BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas manusia di atas permukaan bumi antara lain permukiman,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas manusia di atas permukaan bumi antara lain permukiman,"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktifitas manusia di atas permukaan bumi antara lain permukiman, perkebunan, dan pertanian tidak terlepas dari masalah keruangan karena terkait dengan pemanfaatan lahan. Aktifitas tersebut merupakan fenomena penting yang menyangkut gambaran geografis suatu wilayah baik aspek spasial maupun aspek non spasial. Aktifitas yang dilakukan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk, pola, dan kecenderungan serta interaksi dari suatu wilayah geografis. Pesatnya kebutuhan ruang karena terjadinya peningkatan populasi seperti peningkatan jumlah penduduk di suatu wilayah seperti perkotaan akan mengakibatkan meningkatnya intensitas pemanfaatan lahan. Kota merupakan suatu zona atau daerah yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, pusat pemerintahan, serta pemusatan penduduk dengan cara hidup yang heterogen. Perkembangan kehidupan di kota bersifat dinamis, pertumbuhan penduduk merupakan salah satu dinamika kehidupan di perkotaan. Pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya urbanisasi. Urbanisasi secara demografi berarti perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia hal ini dikarenakan belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama antar daerah pedalaman dengan daerah perkotaan. Semakin besarnya perbedaan

2 2 antar tingkat pertumbuhan wilayah menyebabkan semakin tingginya tingkat urbanisasi. Urbanisasi di suatu wilayah akan memberikan dampak terhadap penyediaan lahan untuk aktivitas perkotaan yang notabene sebagai engine of growth pun akan meningkat drastis seperti kebutuhan permukiman, kebutuhan pangan, dan kebutuhan akan lapangan pekerjaan termasuk kebutuhan pelayanan transportasi. Penyediaan infrastruktur dan pelayanan transportasi tentunya merupakan satu tantangan terbesar sebab pertumbuhan penduduk ini menciptakan sekelompok masyarakat yang hidup di bawah standar kehidupan umumnya yang membutuhkan pengendalian biaya transportasi yang lebih rendah. Tata guna lahan dan transportasi mempunyai suatu hubungan yang interaktif yaitu tata guna lahan merupakan salah satu penentu pergerakan dan aktifitas atau dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (trip generation) yang menentukan jenis fasilitas transportasi yang akan dipakai untuk melakukan pergerakan dan ketika fasilitas tambahan telah tersedia, maka tingkat aksesibilitas akan meningkat. Perubahan aksesibilitas akan menentukan perubahan yang akan mempengaruhi penggunaan lahan sehingga jika terjadi perubahan penggunaan lahan maka tingkat bangkitan perjalanan akan berubah (Khisty dan Lall, 2005). Berdasarkan pendapat Khisty dan Lall maka dapat disimpulkan jika tata guna lahan dalam transportasi selanjutnya disetarakan dengan pemanfaatan lahan dalam penelitian ini karena merujuk pada fungsi bangunan merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik lahan dan aktifitas manusia yang menentukan besarnya perjalanan dengan menggunakan jenis transportasi untuk melakukan pergerakan.

3 3 Pemanfaatan lahan terdiri dari berbagai jenis antara lain permukiman, pertokoan, sekolah, dan swalayan dan dijadikan sebagai dasar analisis kajian keruangan pada perencanaan transportasi. Secara umum proses perencanaan transportasi menggunakan model transportasi empat tahap yang merupakan gabungan beberapa submodel yaitu model bangkitan perjalanan, model sebaran perjalanan, model pemilihan moda, dan model pemilihan rute. Model bangkitan perjalanan yang dibagi menjadi bangkitan dan tarikan perjalanan pada penelitian ini merupakan model awal dan erat kaitannya dengan jenis pemanfaatan lahan karena setiap jenis pemanfaatan lahan mempunyai ciri bangkitan lalulintas yang berbeda dalam hal jumlah arus lalulintas, jenis lalulintas maupun waktunya yang merupakan fungsi parameter kondisi sosial ekonomi. Sebagai contoh jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh pemanfaatan lahan seperti perumahan Bougenville di Palembang pada Tahun 2009 sebesar orang/hari dan diperkirakan pada Tahun 2014 sebesar orang/hari (Hamdi, 2011) sedangkan rata-rata jumlah pergerakan kendaraan per 100 m 2 pada penggunaan lahan sebagai tarikan perjalanan yaitu gedung perkantoran sebesar 13 dan rumah sakit sebesar 18 (Black, 1978 dalam Tamin, 2000). Pada pemodelan transportasi, zona merupakan satuan analisis transportasi. Pengukuran kegiatan dalam zona antara lain jumlah manusia yang bermukim di zona tersebut, jumlah pekerja untuk masing-masing pemanfaatan lahan, jumlah dan ukuran pusat perbelanjaan sehingga perjalanan yang berasal dari dan menuju ke setiap zona akan diperkirakan. Secara umum batas administrasi sering

4 4 dijadikan batas penentuan zona untuk pengumpulan data di lapangan karena lebih memudahkan dan lebih murah dibandingkan cara sensus jika wilayah penelitian relatif luas dengan tingkat kepadatan yang tinggi tetapi mempunyai kelemahan karena karakteristik pergerakan dalam batas administrasi dianggap seragam atau sama. Atas pertimbangan tersebut maka data penginderaan jauh digunakan sebagai solusi untuk mengatasi kelemahan dengan mendefinisikan sistem zona lebih detil berdasarkan jenis pemanfaatan lahan. Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemetaan penggunaan lahan telah lama digunakan. Pada tahun 1974, Polle telah menggunakan foto udara berskala 1 : untuk melakukan revisi peta berskala 1: dengan cukup baik dan telah memetakan penggunaan lahan untuk lima kota di Eropa dengan menggunakan foto udara berskala 1 : hingga 1 : , sedangkan pemetaan penggunaan lahan di pusat kota menggunakan foto udara berskala 1 : hingga 1 : Gautam (1976 dalam Sutanto, 1981) telah memetakan penggunaan lahan Kota Binaker India menjadi delapan kategori dengan menggunakan foto udara skala 1 : Di Indonesia, Sutanto telah melakukan pemetaan penggunaan lahan dengan menggunakan foto udara skala 1 : di Kotamadya Yogyakarta dan foto udara skala 1 : untuk peta penggunaan lahan pusat Kotamadya Yogyakarta. Selain foto udara dikenal juga citra sistem satelit seperti citra Landsat, citra Aster, citra Ikonos, dan citra Quickbird. Citra sistem satelit memiliki resolusi yang berbeda satu sama lainnya baik resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, maupun resolusi temporal. Berdasarkan resolusi spasialnya citra

5 5 satelit dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: (1) citra satelit resolusi rendah, contoh NOAA, (2) citra satelit resolusi menengah contoh Landsat TM, SPOT, Aster dan Hyperion, dan (3) citra satelit resolusi tinggi contoh Ikonos dan Quickbird. Perbedaan resolusi pada citra tersebut menjadi salah satu pertimbangan jenis penggunaan citra untuk berbagai tema penelitian. Menurut Sutanto (1994), beberapa alasan yang mendasari penggunaan citra penginderaan jauh di berbagai sektor, yaitu: (a) citra penginderaan jauh dapat menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan wujud dan letak obyek yang mirip wujud dan letaknya di permukaan bumi, relatif lengkap, dapat meliputi daerah luas dan bersifat permanen, (b) dari jenis citra tertentu atau foto udara dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional apabila pengamatannya dilakukan dengan alat stereoskop, (c) karakteristik obyek yang tak tampak dapat diwujudkan dalam bentuk citra sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya, (d) citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terestrial, (e) merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana, (f) citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek. Seiring peningkatan resolusi khususnya resolusi spasial pada citra satelit sumberdaya alam, maka foto udara dan citra satelit sumberdaya telah diaplikasikan dalam bidang transportasi. Menurut Ekern (2001), ada beberapa alasan yang mendasari penggunaan data penginderaan jauh dalam transportasi, yaitu: (1) pengumpulan data informasi penginderaan jauh tidak mengganggu, (2) kemampuan untuk menjangkau tempat yang tidak mungkin atau membutuhkan dana yang besar untuk menjangkaunya, (3) biaya dalam hal

6 6 ketelitian memperbaiki (spasial dan spektral) juga bisa dikurangi jika dibandingkan dengan metode tradisional dalam hal pengumpulan data. Berdasarkan kelebihan dari data penginderaan jauh khususnya kemampuan resolusi spasialnya maka menjadi sangat menarik untuk mengkaji karakteristik zona berdasarkan jenis pemanfaatan lahan guna mengestimasi jumlah perjalanan pada tahap bangkitan dan tarikan perjalanan dan diharapkan mampu meminimalkan kegiatan lapangan yang membutuhkan biaya yang tinggi, personil yang banyak, dan waktu yang relatif cukup lama Perumusan Masalah Kota Makassar merupakan kota terbesar keempat di Indonesia yang merupakan salah satu kota metropolitan berdasarkan jumlah penduduk di atas jiwa. Menurut Ilham Arief Sirajuddin salah satu beban Makassar pada tingginya angka urbanisasi karena tergiur pekerjaan dan aktivitas ekonomi (http: // sulsel). Tahun 2010 jumlah penduduk Kota Makassar sebesar jiwa atau 16.7% total penduduk Sulawesi Selatan yang mencapai sekitar jiwa dengan luas wilayah km 2 dan Tahun 2011 jumlah penduduknya sebesar jiwa (BPS, 2012). Jumlah kendaraan bermotor wajib uji di kota Makassar pada tahun 2009 adalah sebanyak kendaraan dibandingkan tahun 2008 jumlah kendaraan bermotor wajib uji mengalami kenaikan sebesar 6,97 % sedangkan panjang jalan di Kota Makassar sejak tahun 2005 sampai tahun 2009 tidak mengalami perubahan yaitu 1.593,46 kilometer. Fenomena tidak bertambahnya jaringan jalan seiring meningkatnya jumlah

7 7 kendaraan di Kota Makassar mengakibatkan beberapa ruas jalan seperti Jalan Andi Pangeran Pettarani, Jalan Veteran, Jalan Perintis Kemerdekaan sekitar Tello, Jalan Sultan Alauddin pada jam-jam sibuk dipadati kendaraan baik roda dua maupun roda empat disamping itu kondisi tata ruang Kota Makassar dengan terjadinya percampuran pemanfaatan lahan (mix land use) di sepanjang ruas jalan tersebut yang terdiri dari perkantoran, sekolah, pertokoan, rumah toko, dan perdagangan makin memperparah kondisi padatnya ruas jalan karena dengan tata ruang tersebut semakin mempersulit pelebaran dan penambahan ruas jalan baru. Menurut Tamin (2000), tata ruang mempunyai keterkaitan erat dengan transportasi karena ruang merupakan kegiatan yang ditempatkan di atas lahan kota sedangkan transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya. Sejalan dengan pendapat Tamin tersebut maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan keruangan atau lebih spesifik kajian keruangan atau analisis spasial. Analisis spasial pada umumnya selalu bertitik tolak pada sistem informasi spasial. Sistem informasi merupakan sekumpulan data dan alat/peralatan untuk bekerja dengan data tersebut. Berdasarkan pengertian itu maka analisis spasial dapat diartikan sebagai sebuah analisis yang melibatkan aspek lokasi atau posisi kebumian dari suatu obyek serta mengintegrasikannya dengan data lainnya sesuai tujuan analisis yang dilakukan. Pada umumnya proses perencanaan transportasi menggunakan model perencanaan transportasi empat tahap, yang terdiri dari: (1) model bangkitan perjalanan, (2) model sebaran pergerakan, (3) model pemilihan moda, dan

8 8 (4) model pemilihan rute. Pemodelan bangkitan perjalanan merupakan proses awal untuk meramalkan jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh suatu zona (kawasan) per satuan waktu dan merupakan tahap pemodelan transportasi untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah (banyaknya) perjalanan yang berasal (meninggalkan) suatu zona/kawasan ke suatu zona/kawasan pada masa yang akan datang per satuan waktu. Menurut Morlok (1984), banyaknya perjalanan pada tahun rencana sangat ditentukan oleh karakteristik penggunaan lahan/petak-petak lahan (kawasan-kawasan) serta karakteristik sosial ekonomi tiap-tiap kawasan tersebut yang terdapat dalam ruang lingkup wilayah kajian tertentu. Citra penginderaan jauh dapat digunakan untuk memperoleh data yang mendukung pemodelan transportasi terutama yang menyangkut bangkitan dan tarikan perjalanan. Metode analisis yang digunakan pada tahap bangkitan perjalanan sangat tergantung pada basis perjalanan dan pendekatan analisis. Ada dua pendekatan yang sering dipergunakan untuk mengestimasi kebutuhan perjalanan yaitu berdasarkan pendekatan agregat dan pendekatan disagregat. Pendekatan agregat dilakukan secara menyeluruh dengan memahami atribut-atribut zona baik zona asal maupun zona tujuan seperti aktifitas sosial ekonomi suatu zona, penduduk zona, perkembangan wilayah dan pola penggunaan lahan sebuah zona sedangkan pendekatan disagregat dilakukan perindividu dengan memahami langsung faktor-faktor yang berpengaruh menimbulkan perjalanan tetapi melekat pada diri orang yang melakukan perjalanan tersebut. Metode pendekatan agregat yang selama ini dilakukan untuk pengumpulan

9 9 data menggunakan zona berdasarkan batas administrasi. Batas administrasi memudahkan pengumpulan data jumlah penduduk, jumlah perjalanan, kondisi sosial ekonomi dan lain-lain terutama untuk kota di negara berkembang yang mempunyai keterbatasan dalam hal sumber daya manusia, waktu, dan biaya yang kurang memadai dan pendekatan tersebut dapat menimbulkan berbagai kesalahan (de la Barra, 1989). Kesalahan tersebut disebabkan, oleh: a. Keanekaragaman karakter setiap individu; b. Keanekaragaman pilihan; c. Individu dalam sebuah group mempunyai keseragaman informasi melalui pilihan tertentu; d. Variasi dalam fungsi pemanfaatan tidak mempunyai bobot yang sama; e. Lokasi pasti dari konsumen bahkan ketika mereka berada di kawasan yang sama; f. Kondisi sosial ekonomi dari setiap individu di dalam grup; g. Kriteria arti grup bervariasi; dan h. Pilihan pertama yang terbaik tidak selamanya tersedia. Pendekatan disagregat dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan tersebut tetapi kelemahannya harus dilakukan dengan cara sensus. Cara sensus mempunyai ketelitian yang tinggi tetapi untuk wilayah yang luas akan memakan waktu yang lama, biaya yang mahal, dan personil yang banyak. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dianalisis suatu alternatif pendekatan untuk menjembatani antara pendekatan agregat dan pendekatan disagregat. Pendekatan baru tersebut menggunakan citra penginderaan jauh sebagai alat bantu dalam pengumpulan data dan informasi

10 10 terutama yang menyangkut kenampakan obyek seperti jenis pemanfaatan lahan. Citra satelit mengalami perkembangan yang pesat dan dapat digunakan untuk menggantikan fungsi foto udara sebagai sumber data karena citra satelit mempunyai kelebihan, yaitu: (a) peningkatan kualitas resolusi spasial, (b) resolusi temporalnya sangat baik, (c) penambahan jumlah saluran panjang gelombang yang digunakan dalam perekaman data, (d) penambahan jumlah dan jenis sensor yang dibawa dalam satu wahana, (e) dalam format digital, (f) citra yang dihasilkan mempunyai proyeksi orthogonal, dan (g) relatif mudah perolehan datanya. Berdasarkan uraian kelebihan citra satelit, maka suatu tantangan untuk memperoleh metode pendekatan baru dalam menjembatani metode pendekatan agregat dan pendekatan disagregat sangat penting. Hal ini dimaksudkan untuk mengestimasi kebutuhan perjalanan dengan mendefinisikan sistem zona dari citra penginderaan jauh. Pada ranah ini citra Quickbird memiliki resolusi spasial 0,61 cm sehingga obyek terkecil yang nampak jelas terlihat berukuran 0,61 cm dan kenampakan blok jalan dijadikan sebagai batas zona melalui interpretasi visual. Beberapa pertanyaan rinci yang perlu dijawab dalam kaitannya dengan persoalan yang akan dipecahkan pada penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana cara identifikasi karakteristik zona berdasarkan citra Quickbird? 2. Bagaimana klasifikasi pemanfaatan lahan berdasarkan citra Quickbird untuk menetapkan model bangkitan dan tarikan perjalanan? 3. Bagaimana akurasi model bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan luas bangunan dan tinggi bangunan yang diperoleh dari citra Quickbird untuk level perkotaan?

11 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik zona berdasarkan citra Quickbird. 2. Mengembangkan klasifikasi pemanfaatan lahan dalam penyusunan model bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan citra Quickbird. 3. Menguji model bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan luas bangunan dan tinggi bangunan yang diperoleh dari citra Quickbird Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu: 1. Memberikan sumbangan konsep dan pemikiran baru tentang redefinisi zona terkait pengumpulan data luas bangunan dan tinggi bangunan untuk jumlah perjalanan di setiap zona sebagai dasar analisis pemodelan bangkitan dan tarikan perjalanan. 2. Memberikan suatu metode baru berupa langkah kerja pengumpulan data jumlah perjalanan untuk penyusunan model bangkitan dan tarikan perjalanan dengan menggunakan citra Quickbird sebagai dasar analisisnya. 3. Memberikan bahan masukan berupa data luas bangunan dan tinggi bangunan berdasarkan jenis penggunaan lahan bagi perencana transportasi dalam proses pengumpulan informasi jumlah perjalanan agar lebih ekonomis, akurat, dan membutuhkan personil yang lebih sedikit pada pengumpulan datanya.

12 Keaslian Penelitian Berbagai penelitian yang terkait dengan pemanfaatan citra satelit sumberdaya alam resolusi tinggi untuk berbagai bidang sudah dilakukan seperti pemanfaatan citra untuk studi kota, bidang pertanian, dan perkebunan sedangkan pemanfaatan citra satelit di bidang transportasi baru dilakukan oleh beberapa peneliti. Adapun perbandingan beberapa penelitian dengan penelitian kami selain aplikasi penginderaan jauh untuk transportasi maka penelitian pemanfaatan lahan juga dibahas sebab pada zona transportasi yang menjadi dasar analisisnya adalah pemanfaatan lahan. Beberapa penelitian tersebut yaitu: Hazarika et al (1999), Tamin dkk (2000), McCord et al (2001), El-Shair (2002), Alba-Flores (2005), Zhang dan Guindon (2006), Dantas et al (2006), K. Lee dan H. Chi (2008), Dalumpines (2008), Elhadi dan Zomrawi (2010), dan Walde et al (2012). Keaslian penelitian yang diuraikan pada penelitian ini lebih difokuskan pada penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan pemanfaatan citra resolusi tinggi untuk pemanfaatan lahan yang merupakan bagian dari redefinisi zona dan beberapa aplikasi citra resolusi tinggi untuk bidang transportasi dan penelitian tentang bangkitan perjalanan. Beberapa penelitian tersebut antara lain, yaitu: 1) Hazarika et al (1999), membandingkan penerapan penginderaan jauh untuk identifikasi jalan di beberapa lokasi di Thailand dengan lebar jalan masingmasing 5 m, 15 m, 35 m dan 64 m. Pada penelitian ini menggunakan data SPIN-2 (2m), ADEOS Pankromatik (8 m), SPOT Pankromatik (10 m), ADEOS Multispektral (16 m), dan Landsat TM (30 m). Metode yang dipakai untuk memperkirakan luas jalan yaitu metode analog dan metode digital.

13 13 Hasil yang diperoleh dari metode analog yaitu penggunaan data SPIN 2 untuk lebar jalan 64 m kemudian divariasikan dari 64 m sampai 66 m diperoleh kesalahan maksimum 2 m, pemanfaatan ADEOS Pankromatik dan SPOT Pankromatik untuk variasi lebar jalan 60 m sampai 70 m diperoleh kesalahan maksimum 6 m, sedangkan untuk penggunaan ADEOS Multispektral dengan variasi lebar jalan 60 m sampai 75 m diperoleh kesalahan maksimum 11 m dan Landsat TM dengan variasi lebar jalan 50 m sampai 70 m tingkat kesalahan maksimumnya paling tinggi yaitu 14 m. Hasil yang diperoleh dari metode digital, yaitu penggunaan ADEOS Pankromatik untuk lebar jalan mulai 56 m sampai 64 m tingkat kesalahan maksimumnya 8 m, SPOT Pankromatik untuk variasi lebar jalan 60 m sampai 70 m diperoleh kesalahan maksimum 6 m, ADEOS Multispektral dan Landsat TM tingkat kesalahan maksimum masing-masing 16 m dan 26 m. 2) Dantas et al (2000), mengkaji model spasial geografis buatan (artificial intelligent) untuk ramalan transportasi kota. Data yang dipakai yaitu data penginderaan jauh, data perjalanan, dan peta-peta penunjang. Pengolahan datanya dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Software Neural Network (NN). Model yang diperoleh berupa aplikasi artificial intelligent untuk aktifitas ramalan perjalanan dapat dipakai untuk aktifitas perencanaan kota. 3) Tamin dkk (2000) mengkaji tentang dampak resolusi sistem zona dan definisi jaringan jalan pada pemilihan rute dan tampilan jaringan jalan dengan studi kasus di Kota Bandung, Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan adalah

14 14 metode agregat dengan batas zonanya adalah batas administrasi. Hasil akhir yang diperoleh yaitu level optimal dari zona dengan pendekatan agregat sebanyak 2 level dengan zona kecamatan dan sistem jaringan jalan dengan 3 level dan kombinasi antara zona dan jaringan sebanyak 5 level. 4) McCord et al (2001), mengidentifikasi kendaraan dari foto udara selanjutnya membandingkan dengan automatic traffic recorder (ATR s). Metode yang dipakai yaitu thresholding tanpa subtraction, metode kedua subtraction tanpa transformasi dan metode ketiga substraction dengan transformasi. Hasil yang diperoleh membuktikan bahwa dari fotografi diperoleh visualisasi kendaraan berupa mobil dan truk dan dari citra satelit diidentifikasi informasi pola spasial untuk karakteristik lalulintas. 5) El-Shair (2002) mengkaji keakuratan keberadaan rute bus dan pemberhentian bus di daerah Birkenhead dengan menggunakan Citra SPOT tahun 1994 yang memiliki tiga band multispektral dan foto udara. Metode yang digunakan metode buffer dengan jarak 200 m dan 300 m dengan menggunakan software ArcInfo. Hasil yang diperoleh yaitu menentukan lokasi 65 pemberhentian bus dengan rute normal maupun rute pada jam puncak dan memberikan masukan untuk penambahan pemberhentian bus. 6) Alba-Flores (2005), mengevaluasi pemanfaatan citra penginderaan jauh dalam hal ini citra Ikonos Pankromatik untuk mendeteksi dan mengidentifikasi kendaraan di jalan raya dan kemungkinan aplikasi arus lalulintas, kepadatan lalulintas (jumlah lalulintas, kecepatan perjalanan) dalam perencanaan kota, dan mengeksplorasi kemungkinan penggunaan citra satelit resolusi tinggi

15 15 untuk mendeteksi es dan salju di jalan raya. Studi kasusnya di Perancis dan Baghdad. Metode yang digunakan, yaitu teknik pemroresan data dengan teknik segmentasi yang menggunakan dua pendekatan yaitu edge finding dan thresholding yang tersedia pada software MATLAB TM. Teknik thresholding dengan algoritma Calculating Threshold T dipakai untuk mengekstrak jalan raya dari subimages. Hasil yang diperoleh memperlihatkan kemampuan citra dan software yang dapat mendeteksi jalan raya dengan kendaraan dan jalan raya tanpa kendaraan dengan binary image dan intensity image. 7) Zhang dan Guindon (2006), memanfaatkan data penginderaan jauh untuk memperoleh data penggunaan lahan kota, transportasi kota, dan hubungannya dengan hasil konsumsi energi akibat perembetan kenampakan kota (urban sprawl). Citra penginderan jauh yang digunakan yaitu Landsat MSS, Landsat TM, dan Landsat ETM +. Metode yang digunakan, yaitu statistik dan analisis spasial. Studi kasus di daerah Ottawa-Gatineau dan Calgary. Hasil yang diperoleh memperlihatkan kepadatan penduduk pada daerah Ottawa-Gatineau tinggi sedangkan daerah Calgary lebih rendah, pencampuran penggunaan lahan di daerah Ottawa-Gatineau lebih tinggi dibanding daerah Calgary, kekompakan di daerah Calgary lebih tinggi dibanding daerah Ottawa- Gatineau, dan jarak perjalanan di daerah Ottawa-Gatineau lebih jauh dibanding daerah Calgary. 8) K. Lee dan H. Chi (2008), meneliti tentang penggunaan citra resolusi tinggi untuk aplikasi transportasi kota. Adapun pendekatan yang dipakai yaitu pendekatan ekstraksi indeks kuantitatif meliputi indeks konektivity dan indeks

16 16 sirkuity dengan menggunakan sistem pemrograman komputer algoritma indeks alpha dan indeks gamma yang merupakan informasi dasar untuk struktur jaringan lalulintas, dan indeks shimbel. Software yang dipakai untuk algoritma indeks adalah Avenue TM. Adapun hasil akhirnya yaitu program GIS dapat diimplementasikan untuk karakteristik jalan dan informasi kuantitatif karakteristik lingkungan transportasi kota dapat lebih mudah ditentukan. 9). Dalumpines (2008) mengkaji tentang ekstraksi bentuk kota dan informasi penggunaan lahan dalam pengembangan indikator untuk mendukung kajian jejak ekologis angkutan kota di Kota Ahmedabad India. Adapun citra yang digunakan yaitu IRS-P6. Indikator tersebut adalah ekstraksi dan quantification. Metode yang dipakai adalah klasifikasi piksel, supervised dan unsupervised, pengukuran tekstur matriks, dan pengukuran spasial. Hasil yang diperoleh yaitu dengan metode klasifikasi supervised akurasi keseluruhannya 54,87% dan Kappa 0,0706 tapi mempunyai keterbatasan dalam mengekstrak klas penggunaan lahan seperti permukiman, komersil, institusi, dan bangunan industri sedangkan untuk pengukuran tekstur (Kappa 0,1137). 10) Elhadi dan Zomrawi (2010) meneliti tentang penggunaan citra Quickbird untuk klasifikasi penggunaan lahan/penutup lahan dengan memanfaatkan CART Decision Tree dengan lokasi penelitian di Cina Selatan. Hasil yang diperoleh membagi jenis penggunaan lahan menjadi 8 kategori, yaitu Area terbangun dengan kepadatan tinggi, Area terbangun dengan kepadatan

17 17 rendah, air, lahan irigasi, padang rumput, lahan kosong, Lahan bekas panen, Lahan basah dengan tingkat akurasi 98,5%. 11) Walde et al (2012) menggunakan citra Quickbird untuk pemetaan penggunaan lahan kota dan Lidar untuk model ketinggian bangunan. Metode yang digunakan untuk pemetaan tersebut yaitu pendekatan graph based yang disadur dari pengolahan citra industri, ilmu kedokteran, dan informatika. Hasil yang diperoleh membagi kelas penggunaan lahan berdasarkan pantulan warna atap menjadi pusat kota, perumahan dengan satu keluarga, perumahan blok bangunan, dan daerah industri.

18 18 Tabel 1.1. Perbandingan antara Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan No (1) Nama Peneliti (2) Tahun (3) Lokasi (4) Tujuan (5) Metode (6) Hasil dan Kesimpulan (7) 1 Hazarika et al 1999 Thailand Membandingkan penerapan Metode yang dipakai untuk memperkirakan Berdasarkan metode analog, SPIN 2 dapat dipakai untuk identifikasi lebar jalan mulai dari 64 m sampai 66 m penginderaan jauh luas jalan yaitu dengan tingkat kesalahan kesalahan maksimum 2 m, untuk identifikasi metode analog dan ADEOS Pankromatik dan SPOT Pankromatik untuk jalan di beberapa lokasi di Thailand dengan lebar jalan metode digital lebar jalan 60 m sampai 70 m diperoleh kesalahan maksimum 6 m, dan ADEOS Multispektral untuk variasi lebar jalan 60 m sampai 75 m diperoleh masing-masing 5 kesalahan maksimum 11 m dan Landsat TM untuk m, 15 m, 35 m dan 64 m variasi lebar jalan 50 m sampai 70 m diperoleh tingkat kesalahan maksimum paling tinggi yaitu 14 m sedangkan hasil yang diperoleh dari metode digital, untuk ADEOS Pankromatik dengan lebar jalan 56 m sampai 64 m tingkat kesalahan maksimumnya 8 m, SPOT Pankromatik untuk variasi lebar jalan 60 m sampai 70 m diperoleh kesalahan maksimum 6 m, ADEOS Multispektral dan Landsat TM diperoleh tingkat kesalahan maksimum masing-masing 16 m dan 26 m. 2 Dantas et al 2000 Mengkaji model Sistem Informasi Aplikasi artificial intelligent untuk aktifitas ramalan spasial geografis Geografis (SIG) dan perjalanan dapat dipakai untuk aktifitas perencanaan buatan (artificial Software Neural kota intelligent) untuk Network (NN) ramalan transportasi kota 3 Tamin dkk 2000 Kota Bandung Mengkaji dampak resolusi sistem zona dan definisi jaringan jalan pada pemilihan rute dan tampilan jaringan jalan Metode agregat dengan batas zonanya adalah batas administrasi Level optimal dari zona dengan pendekatan agregat sebanyak 2 level dengan zona kecamatan dan sistem jaringan jalan dengan 3 level dan kombinasi antara zona dan jaringan sebanyak 5 level.

19 19 Sambungan Tabel 1.1 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 4 McCord et al 2001 Amerika Mengidentifikasi Teknik yang dipakai, kendaraan dari yaitu thresholding fotografi dan pola tanpa subtraction, spasial untuk subtraction tanpa karakteristik transformasi, dan lalulintas substraction dengan transformasi 5 El-Shair 2002 Birkenhead Mengkaji Metode yang keakuratan digunakan metode keberadaan rute bus buffer dengan jarak dan pemberhentian 200 m dan 300 m bus di daerah dengan menggunakan Birkenhead dengan software ArcInfo menggunakan Citra SPOT tahun 1994 yang memiliki tiga band multispektral dan foto udara 6 Alba-Flores 2005 Minneapolis Menggunakan algoritma untuk mendeteksi jalan Mendeteksi, mengklasifikasi, dan menghitung jumlah kendaraan jalan di Teknik pemroresan data dengan teknik segmentasi yang menggunakan dua pendekatan yaitu edge finding dan thresholding yang tersedia pada software MATLAB TM Dari fotografi diperoleh visualisasi kendaraan berupa mobil dan truk dan dari citra satelit diidentifikasi informasi pola spasial untuk karakteristik lalulintas Menentukan lokasi 65 pemberhentian bus dengan rute normal maupun rute pada jam puncak dan memberikan masukan untuk penambahan pemberhentian bus Algoritma dengan Multiple Thresholds hasilnya sangat baik untuk mendeteksi dan mengklasifikasi kendaraan

20 20 Sambungan Tabel 1.1 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 7 Zhang dan 2006 Ottawa dan Menggunakan data Statistik dan analisis Kepadatan penduduk pada daerah Ottawa-Gatineau Guindon Calgary penginderaan jauh untuk spasial tinggi sedangkan daerah Calgary lebih rendah, memperoleh data pencampuran penggunaan lahan di daerah Ottawapenggunaan lahan kota, Gatineau lebih tinggi dibanding daerah Calgary, transportasi kota, dan kekompakan di daerah Calgary lebih tinggi dibanding hubungannya dengan daerah Ottawa-Gatineau, dan jarak perjalanan di daerah hasil konsumsi energi Ottawa-Gatineau lebih jauh dibanding daerah Calgary akibat perembetan kenampakan kota (urban sprawl) 8 K. Lee dan 2008 Seoul Mengkaji penggunaan Pendekatan ekstraksi Program GIS dapat diimplementasikan untuk H. Chi citra resolusi tinggi untuk indeks kuantitatif karakteristik jalan dan informasi kuantitatif karakteristik aplikasi transportasi kota meliputi indeks lingkungan transportasi kota dapat lebih mudah konektivity dan ditentukan indeks sirkuity dengan menggunakan sistem pemrograman komputer algoritma indeks alpha dan indeks gamma 9 Dalumpines 2008 India Mengkaji tentang klasifikasi piksel, Penggunaan metode klasifikasi supervised akurasi ekstraksi bentuk kota dan supervised dan keseluruhannya 54,87% dan Kappa 0,0706 tapi informasi penggunaan unsupervised, mempunyai keterbatasan dalam mengekstrak klas lahan dalam pengukuran tekstur penggunaan lahan seperti permukiman, komersil, pengembangan indikator matriks, dan institusi, dan bangunan industri sedangkan untuk untuk mendukung kajian jejak ekologis angkutan kota di Kota Ahmedabad India pengukuran spasial pengukuran tekstur (Kappa 0,1137)

21 21 Sambungan Tabel 1.1 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 10 Elhadi dan Zomrawi 2010 Cina Selatan Mengkaji penggunaan citra Quickbird untuk klasifikasi penggunaan lahan/penutup Teknik algoritma CART Decision Tree Dari citra Quickbird dengan teknik CART penggunaan lahan dibagi menjadi 8 kategori, yaitu Area terbangun dengan kepadatan tinggi, Area terbangun dengan kepadatan rendah, lahan dengan air, lahan irigasi, padang rumput, lahan kosong, Lahan bekas memanfaatkan CART panen, Lahan basah dengan tingkat akurasi 98,5% Decision Tree 11 Walde et al 2012 Jerman Pemetaan penggunaan lahan kota dengan citra Quickbird 12 Qadriathi Dg Bau 2013 Kota Makassar Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik zona berdasarkan citra Quickbird, Mengembangkan klasifikasi pemanfaatan lahan untuk pemodelan bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan citra Quickbird, Menguji model bangkitan dan tarikan perjalanan berdasarkan luas dan tinggi bangunan yang diperoleh dari citra Quickbird Sumber: Penelusuran Pustaka Teknik graph based yang disadur dari pengolahan citra industri, ilmu kedokteran, dan informatika Interpretasi citra Quickbird dan pengolahan data dengan GIS, dan metode analisis regresi (MAR) Kelas penggunaan lahan berdasarkan pantulan warna atap menjadi pusat kota, perumahan dengan satu keluarga, perumahan blok bangunan, dan daerah industri Menghasilkan pendekatan zona semi agregat yang diinterpretasi dari citra Quickbird yang terbagi atas zona bangkitan perjalanan dan zona tarikan perjalanan. Mengembangkan jenis pemanfaatan lahan yang diinterpretasi dari citra Quickbird yang dibagi menjadi permukiman dan 11 kategori non permukiman, yaitu: sekolah, perguruan tinggi, perkantoran, pertokoan (toko dan ruko), hotel, mall, mesjid, rumah sakit, tempat rekreasi, industri/pabrik, dan pasar dengan ketelitian interpretasi berdasarkan uji keseluruhan sebesar 93,17% dan koefisien Kappa sebesar 0,89. Menghasilkan model bangkitan dan tarikan perjalanan dari variabel bebas luas dan tinggi bangunan hasil pengolahan citra Quickbird. Adapun model yang dihasilkan untuk bangkitan perjalanan, yaitu = 1, ,061(X 1 ) + 0,038 (X 2 ) sedangkan model tarikan perjalanan adalah = 103,295+ 0,077 X 1 + 1,973 X 2 dengan. Setelah kedua model dibentuk dalam MAT kemudian disandingkan dengan OD 2007, maka dihasilkan model bangkitan dan tarikan perjalanan citra Quickbird hasil koreksi, yaitu: F k = 1869,5 + 0,8606. Y Qb

22 22 Berdasarkan uraian singkat 12 penelitian tersebut citra penginderaan jauh telah digunakan untuk berbagai aplikasi di bidang transportasi. Adapun perbedaan dasar penelitian ini dengan penelitian sebelumnya meliputi perbedaan konsep, metode yang digunakan, obyek, dan hasil penelitian. Secara rinci perbedaan tersebut yaitu: 1. Penelitian sebelumnya menggunakan pendekatan zona berdasarkan agregat atau batas administrasi untuk pengumpulan data perjalanan sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan zona berdasarkan semi agregat dengan kriteria pemanfaatan lahan berupa bangkitan digabungkan dengan kepadatan bangunan keteraturan bangunan dan pemanfaatan lahan tarikan yaitu non permukiman. 2. Penelitian ini menggunakan klasifikasi pemanfaatan lahan yang dikelompokkan menjadi bangkitan dan tarikan perjalanan yang diinterpretasi dari citra Quickbird tetapi untuk validasi dan kalibrasi dengan OD 2007 maka jumlah pergerakan berdasarkan pendekatan semi agregat di kelompokkan menggunakan batas administrasi. 3. Penelitian ini menggunakan luas dan tinggi bangunan yang diperoleh dari citra Quickbird sebagai variabel bebas pada pemodelan bangkitan dan tarikan perjalanan.

23 23 Tabel 1.2. Perbedaan antara Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya Dirujuk dari Tabel 1.1. No Peneliti Tema Tujuan Interpretasi Sistem PJ Lokasi Alat Citra 1 Hazarika et al X X X X X 2 El-Shair X X X X X 3 Alba-Flores X X X X 4 McCord et al X X X X X 5 Zhang dan Guindon X X X 6 Dantas et al X X X 7 Tamin et al X X X X 8 K. Lee dan H. Chi X X X X 9 Dalumpines X X X X X 10 Elhadi dan Zomrawi X X X X 11 Walde et al X X X X Sumber: Hasil penelusuran pustaka Catatan : = sama atau mirip dengan penelitian yang dilakukan X = berbeda dengan penelitian yang dilakukan 1.6. Definisi Operasional Beberapa istilah yang digunakan pada penelitian ini diuraikan untuk membantu dalam penyamaan persepsi agar tidak terjadi makna yang berbeda. Definisi yang digunakan sebagian merujuk pada pustaka dan sebagian merupakan definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini. Bangkitan perjalanan merupakan tahap awal dari empat langkah pemodelan transportasi untuk memprediksi perjalanan serta kebutuhan transportasi yang dibedakan menjadi bangkitan dan tarikan perjalanan (Wright and Ashford, 1989, Ortuzar dan Willumsen, 1994) Kalibrasi merupakan proses yang dilakukan untuk menaksir nilai parameter atau koefisien sehingga hasil yang didapatkan mempunyai galat yang sekecil mungkin dibandingkan dengan hasil yang sebenarnya (realita) (Tamin, 2000)

24 24 Matrik asal tujuan (MAT) merupakan matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antar lokasi (zona) di dalam daerah tertentu (Tamin, 2000,) Model adalah penyederhanaan dan abtraksi dari teori dan realitas, yang menyatakan keadaan atau hubungan yang sederhana sampai yang bersifat kompleks (Ortuzar dan Willumsen, 1994, Brimicombe, 2003, Alfandi, 2001) Perencanaan adalah aktivitas atau proses yang menguji potensi tindakan pada masa mendatang untuk memberikan arahan pada suatu kondisi atau sistem pada arah yang diinginkan (Papacostas, 1987 dalam Tamin, 2000) Pemanfaatan lahan atau tata guna lahan adalah penggunaan lahan untuk suatu aktifitas berdasarkan fungsinya. Pemodelan adalah aktifitas meringkas dan menyederhanakan kondisi realistis (nyata) (Brimicombe, 2003) Proses kalibrasi adalah proses menaksir nilai parameter suatu model dengan berbagai teknik yang sudah ada (Glass and Hopkins, 2007) Resolusi spasial adalah ukuran obyek yang masih dapat dideteksi oleh sistem pencitraan (Xiong, 2004, Lillesand et al, 2004, Gopalan, 2006) Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan obyek berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya (Xiong, 2004, Lillesand et al, 2004, Gopalan, 2006) Resolusi radiometrik adalah kemampuan sensor untuk mengubah intensitas pantulan atau pancaran spektral menjadi angka digital/data numerik

25 25 (digital coding) yang dinyatakan dalam bit. Sistem penginderaan jauh dengan resolusi radiometrik 8 bit akan mempunyai skala keabuan (gray scale) antara (2 8 = 256) (Xiong, 2004) Resolusi temporal merupakan kemampuan sistem penginderaan jauh untuk merekam ulang daerah yang sama (Xiong, 2004, Lillesand et al, 2004) Regresi linear adalah alat statistik yang dipergunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu atau beberapa variabel terhadap satu buah variabel (Ghozali, 2011; Glass and Hopkins, 2007) Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau obyek yang saling berkaitan (Tamin, 2000) Sebaran perjalanan merupakan jumlah (banyaknya) perjalanan yang bermula dari suatu zona analisis transportasi asal yang menyebar ke bayak zona analisis transportasi tujuan atau sebaliknya jumlah (banyaknya) perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu zona analisis transportasi tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona analisis transportasi asal (Wright and Ashford, 1989, Ortuzar dan Willumsen, 1994) Validitas merupakan dukungan bukti dan teori terhadap penaksiran skor tes sesuai dengan penggunaan tes. Oleh karena itu validitas merupakan fundamen paling dasar dalam mengembangkan dan mengevaluasi suatu tes (Mardapi, 2007) Zona adalah satu kesatuan keseragaman tata guna lahan (Tamin, 2000) atau satuan analisis transportasi (Khisty dan Lall, 2006)

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN Karakteristik Zona

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN Karakteristik Zona 251 BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Karakteristik Zona Karakteristik zona semi agregat dari citra Quickbird meliputi zona bangkitan dan zona tarikan perjalanan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bentang permukaan bumi yang dapat bermanfaat bagi manusia baik yang sudah dikelola maupun belum. Untuk itu peran lahan cukup penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, tertib dan teratur, nyaman dan efisien,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tiap-tiap negara mempunyai pertimbangan berbeda mengenai penetapan suatu wilayah yang disebut kota. Pertimbangan itu dipengaruhi oleh beberapa variasi kewilayahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODE BANGKITAN DAN TARIKAN PERJALANAN BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

PENGEMBANGAN METODE BANGKITAN DAN TARIKAN PERJALANAN BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD PENGEMBANGAN METODE BANGKITAN DAN TARIKAN PERJALANAN BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD Qadriathi Dg Bau Program Doktor Penginderaan Jauh Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia qadriathidgbau@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Aksesibilitas dan Mobilitas Sistem tata guna lahan yang ditentukan polanya oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah dan bagaimana system transportasinya melayani, akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan energi utama yang digunakan hampir diseluruh sisi kehidupan manusia saat ini dimana semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah mempunyai kemampuan untuk mendukung

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Kota Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Ciri pokok dari sebuah

Lebih terperinci

Fauzan Putra ( ) Mahasiswa. Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan. Universitas Bung Hatta

Fauzan Putra ( ) Mahasiswa. Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan. Universitas Bung Hatta PENGEMBANGAN METODE BANGKITAN DAN TARIKAN PERJALANAN BERDASARKAN CITRA SATELIT PADA ZONA MERAH KOTA PADANG BESERTA ANALISIS GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASINYA Fauzan Putra (1310015311008) Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kebutuhan turunan dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO

Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO Jurnal Sabua Vol.3, No.3: 9-19, November 2011 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN TARIKAN PENGUNJUNG KAWASAN MATAHARI JALAN SAMRATULANGI MANADO James A. Timboeleng Staf Pengajar Jurusan Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Alih fungsi lahan pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada waktu sekarang dalam perekonomian manapun di permukaan bumi ini tumbuh dan berkembang berbagai macam lembaga keuangan. Semua lembaga keuangan tersebut mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk menjamin lancarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 1990 jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika kebumian memang menarik untuk dipelajari, dikenali dan dikaji. Kajian yang sering dilakukan terutama oleh bidang ilmu kebumian antara lain kajian tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Disusun Oleh : Adhi Ginanjar Santoso (K3513002) Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, dengan susunan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Konsep dan Ruang Lingkup Perencanaan Transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Konsep dan Ruang Lingkup Perencanaan Transportasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Konsep dan Ruang Lingkup Perencanaan Transportasi Menurut LPM ITB (1997) dalam Tamin (2008), permasalahan transportasi bertambah luas dan bertambah parah baik di negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING Jarot Mulyo Semedi disampaikan pada: Workshop Continuing Professional Development (CPD) Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Jakarta, 7 Oktober 2016 Isi Presentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi adalah suatu pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat penunjang yang digerakan dengan tenaga manusia, hewan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YUSUF SYARIFUDIN L2D 002 446 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pola pertumbuhan kota dan tingkat urbanisasi yang terjadi di Indonesia sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kawasan perkotaan cenderung mengalami pertumbuhan yang dinamis (Muta ali, 2011). Pertumbuhan populasi selalu diikuti dengan pertumbuhan lahan terbangun sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased).

BAB 1 PENDAHULUAN. ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segmentasi obyek pada citra dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu ambang batas (thresholding), berbasis tepi (edge-base) dan berbasis region (regionbased). Metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Transportasi Transportasi adalah penerapan dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengangkut atau memindahkan barang dan manusia

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pergerakan dan perjalanan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia melakukannya.

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem transportasi terutama infrastruktur jaringan jalan merupakan salah satu modal utama dalam perkembangan suatu wilayah. Pada daerah perkotaan, terutama, dibutuhkan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Banyak negara berkembang menghadapi permasalahan transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perkembangan Pemukiman dan Bangkitan Perjalanan Pada awalnya manusia hidup secara nomad, berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk bertahan hidup dan mencari makanan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negeri agraris yaitu negara dengan mata pencaharian utama adalah bertani. Makin berkembangnya bidang teknologi dan kesehatan sepuluh tahun

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN KOTA YOGYAKARTA BAGIAN SELATAN DENGAN FOTO UDARA PANKROMATIK HITAM PUTIH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PERJALANAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS POLA PERJALANAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA ANALISIS POLA PERJALANAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA J.Dwijoko Ansusanto 1, Achmad Munawar 2, Sigit Priyanto 3 dan Bambang Hari Wibisono 4, 1 Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Identifikasi merupakan langkah strategis dalam menyukseskan suatu pekerjaan. (Supriadi, 2007). Tujuan pemerintah dalam rangka penertiban dan pendayagunaan tanah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG Vembri Satya Nugraha vembrisatyanugraha@gmail.com Zuharnen zuharnen@ugm.ac.id Abstract This study

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Bangkitan Pergerakan Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT Lili Somantri Jurusan Pendidikan Geografi, FPIPS, UPI, L_somantri@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.I TINJAUAN UMUM Pembangunan di berbagai sektor bidang kehidupan bangsa yang dilaksanakan oleh pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

MODEL RUTE ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

MODEL RUTE ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR MODEL RUTE ANGKUTAN UMUM PENUMPANG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh : NUGROHO HARIMURTI L2D 003 364 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi memiliki peranan yang sangat besar dalam menunjang proses kehidupan manusia sebagai penunjang media perpindahan arus barang, orang, jasa serta informasi.

Lebih terperinci

PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU

PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU PERMODELAN BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI PEKANBARU Parada Afkiki Eko Saputra 1 dan Yohannes Lulie 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Universitas Atma Jaya Yogyakarta Email: Paradaafkiki@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Transportasi Transportasi adalah penerapan dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengangkut atau memindahkan barang dan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Penelitian Suriani (2015), Pusat kegiatan Pendidikan sebagai salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Penelitian Suriani (2015), Pusat kegiatan Pendidikan sebagai salah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Penelitian Terdahulu Menurut Penelitian Suriani (2015), Pusat kegiatan Pendidikan sebagai salah satu tata-guna lahan, mempunyai intensitas yang cukup tinggi

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA Konse~ Dasar Linukunuan Permukiman Kota

11. TINJAUAN PUSTAKA Konse~ Dasar Linukunuan Permukiman Kota 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konse~ Dasar Linukunuan Permukiman Kota Pengertian lingkungan, menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 4 tahun 1982 "kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) baik dari segi jumlah penduduk dan infrastrukturnya membuat Kawasan Perkotaan Yogyakarta menjadi magnet yang menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 4.1. Tinjauan pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci