BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA"

Transkripsi

1 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Gambaran Umum Perusahaan PT Beta Pharmacon merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang farmasi yang didirikan untuk mengantisipasi dan mendukung pemerintah dalam mensukseskan penerapan sistem perlindungan kesehatan masyarakat melalui program jaminan kesehatan nasional (JKN). Peran PT Beta Pharmacon memproduksi dan menyediakan obat-obatan yang murah dan berkualitas, aman, dan berkhasiat. Perusahaan ini diresmikan dan mulai beroperasi pada tanggal 5 Maret Perusahaan ini memiliki visi Become a Leading Pharmaceutical Company that delivers high quality products for the health and the welfare of the society yang berarti perusahaan selalu berusaha untuk melakukan perbaikan secara terus menerus guna mencapai efisiensi tertinggi melalui penyempurnaan proses, baik proses produksi maupun proses penjaminan kualitas dengan aplikasi metode baru dan perbaikan metode yang ada. Perusahaan ini juga memiliki misi diantaranya: 1. To deliver better quality, safe, and high efficacious products. 46

2 47 2. To contribute for the health of the society and environment in a sustainable manner 3. To continuously improve our people, process, technology and stakeholder s value 4. To be trustworthy partner by giving significant added value for the customers Sekilas tentang Departemen Quality Control PT Beta Pharmacon Departemen Quality merupakan departemen yang bertugas untuk memastikan dan menjamin kualitas produk yang diproduksi oleh Departemen produksi. Proses penjaminan dan pemastian kualitas di Departemen Quality dibagi menjadi 2 yaitu divisi Quality Assurance (QA) dan divisi Quality Control (QC). QA adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi industry farmasi hendaklah memastikan bahwa: a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara memperhatikan persyaratan CPOB dan cara berlaboratorium yang baik; b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan; c. Tanggungjawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan; d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar;

3 48 e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses (in process conrols) lain serta validasi yang perlu dilakukan; f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses, pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian dan/atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.; g. Obat tidak dijual atau dipasok kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk; h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat; i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu; j. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan; k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat;

4 49 l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk; m. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui; dan n. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan. QC atau pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industry farmasi hendaklah mempunyai pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi pengawasan mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan. Persyaratan dasar dari pengawasan mutu adalah bahwa: a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang telah terlatih dan prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB;

5 50 b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang disetujui oleh pengawasan mutu; c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila perlu); d. Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar; e. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal dinilai dan dibandingkan dengan spesifikasi; dan f. Sampel pertinggal dari bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar. Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain antara lain, menetapkan, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu prodk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.

6 51 Salah satu bagian dari QC yang penting adalah laboratorium pengujian baik laboratorium kimia-fisika maupun mikrobiologi. Oleh karena itu, laboratorium sangat berperan dalam menjaga kualitas dari produk. Saat ini analis laboratorium QC berjumlah 9 orang, dimana 8 orang bertugas sebagai analis laboratorium kimia fisika dan 1 orang sebagai analis laboratorium mikrobiologi Gambaran Hari dan Waktu kerja Karyawan Waktu kerja yang ada di PT Beta Pharmacon sebanyak 2 shift dengan hari kerja senin sampai dengan jum at. Waktu kerja yang tersedia di PT Beta Pharmacon dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Tabel Waktu Kerja di PT Beta Pharmacon Shift Kerja Waktu Kerja Perhari Jam Kerja Waktu istirahat Waktu Kerja Efektif Shift s/d menit 8 jam Shift s/d menit 8 jam 4.2. Pengumpulan Data Pengmpulan data dalam hal ini terbagi atas data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan langsung serta wawancara dan diskusi dengan pihak perusahaan khususnya bagian Quality Control pada jam kerja mulai pukul WIB sampai dengan WIB, melakukan pengamatan sampling kerja, output yang dikeluarkan setiap analis dan rating factor serta

7 52 allowance setiap analis. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari dokumendokumen perusahaan yang meliputi jumlah tenaga kerja aktual, serta jam kerja Penentuan Jadwal Pengamatan Penentuan jadwal pengamatan bertujuan untuk mendapatkan waktu pengamatan secara random yang akan digunakan untuk mengetahui kegiatan yang akan dilakukan oleh analis. Pengamatan dilakukan mulai pukul WIB sampai dengan pukul WIB (istirahat pukul WIB sampai dengan WIB) kemudian dilanjutkan lagi pada pukul WIB sampai dengan pukul WIB dengan interval waktu pengamatan 5 menit Pengamatan Sampling Kerja Pengamatan sampling kerja dilakukan terhadap 3 analis dengan jenis kelamin pria 1 oanalis dan jenis kelamin wanita 2 analis, dimana analis bekerja secara normal dan wajar yaitu bahwa analis dapat melaksanakan pekerjaan dengan pengalaman yang cukup pada saat mengerjakan sampel, melaksanakan tugasnya tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Terdapat dua kategori aktivitas yang diamati pada masing-masing analis yaitu aktivitas produktif dan aktivitas non produktif. Aktivitas produktif adalah aktivitas yang berkaitan dengan beban kerja dan tanggungjawab kerja sedangkan aktivitas non produktif adalah aktivitas di luar aktivitas produktif. Berikut ini adalah daftar aktivitas produktif dan non produktif analis.

8 53 Tabel 4.2. Tabel Daftar Kegiatan Produktif dan Non-Produktif Produktif Membaca prosedur kerja Mengambil peralatan kerja Conditioning dan pengoperasian instrument Menimbang sampel/ standar/zat Melarutkan dan mengencerkan sampel/standar/zat Memipet sampel/standar/larutan Menyusun laporan Membuat media disolusi Melakukan pengujian disolusi Menyaring larutan Running disolusi Membuat Fase gerak Membuat Larutan Perekasi Mencuci Vessel Disolusi Adjust dan mengukur ph Processing data Mengukur sampel dan standar Running dan melakukan pengujian fisik dan waktu hancur Sonicate sampel Non Produktif Menerima telfon Berdiam tanpa melakukan apapun Mengobrol Memegang dan menggunakan telepon genggam Mencuci alat Berjalan untuk hal yang tidak produktif Briefing Pemusnahan Sampel Perbaikan Laporan Menulis kartu stok Membaca selain metode kerja Memakai APD Menulis logbook Training Hasil pengamatan sampling kerja dapat dilihat pada lampiran dan data hasil pengamatan sampling kerja untuk masing-masing analis dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3. Tabel Hasil Pengamatan Sampling Kerja Analis Analis 1 Hari Ke Produktif (Kegiatan)

9 54 Hari Ke Non produktif (Kegiatan) jumlah pengamatan (Kegiatan) Analis 2 Hari Ke Produktif (Kegiatan) Non produktif (Kegiatan) jumlah pengamatan (Kegiatan) Analis 3 Hari Ke Produktif (Kegiatan) Non produktif (Kegiatan) jumlah pengamatan (Kegiatan) Penentuan Rating Factor Penentuan rating factor pada penelitian ini menggunakan metode Westinghouse yang mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu, keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas dengan nilai masing-masing. Maka penentuan rating factor dengan metode wetinghouse untuk masing-masing analis didasarkan atas pertimbangan berikut.

10 55 1. Analis 1 a. Keterampilan Analis 1 memiliki keterampilan Average (D), hal ini dikarenakan analis di dalam melakukan pekerjaannya tampak cukup terlatih mengetahui pekerjaannya. Gerkana-gerakan kerjanya juga cukup baik dan menunjukkan tidak adanya keragu-raguan. b. Usaha Usaha yang dilakukan analis 1 digolongkan ke dalam kelas Good Effort (C2), hal ini dikarenakan analis tampak bekerja dengan senang hati, stabil dan hasil kerjanya cukup memuaskan. c. Kondisi Kerja Kondisi kerja selama bekerja digolongkan dalam kelas Average (D) karena kondisi stasiun kerja tersebut cukup baik, penerangan sudah terpenuhi meskipun dalam ruangan terkadang timbul bau-bauan dan suara namun tidak mengganggu pekerja dalam melakukan pekerjaannya. d. Konsistensi Konsistensi dari analis yang diamati termasuk dalam kelas Good (C) karena pekerja dapat mempertahankan kecepatan kerjanya dan menghasilkan pekerjaan yang tidak jauh berbeda. Rating factor analis 1 dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.4. Tabel Rating Factor Analis 1 No Rating Factor Nilai 1 Keterampilan : Average (D) +0,00

11 56 No Rating Factor Nilai 2 Usaha : Good (C2) +0,02 3 Kondisi Kerja : Average (D) +0,00 4 Konsistensi : Good (C) +0,01 Total +0,03 2. Analis 2 a. Keterampilan Analis 2 memiliki keterampilan Average (D), hal ini dikarenakan analis di dalam melakukan pekerjaannya tampak cukup terlatih mengetahui pekerjaannya. Gerkana-gerakan kerjanya juga cukup baik dan menunjukkan tidak adanya keragu-raguan. b. Usaha Usaha yang dilakukan analis 1 digolongkan ke dalam kelas Good Effort (C2), hal ini dikarenakan analis tampak bekerja dengan senang hati, stabil dan hasil kerjanya cukup memuaskan. c. Kondisi Kerja Kondisi kerja selama bekerja digolongkan dalam kelas Average (D) karena kondisi stasiun kerja tersebut cukup baik, penerangan sudah terpenuhi meskipun dalam ruangan terkadang timbul bau-bauan dan suara namun tidak mengganggu pekerja dalam melakukan pekerjaannya. d. Konsistensi

12 57 Konsistensi dari analis yang diamati termasuk dalam kelas Good (C) karena pekerja dapat mempertahankan kecepatan kerjanya dan menghasilkan pekerjaan yang tidak jauh berbeda. Rating factor analis 2 dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.5. Tabel Rating Factor Analis 2 No Rating Factor Nilai 1 Keterampilan : Average (D) +0,00 2 Usaha : Good (C2) +0,02 3 Kondisi Kerja : Average (D) +0,00 4 Konsistensi : Good (C) +0,01 Total +0,03 3. Analis 3 a. Keterampilan Analis 2 memiliki keterampilan Average (D), hal ini dikarenakan analis di dalam melakukan pekerjaannya tampak cukup terlatih mengetahui pekerjaannya. Gerkana-gerakan kerjanya juga cukup baik dan menunjukkan tidak adanya keragu-raguan. b. Usaha Usaha yang dilakukan analis 1 digolongkan ke dalam kelas Good Effort (C2), hal ini dikarenakan analis tampak bekerja dengan senang hati, stabil dan hasil kerjanya cukup memuaskan. c. Kondisi Kerja

13 58 Kondisi kerja selama bekerja digolongkan dalam kelas Average (D) karena kondisi stasiun kerja tersebut cukup baik, penerangan sudah terpenuhi meskipun dalam ruangan terkadang timbul bau-bauan dan suara namun tidak mengganggu pekerja dalam melakukan pekerjaannya. d. Konsistensi Konsistensi dari analis yang diamati termasuk dalam kelas Good (C) karena pekerja dapat mempertahankan kecepatan kerjanya dan menghasilkan pekerjaan yang tidak jauh berbeda. Rating factor analis 3 dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.6. Tabel Rating Factor Analis 3 No Rating Factor Nilai 1 Keterampilan : Average (D) +0,00 2 Usaha : Good (C2) +0,02 3 Kondisi Kerja : Average (D) +0,00 4 Konsistensi : Good (C) +0,01 Total +0, Penentuan Faktor Kelonggaran (Allowance) Terdapat beberapa kelonggaran yang diberikan kepada tenaga kerja diantaranya kelonggaran pribadi, menghilangkan rasa fatique serta hambatanhambatan yang tidak dapat dihindarkan. Faktor-faktor yang diberikan kepada analis dalam menyelesaikan pekerjaannya adalah sebagai berikut

14 59 1. Analis 1 (jenis kelamin wanita) a. Tenaga yang Dikeluarkan Hasil pengamatan: tenaga yang dikeluarkan ringan, bekerja di meja, duduk dan terkadang berdiri. b. Sikap Kerja Hasil pengamatan: bekerja secara duduk, tetapi sesekali berdiri. c. Gerakan Kerja Hasil pengamatan: Gerakan kerja normal dan tidak terbatas. d. Kelelahan Mata Hasil pengamatan: pandangan yang terputus-putus. e. Keadaan temperature tempat kerja Hasil Pengamatan: temperature ruangan dalam keadaan normal berkisar antara o C dengan kelembaban normal. f. Keadaan atmosfer Hasil Pengamatan: Keadaan atmosfer baik karena adanya system pengaturan udara yang baik. g. Keadaan lingkungan Hasil pengamatan: bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah. h. Kebutuhan pribadi Hasil pengamatan: kelonggaran untuk kebutuhan pribadi pekerja wanita yaitu untuk melepas dahaga, melepas ketegangan fisik, ke kamar mandi dan beribadah (sholat). Kelonggaran untuk analis 1 dapat dilihat pada tabel berikut:

15 60 Tabel 4.6. Tabel Faktor Kelonggaran Analis 1 No Faktor Nilai 1 Tenaga yang dikeluarkan 8,0 2 Sikap kerja 1,0 3 Gerakan kerja 0,0 4 Kelelahan mata 5,0 5 Keadaan temperature tempat kerja 2,0 6 Keadaan atmosphere 0,0 7 Keadaan lingkungan 0,0 8 Kebutuhan pribadi 2,0 Total 18,0 2. Analis 2 (jenis kelamin wanita) a. Tenaga yang Dikeluarkan Hasil pengamatan: tenaga yang dikeluarkan ringan, bekerja di meja, duduk dan terkadang berdiri. b. Sikap Kerja Hasil pengamatan: bekerja secara duduk, tetapi sesekali berdiri. c. Gerakan Kerja Hasil pengamatan: Gerakan kerja normal dan tidak terbatas. d. Kelelahan Mata Hasil pengamatan: pandangan yang terputus-putus. e. Keadaan temperature tempat kerja

16 61 Hasil Pengamatan: temperature ruangan dalam keadaan normal berkisar antara o C dengan kelembaban normal. f. Keadaan atmosfer Hasil Pengamatan: Keadaan atmosfer baik karena adanya system pengaturan udara yang baik. g. Keadaan lingkungan Hasil pengamatan: bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah. h. Kebutuhan pribadi Hasil pengamatan: kelonggaran untuk kebutuhan pribadi pekerja wanita yaitu untuk melepas dahaga, melepas ketegangan fisik, ke kamar mandi. Kelonggaran untuk analis 2 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.7. Tabel Faktor Kelonggaran Analis 2 No Faktor Nilai 1 Tenaga yang dikeluarkan 8,0 2 Sikap kerja 1,0 3 Gerakan kerja 0,0 4 Kelelahan mata 5,0 5 Keadaan temperature tempat kerja 2,0 6 Keadaan atmosphere 0,0 7 Keadaan lingkungan 0,0 8 Kebutuhan pribadi 1,5 Total 17,5

17 62 3. Analis 3 (jenis kelamin pria) a. Tenaga yang Dikeluarkan Hasil pengamatan: tenaga yang dikeluarkan ringan, bekerja di meja, duduk dan terkadang berdiri. b. Sikap Kerja Hasil pengamatan: bekerja secara duduk, tetapi sesekali berdiri. c. Gerakan Kerja Hasil pengamatan: Gerakan kerja normal dan tidak terbatas. d. Kelelahan Mata Hasil pengamatan: pandangan yang terputus-putus. e. Keadaan temperature tempat kerja Hasil Pengamatan: temperature ruangan dalam keadaan normal berkisar antara o C dengan kelembaban normal. f. Keadaan atmosfer Hasil Pengamatan: Keadaan atmosfer baik karena adanya system pengaturan udara yang baik. g. Keadaan lingkungan Hasil pengamatan: bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah. h. Kebutuhan pribadi Hasil pengamatan: kelonggaran untuk kebutuhan pribadi pekerja lakilaki yaitu untuk melepas dahaga, melepas ketegangan fisik, ke kamar mandi dan beribadah (sholat). Kelonggaran untuk analis 3 dapat dilihat pada tabel berikut:

18 63 Tabel 4.8. Tabel Faktor Kelonggaran Analis 3 No Faktor Nilai 1 Tenaga yang dikeluarkan 7,5 2 Sikap kerja 1,0 3 Gerakan kerja 0,0 4 Kelelahan mata 5,0 5 Keadaan temperature tempat kerja 2,0 6 Keadaan atmosphere 0,0 7 Keadaan lingkungan 0,0 8 Kebutuhan pribadi 2,0 Total 17, Pengolahan Data Perhitungan Produktivitas Analis Sebelum menguji keseragaman dan kecukupan data, maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap persentase produktivitas masing-masing analis. Perhitungan produktivitas analis dilakukan untuk mengetahui persentase produktivitas analis sehingga dapat diketahui rata-rata persentase produktivitas seluruh analis. Dari perhitungan produktivitas ini juga dapat diketahui seberapa besar persentase aktivitas tidak bekerja (idle). Persentase produktivitas analis dapat ditentuak dengan menggunakan persamaan di bawah ini.

19 64 Produktivitas = Jumlah aktivitas produktif Jumlah pengamatan x 100% Dari tabel hasil pengamatan sampling kerja maka diperoleh persentase produktivitas masing-masing analis sebagai berikut, Tabel 4.9. Tabel Prosentase Produktif Analis Analis 1 Hari Ke Produktif (Kegiatan) Non produktif (Kegiatan) Jumlah pengamatan (Kegiatan) %produktif 87.76% 79.59% 84.69% 77.55% Analis 2 Hari Ke Produktif (Kegiatan) Non produktif (Kegiatan) jumlah pengamatan (Kegiatan) %produktif 87.76% 91.84% 89.80% 86.73% Analis 3 Hari Ke Produktif (Kegiatan) Non produktif (Kegiatan) jumlah pengamatan (Kegiatan) %produktif 86.73% 85.71% 84.69% 84.69%

20 Uji Keseragaman Data Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui tingkat keseragaman data yang diperoleh. Keseragaman data ditandai dengan tidak adanya data yang berada di luar batas control. Uji keseragaman data dilakukan pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Hal ini berarti bahwa tingkat ketelitian yang menunjukkan penyimpangan maksimal dari hasil pengukuran sebesar 5% dan tingkat kepercayaan peneliti terhadap hasil pengukuran sebesar 95%. Uji keseragaman data diperoleh dengan menggunakan rumus berikut. Batas Kontrol = p ± k p (1 p ) n Dimana: p adalah produktivitas rata-rata analis (dalam decimal) n adalah jumlah pengamatan yang dilaksanakan per siklus waktu kerja Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas maka diperoleh uji keseragaman data sebagai berikut. 1. Analis 1 BKA = ,8240(1 0,8240) 98 = BKB = ,8240(1 0,8240) Analis 2 = BKA = ,8903(1 0,8903) 98 = BKB = 0, ,8903(1 0,8903) 98 =

21 66 3. Analis 3 BKA = 0, ,8546(1 0,8546) 98 = BKB = 0, ,8546(1 0,8546) 98 = Dengan menggunakan data di atas maka dapat dibuat peta control uji keseragaman data untuk masing-masing analis seperti ditunjukkan pada gambar Peta Kontrol Analis BKA BKB %P Grafik Peta Kontrol Analis BKA BKB %P Grafik Peta Kontrol Analis BKA BKB %P Gambar 4.1. Grafik Peta Kontrol Hasil Pengamatan

22 67 Dari perhitungan batas control yang diperoleh serta dari grafik di atas diketahui bahwa data berada dalam batas control sehingga dapat disimpulkan bahwa data seragam Uji Kecukupan Data Banyaknya pengamatan yang dilakukan dalam sampling kerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan dari hasil pengamatan. Uji kecukupan data dilakukan dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan telah cukup atau belum. Dimana jika nilai N N maka data telah mencukupi dan pengamatan dihentikan. Akan tetapi, jika N N maka data belum mencukupi sehingga perlu dilakukan pengamatan kembali hingga data tercukupi. Pengujian kecukupan data dilakukan dengan menggunakan rumus berikut, N = ( z s )2 ( 1 p ) p Dimana, N = jumlah pengamatan yang harus dilakukan Z = harga indeks yang nilainya tergantung dari tingkat kepercayaan yang diambil S = tingkat ketelitian yang dikehendaki dinyatakan dalam desimal

23 68 p = persentase terjadinya kejadian yang diamatai dinyatakan dalam desimal. Uji kecukupan data untuk setiap analis dengan menggunakan tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95% adalah sebagai berikut, 1. Analis 1 N = ( 2 0,05 )2 ( ) = ~ 342 Karena N N ( ) maka data sudah mencukupi. 2. Analis 2 N = ( 2 0,05 )2 ( ) = ~ 198 Karena N N ( ) maka data sudah mencukupi. 3. Analis 3 N = ( 2 0,05 )2 ( ) = ~ 273 Karena N N ( ) maka data sudah mencukupi. Berdasarkan perhitungan di atas data yang diperoleh sudah mencukupi Penentuan Waktu Siklus Waktu siklus adalah waktu penyelesaian rata-rata selama pengukuran, dimana waktu siklus (Ws) dapat dihitung menggunakan rumus berikut, Ws = Waktu produktif/ output Waktu siklus tiap analis adalah sebagai berikut: 1. Analis 1

24 69 Ws = 395,52 menit/55 Ws = 7,19 menit 2. Analis 2 Ws = 427,34 menit/60 Ws = 7,12 menit 3. Analis 3 Ws = 410,21 menit/53 Ws = 7,74 menit 4.5. Penentuan Waktu Normal Waktu normal digunakan untuk menghitung waktu pengerjaan secara normal oleh operator/analis. Oleh karena itu, waktu siklus yang telah diperoleh perlu dinormalkan dengan menggunakan faktor penyesuaian. Dalam hal ini faktor penyesuaian yang digunakan adalah metode Westinghouse. Wn = Ws x p Dimana, Ws adalah waktu siklus p adalah faktor penyesuaian Waktu normal pengerjaan sampel untuk masing-masing analis adalah sebagai berikut, 1. Analis 1 Wn = 7,19 x 1,03 Wn = 7,41 2. Analis 2 Wn = 7,12 x 1,03

25 70 Wn = 7,33 3. Analis 3 Wn = 7,74 x 1,03 Wn = 7, Perhitungan Waktu Baku Waktu normal belum mencakup kelonggaran yang harus diberikan kepada pekerja bila ia dianggap bekerja secara wajar. Dengan mensintesa waktu normal dengan faktor kelonggaran, maka didapatkan waktu baku. Wb = Wn + (Wn x f) Dimana, Wb adalah waktu baku Wn adalah waktu normal f adalah faktor kelonggaran Waktu baku pengerjaan sampel masing-masing analis adalah sebagai berikut, 1. Analis 1 Wb = 7,41 + (7,41 x 0,18) Wb = 8,74 2. Analis 2 Wb = 7,33 + (7,33 x 0,175) Wb = 8,61 3. Analis 3 Wb = 7,97 + (7,97 x 0,175)

26 71 Wb = 9,36 Sebelum melakukan perhitungan jumlah tenaga kerja optimal maka akan ditentukan waktu baku rata-rata dari ketiga analis tersebut. WB = 8,74 +8,61+9,36 3 = 8,9033 menit 4.7. Menentukan Beban Kerja Karyawan Perhitungan beban kerja karyawan dilakukan dengan menghitung prosentase produktif dari masing-masing karyawan. Prosentase produktif dari masing-masing analis dapat dilihat pada tabel Menetapkan Waktu Kerja Waktu kerja yang dimaksud adalah waktu kerja efektif, artinya waktu kerja yang secara efektif digunakan untuk bekerja. Waktu kerja efektif terdiri atas hari kerja dan jam kerja efektif. Hari kerja efektif adalah jumlah hari dalam kalender dikurangi jumlah hari libur dan cuti. Perhitungannya adalah sebagai berikut: Hari kerja efektif = (A-(B + C + D)) Keterangan : A = Jumlah hari menurut kalender B = Jumlah hari sabtu dan minggu dalam setahun C = Jumlah hari libur dalam setahun D = Jumlah Cuti tahunan

27 72 Hari libur disini adalah hari libur wajib yang dinasionalkan negara atau menurut daerah masing-masing. Dengan mengunakan rumus di atas maka, Hari kerja efektif = (365-( )) = 237 hari. Jam kerja efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kelonggaran karyawan seperti buang air, melepas lelah, istirahat makan dan sebagainya. Menurut ILO kelonggaran yang diberikan sekitar 30% dari jumlah jam kerja formal Penentuan Jumlah Karyawan Optimal Apabila jumlah keluaran utama dan waktu kerja tersedia serta waktu baku pekerjaan sudah ditentukan maka untuk menentukan jumlah karyawan yang diperlukan pada suatu aktivitas operasi dapat menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut: Dimana, JK = P x Wb HK x D x 60 (konversi menit) P : Target jumlah produk yang harus dihasilkan oleh suatu unit kerja tertentu dalam periode waktu tertentu. HK : Hari kerja dalam setahun Wb : Waktu baku dari hasil pengukuran kerja D : Jumlah jam kerja efektif JK : Jumlah karyawan optimal Sehingga, JK = x 8, x 16 x 60 = 10,4545 orang Berdasarkan perhitungan di atas maka jumlah karyawan optimal di Laboratorium QC adalah 11 orang.

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

Nama : Johanes Susanto NIM : Tugas online #4 TKT313 Metodologi Penelitian. Work Sampling

Nama : Johanes Susanto NIM : Tugas online #4 TKT313 Metodologi Penelitian. Work Sampling Nama : Johanes Susanto NIM : 2012-21-046 Tugas online #4 TKT313 Metodologi Penelitian Work Sampling Sampling Pekerjaan (Work Sampling) adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

Lampiran Perhitungan Uji Keseragaman dan Kecukupan Data

Lampiran Perhitungan Uji Keseragaman dan Kecukupan Data 96 Lampiran Perhitungan Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Uji keseragaman data 1. waktu setup bagian pencetakan Subgroup No (i) Waktu (detik) (detik) (detik) BKA BKB 1 712 2 564 1 3 534 603,4 4 602 5

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Pembahasan Pekerjaan yang diamati pada praktikum kali ini adalah produktifitas kasir hypermart oleh dua operator. Proses kinerja kasir tersebut adalah kasir tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

ANALISIS PENGUKURAN KERJA

ANALISIS PENGUKURAN KERJA ANALISIS PENGUKURAN KERJA Disusun oleh: Subodro (135060700111043) Siti Astrid Meidiani (135060700111044) Armelynda Beverly S (135060701111056) Andini Sulviana (135060701111065) Dzaky Falakhi (135060701111082)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang diperlukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement)

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement) Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement) Pengukuran Kerja (Studi Waktu / Time Study) Perbaikan postur Perbaikan proses Perbaikan tata letak Perbaikan metode /cara kerja Data harus baik, representasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

Lampiran-1. Perhitungan Kapasitas Normal

Lampiran-1. Perhitungan Kapasitas Normal Lampiran-1. Perhitungan Kapasitas Normal Untuk menghitung kapasitas normal dari proses yang menggunakan manusia, maka terlebih dahulu harus diketahui lama waktu baku proses yang dikerjakan dan kemudian

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mulai dari bulan Maret 2016 sampai dengan bulan April pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. mulai dari bulan Maret 2016 sampai dengan bulan April pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini. 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor PT Pacific Biotekindo kantor Cabang Jakarta yang beralamat di Komplek Perkantoran Infinia Park Blok A52, Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perancangan Sistem Kerja Perancangan sistem kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik - teknik dan prinsip - prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating Petunjuk Sitasi: Cahyawati, A. N., & Pratiwi, D. A. (2017). Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. B211-216). Malang: Jurusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA

ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENGUKURAN WAKTU KERJA Pengukuran kerja atau pengukuran waktu kerja (time study) adalah suatu aktivitas untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi dan Proses Produksi 2.1.1 Pengertian Produksi Dari beberapa ahli mendifinisikan tentang produksi, antara lain 1. Pengertian produksi adalah suatu proses pengubahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional Dalam menjalankan sistem produksinya, PT Mayora Indah perlu mengatur serta menganalisa beberapa kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Pabrik roti seperti PT Nippon Indosari Corpindo merupakan salah satu contoh industri pangan yang memproduksi produk berdasarkan nilai permintaan, dengan ciri produk

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... ABSTRACT...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii v viii ix xii xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Interaksi Manusia dan Mesin Dalam bukunya, Wignjosoebroto (2003: 58) menjelaskan bahwa kata Mesin dapat diartikan lebih luas yaitu menyangkut semua obyek fisik berupa peralatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Menurut Suryabrata (1983), metode deskriptif dilakukan dengan membuat deskripsi secara sistematis,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Rating Factor Kriteria rating factor, keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini : Super Skill: 1. Bekerja dengan sempurna 2. Tampak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peringkat Kinerja Operator (Performance Rating) Perancangan sistem kerja menghasilkan beberapa alternatif sehingga harus dipilih alternatif terbaik. Pemilihan alternatif rancangan

Lebih terperinci

practicum apk industrial engineering 2012

practicum apk industrial engineering 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang diperhatikannya produktivitas pekerja pada suatu proyek konstruksi dapat menghambat pekerjaan konstruksi tersebut. Ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Tabel Rating Factor Westinghouse Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Superskill A1 + 0,15 A + 0,13 Excellent B1 + 0,11 B + 0,08 C1 + 0,06 Good Keterampilan C + 0,03 Average D 0,00 Fair

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keywords: pemastian mutu, CPOB produksi, in-process control

ABSTRAK. Keywords: pemastian mutu, CPOB produksi, in-process control ABSTRAK Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pemastian Mutu mencakup Cara

Lebih terperinci

Pengukuran Waktu Work Sampling TEKNIK TATA CARA KERJA

Pengukuran Waktu Work Sampling TEKNIK TATA CARA KERJA Pengukuran Waktu Work Sampling TEKNIK TATA CARA KERJA Pengertian Sampling pekerjaan adalah suatu prosedur pengukuran cara langsung yang dilakukan pada waktu-waktu yang ditentukan secara acak. Standar pekerja

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II

PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II PENYESUAIAN Maksud melakukan penyesuaian : menormalkan waktu siklus karena kecepatan tidak wajar oleh operator Konsep wajar : seorang operator yang

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI ACARA 1 PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI OLEH: Marianus T. Dengi 122080139 LABORATORIUM ANALISIS PERANCANGAN KERJA & ERGONOMI JURUSAN

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis,tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE

By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE PENYESUAIAN Maksud melakukan penyesuaian : menormalkan waktu siklus karena kecepatan tidak wajar oleh operator Konsep wajar : seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA SAMPLING PEKERJAAN (WORK SAMPLING)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA SAMPLING PEKERJAAN (WORK SAMPLING) Times New Roman, 16, Bold, Centre LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA SAMPLING PEKERJAAN (WORK SAMPLING) Times New Roman, 12, Centre Disusun Oleh : Nama / NPM : 1.. / NPM 2.. / NPM Kelompok

Lebih terperinci

Rating Factor Masing-masing Stasiun Kerja

Rating Factor Masing-masing Stasiun Kerja Lampiran 1 Rating Factor Masing-masing Stasiun Kerja WC 1 (Laminating) Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Sub Total Keterampilan Good C2 +0.03 Usaha Good C2 +0.02 Kondisi Fair E -0.03 Konsistensi Average

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN Penentuan waktu standar akan mempunyai peranan yang cukup penting didalam pelaksanaan proses produksi dari suatu perusahaan. Penentuan waktu standar yang tepat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN: APLIKASI METODE WORK SAMPLING UNTUK MENGHITUNG WAKTU BAKU DAN KAPASITAS PRODUKSI PADA INDUSTRI KERAMIK

Seminar Nasional IENACO ISSN: APLIKASI METODE WORK SAMPLING UNTUK MENGHITUNG WAKTU BAKU DAN KAPASITAS PRODUKSI PADA INDUSTRI KERAMIK APLIKASI METODE WORK SAMPLING UNTUK MENGHITUNG WAKTU BAKU DAN KAPASITAS PRODUKSI PADA INDUSTRI KERAMIK Debrina Puspita Andriani 1, Billy Anugrah 2, Annissa Dian Islami 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu ( Barnes h.257 ) Studi Gerak dan Waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Tugas dari Presiden Direktur, antara lain : Adapun tanggung jawab dari Presiden Direktur adalah:

Tugas dari Presiden Direktur, antara lain : Adapun tanggung jawab dari Presiden Direktur adalah: LAMPIRAN Lampiran 1. Uraian Tugas dan Tanggungjawab 1. Presiden Direktur Tugas dari Presiden Direktur, antara lain : a. Mengambil keputusan yang berhubungan dengan kegiatan operasional perusahaan. b. Menyusun

Lebih terperinci

Riduwan Arif Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur

Riduwan Arif Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur ANALISA BEBAN KERJA DAN JUMLAH TENAGA KERJA YANG OPTIMAL PADA BAGIAN PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) DI PT.SURABAYA PERDANA ROTOPACK Riduwan Arif Jurusan Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.

BAB III LANDASAN TEORI. pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. 20 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktu Kerja Menurut Sutalaksana dkk. (2006), Pengukuran waktu kerja ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk Laporan Tugas Akhir BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suati pekerjaan.

Lebih terperinci

PENGUKURAN WAKTU. Nurjannah

PENGUKURAN WAKTU. Nurjannah PENGUKURAN WAKTU Nurjannah Pengukuran waktu (time study) ialah suatu usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan seorang operator (terlatih dan qualified) dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1. Pembahasan Proses pembuatan magnet kimono ini, praktikan mencari Waktu Aktual, Performance Rating, Performance Estimasi, dan %Error. Pembahasan yang dijelaskan pada

Lebih terperinci

PERENCANAAN JUMLAH OPERATOR PRODUKSI DENGAN METODE STUDI WAKTU (STUDI KASUS PADA INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK LAUT)

PERENCANAAN JUMLAH OPERATOR PRODUKSI DENGAN METODE STUDI WAKTU (STUDI KASUS PADA INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK LAUT) PERENCANAAN JUMLAH OPERATOR PRODUKSI DENGAN METODE STUDI WAKTU (STUDI KASUS PADA INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK LAUT) Kelvin Teknik Industri, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya kelvin@stts.edu ABSTRAK Aliran produksi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Tabel Rating Factor Westinghouse Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Superskill A1 + 0,15 A2 + 0,13 Excellent B1 + 0,11 B2 + 0,08 C1 + 0,06 Good Keterampilan C2 + 0,03 Average D 0,00 Fair

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis, tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan dalam perkembangan dunia perindustrian di Indonesia. Inovasi tiada henti dan berkelanjutan yang dilakukan

Lebih terperinci

WORK SAMPLING. Modul Work Sampling Praktikum Genap 2011/2012 I. TUJUAN PRAKTIKUM

WORK SAMPLING. Modul Work Sampling Praktikum Genap 2011/2012 I. TUJUAN PRAKTIKUM Praktikum Genap 2011/2012 1 WORK SAMPLING I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Memperkenalkan kepada praktikan tentang metode sampling kerja sebagai alat yang efektif menentukan kelonggaran (allowance time) diperlukan

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selama 3 bulan, mulai dari bulan Juli 2016 sampai dengan September 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. selama 3 bulan, mulai dari bulan Juli 2016 sampai dengan September 2016. 20 BAB III : METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Sinar Sosro BU NKA, yang berlamat di Jl. Raya Sultan Agung KM. 28, Medan Satria,

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

WORK SAMPLING STUDI KASUS PEKERJAAN BERTENDER PADA SEBUAH CAFE TUTI SARMA SINAGA ST MEILITA TRYANA SEMBIRING, ST

WORK SAMPLING STUDI KASUS PEKERJAAN BERTENDER PADA SEBUAH CAFE TUTI SARMA SINAGA ST MEILITA TRYANA SEMBIRING, ST WORK SAMPLING STUDI KASUS PEKERJAAN BERTENDER PADA SEBUAH CAFE TUTI SARMA SINAGA ST MEILITA TRYANA SEMBIRING, ST Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara BAB I LANDASAN TEORI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENGUKURAN WAKTU KERJA

PENGUKURAN WAKTU KERJA PENGUKURAN WAKTU KERJA Usaha untuk menentukan lama kerja yg dibutuhkan seorang Operator (terlatih dan qualified ) dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yg spesifik pada tingkat kecepatan kerja yg NORMAL

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Ergonomi Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai

Lebih terperinci

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA. tutorial 7. work sampling

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA. tutorial 7. work sampling FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA tutorial 7 work sampling Prodi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2016/2017 www.labdske-uii.com Pengukuran Kerja: Metode

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Penelitian cara kerja atau yang dikenal juga dengan nama methods analysis merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan metode kerja yang akan dipilih untuk melakukan suatu pekerjaan.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Model Diagram Metodologi Gambar 4.1 Metodologi Penelitian 47 Gambar 4.2 Metodologi Penelitian (lanjutan) 48 4.2 Penelitian Pendahuluan Penelitian dilakukan di PT. Refconindo

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 4. PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISA DATA

BAB 4. PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Waktu siklus Stasiun Kerja Stik (Jahit) Tabel 4.1 Data Waktu Siklus Stasiun Kerja Stik (Jahit) Per 1 pasang Pengamatan Waktu

Lebih terperinci