REKAYASA MODEL PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP AGUS SUHERMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REKAYASA MODEL PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP AGUS SUHERMAN"

Transkripsi

1 REKAYASA MODEL PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP AGUS SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 REKAYASA MODEL PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP AGUS SUHERMAN Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor, pada Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

3 Penguji pada Ujian Tertutup Penguji pada Ujian Terbuka : Dr.Ir.M.Fedi A.Sondita, MSc : 1. Prof.Dr.Lachmuddin Sya rani 2. Dr.Ir.Ernani Lubis, DEA

4 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Mei 2007 Agus Suherman NRP C

5 ABSTRAK AGUS SUHERMAN Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Dibimbing oleh Bambang Murdiyanto, Marimin dan Sugeng Hari Wisudo. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun suatu model rekayasa pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC) melalui pendekatan sistem, yaitu: (1) analisis potensi sumber daya ikan (SDI), (2) prakiraan aktivitas di pelabuhan perikanan (PP), (3) analisis biaya dan manfaat, (4) analisis tingkat pemanfaatan, (5) analisis prioritas pengembangan fasilitas, (6) analisis kelembagaan dalam pengembangan PP, (7) analisis strategi dalam pengembangan PP, dan (8) rancangan pengembangan PP. Rekayasa model pengembangan PPSC dirancang dalam suatu program komputer yang diberi nama SISBANGPEL (Sistem Pengembangan Pelabuhan Perikanan). Sub model analisis potensi SDI menggunakan metode surplus produksi model Schaefer dan Fox. Sub model analisis prakiraan aktivitas di PP dirancang dengan metode prakiraan. Sub model analisis biaya dan manfaat mengintegrasikan berbagai operasi dalam penentuan kriteria kelayakan: NPV, EIRR dan Net B/C. Sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas digunakan untuk mengetahui optimalisasi pemanfaatan fasilitas pelabuhan di PPSC. Sub model analisis prioritas pengembangan fasilitas dirancang dengan pendekatan Fuzzy-Analytical Hierarchy Process (Fuzzy-AHP). Sub model analisis kelembagaan dirancang dengan metode Interpretative Structural Modelling (ISM). Sub model analisis strategi pengembangan dirancang dengan menggunakan pendekatan SWOT (strength, weaknesses, opportunity, threats). Hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) aplikasi metode pendekatan sistem pada penelitian ini telah menghasilkan suatu model pengembangan PPSC melalui suatu paket program yang diberi nama SISBANGPEL; (2) model pengembangan PP yang dirancang dapat digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam merencanakan pengembangan PP; (3) hasil verifikasi model dan analisis menunjukkan prioritas pengembangan PPSC adalah: pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan, menjaga kebersihan kolam pelabuhan ( ), perluasan dermaga bongkar muat ( ), pengembangan TPI I dan II ( ), pengembangan area industri ( ), penambahan fasilitas SPBU dan logistik ( ). Berdasarkan analisis biaya dan manfaat, PPSC layak dikembangkan. Pelaku yang berperan sebagai elemen kunci yang mendorong pengembangan PPSC adalah pemerintah daerah, pemerintah pusat dan nelayan. Strategi pengembangan PPSC adalah optimalisasi pemanfaatan potensi SDI sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia, menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional, pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional PP, peningkatan kapasitas kelembagaan, dan pengawasan dan penegakan hukum. Kata Kunci : Rekayasa, model, pengembangan pelabuhan, Kabupaten Cilacap, pelabuhan perikanan samudera Cilacap

6 ABSTRACT AGUS SUHERMAN Design of Cilacap Fishing Port Development Model. Under supervision : Bambang Murdiyanto, Marimin and Sugeng Hari Wisudo. The objectives of the research were compiling and designing development model of Cilacap fishing port with system approach, especially : (1) potency analysis of fish resources, (2) prediction analysis of activity in fishing port, (3) cost and benefit analysis, (4) utility level analysis, (5) priority analysis of developing facility, (6) institutional analysis in developing fishing port, (7) strategic analysis in developing fishing port, and (8) design of fishing port development. The design of Cilacap fishing port development model is implemented into computer program namely SISBANGPEL (Development System of Fishing Port). Potency analysis of fish resources was done by using surplus production method model Schaefer and Fox. Prediction analysis of activity in fishing port designed by forecasting. Cost and benefit analysis integrated various operation in determination of financial criteria analysis: NPV, EIRR and Net B/C. Utility level analysis of facility are used to know optimization utility of facilities in Cilacap fishing port. Priority analysis of development facility designed was analyzed with Fuzzy-Analytical Hierarchy Process (Fuzzy-AHP) approach. Institutional analysis sub model in developing fishing port designed with Interpretative Structural Modeling (ISM). Strategic analysis of developing fishing port sub model designed by using SWOT (strength, weaknesses, opportunity, threats) analysis. The result of the research have several conclusions as follows: (1) application system approach method result Cilacap fishing port model by computer program called SISBANGPEL; (2) development model of fishing port that was designed applicable to help decision making process in planning development of fishing port; (3) based on verification SISBANGPEL model in Cilacap fishing port showed priority of development Cilacap fishing port are dredge groove fishing route and port basin, look after hygiene of port basin ( ), extension of fish landed ( ), developing fish auction I and II ( ), developing industrial area ( ), and addition facility of gas station and logistics ( ). Based on benefit and cost analysis Cilacap fishing port proper to growth, appropriate to visibility criteria: NPV, EIRR and B/C ratio. Actors that have role as key element support Cilacap fishing port development are regional government and central government followed fisherman. Development strategic of Cilacap fishing port are optimization potency of fish resources, preparing facility fulfilling international standard, maintaining and repairing operational facility of fishing port, increasing institutional capacity, and also controlling and law enforcement. Key words : design, model, port development, Cilacap regency, Cilacap fishing port

7 Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

8 LEMBAR PENGESAHAN Judul Disertasi : Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap Nama : Agus Suherman NRP : C Program Studi : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof.Dr.Ir.Bambang Murdiyanto,MSc Ketua Prof.Dr.Ir.Marimin,MSc Anggota Dr.Ir.Sugeng Hari Wisudo,MSi Anggota Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof.Dr.Ir.John Haluan,MSc Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS Tanggal Ujian :12 April 2007 Tanggal Lulus:

9 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Agus Suherman dilahirkan di Desa Penawar, Kecamatan Gedung Aji, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung pada tanggal 03 Agustus 1976, merupakan putra ke tujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Usman PPS dan Marfu ah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Bina Bumi Menggala Lampung pada tahun 1989, lulus dari SMP Negeri Gedung Aji Menggala pada tahun Pada tahun 1994 Penulis lulus dari SMA Negeri I Menggala Lampung. Tahun 1994 Penulis diterima di Universitas Diponegoro (UNDIP) pada Jurusan Perikanan melalui Jalur Program Seleksi Siswa Berpotensi (PSSB) dan lulus strata 1 pada tahun Tahun 2000 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dengan beasiswa BPPS dan diterima di Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) Institut Pertanian Bogor (IPB) lulus tahun Pada bulan Agustus 2003 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi ke Jenjang S3 pada Program Studi TKL-IPB dengan beasiswa BPPS. Penulis saat ini bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP mulai tahun Penulis telah menikah dengan Tristiana Yuniarti, S.Pi, M.Si dan telah dikarunia dua orang anak masing masing bernama Aisyah Puteri Suherman (berusia lima tahun) dan M.Usman Ananda Suherman (berusia satu setengah tahun).

10 PRAKATA Pengembangan Pelabuhan Perikanan (PP) di suatu wilayah harus dilakukan secara terencana dan terpadu dengan menganalisis elemen-elemen penting yang terkait dalam sistem PP. Sub sistem PP meliputi hulu, pusat dan hilir. Pertama, aspek hulu (marine terrain) adalah tempat terjadinya aktivitas penangkapan. Analisis wilayah hulu terdiri dari analisis terhadap parameterparameter yang berkaitan dengan potensi SDI, daerah penangkapan dan lingkungan perairan. Kedua, aspek pusat atau PP, pada hakekatnya PP merupakan basis utama kegiatan industri perikanan tangkap yang harus dapat menjamin suksesnya aktivitas usaha perikanan tangkap di laut. PP dalam analisisnya merupakan elemen yang meliputi kondisi fisik existing, potensi perikanan (produksi, nilai produksi, unit penangkapan). Ketiga, aspek hilir adalah bagian dari wilayah daratan, tempat di mana suatu PP menjual jasa-jasanya dan menarik para pengguna jasa untuk memanfaatkan PP. Hiir merupakan salah satu elemen penting dalam analisis karena elemen ini meliputi konsumen, sarana prasarana pendukung, lembaga dan organisasi yang mendukung aktivitas PP. Dalam disertasi dengan judul Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap tertuang pemikiran-pemikiran tentang model pengembangan PPSC. Model ini bisa diterapkan di seluruh PP yang ada di Indonesia. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulustulusnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc dan Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, MSi selaku pembimbing atas saran dan arahan beliau bertiga mulai dari persiapan penelitian sampai selesainya disertasi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Fedi A. Sondita, MSc atas masukannya dalam ujian tertutup. serta Kepada Bapak Prof.Dr. Lachmuddin Sya rani dan Ibu Dr.Ir. Ernani Lubis DEA serta Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon, MSi atas saran dan masukannya pada ujian terbuka. Kepada Prof.Dr.Ir. John Haluan, MSc selaku Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) atas masukan dan koreksiannya pada disertasi ini, serta Dr.Ir. Mulyono S Baskoro, MSc selaku ketua Departemen Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan S3 di TKL-IPB. Kepada isteri dan anak-anak yang selalu ada di sepanjang situasi baik suka maupun duka, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas kesabaran, pengertian serta kasih sayangnya selama ini. Semoga Disertasi ini bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Mei 2007 Agus Suherman

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Hipotesis Penelitian Novelty TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Pengertian Pengembangan Pelabuhan Perikanan Model-Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Peran Pendekatan Sistem dalam Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan KERANGKA PEMIKIRAN Landasan Teori Pendekatan Sistem Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Tahap Penelitian Analisis Potensi SDI Analisis Prakiraan Analisis Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Analisis Biaya dan Manfaat Analisis Prioritas Pengembangan PPSC Analisis Kelembagaan Strategi Pengembangan PPSC Pengumpulan Data Pengolahan Data Konfigurasi dan Pengembangan Model Sistem Manajemen Dialog Sistem Manajemen Basis Data Sistem Manajemen Basis Model Verifikasi dan Validasi Model HASIL PENELITIAN Profil Lokasi Penelitian x i

12 ii Profil Kabupaten Cilacap Profil Perikanan Tangkap Cilacap Profil PPSC Verifikasi dan Validasi Model Verifikasi Model SISBANGPEL Validasi Rekayasa Model Pengembangan PEMBAHASAN Implementasi Model Pengembangan PPSC Verifikasi Model SISBANGPEL Analisis Potensi SDI di Cilacap Analisis Prakiraan Aktivitas di PPSC Analisis Kondisi dan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas di PPSC Analisis Prioritas Pengembangan PPSC Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PPSC Analisis Kelembagaan Pengembangan PPSC Analisis Strategi Pengembangan PPSC Validasi Rekayasa Model Pengembangan RANCANGAN IMPLEMENTASI Implementasi Model Pada Pengembangan PPSC Implementasi Model Pada Pengembangan PP Lainnya KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi, potensi dan tingkat pemanfaatan masing-masing kelompok SDI laut pada setiap WPP tahun Potensi dan tingkat pemanfaatan perikanan laut di Kabupaten Cilacap Tahun Hasil evaluasi kinerja PPSC tahun Data series volume dan nilai produksi di PPSC tahun Data series jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC tahun Data distribusi logistik di PPSC tahun Sarana penunjang usaha perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap 77 8 Keadaan umum di PPSC pada tahun Masukan data jumlah produksi dan effort ikan pelagis besar di Cilacap pada sub model analisis SDI Masukan data jumlah produksi dan effort ikan pelagis kecil di Cilacap pada sub model analisis SDI Masukan data jumlah produksi dan effort ikan demersal di Cilacap pada sub model analisis SDI Masukan data produksi dan upaya penangkapan (effort) udang di Cilacap pada sub model analisis SDI Masukan data produksi di PPSC tahun Masukan data nilai produksi di PPSC perbulan tahun Masukan data jumlah armada perikanan di PPSC berdasarkan alat tangkap Masukan data jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC Masukan data jumlah kapal keluar dari PPSC Masukan data series armada perikanan yang melakukan aktivitas bongkar berdasarkan alat tangkap di PPSC tahun Masukan data distribusi logistik per tahun di PPSC Masukan data perkembangan retribusi lelang di TPI PPSC dari tahun Masukan data jumlah kapal yang menggunakan jasa docking di PPSC tahun Masukan data series jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun Masukan data jenis fasilitas yang tersedia di PPSC Masukan data tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC tahun Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat langsung Masukan data manfaat proyek fasilitas PPSC iii

14 iv 27 Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat tidak langsung Masukan data prediksi nilai manfaat ekonomi PPSC Masukan data biaya proyek fasilitas PPSC Masukan data total aliran kas fasilitas PPSC Masukan data pada sub model analisis kelembagaan Masukan data jenis variabel internal faktor evaluasi (IFE) dan eksternal faktor evaluasi (EFE) Keluaran hasil analisis potensi SDI Cilacap tahun Nilai CPUE dan lama trip untuk masing-masing alat tangkap per kelompok ikan Prakiraan jumlah kapal dan produksi di Cilacap Rincian rencana pengembangan PPSC ditinjau dari potensi SDI Keluaran sub model analisis prakiraan volume produksi di PPSC tahun Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah armada perikanan di PPSC berdasarkan alat tangkap Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah kapal keluar dari PPSC Keluaran analisis prakiraan untuk armada perikanan yang melakukan aktivitas bongkar berdasarkan alat tangkap di PPSC tahun Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah kapal yang menggunakan jasa docking di PPSC tahun Keluaran sub model analisis prakiraan distribusi logistik di PPSC Perkembangan retribusi lelang di TPI PPSC dari tahun Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun Rincian prakiraan jumlah kapal dan produksi di PPSC dalam harian Keluaran sub model tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC Hasil perhitungan bobot kriteria Hasil perhitungan nilai eigen alternatif untuk setiap kriteria Hasil dan rangking skor akhir Keluaran sub model analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC Keluaran sub model analisis kelembagaan pengembangan PPSC Keluaran sub model analisis strategi pengembangan PPSC terhadap penilaian internal faktor evaluasi (IFE) dan eksternal faktor evaluasi (EFE) Matriks swot strategi pengembangan PPSC

15 55 Rincian peran lembaga dalam pengembangan PPSC v

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta wilayah pengelolaan perikanan Indonesia Peta penyebaran pelabuhan perikanan di Indonesia Tahap pendekatan sistem (Eriyatno 2003) Struktur dasar sistem penunjang keputusan (Eriyatno 2003) Kerangka pemikiran rekayasa model pengembangan PP Metodologi penyelesaian masalah dengan pendekatan sistem (Manetsch dan Park 1977) Hierarki sistem pengelolaan PPSC Diagram sebab akibat sistem pengembangan PPSC Diagram input-output sistem pengembangan PPSC Tahap penelitian model pengembangan PPSC Prioritas pengembangan fasilitas PPSC Diagram Teknik ISM (Eriyatno 2003 dan Marimin 2004) Konfigurasi Model Sistem Pengembangan PPSC Hierarki prioritas pengembangan PPSC Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan pelagis besar di Cilacap Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan pelagis besar di Cilacap Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan pelagis besar di Cilacap Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan pelagis kecil di Cilacap Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan pelagis kecil di Cilacap Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan pelagis kecil di Cilacap Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan demersal di Cilacap Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan demersal di Cilacap Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan demersal di Cilacap Kecenderungan effort tahunan penangkapan udang di Cilacap Fluktuasi CPUE tahunan udang di Cilacap Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan udang di Cilacap Prakiraan produksi ikan demersal Kecenderungan rata-rata produksi ikan demersal bulanan di PPSC tahun vi

17 vii 29 Prakiraan produksi ikan pelagis besar Kecenderungan rata-rata produksi ikan pelagis besar bulanan di PPSC tahun Prakiraan produksi ikan pelagis kecil Kecenderungan rata-rata produksi ikan pelagis kecil bulanan di PPSC tahun Prakiraan produksi udang Kecenderungan rata-rata produksi udang bulanan di PPSC tahun Prakiraan produksi cumi-cumi Kecenderungan rata-rata produksi cumi-cumi bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kapal gill net Prakiraan jumlah kapal trammel net Prakiraan jumlah kapal long line Prakiraan jumlah kapal lain Prakiraan jumlah kunjungan kapal < 10 GT Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal < 10 GT bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kunjungan kapal GT Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal GT bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kunjungan kapal GT Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal GT bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kunjungan kapal > 30 GT Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal > 30 GT bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kapal keluar < 10 GT Kecenderungan rata-rata kapal keluar < 10 GT bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kapal keluar GT Kecenderungan rata-rata kapal keluar GT bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kapal keluar GT Kecenderungan rata-rata kapal keluar GT bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kapal keluar > 30 GT Kecenderungan rata-rata kapal keluar > 30 GT bulanan di PPSC tahun

18 viii 57 Prakiraan jumlah kapal trammel net yang bongkar Kecenderungan rata-rata kapal trammel net yang bongkar bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kapal gill net yang bongkar Kecenderungan rata-rata kapal gill net yang bongkar bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kapal long line yang bongkar Kecenderungan rata-rata kapal long line yang bongkar bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah kapal docking Kecenderungan rata-rata kapal docking bulanan di PPSC tahun Prakiraan kebutuhan logistik es Kecenderungan rata-rata kebutuhan logistik es bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah logistik BBM Kecenderungan rata-rata kebutuhan solar bulanan di PPSC tahun Prakiraan jumlah logistik air Kecenderungan rata-rata kebutuhan air bulanan di PPSC tahun Prakiraan retribusi lelang Prakiraan jumlah nelayan Prioritas pengembangan PPSC Hirarki elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC Matriks driver power-dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC Hirarki elemen kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC Matriks driver power-dependence untuk elemen kebutuhan pelaksanaan program pengembangan PPSC Hirarki elemen kendala dalam pengembangan PPSC Matriks driver power-dependence untuk elemen kendala dalam program pengembangan PPSC Hirarki elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC Matriks driver power-dependence untuk elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC Hirarki tujuan dari program pengembangan PPSC

19 ix 83 Matriks driver power-dependence untuk elemen tujuan dari program pengembangan PPSC Hirarki tolok ukur pengembangan PPSC Matriks driver power-dependence untuk tolok ukur program pengembangan PPSC Hirarki elemen pelaku pengembangan PPSC Matriks driver power dependence elemen pelaku pengembangan PPSC Hirarki elemen aktivitas pengembangan PPSC Matriks driver power-dependence elemen pelaku pengembangan PPSC Diagram penentuan matriks grand strategi

20 DAFTAR ISTILAH Algoritma Analisis kebutuhan Analisis SWOT Analytical Hierarchy Proses (AHP) Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) Break Even Point (BEP) Suatu bentuk penjabaran dari proses pemecahan persoalan yang disusun langkah-demi langkah dengan susunan perintah terperinci. Pada umumnya algoritma terdiri dari langkah-langkah sederhana yang berbentuk penjumlahan, pengurangan dan kondisi bersyarat dapat dilaksanakan oleh komputer. Merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem, menyangkut interaksi antara respons yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem, dan dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi, observasi lapang dan sebagainya. Merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strenght) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Metode yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan suatu masalah disederhanakan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dalam pengambilan keputusan yang efektif atas masalah tersebut. Perbandingan antara total penerimaan kotor dan total biaya produksi. Titik pulang pokok di mana total revenue = total cost. Breakwater Penahan gelombang, atau suatu bangunan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut. Catch Per Unit Effort (CPUE) Consistency Ratio (CR) Decision Support System (DSS) Domain Hasil tangkapan per satuan upaya, indek kelimpahan. Merupakan parameter yang digunakan dalam teknik AHP untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Sistem Penunjang Keputusan, yaitu sistem yang berfungsi mentransformasi data dan informasi menjadi alternatif keputusan dan prioritasnya. DSS bermanfaat membantu pengambilan keputusan secara interaktif. Cakupan atau area keahlian dari suatu ahli.

21 Expert atau ahli Fish marketing Seseorang yang mempunyai pengalaman yang luas dan pengetahuan yang intuitive tentang suatu domain tertentu. Daerah pemasaran ikan. Fishing effort Fishing ground Fuzziness Fuzzy set theory (teori himpunan samar) Fuzzy logic atau logika fuzzy Ukuran kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan dalam periode waktu tertentu. Daerah penangkapan ikan, suatu perairan di mana ikan yang menjadi sasaran penangkapan diharapkan dapat tertangkap secara maksimal, tetapi masih dalam batas kelestarian sumber dayanya. Daerah penangkapan ikan bisa juga didefinisikan sebagai suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul di mana penangkapan ikan dapat dilakukan. Kesamaran atau ketidak-jelasan, perihal ketidak-pastian (uncertainty) atau ketidak-jelasan yang berkenaan dengan deskripsi makna semantik dari kejadian, fenomena, pernyataan atau kata seperti dingin, tinggi, atau tua. Teori yang mengekspresikan fuzziness melalui konsep himpunan yang keanggotaan suatu elemen bersifat tidak kaku (crisp) antara ya dan tidak, tetapi pada tingkat tertentu yang dinyatakan oleh suatu fungsi keanggotaan (membership function). Konsep himpunan fuzzy yang dimasukkan (incorporated) ke dalam kerangka penalaran (reasoning). Logika fuzzy merupakan basis penalaran yang berkenaan dengan pernyataan yang bersifat kabur (grey area) dengan menggunakan teori himpunan fuzzy untuk fuzifikasi struktur logika. Logika fuzzy merupakan metode penalaran yang sebagian atau semua deskripsi aturan bersifat fuzzy. Input Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Internal Rate of Return (IRR) ISM Suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present value sama dengan nol. Interpretative Structural Modelling (Teknik Permodelan Interpretasi Struktural), yaitu salah satu teknik permodelan berbasis komputer yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis yang merupakan proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola

22 yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Iterasi Operasi pengulangan. JTB Jumlah tangkapan yang diperbolehkan, atau total allowable catch. Matriks SWOT Maximum Sustainable Yield (MSY) Metode fuzzy AHP Multiplier effect Net Present Value (NPV) One day fishing Menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi. Produksi maksimum berkelanjutan secara biologi, jumlah suatu hasil tangkapan maksimum yang dapat dipanen dari suatu sumber daya ikan tanpa mengganggu kelestariannya. Suatu metode yang dikembangkan dari metode AHP dengan menggunakan konsep fuzzy pada beberapa bagian seperti dalam hal penilaian sekumpulan alternatif dan kriteria. Efek pengganda. Selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu. Operasi penangkapan dilakukan nelayan dalam satu hari saja. Outcomes Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan. Output Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non fisik. Payback Period (PP) Salah satu bagian dari analisis finansial untuk mengetahui lamanya pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik. Pendekatan sistem Suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Dengan demikian manajemen sistem dapat diterapkan dengan mengarahkan perhatian kepada berbagai ciri dasar sistem yang perubahan dan gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem. Simulasi Suatu kegiatan di mana seseorang dapat mengambil keputusan terhadap tingkah laku sistem melalui

23 perlakuan-perlakuan yang diberikan dan akibat-akibat yang ditimbulkan terhadap model yang dipelajari. Model disini mencakup model matematik, perilaku sistem dan unsur lintasan waktu. SISBANGPEL Sistem (system) Sistem fuzzy Sistem Informasi Manajemen Sistem Manajemen Basis Data Sistem Manajemen Basis Model Sistem Manajemen Dialog Slipway Perangkat lunak komputer yang dapat digunakan untuk perencanaan pengembangan pelabuhan perikanan. Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi penulis di Sekelompok metode, prosedur, teknik atau objek yang berhubungan dan terorganisir dalam suatu wadah dan bersifat kompleks saling berkaitan satu sama lain yang membentuk kesatuan secara menyeluruh dalam rangka mencapai tujuan atau sub tujuan. Merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Merupakan sistem yang berfungsi menyediakan informasi yang efektif dan efisien bagi pihak manajemen dalam rangka memperlancar pelaksanaan fungsinya. Merupakan komponen sistem penunjang keputusan (SPK) yang mempunyai tiga fungsi utama, yaitu sebagai penyimpanan data dalam basis data, menerima dan memperbarui data dari basis data, dan sebagai pengendali atau pengelola basis data. Merupakan komponen sistem penunjang keputusan (SPK) yang mempunyai empat fungsi pokok, yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang format keluaran model (laporan-laporan), untuk memperbarui dan merubah model dan untuk memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam permodelan SPK. Merupakan komponen sistem penunjang SPK yang berfungsi untuk berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Merupakan salah satu jenis bangunan galangan kapal (shipyard) yang menggunakan sistem rel sebagai struktur utamanya di mana kapal yang dibuat atau akan diperbaiki dinaikkan pada suatu kereta diatas rel kemudian dilepas atau ditarik ke atau dari laut.

24 Software Serangkaian program, prosedur dan kemungkinan dokumen tertentu yang berhubungan dengan operasi sistem pengolahan data, Software atau piranti lunak mencakup compiler, library routines, dan lain-lain. Structural Self Interaction Matrix (SSIM) Total Allowable Catch (TAC) Matriks interaksi tunggal terstruktur yaitu matriks yang mewakili elemen persepsi responden terhadap elemen hubungan yang dituju dalam teknik ISM. Jumlah tangkap yang diperbolehkan, lihat JTB.

25 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan PP selain menunjang nelayan tradisional dalam pembangunan perikanan, juga mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan daerah atau regional. Prospek pembangunan PP bagi pembangunan daerah adalah seperti terlaksananya pemerataan pembangunan, perluasan kesempatan kerja dan berkurangnya arus urbanisasi. Hal ini akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat pada umumnya dan nelayan pada khususnya. Berdasarkan data dari Kusyanto (2006) menunjukkan bahwa perkembangan industri yang ada di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) tercatat 139 unit usaha dari berbagai bidang usaha menanamkan investasi dan telah menyerap tenaga kerja sekitar orang yang setiap hari melakukan aktivitas di kawasan PPSNZJ. Sesuai dengan pasal 41 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa PP merupakan fasilitas umum yang penyelenggaraan dan pembinaannya menjadi kewajiban pemerintah (Dirjen PSDKP 2005). Mengingat sampai saat ini pembangunan PP sebagai prasarana perikanan telah banyak dilakukan, maka pembinaannya dilakukan secara ganda, yaitu meningkatkan pemanfaatan prasarana yang telah dibangun dan terus melanjutkan pembangunan di tempat-tempat lain yang strategis dan prospektif. PP diperlukan dalam pengembangan perikanan tangkap karena dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi kapal penangkap ikan untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan di laut. Bagi kapal-kapal perikanan diperlukan tempat yang aman untuk berlabuh guna mendaratkan ikan hasil tangkapan dan melakukan kegiatan persiapan untuk kembali melakukan penangkapan ikan di laut (Murdiyanto 2004). Secara khusus, PP menampung kegiatan masyarakat perikanan, terutama terhadap aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, serta pembinaan masyarakat nelayan. Pelayanan terhadap kapal perikanan sebagai sarana produksi meliputi: penyediaan basis (home base) bagi armada penangkapan, menjamin kelancaran bongkar ikan hasil tangkapan, menyediakan suplai logistik bagi kapal-kapal ikan seperti air tawar, BBM, es untuk perbekalan 1

26 2 dan lain-lain. Sedangkan pelayanan terhadap nelayan sebagai unsur tenaga produksi meliputi : aspek pengolahan, aspek pemasaran dan aspek pembinaan masyarakat nelayan. PP memiliki peranan strategis dalam pengembangan perikanan dan kelautan, yaitu sebagai pusat atau sentral kegiatan perikanan laut. PP selain merupakan penghubung antara nelayan dengan pengguna-pengguna hasil tangkapan, baik pengguna langsung maupun tak langsung seperti: pedagang, pabrik pengolah, restoran dan lain-lain, juga merupakan tempat berinteraksinya berbagai kepentingan masyarakat pantai yang bertempat di sekitar PP (Israel and Roque 2000). PP yang berfungsi dengan baik akan merupakan titik temu (terminal point) yang menguntungkan antara kegiatan ekonomi di laut dengan kegiatan ekonomi di darat (Dubrocard and Thoron 1998; Lubis 1999; Kusumastanto 2002; dan Purnomo et al. 2003). Ukuran berhasilnya sebuah PP terletak pada kemampuannya menarik kapal-kapal ikan untuk melakukan aktivitas pendaratan ikan ke dalam lingkungan TPI dan melelangkan hasil tangkapannya. Untuk menunjang hal tersebut diperlukan pelayanan yang memuaskan dan pengelolaan fasilitas operasional yang sinergi antara fasilitas satu dengan lainnya. Secara detail disebutkan oleh Lubis et al. (2005) bahwa dalam bidang kegiatan penangkapan ikan sesungguhnya PP merupakan titik temu atau titik penyambung antara wilayah perairan atau avant-pays maritime (dapat disebut juga daerah penangkapan ikan atau daerah produksi penangkapan) dan wilayah daratan atau arriere pays continental (disebut juga daerah distribusi dan konsumsi produk perikanan laut). Fungsinya adalah sebagai tempat berlindung, tempat bertambat dan berlabuh bagi armada penangkapan ikan, termasuk didalamnya semua aktivitas yang berhubungan dengan perbaikan dan perawatan kapal (galangan kapal, bengkel reparasi, slipway). PP juga merupakan zona transit, bahkan tempat pengolahan ikan. Pelabuhan memiliki kantor-kantor administratif, koperasi, lembaga perbankan, balai pertemuan nelayan dan sebagainya. Pada akhirnya PP menghimpun, dan tidak kalah pentingnya, zona pemukiman masyarakat pantai beserta aktivitas perdagangannya dan bahkan kadang-kadang juga pemukiman-pemukiman nelayannya yang membelah bagian ujung dari perkembangan kota. Manurung (1995) yang meneliti tentang Urgensi Pelabuhan dalam Pengembangan Agribisnis Perikanan Rakyat (Kasus Jawa Tengah) menyatakan

27 3 bahwa pada hakekatnya PP merupakan sentra pengembangan industri perikanan di desa pantai. Hasil penelitian agribisnis di Jawa Tengah memperlihatkan bahwa ketersediaan PP dengan kapasitas yang relatif besar dan fasilitas yang memadai mendorong investasi di bidang perikanan terutama perikanan tangkap. Namun, sebagai suatu sistem, fungsi PP sebagai sentra pengembangan industri berkembang dengan lambat. Lembaga pendukung untuk mencapai tujuan itu belum tersedia secara lengkap di wilayah pelabuhan. Lembaga di sana kurang berfungsi dan terkoordinasi ke arah itu. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan PP sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dengan lembaga pendukung lainnya dan segala fungsi-fungsinya telah dirumuskan sejak awal. Selain itu, pembangunan PP sebaiknya dipolakan sesuai dengan potensi sumber daya dan keragaman skala usaha perikanan. Keberhasilan pembangunan PP tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan dalam proses pembangunan fisiknya saja, namun yang paling penting adalah pemanfaatannya yang mempunyai dampak positif terhadap pembangunan daerah atau wilayah yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya nelayan. Hal tersebut juga disebutkan oleh Dirjen Perikanan (2000) bahwa pengembangan perikanan laut dianggap menjadi sumber pertumbuhan baru dewasa ini, karena sumber dayanya belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagaimana disebutkan oleh Barani (2005) bahwa tingkat pemanfaatan hasil perikanan laut pada tahun 2004 sebesar 4.50 juta ton atau sekitar 70.31%. Selanjutnya berdasarkan data dari DJPT (2007) bahwa rata-rata produksi perikanan tangkap dari periode meningkat 2.68%, untuk tahun 2005 produksi perikanan tangkap menjadi sebesar 4.71 juta ton. Sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru, maka sektor perikanan pada masa yang akan datang semakin dituntut untuk menunjukkan perannya dalam peningkatan devisa, perbaikan konsumsi pangan dan gizi masyarakat, serta penyediaan lapangan kerja maupun dalam peningkatan pendapatan nelayan (Soepanto 2001). Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dalam rangka membuat sub sektor perikanan tangkap menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, diperlukan usaha-usaha memanfaatkan sumber daya perikanan sampai tingkat optimal pada seluruh wilayah, dengan sasaran untuk peningkatan devisa dan peningkatan kesejahteraan bagi nelayan (Soepanto 2001). Bertitik tolak dari landasan pemikiran bahwa pembangunan ekonomi perikanan harus

28 4 memberikan prospek ekonomi yang menarik bagi para nelayan tradisional maupun swasta, maka perlu diciptakan pertumbuhan yang seimbang antara kedua sektor tersebut sehingga tercapai tingkat pengusahaan sumber daya hayati perikanan secara rasional. Pengembangan suatu PP saat ini masih perlu dilakukan karena berbagai pertimbangan antara lain: (1) tingkat produksi perikanan laut di beberapa wilayah pengelolaan masih rendah jika dibandingkan dengan potensi SDI di wilayah perairan Indonesia (Tabel 1), (2) mendukung dan menerapkan konsepsi wawasan nusantara dalam pembangunan perikanan nasional untuk memanfaatkan potensi SDI, (3) optimalisasi pemanfaatan potensi SDI di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) sebagai implementasi konvensi hukum laut internasional. Pengembangan PP bertujuan untuk menunjang kegiatan perikanan tangkap, terutama dalam rangka memperlancar operasi penangkapan, pendaratan hasil tangkapan, pengolahan dan mempermudah dalam pemasaran hasil tangkapan. Pengembangan PP dimaksudkan untuk mendukung pengembangan usaha penangkapan di laut yang diarahkan menuju modernisasi nelayan beserta lokasi PP yang pada dasarnya merupakan sentra-sentra pembinaan masyarakat perikanan serta pengembangan usaha maupun teknologi perikanan laut. Hal tersebut juga disebutkan oleh Tambunan (2005) bahwa untuk mendukung upaya pengembangan usaha perikanan tangkap di sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) (Gambar 2) dan untuk peningkatan produksi perikanan telah dibangun 33 buah PP yang terdiri dari 5 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), 11 Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) dan 17 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), yang sebagian besar terdapat di wilayah Indonesia bagian Barat, utamanya di Sumatera dan Jawa. Selain ke 33 PP tersebut di atas, dalam rangka mendukung upaya pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah telah dibangun 478 pusat pendaratan ikan (PPI) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pengembangan PP, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: (1) pendekatan sumber daya perikanan, (2) pengembangan PP dibuat berdasarkan pendekatan sentralisasi dan distribusi hasil, dan (3) pendekatan daerah berkembang (DJPT 2003; Ismail 2005).

29 5 Penelitian tentang pengembangan PP belum banyak dilakukan dan cenderung parsial, sehingga perbaikan pada suatu bagian tidak diikuti oleh bagian yang lain. Beberapa penelitian yang terkait dilakukan oleh Lubis (1999) meneliti tentang pola pengelolaan PPS dan PPI Muara Angke, Lubis (2000) meneliti tentang Pengelolaan aktifitas dan sistem pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang terletak di wilayah perairan Laut Jawa, dan Lubis (2001) meneliti tentang sistem PP di wilayah perairan Laut China Selatan. Penelitian Ardi (2002) mengenai analisis sistem PP di Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat; Ernaningsih (2002) tentang analisis fungsional PPI Muara Angke Jakarta dan pengembangannya; Kamarijah (2003) meneliti tentang analisis dampak pengembangan PPN Pelabuhanratu terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir; Latif (2003) meneliti tentang analisis pengembangan fasilitas pelabuhan laut; Indar (2004) mengkaji tentang pengembangan fasilitas PP di kawasan timur Indonesia; Kresnanto (2004) mengkaji analisis kinerja dan pengembangan PPN Pekalongan di Kota Pekalongan; Kandi (2005) meneliti tentang analisis pengelolaan PPP di desa Lampulo Kecamatan Kuta Alam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam; Kusyanto et al. (2006) meneliti tentang kebijakan dan pelayanan PPS terhadap daya saing industri perikanan pada perdagangan global di PPS Jakarta, Suherman et al. (2006) meneliti tentang analisis pengembangan fasilitas PPSC, dan Kusyanto (2006) meneliti tentang model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi: kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan suatu penelitian terpadu dan komprehensif serta berkaitan satu dengan lainnya dalam suatu sistem pengembangan PPS. Adanya hubungan atau saling keterkaitan antara satu komponen dengan komponen yang lain dalam pemenuhan kebutuhan akan membuat persoalan semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam pemecahannya perlu dilakukan dengan pendekatan sistem (Eriyatno 2003 dan Marimin 2004). Pendekatan sistem merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku sistem yang dikaji dan perubahannya pada setiap waktu serta menjelaskan hubungan kompleksitas dari masing-masing aspek. Dengan pendekatan sistem dapat disusun skenario pengembangan PPSC sesuai yang diharapkan.

30 6 Tabel 1 Produksi, potensi dan tingkat pemanfaatan masing-masing kelompok SDI laut pada setiap WPP tahun 1997 Kelompok Sumber Daya Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Perairan Indonesia Ikan Pelagis Besar - Potensi (10 3 ton/tahun) Produksi (10 3 ton/tahun) Pemanfaatan (%) Ikan Pelagis Kecil - Potensi (10 3 ton/tahun) Produksi (10 3 ton/tahun) Pemanfaatan (%) Ikan Demersal - Potensi (10 3 ton/tahun) Produksi (10 3 ton/tahun) Pemanfaatan (%) Ikan Karang Konsumsi - Potensi (10 3 ton/tahun) Produksi (10 3 ton/tahun) Pemanfaatan (%) Udang Paneid - Potensi (10 3 ton/tahun) Produksi (10 3 ton/tahun) Pemanfaatan (%) Lobster - Potensi (10 3 ton/tahun) Produksi (10 3 ton/tahun) Pemanfaatan (%) Cumi- cumi - Potensi (10 3 ton/tahun) Produksi (10 3 ton/tahun) Pemanfaatan (%) TO TAL - Potensi (10 3 ton/tahun) Produksi (10 3 ton/tahun) Pemanfaatan (%) Sumber: KOMNAS KAJIKANLUT (1998; 2001; 2002) dan DJPT (2004) 6

31 7 7

32 8 8

33 9 Eriyatno (2003) dan Marimin (2004) berpendapat bahwa pendekatan sistem memberikan metode yang logis untuk penanganan masalah dan merupakan alat yang memungkinkan untuk mengidentifikasikan, menganalisis, menstimulasi dan mendesain sistem keseluruhan. Pada penelitian ini akan diformulasikan sebuah model yang mengintegrasikan berbagai alat bantu dalam sistem penunjang keputusan (SPK) yang terkait dengan masalah pengembangan PP. Model yang direkayasa diverifikasi di PPSC. PPSC merupakan salah satu PP yang bertipe samudera yang berada di selatan Jawa Tengah, berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki potensi SDI pelagis kecil maupun pelagis besar. Prakiraan potensi perikanan tangkap terdiri atas: perairan pantai Cilacap dan lepas pantai Kabupaten Cilacap sebesar ton (Tabel 2) (DPK Cilacap 2002). Fungsi lain dari keberadaan PPSC adalah sebagai salah satu penggerak bagi sektor yang lain, dengan kata lain memiliki multiplier effect bagi sektor yang lain, seperti sektor perdagangan, sektor jasa angkutan, pembukaan jalan dan lain-lain. Kontribusi PPSC terhadap daerah antara lain menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Cilacap dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Tabel 2 Potensi dan tingkat pemanfaatan perikanan laut di Kabupaten Cilacap Tahun 2001 Jenis Ikan Potensi (Ton) Pemanfaatan Jumlah (Ton) % Pelagis Demersal Udang Cumi-Cumi Jumlah Sumber: DPK Cilacap (2002) Untuk menunjang keberhasilan kegiatan penangkapan dan proses pengolahan serta pemasaran ikan hasil tangkapan, PPSC harus didukung dengan penyediaan prasarana yang memadai baik fasilitas dasar, fungsional maupun penunjang. Fungsi PPSC dapat berjalan efektif apabila keadaan fasilitas dan aktifitasnya maupun besaran fasilitas sesuai dengan kebutuhan yang ada.

34 Perumusan Masalah Kabupaten Cilacap merupakan alternatif pusat pengembangan perikanan di pantai selatan Jawa, mengingat posisi dan kondisi geografis serta historis usaha perikanannya, serta semakin padatnya kegiatan perikanan di pantai utara. Sarana dan prasarana transportasi yang sangat mendukung baik darat, laut maupun udara memungkinkan dikembangkannya PP di Cilacap, hal ini sejalan dengan program pemerintah pusat membangun pusat-pusat pertumbuhan baru (growth center) yang berada pada posisi lingkar luar wilayah Indonesia (outer ring fishing port) dan menunjang kapal-kapal yang beroperasi di perairan internasional (luar ZEEI). PPSC dalam statusnya di pemerintah pusat sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang operasionalisasinya berada di Cilacap, memegang peranan sangat penting dalam menunjang perkembangan perikanan tangkap di Jawa Tengah umumnya dan Cilacap khususnya. Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten penghasil udang terbesar di selatan Pulau Jawa. Selain itu PPSC berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki potensi SDI pelagis kecil maupun pelagis besar. PPSC sebagai PP dengan tipe Samudera, sampai saat ini masih belum mampu menunjukkan kinerjanya sebagai PP Samudera sebagaimana dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan (DKP 2006). Tabel 3 Hasil evaluasi kinerja PPSC tahun 2004 No. Indikator Standar Realisasi Realisasi (%) 1 Jumlah produksi 60 ton/hari 4.52 ton/hari 7.53 ikan 2 Frekuensi 100 kapal/hari 13 kapal/hari kunjungan kapal 3 Jumlah nelayan orang/bulan 4 orang/bulan Penyaluran air 100 ton/hari 6.38 ton/hari 6.38 bersih 5 Penyaluran es 100 ton/hari ton/hari Penyaluran BBM 100 ton/hari ton/hari PNBP Rp Rp Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PP dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap nilai keberhasilan PPSC pada tahun 2004 sebesar 55.16% atau masuk kategori sedang dengan jumlah produksi ikan sebesar 4.52 ton/hari (7.53%); frekuensi kunjungan kapal/hari (13.03%); jumlah nelayan 4.29 orang/bulan

35 11 (0.21%); penyaluran air bersih 6.38 ton/hari (6.38%); penyaluran es ton/hari (127.67%); penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) atau solar ton/hari (37.33%); Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp (59.00%) (Tabel 3). Dari data time series PPSC sebagaimana yang dilaporkan pada laporan PPSC tahun , dapat dilihat adanya kecenderungan penurunan kinerja PPSC. Data produksi ikan dan udang yang dilelang di TPI PPSC menunjukkan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun. Produksi udang antara tahun 1996 hingga 2005 mengalami penurunan. Tercatat pada tahun 1996 produksi udang laut di PPSC sebesar ton. Namun, produksi tersebut terus mengalami penurunan hingga hanya mencapai ton pada tahun Sedangkan produksi ikan di PPSC juga mengalami penurunan di mana selama periode tahun produksi tertinggi dicapai pada tahun 1997 sebesar ton. Setelah itu produksi ikan terus mengalami penurunan hingga mencapai ton pada tahun 2004 dan sedikit mengalami kenaikan menjadi ton pada tahun 2005 (Tabel 4). Tabel 4 Data series volume dan nilai produksi di PPSC tahun Ikan Udang No Tahun Volume Nilai Volume Nilai (Ton) (Juta Rp) (Ton) (Juta Rp) Sumber: PPSC (2006) Data kunjungan kapal yang terus mengalami penurunan sejalan dengan permasalahan di alur masuk kolam pelabuhan yang mengalami pendangkalan yang cukup tinggi. Fluktuasi kunjungan kapal di PPSC menunjukkan volume tertinggi antara tahun terjadi pada tahun Kunjungan kapal dengan ukuran <10 GT tercatat sebanyak 570 armada, armada untuk GT dan untuk kapal berukuran GT sebanyak armada, serta kapal

36 12 dengan ukuran >30 GT sebanyak armada. Puncak penurunan volume kunjungan kapal terjadi pada tahun 2004 (Tabel 5). Penurunan kunjungan dan aktifitas kapal ke PPSC berdampak pada menurunnya suplai kebutuhan perbekalan melaut seperti es, air bersih dan solar yang dilayani di PPSC. Kebutuhan perbekalan nelayan tertinggi terjadi pada tahun 1996 untuk es dan air bersih yaitu sebesar balok dan m 3. Penurunan kebutuhan es terjadi pada tahun 2003 di mana kebutuhan nelayan hanya sebesar balok, sedangkan untuk kebutuhan air bersih mengalami penurunan hingga mencapai m 3 pada tahun Kebutuhan solar cenderung mengalami peningkatan di mana dari kebutuhan solar yang tercatat hanya sebesar ton pada tahun 1996 mengalami peningkatan hingga mencapai ton pada tahun 2005, di mana volume kebutuhan solar tertinggi terjadi pada tahun 2001 sebesar ton (Tabel 6). Tabel 5 Data series jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC tahun NO TAHUN UKURAN KAPAL MASUK < > 30 JUMLAH Sumber: PPSC (2006) Tabel 6 Data distribusi logistik di PPSC tahun Tahun Penyaluran Es (Balok) BBM (Ton) Air (m 3 ) Sumber: PPSC (2006)

37 13 Dari hasil evaluasi kinerja dan data operasional PPSC tahun (Statistik PPSC ) dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat operasional dan pelayanan PPSC kepada pengguna jasa belum optimal, oleh karena itu untuk lebih meningkatkan operasional dan pelayanan kepada pengguna jasa PP dalam melakukan aktifitas perikanan di PPSC di masa yang akan datang dan agar dapat memfungsikan PPSC secara optimal, maka perlu adanya pengembangan PPSC yang lebih baik dan profesional. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengembangan PPSC idealnyanya dilakukan secara terintegrasi dengan lembaga pendukung lainnya dan segala fungsi-fungsinya telah dirumuskan sejak awal. Selain itu, pengembangan PPSC seyogyanya dipolakan sesuai dengan potensi SDI dan keragaman skala usaha perikanan. Secara khusus, permasalahan pengembangan PPSC dirumuskan sebagai berikut: (1) bagaimana rencana pengembangan PPSC berkaitan dengan potensi perikanan?, (2) bagaimana proyeksi terhadap rancangan pengembangan?, (3) bagaimana tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC?, (4) bagaimana biaya dan manfaat pengembangan PPSC?, (5) bagaimana prioritas pengembangan PPSC?, (6) bagaimana kelembagaaan dalam pengembangan PPSC, dan (7) bagaimana strategi pengembangan PPSC?. Berdasarkan hal tersebut untuk lebih meningkatkan kinerja PP dalam memberikan pelayanan kepada kapal-kapal yang mendaratkan hasil tangkapan juga lebih memfungsikan PPSC secara optimal, maka perlu adanya rancangan pengembangan PPSC. Untuk itu perlu diadakan penelitian tentang Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyusun suatu model rekayasa pengembangan PPSC melalui kegiatan-kegiatan analisis sebagai berikut: (1) Analisis potensi SDI terkait dengan pengembangan PPSC. (2) Estimasi (prakiraan) pengembangan produksi ikan, jumlah kapal, dan nelayan, serta proyeksi kebutuhan pelayanan di PPSC. (3) Analisis tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC. (4) Analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC. (5) Analisis prioritas pengembangan fasilitas di PPSC. (6) Analisis kelembagaan dalam pengembangan PPSC. (7) Analisis strategi dalam pengembangan PPSC. (8) Rancangan pengembangan PPSC.

