V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Atribut Kritis Pengelolaan Air Baku DAS Babon Penilaian atribut kritis pengelolaan air baku DAS Babon ditetapkan pada tiga dimensi keberlanjutan, yaitu: Dimensi Ekologi, Dimensi Ekonomi, dan Dimensi Sosial dengan atribut dan nilai skoring hasil pendapat para pakar seperti yang terlihat pada Lampiran 1. Atribut yang dinilai oleh para pakar didasarkan pada kondisi eksisting DAS. Analisis-atribut kritis dari masing-masing dimensi dapat dijelaskan sebagai berikut Atribut Kritis Dimensi Ekologi Atribut yang diprakirakan memberikan pengaruh terhadap keberlanjutan dari dimensi ekologi terdiri atas 9 (sembilan) atribut, yaitu: (1) Debit air pada musim kemarau selama lima tahun terkahir; (2) Debit air pada musim penghujan selama lima tahun terkahir; (3) Tingkat kekeruhan air; (4) Kadar BOD; (5) Kadar COD; (6) Kandungan logam berat; (7) Kesesuaian pemanfaatan lahan DAS Babon Semarang; (8) Kondisi daerah resapan air di DAS bagian hulu; dan (9) Tingkat pemanfaatan lahan di sekitar badan sungai Babon. Untuk mengetahui atribut-atribut kritis yang mempengaruhi keberlanjutan pada dimensi ekologi tersebut, dilakukan analisis leverage. Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh lima (5) atribut yang sensitif terhadap keberlanjutan dimensi ekologi, yaitu: (1) Kadar COD; (2) Debit air pada musim kemarau selama lima tahun terkahir; (3) Kandungan logam berat; (4) Kesesuaian pemanfaatan lahan DAS Babon Semarang; dan (5) Kadar BOD. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 20.

2 Attribute 106 Atribut pengungkit yang perlu segera diperbaiki Tingkat pemanfaatan lahan disekitar badan sungai 0.99 Kondisi daerah resapan air DAS bagian hulu 1.84 Kesesuaian pemanfaatan lahan DAS 3.62 Kandungan logam berat 3.79 kadar COD 4.47 kadar BOD 3.54 Tingkat kekeruhan air Debit air pada musim hujan selama lima tahun terakhir Debit air pada musim kemarau selama lima tahun terakhir Atribut Kritis dari Aspek Ekologi Gambar 20 Peran masing-masing atribut aspek ekologi yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square (RMS) Kadar COD Chemical oxygen demand (COD) merupakan total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi (non biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut Kadar COD memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Kadar COD terkait dengan kualitas air sungai di DAS Babon telah jauh di atas ambang batas, dimana rata-rata besaran konsentrasi beban pencemar (kadar COD) yang masuk ke Sungai Babon adalah sebesar kg/tahun, sedangkan besaran konsentrasi beban pencemar yang diperbolehkan masuk ke Sungai Babon (kg/tahun) adalah sebesar kg/tahun (Bappedalda Semarang 1996/1997). Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Bappedalda Semarang pada tahun 2005 terhadap 14 (empat belas) titik sampel menunjukkan bahwa sebagian besar

3 107 nilai COD melebihi ambang batas yang diijinkan. Tingginya nilai COD berasal dari buangan limbah cair industri dan rumah tangga mengandung berbagai senyawa yang sulit terurai sehingga akan menyebabkan nilai COD lebih tinggi dari BOD (Kristanto 2005). Penggunaan desinfektan dalam rumah tangga saat ini cukup banyak digunakan antara lain penggunaan pembersih lantai, sabun mandi, dan sabun cuci yang di dalamnya terdapat desinfektan. Besarnya konsentrasi beban pencemar (polutan COD) yang masuk ke Sungai Babon sangat dipengaruhi oleh keberadaan aktivitas industri yang terdapat di wilayah DAS Babon, seperti industri penyamak kulit, tekstil, pulp, kertas, serta cold and storage yang merupakan sumber potensi sebagai pencemaran di Sungai Babon. Selain kondisi tersebut, peruntukan air sungai di wilayah DAS Babon juga dipengaruhi oleh aktivitas kegiatan penduduk seperti (MCK), pertanian (penggunaan pupuk/pestisida/insektisida), penambangan, perikanan, dan industri Debit Air pada Musim Kemarau Selama Lima Tahun Terkahir Debit air sungai adalah, tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Debit air merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan suatu DAS. Debit air sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Intensitas hujan, (2) Pengundulan hutan, (3) Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian, (4) Intersepsi, dan (5) Evaporasi dan transpirasi. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut debit air pada musim kemarau selama lima tahun terakhir memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa debit air badan sungai di DAS Babon telah terjadi penurunan lebih dari 50%. Perubahan fungsi lahan di sekitar DAS babon yang tidak sesuai dengan peruntukannya seperti pembangunan perumahan menyebabkan dampak terhadap fungsi dari ekologi DAS berupa penyempitan lebar sungai dan pendangkalan. Permasalahan yang menonjol di DAS Babon pada musim kemarau adalah debit air. Pada musim kemarau debit sungai mengecil, sehingga akan berdampak pada

4 108 akumulasi berbagai bahan polutan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas air. Kegiatan pembangunan di dalam DAS akan berdampak pada komponen hidrologi, seperti koefisien aliran permukaan, koefisien regim sungai, nisbah debit maksimum-minimum, kadar lumpur, laju, frekuensi dan periode banjir serta keadaan air tanah (Wibawa 2010). Bangunan rumah, industri, dan kurangnya hutan di sekitar sungai menyebabkan pendangkalan dan menurunnya debit air sungai. Fluktuasi debit juga mengalami peningkatan yang besar, banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau merupakan bukti rusaknya kondisi wilayah hulu seperti yang terjadi pada DAS Citarum (Tampubolon 2007) Kandungan Logam Berat Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Dampak logam berat secara langsung sangat merugikan organisme perairan dan secara tidak langsung berbahaya terhadap kesehatan masyarakat. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut kandungan logam berat memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pencemaran dan atau kandungan terhadap kualitas air badan sungai di DAS Babon telah jauh di atas ambang batas, dimana rata-rata besaran konsentrasi beban pencemar (kandungan logam berat) yang masuk ke Sungai Babon adalah berkisar antara kg/tahun, sedangkan besaran konsentrasi beban pencemar yang diperbolehkan masuk ke Sungai Babon (kg/tahun) adalah berkisar antara kg/tahun (Bappedalda Semarang, Tahun 1996/1997). Besarnya kandungan logam berat yang masuk ke Sungai Babon sangat dipengaruhi oleh keberadaan aktivitas industri yang terdapat di wilayah DAS Babon, seperti: industri penyamak kulit, tekstil, pulp dan kertas, serta cold and storage yang merupakan sumber potensi sebagai pencemaran di Sungai Babon. Aktivitas pertambangan, peleburan, penyulingan minyak, dan penggunaan bahan bakar dapat menimbulkan pencemaran logam berat yang masuk ke lingkungan perairan. Penggunaan pembasmi hama dan pembuangan limbah

5 109 pabrik dan rumah tangga yang banyak menggunakan logam dapat pula menyebabkan pencemaran lingkungan Kesesuaian Pemanfaatan Lahan DAS Babon Semarang Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di sekitar DAS Babon memberikan pengaruh terhadap perubahan tataguna lahan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap sistem hidrologi yang ada terkait dengan ketersediaan air di DAS Babon. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut kesesuaian pemanfaatan lahan memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kesesuaian pemanfaatan lahan di wilayah Das Babon tidak sesuai. Kondisi lahan di sekitar DAS Babon pada umumnya berupa lahan tegalan atau lahan kering, hutan negara, dan sawah irigasi. Namun demikian seiring dengan bertambahnya waktu dan jumlah penduduk, lahan tersebut banyak beralih fungsi menjadi perumahan, pemukiman, dan industri. Kondisi tersebut menyebabkan tekanan yang besar terhadap sumberdaya alam dan lingkungan di sekitar DAS Babon terutama terhadap perubahan lahan dan konversi hutan di daerah hulu Kadar BOD BOD sering digunakan untuk menentukan karakteristik zat polutan dalam limbah cair, maka BOD bisa digunakan untuk mengetahui kekuatan suatu pencemar dan secara tidak langsung juga datanya dapat menentukan perkiraan kadar bahan organik yang terdapat pada suatu limbah. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut Kadar BOD memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kadar BOD terkait dengan kualitas air sungai di DAS Babon telah jauh di atas ambang batas, dimana rata-rata besaran konsentrasi beban pencemar (kadar BOD) yang masuk ke Sungai Babon adalah sebesar kg/tahun, sedangkan besaran konsentrasi beban pencemar yang diperbolehkan masuk ke

6 110 Sungai Babon (kg/tahun) adalah sebesar kg/tahun (Bappedalda Semarang, Tahun 1996/1997). Besarnya konsentrasi beban pencemar (polutan BOD) yang masuk ke Sungai Babon sangat dipengaruhi oleh keberadaan aktivitas industri yang terdapat di wilayah DAS Babon, seperti industri penyamak kulit, tekstil, pulp dan kertas, serta cold and storage yang merupakan sumber potensi sebagai pencemaran di Sungai Babon. Selain kondisi tersebut, tingginya nilai BOD diduga berasal dari buangan limbah cair rumah tangga di sepanjang bantaran sungai dan aktivitas pertanian di daerah hulu Atribut Kritis Dimensi Ekonomi Atribut yang diprakirakan memberikan pengaruh terhadap keberlanjutan pada dimensi ekonomi terdiri atas 10 (sepuluh) atribut, yaitu: (1) Biaya produksi pengolahan air minun; (2) Tingkat keuntungan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM); (3) Tingkat pemenuhan permintaan konsumen; (4) Subsidi yang diterima; (5) Pangsa pasar (demand); (6) Teknologi pengolahan air minum; (7) Tingkat efisiensi pengolahan air minum; (8) Kebutuhan modal untuk pengembangan perusahaan air minum; (9) Ketersediaan dana untuk kegiatan pelestarian lingkungan; (10) Transfer cost untuk biaya pengelolaan lingkungan antar stakeholders. Untuk mengetahui kondisi yang mempengaruhi keberlanjutan pada dimensi ekonomi tersebut, dilakukan analisis leverage. Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh 5 (lima) atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi, yaitu: (1) Pangsa pasar (demand); (2) Tingkat keuntungan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM); (3) Subsidi yang diterima; (4) Kebutuhan modal untuk pengembangan perusahaan air minum; dan (5) Ketersediaan dana untuk kegiatan pelestarian lingkungan. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 21.

7 Attribute 111 Atribut Pengungkit yang perlu segera diperbaiki Transfer cost untuk biaya pengelolaan lingkungan Ketersediaan dana untuk pelestarian lingkungan kebutuhan modal untuk pengembangan perusahaan air miunum Tingkat efisiensi pengolahan air minum Teknologi pengolahan air minum 1.50 Permintaan air minum 5.74 Subsidi yang diterima 2.67 Tingkat pemenuhan permintaan konsumen 0.65 Tingkat keuntungan PDAM 3.14 Biaya produksi pengolahan air minum 0.03 Atribut Kritis dari Aspek Ekonomi Gambar 21 Peran masing-masing atribut aspek ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square (RMS) Pangsa Pasar Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut pangsa pasar memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekonomi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pangsa pasar terkait dengan jumlah pelanggan (konsumen) dan atau tingkat permintaan (demand) air di wilayah DAS Babon masuk dalam peringkat besar. Kondisi tersebut dapat dilihat dari jumlah pelanggan sebanyak sambungan rumah dengan tingkat cakupan pelayanan 55.46%, dan dalam sehari air dapat mengalir mencapai m 3. Angka itu sebenarnya melebihi kebutuhan warga kota yang mencapai m 3 per harinya. Sedangkan jumlah pelanggan layanan swasta, seperti sektor usaha yang meliputi hotel dan industri mencapai 80%. Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aspek pangsa pasar. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa para pelanggan sering mengeluhkan pelayanan PDAM yang kurang profesional misalnya air selalu macet, air kotor, pipa sering bocor tidak segera diperbaiki sehingga sering macet, air sering mati, air sering tidak mengalir dan sistem yang buruk dalam pengelolaan air.

8 Tingkat Keuntungan Perusahaan Daerah Air Minum Secara umum PDAM berbeda dengan perusahaan swasta murni yang selalu berorientasi pada keuntungan. Namun demikian dalam menjalankan fungsinya PDAM harus mampu membiayai sendiri dan harus berusaha mengembangkan tingkat pelayanannya disamping mampu memberikan sumbangan pembangunan kepada Pemda. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut tingkat keuntungan perusahaan memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekonomi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa tingkat keuntungan perusahaan terkait dengan usaha pemanfaatan sumber air baku bersih telah jauh di atas titik impas. Kondisi tingkat keuntungan yang diperoleh tersebut dapat dilihat dari Jumlah pemakaian air melalui PDAM Kota Semarang dalam kurun waktu tahun 2004 sampai dengan 2008, yaitu sebesar 7.17% atau sebanyak pelanggan dari jumlah keseluruhan pelanggan yang ada sebanyak dengan nilai penjualan air sebesar Rp ,- pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp ,- pada tahun 2008, atau sebesar 27.98% (BPS Kota Semarang 2009). Mengingat tidak adanya subsidi, dan beban produksi yang sangat besar serta kewajiban membayar hutang menyebabkan keuntungan yang diperoleh menjadi lebih kecil sehingga sumbangan PAD tidak signifikan. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Subsidi yang diterima perusahaan terkait dengan usaha kondisi tersebut di atas disebabkan biaya produksi yang terus mengalami kenaikan setiap tahun. Setiap bulan PDAM selalu mendistribusikan air sebesar m 3 (10.57%) atau Rp 815 juta dari biaya produksi langsung kepada berbagai institusi sosial dan umum. Selanjutnya tingkat kebocoran setiap bulan mencapai 46-49% atau Rp 3.3 miliar Rp 3.5 miliar. Dengan demikian subsidi yang ditanggung PDAM Kota Semarang setiap bulan 43%. Beban tersebut sangat membebani keuangan PDAM sehingga menyebabkan pemanfaatan sumber air baku bersih sangat tinggi PDAM terus merugi (Radar Semarang 2010).

9 Subsidi yang Diterima Subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut subsidi yang diterima perusahaan memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekonomi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa subsidi yang diterima perusahaan terkait dengan usaha pemanfaatan sumber air baku bersih sangat tinggi. Kondisi tersebut di atas disebabkan biaya produksi yang terus mengalami kenaikan setiap tahun. Setiap bulan PDAM selalu mendistribusikan air sebesar m 3 (10.57%) atau Rp 815 juta dari biaya produksi langsung kepada berbagai institusi sosial dan umum. Selanjutnya tingkat kebocoran setiap bulan mencapai 46-49% atau Rp 3.3 milyar Rp 3.5 milyar. Dengan demikian subsidi yang ditanggung PDAM Kota Semarang setiap bulan 43%. Beban tersebut sangat membebani keuangan PDAM sehingga menyebabkan PDAM terus merugi (Radar Semarang 2010) Kebutuhan Modal untuk Pengembangan Perusahaan Air Minum Modal adalah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut. Modal biasanya menunjuk kepada kekayaan finansial, terutama dalam penggunaan awal atau menjaga kelanjutan bisnis. Kebutuhan modal dalam pengembangan usaha perusahaan air minum mutlak dibutuhkan. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut kebutuhan modal untuk pengembangan perusahaan memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekonomi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kebutuhan modal untuk pengembangan perusahaan terkait dengan usaha pemanfaatan sumber air baku bersih adalah tersedia. Kebutuhan modal menjalankan kegiatan usaha pemanfaatan sumber air baku telah tersedia, akan tetapi yang dibutuhkan saat ini sangat besar yang digunakan untuk analisis laboratorium, perawatan instalasi, bendungan, meter air, dan biaya

10 114 operasional lainnya. Pencemaran air sungai (sumber air baku) akan meningkatkan kebutuhan bahan kimia, kebutuhan akan peralatan pengolahan (water treatment plant) yang lebih canggih akan menimbulkan biaya yang besar. Kondisi ini akan menaikkan harga jual sehingga menurunkan margin keuntungan dan di sisi lain menurunkan pangsa pasar (market share) konsumen air. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain untuk menambah modal guna mengembangkan usaha perusahaan air minum Ketersediaan Dana untuk Kegiatan Pelestarian Lingkungan Pemasokan air dengan kualitas dan kuantitas yang baik terutama bagi orang di daerah hilir, terbatasnya pengetahuan masyarakat dalam teknik budidaya dan pola pengelolaan lahan, dan aktivitas masyarakat lainnya diduga sebagai pendorong terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas air sungai sebagai sumber air baku. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk menyelamatkan DAS melalui rehabilitasi dan konservasi terutama di daerah hulu. Untuk melakukan kegiatan tersebut diperlukan suatu dana yang besar dan waktu yang dibutuhkan cukup lama. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut ketersediaan dana untuk kegiatan pelestarian lingkungan memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekonomi dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa ketersediaan dana untuk kegiatan pelestarian lingkungan terkait dengan usaha pemanfaatan sumber air baku bersih adalah kurang tersedia. Keterbatasan pembiayaan pemerintah untuk pengelolaan DAS merupakan faktor yang dominan dalam upaya menekan laju degradasi kualitas lingkungan. Pendekatan pembiayaan pengelolaan lingkungan yang selama ini didasarkan pada polluters pay principle belum memadai sehingga perlu dikembangkan pemberian charge pada pengguna jasa lingkungan (users pay principle). Dengan demikian pembiayaan pengelolaan lingkungan merupakan tanggungjawab semua pihak (multi stakeholders). Pelibatan pengguna jasa lingkungan (di wilayah hilir) seperti rumahtangga, industri, dan pertanian dalam menyediakan biaya konservasi produktif (di wilayah hulu) merupakan alternatif yang sangat konstruktif dalam pembiayaan pengelolaan DAS (Agus et al. 2004).

11 Atribut Kritis Dimensi Sosial Atribut-atribut yang memberikan pengaruh terhadap keberlanjutan dimensi sosial terdiri atas 11 (sebelas) atribut, yaitu: (1) Tingkat keluhan (masyarakat) pelanggan terhadap PDAM; (2) Tingkat keluhan masyarakat terhadap ketersediaan air baku; (3) Frekuensi konflik pemanfaatan sumber air baku; (4) Ketersediaan kelompok masyarakat dalam pengelolaan air; (5) Ketergantungan kelompok masyarakat terhadap tokoh panutan; (6) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan kebutuhan air minum; (7) Ketersediaan aturan hukum/adat/agama; (8) Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air baku dari DAS Babon untuk kebutuhan non domestik; (9) Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air baku dari DAS Babon untuk kebutuhan air minum (domestik); (10) Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air minum dari PDAM; dan (11) Pemahaman dan keperdulian masyarakat terhadap kelestarian SDA. Untuk mengetahui kondisi yang mempengaruhi keberlanjutan pada dimensi sosial tersebut, selanjutnya dilakukan analisis leverage. Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh 5 (lima) atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial, yaitu: (1) Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air minum dari PDAM; (2) Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air baku dari DAS Babon untuk kebutuhan non domestik; (3) Pemahaman dan keperdulian masyarakat terhadap kelestarian SDA; (4) Tingkat keluhan masyarakat terhadap ketersediaan air baku dan (5) Ketergantungan kelompok masyarakat terhadap tokoh panutan. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 22.

12 Attribute 116 Atribut Pengungkit yang perlu segera diperbaiki Pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian SDA Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap air baku untuk air minum Ketersediaan hukum/adat/agama Ketergantungan kelompok masyarakat terhadap tokoh panutan Frekuensi konflik Pemanfaatan air baku Tingkat keluhan pelanggan terhadap PDAM 0.02 Atribut Kritis dari Aspek Sosial Gambar 22 Peran masing-masing atribut aspek sosial yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square (RMS) Tingkat Ketergantungan Masyarakat terhadap Sumber Air Minum dari PDAM Kebutuhan ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan tingkat penambahan jumlah penduduk. Air menjadi kebutuhan primer yang diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum, masak, mandi sampai kebutuhan pengolahan industri, sehingga fungsi air tidak hanya terbatas untuk menjalankan fungsi ekonomi saja, namun juga sebagai fungsi sosial. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut ketergantungan masyarakat terhadap sumber air minum dari PDAM memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi sosial dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap sumber air minum dari PDAM terkait dengan pemanfaatan sumber air baku bersih adalah rendah. Rendahnya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air minum dari PDAM sangat dipengaruhi oleh jangkauan dan distribusi jumlah penduduk yang ada di wilayah DAS Babon. Tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumber air minum dari PDAM sebagian besar terdapat pada daerah hilir,

13 117 khususnya penduduk yang bertempat tinggal di kota. Bila melihat dari distribusi kepadatan penduduk, maka persentase jumlah penduduk pada wilayah hulu sebesar 32.53% atau sebesar atau jiwa, dimana jangkauan dan atau pelayanan sambungan air bersih PDAM dapat dikatakan tidak terjangkau. Tingkat ketergantungan sumber air bersih dari PDAM untuk wilayah hilir dapat dilihat dari jumlah pelanggan PDAM Kota Semarang, yaitu mencapai sambungan rumah dengan tingkat cakupan pelayanan sebesar 55.46%, dan dalam sehari air dapat mengalir mencapai m 3. Angka itu sebenarnya melebihi kebutuhan warga kota yang mencapai m 3 per harinya (Wulandari 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan sumber air bersih dari PDAM untuk wilayah hilir, khususnya Kota Semarang sangat tinggi Tingkat Ketergantungan Masyarakat terhadap Sumber Air Baku dari DAS Babon untuk Kebutuhan Non Domestik Menurut Bappedal Provinsi Jawa Tengah (2005) tipe tata guna lahan di sekitar DAS Babon terdiri atas sawah, tegalan/lahan kering, hutan negara, dan pemukiman yang meliputi: pemukiman, industri, dan daerah urban. Penggunaan air di DAS Babon selain digunakan untuk air baku PDAM Kota Semarang juga digunakan untuk pengairan/irigasi. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air baku untuk kebutuhan non domestik memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi sosial dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air baku untuk kebutuhan non domestik terkait dengan pemanfaatan sumber air baku air minum adalah rendah. Penggunaan air untuk irigasi berasal dari Bendung Puncang Gading dengan kapasitas l/detik dan Bendung Karang Roto dengan kapasitas 100 l/detik. Tingkat ketergantungan masyarakat di sekitar DAS Babon untuk pengairan cukup tinggi. Namun demikian seiring dengan pesatnya pembangunan dan meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan perubahan lahan persawahan menjadi permukiman dan industri yang berakibat pada pencemaran perairan dan terjadinya sedimentasi sehingga menyebabkan tingkat penggunaan air DAS Babon untuk irigasi menjadi lebih kecil.

14 Pemahaman dan Keperdulian Masyarakat terhadap Kelestarian Sumberdaya Alam (SDA) Peran DAS Kali Babon terhadap Kota Semarang dan sekitarnya antara lain adalah sebagai sumber air untuk keperluan pertanian, sumber air baku untuk air minum, daerah tangkapan air, dan pengendali banjir. Peran tersebut saat ini terancam oleh mulai menurunnya kualitas DAS Kali Babon akibat kegiatankegiatan penduduk yang cenderung merusak lingkungan DAS Kali Babon. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut pemahaman dan keperdulian masyarakat terhadap kelestarian SDA memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi sosial dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pemahaman dan keperdulian masyarakat terhadap kelestarian SDA terkait dengan pemanfaatan sumber air baku bersih adalah cukup perduli. Pembuangan limbah industri dan limbah domestik menimbulkan pencemaran air sungai; Kegiatan penggalian bahan galian golongan C yang cenderung merusak badan Kali Babon dan memicu terjadinya tanah longsor; Penebangan pohon-pohon di hulu Kali Babon turut memberikan andil dalam menyumbangkan banjir ke Kota Semarang; dan pengelolaan bantaran sungai atau daerah sempadan sungai yang tidak sesuai dengan ketentuannya dan berbagai aktivitas manusia yang merusak lainnya merupakan gambaran bahwa masih rendahnya tingkat pemahaman dan keperdulian masyarakat terhadap kelestarian SDA Tingkat Keluhan Pelanggan Air Minum Sistem pelayanan yang baik terhadap para pelanggan akan memberikan citra produk yang baik yang pada akhirnya sangat mempengaruhi tingkat permintaan atas produk atau jasa yang ditawarkan. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut tingkat keluhan pelanggan air minum memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi sosial dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa tingkat keluhan pelanggan air minum terkait dengan pemanfaatan sumber air baku bersih adalah rendah

15 119 Air sering macet berhari-hari tanpa pemberitahuan jelas, air kotor, dan keluhan yang tidak segera ditangani merupakan fenomena permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan PDAM. Berdasarkan pada hasil opname di lapang diperoleh gambaran bahwa rata-rata keluhan pelanggan di antaranya adalah: meteran belum dicatat sehingga tidak ada pedoman yang jelas untuk bayar tagihan rekening air, pipa bocor tidak segera diperbaiki sehingga sering macet, air sering mati, air sering tidak mengalir, dan sistem yang buruk dalam pengelolaan air. Kurang berkualitasnya layanan PDAM pada pelanggan dapat dilihat dari tekanan air yang rendah, aliran tidak kontinyu, tingginya angka kebocoran dalam system perpipaan (unaccounted for water), dan tidak digarapnya pasar potensial (Suhandjaja 2006) Ketergantungan Kelompok Masyarakat terhadap Tokoh Panutan Perwujudkan kearifan lokal masyarakat terhadap lingkungan dapat dialami dalam nilai sosial, norma adat, etika, sistem kepercayaan, pola penataan ruang tradisional, serta peralatan dan teknologi sederhana ramah lingkungan yang diterapkan. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa atribut ketergantungan kelompok masyarakat terhadap tokoh panutan memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi sosial dengan nilai sebesar Kondisi tersebut menggambarkan bahwa ketergantungan kelompok masyarakat terhadap tokoh panutan terkait dengan pemanfaatan sumber air baku bersih tidak tinggi. Ini menunjukkan tingkat kemandirian mereka cukup tinggi Dari opname di lapang diperoleh gambaran bahwa upaya untuk mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam melakukan pengelolaan lingkungan di sekitar DAS Babon membutuhkan kesabaran karena proses mengikutsertakan masyarakat secara aktif membutuhkan waktu lama, yang menggunakan metode yang berpusat pada peserta/masyarakat akan menggali penyadaran, pengetahuan dan keterampilan. Ketergantugan masyarakat di sekitar DAS Babon terhadap tokoh masyarakat untuk melakukan pengelolaan lingkungan masih cukup tinggi. Hal tersebut terbukti dengan turut andilnya tokoh masyarakat terkait beberapa kegiatan yang ada di sekitar DAS.

16 Strategi Peningkatan Pengelolaan Air Baku DAS Babon Strategi pengelolaan air baku DAS Babon dilakukan menggunakan analisis prospektif yang bertujuan untuk memprediksi kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan pengelolaan DAS Babon. Analisis prospektif dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: (1) mengidentifikasi faktor kunci di masa depan, (2) menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama, dan (3) mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan di masa depan sekaligus menentukan strategi pengembangan wilayah secara berkelanjutan sesuai dengan sumberdaya. Penentuan faktor-faktor kunci dalam analisis diambil dari faktor-faktor kunci yang sensitif berpengaruh pada kinerja sistem hasil analisis keberlanjutan. Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh 15 faktor (atribut) yang sensitif dan selanjutnya diajukan kepada pakar untuk dinilai dan selanjutnya dianalisis prospektif. Hasil analisis prospektif diperoleh 5 (lima) faktor kunci seperti tertera pada Tabel 22. Tabel 22 Atribut-atribut yang berpengaruh dalam pengelolaan air baku DAS Babon No. Faktor Analisis Keberlanjutan Dimensi Ekologi (5 Faktor Kunci) 1. Kadar COD. 2. Debit air pada musim kemarau selama lima tahun terakhir. 3. Kandungan logam berat. 4. Kesesuaian pemanfaatan lahan DAS Babon. 5. Kadar BOD. Dimensi Ekonomi (5 Faktor Kunci) 6. Pangsa pasar. 7. Tingkat keuntungan PDAM. 8. Subsidi yang diterima. 9. Kebutuhan modal untuk pengembangan perusahaan air minum. 10. Ketersediaan dana untuk kegiatan pelestarian lingkungan. Dimensi Sosial Budaya (5 Faktor Kunci) 11. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air minum PDAM. 12. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air DAS Babon untuk kebutuhan non domestik. 13. Pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian SDA. 14. Tingkat keluhan masyarakat terhadap ketersediaan air baku. 15. Ketergantungan kelompok masyarakat terhadap tokoh panutan.

17 Pengaruh 121 Berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan antar faktor diperoleh 5 (lima) faktor kunci/penentu yang mempunyai pengaruh kuat dan ketergantungan antar faktor tidak terlalu kuat seperti terlihat pada Gambar 23, yaitu: 1) Kadar COD. 2) Debit air pada musim kemarau selama lima tahun terakhir. 3) Kesesuaian pemanfaatan lahan DAS Babon. 4) Kadar BOD. 5) Ketersediaan dana untuk kegiatan pelestarian lingkungan. Dengan demikian kelima faktor tersebut perlu dikelola dengan baik dan dibuat berbagai keadaan (state) yang mungkin terjadi di masa yang akan datang agar terwujud pengelolaan air baku DAS Babon secara berkelanjutan Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Y Gambaran Tingkat Kepentingan-Atribut Dikaji Atribut Kunci Variable Penentu (input) Variabel penghubung (stakes) 2.00 Debit Air Kesesuaian pemanfaatan lahan DAS 1.50 Ketersediaan dana untuk pelestarian lingkungan Kadar COD Kadar BOD Kandungan Logam Berat 1.00 Variabel autonomous (unused)) Pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian SDA Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber air minum PDAM kebutuhan modal untuk pengembangan PDAM Pangsa pasar Tingkat keuntungan PDAM Subsidi yang diterima Tingkat ketergantuan masyarakat Tingkat keluhan masyarakat terhadap sumber air dari DAS untuk terhadap ketersediaan Ketergantuangan air baku kelompok non domestik masyarakat terhadap tokoh panutan Ketergantungan Variable terkait (output) Gambar 23 Hasil analisis tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem yang dikaji. X Penyusunan Skenario Berdasarkan analisis prospektif ada lima atribut kritis yang harus dikelola agar keberlanjutan DAS Babon terjamin. Oleh sebab itu perlu dirumuskan skenario strategi pengelolaan air baku kedepan. Berdasarkan hasil analisis terhadap pengaruh antar faktor, maka faktor kunci yang berpengaruh dan saling ketergantungan tersebut selanjutnya didefinisikan kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Pada Tabel 23 disajikan hasil prospektif faktor kunci pengelolaan

18 122 air baku dengan berbagai keadaan untuk setiap faktor. Dari hasil tersebut dirumuskan berbagai skenario strategi pengelolaan air baku, yaitu: (1) Skenario Konservatif-Pesimistik (bertahan pada kondisi yang ada sambil mengadakan perbaikan seadanya); (2) Skenario Moderat-Optimistik (melakukan perbaikan tapi tidak maksimal) dan (3) Skenario Progresif-Optimistik (melakukan perbaikan secara menyeluruh dan terpadu). Berdasarkan analisis prospektif ada lima atribut kritis yang harus dikelola agar keberlanjutan DAS Babon terjamin. Kelima atribut kunci tersebut akan dijadikan variabel-variabel dalam membangun model dengan pendekatan sistem dinamis. Dengan mempertimbangkan kelima atribut kunci tersebut, akan dirumuskan skenario pengelolaan DAS ke depan. Berdasarkan hasil analisis terhadap pengaruh antar faktor, maka faktor kunci yang berpengaruh dan saling ketergantungan tersebut selanjutnya didefinisikan kemungkinan yang akan terjadi dimasa depan. Pada Tabel 23 disajikan hasil prospektif faktor kunci pengelolaan air baku dengan berbagai keadaan untuk setiap faktor. Dari hasil tersebut dirumuskan berbagai skenario strategi pengelolaan air baku, yaitu: (1) Skenario Konservatif-Pesimistik (bertahan pada kondisi yang ada sambil mengadakan perbaikan seadanya); (2) Skenario Moderat-Optimistik (melakukan perbaikan tapi tidak maksimal) dan (3) Skenario Progresif-Optimistik (melakukan perbaikan secara menyeluruh dan terpadu). Tabel 23 Keadaan masing-masing faktor kunci pengelolaan air baku Keadaan di Masa Depan No. Faktor 1A 1B 1C 1D 1. Kadar COD Jauh diatas Sedikit diatas sama dibawah 2. Debit pada musim kemarau selama 5 tahun 3. Kesesuaian pemanfaatan lahan DAS 2A 2B 2C 2D Terjadi Terjadi Penurunan Penurunan 25%-50% 10%-25% Lebih dari 50% Terjadi Penurunan 10% 3A 3B 3C 3D Tidak sesuai sesuai Sangat sesuai 4A 4B 4C 4D 4. Kadar BOD Jauh diatas Sedikit diatas sama dibawah 5A 5B 5C 5D 5. Ketersediaan dana untuk pelestarian lingkungan Tidak tersedia Kurang tersedia Tersedia Tersedia tak terbatas

19 123 Berdasarkan Tabel 23 di atas, terdapat keadaan yang peluangnya kecil atau tidak mungkin untuk terjadi secara bersamaan (mutual incompatible). Ini ditandai oleh garis yang menghubungkan antara satu keadaan dengan keadaan lainnya seperti kesesuian pemanfaatan lahan DAS tidak mungkin terjadi secara bersamaan dengan debit air pada musim kemarau. Demikian pula dengan hubungan keadaan lainnya, namun karena faktor kunci yang diskenariokan banyak sehingga hubungan yang tidak mungkin dapat terjadi bersamaan tidak bisa ditampilkan pada lembaran yang sama, tetapi dalam penyusunan skenario, hubungan ini tetap diperhatikan. Dari berbagai kemungkinan yang terjadi seperti tersebut di atas, dapat dirumuskan tiga kelompok skenario pengelolaan air baku DAS Babon secara berkelanjutan yang berpeluang besar terjadi di masa yang akan datang, yaitu : (1) Konservatif-Pesimistik dengan melakukan perbaikan seadanya terhadap atribut-atribut (faktor) kunci. (2) Moderat-Optimistik dengan melakukan perbaikan sekitar 50 % atributatribut (faktor) kunci. (3) Progresif-Optimistik dengan melakukan perbaikan terhadap seluruh atributatribut (faktor) kunci. Adapun skenario yang dapat disusun seperti Tabel 24. Tabel 24 Hasil analisis skenario strategi pengelolaan air baku DAS Babon No. Skenario Strategi Susunan Faktor 0. Kondisi Eksisting 1A, 2A, 3A, 4A, 5A. 1. Konservatif-Pesimistik 1B, 2B, 3A, 4A, 5A. 2. Moderat-Optimistik 1C, 2C, 3B, 4C, 5C. 3. Ideal 1D, 2D, 3C, 4D, 5D Skenario Konservatif-Pesimitik Skenario konservatif-pesimistik dibangun atas dasar kondisi saat ini dari sistem pengelolaan air baku dengan memperbaiki seadanya. Skenario ini mengandung pengertian bahwa strategi yang dirumuskan masih berdasarkan konsep pengembangan secara tradisional dan tidak memiliki prospek pengembangan sistem yang berpandangan jauh ke depan. Skenario konservatifpesimitik dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi: (1) Tidak adanya monitoring terhadap limbah cair industri yang dibuang ke sungai dan belum adanya pemukiman memiliki IPAL secara komunal menyebabkan

20 124 limbah yang dibuang ke badan air penerima belum memenuhi baku mutu lingkungan, (2) Hilangnya vegetasi yang ada di daerah hulu akibat perambahan hutan sehingga tidak adanya daerah yang menampung air ketika hujan yang berdampak pada sistem tata air. Hal tersebut terlihat dari debit air yang semakin kecil pada musim kemarau, (3) Perubahan konversi lahan untuk perumahan dan industri menyebabkan peruntukan lahan tidak sesuai dengan fungsinya dan menyebabkan berbagai dampak ekologi terhadap kondisi DAS, (4) Tidak adanya monitoring terhadap limbah cair industri yang dibuang ke sungai dan belum adanya pemukiman memiliki IPAL secara komunal menyebabkan limbah organik yang dibuang kebadan air penerima belum memenuhi baku mutu lingkungan sehingga berpengaruh terhadap nilai BOD yang berada di atas BML, dan (5) Belum adanya kebijakan yang berpihak pada lingkungan menyebabkan belum tersedia dana untuk melakukan pelestarian terhadap lingkungan. Penerapan Skenario Konservatif-Pesimistik ini akan berimplikasi pada: (1) Nilai kadar COD masih di atas baku mutu lingkungan, (2) Debit air setiap tahun pada musim kemarau akan semakin kecil, (3) Pemanfaatan lahan setiap tahun meningkat tidak sesuai peruntukannya, (4) Kadar BOD meningkat seiring dengan waktu dan berada di atas baku mutu lingkungan, dan (5) Kurangnya peran pemerintah dalam menyediakan dana untuk pelestarian lingkungan Skenario Moderat-Optimistik Skenario Moderat-Optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki serta berkeyakinan bahwa usaha kegiatan pengelolaan DAS Babon dapat menjamin ketersediaan air baku dan menekan biaya produksi air minum, memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar DAS Babon dan berkontribusi terhadap perekonomian daerah. Skenario ini dibangun berdasarkan keadaan dari faktor penentu dengan kondisi: (1) Melakukan pengolahan limbah cair sehingga kadar COD lebih tinggi sedikit atau sama dengan baku mutu dan turun secara bertahap, (2) Melakukan penghijauan di daerah hulu dan kesadaran penduduk meningkat untuk tidak membuang sampah di sungai, (3) Penataan kembali penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya terutama daerah tampungan air, (4) Mengolah limbah cair

21 125 industri dan permukiman secara intensif sebelum dibuang ke sungai, dan (5) Pemerintah daerah mulai peduli terhadap lingkungan dengan menyediakan dana untuk pelestarian meskipun masih terbatas. Penerapan strategi Moderat-Optimistik secara terencana akan dapat meningkatkan kinerja dari sistem pengelolaan air baku di DAS Babon. Dukungan pemerintah daerah dalam menyediakan dana untuk rehabilitasi DAS Babon sangat diperlukan untuk memperbaiki kualitas air baku serta meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat di sekitar DAS untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan. Penerapan Skenario Moderat-Optimistik akan memberikan implikasi berupa: (1) Kadar COD sama atau lebih kecil dari baku mutu lingkungan, (2) Debit air pada musim kemarau semakin naik, (3) penggunaan lahan turun sesuai dengan peruntukannya, (4) Kadar BOD sama atau lebih kecil dari baku mutu lingkungan, dan (5) tersedianya dana yang cukup untuk kegiatan pelestarian DAS Babon Skenario Progresif-Optimistik Skenario Progresif-Optimistik mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi mendapat dukungan secara maksimal dari setiap faktor kunci dan para pelaku utama berkeyakinan bahwa kegiatan tersebut dapat memperbaiki DAS Babon dan kualitas air baku sehingga dapat memberikan manfaat pada penduduk yang ada disekitar DAS dan berkontribusi terhadap perekonomian daerah. Skenario Progresif-Optimistik dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi: (1) Bahwa kadar COD akan turun atau di bawah baku mutu lingkungan jika dilakukan pengolahan limbah cair industri dan pemukiman secara terpadu serta melakukan monitoring limbah cair setiap sebulan sekali yang dilakukan oleh pemrakarsa dan dipantau oleh Bapedal Kabupaten/Kota, (2) Melakukan kegiatan penghijauan di daerah hulu dan pengerukan DAS yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang bekerjasama dengan masyarakat setempat; (3) Melakukan pengawasan terhadap penggunaan lahan disekitar DAS Babon terutama untuk pemukiman, industri dan pertambangan serta pemberian sanksi yang tegas terhadap penyalahgunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya, (4) Kadar BOD dibawah BML jika dilakukan

22 126 pengawasan yang ketat terhadap kegiatan pertanian didaerah hulu, pembuatan septick tank secara komunal pada perumahan yang ada disekitar DAS, melakukan pengawasan limbah cair industri dan perumahan, dan (5) Kepedulian pemerintah daerah dalam menyediakan dana untuk pelestarian lingkungan dan pemberian insentif kepada masyarakat yang ada disekitar DAS dalam menjaga lingkungan. Penerapan Skenario Progresif-Optimistik akan memberikan implikasi berupa: (1) kadar COD yang dibuang ke sungai jauh di bawah baku mutu lingkungan, (2) debit air meningkat pada musim kemarau, (3) penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya, (4) kadar BOD dari limbah cair industri dan pemukiman lebih rendah di bawah BML sebelum dibuang ke sungai, dan (5) Dana yang tersedia untuk peletarian DAS Babon agar diprioritaskan Pemodelan Sistem Dinamik A. Analisis Kebutuhan Berdasarkan hasil diskusi dengan pemangku kepentingan yang terlibat dan kajian literatur, maka dilakukan analisis kebutuhan yaitu: 1. Masyarakat, yaitu masyarakat yang memanfaatkan DAS Babon Semarang sebagai sumber air baku air minum di samping untuk kebutuhan lainnya seperti: pertanian, peternakan, perikanan, air bersih untuk keperluan domestik dan industri. 2. Dinas dan instansi terkait, yaitu semua dinas dan instansi pemerintah daerah yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan pengelolaan DAS Babon Semarang sebagai sumber air baku, antara lain: Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota, BPSDA (Balai Pengelolaan Sumber Daya Air) Jratun (Jragung Tuntang ). 3. Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. 4. Perusahaan Daerah Air Minum Semarang (PDAM Tirta Moedal Semarang) sebagai perusahaan yang mengolah air baku menjadi air minum untuk kebutuhan masyarakat Semarang dan sekitarnya. Pada Tabel 25 disajikan kebutuhan pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS Babon Semarang sebagai sumber air baku permukaan untuk air minum.

23 127 Tabel 25 Analisis kebutuhan pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS Babon Semarang sebagai sumber air baku air minum No. Pelaku Sistem Kebutuhan Pelaku Sistem 1. Masyarakat Terpenuhinya kebutuhan air minum dengan harga yang terjangkau. Terpeliharanya fungsi DAS. Terpenuhinya kebutuhan air baku untuk berbagai kepentingan masyarakat. 2. Dinas dan Instansi terkait 3. Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tetap berfungsinya DAS Babon sesuai peruntukannya. DAS Babon memberikan manfaat yang optimal dalam menunjang pelaksanaan pembangunan Provinsi Jawa Tengah. Tidak terjadi kelangkaan air pada musim kemarau. Dapat memenuhi kebutuhan air baku air minum masyarakat. Terbentuknya kelembagaan dan mekanisme kerjasama antar lembaga yang terpadu dalam pengelolaan DAS babon. Terjaganya kelestarian DAS. Tidak terjadi konflik kepentingan dalam pemanfaatan DAS Babon. Terjaminnya kesetaraan (equity) dalam pemanfaatan air baku bagi masyarakat. 4. PDAM Semarang Tercapainya kualitas air baku air minum agar biaya operasional pengolahan air baku menjadi air minum layak secara ekonomis. Dapat memenuhi permintaan konsumen dengan harga yang terjangkau. Keuntungan yang layak bagi perusahaan. B. Formulasi Masalah Menurut Eriyatno (2003), formulasi permasalahan disusun dengan cara mengevaluasi keterbatasan sumberdaya yang dimiliki (limited of resources) dan atau adanya konflik atau perbedaan kepentingan (conflict of interest) diantara pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan sistem. Berdasarkan analisis kebutuhan dan kondisi sumberdaya DAS Babon saat ini, permasalahannya diformulasikan sebagai berikut: 1. Kualitas air baku telah mengalami penurunan yang sangat signifikan, dimana indikator pencemaran seperti BOD, COD telah melebihi batas ambang, demikian juga dengan kuantitas air bakunya. Akibat perubahan tata guna lahan, menyebabkan ketersediaan air baku menurun. Hal tersebut dapat dilihat dari pebedaan debit maksimum dan debit mínimum.

24 Biaya operasional pengolahan air minum yang semakin meningkat karena penurunan kualitas air baku dan tidak terpenuhinya permintaan masyarakat karena penurunan debit dan kualitas air DAS Babon. 3. Pemanfaatan DAS yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi lingkungan, dimana telah terjadi perubahan fungsi lahan yang cukup signifikan. 4. Belum terbentuk mekanisme kerjasama pemerintah daerah secara terpadu dalam pengelolaan DAS Babon dengan pendekatan sistem sehingga pengelolaan yang terjadi masih bersifat parsial yang berdampak terjadinya penurunan kualitas sumberdaya DAS Babon sebagai suatu ekosistem DAS. C. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem dilakukan untuk melihat variabel-variabel penyusun sistem yang dikelompokkan menjadi jenis variabel, yaitu: (1) Varibel input yang tidak terkontrol, (2) Variabel input yang terkontrol, (3) Variabel input lingkungan, (4) Variabel output yang dikehendaki, dan (5) Variabel output yang tidak dikehendaki. Formulasi masalah terkait dengan variabel penyusunan sistem dapat digambarkan dalam Diagram I-O (black box) dan causal loop seperti yang disajikan pada Gambar 24 dan Gambar 25. Model pengelolaan air baku air minum di daerah aliran Sungai Babon merupakan ilustrasi dari sistem pengelolaan air baku yang dipengaruhi oleh variabel-variabel yang saling berkaitan. Model ini terdiri atas 3 (tiga) sub model yaitu: (1) sub model kebutuhan air baku, (2) sub model ketersediaan air baku, dan (3) sub model kualitas air baku Sub Model Kebutuhan Air Baku Sub model kebutuhan air baku ini mendeskripsikan kebutuhan air baku dari beberapa aspek kebutuhan yaitu kebutuhan domestik, kebutuhan industry, dan kebutuhan perhotelan. Kebutuhan domestik dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu populasi penduduk, laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan standar fasilitas umum, kebutuhan standar domestik, reduce dan reuse. Kebutuhan air baku kegiatan industri dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu jumlah industri, laju

25 129 pertumbuhan industri, kebutuhan standar industri, reduce, reuse, dan recycle. Kebutuhan air baku sektor perhotelan dipengaruhi oleh laju pertumbuhan hotel, kebutuhan standar perhotelan, reduce, dan reuse. Dalam menghitung kebutuhan air baku masyarakat, industri, dan hotel menggunakan standar yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum. Keterkaitan antara variabel dapat dilihat pada Gambar 26 dan Gambar 27. INPUT LINGKUNGAN Peranan/ Regulasi pemerintah Peranan Konsumen INPUT TAK TERKENDALI Debit Andalan Jumlah Air Tanah Jumlah Penduduk Luas Land Use OUTPUT DIKEHENDAKI Terpenuhinya Kebutuhan Air Baku Kualitas Air Baku Meningkat Terpeliharanya Kelestarian DAS Babon Model Pengelolaan Air Baku Air Minum Berbasis DAS di DAS Babon INPUT TERKENDALI Persentase Pemakaian Air Tanah Reduce, Reuse dan Recycle Persentase Konservasi Laju Pertumbuhan Penduduk Laju Pertumbuhan Industri Laju Pertumbuhan Hotel OUTPUT TAK DIKEHENDAKI Meningkatnya Tarif Air Baku Penurunan Muka Air Tanah Kekurangan Air Baku Degradasi Fungsi DAS Pengelolaan Air Baku Air Minum Berbasis DAS di DAS Babon Gambar 24 Diagram input-output (I-O) sistem model pengelolaan air baku air minum berbasis DAS di DAS Babon.

26 Gambar 25 Causal loop.

27 131 + Laju Pertumbuhan Hotel + Hotel Berbintang Hotel Melati Kebutuhan Standar Domestik + Kebutuhan Standar Perhotelan Reduce dan Reuse Kebutuhan Perhotelan + Kebutuhan Air Baku Jumlah Hotel Indstri Kecil Kebutuhan Standar Indusri + + Laju Pertumbuhan Industri + + Jumlah Industri Industri Sedang dan Besar + Kebutuhan Domestik + Kebutuhan Industri + + Masyarakat Kelas Atas + + Populasi Penduduk + Masyarakat Kelas Menengah Reduce Reuse dan Recycle Masyarakat Kelas Bawah Laju Pertumbuhan Populasi + Gambar 26 Causal loop sub model kebutuhan air baku. 131

28 132 Kebutuhan Fasilitas Umum 132 Laju Pertumbuhan Penduduk Populasi Laju Pertumbuhan Hotel kebutuhan standart Fasum Hotel Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan Hotel Reduce & Reuse Total Keb Domestik Total Keb Perhotelan Reduce & Reuse Kebutuhan Standar Kebutuhan Standar Perhotelan Total Kebutuhan Laju Pertumbuhan Industri Industri Pertumbuhan Industri Reduce Reuse and Recycle Kebutuhan Standar Industri Total Keb Industri Gambar 27 Diagram alir sub model kebutuhan air baku.

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok untuk kehidupan manusia dengan segala macam kegiatannya, dipergunakan untuk keperluan rumah tangga, keperluan umum, industri, perdagangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN AIR BAKU DAS BABON (Studi Kasus di Kota Semarang)

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN AIR BAKU DAS BABON (Studi Kasus di Kota Semarang) JRL Vol.7 No.2 Hal. 193-204 Jakarta, Juli 2011 ISSN : 2085.3866 No.376/AU1/P2MBI/07/2011 ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN AIR BAKU DAS BABON (Studi Kasus di Kota Semarang) Raymond, M 1, M.Yanuar. J.P

Lebih terperinci

BAB V. kelembagaan bersih

BAB V. kelembagaan bersih 150 BAB V ANALISIS KEBERLANJUTAN 5.1 Analisis Dimensional Analisis keberlanjutan pengelolaan air baku lintas wilayah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta mencakup empat dimensi yaitu dimensi

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT

SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT Hasil kinerja sistem berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sistem dan kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 Maret, dunia memperingati Hari Air Sedunia (HAD), hari dimana warga dunia memperingati kembali betapa pentingnya air untuk kelangsungan hidup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko

BAB I PENDAHULUAN. manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar, jika pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kebutuhannya, tidak hanya untuk makan minum melainkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. setiap kebutuhannya, tidak hanya untuk makan minum melainkan menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi manusia. Telah ratusan bahkan jutaan tahun lamanya manusia sudah mulai memanfaatkan air dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapannya sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dan merupakan sumber air yang penting bagi masyarakat di sekitarnya yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 160 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian sebelumnya telah dibahas berbagai temuan yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian akhir ini selanjutnya akan dibahas mengenai kesimpulan yang didapat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN WATANG BACUKI

PERENCANAAN WATANG BACUKI PERENCANAAN WATANG BACUKI Isu Prioritas Isu-isu utama 1. Isu Sumber Daya Alam dan Lingkungan 2. Isu Sosial-Budaya gender Sub-sub isu a. Potensi sumberdaya alam yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERENCANAAN

BAB IV DASAR PERENCANAAN BAB IV DASAR PERENCANAAN IV.1. Umum Pada bab ini berisi dasar-dasar perencanaan yang diperlukan dalam merencanakan sistem penyaluran dan proses pengolahan air buangan domestik di Ujung Berung Regency yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam (SDA) merupakan unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan. SDA merupakan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai

Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Seminar Pengendalian Pencemaran Air di Kab. Sidoarjo Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Oktober 2008 Contoh Sumber Pencemar Air Sungai Langkah Srategis 1. Pengendalian Pencemaran Air Sungai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG KEBUTUHAN DAN KETERSEDIAAN AIR DOMESTIK PENDUDUK DESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG Nelya Eka Susanti, Akhmad Faruq Hamdani Universitas Kanjuruhan Malang nelyaeka@unikama.ac.id, hamdani_af@ymail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya air sangat terkait dengan sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Standar kelayakan kebutuhan air bersih adalah

Lebih terperinci

A. Pemanfaatan Air Sungai Citarum oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta. Raharja Kabupaten Bandung Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia

A. Pemanfaatan Air Sungai Citarum oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta. Raharja Kabupaten Bandung Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia BAB IV ANALISIS PEMANFAATAN AIR SUNGAI CITARUM OLEH PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA RAHARJA KABUPATEN BANDUNG BERDASARKAN HUKUM POSSITIF DI INDONESIA A. Pemanfaatan Air Sungai Citarum oleh Perusahaan

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun dalam bentuk gas. Buangan cair yang berasal dari masyarakat yang di kenal sebagai air buangan atau air limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 670/Kpts-II/1999 telah mengukuhkan kawasan register 9 dan sekitarnya sebagai Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG

KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG Kajian Alternatif Penyediaan Air Baku I Wayan Mundra Hirijanto KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG I Wayan Mundra

Lebih terperinci

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n MAKALAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n J U R U S A N G E O G R A F I FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL , Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume, Issue : () ISSN ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL Dzati Utomo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak Sungai Siak sebagai sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri yang ada di kota-kota telah menimbulkan kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap pencemaran, kesehatan dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 km 2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995), namun status

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR Oleh: DODY KURNIAWAN L2D 001 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang

I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Perkembangan sektor industri memiliki peran penting dalam memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Kesibukan dan rutinitas membuat orang harus pergi ke suatu tempat dengan

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Kesibukan dan rutinitas membuat orang harus pergi ke suatu tempat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesibukan aktifitas seseorang adalah salah satu faktor yang menuntut orang memiliki mobilitas tinggi, membuat orang bergerak terus maju dan berpacu dengan waktu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi kegiatan industri sangat potensial untuk menimbulkan dampak

Lebih terperinci

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR OLEH : TOMMY FAIZAL W. L2D 005 406 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini sepertiga populasi dunia tinggal di negara yang mengalami kesulitan air dan sanitasi yang bervariasi dari mulai sedang hingga sangat tinggi. Masalah

Lebih terperinci

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu. terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara.

PENDAHULUAN. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu. terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran air yang diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci