN memerlukan sikap kooperatif dan partisipatif stakeholders pendidikan SDN, baik yang digabungi maupun yang digabung, sehingga 2 (dua) kepentingan dapat dikelola dan dicapai dengan baik, yakni penerimaan atas isu kebijakan dan kesepakatan atas pengelolaan aset. Hasil penelitian Yuliana (2004) menunjukkan bahwa regrouping mampu berperan dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas penyelenggaran pendidikan di sekolah dasar. Regrouping juga mampu mengatasi 10

11 kekurangan guru sekolah dan meningkatkan mutu pendidikan melalui perbaikan sarana prasarana pendidikan. Lebih jauh penulis berpendapat bahwa regrouping merupakan proses perubahan yang menyangkut 2 (dua) aspek penting, yakni (1) proses perubahan pada manajemen sekolah, baik yang digabungi maupun digabung dan (2) proses perubahan pada pembelajaran, berkaitan dengan adaptasi guru dan peserta didiknya. Hal ini mengindikasikan pula bahwa pertimbangan kebijakan merger SDN semestinya tidak hanya terfokus pada tujuan efesiensi, produktivitas, dan optimalisasi sumber daya, namun juga perhatian terhadap aspek lain yang harus dikelola secara baik selama proses merger SDN itu dilaksanakan, yakni keberlangsungan proses pembelajaran. Bila hal ini tidak dipersiapkan dengan baik, maka kebijakan regrouping akan menimbulkan masalah. Kondisi seperti ini bisa terjadi, sesuai dengan hasil penelitian Marsono (2003) yang menunjukkan bahwa regrouping menimbulkan masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum (pengajaran), kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan ketatalaksanaan, karena pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan, tetapi surat keputusan penggabungan belum terbit. 7. Implementasi Kebijakan Regrouping SDN di Kota Bekasi Ada 3 (tiga) misi utama dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, yaitu: (1) Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah; (2) Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat; dan (3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan. Kesepakatan pada Rapat Kerja Pendidikan Kota Bekasi Tahun 2010 yang merencanakan kebijakan regrouping akan dilaksanakan secara terprogram pada Tahun 2011, dapat didudukkan sebagai salah satu wujud komitmen pemerintah daerah untuk menjalankan misi efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah dan kualitas pelayanan publik. Kegamangan atau keengganan untuk menjalankan (rencana) kebijakan regrouping bisa saja dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertama adanya kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut malah menimbulkan kontroversi penolakan, kedua pertimbangan bahwa kebijakan regrouping tidak menjadi skala prioritas, dan ketiga asumsi bahwa kebijakan dimaksud merupakan suatu beban pekerjaan baru yang harus dikawal dan dikelola secara cermat dan bukan suatu kegiatan/proyek yang menguntungkan baik bagi eksekutif maupun legislatif. Dalih kekhawatiran terjadinya implementation 11

12 gap dan sikap permisif atas kelemahan yang dihadapi organisasi/satuan kerja terkait dalam mengemban tugas implementasi kebijakan ( implementation capacity ) semestinya dapat dihindari dengan perencanaan implementasi kebijakan regrouping yang sistemik dan partisipatif. Kebijakan manapun sebenarnya mengandung risiko kegagalan. Hogwood dan Gunn (1984) membedakan kegagalan dalam dua kategori, yaitu non implementation (tidak terimplementasikan) dan unsuccessful implementation (implemnatasi yang tidak berhasil). Kebijakan yang tidak terimplementasikan mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama, atau mereka telah bekerja secara tidak efisien, bekerja setengah hati, atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan, atau kemungkinan permasalahan yang digarap di luar jangkauan kekuasaannya, sehingga betapapun gigih usaha mereka, hambatanhambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi. Akibatnya, implementasi yang efektif sukar dipenuhi. Implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi karena suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan, semisal terjadi pergantian kekuasaan dan bencana alam. Kebijakan yang memiliki risiko gagal biasanya disebabkan oleh faktorfaktor: pelaksanaannya yang jelek, kebijakannnya sendiri yang jelek atau kebijakan tersebut yang bernasib jelek. Implementasi regrouping juga dipengaruhi oleh rumusan kebijakan yang diambil oleh pengambil kebiijakan. Lemahnya rumusan kebijakan dipengaruhi oleh adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar, adanya pengaruh kebiasaan lama, adanya pengaruh sifat pribadi dan adanya pengaruh keadaan masa lalu. Persoalan lainnya adalah pembuat kebijakan sering melakukan kesalahan terkait dengan cara berpikir yang sempit, adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulang masa lalu, terlampau menyederhanakan masalah, terlampau menggantungkan pada pengalaman seseorang, keputusan yang dilandasi oleh prakonsepsi pembuatan keputusan, tidak adanya keinginan untuk membuat percobaan dan keengganan untuk membuat keputusan (Sudiyono, 2007). Dalam perspektif yang lebih luas untuk kepentingan pemerataan pelayanan publik di bidang pendidikan, sebenarnya kebijakan regrouping SDN juga di satu sisi dapat memberikan manfaat efisiensi pengelolaan dan peningkatan kualitas pembelajaran (dengan adanya penggabungan SDN), di sisi 12

13 lain kebijakan regrouping juga dapat memecahkan persoalan keterbatasan sumber daya lahan untuk kepentingan layanan publik lainnya, termasuk jika dimungkinkan untuk penempatan unit sekolah baru (USB) SMP Negeri atau SMA Negeri atau SMK Negeri yang terlanjur diputuskan untuk menerima peserta didik baru, namun sampai saat ini belum tersedia lahan, bangunan, dan ruang kelasnya. 8. Kesimpulan 1. Proses sosialisasi dan implementasi kebijakan merger SDN memerlukan sikap kooperatif dan partisipatif stakeholders pendidikan SDN, baik yang digabungi maupun digabung, sehingga 2 (dua) kepentingan dapat dikelola dan dicapai dengan baik, yakni penerimaan atas isu kebijakan dan kesepakatan atas pengelolaan aset; 2. Perlunya pedoman pelaksanaan regrouping yang memuat 3 (tiga) item penting, yakni : tatalaksana pengelolaan sarana dan prasarana (aset perlengkapan, ruang, dan bangunan SDN yang digabungkan), tatalaksana penggabungan peserta didik, dan tatalaksana proses pembelajaran yang melibatkan 2 (dua) kelompok guru yang semula berbeda sekolah; 3. Kebijakan regrouping didudukkan sebagai salah satu wujud komitmen pemerintah kabupaten/kota untuk menjalankan misi efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah dan kualitas pelayanan publik. Pustaka : Hogwood, Brian W. dan Lewis A. Gunn (1984). Policy Analysis for the Real World. Oxford University Press. Kiemas Rizka (2004). Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Sekolah Dasar Negeri yang Diregrouping se- Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo. FIP UNY. Martono (2003). Problem-Problem dalam Penyelenggaraan Sekolah Dasar yang Diregrouping di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. FIP UNY. Sudiyono (2007). Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Pendidikan. FIP UNY. Sudiyono, Mada Sutapa, dan Nurtanio Agus Purwanto (2009). Dampak Regrouping Sekolah Dasar Kasus SD Pakem 1 di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. files/penelitian Suparlan (2006). Merger Sekolah Dasar, Begitu Perlukah?. Yuliana, (2004). Pelaksanaan Regrouping di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman Ahun 2002, Kajian Kasus SD Balangan 1 dan SD Sendangrejo. FIP UNY. 13

BAB I PENDAHULUAN. Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar bertujuan untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Penggabungan (Regrouping) Sekolah Dasar bertujuan untuk mengatasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah tentang regrouping sekolah yang tertuang dalam SK Mendagri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan sarana melaksanakan pelayanan belajar dan proses pendidikan. Sekolah jangan hanya dijadikan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA Analisis capaian kinerja dilaksanakan pada setiap sasaran yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan setiap urusan pemerintahan daerah baik urusan wajib maupun urusan pilihan.

Lebih terperinci

REGROUPING SEBAGAI UPAYA EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PENDIDIKAN

REGROUPING SEBAGAI UPAYA EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PENDIDIKAN REGROUPING SEBAGAI UPAYA EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PENDIDIKAN Sudiyono AP FIP UNY Abstrak Pemerintah melalui Mendagri telah mengeluarkan surat Nomor 421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2015 SERI : PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (SISDIKNAS), penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

BAB I PENDAHULUAN. (SISDIKNAS), penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak reformasi bergulir di Indonesia pada tahun 1998, perhatian pemerintah pada bidang pendidikan semakin besar. Hal itu di tandai dengan berbagai macam

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2015 SERI : PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR ISI ABSTRAK..... i KATA PENGANTAR..... ii UCAPAN TERIMAKASIH..... iii DAFTAR ISI..... v DAFTAR TABEL..... viii DAFTAR GAMBAR..... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang... 1 B. Rumusan Masalah.

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Analisis Situasi Strategis S etiap organisasi menghadapi lingkungan strategis yang mencakup lingkungan internal dan eksternal. Analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terus menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang:

Lebih terperinci

PPDB ONLINE 2017/2018 KOTA BEKASI

PPDB ONLINE 2017/2018 KOTA BEKASI PPDB ONLINE 2017/2018 KOTA BEKASI DASAR HUKUM PPDB TAHUN 2017/2018 Permendikbud No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses PERDA Kota Bekasi No.13 Tahun2014 Tentang Pengelolaan dan Penyenggaraan Pendidikan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK TAHUN ANGGARAN 2009 DAMPAK REGROUPING SEKOLAH DASAR: KASUS SDN PAKEM 1 KECAMATAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK TAHUN ANGGARAN 2009 DAMPAK REGROUPING SEKOLAH DASAR: KASUS SDN PAKEM 1 KECAMATAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK TAHUN ANGGARAN 2009 DAMPAK REGROUPING SEKOLAH DASAR: KASUS SDN PAKEM 1 KECAMATAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN Oleh: Sudiyono, M.Si. Mada Sutapa, M.Si. Nurtanio Agus Purwanto, M.Si.

Lebih terperinci

2) Pendidikan Menengah. rasio guru dan murid. a) Angka Partisipasi Sekolah (APS)

2) Pendidikan Menengah. rasio guru dan murid. a) Angka Partisipasi Sekolah (APS) diantara angka 1,54 1,67. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada guru yang harus bertanggungjawab pada lebih dari 1 (satu) rombongan belajar (kelas). 2) Pendidikan Menengah Fokus pelayanan pendidikan

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN. Rekapitulasi Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN. Rekapitulasi Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DPA-SKPD 2.2 PEMERINTAH KOTA BATAM Tahun Anggaran 2013 Urusan Pemerintahan : 1.01. PENDIDIKAN Organisasi : 1.01.18. DINAS PENDIDIKAN KOTA BATAM

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 15 2017 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN

Lebih terperinci

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada BAB I PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 7 2016 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 41 2013 SERI : E SIPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN SEKOLAH DASAR NEGERI DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN

KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN I. Arah Kebijakan 1. Menyediakan pelayanan pendidikan dasar yang berkualitas yang dapat diakses oleh seluruh anak usia

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 53 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasayarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut

Lebih terperinci

Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012

Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012 Latihan: UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH 2012 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X) huruf A, B, C, atau D pada lembar jawaban! 1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran akan pentingnya lingkungan dapat mewujudkan rasa tanggung jawab bagi warga

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KENDARI DINAS PENDIDIKAN KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA Jl. Balai Kota III No.44 Tlp./Fax. (0401) Kendari

PEMERINTAH KOTA KENDARI DINAS PENDIDIKAN KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA Jl. Balai Kota III No.44 Tlp./Fax. (0401) Kendari PEMERINTAH KOTA KENDARI DINAS PENDIDIKAN KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA Jl. Balai Kota III No.44 Tlp./Fax. (0401) 3126540 Kendari KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA KOTA KENDARI Nomor :

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 2012 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN ACEH TENGGARA

KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 2012 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN ACEH TENGGARA Buku Laporan Hasil Perhitungan SPM Pendidikan Dasar Dengan Menggunakan TRIMS KABUPATEN ACEH TENGGARA TAHUN 212 DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN ACEH TENGGARA 2 Laporan Standar Pelayanan Minimal

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM REGROUPING SD NEGERI TUKANG 01 DAN SD NEGERI TUKANG O2 KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG TESIS

EVALUASI PROGRAM REGROUPING SD NEGERI TUKANG 01 DAN SD NEGERI TUKANG O2 KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG TESIS EVALUASI PROGRAM REGROUPING SD NEGERI TUKANG 01 DAN SD NEGERI TUKANG O2 KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG TESIS Oleh Maria Tri Erowati 942015029 MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA

Lebih terperinci

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah

1. Seluruh Komponen Pelaku Pembangunan dalam rangka Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan Penyelenggaraan Tugas Pembangunan Daerah PAPARAN MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BEKASI TAHUN 2014 Bekasi, 18 Maret 2013 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI PENDAHULUAN RENCANA KERJA PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor yang paling mendasar dalam siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life education). Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas, sehat, jujur, berakhlak mulia, berkarakter, dan memiliki kepedulian sosial

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merubah peran yang diberikan kepada kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dibandingkan dengan

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN NOMOR DPA SKPD DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN.0..0.8. 00 00 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DPA-SKPD 2.2 PEMERINTAH KOTA BATAM TAHUN ANGGARAN 205 Urusan Pemerintah :.0. PENDIDIKAN Organisasi :.0.8. DINAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pentingnya peningkatan kualitas pendidikan sebagai prasyarat mempercepat terwujudnya suatu masyarakat yang demokratis, pendidikan yang berkualitas tidak hanya

Lebih terperinci

Banyuwangi Tahun telah ditetapkan melalui surat. : 421/ 159/ /2014 tanggal 23 September Berdasarkan

Banyuwangi Tahun telah ditetapkan melalui surat. : 421/ 159/ /2014 tanggal 23 September Berdasarkan KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2015 telah ditetapkan melalui surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi Nomor : 421/ 159/429.101/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia, berkepribadian, cerdas dan memiliki keterampilan hidup sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. mulia, berkepribadian, cerdas dan memiliki keterampilan hidup sejahtera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam pengembangan potensi diri dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berbudaya, berakhlak mulia, berkepribadian,

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

Hasil Perhitungan SPM

Hasil Perhitungan SPM THE WORLD BANK Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Utara Juli 2012 Buku Laporan Hasil Perhitungan SPM Menggunakan Aplikasi TRIMS (Tool for Reporting and Information Management by Schools)

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 16

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 16 TARGET SASARAN MISI 212 213 214 215 216 217 218 218 Siswa Miskin Penerima Beasiswa untuk Menempuh Pendidikan Dasar % 65,62 68,13 7,65 71,9 73,16 74,42 74,42 74,42 Dinas Pendidikan Jumlah siswa miskin SD/MI/SMP/MTs

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang merupakan salah satu pilar pendidikan yaitu masyarakat, karena kegiatannya berlangsung di lingkungan masyarakat dari

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yaitu: Melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yaitu: Melindungi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yaitu: Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dampak diberlakukannya Undang Undang tentang otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya kebijakan pemerintah dengan kehadiran UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah telah membawa dampak yang cukup besar dalam berbagai aspek pemerintahan

Lebih terperinci

K E P U T U S A N KEPALA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KENDAL NOMOR 420/5998/DISDIKBUD/2017 T E N T A N G

K E P U T U S A N KEPALA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KENDAL NOMOR 420/5998/DISDIKBUD/2017 T E N T A N G K E P U T U S A N KEPALA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KENDAL NOMOR 420/5998/DISDIKBUD/2017 T E N T A N G PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU DI LINGKUNGAN PEMBINAAN DINAS PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Menimbang PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV P E N U T U P

BAB IV P E N U T U P BAB IV P E N U T U P Sebagai bagian penutup dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dapat disimpulkan bahwa secara umum Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal telah memperlihatkan pencapaian

Lebih terperinci

NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA

NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 20 TAHUN 2010 TANGGAL 31 AGUSTUS 2010 NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I

BAB I PENDAHULUAN BAB I BAB I BAB I 1 A Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) merupakan perwujudan dari tekad melakukan reformasi pendidikan untuk menjawab tuntutan

Lebih terperinci

Rencana Strategik (Renstra) Fakultas Ekonomi Bab 1. Pendahuluan. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Rencana Strategik (Renstra) Fakultas Ekonomi Bab 1. Pendahuluan. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Rencana Strategik (Renstra) 2011-2015 6 Bab 1 Pendahuluan Rencana Strategik (Renstra) 2011-2015 7 1.1. Latar Belakang Amanat yang terkandung di dalam Undang undang Dasar 1945 adalah salah satunya mencerdaskan

Lebih terperinci

2015 ANALISIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA

2015 ANALISIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan alat yang efektif untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kota Pekalongan Tahun 2014 BAB IV PENUTUP

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kota Pekalongan Tahun 2014 BAB IV PENUTUP BAB IV PENUTUP Sebagai bagian penutup dari Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kota Pekalongan Tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa secara umum Pemerintah Kota Pekalongan telah memperlihatkan pencapaian

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Pengeluaran Per Kapita Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bekasi bahwa jumlah rumah tangga sebanyak 428,980 dengan jumlah anggota rumah tangga

Lebih terperinci

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL Lampiran. 200 20 202 203 204 2 3 4 5 6 7 8 9 PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 67,7 68 68,5 7 72,2 DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA. Meningkatkan indek kualitas pembangunan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

Makna yang tersurat dalam rumusan tujuan tersebut

Makna yang tersurat dalam rumusan tujuan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dari pada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah. Sedangkan

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DPPA - SKPD 2.2

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DPPA - SKPD 2.2 Halaman : 1 DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DPPA - SKPD. PEMERINTAH KOTA TAHUN ANGGARAN 015 Urusan Pemerintahan Organisasi : 1.01. - PENDIDIKAN : 1.01.18. - Rekapitulasi

Lebih terperinci

RINGKASAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN TATA KELOLA DAN AKUNTABILITAS PENDIDIKAN DASAR DI SULAWESI SELATAN

RINGKASAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN TATA KELOLA DAN AKUNTABILITAS PENDIDIKAN DASAR DI SULAWESI SELATAN RINGKASAN PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN TATA KELOLA DAN AKUNTABILITAS PENDIDIKAN DASAR DI SULAWESI SELATAN Oleh: Darwing Paduppai, Suradi, & Sabri I. PERMASALAHAN PENELITIAN Komite sekolah

Lebih terperinci

PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DALAM PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) DI SMA SE-KABUPATEN SLEMAN

PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DALAM PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) DI SMA SE-KABUPATEN SLEMAN PARTISIPASI KOMITE SEKOLAH DALAM PENYUSUNAN RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) DI SMA SE-KABUPATEN SLEMAN ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M) Pedoman Untuk Kepala Sekolah/Madrasah Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M) (Edisi September 2011) Untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Pada misi IV yaitu Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal terdapat 11

Lebih terperinci

Statistik Pendidikan Dasar Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2011/2012

Statistik Pendidikan Dasar Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2011/2012 Statistik Pendidikan Dasar Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2011/2012 EUROPEAN UNION LEMBAR PENGESAHAN STATISTIK PENDIDIKAN DASAR TP. 2011/2012 KABUPATEN BANJARNEGARA Mengetahui/Mengesahkan: KEPALA

Lebih terperinci

Arah Kebijakan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana

Arah Kebijakan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Arah Kebijakan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP Staf Ahli Mendikbud Bidang Sosial dan Ekonomi Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

Bandung, Januari 2014 KEPALA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT, Prof. Dr. H. MOH. WAHYUDIN ZARKASY, CPA. Pembina Utama Madya NIP.

Bandung, Januari 2014 KEPALA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT, Prof. Dr. H. MOH. WAHYUDIN ZARKASY, CPA. Pembina Utama Madya NIP. PENGANTAR Dimensi Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) seutuhnya telah menjadi bagian dari cita-cita atau tujuan (goals) bangsa Indonesia, sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, yakni : melindungi

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR DUA BELAS TAHUN DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. A. Rasional Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2014 SERI :E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PENYELENGGARAAN BANTUAN SISWA MISKIN DI SEKOLAH SWASTA YANG ANGGARANNYA BERSUMBER DARI

Lebih terperinci

PENERAPAN MUTU PENDIDIKAN PADA SATUAN PENDIDIKAN

PENERAPAN MUTU PENDIDIKAN PADA SATUAN PENDIDIKAN PENERAPAN MUTU PENDIDIKAN PADA SATUAN PENDIDIKAN Suplemen MK Pengelolaan Oleh: Suryadi, M.Pd Mutu pendidikan didasarkan atas mutu input, mutu proses, dan mutu output/ outcome, sebagaimana termuat pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA A. PERENCANAAN STRATEJIK VISI DAN MISI 1. Pernyataan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK PADA SATUAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan merupakan suatu kawasan yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA BEKASI. SURAT EDARAN Nomor 900/6951-BPKAD Tentang

WALIKOTA BEKASI. SURAT EDARAN Nomor 900/6951-BPKAD Tentang WALIKOTA BEKASI Bekasi, 18 November 2015 Kepada, Yth. 1. Kepala SKPD Terlampir 2. Masyarakat Kota Bekasi di - Bekasi SURAT EDARAN Nomor 900/6951-BPKAD Tentang Tindaklanjut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri

Lebih terperinci