38 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa: (1) Kontribusi pemikiran dalam aplikasi keilmuan pendekatan sistem untuk pengembangan prasarana perikanan tangkap. (2) Kontribusi pemikiran bagi pengelola PPSC dalam menyusun kebijakankebijakan mendasar dalam pengembangan PPSC. (3) Kontribusi untuk pengembangan metode analisis dalam memecahkan masalah rencana pengembangan PP sebagai prasarana perikanan tangkap. (4) Sumber informasi mengenai konsep pengembangan PP dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dalam sistem pengembangan suatu PP. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang rekayasa model pengembangan PPSC difokuskan pada kegiatan merancang pengembangan dan operasionalisasi pelabuhan serta fungsi-fungsi PPSC meliputi: (1) Fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. (2) Kegiatan pengelolaan PPSC yaitu: pemeliharaan, pengembangan sarana pelabuhan dan tata operasional pelayanan kepada nelayan, kapal perikanan serta pengusaha perikanan. (3) Pelaksanaan pelayanan di PPSC meliputi: keluar masuk kapal di PP, pelaksanaan bongkar muat dan pelelangan ikan, pengepakan dan pengangkutan ikan, pelayanan perbekalan (es, BBM, air), pelayanan slipway atau dock dan bengkel, pelayanan pemanfaatan lahan dan bangunan, keluar masuk orang dan kendaraan di PP, kebersihan, keamanan dan ketertiban. (4) Pengorganisasian dan kelembagaan pengembangan di PPSC. (5) Melakukan verifikasi dan validasi model pada wilayah kajian. 1.6 Hipotesis Penelitian Model pengembangan PPSC yang dihasilkan dari rekayasa analisis sistem terhadap faktor-faktor peubahnya dapat dijadikan sebagai model pengembangan PP.

39 Novelty Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah : (1) Model pengembangan PPSC yang komprehensif. Pada penelitian ini diformulasikan algoritma yang dikemas dalam sebuah model yang mengintegrasikan berbagai alat bantu dalam SPK yang terkait dengan masalah pengembangan PP. (2) Software (perangkat lunak) yang diberi nama SISBANGPEL (Sistem Pengembangan Pelabuhan Perikanan), yang merupakan suatu SPK yang berfungsi untuk membantu pengambilan kebijakan dalam perumusan kebijakan untuk pengembangan suatu PP.

40 2 TINJAUAN PUSTAKA Fungsi sebuah pelabuhan paling tidak ada 4, yaitu (1) tempat pertemuan (interface): pelabuhan merupakan tempat pertemuan dua moda transportasi utama, yaitu darat dan laut serta berbagai kepentingan yang saling terkait; (2) gapura (gateway): pelabuhan berfungsi sebagai gapura atau pintu gerbang suatu negara. Warga negara dan barang-barang dari negara asing yang memiliki pertalian ekonomi masuk ke suatu negara akan melewati pelabuhan tersebut. Sebagai pintu gerbang negara, citra negara sangat ditentukan oleh baiknya pelayanan, kelancaran serta kebersihan di pelabuhan tersebut. Pelayanan dan kebersihan di pelabuhan merupakan cermin negara yang bersangkutan; (3) entitas industri: dengan berkembangnya industri yang berorientasi ekspor maka fungsi pelabuhan menjadi sangat penting. Dengan adanya pelabuhan, hal ini akan memudahkan industri mengirim produknya dan mendatangkan bahan baku. Dengan demikian, pelabuhan berkembang menjadi suatu jenis industri sendiri yang menjadi ajang bisnis berbagai jenis usaha, mulai dari transportasi, perbankan, perusahaan leasing peralatan dan sebagainya; dan (4) mata rantai transportasi: pelabuhan merupakan bagian dari rantai tansportasi. Di pelabuhan berbagai moda transportasi bertemu dan bekerja. Pelabuhan laut merupakan salah satu titik dari mata rantai angkutan darat dengan angkutan laut. Orang dan barang yang diangkut dengan kereta api bisa diangkut mengikuti rantai transportasi dengan menggunakan kapal laut. Oleh karena itu, akses jalan mobil, rel kereta api, jalur dari dan ke bandar udara sangatlah penting bagi suatu pelabuhan. Selain itu, sarana pendukung, seperti perahu kecil dan tongkang akan sangat membantu kelancaran aktivitas pelabuhan sebagai salah satu mata rantai transportasi (Suyono 2001). Secara umum pelabuhan berfungsi sebagai salah satu pintu gerbang kegiatan perekonomian nasional dan internasional (gateway), sebagai simpul dalam jaringan transportasi, sebagai tempat kegiatan bongkar muat transportasi, dan sebagai tempat untuk mendukung pembangunan industri dan pertumbuhan ekonomi daerah hinterland. Sedangkan peranan pelabuhan adalah sebagai penghubung antara daratan dan laut. Pelabuhan juga dapat berperan sebagai tempat percepatan pertumbuhan industri dan perdagangan, dan dalam beberapa situasi dapat berperan sebagai stabilitator harga. Pelabuhan memiliki arti penting dalam mobilitas barang dan jasa, karena posisinya sebagai titik pertemuan antara transportasi darat dan laut. Dalam perspektif makro, pelabuhan juga dapat berperan sebagai salah satu instrumen terpenting untuk mendorong dan menunjang pertumbuhan ekonomi wilayah, baik secara fisik (non-ekonomi) 16

41 17 maupun secara ekonomi. Dampak ekonominya dapat dilihat dari kegiatan transaksi perdagangan antar pulau, sumber pandapatan dari retribusi atau pajak dan hidupnya sektor-sektor ekonomi informal di sekitar pelabuhan. Dampak fisik (non-ekonomi) tergambar dari tumbuhnya fasilitas-fasilitas publik di sekitar pelabuhan, dalam menyangga aktivitas ekonomi di sekitar kota pantai berbasis pelabuhan, seperti penyediaan transportasi darat, pengangkutan, terminal, hotel atau restoran dan tempat transit (Kamaluddin 2002). 2.1 Konsep dan Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Faktor utama untuk mendukung pengembangan usaha perikanan khususnya kegiatan penangkapan ikan adalah dengan tersedianya prasarana penangkapan ikan berupa PP yang siap melayani segenap kebutuhan para pengguna secara memuaskan, baik sebagai tempat berlabuh atau berlindung bagi kapal-kapal perikanan, mengisi bahan perbekalan, mendaratkan ikan dan memasarkan hasil tangkapannya maupun mengolahnya menjadi produk primer, sekunder dan seterusnya (Ismail 2005). Keberadaan suatu pelabuhan perlu memperhatikan adanya suatu kebutuhan (need) oleh pelanggan dan calon pelanggan, dengan memperhatikan pula dukungan daerah belakang pelabuhan (hinterland) serta ketenagakerjaan. Untuk menawarkan ide suatu jasa baru diperlukan suatu penelitian yang lebih cermat, bukan saja dari sisi bisnis tetapi lebih lagi diteliti adanya keperluan baru sebagai pengganti jasa yang ada dengan memperhatikan faktor-faktor sosial, teknologi, lingkungan dan operasional (Kramadibrata 2002). Pembangunan pelabuhan memakan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu diperlukan suatu perhitungan dan pertimbangan yang masak untuk memutuskan pembangunan suatu pelabuhan. Keputusan pembangunan pelabuhan biasanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomis, politik dan teknis. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam pembangunan suatu pelabuhan adalah kebutuhan akan pelabuhan dan pertimbangan ekonomi, volume perdagangan melalui laut, dan adanya hubungan dengan daerah pedalaman baik melalui darat maupun air (Triatmodjo 2003). Untuk dapat terselenggaranya berbagai tujuan pembangunan PP, maka pola pengembangan PP berdasarkan konsepsi multi-base system merupakan sistem yang menyeluruh berdasarkan azas pengembangan wilayah yang dalam operasionalnya akan mencakup berbagai aspek produksi, pengolahan dan pemasaran hasil sampai dengan aspek-aspek sosial ekonomi perikanan (Elfandi

42 ; Ismail 2005; Danial 2002; 2006). Sehubungan dengan hal itu maka pengembangan PP diarahkan sebagai suatu pengembangan komunitas perikanan (fisheries community development) secara terpadu (DJPT 2003; Ismail 2005), yaitu : (1) Pengembangan PP, dengan segala sarana dan prasarana, untuk meningkatkan usaha perikanan (produksi, pengolahan dan distribusi hasil perikanan), menunjang tumbuhnya industri-industri perikanan dan pada akhirnya menunjang pembangunan perikanan secara keseluruhan. (2) Pengembangan masyarakat nelayan, dengan penyediaan fasilitas untuk kegiatan operasional dan pembangunan perkampungan nelayan untuk rumah tangga nelayan. (3) Pembinaan sumber daya manusia (SDM) perikanan, melalui peningkatan ketrampilan dan profesionalisme melalui program-program pelatihan maupun manajemen secara terarah. Untuk itu pengembangan PP di suatu wilayah harus dilakukan secara terencana dan terpadu dengan menganalisis tiga elemen penting dalam sistem PP yang saling terkait (Guckian 1970; Lubis 2000; Chaussade 2000), yaitu: (1) Foreland adalah suatu komponen yang terdiri dari parameter-parameter yang berkaitan dengan potensi SDI, daerah penangkapan dan lingkungan perairan. (2) Fishing port dalam analisisnya merupakan komponen yang meliputi kondisi fisik existing, potensi perikanan (produksi, nilai produksi, unit penangkapan) dan organisasi yang ada didalamnya. (3) Hinterland merupakan salah satu komponen penting dalam analisis karena komponen itu meliputi konsumen, sarana prasarana pendukung, lembaga dan organisasi yang mendukung aktivitas pendistribusian, dan lain-lain. Berdasarkan dokumen FAO (1973) menyebutkan bahwa terlepas dari permasalahan yang spesifik seperti faktor politik dan sosial, ada beberapa langkah-langkah bersifat menentukan yang harus diambil menyangkut rencana detail dari suatu unit pelabuhan yaitu: (1) Melakukan suatu studi mengenai laut dan SDI (termasuk inland, payau dan laut) meliputi perairan nasional dan internasional yang dapat dijadikan sebagai tempat industri dan potensial untuk dieksploitasi. (2) Menentukan maximum sustainable yield (MSY).

43 19 (3) Mengadakan persiapan secara terencana untuk menangkap SDI meliputi tipe kapal, ukuran, jumlah, alat tangkap dan metode, tenaga kerja dan ABK yang tersedia. (4) Mempelajari daerah distribusi, pemasaran dan menangani sistem dan metode pengolahan untuk mengetahui lokasi yang paling efektif sebagai tempat pendaratan ikan. (5) Merinci hal-hal penting yang mencakup komponen dalam suatu garis besar unit pelabuhan untuk memenuhi aktivitas yang diusulkan. (6) Menyiapkan suatu pengaturan yang terorganisasi untuk keadaan nasional dan lokal. (7) Menentukan lokasi yang diinginkan (di dalam propinsi atau negara) untuk penetapan fasilitas, berdasarkan studi kelayakan, ketentuan umum dan informasi yang tersedia. Kegiatan perikanan yang maju biasanya didukung oleh potensi SDI yang memadai, tingkat teknologi usaha perikanan yang cepat guna serta didukung oleh nelayan yang mempunyai ketrampilan dan jiwa bisnis yang tinggi. Informasi mengenai sumber daya perikanan sangat penting artinya, karena keberhasilan pembangunan PP atau PPI tidak terlepas dari ketepatan dalam pemilihan lokasi yang akan dikembangkan tersebut antara lain adalah adanya potensi sumber daya perikanan yang memadai, jumlah armada dan produksi, sistem pemasaran, ketersediaan lahan serta memiliki nilai manfaat yang besar Pengertian Pengembangan Pelabuhan Perikanan Pengembangan menurut DEPDIKBUD (1990) dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai pengertian proses, cara, atau perbuatan mengembangkan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan PP adalah suatu cara atau proses dalam upaya mengembangkan sebuah PP. Pengembangan PP dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana perikanan tangkap yang ada. Pengembangan PP diharapkan dapat meningkatkan roda perekonomian dan sektor lainnya seperti perdagangan, pariwisata, industri penunjang perikanan, ketenagakerjaan, PAD, PNBP, serta terkendali dan terawasinya pemanfaatan SDI. Lubis (2005) menyatakan bahwa pengembangan PP adalah cara untuk mengembangkan PP melalui peningkatan usaha perikanan di pelabuhan (produksi, pengolahan dan distribusi hasil perikanan) termasuk segala sarana

44 20 dan prasarananya sehingga menunjang timbulnya industri perikanan dan pada akhirnya menunjang pembangunan perikanan secara keseluruhan. Hal-hal yang mendasari pengembangan PP adalah : (1) Potensi SDI yang mungkin dikembangkan, tingkat kegiatan perikanan, didukung kondisi fisik dan sebagainya. (2) Daya serap pasar terhadap produk perikanan dan tingkat pengembangan industri. (3) Kebijakan, yaitu stimulan pengembangan kegiatan perikanan. Departemen Pertanian (1999) menyatakan bahwa dalam rangka mendukung pengembangan usaha sekurang-kurangnya PP mempunyai faktor pendukung, meliputi: (a) potensi sumber daya perikanan, (b) prasarana pendukung, (c) lahan pengembangan, (d) pelabuhan check point kapal ZEEI, (e) akses pasar lokal, dan (f) akses pasar luar negeri. Untuk itu pada umumnya, pola pikir pengembangan suatu PP mencakup aspek-aspek sebagai berikut : (1) aspek sumber daya perikanan, (2) aspek sarana produksi, (3) aspek pemasaran, (4) aspek usaha perikanan, (5) aspek sumber daya nelayan, (6) aspek regional dan kebijaksanaan pemerintah Model-Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Tambunan (2005) menyebutkan bahwa infrastruktur PP di Indonesia dikategorikan dalam pelayanan publik. Sebagaimana telah disebutkan bahwa PP tersebut terdiri dari PPS, PPN, PPP dan PPI. Fasilitas tersebut dikelola secara teknis oleh UPT Pemerintah Pusat atau oleh Pemerintah Daerah tergantung dari skala pelayanan yang diberikan. Dengan berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, untuk PPS dan PPN dikelola oleh UPT Pemerintah Pusat. Dalam hal ini adalah UPT dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Direktorat PP yang bertugas memberikan bimbingan, melaksanakan koordinasi dan pengendalian terhadap penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pelabuhan. Kepala PPS secara teknis fungsional dan organisatoris bertanggung jawab kepada Direktur PP Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. PPP dan PPI umumnya masih dikelola oleh Pemerintah Daerah dan nelayan setempat (kegiatan perikanan rakyat), dalam pengembangannya sering menemui hambatan yang merupakan kelemahan dari perikanan rakyat itu sendiri. Hambatan dan kelemahan tersebut disebabkan oleh antara lain (Lubis 2000):

45 21 (1) Prasarana ekonomi, seperti jalan penghubung yang diperlukan guna mendorong kegiatan ekonomi perikanan rakyat yang belum memadai. (2) Sarana produksi yang berupa bahan dan alat penangkapan, es, garam dan sebagainya masih dalam keadaan terbatas. (3) Jaringan pemasaran hasil masih berliku-liku atau bersifat unorganized market, sehingga tidak menguntungkan nelayan. Secara geografis pusat produksi perikanan banyak yang berjauhan dengan pusat konsumen. (4) Lembaga-lembaga perkreditan yang bisa membantu dalam permodalan usaha belum banyak terdapat di daerah nelayan dan sistem kredit yang ada belum efektif di dalam menunjang usaha perikanan rakyat sesuai dengan situasi dan kondisinya. Menurut Lubis (2000), pengembangan PP dapat meliputi : (1) Pengembangan fasilitasnya (kapasitas dan jenis), yaitu berkaitan dengan fisik pelabuhan. (2) Pengembangan statusnya, yaitu berkaitan dengan manajemen atau administrasi pelabuhan. Dasar pertimbangan dari pengembangan status sebuah PP adalah : (a) Program sektoral dan fasilitas pendukung. (b) Kebijakan pusat dan daerah. (c) Potensi SDI dan SDM. (d) Kemampuan dan manajemen serta teknologi. (e) Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran yang terjadi di PP tersebut. Lubis (2000) menambahkan, ada tiga alternatif untuk mengembangkan fasilitas pelabuhan, yaitu : (1) Memperluas fasilitas yang ada. (2) Menambah jenis fasilitas yang ada. (3) Menambah jenis dan memperluas fasilitas yang ada. Dalam pelaksanaannya, pengembangan terhadap fasilitas PP dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti dana yang dibutuhkan, lahan untuk pengembangan, kapasitas fasilitas yang ada, kondisi fasilitas dan sebagainya. Proses pengembangan harus dilakukan secara efektif dan efisien sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan di PP tersebut sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat yang nyata kepada para pelaku di pelabuhan dalam melakukan berbagai aktivitas.

46 Peran Pendekatan Sistem dalam Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Kesisteman adalah suatu meta konsep atau meta disiplin, di mana formalitas dan proses dari keseluruhan disiplin dan pengetahuan sosial dapat dipadukan dengan berhasil. Pendekatan sistem adalah mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh (Eriyatno 2003). Marimin (2004), mendefinisikan sistem sebagai satu kesatuan usaha yang terdiri dari bagianbagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks. Pengertian tersebut mencerminkan adanya beberapa bagian dan hubungan antar bagian, ini menunjukkan kompleksitas dari sistem yang meliputi kerjasama antar bagian yang interdependen satu sama lain. Selain itu dapat dilihat bahwa sistem berusaha mencapai tujuan. Pencapaian tujuan ini menyebabkan timbulnya dinamika, perubahan-perubahan yang terus menerus perlu dikembangkan dan dikendalikan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa sistem sebagai gugus dari elemen-elemen yang saling berinteraksi secara teratur dalam rangka mencapai tujuan atau sub tujuan. Turban (1990) menyatakan bahwa pola pikir kesisteman merupakan pendekatan ilmiah untuk pengkajian yang memerlukan telaah berbagai hubungan yang relevan, komplementar dan terpercaya. Pendekatan sistem adalah metodologi yang bersifat rasional sampai bersifat intuitif untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu. Permasalahan yang sebaiknya menggunakan pendekatan sistem dalam pengkajiannya harus memiliki tiga karakteristik: (i) kompleks, (ii) dinamis dan (iii) probabilistik. Terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok dalam menganalisis permasalahan dengan pendekatan sistem, yaitu: (i) sibernetik (cybernetic), artinya berorientasi kepada tujuan; (ii) holistik (holistic), yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem, dan (iii) efektif (effectiveness), yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat melaksanakan daripada pendalaman teoritis untuk mencapai efisiensi keputusan (Eriyatno 2003 dan Marimin 2004). Marimin (2004) menyebutkan bahwa pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Manajemen sistem dapat diterapkan dengan mengarahkan perhatian kepada berbagai ciri dasar sistem yang perubahan dan gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem. Eriyatno (2003) berpendapat bahwa pendekatan sistem memberikan metode yang logis untuk penanganan masalah dan merupakan alat yang memungkinkan untuk mengidentifikasikan,

47 23 menganalisis, menstimulasi serta mendesain sistem keseluruhan. Metode untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan melalui pendekatan sistem terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi: evaluasi kelayakan, penyusunan model abstrak, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem. Pendekatan sistem diperlukan untuk menyelesaikan persoalan dengan melalui tahap-tahap di mana untuk menentukan tujuan dan permasalahan diawali dengan penentuan kebutuhan-kebutuhan dari setiap pelaku yang terlibat. Eriyatno (2003) menyatakan bahwa dalam pendekatan sistem terdapat enam tahap analisis sebelum sampai kepada sintesis (rekayasa), yaitu: (1) analisis kebutuhan; (2) identifikasi sistem; (3) formulasi masalah; (4) pembentukan alternatif sistem; (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik; dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Tahap pendekatan sistem tampak pada Gambar 3. Konsep model dari sistem penunjang keputusan (SPK) menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama penunjang keputusan, yaitu (1) pengambil keputusan atau pengguna, (2) data, dan (3) model. Masing-masing komponen dikelola oleh sebuah sistem manajemen. Masukan dan keluaran dari dan untuk pengguna dikelola oleh sistem manajemen dialog. Pengelolaan atau manipulasi data dilakukan oleh sistem manajemen basis data, sedangkan model dikelola oleh sistem manajemen basis model. Ketiga komponen dari sistem tersebut dikoordinasi oleh sebuah sistem pengolahan terpusat (Keen and Morton 1978). Struktur dasar dari SPK dapat dilihat pada Gambar 4. Sistem manajemen dialog, menurut Minch and Burns (1983) adalah sub sistem dari SPK yang berkomunikasi langsung dengan pengguna, yakni menerima masukan dan memberikan pengeluaran dari sistem. Sistem ini menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki oleh pengguna (Eriyatno 2003). Sistem manajemen basis data harus bersikap interaktif dan luwes, dalam arti mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi dan struktur elemen-elemen data (Minch and Burns 1983). Komponen data dapat ditambah, dihapus atau disunting agar tetap relevan bila dibutuhkan (Turban 1990).

48 Gambar 3 Tahap pendekatan sistem (Eriyatno 2003). 24

49 25 Gambar 4 Struktur dasar sistem penunjang keputusan (Eriyatno 2003). Sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasi pengambilan keputusan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam permodelan SPK seperti pembuatan model, implementasi, pengujian, validasi, eksekusi dan pemeliharaan model. Sistem pengolahan terpusat adalah koordinator dan pengendali dari operasi SPK secara menyeluruh. Sistem ini akan menerima masukan dari ketiga sub sistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan keluaran ke sub sistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula (Eriyatno 2003). Pendekatan sistem mempunyai peran penting dalam rekayasa model pengembangan suatu PP. Chaussade (2000) menyebutkan bahwa sistem PP terdiri dari tiga elemen penting yaitu: zona laut (the maritime forward area), zona daratan (the continental backward area), dan zona pelabuhan (the harbour area). Begitu pula menurut Guckian (1970) bahwa terdapat tiga elemen terkait dalam perencanaan pengembangan suatu PP yaitu SDI, PP dan konsumen. Karena itu dalam rekayasa pengembangan suatu PP membutuhkan pendekatan sistem (Anctil 1970).

50 Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan Penelitian tentang pengembangan PP belum banyak dilakukan dan cenderung parsial. Beberapa studi tentang pengembangan PP dan analisis sistem suatu PP antara lain dilakukan oleh Lubis (1999 dan 2001) meneliti tentang Pola Pengembangan PP di Wilayah Perairan Selat Malaka dan Laut China Selatan yang Efisien dan Efektif. Penelitian tersebut bertujuan mengetahui gambaran dasar PP dan PPI contoh di wilayah perairan Selat Malaka dan Laut China Selatan dan menemukan akar permasalahan PP-PPI di kedua wilayah perairan studi dan alternatif pemecahan dalam pengembangan PP-PPI secara efisien dan efektif melalui pola pengembangan yang didapatkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan penerapan analisis tryptique portuaire: hinterland, foreland dan fishing port. Gambaran umum dari foreland PP dan PPI di kedua wilayah perairan studi hampir semuanya (90%) tidak berfungsi optimal dan tidak melakukan pelelangan ikan secara murni, fasilitas yang ada sebagian tidak berfungsi karena biaya pengoperasian dan pendapatannya tidak seimbang seperti cool room di PPI Manggar, juga karena fasilitas-fasilitas tersebut rusak seperti tangki air dan tangki bahan bakar di PPP Pemangkat. Beberapa PP atau PPI tidak tersedia fasilitas yang sebenarnya diperlukan seperti fasilitas penyediaan es dan solar di PPI Sungai Rengas-Pontianak dan juga terjadinya pendangkalan yang cukup serius di beberapa PPI. Berdasarkan hasil analisis tersebut, terdapat dua pola dasar pengembangan yang diarahkan untuk memecahkan permasalahan yang ada di PP atau PPI wilayah perairan Laut China Selatan dan Selat Malaka dan untuk mencegah penjualan ikan ditengah laut dengan mengaitkan antara posisi pasar dan fishing ground (FG). Pada pola dasar I, untuk pengembangannya antara FG dan fishing market (FM) perlu dibangun sebuah PP atau PPI baru agar pengontrolan jumlah produksi dan retribusi dapat dilakukan. Sedangkan pada pola dasar II, pengembangan ditujukan untuk PP atau PPI yang dilalui melalui penyediaan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dan penyesuaian kapasitasnya serta pengembangan industri pengolahan ikan. Pola dasar I dan II yang diusulkan diatas untuk pengembangan PP atau PPI yang berada di wilayah perairan Selat Malaka dan Laut China Selatan agar efisien dan efektif dalam segala aktivitasnya sehingga dapat menguntungkan nelayan dan meningkatkan kesejahteraannya serta dapat menguntungkan pengelolanya.

51 27 Lubis (2000) menyatakan bahwa pada umumnya PP atau PPI yang ada di wilayah perairan Laut Jawa masih belum berfungsi optimal khususnya PPI karena adanya berbagai permasalahan internal seperti pengelolaan dan operasionalnya. Permasalahan pengelolaan ini khususnya karena minimnya kualitas SDM yang ada terutama di PPI dan juga kurangnya peraturan-peraturan dengan kelembagaan yang berhubungan dengan pengelolaan PP. Pengelolaan PP atau PPI yang ada saat ini masih kurang mengkaitkan dengan kondisi foreland dan hinterland-nya. Sebagai contoh faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam distribusinya kurang diperhatikan seperti sarana transportasi yang dipakai untuk mendistribusikan ikan, cara-cara dalam pengolahan dan penanganan yang belum memperhatikan sanitasi dan higienis. Manurung (1995) melakukan penelitian tentang Urgensi PP di Jawa Tengah. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengemukakan keberadaan dan perkembangan PP di Indonesia pada umumnya dan di Jawa Tengah pada khususnya. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa dikaitkan dengan sentra produksi pembangunan PP berjalan lambat, bahkan pemeliharaan PP yang sudah tersedia belum dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan, antara lain karena keterbatasan dana. Sebagian besar PP berukuran kecil dan belum dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Walaupun PP pada hakekatnya diharapkan sebagai pusat pengembangan industri perikanan di desa pantai, tetapi lembaga-lembaga pendukungnya belum tersedia secara seimbang di wilayah pelabuhan tersebut. Bahkan lembagalembaga yang telah ada di wilayah itu kurang berperan dan terkoordinasi dengan baik. Dilihat dari konsepsi agribisnis, kegiatan ekonomi perikanan di wilayah pelabuhan masih lebih terfokus pada pelelangan ikan, pengolahan tradisional dan distribusi produksi hasil tangkapan nelayan yang belum terintegrasi antar tiap sub sistem. Beberapa penelitian yang terkait dengan aplikasi pendekatan sistem dalam pemanfaatan SDI antara lain Effendy (2005) meneliti tentang Rancang Bangun Sistem Informasi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan secara Terpadu: Prototipe Kabupaten Sumenep Madura. Penelitian tersebut bertujuan merancang bangun sistem informasi pemanfaatan sumber daya perikanan dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan secara terpadu yang merupakan integrasi sistem informasi manajemen (management information system, MIS) dan sistem

52 28 informasi geografis (geographical information system, GIS) dengan prototipe Kabupaten Sumenep Madura. Rancang bangun ini diharapkan menghasilkan sistem informasi terintegrasi (integrated information system) yang berkualitas dari segi produk (well-developed system) dan proses pengembangan sistem (wellmanaged system) serta relevan terhadap usaha pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan secara terpadu (organizational relevance). Pengembangan sistem ini menggunakan metode siklus hidup pengembangan sistem (system development life cicle) dengan sistematika pengembangan melalui pengintegrasian empat sub sistem utama yang menentukan kapabilitas teknik sistem ini, yaitu: (1) sub sistem data base management system (DBMS) untuk mengelola basis data; (2) sub sistem criteria base management system (CBMS) untuk mengelola basis kriteria; (3) sub sistem model base management system (MBMS) untuk mengelola basis model; dan (4) sub sistem interface base management system (IBMS) untuk mengelola basis dialog ke dalam bangunan sistem secara keseluruhan sehingga dihasilkan sebuah sistem informasi yang terintegrasi. Hasil perancangan sistem informasi ini adalah sebuah program aplikasi komputer SISTEMIK R SIMPEL dengan platform Microsoft R Windows XP Home Edition TM dengan dua panel utama, yaitu: (1) marine and coastal support system (MCSS) informasi yang dapat diakses dan diproses dalam panel ini adalah informasi atributal untuk pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan (potensi lestari, kapasitas optimum upaya pemanfaatan, dan sebagainya) dan informasi atributal untuk pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan (karakteristik biofisik, karakteristik permasalahan lingkungan, dan sebagainya); dan (2) marine and coastal guideline system (MCGS) informasi yang dapat diakses dan diproses dalam panel ini adalah informasi spasial untuk pemanfaatan ruang pesisir dan lautan (persyaratan biofisik dan kesesuaian lahan untuk pelabuhan, tambak, industri, dan sebagainya) dan informasi spasial untuk pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan (karakteristik biofisik, karakteristik permasalahan lingkungan, dan sebagainya). Agustedi (2000) melakukan penelitian tentang Rancang Bangun Model Perencanaan dan Pembinaan Agroindustri Hasil Laut Orientasi Ekspor dengan Pendekatan Wilayah. Penelitian tersebut bertujuan untuk menghasilkan suatu model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut orientasi ekspor dengan pendekatan wilayah; meliputi (1) analisis faktor yang menghambat dan

53 29 mendukung perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut; (2) mempelajari kemitraan antara pemasok bahan baku dan agroindustri dengan pedagang atau distributor; (3) menganalisis struktur biaya usaha agroindustri hasil laut; (4) merancang perangkat lunak untuk membantu investor, pengusaha, dan pemerintah dalam merencanakan dan membina agroindustri hasil laut skala usaha kecil dan menengah; serta (5) merancang suatu model perencanaan agroindustri hasil laut terpadu yang terdiri dari UP-3 primer (Usaha Pascapanen Perikanan Pedesaan primer) dan UDP-2 tersier (Usaha Distribusi Produk Perikanan tersier) dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan pendistribusian pendapatan pihak terkait secara proporsional. SPK dengan model AGROSILA diwujudkan dalam bentuk program berbasis komputer yang terdiri dari teknik optimasi dengan menggunakan program linier untuk meminimumkan biaya transportasi melalui prosedur VAM (Vogel s Approximation Methods) dan stepping stone, rancangan kebijakan atau strategis dianalisis dengan AHP, metode penentuan prioritas keputusan dengan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial) dan CPI (Comparative Performance Index). Penetapan kinerja perusahaan dianalisis dengan metode APC (American Productivity Center Model), analisis penetapan harga produk menggunakan model pasar dinamik, dan perkiraan produksi produk agroindustri hasil laut dianalisis dengan model pemulusan eksponensial (Exponential Smoothing Model/ESM). AGROSILA sebagai suatu model yang berbasis komputer dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu (1) model perencanaan yang didukung oleh sub model pengadaan bahan baku dan perencanaan produksi (DAKUSI); sub model teknologi (TEKNO); sub model pembiayaan, kelayakan, dan resiko usaha (PKRESIKU); dan sub model nelayan (NELAYAN); dan (2) model pembinaan yang didukung oleh sub model teknologi (TEKNO); sub model mutu (MUTU); sub model resiko usaha (PKRESIKU); sub model nelayan (NELAYAN); sub model produktivitas (PRITAS), dan sub model perkiraan harga (HARGA). Aplikasi SPK AGROSILA diharapkan mengemban misi: (1) pemberdayaan nelayan atau kelompok nelayan, (2) peningkatan nilai tambah melalui usaha pengolahan, dan (3) pengembangan usaha bersama. Aplikasi metode kesisteman telah menghasilkan SPK AGROSILA yang holistic dan mampu membangun kondisi optimal melalui proses pemenuhan kebutuhan para pelaku terkait, sekaligus dapat mengantisipasi dinamika perubahan data dan informasi.

54 30 Giyatmi (2005) meneliti tentang Sistem Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut: Suatu Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sistem pengembangan agroindustri perikanan laut. Sistem pengembangan agroindustri perikanan laut dirancang dalam suatu program komputer dengan nama AGRIPAL (Agroindustri Perikanan Laut). Sub Model Kawasan untuk pengelompokkan kawasan pengembangan agroindustri perikanan laut dan penentuan pusat pertumbuhan masing-masing kawasan dirumuskan dengan Metode Cluster Analysis; Sub Model Pemilihan untuk pemilihan prioritas komoditas potensial dan pemilihan produk unggulan dirumuskan berdasarkan Metode Independent Preference Evaluation (IPE) dalam kaidah Fuzzy Group Decision Making (FGDM); sub model kelayakan untuk mengetahui tingkat kelayakan produk unggulan agroindustri perikanan laut dirumuskan dengan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), dan Pay Back Period (PBP); sub model strategi untuk memilih alternatif strategi pengembangan dirumuskan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP); dan sub model kelembagaan untuk menetapkan struktur elemen kelembagaan pengembangan agroindustri perikanan laut dirumuskan dengan metode Interpretative Structural Modelling (ISM). Sistem pengembangan agrindustri perikanan laut yang direkayasa melalui Model SPK AGRIPAL didesain secara fleksibel, artinya Model AGRIPAL tidak hanya dapat diaplikasikan di Propinsi Jawa Tengah, tetapi dapat juga diaplikasikan di daerah lain sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan. Penyesuaian dalam aplikasi model ini dapat dilakukan melalui serangkaian identifikasi awal terhadap potensi, kondisi dan harapan yang hendak dicapai oleh masing-masing wilayah. Implementasi dari alternatif model dan hasil penelitian ini masih membutuhkan kajian yang mendalam terhadap berbagai faktor pendukungnya, seperti model kemitraan antar wilayah berdasarkan tingkat kepentingan yang serupa dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki, tinjauan kritis terhadap potensi SDI yang lebih akurat, serta dukungan kebijakan yang nyata dari pemerintah terhadap pengembangan agroindustri bernilai tambah.

55 3 KERANGKA PEMIKIRAN Sesuai dengan fungsi-fungsi yang dimilikinya maka pengembangan PP idealnya berdasarkan konsepsi pendekatan sistem yang menyeluruh berdasarkan azas pengembangan wilayah yang dalam operasionalnya akan mencakup berbagai aspek penting dalam pengembangan PP (seperti SDI, produksi, aktivitas di PP, pengolahan, pemasaran hasil sampai dengan aspekaspek sosial ekonomi perikanan, kelembagaan yang terkait, pembiayaan baik jumlah biaya dan sumber biaya dalam pengembangan PP. Pengembangan PP di suatu wilayah harus dilakukan secara terencana dan terpadu dengan menganalisis elemen-elemen penting yang terkait dalam sistem PP. Sistem PP merupakan bagian dari sub sistem perikanan tangkap (Monintja dan Yusfiandayani 2001). Sistem PP meliputi hulu, pusat dan hilir. Sistem tersebut jelasnya adalah : (1) Hulu (marine terrain) adalah tempat terjadinya aktivitas penangkapan. Analisis wilayah hulu terdiri dari analisis terhadap potensi SDI, daerah penangkapan dan lingkungan perairan serta teknologi penangkapan ikan. Informasi mengenai sumber daya perikanan sangat penting artinya, karena keberhasilan pembangunan PP atau PPI tidak terlepas dari ketepatan dalam pemilihan lokasi yang akan dikembangkan tersebut, antara lain adalah adanya potensi sumber daya perikanan yang memadai, jumlah armada dan produksi, dan sistem pemasaran. (2) Pusat atau PP (fishing port), pada hakekatnya PP merupakan basis utama kegiatan industri perikanan tangkap yang harus dapat menjamin suksesnya aktivitas usaha perikanan tangkap di laut. PP berperan sebagai terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna tinggi. Aktivitas unit penangkapan ikan di laut keberangkatannya harus dari pelabuhan dengan bahan bakar, makanan, es dan lain-lain secukupnya. PP dalam analisisnya merupakan elemen yang meliputi kondisi fisik existing, potensi perikanan (produksi, nilai produksi, unit penangkapan) dan organisasi yang ada didalamnya. (3) Hilir (hinterland) adalah bagian dari wilayah daratan, tempat di mana suatu pelabuhan menjual jasa-jasanya dan menarik pengguna jasa untuk memanfaatkan PP. Daerah hilir meliputi wilayah distribusi dan konsumsi. Hilir merupakan salah satu elemen penting dalam analisis karena elemen itu 31

56 32 meliputi konsumen, sarana prasarana pendukung, lembaga dan organisasi yang mendukung aktivitas pendistribusian, dan lain-lain. Kerangka pemikiran pengembangan PPSC didasari oleh tujuan untuk mengembangkan produksi perikanan, pemanfaatan sumber daya laut yang lebih optimal dan menggiatkan perekonomian masyarakat nelayan sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan nelayan dan memberikan kontribusi bagi PAD Kabupaten Cilacap, serta PNBP dari sektor Perikanan dan Kelautan. Keberadaan Pelabuhan (existing port) Pendekatan Sistem Rencana Pengembangan Pelabuhan Perikanan Hulu (Marine Terrain) Pusat (Pelabuhan Perikanan) Hilir (Hinterland) Data Outcomes Input Analisis dan Pengolahan Data Output Gambar 5 Kerangka pemikiran rekayasa model pengembangan PP. Perumusan rancangan pengembangan PPSC melibatkan berbagai elemen dengan kepentingan yang beragam. Hubungan atau keterkaitan antara satu elemen dengan elemen yang lain dalam pemenuhan kebutuhan pengembangan PP akan membuat persoalan semakin kompleks. Karakteristik ini memerlukan pendekatan sistem untuk mendapatkan solusi yang komprehensif dan efektif. Pendekatan sistem merupakan suatu metode pemecahan masalah yang terdiri dari beberapa tahap proses. Pendekatan sistem diawali dengan analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem dan pemodelan yang dilanjutkan dengan verifikasi dan validasi

57 33 model yang dihasilkan. Konsep utama sistem adalah bagaimana semua elemen dalam suatu sistem berinteraksi satu dengan yang lain melalui umpan balik (causal loop). Analisis kebijakan dilakukan untuk mengambil kebijakan yang perlu sehingga tujuan sistem dapat dicapai. Dengan menggunakan pendekatan sistem diharapkan dapat diketahui skenario yang perlu diambil dalam pengembangan PPSC untuk mengantisipasi kejadian yang akan datang dan mencapai tujuan yang diharapkan (pengembangan). Pada Gambar 5 ditunjukkan kerangka pemikiran penelitian rekayasa model pengembangan PP. 3.1 Landasan Teori Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang diperkirakan memberikan nuansa baru pembangunan di daerah, maka upaya pemanfaatan dan pengembangan berbagai potensi daerah, termasuk potensi sumber daya perikanan dan kelautan, mulai lebih mendapat perhatian. Sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap memegang peranan penting dalam perekonomian regional dan nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan bagi nelayan dan sumber devisa yang sangat potensial (DEPDAGRI 2004). Upaya yang dilakukan untuk pembangunan sektor perikanan adalah dengan cara menyediakan berbagai kemudahan untuk memberikan berbagai fasilitas yang menunjang keberhasilan usaha perikanan seperti kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi dan perbekalan ke laut, mendaratkan hasil tangkapan dan menjamin pemasarannya sehingga menjamin kelancaran sejak produksi sampai pemasarannya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa faktor utama untuk mendukung usaha pengembangan usaha perikanan khususnya kegiatan penangkapan adalah dengan tersedianya prasarana penangkapan ikan berupa PP atau PPI sebagai tempat berlindung atau berlabuh bagi kapal-kapal perikanan, mengisi bahan perbekalan serta mendaratkan ikan hasil tangkapannya (DJPT 2001; 2002; Ismail 2005). Pengembangan PPSC bertujuan untuk melaksanakan pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan sarana pelabuhan serta tata operasional pelayanan kepada nelayan dan kapal perikanan serta pengusaha perikanan. Sejak PPSC mulai dioperasikan terlihat bahwa PPSC merupakan suatu sistem yang menyeluruh dan terintegrasi sesuai dengan pengembangan wilayah yang menampung berbagai aspek dalam usaha perikanan seperti aspek

58 34 produksi, pengelolaan dan pemasaran hasil sampai kepada aspek sosial ekonomi nelayan. Menurut Dirjen Perikanan (1981), pengembangan kegiatan perikanan ditempuh dengan dua pendekatan yaitu: (1) Pendekatan produksi Pengembangan kegiatan perikanan dibuat berdasarkan kecepatan peningkatan produksi yang sudah ada saat ini. Dalam menyusun proyeksi peningkatan produksi ini hendaknya dipertimbangkan keterbatasanketerbatasan yang mungkin timbul yaitu : (a) potensi perikanan yang masih tersedia, dilihat dari maximum sustainable yield (MSY), (b) potensi masyarakat nelayan, (c) potensi pemasaran hasil, dan (d) akibat-akibat sampingan yang timbul. (2) Pendekatan konsumsi. Proyeksi pengembangan kegiatan perikanan dibuat berdasarkan kecepatan peningkatan konsumsi yang sudah tercapai pada saat ini. Dalam menyusun proyeksi pengembangan dengan pendekatan konsumsi ini kegiatan yang harus diakomodasikan menjadi kegiatan berproduksi dari nelayan setempat dan perdagangan ikan ke dan dari luar daerah melalui PP. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 Bab III Pasal 3 ayat (2) tentang PP, bahwa rencana induk PP secara nasional disusun dengan mempertimbangkan : (1) daya dukung SDI yang tersedia, (2) daya dukung SDM, (3) wilayah pengelolaan perikanan (WPP), (4) rencana umum tata ruang wilayah propinsi, kabupaten atau kota, (5) dukungan prasarana wilayah, dan (6) geografis daerah dan kondisi perairan. Guckian (1970) dan Chaussade (2000) menyatakan dalam merencanakan PP terdapat tiga elemen penting yaitu potensi SDI (foreland), PP itu sendiri dan daerah konsumen (hinterland). DJPT (2002) menyebutkan bahwa dalam menyusun strategi dan program pengembangan PP membuat beberapa pendekatan, antara lain: pendekatan sumber daya perikanan dan pendekatan sentralisasi dan distribusi hasil. DJPT (2003) menjelaskan lebih lanjut bahwa

59 35 untuk memperoleh hasil yang optimal, dibuat beberapa pendekatan dalam penentuan lokasi dan besaran kegiatan PP, antara lain: (1) Pendekatan Sumber Daya Perikanan Pada perairan yang mempunyai SDI yang melimpah dan belum dieksploitasi dengan baik secara historis tercipta pola usaha perikanan rakyat skala kecil dengan menggunakan kapal tanpa motor, maupun motor tempel yang mampu bergerak sampai perairan 4 mil dari pantai. Pada wilayah tersebut akan terbentuk kampung-kampung nelayan yang melakukan usaha one day fishing yaitu pergi ke laut setiap hari. Hasil tangkapan nelayan digunakan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan sisanya dipasarkan kepada masyarakat setempat. Umumnya nelayan memanfaatkan kondisi lingkungan alam sebagai tempat berlindung perahunya seperti muara-muara sungai, laguna dan teluk pada musim-musim tertentu. Secara alamiah daerah perkampungan nelayan akan tumbuh di sekitar muara sungai yang tidak terlalu dipengaruhi gelombang laut. Beberapa lokasi PP di pantai tumbuh pada perairan yang dangkal dengan tingkat sedimentasi tinggi. Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan perikanan pada lokasi seperti ini adalah memandang PP sebagai community fishery development yaitu pengembangan PP yang lebih mengarah pada pembangunan perkampungan nelayan yang menyangkut berbagai aspek sosial dan sanitasi lingkungan. Sedangkan pembangunan fasilitas PP lebih mengarah pada upaya melakukan pengamanan tempat berlabuh kapal-kapal nelayan yang sangat terpengaruh oleh gangguan kondisi alam serta dukungan terhadap industri pasca panen. (2) Pendekatan Sentralisasi dan Distribusi Hasil Pada daerah yang sudah berkembang yang mempunyai daya serap yang tinggi terhadap jumlah ikan yang didaratkan, PP akan tumbuh menjadi tempat pemusatan produksi ikan yang datang dari berbagai daerah di sekitar untuk didistribusikan ke hinterland atau interinsuler, dalam bentuk ikan segar atau ikan olahan. Hasil tangkapan yang didaratkan di PP ini terkumpul dari kapal ikan ataupun kapal pengangkut yang mengumpulkan ikan dari pusat-pusat pendaratan di daerah perkampungan nelayan (community fishery). Volume

60 36 ikan yang didaratkan mencapai skala ekonomis bagi pengembangan usaha perikanan tangkap, perdagangan dan pengolahan pasca panen. Kondisi perdagangan di PP menciptakan iklim usaha perdagangan dan pengolahan pasca panen dalam skala ekonomis atau dengan kata lain bahwa hasil perikanan yang didaratkan akan didominasi untuk perdagangan skala besar (sebagian kecil dikonsumsi masyarakat setempat di sekitar pelabuhan). Kegiatan pelelangan ikan akan lebih tampak, serta transaksitransaksi dengan volume besar sangat mendominasi kegiatan perdagangan. Karena ikan akan dipasarkan kembali secara regional baik melalui darat atau laut. Kapal-kapal ikan berlabuh di pelabuhan menggunakan tingkat teknologi madya atau maju yang mampu melaksanakan eksploitasi SDI di perairan sekitar lokasi (lebih 4 mil sampai dengan 12 mil) atau wilayah perikanan lainnya. Karakteristik kapal akan didominasi oleh ukuran yang lebih besar (>10 GT). Dalam mengembangkan PP perlu diperhatikan indikator-indikator pertumbuhan produksi, pasar dan pasca panen serta Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD) dan lahan yang cukup guna mewujudkan : (1) terciptanya pasar ikan yang besar (volume dan nilai), (2) kawasan industri pasca panen hasil perikanan, (3) keterpaduan sistem transportasi, karena pada PP ini akan terjadi pergantian moda transportasi (transportasi laut ke transportasi darat), untuk distribusi hasil tangkapan ke hinterland dan interinsuler. (3) Pendekatan Daerah Berkembang Pada lokasi-lokasi yang lebih maju dicerminkan oleh : (1) industri pasca panen hasil perikanan sudah sangat modern dengan berbagai jenis produk seperti ikan segar, beku (dengan berbagai jenisnya), olahan (dengan berbagai jenisnya) serta ikan hidup, (2) volume dan nilai perdagangan mempunyai skala yang sangat besar, (3) menggunakan standar mutu internasional, (4) industri penangkapan akan berkembang pada skala besar dan modern, yang mengoperasionalkan kapal ikan > 60 GT dan mampu beroperasi di ZEEI dan high seas fishing area dengan lama operasi 1 sampai dengan 3 bulan,

61 37 (5) industri perikanan akan sangat menonjol dibanding masalah-masalah sosial masyarakat nelayan dan umumnya kampung nelayan (community fishery) berada jauh di luar kawasan PP, masyarakat di pelabuhan didominasi oleh buruh kapal, buruh industri pasca panen, dan (6) kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB cukup dominan. Dalam mengembangkan PP perlu diperhatikan indikator volume ekspor, jumlah uang beredar, tenaga kerja, perkembangan teknologi, perkembangan pemanfaatan PP sebagai basis operasi kapal yang beroperasi di perairan internasional (diluar ZEEI) guna mewujudkan : (1) menciptakan pasar ikan yang besar (volume dan nilai) dari produk segar, olahan dan ikan hidup serta industri penunjang bagi perikanan tangkap, (2) kawasan industri pasca panen hasil perikanan yang luas, (3) keterpaduan sistem transportasi, dan (4) kawasan andalan yang strategis, produktif dan cepat tumbuh sebagai sentra produksi dan sentra industri bagi pengembangan ekonomi terpadu khususnya di sektor perikanan sebagai komoditas unggulan. Sejalan dengan arah kebijaksanaan pembangunan perikanan, kebijaksanaan pengembangan prasarana PP didasarkan pada pertimbangan: (1) Pemanfaatan sumber daya artinya pembangunan prasarana PP dan penambahan kapal perikanan diarahkan pada daerah atau perairan yang masih berpotensi. (2) Dukungan atas keutuhan wawasan nusantara dan konvensi hukum laut. (3) Mendukung pertumbuhan daerah dan nasional, meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, menunjang tumbuhnya usaha perikanan skala besar dan usaha perikanan skala kecil secara paralel. (4) Seluruh prasarana PP merupakan suatu pembangunan sistem dalam satu kesatuan yang terkait dan saling mendukung. (5) PP dilengkapi dengan sarana pokok, fungsional dan pendukung, sehingga tercipta iklim yang kondusif untuk menunjang terwujudnya usaha perikanan modern. (6) Menunjang keberhasilan pemanfaatan daerah pantai. (7) Kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain adalah peningkatan pengolahan, rehabilitasi, perluasan pengembangan dan pembangunan baru. (8) Meningkatkan fasilitas prasarana PP untuk menuju perikanan modern.

62 Pendekatan Sistem Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi pemecahan masalah yang diawali dengan identifikasi serangkaian kebutuhan dan menghasilkan sistem operasional yang efektif. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pendekatan sistem ini meliputi analisis kebutuhan, formulasi permasalahan dan identifikasi sistem. Pendekatan sistem dicirikan oleh adanya suatu metodologi perencanaan atau pengelolaan, bersifat multidisiplin terorganisir, adanya penggunaan model matematika, berfikir secara kuantitatif, optimasi dan dapat diaplikasikan dengan teknik simulasi serta dapat direkayasa dengan bantuan komputer. Pendekatan sistem menggunakan abstraksi keadaan nyata ataupun penyederhanaan sistem nyata untuk pengkajian suatu masalah Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem. Analisis ini akan dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan, analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antar respon yang timbul terhadap jalannya sistem. Interaksi sendiri didefinisikan oleh Muhammadi et al. (2001) adalah pengikat atau penghubung antar unsur, yang memberi bentuk atau struktur kepada obyek, membedakan dengan obyek lain dan mempengaruhi perilaku dari obyek. Analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan. Hal tersebut meliputi manajer atau administrator dari pada sistem, distributor hasil dari suatu sistem, pemakai barang atau jasa yang berasal dari suatu sistem dan yang terakhir adalah perancang dari sistem itu sendiri (Eriyatno 2003). Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat meliputi hasil dari suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapang dan sebagainya. Pada tahap analisis kebutuhan, dapat ditentukan elemen-elemen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem ataupun sub sistem. Elemen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masingmasing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada.

63 39 Gambar 6 Metodologi penyelesaian masalah dengan pendekatan sistem (Manetsch dan Park 1977). Pengembangan PPSC melibatkan beberapa elemen yang berperan sebagai stakeholder, di mana masing-masing memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap PPSC. Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan PPSC adalah sebagai berikut: (1) Nelayan; merupakan kelompok masyarakat yang mata pencaharian utamanya adalah mencari ikan. Nelayan terdiri dari kelompok pemilik kapal atau perahu maupun nelayan pekerja yang tidak mempunyai perahu.

64 40 Nelayan merupakan pelaku utama dalam PPSC dan akan terkena dampak langsung apabila ada permasalahan dalam sistem PPSC. (2) PPSC; merupakan institusi pengelola yang bertugas menyediakan sarana yang berkaitan dengan produksi perikanan, seperti dermaga labuh, tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan, ruangan pendingin ikan (cooling room), ataupun sebagian kebutuhan logistik kapal-kapal penangkap ikan. (3) Pemerintah; yaitu lembaga otoritas lokal (Pemerintah Kabupaten Cilacap, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah) maupun Pemerintah Pusat yang mempunyai tanggung jawab dalam pengelolaan dan pengembangan PPSC. (4) Lembaga Keuangan atau Perbankan; merupakan institusi keuangan baik berupa bank atau lembaga keuangan lainnya yang dapat berperan sebagai pemberi dana untuk keperluan investasi. (5) Pembeli (konsumen ikan); adalah masyarakat yang melakukan transaksi pembelian ikan di PPSC. Konsumen terbagi menjadi konsumen rumah tangga dan konsumen industri pengolahan ikan. Konsumen berperan penting dalam pengembangan produksi ikan. Peningkatan jumlah konsumen akan memacu peningkatan produksi ikan. Struktur sistem pengelolaan dan pengembangan PPSC secara diagramatis ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 7 Hierarki sistem pengelolaan dan pengembangan PPSC.

65 41 Hasil analisis kebutuhan dapat digunakan untuk mendefinisikan dan menegaskan kembali tujuan dari sistem pengembangan PPSC. Tujuan pengembangan PPSC adalah sebagai berikut: (1) Meningkatkan kemampuan pelayanan dan efektivitas manajemen di PPSC. (2) Meningkatkan produksi ikan di PPSC. (3) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. (4) Meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan bagi pendapatan PAD dan PNBP. Pada tahap analisis kebutuhan, dapat ditentukan elemen-elemen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem ataupun sub sistem. Elemen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masingmasing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Eriyatno 2003 dan Marimin 2004). Dari analisis kebutuhan, pengembangan PPSC adalah mencakup nelayan, pihak pengelola PPSC, konsumen, lembaga keuangan atau perbankan, instansi pemerintah terutama pihak perikanan dan instansi terkait lainnya di daerah dan di pusat. Analisis kebutuhan dari masing-masing elemen tersebut adalah sebagai berikut: (1) Nelayan Tersedianya sarana dan prasarana penangkapan. Tersedianya modal berusaha. Harga jual ikan hasil tangkapan tinggi atau wajar. Permintaan terhadap hasil perikanan kontinyu. Produktivitas nelayan meningkat. Kesejahteraan keluarga meningkat. (2) Pengelola PPSC Peningkatan produksi perikanan. Peningkatan penerimaan dan pendapatan. Harga lelang tinggi. Terlaksananya dan terkoordinasinya pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan sarana dan prasarana tempat pendaratan dan pelelangan ikan, tertatanya operasional pelayanan kepada nelayan, kapal perikanan, pedagang ikan dan pelaku usaha perikanan lainnya. Terciptanya tata hubungan yang serasi dan harmonis. Lancarnya aktivitas nelayan di pelabuhan. Menghindari tumpang tindih kegiatan.

66 42 (3) Pengusaha atau Pengolah Pasokan bahan baku terjamin, harga rendah dan mutu baik. Pemasaran produk terjamin dengan harga menguntungkan. Usaha pengolahan menguntungkan dan produk yang dihasilkan mampu bersaing secara global. Tersedianya modal usaha dengan persyaratan peminjaman yang saling menguntungkan. (4) Pedagang atau Bakul Mutu produk sesuai standar atau selera konsumen dengan harga rendah. Biaya produksi dan biaya transaksi rendah. Harga jual menguntungkan dan permintaan konsumen tinggi. Pasokan produk terjamin dari segi jumlah maupun waktu. (5) Konsumen Mutu produk sesuai selera konsumen dengan harga terendah. Diversifikasi produk. (6) Lembaga Pembiayaan usaha Manajemen dan proposal agroindustri hasil laut yang layak. Resiko penyaluran kredit kecil dan pengembalian kredit yang terjamin. Bunga kredit atau bagi hasil usaha menguntungkan dan jumlah nasabah meningkat. (7) Instansi Pemerintah Bertambahnya lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan pengusaha perikanan. Tidak terjadinya pencemaran lingkungan. Meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan bagi PAD Formulasi Permasalahan Permasalahan merupakan kesenjangan antara tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan dengan kemampuan pemenuhan akibat adanya keterbatasan sumber daya. Untuk melakukan pemecahan masalah maka berbagai kesenjangan yang ada perlu diformulasikan sehingga mencapai taraf defenitif. Permasalahan yang muncul dari pengembangan PP secara umum disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

67 43 (1) Potensi sumber daya perikanan yang belum dimanfaatkan secara optimal. (2) Tingkat kegiatan perikanan (tingkat produksi, jumlah kapal dan nelayan, serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan) rendah. (3) Masih rendahnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan nelayan sehingga berimplikasi kepada lemahnya kemampuan dalam pengadaan fasilitas penangkapan. (4) Masih rendahnya tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC. (5) Belum adanya prioritas pengembangan fasilitas di PPSC. (6) Belum terdapat perencanaan kebutuhan logistik dan fasilitas PPSC. (7) Hubungan kelembagaan dalam pengembangan PPSC yang kurang harmonis. (8) Belum adanya strategi pengembangan di PPSC. Permasalahan yang telah diformulasikan kemudian dikaji lebih lanjut untuk menentukan model pengembangan PPSC dengan mengakomodasikan berbagai kebutuhan dan memanfaatkan sumber daya yang ada Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap sistem yang dikaji dalam bentuk diagram. Diagram yang digunakan adalah diagram lingkar atau sebab akibat (causal loop) (Gambar 8) yang kemudian diterjemahkan dalam diagram kotak gelap (black box diagram) (Gambar 9). Dalam penyusunan kotak gelap atau bisa juga disebut diagram input output, perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu peubah input, peubah output dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem. Input terdiri dari dua golongan yaitu eksogen atau yang berasal dari luar sistem (input dari lingkungan) dan input yang berasal dari dalam sistem dan ditentukan oleh fungsi dari sistem itu sendiri. Sedangkan output secara garis besar terdiri dari output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Jika yang diperoleh adalah output yang tidak terkehendaki, maka melalui kontrol manajemen dapat ditinjau kembali input yang terkendali.

68 44 Teknologi Penangkapan Ikan + Pelelangan + Produksi Ikan + Jumlah Kapal Pelayanan di PP + + PAD + Pengembangan PPSC Pendapatan Nelayan Ketersediaan Bahan Baku Optimalisasi Pemanfaatan SDI Jumlah Nelayan + _ Lapangan Kerja Kelayakan dan Kelangsungan Industri Pengolahan + Minat Investor Gambar 8 Diagram sebab akibat sistem pengembangan PPSC. Causal loop merupakan penggambaran atau deskripsi elemen sistem dan interaksinya sehingga membentuk sistem. Perilaku loop dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu causal loop positive dan causal loop negative. Causal loop positive mempunyai sifat membangkitkan pertumbuhan, di mana suatu kejadian hasilnya akan memperbesar hasil kejadian berikutnya. Umpan balik positif mempunyai ciri adanya ketidakstabilan, ketidakseimbangan, penguatan atau pertumbuhan. Sedangkan causal loop negative selalu berusaha mencapai tujuan (gool seeking) atau keseimbangan dan berusaha memberikan koreksi dalam mencapai tujuan. Output yang dikendaki merupakan respon dari sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan secara spesifik dalam analisis kebutuhan, dan output yang tidak dikehendaki merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output yang dikehendaki. Output sistem yang dikehendaki adalah peningkatan volume produksi, peningkatan volume dan nilai ekspor, peningkatan PAD dan PNBP, peningkatan konsumsi ikan, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan jumlah unit usaha dan meratanya distribusi

69 45 pendapatan masyarakat. Sedangkan output yang tidak dikehendaki merupakan kebalikannya. Manajemen pengendalian merupakan faktor pengendalian terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki dan berusaha meminimumkan output tidak dikehendaki dengan input terkendali. Gambar 9 Diagram input-output sistem pengembangan PPSC.

70 4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 24 bulan, yaitu mulai Agustus 2004 hingga Agustus Pengolahan, tabulasi dan analisis data serta pembuatan perangkat lunak komputer SISBANGPEL dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB (FPIK IPB). Penelitian lapang dilaksanakan di PPSC. PPSC terletak di Kabupaten Cilacap di pantai selatan Jawa Tengah pada posisi ' 30" ' 30" BT dan 07 30' 00" 07 45'20" LS (Lampiran 1), dikenal sebagai daerah penghasil udang terbesar di pantai selatan Pulau Jawa, berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang sangat potensial akan sumber daya perikanan lepas pantai, sehingga diharapkan akan mampu mendukung pemenuhan kebutuhan ikan baik domestik maupun ekspor. Keberadaan PPSC dengan demikian mempunyai nilai yang strategis dan prospektif guna pembangunan dan pengembangan perikanan khususnya di Jawa Tengah, terlebih lagi apabila dikaitkan dengan visi Kabupaten Cilacap yakni Kabupaten Cilacap sebagai pusat pengembangan pertumbuhan pembangunan Jawa bagian selatan. Kegiatan penelitian tentang Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap meliputi : (1) Survei terhadap lokasi penelitian untuk analisis dan identifikasi masalah terkait dengan pengembangan PP serta merancang percobaan penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September (2) Studi pustaka untuk mendapatkan data-data pendukung dalam analisis pengembangan PP, dilakukan bulan September 2004-Januari 2005 di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Jakarta, Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Jakarta, FPIK IPB dan FPIK Universitas Diponegoro (UNDIP). (3) Pengumpulan data utama terkait dengan pengembangan PP, dilakukan di PPSC, DKP, FPIK IPB dan FPIK UNDIP pada bulan Oktober 2004 Oktober (4) Pengolahan data dan pembuatan perangkat lunak komputer SISBANGPEL, dilakukan di FPIK IPB dan FPIK UNDIP bulan Januari 2005-Maret (5) Penulisan laporan (disertasi) dilakukan pada bulan Maret 2005 Agustus 2006, dilakukan di FPIK IPB. 46

71 Tahap Penelitian Penelitian rekayasa model pengembangan PPSC ini menitikberatkan pada analisis pengembangan PP dan proyeksi pengembangan PP ke depan. Sesuai dengan hipotesis penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuh analisis penting yaitu: (1) Membuat model untuk analisis potensi SDI, yaitu melakukan analisis untuk mengetahui besarnya potensi sumber daya perikanan yang ada, tingkat eksploitasi yang telah dicapai serta kemungkinan pengembangannya lebih lanjut sesuai dengan potensi lestari (MSY). (2) Membuat model analisis prakiraan atau proyeksi aktivitas di PPSC, setelah memperoleh data dan informasi mengenai keadaan potensi sumber daya perikanan dilanjutkan dengan proyeksi atau estimasi keadaan pada masa depan yang akan menggambarkan: - estimasi produksi dan keadaan usaha perikanan di masa depan dengan memperhatikan faktor sumber penangkapan serta penangkapan lestarinya, - estimasi permintaan terhadap ikan laut di masa depan yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan populasi, - estimasi pasar di masa depan misalnya perdagangan lokal, regional, antar pulau, propinsi dan ekspor, - estimasi tenaga kerja yang akan terlibat dengan adanya pengembangan PPSC. (3) Membuat model untuk analisis kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC. (4) Membuat model untuk analisis prioritas pengembangan PPSC, yaitu melakukan kajian tentang susunan dan jenis-jenis fasilitas yang diperlukan dan ukurannya. (5) Membuat model untuk analisis penentuan kelayakan finansial pengembangan PPSC. (6) Membuat model untuk analisis kelembagaan yang terkait dalam pengembangan PPSC. (7) Membuat model untuk analisis strategi yang akan digunakan dalam pengembangan PPSC. Secara garis besar alur deskriptif kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.

72 Gambar 10 Tahap penelitian rekayasa model pengembangan PPSC. 48

73 Gambar 10 Tahap penelitian rekayasa model pengembangan PPSC (Lanjutan). 49

74 Gambar 10 Tahap penelitian rekayasa model pengembangan PPSC (Lanjutan). 50

75 Analisis Potensi SDI Analisis potensi SDI dilakukan untuk memperoleh informasi nilai dugaan potensi SDI di Cilacap dan PPSC. Pendugaan potensi SDI dilakukan dengan cara analisis data produksi (catch) dan upaya penangkapan (effort) menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox. Menurut Gulland (1983), hubungan antara hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dan upaya (effort) dapat berupa hubungan linier maupun eksponensial. Hubungan antara hasil tangkapan per upaya penangkapan dan upaya penangkapan merupakan garis lurus pada model Schaefer dan merupakan kurva yang dilinierkan dengan cara melogaritmakan hasil tangkapan per upaya penangkapan pada kasus model Fox. Apabila kedua variabel tersebut diplotkan, akan membentuk garis lurus pada model Schaefer dan garis lengkung pada model Fox. Kedua model tersebut mengikuti asumsi bahwa hasil tangkap per upaya penangkapan (Y/f) menurun dengan meningkatnya upaya akan tetapi keduanya berbeda dalam hal di mana model Schaefer menyatakan satu tingkatan upaya dapat dicapai pada nilai Y/f sama dengan nol, yaitu bila f = a/b, sedangkan pada model Fox Y/f selalu lebih besar daripada nol untuk seluruh nilai f. Formula yang disajikan oleh Schaefer dan Fox adalah sebagai berikut: (1) Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f) CPUE = a bf (Schaefer) CPUE = exp (c df). (Fox) (2) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dan upaya penangkapan (f) Catch (c) = af bf 2 (Schaefer) Catch (c) = f*exp (c + df). (Fox) (3) Effort optimum diperoleh dari turunan persamaan (2) = 0, yaitu : f = a. (Schaefer) 2 b 1 f = (Fox) d (4) Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan mensubstitusikan nilai effort maksimum ke dalam persamaan (2), yaitu : MSY = a 2 / 4b.. (Schaefer) 1 MSY = * exp (c-1). (Fox) d

76 52 Penentuan model terpilih pada analisis potensi SDI dilihat dari nilai koefisien determinasi (R). Nilai R terbesar dari kedua model tersebut menunjukkan bahwa model tersebut terpilih untuk digunakan dalam pendugaan potensi SDI Analisis Prakiraan Analisis prakiraan dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kegiatan perikanan (produksi, nilai produksi, jumlah kapal dan nelayan, serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan) di PPSC. Prakiraan adalah suatu upaya untuk memperkirakan kejadian masa depan dengan memperhatikan informasi-informasi yang diketahui. Masa depan mempunyai ketidakpastian maka tugas manajerial adalah memperkecil ketidakpastian tersebut, dengan usaha mempelajari proses kejadian masa lalu atau memperkirakan masa depan atas dasar informasi yang telah diketahui (Djauhari 1986 dan Makridakis et al. 1993). Keadaan yang dihadapi dalam melakukan prakiraan sangat bervariasi, baik dari segi: (1) horizon waktu; (2) faktor-faktor yang menentukan hasil aktual dari kejadian yang diduga, dan (3) tipe pola data yang digunakan sebagai dasar melakukan prakiraan. Penerapan suatu metode dalam melakukan peramalan di tentukan oleh ketiga keadaan tersebut (Machfud 1999). Analisis prakiraan dilakukan terhadap data-data produksi ikan, jumlah kapal per masing-masing aktivitas di PPSC dan harga ikan. Pengolahan data prakiraan aktivitas di PPSC dilakukan dengan beberapa metode antara lain : (a) Rata-rata bergerak tunggal (Single Moving Average). (b) Rata-rata bergerak ganda (Double Moving Average). (c) Rata-rata bergerak tertimbang (Weighted Moving Average). (d) Pemulusan eksponensial tunggal (Single Exponensial Smoothing). (e) Dekomposisi Arrses. (f) Pemulusan eksponensial linear Holt (Liniear Exponential Smoothing). (g) Pemulusan eksponensial linear Brown s (Liniear Exponential Smoothing). (h) Pemulusan eksponensial linear dan musiman Winters. (i) Pemulusan Dekomposisi. (j) Trend linear model. (a) Metode rata-rata bergerak tunggal (Single Moving Average) F t+ 1 X = t + X t X t N + N 1

77 53 Keterangan: X t, t-1, t-2 = nilai observasi (sebenarnya) dari variabel itu pada periode t, t-1, t-2,... N = jumlah deret waktu yang digunakan t = jumlah periode waktu F t+1 = nilai perkiraan periode t+1(makridakis et al. 1993; Assauri 1984) (b) Metode rata-rata bergerak ganda (Double Moving Average) S X t + X t + t N + 1 t ' = St ' St S " = + a t t = 2 t t S ' S " 1... X N 1 '... X N + t N + 1 b t = ( S ' S ") 2/( N 1) t t Ft + m = at + bt (m) Keterangan : = rata-rata bergerak tunggal (pemulusan tahap 1 periode t) S t = rata-rata bergerak ganda (pemulusan tahap 2 periode t) S t N X t a t b t = jumlah data yang digunakan dalam rata-rata = nilai aktual pada periode t = nilai perbedaan pemulusan 1 dan 2 (intersept) periode t = nilai penyesuaian trend (slope) periode t F t+m = ramalan untuk periode t+m (Makridakis et al. 1993) (c) Metode rata-rata bergerak tertimbang (Weighted Moving Average) F + W t + 1 = W t N + 1X t N Wt 1 X t 1 di mana: W t N W 1 + W = 1 t t t W t adalah persentasi bobot yang diberikan untuk periode t (Assauri 1984; Herjanto 1997) X t (d) Metode pemulusan eksponensial tunggal (Single Exponensial Smoothing) F =. X + (1 ). F t+ 1 α t α t

78 54 Keterangan: X t = nilai aktual pada periode t α = faktor atau konstanta pemulusan (bobot), 0<α<1 F t +1 = prakiraan untuk periode t+1 (Makridakis et al. 1993; Assauri 1984: Herjanto 1997) (e) Dekomposisi Arrses F = X + (1 ) F t + 1 αt t αt Keterangan: X t = nilai aktual pada periode t t α t = faktor atau konstanta pemulusan F t +1 = prakiraan untuk periode t (Makridakis et al. 1993) (f) Metode pemulusan eksponensial linear Holt (Liniear Exponential Smoothing) S T t = t t t α. X + (1 α)( S 1 + T 1 ) t = β.( St St 1 ) + (1 β ) Tt 1 F t+ m = St + Tt. m T 1 ( X 2 X 1) + ( X 3 X 2 ) + ( X 4 X 3) = 3 Keterangan: S t T t = nilai pemulusan pada periode t = estimasi trend pada periode t F t+m = ramalan periode t+m m = peride yang diramalkan ke depan T 1 = taksiran kemiringan (slope) bola mata (eye ball) setelah data diplot (Makridakis et al. 1993; Herjanto 1997) (g) Metode pemulusan eksponensial linear Brown s (Liniear Exponential Smoothing) S' S t = α X t + (1 α) S' t 1 " t = α S' t + (1 α) S" t 1 a = S' + ( S' S" ) = 2S' S" t t t t t t

79 55 b t F α = ( S' t S" t ) 1 α t + m = α t + b Keterangan: t m = rata-rata bergerak tunggal (pemulusan tahap 1 periode t) S t = rata-rata bergerak ganda (pemulusan tahap 2 periode t) S t X t α b t F t+m = nilai aktual pada periode t = intersept periode t = slope periode t = ramalan untuk periode t+m (Makridakis et al. 1993; Herjanto 1997) (h) Metode pemulusan eksponensial linear dan musiman Winters Metode ini didasarkan atas tiga persamaan, yaitu masing-masing untuk unsur stasioner, trend dan musiman sebagai berikut: S T t ( X I ) + ( α )( St T ) t = α t / t t 1 β ( S t S t 1 ) + ( 1 β ). T 1 = t I t γ ( X t / S t ) + ( 1 γ ). I 1 = t ( S t Tt m) I t m F 1 + m = Keterangan: L = jumlah periode dalam satu siklus musiman α = konstanta pemulusan eksponensial (0 α 1) β = konstanta pemulusan trend (0 β 1) γ = konstanta pemulusan musiman (0 γ 1) (Makridakis et al. 1993; Herjanto 1997) (i) Pemulusan Dekomposisi X = t f Keterangan: S t ( t t t t S, T, C, R ) = komponen musiman pada periode t T t = komponen trend pada periode t = komponen siklus pada periode t C t = komponen random (kesalahan) pada periode t (Herjanto 1997) R t

80 56 (j) Metode trend linear model Metode analisis regresi dari analisis time series menurut Makridakis et al. (1993); Assauri (1984) dan Herjanto (1997) adalah: Y = a + b. x b = N XY ( X )( Y ) 2 2 N X ( X ) Y a = N X b N Keterangan: y = variabel tidak bebas (yang diramalkan) di PPSC a = bilangan tetap (nilai dari Y bila X = 0) b = perubahan rata-rata Y terhadap perubahan per unit X x = variabel bebas (waktu) r = [(Σx 2 Σxy ( Σx)( Σy)/ n ) ( Σx) 2 / n] [( Σy 2 ) ( Σy) 2 / n] Keterangan: r = koefisien korelasi n = jumlah sampel x = tahun dalam waktu y = variabel tidak bebas (yang diramalkan) Dalam menentukan model prakiraan harus sesuai dengan kinerja sistem nyata (aktifitas di PP), sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta dibutuhkan validasi kerja sebagai aspek pelengkap metode berpikir sistem. Caranya adalah memvalidasi kinerja model dengan data empiris, untuk melihat sejauh mana perilaku output model sesuai dengan perilaku data empirik (Muhammadi et al. 2001). Ada dua cara validasi kinerja model, yaitu: (1) Cara kualitatif, yaitu membandingkan visual antara simulasi dengan kondisi aktual. (2) Cara kuantitatif atau statistik, yaitu membandingkan hasil simulasi dengan aktual, berdasarkan pendekatan mean absolute deviation, average error, mean absolute persentage error atau tracking signal. Output analisis prakiraan terhadap aktivitas di PPSC diharapkan mampu memberikan gambaran tentang kondisi mendatang, sehingga implementasi kebijakan pengembangan PPSC yang akan dikeluarkan akan tepat sasaran.

81 Analisis Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Analisis tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC digunakan untuk menilai tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC. Tingkat pemanfaatan fasilitas-fasilitas pelabuhan di PPSC dilakukan dengan menggunakan analisis persentase pemanfaatan. Menurut Bambang dan Suherman (2006) bahwa batasan untuk mengetahui pemanfaatan fasilitas PP adalah sebagai berikut: (1) Pada fasilitas yang memiliki kapasitas tertentu, maka pemanfaatannya dihitung perbandingan sebagai berikut: Penggunaan fasilitas Persentase pemanfaatan = X 100% Kapasitas fasilitas Jika persentase pemanfaatan > 100 % maka tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhan melebihi batas optimal. Jika persentase pemanfaatan = 100 % maka tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhan dalam kondisi optimal. Jika persentase pemanfaatan < 100 % maka tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhan dalam kondisi belum optimal. (2) Pada fasilitas yang kapasitasnya tidak tentu, maka besarnya pemanfaatan dipertimbangkan secara subjektif. Untuk mengetahui penggunaan fasilitas yang ada digunakan analisis pemanfaatan. Analisis pemanfaatan fasilitas PP berdasarkan DPK JATENG (2003) dan Dirjen Perikanan (1981), sebagai berikut: (1) Kolam pelabuhan (a) Luas kolam pelabuhan L = lt + ( 3 x n xl xb) 2 lt = π r Keterangan: 2 L : luas kolam pelabuhan (m ) lt : luas untuk memutar kapal (m 2 ) r : panjang kapal terbesar (m) π : 3,14 n : jumlah kapal maksimum yang berlabuh l : panjang kapal rata-rata (m) b : lebar kapal terbesar (m)

82 58 (b) Kedalaman kolam Dihitung dengan menggunakan rumus: D = d + 0, 5h + s + c Keterangan: D d h s c : kedalaman perairan (cm) : draft kapal terbesar (cm) : tinggi gelombang maksimum (cm) : squat, tinggi ayunan kapal yang melaju (10-30 cm) : clearance, jarak aman lunas kapal ke dasar perairan ( cm) (2) Dermaga Panjang dermaga yang dibutuhkan dapat dicari dengan rumus : ( l + s) x n x a L = u x d Keterangan: x h L : panjang dermaga (m) l : lebar kapal (m) s : jarak antar kapal (m) n : jumlah kapal yang memakai dermaga rata-rata perhari a : berat rata-rata kapal (ton), V = p x l x d x c (koefisien) h : lama kapal di dermaga (jam), waktu yang digunakan dalam bersandar u : produksi rata-rata (ton) d : lama fishing trip rata-rata (jam) Panjang dermaga yang dibutuhkan dapat juga dicari dengan rumus: M L = P x l x 1,2 Keterangan : L : panjang dermaga (m) M : rata-rata kapal berlabuh tiap hari (unit) P : lama kapal melakukan kegiatan di dermaga (jam) l : panjang rata-rata kapal (m) (3) Gedung pelelangan Luas gedung lelang yang dibutuhkan dapat dihitung (Yano and Noda 1970):

83 59 S = N x P R xa Keterangan: S : luas gedung pelelangan (m 2 ) N : jumlah hasil tangkapan rata-rata per hari (ton) P : daya tampung produksi (m 2 /ton) R : intensitas lelang perhari (1-2 kali per hari) a : perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang ( ) (4) Lahan PP Lahan pelabuhan yang digunakan adalah 2-4 kali luas keseluruhan dari fasilitas yang ada. Hasil perhitungan selanjutnya dibandingkan dengan kapasitasnya sehingga didapatkan apakah sarana perlu diperluas atau tidak. (5) Areal tempat parkir Luas tempat parkir yang dibutuhkan dihitung dengan menggunakan rumus L = P N x R x D Keterangan: P/N : jumlah produksi rata-rata per hari dalam 1 tahun (ton) D : daya angkut tiap kendaraan (ton) 2 R : ruang gerak yang dibutuhkan untuk tiap kendaraan (m ) L : luas tempat parkir (m 2 ) Analisis Biaya dan Manfaat Analisis biaya dan manfaat digunakan untuk menilai biaya yang muncul dalam pengembangan PPSC serta menilai manfaat dari pengembangan PPSC. Suatu investasi dinyatakan layak apabila memiliki nilai: (i) NPV lebih dari nol, (ii) EIRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga pinjaman bank, atau (iii) B/C Ratio lebih dari satu (Newman 1988; Gray et al. 2002; Umar 2003). Nilai BEP menunjukkan titik impas produksi dalam jumlah produk dan Payback Period merupakan waktu yang diperlukan untuk mencapai titik impas tersebut (Riyanto 1990).

84 Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor. Rumus untuk menghitung NPV adalah: NVP = di mana: NB = n ( B C ) = i i i= 1 i= 1 n NB Net Benefit = Benefit Cost C = Biaya Investasi + Biaya Operasi B = Benefit yang telah di-discount C = Cost yang di-discount i = Discount factor n = Tahun (waktu) Kriteria keputusan yang diambil dalam menentukan kelayakan berdasarkan NPV adalah: 1) jika NPV > 0, layak diterima; 2) jika NPV < 0, tidak layak diterima Economic Internal Rate of Return (EIRR) EIRR atau economic internal rate of return adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present value sama dengan nol. Rumus untuk menghitung EIRR menurut Gittinger (1986) adalah: a. Setelah diketahui hasil NPV, dengan perhitungan yang sama, manfaat sekarang netto didiskontokan dengan tingkat diskonto yang berbeda atau sering disebut dengan istilah interpolasi. Karena belum ada tingkat diskonto yang tepat sehingga perlu dicoba-coba. b. Setelah dihasilkan manfaat sekarang netto dengan tingkat diskonto yang berbeda, maka masing-masing nilai dimasukkan ke dalam rumus berikut :

85 Benefit Cost Ratio (B/C Rasio) Benefit Cost Ratio (B/C Rasio) merupakan perbandingan antara total penerimaan kotor dan total biaya produksi. Rumus yang digunakan untuk menghitung Net B/C adalah: Total Gross Benefit B / C Rasio = Total Production Cost Kriteria keputusan yang diambil dalam menentukan kelayakan berdasarkan B/C Ratio adalah: 1) jika B/C Ratio > 1, layak diterima; 2) jika B/C Ratio < 1, tidak layak diterima Analisis Prioritas Pengembangan PPSC Analisis prioritas pengembangan PPSC digunakan untuk menentukan alternatif prioritas pengembangan PPSC. Analisis pengembangan PPSC menggunakan teknik fuzzy analytical hierarchy process (AHP). Proses Hirarki Analitik (AHP) dirancang untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu, melalui suatu prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai alternatif. Analisis ini merupakan suatu pendekatan analisis yang bertujuan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, dan biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur, maupun masalah-masalah yang memerlukan pendapat (judgement) (Saaty 1993 dan Marimin 2004). Menurut Saaty (1993) dalam memecahkan persoalan dengan AHP terdapat tiga prinsip dasar: (1) Menyusun Hirarki Dalam praktek induk terdapat prosedur untuk menentukan tujuan, kriteria dan aktivitas yang terdapat dalam suatu hirarki bahkan dalam sistem yang lebih umum. Masalah yang harus dipecahkan dalam bagian ini adalah menentukan atau memilih tujuan dalam rangka mendekomposisikan kompleksitas sistem. Untuk mendefinisikan tujuan secara rinci sesuai dengan periskusi untuk mendapatkan konsep yang relevan dalam permasalahan. (2) Struktur Hirarki Struktur hirarki merupakan bagian dari suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi komponen secara menyeluruh. Struktur ini mempunyai bentuk yang saling terkait, tersusun dari suatu sasaran utama turun ke sub-sub tujuan, lalu

86 62 ke pelaku (aktor) yang memberi dorongan, turun ke tujuan-tujuan aktor dan kemudian untuk menggambarkan elemen sistem atau alternatif keputusan yang teridentifikasi. (3) Penyusunan Bobot Tingkat kepentingan (bobot) dari elemen-elemen keputusan yang ada pada setiap tingkat hirarki keputusan, ditentukan melalui penilaian pendapat dengan cara komparasi berpasangan. Komparasi tersebut adalah membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan, sehingga terdapat nilai tingkat kepentingan. Untuk mentransformasi dari data kualitatif menjadi data kuantitatif digunakan skala penilaian, sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2004). Dalam proses pengambilan keputusan, otak manusia mempunyai karakteristik yang spesial yang mampu belajar dan menalar pada lingkungan yang samar (vague) dan kabur (fuzzy). Berbeda dengan model matematik formal dan logika formal yang memerlukan data kuantitatif dan tepat, otak manusia juga mampu untuk sampai kepada suatu keputusan yang didasarkan pada data yang tidak tepat dan kualitatif. Dengan kata lain setiap pengambil keputusan dalam memberikan preferensinya terhadap suatu alternatif atau kriteria adalah bersifat fuzzy (Machfud 2001). Metode fuzzy AHP adalah suatu metode yang dikembangkan dari metode AHP dengan menggunakan konsep fuzzy pada beberapa bagian seperti dalam hal penilaian sekumpulan alternatif dan kriteria. Pada umumnya pengembangan metode fuzzy AHP melalui empat tahap (Yudhistira dan Diawati 2000), yaitu: (1) Skoring alternatif dan kriteria Skoring yang dilakukan oleh pengambil keputusan dalam bentuk variabel linguistik seperti sangat jelek, sedikit jelek, sedang, sedikit bagus dan lainlain. Menurut Kastaman (1999) fuzzyfikasi pada metode fuzzy AHP adalah

87 63 proses pengubahan nilai selang rating (berupa batas nilai) yang diberikan oleh penilai menjadi selang dalam bentuk bilangan fuzzy dengan maksud untuk menghilangkan ketidakkonsistenan nilai yang disebabkan selang rating dan bias setiap penilai. (2) Defuzzifikasi skor fuzzy Defuzzifikasi dilakukan untuk menentukan satu nilai dari skor fuzzy. Menurut Marimin (2005) defuzzyfikasi merupakan suatu proses pengubahan output fuzzy ke output yang bernilai tunggal (crisp). Terdapat banyak metode defuzzyfikasi, namun yang banyak digunakan adalah metode centroid, nilai variabel dari centre of gravity suatu keanggotaan untuk nilai fuzzy. Sedangkan di dalam metode maksimum, satu dari nilai-nilai variabel yang merupakan nilai kepercayaan maksimum gugus fuzzy dipilih sebagai nilai tunggal untuk variabel output. (3) Pembobotan Pembobotan dapat dilakukan berdasarkan teori Saaty. Menurut Marimin (2004) untuk menentukan nilai eigen (eigenvector), dapat diselesaikan melalui dua cara, yaitu dengan manipulasi matriks dan persamaan matematik. (4) Rangking dan skor akhir Menentukan rangking dan skor akhir dapat digunakan set operasi yang memungkinkan sesuai dengan teori. Menurut Kastaman (1999) keuntungan metode fuzzy AHP, antara lain: (1) Mampu mengatasi persoalan yang sifatnya kualitatif, yang terkadang membingungkan (fuzzy), contohnya: bagaimana menentukan suatu pilihan dari serangkaian alternatif pilihan yang didasarkan atas beberapa kriteria yang sifatnya kualitatif, misalnya: kenyamanan atau keindahan yang tolok ukur atau skala ukurannya relatif. AHP dalam hal ini menyediakan suatu skala yang mengukur hal-hal yang tak dapat dinyatakan secara jelas atau relatif, sedemikian rupa skala ukuran yang sifatnya kualitatif dapat diperlakukan sebagaimana halnya data kuantitatif, dan untuk menghindari ketidakkonsistenan dalam perhitungan, pada proses analisisnya melibatkan metode perbandingan berpasangan. (2) Mengingat pada proses pemilihan alternatif dalam AHP didasarkan atas perbandingan secara berpasang-pasangan dari mulai tingkatan (level) kriteria terbawah menurut hirarki persoalan yang dirumuskan, maka pada proses

88 64 analisis ini terjadi pembobotan kriteria dan pemilihan alternatif berdasarkan kompetisi penuh. Dengan demikian tingkat dominasi kepentingan atau bobot masing-masing kriteria dapat ditentukan secara pasti. (3) Proses pengambilan keputusannya dapat secara kelompok maupun perorangan, tergantung dari banyak sedikitnya responden penilai. Oleh karena itu metode ini dapat dikatakan fleksibel dalam menjawab persoalan baik yang sifat keputusannya individual maupun kelompok. (4) Pengambilan keputusannya akan lebih obyektif, karena metode ini mampu menampilkan alternatif selang kepercayaan yang berkaitan dengan tingkat obyektivitas pengambilan keputusan. (5) Dengan AHP dimungkinkan untuk memperbaiki definisi suatu masalah dan mengembangkan keputusannya melalui pengulangan, bila pada saat tahap analisis terjadi kekeliruan atau adanya kekurangan yang perlu ditambahkan. (6) Metode AHP dapat mengakomodasikan pendapat setiap orang dan dalam proses pengambilan keputusannya dapat dilakukan baik berdasarkan penilaian (judgement) maupun konsensus. (7) Oleh karena dalam AHP dibuat suatu hirarki sistem, maka dalam proses analisis akan terlihat keterkaitan atau ketergantungan diantara satu elemen sistem dengan elemen sistem lainnya. (8) AHP menghitung konsistensi logis dari setiap penilaian yang digunakan dalam menentukan prioritas. Sehingga ketidakkonsistenan dalam perbandingan berpasangan diantara alternatif pilihan dapat dihindari. Contoh dari bentuk ketidakkonsistenan yang dimaksud misalnya: A > B, B > C, namun terjadi C > A. Konsistensi terjadi apabila A > B, B > C dan A > C. (9) Bias yang muncul pada saat pembobotan kriteria dapat dihilangkan karena adanya proses normalisasi bobot. Penentuan prioritas pengembangan fasilitas dengan pendekatan fuzzy AHP akan didasarkan dengan tiga tingkatan hirarki. Tingkat pertama adalah fokus prioritas pengembangan fasilitas di PPSC, tingkat kedua adalah aspek atau kriteria dan tingkat ketiga adalah alternatif pengembangan fasilitas. Fokus pengembangan fasilitas di PPSC adalah penentuan prioritas pengembangan fasilitas di PPSC. Aspek ataupun kriteria pengembangan fasilitas PPSC yaitu SDI, jumlah dan jenis produksi ikan, biaya atau ketersediaan anggaran, manfaat, kebutuhan masyarakat atau nelayan penangkap, jenis industri pengolahan, jenis industri jasa, jenis industri penangkapan, kebutuhan bakul atau nelayan dan

89 65 kebutuhan pengolah. Alternatif pengembangan fasilitas dalam pengembangan PPSC adalah dengan menambah jenis fasilitas baru, memperluas fasilitas yang ada, dan menambah jenis dan memperluas fasilitas yang ada. Hirarki prioritas pengembangan fasilitas PPSC dengan pendekatan fuzzy AHP ditampilkan pada Gambar 11. Gambar 11 Prioritas pengembangan fasilitas PPSC Analisis Kelembagaan Untuk mengkaji keterkaitan atau hubungan konseptual antar elemen dan sub elemen dalam pengembangan PPSC digunakan metode interpretative structural modelling (ISM). Elemen sistem pengembangan mencakup elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC, elemen kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC, elemen kendala dalam pengembangan PPSC, elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC, elemen tujuan dari program pengembangan PPSC, elemen tolok ukur pengembangan PPSC, elemen pelaku pengembangan PPSC, dan elemen aktivitas pengembangan PPSC. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penggunaan teknik ISM adalah sebagai berikut (Eriyatno 2003, Marimin 2004, Eriyanto dan Sofyar 2007):: (1) Identifikasi elemen: elemen sistem diidentifikasi dan didaftar. Hal ini dapat diperoleh melalui penelitian, brainstroming, dan lain-lain. (2) Hubungan kontekstual: sebuah hubungan kontekstual antar elemen yang dibangun, tergantung pada tujuan permodelan pengembangan PPSC. (3) Pembuatan matriks interaksi tunggal terstruktur (structural self interaction matrix atau SSIM). Matriks ini mewakili elemen persepsi responden terhadap

90 66 elemen hubungan yang dituju. Empat simbol yang digunakan untuk mewakili tipe hubungan yang ada antara dua elemen dari sistem yang dipertimbangkan adalah : V : hubungan dari elemen E i terhadap E j, tidak sebaliknya. A : hubungan dari elemen E j terhadap E i, tidak sebaliknya. X : hubungan interrelasi antara E i dan E j (dapat sebaliknya). O : menunjukkan bahwa E i dan E j tidak berkaitan. (4) Pembuatan matriks reachability (reachability matrix atau RM) : sebuah RM yang dipersiapkan kemudian mengubah simbol-simbol SSIM ke dalam sebuah matriks biner. Aturan-aturan konversi berikut menerapkan : Jika hubungan E i terhadap E j = V dalam SSIM, maka elemen E ij = 1 dan E ji = 0 dalam RM; Jika hubungan E i terhadap E j = A dalam SSIM, maka elemen E ij = 0 dan E ji = 1 dalam RM; Jika hubungan E i terhadap E j = O dalam SSIM, maka elemen E ij = 0 dan E ji = 0 dalam RM; RM awal dimodifikasi untuk menunjukkan seluruh direct dan indirect reachability, yaitu jika E ij = 1 dan E jk = 1, maka E ik = 1. (5) Tingkat partisipasi dilakukan untuk mengklasifikasi elemen-elemen dalam level-level yang berbeda dari struktur ISM. Untuk tujuan ini, dua perangkat diasosiasikan dengan tiap elemen E i dari sistem : reachability set (R i ), adalah sebuah set dari seluruh elemen yang dapat dicapai dari elemen E i, dan antecedent set (A i ), adalah sebuah set dari seluruh elemen di mana elemen E i dapat dicapai. Pada iterasi pertama seluruh elemen, di mana R i = R i A i, adalah elemen-elemen level 1. Pada iterasi-iterasi berikutnya elemen-elemen diidentifikasi seperti elemen-elemen level dalam iterasi-iterasi sebelumnya dihilangkan, dan elemen-elemen baru diseleksi untuk level-level berikutnya dengan menggunakan aturan yang sama. Selanjutnya, seluruh elemen sistem dikelompokkan ke dalam level-level yang berbeda. (6) Pembuatan matriks canonical : pengelompokan elemen-lemen dalam level yang sama mengembangkan matriks ini. Matriks resultan memiliki sebagian besar dari elemen-elemen triangular yang lebih tinggi adalah 0 dan terendah 1. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan digraph. (7) Pembuatan digraph : adalah konsep yang berasal dari directional graph sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan langsung dan

91 67 level hirarki. Digraph awal dipersiapkan dalam basis matriks canonical. Digraph awal tersebut selanjutnya dipotong dengan memindahkan semua komponen yang transitif untuk membentuk digraph akhir. (8) Pembangkitan interpretative structural modelling : ISM dibangkitkan dengan memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. Oleh sebab itu, ISM memberikan gambaran yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem dan alur hubungannya. Gambar 12 Diagram Teknik ISM (Eriyatno 2003 dan Marimin 2004). Dalam keseluruhan proses teknik ISM maka berbagai urutan kerja dari tahap penyusunan hirarki sampai hasil analisis (Gambar 12) tergantung pada

92 68 kehendak dari tim perekayasa model serta persyaratan dari perihal yang dikaji, berbagai macam bentuk struktur model dapat dibangkitkan dalam ISM Strategi Pengembangan PPSC Analisis strategi pengembangan PPSC digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan PPSC. Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi pengembangan PP. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan pengembangan PSPC. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan (Rangkuti 2000 dan Marimin 2004). Matriks SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan PPSC berdasarkan faktor lingkungan internal dan faktor lingkungan eksternal serta posisi PPSC. SWOT digunakan untuk menilai masing-masing faktor lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor lingkungan eksternal (peluang dan ancaman). Dari hasil penilaian ini dapat ditentukan faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pengembangan PPSC. Penilaian ini menggunakan variabel linguistik dengan cara perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Skala penilaian yang digunakan : Equal (E) : kedua elemen sama pentingnya Weak (W) : elemen 1 sedikit lebih penting dari elemen 2 Strong (S) : elemen 1 jelas lebih penting dari elemen 2 Very strong (VS) : elemen 1 sangat jelas lebih penting dari elemen 2 Absolutly (A) : elemen 1 mutlak lebih penting dari elemen 2 Hasil penilaian dengan variabel linguistik, dilakukan fuzzyfikasi dan defuzzyfikasi, kemudian dihitung nilai eigennya dengan memanipulasi matriks. Fuzzyfikasi Fuzzyfikasi pada penelitian ini menggunakan Triangular Fuzzy Number (TFN). Bertitik tolak pada skala pairwise comparison, maka ditetapkan selang nilai TFN dari penilaian ini adalah : Absolutely -1 (A -1 ) : (1/9, 1/9, 1/7)

93 69 Very strong -1 (VS -1 ) : (1/9, 1/7, 1/5) -1 Strong (S -1 ) : (1/7, 1/5, 1/3) -1-1 Weak (W ) : (1/5, 1/3, 1) Equal (E) : (1/3, 1, 3) Weak (W) : (1, 3, 5) Strong (S) : (3, 5, 7) Very strong (VS) : (5, 7, 9) Absolutely : (7, 9, 9) Defuzzyfikasi Defuzzyfikasi dilakukan dengan rata-rata geometric. Adapun tahapan defuzzyfikasi adalah : a. Menghitung nilai rata-rata geometric dari nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas dari masing-masing pakar untuk mendapatkan nilai batas bawah, batas tengah dan batas atas gabungan pakar. BB = BT = BA = X X X bbi bti bai Di mana : BB = rata-rata geometric batas bawah BT = rata-rata geometric batas tengah BA = rata-rata geometric batas atas X bbi = nilai batas bawah dari hasil penelitian oleh pakar ke-i X bti = nilai batas tengah dari hasil penelitian oleh pakar ke-i X bai = nilai batas atas dari hasil penelitian oleh pakar ke-i i = jumlah pakar (1,2,3,4,5,6,7) b. Menghitung nilai tunggal (crisp) dengan rata-rata geometric. 7 N crisp = BB x BT x BA Perhitungan nilai eigen Perhitungan nilai eigen dilakukan dengan manipulasi matriks, dengan tahap: (1) melakukan perkalian kuadrat terhadap matriks setiap level,

94 70 (2) menghitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi, (3) menghentikan proses ini, bila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari 0,0009. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahap sebagai berikut: 1) Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. 2) Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks SWOT. 3) Tahap pengambilan keputusan. Menurut Marimin (2004), matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi. 4.3 Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survei lapangan dan penelusuran studi pustaka. Data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi langsung dilapangan dan wawancara menggunakan kuisioner. Wawancara dengan kuisioner ini dilakukan terhadap pengelola PPSC, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Cilacap, nelayan, pedagang pengumpul atau bakul, pengolah, pedagang, pengurus KUD, ketua-ketua kelompok nelayan yang ada di lokasi penelitian serta responden pakar. Teknik penentuan responden yang mewakili kelembagaan pemerintah atau instansi terkait, dilaksanakan secara sampel purposive atau sengaja dengan pertimbangan bahwa responden tersebut mengetahui atau terlibat dalam pengembangan PP. Responden pakar digunakan untuk menentukan dan menilai tingkat prioritas pengembangan PP, menentukan lingkungan internal dan eksternal pengembangan PP. Dalam penentuan pakar digunakan kriteria sebagaimana disebutkan Marimin (2005) adalah sebagai berikut: (1) Praktisi, orang yang bekerja dan berpengalaman dalam bidang tertentu secara otodidak maupun terdidik secara akademis atau tidak melanjutkan karir di bidang akademis.

95 71 (2) Ilmuwan, orang yang mempelajari dan mendalami pengetahuan tertentu lewat jalur formal (melalui pendidikan tinggi) dan memperdalam karirnya di bidang akademis (perguruan tinggi atau lembaga penelitian). Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan setempat, UPT PPSC dan pihak-pihak yang berhubungan dengan PPSC. Data tersebut antara lain: data statistik PPSC tahun yang diterbitkan oleh DKP, data-data penunjang lainnya yang diperoleh dari studi pustaka. Data-data yang diambil untuk keperluan pemodelan meliputi data produksi ikan dan nilai produksinya, jumlah nelayan dan kepemilikan perahu atau motor, produktivitas ikan per alat tangkap, data pelelangan ikan, jumlah dan nilai kebutuhan logistik kapal, data-data retribusi PPSC dan jumlah penerimaan, data PAD Kabupaten Cilacap, jumlah penduduk dan nelayan serta data potensi ikan. 4.4 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan terhadap data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan dengan menggunakan berbagai metode yang tercakup dalam model SISBANGPEL. 4.5 Konfigurasi dan Pengembangan Model Sistem pengembangan PPSC dirancang dalam suatu program komputer yang diberi nama SISBANGPEL. Paket program dirancang dengan menggunakan bahasa pemograman Borland Delphi 7.0 untuk pengembangan keseluruhan sistem yang terdiri dari tiga sistem utama, yaitu sistem manajemen dialog, sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model. Microsoft Access 2002 digunakan untuk pengembangan sistem manajemen basis data. Konfigurasi model sistem pengembangan PPSC tampak pada Gambar 13.

96 Gambar 13 Konfigurasi model sistem pengembangan PPSC. 72

97 Sistem Manajemen Dialog Sistem manajemen dialog merupakan rancangan pengaturan interaksi antara model (program komputer) dengan pengguna (user) yang memuat input dari pengguna berupa parameter, data pilihan dari skenario dan keluaran yang diberikan dalam tabel atau pernyataan yang mudah dipahami. Dialog dengan pengguna dipandu dengan adanya pilihan-pilihan atau pernyataan yang hanya memerlukan jawaban-jawaban singkat. Input dari pengguna dapat berupa angka, pernyataan-pernyataan atau berupa skenario. Output yang diberikan program komputer berupa keterangan, tabel atau grafik yang mudah dipahami Sistem Manajemen Basis Data Data merupakan komponen yang mutlak ada. Oleh karena itu, data harus dikelola dan dikendalikan dalam suatu sistem manajeman basis data. Pemeliharaan data ini dilakukan melalui fasilitas menu data, menampilkan, menghapus, dan mengganti data. Dalam konfigurasi paket program yang akan dikembangkan dalam sistem diantaranya adalah data pokok tentang SDI, data aktivitas di PP, data tingkat pemanfaatan fasilitas PP, data rancangan prioritas pengembangan PP, data struktur biaya dan manfaat pengembangan PP, data kelembagaan dan strategi dalam pengembangan PP Sistem Manajemen Basis Model Sistem manajemen basis model terdiri dari tujuh sub model utama, yaitu sub model potensi SDI, sub model prakiraan tingkat kegiatan di PP, sub model tingkat pemanfaatan fasilitas PP, sub model prioritas pengembangan fasilitas PP, sub model kelayakan pengembangan PP, sub model keterkaitan kelembagaan dalam pengembangan PP, dan sub model strategi pengembangan PP. Masingmasing sub model tersebut sebagai sub-sub sistem yang pada akhirnya membentuk suatu sistem pengembangan PP yang diverifikasi di PPSC Verifikasi dan Validasi Model Terdapat dua elemen pokok dalam mengevaluasi model, yaitu: (1) verifikasi, dan (2) validasi. Verifikasi dilakukan untuk dapat menjawab apakah model sudah melakukan apa yang diinginkan oleh perancang model tersebut, sedang validasi dilakukan untuk menjawab bagaimana hasil keluaran model dibandingkan dengan keadaan nyata (Eriyatno dan Sofyar 2007; Rykiel 1996 diacu dalam Juzar 2006).

98 74 Verifikasi dan validasi model, yaitu suatu proses iterative yang berupa pengujian berturut-turut sebagai penyempurnaan model. Dalam tahap ini akan dilihat apakah model yang dibangun dapat mewakili realitas yang dikaji. Suatu model baru dapat dikatakan baik karena konsistensinya, di mana hasil yang diperoleh tidak bervariasi lagi. Tahap verifikasi dan validasi model merupakan tahap penting dalam menentukan tingkat keyakinan bahwa suatu model yang dikembangkan telah cukup mewakili dari permasalahan atau sistem yang dianalisis. Verifikasi dan validasi model dapat dilakukan melalui beberapa cara: (1) melakukan uji statistik dengan memasukkan data empiris ke dalam model; (2) pengujian kesesuaian antara hasil keluaran model dengan kenyataan nyata, dan (3) review oleh ahli. Dalam penelitian ini, verifikasi dilakukan pada tahap penyusunan model, sedangkan proses validasi dilakukan melalui 2 tahap, yaitu validasi pada tahap penyusunan model (validation by construct) dan validasi pada tahap pengujian hasil (validation by result). Validasi hasil dimaksudkan untuk menilai keabsahan teori dan asumsi-asumsi yang digunakan, serta metode pengukuran pengumpulan data. Validasi hasil dimaksudkan untuk menilai kesesuaian antara keluaran dari model dan keluaran dari sistem yang sebenarnya. Hasil rekayasa model pengembangan PP diimplementasikan ke dalam bentuk model paket program komputer. Aplikasi SISBANGPEL sudah terintegrasi menjadi satu dan siap dipakai atau diinstal pengguna. Verifikasi dan validasi model dilakukan terhadap data rencana pengembangan PPSC.

99 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Profil Lokasi Penelitian Profil Kabupaten Cilacap Kabupaten Cilacap terletak di bagian selatan propinsi Jawa Tengah dengan luas m 2, berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sehingga memiliki potensi yang cukup baik untuk pengembangan usaha perikanan, baik perikanan pelagis (besar dan kecil) maupun perikanan demersal. Secara geografis Kabupaten Cilacap berada pada BT dan LS, dengan batas wilayah sebagai berikut: - sebelah utara : Kabupaten Banyumas - sebelah selatan : Samudera Hindia - sebelah timur : Kabupaten Kebumen - sebelah barat : Kabupaten Ciamis ( Jawa Barat ) Berdasarkan topografinya, Kabupaten Cilacap terletak pada ketinggian antara m di atas permukaan laut, terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi. Keadaan letak wilayah Kabupaten Cilacap juga didukung dengan dekatnya jarak Pulau Nusakambangan yang dapat meredam besarnya gelombang Samudera Hindia. Wilayah pantai Cilacap merupakan dataran rendah dengan perairan laut yang berbentuk teluk dengan dasar perairan lumpur, lumpur berpasir dan sebagian berbatu karang. Perairan Kabupaten Cilacap merupakan perairan yang mengalami pasang surut harian ganda (DPK Cilacap 2002). Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten terbesar di propinsi Jawa Tengah yang memiliki jumlah penduduk sampai dengan tahun 2004 sebanyak jiwa dengan pertumbuhan penduduk 0.31% per tahun. Berdasarkan mata pencaharian utamanya, penduduk Kabupaten Cilacap terdiri dari petani, buruh tani, nelayan, pengusaha, pengrajin, buruh industri, buruh bangunan, perkebunan, perdagangan, angkutan, PNS atau TNI POLRI dan pensiunan (BPS 2006) Profil Perikanan Tangkap Cilacap Berdasarkan hasil penelitian Giyatmi (2005) kawasan pengembangan Jawa Tengah terbagi atas tiga kawasan pengembangan. Kabupaten Cilacap terpilih sebagai kawasan pengembangan tiga (kawasan pengembangan selatan 75

100 76 Jawa Tengah). Kabupaten Cilacap merupakan daerah terluas diantara 35 kabupaten dan kota di propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap terbagi dalam 24 kecamatan dan 11 kecamatan diantaranya memiliki wilayah pantai. Kabupaten Cilacap mempunyai potensi industri besar seperti kilang bahan bakar minyak Pertamina, pabrik semen, industri pupuk kantong, biji coklat, bahan karet, tepung terigu, benang tenun, penggergajian kayu dan pasir besi serta sentra industri jamu tradisional terbesar di Jawa Tengah. Potensi lain adalah pertanian, perkebunan rakyat dan pariwisata. Giyatmi (2005) menyebutkan bahwa Cilacap dikategorikan sebagai wilayah potensial. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Cilacap memiliki potensi produksi perikanan laut yang cukup besar di wilayah pantai selatan Pulau Jawa. Sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap memegang peranan penting dalam perekonomian regional dan nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan bagi nelayan dan sumber devisa yang sangat potensial. Potensi kelautan di Kabupaten Cilacap sangat besar, dengan garis pantai km dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sepanjang 80 km. Potensi perikanan pantai Cilacap dan lepas pantai Kabupaten Cilacap sebesar ton (DPK Cilacap 2002). Daerah penangkapan meliputi perairan Teluk Penyu, Teluk Penunjang (Pangandaran) dan selatan Yogyakarta sampai Pacitan. Jumlah nelayan di Kabupaten Cilacap orang. Operasi penangkapan yang dilakukan oleh nelayan Cilacap pada umumnya telah menjangkau daerah perairan di jalur I, II, III, ZEE serta perairan internasional. Hasil tangkapan yang mendominasi adalah udang, sehingga Kabupaten Cilacap terkenal sebagai penghasil udang terbesar di selatan Pulau Jawa. Selain itu hasil tangkapan yang lain adalah ikan tuna, cakalang, ubur-ubur dan cumi-cumi. Dalam meningkatkan pelayanan proses pemasaran dan tempat untuk pendaratan hasil tangkapan para nelayan, Kabupaten Cilacap memiliki 11 tempat pelelangan ikan (6 TPI propinsi dan 5 TPI kabupaten), yaitu TPI Sentolokawat, Padanarang, Lengkong, Tegalkatilayu, Sidakaya, Begawan Donari, Kawunganten, Tambakreja, Nusawungu dan PPSC, serta sarana dan prasarana lain yang menunjang kegiatan perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap (Tabel 7). Sarana dan prasarana dalam pengembangan perikanan dan kelautan yang cukup penting perannya di Kabupaten Cilacap adalah PPSC dengan kapasitas 250 kapal, pabrik es kapasitas 236 ton sebanyak 5 unit, cold storage

101 77 kapasitas 75 ton sebanyak 5 unit, serta kawasan industri dan zona pengembangan seluas Ha. Armada penangkapan sebanyak buah yang terdiri unit trammel net, 745 unit gillnet dan kapal longline 102 unit (DPK Cilacap 2002). Tabel 7 Sarana penunjang usaha perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap Jenis sarana Lokasi dan jenis sarana Transportasi Angkutan umum Jalan aspal sampai ke lokasi tempat pendaratan atau pelelangan ikan Pasar Pasar Gede, Pasar Sariwangi, Pasar Sidodadi, Pasar Tanjung, Pasar Limbangan Tempat penjualan BBM Damalang, Gumilir, Sentolokawat, Lomanis, Kompleks PPSC Pabrik es CV. Sari Petojo, PT. Sumber Asrep, PT. Andalan Pelabuhan Pelabuhan udara Tunggul Wulung Pelabuhan laut Tanjung Intan Sumber : DPK Cilacap (2002) Pengelolaan pasca panen produksi hasil perikanan di Kabupaten Cilacap dengan menggunakan teknologi modern dan tradisional. Daerah pemasaran produk yang dihasilkan adalah pasar lokal sampai ekspor. Jumlah pengolah yang menggunakan teknologi modern sebanyak 11 perusahaan, sedangkan secara tradisional yang dikelola oleh kelompok tani wanita nelayan dan perorangan sebanyak 28 buah. Tahun 2002 perusahaan eksportir yang mendapat sertifikat kelayakan mutu dari lembaga pengujian mutu hasil perikanan (LPMHP) Cilacap sebanyak 7 perusahaan. Hasil pengolahan perikanan secara modern yang umumnya merupakan produk ekspor, diantaranya produk beku seperti tuna, udang, keong, dan layur; produk kering atau asin berupa ubur-ubur, teri dan ebi; serta produk kaleng dari ikan cakalang dan tuna. Negara tujuan utama ekspor produk perikanan Cilacap adalah Amerika Serikat, Jepang, dan China. Pada jenis ikan dan udang tertentu untuk komoditas ekspor, tidak diolah di Cilacap, tetapi diolah di luar daerah seperti Jakarta, sehingga mengurangi nilai jual dari produk tersebut Profil PPSC PPSC terletak di Kelurahan Tegal Kamulyan, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap yang terletak pada posisi geografis BT dan LS, serta luasnya hingga ± 33 ha, yang statusnya terdiri dari hak pakai dan hak pengelolaan (HPL). Lahan yang berstatus hak pakai

102 78 merupakan kawasan untuk digunakan membangun fasilitas-fasilitas yang terdapat di pelabuhan baik fasilitas dasar, fungsional maupun penunjang. Sedangkan status Hak Pengelolaan adalah kawasan yang digunakan sebagai kawasan industri perikanan seperti pabrik es dan tempat pengolahan ikan. PPSC berawal dari peralihan PPI Sentolokawat yang rencananya akan dikembangkan menjadi PP pada tahun 1978, namun pihak Pertamina UP IV Cilacap merasa keberatan akan adanya bahaya kebakaran, sehingga dipindahkan ke Kelurahan Tegal Kamulyan. Fasilitas yang pertama dibangun dari biaya Pertamina yaitu fasilitas pokok berupa break water, groin, alur pelayaran, kolam pelabuhan dan dermaga. Fasilitas fungsional berupa TPI, kantor, dock dan rambu suar, sedangkan untuk fasilitas penunjang masih dalam tahap pembebasan tanah untuk kawasan industri. PPSC mulai dioperasikan pada tanggal 20 Mei 1994 dan pengesahan status kelembagaannya disahkan sebagai UPT Direktorat Jenderal Perikanan tanggal 18 Desember 1995, berdasarkan Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. B. 964/J/95 tanggal 16 Agustus 1995 termasuk PPN atau tipe B. Pada tanggal 1 Mei 2001, melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep. 261/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja PP yang berisi bahwa PP di Cilacap termasuk ke dalam PPS yang belum diusahakan atau masih berupa UPT. Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya PPSC mempunyai visi yaitu terwujudnya PP sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan ekonomi terpadu. Sedangkan misi yang akan dijalankan adalah sebagai berikut : (1) Menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha. (2) Pemberdayaan masyarakat perikanan. (3) Meningkatkan mutu, keamanan pangan dan nilai tambah. (4) Menyediakan sumber data dan informasi perikanan. (5) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan. Peranan PPSC bagi perkembangan perikanan di daerah Cilacap cukup besar (Tabel 8) serta tercapainya sasaran dari penjabaran visi dan misi, sebagaimana jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun 2005 sebanyak orang dan jumlah kapal buah. Sedangkan untuk program peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Cilacap, telah terserap tenaga kerja sebanyak orang sehingga dapat mengurangi

103 79 pengangguran di daerah sekitar. Rata-rata kunjungan kapal lebih dari 30 GT tiap hari berkisar 10 kapal dan hal tersebut tidak sepadan dengan potensi ZEEI yang melimpah serta masih jauh dari yang disyaratkan pada Keputusan Menteri Nomor: KEP.16/MEN/2006, yaitu untuk PPSC digolongkan dalam tipe A, dengan kriteria yang telah sesuai yaitu PPSC telah melayani kapal-kapal yang operasional penangkapannya hingga ZEEI, memiliki fasilitas tambat labuh minimal 60 GT dan kedalaman kolam pelabuhan 3 m LWS, hasil tangkapan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor, luas lahan ± 33 Ha dan mempunyai kawasan industri perikanan. Tabel 8 Keadaan umum di PPSC pada tahun 2005 No Keadaan Umum Jumlah 1 Jumlah kapal di PPSC buah 2 Rata-rata produksi 18 ton/hari 3 Jumlah tenaga kerja yang diserap orang 4 Rata-rata kunjungan kapal > 30 GT 10 buah/hari 5 Jumlah unit usaha perikanan 56 buah 6 Jumlah bakul di TPI PPSC 861 orang Sumber : PPSC (2006) Kawasan PPSC merupakan tempat konsentrasi nelayan yang terbesar di Kabupaten Cilacap bahkan di pantai selatan Jawa Tengah. Hal ini disebabkan potensi penangkapan ikan di laut dan perkembangan aktifitas perikanan baik penangkapan dan produksi hasil tangkapan, pemasaran, logistik hingga tersedianya fasilitas yang lengkap dan cukup memadai. 5.2 Verifikasi dan Validasi Model Pengembangan PPSC yang direkayasa melalui model SISBANGPEL ditujukan untuk membantu para pengambil keputusan yang terlibat dalam pengembangan PPSC. Penggunaan model SISBANGPEL dapat mengikuti langkah-langkah pada Lampiran 18. Informasi yang dapat diperoleh dari keluaran model SISBANGPEL antara lain: (1) Potensi SDI Sub model analisis potensi SDI. Sub model analisis potensi SDI menggunakan metode surplus produksi model Schaefer dan Fox, dengan menganalisis data hasil tangkapan (catch) utama dan upaya penangkapan (effort). Keluaran sub model analisis potensi SDI adalah informasi tentang status pemanfaatan SDI di suatu wilayah, yaitu: tingkat pemanfaatan, tingkat pengupayaan, trend catch per unit effort (CPUE), MSY dan F MSY.

104 80 Berdasarkan informasi potensi SDI, maka pengembangan suatu PP akan diarahkan untuk melayani kapal-kapal yang sesuai dengan potensi SDI. Informasi SDI juga akan membantu pengambil kebijakan dalam mengembangkan suatu PP yang sesuai dengan jenis SDI yang potensial, sehingga penyediaan fasilitas untuk pendaratan, pengolahan serta pemasaran ikan akan diarahkan untuk jenis-jenis ikan yang potensial dengan kata lain outcomes dari sub model analisis potensi SDI adalah rancangan pengembangan PP berupa rencana pengembangan fasilitas dasar, fungsional dan penunjang serta kebutuhan pelayanan operasional di PP yang perhitungannya didasarkan dari nilai MSY dan F MSY yang merupakan output sub model analisis potensi SDI. (2) Prakiraan tingkat kegiatan perikanan Sub model analisis prakiraan aktivitas di PP. Sub model analisis prakiraan aktivitas di PP dirancang dengan metode prakiraan (forecasting), yaitu suatu teknik yang menduga atau memperkirakan apa yang terjadi pada masa yang akan datang. Keluaran sub model prakiraan aktivitas PP adalah informasi tingkat kegiatan perikanan di PP yang meliputi tingkat produksi, jumlah kapal dan nelayan, serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan. Outcomes dari sub model analisis prakiraan aktivitas di PP adalah rancangan pengembangan terhadap kebutuhan pelayanan dan manajemen di PP berupa prakiraan terhadap jumlah dan jenis kapal yang melakukan aktivitas di PP, kebutuhan logistik dan jumlah nelayan. (3) Aspek biaya dan manfaat Sub model analisis biaya dan manfaat. Sub model analisis biaya dan manfaat mengintegrasikan berbagai operasi dalam penentuan kriteria kelayakan seperti NPV, EIRR dan Net B/C. Selain itu, sub model ini juga telah dilengkapi dengan operasi untuk prakiraan arus uang, analisis sensitivitas, optimasi peubah kritis dan perencanaan produksi, sehingga operasi-operasi yang cukup rumit untuk mengantisipasi resiko-resiko kelayakan dapat dilakukan dengan cepat. (4) Tingkat pemanfaatan fasilitas PP Sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas. Sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas digunakan untuk mengetahui optimalisasi pemanfaatan fasilitas di PPSC. Untuk fasilitas yang tingkat pemanfaatannya sudah mencapai 100% perlu dilakukan pengembangan. Outcomes sub model

105 81 analisis tingkat pemanfaatan fasilitas adalah rancangan pengembangan fasilitas yang pemanfaatannya sudah melebihi 100% serta rancangan upaya untuk optimalisasi pemanfaatan fasilitas yang belum mencapai 100%. (5) Prioritas pengembangan fasilitas Sub model analisis prioritas pengembangan fasilitas. Sub model analisis prioritas pengembangan fasilitas dirancang dengan pendekatan Fuzzy-AHP. Pengguna dapat melakukan input hirarki. Hirarki yang terlalu panjang atau elemen yang terlalu banyak dapat menimbulkan kejenuhan dalam proses penilaian. Untuk itu, diperlukan seleksi awal terhadap elemen-elemen penting di masing-masing hirarki yang dapat dilakukan melalui grup diskusi dan pendapat pakar. Outcomes sub model prioritas pengembangan fasilitas adalah rancangan prioritas pengembangan PP berupa urutan alternatif pengembangan PP. (6) Aspek kelembagaan Sub model analisis kelembagaan dalam pengembangan suatu PP. Sub model analisis kelembagaan dalam pengembangan suatu PP dirancang dengan metode ISM dan digunakan untuk melakukan identifikasi struktur elemen (unsur) dalam sistem. Penetapan elemen yang mengacu pada rumusan Saxena diacu dalam Eriyatno (2003) dan Marimin (2004) meliputi 9 elemen, yaitu pelaku atau lembaga yang terlibat dalam pengembangan, kebutuhan dari program, kendala, tolok ukur untuk menilai pencapaian tujuan dan aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan rasional dan kemudahan operasional dalam pengelolaan kelembagaan yang terkait dengan pengembangan PP terutama pelaku usaha atau investor dan pemerintah daerah dalam proses pengambilan keputusan berusaha dan pengembangan wilayah. (7) Strategi pengembangan Sub model analisis strategi pengembangan suatu PP. Sub model analisis strategi pengembangan suatu PP dirancang dengan menggunakan pendekatan SWOT. Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Outcomes dari sub model analisis strategi pengembangan suatu PP adalah rancangan strategi pengembangan PP.

106 Verifikasi Model SISBANGPEL Verifikasi dilakukan untuk dapat menjawab apakah model sudah melakukan apa yang diinginkan oleh perancang model tersebut. Verifikasi pada penelitian ini dilakukan pada saat penyusunan model. Verifikasi model dilakukan dengan memasukkan data dan informasi tentang variabel-variabel ataupun peubah-peubah yang terkait dengan rencana pengembangan PPSC Sistem Manajemen Basis Data Pengguna paket model SISBANGPEL dapat mengisi, mengedit, menghapus, menampilkan, meng-update dan menyimpan data melalui sistem manajemen basis data sesuai dengan kebutuhan. (1) Sub Model Analisis Potensi SDI Sub model analisis potensi SDI merupakan sub model yang dirancang untuk menganalisis hasil tangkapan (catch) utama dan upaya penangkapan (effort) dengan menggunakan model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer dan Fox (Sparre dan Venema 1999; Imron 2000; Supardan et al. 2006; Murdiyanto 2004 b ; Tinungki 2005). Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengetahui potensi lestari ikan yang terdapat di wilayah perairan. Potensi lestari dapat diduga melalui MSY dan CPUE. Pada sub model analisis SDI menyimpan data series produksi dan jumlah trip alat tangkapnya (effort). Data series produksi dapat terdiri dari masingmasing jenis ikan ataupun per kelompok ikan, tergantung kebutuhan pengguna. Masukan data dimulai dari data produksi dan effort. Rincian masukan data sub model analisis potensi SDI dijelaskan berikut ini: Potensi SDI Pelagis Besar di Cilacap Potensi SDI pelagis yang ditangkap di perairan Cilacap dibagi menjadi dua, yaitu kelompok ikan pelagis besar dan kelompok ikan pelagis kecil. Jenis ikan pelagis besar yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah tuna, cakalang, tengiri, tongkol dan cucut. Masukan data untuk sub model analisis potensi SDI pelagis besar yang tertangkap di perairan Cilacap ditunjukkan pada Tabel 9. Jenis teknologi penangkapan ikan pelagis besar yang beroperasi di perairan Cilacap adalah rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, jaring insang tetap, jaring insang hanyut dan payang. Kemampuan dari keenam jenis teknologi

107 83 penangkapan tersebut berbeda-beda. Oleh karena itu sebelum dilakukan penjumlahan upaya penangkapan (effort) dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Upaya penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai CPUE terbesar. Tabel 9 Masukan data jumlah produksi dan effort ikan pelagis besar di Cilacap pada sub model analisis SDI Tahun Produksi (Ton) Effort (Trip) Potensi SDI Pelagis Kecil di Cilacap Jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah lemuru dan layaran. Masukan data untuk sub model analisis potensi SDI pelagis kecil yang tertangkap di perairan Cilacap disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Masukan data jumlah produksi dan effort ikan pelagis kecil di Cilacap pada sub model analisis SDI Tahun Produksi (Ton) Effort (Trip) Jenis teknologi penangkapan ikan pelagis kecil yang beroperasi di perairan Cilacap adalah rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, pancing lain, jaring insang tetap, jaring insang hanyut dan payang. Sama halnya dengan analisis potensi SDI pelagis besar sebelum dilakukan penjumlahan upaya penangkapan (effort) dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Upaya penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai nilai CPUE terbesar. Potensi SDI Demersal di Cilacap Jenis ikan demersal yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya adalah layur, manyung, bawal putih, bawal hitam, pari dan gulamah. Masukan

108 84 data untuk sub model analisis potensi SDI demersal yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Masukan data jumlah produksi dan effort ikan demersal di Cilacap pada sub model analisis SDI Tahun Produksi (Ton) Effort (Trip) Jenis teknologi penangkapan ikan demersal yang beroperasi di perairan Cilacap adalah jaring insang tetap, rawai tetap, trammel net dan dogol. Sebelum dilakukan penjumlahan upaya penangkapan (effort) dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan kemampuan dari keempat jenis teknologi penangkapan tersebut berbeda-beda. Upaya penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai nilai CPUE terbesar. Potensi Udang di Cilacap Udang merupakan andalan sektor perikanan kabupaten Cilacap, karena merupakan jenis komoditas penting untuk ekspor. Masukan data untuk sub model analisis potensi SDI untuk kelompok udang yang tertangkap di perairan Cilacap dan sekitarnya disajikan dalam Tabel 12. Jenis teknologi penangkapan udang yang beroperasi di perairan Cilacap adalah trammel net dan dogol. Kemampuan dari kedua jenis teknologi penangkapan tersebut berbeda. Oleh karena itu sebelum dilakukan penjumlahan upaya penangkapan (effort) dilakukan standarisasi terlebih dahulu. Upaya penangkapan standar didasarkan atas alat tangkap yang mempunyai CPUE terbesar.

109 85 Tabel 12 Masukan data produksi dan upaya penangkapan (effort) udang di Cilacap pada sub model analisis SDI Tahun Produksi (Ton) Effort (Trip) (2) Sub Model Analisis Prakiraan Aktivitas PP Pada sub model prakiraan aktivitas di PP menyimpan data series operasionalisasi suatu PP. Pengertian tentang operasionalisasi PP dan PPI adalah tindakan atau gerakan sebagai pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan untuk memanfaatkan fasilitas pada PP atau PPI agar berdaya guna dan bernilai guna (efektif dan efisien) secara optimal bagi fasilitas itu sendiri atau fasilitas lainnya yang terkait. Sebagai prasarana dan sarana perikanan tangkap, PP atau PPI mempunyai fungsi dan fasilitas yang telah ditetapkan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Operasionalisasi adalah implementasi dari segala kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan di PP atau PPI dalam melayani kebutuhan masyarakat pengguna yang memerlukannya. Kegiatan operasional PP atau PPI yang dilakukan hendaknya berorientasi pada kepentingan masyarakat pengguna jasa PP atau PPI, yang dikenal sebagai pelayanan prima (Murdiyanto 2004). Menurut DJPT (2003), operasional PP merupakan indikator utama yang dapat dijadikan parameter keberhasilan pembangunan PP yang diindikasikan dengan: (1) Jumlah kapal yang keluar-masuk PP. (2) Jumlah ikan yang didaratkan di PP. (3) Jumlah nelayan yang memanfaatkan PP. (4) Jumlah penyaluran bahan bakar, air tawar dan es. (5) Harga ikan di PP. (6) Jumlah tenaga kerja yang diserap.

110 86 (7) Jumlah pendapatan dan penerimaan PP. (8) Jumlah perusahaan dan swasta di PP. Uraian masukan data series dan keluaran dari sub model analisis prakiraan aktivitas diuraikan sebagai berikut: Pendaratan Ikan Semua jenis ikan yang didaratkan di PPSC, sebelum dipasarkan akan melalui proses pelelangan terlebih dahulu. Jenis ikan yang didaratkan terdiri dari 5 kelompok antara lain ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, udang dan cumi-cumi. Hasil tangkapan tersebut didaratkan di TPI PPSC kemudian dilakukan pelelangan dan pencatatan. Pencatatan data dilakukan saat kapal bongkar ikan di dermaga bongkar kemudian dihitung jumlahnya dengan cara yaitu jika menggunakan keranjang maka dihitung jumlah keranjangnya, jika menggunakan blong maka dihitung jumlah blongnya, jika ikan berukuran > 70 cm misalnya ikan tuna maka dihitung jumlah ekor. Setelah melalui perhitungan tersebut kemudian diproses melalui pelelangan atau penimbangan dan sekaligus pencatatan di TPI PPSC. Masukan data volume dan nilai produksi di PPSC dalam bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel 13 dan 14. Untuk masukan volume produksi di PPSC dalam bentuk bulanan disajikan pada Lampiran 2. Tabel 13 Masukan data produksi di PPSC tahun Produksi per Kelompok Ikan (Ton) Tahun Pelagis Pelagis Demersal Cumi- Udang Besar Kecil Cumi Sumber: PPSC (2006)

111 87 Tabel 14 Masukan data nilai produksi ikan dan udang di PPSC tahun Tahun Ikan ( Juta Rp ) Udang ( Juta Rp ) Sumber : PPSC (2006) Armada Perikanan Kapal-kapal yang beroperasi di PPSC terdiri dari kapal yang berukuran <10 GT, GT, GT dan >30 GT. Kapal ikan yang dominan di PPSC tahun adalah jenis kapal gill net, trammel net, compreng dan long line, walaupun ada jenis kapal ikan dengan alat tangkap yang lainnya. Masukan data series armada perikanan di suatu PP bisa dalam bentuk bulanan yang secara langsung diproses oleh software untuk dijumlahkan dalam bentuk tahunan. Jika suatu PP hanya tersedia data tahunan, maka data juga bisa dimasukkan dalam bentuk tahunan. Masukan data series jumlah armada perikanan di PPSC dalam bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel 15, 16 dan 17. Rincian data kapal masuk di PPSC dalam bentuk bulanan dapat dilihat pada Lampiran 3, kapal keluar dalam bentuk bulanan pada Lampiran 4. Tabel 15 Masukan data jumlah armada perikanan di PPSC berdasarkan alat tangkap tahun Tahun Kapal Gill net Kapal Trammel net Kapal Long line Kapal jenis lain Total Sumber : PPSC (2006) Setiap satu unit kapal yang masuk ke PPSC belum tentu melakukan bongkar hanya sekali setiap harinya, namun terkadang melakukan bongkar lebih dari satu kali, tergantung berapa banyak operasi penangkapan yang dilakukan

112 88 setiap harinya. Berdasarkan wawancara pada saat penelitian dijelaskan bahwa kapal yang masuk PPSC belum tentu melakukan kegiatan bongkar. Kapal-kapal tidak melakukan bongkar disebabkan faktor harga ikan yang rendah dan adanya retribusi yang terlalu tinggi. Selain itu alasan kenapa nelayan tidak melakukan bongkar adalah bahwa ikan yang seharusnya dibongkar ternyata hanya titipan dari nelayan lain sehingga kapal tersebut tidak mau melakukan kegiatan bongkar. Tabel 16 Masukan data jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC tahun Tahun Ukuran Kapal Masuk < > 30 Jumlah Sumber : PPSC (2006) Tabel 17 Masukan data jumlah kapal keluar dari PPSC tahun Tahun Ukuran Kapal Keluar < > 30 Jumlah Sumber : PPSC (2006)

113 89 Alat tangkap yang mempunyai prospek bagus dan digunakan nelayan di PPSC ada tiga jenis alat tangkap, nilai jual dari hasil tangkapannya sangat tinggi dan berkomoditas ekspor yaitu alat tangkap kelompok gill net, trammel net dan long line. Masukan data series jumlah armada perikanan di PPSC dalam bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel 18. Rincian data kapal yang melakukan aktivitas bongkar dalam bentuk bulanan di PPSC dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 18 Masukan data series armada perikanan yang melakukan aktivitas bongkar berdasarkan alat tangkap di PPSC tahun Tahun Jenis Kapal Penangkapan Trammel net Gill net Long line Jumlah Sumber : PPSC (2006) Penyaluran Perbekalan Kapal Distribusi logistik atau perbekalan di PPSC dilakukan di dermaga tambat maupun dermaga pendaratan. Kebutuhan logistik yang disediakan oleh pengelola PPSC adalah solar, es dan air tawar. Perbekalan makanan untuk awak kapal, ada yang telah disediakan oleh pemilik kapal dan ada juga yang membeli dari warung serba ada (WASERDA) KUD Mino Saroyo yang terletak dekat dengan dermaga tambat atau pasar di sekitar TPI B, sedangkan untuk perbekalan logistik didistribusikan oleh pengelola PPSC yang bekerja sama dengan pihak-pihak swasta serta KUD Mino Saroyo adalah solar, air tawar yang diproduksi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Cilacap dan es. Masukan data series distribusi logistik bisa dalam bentuk bulanan maupun tahunan tergantung ketersediaan data tersebut di suatu PP. Rincian masukan data series distribusi logistik dalam bentuk tahunan tampak seperti pada Tabel 19. Sedangkan rincian masukan kebutuhan logistik bulanan dapat dilihat pada Lampiran 6.

114 90 Tabel 19 Masukan data distribusi logistik per tahun di PPSC tahun Tahun Penyaluran Es BBM Air (Balok) (Ton) (m 3 ) Sumber : PPSC (2006) Pemasaran atau Pelelangan Ikan Hampir seluruh ikan yang didaratkan di PPSC dipasarkan melalui lelang murni berdasarkan Perda No. 10 tahun Perda tersebut mengatur tentang pungutan retribusi. Masukan data retribusi lelang di PPSC tertera pada Tabel 20. Tabel 20 Masukan data perkembangan retribusi lelang di TPI PPSC dari tahun Tahun Retribusi lelang (x Rp ) Sumber : PPSC (2006) Docking Docking di PPSC dikelola oleh swasta dengan sistem kerja sama operasional (KSO) yaitu PT. Tegal Shipyard Utama. Masukan data jumlah kapal yang menggunakan jasa docking di PPSC ditunjukkan pada Tabel 21. Rincian kapal yang melakukan docking dalam bentuk bulanan dapat dilihat pada Lampiran 7.

115 91 Tabel 21 Masukan data jumlah kapal yang menggunakan jasa docking di PPSC tahun Tahun Sumber : PPSC (2006) Jumlah kapal Nelayan yang Beraktivitas di PPSC Masyarakat di sekitar PP merupakan masyarakat pesisir yang menyandarkan hidupnya dari usaha perikanan laut baik aktivitas penangkapan, pengawetan, maupun pengolahan. Nelayan sebagai pelaku utama dalam usaha perikanan tangkap mempunyai peran dalam pengembangan PPSC. Dari 13 TPI di Cilacap, sebagian besar nelayan berpusat di PPSC, disebabkan pelayanan dan penyediaan logistik hingga penyediaan fasilitas cukup lengkap dan memadai. Pedagang atau bakul ikan yang aktif di PPSC diklasifikasikan menjadi tiga yaitu pedagang besar, sedang dan kecil. Masukan data untuk jumlah nelayan tertera pada Tabel 22. Tabel 22 Masukan data series jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun Sumber : PPSC (2006) Tahun Jumlah Nelayan Selain nelayan ABK di PPSC juga terdapat pedagang atau bakul ikan. Jumlah pedagang atau bakul ikan periode tahun adalah tetap

116 92 sebanyak 861 orang. Pedagang atau bakul yang masih aktif di PPSC tersebut rata-rata berasal dari daerah yang masih termasuk dalam kawasan Kabupaten Cilacap antara lain Tegal Kamulyan, Menganti, Kampung Laut, Kebon Baru, Tambak Reja dan Sentolokawat. (3) Sub Model Analisis Kondisi dan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas menyimpan data jenis fasilitas dan kapasitas serta pemakaian fasilitas di suatu PP. Keluaran dari sub model ini adalah tingkat pemanfaatan fasilitas di suatu PP. Rincian masukan data jenis dan tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC ditunjukkan pada Tabel Tabel 23 Masukan data jenis fasilitas yang tersedia di PPSC No. Jenis Fasilitas Luas (m 2 ) A. Fasilitas pokok 1. Kolam pelabuhan Breakwater Utara Selatan Dermaga Pendaratan Tambat Lapor Groin Revetmen Jalan Komplek Menuju balai pertemuan nelayan Kantor B. Fasilitas fungsional 1. Slipway TPI di depan kolam pelabuhan TPI di depan kali Yasa Shelter nelayan MCK umum Tangki air atas dan bawah Rumah pompa Rambu suar Kantor syahbandar Kantor pelabuhan Pagar kompleks Tempat parkir Balai pertemuan nelayan Tempat perbaikan dan penjemuran jaring C. Fasilitas penunjang 1. Mess operator Kawasan industri Zona pengembangan

117 93 Tabel 24 Masukan data tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC tahun 2004 No. Jenis Fasilitas Kapasitas Pemakaian/Kebutuhan saat ini 1. Dermaga bongkar m m 2. Dermaga tambat m m 3. Kolam pelabuhan m m 2 4. TPI Pertama * m m 2 5. TPI Kedua ** m m 2 6. Area Parkir m m 2 7. Tempat perbaikan dan penjemuran jaring m m 2 8. Dock/Slipway 2 unit 1 unit 9. Rumah/Mess 14 unit 14 unit * : TPI yang menghadap ke kolam pelabuhan ** : TPI yang menghadap ke kolam Kali Yasa Jenis-jenis fasilitas seperti balai pertemuan nelayan, kantor pelabuhan, kantor syahbandar, MCK umum dan lain sebagainya ditentukan secara subyektif atau deskrifit dilihat dari tingkat kepadatan aktivitas yang ada di PP. (4) Sub Model Analisis Manfaat dan Biaya Pengembangan PP Sub model analisis manfaat dan biaya pengembangan PP menyimpan data jenis-jenis manfaat dan biaya suatu PP. Rincian masukan data manfaat dan biaya pengembangan PP dijelaskan berikut ini. Manfaat langsung (direct benefit) Dalam pembangunan PPSC penggunaan fasilitas yang dikenakan biaya pemakaian merupakan manfaat yang diterima secara langsung dalam bentuk nilai manfaat. Seluruh penerimaan yang dikenakan dalam penggunaan maupun penerimaan dana modal investasi merupakan arus kas masuk. Fasilitas yang memberikan manfaat berupa penerimaan antara lain tambat labuh kapal, TPI, sewa tanah dan gedung, slipway atau docking, pas masuk, listrik, air bersih, solar, keranjang ikan dan penggunaan jasa dari fasilitas fungsional. Masukan data manfaat langsung dan asumsi dasar penilaian jenis manfaat langsung (direct benefit) ditunjukkan pada Tabel 25. Masukan data manfaat yang diterima dari fasilitas yang ada di PPSC berdasarkan Indeks Harga Konsumen Gabungan (IHKG) dapat dilihat pada Tabel 26. Manfaat tidak langsung (indirect benefit) Keberadaan PPSC dirasa sangat penting, terutama bagi masyarakat, PPSC merupakan sumber pendapatan yang merupakan manfaat tidak langsung

118 94 bagi PPSC. Pendugaan nilai manfaat tidak langsung perlu dilakukan agar semua pihak mengetahui betapa besarnya manfaat ekonomi yang dapat dihasilkan dengan adanya PPSC. Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat tidak langsung (indirect benefit) dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 25 Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat langsung No Jenis Manfaat Fasilitas PPSC Asumsi Dasar Penilaian Manfaat Aktual 1. Jasa tambat labuh Penerimaan dari tambat labuh Rp Penerimaan dari sewa tanah Luas tanah m 2 (3.3 ha), tarif sewa tanah Rp 1 500/m 2 /tahun, penerimaan dari sewa tanah 3. Penerimaan dari jasa pas masuk 4. Penerimaan dari retribusi pelelangan 5. Penerimaan dari SHU dock 6. Penerimaan dari jasa listrik 7. Penerimaan dari jasa penggunaan air tawar dan es 8. Penerimaan dari sewa bangunan 9. Penerimaan jasa penggunaan keranjang ikan Sumber : PPSC (2006) Tabel 26 Masukan data manfaat proyek fasilitas PPSC Rp Tarif pas masuk pelabuhan (mobil Rp , bus atau truk Rp , truk gandeng Rp , penerimaan dari jasa pas masuk sebesar Rp Luas bangunan m 2 ; volume lelang ton; penerimaan dari retribusi pelelangan ikan sebesar Rp. 562 Milyar. Jumlah 1 unit, penerimaan SHU dock kapal sebesar Rp Jumlah 1 unit, kapasitas 64 kwh, penerimaan dari jasa listrik Rp Kapasitas air tawar 190 m 2, kapasitas es 20 ton/hari; tarif Rp. 2.2/liter, pendapatan dari air tawar Rp Tarif bangunan permanen Rp /m 2 /tahun; penerimaan sewa bangunan Rp Tarif Rp. 150/jam, jumlah 50 buah keranjang dan penerimaan dari jasa penggunaan keranjang ikan Rp Tahun Total Manfaat Riil (Rp) Indeks *) Harga Konstan (Rp) Sumber : PPSC (2006) *) IHKG dengan tahun dasar 1996 =100

119 95 Tabel 27 Masukan data asumsi dasar penilaian jenis manfaat tidak langsung No Jenis Manfaat 1. Pemasaran hasil perikanan oleh nelayan dan sebagai sarana dalam mempertahankan mutu ikan 2. Memudahkan dalam memenuhi kebutuhan operasional nelayan 3. Adanya multiplier effect seperti peningkatan pendapatan pada sektor lain 4. Adanya economic of scale seperti peningkatan skala usaha 5. Adanya dynamic secondary effect seperti terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat dan peningkatan produktivitas tenaga kerja Sumber : Hasil Penelitian 2006 (Diolah) Fasilitas PPSC Asumsi Dasar Penilaian Manfaat Aktual - peningkatan harga ikan (adanya pelelangan) - pembeli (bakul ikan) banyak - lokasi dermaga bongkar dan TPI dekat (±10 m) - akses ke pasar ikan dan ke industri pengolahan dekat - produksi ikan segar meningkat - penanganan ikan yang baik seperti cara pengangkutan dengan memperhatikan kualitas ikan yang akan dipasarkan - tersedianya sarana dan prasarana transportasi agar distribusi ikan secara cepat sampai ke konsumen - ketersediaan kebutuhan operasional nelayan (es, solar, air tawar, serta perbekalan melaut lainnya) - harga kebutuhan operasional terjangkau - dekat dengan kapal nelayan (adanya dermaga muat) - bertambahnya usaha di luar kawasan PPSC (warung makan dan minum 27 buah), tingkat kebutuhan nelayan yang berhubungan dengan kegiatan penangkapan ikan - peningkatan usaha dari skala kecil menjadi besar sebanyak 56 jenis usaha (6 pembekuan, 1 pengalengan, 8 pengolahan ikan tradisional, 1 pengepakan, 7 pergudangan, 4 perbengkelan, 27 pujasera, 2 logistik). - waktu kerja, motivasi kerja, kemampuan kerja - jumlah nelayan orang, rata-rata waktu kerja 3-5 hari, rata-rata ukuran kapal > 10 GT, rata-rata penerimaan Rp /bulan - pegawai pelabuhan (koperasi) 35 orang, 6 hari kerja dalam 1 minggu dan rata-rata penerimaan Rp /bulan - pedagang eceran atau kaki lima 11 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp /hari - karyawan bengkel 5 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp /hari - penjual makanan dan minuman 32 orang, waktu kerja 360 hari dan rata-rata penerimaan Rp /hari - penjaga toko (waserda) 34 orang, waktu kerja 358 hari dan rata-rata penerimaan Rp /hari - karyawan perusahan perikanan (pengumpulan dan pengolahan ikan) 76 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp /hari - karyawan pabrik es 30 orang, waktu kerja 312 hari dan rata-rata penerimaan Rp /hari - bakul ikan 72 orang, waktu kerja 360 hari dan rata-rata penerimaan Rp /hari

120 96 Berdasarkan hasil prediksi nilai manfaat ekonomi PPSC, diketahui bahwa total nilai manfaat ekonomi Rp /tahun, terbagi atas nilai manfaat langsung yaitu Rp /tahun dan manfaat tidak langsung sebesar Rp /tahun (Tabel 28). Hal ini menunjukan bahwa manfaat tidak langsung yang diberikan oleh PPSC lebih besar dibandingkan dengan manfaat langsung dari fasilitas PPSC, dan hal tersebut membuktikan keberadaan PPSC sangat penting, untuk itu pemerintah perlu lebih meningkatkan peran tersebut melalui pengembangan PP. Tabel 28 Masukan data prediksi nilai manfaat ekonomi PPSC No. Jenis Manfaat Ekonomi Manfaat Ekonomi (Rp) Manfaat langsung 1. Penerimaan dari tambat labuh Penerimaan dari sewa tanah Penerimaan dari retribusi pelelangan ikan Penerimaan dari jasa pas masuk Penerimaan dari jasa listrik Penerimaan dari jasa penggunaan tangki BBM atau solar 7. Penerimaan dari jasa penggunaan air tawar Penerimaan dari sewa bangunan Penerimaan dari penjualan SHU Dock Penerimaan dari jasa penggunaan keranjang ikan Penerimaan dari penjualan dokumen lelang Total manfaat langsung Manfaat tidak langsung 1. Pemasaran hasil perikanan oleh nelayan dan sebagai sarana dalam mempertahankan mutu ikan Memudahkan dalam memenuhi kebutuhan operasional nelayan Adanya multiplier effect Adanya Economic of scale Adanya dynamic secondary effect Total manfaat tidak langsung Total manfaat ekonomi Sumber : Hasil Penelitian (2006) Manfaat yang tidak dapat dinilai dengan uang (intangible benefit) Menurut Ibrahim (1998) dan Choliq et al. (1999), intangible benefit merupakan manfaat yang diperoleh dari kegiatan proyek yang tidak dapat dihitung atau dinilai dengan uang. Adanya fasilitas di PPSC maka intangible benefit yang diharapkan adalah pengembangan wilayah dan penambahan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Kabupaten Cilacap.

121 97 Manfaat bagi pengembangan wilayah di sekitar PPSC Keberadaan PP diharapkan dapat membuat kawasan daerah sekitarnya menjadi sentra kegiatan baru yang akan meningkatkan kegiatan perekonomian di daerah ini, misalnya munculnya pedagang dan toko yang memenuhi kebutuhan sehari-hari, pedagang makanan dan minuman. Manfaat bagi penambahan lapangan pekerjaan (a) Lapangan kerja yang langsung terkait dengan operasional PPSC. Adanya kegiatan di PPSC antara lain kegiatan penangkapan ikan di laut, proses pengolahan dan pemasaran ikan maka dalam operasionalnya diperlukan tenaga kerja, misalnya: ABK, kuli angkut barang, sopir angkutan barang, pengolah dan bakul ikan. (b) Lapangan kerja yang tidak langsung terkait dengan operasional PPSC. Adanya penambahan kegiatan di PPSC berdampak pada terbukanya lapangan kerja baru untuk melayani kebutuhan para pegawai atau pekerja pelabuhan, misalnya pedagang makanan dan minuman serta tukang ojek. Identifikasi Biaya Modal investasi Menurut Umar (2003), untuk merealisasikan proyek dibutuhkan dana untuk investasi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin serta biaya-biaya pendahuluan sebelum operasi. Modal investasi yang digunakan dalam pembangunan PPSC berasal dari sumber dana proyek yang disediakan oleh PT. Pertamina. Dana keseluruhan yang digunakan dalam pembangunan PPSC disediakan Pertamina sebesar Rp Biaya yang termasuk dalam modal investasi adalah sebagai berikut: (1) Tanah Tanah yang digunakan untuk lahan pembangunan fasilitas fungsional PPSC antara lain tanah makam milik negara dan tanah milik Kodam IV/Diponegoro. Tanah milik merupakan tanah darat yang dimiliki oleh perorangan dan digunakan oleh masyarakat untuk pekarangan atau dibangun rumah di atas tanah milik tersebut. Tanah negara merupakan tanah darat tidak berpenghuni dan dimiliki negara. Makam merupakan tanah darat yang digunakan untuk lahan pembangunan PPSC yang merupakan tanah tidak produktif (tidak digunakan

122 98 untuk lahan kegiatan ekonomi dan tidak menghasilkan) dan tidak termasuk dalam nilai netto produksi yang hilang, dengan demikian tidak dihitung dalam NPV. (2) Tenaga kerja Menurut Gray et al. (1993) dan Khotimah et al. (2002), penentuan harga bayangan untuk upah tenaga kerja khususnya tenaga kerja terdidik (skilled labour) dan tenaga kerja tidak terdidik (unskilled labour) agak sulit. Sifat pasar tenaga kerja terdidik (skilled labour) pada umumnya agak kompetitif sehingga upah yang diterima tenaga kerja dapat dikatakan setingkat atau seimbang dengan tingkat upah yang berlaku di pasaran tenaga kerja. Pemakaian tenaga tidak terdidik (unskilled labour) akan menimbulkan biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan proyek antara lain biaya pengangkutan tenaga dari daerah tempat tinggalnya ke lokasi proyek (biaya transport) dan biaya makan yang diperlukan oleh tenaga kerja. Dari laporan hasil akhir pelaksanaan proyek PPSC (1994), tenaga kerja yang dipakai dalam pelaksanaan proyek ini berasal dari daerah Cilacap dan sekitarnya. Tenaga kerja yang bekerja dalam pelaksanan proyek PPSC termasuk dalam tenaga kerja tanpa keterampilan khusus. Tenaga kerja yang dipekerjakan sebagian besar adalah nelayan Cilacap yang sedang mengalami masa paceklik, sehingga tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. (3) Biaya peralatan dan bahan-bahan konstruksi Menurut Kadariah (1986) pengadaan barang yang diperdagangkan merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan biaya peralatan dan bahan-bahan konstruksi. Jika barang tersebut dapat diperdagangkan maka yang diperhitungkan sebagai biaya adalah harga perbatasan (border prices), artinya harga bahan untuk diimpor atau untuk bahan diekspor. Hal yang perlu diperhatikan apakah biaya ini harus dibebankan pada saat dikeluarkan sebagai investasi atau saat pembayaran kembali angsuran pinjaman dan bunganya. Peralatan dan bahan-bahan konstruksi yang digunakan dalam pelaksanaan proyek pembangunan PPSC merupakan peralatan yang telah ada tetapi bahan-bahan yang diperlukan masih banyak didatangkan dari Jakarta. Peralatan dan bahan-bahan konstruksi yang diperlukan disediakan dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan konstruksi dengan kualitas cukup baik.

123 99 (4) Biaya operasi dan pemeliharaan Biaya operasi dan pemeliharaan merupakan biaya yang harus dikeluarkan secara rutin dalam setiap tahunnya selama proyek mempunyai umur ekonomi (Khotimah et al. 2002). Biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas fungsional di PPSC diantaranya yaitu biaya renovasi. Biaya operasi dan pemeliharaan dikeluarkan tiap tahunnya dengan nilai hampir sama, namun disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi fasilitas yang telah dipergunakan. Hal ini ditujukan agar fasilitas-fasilitas yang telah dibangun mendapatkan perawatan yang baik. Masukan data besarnya total biaya proyek fasilitas PPSC ditunjukkan Tabel 29. Tabel 29 Masukan data biaya proyek fasilitas PPSC Tahun Total Biaya Riil (Rp) Indeks *) Harga Konstan (Rp) Sumber : Hasil Penelitian (2006) *) IHKG dengan tahun dasar 1996 =100 Aliran kas (cash flow) Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek bisa dikelompokkan menjadi 3 bagian antara lain: aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas operasional (operational cash flow) dan aliran kas terminal (terminal cash flow). Pengeluaran-pengeluaran untuk investasi pada awal periode mungkin tidak hanya sekali dan merupakan initial cash flow. Aliran kas yang timbul selama operasi proyek disebut sebagai operational cash flow. Aliran kas yang diperoleh pada waktu proyek tersebut berakhir disebut sebagai terminal cash flow. Umumnya initial cash flow adalah negatif, operational cash flow dan terminal cash flow umumnya positif. Aliran-aliran kas ini harus dinyatakan dengan dasar setelah pajak.

124 100 (a) Aliran kas permulaan (initial cash flow) Dalam menentukan aliran kas permulaan, pola aliran yang berhubungan dengan pengeluaran investasi harus diidentifikasi seperti mengetahui bagaimana pengeluaran biaya untuk tahap pembangunan sampai dengan siap beroperasi. Misalnya tahap pengeluaran untuk biaya prakonstruksi, pembelian material dan peralatan, konstruksi, termasuk juga penyediaan-penyediaan modal kerja. Oleh karena itu aliran kas permulaan pada proyek pembangunan fasilitas fungsional PPSC tidak hanya terjadi pada awal periode tetapi terjadi beberapa kali yaitu pada tahun ke-1, tahun ke-2 dan seterusnya. (b) Aliran kas operasional (operational cash flow) Penentuan tentang berapa besarnya aliran kas operasional setiap tahunnya merupakan titik permulaan untuk penilaian profitabilitas usulan investasi tersebut. Aliran kas operasional diperhitungkan berdasarkan aliran kas (aliran kas masuk) yang bersifat continue seperti penerimaan dari pelayanan serta penggunaan jasa dari fasilitas fungsional PPSC, sedangkan aliran kas keluar (cash outflow) yang bersifat tidak continue atau intermittent seperti pengeluaran biaya operasional dan pemeliharaan. (c) Aliran kas terminal (terminal cash flow) Aliran kas terminal umumnya terdiri dari aliran kas nilai sisa (residu) investasi tersebut dan pengembalian modal kerja. Aliran kas terminal dalam aliran kas proyek fasilitas fungsional PPSC, yang biasa dipergunakan dalam aliran kas proyek masuk dalam biaya. Dana pembangunan PPSC murni dari APBN. Oleh karena itu, dana pembangunan PPSC merupakan manfaat yang diterima oleh pemerintah dan masyarakat dan tidak termasuk dalam biaya proyek. Untuk mengetahui aliran kas fasilitas PPSC dapat dilihat pada Lampiran 14. Tidak adanya nilai sisa (residu) dan penjualan barang-barang proyek PPSC dalam aliran kas terminal, hal ini dikarenakan tidak adanya perhitungan dalam analisis manfaat dan biaya. Untuk pengembalian modal kerja tidak termasuk aliran kas terminal dalam perhitungan analisis manfaat dan biaya. Hal ini karena pengembalian modal kerja termasuk dalam manfaat yang diterima, kalau proyek tersebut memerlukan modal kerja dan umumnya proyek-proyek memang membutuhkan maka kalau proyek tersebut berakhir modal kerjanya tidak lagi diperlukan. Dengan demikian modal kerja ini akan kembali sebagai

125 101 aliran kas pada akhir usia proyek. Aliran kas fasilitas PPSC berdasarkan IHKG dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Masukan data total aliran kas fasilitas PPSC Tahun Total Aliran Kas (Rp) Indeks *) Harga Konstan (Rp) Sumber : Hasil Penelitian (2006) *) IHKG dengan tahun dasar 1996 =100 Berdasarkan Tabel 30 total aliran kas pada tahun 2002 dan 2003 sangat minimum. Pada tahun 2002 PPSC mengadakan pembangunan fasilitas dalam rangka peningkatan status dari PPNC menjadi PPSC. Hal ini mengakibatkan PPSC mengeluarkan banyak biaya sedangkan pemasukan hanya sedikit karena kapal-kapal yang dapat memanfaatkan fasilitas PPSC terbatas jumlahnya. Pada tahun 2002 dilakukan penambahan pembangunan fasilitas untuk melengkapi fasilitas yang sudah ada dan total manfaat yang diterima PPSC mengalami penurunan. (5) Sub Model Analisis Prioritas Pengembangan PP Sub model analisis prioritas pengembangan PP menyimpan data jenisjenis fasilitas yang akan dikembangkan dan rincian kriteria penilaian. Masukan data meliputi input statis dan input dinamis. Input statis adalah input yang telah tersedia dalam sistem, nilai tingkat kepentingan dan bobot kriteria penentuan prioritas pengembangan suatu fasilitas PP. Input dinamis adalah input yang harus dimasukkan oleh pengguna saat pengisian, yaitu pilihan-pilihan parameterparameter dari setiap kriteria penentuan prioritas dengan tingkat keyakinan masing-masing. Rincian masukan data prioritas pengembangan diuraikan dalam penjelasan berikut ini. Pada struktur hirarki ini terdapat tiga level yang membangun, yaitu : 1. Level 1: Prioritas pengembangan PPSC.

126 Level 2: Kriteria yang mempengaruhi pengembangan PPSC. Kriteria yang terdapat dalam hirarki ini adalah : a. Potensi SDI, produksi ikan. b. Ketersediaan anggaran. c. Manfaat. d. Kebutuhan masyarakat dan nelayan. e. Jenis industri yang ada. f. Kebutuhan bakul, pedagang, dan pengolah. 3. Level 3: Sub kriteria dari kriteria yang mempengaruhi pengembangan PPSC. Sub kriteria yang terdapat hirarki kriteria ini adalah : a. Pengembangan kawasan industri di PPSC. b. Perbaikan atau pengerukan alur masuk ke pelabuhan. c. Pengembangan dermaga bongkar dan tambat. d. Pengembangan TPI I dan TPI II. e. Penambahan fasilitas SPBU dan logistik. Informasi mengenai fokus (sasaran), kriteria dan alternatif tersebut tersusun dalam bentuk diagram seperti pada Gambar 14. Gambar 14 Hirarki prioritas pengembangan PPSC. (6) Sub Model Analisis Kelembagaan Pengembangan PPSC Sub model analisis kelembagaan dalam pengembangan suatu PP dirancang dengan metode ISM dan digunakan untuk melakukan identifikasi

127 103 struktur elemen (unsur) dalam sistem pengembangan PPSC. Pada sub model analisis kelembagaan menyimpan data jenis elemen dan sub elemen. Data jenis elemen dari program yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah sub elemen. Setelah itu, ditetapkan hubungan kontesktual antara sub elemen yang terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminologi dengan penilaian perbandingan berpasangan. Adapun penilaian hubungan sudah ditetapkan dalam sub model yang diberi simbol VAXO. Rincian masukan data elemen dan sub elemen dalam analisis kelembagaan pengembangan PPSC ditampilkan pada Tabel 31. Tabel 31 Masukan data pada sub model analisis kelembagaan No Jenis Elemen Jenis Sub Elemen 1 Sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC 2 Kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC 3 Kendala dalam pengembangan PPSC 4 Perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC 5 Tujuan dari program pengembangan PPSC Nelayan, masyarakat sekitar, buruh (tenaga kerja di PPSC), pedagang (bakul), pedagang sarana penangkapan, pengusaha (tenaga kerja agroindustri hasil laut), pengusaha transportasi, pengolah ikan, pengusaha (penyedia jasa perbaikan kapal dan alat tangkap), eksportir. Dukungan dan komitmen pemerintah pusat, dukungan dan komitmen pemerintah daerah, dukungan dan komitmen masyarakat sekitar dan nelayan, suasana kondusif dan aman, potensi SDI, kemudahan birokrasi (ijin), tersedia lahan pengembangan, ketersediaan anggaran pengembangan PPSC. Keterbatasan dana pengembangan, rendahnya kualitas SDM, hambatan birokrasi dan kelembagaan, banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung produksi yang didaratkan. Peningkatan PAD, peningkatan investasi, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, peningkatan motorisasi dan teknologi alat tangkap, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan industri yang berbasis di PPSC, pengembangan wilayah (ekonomi wilayah), peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan. Peningkatan PAD, peningkatan investasi, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, peningkatan motorisasi dan teknologi alat tangkap, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan industri yang berbasis di PPSC, pengembangan wilayah (ekonomi wilayah), peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan.

128 104 No Jenis Elemen Jenis Sub Elemen 6 Tolok ukur pengembangan 7 Pelaku pengembangan PPSC 8 Aktivitas Pengembangan PPSC Peningkatan investasi, penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBP dari PPSC, peningkatan volume dan nilai produksi, optimalisasi fasilitas di PP, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, optimalisasi pemanfaatan SDI, peningkatan jumlah kunjungan kapal bongkar dan hasil tangkapan. Pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten, UPT pelabuhan, nelayan, KUD, kesyahbandaran, POLAIRUD, lembaga keuangan, HNSI, perguruan tinggi, LSM. Koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengembangan PP, perumusan perda untuk mendukung pengembangan PPSC, identifikasi jenis-jenis fasilitas yang akan dikembangkan, menciptakan iklim kondusif dalam mendukung pengembangan PPSC, pengembangan pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PP, kemudahan akses informasi dan teknologi. (7) Sub Model Analisis Strategi Pengembangan PP Analisis ini menggunakan matriks SWOT untuk mendapatkan strategi yang diurutkan berdasarkan nilai skornya. Nilai skor didapat dari hasil pengumpulan pendapat responden ahli yang diminta mengisi kuisioner berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor yang terdapat dalam kuisioner tersebut didapat dari wawancara. Dari hasil wawancara dan studi pustaka serta laporan-laporan akhir tahun lembaga-lembaga yang terkait diketahui beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan pengembangan PPSC. Dari faktor-faktor tersebut kemudian dilakukan penyusunan kuisioner untuk disebarkan kepada para ahli (pakar). Setelah mengidentifikasi faktor-faktor internal-eksternal, maka dilanjutkan dengan memberikan rating dan bobot pada faktor tersebut sehingga dapat diketahui apakah posisi internal dan eksternal kuat, sedang atau lemah. Rating menunjukkan apakah faktor tersebut merupakan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang besar atau kecil. Bobot menunjukkan prioritas kepentingan faktor tersebut. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan (fuzzy pairwise comparison). Prinsip pembobotan terhadap faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan adalah berdasarkan besarnya prioritas yang diberikan pada faktor-faktor tersebut. Faktor yang

129 105 memiliki prioritas besar akan memiliki bobot yang besar dan sebaliknya faktor yang tidak diprioritaskan akan memiliki bobot yang lebih kecil. Tabel 32 Masukan data jenis variabel internal faktor evaluasi (IFE) dan eksternal faktor evaluasi (EFE) No Uraian Faktor-faktor Internal dan Eksternal Kekuatan 1 Potensi sumber daya perikanan di Samudera Hindia. 2 Komitmen pemerintah pusat dan daerah yang tinggi dibidang pengembangan perikanan dan kelautan. 3 Kewenangan dan tugas pokok serta fungsi PP yang luas dan jelas. 4 Tersedianya SDM dalam jumlah yang memadai dan dapat didayagunakan serta didukung dengan biaya operasional. 5 Tersedianya sarana dan prasarana yang terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan master plan. 6 Tersedia dan telah operasionalnya prasarana pengawasan terpadu di kawasan PPSC. Kelemahan 1 Kemampuan manajemen maupun teknis SDM yang kurang memadai. 2 Fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan. 3 Terbatasnya biaya operasional dan pemeliharaan fasilitas prasarana pelabuhan. 4 Sarana dan prasarana pengawasan perikanan belum memadai. 5 Pengurusan perijinan yang belum sepenuhnya menjadi kewenangan UPT PP. 6 Sistem (software) informasi perikanan belum memadai. Peluang 1 Tumbuh dan berkembangnya iklim usaha sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah yang mendorong peningkatan investasi. 2 Semakin menguatnya nilai mata uang asing terhadap rupiah akan mendorong pengembangan ekspor dan peningkatan devisa. 3 Semakin meningkatnya pangsa pasar produk perikanan baik lokal maupun nasional, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat untuk mengkonsumsi produk pangan yang bergizi dan menyehatkan. Ancaman 1 Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga BBM yang belum berpihak pada nelayan dan industri perikanan. 2 Duplikasi peraturan dan beragamnya jenis pungutan perikanan yang membingungkan dan menghambat pengembangan usaha perikanan. 3 Maraknya IUU fishing di perairan teritorial dan ZEEI. 4 Semakin meningkatnya akses produk-produk asing terhadap pasar dalam negeri sebagai konsekuensi dari pelaksanaan perdagangan bebas, hal ini menyebabkan persaingan produk-produk perikanan semakin ketat. 5 Usaha perikanan masih didominasi nelayan kecil dan pemanfaatan yang bertumpu pada perairan pantai. 6 Rendahnya kualitas SDM perikanan khususnya nelayan yang bisa dilihat dari rendahnya tingkat pendidikannya menyebabkan proses alih teknologi dan ketrampilan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga berdampak pada kemampuan pengembangan usaha. 7 Rendahnya mutu ikan yang menyebabkan nilai jual ikan menjadi rendah.

130 Sistem Manajemen Basis Model Analisis yang terdapat pada sistem manajemen basis model SISBANGPEL terdiri dari analisis potensi SDI, analisis prakiraan aktivitas, analisis tingkat pemanfaatan fasilitas, analisis biaya dan manfaat, analisis prioritas pengembangan PP, analisis kelembagaan pengembangan PP, dan analisis strategi pengembangan. (1) Sub Model Analisis Potensi SDI Keluaran dari sub model analisis potensi SDI antara lain : prakiraan MSY, tingkat pemanfaatan dan tingkat pengupayaan CPUE. Potensi SDI yang di analisis adalah SDI perkelompok ikan, yaitu kelompok ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, demersal, dan udang. Berikut akan diuraikan keluaran dari sub model analisis potensi SDI di Cilacap. Potensi SDI Pelagis Besar di Cilacap Keluaran sub model SDI selain berupa nilai-nilai dalam bentuk tabel, juga berupa grafik-grafik yang akan membantu pengguna mendapatkan gambaran perkembangan effort, CPUE tahunan serta gambaran MSY (apakah sudah pernah terlampaui atau belum). Berikut ini adalah grafik-grafik keluaran untuk potensi SDI pelagis besar di Cilacap. 7000, , ,00 EFFORT (TRIP) 4000, , , ,00 0, TAHUN Gambar 15 Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan pelagis besar di Cilacap. Secara garis besar, perkembangan effort pada aktivitas penangkapan ikan pelagis besar yang terjadi di Cilacap cenderung stabil. Upaya penangkapan terendah terjadi pada tahun Penurunan upaya penangkapan ikan pelagis

131 107 besar, kemungkinan disebabkan oleh kelangkaan dan tingginya biaya produksi untuk melakukan aktivitas penangkapan. Untuk lebih jelasnya, perkembangan trend effort penangkapan ikan pelagis besar tampak pada Gambar 15. Trend CPUE perikanan pelagis besar di Cilacap tahun 1998 hingga tahun 2003 tampak pada Gambar 16. Terlihat bahwa tahun 1998 memiliki nilai CPUE tertinggi. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R), maka model pendugaan potensi ikan pelagis besar terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar ,00 50,00 CPUE (TON/TRIP) 40,00 30,00 20,00 10,00 0, TAHUN Gambar 16 Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan pelagis besar di Cilacap PRODUKSI (TON) EFFORT (TRIP) Gambar 17 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan pelagis besar di Cilacap.

132 108 Potensi SDI Pelagis Kecil di Cilacap Pada Gambar 18, 19 dan 20 ditunjukkan gambaran trend tahunan effort, CPUE dan posisi MSY pelagis kecil di Cilacap yang merupakan keluaran dari sub model analisis potensi SDI EFFORT (TRIP) TAHUN Gambar 18 Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan pelagis kecil di Cilacap CPUE (TON/TRIP) TAHUN Gambar 19 Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan pelagis kecil di Cilacap. Perkembangan effort pada aktivitas penangkapan ikan pelagis kecil yang terjadi di Cilacap mengalami fluktuasi. Tahun 1998 hingga 2000 effort mengalami kenaikan, hal tersebut dikarenakan nelayan banyak mengalihkan usaha penangkapan ke wilayah yang lebih dekat sebagai akibat dari tingginya biaya

133 109 operasional. Upaya penangkapan tahun 2001 dan 2002 masih tetap tinggi, namun menurun drastis sejak tahun 2003 hingga Untuk lebih jelasnya, perkembangan trend effort penangkapan ikan pelagis kecil tampak pada Gambar 18. Trend CPUE perikanan pelagis kecil di Cilacap tahun 1998 hingga tahun 2005 tampak pada Gambar 19. Selanjutnya berdasarkan nilai R, maka model pendugaan potensi ikan pelagis kecil terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar 20. PRODUKSI (TON) EFFORT (TRIP) Gambar 20 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan pelagis kecil di Cilacap. Analisis Potensi SDI Demersal Pada Gambar 21, 22 dan 23 ditunjukkan gambaran trend tahunan effort, CPUE dan posisi MSY ikan demersal di Cilacap yang merupakan keluaran dari sub model analisis potensi SDI. Perkembangan effort pada aktivitas penangkapan ikan demersal yang terjadi di Cilacap cenderung naik (Gambar 21). Trend CPUE perikanan demersal di Cilacap tahun 1990 hingga tahun 2003 cenderung stabil (Gambar 22). Terlihat bahwa tahun 2003 memiliki CPUE tertinggi. Berdasarkan nilai R, maka model pendugaan potensi ikan demersal terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar 23.

134 , ,00 EFFORT (TRIP) , , , ,00 0, TAHUN Gambar 21 Kecenderungan upaya penangkapan tahunan ikan demersal di Cilacap CPUE (TON/TRIP) TAHUN Gambar 22 Grafik fluktuasi CPUE tahunan ikan demersal di Cilacap PRODUKSI (TON) EFFORT (TRIP) Gambar 23 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan ikan demersal di Cilacap.

135 111 Analisis Potensi SDI Udang Pada Gambar 24, 25 dan 26 ditunjukkan gambaran trend tahunan effort, CPUE dan posisi MSY sumber daya udang di Cilacap yang merupakan keluaran dari sub model analisis potensi SDI. EFFORT (TRIP) , , , , , , , , ,00 0, TAHUN Gambar 24 Kecenderungan effort tahunan penangkapan udang di Cilacap. Berdasarkan Gambar 24 terlihat bahwa perkembangan upaya penangkapan udang sejak tahun 1990 hingga 1995 mengalami kenaikan, kemudian sedikit menurun tahun 1996 dan naik kembali dan merupakan upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun Pada tahun 1998 perkembangan upaya penangkapan udang turun dibandingkan tahun , namun pada tahun mengalami peningkatan upaya penangkapan. Sementara sejak tahun 2002 hingga 2003 upaya penangkapan mengalami penurunan. 1,00 CPUE (TON/TRIP) 0,80 0,60 0,40 0,20 0, TAHUN Gambar 25 Fluktuasi CPUE tahunan udang di Cilacap. CPUE dapat digunakan untuk memprediksi kelimpahan udang di perairan. Pada tahun 1992 kelimpahan udang di perairan Cilacap dan sekitarnya

136 112 masih tinggi, sedangkan pada tahun kelimpahan udang menurun drastis. Hal itu karena penambahan jumlah trip yang sangat besar, yaitu trip namun produksi udang sedikit, yaitu sebesar ton. Tampak di grafik terdapat penurunan tajam dari tahun , tapi pada tahun 2002 dan 2003 CPUE udang mengalami peningkatan (Gambar 25). Berdasarkan nilai R, maka model pendugaan potensi udang terpilih adalah model Fox. Hubungan antara effort dan produksi dapat dilihat pada Gambar 26. PRODUKSI (TON) EFFORT (TRIP) Gambar 26 Hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan udang di Cilacap. Rekapitulasi Keluaran Sub Model Potensi SDI Berdasarkan hasil analisis potensi SDI secara umum, tingkat pemanfaatan SDI masih dibawah potensi lestari yang tersedia, maka peluang pengembangan perikanan di Cilacap masih terbuka luas. Untuk itu pengembangan PPSC diarahkan untuk pelayanan kapal-kapal yang melakukan penangkapan untuk jenis-jenis kelompok ikan pelagis kecil, demersal, dan udang. Informasi tentang potensi SDI yang ada di Cilacap juga di bandingkan dengan data potensi SDI WPP 9 yang dikeluarkan oleh KOMNAS KAJIKANLUT (1998; 2001;2002) dan DJPT (2004). Berdasarkan data dari KOMNAS KAJIKANLUT (1998; 2001;2002) dan DJPT (2004) pada WPP 9 ikan pelagis besar pemanfaatannya baru %, pelagis kecil 5.04 % ikan demersal %, udang % (lihat Tabel 1) Berdasarkan Tabel 33, semua jenis SDI di wilayah ini masih memungkinkan untuk ditingkatkan produksinya. Sementara berdasarkan Tabel 1 untuk WPP 9 pemanfaatanya menunjukkan trend yang sama dengan hasil

137 113 analisis di wilayah Cilacap dengan pendekatan Scaefer dan Fox. Untuk kelompok ikan pelagis besar perlu dilakukan beberapa upaya untuk meningkatkan pemanfaatan SDI antara lain : (1) Mengarahkan penangkapan ke perairan lepas pantai dan ZEEI. (2) Mendorong investor swasta untuk mengembangkan usaha perikanan skala besar. (3) Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan. (4) Pengembangan teknologi penangkapan yang mampu melakukan penangkapan di perairan lepas pantai. Upaya tersebut diatas perlu didukung dengan adanya PP yang memadai dan berstandar internasional. Dalam kaitannya dengan potensi SDI yang ada, maka PPSC perlu mempersiapkan sarana yang sesuai dengan armada penangkapan yang umum digunakan oleh nelayan untuk masing-masing target penangkapan. Pengembangan PPSC diarahkan untuk kapal-kapal bertonase sesuai dengan potensi SDI tersebut. Tabel 33 Keluaran hasil analisis potensi SDI Cilacap tahun 2005 Kelompok Ikan MSY (Ton/tahun) F MSY (Trip/tahun) Komponen Tingkat Pemanfaatan (%) Tingkat Upaya (%) Nilai R Schaefer Demersal Udang Pelagis besar Pelagis kecil Fox Demersal Udang Pelagis besar Pelagis kecil Pada Tabel 34 tampak informasi yang terkait dengan jumlah hari dalam trip beberapa alat tangkap. Alat tangkap tuna long line merupakan alat tangkap yang paling efisien untuk penangkapan kelompok ikan pelagis besar, drift gill net untuk penangkapan kelompok ikan pelagis kecil, sedangkan untuk penangkapan demersal dan udang alat tangkap trammel net merupakan alat tangkap yang paling efisien. Untuk mencapai produksi optimum sesuai jumlah tangkap diperbolehkan (JTB) atau total allowable catch (TAC) di Cilacap, maka jumlah armada penangkapan tuna long line yang ideal adalah 165 unit, sedangkan

138 114 armada drift gill net adalah 308 unit, untuk armada trammel net jumlah yang ideal untuk sasaran demersal dan udang adalah sebesar 679 unit, sehingga diperkirakan jumlah armada dan produksi perhari tampak pada Tabel 35. Tabel 34 Nilai CPUE dan lama trip untuk masing-masing alat tangkap per kelompok ikan Kelompok Ikan Jenis Alat Tangkap CPUE (Ton/tripdays) Lama Trip (Hari) Pelagis Besar Set Gill Net Drift Gill Net Set Long Line Tuna Long Line Payang Pelagis Kecil Set Gill Net Tuna Long Line Drift Gill Net Set Long Line Pancing lain Payang Dogol Demersal Set Gill Net Set Long Line Trammel Net Dogol Udang Dogol Trammel Net Tabel 35 Prakiraan jumlah kapal dan produksi di Cilacap Kelompok Ikan Jenis Alat Tangkap GT Jumlah Kunjungan/hari (Unit) Produksi/ hari (Ton) Pelagis Besar Tuna Long Line >30 GT Pelagis Kecil Drift Gill Net GT Demersal Trammel Net 5-30 GT Udang Trammel Net 5-30 GT Rancangan pengembangan PPSC ditinjau dari potensi SDI Berdasarkan prakiraan terhadap armada penangkapan yang melakukan bongkar dan produksi harian di PPSC, maka rencana pengembangan PPSC ditampilkan pada Tabel 36.

139 115 Tabel 36 Rincian rencana pengembangan PPSC ditinjau dari potensi SDI Jenis Fasilitas Jumlah/ Volume/ Luas Pengembangan Perlu Tidak Rencana Pengembangan A. Fasilitas pokok Kolam pelabuhan I 7.74 ha Kebutuhan hanya 2.13 ha Kolam Pelabuhan II ha Kebutuhan hanya 3.69 ha Kedalaman Kolam m m Dermaga Pendaratan 2 Lebih m Tambat m m m B. Fasilitas fungsional TPI I m 2 Menjadi m 2 TPI II 420 m 2 Menjadi m 2 Kebutuhan air tawar 143 m 3 /hari - Kapal trammel net 650 m 3 /hari - Kapal drift gill net 470 m 3 /hari - Kapal long line 120 m 3 /hari Kebutuhan solar L/hari - Kapal trammel net L/hari - Kapal drift gill net L/hari - Kapal long line L/hari Kebutuhan es 912 Balok/hari - Kapal trammel net Balok/hari - Kapal drift gill net Balok/hari - Kapal long line Balok/hari (2) Sub Model Analisis Prakiraan Aktivitas di PP Keluaran dari sub model ini antara lain: informasi tingkat kegiatan perikanan yang meliputi tingkat produksi, jumlah kapal dan nelayan, serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan. Berikut akan diuraikan keluaran dari sub model analisis prakiraan aktivitas di PPSC. Pendaratan Ikan Keluaran sub model analisis prakiraan volume produksi di PPSC dapat dilihat pada Tabel 37. Tampilan grafik prakiraan volume produksi tahunan dan rata-rata bulanan di PPSC tampak pada Gambar

140 116 Tabel 37 Keluaran sub model analisis prakiraan volume produksi di PPSC tahun Tahun Pelagis Besar Pelagis Kecil Kelompok Ikan Demersal Udang Cumi-cumi PRODUKSI (TON) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 27 Prakiraan produksi ikan demersal PRODUKSI (TON) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 28 Kecenderungan rata-rata produksi ikan demersal bulanan di PPSC tahun

141 117 PRODUKSI (TON) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 29 Prakiraan produksi ikan pelagis besar PRODUKSI (TON) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 30 Kecenderungan rata-rata produksi ikan pelagis besar bulanan di PPSC tahun PRODUKSI (TON) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 31 Prakiraan produksi ikan pelagis kecil.

142 PRODUKSI (TON) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 32 Kecenderungan rata-rata produksi ikan pelagis kecil bulanan di PPSC tahun PRODUKSI (TON) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 33 Prakiraan produksi udang PRODUKSI (TON) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 34 Kecenderungan rata-rata produksi udang bulanan di PPSC tahun

143 119 PRODUKSI (TON) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 35 Prakiraan produksi cumi-cumi PRODUKSI (TON) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 36 Kecenderungan rata-rata produksi cumi-cumi bulanan di PPSC tahun Armada Perikanan Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah armada perikanan di PPSC dapat dilihat pada Tabel 38, sub model analisis prakiraan jumlah kunjungan kapal masuk pada Tabel 39, dan sub model analisis prakiraan jumlah kapal keluar di PPSC pada Tabel 40, sub model analisis prakiraan armada perikanan yang melakukan aktivitas bongkar berdasarkan alat tangkap pada Tabel 41, dan sub model analisis prakiraan jumlah kapal yang menggunakan jasa docking pada Tabel 42. Tampilan grafik prakiraan armada perikanan di PPSC dan rata-rata bulanan aktivitas kapal tampak pada Gambar

144 120 Tabel 38 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah armada perikanan di PPSC berdasarkan alat tangkap tahun Tahun Armada perikanan berdasarkan alat tangkap Gill net Trammel net Long line Lain-lain Jumlah Tabel 39 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC tahun Tahun Ukuran Kapal < 10 GT GT GT > 30 GT Jumlah Tabel 40 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah kapal keluar dari PPSC tahun Tahun Ukuran Kapal < 10 GT GT GT > 30 GT Jumlah Tabel 41 Keluaran analisis prakiraan untuk armada perikanan yang melakukan aktivitas bongkar berdasarkan alat tangkap di PPSC tahun Tahun Jenis Kapal Bongkar Trammel net Gill net Long line Jumlah

145 121 Tabel 42 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah kapal yang menggunakan jasa docking di PPSC tahun Tahun Jumlah Kapal KAPAL GILL NET (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 37 Prakiraan jumlah kapal gill net. KAPAL TRAMMEL NET (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 38 Prakiraan jumlah kapal trammel net.

146 122 KAPAL LONG LINE (UNIT) TAHUN Aktual Perkiraan Gambar 39 Prakiraan jumlah kapal long line. KAPAL LAIN (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 40 Prakiraan jumlah kapal lain. KAPAL <10 GT (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 41 Prakiraan jumlah kunjungan kapal < 10 GT.

147 KAPAL < 10 GT (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 42 Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal < 10 GT bulanan di PPSC tahun KAPAL GT (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 43 Prakiraan jumlah kunjungan kapal GT. 300 KAPAL GT (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 44 Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal GT bulanan di PPSC tahun

148 124 KAPAL GT (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 45 Prakiraan jumlah kunjungan kapal GT. KAPAL GT (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 46 Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal GT bulanan di PPSC tahun KAPAL > 30 GT (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 47 Prakiraan jumlah kunjungan kapal > 30 GT.

149 KAPAL > 30 GT (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 48 Kecenderungan rata-rata kunjungan kapal >30 GT bulanan di PPSC tahun KAPAL <10 GT (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 49 Prakiraan jumlah kapal keluar < 10 GT KAPAL <10 GT (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 50 Kecenderungan rata-rata kapal keluar < 10 GT bulanan di PPSC tahun

150 126 KAPAL GT (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 51 Prakiraan jumlah kapal keluar GT KAPAL GT (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 52 Kecenderungan rata-rata kapal keluar GT bulanan di PPSC tahun KAPAL GT (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 53 Prakiraan jumlah kapal keluar GT.

151 KAPAL GT (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 54 Kecenderungan rata-rata kapal keluar GT bulanan di PPSC tahun KAPAL >30 GT (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 55 Prakiraan jumlah kapal keluar > 30 GT KAPAL >30 GT (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 56 Kecenderungan rata-rata kapal keluar > 30 GT bulanan di PPSC tahun

152 128 KAPAL TRAMMEL NET (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 57 Prakiraan jumlah kapal trammel net yang bongkar KAPAL TRAMMEL NET (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 58 Kecenderungan rata-rata kapal trammel net yang bongkar bulanan di PPSC tahun KAPAL GILL NET (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 59 Prakiraan jumlah kapal gill net yang bongkar.

153 KAPAL GILL NET (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 60 Kecenderungan rata-rata kapal gill net yang bongkar bulanan di PPSC tahun KAPAL LONG LINE (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 61 Prakiraan jumlah kapal long line yang bongkar KAPAL LONG LINE (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 62 Kecenderungan rata-rata kapal long line yang bongkar bulanan di PPSC tahun

154 130 JUMLAH KAPAL (UNIT) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 63 Prakiraan jumlah kapal docking KAPAL DOCKING (UNIT) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 64 Kecenderungan rata-rata kapal docking bulanan di PPSC tahun Penyaluran Perbekalan Kapal Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah penyaluran perbekalan kapal di PPSC dapat dilihat pada Tabel 43. Tampilan grafik prakiraan kebutuhan logistik tahunan dan bulanan di PPSC tampak pada Gambar Tabel 43 Keluaran sub model analisis prakiraan distribusi logistik di PPSC tahun Tahun Kebutuhan Solar (Ton) Es (Balok) Air (m 3 )

155 131 ES (BALOK) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 65 Prakiraan kebutuhan logistik es. 30,000 25,000 ES (BALOK) 20,000 15,000 10,000 5,000 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 66 Kecenderungan rata-rata kebutuhan logistik es bulanan di PPSC tahun SOLAR (TON) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 67 Prakiraan jumlah logistik BBM.

156 132 1,200 1,000 SOLAR (TON) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 68 Kecenderungan rata-rata kebutuhan solar bulanan di PPSC tahun AIR (m3) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 69 Prakiraan jumlah logistik air AIR (m3) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des BULAN Gambar 70 Kecenderungan rata-rata kebutuhan air bulanan di PPSC tahun

157 133 Pemasaran atau Pelelangan Ikan Keluaran sub model analisis prakiraan retribusi lelang di PPSC dapat dilihat pada Tabel 44. Tampilan grafik prakiraan retribusi lelang di PPSC tampak pada Gambar 71. Tabel 44 Perkembangan retribusi lelang di TPI PPSC dari tahun Tahun Retribusi Lelang (x Rp. 1000,00) LELANG (x Rp 1000) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 71 Prakiraan retribusi lelang. Nelayan yang Beraktivitas di PPSC Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah nelayan di PPSC dapat dilihat pada Tabel 45. Tampilan grafik prakiraan jumlah nelayan di PPSC tampak pada Gambar 72. Tabel 45 Keluaran sub model analisis prakiraan jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC pada tahun Tahun Jumlah Nelayan (orang)

158 134 NELAYAN (ORANG) TAHUN Aktual Prakiraan Gambar 72 Prakiraan jumlah nelayan. Rancangan Pengembangan PPSC ditinjau dari Prakiraan Aktivitas PP Berdasarkan prakiraan aktivitas PP yang meliputi tingkat produksi, jumlah kapal dan nelayan serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan, maka rencana pengembangan PPSC ditampilkan pada Tabel 46. Tabel 46 Rincian prakiraan jumlah kapal dan produksi di PPSC dalam harian Variabel Prakiraan Jenis Kegiatan Trend Nilai Pelagis Besar (-) ton/hari Pelagis Kecil (-) ton/hari Jumlah Produksi Demersal (-) ton/hari Udang (-) ton/hari Cumi-cumi (-) ton/hari < 10 GT (-) 1-8 kapal/hari Kapal Keluar GT (-) 3-7 kapal/hari GT (-) 2-5 kapal/hari > 30 GT (-) 1-3 kapal/hari < 10 GT (-) 1-8 kapal/hari Kapal Masuk GT (-) 2-8 kapal/hari GT (-) 3-5 kapal/hari > 30 GT (-) 1-3 kapal/hari Trammel net (-) 3-10 kapal/hari Kapal Bongkar Gill net (-) 2-8 kapal/hari Long line (-) 1-2 kapal/hari Kapal docking (-) 1 kapal/hari Kebutuhan Es (-) balok/hari Logistik kapal Kebutuhan BBM (-) ton/hari Kebutuhan Air (-) 9-18 m 3 /hari Retribusi lelang (-) Rp /hari Nelayan (-) 55 orang/hari

159 135 Rancangan Pengembangan PPSC ditinjau dari Tingkat Kegiatan (Prakiraan) Berdasarkan Tabel 46 keluaran dari analisis prakiraan terhadap semua aktivitas di PPSC menunjukkan trend negatif. Hal tersebut dikarenakan banyak kapal-kapal yang mengalihkan aktivitasnya ke pelabuhan lain atau pelabuhan umum Batteray. Alur pelayaran di PPSC kurang dapat berfungsi secara optimal karena permasalahan yang sering terjadi seperti pengaruh pasang surut dan adanya penumpukan sedimentasi. Alur pelayaran di PPSC mempunyai panjang 220 m dengan lebar 80 m dengan kedalaman -3 m. Alur pelayaran ini merupakan fasilitas yang sangat penting karena berhubungan dengan aktivitas keluar masuknya kapal. Pada saat musim timur yang bersamaan dengan tingginya gelombang dan kuatnya angin membuat alur pelayaran menjadi rawan untuk kapal yang akan keluar ataupun masuk pelabuhan. Saat terjadi surut, kapalkapal besar mengalami kandas di alur pelayaran. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena dapat mengakibatkan kapal tersebut terhempas ke batu atau tetrapod break water yang terdapat di sepanjang alur dan dapat mempengaruhi kelancaran kegiatan keluar masuk kapal. Berdasarkan kondisi tersebut maka rancangan pengembangan PPSC ditinjau dari prakiraan aktivitas adalah kegiatan pengerukan alur pelayaran secara rutin dan upaya-upaya mengurangi sedimentasi yang terjadi. (3) Sub Model Analisis Kondisi dan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Keluaran dari sub model ini adalah tingkat pemanfaatan fasilitas di suatu PP. Keluaran sub model analisis tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC di tampilkan pada Tabel 47. Fasilitas yang ada di PP dengan kapasitas tertentu memiliki hubungan erat dengan efektifitas PP sebagai pusat kegiatan di bidang perikanan. Tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan dan fasilitas yang sudah tidak memenuhi kapasitas dapat menghambat kegiatan operasional suatu PP. Tabel 47 Keluaran sub model tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC Jenis Fasilitas Tingkat Pemanfaatan (%) Dermaga bongkar Dermaga tambat Kolam pelabuhan 7.74 TPI Pertama 7.11 TPI Kedua Area parkir Tempat perbaikan dan penjemuran jaring Dock/Slipway Rumah/Mess

160 136 Rancangan Pengembangan PPSC ditinjau dari Kondisi dan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Berdasarkan kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas yang ada di PPSC (Tabel 47) maka tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC umumnya masih belum optimal, Tingkat pemanfaatan yang dibawah kapasitas optimal tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain: pelayanan di pelabuhan kurang memadai, juga terkait kendala teknis selama ini yaitu adanya pendangkalan di sekitar alur masuk pelabuhan. Hal tersebut menyebabkan kapal-kapal bertonase di atas 30 GT sulit masuk atau keluar PPSC. Upaya pengembangan PPSC adalah optimalisasi pemanfaatan fasilitas yang ada termasuk dalam hal ini pengerukan terhadap alur pelayaran yang selama ini menyebabkan tidak optimalnya pemanfaatan fasilitas di PPSC. (4) Keluaran Sub Model Prioritas Pengembangan PP Keluaran yang dihasilkan dari sub model prioritas pengembangan PP merupakan hasil proses penilaian terhadap kriteria dan alternatif prioritas pengembangan fasilitas yang dilakukan dengan meminta pendapat responden pakar. Pada Tabel 48 ditampilkan keluaran sub model prioritas pengembangan PPSC. Tabel 48 Hasil perhitungan bobot kriteria No Kriteria Bobot 1. Potensi SDI, Produksi Ikan Ketersediaan anggaran Manfaat Kebutuhan masyarakat dan nelayan Jenis industri yang ada Kebutuhan bakul, pedagang dan pengolah Prioritas pengembangan suatu PP berdasarkan berbagai pertimbangan. Dalam model pengembangan PPSC digunakan 6 kriteria pengembangan yaitu potensi SDI, ketersediaan anggaran, manfaat, kebutuhan masyarakat dan nelayan, jenis industri yang ada, serta kriteria kebutuhan dari pedagang dan pengolah. Berdasarkan rancangan pengembangan dari potensi SDI, prakiraan aktivitas PPSC, dan tingkat pemanfaatan fasilitas, maka ada lima alternatif pengembangan fasilitas PPSC, yaitu: (1) perbaikan dan pengerukan alur masuk pelabuhan, (2) pengembangan dermaga bongkar dan tambat, (3) pengembangan kawasan industri, (4) penambahan fasilitas SPBU dan logistik, dan (5) pengembangan TPI I dan TPI II.

161 137 Tabel 49 Hasil perhitungan nilai eigen alternatif untuk setiap kriteria No Alternatif 1 Perbaikan pengerukan alur masuk pelabuhan 2 Pengembangan dermaga bongkar dan tambat 3 Pengembangan kawasan industri 4 Penambahan fasilitas SPBU dan logistik 5 Pengembangan TPI I dan TPI II Nilai Eigen Alternatif untuk Setiap Kriteria K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 K Tabel 50 Hasil dan rangking skor akhir No Alternatif Skor akhir Rangking 1 Perbaikan dan pengerukan alur masuk pelabuhan 2 Pengembangan dermaga bongkar dan tambat 3 Pengembangan kawasan industri Penambahan fasilitas SPBU dan logistik Pengembangan TPI I dan TPI II Gambar 73 Prioritas pengembangan PPSC.

162 138 (5) Sub Model Analisis Biaya dan Manfaat PP Sub model analisis biaya dan manfaat adalah untuk memberikan pertimbangan pengembangan suatu PP dari aspek ekonomi (biaya dan manfaat) yang ada dari pengembangan PP. Penilaian biaya dan manfaat pengembangan PP mengacu kepada kriteria kelayakan ekonomi, yaitu NPV, EIRR dan B/C ratio. Pada Tabel 51 ditampilkan nilai keluaran sub model analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC. Tabel 51 Keluaran sub model analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC Parameter kelayakan Nilai Keterangan NPV Rp Tingkat diskonto 12%. Nilai NPV positif, maka PPSC layak dikembangkan karena akan memberikan nilai manfaat yang lebih besar EIRR % Layak dikembangkan karena diatas discount rate yang digunakan B/C Ratio 1.05 Layak dikembangkan. Nilai manfaat sekarang lebih besar dari biaya sekarang, yaitu lebih besar dari satu Nilai sekarang (diskonto) Dalam analisis manfaat dan biaya fasilitas PPSC, tingkat diskonto digunakan untuk melakukan perhitungan antara lain NPV, tingkat pengembalian ekonomi (EIRR) dan B/C ratio. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam menaksir dan menghitung nilai yang ada di masa lalu dan masa yang akan datang kemudian dikonversikan menjadi nilai sekarang. Cara menghitung nilai sekarang yaitu nilai dari manfaat dan biaya dikonversikan terlebih dahulu dengan mengalikan discount rate yang sesuai dengan tahun manfaat dan biaya. Kemudian discount rate dari nilai diskonto bisa dilihat dalam tabel diskonto dan tingkat bunga. Discount rate yang digunakan yaitu sebesar 12% per tahun, karena sesuai dengan tingkat suku bunga rata-rata yang berlaku pada Bank Dunia saat ini. Menurut Bank Dunia, OCC (discount rate) yang digunakan oleh negara yang sedang berkembang dan berkembang yaitu sebesar 12% per tahun. Net present value (NPV) Analisis manfaat dan biaya fasilitas fungsional dengan perhitungan NPV dihasilkan nilai NPV sebesar Rp dengan tingkat diskonto yang digunakan sebesar 12% per tahun, sesuai dengan tingkat suku bunga rata-rata

163 139 yang berlaku pada bank saat ini. Dengan mengetahui hasil perhitungan NPV tersebut positif, apabila suatu usaha atau proyek memiliki nilai NPV positif, maka usaha atau proyek tersebut layak dilaksanakan karena akan memberikan manfaat yang lebih besar. Economic internal rate of return (EIRR) Dari hasil perhitungan pada Lampiran 16 yaitu analisis manfaat dan biaya dengan perhitungan EIRR diperoleh nilai EIRR sebesar %. Besarnya EIRR tidak dapat ditentukan secara langsung, dan harus dicari dengan coba-coba. Untuk menghasilkan nilai EIRR tersebut dilakukan interpolasi dengan discount rate, dalam hal ini discount rate yang digunakan adalah 16% dan 20% dengan menghitung kembali manfaat sekarang netto sehingga mendapatkan nilai EIRR sebesar 18%. Berdasarkan hasil analisis, proyek pengembangan PPSC layak untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan nilai EIRR sebesar % diatas discount rate yang digunakan sesuai dengan tingkat suku bunga rata-rata yang berlaku pada bank saat ini yaitu sebesar 12% per tahun. B/C ratio Dari hasil perhitungan B/C ratio pada Lampiran 15 yaitu analisis manfaat dan biaya diperoleh B/C ratio sebesar 1.05 yang berarti nilai manfaat sekarang netto lebih besar dari biaya sekarang netto. Berdasarkan perhitungan kriteria nilai B/C ratio yaitu lebih besar dari satu, maka proyek dan operasional pengembangan PPSC dapat dikategorikan layak untuk dilaksanakan karena memiliki nilai manfaat yang besar. Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) Dari hasil perhitungan pada Lampiran 17 yaitu analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dengan asumsi kenaikan biaya sebesar 30%, maka hasil dari perhitungan nilai NPV sebesar Rp , nilai EIRR sebesar 15.77% dan nilai B/C ratio sebesar Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan manfaat dan biaya pengembangan PPSC maka nilai NPV, EIRR dan nilai B/C ratio mengalami penurunan. Nilai NPV sebesar Rp , nilai EIRR 2.26% dan nilai B/C ratio Dengan mengetahui perhitungan dari analisis sensitivitas dapat diketahui prakiraan dari resiko proyek pengembangan PPSC tersebut. Pengertian dari resiko disini yaitu sebagai probabilitas proyek akan memberikan nilai NPV lebih kecil dari nol. Berdasarkan hasil pembahasan

164 140 diatas dapat dijadikan pertimbangan dalam pelaksanaan proyek pengembangan PPSC sehingga tidak mengakibatkan kerugian yang berarti dalam pelaksanaannya. (6) Sub Model Analisis Kelembagaan Pengembangan PP Untuk mengkaji keterkaitan atau hubungan kontekstual antar elemen dan sub elemen pengembangan PPSC digunakan metode ISM. Elemen sistem pengembangan mencakup pelaku atau lembaga yang berperan dalam pengembangan PPSC, kebutuhan untuk pelaksanaan program, kendala program, tolok ukur untuk menilai setiap tujuan dan aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. Keluaran sub model analisis kelembagaan selain berupa nilai-nilai dalam bentuk tabel (level dan rangking), juga berupa gambar matriks driver power-dependence yang akan membantu pengguna mendapatkan gambaran hirarki dan plot ke dalam empat sektor. Tabel 52 Keluaran sub model analisis kelembagaan pengembangan PPSC Jenis Elemen Sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC Kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC Kendala dalam pengembangan PPSC Perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC Tujuan dari program pengembangan PPSC Jumlah Keterangan Level 4 Posisi matriks driver powerdependence menunjukkan bahwa sub elemen 2, 3, 6, 7, 8 dan 10 berada pada sektor III. Sub elemen 4, 5 dan 9 berada pada sektor II. Sub elemen 1 berada pada sektor IV. 2 Semua sub elemen berada pada sektor III. 3 Semua sub elemen berada pada sektor III. 4 Semua sub elemen berada pada sektor III. 4 Sub elemen 6 berada pada sektor II, sub elemen 1, 3-5, 7-10 berada pada sektor II, sub elemen 2 berada pada sektor IV. Tolok ukur pengembangan 4 Sub elemen 1 berada pada sektor II, sub elemen 2-10 berada pada sektor III. Pelaku pengembangan PPSC 5 Sub elemen 9 dan 10 berada pada sektor II, sub elemen 1-8 dan berada pada sektor III. Aktivitas Pengembangan PPSC 2 Sub elemen 1, 2, 5 dan 6 berada pada sektor III. Sub elemen 3 dan 4 berada di sektor II.

165 141 Elemen Sektor Masyarakat yang Terpengaruh dari Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC terdiri dari 10 sub elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 74. Gambar 74 Hirarki elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC. Pada Gambar 74 tingkat (Level-L) ditentukan melalui pemisahan tingkat pada RM. Level satu pada sektor masyarakat terdapat sub elemen eksportir, pengusaha transportasi, pengusaha dan tenaga kerja agroindustri hasil laut, pedagang sarana penangkapan, buruh (tenaga kerja di PPSC), pengolah ikan dan masyarakat sekitar. Pengusaha atau penyedia jasa perbaikan kapal dan alat tangkap berada pada level dua. Pedagang atau bakul berada pada level tiga dan nelayan berada pada level empat. Elemen kunci (key element) dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pengembangan PPSC adalah nelayan dan pedagang (bakul). Analisis lebih lanjut pada sektor IV (independent), menyatakan bahwa nelayan adalah peubah bebas. Dalam hal ini berarti kekuatan pengerak (driver power) yang besar, namun punya sedikit ketergantungan terhadap program pengembangan PPSC. Adapun sub elemen sektor masyarakat yang terpengaruh lainnya termasuk kategori peubah (dependent) yang diartikan lebih sebagai akibat dari tindakan pengembangan PPSC. Selanjutnya masyarakat sekitar,

166 142 buruh (tenaga kerja di PPSC), dan pengusaha transportasi merupakan sub elemen yang berada pada sektor II (peubah terikat atau dependent) yang berarti sektor masyarakat tersebut terpengaruhi cukup kecil dan dipengaruhi oleh sub elemen lain. Hal ini dapat diartikan apabila sub elemen lain terpengaruh oleh pengembangan PPSC, maka akan mendorong terpengaruhnya sub elemen di sektor II ini. Sub elemen pedagang bakul, pengolah ikan, pedagang alat-alat penangkapan, pengusaha atau penyedia jasa perbaikan kapal dan alat tangkap, pengusaha dan tenaga kerja agroindustri di laut, dan eksportir bersifat linkage (sektor III) yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. DRIVER POWER (1) (2) 10 9 (7) (3,6,8) Sektor IV 8 Sektor III (10) Sektor I (4,5,9) 3 Sektor II DEPENDENCE Gambar 75 Matriks driver power-dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC. Keterangan : (1) Nelayan (2) Pedagang bakul (3) Pengolah ikan (4) Masyarakat sekitar (5) Buruh (tenaga kerja di PPSC) (6) Pedagang alat-alat penangkapan (7) Pengusaha atau penyedia jasa perbaikan kapal dan alat tangkap (8) Pengusaha dan tenaga kerja agroindustri hasil laut (9) Pengusaha transportasi (10) Eksportir

167 143 Elemen Kebutuhan Untuk Pelaksanaan Program Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC terdiri dari 9 sub elemen kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 76. Gambar 76 Hirarki elemen kebutuhan untuk pelaksanaan program pengembangan PPSC. Level satu pada elemen kebutuhan terdapat sub elemen suasana kondusif, potensi SDI, kemudahan birokrasi (ijin), stabilitas politik dan moneter, tersedia lahan pengembangan, dukungan dan komitmen pemerintah daerah, dan ketersediaan anggaran pengembangan PPSC. Pada level dua terdapat sub elemen dukungan dan komitmen pemerintah pusat, dan dukungan dan komitmen masyarakat sekitar dan nelayan (Gambar 76). Jika dilihat dari hubungan matriks driver power dependence (Gambar 77), maka semua sub elemen pada elemen kebutuhan berada di sektor III bersifat linkage dan memiliki daya dorong yang cukup kuat, yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Elemen kunci (key element) dari elemen kebutuhan pengembangan PPSC adalah potensi SDI, kemudahan birokrasi (ijin), stabilitas politik dan moneter, tersedia lahan pengembangan, dukungan dan komitmen pemerintah pusat, dukungan dan komitmen pemerintah daerah, serta dukungan dan komitmen masyarakat sekitar dan nelayan.

168 (6,8) (2,3,4,5,7) DRIVER POWER Sektor IV 8 (1,9) Sektor III Sektor I DEPENDENCE Sektor II Gambar 77 Keterangan : Matriks driver power dependence untuk elemen kebutuhan pelaksanaan program pengembangan PPSC. (1) Suasana kondusif dan aman (2) Potensi SDI (3) Kemudahan birokrasi (ijin) (4) Stabilitas politik dan moneter (5) Tersedia lahan pengembangan (6) Dukungan dan komitmen pemerintah pusat (7) Dukungan dan komitmen pemerintah daerah (8) Dukungan dan komitmen nelayan dan masyarakat sekitar (9) Ketersediaan anggaran pembiayaan (dana) pengembangan PPSC Elemen Kendala dalam Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen kendala dalam pengembangan PPSC terdiri dari 4 sub elemen kendala dalam pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 78. Level satu pada elemen kendala terdapat sub elemen rendahnya kualitas SDM. Selanjutnya pada level dua hambatan kelembagaan dan birokrasi, dan banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung produksi yang didaratkan. Pada level tiga terdapat sub elemen keterbatasan dana pengembangan.

169 145 Gambar 78 Hirarki elemen kendala dalam pengembangan PPSC. 4 (1) DRIVER POWER (2,4) Sektor IV 3 Sektor III (3) Sektor I Sektor II 0 DEPENDENCE Gambar 79 Matriks driver power dependence untuk elemen kendala dalam program pengembangan PPSC. Keterangan : (1) Keterbatasan dana pengembangan PPSC (2) Hambatan kelembagaan atau birokrasi (3) Rendahnya kualitas SDM di PPSC (4) Banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan Jika dilihat dari hubungan matriks driver power dependence (Gambar 79), maka sub elemen keterbatasan dana pengembangan PPSC, hambatan

170 146 kelembagaan dan birokrasi, rendahnya kualitas SDM di PPSC, dan banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan memiliki daya dorong yang cukup kuat dan bersifat linkage (sektor III) yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Sub elemen keterbatasan dana pengembangan PPSC, rendahnya kualitas SDM di PPSC, hambatan kelembagaan dan birokrasi, serta banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan menjadi kendala besar dalam pengembangan PPSC. Elemen kunci (key element) dari elemen kendala pengembangan PPSC adalah banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung produksi perikanan yang didaratkan. Elemen Perubahan yang Mungkin Terjadi dari Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC terdiri dari 10 sub elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 80. Gambar 80 Hirarki elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC. Level satu pada elemen perubahan yang mungkin terjadi terdapat sub elemen peningkatan jumlah nelayan dan jumlah pendapatan nelayan, keterjaminan pasar produk perikanan, dan peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC. Level dua yang terdiri dari optimalisasi pemanfaatan SDI, peningkatan

171 147 motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan industri perikanan berbasis di PPSC, dan pengembangan ekonomi wilayah. Perubahan berikutnya adalah peningkatan investasi yang berada pada level tiga, serta peningkatan PAD dan PNBP berada pada level empat. Elemen kunci (key element) dari elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC adalah peningkatan PAD dan PNBP, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan, peningkatan investasi, dan peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC. Jika dilihat dari hubungan matriks driver power dependence (Gambar 81), maka semua sub elemen pada elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC berada di sektor III bersifat linkage dan memiliki daya dorong yang cukup kuat, yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya (2) (7) (3,6,9) (5) DRIVER POWER Sektor IV 8 7 Sektor III (10) 6 (1,4,8) Sektor I 2 Sektor II 1 0 DEPENDENCE Gambar 81 Matriks driver power dependence untuk elemen perubahan yang mungkin terjadi dari pengembangan PPSC. Keterangan : (1) Peningkatan jumlah nelayan dan jumlah pendapatan nelayan (2) Peningkatan PAD dan PNBP (3) Optimalisasi pemanfaatan potensi SDI (4) Keterjaminan pasar produk perikanan (5) Peningkatan motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap (6) Pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan

172 148 (7) Peningkatan investasi (8) Peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC (9) Peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC (10) Pengembangan daerah atau ekonomi wilayah Elemen Tujuan dari Program Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen tujuan dari program pengembangan PPSC terdiri dari 10 sub elemen tujuan dari program pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 82. Gambar 82 Hirarki tujuan dari program pengembangan PPSC. Level satu pada elemen tujuan terdapat sub elemen keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap, dan pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan. Selanjutnya peningkatan investasi, peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, dan pengembangan daerah atau wilayah berada di level dua. Tujuan berikutnya peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, dan peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC berada pada level tiga, serta peningkatan PAD dan PNBD di level empat. Elemen kunci (key element) dari elemen tujuan dari program pengembangan PPSC adalah peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBP, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, peningkatan investasi,

173 149 peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, dan peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC. DRIVER POWER (2) 10 (1,3,9) (7,8) 9 (10) Sektor IV 8 7 Sektor III (4,5) (6) Sektor I DEPENDENCE Sektor II Gambar 83 Matriks driver power dependence untuk elemen tujuan dari program pengembangan PPSC. Keterangan : (1) Peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan (2) Peningkatan PAD dan PNBP (3) Optimalisasi pemanfaatan potensi SDI dan pelestarian SDI (4) Keterjaminan pasar produk perikanan (5) Peningkatan motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap (6) Pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan (7) Peningkatan investasi (8) Peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC (9) Peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC (10) Pengembangan daerah atau wilayah Analisis lebih lanjut pada matriks driver power dependence sektor IV (independent), menyatakan bahwa peningkatan PAD dan PNBP adalah peubah bebas. Dalam hal ini berarti kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun punya sedikit ketergantungan terhadap program pengembangan PPSC. Adapun sub elemen tujuan dari program pengembangan lainnya termasuk kategori peubah tidak bebas (dependent variable) yang diartikan lebih sebagai akibat dari tindakan pengembangan PPSC. Pengembangan teknologi

174 150 pengolahan hasil perikanan merupakan sub elemen yang berada pada sektor II (peubah terikat atau dependent variable) yang berarti tujuan tersebut pengaruhnya cukup kecil dan dipengaruhi oleh sub elemen lain. Hal ini dapat diartikan apabila sub elemen lain terpengaruh oleh pengembangan PPSC, maka akan mendorong terpengaruhnya sub elemen di sektor II ini. Sub elemen peningkatan jumlah nelayan dan pendapatan nelayan, optimalisasi pemanfaatan potensi SDI dan pelestarian SDI, keterjaminan pasar produk perikanan, peningkatan motorisasi dan pengembangan teknologi alat tangkap, peningkatan investasi, peningkatan aktivitas pelayanan di PPSC, peningkatan industri perikanan yang berbasis di PPSC, dan pengembangan daerah atau ekonomi wilayah merupakan tujuan utama dan bersifat linkage (sektor III) yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Elemen Tolok Ukur Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen tolok ukur pengembangan PPSC terdiri dari 11 sub elemen tolok ukur pengembangan PPSC, dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 84. Gambar 84 Hirarki tolok ukur pengembangan PPSC. Level satu pada elemen tolok ukur pengembangan PPSC terdapat penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, peningkatan harga ikan, dan peningkatan investasi. Tolok ukur selanjutnya adalah peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBD, fasilitas di PPSC berfungsi optimal, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, dan pemanfaatan SDI berjalan optimal berada pada level dua. Selanjutnya

175 151 peningkatan volume dan nilai produksi, dan peningkatan kunjungan kapal bongkar dan hasil tangkapan berada pada level tiga. Jika dilihat dari hubungan matriks driver power dependence (Gambar 65), maka sub elemen peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBD, peningkatan volume dan nilai produksi, fasilitas di PPSC berfungsi optimal, peningkatan kunjungan kapal bongkar dan hasil tangkapan, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, pemanfaatan SDI berjalan optimal, dan peningkatan investasi berada pada sektor III (linkage) yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Sub elemen penurunan angka kemiskinan dan pengangguran berada pada sektor II (peubah terikat atau dependent) yang berarti perannya cukup kecil dalam tolok ukur pengembangan PPSC. Elemen kunci (key element) dari elemen tolok ukur dalam pengembangan PPSC adalah peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNBP, peningkatan volume dan nilai produksi, fasilitas di PPSC berfungsi optimal, peningkatan kunjungan kapal bongkar dan hasil tangkapan, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, pemanfaatan SDI berjalan optimal, dan peningkatan investasi. DRIVER POWER Sektor IV (5,7) (11) (2,3,6,8,9,10) Sektor III 7 6 (4) Sektor I 3 (1) Sektor II DEPENDENCE Gambar 85 Matriks driver power dependence untuk tolok ukur program pengembangan PPSC. Keterangan : (1) Penurunan angka kemiskinan dan pengangguran (2) Peningkatan pendapatan nelayan (3) Peningkatan PAD dan PNBP (4) Peningkatan harga ikan

176 152 (5) Peningkatan volume dan nilai produksi (6) Fasilitas di PPSC berfungsi optimal (7) Peningkatan kunjungan kapal bongkar hasil tangkapan (8) Peningkatan pangsa pasar domestik (9) Peningkatan pangsa pasar ekspor (10) Pemanfaatan SDI berjalan optimal (11) Peningkatan investasi Penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, dan peningkatan harga ikan merupakan sub elemen yang berada pada sektor II (peubah terikat) yang berarti tolok ukur pengembangan tersebut terpengaruhi cukup kecil dan dipengaruhi oleh sub elemen lain. Hal ini dapat diartikan apabila sub elemen lain terpengaruh oleh pengembangan PPSC, maka akan mendorong terpengaruhnya sub elemen di sektor II ini. Sub elemen peningkatan pendapatan nelayan, peningkatan PAD dan PNB, peningkatan volume dan nilai produksi, fasilitas di PPSC berfungsi optimal, peningkatan pangsa pasar domestik, peningkatan pangsa pasar ekspor, peningkatan investasi, pemanfaatan SDI berjalan secara optimal, dan peningkatan jumlah kunjungan kapal bongkar hasil tangkapan merupakan tolok ukur program pengembangan yang cukup kuat dan bersifat linkage (sektor III) yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya (Gambar 85). Elemen Pelaku Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen pelaku pengembangan PPSC terdiri dari 12 sub elemen pelaku dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti tampak pada Gambar 86. Level satu pada elemen pelaku pengembangan PPSC terdapat lembaga keuangan dan LSM. Pelaku pengembangan PPSC selanjutnya kesyahbandaran, POLAIRUD, HNSI, dan perguruan tinggi berada pada level dua. Nelayan dan KUD merupakan pelaku pengembangan PPSC yang berada pada level tiga. Selanjutnya UPT pelabuhan dan Pemkab Cilacap pada level empat, Pemprop Jateng dan Pemerintah Pusat pada level lima. Elemen kunci (key element) dari elemen pelaku pengembangan PPSC adalah UPT PP, Pemprop Jateng, Pemkab Cilacap, dan Pemerintah pusat (DKP, DJPT).

177 153 Gambar 86 Hirarki elemen pelaku pengembangan PPSC. Bank atau lembaga keuangan dan LSM merupakan sub elemen yang berada pada sektor II (peubah terikat atau dependent) yang berarti perannya cukup kecil dalam pengembangan PPSC dan dipengaruhi oleh sub elemen lain. Hal ini dapat diartikan apabila sub elemen lain berperan dalam pengembangan PPSC, maka akan mempengaruhi sub elemen di sektor II ini. Sub elemen nelayan, KUD, UPT PP, kesyahbandaran, POLAIRUD, Pemprop Jateng, Pemkab Cilacap, Pemerintah Pusat, HNSI, dan perguruan tinggi merupakan sub elemen yang berperan cukup kuat dan bersifat linkage (sektor III) yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya. Pengembangan usaha dalam PP yang bertumpu kepada kekuatan pasar akan meningkatkan jumlah swasta yang berusaha di bidang perikanan. Hadirnya swasta di PP pada gilirannya dapat membentuk kelembagaan yang saling menguntungkan dengan perikanan rakyat, dalam bentuk kemitraan. Kemitraan juga dapat mengatasi masalah informasi yang asimetris. Pola persaingan saat ini tidak lagi dengan mengalahkan kompetitor akan tetapi dengan cara bermitra. Sebagaimana diketahui bahwa PP merupakan titik pertemuan antara produsen dan konsumen, sehingga PP dapat memberikan sinyal yang harus diperhatikan produsen untuk mengarahkan usahanya.

178 154 DRIVER POWER Sektor IV (6,8) (3,7) (1,2) Sektor III (11) (4,5) Sektor I Sektor II (9) (9,10) DEPENDENCE Gambar 87 Matriks driver power dependence elemen pelaku pengembangan PPSC. Keterangan : (1) Nelayan (2) KUD (3) UPT PP (4) Kesyahbandaran (5) Polairud (6) Pemprop Jateng (7) Pemkab Cilacap (8) Pemerintah pusat (DKP,DJPT) (9) Bank atau lembaga keuangan (10) LSM (11) HSNI (12) Perguruan tinggi Elemen Aktivitas Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis dengan metode ISM, maka elemen aktivitas pengembangan PPSC terdiri dari 6 sub elemen aktivitas pengembangan PPSC dapat digambarkan dalam bentuk hirarki seperti pada Gambar 88. Level satu pada elemen aktivitas pengembangan PPSC terdapat sub elemen menciptakan iklim kondusif dalam mendukung pengembangan PPSC dan perumusan Perda untuk mendukung pengembangan PPSC. Aktivitas berikutnya adalah identifikasi

179 155 jenis-jenis fasilitas PPSC yang akan dikembangkan, koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengembangan PPSC, pembinaan pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PPSC serta kemudahan akses terhadap teknologi dan informasi berada pada level dua. Elemen kunci (key element) dari elemen aktivitas pengembangan PPSC adalah identifikasi jenis-jenis fasilitas PPSC yang akan dikembangkan, koordinasi antara sektor yang terlibat dalam pengembangan PPSC, pembinaan, pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PPSC dan kemudahan akses terhadap teknologi dan informasi. Gambar 88 Hirarki elemen aktivitas pengembangan PPSC. Jika dilihat dari hubungan matriks driver power dependence (Gambar 89), maka sub elemen perumusan perda untuk mendukung pengembangan PPSC dan menciptakan iklim kondusif dalam mendukung pengembangan PPSC berada pada sektor II (peubah terikat atau dependent) yang berarti perannya cukup kecil pada aktivitas pengembangan PPSC. Sub elemen identifikasi jenisjenis fasilitas PPSC yang akan dikembangkan, koordinasi antara sektor yang terlibat dalam pengembangan PPSC, pembinaan, pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PPSC, dan kemudahan akses terhadap teknologi dan informasi berada pada sektor III (linkage) yang berarti saling berpengaruh dengan sub elemen lainnya.

180 156 Sektor IV 6 5 Sektor III (1,2,5,6) DRIVER POWER Sektor I Sektor II (3,4) 1 0 DEPENDENCE Gambar 89 Matriks driver power dependence elemen aktivitas pengembangan PPSC Keterangan : (1) Identifikasi jenis-jenis fasilitas PPSC yang akan dikembangkan (2) Koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengembangan PPSC (3) Perumusan perda untuk mendukung pengembangan PPSC (4) Menciptakan iklim kondusif dalam mendukung pengembangan PPSC (keamanan, politik, moneter) (5) Pembinaan, pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam pengembangan PPSC (6) Kemudahan akses terhadap teknologi dan informasi Rancangan Kelembagaan Pengembangan PPSC Untuk lebih meningkatkan operasional PP maka perlu lebih dilibatkan peran serta masyarakat nelayan dalam setiap tahap pembangunan PP. Hal tersebut didasarkan pada hasil strukturalisasi elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan PPSC, bahwa sub elemen nelayan dan bakul menjadi elemen kunci. Peran serta masyarakat dapat dikembangkan apabila didukung oleh kelembagaan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka; baik kelembagaan aparatur, kelembagaan ekonomi maupun kelembagaan lainnya yang mampu memberdayakan masyarakat. Nelayan mempunyai kedudukan yang amat strategis, dengan keterlibatan nelayan dalam pengembangan PPSC

181 157 diharapkan akan berjalan sesuai dengan harapan dan tujuan pengembangan PPSC. Elfandi (2000) menyebutkan bahwa upaya mengembangkan kelembagaan antara lain diupayakan melalui: (1) Peningkatan koordinasi kelembagaan aparatur terkait dalam proses pembangunan PP serta mendorong penyerahan kewenangan yang lebih besar bagi daerah (otonomi propinsi, kabupaten atau kota) dalam rangka desentralisasi pelayanan kepada masyarakat. (2) Peningkatan peran koperasi di PP sebagai wadah pengembangan ekonomi nelayan kecil sehingga mampu melakukan kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan dengan pihak perikanan industri rakyat (PIR). (3) Peningkatan peran LSM dalam program pengembangan PP. Kelembagaan ekonomi perlu dikembangkan terutama pemasaran ikan yang kompetitif di PP. Termasuk dalam hal ini terjalinnya kemitraan antara nelayan tradisional dengan perikanan industri untuk menyalurkan hasil tangkapan nelayan. Pemasaran yang efektif dapat meningkatkan harga ikan ekonomis penting yang didaratkan di pelabuhan. Harga ikan yang rendah selama ini, telah mendorong usaha penangkapan ikan yang melebihi daya dukung sumber daya sehingga secara tidak langsung mengakibatkan kerusakan sumber daya. Harga ikan yang rendah juga mengakibatkan opportunity cost investasi di bidang perikanan menjadi rendah sehingga mudah digeser oleh sektor lain yang lebih menguntungkan (pariwisata, business center, industri hasil hutan); serta menghambat nelayan melakukan investasi terhadap usaha yang menghasilkan barang atau jasa yang lebih menguntungkan (added value). Sementara untuk elemen kunci (key element) dari elemen kendala pengembangan PPSC adalah banyaknya fasilitas yang belum layak mendukung produksi perikanan yang didaratkan. Kendala tersebut disebabkan karena anggaran yang diperlukan untuk pembangunan fasilitas pengembangan produksi perikanan sangat besar. PPSC sebagai PP yang baru dua belas tahun beroperasi memang ada fasilitas yang belum mendukung untuk kegiatan produksi perikanan, sebagai contoh fasilitas alur masuk pelabuhan yang memiliki tingkat sedimentasi tinggi sehingga banyak kapal yang tidak bisa masuk ke pelabuhan karena kandas di pintu masuk. Elemen kunci pelaku pengembangan PPSC adalah UPT PP, Pemprop Jateng, Pemkab Cilacap, dan Pemerintah pusat (DKP,DJPT). Peran tersebut

182 158 antara lain dalam bentuk upaya menciptakan iklim yang kondusif agar kegiatan pengembangan PP dapat berjalan efektif dan efisien serta memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak. Rincian secara lengkap peran pelaku dalam pengembangan PPSC ditunjukkan pada Tabel 55. (7) Sub Model Analisis Strategi Pengembangan PP Keluaran sub model strategi pengembangan PPSC berupa hasil perhitungan perbandingan berpasangan dan gambar kuadran posisi strategi pengembangan PP. Hasil perhitungan perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 53 yang digunakan untuk menentukan titik x (faktor internal) dan y (faktor eksternal). Tabel 53 Keluaran sub model analisis strategi pengembangan PPSC terhadap penilaian internal faktor evaluasi (IFE) dan eksternal faktor evaluasi (EFE) Uraian Faktor-faktor Internal dan Eksternal Bobot Rating Skor Kekuatan (1) Potensi sumber daya perikanan di Samudera Hindia. (2) Komitmen pemerintah pusat dan daerah yang tinggi dibidang pengembangan perikanan dan kelautan. (3) Kewenangan dan tugas pokok serta fungsi (tupoksi) PP yang semakin luas dan jelas (4) Tersedianya SDM dalam jumlah yang memadai dan dapat didayagunakan serta didukung dengan biaya operasional (5) Tersedianya sarana dan prasarana yang terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan master plan. (6) Tersedia dan telah operasionalnya prasarana pengawasan terpadu di kawasan PPSC. Kelemahan (1) Kemampuan manajemen maupun teknis SDM yang kurang memadai (2) Fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan. (3) Terbatasnya biaya operasional dan pemeliharaan fasilitas prasarana pelabuhan. (4) Sarana dan prasarana pengawasan perikanan belum memadai (5) Pengurusan perijinan yang belum sepenuhnya menjadi kewenangan UPT PP. (6) Sistem (software) informasi perikanan belum memadai. Total skor kekuatan-kelemahan

183 159 Uraian Faktor-faktor Internal dan Eksternal Bobot Rating Skor Peluang (1) Tumbuh dan berkembangnya iklim usaha sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah yang mendorong peningkatan investasi di wilayah Kabupaten Cilacap. (2) Semakin menguatnya nilai mata uang asing terhadap rupiah akan mendorong pengembangan ekspor dan peningkatan devisa. (3) Semakin meningkatnya pangsa pasar produk perikanan baik lokal maupun nasional, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat untuk mengkonsumsi produk pangan yang bergizi dan menyehatkan. Ancaman (1) Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga BBM yang belum berpihak pada nelayan dan industri perikanan. (2) Adanya duplikasi peraturan dan beragamnya jenis pungutan perikanan yang membingungkan dan menghambat pengembangan usaha perikanan. (3) Maraknya IUU fishing di perairan teritorial dan ZEEI (4) Semakin meningkatnya akses produk-produk asing terhadap pasar dalam negeri sebagai konsekuensi dari pelaksanaan perdagangan bebas. Hal ini menyebabkan persaingan produk-produk perikanan menjadi semakin ketat. (5) Usaha perikanan masih didominasi nelayan kecil dan pemanfaatan yang bertumpu pada perairan pantai (6) Rendahnya kualitas SDM perikanan khususnya nelayan dilihat dari rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan proses alih teknologi dan ketrampilan tidak sesuai dengan harapan. (7) Masih rendahnya mutu hasil perikanan yang menyebabkan nilai jual produk perikanan menjadi rendah. Total skor peluang-ancaman Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 53 maka posisi kebijakan berada pada Kuadran II pada titik ( ; ). Posisi strategi kebijakan pengembangan PPSC dapat dilihat pada Gambar 90.

184 160 Gambar 90 Diagram penentuan matriks grand strategi. Sebagai jembatan yang menghubungkan antara tujuan dan sasaran pembangunan PPSC yang telah ditetapkan dengan strategi, kebijakan dan program pembangunan yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, perlu dilakukan analisis terhadap lingkungan strategis yang senantiasa berkembang dinamis. Analisis dimaksud mencakup analisis lingkungan internal dan eksternal, di mana masing-masing analisis ditinjau dari tiga aspek utama, yakni sosial, ekonomi dan ekologi. Berdasarkan pengamatan terhadap kondisi internal dan eksternal, terdapat kekuatan (strenght), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Keempat unsur tersebut harus dapat dinilai sehingga dapat menentukan strategi yang tepat dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan.

185 161 Tabel 54 Matrik SWOT Strategi Pengembangan PPSC Peluang (O) (1) Tumbuh dan berkembangnya iklim usaha sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah yang mendorong peningkatan investasi di wilayah Kabupaten Cilacap. (2) Semakin menguatnya nilai mata uang asing terhadap rupiah akan mendorong pengembangan ekspor dan peningkatan devisa. KEKUATAN (S) (1) Potensi sumber daya perikanan di Samudera Hindia. (2) Komitmen pemerintah pusat dan daerah yang tinggi dibidang pengembangan perikanan dan kelautan. (3) Kewenangan dan tugas pokok serta fungsi (tupoksi) PP yang semakin luas dan jelas. (4) Tersedianya SDM dalam jumlah yang memadai dan dapat didayagunakan serta didukung dengan biaya operasional (5) Tersedianya sarana dan prasarana yang terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan master plan. (6) Tersedia dan telah operasionalnya prasarana pengawasan terpadu di kawasan PPSC. SO Menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru. Peningkatan kualitas pelayanan PP. KELEMAHAN (W) (1) Kemampuan manajemen maupun teknis SDM yang kurang memadai. (2) Fasilitas yang belum layak mendukung kualitas produksi perikanan yang didaratkan. (3) Terbatasnya biaya operasional dan pemeliharaan fasilitas prasarana pelabuhan. (4) Sarana dan prasarana pengawasan perikanan belum memadai. (5) Pengurusan perijinan yang belum sepenuhnya menjadi kewenangan UPT PP. (6) Sistem (software) informasi perikanan belum memadai. WO Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil. Pengembangan sistem informasi perikanan. Penyempurnaan, pengembangan dan pemeliharaan fasilitas 161

186 162 (3) Semakin meningkatnya pangsa pasar produk perikanan baik lokal maupun nasional, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat untuk mengkonsumsi produk pangan yang bergizi dan menyehatkan. Ancaman (T) (1) Kebijakan pemerintah dalam penentuan harga BBM yang belum berpihak pada nelayan dan industri perikanan. (2) Adanya duplikasi peraturan dan beragamnya jenis pungutan perikanan yang membingungkan dan menghambat pengembangan usaha perikanan. (3) Maraknya IUU fishing di perairan teritorial dan ZEEI. (4) Semakin meningkatnya akses produk-produk asing terhadap pasar dalam negeri sebagai konsekuensi dari pelaksanaan perdagangan bebas. Hal ini menyebabkan persaingan produk-produk perikanan menjadi semakin ketat. (5) Usaha perikanan masih didominasi nelayan kecil dan pemanfaatan yang bertumpu pada perairan pantai. (6) Rendahnya kualitas SDM perikanan khususnya nelayan dilihat dari rendahnya tingkat pendidikannya menyebabkan proses alih teknologi dan ketrampilan tidak sesuai dengan harapan. (7) Masih rendahnya mutu hasil perikanan yang menyebabkan nilai jual produk perikanan menjadi rendah. ST Optimalisasi pemanfaatan potensi SDI sekaligus pengamanan wilayah perairan indonesia. Menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional. Pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional juga akan senantiasa memperoleh perhatian secara proporsional. Untuk meningkatkan investasi swasta diperlukan selain fasilitas yang memadai, juga iklim usaha yang kondusif. Peningkatan kapasitas kelembagaan, hal ini bukan hanya berguna untuk meningkatkan kualitas lembaga perikanan yang ada namun guna menciptakan sinergisitas antar lembaga terkait. Pengawasan dan penegakan hukum. Dengan strategi ini diharapkan rasionalisasi penangkapan guna peningkatan kualitas dan kuantitas hasil perikanan dapat dicapai. pelabuhan antara lain perpanjangan breakwater, pengembangan outer harbour, pengerukan kolam dan alur pelabuhan secara periodik sesuai dengan kebutuhan. WT Menekan nilai kerugian akibat IUU fishing. Pemberdayaan masyarakat, tujuan dalam strategi ini adalah guna meningkatkan SDM. Peningkatan akses permodalan. Peningkatan ini dapat berupa peningkatan pengetahuan masyarakat perikanan terhadap cara mengakses permodalan bagi kegiatan usaha serta kerjasama dengan pihak perbankan yang khusus menangani hal tersebut. 162

187 Formulasi Strategi Pengembangan PPSC PPSC dalam statusnya sebagai UPT Pusat yang operasionalnya berada di daerah, maka sudah selayaknya arah dan aktifitas organisasi diupayakan untuk senantiasa memperhatikan aspirasi dan kebutuhan riil yang ada di masyarakat, serta berupaya untuk menjembatani kepentingan pemerintah pusat dan daerah sehingga terjadi sinergi program dan kegiatan yang bermuara pada kemandirian dan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pengusaha perikanan. Strategi pengembangan PPSC meliputi: (1) optimalisasi pemanfaatan potensi SDI sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia; (2) menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional; (3) pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional PP; (4) peningkatan kapasitas kelembagaan; dan (5) pengawasan dan penegakan hukum. Adapun penjelasannya masing-masing strategi tersebut adalah sebagai berikut : (1) Optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia Kebijakan dan program yang bertalian dengan upaya optimalisasi antara ketersedian sumber daya (stok) ikan dengan tingkat penangkapan pada setiap wilayah penangkapan ikan (fishing ground) adalah sangat penting untuk menjamin sistem usaha perikanan tangkap yang efisien (menguntungkan, profitable) secara berkelanjutan. Pengembangan PPSC antara lain untuk rasionalisasi pemanfaatan potensi SDI yang lebih merata sesuai daya dukung SDI-nya. Peningkatan fasilitas dan peningkatan manajemen operasional PP, berpotensi untuk merangsang pertumbuhan yang lebih besar dengan memanfaatkan peluang mengeksploitasi SDI di ZEEI dan perairan internasional. Kondisi tersebut bukan hanya menjadikan nelayan sebagai tuan rumah di perairan Indonesia tetapi juga untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan konvensi hukum laut internasional untuk pengelolaan perairan internasional (high seas) yang secara tidak langsung akan mengamankan perairan Indonesia. Pengembangan PPSC akan membuka lapangan kerja baru bagi nelayan di selatan Jawa. (2) Menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional Tuntutan pasar global akan mengharuskan kita untuk menciptakan penyediaan fasilitas yang memadai untuk meningkatkan daya saing sehingga menarik para investor asing untuk masuk melakukan kegiatan di Indonesia. Dengan demikian akan membantu pemerintah dalam mengatasi kondisi krisis

188 164 ekonomi dengan ikut menggerakkan sektor riil. Kualitas produk yang dihasilkan dituntut memenuhi standar internasional, oleh karenanya bahan baku dituntut untuk lebih berkualitas. (3) Pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional PP Untuk memperlancar aktivitas perikanan tangkap, khususnya usaha penangkapan ikan di laut, perlu pemeliharaan fasilitas operasional PP. Dalam upaya mengembangkan PP sebagai kawasan pengembangan ekonomi berbasis perikanan tangkap, diperlukan pemeliharaan fasilitas operasional. Diharapkan pengelola PP dapat melakukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional, sehingga kapal-kapal dan nelayan serta stakeholders lainnya yang melakukan aktivitas di PP akan mendapatkan pelayan prima. Murdiyanto (2004) menyebutkan bahwa instansi PP merupakan instansi pemerintah yang menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur bagi basis kegiatan perikanan tangkap. Dalam kegiatannya PP bukan saja hanya terbatas pada masalah investasi pembangunan perangkat kerasnya saja melainkan harus memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat nelayan sebagai masyarakat pengguna dengan melaksanakan operasionalisasi fasilitas yang dibangun sesuai dengan fungsinya. Investasi pembangunan prasarana harus dapat mendukung pengembangan kegiatan perikanan tangkap dan produksinya dalam arti luas meliputi peningkatan mutu produksi dengan penanganan dan pengolahan yang baik, memenuhi kebutuhan pasar dengan pemasaran yang kompetitif serta mengembangkan kehidupan masyarakat nelayan itu sendiri. (4) Peningkatan kapasitas kelembagaan Kelembagaan PP dan PPI secara umum masih bervariasi tergantung dari tingkat kewenangan pengelolaannya. Kelembagaan pada PP yang masih menjadi UPT Pusat sudah mengalami penataan dan secara umum sudah dapat berperan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Namun demikian, kelembagaan PP masih perlu penataan lebih lanjut untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Peningkatan kapasitas kelembagaan PP tersebut antara lain meliputi: status hukum, kewenangan, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi serta pemberdayaan lebih lanjut dari lembaga dimaksud. Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dapat dimulai dengan melakukan inventarisasi keragaan, evaluasi, formulasi, penetapan dan sosialisasi untuk implementasinya.

189 165 (5) Pengawasan dan penegakan hukum Keberadaan PPSC sebagai suatu lingkungan kerja diharapkan akan mampu menjadi pusat pertumbuhan dan pengembangan ekonomi perikanan berbasis perikanan tangkap yang pada gilirannya diharapkan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Di samping itu, PPSC juga mengemban tugas sebagai pusat pengawasan dan pengendalian sumber daya perikanan. Strategi ini dilakukan untuk menjaga kelestarian SDI Validasi Rekayasa Model Pengembangan Setelah tahap verifikasi (pembuktian) rekayasa model pengembangan PPSC selesai dibuktikan, selanjutnya dilakukan usaha penarikan kesimpulan yang meyakinkan untuk mengetahui apakah model yang dibangun ini merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji. Tahapan ini disebut dengan tahap validasi (keabsahan) model, dengan sejumlah proses iterative yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model dan umumnya tahap ini akan menghasilkan kesimpulan tentang kelebihan dan kekurangan model yang telah dirancang. Proses validasi ini seyogyanya dilakukan secara kontinyu sampai kesimpulan bahwa model yang dirancang telah didukung dengan pembuktian yang memadai melalui pengukuran dan observasi. Namun seringkali dijumpai kesulitan pada tahap ini karena kurangnya data yang tersedia ataupun sempitnya waktu guna melakukan validitas. Suatu model mungkin telah mencapai status validasi meskipun menghasilkan kekurangbenaran output (Eriyatno 2003). Disini model adalah absah karena konsistensinya di mana hasilnya tidak bervariasi lagi. Informasi yang diperoleh pada tahap validasi model akan berguna untuk menentukan prioritas pengumpulan informasi lanjutan, koleksi data, perbaikan estimasi dan penyempurnaan model dan kriteria dari sistem pengembangan PPSC terpadu ini. Usaha ini akan berperan banyak dalam menyeimbangkan aktivitas rekayasa model dan aktivitas pengumpulan data yang pada prinsipnya mencari efisiensi waktu, biaya dan tenaga untuk penyempurnaan model yang telah dirancang. Validasi rekayasa model pengembangan PPSC ini telah beberapa kali dilakukan baik melalui ground truth langsung ke lapangan, wawancara dengan stakeholders maupun melalui konsultasi pakar. Pengujian-pengujian ini menghasilkan kesimpulan tentang kelebihan dan kekurangan model ini

190 166 hubungannya dengan tujuan penelitian menyusun suatu model rekayasa pengembangan PPSC melalui kegiatan-kegiatan analisis potensi SDI terkait dengan pengembangan PPSC, estimasi (prakiraan) pengembangan produksi ikan, jumlah kapal, dan nelayan, serta proyeksi kebutuhan pelayanan di PPSC, analisis tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC, analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC, analisis prioritas pengembangan fasilitas di PPSC, analisis kelembagaan dalam pengembangan PPSC, analisis strategi dalam pengembangan PPSC, dan rancangan pengembangan PPSC. Hasil penelitian memenuhi tujuan penelitian yaitu menyusun suatu model rekayasa pengembangan PPSC yang terintegrasi (integrated information system) berkualitas dari segi produk (well-developed system) dan proses pengembangan sistem (well-managed system), serta relevan terhadap kegiatan pengembangan, operasionalisasi pelabuhan dan fungsi-fungsi PPSC. Sehingga hipotesis penelitian terbukti diterima bahwa model pengembangan PPSC yang dihasilkan dari rekayasa analisis sistem terhadap faktor-faktor peubahnya dapat dijadikan sebagai model pengembangan PP. Pertama, penelitian ini berhasil menciptakan model rekayasa pengembangan yang terintegrasi. Hal ini ditandai dengan berhasil dilintasfungsikannya atau diintegrasikannya sistem informasi manajemen (management information system) bagi penyediaan informasi yang mempresentasikan aspek deskriptif dari fenomena-fenomena pengembangan pelabuhan yang dimodelkan. Pengintegrasian ini dimungkinkan berkat adanya perkembangan teknologi perangkat keras yang diiringi oleh perkembangan perangkat lunak serta kemampuan perakitan dan penggabungan beberapa teknik pengambilan keputusan ke dalam bangunan sistem. Pengintegrasian perangkat keras, perangkat lunak dan teknik keputusan tersebut menghasilkan sistem informasi yang memungkinkan pengguna melakukan pengambilan keputusan dengan lebih cepat dan cermat. Disamping itu sistem informasi ini memperbesar kemampuan pembuatan keputusan, meningkatkan ketelitian dan mempercepat prosesnya dan juga menjadi semakin ekonomis. Kedua, penelitian ini berhasil menciptakan sistem pengembangan PP yang terintegrasi dan berkualitas dari segi produk (well-developed system). Salah satu aspek yang menentukan kualitas sistem ini adalah fungsionalitas sistem. Fungsi sistem ini menunjukkan perolehan produk sistem hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pengguna. Fungsi sistem ini bekerja dengan baik,

191 167 dengan kata lain, sistem dapat diandalkan (reliably), mudah dioperasikan (easily), dan efisien (efficiently). Masing-masing karakteristik ini dapat dijelaskan lebih jauh sebagai fungsi sistem untuk menghasilkan produk sistem yang berkualitas. Keandalan SISBANGPEL ini dibuktikan dengan kemampuan sistem untuk menyajikan output informasi berkualitas yang dapat diukur berdasarkan: (1) Pemaparan berbagai macam informasi dan variabel ataupun faktor-faktor yang terkait dengan pengembangan, operasionalisasi dan fungsi-fungsi PP. (2) Kemudahan dalam proses input data dan informasi yang dibutuhkan, serta fleksibel dalam jenis dan jumlah data sehingga sangat mudah dioperasikan (easily) untuk PP lainnya selain PPSC. (3) Derajat kebenaran (accuracy) dan kerincian (precise) informasi tinggi. Derajat akurasi dan presisi ini berlaku untuk semua informasi yang dimiliki sistem. Derajat yang tinggi ini dimungkinkan karena ketelitian yang tinggi dalam pengumpulan, pemrosesan dan penyajian data sehingga bias informasi dapat dikurangi. (4) Tingkat ketepatan waktu informasi sesuai dengan upaya pengambilan keputusan. Oleh karena model ini bersifat online dan multiple client di mana data dapat dikumpulkan, diproses dan disajikan seketika, maka informasi yang disajikan tidak usang atau kadaluwarsa ketika sampai ke penerima, sehingga masih ada waktu untuk menggunakan informasi tersebut sebagai bahan pengambil keputusan. (5) Tingkat keringkasan dan kelengkapan informasi tidak berlebihan. SISBANGPEL menyajikan informasi yang ringkas tetapi lengkap yang dikemas dalam bentuk ikhtisar sesuai dengan kebutuhan penerima informasi: operasional, manajerial dan strategis. Seperti halnya keandalan, kemudahan dalam pengoperasian menjadi ciri dari SISBANGPEL. Kemudahan ini berarti bahwa sistem mudah untuk mengerti keinginan pengguna dan berinteraksi dengan penggguna dengan cara yang konsisten. Ketiga, penelitian ini berhasil merancang sistem pengembangan PP yang berkualitas dari segi proses (project management). Pada waktu pembahasan kualitas produk sistem fokusnya pada produk pengembangan sistem (welldeveloped system), sementara pada pembahasan kualitas proses sistem fokusnya pada proses pengembangan sistem (well-managed system). Proses

192 168 pengembangan sistem yang dikelola dengan baik mempunyai pengaruh yang besar pada suksesnya pengembangan sistem. Kualitas produk sistem yang baik tidak akan diperoleh jika penyelesaian sistem melampaui waktu dan anggaran yang telah disediakan dan kondisi ini menjadi indikator pengembangan sistem yang gagal. Kualitas proses sistem pengembangan PP ditandai dengan penyelesaian perancangan sistem sesuai schedule, biaya penyelesaiannya sesuai dengan budget dan dalam perancangannya melibatkan kebutuhan stakeholders PP. Sistem yang baik secara teknis mungkin bisa gagal dalam penerapannya sebagai akibat tidak memuaskan pengguna. Untuk itu dalam proses perancangan SISBANGPEL dengan melibatkan kebutuhan para pengguna melalui observasi, wawancara langsung, konsultasi pakar, studi literatur, pengamatan terhadap model sistem pengembangan sebelumnya dan professional judgement penulis untuk menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dalam perancangan sistem pengembangan PPSC sehingga dihasilkan produk pengembangan yang berkualitas. Kelemahan akan selalu muncul sebagai konsekuensi logis dari suatu pengembangan sistem. Kelemahan utama sistem ini adalah ukuran volume manajemen basis sistem yang akan bertambah jika ada penambahan data, model, dan kriteria sehingga kecepatan akses informasi menjadi berkurang. Disamping mempengaruhi kecepatan akses informasi, konsekuensi lainnya dari penambahan data, model dan kriteria terhadap manajemen sistem adalah kebutuhan media penyimpanan dan memori yang besar agar sistem dapat bekerja secara efisien. Sistem mempunyai tingkat kompleksitas tinggi dalam pengambilan keputusan yang mengharuskan administrator basis sistem dan pengguna sistem benar-benar memahami fungsi-fungsi dalam sistem, agar memperoleh manfaat yang optimal dari sistem. Kegagalan memahami sistem terpadu ini dapat mengakibatkan keputusan yang salah, yang akan memberikan dampak serius bagi perancangan pengembangan PP. Penerapan sistem terkomputerisasi dalam perancangan pengembangan PP sebagai suatu sistem baru dapat menjadi tidak efisien bila penerapan tersebut tidak diimbangi dengan adanya pelatihan SDM. Sistem baru ini juga meminta kebutuhan perangkat keras dengan spesifikasi tertentu sehingga pada tahap awal konversi ke sistem baru ini akan memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk pembelian perangkat keras dan pelatihan SDM.

193 169 Kelemahan lainnya setelah sistem baru ini berhasil mengkonversi sistem lama adalah tingkat kegagalan perancangan pengembangan PP menjadi sangat tinggi jika terjadi kegagalan sistem, mencakup kegagalan akibat kesalahan manusia, gangguan perangkat keras maupun kegagalan perangkat lunak seperti kesalahan memasukkan data, penghapusan data, rusaknya harddisk, rusaknya sistem dan virus komputer. Hal ini dimungkinkan karena setelah konversi penuh sistem lama ke sistem baru, pemakai akan meninggalkan sistem lama dan akan sangat tergantung pada konsistensi dan integritas sistem baru.

194 6 PEMBAHASAN PP adalah pusat aktivitas perekonomian kelautan, sehingga keberadaannya sangat diperlukan dalam pembangunan perikanan dan kelautan. Saat ini dirasakan pengembangan PP belum berfungsi secara optimal. Hal tersebut dikarenakan oleh berbagai faktor seperti terbatasnya fasilitas, rendahnya teknologi, kualitas pelayanan yang rendah, serta biaya yang mahal maupun kesalahan dalam perencanaan. Sebagaimana disebutkan oleh Kamaluddin (2002) dan Fauzi (2005) bahwa sebagai sebuah infrastruktur pembangunan ekonomi, pelabuhan memiliki peranan sangat penting sebagai penggerak roda ekonomi suatu kawasan. Sejarah juga mencatat bahwa sebelum era dirgantara berkembang pesat, pelabuhan merupakan titik awal tumbuhnya suatu wilayah karena pelabuhan menjadi basis pusat ekonomi melalui perdagangan baik melalui intrawilayah maupun antar negara. Pelabuhan dan jalur perdagangan laut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah proses panjang peradaban kuno menjadi peradaban modern. Dibandingkan dengan bentangan garis pantai, jumlah pulau dan luas lautnya, prasarana dan sarana perikanan tangkap yang dimiliki Indonesia masih jauh dari optimal. Sebagai gambaran, Thailand dengan garis pantai Km 2 (1/35 dari panjang garis pantai Indonesia) memiliki sekitar 52 PP yang sebagian besar memenuhi standar higinies dan sanitasi internasional. Indonesia hanya memiliki 5 PPS (internasional), yaitu Sabang, Bungus, Muara Baru, Cilacap dan Kendari. Selain itu ada 14 PPN (antar propinsi) dan sejumlah PPI serta TPI yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Dahuri 2002). Fauzi (2005) menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam konteks pembangunan kelautan, pelabuhan laut merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, dalam konteks pembangunan kelautan, pelabuhan yang digolongkan baik harus memenuhi syarat 3C yakni comprehensive, coordinated dan continuing. Fungsi pelabuhan laut yang komprehensif akan menunjang aktivitas ekonomi kelautan lainnya, yang pada gilirannya akan mengurangi biaya transaksi sehingga menyebabkan pelabuhan lebih efisien dan memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Pelabuhan laut yang terkoordinasi dengan baik juga akan memberikan fungsi pelayanan yang optimal sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap jasa pelabuhan itu sendiri di masa mendatang. 170

195 171 Fungsi ekonomi pelabuhan laut tidak hanya terbatas pada wilayah pantai dan laut, tetapi juga pada skala regional secara menyeluruh baik pada tingkat rural maupun urban. Hal ini karena pelabuhan bukan saja melayani jasa transportasi, melainkan lebih dari itu menyediakan lapangan pekerjaan, pusat perdagangan, rekreasi, dock service dan sederet aktivitas turunan yang dihasilkan dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi lainnya. Peranan pelabuhan laut sebagai penggerak ekonomi kelautan di wilayah pesisir tidak diragukan lagi, manfaat ekonomi yang bisa dipetik dari pelabuhan laut, khususnya pelabuhan internasional, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini (Fauzi 2005), yaitu: Pertama, menyangkut efisiensi dan produktivitas. Salah satu kunci keberhasilan ekonomi pelabuhan laut adalah efisiensi dan produktivitas. Hal ini tidak saja berkaitan dengan efisiensi teknis, tetapi juga energi, finansial, ruang, tenaga kerja, administratif dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi produktivitas pelabuhan. Pelabuhan yang fungsional tidak diragukan lagi membutuhkan energi yang cukup tinggi. Kedua, berkenaan dengan aspek lingkungan. Pelabuhan laut dibangun di wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap perubahan ekologis. Selama ini kawasan pesisir hanya dilihat dari pemanfaatan langsung, sehingga reklamasi pantai, misalnya sering dilakukan tanpa memperhitungkan nilai ekonomi kawasan pesisir yang terlihat (intangible). Akibatnya apabila terjadi perubahan ekologis yang mendasar, maka kerugian ekonomi yang ditimbulkan justru sangat besar dibandingkan manfaat ekonomi reklamasi pantai itu sendiri. Ketiga, berkaitan dengan aspek sosial dan kelembagaan. Salah satu dampak yang mendasar dari berfungsinya suatu pelabuhan adalah terjadinya perubahan sosial dan kelembagaan di wilayah pesisir dan sekitarnya. Perubahan sosial dan kelembagaan yang mendukung ke arah perubahan yang baik tidak diragukan akan mempengaruhi performa ekonomi pelabuhan dan memberikan dampak pengganda terhadap ekonomi kelautan secara menyeluruh. Keempat adalah faktor pertumbuhan atau permintaan terhadap jasa pelabuhan, misalnya perkembangan pariwisata (growth in travel). Pertumbuhan demand dari pelabuhan adalah kunci utama kelayakan ekonomi dari pelabuhan dan dampak manfaat serta biaya terhadap wilayah

196 172 secara keseluruhan. Peningkatan demand harus dibarengi pengurangan tingkat congestion yang pada gilirannya akan meningkatkan reliability dan flexibility suatu pelabuhan laut internasional. Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam menyongsong era globalisasi, pembangunan perikanan terus dipacu di bidang penangkapan mulai dari pengembangan sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran yang didukung dengan prasarana penunjang yang disebut prasarana PP atau PPI. Usaha perikanan di dalam kawasan PP akan menjadi kondusif, karena di kawasan tersebut tersedia fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan, pemakai jasa perikanan dan tercipta rasa aman dari gangguan alam sekitar. Agar pengembangan PP memberikan manfaat dan berkesinambungan, diperlukan kebijakan publik yang dirumuskan berdasarkan pendekatan sistem, dimulai dengan kemampuan dalam melakukan identifikasi potensi SDI serta dipadukan dengan perkembangan aktivitas di PP saat ini dan masa depan, sehingga mampu memberikan gambaran tentang kondisi pemakaian atau pemanfaatan fasilitas serta prioritas pengembangan disesuaikan dengan kebutuhan di PP. Pengembangan PP yang bertumpu pada potensi SDI serta perkembangan di PP termasuk dalam hal ini kelembagaan diyakini mampu memberikan manfaat dalam pengelolaan SDI yang berkelanjutan. Namun demikian, dinamika globalisasi dan perubahan situasional yang semakin cepat membutuhkan keputusan yang mempertimbangkan seluruh aspek (holistic), berorientasi pada tujuan yang jelas (cybernetics) dan dapat diaplikasikan (effective) (Eriyatno 2003). 6.1 Implementasi Model Pengembangan PPSC Paket model SISBANGPEL merupakan suatu sistem penunjang keputusan yang direkayasa dalam bentuk perangkat lunak komputer dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7.0 dan program Microsoft Access Pengguna utama model ini adalah instansi pemerintah yang berwenang dalam hal pengembangan suatu PP. Verifikasi dan validasi model yang telah dilakukan terhadap data dan informasi dari PPSC maupun instansi yang terkait dalam pengembangan PPSC menunjukkan bahwa model dapat berfungsi dengan baik dan layak digunakan. Model SISBANGPEL dapat digunakan sebagai salah satu alat bantu analisis dalam pengembangan suatu PP. Implementasi sub model potensi SDI diperlukan agar pengembangan PP dapat difokuskan pada keberadaan potensi SDI-nya, sehingga dapat direncanakan jenis pengembangan yang tepat bagi PP yang bersifat kompetitif

197 173 dan strategis, artinya selain memberikan peningkatan nilai tambah (added value), juga memberikan nilai manfaat (benefit value) sebesar-besarnya. Informasi SDI merupakan kriteria dasar bagi suatu pembangunan dan pengembangan perikanan tangkap. Potensi SDI merupakan masukan untuk menghitung atau menentukan tipe, ukuran dan kapasitas fasilitas PPSC yang akan dikembangkan. Tanpa adanya SDI merupakan suatu kemustahilan untuk melakukan suatu aktifitas utama yang mendasari dikembangkannya PPSC. Indikator ketersediaan dan tersedianya SDI untuk pengembangan PPSC adalah sejauh mana perairanperairan terkait masih mampu menyediakan SDI untuk ditangkap tanpa mengganggu kelestariannya. Hal tersebut juga disebutkan oleh Truong et al. (2005) dan Suadi et al. (2003) bahwa informasi SDI merupakan salah satu variabel penting dalam SPK untuk manajemen perikanan. Lebih lanjut disebutkan bahwa informasi SDI dapat dijadikan untuk pengaturan jumlah upaya penangkapan, pembatasan ijin penangkapan, waktu penangkapan, penutupan lokasi penangkapan, dan pengaturan ukuran alat tangkap. Untuk mengestimasi tingkat aktivitas di PPSC digunakan analisis prakiraan, dilanjutkan dengan analisis terhadap tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC. Alternatif pengembangan fasilitas ditujukan pada kebutuhan saat ini dan mendatang dengan melihat berbagai aspek untuk dijadikan pertimbangan. Melalui analisis prioritas pengembangan yang merupakan implementasi dari sub model analisis prioritas pengembangan, didapatkan rancangan pengembangan PP berupa urutan alternatif. Sub model analisis prioritas pengembangan PP mampu dengan cepat memberikan alternatif pengembangan dengan berbagai pertimbangan yang sesuai dengan kondisi nyata. Pengembangan suatu PP membutuhkan biaya yang cukup besar, namun keberadaan PP juga memberikan manfaat yang besar khususnya bagi perkembangan wilayah. Sub model analisis biaya dan manfaat akan memberikan pertimbangan pengembangan PP dari sudut pandang kelayakan ekonomi. Implementasi dari sub model ini telah mampu memberikan gambaran tentang biaya dan manfaat yang diberikan dari pengembangan suatu PP. Implementasi sub model kelembagaan yang berfungsi dalam proses identifikasi dan strukturisasi elemen-elemen dalam sistem yang dibutuhkan untuk pengembangan PPSC menunjukkan elemen kunci dari sektor yang terpengaruh, pelaku, kebutuhan program, kendala yang dihadapi, tolok ukur pencapaian tujuan dan aktivitas yang diperlukan. Implementasi sub model analisis kelembagaan

198 174 dalam pengembangan PPSC telah mampu memberikan resolusi kepentingan khususnya konflik kepentingan dalam pengembangan PPSC. Resolusi implementasi dari analisis kelembagaan pengembangan PPSC telah memberikan arahan dan tatanan kelembagaan dalam pengembangan PPSC. Strategi utama pengembangan PPSC adalah memperkuat peran PPSC yang ada, diikuti dengan optimalisasi usaha penangkapan, meliputi: (1) optimalisasi pemanfaatan potensi SDI sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia; (2) menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional; (3) pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional PP; (4) peningkatan kapasitas kelembagaan; dan (5) pengawasan dan penegakan hukum. Prioritas keputusan ini dapat dipahami bahwa strategi pengembangan harus mampu merevitalisasi dan merestrukturisasi usaha yang bergerak dibidang usaha penangkapan sehingga akan meningkatkan daya saing hasil tangkapan. Model SISBANGPEL sangat fleksibel, masing-masing sub model saling melengkapi dan bisa di-update sesuai dengan ketersediaan informasi dan data di masing-masing daerah tersebut. Untuk mendapatkan output yang sesuai dengan kondisi dan keluaran yang dihasilkan tepat, SISBANGPEL telah dilengkapi fasilitas validasi di beberapa sub model. Secara keseluruhan sub model dalam SISBANGPEL sudah diupayakan secara tuntas memberikan arahan rekomendasi terkait dengan pengembangan PP, keluaran dari sub model dapat memudahkan pengambil kebijakan dalam menyusun rancangan pengembangan suatu PP. Aplikasi metode pendekatan sistem pada penelitian ini telah menghasilkan suatu model pengembangan PPSC melalui suatu paket program yang diberi nama SISBANGPEL. Model pengembangan PP yang dirancang dapat digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam merencanakan pengembangan PP. Perencanaan pengembangan PP dimulai dari analisis potensi SDI, analisis prakiraan tingkat aktivitas di PP, analisis tingkat pemanfaatan fasilitas di PP, analisis biaya dan manfaat pengembangan PP, analisis prioritas pengembangan PP, analisis kelembagaan pengembangan PP, dan analisis strategi pengembangan. SISBANGPEL tidak hanya digunakan untuk analisis satu PP saja, melainkan semua PP dapat diakomodasi dalam SISBANGPEL. Model SISBANGPEL akan menghasilkan output lebih baik jika didukung dengan data-data yang valid dan sesuai dengan keadaan sebenarnya.

199 175 SISBANGPEL mampu memberikan gambaran yang komprehensif terkait dengan aspek-aspek yang berpengaruh langsung terhadap pengembangan suatu PP. Rancangan pengembangan yang dihasilkan SISBANGPEL perlu didukung dengan analis yang baik, sehingga rancangan pengembangan yang dihasilkan akan lebih tepat. 6.2 Verifikasi Model SISBANGPEL Hasil verifikasi model yang dilakukan dengan memasukkan data dan informasi tentang variabel-variabel ataupun peubah-peubah yang terkait dengan rencana pengembangan PPSC menunjukkan bahwa paket model SISBANGPEL yang merupakan suatu SPK yang direkayasa dalam bentuk perangkat lunak komputer dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7.0 dan program Microsoft Access 2002 bisa digunakan. Pengguna paket model SISBANGPEL dapat mengisi, mengedit, menghapus, menampilkan, meng-update dan menyimpan data melalui sistem manajemen basis data sesuai dengan kebutuhan. Keluaran dalam model SISBANGPEL dalam bentuk tabel dan grafik sangat membantu pengambil kebijakan dalam melihat gambaran tentang kondisi saat ini dan masa depan tentang rancangan pengembangan PPSC. Analisis yang terdapat pada sistem manajemen basis model SISBANGPEL yang terdiri dari analisis potensi SDI, analisis prakiraan aktivitas, analisis tingkat pemanfaatan fasilitas, analisis biaya dan manfaat, analisis prioritas pengembangan PP, analisis kelembagaan pengembangan PP dan analisis strategi pengembangan. Analisis yang ada pada model SISBANGPEL saling terkait satu sama lain. Berdasarkan hasil verifikasi model SISBANGPEL, maka hipotesis penelitian terbukti bahwa model pengembangan PPSC yang dihasilkan dari rekayasa analisis sistem terhadap faktor-faktor peubahnya dapat dijadikan sebagai model pengembangan PP Analisis Potensi SDI di Cilacap Gambaran potensi SDI di Cilacap menunjukkan semua jenis SDI di wilayah ini tingkat pemanfaatannya dibawah optimal (Tabel 33). Dari kemampuan tangkapan per unit tangkap dan trend upaya penangkapan yang terjadi seperti pada Gambar 15 sampai 26, tampak bahwa trend CPUE untuk pelagis kecil dan udang menunjukkan kecenderungan positif, ini menunjukkan bahwa sumber daya pelagis kecil dan udang masih memungkinkan untuk meningkatkan effort.

200 176 Sementara CPUE demersal relatif mendatar, sedangkan CPUE pelagis besar negatif. Untuk itu penangkapan ikan pelagis besar di sekitar Cilacap perlu dikendalikan, melalui pembatasan kegiatan penangkapan di sekitar Cilacap. Kegiatan penangkapan pelagis besar yang menggunakan alat tangkap tuna long line perlu diarahkan ke perairan ZEEI. Informasi tentang potensi SDI yang ada di Cilacap yang merupakan keluran sub model potensi SDI sebaiknya dilakukan validasi melalui proses pembandingan dengan informasi potensi SDI WPP 9 yang dikeluarkan oleh Komnas Kajikanlut (1998; 2001;2002) dan DJPT (2004). Berdasarkan proses validasi tersebut tampak bahwa hasil sub model potensi SDI di Cilacap yang ada di WPP 9 menunjukkan hasil yang bisa saling melengkapi. Akan lebih ideal lagi jika keluaran sub model potensi SDI tersebut juga di validasi dengan informasi SDI yang dikeluarkan dari hasil-hasil penelitian maupun publikasi-publikasi yang ada, sehingga akan meningkatkan ketepatan dalam menyusun rancangan pengembangan PPSC. Khusus SDI ikan pelagis baik pelagis besar maupun pelagis kecil yang memiliki ruaya yang relatif jauh bahkan untuk ikan tuna higly migratory, model pendugaan stok yang digunakan perlu di evaluasi setiap tahun. Sebagaimana saran penelitian Tinungki (2005) yang meneliti tentang Evaluasi Model Produksi Surplus dalam Menduga Hasil Tangkapan Maksimum Lestari Untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali menyebutkan bahwa sumber daya ikan lemuru di Selat Bali sangat dinamis sehingga model pendugaan stok yang digunakan perlu di evaluasi setiap tahun. Untuk lebih meningkatkan akurasi pengembangan suatu PP yang ditinjau dari aspek SDI, beberapa metode yang dapat digunakan untuk menduga potensi SDI selain Surplus Production Model (metode yang didasarkan atas data produksi tahunan dari penangkapan) yaitu: 1. Pendugaan secara langsung, pendugaan yang didasarkan pada penangkapan ikan secara langsung dengan mengunakan alat tertentu seperti trawl survey, longline dan trap survey, telur dan larva serta young fish survey. 2. Accoustic survey, survei yang menggunakan peralatan akustik. Pendekatan ini dapat melakukan pengamatan terhadap potensi ikan dalam areal yang lebih luas, namun terbatas. 3. Virtual population analysis (VPA), pendekatan yang didasarkan pada perhitungan pendugaan fishing mortality. Metode ini digunakan bersama

201 177 dengan cara kelimpahan dari hasil analisis trawl survey atau survey akustik dan rangkaian CPUE. 4. Ecosystem simulation and multispecies models, metode yang digunakan melalui embentukan model yang dapat menirukan situasi ikan yang sebenarnya ketika hidup di alam. Apabila melihat armada yang berdomisili di Cilacap umumnya masih tergolong menengah ke bawah (< 50 GT). Lambatnya perkembangan armada besar dikarenakan adanya kendala alur pelayaran dan fasilitas bongkar muat bagi armada besar. Meskipun armada besar melakukan operasi penangkapan di selatan Jawa, mereka membongkar hasil tangkapan di Jakarta. Kondisi ini dari sisi efisiensi biaya operasi kurang baik. Ke depan, PPSC perlu ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai untuk mempermudah kegiatan bongkar muat ikan dan fasilitas untuk pengolahan ikan. Selanjutnya berdasarkan data dari PPSC diketahui bahwa terjadi penurunan produksi di PPSC akibat dari sedikitnya kapal-kapal yang melakukan kegiatan bongkar di PPSC. Hal tersebut disebabkan adanya pendangkalan di alur pelayaran sehingga prioritas utama pengembangan PPSC adalah pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan, memelihara kebersihan kolam pelabuhan, perpanjangan breakwater utara dan selatan, serta pelebaran alur pelayaran. Dalam kaitannya dengan potensi SDI yang ada, maka PPSC perlu mempersiapkan sarana yang sesuai dengan armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan untuk masing-masing target penangkapan. Berdasarkan Tabel 34 dan 35 diketahui bahwa armada penangkapan pelagis besar adalah tuna long line, pelagis kecil drift gill net, penangkapan demersal dan udang dengan alat tangkap trammel net. Hal tersebut sesuai dengan data di PPSC (2005; 2005 b ) menyebutkan bahwa armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan yang berpangkalan di PPSC dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok dominan yaitu gill net (termasuk didalamnya drift gill net dan bottom gill net), trammel net dan long line. Adapun daerah operasi unit penangkapan di PPSC terbagi dalam tiga jalur, yaitu : (1) jalur I : operasi penangkapannya hanya berjarak 3 mil dari garis pantai atau hanya berada di sekitar Teluk Penyu. Kapalkapal yang melakukan aktivitas penangkapan di jalur ini berukuran < 10 GT, menggunakan motor tempel, bersayap atau disebut perahu katir dan alat tangkap yang digunakan adalah payang, trammel net, gill net, rawai hanyut dan serok, (2) jalur II, operasi penangkapannya berjarak 3-7 mil dari garis pantai dengan kapal

202 178 yang berukuran GT dan alat tangkap yang digunakan adalah trammel net, gill net dan long line dengan daerah penangkapannya meliputi sekitar Teluk Penyu, Gombong, Yogyakarta bagian selatan, Pacitan dan Pangandaran, (3) jalur III, daerah operasi berjarak minimal 12 mil dari garis pantai dengan kapal yang berukuran minimal >30 GT dan alat tangkap yang digunakan adalah gill net dan long line, daerah penangkapannya meliputi sekitar Teluk Penyu, Gombong, Yogyakarta bagian selatan, Pacitan dan Pangandaran serta daerah yang lain. Jalur-jalur penangkapan tersebut hanya didasarkan pada kebutuhan nelayan, dan tidak melanggar jalur-jalur penangkapan yang diatur diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 392/Kpts/IK.120/4/99 Tentang Jalur-Jalur Penangkapan Ikan. Berdasarkan estimasi terhadap kapasitas penangkapan dan produksi di PPSC, maka pengembangan PPSC diarahkan untuk kapal-kapal tuna long line dengan tonase > 30 GT, kapal drift gill net ukuran GT dan kapal trammel net ukuran 5-30 GT; antara lain pengembangan kolam pelabuhan, sarana tambat untuk menghindari antrian dan pengembangan untuk penyediaan sarana perbekalan logistik (penambahan SPBU, pemenuhan es, serta air tawar) (Tabel 35 dan Tabel 36). Sebagaimana disebutkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah (2003) untuk menunjang keberhasilan kegiatan penangkapan dan proses pengolahan serta pemasaran ikan hasil tangkapan di PP harus didukung dengan penyediaan prasarana yang memadai baik fasilitas dasar, fungsional dan penunjang yang ada di PP, di mana fungsi PP dapat berjalan efektif apabila keadaan fasilitas dan aktivitasnya maupun besaran fasilitas sesuai atau melebihi kesesuaian dengan kebutuhan. Sesuai dengan estimasi terhadap tingkat produksi, maka pengembangan PPSC antara lain : perluasan dermaga bongkar, pengembangan TPI I dan II, pengembangan kawasan industri, pengadaan keranjang ikan (untuk menghindari kerusakan ikan) serta fasilitasi sarana angkut dari dermaga bongkar menuju TPI. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPSC selain untuk tujuan ekspor ke negara Jepang, Thailand, China, Singapura, Hongkong, Vietnam, Taiwan, USA, Inggris, Jerman, Finlandia, Belgia dan Yunani, juga untuk tujuan domestik, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Semarang. Untuk itu perlu pengembangan kawasan industri pengolahan ikan dan cold storage untuk mempertahankan kualitas ikan tangkapan agar tetap baik dan segar.

203 Analisis Prakiraan Aktivitas di PPSC Produksi ikan di PPSC dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mengalami penurunan. Penurunan produksi mulai terjadi tahun 1998 di mana saat itu terjadi kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah. Akibatnya biaya untuk operasi penangkapan sangat tinggi sehingga nelayan enggan melaut yang berakibat menurunnya produksi perikanan. Jumlah produksi yang rendah namun permintaan tinggi menyebabkan nelayan atau bakul ikan menaikkan harga ikan yang berakibat meningkatnya nilai produksi hasil perikanan. Keluaran model prakiraan untuk volume produksi semua jenis komoditas di PPSC menunjukkan trend menurun (Tabel 37 dan Gambar 27-36). Berdasarkan hasil penelitian penyebab penurunan produksi tersebut adalah sedikitnya jumlah kapal yang melakukan bongkar di PPSC, karena adanya pendangkalan alur pelayaran (Bambang dan Suherman 2006; Suherman et al. 2006). Pada Tabel dan Gambar diketahui bahwa jumlah armada penangkapan yang melakukan aktivitas di PPSC juga mengalami trend negatif (menurun). Hal ini disebabkan kondisi fasilitas di PPSC yang kurang baik yaitu alur pelayaran mengalami pendangkalan sehingga kapal-kapal berukuran >30 GT yang membawa muatan tidak bisa masuk ke pelabuhan, sehingga kapalkapal tersebut dialihkan bongkar ke dermaga Batteray. Keberadaan kapal sangat terkait dengan semua aktivitas di PPSC seperti kebutuhan logistik (es, air, BBM), jumlah nelayan dan jumlah bakul. Jika jumlah kapal mengalami trend negatif maka variabel terkait akan mengalami trend negatif juga. Berdasarkan hasil keluaran analisis prakiraan aktivitas PP yang meliputi tingkat produksi, jumlah kapal dan nelayan serta proyeksi tingkat kebutuhan pelayanan, maka rancangan pengembangan PPSC diprioritaskan pada pengerukan alur masuk pelayaran ke PPSC. Dengan pengerukan alur pelayaran, maka kapal-kapal akan kembali melakukan aktivitasnya kembali di PPSC Analisis Kondisi dan Tingkat Pemanfaatan Fasilitas di PPSC Fasilitas yang ada di suatu PP dengan kapasitas yang ada memiliki hubungan erat dengan efektifitas PP sebagai pusat kegiatan di bidang perikanan. Tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan dan fasilitas yang sudah tidak memenuhi

204 180 kapasitas dapat menghambat kegiatan operasional suatu PP (Suherman et al. 2006). Berdasarkan keluaran dari sub model analisis kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC, menunjukkan tingkat pemanfaatan yang masih rendah. Rendahnya tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC akibat dari sedikitnya jumlah kapal yang melakukan kegiatan karena adanya pendangkalan di alur pelayaran. Keluaran sub model ini sudah sesuai dengan pengamatan langsung di PPSC. Rancangan pengembangan PPSC ditinjau dari kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC adalah optimalisasi pemanfaatan fasilitas yang ada termasuk dalam hal ini pengerukan terhadap alur pelayaran yang selama ini menyebabkan tidak optimalnya pemanfaatan fasilitas di PPSC Analisis Prioritas Pengembangan PPSC PP sebagai tempat berlabuh dan bertambat kapal untuk membongkar hasil tangkapan menjadi penunjang dalam kelancaran kegiatan produksi di sektor perikanan tangkap karena menjadi penghubung antara daerah hulu dengan hilir. PP sebagai penghubung daerah produksi berfungsi untuk mengoptimalkan pemanfaatan SDI yang ada di daerah penangkapan ikan, pusat pengembangan masyarakat nelayan, memperlancar kegiatan penangkapan ikan dan pusat informasi daerah penangkapan. Peran PP terhadap daerah distribusi adalah untuk memasarkan hasil tangkapan dengan mutu yang berkualitas. Pengembangan prasarana PP atau PPI dilaksanakan secara lebih selektif dan terutama dilakukan dalam rangka pelaksanaan program pengentasan kemiskinan dan peningkatan investasi sektor swasta. Terlebih lagi diarahkan pada pengembangan PP yang sudah ada melalui peningkatan fasilitas yang tersedia dalam rangka peningkatan operasionalisasi dari PP tersebut. Keluaran sub model prioritas pengembangan PPSC menunjukkan bahwa prioritas utama pengembangan PPSC adalah perbaikan pengerukan alur masuk pelabuhan dengan nilai bobot sebesar (Tabel 50). Keluaran sub model ini sangat logis, karena dengan perbaikan dan pengerukan alur masuk pelabuhan diharapkan kegiatan di PPSC mengalami trend positif Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PPSC Berdasarkan analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC yang mengacu kepada kriteria kelayakan ekonomi, yaitu NPV, EIRR dan B/C ratio

205 181 (Tabel 51) menunjukkan bahwa pengembangan PPSC layak dilakukan. Manfaat dari pengembangan PPSC dapat dibedakan sebagai berikut: - Manfaat langsung (direct benefit); merupakan hasil return yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, dalam hal ini dari penawaran atau penjualan output berupa barang dan jasa yang dihasilkan (nilai jual dari bahan bakar, es, air, biaya tambat kapal, jasa fasilitas perbengkelan dan lainlain). - Manfaat tidak langsung (indirect benefit); merupakan benefit yang dirasakan atau diterima oleh kegiatan atau sektor lain yang erat hubungannya dengan adanya proyek. Hal ini biasa disebut external benefit atau juga externallities atau manfaat sosial (social benefit). Manfaat tidak langsung dari pengembangan PPSC antara lain adalah : Penurunan biaya operasional kapal karena harga, antara lain bahan bakar, es dan air akan menjadi relatif lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya. Penambahan waktu penangkapan, sebagai akibat kemudahan yang diperoleh untuk mendapatkan keperluan operasional dan waktu bongkar yang menjadi relatif singkat. Peningkatan kualitas ikan. Peningkatan dan/atau kestabilan harga yang diterima nelayan. Peningkatan produksi ikan yang diharapkan sebagai akibat hal-hal tersebut di atas dan bertambahnya jumlah kapal penangkap. Berdasarkan perhitungan manfaat tidak langsung menunjukkan hasil yang cukup besar, hasil tersebut akan menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan suatu PP. Pengembangan suatu PP tidak harus menghitung untung rugi, namun harus juga memperhitungkan kebutuhan jangka panjang dan manfaat tidak langsung lainnya Analisis Kelembagaan Pengembangan PPSC Keluaran sub model analisis kelembagaan ditunjukkan pada Tabel 52 dan Gambar Penetapan elemen yang mengacu pada rumusan Saxena diacu dalam Eriyatno (2003) dan Marimin (2004) meliputi 9 elemen, yaitu pelaku atau lembaga yang terlibat dalam pengembangan, kebutuhan dari program, kendala, tolok ukur untuk menilai pencapaian tujuan dan aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan rasional dan kemudahan operasional dalam pengelolaan kelembagaan yang terkait dengan pengembangan PPSC terutama pelaku usaha atau investor dan pemerintah

206 182 daerah dalam proses pengambilan keputusan berusaha dan pengembangan wilayah. Untuk pengembangan PPSC maka dalam setiap aktivitas manajemen mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan kegiatan lainnya harus melibatkan stakeholders terutama para nelayan, pengusaha perikanan (bakul, pengolah dan pedagang), kelembagaan daerah, instansi terkait, maupun pengelola PPSC. Mereka dapat dihimpun dalam suatu forum yang secara reguler memberikan saran pertimbangan kepada pemerintah maupun pengelola PPSC. Pengembangan PP harus semakin diarahkan kepada peningkatan pelayanan di PP, dengan tujuan agar produksi maupun jasa yang dihasilkan berkualitas. Sesuai pasal 41 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan bahwa penyelengaraan dan pembinaan PP merupakan kewajiban pemerintah (Dirjen PSDKP 2005). Peranan pemerintah baik pusat dan daerah sangat penting dalam hal dukungan dana pengembangan suatu PP. Sebagaimana telah disebutkan bahwa modal investasi yang digunakan dalam pembangunan PPSC berasal dari sumber dana proyek yang disediakan oleh PT. Pertamina. Dana keseluruhan yang digunakan dalam pembangunan PPSC disediakan Pertamina pada tahun sebesar Rp , sehingga pengembangan PPSC ke depan masih sangat tergantung dari mana sumber dana pengembangan tersebut dan berapa biaya yang dibutuhkan dalam pengembangan Analisis Strategi Pengembangan PPSC Keluaran dari sub model strategi pengembangan dirancang dengan menggunakan pendekatan SWOT (strength, weaknesses, opportunity, threats). Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Strategi yang dijalankan untuk pencapaian pengembangan PPSC adalah memperkuat peran PPSC yang ada, diikuti dengan optimalisasi usaha penangkapan, meliputi: (1) optimalisasi pemanfaatan potensi SDI sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia; (2) menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional; (3) pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional PP; (4) peningkatan kapasitas kelembagaan; dan (5) pengawasan dan penegakan hukum Validasi Rekayasa Model Pengembangan Hasil penelitian sebagaimana disebutkan pada bagian hasil penelitian telah memenuhi tujuan penelitian yaitu menyusun suatu model rekayasa

207 183 pengembangan PPSC yang terintegrasi (integrated of fishing port development system) berkualitas dari segi produk (well-developed system) dan proses pengembangan sistem (well-managed system), serta relevan terhadap kegiatan pengembangan, operasionalisasi pelabuhan dan fungsi-fungsi PPSC. Sehingga hipotesis penelitian terbukti diterima bahwa model pengembangan PPSC yang dihasilkan dari rekayasa analisis sistem terhadap faktor-faktor peubahnya dapat dijadikan sebagai model pengembangan PP. Pembuktian hipotesis berdasarkan verifikasi dan validasi yang telah dilakukan. Sebagaimana telah disebutkan di bagian hasil penelitian pada sub bab validasi rekayasa model pengembangan, begitu pula disebutkan oleh Eriyatno (2003) bahwa validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dan realitas yang dikaji di mana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi adalah suatu proses iterative yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer. Validasi rekayasa model pengembangan PPSC dilakukan baik melalui ground truth langsung ke lapangan, wawancara dengan stakeholders maupun melalui konsultasi pakar. Pengujian-pengujian ini menghasilkan kesimpulan tentang kelebihan dan kekurangan model ini hubungannya dengan tujuan penelitian menyusun suatu model rekayasa pengembangan PPSC melalui kegiatan-kegiatan analisis potensi SDI terkait dengan pengembangan PPSC, estimasi (prakiraan) pengembangan produksi ikan, jumlah kapal, dan nelayan, serta proyeksi kebutuhan pelayanan di PPSC, analisis tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC, analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC, analisis prioritas pengembangan fasilitas di PPSC, analisis kelembagaan dalam pengembangan PPSC, analisis strategi dalam pengembangan PPSC, dan rancangan pengembangan PPSC. Kelebihan dan kekurangan model yang merupakan hasil dari validasi telah diulas pada bagian hasil penelitian pada sub bab validasi rekayasa model pengembangan. Validasi model pengembangan PPSC sudah sesuai dengan langkahlangkah yang telah dikembangan oleh Eriyatno (2003) bahwa apabila model mempernyatakan sistem yang sedang berjalan (existing system) maka dipakai uji statistik untuk mengetahui kemampuan model di dalam mereproduksi perilaku terdahulu dari sistem. Uji statistik ini dapat memakai perhitungan koefisien determinasi, pembuktian hipotesis melalui analisis sidik ragam dan sebagainya.

208 184 Seringkali dijumpai kesulitan pada tahap ini karena kurangnya data yang tersedia ataupun sempitnya waktu yang tersedia guna melakukan validitas. Pada permasalahan yang kompleks dan mendesak, maka disarankan proses validasi partial, yaitu tidak dilakukan pengujian keseluruhan model sistem. Hal ini mengakibatkan rekomendasi untuk pemakaian model yang terbatas (limited application) dan bila perlu menyarankan penyempurnaan model pada pengkajian selanjutnya. Lebih lanjut Eriyatno (2003) menyebutkan bahwa apabila model abstrak digunakan untuk merancang suatu sistem yang belum ada, maka teknik statistik tersebut diatas tidak berlaku. Validitas model hanya bergantung pada bermacam teori dan asumsi yang menentukan struktur dari format persamaan pada model serta nilai-nilai yang ditetapkan pada parameter model. Umumnya disarankan untuk melakukan uji sensitivitas dan koefisien model melalui iterasi simulasi pada model komputer. Di sini dipelajari dampak perubahan koefisien model terhadap output sistem. Informasi yang didapat akan digunakan untuk menentukan prioritas pengumpulan informasi lanjutan, koleksi data, perbaikan estimasi dari koefisien penting dan penyempurnaan model itu sendiri. Usaha ini akan berperan banyak dalam menyeimbangkan aktivitas pembuatan model dan aktivitas pengumpulan informasi, yang prinsipnya mencari efisiensi waktu, biaya dan tenaga untuk studi sistem tersebut. Model untuk perancangan keputusan dan menentukan kebijakan operasional akan mencakup sejumlah asumsi, misalnya asumsi tentang karakteristik operasional dari komponen serta sifat alamiah dari lingkungan. Asumsi-asumsi tersebut harus dimengerti betul dan dievaluasi bilamana model digunakan untuk perencanaan atau operasi. Manipulasi dari model dapat menuju pada modifikasi model untuk mengurangi kesenjangan antara model dengan dunia nyata. Proses validasi seyogyanya dilakukan kontinyu sampai kesimpulan bahwa model telah didukung dengan pembuktian yang memadai melalui pengukuran dan observasi. Suatu model mungkin telah mencapai status validasi (absah) meskipun masih menghasilkan kekurangbenaran output. Disini, model adalah absah karena konsistensinya, di mana hasilnya tidak bervariasi lagi.

209 7 RANCANGAN IMPLEMENTASI Rancangan implementasi merupakan telaahan tentang rencana pengembangan suatu PP. Tujuannya adalah untuk lebih mendayagunakan PP sebagai UPT DKP sehingga dapat melaksanakan segenap fungsi DKP di daerah dalam menyongsong era globalisasi dan pelaksanaan otonomi daerah untuk menunjang pengembangan perikanan nasional sebagai prime mover pembangunan nasional. Pembahasan terdahulu pada kerangka pemikiran bagian dari disertasi ini menunjukkan bahwa pengembangan PP di suatu wilayah harus dilakukan secara terencana dan terpadu dengan menganalisis elemen-elemen penting yang terkait dalam sistem PP. Sistem PP merupakan bagian dari sistem perikanan yang meliputi hulu, pusat dan hilir. Pengembangan PP merupakan pekerjaan yang kompleks dan memerlukan biaya yang mahal, karena meliputi pekerjaan darat dan laut serta menyangkut sosial ekonomi nelayan sehingga diperlukan suatu perencanaan yang matang. Berdasarkan hasil penelitian, maka pengembangan suatu PP idealnya mempertimbangkan aspek sumberdaya ikan, aspek aktivitas di PP, aspek kelayakan ekonomi yang aspek biaya termasuk sumber dan besarnya biaya dalam pengembangan suatu pelabuhan serta aspek kelembagaan. 7.1 Implementasi Model Pada Pengembangan PPSC Berdasarkan hasil analisis terhadap potensi SDI, maka rancangan pengembangan PPSC antara lain: perluasan dermaga bongkar, pengembangan TPI I dan II, pengembangan kawasan industri, pengadaan keranjang ikan, serta fasilitasi sarana angkut dari dermaga bongkar menuju TPI. Trend penurunan tingkat kegiatan di PPSC sebagaimana hasil analisis prakiraan menunjukkan bahwa rancangan implementasi pengembangan PPSC harus diarahkan untuk mengembangkan tingkat kegiatan di PPSC melalui upaya perbaikan pada fasilitas yang menjadi penyebab penurunan tersebut. Penurunan tingkat kegiatan produksi akibat dari pendangkalan alur pelayaran. Kegiatan yang perlu dilakukan oleh pengelola PPSC adalah perbaikan dan pengerukan alur masuk pelabuhan, sehingga dengan kegiatan ini diharapkan tingkat kegiatan di PPSC mengalami trend positip. Berdasarkan analisis kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC, menunjukkan tingkat pemanfaatan yang masih rendah. Rendahnya tingkat 185

210 186 pemanfaatan fasilitas di PPSC akibat dari sedikitnya jumlah kapal yang melakukan kegiatan karena adanya pendangkalan di alur pelayaran. Rancangan pengembangan PPSC ditinjau dari kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC adalah optimalisasi pemanfaatan fasilitas yang ada termasuk dalam hal ini pengerukan terhadap alur pelayaran yang selama ini menyebabkan tidak optimalnya pemanfaatan fasilitas di PPSC. Sintesis hasil pengolahan data terhadap pemikiran pakar pada proses penentuan prioritas pengembangan PPSC, maka kegiatan yang perlu dilakukan oleh pengelola PPSC adalah perbaikan dan pengerukan alur masuk pelabuhan, pengembangan dermaga bongkar dan tambat, pengembangan kawasan industri, penambahan fasilitas SPBU dan logistik, dan pengembangan TPI. Prioritas kegiatan pengembangan PPSC tersebut sangat logis, karena dengan perbaikan dan pengerukan alur masuk pelabuhan diharapkan kegiatan di PPSC mengalami trend positif. Berdasarkan perhitungan manfaat tidak langsung menunjukkan hasil yang cukup besar, hasil tersebut akan menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan suatu PP. Pengembangan suatu PP tidak harus menghitung untung rugi, namun harus juga memperhitungkan kebutuhan jangka panjang dan manfaat tidak langsung lainnya. Sintesis hasil pengolahan data pemikiran pakar pada proses strukturisasi dan klasifikasi sub elemen untuk masing-masing elemen, pemeringkatan tingkat kepentingan membawa implikasi pada perlunya pengembangan kelembagaan untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas agar menghasilkan aktivitas yang saling melengkapi dan saling menguatkan. Strategi yang dijalankan untuk pencapaian pengembangan PPSC adalah (1) optimalisasi pemanfaatan potensi SDI sekaligus pengamanan wilayah perairan Indonesia; (2) menyediakan fasilitas yang memenuhi standar internasional; (3) pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional PP; (4) peningkatan kapasitas kelembagaan; dan (5) pengawasan dan penegakan hukum. Strategi ini dapat dipahami bahwa strategi pengembangan harus mampu merevitalisasi dan merestrukturisasi usaha yang bergerak dibidang usaha penangkapan sehingga akan meningkatkan daya saing PP. Sebagai penanggung jawab umum pelaksanaan program pengembangan PPSC di tingkat pusat adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Sedangkan Kepala Dinas Perikanan Propinsi Jawa Tengah maupun Kabupaten Cilacap merupakan penanggung jawab program di tingkat daerah sesuai dengan jenjang

211 187 kewenangannya. Sebagai pelaksana program di tingkat lapangan adalah Kepala PPSC. Secara langsung Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap bersama dengan Dinas Perikanan Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Cilacap melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan pengembangan PPSC, antara lain dengan melakukan koordinasi dan fasilitasi, memberikan dukungan pendanaan bagi pembangunan fasilitas pendukung serta melakukan pemantauan dan evaluasi. Pelaksanaan pengembangan PPSC dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan potensi, daya dukung sosial ekonomi dan sumber daya serta kemampuan PPSC. Pengembangan PPSC sangat tergantung pada sumber dana, jadi sekalipun semua variabel umumnya mendukung pengembangan PPSC. Jika ketersediaan dana pengembangan PPSC tidak jelas sumber dan pendukungnya maka pengembangan PPSC agak sulit terwujud. Pada Tabel 55 dirinci peran dari masing-masing unsur yang terlibat dalam pengembangan PPSC, sehingga diharapkan pengembangan PPSC dapat berjalan optimal. Tabel 55 Rincian peran lembaga dalam pengembangan PPSC No Lembaga Peran 1 Nelayan Memberikan masukan dalam pengembangan PPSC. Terlibat dalam pemantauan dan evaluasi. 2 KUD Memberikan masukan dalam pengembangan PPSC terkait dengan tugas-tugas KUD di PPSC yaitu dukungan fasilitasi kegiatan penangkapan dan pelelangan ikan. Terlibat dalam pemantauan dan evaluasi. 3 UPT PPSC Perencanaan pengembangan PPSC. Pelaksana program di tingkat lapangan. Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayah untuk mengoptimalkan pengembangan PPSC. Pelaksanaan pengawasan dalam pengembangan PPSC. 4 Kesyahbandaran Keamanan dan ketertiban dalam menciptakan suasana kondusif sehingga pengembangan PPSC dapat berjalan optimal. Melakukan koordinasi terkait masalah pengawasan yang berkaitan dengan keselamatan berlayar bagi kapal perikanan. 5 POLAIRUD Keamanan dan ketertiban dalam menciptakan suasana kondusif sehingga pengembangan PPSC dapat berjalan optimal. Melakukan koordinasi terkait masalah keamanan.

212 188 No Lembaga Peran 6 Pemprop Jateng Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah, mempunyai wewenang dan tanggung jawab pembinaan teknis perikanan sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah dibidang perikanan dan kelautan. Melakukan perencanaan pengembangan PPSC sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan pengembangan PPSC. Melakukan koordinasi dan fasilitasi Memberikan dukungan pendanaan Melakukan pemantauan dan evaluasi 7 Pemkab Cilacap Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap, mempunyai wewenang dan tanggung jawab pembinaan teknis perikanan sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah di bidang perikanan dan kelautan. Melakukan perencanaan pengembangan PPSC sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan pengembangan PPSC. Melakukan koordinasi dan fasilitasi. Memberikan dukungan pendanaan. Melakukan pemantauan dan evaluasi. 8 Pemerintah Pusat DKP sebagai penanggung jawab umum pelaksanaan program pengembangan PPSC. DKP merupakan lembaga yang mempunyai peran yang sangat besar atau bertanggung jawab dalam peningkatan kapasitas kelembagaan PPSC mengingat PP merupakan UPT Ditjen Perikanan Tangkap. Melakukan pembinaan pelaksanaan kegiatan pengembangan PPSC. Melakukan koordinasi dan fasilitasi. Memberikan dukungan pendanaan. Melakukan pemantauan dan evaluasi. 9 Lembaga Keuangan Memberikan dukungan dana dan kemudahan akses pembiayaan pengembangan PPSC. 10 LSM Memberikan masukan hal-hal yang terkait dalam pengembangan. Terlibat dalam pemantauan dan evaluasi. 11 HNSI Memberikan masukan hal-hal yang terkait dalam pengembangan. Terlibat dalam pemantauan dan evaluasi. 12 Perguruan Tinggi Memberikan masukan dalam perencanaan pengembangan PPSC. Terlibat dalam pemantauan dan evaluasi.

213 Implementasi Model Pada Pengembangan PP Lainnya Paket model SISBANGPEL merupakan suatu sistem penunjang keputusan yang direkayasa dalam bentuk perangkat lunak komputer dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7.0 dan program Microsoft Access Pengguna utama model ini adalah instansi pemerintah yang berwenang dalam hal pengembangan suatu PP. Model pengembangan PPSC yang di rekayasa dalam penelitian ini (SISBANGPEL) dapat digunakan sebagai konsep pengembangan PP lainnya. Penerapan SISBANGPEL sekalipun hanya di desain buat PPS, namun demikian SISBANGPEL bisa diterapkan dalam pengembangan PPI, PPP, dan PPN. Sofware SISBANGPEL mampu mengakomodir dan menyimpan beberapa PP sekaligus. Implementasi model SISBANGPEL untuk pengembangan PP lainnya diperlukan penyesuaian-penyesuaian terkait dengan ketersediaan data di PP. Sofware SISBANGPEL yang dibangun telah diupayakan untuk lebih dinamis dan fleksibilitas, termasuk dalam struktur dan ketersediaan data. Keluaran model akan sangat tergantung dari kualitas data yang merupakan inputannya. Penyesuaian-penyesuaian tersebut meliputi antara lain: 1. Jenis pendekatan yang digunakan dalam pendugaan potensi SDI yang merupakan bagian dari sub model potensi SDI, jika di wilayah pengembangan suatu PP tersedia data potensi SDI dari hasil perhitungan langsung atau survey langsung di wilayah perairan tersebut maka model surplus produksi (menggunakan model Scaefer dan Fox) yang dihasilkan oleh sub model analisis potensi SDI pada SISBANGPEL bisa dilakukan perbandingan. 2. Jumlah series data untuk masukan pada sub model prakiraan. Semakin banyak series data yang tersedia, maka sub model prakiraan akan menghasilkan informasi yang lebih mendekati kebenaran. 3. Analisis tingkat pemanfaatan fasilitas sudah dirancang sangat fleksibel, terutama formula yang digunakan bisa disesuaikan dengan ketersediaan data dan informasi yang ada di suatu PP dan kasus serta perspektif yang ada. Untuk itu pemahaman yang komprehensif terhadap permasalahan yang muncul akan sangat membantu dalam menghasilkan keluaran yang lebih tepat dan akurat.

214 Hierarki dan kriteria dalam analisis Prioritas pengembangan PP. Prioritas pengembangan PP yang menggunakan pendekatan Fuzzy-AHP, hierarki dan kriteria yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan analis dalam pengembangan suatu PP. 5. Jumlah dan jenis Elemen dan sub elemen dalam analisis kelembagaan. penggunaan jumlah dan jenis elemen dalam analisis kelembagaan disesuaikan dengan kebutuhan analis dalam pengembangan suatu PP. 6. Bentuk dan form data yang ada di suatu PP. Suatu PP terkadang ditemukan form dan jenis data yang tercatat di suatu PP. SISBANGPEL sangat fleksibel, sehingga sekalipun berbeda dengan form dan jenis data yang tercatat di PPSC model SISBANGPEL bisa mengakomodir dengan menu edit dan memasukkan sumber data baru.

215 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Hasil penelitian tentang Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Aplikasi metode pendekatan sistem pada penelitian ini telah menghasilkan suatu model pengembangan PPSC melalui suatu paket program yang diberi nama SISBANGPEL. (2) Model pengembangan PP yang dirancang dapat digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam merencanakan pengembangan PP. Perencanaan pengembangan PP dimulai dari analisis potensi SDI, analisis prakiraan tingkat aktivitas di PP, analisis tingkat pemanfaatan fasilitas di PP, analisis biaya dan manfaat pengembangan PP, analisis prioritas pengembangan PP, analisis kelembagaan pengembangan PP, dan analisis strategi pengembangan PP. (3) SISBANGPEL tidak hanya digunakan untuk analisis satu PP saja, melainkan semua PP dapat diakomodasi dalam SISBANGPEL. (4) Hasil verifikasi model dan analisis menunjukkan: (a) Potensi maksimum lestari SDI di Cilacap yang terdiri dari kelompok ikan demersal dengan MSY ton/tahun, udang ton/tahun, pelagis besar ton/tahun dan pelagis kecil dengan MSY ton/tahun. Berdasarkan potensi SDI, pengembangan PPSC diarahkan untuk pelayanan kapal-kapal tuna long line yang berukuran lebih besar dari 30 GT, drift gill net berukuran GT dan trammel net berukuran 5-30 GT. (b) Berdasarkan potensi SDI dan kapal-kapal yang akan dikembangkan, pengembangan fasilitas PPSC perlu diarahkan dalam bentuk optimalisasi pemanfaatan fasilitas di PPSC, meliputi: pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan, perpanjangan breakwater utara dan selatan, pelebaran alur pelayaran, perluasan dermaga bongkar muat, pengembangan TPI I dan TPI II, pengembangan kawasan industri, pengadaan keranjang, penambahan kebutuhan air, es dan solar, serta fasilitasi sarana angkut dari dermaga bongkar menuju TPI. (c) Fasilitas-fasilitas yang ada di PPSC dalam kondisi baik yang terdiri dari fasilitas dasar, berupa breakwater, alur pelayaran, dermaga, dan kolam 191

216 192 pelabuhan. Fasilitas fungsional berupa TPI, genset, SPBU, tangki air, pabrik es, dock, bengkel, kantor administrasi pelabuhan, MCK, pagar keliling, tempat parkir, tempat perbaikan jaring dan penjemuran jaring, serta areal penjemuran ikan. Fasilitas pendukung berupa rumah mess operator, kawasan industri perikanan dan areal untuk zona pengembangan pelabuhan. (d) Tingkat pemanfaatan fasilitas dasar antara lain break water dan alur pelayaran belum optimal. Untuk dermaga tambat 62.46%, kolam pelabuhan 7.74% dan dermaga bongkar 69.24%. Fasilitas fungsional adalah TPI I dan II yaitu 7.11% dan 37.24%. Untuk pagar keliling, MCK, kantor administrasi, genset, rumah dinas dan instalasi air telah dimanfaatkan secara optimal. (e) Prioritas pengembangan PPSC meliputi: (1) pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan serta memelihara kebersihan kolam pelabuhan. Breakwater utara dan selatan diperpanjang untuk mengurangi tinggi gelombang laut yang masuk ke dalam kolam pelabuhan serta alur pelayaran diperlebar agar kapal saat keluar masuk pelabuhan dapat lebih aman dan leluasa bergerak dengan skor ; (2) perluasan dermaga bongkar muat dengan skor ; (3) pengembangan TPI I dan II dengan skor ; (4) pengembangan kawasan industri, dengan skor ; (5) penambahan fasilitas SPBU dan logistik dengan skor (f) Berdasarkan analisis biaya dan manfaat, PPSC layak dikembangkan sesuai dengan kriteria kelayakan NVP, EIRR dan B/C Ratio. Dari analisis sensitivitas didapatkan hasil bahwa pengembangan PPSC masih mampu menahan berbagai kemungkinan perubahan seperti penurunan jumlah kapal dan nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC. (g) Pelaku yang memiliki peran sebagai unsur kunci untuk menjadi pendorong pengembangan PPSC adalah UPT PPSC, pemerintah daerah (baik propinsi maupun kabupaten) dan pemerintah pusat diikuti dengan nelayan. Aktivitas kunci yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan dalam pengembangan dimulai dengan melakukan koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengembangan PPSC. (h) Strategi pengembangan PPSC meliputi optimalisasi pemanfaatan potensi SDI, penyediaan fasilitas yang memenuhi standar internasional,

217 193 pemeliharaan dan perbaikan fasilitas operasional, peningkatan kapasitas kelembagaan, serta pengawasan dan penegakan hukum. 8.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan merujuk pada kesimpulan yang ada, maka disarankan : (1) Supaya model dapat digunakan seiring dengan perkembangan waktu, maka perlu selalu memperbarui basis data secara terus-menerus. (2) Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Pemerintah Daerah Jawa Tengah untuk pengembangan PPSC guna optimalisasi pemanfaatan SDI di selatan Jawa. (3) Penambahan fasilitas dan peningkatan kapasitas dari fasilitas yang sudah ada serta pelayanan lebih ditingkatkan demi kepentingan para pengguna jasa pelabuhan. (4) Meningkatkan pemanfaatan dan pelayanan PP sehingga dapat memberikan hasil nilai manfaat yang optimal. (5) Perlunya penataan kelembagaan dan peningkatan koordinasi kelembagaan dalam pengembangan PPSC.

218 Lampiran 1. Lokasi Penelitian Sumber : PPSC (2006) 203

219 Lampiran 2 Produksi ikan bulanan di PPSC (dalam Ton) Produksi ikan pelagis besar bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

220 Lanjutan Lampiran 2 Produksi ikan pelagis kecil bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

221 Lanjutan Lampiran 2 Produksi ikan demersal bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

222 Lanjutan Lampiran 2 Produksi udang bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

223 Lampiran 3 Rekapitulasi kunjungan kapal masuk bulanan di PPSC Kapal masuk bulanan < 10 GT di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

224 Lanjutan Lampiran 3 Kapal masuk bulanan GT di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

225 Lanjutan Lampiran 3 Kapal masuk bulanan GT di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

226 Lanjutan Lampiran 3 Kapal masuk bulanan > 30 GT di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

227 Lampiran 4 Rekapitulasi kapal keluar bulanan di PPSC b Kapal keluar Bulanan < 10 GT di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

228 Lanjutan Lampiran 4 Kapal keluar bulanan GT di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

229 Lanjutan Lampiran 4 Kapal keluar bulanan GT di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Tahun Rata-rata

230 Lanjutan Lampiran 4 Kapal keluar bulanan > 30 GT di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

231 Lampiran 5 Rekapitulasi kapal bongkar bulanan di PPSC Kapal gill net yang melakukan bongkar bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

232 Lanjutan Lampiran 5 Kapal trammel net yang melakukan bongkar bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

233 Lanjutan Lampiran 5 Kapal long line yang melakukan bongkar bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

234 Lanjutan Lampiran 5 Kapal compreng yang melakukan bongkar Bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

235 Lampiran 6 Kebutuhan logistik bulanan di PPSC Kebutuhan solar (Ton) bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

236 Lanjutan Lampiran 6 Kebutuhan es (balok) bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

237 Lanjutan Lampiran 6 Kebutuhan air (m 3 ) bulanan di PPSC tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des , Total Rata-rata

238 Lampiran 7 Rekapitulasi kapal docking bulanan di PPSC Tahun Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Total Rata-rata

239 Lampiran 8 Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas di PPSC tahun No. Ukuran Kapal (GT) Rata-Rata ABK yang Melakukan Aktifitas di PPSC Jumlah ABK < > JUMLAH

240 lampiran 9 Perkembangan hasil tangkap ikan di PPSC tahun No Tahun Volume ( Ton ) Nilai ( Milyard Rp )

241 Lampiran 10 Perkembangan hasil tangkap udang di PPSC tahun No Tahun Volume ( Ton ) Nilai ( Milyard Rp )

242 Lampiran 11 Produksi kelompok crustaceae di PPSC tahun Tahun Jenis Udang Dogol Jerbung Krosok Lobster Tiger Jumlah Rata-rata / tahun

243 Lampiran 12 Rekapitulasi biaya proyek, operasional, dan pemeliharaan PPSC (Nilai dalam Rupiah) Jenis Biaya Tahun A. Biaya Modal Investasi 1. Biaya Tanah Biaya Konstruksi Biaya Pekerjaan *Sub Total B. Biaya Rutin Kegiatan Gaji dan Upah 1. Gaji Beras Lembur - - Belanja Barang 1. Keperluan sehari-hari kantor Inventaris Kantor Daya dan Jasa Bahan dan peralatan lain Belanja Pemeliharaan 1. Pemeliharaan Gedung Kantor Pemeliharaan Kendaraan Bermotor Lain-lain Pemeliharaan Belanja Perjalanan 1. Perjalanan Dinas *Sub Total C. Biaya Operasional dan Pemeliharaan **Total

244 Lanjutan Lampiran 12 (Nilai dalam Rupiah) Jenis Biaya Tahun A. Biaya Modal Investasi 1. Biaya Tanah Biaya Konstruksi Biaya Pekerjaan *Sub Total B. Biaya Rutin Kegiatan Gaji dan Upah 1. Gaji Beras Lembur Belanja Barang 1. Keperluan sehari-hari kantor Inventaris Kantor Daya dan Jasa Bahan dan peralatan lain Belanja Pemeliharaan 1. Pemeliharaan Gedung Kantor Pemeliharaan Kendaraan Bermotor Lain-lain Pemeliharaan Belanja Perjalanan 1. Perjalanan Dinas *Sub Total C. Biaya Operasional dan Pemeliharaan **Total

245 Lanjutan Lampiran 12 (Nilai dalam Rupiah) Jenis Biaya Tahun A. Biaya Modal Investasi 1. Biaya Tanah Biaya Konstruksi Biaya Pekerjaan *Sub Total B. Biaya Rutin (DIK) Kegiatan Gaji dan Upah 1. Gaji Beras Lembur Belanja Barang 1. Keperluan sehari-hari kantor Inventaris Kantor Daya dan Jasa Bahan dan peralatan lain Belanja Pemeliharaan 1. Pemeliharaan Gedung Kantor Pemeliharaan Kendaraan Bermotor Lain-lain Pemeliharaan Belanja Perjalanan 1. Perjalanan Dinas *Sub Total C. Biaya Operasional dan Pemeliharaan **Total

246 Lampiran 13 Rekapitulasi manfaat langsung PPSC (Nilai dalam Rupiah) No Tahun Tambat Labuh Pas Masuk Retribusi Pelelangan X (Rp.) 1000 Air Solar

247 Lanjutan Lampiran 13 (Nilai dalam Rupiah) No Tahun Trays SHU DOCK Sewa Tanah Jasa Listrik Sewa Gedung Penjualan Dok. Total Manfaat Lelang (Rp.)

248 Lampiran 14 Aliran kas (cashflow) PPSC (Nilai dalam Rupiah) Keterangan Tahun A. Aliran Kas Awal 1. Biaya Tanah Biaya Konstruksi Biaya Pekerjaan *Sub Total B. Aliran Kas Operasional 1. Manfaat Biaya Rutin Biaya Operasional **Sub Total ***Aliran Kas Bersih Keterangan Tanda : * = Total Aliran Kas Awal ** = Manfaat-Biaya 233

249 Lanjutan Lampiran 14 (Nilai dalam Rupiah) Tahun Keterangan A. Aliran Kas Awal 1. Biaya Tanah 2. Biaya Konstruksi Biaya Pekerjaan *Sub Total B. Aliran Kas Operasional 1. Manfaat Biaya Rutin Biaya Operasional **Sub Total ***Aliran Kas Bersih Keterangan Tanda : * = Total Aliran Kas Awal ** = Manfaat-Biaya 234

250 Lampiran 15 Analisis manfaat dan biaya dengan perhitungan NPV dan B/C Ratio (Nilai dalam Rupiah) Tahun Kas Awal Biaya Aliran Faktor Operasional Keluar Diskonto 12% Keterangan Tanda : * adalah tahun ** adalah tahun

251 Lanjutan Lampiran 15 (Nilai dalam Rupiah) Tahun Kas Awal Biaya Manfaat Faktor Manfaat Sekarang Bruto 12% Bruto Diskonto 12% Sekarang Netto 12% , Jumlah NPV = B/C Ratio = Keterangan Tanda : * adalah tahun ** adalah tahun

252 Lampiran 16 Analisis manfaat dan biaya dengan perhitungan EIRR (Nilai dalam Rupiah) Tahun Kas Awal Biaya Aliran Manfaat Faktor Operasional Keluar Sekarang Netto Diskonto 16% Keterangan Tanda : * adalah tahun ** adalah tahun

253 Lanjutan Lampiran 16 (Nilai dalam Rupiah) Tahun Kas Awal Manfaat Faktor Manfaat Sekarang Netto 16% Diskonto 20% Sekarang Netto 20% Jumlah EIRR= Keterangan Tanda : * adalah tahun ** adalah tahun

254 Lampiran 17 Analisis sensitivitas kenaikan biaya sebesar 30% fasilitas PPSC (Nilai dalam Rupiah) Tahun Arus Manfaat Manfaat Faktor Biaya Keluar Bruto Neto Tambahan Diskonto 12% Sekarang Netto 12%

255 Lanjutan Lampiran 17 (Nilai dalam Rupiah) Tahun Manfaat Faktor Manfaat Faktor Manfaat Sekarang Netto 12% Diskonto 15% Sekarang Netto 15% Diskonto 20% Sekarang Netto 20% ( ) ( ) ( ) , Keterangan Tanda : NPV = 2,972,084,419 * adalah tahun EIRR = ** adalah tahun 2003 B/C Ratio =

256 Lampiran 18 Petunjuk Penggunaan Software SISBANGPEL PETUNJUK PENGGUNAAN SOFTWARE SISTEM PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

257 SELAMAT DATANG SISTEM PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN (SISBANGPEL) by AGUS SUHERMAN Pengembangan Pelabuhan Perikanan (PP) di suatu wilayah harus dilakukan secara terencana dan terpadu dengan menganalisis elemen-elemen penting yang terkait dalam sistem PP. Sistem PP merupakan bagian dari sistem perikanan yang meliputi hulu, pusat dan hilir. SISBANGPEL (Sistem Pengembangan Pelabuhan Perikanan) merupakan suatu sistem penunjang keputusan yang berfungsi untuk membantu pengambil kebijakan dalam pengambilan kebijakan untuk pengembangan suatu pelabuhan perikanan. SISBANGPEL memiliki 7 sub model analisis utama, yaitu : 1. Analisis Potensi Sumber Daya Ikan 2. Analisis Prakiraan Aktivitas di Pelabuhan Perikanan 3. Analisis Biaya dan Manfaat Pelabuhan Perikanan 4. Analisis Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Pelabuhan Perikanan 5. Analisis Prioritas Pengembangan Pelabuhan Perikanan 6. Analisis Kelembagaan dalam Pengembangan Suatu Pelabuhan Perikanan 7. Analisis Strategi Pengembangan Suatu Pelabuhan Perikanan. SISBANGPEL ini sangat berguna bagi pengelola pelabuhan perikanan dalam merencanakan pengembangan suatu pelabuhan. SISBANGPEL juga dapat membantu pengelola pelabuhan perikanan dalam merencanakan kebutuhan dan pelayanan jasa dalam suatu pelabuhan perikanan.

258 PRAKATA SISBANGPEL (Sistem Pengembangan Pelabuhan Perikanan) merupakan suatu sistem penunjang keputusan yang berfungsi untuk membantu pengambil kebijakan dalam pengambilan kebijakan untuk pengembangan suatu pelabuhan perikanan. Manual SISBANGPEL ini bertujuan untuk memberikan informasi penting tentang teknis menginstal dan menggunakan software SISBANGPEL. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc dan Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, MSi selaku pembimbing atas saran dan arahan beliau bertiga kepada penulis mulai dari penyusunan konsep software dan metode analisis yang digunakan sampai selesainya software ini. Kepada isteri dan anak-anak yang selalu ada di sepanjang situasi baik suka maupun duka, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas kesabaran, pengertian serta kasih sayangnya selama ini. Akhirnya, semoga software ini dapat bermanfaat bagi pengguna. Bogor, Februari 2007 AGUS SUHERMAN

259 UCAPAN TERIMA KASIH Selesainya software SISBANGPEL ini didukung dan dibantu oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan tulus dan ikhlas, saya mengucapkan terima kasih antara lain kepada : Kepada Prof. Dr. H. Lachmuddin Syarani; Prof. Dr. Daniel R. Monintja; Bapak Dr. Ir. H. Mustafa Abubakar, MSi; Ibu Ir. Hj. Sri Andani Hudoyo, MS; dan Bapak Dr. Ir. Suradi Wijaya Saputra, Mas Nurhidayat Sardini, M.Si atas dukungan kepada saya untuk melanjutkan S3 di IPB Kepada Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Bapak Prof. Dr. Ir. Johannes Hutabarat, MSc dan Ketua Jurusan Perikanan Universitas Diponegoro dan Bapak Ir. Prijadi Soedarsono, MSc. Kepada Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB Bapak Dr. Ir. Mulyono S Baskoro dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan IPB Bapak Prof. Ir.John Haluan, MSc. Kepada Dosen PSP-UNDIP Bapak Ir. Abdul Rosyid; Bapak Ir. Herry Boesono, MPi; Bapak Ir. Asriyanto, MS; Bapak Ir. Pramonowibowo, MPi; Bapak Ir. Henry Haryanto, MM; dan Ibu Ir. Ani Khuliah, MSi, Bogi Jayanto, S.Pi., Sulistyani Diah, MSi atas segala dukungan dan dorongan kepada saya dalam penyelesaian studi S3 di IPB. Kepada Ir. Pujiono WP, MS; Abdul Kohar, SPi, MSi; Moh Amin, SPi, MSi atas diskusi dan masukan-masukannya dalam penyelesaian software SISBANGPEL. Kepada Bapak Dr. Ir. Djoko Kusyanto, MM; Bapak Ir. Julius Silaen, MS; Bapak Ir. Bambang A. Sutedjo; Prof. Dr. Slamet budi Prayitno, MSc; Bapak Ir. Gunawan, MM; Bapak Ir. Ali Mulyono, MPi; Bapak Ir. Soed Elfandi, Bapak Yusuf Bagakalie, BSc, Bapak Didik Kurnadi, S.PI, MSi serta Bapak Imam Bustan PE. SE, MSi atas bantuan kepada penulis dalam mendapatkan data lapang. Kepada adik-adik mahasiswa PSP UNDIP (Hastanto Adri, Adhi Nur Kristanto, Afton, Ririn Irnawati, Nurcholis Rokhmat Yulianto, Trisno, Arif Febrianto, Dina Mayasari) juga kepada seluruh bimbingan saya yang telah banyak membantu dalam penyelesain software ini. Kepada Mas Dani, Iing, Bumbum, Mas Supri yang telah membantu dalam penyusunan software ini. Kepada kedua orang tua dan bapak/ibu mertua, istri dan anak-anak tercinta serta seluruh keluarga yang banyak memberikan doa dan dorongan kepada saya dalam penyelesaian studi S3 di TKL IPB.

260 DAFTAR ISI Halaman Bagian I Aplikasi SISBANGPEL Selamat Datang Bantuan Persyaratan Sistem Pengaturan Awal Input data pertama Bagian II Memulai SISBANGPEL Login Cara Login Bagian III Fitur-Fitur SISBANGPEL Basis Data Jenis Ikan Jenis Kapal Jenis Fasilitas Jenis Biaya dan Manfaat Jenis Element ISM Jenis Variabel SWOT Data Ikan Data Effort Data Kapal Data Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Data Biaya dan Manfaat Data Prioritas Pengembangan Data ISM Data SWOT Data Responden Pengguna Sistem Edit dan Format Huruf Analisis Potensi Sumber Daya Ikan Analisis Prakiraan... 31

261 Prakiraan Jumlah Kapal yang Beraktivitas di PP Prakiraan Harga Ikan Prakiraan Produksi Ikan Prakiraan Kebutuhan Logistik Kapal Analisis Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Analisis Biaya dan Manfaat Analisis Prioritas Pengembangan Analisis Kelembagaan Analisis Strategi Pengembangan Navigator Data Panel dan Status Bar Bagian IV Mengakhiri SISBANGPEL Fungsi Keyboard Mengakhiri SISBANGPEL Bagian V Tentang SISBANGPEL Produk Software Lainnya Index

262 1 Aplikasi SISBANGPEL 1.1 Selamat Datang SISTEM PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SISBANGPEL (Sistem Pengembangan Pelabuhan Perikanan) merupakan suatu sistem penunjang keputusan yang berfungsi untuk membantu pengambilan kebijakan dalam menyusun kebijakan-kebijakan mendasar dalam pengembangan suatu pelabuhan perikanan. Sistem pengembangan pelabuhan perikanan ini menitikberatkan pada hal analisis pengembangan pelabuhan dan proyeksi pengembangan pelabuhan ke depan. Terdapat tujuh analisis penting dalam SISBANGPEL yaitu: (1) Analisis potensi SDI, yaitu melakukan analisis untuk mengetahui besarnya potensi sumber daya perikanan yang ada, tingkat eksploitasi yang telah dicapai serta kemungkinan pengembangannya lebih lanjut sesuai dengan potensi lestari (MSY). (2) Analisis prakiraan atau proyeksi aktivitas di PPSC, setelah memperoleh data dan informasi mengenai keadaan potensi sumber daya perikanan dilanjutkan dengan proyeksi atau estimasi keadaan pada masa depan yang akan menggambarkan: - estimasi produksi dan keadaan usaha perikanan di masa depan dengan memperhatikan faktor sumber penangkapan serta penangkapan lestarinya,

263 - estimasi permintaan terhadap ikan laut di masa depan yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan populasi, - estimasi pasar di masa depan misalnya perdagangan lokal, regional, antar pulau, propinsi dan ekspor, - estimasi tenaga kerja yang akan terlibat dengan adanya pengembangan PPSC. (3) Analisis kondisi dan tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC. (4) Analisis prioritas pengembangan PPSC, yaitu melakukan kajian tentang susunan dan jenis-jenis fasilitas yang diperlukan dan ukurannya. (5) Analisis Biaya dan Manfaat. Analisis penentuan kelayakan finansial pengembangan PPSC. (6) Analisis kelembagaan yang terkait dalam pengembangan PPSC. (7) Analisis strategi yang akan digunakan dalam pengembangan PPSC. SISBANGPEL memiliki 7 sub model analisis utama, yaitu : (1) Analisis Potensi Sumber Daya Ikan. (2) Analisis Prakiraan. (3) Analisis Biaya dan Manfaat. (4) Analisis Tingkat Pemanfaatan (5) Analisis Prioritas Pengembangan (6) Analisis Kelembagaan. (7) Analisis Strategi Pengembangan.

264 1.2 Bantuan Untuk mendapatkan informasi bantuan mengenai program SISBANGPEL maka pengguna tinggal menekan tombol F1 pada keyboard atau mengklik menu Bantuan, lalu memilih Cara Penggunaan. 1.3 Persyaratan Sistem SISBANGPEL dapat dengan mudah diinstal ke dalam komputer. Sistem dapat dioperasikan di lembaga pemerintah dan lembaga penelitian serta pengelola pelabuhan perikanan yang membutuhkan suatu piranti lunak untuk memberikan informasi mengenai kemungkinan kebijakan pengembangan suatu pelabuhan perikanan. Untuk dapat dioperasikan dengan baik, sistem ini memerlukan perangkat keras dan beberapa orang pengguna (Pengguna Sistem) untuk menginput data pertama. Kebutuhan Minimal Perangkat Keras Perangkat keras yang diperlukan untuk mengoperasikan SISBANGPEL adalah sebagai berikut : Prosesor Pentium III 500 atau sekelasnya RAM 128 MB Ruang Hardisk 200 MB untuk instalasi VGA 4 MB Resolusi 800 x 600 pixels (16 Bit) Perangkat keras komputer Lainnya

265 Kebutuhan Minimal Perangkat Lunak Perangkat lunak yang diperlukan untuk mengoperasikan SISBANGPEL adalah sebagai berikut : Sistem operasi Windows XP/2000/2003 Dapat menyebabkan error pada versi Windows sebelumnya (Windows 95/98/Me tidak stabil). Anda harus menggunakan Windows XP/2000/2003 untuk menjalankan SISBANGPEL Microsoft Office 97, Microsoft Office 2000, Microsoft Office Xp 1.4 Pengaturan Awal Memulai Program SISBANGPEL diawali dengan proses penginstalan. Proses instalasi program (software) SISBANGPEL perlu memperhatikan spesifikasi komputer yang sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan program tersebut. Langkah-langkah untuk program Instalasi adalah sebagai berikut: 1. Klik icon Setup program SISBANGPEL pada layar komputer. 2. Setelah icon tersebut diklik maka akan tampil seperti pada gambar dibawah ini. Klik tombol 'Berikut' untuk melanjutkan instalasi, sedangkan tombol 'Batal' jika ingin membatalkan instalasi.

266 3. Selanjutnya akan tampil kotak dialog yang memberikan informasi persetujuan lisensi software. Tombol 'Kembali' untuk mengulang sistem informasi instalasi, tombol 'Berikut' untuk melanjutkan pengaturan instalasi, dan tombol 'Batal' untuk membatalkan instalasi. 4. Pilih tujuan atau lokasi penginstalan, klik tombol Browse untuk memilih lokasi atau tujuan penginstalan.

267 5. Masukkan nama program untuk dikoleksikan di sistem operasi. 6. Selanjutnya akan tampil kotak dialog yang memberikan informasi untuk memulai instalasi. Tombol 'Kembali' untuk mengulang sistem informasi instalasi, tombol 'Berikut' untuk melanjutkan instalasi, dan tombol 'Batal' untuk membatalkan instalasi.

268 7. Masukkan password, kemudian klik tombol 'OK'. Jika password salah maka proses instalasi akan dibatalkan secara otomatis. Password dapat dilihat pada cover CD. 8. Jika password benar maka proses instalasi akan dilanjutkan seperti pada gambar berikut. 9. Setelah proses instalasi selesai, maka akan muncul shortcut pada desktop dan start program seperti pada gambar berikut.

269 1.5 Input data pertama Untuk menjalankan permodelan yang terdapat pada SISBANGPEL anda harus melakukan urutan input data sebagai berikut : 1. Input semua data yang diperlukan pada Menu Utama "Basis Data" 2. Input data "Sumber Data" 3. Input data "Jenis Ikan" 4. Input data "Jenis Effort" 5. Input data "Jenis Kapal dan Aktivitasnya" 6. Input data "Jenis Biaya dan Manfaat serta Tarif Pelayanan Jasa Pelabuhan" 7. Input data "Jenis Fasilitas dan Tingkat Pemanfaatan" 8. Input data "Jenis Kriteria dan Fasilitas" 9. Input data "Nama dan Identitas Responden" 10. Input data "Jenis element ISM" 11. Input data "Jenis Variabel SWOT"

270 2 Memulai SISBANGPEL 2.1 Login Login merupakan tahap awal dalam memulai aplikasi SISBANGPEL. Tahap login pada SISBANGPEL adalah sebagai berikut : 1. Klik icon SISBANGPEL " " pada desktop. 2. Setelah itu akan muncul tampilan login seperti di bawah ini. 2.2 Cara Login Program Sistem Pengembangan Pelabuhan Perikanan (SISBANGPEL) diawali dengan jendela Login. Pengguna harus memberikan sejumlah verifikasi sesuai permintaan, yaitu ID pengguna dan kata kunci. Apabila salah satu masukan anda ada yang tidak sesuai, program SISBANGPEL tidak akan berjalan.

271 Berikut langkah sistematis pengisian jendela login : 1. Masukan ID Pengguna yang terdiri dari 4 karakter dan Kata Kunci. 2. Klik tombol "Login" atau tekan ENTER setelah semua terisi, untuk masuk pada menu utama SISBANGPEL. 3. Apabila anda tidak jadi masuk pada program SISBANGPEL maka anda dapat mengklik tombol "Batal".

272 3 Fitur-Fitur SISBANGPEL 3.1 Basis Data Data merupakan komponen yang mutlak ada. Oleh karena itu, data harus dikelola dan dikendalikan dalam suatu sistem manajeman basis data. Pemeliharaan data ini dilakukan melalui fasilitas menu data, menampilkan, menghapus, dan mengganti data. Dalam konfigurasi paket program yang dikembangkan dalam sistem diantaranya adalah data pokok tentang sumber daya ikan, data aktivitas di pelabuhan perikanan, data tingkat pemanfaatan fasilitas, data struktur biaya dan manfaat, data kelembangan dan strategi pengembangan suatu pelabuhan perikanan, untuk itu SISBANGPEL memiliki 10 buah basis data. Basis data yang dimiliki oleh SISBANGPEL antara lain : 1. Sumber Data 2. Data Ikan 3. Data Effort 4. Data Kapal dan Jenis Aktivitas 5. Data Biaya dan Manfaat serta Tarif Jasa Pelayanan 6. Data Fasilitas dan Tingkat Pemanfaatan 7. Data Kriteria dan Prioritas Pengembangan 8. Data Identitas Responden 9. Data Elemen dan Sub Elemen Kelembagaan 10. Data Variabel SWOT dalam Pengembangan Pelabuhan Perikanan

273 3.1.1 Jenis Ikan Data pokok tentang sumber daya ikan (SDI) merupakan kriteria dasar bagi suatu pembangunan dan pengembangan perikanan tangkap. Tanpa adanya SDI merupakan suatu kemustahilan untuk melakukan suatu aktifitas utama yang mendasari dikembangkannya suatu pelabuhan perikanan. Indikator ketersediaan dan tersedianya SDI untuk pengembangan PPSC adalah sejauh mana perairan-perairan terkait masih mampu menyediakan SDI untuk ditangkap tanpa mengganggu kelestariannya. Indikator yang diukur melalui total potensi lestari SDI di suatu perairan tersebut. Jumlahnya harus lebih besar sama dengan atau kurang dari jumlah total hasil produksi penangkapan per tahun yang telah dikeluarkan dari perairan-perairan tersebut, pertumbuhannya dan pertambahan jumlah produksi hasil tangkapan yang direncanakan untuk pengembangannya. Untuk itu SISBANGPEL dalam data base di input data jenis ikan, jumlah produksi (catch) dalam satuan kilogram ataupun ton Jenis Kapal Data Jenis Kapal pada basis data menunjukan jenis-jenis kapal yang melakukan aktivitas di suatu pelabuhan perikanan.

274 3.1.3 Jenis Fasilitas Untuk meningkatkan peran dan fungsi dari pelabuhan perikanan, serta untuk memperlancar aktivitas pelabuhan perikanan diperlukan fasilitas yang memadai. Data fasilitas meliputi jenis fasilitas, serta kapasitas dari suatu fasilitas yang dimiliki oleh suatu pelabuhan perikanan.

275 3.1.4 Jenis Biaya dan Manfaat Data biaya dan manfaat bertujuan untuk analisis finansial yang berguna untuk mengetahui efektifitas suatu investasi misalnya dengan memperkirakan pengoperasian yang akan datang juga untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan fasilitas pelabuhan seperti alur pelayaran, tambatan, kecepatan bongkar muat dan penyimpanan, serta manfaat pengembangan dari suatu pelabuhan perikanan. Jenis data ini meliputi data jenis-jenis biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan suatu pelabuhan perikanan, sedangkan data manfaat meliputi jenis-jenis manfaat yang diterima oleh pelabuhan perikanan.

276 3.1.5 Jenis Element ISM Pada basis data jenis element digunakan masukan data yang akan digunakan sebagai dasar analisis kelembagaan dengan menggunakan teknik ISM. Setiap elemen memiliki sub elemen yang harus didefinisikan terlebih dahulu dengan jelas agar sistem dapat berjalan dengan baik.

277 3.1.6 Jenis Variabel SWOT Pada basis data SWOT anda perlu mendefinisikan faktor-faktor yang menjadi sub elemen pada setiap elemen kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.

278 3.1.7 Data Ikan Pada basis data Ikan, terdapat data-data tahun dan bulan yang menunjukkan jumlah produksi ikan dan nilai produksi serta harga/kg berdasarkan jenis ikan dan total seluruh ikan, restribusi pelelangan, kapasitas trays, jumlah trays, lama pemakaian, tarif trays, jasa trays dan tampilannya dalam bentuk grafik.

279 3.1.8 Data Effort Pada basis data Effort, terdapat data-data tahun dan bulan yang menunjukkan jumlah Effort (trip).

280 3.1.9 Data Kapal Pada basis data kapal terdapat bebagai jenis data yaitu : jenis kapal, jumlah kapal masuk dan keluar, jumlah penggunaan es, air tawar dan solar, jumlah nelayan, jasa tambat, tambat kapal (Tonage dan ukuran). Basis data menyediakan tiga buah jenis tabel, tabel pertama yang merupakan tabel untuk input data berdasarkan jenis kapal per bulan, tabel kedua menampilkan data semua jenis kapal per bulan dan tabel ketiga menampilkannya dalam satuan tahun.

281 Data Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Sistem pengembangan pelabuhan perikanan difokuskan pada kegiatan (operasionalisasi) pelabuhan dan fungsi-fungsi pelabuhan perikanan, meliputi: 1. Pelabuhan perikanan merupakan suatu kawasan yang memiliki beberapa fasilitas, yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. 2. Kegiatan suatu pelabuhan perikanan terkait dengan pengelolaan, pemeliharaan, pengembangan sarana pelabuhan serta tata operasional pelayanan kepada nelayan, kapal perikanan serta pengusaha perikanan. 3. Pelaksanaan pelayanan di suatu pelabuhan perikanan meliputi : keluar masuk kapal di pelabuhan perikanan, pelaksanaan bongkar muat dan pelelangan ikan, pengepakan dan pengangkutan ikan, pelayanan perbekalan (Es, BBM, Air), pelayanan slipways atau dock dan bengkel, pelayanan pemanfaatan lahan dan bangunan, keluar masuk orang dan kendaraan di pelabuhan perikanan, kebersihan, keamanan dan ketertiban. 4. Pengorganisasian dan kelembagaan di suatu pelabuhan perikanan.

282 Fasilitas di suatu pelabuhan perikanan umumnya terdiri dari tiga bagian, meliputi: 1. Fasilitas Pokok Merupakan fasilitas dasar yang diperlukan untuk melindungi pelabuhan terhadap gangguan alam. Termasuk fasilitas dasar antara lain : penahan gelombang atau break water, tembok penahan tanah (turap), jetty, alur pelayaran, dermaga, kolam pelabuhan, daratan pelabuhan, jalan dan drainase. 2. Fasilitas Fungsional Fasilitas fungsional yaitu fasilitas yang berfungsi mempertinggi nilai guna dari fasilitas pokok dengan cara memberikan pelayanan yang diperlukan di suatu pelabuhan perikanan. Termasuk dalamnya antara lain: tempat pelelangan ikan, pabrik es, cold storage, tangki air bersih, tangki bahan bakar, instalasi listrik, alat komunikasi, slipway atau dock, bengkel, kantor syahbandar, balai pertemuan nelayan, menara pengawas, MCK, dan pagar keliling. Dalam hal ini, bukan berarti semua fasilitas harus tersedia, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dari pelabuhan perikanan itu sendiri. 3. Fasilitas Penunjang. Fasilitas penunjang yaitu fasilitas yang secara tidak langsung menunjang sistem pelabuhan perikanan dan tidak dapat dimasukkan kedalam dua fasilitas tersebut diatas. Termasuk dalam fasilitas tambahan, yaitu rumah kepala pelabuhan, rumah syahbandar, mess operator, gedung olahraga, rumah penginapan nelayan, perkantoran pengusaha perikanan, kantin, klinik dan tempat ibadah. Sarana tambahan ini sama halnya dengan sarana fungsional dibangun sesuai dengan kebutuhan. Data tingkat pemanfaatan fasilitas meliputi sejauh mana tingkat pemanfaatan fasilitas saat ini.

283 Data Biaya dan Manfaat Analisis finansial ini selain untuk mengetahui efektifitas suatu investasi misalnya dengan memperkirakan pengoperasian yang akan datang juga untuk mengetahui efisiensi dalam penggunaan fasilitas pelabuhan seperti alur pelayaran, tambatan, kecepatan bongkar muat dan penyimpanan, serta manfaat pengembangan suatu pelabuhan perikanan. Data biaya dan manfaat meliputi data jumlah pengeluaran dan pendapatan suatu pelabuhan perikanan Data Prioritas Pengembangan Data prioritas pengembangan meliputi data jenis-jenis fasilitas yang akan dikembangkan serta kriteria yang bisa digunakan dalam menentukan prioritas pengembangan suatu pelabuhan perikanan.

284 Data ISM Data ISM adalah data tentang jenis elemen dan sub elemen dalam kelembagaan pengembangan suatu pelabuhan perikanan.

285 Data SWOT Data SWOT adalah data nilai-nilai dari pendapat responden tentang variabel SWOT yang ada Data Responden Data Responden berisikan nama dan identitas responden yang merupakan narasumber dari data awal yang digunakan sebagai masukan dasar pada berbagai macam model analisis dalam program SISBANGPEL.

286 Pengguna Sistem Basis data pengguna sistem berisikan otorisasi kepada orang-orang yang dapat menggunakan sistem SISBANGPEL. Pada basis data pengguna sistem administrator dapat menentukan menu-menu apa saja yang dapat diakses oleh setiap pengguna. 3.2 Edit dan Format Huruf : Menu bar Edit digunakan untuk mengedit text pada aplikasi SISBANGPEL. Menu edit terdiri dari : 1. "Copy" untuk untuk menggandakan objek 2. "Cut" untukmemindahkan objek 3. "Delete" untuk menghapus objek 4. "Paste" untuk menggandakan objek 5. "Select All untuk menyeleksi objek 6. "Undo" untuk mengulang aplikasi Menu bar Format huruf digunakan untuk : 1. "Alignment" untuk membuat rataan kanan, kiri dan tengah pada objek. 2. "Bold" untuk menebalkan objek. 3. "Italic" untuk memiringkan objek. 4. "Strikeout" untuk membuat garis tengah pada objek. 5. "Underline" untuk membuat garis bawah pada objek. 6. "Bullets" untuk melakukan penomoran pada objek.

287 3.3 Analisis SISBANGPEL memiliki 7 model analisis utama, yaitu : 1. Analisis Potensi Sumber Daya Ikan. 2. Analisis Prakiraan. 3. Analisis Tingkat Pemanfaatan Fasilitas. 4. Analisis Biaya dan Manfaat. 5. Analisis Prioritas Pengembangan. 6. Analisis Kelembagaan. 7. Analisis Strategi Pengembangan Potensi Sumber Daya Ikan Analisis permodelan sumber daya ikan memberikan data prakiraan jumlah ikan berdasarkan jenisnya dan prakiraan usaha penangkapan ikan tersebut. Model ini digunakan untuk melihat apakah ikan jenis tersebut sudah dieksploitasi secara berlebih atau belum.

288

289 3.3.2 Analisis Prakiraan Pada Permodelan analisis prakiraan terdapat 4 jenis data yang akan diperkirakan, yaitu : 1. Analisis prakiraan Jumlah Kapal Yang Melakukan Aktivitas di Suatu Pelabuhan Perikanan. 2. Analisis prakiraan Produksi Ikan. 3. Analisis prakiraan Harga Ikan 4. Analisis prakiraan Kebutuhan Logistik. Analisis prakiraan menyajikan data-data prakiraan pada masa yang akan datang berdasarkan data masa lalu yang dimasukkan ke dalam sistem Prakiraan Jumlah Kapal Yang Beraktivitas di PP Pada prakiraan jumlah kapal atau armada penangkapan yang melakukan aktivitas di suatu pelabuhan perikanan, data yang akan diprakirakan adalah jumlah kapal sesuai aktivitas untuk setiap armada dalam jangka waktu per bulan dan akhirnya akan diakumulasikan dalam jangka waktu per tahun untuk semua jenis berdasarkan aktivitasnya.

290 Prakiraan Harga Ikan Pada prakiraan ikan, data yang akan diprakirakan adalah data-data tahun dan bulan yang menunjukkan jumlah produksi ikan dan nilai produksi serta harga/kg berdasarkan jenis ikan.

291 Prakiraan Produksi Ikan Pada prakiraan produksi ikan, data yang akan diprakirakan adalah jumlah produksi per jenis ikan.

292 Prakiraan kebutuhan Logistik Kapal Pada prakiraan kebutuhan logistik, data yang akan diprakirakan adalah jumlah rata-rata kebutuhan logistik untuk per jenis kapal dalam satu kali aktivitas Analisis Tingkat Pemanfaatan Fasilitas Analisis tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhan perikanan bertujuan untuk melihat sejauh mana tingkat pemanfaatan suatu fasilitas di pelabuhan perikanan.

293 3.3.4 Analisis Biaya dan Mafaat Permodelan analisis biaya dan manfaat memberikan data perhitungan perbandingan antara manfaat dan biaya untuk beberapa periode waktukemudian dalam bentuk benefit and cost ratio (B/C Ratio) dan nilai NPV (Net Present Value). Analisis biaya dan manfaat dapat dilaksanakan apabila data analisis hasil prakiraan (alat tangkap, ikan, kapal, dan docking) telah didapatkan.

294 3.3.5 Analisis Prioritas Pengembangan Analisis prioritas pengembangan pelabuhan perikanan menggunakan pendekatan Fuzzy AHP. Teknik ini membandingkan tingkat kepentingan yang diurutkan berdasarkan level setiap elemen yang tediri dari sub - sub elemen.

295 3.3.6 Analisis Kelembagaan Analisis Kelembagaan dalam sistem pengembangan pelabuhan perikanan menggunakan teknik perhitungan ISM. Teknik ini membandingkan tingkat kepentingan yang diurutkan berdasarkan level setiap elemen yang tediri dari sub - sub elemen.

296 Langkah - langkah penggunaan permodelan analisis kelembagaan : 1. Pilih nama Reponden pada kolom Responden. 2. Masukan jenis elemen pada kolom elemen.

297 3. Setelah semua kolom yang berwarna biru diisikan data (V, A, X, O), masuk ke menu proses klik SSIM sesuai langkah ISM, maka secara otomatis sistem akan menghitung analisa kelembagaan menggunakan teknik ISM. Hasil perhitungan dapat dilihat dengan menekan proses

298 4. Untuk melakukan input data nama koresponden, elemen dan sub elemen yang lainnya anda dapat mengulang kembali dari langkah no Analisis Strategi Pengembangan Analisis strategi pengembangan pelabuhan perikanan menggunakan pendekatan analisis SWOT yang dalam teknik pembobotannya menggunakan teknik Fuzzy AHP. Analisis strategi pengembangan dapat memberikan gambaran tentang posisi suatu pelabuhan perikanan dilihat dari faktor - faktor kekuatan, ancaman, kelemahan, dan peluang, dan memberikan solusi strategi yang harus dilakukan oleh perusahaan. Langkah-langkah penggunaan permodelan analisis strategi pengembangan : 1. Pilih faktor yang akan dinilai dan nama responden pada kolom nama responden.

299 2. Lakukan pengisian data, selanjutnya pilih proses, sebagai hasil akhir dari model strategi Pengembangan tampak gambar sebagai berikut: 3. Anda harus mengisikan faktor - faktor untuk setiap sub faktor analisis yang terdiri dari kekuatan, ancaman, kelemahan, dan peluang, dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan PP selain menunjang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan Pelabuhan Perikanan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 18 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Pemerintahan Aceh

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI PELABUHAN PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP) ALIFSYAH BAMBANG SUTEJO

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI PELABUHAN PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP) ALIFSYAH BAMBANG SUTEJO RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI PELABUHAN PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP) ALIFSYAH BAMBANG SUTEJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)

Lebih terperinci

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI 4.1 DESKRIPSI PPSC Gagasan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Cilacap diawali sejak dekade 1980-an oleh Ditjen Perikanan dengan mengembangkan PPI Sentolokawat, namun rencana

Lebih terperinci

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 66 6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA 6.1 Menganalisis tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta Menganalisis kinerja operasional pelabuhan perikanan diawali dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 62 BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Agroindustri sutera alam merupakan industri pengolahan yang mentransformasikan bahan baku kokon (hasil pemeliharaan ulat sutera) menjadi benang, kain sutera,

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Profil Lokasi Penelitian Profil Kabupaten Cilacap

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Profil Lokasi Penelitian Profil Kabupaten Cilacap 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Profil Lokasi Penelitian 5.1.1 Profil Kabupaten Cilacap Kabupaten Cilacap terletak di bagian selatan propinsi Jawa Tengah dengan luas 225 360.4 m 2, berhadapan langsung dengan Samudera

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

STRATEGI INTEGRASI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DAN PERIKANAN BUDIDAYA (STUDI KASUS DI TELUK LAMPUNG) TRI HARIYANTO

STRATEGI INTEGRASI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DAN PERIKANAN BUDIDAYA (STUDI KASUS DI TELUK LAMPUNG) TRI HARIYANTO STRATEGI INTEGRASI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DAN PERIKANAN BUDIDAYA (STUDI KASUS DI TELUK LAMPUNG) TRI HARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana 75% dari luas wilayahnya adalah perairan laut. Luas keseluruhan wilayah Indonesia mencapai 5.8 juta kilometer persegi dan memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK AGUS SUHERMAN. Analisis Hasil Tangkapan Mini

Lebih terperinci

TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : 75-86 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 009. Tempat pelaksanaan kegiatan penelitian di Pelabuhan Perikanan Samudera

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

Oleh: Diterima: 18 Februari 2009; Disetujui: 1 September 2009 ABSTRACT

Oleh: Diterima: 18 Februari 2009; Disetujui: 1 September 2009 ABSTRACT PRIORITAS PEMILIHAN LOKASI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN DI KABUPATEN REMBANG Location Selection Priority of Fishing Port Development at Rembang Regency Oleh: Iin Solihin 1* dan Muhammad Syamsu Rokhman

Lebih terperinci

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL

BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL BAB 7 ANALISIS KELEMBAGAAN DALAM SISTEM PENGELOLAAN PERIKANAN ARTISANAL Pencapaian sasaran tujuan pembangunan sektor perikanan dan kelautan seperti peningkatan produktivitas nelayan dalam kegiatan pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA.

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA Oleh : YULISTYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 67 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kakao merupakan komoditas ekspor unggulan non-migas yang bernilai ekonomi tinggi dan tercatat sebagai penyumbang devisa bagi perekonomian nasional. Ekspor produk

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS PRODUKSI KAPAL PENAMPUNG IKAN DI DAERAH SULAWESI UTARA Oleh: M. MARTHEN OKTOUFAN N. N.R.P. 4106 100 074 Dosen Pembimbing: Sri Rejeki Wahyu Pribadi, ST, MT

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus 2013 103 PENENTUAN LOKASI INDUSTRI PALA PAPUA BERDASARKAN PROSES HIERARKI ANALITIK (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ) DAN APLIKASI SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (SPK) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

3.2 METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL III. LANDASAN TEORI 3.1 TEKNIK HEURISTIK Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan dan perikanan adalah salah satu sumber daya alam yang merupakan aset negara dan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia baik dari segi luas wilayah maupun jumlah pulaunya (17.480), dengan garis pantai terpanjang ke empat (95.150 km)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas lautan hampir 70% dari total luas wilayahnya, memiliki keberagaman dan kekayaan sumber daya laut yang berlimpah. Pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung 2. TINJAUAN PUSTAKA Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung dari badai atau ombak sehingga kapal dapat berputar (turning basin), bersandar atau membuang sauh sedemikian rupa sehingga bongkar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet Metode surplus produksi telah banyak diaplikasikan dalam pendugaan stok perikanan tangkap, karena metode ini menerapkan integrasi berbagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012).

I. PENDAHULUAN. budidaya perikanan, hasil tangkapan, hingga hasil tambaknya (Anonim, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah potensial penghasil perikanan dan telah menyokong produksi perikanan nasional sebanyak 40 persen, mulai dari budidaya

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR

RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR RANCANG BANGUN MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL JAMU KUSNANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci