I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait dengan kedaulatan sebuah bangsa. Presiden Soekarno pada saat meresmikan gedung Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1952 menyatakan bahwa pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa: apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi, maka malapetaka oleh karena itu, perlu usaha secara besar-besaran, radikal dan revolusioner (Darwanto, 2013; 51). Berbagai usaha pemenuhan bahan pangan terus diupayakan pemerintah melalui serangkaian kebijakan pembangunan sektor pertanian. Guna menjamin suksesnya pembangunan sektor pertanian sebagai sektor yang strategis tersebut, pemerintah juga mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk menunjang serangkaian proses pembangunan sektor ini. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat selama kurun waktu 2011 hingga 2016, menunjukan bahwa realisasi anggaran Kementerian Pertanian diluar anggaran subsidi sektor pertanian meningkat secara fluktuatif dengan total anggaran mencapai 113,17 triliun yang setara dengan 3,25 persen total anggaran belanja kementerian/lembaga. Gambar 1.1 berikut menunjukan besaran realisasi anggaran Kementerian Pertanian tahun dan persentase besaran realisasi anggaran Kementerian Pertanian dibandingkan dengan total realisasi anggaran belanja kementerian/lembaga selama kurun waktu tersebut : 1

2 2 Realisasi anggaran (Triliun Rupiah) Tahun Realisasi Anggaran Kementerian Pertanian Persentase (%) Persentase Realisasi Anggaran Kementerian Pertanian dibanding Total Realisasi Anggaran Belanja Kementerian Lembaga Gambar 1.1 Perkembangan Realisasi Anggaran Kementerian Pertanian dan Persentase Besaran Anggaran Kementerian Pertanian Dibandingkan dengan Total Realisasi Anggaran Belanja Kementerian Lembaga Tahun Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Upaya pemerintah dalam melaksanakan pembangunan pertanian, juga telah menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang cukup berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia tersebut diantaranya dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDB dan kemampuannya menyerap tenaga kerja. Data BPS (2016a) dan BPS (2017) menunjukan bahwa sektor pertanian dalam arti sempit yaitu pertanian tanaman bahan makanan, peternakan dan perkebunan, di luar sektor perikanan, peternakan dan industri serta perdagangan berbasis pertanian, telah berkontribusi terhadap PDB Nasional (berdasarkan harga konstan) sebesar ,2 milyar rupiah ditahun 2016, meningkat sebesar ,2 milyar dibandingkan tahun 2011, meskipun apabila dilihat dari persentasenya telah mengalami penurunan pada kurun waktu tersebut. Penurunan persentase tersebut disebabkan oleh laju pertumbuhan disektor lain yang lebih

3 3 tinggi jika dibandingkan sektor pertanian, sebagai akibat keberhasilan transformasi ekonomi yang berjalan saat ini (Bappenas dan JICA, 2013). Gambar 1.2 berikut menunjukan perkembangan kontribusi sektor pertanian dalam arti sempit dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 dan persentase kontribusinya terhadap PDB Nasional: PDB Sektor Pertanian dalam Arti Sempit (Milyar Rupiah) * 2016** Tahun PDB Sektor Pertanian dalam Arti Sempit Kontribusi Sektor Pertanian Sempit terhadap PDB Nasional Keterangan: *) angka sementara, *)) angka sangat sementara Kontribusi terhadap PDB Nasional (Persen) Gambar 1.2 Perkembangan PDB Sektor Pertanian dalam arti Sempit dan Persentase Kontribusi Sektor Pertanian dalam arti Sempit terhadap PDB Nasional Tahun Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Sumber: BPS 2016a (diolah) Penurunan persentase kontribusi sektor pertanian dalam arti sempit terhadap PDB tidak membuat sektor ini menjadi sektor yang tidak strategis lagi, karena sektor ini masih mampu menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi meskipun dalam beberapa tahun terakhir terjadi penurunan serapan tenaga kerja di sektor ini. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dalam arti sempit pada tahun 2010 sekitar 38,69 juta tenaga kerja atau sekitar 35,76 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional, persentase tersebut terus menurun hingga

4 4 mencapai angka 30,27 persen ditahun 2014, sejalan dengan peningkatan laju penyerapan tenaga kerja disektor non pertanian. Gambar 1.3 berikut menunjukan perkembangan jumlah serapan tenaga kerja di sektor pertanian dalam arti sempit dari tahun 2010 hingga 2014: Ribu Orang Persen Pertanian Non Pertanian Total Tenaga Kerja Angkatan Kerja Nasional Persentase Serapan TK Sektor Pertanian Keterangan: angka tahun 2014 merupanan angka perkiraan Gambar 1.3 Perkembangan Angkatan Kerja Sektor Pertaniandalam Arti Sempit dan Non Pertanian Tahun Sumber: BPS diolah oleh Kementerian Pertanian 2015 Namun, di balik peran strategis sektor pertanian tersebut masih menyisakan persoalan yang cukup besar terkait dengan tingkat kesejahteraan petani sebagai ujung tombak suksesnya pembangunan pertanian. Hal tersebut sekilas dapat dilihat dari besarnya kemampuan sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja yang mencapai angka diatas 30 persen, tidak diikuti dengan besaran kontribusinya terhadap PDB yang hanya mampu mencapai kisaran 9,7-10,5 persen saja selama kurun waktu tersebut. Indikasi adanya persoalan kesejahteraan

5 5 pada sektor pertanian tersebut juga diperkuat oleh Data BPS yang diolah oleh Kementerian Pertanian (2014a) yang menunjukan bahwa di tahun 2013 masih terdapat sekitar 16,66 juta petani miskin atau pengeluarannya berada dibawah garis kemiskinan, yang setara dengan 23,46 persen jumlah Rumah Tangga Pertanian (RTP) di Indonesia dan setara dengan 59,36 persen jumlah penduduk miskin Indonesia. Gambar 1.4 berikut menunjukan perbandingan antara penduduk miskin Indonesia dengan anggota rumah tangga pertanian miskin di Indonesia selama kurun waktu Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) 35,000,000 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 30,020,000 29,130,000 28,066,550 18,003,468 17,606,414 16,660, Persen 5,000, Tahun Penduduk Miskin Indonesia Anggota RTP Miskin Persentase Anggota RTP Miskin Gambar 1.4 Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia dengan Anggota Rumah Tangga Pertanian Miskin Tahun Sumber: BPS diolah oleh Kementerian Pertanian 2014 Apabila dilihat berdasarkan sub sektornya, data Kementerian Pertanian (2014a) menunjukan bahwa pada tahun 2013 konsentrasi kemiskinan di sektor pertanian tertinggi berada di subsektor tanaman pangan. Jumlah penduduk miskin disektor tersebut mencapai jiwa yang setara dengan 66,67 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian dalam arti sempit, disusul berikutnya oleh

6 6 subsektor perkebunan, peternakan dan hortikultura. Jumlah penduduk miskin di sektor pertanian berdasarkan subsektor ditunjukan pada gambar 1.5, berikut: 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000, Tanaman Pangan 12,002,199 11,939,718 11,064,401 Hortikultura 962,844 1,073,095 1,025,389 Perkebunan 3,077,338 3,170,577 3,163,195 Peternakan 1,961,086 1,423,025 1,407,401 Gambar 1.5 Jumlah Penduduk di bawah Garis Kemiskinan menurut Sub Sektor Pertanian dalam arti Sempit, Tahun Sumber: BPS diolah oleh Kementerian Pertanian (2014a) Tingginya angka serapan tenaga kerja sektor pertanian sempit yang tidak diikuti dengan besaran kontribusinya terhadap PDB, dirasa cukup menarik untuk diteliti lebih lanjut, khususnya mengenai kontribusi kinerja kebijakan pemerintah di sektor pertanian terhadap perbaikan kesejahteraan petani, mengingat masih tingginya angka kemiskinan di sektor ini. Agar dapat diteliti secara mendalam, maka penelitian ini akan difokuskan pada subsektor tanaman pangan khususnya komoditas padi dengan pertimbangan bahwa subsektor tanaman pangan merupakan subsektor dengan jumlah penduduk miskin tertinggi diantara subsektor lain, sedangkan komoditas padi dipilih karena data Sensus Pertanian tahun 2013,

7 7 menunjukan bahwa padi merupakan komoditas utama di Indonesia yang diusahakan oleh 79,8 persen petani subsektor tanaman pangan. 1.2 Permasalahan Penelitian Kemiskinan yang dialami sebagian besar petani sebagaimana disebutkan di atas, merupakan masalah serius yang dihadapi sektor pertanian Indonesia. Sutaryono (2013), menyatakan bahwa kemiskinan Petani merupakan permasalahan krusial bangsa yang tak kunjung terselesaikan sebagai sebuah ironi dari Indonesia yang menyebut dirinya sebagai negeri agraris. Saat ini, meskipun tingkat kesejahteraan petani mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia, namun tidak dapat dipungkiri bahwa gambaran kesejahteraan petani bukanlah lukisan cerah dan menyenangkan, kerena jumlah orang atau rumah tangga miskin dengan angka sebesar itu tidak bisa hanya dipandang sebagai sebuah insiden namun merupakan sesuatu yang bersifat struktural dan membutuhkan langkah-langkah drastis untuk menguranginya (Krisnamurthi, 2006). Persoalan kesejahteraan petani tersebut tentulah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk dapat menanganinya, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 yang memberi tanggung jawab kepada negara untuk menjamin kesejahteraan umum termasuk juga petani di dalamnya. Implementasi dari kewajiban negara dalam hal ini pemerintah, dapat dilihat melalui serangkaian kebijakan pertanian yang diambil terkait upaya peningkatan kesejahteraan petani. Kebijakan tersebut diantaranya tertuang dalam UU nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang salah satu tujuannya yaitu mewujudkan kedaulatan

8 8 dan kemandirian petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik. Upaya perlindungan dan pemberdayaan petani yang diamanahkan oleh undang-undang tersebut diantaranya ditempuh melalui upaya: perlindungan lahan pertanian, pemberian subsidi input, serta pengamanan harga komoditas pertanian. Adapun tujuan dari penetapan masing-masing kebijakan tersebut diantaranya yaitu: 1) konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian melalui kebijakan perlindungan lahan pertanian; 2) menciptakan kondisi yang menghasilkan harga komoditas pertanian yang menguntungkan, melalui penerapan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP); serta 3) menyediakan dan/atau mengelola sarana produksi pertanian dengan harga terjangkau dan mudah diakses yang salah satu diantaranya ditempuh melalui penerapan kebijakan subsidi pupuk. Dilihat dari sejarah pembangunan pertanian Indonesia, kebijakankebijakan tersebut bukanlah kebijakan baru. Akhmad (2014) menyatakan bahwa kebijakan tersebut telah diimplementasikan selama periode sebelum krisis ( ) guna memberikan dukungan bagi peningkatan produksi padi dan pendapatan petani, meskipun pada periode ktrisis ( ), pemerintah menghapus semua kebijakan kecuali kebijakan harga dasar gabah dan memberlakukan kembali kebijakan-kebijakan tersebut pasa periode setelah krisis. Sedangkan kebijakan perlindungan lahan pertanian secara khusus telah diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

9 9 Kebijakan-kebijakan tersebut tentunya sedikit banyak telah berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan petani dimasa lampau sehingga kebijakan tersebut tetap dipertahankan hingga saat ini. Namun, apabila dilihat dari nilai tukar petani (NTP) yang selama ini digunakan sebagai indikator kesejahteraan petani, tidak menunjukan peningkatan yang berarti selama beberapa kurun waktu terakhir. Pada kurun waktu 2009 hingga 2016, nilai tukar petani subsektor tanaman pangan (NTPP) memiliki rata-rata pertumbuhan hanya sebesar 0,35 persen per tahun. Apabila dilihat dari indeks harga yang diterima petani yang merupakan salah satu komponen pembentuk NTPP, indeks harga yang diterima petani padi (It padi) yang merupakan komoditas strategis utama Indonesia, memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih baik yaitu sebesar 7,13 persen per tahun. Namun, selama kurun waktu tersebut NTPP sempat beberapa kali menyentuh angka dibawah 100, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.6. Nilai NTPP yang berada berada dibawah 100 tersebut, menunjukan bahwa kenaikan harga hasil produksi yang diterima petani (It) lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga yang harus dibayar petani (Ib) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan biaya produksi usaha taninya, meskipun bila dilihat dari It nya meningkat. Hal tersebut memperlihatkan adanya ketidak sejahteraan petani karena pendapatannya lebih kecil dari pengeluaran yang harus mereka tanggung.

10 10 NTPP dan It Padi Tahun NTPTP IT PADI Gambar 1.6 Perkembangan NTP Tanaman Pangan dan Indeks yang Diterima Petani Padi Tahun Sumber: BPS (2015c) dan BPS (2017b) diolah Nilai NTP Tanaman Pangan beberapa kali menyentuh nilai dibawah seratus dan tingginya kemiskinan disektor pertanian sebagaimana digambarkan diatas, makin menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan petani masih menjadi persoalan. Adapun persoalan yang masih dihadapi petani khususnya petani padi, terkait dengan kesejahteraannya diantaranya disebabkan oleh: luas kepemilikan lahan yang relatif sempit, harga input yang relatif tinggi, serta kondisi pasar komoditas pangan yang masih belum berpihak pada kesejahteraan petani, (Bapenas dan JICA (2013); Darwanto (2005)). Bappenas dan JICA (2013) menyatakan bahwa pendapatan petani secara langsung ditentukan oleh besarnya produksi yang dihasilkan petani yang dipengaruhi oleh tingkat penguasaan lahan dan produktivitas tanaman. Terkait dengan tingkat penguasaan lahan, persoalan yang dihadapi petani saat ini yaitu rendahnya tingkat kepemilikan lahan ditunjukan oleh data Sensus Pertanian 2013 yang menyatakan bahwa dari 98,53 persen (26,14 juta rumah tangga) petani

11 11 pengguna lahan 55,33 persennya merupakan petani gurem dengan tingkat penguasaan lahan di bawah 0,5 ha. Semantara itu rata-rata kepemilikan lahan sawah yang dikuasai per rumah tangga usaha pertanian, menunjukan angka yang masih sangat memprihatinkan yaitu sebesar 0, ha per rumah tangga, meskipun telah mengalami sedikit peningkatan dari sesus sebelumnya di tahun 2003 yang menunjukan angka rata-rata penguasaan lahan seluas 0, ha per rumah tangga (BPS, 2013b). Rendahnya tingkat penguasaan lahan tersebut akan menyulitkan upaya peningkatan kesejahteraan petani, karena rendahnya tingkat penguasaan lahan mengakibatkan usahataninya menjadi tidak efisien (Kemtan, 2015). Selanjutnya terkait produktivitas tanaman, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman yaitu dengan memberikan dukungan input produksi (sarana produksi tanaman) yang optimal, namun persoalannya adalah sebagian petani di Indonesia masih mengalami kendala terkait dengan harga input produksi tersebut. Data Sensus pertanian 2003 menunjukan bahwa 18,40% petani padi masih mengalami kendala mahalnya harga saprotan dan pada sensus pertanian 2013 menunjukan bawa 27,96% petani padi mengalami kendala terkait dengan kenaikan ongkos produksi yang relatif tinggi. Masalah yang dihadapi petani selanjutnya yaitu terkait dengan kondisi pasar yang belum berpihak kepada petani yang tersirat dalam ideologi pangan murah di Indonesia, dimana petani menjadi korban karena harga jual yang belum menguntungkan (Subejo, 2014). Sementara, petani yang miskin harus ikhlas untuk

12 12 lebih miskin, dengan harga murah yang diterimanya agar harga pangan terjangkau dan tetangga yang daya belinya terbatas tetap bisa makan (Machfoeds, 2013). Kondisi kemiskinan sektor pertanian dengan segala persoalannya tersebut, menjadi sebuah ironi apabila dikaitkan dengan serangkaian kebijakan yang telah ditempuh untuk menanganinya. Seharusnya, berbagai persoalan tersebut mampu ditangani dengan kebijakan yang diterapkan, namun persoalan tersebut masih belum terselesaikan hingga saat ini. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan fokus pada kajian mengenai bagaimana kebijakan tersebut mampu memperbaiki tingkat kesejahteraan petani dan apa yang terjadi sebenarnya sehingga persoalan kesejahteraan petani masih muncul hingga saat ini. Oleh karena itu maka pertanyaan dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh kebijakan sektor pertanian khususnya kebijakan perlindungan lahan pertanian, subsidi input, dan harga pembelian pemerintah (HPP), terhadap kesejahteraan petani padi yang digambarkan melalui nilai tukar petani subsektor tanaman pangan (NTPP) dan indeks harga yang diterima petani padi (It padi). 1.3 Keaslian Penelitian Masalah kebijakan sektor pertanian dan kesejahteraan petani khususnya petani padi di Indonesia merupakan issu publik yang cukup menarik untuk diteliti, meskipun kajian tersebut telah banyak dilakukan baik oleh peneliti asing maupun peneliti Indonesia. Meskipun demikian, perbedaan sudut pandang, perbedaan periode waktu serta perbedaan dalam mencermati dan memasukkan variabelvariabel maupun pengunaan data untuk analisis tentunya akan memberikan hasil yang berbeda. Di lain sisi, meskipun menggunakan metode yang sama untuk

13 13 menduga variabel yang sama akan mengkasilkan nilai estimasi yang berbeda apabila dilakukan pada periode waktu berbeda, sudut pandang yang berbeda dan pengunaan jenis data sekunder yang berbeda. Kecermatan untuk melihat perbedaan yang muncul dari penelitian sebelumnya tentang kajian yang serupa, merupakan peluang untuk membahas pengaruh berbagai kebijakan di sektor pertanian terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Beberapa penelitian tentang pengaruh kebijakan sektor pertanian terhadap nilai tukar petani (NTP) dan indikator kesejahteraan lainnya di Indonesia juga telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu: 1. Utami (2000) meneliti mengenai peran pemerintah dalam meningkatkan NTP melalui kebijakan kredit usaha tani serta harga beras terendah dan harga pasar untuk komoditas beras selama kurun waktu Furoida (2007) yang meneliti tentang pengaruh kebijakan harga gabah terhadap NTP dengan menggunakan kurun waktu penelitian tahun Rahayu (2008) yang meneliti tentang dampak kebijakan harga dasar gabah dan harga beras (harga output) serta rasio harga pupuk (harga input) terhadap kesejahteraan petani di Indonesia yang menggunakan kurun waktu tahun Chaeriyah (2001) yang meneliti tentang dampak subsidi sektor pertanian terhadap distribusi pendapatan rumah tangga pertanian dengan menggunakan pendekatan pendapatan rumah tanggga sistem neraca sosial ekonomi tahun 2008.

14 14 Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan berdasarkan celah yang masih bisa diteliti berdasarkan penelitian yang sudah ada. Celah tersebut yaitu bagaimana kebijakan sektor pertanian khususnya kebijakan input dan output pertanian mampu mempengaruhi kesejahteraan petani yang diukur melalui indeks harga yang diterima petani padi (It padi) dan nilai tukar petani subsektor tanaman pangan (NTPP). Kebijakan input pertanian diwakili oleh kebijakan perlindungan lahan pertanian dan kebijakan subsidi pupuk. Selanjutnya kebijakan output pertanian diwakili oleh kebijakan harga pembelian pemerintah. Selain itu, ditambahkan pula variabel diluar kebijakan sektor pertanian yaitu variabel produksi dan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani. Variabel produksi digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur pengaruh kebijakan input karena penerapan kebijakan input selain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani secara langsung juga bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap penerimaan petani. Variabel harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani digunakan sebagai indikator harga pasar yang dipengaruhi oleh kebijakan output pertanian dan jumlah barang yang ditawarkan yang dalam hal ini yaitu jumlah produksi padi. Kebijakan perlindungan lahan pertanian sebagai salah satu indikator input yang digambarkan melalui luasan lahan sawah dipilih karena variabel ini masih belum ada yang meneliti kaitannya dengan It padi dan NTPP. Kebijakan subsidi pupuk khususnya pupuk urea dipilih sebagai indikator input berikutnya karena subsidi pupuk jenis ini mendapat alokasi paling besar dibandingkan pupuk yang

15 15 lainnya. Selanjutnya terkait dengan kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) khususnya HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dipilih sebagai salah satu kebijakan output karena harga di tingkat petani ini dinilai cukup berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan petani dari segi penerimaan karena sebagian besar petani di Indonesia menjual hasil produksinya dalam bentuk gabah kering panen. Beberapa variabel tersebut meskipun telah banyak diteliti namun penggunaan data panel dengan menggabungkan data seksi silang yang terdiri dari 21 provinsi terpilih di Indonesia dengan data time series selama kurun waktu tentunya akan menghasilkan estimasi yang berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui: a. Pengaruh kebijakan input sektor pertanian (kebijakan perlindungan lahan pertanian dan subsidi pupuk) terhadap produksi padi; b. Pengaruh produksi padi dan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) di tingkat petani (kebijakan output) terhadap harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani; c. Pengaruh kebijakan output (HPP GKP ditingkat petani), serta harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebagai indikator harga pasar terhadap indeks harga yang diterima petani padi (It padi) (sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani padi);

16 16 d. Pengaruh kebijakan input (harga eceran tertinggi (HET) pupuk urea) dan kebijakan output (HPP GKP di tingkat petani), serta harga GKP di tingkat petani sebagai indikator harga pasar terhadap nilai tukat petani subsektor tanaman pangan (NTPP) (sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani). 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan mampu memberikan masukan bagi pengambil kebijakan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam mendukung program pembangunan pertanian. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi mengenai pengaruh dari berbagai kebijakan di sektor pertanian yang sudah ada saat ini terhadap peningkatan kesejahteraan petani sebagai pelaku utama dan pelaku usaha serta memberikan rekomendasi kebijakan terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan petani di Indonesia. Informasi tersebut dapat digunakan oleh berbagai pihak diantaranya: 1. Bagi Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam merancang sebuah kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan petani. 2. Bagi pihak lain, dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk pengembangan penelitian sejenis dan sebagai bahan untuk memberikan masukan kepada pemerintah terkait dengan kebijakan di sektor pertanian. 3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan aplikasi dari teori yang diperoleh selama menempuh pendidikan pascasarjana di Universitas Gadjah Mada.

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mayoritas penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/12/32/Th.XVI, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 No. 70/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014 SEBESAR Rp

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 71/12/ Th. XVII, Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI DAN JAGUNG TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di segala bidang merupakan arah dan tujuan kebijakan pemerintah Indonesia. Hakikatnya sosial dari pembangunan itu sendiri adalah upaya peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 70/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN TOTAL BIAYA PER MUSIM

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI JAWA TENGAH TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI JAWA TENGAH TAHUN 2014 No. 75/12/33 Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI JAWA TENGAH TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005 ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005 A. Statistik Pertumbuhan PDB 1. Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertanian dalam arti sempit (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 59/12/36/ Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN

Lebih terperinci

Jakarta, Desember 2006 Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS. Endah Murniningtyas

Jakarta, Desember 2006 Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS. Endah Murniningtyas KATA PENGANTAR Tenaga kerja pertanian (dalam arti luas) merupakan tenaga kerja terbesar dengan jumlahnya mencapai 42,3 juta jiwa pada tahun 2006. Jumlah ini merupakan 44,5 persen dari jumlah tenaga kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan sektor pertanian ini sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005

KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005 KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005 A. Produk Domestik Bruto Pertanian Dua fenomena besar, yaitu krisis ekonomi dan El-nino, yang melanda Indonesia telah menimbulkan goncangan pada hampir semua sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/1/32/Th XVII, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 105,16 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 17/3/32/Th XVII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI FEBRUARI 2015 SEBESAR 105,69 (2012=100)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Di mana kondisi geografis yang berada di daerah tropis dengan iklim, tanah

Lebih terperinci

Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1

Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1 Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1 Dr. Sri Hery Susilowati dan Ir. Supriyati, MS Pendahuluan Sampai saat ini pemerintah masih

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI Oleh Sri Hery Susilowati Supriyati Yulias Nuryatin Riyani Eni Darwati PUSAT

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 70/12/32/Th XVII, 1 Desember PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI NOVEMBER SEBESAR 107,20 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

No. 02/12/81/Th.VIII, 1 Desember 2016

No. 02/12/81/Th.VIII, 1 Desember 2016 No. 02/12/81/Th.VIII, 1 Desember NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU NOVEMBER SEBESAR 100,83, TURUN 0,10 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku pada November adalah sebesar 100,83, atau turun sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau

Lebih terperinci

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Judul Buku : Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Nomor Publikasi : Ukuran Buku : Kwarto (21 x 28 cm) Jumlah Halaman : v + 44 hal Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang Gambar Kulit

Lebih terperinci

No. 02/09/81/Th.VIII,1 September 2016

No. 02/09/81/Th.VIII,1 September 2016 Hari Statistik Nasional, 26 September 2016 No. 02/09/81/Th.VIII,1 September 2016 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU AGUSTUS 2016 SEBESAR 102,28, TURUN 0,84 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN y BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 57/10/32/Th XVII, 1 Oktober PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI SEPTEMBER SEBESAR 105,95 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 32/06/32/Th XIX, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MEI SEBESAR 103,94 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 27/05/72/Th. XVIII, 04 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama April 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 96,52 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama April 2015

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian berperan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.38/08/33/Th.IV, 02 Agustus 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JAWA TENGAH BULAN JULI 2010 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Tengah Bulan Juli 2010 mengalami kenaikan sebesar 1,19

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional karena memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun secara tidak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 23/05/32/Th XIX, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL SEBESAR 102,87 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani VISI KEMENTERIAN PERTANIAN 2015-2019 Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Mengukur KESEJAHTERAAN PETANI EKONOMI Pendapatan, NTP, NTUP NON EKONOMI Terhormat Diperhatikan Dilindungi dibutuhkan

Lebih terperinci

No. 02/01/81/Th.IX, 3 Januari 2017

No. 02/01/81/Th.IX, 3 Januari 2017 No. 02/01/81/Th.IX, 3 Januari 2017 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU DESEMBER SEBESAR 100,67, TURUN 0,15 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku pada Desember adalah sebesar 100,67, atau turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara turun temurun sebagai sumber kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. secara turun temurun sebagai sumber kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan latar belakang negara yang bersifat agraris, memiliki lahan yang terbilang luas serta didukung oleh iklim yang menguntungkan membuat sebagian besar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 34/6/32/Th XVII, 1 Juni 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2015 SEBESAR 102,48 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 07/02/32/Th XIX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2017 SEBESAR 103,25 (2012=100)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/01/32/Th.XIX, 3 Januari PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 104,31 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 25/05/73/Th. XI, 2 Mei 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN APRIL SEBESAR 100,11 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan April sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 18/04/32/Th XIX, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2017 SEBESAR 102,37 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 22/4/32/Th XVII, 1 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2015 SEBESAR 105,45 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang. ELABORASI Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber alamnya yang melimpah. Sumber daya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 36/07/32/Th XIX, 3 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI SEBESAR 104,46 (2012=100) Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 26/5/32/Th XVII, 4 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2015 SEBESAR 102,78 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 48/09/32/Th XIX, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI AGUSTUS SEBESAR 105,37 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 02/1/32/Th XVIII, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER SEBESAR 107,24 (2012=100)

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017

Lebih terperinci

PENYUSUNAN NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN Kata kunci : Nilai Tukar Petani, Fluktuasi Harga, Subsektor.

PENYUSUNAN NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN Kata kunci : Nilai Tukar Petani, Fluktuasi Harga, Subsektor. PENYUSUNAN NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2017 Markus Patiung markuspatiung@uwks.ac.id ABSTRAK Judul Penyusunan Nilai Tukar Petani Kabupaten Bondowoso Tahun 2017 dengan tujuan (1) Mengetahui

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 16/03/73/Th. XI, 1 Maret 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI SEBESAR 101,41 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Februari

Lebih terperinci

No. 02/08/81/Th.VIII,1 Agustus 2016

No. 02/08/81/Th.VIII,1 Agustus 2016 No. 02/08/81/Th.VIII,1 Agustus 2016 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU JULI 2016 SEBESAR 103,14, NAIK 0,13 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku pada Juli 2016 adalah sebesar 103,14, atau naik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 52/09/32/Th XVII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI AGUSTUS SEBESAR 104,11 (2012=100) Nilai

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

No. 02/03/81/Th.IX, 1 Maret 2017

No. 02/03/81/Th.IX, 1 Maret 2017 No. 02/03/81/Th.IX, 1 Maret 2017 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU FEBRUARI 2017 SEBESAR 100,02, NAIK 0,45 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku pada Februari 2017 adalah sebesar 100,02, atau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 38/07/32/Th XVII, 1 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN HARGA BERAS DI PENGGILINGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI SEBESAR 103,08 (2012=100) Nilai Tukar

Lebih terperinci