BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan,"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian Kemiskinan Menurut Mubyarto (1998:4) kemiskinan merupakan salah satu situasi serba kekurangan dan disebabkan terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Menurut Todaro (2002:200) salah satu generalisasi (anggapan sederhana) yang terbilang paling valid mengenai penduduk miskin adalah bahwa mereka pada umumnya bertempat tinggal di daerah daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang bidang pertanian dan kegiatan kegiatan lainnya yang erat berhubungan dengan sektor ekonomi tradisional. Pada umumnya ahli-ahli ekonomi berpendapat bahwa untuk membandingkan tingkat kesejahteran seseorang dapat dilakukan dengan membandingkan tingkat konsumsi mereka. Hal ini mengingat tingkat konsumsi mudah diukur dan dapat dikualifikasikan dengan mudah, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kondisi dimana seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya, hak dasar tersebut antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, serta 12

2 rasa aman dari tindak kekerasan dan dapat berpartisipasi di dalam kehidupan sosial politik. Menurut Suparlan (1984:12) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah; yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Tolok ukur yang digunakan adalah batasan tingkat pendapatan per waktu kerja (Rp ,00 per bulan atau lebih rendah) yang dibuat berdasarkan atas batas minimal jumlah kalori yang dikonsumsi per orang yang diambil persamaannya dalam beras adalah 320 kg beras dan di kota 420 kg per tahunnya (Sajogyo dalam Subagyo, 2000:13). Pengertian kemiskinan itu amat luas tetapi para ahli ekonomi mengelompokkan ukuran kemiskinan menjadi 2 macam yaitu: pertama, kemiskinan absolut yang diartikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan dari suatu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, pemukiman, kesehatan, dan pendidikan. Ukuran ini dikaitkan dengan batasan pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak. Seseorang yang mempunyai pendapatan di bawah kebutuhan minimum maka orang tersebut dikatakan miskin. Kedua, kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang berkaitan dengan distribusi pendapatan yang mengukur ketidakmeretaan. Dalam kemiskinan relatif ini seseorang yang telah mampu memenuhi kebutuhan minimumnya belum tentu disebut tidak miskin. Kondisi seseorang atau keluarga apabila dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya mempunyai pendapatan yang 13

3 lebih rendah, maka keluarga tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Dengan kata lain kemiskinan ditentukan oleh keadaan sekitarnya dimana orang tersebut tinggal ( Arsyad, 1997: 70-71) Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan Menurut Friedman ( 1981; dalam Tadjuddin, 1995:261) kemiskinan di kota erat kaitannya dengan langkanya peluang kerja yang produktif. Dalam banyak kasus penghasilan mereka hanya dapat digunakan untuk menutupi kebutuhan sehari hari meskipun mereka telah bekerja keras. Jadi dapat dikatakan bahwa kemiskinan lebih di sebabkan oleh keadaan ekonomi. Menurut Geertz (1974) dalam Tadjuddin (1995:275) kemiskinan pedesaan muncul sebagai akibat dari adanya pertanian, beliau berpendapat bahwa adanya mekanisme pembagian penghasilan dengan melanggengkan derajat homogenitas sosial ekonomi. Geertz berkilah bahwa struktur pemilikan tanah yang timpang berarti mencerminkan ketidaksamaan penghasilan masyarakat pedesaan. Menurut Zadjuli (1995:23) faktor penyebab kemiskinan di Dunia termasuk di Indonesia sebagai berikut : a. Kemiskinan karena kolonialisme Masyarakat miskin diakibatkan oleh penjajahan yang memeras suatu bangsa dalam kurun waktu yang lama. Seperti halnya Nepal (U$ 170), Banglades (U$ 210), India (U$ 350) dan Pakistan (U$ 380), yaitu berkat jajahan Inggris. b. Miskin karena tradisi sosio kultural seperti : Suku Dayak di pedalaman Kalimantan, Suku Kubu dan Suku di Sumatra. 14

4 c. Miskin karena Terisolasi Kemiskinan karena lokasi tempat tinggal terisolasi, misalnya orang Mentawai di Kepulauan Mentawai, Suku Tengger di Jawa Timur d. Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural terdiri dari struktur kekuasaan ekonomi dan persaingan yang berat setelah menjadikan Negara Utara dan Negara Selatan katulistiwa kebanyakan miskin. Persaingan yang tidak seimbang antara daerah yang mempunyai keunggulan komparatif dengan sekitarnya justru tidak mempunyai keunggulan komparatif. Ketimpangan yang dimaksud meliputi: ketimpangan pemilikan lahan, pemilikan modal, dan struktur kualitas sumber daya manusia Ukuran Kemiskinan Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan memang tidak mudah untuk mengukurnya. Namun demikian, dibawah ini akan dijelaskan 3 macam ukuran kemiskinan yang umum digunakan yaitu, 1. Kemiskinan Absolut Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara baik. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin atau sering disebut garis batas kemiskinan. Jadi konsep ini dimaksudkan 15

5 untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup ( Todaro, 2002 ). Selanjutnya kriteria untuk garis kemiskinan dengan asumsi pendapatan per kapita per tahun dalam nilai yang disamakan dengan beras. Garis kemiskinan yang digunakan ada tiga, dengan membedakan daerah pedesaan dan perkotaan. Untuk daerah pedesaan penduduk dengan konsumsi beras kurang dari 240 kg per kapita per tahun dapat digolongkan miskin. Di daerah perkotaan adalah 360 kg per tahun (Sajogyo dalam Subagyo, 2000:13). 2. Kemiskinan Relatif Menurut Arsyad (1999:232), kemiskinan relatif yang berkaitan dengan distribusi pendapatan perorangan digunakan Gini Ratio yang merupakan ukuran derajat ketidakmeratan distribusi pendapatan dalam suatu negara yang diperoleh dengan menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurve Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana terdapat Kurve Lorenz tersebut seperti yang direkomendasikan Bank Dunia klasifikasi Gini Ratio adalah sebagai berikut : pertama, ketidakmerataan tinggi = 0,50-0,70. kedua, ketidakmerataan sedang = 0,30-0,49 dan ketiga, ketidakmerataan rendah = 2,20-0,36 16

6 Gambar 2.1 Kurva Lorenz D % pendapatan A Kurva lorentz B % penduduk C Sumber : Arsyad (1999:232) Pada gambar 2.1 koefisien gini ditunjukkan oleh perbandingan antara daerah yang diarsir A dengan luas segitiga BCD. Koefisien gini merupakan ukuran ketidak merataan agregat dan nilainya terletak antara O (kemerataan sempurna) sampai 1 (ketidak merataan sempurna). 3. Kemiskinan Politik Menurut Ellis (Tadjudin, 1995:253) kemiskinan politik menekankan pada derajat akses terhadap kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud mencakup tatanan sistem sosial (politik) yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan sekelompok orang/tatanan sistem sosial yang menentukan alokasi penggunaan sumber daya. 17

7 2.1.4 Kriteria keluarga miskin Menrut BPS Provinsi Bali, (2005:4-5) kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin apabila: 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/bersam-sama dengan rumah tangga lain 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain 5. Sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan 7. Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/Poliklinik 12. Sumber Penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan pekerjaan lainya dengan pendapatan di bawah Rp ,- per bulan 18

8 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal RP ,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, atau barang modal lainnya Jika minimal 9 (sembilan) dari 14 (empat belas) variabel terpenuhi sebagai rumah tangga miskin Program Penanggulangan Kemiskinan Sejak tahun 1960-an pemerintah telah berupaya menanggulangi kemiskinan dengan strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat melalui Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (PENASBEDA), akan tetapi usaha pemerintah tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena di sebabkan oleh terjadi krisis politik pada tahun Program tersebut dimulai lagi sejak tahun 1970-an melalui PELITA, sasaran yang ingin ditempuh oleh pemerintah adalah kelompok kelompok masyarakat yang berada di Desa tertinggal dengan memberikan dana bergulir yang ketentuannya di sepakati secara musyawarah oleh masing masing kelompok masyarakat. Menurut Mubyarto (2001:143) program program Jaring Pengaman Sosial (JPS) tetap merupakan program program penyelamatan bagi penduduk miskin. Padahal 12,3 juta orang tidak lagi miskin (hanya miskin sementara), maka tidak pada tempatnya pemerintah Indonesia yang benar benar sudah jatuh miskin memaksakan diri untuk melaksanakan program program darurat yang 19

9 demikian, lebih lebih jika dananya berasal dari utang luar negeri. Program JPS ini diubah bentuknya menjadi program program penaggulangan kemiskinan gaya lama seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang benar benar mampu memperdayakan ekonomi rakyat yang pada umumnya sudah pulih seperti kondisi sebelum krisis ekonomi. Setiap program penanggulangan kemiskinan yang digulirkan oleh pemerintah memiliki tujuan masing masing. Adapun program program penenggulangan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah berdasarkan tujuan diselenggarakannya program tersebut adalah : 1. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar diantaranya, a. Pelayanan pendidikan kepada keluarga miskin bertujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain. Komponen kebijakan ini adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). BOS diperuntukkan dalam penyelenggaran pendidikan, sedangkan BKM ditujukan untuk pemberian beasiswa bagi siswa wajib belajar dari keluarga miskin. b. Pelayanan kesehatan kepada keluarga miskin bertujuan meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk miskin dengan terselenggaranya pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan jaringannya, serta rawat inap kelas III di rumah sakit. 20

10 c. Penyadiaan sarana dan prasarana desa dilakukan di daerah yang dikategorikan banyak dihuni keluarga miaskin yang dilakukan dengan tujuan memberikan lapangan kerja dan perluasan lapangan uasah kepada keluarga miskin. 2. Peningkatan Kesempatan Kerja. Pelaksanaan kebijakan peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin diarahkan pada kegiatan kegiatan : a. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) PPK memiliki tujuan meningkatkan penghasilan kepada masyarakat miskin desa, PPK sendiri dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri. b. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ( P2KP) P2KP bertujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin secara ekonomi, sosial, dan lingkungan di kawasan kelurahan. c. Program Peningkatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K) P4K dilaksanakan oleh Departemen Pertanian. P4K bertujuan menumbuhkan kemandirian dan memberdayakan masyarakat pra sejahtera di pedesaan agar bersedia dan mampu menjangkau fasilitas yang tersedia untuk mengembangkan agribisnis agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga miskin. d. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) PEMP dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Program ini brtujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembanga kultur kewirausahaan, penguatan lembaga keuangan mikro, 21

11 penggalangan partisipasi masyarakat, dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan, PEMP ini dimulai dari tahun Efektivitas Menurut Subagyo (2000:23) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang telah ditetapkan, tingkat evektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Apabila realisasi program 1 persen sampai dengan 50 persen dari target termasuk efektivitas rendah, sedangkan apabila realisasi program antara 51 sampai dengan 100 persen dari target, termasuk efektivitas tinggi. Menurut Manurung (1996:50-54) mengatakan bahwa untuk mengetahui dampak pemberian kredit kepada masyarakat dapat dilihat pengaruhnya terhadap pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:134) efektivitas merupakan ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya, apakah suatu organisasi telah mencapi tujuannya maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan secara efektif Efesiensi Bastian (2002:336), menyatakan bahwa efisiensi adalah hubungan antara input dengan output yakni penggunaan barang dan jasa yang dibeli oleh organisasi 22

12 untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan antara input dengan output. Mardiasmo (2002:232), menyatakan bahwa pengukuran efisiensi bertujuan: 1) Untuk menentukan apakah suatu entitas telah memperoleh, melindungi, dan menggunakan sumber dayanya secara hemat dan efisien 2) Untuk menentukan penyebab ketidak hematan dan ketidak efisienan 3) Untuk menentukan apakah entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan kehematan dan keefisienan. Pemberdayaan ekonomi rakyat dalam kerangka pengentasan kemiskinan sangatlah penting untuk mengetahui potensi ekonomi lokal dari berbagai sektor selain juga perlunya mengetahui potensi sumberdaya manusianya. Tingkat efektivitas dapat dievaluasi terkait dengan Variabel input, proses, dan output. Variabel input meliputi: tujuan program, ketepatan sasaran, dan juga sosialisasi. Variabel proses meliputi: ketepatan pemanfaatan kartu Jamkesmas dan pemantauan dari petugas, sedangkan variabel output meliputi: kondisi ekonomi setelah menerima bantuan dan juga pengeluaran keluarga setelah mendapat bantuan. Dalam Pedoman Komite Penanggulangan Kemiskinan disebutkan bahwa efektivitas merupakan upaya penyempurnaan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyusunan upaya/kegiatan dan pengambilan keputusan yang akan datang. Dengan demikian, system monitoring dan efektivitas 23

13 dalam pelaksanaan strategi Penanggulangan Kemiskinan perlu didukung oleh mekanisme pelaksanaan yang dapat berjalan secara berkelanjutan dan indikator kinerja pembangunan yang berbasis kepada ketersediaan data yang cukup akurat serta terkini(aktual) Dampak Program Dampak program adalah merupakan akibat dan pengaruh lanjutan dari hasil program ( Biro Analisis Pelaksanaan Program BKKBN Pusat, 1986:10). Subagyo (2000:23) menyebutkan 2 (dua) dampak utama dan bantuan dana (kredit mikro) yakni peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan peluang usaha atau kerja. Untuk mengetahui dampak bantuan kepada masyarakat penerima bantuan program penanggulangan kemiskinan adalah dampaknya terhadap pendapatan masyarakat. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan program penanggulangan kemiskinan menberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima bantuan program penanggulangan kemiskinan. 24

14 2.1.9 Landasan Hukum Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu ( Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat berdasarkan pada: a. Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat ligkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelikara oleh negara, sedangkan ayat (3) bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak. b. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehtan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495) c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara nomor 4286) d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 No.5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355). e. Undang-Undang Nomor15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran 25

15 Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400) f. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 No.116, Tambahan Lembaran Negara No.4431) g. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negra Tahun 2004 nomor 125, Tambahan Lembaran Negara nomor 8 tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 nomor 108, Tambahan Lembaran Negara No.4548) h. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637) i. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara nomor 4778) j. Peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 No.49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637) 26

16 k. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737) l. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 No.89, Tambahan Lembaran Negara No.4741) m. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republuk Indonosia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No.94 Tahun 2006 n. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan Sasaran dan Tujuan Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Kemiskinan dan penyakit terjadi saling kait-mengait, dengan hubungan yang tidak akan pernah putus terkecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap penyakit, karena mereka mengalami gangguan sebagi berikut: menderita gizi buruk, pengetahuan kesehatan kurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman buruk dan juga biaya kesehatan tidak tersedia. Sebaliknya, kesehatan 27

17 mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi sebagai berikut: produktivitas kerja tinggi, pengeluaran berobat rendah, investasi dan tabungan memadai, tingkat pendidikan maju, tingkat fertilitas rendah, dan stabilitas ekonomi mantap. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang kesehatan( menetapkan bahwa setiap individu berhak mendapatkan pelayanan kesehatan karena setiap individu, keluarga da masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angaka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun(BPS 2007). Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak tahun 2005 telah diupayakan untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK nomor 28

18 1241/Menkes/SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini dalam perjalanannya terus diupayakan untuk ditingkatkan melalui perubahanperubahan sampai dengan penyelenggaraan program tahun perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari kas negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit, penempatan pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim koordinasi di tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero) dalam,manajemen kepesertaan. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin, program ini berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran. Program pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Jaminan Kesehatan Masyarakat ini memiliki tujuan umum yakni, agar meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit, meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Sasaran program ini adalah masyarakat 29

19 miskin dan tidak mampu diseluruh Indonesia, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Sebelumnya Pada penelitian Suweta (2003) yang diteliti adalah mengenai Efektivitas Program Gianyar Sejahtera dalam Pengentasan Keluarga Pra Sejahtera di Kabupaten Gianyar. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh sebanyak 8,.86 persen responden telah berhasil dientaskan ketahapan yang lebih tinggi, diantaranya 62,90 persen naik ke KS I, 12,36 persen naik ke KS II dan 6,99 persen naik ke KS III. Walaupun tingkat pendapatan mengalami kenaikan yang cukup signifikan setelah menerima bantuan namun peningkatan pendapatan tersebut belum mampu mengentaskan keluarga pra sejahtera aitu sebanyak 17,74 persen. Perbedaan penelitian Suweta (2003) dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya mengenai Efektivitas Program Gianyar Sejahtera dalam Pengentasan Keluarga Pra Sejahtera di Kabupaten Gianyar. Sedangkan pada penelitian ini mengenai Efektivitas Program Penenggulangan Kemiskinan pada Masyarakat Pesisir di Kelurahan Serangan Kecamatan Denpasar Selatan.. Persamaanya adalah sama sama meneliti tenteng Efektivitas program pemerintah. Penelitian yang kedua, dilakukan oleh Sudira (2004) berjudul Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus di Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan). Pada penelitian sebelumnya menganalisa tentang Efektivitas Program usaha Ekonomi Desa (UED) dan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu Taskin) diukur dengan empat variable, yaitu: tingkat 30

20 pencapaian tujuan program, ketepatan sasaran program, ketepatan penggunaan dan pengembalian dana program. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan secara umum bahwa, program penanggulangan kemiskinan yaitu UED dan Gerdu Taskin efektivitasnya cukup tinggi dan berdampak positif terhadap pendapatan dan kesempatan kerja. Perbedaan penelitian Sudira (2004) dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya mengenai Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus di Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan). Sedangkan pada penelitian ini mengenai Efektivitas Program Penenggulangan Kemiskinan pada Masyarakat Pesisir di Kelurahan Serangan Kecamatan Denpasar Selatan.. Persamaanya adalah sama sama meneliti tenteng Efektivitas program pemerintah. Penelitian ketiga dilakukan oleh Maria(2007), yang diteliti adalah mengenai efektivitas program pemberian dana subsidi langsung tunai (SLT) di Kelurahan Dauh Puri Kaja Kecamatan Denpasar barat dengan menggunakan metode analisis statistic sederhana. Penghitungan efektivitas dari program SLT yang dilihat dari 3 variabel yaitu variable input, proses dan output. Dalam prnrlitian tersebut disebutkan bahwa variabel input didalam pemberian SLT adalah efektif sedangkan pada vaiabel proses dan output tidak efektif. Perbedaan penelitian Maria (2007) dengan penelitian ini adalah : pertama, daerah penelitian sebelumnya mengambil tempat di Kelurahan Dauh Puri Kaja sedangkan penelitian ini mengambil tempat di Kelurahan Serangan. Kedua, pada 31

21 penelitian sebelumnya yang diteliti tentang program pemberian SLT sedangkan pada penelitian ini meneliti tentang program Jaminan Kesehatan Masyarakat. 2.3 HIPOTESIS Berdasarkan pokok permasalahan yang di dukung dengan teori-teori yang relevan, maka hipotesis yang dapat diajukan untuk penelitian ini adalah diduga, tingkat efektivitas program Jaminan Kesehatan Masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan pada masyarakt pesisir di Kelurahan Serangan Kecamatan Denpasar Selatan efektif. 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. subyektif sifatnya. Kemiskinan memang dapat diukur dari sisi ekonomi, akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. subyektif sifatnya. Kemiskinan memang dapat diukur dari sisi ekonomi, akan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan mempunyai banyak dimensi dan sangat situsional serta subyektif sifatnya. Kemiskinan memang dapat diukur dari sisi

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 7 TAHUN 2014 PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN MERAUKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menghantui Bangsa Indonesia saat ini adalah masalah pengangguran dan masalah kemiskinan. Kedua permasalahan ini

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAPAK/IBU ANGKAT RUMAH TANGGA SASARAN OLEH PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Nelayan Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan garis pantai lebih dari 81.000 km. Dari 67.439 desa di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu unsur penting yang harus dimiliki manusia untuk mencapai kesejahteraan.

BAB I PENDAHULUAN. satu unsur penting yang harus dimiliki manusia untuk mencapai kesejahteraan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penentu bagi kesejahteraan sosial. Orang yang sejahtera bukan saja orang yang memiliki pendapatan atau rumah yang memadai. Melainkan pula

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian kesejahteraan sosial Menurut Wickenden (Basuki 1995:5) kesejahteraan sosial mencakup perundangundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah salah satu program bantuan bersyarat dari pemerintah berupa pemberian uang tunaiuntuk masyarakat miskindi Indonesia.

Lebih terperinci

Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari

Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Keluarga Sejahtera Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat Menteri Negara Kependudukan BKKBN

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Menurut Arsyad (1999), kemiskinan itu bersifat multi dimensional, yang artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk mewujudkan kondisi tersebut. Disamping itu berbagai upaya

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk mewujudkan kondisi tersebut. Disamping itu berbagai upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang sejahtera merupakan kondisi yang ideal menjadi dambaan setiap warga masyarakat. Oleh sebab itu wajar apabila berbagai upaya dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO 1948), menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO 1948), menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak-hak dasar manusia yang harus dipenuhi, baik yang memiliki status sosial tinggi maupun yang status sosialnya rendah. Konstitusi Organisasi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan tidak dapat ditakar hanya dengan kemampuan memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan tidak dapat ditakar hanya dengan kemampuan memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena kemiskinan atau sering disebut sebagai lingkaran setan kemiskinan, dapat diibaratkan seperti benang kusut yang sangat susah dibenahi. Kemiskinan tidak

Lebih terperinci

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS)

Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Perilaku Merokok Penerima Jamkesmas/Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Dr. H. Sandu Siyoto, S.Sos., SKM., M.Kes (Ketua Stikes Surya Mitra Husada Kediri Jawa Timur) Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena itu, kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB 16 PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB 16 PENANGGULANGAN KEMISKINAN BAB 16 PENANGGULANGAN KEMISKINAN Kemiskinan di Indonesia merupakan kemiskinan multidimensi. Berbagai kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan diarahkan ke dalam bentuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Pustaka Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah kopi. Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah Negara tidak akan pernah lepas dari suatu masalah yang bernama Kemiskinan. Semua Negara, terutama pada Negara Negara berkembang, pasti dihadapkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari era globalisasi, dimana pelaksanaan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

RESPON MASYARAKAT TERHADAP JAMKESMAS SEBAGAI UPAYA PELAYANAN KESEHATAN

RESPON MASYARAKAT TERHADAP JAMKESMAS SEBAGAI UPAYA PELAYANAN KESEHATAN Interview guide RESPON MASYARAKAT TERHADAP JAMKESMAS SEBAGAI UPAYA PELAYANAN KESEHATAN A. Profil informan Nama ; Umur : Jenis kelamin : Pendidikan : Pekerjaan : Penghasilan perbulan : B. Pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bahwa pada hakekatnya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bahwa pada hakekatnya pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan sarana yang penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bahwa pada hakekatnya pembangunan nasional itu adalah pembangunan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN KEMISKINAN HLM, LD Nomor 4 SERI D

PENANGGULANGAN KEMISKINAN HLM, LD Nomor 4 SERI D PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 2 PENANGGULANGAN KEMISKINAN 19 HLM, LD Nomor 4 SERI D TAHUN 2016 TENTANG ABSTRAK : - bahwa dalam rangka memenuhi hak dan kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 13 TAHUN 20II TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN,

PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 13 TAHUN 20II TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN PACITAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, BUPAT PACTAN PERATURAN BUPAT PACTAN NOMOR 13 TAHUN 20 TENTANG NDKATOR KELUARGA MSKN D KABUPATEN PACTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPAT PACTAN, Menimbang Meagiogat a. b. : c. d. 2. \ 3. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dibidang kesehatan merupakan unsur yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dibidang kesehatan merupakan unsur yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dibidang kesehatan merupakan unsur yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak bumi merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta jumlah dan persediaan yang terbatas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

: Sekretaris Daerah Kota Medan

: Sekretaris Daerah Kota Medan Informan : Sekretaris Daerah Kota Medan 1. Database peserta Jamkesmas 2011 masih mengacu pada data makro BPS Tahun 2008, dan ditetapkan by name by address oleh Bupati/Walikota. Dengan demikian masih banyak

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar masnusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015

Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015 Rapat Koordinasi TKPK Tahun 2015 dengan Tema : Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015 Soreang, 27 November 2015 KEBIJAKAN PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN Peraturan Presiden

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Ummul Hairah ummihairah@gmail.com Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Salah satu tujuan pembangunan adalah upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi riil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk mewujudkan tujuan Nasional dan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan sprituil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak sehingga kemiskinan pun tak dapat dihindari. Masalah kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung

Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Analisis Dan Perhitungan Pembanding Kemiskinan Di Provinsi Lampung Dari kajian terdahulu memberi kesimpulan bahwa tingginya persentase dan jumlah penduduk miskin Lampung lebih disebabkan oleh masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN SALINAN NOMOR 28, 2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2013 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang:

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjalankan amanat Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penanggulangan Kemiskinan

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjalankan amanat Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penanggulangan Kemiskinan r% PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 2? TAHUN2015 TENTANG KRITERIA FAKIR MISKIN DAN ORANGTIDAKMAMPU DIWILAYAH KOTA BANJARMASIN Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjalankan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEGIATAN SIMPAN PINJAM KHUSUS BAGI KAUM PEREMPUAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR

EFEKTIVITAS KEGIATAN SIMPAN PINJAM KHUSUS BAGI KAUM PEREMPUAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR EFEKTIVITAS KEGIATAN SIMPAN PINJAM KHUSUS BAGI KAUM PEREMPUAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KECAMATAN DENPASAR TIMUR Putu Yudi Arnaya! Made Suyana Utama Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Berbicara masalah pedesaan tidak terlepas dengan masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Kemiskinan terlihat dari rendahnya tingkat

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

SALINAN WALIKOTA LANGSA, SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA

Lebih terperinci