DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR MANUFAKTUR DI KAWASAN ASEAN+6 DIAN PERTIWI WARDANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR MANUFAKTUR DI KAWASAN ASEAN+6 DIAN PERTIWI WARDANI"

Transkripsi

1 DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR MANUFAKTUR DI KAWASAN ASEAN+6 DIAN PERTIWI WARDANI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Trade Facilitation terhadap Arus Perdagangan Sektor Manufaktur di Kawasan ASEAN+6 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Dian Pertiwi Wardani NIM H

4 ABSTRAK DIAN PERTIWI WARDANI. Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus Perdagangan Sektor Manufaktur di Kawasan ASEAN+6. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI. Trade Facilitation merupakan salah satu mekanisme untuk mendukung kelancaran arus perdagangan sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan antar negara anggota ASEAN dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada Dalam penelitian ini akan dianalisis hubungan variabel trade facilitation terhadap arus perdagangan sektor manufaktur di ASEAN+6. Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif sektor manufaktur di ASEAN+6. Cina merupakan negara yang memiliki daya saing ekspor manufaktur tertinggi, sedangkan Australia merupakan negara yang memiliki daya saing ekspor manufaktur yang paling rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN+6 lainnya pada tahun 2007 hingga Sedangkan model gravitasi data panel digunakan untuk mengestimasi hubungan variabel trade facilitation terhadap arus perdagangan sektor manufaktur di ASEAN+6. Hasil pengolahan data dan analisis menunjukkan bahwa arus perdagangan sektor manufaktur ASEAN+6 dipengaruhi signifikan oleh variabel GDP per kapita negara pengekspor, GDP per kapita negara pengimpor, kurs, jarak ekonomi, port efficiency, custom environment, regulatory environment dan dummy krisis. Kata kunci: ASEAN+6, manufaktur, model gravitasi, RCA, trade facilitation ABSTRACT DIAN PERTIWI WARDANI. The Impact of Trade Facilitation to Trading Flow on Manufactured Sector in ASEAN+6. Supervised by TANTI NOVIANTI. Trade Facilitation is one of the mechanisms to support the trading flows, so the volume of trade between ASEAN member countries in the ASEAN Economic Community (AEC) will increase in 2015.This study analysis the impact of trade facilitation to trading flow on manufactured sector in ASEAN+6. A Revealed Comparative Advantage (RCA) method is used to estimate the performance of comparative advantage on manufactured sector in ASEAN+6. China is the country that has the highest competitiveness on exporting manufacture, while Australia is the country that has the lowest competitiveness on exporting manufacture compared to other countries in ASEAN+6, in 2007 to Meanwhile, gravity panel data model is used to estimate the impact of trade facilitation to trading flow on manufactured sector in ASEAN+6, in 2007 to The results of the estimation and the analysis shows that the trading flow on manufactured sektor in ASEAN+6 is significantly influenced by these variables: GDP per capita of the exporting country, the GDP per capita of the importing country, exchange rate, economic distance, port efficiency, customs environment, regulatory environmentand the dummy crisis. Keywords:ASEAN+6, gravity model, manufactured, RCA, trade facilitation

5

6 DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR MANUFAKTUR DI KAWASAN ASEAN+6 DIAN PERTIWI WARDANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

7

8 Judul Skripsi : Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus Perdagangan Sektor Manufaktur di Kawasan ASEAN+6 Nama : Dian Pertiwi Wardani NIM : H Disetujui oleh Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si Pembimbing I Diketahui oleh Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah perdagangan, dengan judul Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus Perdagangan Sektor Manufaktur di Kawasan ASEAN+6. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing, Dr. Lukytawati Anggraeni selaku dosen penguji utama dan Deni Lubis, MA selaku dosen komisi pendidikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu penulis yang telah mendidik, membesarkan, dan selalu mendoakan setiap saat dengan cinta dan kasih sayang, serta Kak Suci, Kak Wulan, Ashlyn dan Vian atas bantuan, keceriaan dan semangat yang menyertai ketika lelah mengerjakan skripsi. Selain itu, ucapan terima kasih kepada temanteman Ilmu Ekonomi 47, sahabat DNA HIPOTESA, teman sebimbingan (Laura, Rahayu, Ramos dan Pangrio), dan sahabat SMA. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Tika, Arti, Cika, Uke, Heni, Fida, Pupu, Amel, Erlangga, Alfin, Fazri, Dwiki serta seluruh teman-teman JYJ dan DBSK atas dukungan dan bantuan selama menjalankankan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2014 Dian Pertiwi Wardani

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 8 Teori Perdagangan Internasional 8 Teori Daya Saing 10 Trade Facilitation 11 Strategi Pembangunan Perdagangan 12 Faktor-Faktor Penentu Arus Perdagangan 13 Konsep Revealed Comparative Advantage (RCA) 16 Gravity Model dan Metode Regresi Data Panel 17 Tinjauan Penelitian Terdahulu 19 Kerangka Pemikiran 20 METODE 22 Jenis dan Sumber Data 22 Metode Analisis 22 Perhitungan Indeks Indikator Trade Facilitation 23 Analisis RCA (Revealed Comparative Advantage) 23 Analisis Regresi Data Panel 24 Definisi Operasional 29 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 Gambaran Umum Trade Facilitation di Negara-negara Kawasan ASEAN+6 29 Daya Saing Sektor Manufaktur di Negara-negara Kawasan ASEAN+6 34 Dampak Trade Facilitation terhadap Arus Perdagangan di Negara-negara Kawasan ASEAN+6 pada Sektor Manufaktur 38

11 SIMPULAN DAN SARAN 43 Simpulan 43 Saran 44 DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN 48 RIWAYAT HIDUP 56

12 DAFTAR TABEL 1 Nilai ekspor dan nilai impor di Negara-negara ASEAN+6 tahun 2007 dan Kontribusi ekspor sektor manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012 (persen) 4 3 Perkembangan ekspor sektor manufaktur di Negara-negara ASEAN+6 tahun (juta US$) 4 4 Jenis dan sumber data dalam penelitian 22 5 Selang nilai statistik DW dan keputusannya 27 6 Indeks port efficiency di negara-negara kawasan ASEAN+6 pada tahun Indeks custom environment di negara-negara kawasan ASEAN+6 pada tahun Indeks regulatory environment di negara-negara kawasan ASEAN+6 pada tahun Indeks e-business di negara-negara kawasan ASEAN+6 pada tahun Hasil RCA sektor manufaktur ASEAN+6 pada tahun Uji model terbaik (pooled least square, fixed effect model dan random effect model) Hasil estimasi koefisien parameter sektor manufaktur model FEM dengan GLS weighted 40 DAFTAR GAMBAR 1 Kurva perdagangan internasional dan setelah ada trade facilitation 9 2 Kerangka pemikiran 21 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil estimasi pooled least square (PLS) sektor manufaktur dengan menggunakan program Eviews Hasil estimasi fixed effect model (FEM) sektor manufaktur dengan menggunakan program Eviews Hasil estimasi random effect model (REM) sektor manufaktur dengan menggunakanprogram Eviews Hasil uji Chow sektor manufaktur 51 5 Hasil uji Hausman sektor manufaktur 52 6 Hasil estimasi fixed effect model (FEM) dengan GLS weighted sektor manufaktur dengan program Eviews Korelasi antar variabel 54 8 Cross-section effects sektor manufaktur 55

13

14

15 PENDAHULUAN Latar Belakang ASEAN (Association of South East Asian Nation) merupakan kerja sama regional yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan Asia Tenggara, melalui percepatan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan budaya dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan kemitraan, sehingga menjadi landasan terciptanya perdamaian dan kesejahteraan. Negara di kawasan Asia Tenggara yang termasuk dalam ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja. Rencana jangka panjang pembentukan komunitas ASEAN ini terdiri dari tiga pilar, yaitu ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Socio-cultural Community (ASCC). Ketiga pilar tersebut saling berkaitan satu sama lain dan saling memperkuat tujuan pencapaian perdamaian yang berkelanjutan, menjaga stabilitas serta pemerataan kesejahteraan di kawasan Asia Tenggara. Integrasi ekonomi di berbagai kawasan di dunia, mampu memberikan manfaat ekonomi baik bagi pelaku ekonomi maupun perekonomian kawasan. Proses integrasi ekonomi akan mendorong peningkatan kompetisi aktual dan potensial dari negara anggota maupun negara non-anggota, selain itu juga dapat menstimulasi arus perdagangan intra-regional. Menurut Salvatore (1997), perdagangan bebas akan memaksimalkan output dunia dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat di dalamnya. Sementara Stephenson (1994) mengidentifikasikan bahwa liberalisasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya domestik dan meningkatkan akses pasar ke negara lain. Dengan demikian suatu negara akan berusaha membuka dirinya terhadap perdagangan dengan negara lainnya. Integrasi ekonomi ASEAN+6 atau Comprehensive Economic Partnership for East ASIA (CEPEA) yang mencakup kerjasama ekonomi dengan enam negara Asia lain yakni Jepang, Korea Selatan, Cina, India, Australia dan New Zealand, sangat mendukung kesiapan ASEAN dalam menghadapi AEC Tujuan CEPEA adalah untuk meningkatkan integrasi ekonomi di Negara ASEAN+6 dan memperkecil gap pembangunan di antara negara-negara tersebut guna mencapai pembangunan yang berkesinambungan. Adanya mitra kerjasama dengan enam negara yang perekonomiannya cukup berpengaruh terhadap perekonomian ASEAN, diharapkan dapat menjadikan ASEAN Economic Community menjadi single market yang lebih besar, mengingat bahwa populasi CEPEA besarnya 49,6 persen dari populasi dunia dan tujuh kali lebih besar dari populasi EU (CEPEA Report 2008). Peranan negara-negara ASEAN dan mitra dagangnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan ekspor dan impor yang berdampak pada membaiknya perekonomian negara-negara ASEAN dan mitra dagangnya. Total ekspor negaranegara ASEAN+6 pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 247,462 juta, kemudian meningkat menjadi US$ 327,051 juta pada tahun Sedangkan total impor negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 221,006 juta,

16 2 kemudian meningkat menjadi US$ 326,718 jutapada tahun Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kinerja perekonomian pada negara-negara ASEAN+6, seperti yang terdapat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai ekspor dan nilai impor di Negara-negara ASEAN+6 tahun 2007 dan 2012 Negara Ekspor (Juta US$) Impor (Juta US$) China 1,220,059 2,048, ,115 1,818,199 Jepang 714, , , ,843 Korea Rep. 371, , , ,575 Australia 139, , , ,464 New Zeland 26,931 37,305 30,890 38,242 India 145, , , ,976 Indonesia 114, ,032 74, ,691 Singapura 299, , , ,722 Malaysia 175, , , ,196 Thailand 153, , , ,576 Vietnam 48, ,529 62, ,780 Kamboja 3,531 7,838 3,554 7,062 Laos 1,163 3,210 1,886 5,806 Myanmar 8,510 15,429 Filipina 50,466 51,995 57,995 65,349 Brunei Darussalam 13,001 3,572 ASEAN+6 247, , , ,718 Sumber: World Development Indicators 2012 ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu dari tiga pilar konsep ASEAN Integration yang disetujui oleh sepuluh kepala negara yang mewakili sepuluh negara anggota ASEAN dalam Declaration of ASEAN Concord II di Bali pada tahun Tujuan utama dari AEC adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Dalam perkembangan realisasi AEC, telah dilakukan berbagai kerja sama khususnya di bidang perdagangan dan investasi, seperti Preferential Trade Arrangement (PTA, 1977), ASEAN Free Trade Area (AFTA, 1992), ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS, 1995) dan ASEAN Investment Area (AIA, 1998), yang kemudian dilengkapi dengan perumusan sektor prioritas integrasi dan kerja sama di bidang moneter. Semua hal tersebut merupakan perwujudan dari usaha mencapai AEC agar tercapai wilayah ekonomi ASEAN yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dimana terjadi aliran bebas atas barang, jasa, investasi dan modal, pembangunan ekonomi yang merata dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi.

17 Langkah untuk memperkuat kerangka kerja AEC kembali bergulir di 2006 dengan adanya formulasi blue print atau cetak biru yang berisi target dan waktu pencapaian AEC dengan jelas. Dengan mempertimbangkan keuntungan dan kepentingan ASEAN untuk menghadapi tantangan daya saing global, diputuskan untuk mempercepat pembentukan MEA dari 2020 menjadi 2015 (12th ASEAN Summit, Januari 2007), dengan partisipasi sepuluh anggota ASEAN serta enam negara Asia lainnya yaitu Cina, Jepang, Korea, India, Australia dan Selandia Baru (ASEAN+6). Kelompok yang lebih luas ini berfokus pada isu-isu umum untuk peserta yang lebih luas, seperti masalah energi dan lingkungan. Terdapat kemungkinan bahwa ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 akan menjadi pusat dari kerjasama ekonomi Asia Timur. Dimana inti dari kerjasama Asia Timur terletak di ASEAN sebagai "kekuatan pendorong, ASEAN +3 sebagai "kendaraan utama" untuk realisasi akhir komunitas ekonomi Asia Timur, dan East Asia Summit (EAS) sebagai "bagian integral dari kawasan berkembang secara keseluruhan". Jepang menganggap bahwa ASEAN +6 adalah kelompok yang sesuai untuk perdagangan dan investasi kerjasama Asia Timur. Dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diberlakukan tahun 2015, beberapa negara di ASEAN semakin mengoptimalkan ekspor non-migas. Hal ini dilakukan karena ekspor migas yang terus mengalami penurunan sejak tahun 1990-an. Menurunnya ekspor migas tersebut, menyebabkan negara-negara di ASEAN menetapkan kebijakan untuk meningkatkan ekspor non-migas. Hal ini dimaksudkan guna peningkatan penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja maupun penerimaan pajak. Dalam periode , kawasan Asia Timur merupakan kawasan yang disebut sebagai mesin pertumbuhan bagi peningkatan peran negara berkembang dalam pengembangan industri manufaktur (world bank, 2012). Hal ini dapat berdampak pada integrasi ASEAN+6 yang sebagian anggotanya yaitu Cina, Jepang dan Korea Selatan merupakan negara-negara pengekspor manufaktur terbesar, sehingga dapat memacu negara-negara di kawasan ASEAN untuk meningkatkan dayasaing manufakturnya. Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa kontribusi ekspor manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara kawasan ASEAN cenderung tinggi, yaitu diatas 50 persen. Rata-rata tertinggi kontribusi ekspor sektor manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012, terjadi di Korea Selatan, yaitu sebesar persen. Sedangkan rata-rata terendah kontribusi ekspor sektor manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012, terjadi di New Zealand, dengan rata-rata ekspor sebesar persen. Rata-rata kontribusi ekspor sektor manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012 tertinggi dikuasai mitra ASEAN yaitu China, Jepang dan Korea Selatan seperti yang disajikan pada Tabel 2. 3

18 4 Tabel 2 Kontribusi ekspor sektor manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012 (persen) Negara Rata-rata Australia Cina Indonesia India Jepang Korea Selatan Malaysia New Zealand Filipina Singapura Thailand Vietnam Rata-rata Sumber: COMTRADE 2012 (diolah) Perkembangan perekonomian yang terus membaik pada tahun 2007 hingga 2012 menyebabkan ekspor di negara-negara ASEAN+6 juga mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut juga terjadi pada ekspor sektor manufaktur di negara-negara ASEAN+6. Ekspor sektor manufaktur di negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012, rata-rata ekspor tertinggi terjadi di China, dengan setiap tahunnya terjadi ekspor sebesar juta US$. Sedangkan rata-rata ekspor terendah terjadi di New Zealand, dengan rata-rata ekspor sebesar juta US$ pertahun. Rata-rata ekspor terbesar di negara-negara ASEAN+6 dikuasai mitra ASEAN yaitu China, Jepang dan Korea Selatan seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perkembangan ekspor sektor manufaktur di Negara-negara ASEAN+6 tahun (juta US$) Negara Rata-rata Australia Cina Indonesia India Jepang Korea Selatan Malaysia New Zealand Filipina Singapura Thailand Vietnam Rata-rata Sumber: COMTRADE 2012 Rata-rata ekspor sektor manufaktur terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar juta US$. Dimana penurunan ekspor terjadi hampir di semua negara pada tahun tersebut, kecuali India. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor

19 manufaktur juga terkena imbas krisis finansial global pada awal tahun 2008, bahkan krisis lebih terasa pada sektor manufaktur karena memberi tekanan ekonomi pada hampir semua negara di kawasan ASEAN+6. Trade facilitation merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara dan termasuk dalam agenda nasional seperti kesejahteraan sosial, penurunan kemiskinan dan pembangunan ekonomi suatu negara dan masyarakatnya, serta memiliki pengaruh yang signifikan pada daya saing ekonomi suatu negara dan dalam pertumbuhan perdagangan internasional dan pembangunan pasar global. Kebijakan trade facilitation lebih menitikberatkan kepada kemudahan dalam prosedur perdagangan seperti kerjasama dalam melakukan penyeragaman sistem pada kode barang (harmonized system), kesepatan dalam aturan asal barang (rule of origin), national single windows, modernisasi infrastruktur dan administrasi kepabeanan dan manifest kargo pada pelabuhan. Dengan adanya trade facilitation diharapkan dapat meningkatkan volume perdagangan antar negara anggota ASEAN dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada Trade facilitation muncul sebagai isu penting dalam ASEAN Economic Community (AEC). Sebagian besar negara-negara melakukan perubahan luar biasa yang ditujukan pada penurunan biaya transaksi perdagangan. Akan tetapi tidak semua negara menempatkan trade facilitation tersebut dalam memulai perbaikan. Beberapa negara membutuhkan dukungan ekstra untuk memudahkan perdagangan karena mereka kekurangan sumber daya manusia dan sumber daya finansial. Dengan adanya trade facilitation ini akan memudahkan aliran perdagangan antar negara-negara yang melakukan perdagangan, sehingga diharapkan dengan adanya trade facilitation ini perdagangan akan menjadi lebih efisien dan aliran perdagangan menjadi semakin meningkat. 5 Perumusan Masalah Kesiapan dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015 dinilai belum memadai. Dalam menghadapi AEC 2015, beberapa negara di ASEAN semakin mengoptimalkan ekspor non migas. Kontribusi ekspor manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara kawasan ASEAN cenderung tinggi, yaitu diatas 50 persen. Namun kontribusi ekspor sektor manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012 mengalami fluktuasi. Hal tersebut disebabkan oleh masalah logistik dan trade facilitation yang masih jauh dari kapasitasnya untuk mendorong kesiapan negara-negara di ASEAN+6 dalam menghadapi AEC. Beberapa tahun belakangan ini, trade facilitation menjadi isu penting dalam perdagangan internasional. Dalam konfrensi Menteri Perdagangan di Doha tahun 1998 dihasilkan kesepakatan yaitu: WTO akan meningkatkan aspek yang relevan dan mengidentifikasi kebutuhan trade facilitation yang diprioritaskan kepada anggotanya, khususnya negara-negara berkembang dan negara maju. Masalah yang banyak dihadapi negara maju maupun negara berkembang khususnya di kawasan ASEAN+6 dalam trade facilitation adalah masalah terbatasnya infrastruktur, kemacetan (congestion) pergerakan barang, transparansi administrasi, manifest kargo pada pelabuhan dan kurang efektifnya regulasi

20 6 mengenai perdagangan. Permasalahan kemacetan (congestion) pergerakan barang di pelabuhan juga mencakup kelangkaan fasilitas pelabuhan, regulasi dan sumber daya manusia. Hal ini berkaitan dengan clearence time untuk ekspor yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan mulai barang masuk pelabuhan untuk muat sampai barang berangkat dari pelabuhan, serta clearence time untuk impor yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan mulai kapal sandar untuk bongkar barang sampai barang keluar dari pelabuhan. Permasalahan clearence time di sebagian besar negara-negara ASEAN+6 masih tergolong tinggi sehingga mempengaruhi daya saing produk ekspor dan impor Negara tersebut. Tingginya clearence time pada negara-negara ASEAN+6 yang sebagian besar adalah negara sedang berkembang menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan negara ASEAN+6 yang sudah maju seperti Singapura, Cina, Jepang dan Korea Selatan, dimana rata-rata clearence time untuk ekspor tahun 2008 sampai 2012 pada negara-negara ASEAN+6 yang tergolong negara berkembang berada diatas 14 hari sementara negara-negara ASEAN+6 yang tergolong maju berada dibawah 10 hari. Sedangkan pada rata-rata clearence time untuk impor pada negara-negara ASEAN+6 yang tergolong sedang berkembang berada diatas 13 hari dan untuk negara-negara ASEAN+6 yang sudah maju berkisar dibawah 11 hari. Oleh karena itu, perbaikan sistem serta infrastruktur perlu dipercepat untuk meningkatkan daya saing produk industri nasional dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada Menurut TSA (Transpacific Stabilization Agreement 2007), adanya peningkatan kemacetan di pelabuhan Asia disebakan adanya booming perdagangan intra-asia dan Asia- Eropa. Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah berkembang dengan pesat dan memberikan dampak yang positif untuk masyarakat luas. Salah satu konsep yang dinilai sebagai paradigma baru dalam berbisnis adalah e-busines. E- business mengacu kepada definisi e-commerse yang lebih luas, bukan hanya pembelian dan penjualan barang dan jasa tetapi, juga melayani pelanggan, berkolaborasi dengan mitra bisnis, mengadakan e-learning, dan melakukan transaksi elektronik dalam suatu organisasi. Sebagian yang lain memandang e- business sebagai aktifitas apapun selain pembelian dan penjualan di internet, misalnya kolaborasi dan aktivitas intrabisnis. Namun, sistem keamanan e- business lebih beresiko dibandingkan bisnis tradisional, oleh karena itu sangat penting untuk melindungi sistem keamanan e-business dari resiko-resiko yang ada. Selain itu, jumlah orang yang dapat mengakses e-business melalui internet jauh lebih besar dibanding yang mengakses bisnis tradisional. Pelanggan, pemasok, karyawan, dan pengguna lain banyak menggunakan sistem e-business tertentu setiap hari dan mengharapkan rahasia dari informasi mereka tetap aman. Hacker adalah salah satu ancaman besar bagi keamanan e-business. Beberapa hal yang menjadi perhatian pada keamanan sistem e-business adalah adanya pencurian informasi rahasia yang berharga, karena suatu bisnis harus dapat menjaga kerahasiaan informasi agar tetap aman dan hanya dapat diakses oleh penerima yang dimaksud. Kemudian adanya masalah keabsahan data transaksi e- business, karena data dari internet sangat mudah untuk diubah dan disalin. Adanya masalah non-teknis seperti aliran listrik tiba-tiba padam atau jaringan yang tidak berfungsi sehingga menyebabkan gangguan pada pelayanan e-business.

21 Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi umum trade facilitation di negara-negara kawasan ASEAN+6, dalam rangka menuju ASEAN Economic Community (AEC) 2015? 2. Bagaimana daya saing ekspor sektor manufaktur di negara-negara kawasan ASEAN+6? 3. Bagaimana dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+6 pada sektor manufaktur? 7 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan kondisi umum trade facilitation di negara-negara kawasan ASEAN+6, dalam rangka menuju ASEAN Economic Community (AEC) Menganalisis daya saing sektor manufaktur di negara-negara kawasan ASEAN Menganalis dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+6 pada sektor manufaktur. Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran umum trade facilitation dan dampaknya terhadap perdagangan bilateral sektor manufaktur di negara-negara kawasan ASEAN Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan tentang trade facilitation bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. 3. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam orientasi perdagangan internasional. 4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan pada masa yang akan datang. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh trade facilitation terhadap arus perdagangan sektor manufaktur di negara-negara kawasan integrasi ASEAN+6. Penelitian ini dilakukan hanya dalam lingkup perdagangan bilateral diantara negara-negara ASEAN+6 dengan menggunakan data tahunan dari 2007 hingga Keterbatasan data untuk variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian menyebabkan Brunei Darussalam, Kamboja, Laos dan Myanmar tidak dimasukkan dalam analisis penelitian ini, sehingga intra-asean hanya diwakili oleh Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Jepang, Cina, Korea Selatan, India, Australia, dan New Zealand. Arus perdagangan bilateral yang dibahas hanya perdagangan bilateral sektor manufaktur (sumber:

22 8 COMTRADE), yang didefinisikan sebagai komoditas dalam kategori 5 sampai 8 di SITC 1 digit industri dan tidak termasuk kategori 68 (non-ferrous logam). TINJAUAN PUSTAKA Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Menurut Halwani (2005), sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan interrnasional yaitu, terwujudnya suatu kemakmuran bagi masyarakat (faktor pendorong utama), untuk memenuhi kebutuhan (barang/jasa) yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri maupun melalui kegiatan impor, untuk menyebarluaskan dan mengembangkan penggunaan teknologi bagi percepatan pertumbuhan ekonomi, memperoleh dan mengembangkan penggunaan teknologi bagi percepatan pertumbuhan ekonomi dan untuk memperoleh manfaat yang ditimbulkan dengan adanya spesialisasi perdagangan. Sedangkan manfaat dari adanya perdagangan internasional adalah untuk meningkatkan pendapatan Negara, hal ini ditujukan dengan semakin bertambahnya penerimaan devisa umum, yaitu devisa yang diperoleh dari hasil ekspor (manfaat utama), dapat mencukupi kebutuhan barang/jasa yang tidak dapat tau belum mampu diproduksi di dalam negeri, memperlancar kegiatan ekspor dan membantu impor barang-barang yang dibutuhkan industri dalam negeri, meningkatkan industri dalam negeri, meningkatkan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan/perkembangan dunia usaha serta mendorong adanya hubungan ekonomi secara timbal balik. Dalam teori (factor-proportion theory) Eli Hecksher dan Bertil Ohlin menjelaskan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher-Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut. Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Teorema tersebut (H-O-S theorem) menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen,

23 demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan (Salvatore 1997). Integrasi ekonomi regional melalui pembentukan blok perdagangan bebas memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu: efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena diversi perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan sebaliknya (Krugman & Obstfeld 2000). Secara teoritis, suatu negara A akan mengekspor suatu komoditi Z ke negara lain, misal negara B apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 1). Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A terjadi excess supply (kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Jika negara B berkeinginan untuk membeli komoditi Z dari negara lain yang relatif lebih murah. Kemudian terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengah harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. Gambar 1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar P A, sedangkan di negara B sebesar P B. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P A sedangkan permintaan di pasar internasional akan jika harga internasional lebih rendah dari P B. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan P A maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan P B maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi Z sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar Q* 9 Sumber: Salvatore (1997) Gambar 1 Kurva perdagangan internasional dan setelah ada trade facilitation

24 10 Kemudian, secara teoritis trade facilitation sebagai bagian dari kebijakan perdagangan internasional yang bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi perdagangan, meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi perdagangan akan berimplikasi kepada meningkatnya kemakmuran suatu negara. Secara teoritis pengaruh trade facilitation terhadap perdagangan internasional diperlihatkan oleh Gambar 1. Di negara eksportir (negara A), trade facilitation akan menyebabkan supply suatu negara akan semakin meningkat (S A2 ) dari sebelumnya (S A ) dengan harga yang relatif tetap, hal ini dikarenakan pergerakan arus barang ekspor yang semakin baik. Sedangkan di negara importir, penentuan kebijakan trade facilitation yang tepat akan menyebabkan membaiknya arus barang impor sehingga membuat demand suatu negara akan meningkat (D B2 ) dengan harga yang relatif tetap atau dapat lebih rendah dari sebelumnya. Peningkatan supply di negara pengekspor dan demand di negara pengimpor yang saling berdagang akan menyebabkan terbentuknya kurva ES dan ED yang baru yaitu ES 2 dan ED 2 dengan harga yang terjadi di pasar internasional relatif sama atau bahkan lebih rendah dengan harga sebelumnya. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z yang lebih besar dari sebelumnya yaitu sebesar X 2 sedangkan negara B akan mengimpor komoditi Z yang juga lebih besar yakni sebesar M 2. Peningkatan arus barang dalam perdagangan menunjukkan peningkatan kemakmuran baik dari negara pengekspor maupun dari negara pengimpor yang saling berdagang. Peningkatan kurva supply di negara pengekspor (negara A) dan peningkatan kurva demand di negara pengimpor (negara B) akibat peningkatan trade facilitation tergantung dari elastisitas kurva supply dan demand di masingmasing negara. Peningkatan trade facilitation terhadap kurva supply yang lebih elastis di negara pengekspor akan meningkatkan ekspor yang lebih besar. Sedangkan peningkatan trade facilitation terhadap kurva demand yang lebih elastis di negara pengimpor akan meningkatkan impor yang lebih besar. A 2 ) dari sebelumnya (S A ) dengan harga yang relatif tetap, hal ini dikarenakan pergerakan arus barang ekspor yang semakin baik. Dari sisi negara pengekspor peningkatan dalam kebijakan trade facilitation, dilihat dari sisi negara pengekspor akan meningkatkan penawarandengan harga suatu komoditi yang sama bahkan lebih murah sehingga akan meningkatkan surplus perdagangan. Dari sisi negara pengimpor, peningkatan trade facilitation akan meningkatkan permintaan barang impor disebabkan harga barang yang lebih murah, di sisi lain peningkatan permintaan impor akan memotivasi para produsen di suatu negara untuk lebih efisien untuk meningkatkan daya saing produknya. Teori Daya Saing Berdasarkan terminologinya daya saing memiliki makna yaitu produktifitas. Menurut World Economic Forum daya saing merupakan suatu kumpulan institusi, kebijakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktifitas di suatu negara. Sedangkan berdasarkan teori Porter, daya saing adalah produktifitas yang merupakan bagian dari output yang dihasilkan oleh tenaga kerja, capital, dan sumber daya alam disuatu negara. Menurutnya pula,

25 suatu negara akan memperoleh keunggulan dalam daya saing jika perusahaan kompetitif dan mampu meningkatkan kemampuannya serta melakukan inovasi dalam industri perdagangan. Daya saing bersifat dinamis dan berfluktuasi dari waktu ke waktu yang tergantung pada perubahan dari perilaku dasar permintaan, tingkat kompetisi, dan kemampuan dasar yang dimiliki oleh industri di suatu negara. Faktor biaya sangatlah berhubungan dengan daya saing, dimana jika suatu negara dapat memasarkan produk unggulannnya dengan biaya input yang rendah, harga yang rendah dan memiliki kualitas barang yang baik, maka negara tersebut dapat memenangkan kompetisi di pasar global. Selain itu daya saing juga sangat berhubungan erat dengan teknologi, jika suatu industri mampu memiliki teknologi yang canggih maka akan memiliki pertumbuhan dan prospek dagang yang baik. Kemudian jika sektor industri tersebut memiliki insentif terhadap teknologi akan memberikan nilai tambah yang lebih pada produk yang akan dihasilkannya. Adanya teknologi juga akan membuat hambatan masuk yang lebih tinggi bagi pendatang baru. Konsep daya saing yang memiliki dasar produktifitas, selain menjamin adanya daya saing yang lebih tinggi, juga haruslah berkelanjutan. Daya saing yang berkelanjutan harus dituntut untuk mampu menyeimbangkan seluruh komponen triple bottom line, yaitu profit, people, danplanet. Ketiga komponen tersebut haruslah berkaitan satu sama lain. Komponen triple bottom line ini bersifat dinamis yang tergantung pada kondisi dan tekanan sosial, politik, ekonomi, dan sosial. Triple bottom line ini merupakan kerangkan kerja untuk meminimalkan kerusakan pada lingkungan dan gangguan pada manusia yang diakibatkan oleh aktivitas industri. 11 Trade Facilitation Trade facilitation, menurut definisi yang digunakan oleh WTO adalah penyederhanaan dan harmonisasi dari prosedur perdagangan internasional, termasuk, praktek kegiatan dan formalitas yang terlibat dalam mengumpulkan, presentasi, komunikasi dan pengolahan data dan informasi lainnya yang diperlukan untuk pergerakan barang dalam perdagangan internasional. Dalam pengertian sempit, trade facilitation menunjukkan logistik perpindahan barangbarang melalui pelabuhan atau yang lebih efisien melalui perpindahan dokumentasi yang dihubungkan dengan perdagangan antar negara. Dalam pengertian yang lebih luas definisi trade facilitation mencakup lingkungan dimana didalamnya terdapat transaksi perdagangan, transparansi dan profesionalisme bea cukai dan lingkungan pengaturan sebagaimana harmonisasi dari standarisasi dan dikonversikan terhadap peraturan internasional atau peraturan regional. Perpindahan ini difokuskan pada usaha trade facilitation dalam batas pada kebijakan domestik dan struktur institusional dimana pembangunan kapasitas dapat memainkan peranan penting. Sebagai tambahan, integrasi yang cepat dari jaringan teknologi informasi ke dalam perdagangan yang berarti bahwa definisi modern dari trade facilitation memerlukan cakupan konsep teknologi yang baik.

26 12 Dalam menerangkan perluasan definisi trade facilitation, definisi trade facilitation memasukkan secara relatif elemen batas yang konkrit seperti efisiensi pelabuhan dan administrasi bea cukai, dan elemen di dalam batas seperti lingkup kebijakan domestik dan infrastruktur yang memungkinkan pelaksanaan e-bisnis (Wilson et al 2003). Dalam arti yang sempit, trade facilitation dapat didefinisikan sebagai rasionalisasi sistematis prosedur dan dokumentasi untuk perdagangan internasional. Dalam arti yang lebih luas, namun mencakup semua langkah-langkah regulasi yang mempengaruhi aliran impor dan ekspor, namun tidak terbatas pada: a. Pengawasan bea cukai dalam melakukan langkah-langkah untuk memperoleh kepatuhan hukum bea cukai dan regulasi. b. Peraturan teknis untuk memastikan bahwa barang memenuhi standar wajib ditetapkan dalam hukum dan peraturan nasional. c. Inspeksi hewan dan produk hewan dan inspeksi fitosanitasi tanaman dan produk tanaman untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit dan melindungi hewan dan kehidupan manusia. d. Pemeriksaan kualitas kontrol lainnya untuk memastikan bahwa barang tersebut sesuai dengan standar minimum internasional dan standar nasional. Trade facilitation bertujuan untuk meminimalkan biaya transaksi dan kompleksitas perdagangan internasional, dengan tetap menjaga tingkat efisiensi dan efektifitas dalam kontrol pemerintah. Berdasarkan penelitian Wilson et al pada tahun 2003, didapatkan hasil bahwa keuntungan dari penyederhanaan prosedur perdagangan dapat melebihi keuntungan dari liberalisasi perdagangan (misalnya, pengurangan tarif). Kemampuan negara-negara untuk mengirimkan barang-barang dan jasajasa yang tepat waktu pada kemungkinan biaya terendah adalah faktor kunci dari integrasi ke dalam ekonomi dunia. Dengan penghapusan hambatan perdagangan dan ekspansi dalam volume perdagangan, kebijakan yang menghilangkan hambatan non-tarif dan mempercepat pergerakan barang-barang dan jasa melewati batas wilayah seperti trade facilitation yang mengedepankan agenda perdagangan. Selain itu, kelebihan dari trade facilitation merupakan masalah yang penting baik negara sedang berkembang dan negara maju karena dapat berkontribusi pada: a. Pertumbuhan Ekspor b. Meningkatkan Daya Saing c. Meningkatkan Foreign Direct Investmen (FDI) d. Meningkatkan jumlah perusahaan ukuran kecil dan menengah dalam perdagangan internasional. Strategi Pembangunan Perdagangan Trade facilitation lebih baik dipahami dalam konteks strategi pembangunan perdagangan secara keseluruhan yang tujuannya adalah untuk mengembangkan dan memperluas arus perdagangan yang berkelanjutan untuk mendukung pembangunan ekonomi suatu negara. Berdasarkan publikasi dari United Nation tahun 2002, trade facilitation dapat dilihat sebagai salah satu dari

27 empat komponen strategi pembangunan perdagangan yang komprehensif. Empat komponen tersebut antara lain: 1. Trade Facilitation Trade facilitation memberikan kontribusi terhadap strategi pembangunan perdagangan secara keseluruhan dengan mengoptimalkan penggunaan infrastruktur perdagangan dan melakukan promosi perdagangan dengan meningkatkan citra negara sebagai pusat perdagangan yang efisien. Hal ini juga memfasilitasi pembangunan dan pengelolaan hubungan perdagangan dengan membuat peraturan perdagangan dan prosedur yang lebih transparan dan konsisten dengan standar dan konvensi internasional. 2. Infrastruktur Development Pembangunan infrastruktur diperlukan untuk memungkinkan penanganan volume perdagangan yang lebih besar dan meningkatkan diversifikasi barang dan jasa yang diperdagangkan. Ini mencakup penyediaan utilitas dasar seperti listrik dan air serta pengembangan pergudangan, transportasi, pengiriman dan infrastruktur teknologi informasi, dan mengatur badan-badan dan sistem administratif terkait. 3. Trade Promotion Trade Promotion terdiri dari program dan kegiatan untuk mempromosikan dan mengembangkan perdagangan dengan negara lain. Hal ini juga mencakup langkah-langkah yang akan membantu dalam membangun dan meningkatkan partisipasi suatu negara atau perusahaan dalam perdagangan, misi dagang dan kampanye publisitas, serta memberikan informasi dan saran pada prospek, kontak dan akses pasar luar negeri. Secara khusus, hal ini melibatkan bagaimana sebuah negara membantu para eksportir untuk memperluas perdagangan ke pasar luar negeri dan bagaimana membuat produk-produk tersebut memiliki dayasaing yang tinggi di pasar luar negeri. 4. Trade Relations Management Hubungan perdagangan internasional melibatkan pengembangan hubungan perdagangan baik dengan negara lain untuk melindungi kepentingan perdagangan suatu Negara serta untuk menjamin akses pasar untuk barang dan jasa. Ini juga mencakup mengenai isu-isu dalam mengatasi pembatasan produk oleh negara pengimpor. Hubungan perdagangan biasanya dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu hubungan bilateral, hubungan regional (contohnya AFTA) dan hubungan multilateral (contohnya WTO). 13 Faktor-Faktor Penentu Arus Perdagangan 1. Gross Domestic Product Gross Domestic Product (GDP) suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumberdayanya dengan teknologi terbaik yang dimilikinya.

28 14 Jika diasumsikan negara memproduksi komoditi ekspor X, apabila terjadi kenaikan GDP, maka suatu negara akan menambah kapasitas negara untuk memproduksi komoditi X untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Besar perubahan GDP yang terjadi menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara. Adanya peningkatan GDP dan asumsi konsumsi masyarakat sama, maka negara akan mengekspor komoditi X menjadi lebih banyak dari sebelumnya. 2. Tarif Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor (import tariff) dan tarif ekspor (expor tariff). Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada beberapa jenis tarif, yaitu tarif spesifik, tarif ad valorem, dan tarif campuran. Tarif spesifik (specific tariff) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor (misalnya pungutan 3 dolar untuk setiap barel minyak). Tarif ad valorem (ad valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya suatu negara memungut tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap unit mobil yang diimpor). Sedangkan tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari keduanya. Jika mengenakan tarif spesifik maka harga domestik setelah impor yang dikenakan tarif akan memiliki nilai sebesar : dimana : PD = Pm + ts PD = Harga domestik setelah impor yang dikenakan tarif Pm = Harga impor dunia ts = tarif spesifik Sedangkan tarif ad valorem dikenakan pada persentase dari nilai impor. Harga domestik setelah impor yang dikenakan tarif adalah sebesar : PD = Pm (l + ta) dimana : ta = tingkat pajak Keuntungan dari tarif ad valorem adalah dapat menyesuaikan dengan sendirinya dalam periode inflasi, karena ketika mengenakan tarif pada tingkat yang telah ditentukan maka nilai rill dari tarif tersebut akan tetap. 3. Jarak Antara Negara Jarak adalah indikator dari biaya transportasi dalam melakukan perdagangan. Biaya transportasi adalah salah satu faktor penghambat perdagangan internasional. Jarak dapat meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh jarak suatu negara dengan yang lain semakin besar pula biaya transportasi pada perdagangan diantara keduanya sehingga menyebabkan keuntungan yang diterima oleh suatu negara dari perdagangan internasional semakin kecil. Jarak ekonomi memiliki rumus sebagai berikut : DIST country.f = DIST f GDP f n GDP f f=1

29 15 dimana : Dist country.f Dist f GDP f = jarak ekonomi antar negara pada tahun f = jarak geografis antar negara pada tahun f = GDP rill negara pada tahun f 4. Kurs riil Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara dapat memperdagangkan barangbarang ke negara lain. Kurs riil berhubungan negatif dengan arus perdagangan ekspor. Semakin rendah nilai kurs riil maka menunjukkan bahwa harga domestik lebih rendah dibandingkan dengan harga di luar negeri, sehingga ekspor akan meningkat. Kurs riil dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini: Dimana Q adalah kurs riil, S adalah kurs nominal, P adalah tingkat harga domestic dan P* adalah tingkat harga diluar negeri. 5. Dummy krisis Eropa tahun 2010 Suatu model regresi memiliki variabel independen X (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen Y (variabel yang dipengaruhi). Namun, terkadang variabel-variabel penjelasnya dapat bersifat kualitatif. Variabel kualitatif ini yang disebut variabel dummy atau beberapa istilah lainnya, seperti variabel indikator, variabel biner, variabel kategori, dan variabel dikotomi (Gujarati, 2006). Variabel yang sering kali tidak hanya dipengaruhi oleh variabelvariabel yang bisa dikuantifikasi pada beberapa skala yang sudah tertentu (pendapatan, output, biaya, harga) namun ada juga variabel-variabel yang pada dasarnya bersifat kualitatif (jenis kelamin, ras, warna, agama, kebangsaan). Variabel-variabel kualitatif biasanya menunjukkan ada atau tidaknya kualitas atribut. Salah satu metode yang digunakan untuk mengkuantifikasikan atributatribut tersebut adalah dengan membentuk variabel-variabel artifisial yang memperhitungkan nilai-nilai 0 atau 1, 0 menunjukkan ketiadaan suatu atribut dan 1 menunjukkan keberadaan atribut tersebut. Variabel yang diasumsikan dengan nilai 0 dan 1 disebut variabel buatan (variabel dummy). Krisis ekonomi global yang terjadi di Eropa tahun 2010 telah membuat perkembangan ekonomi global mengalami banyak perubahan terutama untuk industri nasional. Oleh sebab itu, krisis Eropa tahun 2010 digunakan sebagai dummy karena diduga dapat mempengaruhi ekspor sektor manufaktur di kawasan ASEAN+6. Berikut ini merupakan faktor-faktor penunjang arus perdagangan yang berkaitan dengan trade facilitation, yaitu: 1. Efisiensi Pelabuhan (Port Efficiency) Efisiensi pelabuhan merupakan salah satu faktor penting dari pengukuran trade facilitation, efisiensi ini biasanya berjalan beriringan dengan pembangunan infrastruktur pelabuhan dimana dengan pembangunan infrastruktur memungkinkan penanganan volume perdagangan yang lebih besar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua analisis untuk membuat penilaian mengenai pengaruh ukuran negara dan trade facilitation terhadap neraca perdagangan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H14102043 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Analisis Kinerja Ekspor Teh Indonesia ke Pasar ASEAN

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya 58 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Perdagangan bebas yang menjadi landasan teori perdagangan internasional dicetuskan pertama kali oleh Smith (1776) dalam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diawal pembentukanya pada 1967, ASEAN lebih ditunjukan pada kerjasama yang berorientasi politik guna pencapaian kedamaian dan keamanan dikawasan Asia Tenggara. Dimulai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional menurut Heckscher-Ohlin merupakan model analisis perdagangan antara dua negara yang mempunyai

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN ANALISIS

V. HASIL DAN ANALISIS 53 V. HASIL DAN ANALISIS 5.1. Analisis Regresi Data Panel Statis Tabel 8 menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel statis pada persamaan (1). Koefisien estimasi yang disajikan merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN

BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode 1980-2009 cenderung fluktuatif (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan dominansi pengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena pembangunan ekonomi mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

2.2. Definisi Produk Makanan dan Minuman Olahan

2.2. Definisi Produk Makanan dan Minuman Olahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Ekspor Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor. Kegiatan ekspor-impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan kegiatan transaksi jual beli antar negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh setiap negara untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap hubungan kerjasama antar negara. Hal ini disebabkan oleh sumber daya dan faktor produksi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Aliran Perdagangan ASEAN dan Negara Anggota ASEAN Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap hasil estimasi model gravity untuk persamaan perdagangan dan

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia,

BAB III METODE PENELITIAN. Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah sembilan negara anggota Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja, Indonesia, Myanmar, Singapura,

Lebih terperinci

INOVASI GOVERNMENTAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

INOVASI GOVERNMENTAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 INOVASI GOVERNMENTAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 1 : 1 Potret Kabupaten Malang 2 Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 3 Kesiapan Kabupaten Malang Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang dicapai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang dicapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu tujuan pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara menandakan berhasilnya

Lebih terperinci

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA By: DR SUTRISNO IWANTONO Board Member of Indonesian Hotel and Restaurant Association Dialogue

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, selain dua sektor lainnya, yaitu sektor pertanian dan sektor jasa. Seiring dengan

Lebih terperinci

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang : BAB 5 PENUTUP Berkembangnya regionalisme yang dipicu dari terbentuknya pasar Uni Eropa (UE) yang merupakan salah satu contoh integrasi ekonomi regional yang paling sukses, telah menarik negara-negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing produk Indonesia khususnya yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI VOLUME IMPOR INDONESIA DARI ASEAN+6 MELALUI MODA TRANSPORTASI LAUT ASTARI DIAH AYUWANGI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI VOLUME IMPOR INDONESIA DARI ASEAN+6 MELALUI MODA TRANSPORTASI LAUT ASTARI DIAH AYUWANGI i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI VOLUME IMPOR INDONESIA DARI ASEAN+6 MELALUI MODA TRANSPORTASI LAUT ASTARI DIAH AYUWANGI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1 Karakteristik Ekspor Negara-Negara ASEAN 2.1.1 Karakteristik Ekspor Indonesia Sebelum tahun 1987, ekspor Indonesia selalu didominasi oleh ekspor migas sebelum akhirnya beralih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat

BAB I PENDAHULUAN. Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat Total inflow (Miliar Dolar AS) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat sejak memasuki era 1990-an. Pertumbuhan remitansi

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG

ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS. Oleh. Baida Soraya /MAG 1 ANALISIS DETERMINAN EKSPOR KARET INDONESIA DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL TESIS Oleh Baida Soraya 117039030/MAG PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore.

DAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore. 5. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian pada analisis Bab IV tentang analisis faktor penentu Foreign Direct Investment otomotif di 5 negara ASEAN, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa research and development,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci