BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian Secara sadar atau tidak setiap orang memiliki cara pandang terhadap suatu hal atau peristiwa. Begitu juga seorang peneliti dalam dirinya tentu memiliki cara pandang atau sudut pandangnya terhadap penelitian yang dilakukan. Berdasarkan asumsi-asumsi yang telah didapatkan oleh peneliti sangat wajar peneliti memiliki cara pandang, kerangka pemikiran sendiri yang sering disebut perspektif atau ada juga yang menyebutnya paradigma. Perspektif sering juga disebut paradigma (paradigm), bahkan disebut pula mazhab pemikiran (school of thought) atau teori. Istilah-istilah lain yang sering diidentikkan dengan perspektif adalah model, pendekatan, strategi intelektual, kerangka konseptual, kerangka pemikiran, dan pandangan dunia atau worldview (Mulyana, 2001 :8-9). Perspektif mempengaruhi apa yang dilihat dan bagaimana menafsirkannya. Pada dasarnya penelitian dilakukan dengan upaya mengejar, menemukan atau membenarkan suatu kebenaran. Upaya-upaya yang dilakukan oleh para peneliti dibarengi dengan model-model tertentu. Model-model tertentu biasanya disebut dengan paradigma (Moleong, 2009 :30 ). Paradigma merupakan suatu cara pandang untuk dapat memahami kerumitan dalam dunia nyata. Paradigma dapat ditafsirkan berbagai macam sesuai dengan sudut pandang masing-masing orang. Paradigma menggariskan apa yang seharusnya dipelajarai, pernyataanpernyataan apa yang seharusnya dikemukakan dan kaidah-kaidah apa yang seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperolehnya (Salim, 2001:33). Paradigma bagaikan sebuah jendela untuk mengamati menjelajahi dunia luar dengan wawasan yang dimiliki. Paradigma juga dapat diartikan sebagai kepercayaan yang menuntun seseorang dalam bertindak dikehidupan sehari-hari. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretatif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma ini sedikit mengkritik tentang paradigma sebelumnya yaitu positivisme dan post-positivis. Dimana kedua paradigma tersebut merupakan paham yang kurang sesuai dalam mengunggkap kejadian di

2 dunia. Paradigma positivisme dan post-positivisme dianggap terlalu umum dan tidak dapat menangkap kerumitan yang terjadi dalam interaksi manusia. Paradigma interpretatif mencoba memahami bagaimana menangkap pemaknaan melalui interaksi. Interpretatif mendekati dunia dan pengetahuan dengan cara sangat berbeda dibandingkan dengan post-positivis. Pendekatan ini fokus pada sifat subjektif dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir yang sedang dipelajarinya. Pandangan kalangan interpretatif menolak orang-orang yang selalu memiliki berpegangan (realis) terhadap dunia sosial. Mereka lebih mendukung pandangan nominalis atau lebih sering kepada konstruksionisme sosial. Paradigma interpretif mulai unggul dan dikenal sekitar tahun 1980-an. Para peneliti yang menggunakan paradigma ini berasumsi bahwa realitas eksternal tidak hanya dari manusia tapi juga manusia mengkonstruksikan realitas tersebut. Pengalaman manusia juga termasuk komunikasi, bersifat subjektif dan perilaku manusia tidak ditetapkan sebelumnya ataupun diramalkan. Tujuan dari penelitian komunikasi antabudaya dengan pendekatan ini adalah untuk mengerti dan menjelaskan perilaku manusia dan prediksi bukanlah menjadi tujuan ( Martin & Thomas, 2007: 56). Lebih jelas dinyatakan oleh Guba (1990) yaitu realitas sosial hadir dalam beragam dalam bentuk konstruksi mental, berdasar pada situasi sosial dan pengalamannya, bersifat lokal dan spesifik, kemudian bentuk dan formatnya bergantung pada orang yang menjalaninya (Ardianto dan Q-Anees, 2007: 138). Interpretatif menyoroti gagasan bahwa realitas tidak akan bisa dimengerti tanpa adanya pertimbangan proses sosial dan mental yang terus menerus membangun realitas tersebut. Paradigma ini juga mengatakan tidak ada hukum atau peraturan yang bersifat menyeluruh (universal), dan segala yang ada dalam realitas bukanlah kausal atau hukum sebab-akibat. Realitas diciptakan secara sosial dan pemahaman akan realitas itu dapat ditemukan dari pandangan pelaku realitas. Penelitian interpretif menempatkan subjektivitas sebagai hal terpenting. Bertujuan memperoleh pemahaman yang mendalam maka subjektivitas peneliti harus digali sedalam mungkin. Untuk mendapatkan pemahaman tersebut peneliti mencoba menghilangkan jarak dengan yang diteliti. Bukan hanya interaksi bahkan

3 peneliti memasukkan dirinya kedalam setting sosial, dengan penggabungan interview dan observasi di lapangan. Peneliti juga harus memperkecil pengaruh nilai-nilai dalam proses penelitian. Menurut Littlejohn dalam Rahrdjo, gagasan interpretif, yaitu pemikiranpemikiran teoritik yang berusaha menemukan makna dari suatu tindakan dan teks (Rahardjo, 2005:41). Teori-teori dari genre interpretif berusaha menjelaskan suatu proses dimana pemahaman terjadi dan membuat perbedaan yang tajam antara pemahaman dengan penjelasan ilmiah. Tujuan dari interpretif bukan untuk menemukan hukum yang mengatur kejadian, tetapi berusaha mengungkap caracara yang dilakukan orang dalam memahami pengalaman mereka sendiri (Rahardjo, 2005:41). Interpretif menekankan bahwa identitas bisa dirundingkan, dibentuk kembali, diperkuat dan dijalani melalui komunikasi, sehingga identitas etnis muncul ketika pesan saling dipertukaran. Ini artinya menunjukkan identitas kita bukanlah sebuah proses yang sederhana. Tidak setiap orang melihat sebagaimana kita melihat diri sendiri. Paradigma ini beranggapan bahwa identitas etnis diekspresikan secara komunikatif melalui core symbols, label, dan norma. Core Symbols (nilai budaya) memberitahukan tentang kepercayaan fundamental dan konsep sentral yang memberi definisi identitas tertentu, yang dibagikan di antara anggota kelompok budaya. Menurut paradigma interpretatif pengetahuan dan pemikiran awam berisikan makna yang diberikan individu bedasarkan pengalaman kehidupan sehari-hari. Maka melalui paradigma ini tentunya agar bisa memahami bagaimana peran identitas etnis dalam komunikasi antarbudaya pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras Kota Medan. Secara operasional, pendekatan interpretif akan dipakai sebagai landasan berpikir dengan pertimbangan bahwa permasalah identitas etnis dalam komunikasi anatarbudaya merupakan hal yang dirasakan dan dialami secara subjektif oleh setiap individu atau subjek penelitian nantinya.

4 2.2 Kajian Pustaka Komunikasi Antar Budaya Secara sederhana komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan atau simbol. Sedangkan budaya berasal dari kata buddhi, yang artinya budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan budi atau akal (Lubis, 2012: 10). Komunikasi antarbudaya tidak terlepas dari faktor-faktor budaya yang melekat pada diri individu. Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak dan luas. Dalam filsafat Hindu, akal budi melibatkan seluruh unsur panca indera, baik dalam kegaitan pikiran (kognitif), perasaan (afektif), maupun perilaku (psikomotorik). Kata lain yang juga memiliki makna yang sama dengan budaya adalah kultur yang berasal dari Romawi. Kultur merupakan hasil penciptaan, perasaan dan prakarsa manusia berupa karya yang bersifat fisik maupun nonfisik (Purwasito, 2003: 95). Komunikasi antarbudaya (interculture) pertama kali dikenalkan pada tahun 1959 oleh Edward T Hall yang merupakan seorang antropolog dalam bukunya The Silent Language. Karyanya tersebut menerangkan keberadaan konsep-konsep unsur kebudayaan seperti sistem ekonomi, religi, sistem pengetahuan. Setahun setelah itu, tepatnya tahun 1960 hakikat perbedaan antarbudaya dalam proses barulah dijelaskan oleh David K. Berlo. Melalui tulisannya Berlo mengatakan proses komunikasi akan berhasil dengan memperhatikan faktor-faktor seperti SMCR, source, message, channel dan receiver. Pada source dan receiver yang paling diperhatikan adalah kemampuan berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial, dan kebudayaan. Untuk message sangat perlu diperhatikan isi pesan maupun perlambangan, sedangkan channel tergantung saluran apa yang dipilih misalnya menggunakan panca indera (Liiweri, 2001: 1-2). Tindakan komunikasi berasal dari konsep kebudayaan. Kontribusi latarbelakang kebudayaan dinilai sangat penting pada perilaku komunikasi seseorang dalam memahami makna-makna terhadap komunikasi yang bersumber dari kebudayaan yang berbeda. Komunikasi antar dua orang atau lebih yang berbeda latarbelakang budaya itu dikenal sebagai komunikasi antarbudaya. Secara kompleks komunikasi antarbudaya dipahami sebagai proses komunikasi

5 pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya (Liliweri, 2004: 10). Menambah pernyataannya itu Liliweri (2004) mengartikan komunikasi antarbudaya dalam beberapa pernyataan, yaitu : 1. Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan antarpribadi yang berbeda latarbelakang. 2. Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran pesan secara lisan, tertulis, bahkan imajiner orang-orang yang berbeda latarbelakang. 3. Komunikasi antarbudaya merupakan pembagian pesan dalam bentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lian atau pun tulisan. 4. Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi dari orang yang berbeda kebudayaan. 5. Komunikasi antarbudaya antarbudaya merupakan pertukaran simbol antar orang yang berbeda budaya. 6. Komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan dengan saluran tertentu dari peserta komunikasi yang berbeda latarbelakang kebudayaan dan mengasilkan efek. 7. Komunikasi antarbudaya adalah proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan oarang-orang yang berbeda latar belakang budaya (Liliweri, 2004: 9-10). Menurut Porter dan Samovar (1985), dalam mengkaji komunikasi antarbudaya perlu pemahaman antara kebudayaan dengan komunikasi. Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka kita mengenal beberapa asumsi, yaitu: 1. Komunikasi antar budaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan. 2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi. 3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi. 4. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian. 5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan. 6. Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya (Liliweri, 2004: 15).

6 Komunikasi dan budaya tidak dapat dipisahkan, satu-kesatuan bagaikan dua sisi keping uang logam. Komunikasi dan budaya sama-sama saling melengkapi, tanpa komunikasi budaya tidak dapat tersampaikan. Budaya juga dapat mempengaruhi komunikasi seseorang. Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Kebudayaan memiliki sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol komunikasi. Selain itu dengan komunikasilah pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan dan kebudayaan eksis jika ada komunikasi. Menurut Porter dan Samovar (1985), agar dapat mengkaji komunikasi antarbudaya perlu pemahaman hubungan antara kebudayaan dengan komunikasi. Melalui pengaruh budayalah manusia belajar dalam hal komunikasi serta bagaimana manusia memandang dunia mereka. Dalam hal ini mereka memandang dunia melalui kategori-kategori, konsep, dan label yang dihasilkan oleh budaya mereka. Kemiripan budaya dalam berbagai pandangan memungkinkan adanya pemberian makna yang bisa mirip pula terhadap suatu peristiwa. Cara manusia berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi, bahasa, serta gaya bahasa, perilaku non verbal merupakan respon terhadap fungsi budaya (Liliweri, 2001: 160). Fokus perhatian studi komunikasi dan kebudayaan juga meliputi, bagaimana makna, pola-pola tindakan, dan bagaimana makna serta pola-pola itu diartikulasikan ke dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya, kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan lingkungan teknologi yang melibtakan interaksi antarmanusia (Liliweri, 2004:10). Young Yun Kim dalam Rahardjo mengatakan, tidak seperti studi-studi komunikasi lain, hal yang membedakannya komunikasi antarbudaya dengan kajian keilmuan lainnya yaitu tingkat perbedaan yang realtif tinggi pada latarbelakang pengalaman pihak-pihak yang berkomunikasi karena adanya perbedaan kutural. Selanjutnya Kim juga berasumsi yang menjadi dasar batasan tentang komunikasi anatarbudaya adalah individu-individu yang memiliki budaya yang sama pada umumnya berbagi kesamaan-kesamaan (homogenitas) dalam

7 keseluruhan latarbelakang pengalaman mereka daripada orang yang berasal dari budaya yang berbeda (Rahardjo, 2005: 52-53). Proses komunikasi dan kebudayaan, terletak pada keberagaman langkah dan cara berkomunikasi atas kelompok manusia. Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss (1983) menyatakan komunikasi antarbudaya terjadi antara orang-orang yang memiliki budaya yang berbeda (ras, etnik, sosio, ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan itu (Lubis, 2012: 13). Komunikasi antarbudaya dalam konteks ini merujuk pada komunikasi antaretnis, dengan sub-sub budayanya. Peserta komunikasi berasal dari kelompok-kelompok etnis yang berbeda. Sub-sub budaya ini menunjuk kepada kelompok masyarakat atau komunitas sosial, etnis, regional, ekonomis, yang menunjukkan pola-pola tingkah laku dengan ciri khas tertentu dan memadai untuk dapat dibedakan dari kelompok-kelompok masyarakat yang lain dalam satu kesatuan budaya atau masyarakat. Budaya dan komunikasi dalam prosesnya berjalan secara erat dan dinamis. Menurut Alfred G. Smith, budaya merupakan kode yang dipelajari dan dibutuhkan untuk berkomunikasi. Sebaliknya komunikasi membutuhkan pengkodean. Selain itu, Godwin C. Chu mengatakan setiap pola budaya dan tindakan melibatkan komunikasi, dengan demikian untuk memahaminya komunikasi dan budaya haruslah dipelajari (Mulyana, 2000: 14). Perbedaan budaya menentukan keberlangsungan proses komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya pada umumnya membahas perbedaanperbedaan karakteristik yang dibawa peserta komunikasi. Ada lima karakteristik penting dari kebudayaan menurut Samovar dan Porter (2003: 8-11) yaitu : 1) budaya itu dipelajari, 2) budaya itu simbol (verbal dan tidak verbal), 3) budaya itu tumbuh serta berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya, 4) budaya dapat dipertukarkan, 5) budaya itu adalah etnosentrisme 1 (Lubis, 2012: 13). Seluruh sikap, perilaku, dan tindakan merupakan suatu proses komunikasi manusia. Manusia berkomunikasi melalui pertukaran ide-ide, gagasan, maksud, emosi yang dinyatakan dalam simbol-simbol dengan orang lain adalah manusia 1 Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yangg mutlak (unggul) dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan lain.

8 yang berinteraksi sosial. Menurut Mehrabian (1972), 55% komunikasi manusia dinyatakan dalam simbol non verbal, kemudian dalam simbol verbal yaitu 38% melalui nada suara, dan 7% komunikasi yang efektif dinyatakan melalui kata-kata (Liliweri, 2004: 6) Interaksi Simbolik Komunikasi verbal maupun non verbal yang terjadi dalam proses komunikasi antarbudaya terkandung dalam teori interaksi simbolik. Interaksi sombolik ini dipengaruhi oleh Max Weber. Weber mendefenisikan tindakan sosial sebagai perilaku manusia saat individu memberikan suatu makna subjektif terhadap perilaku tersebut. Menurut Weber tindakan manusia pada dasarnya bermakna, melibatkan penafsiran, berpikir dan kesengajaan. Bagi Weber masyarakat merupakan suatu wujud yang aktif, terdiri dari individu-individu berpikir dan melakukan tindakan sosial yang bermakna. Perilaku mereka yang tampak hanyalah sebagian dari keseluruhan tindakan mereka. Itulah mengapa pendekatan ilmu alam hanya mempertimbangakan gejala yang tampak dan mengabaikan kekuatan yang tersembunyi seperti emosi, gagasan, maksud, motif, perasaan, maupun tekad yang juga menggerakkan manusia (Mulyana, 2001: 60-61). Ada beberapa ahli perintis teori interkasi simbolik, namun hanya Goerge Herbet Mead yang paling populer. Mead mengembangkan teori ini sekitar tahun 1920-an dan 1930-an ketika menjadi Profesor di Universitas Chicago (Mulyana, 2001: 68). Esensi teori ini ciri khas manusia adalah komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Interaksi simbolik memahami perilaku manusia secara subjektif. Perspektif teori ini menyarankan untuk melihat proses manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspetasi orang lain saat berinterkasi. Interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjektivitas. Perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk serta mempertimbangkan ekspektasi orang lain saat berinteraksi. Apa yang mereka berikan kepada orang lain, mereka jugalah yang menentukan perilakunya dengan orang lain bahkan dengan diri sendiri.

9 Perilaku mereka tidak bisa digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya atau tuntutan peran. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan siri khas manusia, seperti komunikasi dan pertukaran simbol yang diberi makna. Selain interaski simbolik Mazhab Iowa dan Mazhab Chicago juga termasuk dalam pendekatan ini. Meski mengacu pada prinsip dasar pemikiran teori interaksi simbolik, aliran Iowa yang dikembangkan Manford H. Kuhn ini banyak menganut tradisi epistemologi dan metode post-positivis (Ardianto dan Q-Anees, 2007: 135). Kuhn menggunakan hukum positivistik yaitu untuk menemukan hukum yang universal. Pendekatan Kuhn dikenal dengan self thory atau teori diri yang bersifat struktural. Kuhn berpandangan bahwa inividu merencanakan tindakannya berdasarkan peran yang mereka mainkan dan status yang dimiliki dalam kelompoknya (Mulyana, 2001: 69). Karya Mead (1943) yang paling terkenal berjudul Mind, Self, dan Society. Ketiga hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dalm interaksi simbolik. Melalui pikiran (mind) dan interaksi sosial (self) yang digunakan untuk menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society) dimana individu tersebut hidup. Seperti yang dicatat oleh douglas (1970) makna berasal dari interaksi dan tidak dari catatan yang lain, pada saat yang sama pikiran dan diri timbul dalam konteks sosial masyarakat. Pengaruh timbal balik masyarakat, pengalaman individu dan interaksi menjadi bahan penelaah teoritis dalam teori interaksi sombolik. Selanjutnya Hoisten dan Gubrium dalam Miller (2002), menjelaskan dalam ringkasannya seperti berikut : Teori interaksionisme simbolik berorientasi pada prinsip bahwa orangorang merespon makna yang mereka bangun sejauh mereka berinteraksi satu sam lain. Setiap individu merupakan agen aktif dalam dunia sosial, yang tentu saja dipengaruhi oleh budaya dan organisasi sosial, bahkan ia juga menjadi instrumen penting dalam produksi budaya, masyarakat dan hubungan yang bermakna yang mempengaruhi mereka (Ardianto dan Q- Anees, 2007: 136). Menurut teoritis interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol (Mulyana, 2001: 71). Komunikasi melibatkan proses verbal dan nonverbal. Komunikaasi verbal adalah proses penyampaian makna secara lisan atau tulisan yaitu berupa kata, frase atau

10 kalimat yang diucapkan dan didengar. Komunikasi nonverbal adalah proses yang dijalani seseorang saat menyampaikan makna dengan isyarat nonverbal yang akan dimaknai oleh orang lain. Proses nonverbal meliputi isyarat, ekspresi wajah, kontak mata, postur dan gerakan tubuh sentuhan, pakaian, artefak, diam, temporalitas dan ciri paralinguistik (Mulyana, 2001; 79). Proses verbal dan nonverbal dalam komunikasi sama pentingya, apalagi untuk komunikasi antarbudaya. Proses verbal yang terlihat atau terdengar secara langsung memudahkan untuk seseorang untuk menangkap makna. Memungkinkan untuk merekam dan menyimpannya sehingga dapat digunakan dimasa depan bahkan dapat ditransmisikan kepada generasi berikutnya (Lubis, 2012: 115). Komunikasi verbal sedikit lebih unggul, karena proses verbal merupakan isyarat yang signifikan. Selain itu juga dapat isyarat verbal dapat mempengaruhi dan mengendalikan pembicara sebagaimana ia mempengaruhi pendengar. Misalnya seseorang yang minta sesuatu secara lisan atau tulisan akan lebih mudah ditangkap pesannya oleh orang lain (Mulyana, 2001: 78). Komunikasi nonverbal memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Sadar atau tidak manusia banyak melakukan proses nonverbal, bahkan membuat keputusan berdasarkan data-data nonverbal. Pesan atau perilaku nonverbal menyatakan bagaimana menginterpretasikan pesan-pesan lain yang terkandung didalamnya. Misalnya seseorang yang menyampaikan pesan, dengan isyarat nonverbal, penerima pesan atau makna dapat mengartikannya dengan benar atau berbohong, yang bisa dilihat dari bahasa tubuhnya (Lusiana, 2012: 118). Menurut interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol, dan interaksi simbolik itu didasarkan pada premis-premis yaitu : 1. Individu merespon suatu situasi simbolik. 2. Makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan negosiasi dengan bahasa. 3. Makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu kewaktu, sejalan dengan perubahan situasi dalam interaksi sosial (Mulyana, 2001: 71-72).

11 Manusia merespon lingkungan baik itu objek fisik maupun objek sosial berdasarkan makna yang ada pada komponen lingkungan tersebut. Individu-lah yang aktif untuk menetukan atau memaknai lingkungan mereka sendiri. Makna adalah hasil dari inetarksi sosial, merupakan negosiasi. Negosiasi melalui bahasa itu dikarenakan manusia mampu menamai segala sesuatu bukan hanya objek fisik bahkan gagasan yang abstrak sekalipun. Penamaan tersebut kadang bersifat sembarang. Melalui simbol itulah manusia dapat berbagi pengalaman maupun pengetahuan tentang dunia. Pemaknaan tersebut juga dapat berubah dari waktu-kewaktu. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu melakukan proses berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu manusia dapat merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Dapat mengantisipasi reaksi orang lain, serta mencari alternatif ucapan ataupun tindakan yang akan dilakukan. Manusia dengan cerdas dapat membayangkan bagaimana orang lain akan merespon ucapan ataupun tindakan mereka. Budaya merupakan gaya hidup unik suatu kelompok manusia dan merupakan wujud dari interaksi simbolik dari individu yang berbeda budaya. Budaya bukanlah sesuatu hal yang dimiliki sebagian individu saja, namun budaya dimiliki oleh seluruh manusia yang seharusnya menjadi pemersatu. Manusiamanusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial sebagai adaptasi pada lingkungan fisik dan biologis mereka. Para individu cenderung menerima dan mempercayai budaya mereka. Mereka dipengaruhi adat dan pengetahuan dimana mereka tinggal, dibesarkan terlepas dari bagaimana penanaman budaya pada dirinya (Lubis, 2012: 168). Setiap budaya memberi identitas kepada sekelompok orang tertentu hingga dapat lebih mudah memahami perbedaan yang terdapat dalam masing-masing budaya. Selain itu juga harus mampu untuk mengidentifikasi dari masing-masing budaya tersebut terlihat pada antara lain : 1. Komunikasi dan bahasa. Sistem komunikasi verbal dan nonverbal yang dapat membedakan kelompok yang satu dengan yang lainnya. 2. Pakaian dan penampilan meliputi pakaian yang dipakai serta aksesoris atau dekorasi pada tubuh yang sangat berbeda secara kultural.

12 3. Makanan dan kebiasaan. Mulai dari pemilihan, penyiapan dan penyajian makanan juga sangat berbeda antara budaya yang satu dengan lainnya. 4. Waktu dan kesadaran waktu. Bisa dianalisis dari bagian ini, karena ada budaya yang sangat menghargai waktu tapi ada juga yang tidak. 5. Penghargaan dan pengakuan. Salah satu yang bisa diperhatikan dalam pemberian pujian, perbuatan baik. 6. Hubungan-hubungan budaya juga mengatur hubungan dengan manusia dan organisasi, berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan dan kebijaksanaan. 7. Nilai dan norma. Berdasarkan nilai dan norma yang dianutnya suatu budaya menentukan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. 8. Rasa diri dan ruang kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan secara berbeda oleh masing-masing budaya. 9. Proses mental dan belajar. Bisa dilihat dai cara berpikir dan saat proses pembelajaraan (Lubis, 2012: ). Manusia berkomunikasi, termasuk itu komunikasi antarbudaya, memiliki fungsi dan tujuan untuk memenuhi panggilan relasi melalui cara menyatakan isi. Fungsi komunikasi antarbudaya ada dua. Pertama fungsi pribadi yaitu 1) identitas sosial 2) integrasi sosial 3) kognitif 4) melepaskan diri/jalan keluar. Kedua adalah fungsi sosial, yaitu 1) pengawasan, 2) menjembatani 3) sosialisasi 4) menghibur (Liliweri, 2004: 36). Membahas komunikasi antarbudaya, sangat penting untuk mencapai komunikasi yang efektif seperti yang diharapkan antara komunikator dengan komunikan. Selain itu juga mengurangi tingkat ketidakpastian termasuk salah satu tujuan dari komunikasi antarbudaya. Komunikasi yang efektif tergantung pada tingkat kesamaan makna yang didapat saat bertukar pesan. Agar dapat berkomunikasi secara efektif peserta komunikasi harus meraih makna yang relatif sama dari pesan yang dikirim dan diterima. Artinya mereka menginterpretasikan pesan secara sama.

13 Gudykunstt dan Kim (1984) memperlihatkan orang-orang yang kita tidak kenal akan selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian yang dapat dilakukan dengan tiga tahap interaksi yaitu : 1. Pra-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun nonverbal. 2. Initial contact and imppresion, tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari kontak awal. 3. Closure mulai membuka diri dari yang tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit (Liliweri, 2004: 19). Istilah komunikasi efektif (effetive communication) merujuk pada proses mengurangi kesalahpahaman. Menurut Gudykunts komunikasi efektif antara individu yang berbeda latarbelakang budaya tercipta bukan karena rasa akrab, memiliki sikap yang sama, atau pun karena dapat berkomunikasi dengan jelas. Namun lebih bagaimana pelaku komunikasi antarbudaya dapat dengan akurat menjelaskan perilaku masing-masing. Seperti yang ditambahkan oleh Triandis (dalam Gudykunts & Kim, 1997) efektivitas dalam komunikasi antarbudaya merupakan usaha untuk menciptakan apa yang disebut sebagai isomorphic attribution, yaitu penetapan kualitas atau karakteristik terhadap sesuatu supaya menjadi sama (Rahardjo, 2005: 68-69). Berbicara tentang efektivitas komunikasi, akan bisa tercapai tergantung situasi dan hubungan sosial antara komunikator dengan komunikan, terutama dalam lingkup kerangka rujukan maupun pengalaman diantara mereka. Lebih lanjut Schramm dalam Mulyana (1990) mengemukakan, komunikasi antarbudaya yang efektif harus memperhatikan, yaitu : (1) Menghormati anggota budaya lain sebagi manusia. (2) Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaiman kita yang kehendaki. (3) Menghormati hak anggota budaya yang lain utnuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak. (4) Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya lain (Liliweri, 2004: 171).

14 Menurut Samovar, komunikator yang efektif adalah mereka yang memiliki motivasi, mempunyai kerangka pengetahuan, memiliki kemapuan komunikasi yang diperlukan, dan memiliki karakter yang baik ( Samovar, dkk, 2007: 314). Demikian pula dengan proses komunikasi antarbudaya yang efektif sangat tergantung pada komunikasi antarbudaya. Tujuan tersebut akan tercapai jika bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan usaha yang disadari untuk memperbaruhi relasi komunikator dengan komunikan, menciptakan komunikasi yang efektif, yang akhirnya akan mengurangi konflik Identitas Etnis Istilah identitas etnis secara substansial bermakna sama dengan etnisitas (ethnicity), konsep diri kultural atau rasial. Istilah-istilah ini kadang-kadang digunakan identik atau punya makna yang sama oleh para ahli (Mulyana & Jalaludin Rahmat, 2005: 151). Identitas adalah suatu konsep yang abstrak dan beraneka ragam yang memainkan peran yang signifikan dalam seluruh interaksi komunikasi (Lubis, 2012:163). Identitas etnis sendiri sebenarnya merupakan bentuk spesifik dari identitas budaya. Ting-Toomey dalam Rahardjo, mendefinisikan identitas kultural merupakan perasaan (emotional significance) dari seseorang untuk ikut dalam memiliki (sense of belonging) atau berafiliasi dengan kultur tertentu (Rahardjo,2005: 1-2). Sedangkan identitas etnis bisa dilihat sebagai sebuah kumpulan ide tentang satu kepemilikan keanggotaan kelompok etnis. Memahami tentang identitas, beberapa ahli mengklasifikasikan tentang identitas. Antara lain adalah Turner yang membaginya dalam tiga kategori yaitu identitias manusia, identitas sosial, dan identitas pribadi. Dalam hal ini, identitas manusia merupakan pemahaman yang menghubungkan seseorang dengan seluruh manusia serta memisahkan seseorang tersebut dengan kehidupan lainnya. Identitas sosial adalah hal yang membedakan seseorang berasal dari kelompok sosial tertentu, misalnya tergabung dalam ras, etnisitas, pekerjaan, umur, kampung halaman. Sedangkan identitas pribadi hal istimewa yang dimiliki seseorang dan dapat membedakannya dengan orang lain.

15 Pemahaman akan identitas adalah aspek yang penting dalam studi dan praktik komunikasi antarbudaya. Perhatian dari studi komunikasi antarbudaya adalah bagaimana identitas mempengaruhi dan menuntun ekspektasi tentang apa peran sosial diri dan orang lain maupun menyediakan tuntunan bagi interaksi komunikasi dengan oang lain (Samovar dkk, 2007: ). Ting Toomey menganggap identitas sebagai konsep diri yang direfleksikan atau gambaran diri bahwa kita berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis, dan proses sosialisasi individu (Samovar dkk, 2010: 184). Identitas merupakan produk dari keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok. Seperti yang bisa dipahami dari Ting-Tomey yaitu manusia memperoleh dan mengembangkan identitas mereka melalui interaksi dalam kelompok budaya mereka. Selanjutnya perkembangan identitas terdapat dalam proses keluarga dan sosialisasinya dipengaruhi oleh budaya lain dan perkembangan pribadinya (Samovar dkk, 2010: 194). Identitas awal berasal dari keluarga, dimana mulai untuk belajar secara budaya mengenai kepercayaan, nilai, dan peranan sosial. Phinney menawarkan tiga model tahap-tahap untuk memahami pertumbuhan identitas, yang difokuskan pada identitas etnis. Pertama, ditandai kurangnya eksplorasi terhadap etnisitas. Seseorang tidak tertarik untuk menampilkan identitas mereka. Ketidaktertarikan ini berasal dari keinginan untuk menyembunyikan identitas etnis dalam budaya yang lebih mayoritas. Kedua, pencarian identittas etnis dimulai saat tertarik untuk mempelajari dan memahami identitas etnis mereka sendiri. Adanya pendiskriminasian dapat menggerakkan anggota kelompok minoritas untuk menunjukkan etnis mereka. Ketiga, dalam perkembangan identitas ketika seseorang memilki pemahaman yang jelas dan pasti mengenai identitas budayanya sendiri (Samovar dkk, 2010: 195). Selanjutnya Barth (1988) dan Zastraw (1989) mengemukakan etnik adalah himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari ketegori tersebut yang terikat pada sistem nilai budayanya (Liliweri, 2001:335). Zastrow (1969) menjelaskan setiap kelompok etnis merupakan himpunan manusia. Himpunan manusia tersebut dikarenakan kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa atau gabungan dari kategori itu. Kelompok

16 tersebut memiliki keterikatan etnis yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Sikap tersebut memandang norma dan nilai kelompok budayanya sebagai sesuatu yang dapat digunakan sebagai ukuran terhadap budaya lain (dalam jurnal studi pembangunan, vol.2: 22). Menurut Naroll (1964), umumnya kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang : 1. Secara biologis mampu berkembang biak dan betahan. 2. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya. 3. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. 4. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Secara khusus terdapat dua hal pokok untuk memahami kehadiran kelompok-kelompok etnik yaitu : 1. Kelanggengan unit-unit budaya. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya unit budaya. Barth menyatakan ciri khusus tersebut bukan hanya merupakan ciri kelompok etnik saja, tetapi juga memberikan dampak yang sangat luas, ditambahi dengan asumsi bahwa kelompok etnik memiliki budayanya sendiri (Barth, 1988: 11-12). Secara sederhana identitias etnis sama halnya dengan identitas sosial yang dapat mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain. Alba menilai identitas etnis sebagai orientasi subjektif seseorang yang mengarahnya pada etnis asalnya (Lubis, 2012: 163). Kemudian Matin dan Thomas (2007) mengemukakan bahwa memiliki sebuah identitas etnis berarti mengalami sebuah perasaan memiliki pada suatu kelompok dan mengetahui sesuatu tentang pengalaman yang dibagi pada anggota kelompok (Lubis, 2012: 164). Identitas etnik adalah bagaimana individu untuk memahami siapa dirinya, merasakan ada ikatan antara individu dan kelompok berfisat emosional. Selain itu ada kepercayaan saat berada dalam kelompok serta komitmen kuat terhadap kelompok, dan bersama-sama melakukan kebiasaan yang

17 sama( 3/2629). Identitas etnis sebenarnya merupakan bentuk identitas budaya yang dilihat sebagai kumpulan ide tentang kepemilikan keanggotaan kelompok etnis. Identitas etnis secara sederhana yaitu sebagai sense tentang self individu sebagai anggota atau bagian dari suatu kelompok etnik tertentu, sikap maupun perilakunya juga berhubungan dengan sense tersebut. Hal ini identitas etnis menyangkut pengetahuan, kesadaran, komitmen, dan perilaku terkait etnisnya. Artinya, identitas etnis dibangun atas kesadaran akan budaya yang dimiliki, budaya juga mempengaruhi identitas etnis. Bahkan melalui konteks budaya lah, identitas etnis dipertukarkan dan dipelajari dari generasi ke generasi. Isajiw (1999) menjelaskan bahwa identitas etnik meliputi dua aspek yaitu: 1. Aspek internal yaitu identitas etnik merujuk pada citra (images), ide (ideas), sikap (attitudes), dan perasaan (feeling). Kemudian dibagi dalam empat dimensi yaitu affective (afektif), fiducial (kepercayaan), cognitive (kognitif), dan moral (moral). 2. Aspek eksternal ditunjukkan oleh perilaku yang dapat diamati (observable behaviours) yang meliputi logat (dialek) bahasa, praktek tradisi etnik, keikutsertaan dalam jaringan kerja etnik tersebut seperti keluarga dan persahabatan, dan terlibat dalam institusi ( 43/2629). Pada konteks identitas etnis, Mead berpendapat bahwa konsep diri individu dihasilkan dari keikutsertaan atau partisipasinya dalam budaya dimana ia dilahirkan atau yang ia terima. Individu memperoleh budaya melalui simbolsimbol yang kemudian bermakna baginya lewat eksperimentasi dan akhirnya familiarity atau sudah akrab/dekat dengan berbagai situasi. Identitas etnis juga merupakan suatu proses. Identitas etnis atau etnisitas terbentuk lewat interpretasi realitas fisik dan sosial sebagai pemilik atribut-atribut etnis. Identitas etnis berkembang melalui internalisasi pengkhasan diri oleh orang lain yang dianggap penting, tentang siapa aku dan siapa orang lain berdasarkan latar belakang etnis mereka (Mulyana, 2001: 231).

18 Pendekatan Terhadap Identitas Etnis Ada dua pendekatan terhadap identitas etnis yaitu pendekatan objektif (struktural) dan pendektan subjektif (fenomenologis). Pendekatan objektif melihat sebuah kelompok etnis sebagai kelompok yang bisa dibedakan dari kelompokkelompok lainnya berdasarkan ciri-ciri budayanya seperti bahasa, agama, atau asal-usul kebangsaan. Sedangkan pendekatan subjektif merumuskan etnisitas (identitas etnis) sebagai suatu proses dalam dimana orang-orang mengalami atau merasakan diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok etnis dan diidentifikasi demikian oleh orang lain dan memusatkan perhatiannya pada keterikatan dan rasa memiliki yang dipersepsi kelompok etnis yang diteliti (Mulyana & Jalaludin, 2005: 152). Pendekatan objektif didasarkan asumsi dasar ilmu alam seperti ada keteraturan dalam realitas sosial dan juga dalam perilaku manusia. Mencoba mencari hukum umum yang menjelaskan adanya korelasi antar variabel yang satu dengan variabel lainya, kata lainnya ada hukum kausal. Bagi positivis gagasan identitas etnik adalah pendekatan operasional yang mempertanyakan siapakah aku?. Pendekatan objektif juga menghubungkan konsep identitas etnik dengan teori konsep diri, dan lagi-lagi menganggapnya adalah sebagai proses (Mulyana dan Jalaludin, 2005: 153). Pendekatan objektif ini menolak pendapat tentang jiwa, spirit, kemauan, pikiran, instrokpeksi, kesadaran, subjektivitas tidak dapat diamati secara kuantitatif. Karena pendekatan struktural terhadap diri (self) sangat bergantung pada pengamatan ilmiah atas perilaku dari luar (behaviour). Pendekatan struktural ini juga menganggap para individu mengecap diri mereka sendiri dan oleh orang lain dalam dunia sosial, berdasarakan peranan dan lokasi mereka dalam struktur sosial. Hemat kata, pendekatan struktural terhadap identitas etnik beranggapan bahwa identitas etnik adalah pasif dan statik, dimana perilaku luar ditentukan oleh faktor luar individu. Berbeda dengan pendekatan objektif, pendekatan subjektif lebih memandang manusia adalah sesuatu yang aktif. Pendekatan subjektif (fenomenologis) sedikit mengkritik pendekatan post-positivistik yang memandang kemungkinan ada pembatasan pada perilaku manusia yang dapat dipelajari.

19 Menurut Phandis (1989) kalangan dengan kaum subjektivis memandang bahwa identitas etnik mengemuka lewat tanda-tanda budaya, mereka menekankan diri dan perasaan identitas yang berbeda berkaitan dengan kelompok dan pengakuannya oleh orang lain (Mulyana dan Jalaludin, 2005: 155). Secara tradisional, etnisitas dipandang ciri struktural yang membedakan kelompok etnik yang satu dengan yang lainnya. Beberapa penelitian antropolog membahas tentang kelompok etnik agak statik. Namun Barth seperti ingin membuktikan dengan pendapatanya bahwa ciri penting suatu kelompok etnik yaitu hubungan yang diberikan dari kelompok lain sebagai tempat mereka menggunakan identitias etnis sebagai pengklasifikasian diri mereka dan orang lain untuk tujuan interaksi (Barth, 1988: 13-15). 2.3 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang pernah meneliti mengenai identitas etnis yaitu : Penelitian Surita Lestari Zulham Penelitiannya berjudul Identitas Budaya dan Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Peran Identitas Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Etnis Minangkabau Asal Sumatera Barat di Universitas Sumatera Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran identitas budaya dalam interaksi komunikasi antarbudaya pada mahasiswa etnis Minangkabau di, dalam hal ini juga untuk mengetahui identitas budaya yang terbentuk dan mengetahui perubahan identitas budaya yang mungkin terjadi di kalangan mahasiswa etnis Minangkabau Universitas Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang melakukan pengukuran dengan menggunakan data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulannya yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Subjek

20 penelitian adalah mahasiswa etnis Minangkabau asal Sumatera Barat di angkatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan identitas budaya yang dialami oleh mahasiswa etnis Minangkabau dipengaruhi oleh lingkungan asal mereka. Adapun identitas budaya yang dimunculkan dalam interaksi antarbudaya pada mahasiswa etnis Minangkabau asal Sumatera Barat antara lain dengan menggunakan bahasa daerah yang masih mereka gunakan ketika berinteraksi dengan sesama, menunjukkan sikap yang ramah dan santun dalam berinteraksi. Identitas budaya sebagai orang Minang kemudian memunculkan rasa kekeluargaan antara mereka sebagai sesama orang perantauan. Adanya rasa kepemilikan (sense of belonging) pada kelompok etnis sehingga mereka cenderung berkumpul dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang sama. Faktor personal seperti watak atau kepribadian, pengetahuan dan motivasi serta intensitas interaksi juga mempengaruhi proses adaptasi dan keefektifan komunikasi dengan lingkungan yang baru. Pada umumnya perubahan yang dialami adalah perubahan logat dan bahasa Indonesia yang mereka gunakan karena dipengaruhi oleh bahasa lokal orang Medan. Dengan memahami identitas budaya mereka sendiri, mereka dapat mengidentifikasi orang lain dari kelompok etnis lain. Hal ini ternyata membantu mereka dalam menempatkan diri sesuai dengan situasi dan kondisi dimana mereka berinteraksi dan bagaimana harus bersikap sehingga dapat membangun komunikasi antarbudaya yang efektif Arifah Armi Lubis Penelitian ini berjudul Identitas Etnis dan Komunikasi Antarbudaya (Peran Identitas Etnis dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Asal Malaysia di Fakultas Kedokteran ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran identitas etnis yang dibangun dalam komunikasi antarbudaya pada mahasiswa asal Malaysia di Fakultas Kedokteran USU. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data nominal yang

21 menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Subjek penelitian adalah mahasiswa asal Malaysia yang beretnis Melayu pada stambuk 2007, 2008, 2009 di Fakultas Kedokteran USU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identitas etnis bisa berperan sebagai pendorong bahkan penghambat dalam komunikasi antarbudaya dan hal ini dipengaruhi pada jenis kelamin dan tempat tinggal. Mengenai jenis kelamin, ditemukan hasil penelitian bahwa perempuan paling kuat dalam menjaga identitas etnisnya dan selalu terdorong untuk menunjukkan identitas etnis dan cara termudah bagi perempuan untuk menunjukkan identitas etnisnya adalah dengan menggunakan baju kurung. Sedangkan laki-laki, mereka cenderung bisa menyembunyikan ataupun tidak terlalu menonjolkan identitas etnisnya dan cara termudah bagi laki-laki untuk menunjukkan identitas etnisnya adalah dengan menggunakan logat Melayu saat berbicara. Dan mengenai tempat tinggal, hal ini didasarkan pada temuan penelitian bahwa mahasiswa asal Malaysia yang masuk melalui jalur Internasional (yang seluruhnya beretnis Melayu) mereka akan ditempatkan di asrama dan jika keluar dari asrama, mereka tetap dipaksa tinggal dengan teman seetnis. Sehingga mereka akan selalu ditempatkan bersama kelompok etnisnya. Dan hal ini berpengaruh pada identitas etnis yang terbentuk, karena hal tersebut akan menyebabkan mereka merasa nyaman dan merasa dalam kelompok besar dan tidak terlalu termotivasi untuk berkomunikasi dengan teman beda etnis. Dan mahasiswa yang masuk melalui jalur Mandiri, mereka bisa tinggal bersama teman beda etnis karena mereka datang ke Medan tidak berkelompok sehingga mereka bisa mandiri dalam mencari teman dan mereka tidak tergantung pada kelompok dan memiliki motivasi untuk berkomunikasi dengan teman beda etnis. Jadi sebenarnya yang paling berpengaruh pada pembentukan identitas etnis mahasiswa asal Malaysia yang beretnis Melayu di Fakultas Kedokteran USU adalah jalur masuk. Mereka yang masuk melalui jalur Internasional, biasanya menggunakan identitas etnis sebagai pembeda antara mereka dengan kelompok lain sehingga menghambat komunikasi antarbudaya mereka sedangkan

22 mahasiswa yang masuk melalui jalur Mandiri, mereka menggunakan identitas etnis sebagai pengenal, yang membantu mereka mengenali siapa mereka dan siapa orang lain, dan hal tersebut mendorong mereka untuk melalukan komunikasi antarbudaya. 2.4 Model Teoritis Komunitas Tamil Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Non Tamil Identitas Etnis - Komunikasi verbal dan nonverbal - Tradisi - Mempertahankan budaya Gambar 1.1

PERAN IDENTITAS ETNIS DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA KOMUNITAS INDIA TAMIL DI KAMPUNG MADRAS KOTA MEDAN SRI HANDAYANI TAMPUBOLON

PERAN IDENTITAS ETNIS DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA KOMUNITAS INDIA TAMIL DI KAMPUNG MADRAS KOTA MEDAN SRI HANDAYANI TAMPUBOLON PERAN IDENTITAS ETNIS DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA KOMUNITAS INDIA TAMIL DI KAMPUNG MADRAS KOTA MEDAN SRI HANDAYANI TAMPUBOLON 100904024 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Peran Identitas Etnis dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat mendasar dalam proses belajar manusia. Manusia dibesarkan, diasuh

BAB I PENDAHULUAN. dan sangat mendasar dalam proses belajar manusia. Manusia dibesarkan, diasuh BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi layaknya nafas kehidupan manusia. Kodratnya sebagai makhluk sosial membuatnya senantiasa berinteraksi demi pemenuhan kebutuhan dan keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Antarbudaya Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terkandung identitas masing-masing. Identitas tersebut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dalam era keterbukaan dan globalisasi yang sudah terjadi sekarang yang berkembang pesat ini, dunia pekerjaan dituntut menciptakan kinerja para pegawai yang baik

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. diuraikan oleh beberapa ahli, diantaranya Fred. E. Jandt yang mengartikan

BAB II URAIAN TEORITIS. diuraikan oleh beberapa ahli, diantaranya Fred. E. Jandt yang mengartikan BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi Antarbudaya II.1.1 Pengertian Komunikasi Antarbudaya Terdapat beberapa pengertian komunikasi antarbudaya yang telah diuraikan oleh beberapa ahli, diantaranya Fred.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Antarbudaya Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Istilah komunikasi bukanlah suatu istilah yang baru bagi kita. Bahkan komunikasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban umat manusia, dimana pesan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah Penyesuaian diri terhadap lingkungan yang baru dijajaki merupakan proses awal untuk dapat bertahan hidup dalam sebuah lingkungan baru. Berbagai masalah-masalah akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Ada banyak definisi tentang komunikasi yang diungkapkan oleh para ahli dan praktisi komunikasi. Akan tetapi, jika dilihat dari asal katanya,

Lebih terperinci

PERSEPSI INTI KOMUNIKASI. Rizqie Auliana

PERSEPSI INTI KOMUNIKASI. Rizqie Auliana PERSEPSI INTI KOMUNIKASI Rizqie Auliana rizqie_auliana@uny.ac.id Pengertian Persepsi atau perception adl hal sederhana dari getaran apapun dari pikiran sehat kita. Persepsi sebagai proses yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Karakteristik Etnis Arab dan Etnis Sunda Kata Arab sering dikaitkan dengan wilayah Timur Tengah atau dunia Islam. Negara yang berada di wilayah Timur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut: 74 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan di keluarga Bapak Mardianto, pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah disajikan dalam Bab III didapatkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi. pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima.

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi. pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya, ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau disebut makhluk bermasyarakat, selain itu manusia juga diberikan akal dan pikiran yang berkembang serta

Lebih terperinci

IDENTITAS ETNIS DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA SKRIPSI YUANITA EVIANI BR SITEPU

IDENTITAS ETNIS DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA SKRIPSI YUANITA EVIANI BR SITEPU IDENTITAS ETNIS DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (Studi Kasus Peran Identitas Etnis dalam Komunikasi Antarbudaya pada Warga Negara Amerika di Kota Medan) SKRIPSI YUANITA EVIANI BR SITEPU 100904039 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni BAB IV ANALISIS DATA Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni peorganisasin data kedalam pola-pola yang saling berhubungan, serta setiap kategori maupun sistem yang ada. Pada tahap

Lebih terperinci

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1

Komunikasi Bisnis Kelompok 7 1 1.1 Pengertian Komunikasi bisnis adalah komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis ynag mencakup berbagai macam bentuk komunikasi baik komunikasi verbal maupun non verbal. Berikut ini merupakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia terkenal dengan keragaman budayanya. Ragam budaya yang terdapat di Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi di tiap-tiap penganutnya.

Lebih terperinci

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom Kecakapan Antar Personal Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom Teori Interaksi Simbolik Teori Interaksi Simbolik Diperkenalkan oleh G. Herbert Mead tahun 1934 di Universitas Chicago Amerika. Menurut Mead, terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi merupakan aktivitas makhluk sosial. Menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy, 2006: 10) komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Dalam praktik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dijadikan sebagai suatu temuan penelitian yang akan mengupas

BAB IV ANALISIS DATA. dijadikan sebagai suatu temuan penelitian yang akan mengupas BAB IV ANALISIS DATA Salah satu proses analisis data ini telah dikembangkan lebih lanjut yang materinya diambil dari hasil deskripsi data penelitian untuk nantinya dijadikan sebagai suatu temuan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kasoos. Untuk itu, di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang apa BAB II TINJAUAN TEORITIS Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang akan digunakan untuk menjelaskan persoalan penelitian. Dalam bab II ini akan membahas pengertian mengenai komunikasi, interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang Masalah

I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai alat untuk mempersatukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

Materi Minggu 1. Komunikasi

Materi Minggu 1. Komunikasi T e o r i O r g a n i s a s i U m u m 2 1 Materi Minggu 1 Komunikasi 1.1. Pengertian dan Arti Penting Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain

Lebih terperinci

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta 74 Komuniti, Vol. VII, No. 2, September 2015 CULTURE SHOCK SANTRI LUAR JAWA DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DI JAWA (STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF CULTURE SHOCK SANTRI ETNIS LUAR JAWA DENGAN SANTRI ETNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia berinteraksi dengan lingkungannya (Tirtarahardja &Sula, 2000: 105).

BAB I PENDAHULUAN. manusia berinteraksi dengan lingkungannya (Tirtarahardja &Sula, 2000: 105). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi dan potensi yang harus dikembangkan. Dalam upaya memenuhi kebutuhannya itu maka manusia berinteraksi

Lebih terperinci

Perspektif dalam Ilmu Komunikasi

Perspektif dalam Ilmu Komunikasi TEORI KOMUNIKASI MODUL 4 Perspektif dalam Ilmu Komunikasi Membicarakan teori pada dasarnya membicarakan perspektif yang melatarbelakanginya. Dalam materi ini, kita menggunakan perspektif dan paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, dengan WNA dari budaya barat (Sabon, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan antar budaya telah menjadi fenomena dalam masyarakat modern, terutama di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta. Menurut Faradila, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan komunikasi merupakan dua hal yang kaitannya sangat erat. Seseorang ketika berkomunikasi pasti akan dipengaruhi oleh budaya asalnya. Hal tersebut juga menunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik antarindividu maupun dengan kelompok. Selama proses komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

CHAPTER REPORT (THREE) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M. Pd.

CHAPTER REPORT (THREE) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M. Pd. CHAPTER REPORT (THREE) SYMBOLS OF SELF (Personality Development, Elizabeth B. Hurlock) Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Dari Bapak Dr. H. A. Juntika Nurihsan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak ia dilahirkan. Naluri ini yang mendorongnya untuk selalu menyatukan hidupnya dengan orang lain dalam kelompok

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. kepada komunikannya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan makna antara

BAB IV ANALISIS DATA. kepada komunikannya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan makna antara BAB IV ANALISIS DATA a. Temuan Penelitian 1. Proses Komunikasi Proses komunikasi adalah bagaimana sang komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia hidup di bumi dengan berbagai macam budaya dan kepercayaan serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar mempengaruhi

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS) Oleh : Ira Purwitasari FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA PERTEMUAN 4 MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS) Oleh : Ira Purwitasari POKOK BAHASAN Memahami Perbedaan Perbedaan Budaya DESKRIPSI Modul ini membahas

Lebih terperinci

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN Modul ke: 14Fakultas Dr. PSIKOLOGI SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN BAB XIII Metode Penelitian KUALITATIF Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Program Studi PSIKOLOGI Menurut Banister, dkk (1994) penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling berkomunikasi. Manusia juga pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup, yaitu sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

05FIKOM. Pengantar Ilmu Komunikasi. Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas

05FIKOM. Pengantar Ilmu Komunikasi. Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Modul ke: Fakultas Modul ke: Pengantar Ilmu Komunikasi Prinsip-prinsip Atau Dalil Dalam Komunikasi Fakultas 05FIKOM Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM 1. PROSES KOMUNIKASI Salah satu prinsip komunikasi

Lebih terperinci

KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI. Sesi 9 Pengantar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya

KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI. Sesi 9 Pengantar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI Sesi 9 Pengantar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya KOMUNIKASI VERBAL = KOMUNIKASI DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA/KATA- KATA, BAIK LISAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma/Perspektif Kajian Paradigma menurut Harmon (dalam Moleong, 2004: 49) adalah cara mendasar untuk mempersepsikan, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

IDENTITAS BUDAYA DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

IDENTITAS BUDAYA DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA IDENTITAS BUDAYA DAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (Studi Kasus Peran Identitas Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Etnis Minangkabau Asal Sumatera Barat di ) SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN a. Latar Belakang (Times New Roman 14) Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang diteliti / dikaji. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Semakin banyaknya

Lebih terperinci

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si.

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si. PRINSIP DASAR KOMUNIKASI MENURUT SEILER (dalam Arni Muhammad, 2000;19-20) 20) 1. Komunikasi adalah suatu proses, yang dimaksud proses disini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. secara bersamaan dengan pengumpulan data pada penelitian ini.

BAB IV ANALISIS DATA. secara bersamaan dengan pengumpulan data pada penelitian ini. 74 BAB IV ANALISIS DATA 1. Temuan Penelitian Pada bab Analisis data ini akan disajikan data yang diperoleh peneliti dari informan dan dari lapangan untuk selanjutnya dikaji lebih lanjut. Analisis data

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. a. Pengertian Komunikasi Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORITIS. a. Pengertian Komunikasi Interpersonal BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka 1. Komunikasi Interpersonal a. Pengertian Komunikasi Interpersonal Proses komunikasi dimulai atau berawal dari sumber (source) atau pengirim pesan yaitu dimana

Lebih terperinci

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si. Program Studi Periklanan dan Komunikasi Pemasaran. www.mercubuana.ac.id Materi Pembelajaran Fungsi Komunikasi Antar Budaya Karakteristik Budaya

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DOKTER PADA PASIEN GANGGUAN JIWA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pasien Gangguan Jiwa Di RSJ.Prof.Dr.Hb.

KOMUNIKASI DOKTER PADA PASIEN GANGGUAN JIWA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pasien Gangguan Jiwa Di RSJ.Prof.Dr.Hb. KOMUNIKASI DOKTER PADA PASIEN GANGGUAN JIWA (Studi Deskriptif Kualitatif pada Pasien Gangguan Jiwa Di RSJ.Prof.Dr.Hb.Sa anin Padang) SKRIPSI Oleh YUKE IRZANI BP. 0810862017 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Huntington & Harrison, 2000, hal. 227) mengatakan bahwa pada era globalisasi budaya-budaya lokal yang bersifat keetnisan semakin menguat, dan penguatan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UMB IRA PURWITASARI S.SOS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA system keyakinan, nilai dan sikap, terhadap pandangan mengenai dunia dan terhadap organisasi social diantara pelaku-pelaku dari budaya yang berbeda. Seperti hambatan yang timbul oleh rangsangan dari luar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pernikahan Jawa dan Minangkabau) NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. proses perkenalan melalui interaksi antar SFCK, interaksi antara anggota

BAB IV ANALISIS DATA. proses perkenalan melalui interaksi antar SFCK, interaksi antara anggota BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian 1. Proses komunikasi interpersonal anggota SFCK di awali dengan tahap proses perkenalan melalui interaksi antar SFCK, interaksi antara anggota SFCK dan interaksi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

Komunikasi. Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain (Handoko, 2002 : 30).

Komunikasi. Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain (Handoko, 2002 : 30). Komunikasi I. PENGERTIAN Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Judi Perjudian adalah permainan di mana pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi

Lebih terperinci

BAB II SIMBOL SIMBOL MAKNA HAUL GEORGE HERBERT MEAD. Mead. Akan tetapi Mead-lah yang paling populer sebagai perintis dasar teori

BAB II SIMBOL SIMBOL MAKNA HAUL GEORGE HERBERT MEAD. Mead. Akan tetapi Mead-lah yang paling populer sebagai perintis dasar teori 38 BAB II SIMBOL SIMBOL MAKNA HAUL GEORGE HERBERT MEAD A. Teori Interaksionisme Simbolik Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis interaksionisme simbolik, diantaranya James Mark Baldwin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan. (Huvigurst dalam Hurlock, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan. (Huvigurst dalam Hurlock, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki salah satu tugas perkembangan untuk mencari dan menemukan pasangan hidup yang akhirnya akan mengarahkan individu tersebut untuk melangsungkan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Oleh: Muslikhah Dwihartanti Disampaikan pada kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2004 Penyuluhan tentang Komunikasi yang Efektif bagi Guru TK di Kecamatan Panjatan A. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan Banyak sekali penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai etnografi komunikasi. Untuk mendukung penelitian ini, penelitian yang sudah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. AKULTURASI 1. Defenisi Akulturasi Akulturasi berbeda dengan enkulturasi, dimana akulturasi merupakan suatu proses yang dijalani individu sebagai respon terhadap perubahan konteks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SOSIAL. Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA

PSIKOLOGI SOSIAL. Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA PSIKOLOGI SOSIAL Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA Pengantar Manusia adalah makhluk sosial. Kita tidak berkembang dengan sendiri. Kita tidak memiliki tempurung pelingdung, dan bulu apa yang kita miliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori Penelitian dilakukan dengan landasan teori yang berperan sebagai dasar pemikiran untuk mendukung suatu permasalahan dengan jelas dan sistematis. Landasan teori

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi para saintis dan peneliti di dalam mencari fakta fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. Jadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi maka pesat juga perkembangan dalam dunia mode dan fashion. Munculnya subculture seperti aliran Punk, Hippies,

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi- sebagai sebuah proses pertukaran simbol verbal dan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi- sebagai sebuah proses pertukaran simbol verbal dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi- sebagai sebuah proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku- kini melingkupi proses yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe atau jenis penelitian ini adalah penelitian interpretif dengan pendekatan kualitatif. Paradigma merupakan sebuah konstruksi manusia yaitu gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial, dimana satu sama lain saling menumbuhkan yang didalamnya akan terbentuk dan terjalin suatu interaksi atau hubungan yang

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA PERTEMUAN 3 MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : POKOK BAHASAN Konsep Dasar Komunikasi Antarbudaya DESKRIPSI Pokok bahasan konsep dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD. interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan

BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD. interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan 33 BAB II INTERAKSIONALISME SIMBOLIK-GEORGE HERBERT MEAD Kehidupan social itu sendiri tidak pernah terlepas dari adanya sebuah interaksi. Sebagaimana interaksi social itu sendiri dipandang sebagai tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang lain, bahkan memecahkan suatu permasalahan. 1 Kelompok adalah

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang lain, bahkan memecahkan suatu permasalahan. 1 Kelompok adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi dalam kelompok adalah bagian dari kegiatan keseharian kita. Kelompok merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi kehidupan, karena melalui kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi yang dilakukan oleh manusia merupakan suatu proses yang melibatkan individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : akomodasi, jawa, batak, interaksi

ABSTRAK. Kata kunci : akomodasi, jawa, batak, interaksi ABSTRAK Judul Skripsi : Pengalaman Akomodasi Komunikasi (Kasus: Interaksi Etnis Jawa dengan Etnis Batak) Nama : Osa Patra Rikastana NIM : 14030111140104 Jurusan : Ilmu Komunikasi Geografis Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Masyarakat majemuk yang hidup bersama dalam satu wilayah terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda tentunya sangat rentan dengan gesekan yang dapat

Lebih terperinci

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari

MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : Ira Purwitasari FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA PERTEMUAN 2 MODUL KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ( 3 SKS ) Oleh : POKOK BAHASAN Subjek, Wilayah dan Fokus Kajian Komunikasi Antarbudaya DESKRPISI Dalam

Lebih terperinci

Daftar lsi Singkat. Mengembangkan Komunikasi dalam Hubungan. Struktur dari Komunikasi Interpersonal. Sab8. Bab7. Bab1. Bab2. Bab9. Bab3.

Daftar lsi Singkat. Mengembangkan Komunikasi dalam Hubungan. Struktur dari Komunikasi Interpersonal. Sab8. Bab7. Bab1. Bab2. Bab9. Bab3. Daftar lsi Singkat Daftar lsi Pengantar Pendahuluan Struktur dari Komunikasi Interpersonal Bab1 Pembahasan Awal Mengenai Komunikasi Interpersonal v xi 11 Mengembangkan Komunikasi dalam Hubungan Bab7 Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan mahasiswa harus ikut bermigrasi ke berbagai daerah. Kadang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan mahasiswa harus ikut bermigrasi ke berbagai daerah. Kadang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa identik dengan perantau, lokasi universitas yang tersebar di seluruh Indonesia serta proses seleksi masuk universitas dengan skala nasional menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan bermasyarakat. Komunikasi memegang peran penting dalam kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Tanpa

Lebih terperinci

Fitri Rahmawati, MP. Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana Fakultas Teknik UNY.

Fitri Rahmawati, MP. Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana Fakultas Teknik UNY. Fitri Rahmawati, MP. Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana Fakultas Teknik UNY email: fitri_rahmawati@uny.ac.id 1 Untuk menghasilkan Kesan yang Tepat diperlukan suatu latihan yang teratur dan sistematis.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai budaya terdapat di Indonesia sehingga menjadikannya sebagai negara yang berbudaya dengan menjunjung tinggi nilai-nilainya. Budaya tersebut memiliki fungsi

Lebih terperinci