Koherensi Peran Gapoktan dalam Undang-Undang Desa dalam Mendukung Kedaulatan Pangan yang Berkelanjutan di Kalimantan Barat
|
|
- Yandi Susanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Koherensi Peran Gapoktan dalam Undang-Undang Desa dalam Mendukung Kedaulatan Pangan yang Berkelanjutan di Kalimantan Barat Gontom C. Kifli 1) dan Dedy Irwandi 2) 1) BPTP Kalimantan Barat 2) BPTP Kalimantan Tengah Abstrak Regulasi dalam pembangunan pedesaan, saat ini telah terbit dan berlakunya Undang-Undang RI No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa atau dikenal dengan Undang-Undang Desa. Undang-Undang Desa tersebut memiliki nafas dan semangat pembangunan yang bertumpu dari bawah atau masyarakat ( grass root), khususnya masyarakat desa. Nilai strategis Undang-undang tersebut perlu diikuti oleh strategi jitu bagi keuntungan dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Tujuan kajian atau penelitian adalah 1) Memetakan kondisi dan posisi Gapoktan yang ada di Kalimantan Barat saat ini, 2) Menggambarkan, menguraikan dan menjelaskan peran dan posisi strategis dari Gapoktan yang ada saat ini dalam pembangunan desa dengan berlakunya Undang-Undang Desa, 3) Membuat rencana strategi bagi kelompok tani dan Gapoktan di Kalimantan Barat dalam menyiasati berlakunya Undang-Undang Desa. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan statitsik deskriptif dan pengambilan data sekunder yang mencakup 14 kabupaten di Kalimantan Barat. Kondisi perkembangan jumlah gapoktan di Kalimantan Barat dari tahun 2014 ke tahun 2015 mengalami peningkatan yang cukup berarti, yaitu sekitar 44,0 %. Beberapa nilai penting dari Undang-Undang Desa yang menjadi potensi bagi gapoktan dan petani adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki peran penting di dalam pembangunan desa karena sebagai mitra dan sekaligus kekuatan pemngimbang dari pemerintah desadan BPD beranggotakan beberapa unsur tokoh masyarakat diantaranya petani. Strategi yang dapat dilakukan oleh gapoktan atau petani adalah dengan masuknya ketua gapoktan atau petani di dalam BPD, karena memiliki peran strategis di dalam merancang pembangunan desa dan pembiayaan Desa, sehingga pengembangan usahatani dapat dimasukkan ke dalamnya. Kata kunci: BPD, Gapoktan, Kalimantan Barat, Strategi, Undang-Undang Desa Pendahuluan Masyarakat Kalimantan Barat, khususnya angkatan kerja penduduk di Kalimantan Barat pada tahun 2014, tercatat sebagian besar memiliki mata pencaharian di bidang pertanian, yaitu sebanyak orang dari jumlah orang tenaga kerja yang ada atau sebesar 57,75% (BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2015), sebagian besar dari populasi tersebut adalah petani yang mengusahakan lahan usahataninya dan sebagai buruh tani. Kondisi lain menunjukkan bahwa luas lahan pertanian masih mendominasi luas wilayah Kalimantan Barat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa wilayah Kalimantan Barat masih merupakan daerah dengan dominasi potensi agraris, sehingga eksistensi bidang pertanian dan petaninya menjadi keniscayaan untuk dipertimbangkan dan diperhatikan dalam pembangunan pertanian wilayah Kalimantan Barat. Produktivitas rata-rata padi di Kalimantan Barat pada tahun 2014 mencapai 3,035 ton/ha untuk GKP, angka tersebut merupakan produktivitas rata-rata dari padi pasang surut dan padi gogo. Produksi padi rata-rata nasional pada tahun yang sama, tahun 2014 adalah 5,280 ton/ha untuk GKP (BPS Kalimantan Barat, 2015), sehingga dari statistik tersebut menunjukkan bahwa produksi padi rata-rata Kalimantan Barat masih jauh berada di bawah produksi padi rata-rata nasional. Kondisi tersebut menjadi indikasi bahwa terdapat potensi untuk meningkatkan produktivitas padi di Kalimantan Barat saat ini dan mendatang. Sistem usahatani yang terapkan di Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1645
2 Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat yang dilakukan oleh petani rakyat ( peasant) atau petani dengan ciri pertanian subsisten, seperti yang diungkapkan oleh Mubyarto (1991), bahwa sifat pertanian subsisten bertujuan utama hanya untuk memenuhi keperluan hidupnya beserta keluarganya. Dalam pandangan mereka pertanian merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan sehingga produktivitas tanaman tidak maksimal. Beberapa regulasi yang menyinggung pembangunan pertanian seperti Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2016 Tentang Sistem Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani pada penerapannya masih diperlukan pengawalan dalam penerapannya. Selain itu, saat ini telah terbit dan berlakunya Undang-Undang RI No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa atau dikenal dengan Undang- Undang Desa. Undang-Undang Desa tersebut memiliki nafas dan semangat pembangunan yang bertumpu dari bawah atau masyarakat (grass root), khususnya masyarakat desa. Undang-Undang Desa merupakan produk hukum baru yang tahapan penerapannya relatif berjalan cepat, dengan diikuti segera dengan peraturan-peraturan pemerintah (PP), termasuk dalam penggunaan anggaran yang mengikutinya, sehingga hal tersebut memiliki nilai yang sangat strategis dalam pembangunan perdesaan dan pertanian, terutama bagi kesejahteraan masyarakatnya. Nilai strategis tersebut perlu diikuti oleh rancangan-rancangan yang strategis juga bagi keuntungan dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, sehingga keseluruhan kondisi tersebut menarik untuk dilakukan penelitian atau kajian mengenai implikasi Undang-Undang Desa kaitannya dengan posisi dan peran petani secara komunal yang terwadahi di dalam kelompok tani dan gabungan kelompok tani. Permasalahan 1. Bagaimanakah kondisi dan posisi Gapoktan yang ada di Kalimantan Barat saat ini? 2. Bagaimanakah peran dan posisi strategis dari Gapoktan yang ada saat ini dalam pembangunan desa dengan berlakunya Undang-Undang Desa? 3. Bagaimanakah strategi yang perlu direncanakan oleh kelompok tani dan Gapoktan di Kalimantan Barat dalam menyiasati telah berlakunya Undang-Undang Desa? Tujuan 1. Memetakan kondisi dan posisi Gapoktan yang ada di Kalimantan Barat saat ini. 2. Menggambarkan, menguraikan dan menjelaskan peran dan posisi strategis dari Gapoktan yang ada saat ini dalam pembangunan desa dengan berlakunya Undang-Undang Desa. 3. Membuat rencana strategi bagi kelompok tani dan Gapoktan di Kalimantan Barat dalam menyiasati berlakunya Undang-Undang Desa. Metodologi Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan statitsik deskriptif dan pengambilan data sekunder yang didapatkan dari koleksi data kelompok tani dan gabungan kelompok tani di Kalimantan Barat yang didapatkan dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan Barat. Data tersebut selanjutnya diolah dan kemudian diartikan dan dimaknai dan dibahas untuk mendapatkan kesimpulan dan usulan atau rekomendasi akhir. Data kelompok tani dan gapoktan mencakup 14 kabupaten di Kalimantan Barat, data yang digunakan adalah data terbaru berdasarkan data statistik tahun 2013 dan Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
3 Hasil dan Pembahasan Kondisi Gapoktan dan Kelompok Tani di Kalimantan Barat saat ini Petani merupakan pelaku utama di dalam pembangunan pertanian, karena petani yang melaksanakan proses produksi di hulu dengan budidaya tanamannya dalam sistem usahatani. Balitbang Pertanian (2013) menyatakan bahwa petani adalah pelaku utama dalam konteks target pembangunan pertanian, yang mengusahakan usaha pertanian atas risiko sendiri dengan tujuan untuk dikonsumsi dan atau dijual. Sementara itu, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/Ot.140/8/2013 Tentang Pedoman Pembinaan Kelompok tani dan Gabungan Kelompok tani, menyebutkan bahwa Kelompok tani yang selanjutnya disebut poktan adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumberdaya; kesamaan komoditas; dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Adapun Gabungan Kelompok tani yang selanjutnya disebut gapoktan adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Petani di Indonesia umumnya mnjadi anggota sebuah kelompok tani dan sejenisnya, namun demikian apabila dilihat dari pendekatan kelembagaan baru, hal tersebut bukanlah suatu keharusan atau kewajiban, tetapi menjadi pilihan bagi petani tersebut (Syahyuti, 2010) dengan beberapa pertimbangan diri atau keluarganya. Syahyuti (2012) menyoroti bahwa Pengorganisasian diri merupakan upaya individu (petani) untuk menjalankan usaha dan hidupnya dengan membangun dan menjaga relasi sosial secara relatif tetap dan berpola dengan berbagai pihak di seputar dirinya. Kondisi umum yang terjadi saat ini, termasuk di Kalimantan Barat, petani menjadi anggota dari suatu kelompok tani dengan pertimbangan umumnya adalah agar lebih mudah dalam mendapatkan pembinaan, terutama pemerintah, karena di dalam pembinaan pertani yang dilakukan pemerintah, pemerintah membina petani melalui wadak kolektif, yaitu kelompok tani. Tabel 1. Perkembangan Jumlah Kelompok Tani dan Gapoktan di Kalimantan Barat pada Tahun Uraian Tahun Jumlah kelompok tani (unit) Jumlah Gapoktan (unit) Jumlah Anggota Gapoktan (orang) n.a. Jumlah Desa (unit wilayah) n.a. Sumber: Kementerian Pertanian (2015), Pusdatin Kementerian Pertanian (2014) n.a. : tidak ada data Kondisi perkembangan jumlah gapoktan di Kalimantan Barat dari tahun 2014 ke tahun 2015 mengalami peningkatan yang cukup berarti, yaitu sekitar 44,0 % (Tabel 1), sumbangan peningkatan jumlah gapoktan dan jumlah anggotanya tersebut, salahsatunya adalah berasal dari adanya transmigran dar Pulau Jawa dan dari petani yang sebelumnya belum tergabung ke dalam kelompok tani dan gapoktan. Secara kuantitatif, daerah kabupaten di Kalimantan Barat yang memiliki jumlah gapoktan, jumlah anggota dan rumah tangga petani berasal dari wilayah pertanian tanaman pangan (Tabel 2). Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1647
4 Tabel 2. Komposisi Jumlah desa, Gapoktan dan Rumah Tangga Petani di Kalimantan Barat Tahun Nama Kabupaten/ Kota Jumlah desa (unit) Jumlah Sumber : Pusdatin Kementerian Pertanian, t.a. : tidak ada data Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga petani jauh lebih besar dari pada jumlah anggota gapoktan, sehingga hal ini menjadi indikator bahwa baru sebagian petani atau rumah tangga petani yang masuk atau menjadi anggota kelompok tani atau gapoktan. Beberapa kabupaten menunjukkan bahwa baru sekitar 10-15% dari jumlah rumah tangga petani yang menjadi anggota gapoktan dan persentase terbesar terdapat di Kabupaten Sambas sebesar 61,97%. Persentase keanggotaan petani di dalam gapoktan atau kelompok tani masih dianggap rendah atau masih kecil. Kondisi tersebut dapat disebabkan diantaranya oleh minat petani yang belum ingin bergabung ke dalam atau membentuk gapoktan atau karena jangkauan jarak antara rumah petani dengan yang lainnya yang terlalu berjauhan. Posisi dari petani, kelompok tani dan gapoktan kaitannya dengan pemerintahan desa, umumnya masih terbatas kepada peran kepala desa sebagai penanggung jawab dalam pengembangan kelompok tani dan gapoktan, sementara pada tingkat operasionalnya berada di bawah tanggung jawab penyuluh di desa tersebut, sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/Ot.140/8/2013 Tentang Pedoman Pembinaan Kelompok tani dan Gabungan Kelompok tani. Gapoktan yang berada di lingkup desa, umumnya hanya memiliki 1 gapoktan dalam 1 desa. Kondisi tersebut secara ideal dimaksudkan untuk memudahkan koordinasi dan pengelolaan gapoktan sendiri yang membatasi pada wilayah administrasi dalam desa yang sama. Namun demikian kondisi tersebut tidak bersifat mutlak dan berdasar azas manfaat, petani di satu desa bisa saja menjadi anggota dari gapoktan yang berada di desa lain yang dekat dengannya apabila di desanya belum terdapat gapoktan. Jumlah Gapoktan (unit) Jumlah anggota Gapoktan (orang) Kondisi saat ini interelasi antara gapoktan dan pemerintah desa belum banyak menunjukkan keberpihakan atau menguntungkan gapoktan dan petani di dalamnya. Kondisi tersebut dapat dilihat dari intensitas interaksi dalam konteks pembinaan kepada gapoktan oleh pemerintah desa masih jarang atau minim, sehingga kondisi tersebut menjadikan potensi-potensi gapoktan beserta usaha produksinya masih belum mencapai hasil yang maksimal. Jumlah rumah tangga petani (unit kepala keluarga) Kab. Sambas Kab. Pontianak t.a Kab. Sanggau Kab. Ketapang Kab. Sintang t.a Kab. Kapuas Hulu t.a Kab. Bengkayang t.a Kab. Landak Kab. Sekadau 84 t.a. t.a Kab. Melawi Kab. Kayong Utara t.a Kab. Kubu Raya t.a Kota Pontianak 0 30 t.a Kota Singkawang t.a Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
5 Peran dan posisi strategis Gapoktan dalam pembangunan desa saat ini Gapoktan dapat menjadi alat atau sarana perjuangan petani di dalam meningkatkan atau memajukan usahataninya, mengingat di dalam gapoktan sebagai wadah kolektif dengan kesamaan karakteristik, yaitu tujuan produksi yang sama, wilayah yang sama, bidang usaha yang sama. Kesamaan karakteristik tersebut melahirkan bentuk kekohesifan di dalam gapoktan dengan nilainilai kekohesifan di dalamnya. Nuryanti dan Swastika (2011) mengungkapkan bahwa dengan berkumpul dalam wadah organisasi petani, seperti gapoktan, petani dapat lebih mengorganisasikan dirinya, belajar, bekerjasama dan mengevaluasi suatu inovasi teknologi secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya yang lain. Suradisastra (2008) mengungkapkan bahwa strategi pemberdayaan petani selayaknya mewakili aspirasi sosial budaya serta teknis petani dan kelembagaannya. Anantanyu (2011) mengungkapkan bahwa salahsatu strategi dalam mengembangkan kelembagaan petania adalah meningkatkan partisipasi petani di dlam kelembagaan petaninya. Menurut Pujiharto (2010) Gapoktan diharapkan memiliki peran sebagai lembaga sentral dengan sistem yang terbangun, peningkatan ketahanan pangan tingkat lokal, dan sebagai Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan. Nilai kekohesifan, kekompakan dan kebersamaan akan menjadi suatu kekuatan ( power) bersama yang berarti dalam berjalan dan lancarnya proses produksi, penjualan dan pemasaran hasil usahatani gapoktan. Kekuatan bersama tersebut dapat digunakan dalam mempengaruhi atau menyuarakan suara petani kepada pihak lain, seperti dalam lingkup kebijakan atau regulasi pemerintah desa, termasuk dalam menyikapi berlakuknya Undang-Undang Desa. Beberapa hal yang krusial di dalam Undang-Undang RI No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang memiliki interelasi penting dengan gapoktan adalah (Tabel 3); Tabel 3. Diktum krusial dari Undang-Undang Desa bagi petani dan gapoktan Nomor Pasal Bab (ayat) Isi V 26 (1) Tugas kepala desa adalah melakukan pemberdayaan masyarakat desa. 54 Musyawarah desa diikuti diantaranya oleh Badn Permusyawaratan Desa (BPD) dan unsur masyarakat desa. 55 Fungsi BPD (diantaran ya) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. 56 (1) Anggota BPD merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan yang pengisisnnya dilakukan secara demokratis. 58 (1) Jumlah anggota BPD adalah gasal antara 5-9 orang. VI 68 (1) Masyarakat desa memeiliki hal (diantaranya) mendapatkan pembinaan dari pihak desa, mendapatkan perlakuan adil dan menyalurkan aspirasi 68 (2) Masyarakat desa berkewajiban turut mengembangkan atau membangun desa dan mengembangkan nilai-nilai musyawarah dan gotong royong. VIII 73 Rancangan Anggara Pendapatan dan Belanja Desa (RAPB Desa) dimusyawarahkan dengan BPD. IX 80 Diperjelas dalam Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa bahwa perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan beberapa unsur masyarakat desa, diantaranya dari unsur perwakilan kelompok tani. 81 Perencanaan pembangunan desa dilakukan oleh seluruh masyarakat desa dengan semangat gotong royong, serta memanfaatkan kearifal lokal desa dan sumberdaya desa. Peraturan Pemerintah RI no. 60 tahun 2014 tentang Dana Desa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1649
6 Nomor Pasal Bab (ayat) Isi V 19 Penggunaan Dana Desa diprioritaskan digunakan untuk pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Beberapa nilai penting dari beberapa poin pada Tabel 3, yang menjadi potensi bagi gapoktan dan petani di dalam mengembangkan diri, kelompok dan desanya adalah; 1) Pemerintah Desa memiliki tanggung jawab dalam memberdayakan dan membina masyarakat desa (petani) dalam rangka pembangunan desa, 2) BPD memiliki peran penting di dalam pembangunan desa karena sebagai mitra dan sekaligus kekuatan pengimbang dari pemerintah desa, 3) Musyawarah desa menjadi hal yang penting dalam merencanakan pembangunan desa, 4) BPD beranggotakan beberapa unsur tokoh masyarakat diantaranya petani, 5) Pembangunan desa mengutakamakan semangat musyawarah dan gotong royong dari masyarakat desa dan pemerintah desanya. Strategi Gapoktan dalam pembangunan desa Beberapa nilai penting dari Undang-Undang Desa yang menjadi potensi dalam pengembangan masyarakat desa, khususnya petani dan gapoktan tersebut, adalah petani atau gapoktan sebagai bagian dari warga desa, memiliki kesempatan untuk berperan dan memosisikan dirinya secara proaktif dan partisipatif di dalam pembangunan pertanian di desanya. Peran dan peluang penting tersebut ditransformasikan menjadi strategi penting bagi petani petani atau gapoktan melalui beberapa cara, yaitu; 1) Ketua gapoktan menjadi salahsatu anggota Badan Permusyawaran Desa (BPD). Ketua Gapoktan secara formal dipilih oleh anggotannya dan dipercaya menjadi ketua gapoktan, sehingga ketua gapoktan menjadi representasi seluruh anggotanya dalam mewakili suara, aspirasi dan ide-denya dari kepentingan gapoktan. Undang- Undang Desa Bab IX Pasal 80 dan penjelasannya (Tabel 3), tersurat secara eksplisit bahwa salahsatu unsur dari BPD adalah dari masyarakat petani, sehingga hal tersebut menjadi bagian (jatah) bagi ketua gapoktan untuk memenuhi unsur BPD tersebut, sehingga dengan demikian apabila ketua gapoktan telah menjadi bagian atau unsur dari BPD, maka selanjutnya adalah 2) Ketua gapoktan sebagai representasi dari masyarakat petani di desanya, dapat menyuarakan aspirasi masyarakat petani umumnya dan anggotanya kepada pemerintah desa, baik secara formal maupun non-formal. Strategi lain yang dapat dilakukan adalah 3) Musyawarah Desa merupakan agenda formal atau resmi dalam proses pembangunan desa, sehingga momen tersebut menjadi penting untuk dihadiri dan secara aktif diikuti oleh ketua gapoktan dan tokoh petani lainnya untuk menyuarakan aspirasi masyarakat petani, terutama dalam merancang, mengajukan dan menentukan 4) RAPB Desa yang memuat rencana pendapatan dan belanja desa, sehingga di dalam perancangan RAPB Desa tersebut, secara nyata, tertulis, formal dan mengikat, rencana pembangunan fisik maupun non-fisik dari keinginan atau suara masyarakat petani dapat diakomodasi dan mendapatkan jaminan untuk dilaksanakan dengan Anggaran Dana Desa dan lainnya yang telah dianggarkan, ditetapkan dan disediakan, 5) Semangat gotong royong dan musyawarah menjadi prioritas utama di dalam melaksanakan perencanaan dan penyelesaian masalah, di dalam gapoktan sendiri dan di dalam musyawarah desa Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
7 Kesimpulan dan Saran Hasil pembahasan dari koherensi kondisi, peran, posisi dan strategi masyarakat petani dan gapoktan dengan Undang-Undang Desa, menhasilkan kesimpulan dan strategi sebagai berikut; 1. Jumlah Gapoktan di Kalimantan Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun demikian kenggotaan petani dalam gapoktan masih rendah, yang ditunjukkan dengan rendahnya persentase anggota gapoktan dibandingkan jumlah rumah tangga petani. Keanggotaan petani ke dalam gapoktan bersifat pilihan atau tidak wajib, sehingga petani memiliki pertimbangannya di dalam keanggotan gapoktan, baik pertimbangan fisik atau wilayah maupun non-fisik. 2. Petani atau gapoktan memiliki peran dan posisi yang strategis di dalam pembangunan desanya dalam kaitannya dengan disahkannya Undang-Undang Desa, yaitu petani menjadi kelompok masyarakat yang umumnya terbanyak di desanya, sehingga memiliki kekuatan secara kuantitas dan kualitas untuk berpartisipasi di dalam pembangunan desanya. 3. Strategi yang dapat ditempuh oleh petani, khususnya ketua gapoktan di Kalimantan Barat adalah dengan menjadikan ketua gapoktan menjadi salahsatu anggota BPD. BPD memiliki peran penting dan strategis di dalam pembangunan desa, khususnya dalam bidang pertanian, karena BPD turut menentukan perencanaan pembangunan desa, merancang RAPB Desa, menentukan pembiayaan beberapa program desa dan berperan penting dalam musyawarah desa, yang kesemuanya dapat diarahkan untuk pembangunan pertanian di desanya tersebut. Daftar Pustaka Anantanyu, S Kelembagaan Petani: Peran Dan Strategi Pengembangan Kapasitasnya. Jurnal Sepa Vol. 7 No.2 Pebruari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Solo. Badan Litbang Pertanian Panduan Umum Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Jakarta BPS Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. Pontianak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/Ot.140/8/2013 Tentang Pedoman Pembinaan Kelompok tani Dan Gabungan Kelompok tani. Jakarta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Jakarta Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. Jakarta Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta Nuryanti, S dan D.K.S Swastika Peran Kelompok Tani Dalam Penerrapan Teknologi Pertanian. Jurnal Forum Penenlitian Agro Ekonomi Volume 29 No.2 Tahun Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1651
8 Pujiharto Kajian Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sebagai Kelembagaan Pembangunan Pertanian Di Pedesaan. Agritech Volume XII No.1 Tahun Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Sekretariat Negara Republik Indonesia Undang-Undang No.16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Jakarta Sekretariat Negara Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Jakarta Suradisastra, K Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Jurnal Forum Penenlitian Agro Ekonomi Volume 26 No.2 Tahun Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Syahyuti Lembaga dan Organisasi Petani dalam Pengaruh Pasar dan Negara. Jurnal Forum Penenlitian Agro Ekonomi Volume 28 No.1 Tahun Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Syahyuti Pengorganisasian Secara Personal Dan Gejala Individualisasi Organisasi Sebagai Karakter Utama Pengorganisasian Diri Petani Di Indonesia. Jurnal Forum Penenlitian Agro Ekonomi Volume 30 No.2 Tahun Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor 1652 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 61/11/61/Th. XIV, 7 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2011 Agustus 2011 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sebesar 3,88 Persen
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun
Lebih terperinciHASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN BARAT (ANGKA SEMENTARA)
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 52/09/61/Th. XVI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN BARAT (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 66/11/61/Th. XVII, 5 Nopember 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2014 Agustus 2014 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sebesar 4,04 Persen
Lebih terperinciBPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2013 No. 65/11/61/Th. XVI, 6 Nopember 2013 Agustus 2013 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sebesar 4,03 Persen
Lebih terperinciKONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015
BPS KABUPATEN SEKADAU No.06/11/6109/Th. II, 17 November 2016 KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2015 SEBESAR 2,97 PERSEN Persentase angkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Dengan demikian penerapan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang telah berjalan saat ini telah memberi hak serta wewenang kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BENGKAYANG MARET 2014 MARET 2016
No. 01/06/Th. XVII, Juni 2017 PERKEMBANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BENGKAYANG MARET 2014 MARET 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN KABUPATEN BENGKAYANG MENINGKAT Pada bulan Maret 2016, jumlah penduduk miskin
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2014
BPS KABUPATEN SEKADAU No.03/12/6109/Th. I, 3 Desember 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2014 SEBESAR 0,31 PERSEN Hasil Survei Angkatan
Lebih terperinciAngka Kemiskinan Kabupaten Sekadau 2016
Angka Kabupaten Sekadau 2016 No. 01/06/6109/Th. III, 6 Juni 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEKADAU Angka Kabupaten Sekadau 2016 Angka kemiskinan Kabupaten Sekadau pada periode
Lebih terperinciPertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sekadau 2016
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sekadau 2016 No. 02/07/6109/Th. III, 31 Juli 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEKADAU Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sekadau 2016 sebesar 5,93 persen,
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa kerjasama
Lebih terperinciHASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013
No.39/07/Th. XVII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI KALIMANTAN BARATTAHUN
Lebih terperinciDisampaikan Oleh : KEPALA BIDANG PERENCANAAN SOSIAL BUDAYA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. KALIMANTAN BARAT
Disampaikan Oleh : KEPALA BIDANG PERENCANAAN SOSIAL BUDAYA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. KALIMANTAN BARAT PADA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (MUSRENBANG
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 28 / 05/ 61/ Th XX, 05 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Kalimantan Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kalimantan Barat pada tahun 2016 terus
Lebih terperinciKEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2017
No. 64/11/61/Th. XX, 6 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2017 TPAK Kalimantan Barat keadaan Agustus 2017 sebesar 68,63
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dalam Bab ini dirikan kesimpulan dan rekomendasi yang dirumuskan dari
131 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam Bab ini dirikan kesimpulan dan rekomendasi yang dirumuskan dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian. A. Kesimpulan 1. Peran dan fungsi Badan Permusyawaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidik merupakan salah satu komponen yang menentukan berhasil
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidik merupakan salah satu komponen yang menentukan berhasil tidaknya program pendidikan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu pendidik
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016
PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN SARAN
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dari hasil analisis terhadap keberlanjutan komunitas Kampung Adat Cireundeu dapat disimpulkan beberapa hal sebagai akhir kajian : Kelembagaan adat sebagai salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau
Lebih terperinciDinas KUKM Provinsi Kalimantan Barat Jl. Sutan Syahrir No. 5 Pontianak
Dinas KUKM Provinsi Kalimantan Barat Jl. Sutan Syahrir No. 5 Pontianak Laporan Kinerja Pembangunan KUKM Tahun 2017 Disampaikan Pada Acara Rapat Koordinasi Nasional Bidang KUMKM Tanggal 4 6 April 2018,
Lebih terperinciII. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu orientasi pembangunan berubah dan berkembang pada setiap urutan waktu yang berbeda. Setelah Perang Dunia Kedua (PDII), pembangunan ditujukan untuk mengejar pertumbuhan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 30/05/61/Th. XX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, usahatani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam
Lebih terperinciHimpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelompok Tani Kelompoktani adalah kelembagaan petanian atau peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan sumberdaya)
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 39/ 06/ 61/ Th XIX, 1 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Kalimantan Barat Tahun 2015 Pembangunan manusia di Kalimantan Barat pada tahun 2015 terus
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PELATIHAN MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) SEKADAU TAHUN 2014
BPS KABUPATEN SEKADAU No.02/11/6109/Th. I, 30 November 2015 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) SEKADAU TAHUN 2014 IPM KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2014 SEBESAR 61,98 MENINGKAT SELAMA LIMA TAHUN TERAKHIR IPM pertama
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU
1 PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA (BUMdes) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a.
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA DAN PENYULUH PERTANIAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciCUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa
Lebih terperinciKEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT
KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT PERATURAN DESA CINTAKARYA NOMOR: 1 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM-Desa) TAHUN 2015 2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI
Lebih terperinciANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1
ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Pasal 28 Anggaran Dasar Badan Perfilman Indonesia, merupakan rincian atas hal-hal yang telah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA
PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Dewa K. S. Swastika Herman Supriadi Kurnia Suci Indraningsih Juni Hestina Roosgandha
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kampung atau desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
Lebih terperinciJumlah rumah tangga usaha pertanian di Kalimantan Barat Tahun 2013 sebanyak rumah tangga
.6100 Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kalimantan Barat Tahun 2013 sebanyak 627.388 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kalimantan Barat Tahun 2013 sebanyak 244 Perusahaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENILAIAN PETANI BERPRESTASI TINGGI PADA LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/3/2013 TANGGAL : 21 Maret 2013 PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara garis 2 0 08 LU serta 3 0 02 LS serta
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengoptimalkan
Lebih terperinci4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km 2 atau 639.570 Ha (4,36% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah kabupaten
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA DAN PENUYUH PERTANIAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan
Lebih terperinciJUMBARA PMR DAN TEMU KARYA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA TINGKAT DAERAH KALIMANTAN BARAT (JUMTEK 2010 PMI KALBAR) Sungai Ambawang, 5 10 Oktober 2010
JUMBARA PMR DAN TEMU KARYA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA TINGKAT DAERAH KALIMANTAN BARAT (JUMTEK 2010 PMI KALBAR) Sungai Ambawang, 5 10 Oktober 2010 Pendahuluan Jumbara (JUMpa BAkti gembira) dan Temu
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
Lebih terperinciPEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
+- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :
Lebih terperinciPEDOMAN PENILAIAN BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 28/Permentan/OT.140/4/2012 TANGGAL : 23 April 2012 PEDOMAN PENILAIAN BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai amanat
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2011 TENTANG
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PELATIHAN MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG
S A L I N A N GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG MUSYAWARAH DESA BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2015 2 BUPATI BANDUNG PROVINSI
Lebih terperinciPEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendekatan pembangunan
Lebih terperinciTipologi Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014
BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No.16/02/61/Th.XVIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali
Lebih terperinciFAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN
FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN A. Lembaga dan Peranannya Lembaga: organisasi atau kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
Lebih terperinciBUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Analisis pertumbuhan ekonomi wilayah ini bertujuan untuk melihat pola atau klasifikasi perkembangan keterkaitan antara tingkat pertumbuhan
Lebih terperinciPemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dinas Perkebunan KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Dinas Perkebunan KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Dalam Rangka Sosialisasi Gerakan Anti Korupsi dan Gratifikasi di Provinsi Kalimantan Barat
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 8 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN TANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa Program Pengembangan Kecamatan;
Lebih terperinciHasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 01/07/Th. I, 15 Juli 2017 KABUPATEN KETAPANG Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Hasil pendaftaran usaha/perusahan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Kerangka Konsep Penelitian Variabel Penelitian Pelaku kebijakan
21 BAHAN DAN METODE Kerangka Konsep Penelitian Menurut Dunn (2011) analisa kebijakan strategis terdiri dari kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan dan oleh pemikiran peneliti dapat
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang
Lebih terperinciVII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah
VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat
Lebih terperinciPOTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MENURUT SUBSEKTOR
.61 POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman pangan merupakan subsektor yang sangat penting bagi Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman pangan merupakan subsektor yang sangat penting bagi Indonesia bahkan dunia. Terdapat banyak jenis tanaman yang tergolong dalam tanaman pangan salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa
Lebih terperinciBAB 3 ANALISIS METODE PELATIHAN PENYULUH. di Indonesia yang berskala nasional, berdiri sendiri dan mandiri yang dikembangkan
BAB 3 ANALISIS METODE PELATIHAN PENYULUH 3.1 Sejarah HKTI HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) adalah sebuah organisasi sosial di Indonesia yang berskala nasional, berdiri sendiri dan mandiri yang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 04 TAHUN 2009 T E N T A N G PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
Lebih terperinciSISTEM. Oleh: Syahyuti Sunarsih Ahmad Makky. Ar-Rozi Sri Suharyono Sugiarto
LAPORAN AKHIR TA. 2013 PERAN PENYULUH SWADAYA DALAM IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN Oleh: Kurnia Suci Indraningsih Syahyuti Sunarsih Ahmad Makky Ar-Rozi Sri Suharyono Sugiarto PUSAT
Lebih terperinci