BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika kebumian memang menarik untuk dipelajari, dikenali dan dikaji. Kajian yang sering dilakukan terutama oleh bidang ilmu kebumian antara lain kajian tentang penutup lahan, penggunaan lahan, kesesuain lahan, geologi dan tanah. Data ini sangat berperan dalam bidang perencanaan dan pengembangan wilayah serta manajemen bencana. Kajian-kajian ini tentu saja memerlukan biaya yang tidak murah, khususnya dalam pengumpulan data yang cepat, akurat dan berkelajutan, sehingga dibutuhkan metode dan teknologi yang dapat mendukung kebutuhan tersebut. Penginderaan jauh merupakan salah satu ilmu dengan metode dan teknologi yang mampu memberikan data dan informasi tentang kebumian yang bersifat dinamis dengan cepat, akurat dan biaya yang murah. Sistem penginderan jauh sebenarnya bekerja dalam dua domain, yaitu domain spektral dan domain spasial. Penggunaan teknologi penginderaan jauh akan sangat membantu dalam melakukan penelitian yang menggunakan berbagai macam data spasial, khususnya untuk analisis data keruangan yang memiliki daerah penelitian yang cukup luas, terkait dengan monitoring kawasan yang membutuhkan data dengan sifat berkelanjutan (sustainable). Satelit penginderaan jauh saat ini terus berkembang dan semakin mudah dalam mendapatkan data citra yang sesuai dengan tujuan objek kajian. Teknologi satelit penginderaan jauh yang semakin berkembang menghasilkan data dengan banyak jenis citra satelit, baik dari segi resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi spektral dan resolusi radiometrik yang berimplikasi pada semakin banyak teknik dan metode dalam analisis dan pengolahan data citra penginderaan jauh. Untuk memperoleh data citra satelit penginderaan jauh yang memadai dan baik, bukan suatu kegiatan yang mudah, dikarenakan kehandalan data spasial sangat tergantung pada pra-proses pengolahan citra dan tahap interptertasi citra penginderaan jauh (Suharyadi, 2011). Sensor citra setelit akan memberikan karakteristik spektral dan geometri yang berbeda-beda sehingga analisis data 1

2 multisumber yang penerapannya dilakukan secara visual memiliki banyak kendala, hal ini dikemukakan Danoedoro (1996) bahwa analisis multisensor yang dilakukan secara visual memiliki kelemahan dalam hal perbandingan dan integrasi data spektral serta koregistrasi citra secara geometrik. Nilai piksel mengkespresikan nilai pantulan atau pancaran objek pada tiap luasan tertentu, dengan kata lain pengenalan permukaan objek pada citra digital dapat dilakukan dengan menganalisis nilai pikselnya, mentransformasikan dan mengklasifikasikannya untuk memperoleh gambaran yang lebih sederhana dan informatif, yang semua itu tidak terlepas dari pola spasial yang dihasilkan dalam mengenali objek yang dikaji (Danoedoro, 2012). Tujuan dari transformasi nilai asli piksel adalah untuk mendapatkan nilai piksel baru yang secara konfiguratif membentuk citra yang lebih tajam, jelas, dan lebih mudah dianalisis untuk keperluan tertentu. Menurut Danoedoro (2012) bahwa transformasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang pertama transformasi yang dapat mempertajam informasi tertentu, namun sekaligus menghilangkan atau menekan informasi yang lain dan yang ke dua adalah transformasi yang meringkas informasi dengan cara mengurangi dimensionalitas data. Dasar utama pengembangan transformasi-transformasi ini adalah feature space. Pada feature space dapat terlihat kecenderungan pengelompokan nilai spektral, yang mengindikasikan adanya pengelompokan objek, terpisah satu sama lain, ataupun membentuk fenomena tertentu. Transformasi untuk pengamatan daerah pekotaan telah banyak dilakukan dalam kurun waktu ± 30 tahun terakhir ini yang semua bergerak dalam kajian yang bersifat eksperimental dan dikembangkan di negara-negara maju dimana sebagian besar penggunaan atap banguanan terbuat dari bahan metal (seng atau seng-aluminium) sedangkan di indonesia sendiri penggunaan atap bangunan banyak menggunakan material dasar yang terbuat dari bahan platik, bahan sintetis lain, genteng dan genteng keramik dengan bahan baku tanah liat yang kadang kala secara spektral terlihat memiliki kemiripan dengan respon spektral tanah sekitarnya. Kenampakan kekotaan yang lebih didominasi oleh bangunan dan 2

3 lahan terbangun lainnya sebenarnya tidak selalu tampak berbeda bila dibandingkan lingkungan sekitarnya khususnya terhadap kenampakan tanah atau lahan terbuka dan jalan raya di mana kenampakan objek-objek tersebut memiliki nilai spektral yang tinggi (cerah). Pemanfaatan citra penginderan jauh dekade akhir ini sangat dioptimalkan, salah satunya adalah identifikasi penutup lahan kota untuk melihat kepadatan bangunan. Kajian kepadatan bangunan banyak yang memanfaatakan citra penginderan jauh dengan resolusi spasial yang tinggi yaitu dengan resolusi spasial 0,6 4 meter (citra Ikonos, Quickbird, OrbView-3), sedangkan resolusi spasial citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial menengah 5 60 meter (citra Landsat, Alos, Aster, SPOT-4) belum banyak dimanfaatkan untuk kajian kepadatan lahan terbangun. Penggunaan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah untuk kajian kepadatan bangunan memiliki tingkat kesulitan yang cukup kompleks, karena sulitnya membedakan karakteristik spektral antar objek lahan terbangun dan lahan kosong/tanah. Kepadatan bangunan setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, baik kepadatan lahan terbangun secara fisik maupun kepadatan penduduk. Kepadatan lahan terbangun tentu saja tidak terlepas dari banyak dan lengkapnya fasilitas penunjang kota serta kebijakan dari pemerintah yang mendukung kegiatan sosial ekonomi kota. Mengingat pentingnya data kepadaatan bangunan dalam perencanaan dan pengembangan pembagunan daerah agar sesuai dengan rencana dan target dari pertumbuhan daerah. Kepadatan bangunan yang setiap tahun bertambah dan berubah secara dimanik tentu saja perlu penanganan data secara maksimal, berkelanjutan, murah dan cepat untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang pertumbuahan kepadatan bangunan dapat memanfaatkan teknologi penginderaan jauh yang mampu dan memiliki tingkat akurasi yang dapat diterima sebagai salah satu alternatif pengumpulan data tersebut. Pengolahan citra penginderaan jauh secara digital untuk kajian kepadatan bangunan membutuhkan transformasi khusus untuk dapat mengindentifikasi kenampakan objek pada kawasan kota/perkotaan. Identifikasi kepadatan bangunan 3

4 dalam penelitian ini menggunakan citra dengan resolusi menengah dengan cara memanfaatkan dan mengkombinasikan transformasi spektral untuk memperoleh hasil transfornasi yang baik untuk kajian kepadatan bangunan. Kota Magelang merupakan salah satu kota yang masuk pada daerah administrasi dari Provinsi Jawa Tengah. Kota Magelang merupakan salah satu jalur alternatif yang menghubungkan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai jalur penghubung antar daerah tersebut maka tidak mengherankan bila daerah ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Letak yang stragesis turut mendukung pertumbuhan Kota Magelang dan sekitarnya menjadikan salah satu pusat pendidikan yang ada di Provinsi Jawa Tengah seperti Kota Semarang dan Kota Surakarta, yang dapat dilihat dengan adanya beberapa universitas swasta dan Akedemi Militer (AKMIL). Kota Magelang berada di cekungan sejumlah rangkaian pengunungan. Pada bagian timut terdapat Gunungapi Merbabu dengan ketinggian 3141 m dpl (meter di atas permukaan laut) dan Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2911 m dpl. Bagian barat berbatasan terdapat Gunungapi Sumbing dengan ketinggian 3371 m dpl, sehingga Kota Magelang memiliki bentang alam dengan tanah subur, sehingga tidak mengherankan bila pemerintah Kota Magelang memberikan perhatian di sektor pertanian yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi yang pesat turut mendorong penduduk untuk tinggal dan menetap di Kota Magelang dimana pada tahun 2009 jumlah penduduk sebesar 125,604 jiwa meningkat menjadi 126,443 jiwa pada tahun 2010 (BPS, 2014), datangnya penduduk ke Kota Magelang mendorong bertumbuhnya permukiman-permukiman baru. Pertumbuhan permukiman ini tentu saja akan mengurangi lahan-lahan pertanian yang ada. Lahan yang terbatas di kawasan perkotaan akan membentuk kawasan dengan kepadatan bangunan yang setiap tahunnya akan bertambah. Kepadatan bangunan yang tidak terkendali akan menjadikan degradasi lingkungan dan terbentuknya kawasan kumuh. Fenomena semacam ini bila penanganan tidak dilakukan dengan serius dan segera dilakukan perbaikan, maka kerusakan lingkungan perkotaan yang semakin besar dan untuk 4

5 menperbaiki kerusakan lingkungan perkotaan tersebut membutuhkan dana oprasional yang tidak sedikit Rumusan Masalah Identifikasi penutup lahan kota menggunakan transformasi spektral bertujuan untuk mengelompokkan nilai spektral tertentu dan melihat keterpisahan dari objek untuk menggambarkan fenomena tertentu, didalam penelitian ini digunakan untuk kajian kepadatan lahan terbangun. Kepadatan banguna lahan terbangun merupakan hasil proses pertambahan bangunan baik yang bersifat vertikal maupun horizontal dan merupakan salah satu wujud adanya perkembangan fisik daerah kota. Selama ini kajian kepadatan lahan terbangun menggunakan penginderaan jauh banyak yang memanfaatkan citra dengan resolusi spasial yang tinggi misalnya IKONOS atau Quickbird, sedangkan keberadaan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah kurang diminati untuk kajian kepadatan lahan terbangun. Kenampakan objek pada masing-masing band memberikan karakteristik spektral yang berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh kepekaan benda atau objek terhandap band yang terekam oleh sensor. Respon spektral dari objek di daerah lahan terbangun memiliki respon yang hampir seragam atau sama, misalnya kenampakan objek lahan terbuka memiliki respon spektral yang hampir sama dengan respon spektral genteng dari atap banguanan atau rumah, contoh yang lain adalah respon spektral yang hampir sama antara banguanan kota (lahan terbangun) dengan jalan raya, sehingga bila melakukan klasifikasi digital secara langsung perlu membuat training area yang baik. Sulitnya membedaan objek-objek khususnya di daerah lahan terbangun ini yang menyebabkan pemanfaatan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah kurang diminati dan kurang dioptimalkan untuk identifikasi kepadatan bangunan. Teknologi komputer yang semakin maju dan semakin murah, turut mendukung kemajuan dalam pengolahan citra penginderaan jauh khususnya pengolahan citra secara digital. 5

6 Pemanfaatan komputer dalam pengolahan citra digital banyak memberikan kemajuan dalam proses, analisis, pengambilan keputusan dan menghasilkan data baru yang digunakan untuk identifikasi objek sekaligus meningkatkan akurasi data citra. Pengembangan transformasi untuk identifikasi penutup lahan/penggunaan lahan kota dalam tiga dekade terakhir ini bisa dikatakan tidak banyak berkembang. Transformasi yang banyak digunakan adalah Urban Index atau Indeks Kota (UI) dan penggunaan transformasi Normalized Difference Vegetasi Indeks (NDVI). Penelitian yang memanfaatkan UI dan NDVI dalam identifikasi penutup lahan/penggunaan lahan kota telah banyak dilakukan dengan sifat kedua transformasi ini yang saling bertolak belakang. Saat ini telah banyak bermunculan transformasi yang dimanfaatkan untuk identifikasi penutup/penggunaan lahan kota, transformasi ini antara lain yaitu Normalised Difference Built-up Index (NDBI) oleh Zha, Gao, dan Ni (2003), New Built-Up Index (NBI) oleh Jeile, Yongxue dan Chenglei (2010) dan Normalized Built-up Area Index (NBAI) oleh Waqar, Mirza, Mumtaz dan Hussain (2012). Berdasarkan transformasi - transformasi yang ada, belum banyak penelitian yang mencoba untuk mengkombinasikan antar transformasi untuk lebih mudah dalam memunculkan dan mengenali objek kota secara objektif. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh Zha, Gao, dan Ni (2003) yang mencoba untuk mengkalkulasi Built-up Area, dengan mengasumsikan dan memanfaatkan analogi dari NDVI untuk membuat indeks area terbangun yang disebut dengan NDBI. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Zha, Gao, dan Ni (2003) ini mengambil lokasi penelitian di Kota Wuxi, Cina. Menurut Danoedoro (2012) Pengembangan transformasi semacam ini telah banyak dikembangkan khususnya pada negara-negara maju dengan penggunaan bahan bangunan yang berbeda dengan yang ada di Indonesia sehingga memerlukan validasi dan uji akurasi. Perbedaan karakteristik penggunaan bahan bangunan di Indonesia dan negara maju lainya membuat penerapan transformasi untuk identifikasi penutup/penggunaan lahan kota belum tentu cocok di terapkan di Indonesia, hal ini menjadi sangat menarik untuk dipelajari dan mencoba pemanfaatkan 6

7 transformasi semacam ini dan mencoba mengkombinasikannya untuk mendapatkan transformasi paling baik dengan akurasi yang tinggi. Perlunya penelitian yang bersifat eksplorasi dalam pengembangan dan mengkombinasikan transformasi yang paling sesuia untuk identifikasi penutup lahan kota yang terjait dengan kepadatan bangunan di Indonesia secara umumnya dan Kota Magelang dan sekitarnya secara khususnya. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi penutup lahan kota menggunakan transformasi spektral citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah masih mengalami hambatan karena sulitnya membedakan karakteristik spektral antar objek, seperti lahan terbangun dan lahan kosong/tanah terbuka. 2. Belum maksimalnya dan kurangnya pengembangan transformasi spektral untuk identifikasi penutup lahan kota yang terkait dengan kajian kepadatan lahan terbangun yang memanfaatkan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah. 3. Berdasarkan data kepadatan lahan terbangun yang diperoleh dari hasil transformasi spektral terbaik maka dapat dilihat pola kepadatan lahan terbangun. Dengan mengetahui arah pola kepadatan lahan terbangun dapat disusun perencanan kota untuk permukiman sehingga kualitas lingkungan permukiman tetap terjaga dengan baik Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalahan di atas sehingga muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan dan ketelitian transformasi spektral dalam identifikasi kepadatan lahan terbangun yang menggunakan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah? 7

8 2. Kombinasi transformasi spektral manakah yang terbaik dalam identifikasi kepadatan lahan terbangun yang menggunakan citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah? 3. Bagaimanakah pola kepadatan lahan terbangun yang ada di Kota Magelang dan sekitarnya? 1.4. Tujuan Dan Sasaran Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji kemampuan transformasi spektral untuk pemetaan kepadatan lahan terbangun menggunakan citra resolusi menengah. 2. Menentukan kombinasi transformasi spektral terbaik dalam pemetaan kepadatan lahan terbangun untuk kajian kepadatan lahan terbangun. 3. Mengkaji pola kepadatan lahan terbangun yang ada di daerah Kota Magelang dan sekitarnya Sasaran penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kemampuan transformasi spektral untuk peta kepadatan lahan terbangun 2. Mendapatkan transformasi spektral dan kombinasi transformasi spektral terbaik yang dilihat dari tingkat ketelitiannya dalam identifikasi kepadatan lahan lahan terbangun untuk kajian kepadatan lahan terbangun. 3. Mendapatkan informasi mengenai pola kepadatan lahan terbangun di Kota Magelang dan sekitarnya 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang penerapan transformasi spektral dan pengembanganya dalam menambahkan perbendaharaan hasil penelitian dalam ilmu penginderaan jauh untuk 8

9 menilai kemampuan transformasi spektral dan kombinasinya dalam identifikasi kepadatan lahan terbangun. 2. Manfaat untuk pengembangan aplikasi Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengguna sebagai salah satu alternatif dalam kajian kepadatan lahan terbangun dan melihat pola kepadatan bangunan dengan akurasi memadai yang memanfaatkan citra resolusi menegah dalam rencana pengembangan kota 1.6. Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari penelitian adalah mengetahui kemampuan dari masing-masing transformasi spektral dan mencoba melukukan kombinasi transformasi untuk identifikasi penutup lahan kota guna mendeteksi pola kepadatan lahan terbangun. Hasil ini berupa nilai akurasi dari masing-masing tranformasi spektral dan kombinasinya yang diperoleh dari perhitungan overall akurasi dan standar deviasi. Berdasarkan hasil uji akurasi tersebut maka akan diperoleh transformasi spektral terbaik, selanjutnya dari hasil transformasi terbaik diturunkan menjadi peta penutup lahan kota. Peta ini kemudian dianalisis kepadatan lahan terbangun dan melihat pola kepadatan lahan terbangun berdasarkan jarak terhadap jalan utama yang kemudian di petakan menjadi peta pola kepadatan lahan terbangun Keaslian Penelitian Hal-hal utama yang membedakan penelitian yang akan dilakukan ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada beberapa hal, antara lain daerah penelitian, citra yang digunakan, metode analisi yang digunakan. Penelitian akan dilakukan menggunakan data utama berupa citra penginderaan jauh dengan resolusi menengah yaitu citra Landsat 8, dimana umumnya menggunakan citra IKONOS dan Quickbird untuk mengidentifikasi kepadatan lahan terbangun. Dalam penelitian ini akan diekstraksi data penutup lahan mengunakan transformasi spektral yaitu NDBI, UI, NBI, NBAI, NDVI serta mengkombinasikan antar kombinasi spektral yang ada. 9

10 Penelitian yang pernah dilakukan Suharyadi (2008) penelitian dengan judul kajian karakteristik kepadatan permukiman dan bangunan memanfaatakan satelit Quickbird di daerah kota Yogyakarta. Sumberdata utama dalam penelitian ini adalah citra satelit Quickbird yang memiliki resolusi spasial 0,61 meter, citra rekaman tahun Kepadatan permukiman dan bangunan dikaji berdasarkan pola agihan terhadap pusat kota dan aksesbilitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah intrepretasi visual. Intrepretasi visual ini mengekstraki objek yang ada pada citra berdasrkan karakteristik objeknya, dengan cara menggunakan unsur-unsur interpretasi untuk mengenali objek.hasil dari penelitian ini adalah ketelitian pemetaan kepadatan permukiman dan bangunan menggunakan citra satelit Quickbird sebesar 97,7%, adapun berdasarkan tingkat aksesbilitasnya baik kepadatan permukiman dan bangunan tidak menunjukkan pola yang jelas. Penelitian mengenai kepadatan lahan terbangun di mana interpretasinya dilakukan secara digital yang pernah dilakukan oleh Widyasamratri (2008), bertujuan untuk mengetahui agihan vegetasi, lahan terbangun dan mengkaji kondisi lingkungan kota di Kota Semarang. Citra yang digunakan adalah citra ASTER saluran VNIR dan SWIR. Penelitian ini menggabungkan dua transformasi yaitu Urban Index dan indeks vegetasi serta menggunakan data social ekonomi masyarakat. Analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif untuk menganalisis kepadatan lahan terbangun, kerapatan vegetasi, kondisi lingkungan serta sosial ekonomi. Hasil penelitian ini kota semarang memiliki kepadatan yang tinggi sebesar 48.66%, adapun kondisi lingkungan di pusat kota memiliki kondisi yang buruk dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang baik. Beberapa penelitian yang sebelumnya dan peneliti gunakan sebagai petunjuk penelitian pada tabel 1.1. berikut ini. 10

11

12

13

14 1.8. Batasan Operasional Citra adalah gambar dua dimensi yang menggambarkan bagian permukaan bumi, hasil dari perekaman sensor atas pantulan atau pancaran objek yang disimpan dalam media tertentu, seperti kertas, film ataupun media magnetik (Danoedoro, 1996). Citra digital adalah citra yang diperoleh, disimpan, dimanipulasi, ditampilkan dengan basis logika biner (Danoedoro, 2012). Citra satelit resolusi spasial menenngah adalah citra satelit yang mempunyai resolusi spasial antara 5-60 meter, sedangkan citra satelit resolusi spasial tinggi adalah citra satelit dengan resolusi spasial 0,6-4 meter (Lillesand et al., 2007). Analisis digital adalah proses pengolahan citra digital penginderaan jauh untuk mendapatkan informasi mengenai objek, daerah, atau fenomena yang diteliti. Transformasi spektral adalah suatu operasi global (transformasi matematis) pada citra yang melibatkan dua saluran spektral atau lebih dalam membentuk aljabar citra untuk menghasilkan informasi yang baru. Indeks perkotaan (urban idex) adalah indeks yang diperuntukan untuk mengenali objek-objek terbangun, seperti bangunan, jalan-jalan beraspal untuk evaluasi urbanisasi secara kuantitatif (Sutanto,2001). Indeks Vegetasi adalah bentuk dari transformasi spektral untuk menonjolkan fenomena vegetasi yang di terapkan pada citra multisaluran (Danoedoro, 2012). Jaringan Jalan adalah susunan jalan yang saling terhubung antara pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah, yang saling terikat satu sama lain dalam memberi lintasan secara berkesinambungan bagi pemakainya. 14

15 Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU RI Nomor 26, 2007). Kota adalah wilayah administrasi berdasarkan pada matra yuridis administratif yang diatur oleh undang-undang dan ditetapkan berstatus sebagai kota dan berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur wilayah kewenangannya (Yunus, 2005). Kepadatan Lahan Terbangun adalah rasio antara jumlah luas lahan terbangun perluas blok lahan terbangun dalam persen. Resolusi Spasial adakah ukuran terkecil objek yang dapat dideteksi oleh sistem satelit. Saluran Spektral adalah serangkaian tenaga yang tersusun sesuai panjang gelombang atau frekuensi (Sutanto, 1992) Penutup Lahan adalah kenampakan kondisi fisik suatu permukaan bumi yang lebih ditekankan pada karakteristik alamiah seperti tubuh air, gurun, hutan, bangunan, tanah terbuka dan lain sebagainya (Jensen, 2000). 15

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG Vembri Satya Nugraha vembrisatyanugraha@gmail.com Zuharnen zuharnen@ugm.ac.id Abstract This study

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kawasan perkotaan cenderung mengalami pertumbuhan yang dinamis (Muta ali, 2011). Pertumbuhan populasi selalu diikuti dengan pertumbuhan lahan terbangun sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bentang permukaan bumi yang dapat bermanfaat bagi manusia baik yang sudah dikelola maupun belum. Untuk itu peran lahan cukup penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, dengan susunan fungsi

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan Sukristiyanti et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.1 ( 2007) 1-10 1 Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan SUKRISTIYANTI a, R. SUHARYADI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki kurang lebih 17.508 pulau (Indonesia.go.id). Wilayah Indonesia didominasi laut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 237.641.326 juta jiwa, hal ini juga menempatkan Negara Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S Interpretasi Hibrida Untuk Identifikasi Perubahan Lahan Terbangun dan Kepadatan Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S anggitovenuary@outlook.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Alih fungsi lahan pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* PENENTUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN INDEX VEGETASI NDVI BERBASIS CITRA ALOS AVNIR -2 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 1990 jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, tertib dan teratur, nyaman dan efisien,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Identifikasi merupakan langkah strategis dalam menyukseskan suatu pekerjaan. (Supriadi, 2007). Tujuan pemerintah dalam rangka penertiban dan pendayagunaan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan energi utama yang digunakan hampir diseluruh sisi kehidupan manusia saat ini dimana semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Realitas dinamika kehidupan pada masa lalu, telah meninggalkan jejak dalam bentuk nama tempat yang menggambarkan tentang kondisi tempat berdasarkan sudut filosofi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandung merupakan kota kecil yang terletak di sebelah selatan Ibu Kota Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai citarum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO Risma Fadhilla Arsy Abstrak : Penelitian di Daerah Aliran Sungai Oyo ini bertujuan mengesktrak parameter

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan Citra SPOT 4 dan IKONOS yang digunakan merupakan dua citra yang memiliki resolusi spasial yang berbeda dimana SPOT 4 memiliki resolusi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA Oleh : Amelia Oktaviani dan Yarjohan Prodi Ilmu Kelautan Mahasiwa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu *E-mail : ameliaoktaviani049@gmail.com

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Kepala LAPAN Manfaat data satelit penginderaan jauh Perolehan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya pemanfaatan dan penggunaan data citra penginderaan jauh di berbagai segi kehidupan menyebabkan kebutuhan akan data siap pakai menjadi semakin tinggi. Beberapa

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu yang semakin berkembang pada masa sekarang, cepatnya perkembangan teknologi menghasilkan berbagai macam produk penginderaan jauh yang

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan tubuh alam yang menyelimuti permukaan bumi dan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi makhluk hidup. Tanah mempunyai kemampuan untuk mendukung

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) A758 Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) Agita Setya Herwanda, Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Degradasi Hutan di Lapangan 4.1.1 Identifikasi Peubah Pendugaan Degradasi di Lapangan Identifikasi degradasi hutan di lapangan menggunakan indikator

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Tanaman kelapa sawit awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki iklim tropis, serta tidak lepas dari pengaruh angin muson barat maupun angin muson timur. Dalam kondisi normal, angin muson barat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO

Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SKKNI IG 2016 SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) Bidang Informasi Geospasial SUB-BIDANG PENGINDERAAN JAUH PROJO DANOEDORO PUSPICS/Departemen Sains Informasi Geografis, Fakultas Geografi UGM

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan) Ardiawan Jati, Hepi Hapsari H, Udiana Wahyu D Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peta merupakan representasi dari permukaan bumi baik sebagian atau keseluruhannya yang divisualisasikan pada bidang proyeksi tertentu dengan menggunakan skala tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu penginderaan jauh berkembang sangat pesat dari masa ke masa. Teknologi sistem sensor satelit dan berbagai algoritma pemrosesan sinyal digital memudahkan pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arikunto (1988), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Data yang dikumpulkan bisa berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditas unggulan Negara Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2014), perkebunan teh di Indonesia mencapai 121.034 Ha

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH 2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN Danau Rawa Pening, Provinsi Jawa Tengah PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH LI1020010101 PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan penutup lahan adalah suatu fenomena yang sangat kompleks berdasarkan pada, pertama karena hubungan yang kompleks, interaksi antara kelas penutup lahan yang

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo)

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Nurul Aini Dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI SEMI-AUTOMATIK

PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI SEMI-AUTOMATIK PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI SEMI-AUTOMATIK Iswari Nur Hidayati1, Suharyadi2, Projo Danoedoro2 1 Program Doktor pada Program Studi Geografi UGM 2 Fakultas

Lebih terperinci